MANAJEMEN BELANJA PEGAWAI DI KABUPATEN KLATEN Rahmadian Paramita1, Achmad Lutfi1 1. 2.
Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia E-mail:
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Belanja pegawai merupakan belanja yang penting dalam menyelenggarakan pemerintahan. Namun realisasi alokasi belanja pegawai cenderung menghabiskan rata-rata 53,40% dari APBD 524 daerah di Indonesia tahun 2010 hingga semester 1 tahun 2013. Daerah dengan rata-rata realisasi alokasi belanja pegawai terbesar tahun 2010 hingga semster 1 tahun 2013 adalah Kabupaten Klaten di Jawa Tengah yang mencapai 76,80%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan manajemen belanja pegawai di Kabupaten Klaten. penelitian ini menggunakan pendekatan post positivist dengan metode kualitatif melalui wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor yang perlu diperhatikan karena menghambat manajemen belanja pegawai di Kabupaten Klaten, meliputi tidak terdapat perencanaan bagi belanja pegawai dan analisis kebutuhan pegawai yang tidak rutin, tidak terdapat batasan PNS bagi daerah, tidak terdapat batasan belanja pegawai bagi daerah, struktur penggajian yang tidak berdasarkan kinerja, inkonsistensi kebijakan, tidak terdapat batasan transfer antar rekening, tidak ada sistem manajemen penggajian terpusat, dan hasil pelaporan yang tidak dijadikan umpan balik sehingga belum terdapat tindakan dari daerah untuk menyelesaikan permasalahan belanja pegawai di Kabupaten Klaten. Kata Kunci: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; Kabupaten Klaten; Manajemen Belanja Pegawai
PERSONNEL EXPENDITURE MANAGEMENT IN KLATEN DISTRICT ABSTRACT Personnel expenditure is an important expenditure in running the government. However, the realization of the personnel expenditure allocation tends to spend an average of 53,40 percent of the local government budget of 524 regions in Indonesia in 2010 until the first half of 2013. Region with the largest realization of personnel expenditure allocation in 2010 until the first half of 2013 is Klaten District in Central Java that reaches 76,80 percent. The purpose of this study is to describe the personnel expenditure management in Klaten District. This study uses post positivist approach with qualitative methods through in-depth interviews and documentary studies. The results indicate that there are factors to consider because they inhibit the personnel expenditure management in Klaten District, including no planning of expenditure management and irregular analysis of need of civil cervants, no regional restriction on the amount of personnel, no regional limit on personel expenditure, the salary structure is not based on performance, policy inconsistencies, no limit on transfer between accounts, no centralized payroll management system, and reporting results are not used as feedback so that there has been no action from the Klaten District Government to resolve the problem of personnel expenditure in Klaten District. Keywords: Klaten District, Local Government Budget; Personnel Expenditure Management
Manajemen belanja…, Rahmadian Paramita, FISIP UI, 2014
Pendahuluan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sangat penting dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, termasuk di daerah. Di Indonesia, hubungan kewenangan pusat dan daerah mencakup hubungan kewenangan dalam mengurus dan mengatur bidang kepegawaian yang diatur dalam Bab V Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pembagian kewenangan atau fungsi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diiringi dengan timbulnya hubungan keuangan pusat dan daerah, termasuk dalam bidang kepegawaian daerah. Sumber keuangan untuk menanggung pelaksanaan kewenangan daerah dalam bidang kepegawaian berasal dari alokasi pemerintah pusat. Manajemen keuangan daerah dengan demikian merupakan aspek penting dalam pengelolaan keuangan negara.
Mardiasmo (2004) menyatakan bahwa secara garis besar
manajemen keyangan daerah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu manajemen penerimaan daerah dan manajemen pengeluaran daerah. Namun demikian, manajemen pengeluaran daerah perlu mendapat perhatian lebih besar dibandingkan manajemen pendapatan, sebab mengeluarkan uang jauh lebih mudah dibandingkan memperolehnya. Dalam bidang kepegawaian, belanja pegawai tercantum di dalam kedua jenis belanja, yaitu belanja tidak langsung dan belanja langsung. Dengan demikian, PNS merupakan salah satu unsur penting dalam pemerintahan yang kebutuhannya harus dipenuhi melalui pengeluaran dalam bentuk belanja pegawai yang dianggarkan dalam APBD. Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) (1997) menyebutkan bahwa “personnel costs are usually the largest single cost factor in state budget”, termasuk juga dalam pemerintahan daerah. Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat ke daerah yang digunakan salah satunya untuk menutupi penghasilan PNS, meningkat rata-rata 15,28% setiap tahunnya sejak 2010 hingga 2013 sehingga pemerintah daerah menjadi bergantung kepada DAU (Data olahan peneliti, 2014). Jika tidak disikapi, belanja pegawai akan menggerus anggaran pembangunan. masalah belanja pegawai daerah yang terus meningkat telah menjadi momok bagi permasalahan keuangan daerah di Indonesia. Berdasarkan data olahan peneliti dari Portal Kementerian Keuangan, jumlah daerah dengan realisasi belanja pegawai di atas 50% tahun 2010 sampai semester 1 tahun 2013 masingmasing sebanyak 307, 292, 308, dan 424 daerah dan rata-rata di Indonesia masing-masing sebesar 51,10%, 49,70%, 49,90%, dan 63,10% (Data olahan peneliti, 2014). Jika pengelolaan keuangan tidak proporsional, manfaat yang diperoleh negara akan semakin berkurang dan pengeluaran akan bertambah, pada akhirnya negara akan kekurangan sumber daya finansial
Manajemen belanja…, Rahmadian Paramita, FISIP UI, 2014
yang memadai. Oleh karena itu, dibutuhkan manajemen pengeluaran daerah yang baik untuk dapat mengelola belanja pegawai di daerah. Menurut OECD (1997), manajemen belanja pegawai pemerintah dilakukan dalam tahap persiapan anggaran dan pengendalian kebijakan serta tahap pelaksanaan anggaran dan pengendalian administratif. Mardiasmo (2004) secara lebih spesifik mengungkapkan bahwa, manajemen pengeluaran pemerintah daerah mencakup perencanaan dan pengendalian pengeluaran daerah. Perencanaan dan pengendalian dapat dilihat dari serangkaian tahapan aktivitas manajemen yang berkesinambungan sehingga membentuk suatu siklus dengan keterkaitan antar tahapan. Siklus perencanaan dan pengendalian pada dasarnya terdiri dari lima tahapan aktivitas, yaitu: (1) perencanaan tujuan dasar dan sasaran, (2) perencanaan operasional, (3) penganggaran, (4) pengendalian dan pengukuran, dan (5) pelaporan, analisis, dan umpan balik. Rata-rata realisasi belanja pegawai daerah didominasi wilayah Jawa, khususnya tahun 2010 sampai semester 1 tahun 2013. Rata-rata besarnya realisasi porsi APBD untuk belanja pegawai daerah dari total belanja selama 3,5 tahun, yaitu tahun 2010 sampai semester 1 tahun 2013 didominasi Provinsi Jawa Tengah, yaitu tertinggi terjadi pada Kabupaten Klaten sebesar 76,80% (Data olahan peneliti, 2014). Data realisasi APBD Kabupaten Klaten tahun 2010 hingga semester 1 tahun 2013 menunjukkan bahwa Kabupaten Klaten mengalokasikan masing-masing 78,50; 71,40; 70,60; dan 86,60% dari total belanja untuk belanja pegawai (Data olahan peneliti, 2014). Persentase belanja pegawai dalam APBD 2009, 2010, 2012, dan rata-rata tahun 2009-2013 Pemerintah Kabupaten Klaten menduduki peringkat pertama di Jawa Tengah. Realisasi belanja pegawai di Kabupaten Klaten tahun 2009 dan 2012 juga menduduki peringkat pertama di Jawa Tengah (Data olahan peneliti, 2014). Idealnya, belanja pegawai tidak lebih dari 50% dari APBD untuk dapat merekrut CPNS dalam memenuhi kebutuhan jumlah pegawainya. Belanja pegawai yang demikian besar masih belum menunjukkan terpenuhinya kebutuhan PNS di Kabupaten Klaten. Kabupaten Klaten masih kekurangan PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten hingga mencapai 5.120 pegawai (Purnama, 2013). Menurut Kepala Bidang (Kabid) Pengembangan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten tersebut, kekurangan yang ada terjadi di berbagai sektor, antara lain tenaga pendidikan 3.322 pegawai, tenaga kesehatan 232 pegawai, dan teknis 1.566 pegawai (Purnama, 2013). Ironisnya, realisasi penerimaan gaji dan tunjangan pegawai Dinas Pendidikan mencapai Rp 582.942.077.592 dari total Rp 788.988.726.464 atau sebesar 73,89% tahun 2013 (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Klaten, 2014).
