KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Penerapan Medium Term Expenditure Framework dalam Alokasi Belanja Daerah Oleh: Prof. Dr. Abdul Halim (Universitas Gajah Mada) Dr. Hefrizal Handra (Universitas Andalas) Prof. Dr. Nasir Azis (Universitas Syah Kuala) Dr. Noldy Tuerah (Universitas Sam Ratulangi)
LAPORAN TIM ASISTENSI KEMENTERIAN KEUANGAN BIDANG DESENTRALISASI FISKAL
2014
Didukung oleh:
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Penerapan Medium Term Expenditure Framework dalam Alokasi Belanja Daerah Oleh: Prof. Dr. Abdul Halim (Universitas Gajah Mada) Dr. Hefrizal Handra (Universitas Andalas) Prof. Dr. Nasir Azis (Universitas Syah Kuala) Dr. Noldy Tuerah (Universitas Sam Ratulangi)
LAPORAN TIM ASISTENSI KEMENTERIAN KEUANGAN BIDANG DESENTRALISASI FISKAL
2014
Didukung oleh:
Australian Government Department of Foreign Affairs and Trade
AUSTRALIA INDONESIA PARTNERSHIP FOR DECENTRALISATION (AIPD)
Acknowledgement Buku Studi Penerapan Medium Term Expenditure Framework dalam Alokasi Belanja Daerah ini disusun oleh Tim Asistensi Kementerian Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (TADF) Republik Indonesia dan didukung oleh Pemerintah Australia melalui Program Australia Indonesia Partnership for Decentralisation (AIPD).
Disclaimer Padangan dan pendapat dalam buku Studi Penerapan Medium Term Expenditure Framework dalam Alokasi Belanja Daerah ini bersumber dari Tim Asistensi Kementerian Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (TADF) Republik Indonesia dan tidak serta merta menggambarkan pandangan Pemerintah Australia.
DAFTAR SINGKATAN APBD
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
ASB
: Analisis Standar Belanja
BAPPEDA
: Badan Perencanaan Daerah
DPRD
: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
KPJM
: Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
KPJMD
: Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah Daerah
MTEF
: Medium Term Expenditure Framework
PAD
: Pendapatan Asli Daerah
PP
: Peraturan Pemerintah
Perda
: Peraturan Daerah
Perkada
: Peraturan Kepala Daerah
RPJMD
: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RKPD
: Rencana Kerja Pemerintah Daerah
SKPD
: Satuan Kerja Perangkat Daerah
SKPKD
: Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah
SPM
: Standar Pelayanan Minimal
SPN
: Standar Pelayanan Nasional
TAPD
: Tim Anggaran Pemerintah Daerah
UU
: Undang-Undang
v
RINGKASAN EKSEKUTIF
P
enerapan
konsep
Kerangka
Pengeluaran
Jangka
Menengah
(KPJM)
atau
Medium-Term Expenditure Framework (MTEF) di tingkat daerah merupakan implementasi dari UU 17/2003 tentang Keuangan Negara yang sebelumnya telah
dilaksanakan di tingkat pusat. Bagi pemerintah daerah, dasar hukum penerapan KPJM adalah PP 58/2005 tentang pengelolaan keuangan daerah dimana pada pasal 36 dan 37 telah mengharuskan daerah menerapkan KPJM/MTEF serta Permendagri 13/2006 yang menekankan prakiraan maju untuk tahun berikutnya dalam penganggaran.. Pelaksanaan studi penerapan KPJM/MTEF dalam Alokasi Belanja Daerah ditujukan untuk: 1) Menyediakan masukan bagi perancangan proses, mekanisme dan teknis penyusunan KPJM/MTEF yang tepat untuk Pemerintah Daerah di Indonesia; serta 2) Mengkaji kelayakan dan kesiapan daerah dalam menerapkan KPJM/MTEF. Tahap pertama dalam kajian ini dilakukan dengan menghimpun international practices KPJM/MTEF yang telah
diterapkan di beberapa negara dikaji untuk kemudian diposisikan sebagai benchmark serta regulasi yang terkait dengan KPJM/MTEF untuk pemerintah daerah. Studi literatur ini merupakan langkah pendahulu untuk mendapatkan gambaran umum dan dasar pijakan formulasi desain kebijakan. Tahap kedua ialah pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) dan pembagian kuesioner dengan pemangku kebijakan teknis setempat (dinas yang membawahi pelayanan dasar dan sektor unggulan serta dinas terkait) di 7 provinsi dan 7 kabupaten/kota sample (Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Jawa Timu, Provinsi DIY, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Papua Barat, Kota Palu, Kota Batu, Kabupaten Sleman, Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Pontianak, Kabupaten Labuan Bajo, dan Kabupaten Manokwari) dengan memperhatikan keterwakilan geografis, Indeks Kapasitas Fiskal (IKF) dan Proporsi PAD terhadap APBD. Kajian ini kemudian melakukan pemetaan terhadap persepsi pemangku kebijakan di daerah yang kemudian dijadikan dasar pertimbangan dalam mendesain mekanisme KPJM di tingkat daerah, sebagai berikut:
vi
