Makroekonomi 2017 APBN T.A. 2016 & 2017 :
Medium Term Budget Framework (MTBF): 2017
2018
2019
2020
Pendapatan (% of GDP)
12,6 13,3
12,8 14,2
13,4 14,8
Belanja (% of GDP)
15,0 15,3
15,1 16,1
15,4 16,4
Pertumbuhan Ekonomi (%)
5,3%
5,4-6,0
5,6-6,4
5,9-6,9
Inflasi (%)
4,0%
2,5-4,5
2,5-4,5
2,0-4,0
Nilai Tukar (RP/US$)
13.300
13.20013.900
13.20013.900
13.20013.900
2
Dalam mengelola APBN, Pemerintah menghadapi beberapa tantangan, termasuk masih besarnya mandatory spending seperti anggaran kesehatan
3
Kesehatan Merupakan Salah Satu Prioritas Pembangunan Nasional 2015-2019
RKP 2015*)
RKP 2016
RKP 2017
MEMACU PEMBANGUNAN MEMPERCEPAT INFRASTRUKTUR DAN PEMBANGUNAN EKONOMI U/ MENINGKATKAN INFRASTRUKTUR KESEMPATAN KERJA SERTA UNTUK MELETAKKAN MENGURANGI KEMISKINAN FONDASI & KESENJANGAN PEMBANGUNAN YANG ANTARWILAYAH BERKUALITAS *) Disiapkan oleh KIB II, kemudian direvisi melalui Perpres No. 3/2015 tentang Perubahan RKP 2015
MELANJUTKAN REFORMASI BAGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI YANG BERKEADILAN
RKP 2018
RKP 2019
Ditentukan dalam proses penyusunan RKP 2018
Ditentukan dalam proses penyusunan RKP 2019
Anggaran Kesehatan terus meningkat, seiring dengan peningkatan volume belanja negara (naik rata-rata 21,9% per tahun)
5
6
Kerangka Konsep: Simulasi Dampak Kenaikan Cukai Rokok Terhadap Indikator Makro, Mikro dan Kualitas Hidup
7
International Best Practices Kebijakan Cukai Hasil Tembakau (HT)
Menggunakan kenaikan cukai HT untuk mencapai tujuan kesehatan publik dalam rangka mengurangi kematian dan penyakit yang disebabkan oleh konsumsi HT Menerapkan cukai pada tingkat 70% dari harga jual HT Sebaiknya menerapkan Cukai Spesifik untuk menaikkan harga HT Sebaiknya menggunakan instrumen cukai dibandingkan bea masuk Ketika tujuannya meningkatkan penerimaan, peningkatan cukai akan meningkatkan pendapatan Penyesuaian secara otomatis terhadap inflasi melalui cukai spesifik tembakau Menaikkan cukai HT agar mengurangi tingkat daya beli HT Memasukkan kenaikkan cukai sebagai bagian dari strategi mengurangi konsumsi HT Menggunakan bagian dari penerimaan HT untuk mendukung program pengendalian tembakau dan usaha promosi kesehatan Tidak menganggap cukai dan harga murah sebagai kebijakan pro kemiskinan Tidak melihat regresivitas cukai yang tinggi sebagai alasan mencegah kenaikan cukai Tidak melihat masalah dampak tenaga kerja sebagai alas an meningkatkan kenaikan cukai Tidak melihat dampak inflasi sebagai alas an untuk meningkatkan cukai Mengadopsi teknologi baru untuk memperkuat administrasi cukai dan meminimalkan penghindaran/pelanggaran cukai Memperkuat kapasitas administrator melalui lisensi semua yang terlibat dalam industry HT dan distribusi Memastikan secara cepat dan hukuman yang berat terhadap perdagangan illegal HT
Sumber: WHO Technical Manual on Tobacco Tax Administration 8
Filosofi Cukai Pasal 2 UU No. 39 tahun 2007 tentang cukai menyatakan barang yang dikenai cukai adalah barang tertentu yang memiliki sifat atau karakteristik : 1. Konsumsinya perlu dikendalikan. 2. Peredarannya perlu diawasi. 3. Pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. 4. Pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Jenis Barang Kena Cukai di Indonesia: Hasil Tembakau
Ethyl Alcohol/ Ethanol
Barang Kena Cukai
Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) 9
Industri Hasil Tembakau Produksi Rokok dan Pertumbuhannya 400.0
12.1%
350.0
317.8
9.1% 300.0 250.0
0.14
Miliar batang
265.6 222.7
217.1
280.9
325.8
345.9
344.5
348.1
341.7
292.3
0.1
8.7%
0.08
236.8
6.2%
5.8%
200.0
0.12
0.06
4.1% 150.0
0.04
2.5%
0.02
1.0%
100.0
0
-0.4%
50.0
-0.02
-2.5%
-1.8%
0.0 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Tren pertumbuhan produksi rokok menunjukkan penurunan dalam tiga tahun terakhir dengan nilai tren - 0,4%.