Manajemen belanja…, Rahmadian Paramita, FISIP UI, 2014
Alokasi belanja pegawai di Kabupaten Klaten setiap tahun semakin meningkat. Sejak tahun 2010 hingga tahun 2013 masing-masing adalah sebesar Rp 773.110.000.000; Rp 905.444.000.000; Rp 1.027.323.000.000; dan 1.139.091.000.000 (Data olahan peneliti, 2014). Hal tersebut menunjukkan bahwa belanja pegawai di Kabupaten Klaten dapat terus menguras APBD. Kenaikan DAU ke Kabupaten Klaten juga merupakan salah satu faktor tingginya belanja pegawai karena DAU salah satunya digunakan untuk menutupi penghasilan PNS. DAU dari tahun 2010 hingga 2013 dalam APBD Kabupaten Klaten masing-masing adalah Rp 726.234.000.000; Rp 792.939.000.000; Rp 967.285.000.000; dan Rp 1.006.318.000.000 (Data olahan peneliti, 2014). Dengan demikian, pemerintah Kabupaten Klaten dapat dengan leluasa menggunakan DAU untuk terus meningkatkan belanja pegawai dan menghambat pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Klaten. Kebijakan moratorium yang berlaku sejak 1 September 2011 sampai dengan 31 Desember 2012 belum efektif mengurangi belanja pegawai yang tinggi. Melihat berbagai masalah dalam pengelolaan belanja pegawai di Kabupaten Klaten di atas, maka kemudian menjadi menarik untuk meneliti manajemen belanja pegawai tersebut dan mendeskripsikannya secara jelas.
Tinjauan Teoritis Terdapat dua konsep utama yang mendasari penelitian ini, yakni konsep manajemen belanja pegawai menurut Organisation Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) (1997) dan konsep manajemen pengeluaran daerah dari Mardiasmo (2004) yang dilengkapi dari Jones dan Pendlebury (1988) serta Anthony dan Young (2003). Manajemen belanja pegawai dari OECD terdiri dari dua tahap, pertama tahap persiapan anggaran dan pengendalian kebijakan yang terdiri dari lima aspek, yaitu analisis kebijakan dan program sektoral yang membahas mengenai pentingnya analisis kebutuhan pegawai bagi setiap kegiatan pemerintah, batasan pegawai, batasan belanja, revisi struktur penggajian dan negosiasi gaji yang membahas mengenai kesesuaian struktur penggajian dengan posisi pekerjaan, variabel pekerjaan, pribadi, dan pasar, dan evaluasi pengendalian kebijakan yang menekankan pentingnya pertimbangan untuk mengendalikan belanja pegawai. Tahap kedua adalah pelaksanaan anggaran dan pengendalian administratif yang terdiri dari tiga aspek, antara lain pengawasan jumlah dan kelompok posting, batasan transfer dana dari belanja nonpegawai ke belanja pegawai dalam pelaksanaan anggaran, dan pemusatan atau penyeragaman sistem manajemen penggajian yang menekankan pada perlunya pemusatan atau penyeragaman sistem manajemen penggajian dengan pemerintah pusat.
Manajemen belanja…, Rahmadian Paramita, FISIP UI, 2014
Manajemen belanja pegawai yang dikemukakan oleh OECD dapat dilengkapi dengan manajemen pengeluaran daerah dari Mardiasmo. Hal ini dikarenakan beberapa aspek dari manajemen pengeluaran daerah tersebut memperlihatkan kesamaan aspek dalam manajemen belanja pegawai, aspek lainnya dapat digunakan untuk melengkapi konsep tersebut. Aspek perencanaan tujuan dasar dan sasaran serta aspek perencanaan operasional yang menekankan pada pentingnya koherensi antara dokumen perencanaan daerah dengan perencanaan belanja pegawai di daerah dapat melengkapi aspek analisis kebijakan dan program sektoral dari manajemen belanja pegawai. Selain itu, aspek pengendalian dan pengukuran yang berkaitan dengan pencatatan dan pengawasan terhadap dokumen pendukung, dapat digunakan untuk melengkapi aspek pengawasan jumlah dan kelompok posting dari manajemen belanja pegawai. Konsep manajemen pengeluaran daerah juga digunakan untuk menyesuaikan dengan objek penelitian di daerah. Keunggulan dari manajemen pengeluaran daerah yang dikemukakan oleh Mardiasmo terletak pada aspek penganggaran serta pelaporan, analisis, dan umpan balik karena konsep sebelumnya belum membahas mengenai aspek tersebut.
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan paradigma post positivist dengan tujuan untuk mendeskripsikan secara jelas mengenai manajemen belanja pegawai di Kabupaten Klaten terkait aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam manajemen tersebut. Penelitian post positivist ini dilakukan dengan desain deskriptif dan metode kualitatif melalui wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Wawancara mendalam tersebut merupakan wawancara terstruktur karena peneliti menggunakan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan sesuai materi penelitian, yakni tema-tema yang harus diwawancarakan didasarkan atas tujuan studi dan teori-teori yang digunakan. Adapun narasumber dari penelitian ini terdiri dari Kepala Bidang Penyiapan Perumusan Kebijakan Gaji dan Tunjangan SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepala Seksi Evaluasi Belanja Daerah Kementerian Keuangan, spesialis Public Finance Management Pusat Telaah dan Infromasi Regional, Kepala Subbagian Persidangan dan Risalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Klaten, Kepala Bagian Persidangan dan Kehumasan DPRD Kabupaten Klaten, Kepala Seksi Belanja Gaji Bidang Perbendaharaan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Klaten, Kepala Subbagian Keuangan Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten, Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten, Mantan Direktur Eksekutif Aksara Yogyakarta, Research Officer Forum Indonesia
Manajemen belanja…, Rahmadian Paramita, FISIP UI, 2014
untuk Transparansi Anggaran, dan perwakilan akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Teknik studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan data atau informasi tertulis dan tidak tertulis meliputi peraturan perundangan-undangan yang terkait dan APBD setiap daerah di Indonesia.