1. Pemahaman Terhadap Konsep KPJM Hasil penelitian menunjukkan bahwa Responden “tahu” tentang KPJM, namun secara konsepsional belum dipahami secara mendalam. Responden umumnya setuju jika KPJM ditujukan untuk kepastian pendanaan urusan wajib pelayanan dasar karena memang layanan dasar di daerah belum memenuhi standar pelayanan minimum (SPM). 2. Ruang Lingkup KPJM Sebagian besar responden menjawab bahwa KPJM perlu diterapkan untuk belanja urusan wajib pelayanan dasar tertentu, seperti pelayanan pada bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang penyediaan infrastruktur dasar bagi masyarakat yang sesuai dengan standar pelayanan nasional (SPN) dalam pelaksanaan KPJM di daerah serta mencakup kedua kelompok belanja (tidak langsung dan langsung).. 3. Status Hukum dan Periode KPJM Sebagian besar responden lebih menginginkan berbentuk Peraturan Daerah (Perda) dibandingkan berbentuk Peraturan Kepala Daerah (Perkada) karena Perda mempunyai kekuatan hukum yang lebih kuat, sehingga mempermudah pembahasan anggaran tahunan antara eksekutif dan legislatif. 4. Prosedur dan Mekanisme Penyusunan KPJM Sebagian besar responden menjawab bahwa Program/kegiatan di dalam urusan wajib pelayanan dasar yang dipilih untuk KPJM ditentukan oleh Kepala Daerah berdasarkan daftar yang disiapkan oleh Bappeda. Hampir semua responden menjawab bahwa di Daerah mereka memiliki sektor unggulan. Namun, mereka belum memiliki perkiraan kebutuhan pendanaan jangka menengah untuk sektor unggulan tersebut. Dengan demikian dari penelitian ini terungkap bahwa pada dasarnya sangat dimungkinkan untuk dibuatkan rancangan mekanisme dan teknik penerapan KPJM. Dalam hal ini dikemukakan beberapa alternatif yang mempertimbangkan kondisi SDM di daerah, sehingga Daerah dapat memilih sesuai kondisi masing-masing. Selain itu, pada dasarnya Pemerintah Daerah layak dan siap melaksanakan KPJM dengan arahan Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah umumnya menyatakan siap mendukung penerapan KPJM dengan melalui uji coba atau pilot test. Mengingat topik penelitian ini relatif baru, maka direkomendasikan akan perlunya Kementerian Keuangan yang dalam hal ini adalah DJPK untuk melakukan pendalaman atas rancangan mekanisme dan teknik penerapan KPJM agar dalam penerapan atau aplikasinya nanti tidak mengalami hambatan yang berarti.
RINGKASAN EKSEKUTIF
vii
KATA PENGANTAR
DIREKTUR JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
K
erangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) atau Multi-Term Expenditure Framework (MTEF) merupakan suatu alat manajemen (management tool) dalam pengelolaan keuangan publik yang sejalan dengan penganggaran berbasis kinerja.
MTEF mengintegrasikan kebijakan ekonomi makro dan fiskal dalam beberapa tahun anggaran serta menghubungkan pilar kebijakan (policy), perencanaan (planning), dan penganggaran (budgeting) secara sistematis. Perubahan paradigma mendasari konstruksi tersebut di mana penganggaran yang berorientasi pada hasil yang berbasis prinsip money follows function pun mutlak diperlukan. Di Indonesia, dasar hukum penerapan KPJM/MTEF di tingkat pusat sudah tersedia yaitu UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga juga mengharuskan Kementerian/Lembaga (K/L) menerapkan KPJM/MTEF. Bagi pemerintah daerah, dasar hukum penerapan KPJM adalah Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah di mana pada pasal 36 dan 37 telah mengharuskan daerah menerapkan KPJM/MTEF. Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah kemudian menguatkan dengan menekankan prakiraan maju untuk tahun berikutnya dalam penganggaran. Namun demikian, di tingkat daerah belum ada pedoman teknis yang mengarahkan dalam penerapan KPJM/MTEF. Dalam rangka melakukan perbaikan kebijakan yang berbasis penelitian atau research based policy, maka Kementerian Keuangan telah menjalin kerjasama dengan Tim Asistensi Kementerian Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (TADF). TADF beranggotakan para akademisi dari berbagai universitas terkemuka di Indonesia dan para pakar di bidang desentralisasi fiskal dan otonomi daerah. Pada tahun 2014, TADF telah melakukan empat buah penelitian dan salah satu hasil penelitian tersebut adalah “Studi Penerapan MTEF (Medium Term Expenditure Framework) dalam Alokasi Belanja Daerah”.
viii
Penelitian ini mengkaji terhadap kemungkinan dibuatkan rancangan mekanisme dan tehnik penerapan KPJM di daerah serta kelayakan penerapan KPJM di daerah. Pada tingkat daerah, umumnya MTEF difokuskan untuk (1) menjamin keberlanjutan pendanaan pelayanan dasar tertentu dalam jangka menengah dan/atau untuk (2) mewujudkan program/kegiatan strategis menjadi prioritas daerah dalam jangka menengah sebagaimana direncanakan dalam RPJMD. Kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penelitian ini dan juga kepada Australia Indonesia Partnership for Decentralization yang telah mendukung terlaksananya rangkaian kegiatan TADF 2014. Kami berharap bahwa hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak terkait lainnya dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang lebih baik di Indonesia.