2012
Cigarette Production
2013
2014
2015
2016
-0.04
Kementerian Keuangan menargetkan untuk mengurangi produksi rokok sebesar ± 1% setiap tahunnya, sejalan dengan roadmap Kementerian Kesehatan 2015-2019 untuk mengurangi prevalensi perokok sebesar 1% setiap tahunnya.
Growth
4669
Pabrik Rokok
4198 3281
2495 1994
1664
1320 1206
995
728
Saat ini, hanya ada 728 pabrik pengolahan hasil tembakau aktif di Indonesia, menurun jauh dari 4198 pabrik di tahun 2006.
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
10
Penerimaan Cukai Hasil Tembakau Target & Penerimaan Cukai Hasil Tembakau: 139.6
Specific System (Triliun Rupiah)
103.6
112.5
139.1
141.7 137.9
149.9
90.6
37.1
32.7 32.2
36.5
55.4
49.9
43.5 42.0
44.5
73.3
63.3
100.7
111.2
79.9
53.3
55.9
65.4
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
Target
32.2
36.5
42.0
44.5
53.3
55.9
65.4
79.9
100.7
111.2
139.1
141.7
149.9
Revenue
32.7
37.1
43.5
49.9
55.4
63.3
73.3
90.6
103.6
112.5
139.6
137.9
101.3%
101.5%
103.6%
112.1%
104.0%
113.3%
112.0%
113.4%
102.8%
101.2%
100.3%
97.3%
%
Total Penerimaan Cukai Hasil Tembakau VS Total Penerimaan Perpajakan: 1400 1200 1000
8.6% (Triliun Rupiah) 8.2% 7.2% 6.2%
9.2% 8.1%
400 200
981
920 706
691
44
50
55
1,077
1,147
11.3% 10.7% 1,236
1,284
12.0% 10.0% 8.0% 6.0%
785
673
429 37
9.8%
8.0%
800 600
9.6%
4.0% 63
73
91
104
113
140
138
0
2.0% 0.0%
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Tobacco Excise Revenue
Total Tax Revenue
% Tobacco Excise : Total Tax
Lebih dari 95% penerimaan cukai berasal dari Hasil Tembakau dan kontribusinya terhadap total penerimaan perpajakan mulai menunjukkan penurunan, oleh karena itu pemerintah harus memiliki barang kena cukai baru yang dapat digunakan untuk mengurangi ketergantungan dari penerimaan cukai hasil tembakau untuk mencapai target penerimaan cukai dalam APBN 11
Tahapan Perumusan Kebijakan Tarif Cukai Hasil Tembakau
DIKOORDINASIKAN OLEH BKF dan DJBC
DPR RI
Penetapan target penerimaan cukai pada RAPBN dan alternatif kebijakan Menteri dalam mengoptimalkan/ mencapai target penerimaan cukai
Kementerian Terkait
Public Hearing: Kementerian Kesehatan, Perindustrian, Pertanian, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dll
Asosiasi Industri HT
Public Hearing: GAPPRI, GAPRINDO, & FORMASI, dll
LSM & Akademisi
Civil Society Partners (TCSC IAKMI, CTFK, Komnas PT, NTC, dll), WHO, LD & FKM UI, dll
Rekomendasi Kebijakan Cukai HT ke Menteri Keuangan
Kebijakan Cukai HT Kementerian Keuangan
Formulasi kebijakan cukai HT dari BKF dan DJBC
SOSIALISASI
Opini-Opini di Media Massa, dll
12
Pokok-Pokok Kebijakan Cukai Hasil Tembakau Tahun 2017
Kenaikan tarif cukai memperhatikan optimalisasi penerimaannya. Tarif cukai yang terlalu tinggi dapat menjadi kontraproduktif
Menjalankan fungsi pengendalian konsumsi sebagaimana amanat UU Cukai Pasal 2
Arah kebijakan cukai kedepan memperhatikan dampak terhadap peredaran rokok ilegal
Pabrikan gol. III B dan non golongan tidak mengalami kenaikan untuk menjaga keberlangsungan tenaga kerja kurang lebih 290 ribu orang
13
Tarif Cukai Hasil Tembakau Jenis Hasil Golongan Tembakau Produksi (Batang)
2011
2012
2013-2014
310
325
355
375
300
315
345
280
295
325
230
245
270
285
305
340
365
195
210
155
170
235
245
265
300
335
310
325
275
295
365
380
425
495
555
225
245
200
215
235
245
270
305
165
175
190
195
220
255
330 290
105
110
125
215
235
255
275
290
320
345
165
180
145
155
195
205
220
245
265
II
105
110
125
130
140
155
165
(>500 juta. – 2 milliar )
95
100
115
120
125
140
90
90
105
110
155
65
65
75
80
85
90
100
80
80
80
12
12
12
I
SKM II (≤ 3 miliar)
I (> 3 miliar)
II (≤ 3 miliar)
I (> 2 miliar)
SKT
III A (>10 - 500 juta.)