Hasil dan Pembahasan Manajemen belanja daerah merupakan aktivitas yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah mengingat pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengelola sendiri keuangan daerahnya. Keuangan daerah yang mencakup pendapatan dan pengeluaran tentu membutuhkan manajemen yang dilakukan dengan baik, khususnya dalam manajemen belanja daerah. Salah satu belanja daerah yang rutin dikeluarkan adalah belanja pegawai. Secara garis besar, belanja pegawai mencakup sejumlah komponen yang secara rutin harus dibayarkan kepada para Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu gaji dan tunjangan pegawai bulanan. Selain itu, terdapat juga tambahan penghasilan yang dapat diberikan oleh daerah itu sendiri kepada PNS yang berada di lingkungannya. Berdasarkan perhitungan peneliti dari data APBD total 524 daerah di Indonesia yang diperoleh dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia, rata-rata realisasi belanja pegawai sejak tahun 2010 hingga semester 1 tahun 2013, Kabupaten Klaten merupakan kabupaten dengan rata-rata realisasi belanja pegawai yang tertinggi di Indonesia selama kurun waktu 3,5 tahun tersebut, yaitu 76,80% dari total belanja (Data olahan peneliti, 2014). Dengan belanja pegawai yang begitu tinggi, dikhawatirkan sumber daya finansial yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Klaten akan terus terkuras untuk belanja pegawai dan mengesampingkan belanja lain yang juga tidak kalah penting, seperti pengeluaran pembangunan. Berdasarkan temuan lapangan, terdapat beberapa hal yang peneliti uraikan mengenai manajemen belanja pegawai Kabupaten Klaten sehingga perlu diperhatikan, berdasarkan teori dari OECD dan Mardiasmo, sebagai berikut:
Dimensi Persiapan Anggaran dan Pengendalian Kebijakan Dalam tahap persiapan anggaran dan pengendalian kebijakan terdapat enam aspek yang harus dicermati. Pertama, aspek perencanaan tujuan dasar dan sasaran serta perencanaan operasional yang dilengkapi dengan aspek analisis kebijakan sektoral dan program sektoral. Perencanaan tujuan dasar dan sasaran dari pemerintahan daerah, termasuk pemerintahan Kabupaten Klaten pertama dapat dilihat dari Rencana Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
Manajemen belanja…, Rahmadian Paramita, FISIP UI, 2014
Kabupaten Klaten. Berdasarkan tujuan jangka panjang RPJPD 2005-2025 tersebut, alokasi belanja pegawai APBD Kabupaten Klaten serta rata-rata realisasi belanja pegawai yang dialokasikan sejak tahun 2010 hingga semester 1 tahun 2013, yaitu sebesar 76,80% dari total belanja tidak menggambarkan usaha pencapaian dari tujuan jangka panjang tersebut. Dalam APBD yang belum direalisasikan tahun 2010 hingga 2013, rata-rata dari alokasi belanja selain belanja pegawai dalam APBD 2010-2013 hanya sebesar 26,10% dan rata-rata dari alokasi belanja pegawai dalam APBD 2010-2013 adalah sebesar 73,90% (Data olahan peneliti, 2014). Hal tersebut menunjukkan bahwa gaji dan tunjangan PNS yang bukan merupakan tujuan utama dari Pemerintah Kabupaten Klaten dalam RPJPD 2005-2025 justru memperoleh alokasi APBD yang besar. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan yang sebenarnya, yaitu pertama adalah kesejahteraan masyarakat secara umum dan ketiga adalah kecerdasan, yang berhubungan dengan PNS guru yang bertugas untuk mencerdaskan masyarakat Kabupaten Klaten, padahal dalam belanja pegawai hanya berhubungan dengan penghasilan guru tersebut. Tujuan jangka panjang Kabupaten Klaten tidak mengarah langsung terhadap kesejahteraan PNS dan kewenangan untuk dapat mengalokasikan setiap tahunnya hingga rata-rata 73,90% untuk penghasilan PNS yang berkaitan dengan kesejahteraannya, sehingga bukan suatu alasan bagi Pemerintah Kabupaten Klaten untuk memprioritaskan kesejahteraan PNS. Dalam RPJMD Kabupaten Klaten 2010-2015 juga tidak terlihat adanya perencanaan dari belanja pegawai secara khusus bagi Kabupaten Klaten. Dalam RPJMD 2010-2015 terdapat tujuan dan sasaran Pemerintah Kabupaten Klaten yang mengarah pada bidang pemerintahan, namun merupakan bagian dari misi ke-8 dengan tujuan meningkatkan profesionalisme aparatur pemerintah di Kabupaten Klaten. Hal ini tentu masih tetap tidak berkaitan dengan belanja pegawai yang tinggi. Rencana Strategis (Renstra) SKPD Tahun 2010-2015 yang berpedoman pada RPJMD 2010-2015 Kabupaten Klaten, juga tidak memprioritaskan indikator kesejahteraan PNS di masing-masing SKPD. Pada renstra Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Klaten 2011-2015, sebagai unsur perangkat daerah yang khusus menangani masalah kepegawaian, mempunyai tugas pokok membantu Bupati Kabupaten Klaten sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah dalam melaksanakan manajemen PNS Daerah. Dari total 7 (tujuh) tujuan dari renstra BKD Kabupaten Klaten tersebut, kesejahteraan PNS merupakan poin kelima yang indikator pertamanya adalah untuk memotivasi kinerja pegawai. Dalam renstra Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten 2010-2015, yang merupakan SKPD dengan realisasi penghasilan PNS tertinggi setiap tahunnya, dari 6 (enam) tujuan, hanya tujuan keempat yang mencakup aparatur, yaitu peningkatan kualitas dan kinerja aparatur penyelenggaran pendidikan. Namun demikian, tujuan tersebut tidak serta
Manajemen belanja…, Rahmadian Paramita, FISIP UI, 2014
merta dapat dijadikan landasan untuk mengalokasikan sebagian besar pengeluarannya untuk penghasilan PNS. Penghasilan PNS bukan merupakan program sehingga tidak terdapat dalam program RKPD, namun juga bukan merupakan prioritas pembangunan daerah, maupun sasaran pembangunan daerah. Kebijakan belanja daerah yang disusun dalam KUA-PPAS menyebutkan bahwa kebijakan belanja didasarkan pada urusan dan SKPD. Oleh karena itu, besarnya belanja pegawai yang berkaitan dengan penghasilan PNS akan didasarkan pada jumlah PNS di setiap SKPD. Dengan demikian, belanja pegawai itu sendiri tidak dijadikan prioritas dan hanya direncanakan sesuai dengan jumlah PNS karena melekat di setiap SKPD di Kabupaten Klaten dan harus diberikan setiap bulan sebagai penghasilan bagi aparatur daerah tersebut, namun juga dapat ditambah dengan adanya program yang diikuti oleh PNS tertentu. Besarnya gaji pokok PNS telah ditentukan dan menjadi dasar perhitungannya setiap bulan. Gaji pokok tersebut juga ditambah dengan tunjangan-tunjangan lain yang diatur oleh peraturan pemerintah yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Selain gaji pokok dan tunjangan yang diatur oleh pemerintah pusat, daerah juga dapat memberikan tambahan penghasilan sesuai dengan Peraturan Bupati Klaten Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pemberian Tambahan Penghasilan kepada Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Klaten. Perhitungan tersebut dilakukan setiap bulan sebagai bentuk perencanaan teknis dalam menentukan besaran penghasilan PNS. Selain perencanaan dalam hal dokumen perencanaan yang dapat dibuat oleh daerah, menurut OECD, perencanaan untuk mengendalikan belanja pegawai juga dilakukan dengan mengadakan analisis yang komprehensif atas kebutuhan dan cakupan keterlibatan pemerintah. Di Kabupaten Klaten, analisis pekerjaan PNS dilakukan dengan analisis jabatan. Walaupun analisis jabatan dilakukan, di Kabupaten Klaten masih terdapat kekurangan yang menurut Bapak M. Nur Rosyid terutama terdapat pada sisi penataan PNS di Kabupaten Klaten (Wawancara dengan Bapak M. Nur Rosyid, 2014). Dengan demikian, pada fase persiapan anggaran untuk membiayai pegawai secara nasional, setiap tahun Kementerian Keuangan mempersiapkan DAU yang akan ditransfer ke Kabupaten Klaten salah satunya sesuai dengan jumlah PNS di Kabupaten Klaten, bukan berdasarkan analisis kebutuhan PNS yang dilakukan oleh Kabupaten Klaten. Analisis kebutuhan PNS dilakukan oleh BKD Kabupaten Klaten pada saat akan mengajukan tambahan formasi kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, walaupun pada akhirnya kuota yang diperoleh Kabupaten Klaten dapat berbeda dengan kebutuhan tersebut karena disesuaikan dengan anggaran yang tersedia secara nasional yang dihitung oleh Kementerian Keuangan.