Boediarso Teguh Widodo Direktur Jenderal
KATA PENGANTAR
ix
KATA PENGANTAR DIREKTUR PROGRAM AIPD
S
ejak tahun 2012, Program Australia Indonesia Partnership for Decentralisation (AIPD) mendukung Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melalui Tim Asistensi Kementerian Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (TADF),
terutama untuk pengembangan kebijakan desentralisasi fiscal berbasis penelitian (research based policy). Pada tahun 2014 TADF mendapatkan mandat untuk melaksanakan empat kajian dan penyusunan sejumlah policy brief. Hasil kajian tersebut telah didokumentasikan dalam empat judul buku berikut ini: 1. Kajian untuk Mendukung Penyusunan Naskah Akademik Revisi UU No. 28 Tahun 2009 2. Kajian atas Indikator Standar Pelayanan Nasional di Bidang Layanan Publik Dasar yang Relevan dengan Pengalokasian Dana Alokasi Khusus 3. Studi Penerapan Medium Term Expenditure Framework dalam Alokasi Belanja Daerah 4. Pendanaan Urusan Pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Sedangkan hasil policy brief yang disusun oleh TADF didokumentasikan dalam buku Policy Brief 2014. Kami mengharapkan bahwa kelima buku tersebut dapat berkontribusi untuk dialog kebijakan yang dapat memperkuat implementasi desentralisasi fiscal di Indonesia, terutama untuk dampak peningkatan layanan publik bagi masyarakat.
Jessica Ludwig-Maaroof Direktur Program AIPD
x
KATA PENGANTAR
TIM ASISTENSI KEMENTERIAN KEUANGAN BIDANG DESENTRALISASI FISKAL
P
uji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas selesainya riset yang berjudul ‘Studi Penerapan MTEF (Medium Term Expenditure Framework) dalam alokasi belanja daerah. Terima kasih diucapkan kepada AIPD dan DJPK Kementerian Keuangan
Republik Indonesia serta rekan-rekan TADF 2014. Semoga hasil riset ini dapat menjadi dasar bagi formulasi kebijakan di bidang desentralisasi fiskal dan menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dalam mengimplementasikan konsep MTEF/KPJM dalam belanja daerahnya.
Jakarta, 9 Januari 2015
xi
DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN .......................................................................................................... v RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................................... vi KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN .................. vii KATA PENGANTAR DIREKTUR PROGRAM AIPD
.......................................................... x
KATA PENGANTAR TIM ASISTENSI KEMENTERIAN KEUANGAN BIDANG DESENTRALISASI FISKAL ................................................................................................. xi DAFTAR ISI .......................................................................................................................... xii DAFTAR TABEL................................................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ xv BAB I
PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1 1.1.
..................................................................................................... 1 Latar Belakang
1.2.
Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3.
Tujuan
1.4.
Sistematika Penulisan Laporan .................................................................. 3
....................................................................................................... 2
BAB II REVIU LITERATUR DAN TINJAUAN REGULASI KPJM/MTEF
......................... 4
2.1.
Pengertian Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) ................. 4
2.2.
Tinjauan Penerapan KPJM di Beberapa Negara ........................................ 5
2.3.
Pelajaran dari Pengalaman Internasional ................................................. 10
2.3.1. Cakupan dan Kerangka Waktu dari KPJM ................................................ 10 2.3.2. Status Hukum KPJM
................................................................................ 10
2.3.3. Berbagai Versi KPJM
.............................................................................. 11
....................................................................................... 11
2.3.4. Manfaat KPJM
2.3.5. Catatan Penutup ....................................................................................... 12 2.4.
Tinjauan Peraturan KPJM di Indonesia .................................................... 13
BAB III METODE PENELITIAN 3.1.
....................................................................................... 17
Jenis Data dan Pemerolehannya
3.1.1. Survei/Studi literatur 3.1.2. Data Primer
............................................................. 17
............................................................................... 17
............................................................................................ 17
3.1.3. Data Sekunder ........................................................................................... 17 3.2.
xii
Lokasi Penelitian ....................................................................................... 18
BAB IV
3.3.
Responden ............................................................................................... 19
3.4.
Metode Analisis ........................................................................................ 20
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................................................... 21 4.1.
Pemahaman Terhadap KPJM ................................................................. 21
4.1.1. Pemahaman Konsep KPJM .................................................................... 21 4.1.2. KPJM dan Pendanaan Urusan Wajib ...................................................... 22 4.1.3. Pencapaian SPM Pelayanan Dasar ........................................................ 23 4.1.4. Tujuan KPJM dan SPM Pelayanan Dasar ............................................... 24 4.1.5. KPJM dan Sektor Unggulan .................................................................... 25 4.1.6. Manfaat dan Keunggulan KPJM .............................................................. 26 4.2.
Ruang Lingkup KPJM .............................................................................. 27
4.2.1. Kaitan KPJM Daerah dengan Dana Transfer .......................................... 27 4.2.2. Jenis Belanja dalam KPJM Daerah ......................................................... 29 ......................................................... 32
4.3.
Status Hukum dan Periode KPJM
4.4.
Prosedur dan Mekanisme Penyusunan KPJM ........................................ 38
4.4.1. Prosedur dan Mekanisme atas Program/Kegiatan Serta Penentuan Indikator .................................................................................................... 38 4.4.2. Prosedur dan Mekanisme atas Sektor Unggulan Daerah ....................... 41 BAB V
KAJIAN RANCANGAN KPJM, DAN KELAYAKAN PENERAPAN KPJMDI DAERAH 5.1.
......................................................................................................... 43
Rancangan KPJM Daerah
..................................................................... 43
5.1.1. Rancangan Proses dan Mekanisme KPJM Daerah ................................. 43 5.1.2. Teknis KPJM Daerah .............................................................................. 77 5.2.