355
III B (≤ 10 juta.) Jumlah Layer Tarif
19
19
15
13
2015
415
2016
2017
2010
(> 3 miliar)
SPM
Tarif Cukai (Rp/batang)
480
530
% Kenaikan Harga Jual Eceran
2013
2014
2015
2016
2017
7,8
9,6
10,6
14,1
12,3
Kenaikan batasan HJE rata-rata tahun 2017 sebesar 12,3%: Kenaikan HJE dimaksudkan agar harga hasil tembakau di pasaran tidak terlalu murah sebagai bentuk pengendalian konsumsi sesuai Pasal 2 UU Cukai. Dengan kenaikan tarif dan HJE, diperkirakan produksi hasil tembakau tahun 2017 akan mengalami penurunan sekitar 1,67% atau turun 6 miliar batang dari produksi 2016.
Menyederhanakan struktur/layer tarif cukai HT dari 19 menjadi 12 layer dan kedepannya akan terus disederhanakan
Kebijakan Cukai Hasil Tembakau Kebijakan Cukai Hasil Tembakau 2017: 1. Tetap menggunakan sistem tarif cukai spesifik dengan menaikkan/menyesuaikan tarif cukai dengan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi. 2. Menaikkan tarif cukai hasil tembakau sebesar 10,5% dengan mempertimbangkan : a. Tingkat pertumbuhan produksi per layer (elastisitas) b. Jenis Hasil Tembakau (Mesin/Tangan) c. Skala Industri Hasil Tembakau (Pabrik Besar/Kecil) d. Tenaga kerja dan Target penerimaan cukai pada APBN e. Penyesuaian dengan Beban Perpajakan Lainnya (PPN HT & Pajak Rokok) 3. Menaikkan/menyesuaikan batasan Harga Jual Eceran dengan Harga Transaksi Pasar
Kebijakan Cukai Hasil Tembakau ke Depan: 1)
Mengoptimalkan tarif cukai untuk penerimaan negara dan pengendalian konsumsi
2)
Membuat Roadmap kebijakan cukai HT jangka menengah/ jangka panjang
3)
Menyederhanakan struktur/ layer tarif cukai
4)
Peningkatan penegakan hukum/ penindakan terhadap rokok/ pita cukai ilegal 15
Kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai HT dan Pajak Rokok DBH CHT UU Nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai 2% dari penerimaan cukai dibagihasilkan kepada daerah penghasil cukai rokok dan pertanian tembakau (20 prov, 30% pemprov, 40% kab/kot penghasil, 30% kab/kot lainnya) Mulai sejak 2008 Dana pusat yang dibagihasilkan dengan beberapa syarat penggunaan Tidak menambah harga jual rokok Besarnya dana (untuk setiap pemprov dan pemkab/kot) dan penggunaannya ditetapkan oleh peraturan menteri keuangan Diawasi dengan rutin dan cukup ketat oleh Kementerian Keuangan
PAJAK ROKOK UU no. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Tarif seragam: 10% dari tarif cukai rokok Pajak provinsi, dipungut di pusat, dibagikan menurut % jumlah penduduk (30% pemprov dan70% pemkab/kota) Minimal 50% untuk pelayanan kesehatan dan penegakan hukum Mulai 1 Januari 2014 Menambah harga jual rokok Besarnya dana yang diterima tiap provinsi dinamis tergantung besarnya tarif cukai, penjualan rokok, dan jumlah penduduk Lebih fleksibel
16
Target Kebijakan Cukai Hasil Tembakau Jangka Menengah Pengendalian Konsumsi Hasil Tembakau
1 Pengendalian Rokok Ilegal
Tobaccoconsumption expected to decline at least 1% per year. “Studies on tobacco consumption in Indonesia show that average tariff increase of 9% can reduce consumption by 0,9%” (Djutaharta, et al 2005)
4
Simplification of Structure Tariff on gradually “Complex structure of tariff has potential for abuse” (PSEKP Gadjah Mada University, 2015)
Perlindungan Tenaga Kerja To protect the home industry through excise tariff “72,6% employees produce Hand-Rolled Clove Tobacco” (Workforce Survey of DGCE 2011 & 2014, compiled)
Pillar : Optimization, Predictable, & Simple
3
2 IDR
IDR
Optimalisasi Penerimaan Negara Determining the optimal revenue through the Laffer Curve Models
-- Thank you --
Center for State Revenue Policy Fiscal Policy A gency, Ministry of Finance of The Republic of Indonesia