Manajemen belanja…, Rahmadian Paramita, FISIP UI, 2014
Aspek kedua adalah aspek penganggaran. Penghasilan PNS melekat di setiap program penyelenggaraan pemerintahan karena pihak yang melakukan tugas-tugas pemerintahan tersebut adalah pihak yang memperoleh penghasilan. Selain itu, penghasilan dari PNS itu sendiri nominalnya telah diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2013 untuk gaji pokok PNS. Oleh karena itu, sebelum tahun anggaran tertentu, Kementerian Keuangan akan melakukan rekonsiliasi ke daerah untuk memperbaharui data yang diperlukan untuk menghitung DAU. DAU merupakan dana transfer ke daerah yang tidak ditentukan peruntukannya, sehingga daerah dapat mengalokasikannya sesuai kebutuhan daerah tersebut. Salah satu dasar perhitungan DAU adalah jumlah PNS di daerah yang ditunjang dengan luas wilayah, jumlah penduduk, dan lain-lain. Di Kabupaten Klaten, DAU digunakan untuk membiayai belanja pegawai yang bukan tambahan penghasilan. Tambahan penghasilan tersebut berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Klaten. Penggunaan PAD sebagai tambahan penghasilan akan menimbulkan pembengkakan yang tidak dapat diintervensi oleh Kementerian Keuangan dan dapat mengakibatkan perbedaan penghasilan PNS antara satu daerah dengan daerah lainnya, padahal Indonesia merupakan negara kesatuan yang seharusnya terdapat penyeragaman dalam hal penghasilan PNS. Jika dihitung dari tahun 2011 hingga 2013, maka rata-rata persentase PAD Kabupaten Klaten terhadap total pendapatannya hanya sebesar 5,39% (Data olahan peneliti, 2014). Penghasilan PNS yang diatur secara nasional, yang berada dalam belanja tidak langsung disertai dengan tambahan penghasilan PNS, uang representasi dan tunjangan pimpinan dan anggota dewan perwakilan daerah, gaji dan tunjangan kepala daerah dan wakil kepala daerah serta penghasilan dan penerimaan lainnya, serta biaya pemungutan pajak daerah dalam APBD maupun realisasi, lebih besar dari DAU (Data olahan peneliti, 2014). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa DAU digunakan seluruhnya untuk belanja pegawai, bahkan mengalami defisit. Lebih jauh lagi, DAU yang juga berisi celah fiskal untuk memenuhi kebutuhan fiskal Kabupaten Klaten habis untuk belanja pegawai sehingga kebutuhan fiskal Kabupaten Klaten tidak dapat dipenuhi seluruhnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa DAU hanya dapat menutupi kebutuhan belanja pegawai tidak langsung Kabupaten Klaten, bahkan mengalami kekurangan sehingga menggunakan dana lainnya. Aspek berikutnya adalah aspek batasan pegawai. Di Indonesia, tidak terdapat batasan jumlah pegawai bagi suatu daerah. Pada saat perekrutan, Kabupaten Klaten hanya dapat mengajukan permintaan formasi kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sesuai dengan analisis jabatan dan Analisis Beban Kerja (ABK) yang jelas. Usulan yang diajukan oleh Pemerintah Kabupaten Klaten akan diverifikasi kembali oleh
Manajemen belanja…, Rahmadian Paramita, FISIP UI, 2014
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi secara teliti mengenai lokasi dan kebutuhan PNS di lokasi tersebut. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi juga harus mengetahui ketersediaan dana yang dianggarkan oleh Kementerian Keuangan untuk perekrutan PNS baru sehingga dilakukan koordinasi. Oleh karena ketersediaan dana tersebut terbatas untuk jumlah tertentu PNS baru, maka dibentuklah kuota nasional untuk menyesuaikan dengan dana yang tersedia. Anggaran tersebut dihitung berdasarkan kemampuan negara membiayai PNS baru. Kuota nasional yang jumlahnya telah ditentukan tersebut pada akhirnya akan dibagikan secara proporsional kepada daerah. Walaupun tidak terdapat peraturan yang membatasi jumlah belanja pegawai secara spesifik di Indonesia, namun terdapat peraturan yang mengatur mengenai organisasi perangkat daerah, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007. Organisasi perangkat daerah Kabupaten Klaten terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, 10 (sepuluh) Dinas Daerah, 12 jumlah total Badan, Kantor, Inspektorat dan Satpol Pamong Praja dalam Lembaga Teknis Daerah, 26 Kecamatan, dan 10 Kelurahan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Klaten, 2014). Berdasarkan jumlah PNS, Dinas Pendidikan yang menaungi PNS guru merupakan organisasi perangkat daerah dengan PNS terbanyak di Kabupaten Klaten. Dinas Pendidikan menyumbang jumlah belanja pegawai yang besar bagi tahun 2012 dan 2013. Jumlah realisasi belanja pegawai Dinas Pendidikan sebesar Rp 580.193.698.390 dan Rp 582.942.077.592 dengan demikian sebagian besar merupakan penghasilan PNS guru (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Klaten, 2014). PNS guru yang merupakan PNS dengan jumlah terbesar di Kabupaten Klaten, bekerja di setiap lembaga pendidikan di Kabupaten Klaten yang merupakan pelayanan krusial bagi daerah sehingga jumlah PNS guru tidak dapat dengan mudah dikurangi. PNS di Kabupaten Klaten seharusnya dapat ditata sesuai dengan prioritas pelayanan yang disediakan agar tidak terdapat kekurangan di sektor yang penting, namun kelebihan di sektor yang kurang penting. Keempat, aspek batasan belanja merupakan langkah pengendalian belanja pegawai lainnya. Di Indonesia secara umum tidak terdapat peraturan yang mengatur batasan belanja pegawai untuk daerah. Hal ini dikarenakan jumlah pegawai di suatu daerah berbeda dengan daerah lainnya sehingga kebutuhan akan belanja pegawai dapat berbeda-beda antara suatu daerah dengan daerah lainnya. Penghasilan PNS di Kabupaten Klaten ditentukan hanya dengan menghitung satu-persatu setiap bulannya berdasarkan gaji pokok dan tunjangan yang diperoleh masing-masing PNS sesuai dengan pangkat, golongan, dan jabatan yang diembannya. Perhitungan tersebut dilakukan oleh Seksi Belanja Gaji Bidang Perbendaharaan DPPKAD Kabupaten Klaten setiap bulannya disesuaikan sehingga jumlah realisasi belanja
Manajemen belanja…, Rahmadian Paramita, FISIP UI, 2014
pegawai dapat bertambah maupun berkurang sesuai dengan perekrutan atau pensiun, meninggal, maupun pengurangan tunjangan PNS tertentu. Realisasi penghasilan tersebut dengan demikian tidak ditentukan pasti, namun dihitung setiap bulannya sehingga berapapun hasil perhitungannya, penghasilan tersebut akan tetap harus dibayarkan kepada masingmasing PNS. Dengan demikian, realisasi penghasilan PNS di Kabupaten Klaten dapat terus bertambah jika jumlah PNS terus bertambah, pangkat, golongan dan jabatan yang terus meningkat dan tidak diiringi dengan jumlah PNS pensiun, meninggal, ataupun yang tunjangannya dikurangi, yang seimbang. Kabupaten Klaten memang mengalami pemborosan dalam hal jumlah PNS yang mengakibatkan belanja pegawainya membengkak paling besar dibandingkan daerah di sekitarnya. Belanja pegawai di Kabupaten Klaten rata-rata sejak tahun 2010 hingga tahun 2013 telah dialokasikan sebesar 73,90% APBD dan realisasinya rata-rata 76,80% tahun 2010 hingga semester 1 tahun 2013, padahal rata-rata realisasi belanja pegawai dari tahun 2010 hingga semester 1 tahun 2013 di Indonesia yang mencakup 524 daerah hanya mencapai 53,40% (Data olahan peneliti, 2014). Dengan