Kelayakan Penerapan KPJM Daerah ....................................................... 77
5.2.1. Kelayakan KPJM Daerah
....................................................................... 77
5.2.2. Kesiapan KPJM Daerah ........................................................................... 78 BAB VI
PENUTUP 6.1.
......................................................................................................... 79
Kesimpulan
........................................................................................ 79
6.1.1. Pemahaman Terhadap Konsep KPJM
................................................... 79
6.1.2. RuangLingkup KPJM ............................................................................... 79 6.1.3. Status Hukum dan Periode KPJM
.......................................................... 80
6.1.4. Prosedur dan Mekanisme Penyusunan KPJM ........................................ 80 6.2. INDEKS
Rekomendasi
........................................................................................ 81
.......................................................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA
......................................................................................................... 85
LAMPIRAN I KUESIONER ................................................................................................ 87 LAMPIRAN II PEDOMAN FGD
........................................................................................ 92
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD ........................................................................................ 94
xiii
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Kriteria Pemilihan Daerah Sampel
................................................................... 18
Tabel 3.2 Rekapitulasi Responden ................................................................................... 19 Tabel 4.1 Frekuensi Jawaban Pemahaman terhadap KPJM ............................................ 21 Tabel 4.2 Frekuensi Jawaban KPJM sebagai Kepastian Pendanaan Urusan Wajib ......... 22 Tabel 4.3 Frekuensi Jawaban SPM Pelayanan Sudah Tercapai ...................................... 23 Tabel 4.4 Frekuensi Jawaban SPM Pelayanan Belum Tercapai ...................................... 23 Tabel 4.5 Frekuensi Jawaban Tujuan KPJM jika SPM Pelayanan Dasar Sudah Tercapai untuk Pertahankan SPM Pelayanan Dasar ......................................................... 24 Tabel 4.6 Frekuensi Jawaban Tujuan KPJM jika SPM Pelayanan Dasar Belum Tercapai untuk Tingkatkan SPM Pelayanan Dasar
.......................................................... 25
Tabel 4.7 Frekuensi Jawaban Kelebihan Dana Setelah Urusan Wajib Diprioritaskan untuk Sektor Unggulan
............................................................................................. 25
Tabel 4.8 Frekuensi Jawaban KPJM Memiliki Manfaat jika Diterapkan ........................... 26 Tabel 4.9 Kaitan KPJM dengan Dana Transfer
.............................................................. 28
Tabel 4.10 Lingkup Urusan dalam KPJM .......................................................................... 30 Tabel 4.11 Lingkup Belanja dalam KPJM
........................................................................ 31
Tabel 4.12 Landasan Implentasi KPJM di daerah
........................................................... 33
Tabel 4.13 Status Hukum KPJM di Daerah ....................................................................... 33 Tabel 4.14 Peraturan Daerah Tentang KPJM
................................................................. 34
Tabel 4.15 Peraturan Kepala Daerah tentang KPJM: Ketersediaan Anggaran Tabel 4.16 Peraturan Kepala Daerah tentang KPJM: Besarnya Anggaran Tabel 4.17 Kriteria Pemilihan Program / Kegiatan
.................... 37
........................................................... 38
Tabel 4.18 Kewenangan Penentuan Program/Kegiatan Tabel 4.19 PenetapanTarget Program/Kegiatan
.............. 35
................................................ 39
............................................................. 39
Tabel 4.20 Kewenangan PenetapanTarget Program/Kegiatan
....................................... 40
Tabel 4.21 Penetapan Besaran Kebutuhan Pendanaan Kegiatan
.................................. 40
Tabel 4.22 Keberadaan Sektor Unggulan ........................................................................ 41 Tabel 4.23 Perkiraan Kebutuhan Dana Sektor Unggulan Tabel 4.24 Prioritas Program/Kegiatan
............................................... 42
............................................................................ 42
Tabel 5.1 Perkiraan Pendapatan Daerah ......................................................................... 44
xiv
Tabel 5.2 Perkiraan Pendapatan Asli Daerah
................................................................ 45
Tabel 5.3 Perkiraan Kebutuhan Belanja Wajib dan Belanja Administrasi PerkantoranBerbasis ASB (Analisis Standar Belanja)
...................................................... 46
Tabel 5.4 Perkiraan Kebutuhan Dana Bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur Dasar Tahun ke n, n+1, n+2, dan n+3 (rupiah)
................................................................ 48
Tabel 5.5 Perkiraan Kebutuhan Dana Bidang Kesehatan ................................................ 48 Tabel 5.6 Penyesuaian Perkiraan Kebutuhan Dana Bidang Kesehatan Dengan target RPJM
............................................................................................................................... 48
Tabel 5.7 Perkiraan Kebutuhan Dana Bidang Pendidikan ............................................... 49 Tabel 5.8 Perkiraan Kebutuhan Dana Bidang Pekerjaan Umum
.................................... 50