demikian, pendekatan batasan belanja pegawai di Indonesia tidak diberlakukan hanya dilakukan perhitungan manual setiap bulannya sesuai jumlah PNS, gaji pokok, dan tunjangan-tunjangannya yang disesuaikan dengan masing-masing PNS, namun dalam perekrutan dilakukan pembatasan yaitu tidak diperbolehkan merekrut PNS baru bagi daerah yang alokasi belanja pegawai dalam APBD melebihi 50%. Selain itu, juga setiap tahun DAU yang dikirim dari Kementerian Keuangan kepada daerah dihitung berdasarkan peraturan mengenai penghasilan PNS yang berlaku, walaupun DAU itu sendiri dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan daerah dan tidak ditentukan pemakaiannya. Aspek kelima adalah aspek revisi struktur penggajian dan negosiasi gaji. Struktur penggajian PNS secara nasional di Indonesia belum sepenuhnya berdasarkan dua komponen yang berbeda, yaitu manajerial dan finansial. Pada sisi manajerial, struktur penggajian PNS secara nasional belum sepenuhnya merefleksikan faktor yang berhubungan dengan pekerjaan, seperti posisi pekerjaan, variabel pekerjaan, pribadi, dan pasar. Struktur penggajian PNS nasional secara garis besar sudah merefleksikan posisi pekerjaan. Posisi pekerjaan yang dimaksud mencakup tanggung jawab, pendidikan dan pengalaman. Dalam hal pendidikan, untuk perekrutan PNS baru sudah terdapat peraturan yang mengatur perekrutan berdasarkan pendidikan. Peraturan yang mengatur tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan PNS. PNS di Kabupaten Klaten dengan jumlah terbesar 6.178 orang merupakan golongan IV, dan dengan jumlah terkecil 321 orang merupakan golongan I atau setingkat SD.
Manajemen belanja…, Rahmadian Paramita, FISIP UI, 2014
Selain golongan ruang dalam pengangkatan calon PNS baru, juga terdapat susunan pangkat sesuai dengan golongan ruang PNS. Pangkat tersebut adalah kedudukan yang menunjukkan tingkatan seorang PNS berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian. PNS di Kabupaten Klaten dengan jumlah yang terbesar yaitu 6.178 orang menempati golongan IV, yaitu pangkat Pembina, Pembina Tingkat I, Pembina Utama Muda, Pembina Utama Madya, atau Pembina Utama, sedangkan jumlah yang terkecil adalah golongan I dengan jumlah 321 orang, atau sejajar dengan pangkat Juru Muda, Juru Muda Tingkat I, Juru, atau Juru Tingkat I. Pangkat tersebut yang menjadi dasar penggajian di Indonesia, termasuk di Kabupaten Klaten. Struktur penggajian yang berdasarkan pangkat dan golongan dapat dikatakan telah sesuai dengan posisi pekerjaan karena PNS yang menempati pangkat dan golongan tertentu mengemban tanggung jawab dan pengalaman yang berbeda antar pangkat. Untuk menghargai kinerja yang dihasilkan oleh PNS tertentu, terdapat juga tunjangan jabatan yang merujuk pada prestasi yang berkaitan dengan kualifikasi pribadi dan kinerja pribadi. Jabatan tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional. Jabatan struktural PNS diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural. Jabatan struktural tersebut merupakan jabatan PNS yang diemban jika menduduki posisi struktural dalam suatu instansi. Di Kabupaten Klaten yang mayoritas atau sebanyak 6.178 orang menempati golongan IV, maka bagi PNS golongan IV yang menduduki eselon akan menempati eselon IIIb ke atas dengan tunjangan Rp 980.000 ke atas. Hal tersebut juga menjadi salah satu faktor tingginya belanja pegawai di Kabupaten Klaten. Selain itu, jabatan fungsional diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil. Jabatan fungsional terdiri dari jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan. Berdasarkan variabel pekerjaan, struktur penggajian PNS secara nasional sudah sesuai karena berisi faktor kesulitan dan waktu bekerja. Faktor tersebut masuk ke dalam struktur penggajian terutama dalam hal pembuatan analisis jabatan dan ABK yang memperhitungkan kesulitan dan waktu bekerja. Semakin tinggi jabatan, pangkat, dan golongan PNS, semakin tinggi tingkat kesulitan pekerjaannya karena berkaitan dengan tanggung jawab yang semakin besar. Urusan teknis mengenai kepegawaian diemban oleh Badan Kepegawaian Negara sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara, Kementerian Keuangan merupakan pihak yang mengetahui ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk membiayai PNS di Indonesia.
Manajemen belanja…, Rahmadian Paramita, FISIP UI, 2014
Struktur penggajian PNS di Indonesia juga bertahap mengalami revisi. Revisi tersebut diselenggarakan berdasarkan tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia. pemerintah pusat terus memperhitungkan kebutuhan PNS yang terus meningkat dan memperbaharui setiap komponen struktur penggajian agar tetap sesuai dengan kondisi yang terbaru serta menghargai setiap kinerja dan prestasi yang diraih PNS tertentu. Dengan demikian, implikasi yang diestimasikan pemerintah pusat adalah pemenuhan kesejahteraan setiap PNS agar kebutuhannya tercukupi. Namun demikian, PNS merupakan pegawai pemerintahan yang tidak berorientasi laba, dengan demikian penghasilannya sepenuhnya diatur oleh pemerintah dengan mempertimbangkan ketersediaan dana pemerintah. Oleh karena itu, penentuan besaran penghasilan PNS tidak dapat dua arah, tetapi hanya satu arah, yaitu ditentukan oleh pemerintah. PNS tidak dapat bernegosiasi dengan pemerintah mengenai besaran penghasilannya karena hal tersebut ditentukan dengan ketersediaan dana pemerintah untuk penghasilan seluruh PNS, walaupun secara teoritis menurut OECD satu dari ukuran-ukuran pengendalian belanja pegawai adalah mengelola negosiasi gaji antara pegawai yang diwakilkan oleh serikat kerja dan pemerintah yang biasanya diwakilkan oleh kementerian keuangan. Di Indonesia, negosiasi tersebut tidak dapat dilakukan baik oleh PNS secara individu, maupun oleh Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) sebagai wadah himpunan seluruh pegawai Republik Indonesia. KORPRI hanya merupakan wadah untuk menghimpun PNS Indonesia dan daya tekan untuk memperjuangkan kesejahteraan PNS masih kurang. Dengan demikian, negosiasi penghasilan PNS belum dapat diselenggarakan untuk meningkatkan kesejahteraan PNS karena penghasilan PNS diatur sepenuhnya oleh pemerintah, baik pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah di mana PNS tersebut bekerja. Aspek berikutnya adalah aspek evaluasi pengendalian kebijakan. Berdasarkan implikasi
ekonomi,
kebijakan
pemberian
DAU
kepada
daerah
mempertibangkan
perekonomian daerah. Dasar perhitungan DAU itu sendiri melibatkan banyak variabel yang salah satunya merupakan kapasitas fiskal daerah. DAU diberikan kepada setiap daerah, termasuk Kabupaten Klaten dengan mempertimbangkan kebutuhan fiskal daerahnya agar tidak mengalami kebangkrutan. Berdasarkan implikasi finansial, kebijakan perekrutan dan pemberian DAU bagi setiap daerah mempertimbangkan ketersediaan sumber dana APBN. Kuota nasional yang dibagikan kepada setiap daerah secara proporsional dihasilkan berdasarkan perhitungan ketersediaan sumber dana negara untuk dapat memberikan penghasilan kepada PNS baru tersebut diperhitungkan dengan matang. Hal tersebut juga dikarenakan daerah tidak dapat bertumpu hanya kepada PAD yang dihasilkannya semata.
Manajemen belanja…, Rahmadian Paramita, FISIP UI, 2014
Dalam segi manajerial, kebijakan perekrutan yang diawali dengan adanya pengajuan formasi PNS baru dari pemerintah daerah disertai dengan analisis jabatan dan ABK posisi yang dibutuhkan di instansi yang dibutuhkan akan direvisi kembali oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi agar tidak terjadi penumpukan PNS di posisi dan instansi tertentu. Berdasarkan segi sosial, kebijakan yang berkaitan dengan manajemen PNS memang berkaitan dengan pertimbangan implikasi sosial. Hal ini dapat dilihat dengan adanya gaji ke-13 di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan pertimbangan kecukupan akan kehidupan PNS itu sendiri. Dengan demikian, pertimbangan sosial ini justru menghambat pengendalian belanja pegawai yang tinggi di Kabupaten Klaten. Selain itu, kebijakan yang bertentangan, seperti kebijakan pelarangan merekrut PNS baru di daerah jika alokasi belanja pegawai melebihi 50% APBD justru tidak konsisten dengan adanya kebijakan kenaikan gaji pokok pegawai yang telah dijelaskan sebelumnya. Dengan demikian, kebijakan yang mendukung pengendalian belanja pegawai, seperti moratorium perekrutan PNS, pelarangan merekrut jika belanja pegawai melebihi 50% APBD, perekrutaan, pemberian DAU, dan lain-lain tidak bersifat jangka panjang karena pada kenyataannya PNS di Kabupaten Klaten masih tinggi. Pendekatan yang tidak konsisten dan tidak bersifat jangka panjang dengan demikian tidak efektif untuk mengurangi belanja pegawai di Kabupaten Klaten sehingga dibutuhkan evaluasi kebijakan lebih lanjut dalam mengendalikan belanja pegawai di Kabupaten Klaten.
Dimensi Pelaksanaan Anggaran dan Pengendalian Administratif Dalam tahap pelaksanaan anggaran dan pengendalian administratif terdapat empat aspek yang harus diperhatikan. Pertama, aspek pengawasan jumlah dan kelompok posting yang dilengkapi dengan aspek pengendalian dan pengukuran. Di Kabupaten Klaten, pengawasan implementasi anggaran dalam hal pergerakan posting yang dianggarkan, yaitu jumlah posting dan kelompoknya dicatat secara terpisah sehingga dapat jelas dilihat. Pencatatan tersebut dilakukan untuk setiap SKPD di Kabupaten Klaten. Pencatatan posting atau yang disebut sebagai rekening di Kabupaten Klaten telah dilakukan secara teliti satu per satu dan dibedakan antar setiap rekening. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui besaran masing-masing rekening dan jumlahnya untuk setiap SKPD per tahun untuk mempermudah membedakan. Setiap komponen penghasilan dicatat dengan nomor rekening yang berbeda. Rekening tersebut dicatat untuk setiap SKPD di Kabupaten Klaten dan dituliskan dalam Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) setiap bulan untuk setiap SKPD. Pencatatan untuk setiap PNS juga
Manajemen belanja…, Rahmadian Paramita, FISIP UI, 2014
dicatat oleh Kepala Seksi Belanja Gaji Bidang Perbendaharaan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Klaten, Bapak Ghofar Shidiq. Penganggaran untuk penghasilan PNS di Kabupaten Klaten dilakukan oleh DPPKAD. DPPKAD berkoordinasi dengan BKD Kabupaten Klaten untuk menyesuaikan jumlah PNS di lingkungan Kabupaten Klaten berkaitan dengan pemberian penghasilan sehingga sesuai dengan posisi PNS yang terisi di Kabupaten Klaten. Koordinasi antara DPPKAD dan BKD sudah dilakukan untuk mengetahui jumlah PNS yang masih bekerja di lingkungan Kabupaten Klaten. Namun demikian, hasil pencatatan yang dilakukan DPPKAD dan BKD terkadang masih tidak sesuai. Hal ini dikarenakan prosedur pelaporan bagi PNS yang meninggal dapat dilakukan kepada DPPKAD maupun BKD sehingga pencatatan dapat berbeda. Pengendalian belanja pegawai yang dilakukan dengan membandingkan antara anggaran dan realisasi memang dilakukan. Perbedaan antara anggaran dan realisasi pada tahun 2010 dan 2011 terbilang tinggi, yang mana realisasi masing-masing tahun lebih besar dari anggaran, dengan selisih masing-masing tahun sebesar Rp 46.120.000.000 dan Rp 34.345.000.000. Tahun 2012, realisasi belanja pegawai lebih kecil daripada anggaran, dengan selisih Rp 10.791.000.000. Perbedaan yang mencolok adalah tahun 2010 dan 2011 karena realisasi lebih tinggi dengan selisih rata-rata Rp 40.232.500.000 (Data olahan peneliti, 2014). Pengukuran yang berkaitan dengan aktivitas pencatatan pendapatan dan realisasi di Kabupaten Klaten dilakukan. Semua bukti transaksi pembayaran gaji serta dokumen pendukung tersedia dan disimpan. Bukti transaksi yang berkaitan dengan pembayaran gaji PNS adalah tanda terima yang ditandatangani oleh setiap PNS. Tanda terima asli disimpan oleh bendahara masing-masing SKPD. DPPKAD juga menyimpan tembusan dari tanda terima tersebut dan ditumpuk di sekitar meja para pegawai di Bidang Perbendaharaan DPPKAD Kabupaten Klaten. Sebagian lain disimpan di Kantor Arsip Kabupaten Klaten. Pembayaran penghasilan PNS tepat waktu merupakan target dari Seksi Belanja Gaji yang selama ini tepat pada tanggal 1 setiap bulannya. Pengajuan, pelaksanaan, pertanggungjawaban penghasilan PNS diverifikasi di Seksi Belanja Gaji DPPKAD Kabupaten Klaten. Sebelum diberikan kepada PNS setiap SKPD akan diverifikasi dengan tanda tangan Bapak Kepala Seksi Belanja Gaji, kemudian dapat direalisasikan. Pertanggungjawaban atas penghasilan PNS yang dihitung dan dikeluarkan oleh Seksi Belanja Gaji DPPKAD Kabupaten Klaten tidak secara tertulis dilakukan. Hal tersebut dikarenakan pekerjaan tersebut bukan merupakan suatu kegiatan atau program. Laporan yang dilakukan hanya dilihat dari hasil pekerjaan yang dilakukan yang diukur juga dengan target. Walaupun demikian, kinerja Kabupaten Klaten tergolong C sejak tahun 2011 hingga tahun 2012, yaitu