Tabel 5.9 Usulan Pagu Anggaran dan Perkiraan Maju untuk Program Unggulan Daerah
............................................................................................................................. 51
Tabel 5.10 Perkiraan Pagu Belanja Langsung Bidang Pariwisata
.................................. 51
Tabel 5.11 Kebutuhan Anggaran Sementara Untuk SKPD Unggulan Berdasarkan Program dan Kegiatan
..................................................................................................... 52
Tabel 5.12 Kebutuhan Anggaran Sementara Untuk SKPD Unggulan Berdasarkan Belanja
......................................................................................................................... 53
Tabel 5.13 Perkiraan Pagu Sementara untuk SKPD ........................................................ 53 Tabel 5.14 Perkiraan Pagu Sementara di Tahun ke N, N+1, N+2, N+3 ........................... 54 Tabel 5.15 Kebutuhan Anggaran per Kegiatan di tahun N, N+1, N+2 dan N+3
.............. 55
Tabel 5.16 Perkiraan Kebutuhan Dana Bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur Dasar Tahun ke n, n+1, n+2, dan n+3 (rupiah) ............................................. 58 Tabel 5.17 Beberapa Skenario Perkiraan Kebutuhan Dana Bidang Pendidikan Dengan Asumsi Jumlah Anak Berubah dan Inflasi 5% di Kabupaten/Kota A
............................... 59
Tabel 5.18 Beberapa Skenario Perkiraan Kebutuhan Dana Bidang Pendidikan Dengan Asumsi Jumlah Anak Berubah dan Inflasi 4% di Kabupaten/Kota A
.............................. 60
Tabel 5.19 Beberapa Skenario Perkiraan Kebutuhan Dana Bidang KesehatanDengan Asumsi Jumlah Penduduk/Pasien Berubah dan Inflasi 5% di Kabupaten/Kota A
............ 61
Tabel 5.20 Beberapa Skenario Perkiraan Kebutuhan Dana Bidang Kesehatan Dengan Asumsi Jumlah Penduduk/Pasien Berubah dan Inflasi 4% di Kabupaten/Kota A ............. 62 Tabel 5.21 Beberapa Skenario Perkiraan Kebutuhan Dana Bidang Pekerjaan Umum Dengan Asumsi Jumlah Penduduk Berubah dan Inflasi 5% di Kabupaten/Kota A ............ 64 Tabel 5.22 Beberapa Skenario Perkiraan Kebutuhan Dana Bidang Pekerjaan Umum Dengan Asumsi Jumlah Penduduk Berubah dan Inflasi 4% di Kabupaten/Kota A ............. 66 Tabel 5.23 Contoh Program dan Kegiatan Prioritas untuk Pelayanan Dasar Bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Pekerjaan Umum ................................................................. 68 Tabel 5.24 Contoh Kegiatan Bukan Prioritas untuk Pelayanan Dasar Bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Pekerjaan Umum
................................................................ 69
xiii
Tabel 5.25 Usulan Anggaran Pagu Sementara dan Perkiraan Maju untuk Program Unggulan Daerah ................................................................................................................ 70 Tabel 5.26 Kebutuhan Anggaran Untuk Tahun Berjalan dan Perkiraan Maju .................... 71 Tabel 5.27 Kebutuhan Anggaran Sementara Untuk SKPD Unggulan Berdasarkan Program dan Kegiatan ....................................................................................................... 71 Tabel 5.28 Kebutuhan Anggaran Sementara Untuk SKPD Unggulan Berdasarkan Belanja
............................................................................................................................ 72
Tabel 5.29 Perkiraan Pagu Sementara untuk SKPD ......................................................... 73 Tabel 5.30 Perkiraan Pagu Sementara di Tahun ke N, N+1, N+2, N+3
.......................... 73
Tabel 5.31 Kebutuhan Anggaran per Kegiatan di tahun N, N+1, N+2 dan N+3 ............... 74 Tabel 5.32 Frekuensi Jawaban Kelayakan Penerapan KPJM Daerah ............................ 77 Tabel 5.33 Frekuensi Jawaban KPJM Siap Diterapkan .................................................... 78
xiv
DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Peta Daerah Sample Penelitian ...................................................................... 18 Gambar 3.2 Metode Analisis ............................................................................................ 20 Gambar 5.1 Alternatif 1 Mekanisme KPJM Daerah
......................................................... 44
Gambar 5.2 Alternatif 2 Mekanisme KPJM Daerah ........................................................... 57 Gambar 5.3 Alternatif 3 Mekanisme KPJM Daerah ........................................................... 76
xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
K
erangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) atau Medium-Term Expenditure Framework (MTEF) merupakan suatu alat manajemen (management tool) dalam pengelolaan keuangan publik yang sejalan dengan penganggaran berbasis
kinerja.MTEF mengintegrasikan kebijakan ekonomi makro dan fiskal dalam beberapa tahun anggaran serta menghubungkan pilar kebijakan (policy), perencanaan (planning), dan penganggaran (budgeting) secara sistematis. Perubahan paradigma mendasari konstruksi tersebut. Hal ini mengantarkan kepada penganggaran yang berorientasi pada hasil yang berbasis prinsip money follows function pun mutlak diperlukan. Dalam literatur keuangan sektor publik, KPJM/MTEF juga dikenal dengan berbagai terminologi lain, seperti multi-year budget, forward budget, expenditure review, multi-year estimates, maupun forward estimates. Istilah tersebut mengacu pada konsep yang sama yakni kerangka pendekatan pengeluaran jangka menengah untuk mencapai efisiensi dan efektivitas anggaran. Efisiensi dapat dipahami sebagai penghematan penggunaan anggaran, sedangkan efektivitas merupakan koherensi antara tujuan penggunaan anggaran dengan pencapaian manfaat program. Konsep KPJM/MTEF seringkali digunakan di negara berkembang dan negara ekonomi transisi, bahkan negara maju untuk merancang bentuk anggaran multi-year atau perkiraan yang lebih agregat.