Manajemen belanja…, Rahmadian Paramita, FISIP UI, 2014
agak kurang. Kinerja tersebut sama dengan kinerja Kabupaten/Kota lain di Jawa Tengah (Portal Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, 2014). Aspek berikutnya adalah aspek pembatasan transfer dana dari belanja non-pegawai ke belanja pegawai dalam pelaksanaan anggaran. Di Indonesia, belanja pegawai biasanya dibiayai oleh DAU dari pemerintah pusat. Kabupaten Klaten dibebaskan untuk menggunakan DAU sesuai dengan kebutuhannya, namun karena DAU tersebut mengandung alokasi minimum yang dihitung berdasarkan jumlah PNS dan penghasilannya, maka DAU pada umumnya digunakan untuk membayar penghasilan PNS di daerah tersebut, termasuk di Kabupaten Klaten. Sisa dari DAU tersebut yang kemudian digunakan untuk kebutuhan daerah yang lainnya selain penghasilan PNS. Tidak terdapat larangan untuk mentransfer sisa dari DAU tersebut bagi kegiatan lainnya atau sebaliknya, membiayai penghasilan PNS jika memang terdapat kekurangan. Sebelum adanya APBD Perubahan, kelebihan dari penghasilan PNS yang telah ditentukan dapat dialihkan untuk membiayai belanja lainnya. Namun setelah APBD Perubahan ditetapkan, sisa tersebut tetap akan dijadikan sisa lebih perhitungan anggaran untuk tahun berikutnya dan tidak dapat digunakan untuk belanja lainnya. Selain itu, transfer antar posting atau yang disebut sebagai rekening di Kabupaten Klaten, jika sudah dimasukan ke dalam aplikasi SIMDA akan mudah dilihat. Pengawasan dilakukan dengan verifikasi oleh Kepala Seksi Belanja Gaji Bidang Perbendaharaan. Jika terjadi kesalahan transfer akan dilakukan koreksi disertai dengan surat tertulis. Pengalihan suatu rekening ke rekening lain untuk kepentingan pribadi akan menjadi urusan pihak berwajib. Dengan demikian untuk mencegahnya maka dilakukan verifikasi dari berbagai sisi, yaitu Seksi Belanja Non-Gaji dan Seksi Belanja Gaji. Aspek ketiga dari dimensi pelaksanaan anggaran dan pengendalian administratif adalah aspek pemusatan atau penyeragaman sistem manajemen penggajian. Di Kabupaten Klaten, terdapat Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Salah satu produk dari SIMDA ini adalah Program Aplikasi SIMDA Gaji. Aplikasi Komputer SIMDA Gaji dikembangkan berdasarkan kebutuhan pemerintah daerah dalam pengelolaan penggajian pegawainya. Di Kabupaten Klaten, SIMDA tersebut digunakan sebagai aplikasi untuk pencatatan penggajian PNS di lingkungannya. Data yang dihasilkan dari aplikasi ini dilaporkan untuk diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan BPKP setiap tahunnya dengan mendatangi DPPKAD Kabupaten Klaten. Pelaporan tersebut dilakukan secara manual karena tidak terdapat hubungan antara aplikasi ini dengan sistem penggajian pusat. Belum terdapat sistem penggajian yang terhubung antara Kabupaten Klaten dengan pemerintah pusat, baik
Manajemen belanja…, Rahmadian Paramita, FISIP UI, 2014
Kementerian Keuangan, maupun BPK atau BPKP sebagai badan yang mengaudit perhitungan belanja daerah, termasuk belanja pegawai. SIMDA hanya merupakan aplikasi yang digunakan di daerah karena tidak tersambung pada jaringan internet. Sistem online untuk penganggaran di daerah menurutnya belum modern sehingga belum terintegrasi dengan pemerintah pusat. Sistem penggajian di daerah dengan demikian belum terintegrasi dengan pemerintah pusat karena sistem penganggaran yang digunakan belum sampai ke tingkat modernitas yang tinggi sehingga pengawasan dan pemeriksaan keuangan, termasuk belanja pegawai di Kabupaten Klaten masih dilakukan secara manual dengan pelaporan data yang dimiliki oleh DPPKAD Kabupaten Klaten kepada BPK dan BPKP setiap tahunnya. Aspek terakhir adalah aspek pelaporan, analisis, dan umpan balik. Dalam hal penganggaran, DPRD sebagai parlemen yang memiliki kewajiban salah satunya untuk memperhatikan aspirasi masyarakat di Kabupaten Klaten, cenderung menganggap bahwa penghasilan PNS merupakan alokasi yang harus tetap dianggarkan walaupun besar dan menghabiskan anggaran daerah. Pembayaran penghasilan PNS di Kabupaten Klaten hanya merupakan transfer dari pemerintah pusat dalam bentuk DAU sehingga pemerintah daerah harus tetap membayarkannya kepada seluruh PNS di lingkungannya, padahal jika dilakukan penghematan DAU tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan Kabupaten Klaten yang lainnya untuk dapat lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Rata-rata penghasilan PNS tetap merupakan 51,50% dari total belanja Kabupaten Klaten, belum termasuk honorarium kegiatan atau belanja pegawai langsung. Dengan demikian, belanja lain yang dapat digunakan untuk melaksanakan prioritas pembangunan hanya rata-rata sebesar 48,50% dikurangi dengan honorarium PNS dalam belanja langsung. Jika dihitung seluruhnya, maka rata-rata belanja pegawai dalam APBD 73,90% tahun 2010-2013 dan direalisasikan rata-rata 76,80% tahun 2010-semester 1 tahun 2013 di Kabupaten Klaten (Data olahan peneliti, 2014). Walaupun demikian, terdapat pertanggungjawaban anggaran yang dilakukan dengan membuat laporan yang berisi jumlah pendapatan dan belanja yang dianggarkan dan realisasinya serta selisih atau perbedaan antara yang direncanakan dengan yang direalisasikan dinamakan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Klaten Tahun Anggaran yang bersangkutan. Pertanggungjawaban tersebut juga disertai dengan peraturan bupati yang berisi Penjabaran Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Klaten Tahun Anggaran yang bersangkutan. Setiap tahun pertanggungjawaban dan penjabarannya tersebut diundangkan dan dibukukan. Buku yang berisi peraturan daerah tersebut diberikan kepada DPRD dan tembusannya diberikan kepada Kementerian Keuangan.