Australia, Afrika Selatan, Albania, Ghana, dan Malawi merupakan
segelintir diantara negara yang telah mengimplementasikan konsep KPJM/MTEF dalam penganggarannya. KPJM/MTEF dipandang membawa banyak manfaat, seperti membantu tercapainya stabilitas ekonomi makro, mendukung perencanaan jangka menengah, menjaga keberlangsungan dan tingkat pelayanan publik, serta memberikan kepastian penyediaan sumberdaya bagi program pemerintah. Pada konteks Indonesia, dasar hukum penerapan KPJM/MTEF di tingkat pusat sudah tersedia yakni UU 17/2003 tentang Keuangan Negara. Penjelasan umum dalam poin 6 menyebutkan
1
bahwa “Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan Pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebagaimana dilaksanakan di kebanyakan negara maju.” Peraturan pemerintah (PP) pun telah disusun seperti PP 20 dan PP 21 tahun 2004 yang mengharuskan Kementerian/Lembaga (K/L) menerapkan KPJM/MTEF. Penjelasan lebih rinci terangkum dalam “Dokumen Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran” (SEB, No. 0142/M.PPN/06/2009 dan SE/1848/MK/2009) yang mengatur teknis penerapan KPJM untuk K/L. Bagi pemerintah daerah, dasar hukum penerapan KPJM adalah PP 58/2005 tentang pengelolaan keuangan daerah dimana pada pasal 36 dan 37 telah mengharuskan daerah menerapkan KPJM/MTEF sebagaimana tertulis bahwa “Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju yang berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan dan merupakan implikasi kebutuhan dana untuk pelaksanaan program dan kegiatan tersebut pada tahun berikutnya”. Permendagri 13/2006 kemudian menguatkan PP 58/2005 dengan menekankan prakiraan maju untuk tahun berikutnya dalam penganggaran.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan kondisi pada latar belakang di atas, sayangnya, di tingkat daerah belum ada pedoman teknis yang mengarahkan dalam penerapan KPJM/MTEF.Berbagai pertanyaan mucul, misalnya apakah KPJM/MTEF itu hanya satu tahun ke depan?Apakah KPJM/MTEF itu terkait dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)?Demikian juga, pertanyaan akan muncul dengan belum adanya kajian yang menjabarkan desain mekanisme implementasi KPJM/MTEF yang tepat bagi pemerintah daerah. Kesiapan pemerintah daerah untuk mengimplementasikan KPJM/MTEF pun belum banyak dibahas.
Kesemuanya mendukung akan perlunya suatu studi penerapan
KPJM/MTEF yang komprehensif termasuk kelayakan dan kesiapan daerah atas penerapan dimaksud, khususnya pada Belanja Daerah.
1.3. Tujuan Tujuan pelaksanaan studi penerapan KPJM/MTEF dalam Alokasi Belanja Daerah adalah sebagai berikut: a. Menyediakan masukan bagi perancanganproses, mekanisme dan teknis penyusunan
2
PENDAHULUAN
KPJM/MTEF yang tepat untuk pemerintah daerah di Indonesia; b. Mengkaji kelayakan dan kesiapan daerah dalam menerapkan KPJM/MTEF.
1.4. Sistematika Penulisan Laporan Laporan ini ditulis dengan sebuah sistematika.
Dimulai dengan Bab I Pendahuluan,
dilanjutkan dengan Bab II yang berisi tentang reviu atas literatur terkait KPJM. Bab III berisi metode penelitian. Pada Bab IV dikemukakan data penelitian dan pembahasan. Bahasan tentang kajian rancangan KPJM, dan kelayakan serta kesiapan penerapan KPJM di daerah dilaporkan pada Bab V, dan terakhir pada Bab VI dikemukakan penutup.
PENDAHULUAN
3
BAB II
REVIU LITERATUR DAN TINJAUAN REGULASI KPJM/MTEF 2.1. Pengertian Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM)
S
ebagian besar negara maju menyusun anggaran multi tahunan yang diberi nama berdasarkan pendekatan yang digunakan, seperti: anggaran multi tahunan (multi-year budget), anggaran berjangka, tinjauan pengeluaran, prakiraan multi tahun, prakiraan
maju, dan lain-lain. Sementara itu, negara berkembang dan transisi selalu menggunakan istilah “Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah” (KPJM) untuk menggambarkan beberapa bentuk anggaran multi tahun atau prakiraan yang lebih agregat. Definisi KPJM menurut para ahli cukup beragam. Sebuah definisi yang relatif luas diberikan oleh Grewal (2005) bahwa KPJM adalah sistem penganggaran multi tahun untuk mengelola pengeluaran publik demi tercapainya tujuan kebijakan fiskal. Pearson (2002) memberikan definisi KPJM yang relatif lebih rinci, yaitu pelaksanaan perencanaan pengeluaran publik multi tahun yang digunakan untuk menyusun permintaan sumber daya di masa mendatang untuk pelayanan yang tersedia, dan menaksir implikasi perubahan kebijakan dan program baru di masa mendatang terhadap sumber daya. KPJM juga merupakan proses bergulir setiap tahun dan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan antara ketersediaan dana dengan kebutuhan lembaga publik/kementerian. Prakiraan maju pengeluaran untuk satu tahun tertentu dapat berubah karena beberapa alasan. Pertama, adanya program-program baru, baik perluasan maupun pengurangan dari program yang ada. Hal itu dapat saja berdampak terhadap keuangan secara menyeluruh pada tingkat kementerian/lembaga karena dapat berakibat terjadinya penyusunan ulang prioritas yang dilakukan sebagai usaha mengimbangi perubahan itu. Kedua, kebijakan yang ada ditentukan oleh variabel permintaan sehingga dapat mengakibatkan pertumbuhan atau penyusutan pengeluaran riil. Contohnya, perubahan dalam penghitungan jumlah penduduk (demografis)
4
menuntut adanya perbaikan dalam penghitungan pembayaran untuk layanan yang sensitif bagi penduduk. Terakhir, berubahnya parameter prakiraan, seperti: pertumbuhan upah dan suku bunga yang disebabkan oleh perbedaan waktu antara saat prakiraan maju dibuat dan dijalankan. Hal ini mengakibatkan perubahan antara prakiraan pengeluaran dan anggaran pada tahun tersebut. Dana transfer merupakan bagian dari keuangan pemerintah pusat yang mungkin saja dimasukkan ke dalam KPJM, tergantung negara yang bersangkutan. Beberapa negara sangat komprehensif dan memasukkan dana transfer dalam KPJM. Beberapa negara lain hanya memasukkan pengeluaran kementerian. Bahkan, ada beberapa negara membuat KPJM hanya terkait dengan beberapa jenis pengeluaran pemerintah pusat. Pada dasarnya, prakiraan maju dana transfer memberikan informasi mengenai jumlah transfer yang diproyeksikan kepada pemerintah daerah berdasarkan kebijakan yang ada dan yang telah disesuaikan
dengan
tingkat
harga
atau
pertumbuhan
pendapatan
pusat.
Penambahan/pengurangan dari prakiraan maju dana transfer harus berdasarkan pembiayaan kebijakan jangka menengah.
2.2. Tinjauan Penerapan KPJM di Beberapa Negara Australia Sistem atau konsep KPJM di Australia dikenal sebagai nama forward estimates (prakiraan maju). Dikembangkan sejak akhir tahun 1970-an sampai tahun 1980-an. Sistem ini merupakan prakiraan yang untuk tiga tahun ke depan. Sistem ini diterapkan dengan asumsi tidak ada perubahan
kebijakan,
sehingga
perhitungan
disesuaikan
secara
berkala
dengan
mempertimbangkan faktor-faktor seperti inflasi, pengeluaran program yang terindeks dan keputusan kebijakan pemerintah yang dapat menaikkan atau menurunkan perhitungan biaya. Sistem
ini
adalah
sebuah
mekanisme
pendisiplinan
proses
penganggaran
yang
memungkinkan fokus yang lebih besar terhadap kebijakan strategis dan kepastian sumber pendanaan bagi kementerian dan lembaga. Perkembangan signifikan dari sistem prakiraan maju di Australia dimulai pada tahun 1983 ketika Pemerintah Australia membuat keputusan untuk mem- publikasikannya. Pengumuman untuk periode tiga tahun ke depan bertujuan untuk menunjukkan komitmen bagi kebutuhan di masa mendatang, dan untuk memberikan informasi kepada parlemen dan masyarakat mengenai anggaran dan prioritas pengeluaran publik. Dengan sistem itu, pemerintah diminta untuk mengumumkan dan menjustifikasi biaya dari keputusan yang mengakibatkan perubahan kebijakan dalam pengeluaran selama periode tiga tahun ke depan. Prakiraan itu dipublikasikan dalam anggaran secara bersamaan.
REVIU LITERATUR DAN TINJAUAN REGULASI KPJM/MTEF
5
Australia dapat dikatakan sebagai pemimpin di kalangan negara maju dalam hal reformasi untuk mengontrol pertumbuhan pengeluaran. Pendekatan Australia bertujuan untuk memperkuat hubungan antara kebijakan pemerintah dan rencana belanja serta meningkatkan keterjangkauan kebijakan, dengan menggabungkan metode proyeksi dan pengaturan institusi untuk mendorong tercapainya outcome (Schiavo Campo, 2008). Sistem prakiraan maju tersebut berhasil merubah anggaran dari defisit 4% GDP menjadi surplus 2% GDP dalam periode 1985-1990. Sistem ini juga berhasil mengubah komposisi pengeluaran dan menyediakan insentif lebih untuk peningkatan efisiensi. KPJM di Australia dapat dikatakan sebagai kesepakatan awal untuk pendanaan dua atau tiga tahun berikutnya. proses ini mengurangi ketidakpastian pendanaan di masa mendatang. Hal ini juga akan menghapuskan perundingan di parlemen mengenai dasar pendanaan, yang memakan waktu di setiap tahun anggaran dan memungkinkan fokus terhadap implikasi perubahan kebijakan atau keputusan strategis terhadap anggaran. Pedoman politik dan negosiasi tingkat tinggi dijamin oleh komite reformasi ekonomi (terdiri dari perdana menteri, menteri keuangan dan sejumlah menteri terkait), yang bertanggung jawab menyetujui kerangka fiskal secara keseluruhan dan mengelola perubahan kebijakan strategis, serta mengatur batas maksimum (pagu) sumber dana untuk tiap sektor kementerian untuk persiapan anggaran tahunan. Jika pagu yang disediakan untuk kementerian lebih rendah dari biaya yang diperlukan di tahun berikutnya, kementerian perlu melakukan penghematan pada program yang lain. Jika pagu lebih tinggi, kementerian bisa menggunakannya untuk menjalankan program baru. Dalam sistem ini, kementerian yang bertanggung jawab dan berwenang dalam menentukan alokasi sumber pada beberapa program dalam suatu sektor sesuai dengan kebijakan pemerintah secara keseluruhan. Sejalan dengan itu, dalam setiap Kementerian, manajer terdepan mempunyai fleksibilitas dalam mengalokasikan staf dan danauntukpencapaian sasaran program dengan batasan pagu anggaran. Sistem KPJM di Australia sangatlah komprehensif karena tidak hanya mencakup pengeluaran federal pada kementerian tetapi juga dana transfer. Rata-rata dana transfer yang berjumlah sekitar 26% dari total Pengeluaran Pemerintah Federal selama tahun 2000-2010 didominasi oleh bantuan pendapatan umum (GRA) yang rata-ratanya sekitar 52% dari total dana transfer tersebut. Sedangkan, sisanya 48% meliputi bantuan bersifat spesifik (SPP: Specific Purpose Payment) yang termasuk dalam grant untuk Pemerintah Daerah melalui masing-masing negara bagian. Prakiraan maju untuk dana transfer di Australia tercantum dengan jelas dalam anggaran pemerintah federal dan menjadi dokumen hukum. Prakiraan tersebut diakui oleh parlemen sebagai prakiraan terbaik untuk masing-masing negara bagian/wilayah berdasarkan kesepakatan antar pemerintahan tahun 2009. Prakiraan ini akan membantu negara
6
REVIU LITERATUR DAN TINJAUAN REGULASI KPJM/MTEF
bagian/pemerintah daerah untuk menerapkan pendekatan KPJM karena jumlah transfer itu sangat signifikan.