Manajemen belanja…, Rahmadian Paramita, FISIP UI, 2014
Selisih antara belanja pegawai yang dianggarkan dengan realisasi disesuaikan antara Bidang Perbendaharaan dengan Bidang Akuntansi DPPKAD. Penyesuaian tersebut dilakukan untuk memperoleh hasil akhir jumlah yang sama antara Bidang Perbendaharaan dengan Bidang Akuntansi yang pada akhirnya akan dilaporkan kepada DPRD. Namun demikian, verifikasi selisih tersebut menurut Bapak Ghofar Shidiq tidak memiliki implikasi yang signifikan terhadap penyelesaian masalah belanja pegawai di Kabupaten Klaten (Wawancara dengan Bapak Ghofar Shidiq, 2014). Selisih tersebut hanya akan diperiksa kembali dan dimasukkan ke dalam SIMDA tanpa ada tindakan lebih lanjut. Hasil analisis selisih tersebut hanya berdampak pada evaluasi perhitungan di kedua bidang untuk disesuaikan sehingga aktivitas perhitungan dapat sesuai satu sama lain, tidak menjadi dasar untuk revisi terhadap tujuan dasar dan sasaran karena belanja pegawai merupakan belanja yang harus dikeluarkan setiap tahunnya untuk membayar penghasilan PNS di Kabupaten Klaten. Oleh karena itu, seharusnya kinerja pemerintah daerah dapat diukur dengan tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Dengan demikian selain audit yang dilakukan oleh BPK dan BPKP, masyarakat juga dapat melihat pertanggungjawaban yang dibuat oleh pemerintah daerah. Informasi yang dikeluarkan tersebut menolong pejabat senior untuk berkoordinasi dan mengawasi operasional yang berlangsung dalam organisasi. Menggunakan informasi ini dan informasi yang diperoleh dari sumber-sumber informal, pemerintah dapat mengidentifikasi situasi yang membutuhkan intervensi. Walaupun informasi pertanggungjawaban yang berisi selisih antara anggaran dan realiasi telah dikeluarkan setiap tahunnya, namun di Kabupaten Klaten belum terdapat langkah intervensi menyelesaikan masalah tingginya belanja pegawai dari pemerintah daerahnya (Wawancara dengan Bapak Ghofar Shidiq, 2014). Unsur pertanggungjawaban APBD secara keseluruhan di Kabupaten Klaten pada faktanya terpenuhi dengan adanya audit dari BPK dan BPKP sebagai pihak ekstenal. Pengawasan dari pihak internal dilakukan oleh Badan Pengawas, yaitu Inspektorat Kabupaten Klaten. Namun hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK, BPKP, dan inspektorat masih belum dijadikan sebagai umpan balik untuk melakukan perbaikan karena pemerintah Kabupaten Klaten merasa tidak terdapat banyak upaya yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah belanja pegawai di Kabupaten Klaten yang rata-rata dalam APBD 73,90% tahun 2010-2013 dan rata-rata realisasi 76,80% tahun 2010-semester 1 tahun 2013. Hal tersebut dikarenakan terdapat peraturan pemerintah yang sudah mengatur penghasilan PNS dan memang manajemen kepegawaian di Indonesia secara nasional tidak mengatur mengenai pensiun yang dilakukan untuk mengurangi belanja pegawai.
Manajemen belanja…, Rahmadian Paramita, FISIP UI, 2014
Kesimpulan Manajemen belanja pegawai di Kabupaten Klaten belum sesuai dengan yang diharapkan. Faktanya, manajemen belanja pegawai tidak hanya dipengaruhi oleh aspek analisis kebijakan dan program sektoral, batasan pegawai, batasan belanja, revisi struktur penggajian dan negosiasi gaji, evaluasi pengendalian kebijakan, pengawasan jumlah dan kelompok posting, pembatasan transfer dana dari belanja non-pegawai ke belanja pegawai dalam pelaksanaan anggaran, dan pemusatan atau penyeragaman sistem manajemen penggajian menurut OECD, melainkan juga aspek lain yang diuraikan oleh Mardiasmo, meliputi perencanaan tujuan dasar dan sasaran, perencanaan operasional, penganggaran, pengendalian dan pengukuran, serta pelaporan, analisis, dan umpan balik. Terdapat sejumlah faktor yang menghambat manajemen belanja pegawai di Kabupaten Klaten, di antaranya (1) tidak terdapat perencanaan yang matang mengenai belanja pegawai secara spesifik dalam dokumen perencanaan daerah dan tidak terdapatnya analisis kebutuhan PNS selain analisis jabatan yang juga belum dilakukan sesuai harapan karena bersifat subjektif; (2) tidak terdapat batasan PNS bagi daerah; (3) tidak terdapat batasan belanja pegawai bagi daerah; (4) struktur penggajian tidak berdasarkan jabatan melainkan pangkat dan golongan secara nasional; (5) kebijakan terkait belanja pegawai yang tidak konsisten bagi Kabupaten Klaten; (6) tidak terdapat pembatasan transfer antar rekening sebelum APBD Perubahan; (7) belum terdapat sistem manajemen penggajian yang terpusat; (8) hasil pelaporan tidak dijadikan umpan balik bagi Kabupaten Klaten sehingga tidak terdapat upaya perbaikan dari pejabat publik.
Saran 1.
Dalam hal batasan pegawai, sebaiknya diberlakukan kebijakan mengenai batasan PNS bagi daerah yang disesuaikan dengan luas wilayahnya dan jumlah penduduknya agar pelayanan yang diberikan efisien dan efektif bagi setiap masyarakat.
2.
Dalam hal revisi struktur penggajian, sebaiknya struktur penggajian yang berdasarkan pangkat dan golongan diubah menjadi berdasarkan jabatan atau kinerja sehingga PNS akan
lebih
terdorong
untuk
meningkatkan
kinerjanya
untuk
meningkatkan
kesejahteraannya. 3.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi lebih teliti dalam membuat kebijakan agar tidak terdapat kebijakan yang kontradiktif dengan kebijakan lainnya.
Manajemen belanja…, Rahmadian Paramita, FISIP UI, 2014
4.
Kementerian Keuangan membuat sistem manajemen penggajian yang terpusat sehingga penggajian yang dihitung di daerah dapat diawasi dari pusat dan mencegah terjadinya perhitungan yang berbeda atau menyimpang dari peraturan yang berlaku.
5.
Bupati Kabupaten Klaten harus lebih peka terhadap permasalahan daerahnya dan menerima umpan balik dari hasil laporan anggaran untuk dapat menyelesaikan masalah belanja pegawai.
6.
Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Klaten harus membuat kebijakan yang jelas dan rutin mengenai analisis kebutuhan PNS selain analisis jabatan untuk mengetahui kebutuhan jumlah PNS pada setiap pekerjaan tidak hanya deskripsi pekerjaan.
7.
BKD Kabupaten Klaten harus membuat kebijakan mengenai penataan dan pemetaan PNS di Kabupaten Klaten untuk setiap instansi agar tidak terdapat penumpukan PNS di instansi tertentu atau jabatan tertentu sehingga dapat melakukan perekrutan sesuai dengan kebutuhan.
8.
DPRD Kabupaten Klaten melakukan pengawasan secara ketat bagi alokasi belanja pegawai dan memastikan alokasi belanja lainnya telah dilaksanakan sesuai dengan prioritas Kabupaten Klaten.
Daftar Referensi Anthony, Robert N. dan Young, David W. (2003). Management Control In Nonprofit Organisations. New York: Mc Graw-Hill/Irwin. Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Klaten. (2014). Klaten Dalam Angka. Klaten: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Klaten. Data olahan peneliti dari Portal Kementerian Keuangan. (2014). Data Keuangan Daerah Setelah TA 2006. Accessed on March 2, 2014 from http://www.djpk.depkeu.go.id/data-series/data-keuangan-daerah/setelah-ta-2006. Jones, Rowan dan Pendlebury, Maurice. (1988). Public Sector Accounting. Pitman Publishing: London. Mardiasmo. (2004). Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah, Edisi 2. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Organisation for Economic Co-Operation and Development. (1997). Budgeting and Monitoring of Personnel Costs, SIGMA Papers, No. 11, OECD Publishing. Portal Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. (2014). LAKIP Pemerintah Daerah. Accessed on May 22, 2014 from http://www.bpkp.go.id/diy/konten/1858/LAKIPPEMERINTAH-DAERAH. Purnama, Angga. (2013). Klaten Kekurangan 5.120 PNS. Accessed on September 20, 2013 from http://joglosemar.co/2013/11/klaten-kekurangan-5-120-pns.html. Wawancara dengan Bapak Ghofar Shidiq, Kepala Seksi Belanja Gaji Bidang Perbendaharaan DPPKAD Kabupaten Klaten, 7 April 2014. Wawancara dengan Bapak M. Nur Rosyid, Sekretaris BKD Kabupaten Klaten, 7 April 2014.
Manajemen belanja…, Rahmadian Paramita, FISIP UI, 2014