Afrika Selatan Komisi Keuangan dan Fiskal Afrika Selatan (2003) mendefinisikan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) sebagai rencana belanja tiga-tahun Pemerintah nasional dan Provinsi yang diumumkan pada awal tahun anggaran. KPJM di Afrika Selatan pertama kali dimulai pada tahun 1994. Namun, hanya bertahan selama dua tahun karena kurangnya keterlibatan politik dan tidak ada hubungan yang jelas dengan proses penganggaran. Belajar dari pengalaman itu, sebuah KPJM baru dan prosedur penyusunan anggaran diberlakukan pada tahun anggaran 1998-1999 dan sistem ini semakin membaik dengan memasukkan serangkaian kegiatan terkoordinasi. KPJM di Afrika Selatan berlaku untuk Kementerian Pemerintah Nasional dan Pemerintah Provinsi. Dalam konteks hubungan antar pemerintah, KPJM adalah alat yang memungkinkan pemerintah pusat untuk mengelola ketegangan antara pihak Pusat dan Provinsi, dan menentukan prioritas kebijakan lokal dikaitkan dengan ketersediaan sumber daya fiskal nasional.Kerangka ini memungkinkan pemerintah untuk mengambil pilihan yang terjangkau dalam jangka menengah, dan melakukan prioritas ulang pengeluaran yang dibutuhkan. KPJM mendapat dukungan politis dari awalnya karena dimotivasi oleh transisi demokrasi. Tingginya harapan konstituen telah memotivasi politisi untuk peduli atas alokasi, efisiensi, dan efektifitas sumber daya. Beberapa pemangku kepentingan berperan penting dalam proses tersebut. KPJM ditelaah oleh Panitia Pengeluaran Jangka Menengah (MTEC: Multi Terms Expenditure Committee). Panitia ini terdiri dari perwakilan Kementerian, Propinsi, konsultan, dan Bendahara Negara. Kabinet menyetujui KPJM dan kemudian Kementerian Keuangan meneruskannya ke Parlemen. Pengawasan yang lebih ketat dari masyarakat sipil dan sektor swasta dapat dilakukan pada proses di parlemen ini. Penerapan KPJM di Afrika Selatan dapat dikatakan pada tahap matang dan telah berhasil memaksimalkan pelembagaan prinsip-prinsip KPJM ke dalam sistem pengelolaan keuangan publik negara ini (Holmes dan Evans, 2003). KPJM telah menjadi dasar penyusunan anggaran tahunan dan mekanisme menyampaikan informasi proyeksi sumber daya dan pengeluaran kepada badan legislatif. KPJM yang dihasilkan didasarkan pada model ekonometrik dengan menyajikan proyeksi, sasaran, dan pagu indikatif. Asumsi dalam model dibahas dalam Forum Anggaran. Sebagian besar Kementerian dan Provinsi menyajikan pembiayaan program dan manual prosedur standar. Kelebihan proses KPJM ini terletak pada tujuannya untuk membiayai kebijakan utama, untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap tujuan dan alokasi kebijakan fiskal, dan memberikan alokasi yang lebih stabil kepada kementerian dikaitkan dengan perencanaan jangka menengah.
REVIU LITERATUR DAN TINJAUAN REGULASI KPJM/MTEF
7
Brazil Brazil lebih menitikberatkan pada Rencana Multi-tahun yang berorientasi pada pencapaian sasaran yang telah ditetapkan. Rencana Multi-tahun memungkinkan adanya transparansi fiskal yang lebih besar karena memperkuat hubungan antara perencanaan multi-tahun dengan penyusunan dan pelaksanaan anggaran tahunan, dan mengintegrasikan kebijakan pembangunan jangka panjang dengan tujuan sektoral jangka pendek dan menengah. Rencana pembangunan delapan tahun menetapkan target indikatif untuk Rencana Multi-tahun yang mencakup 4 tahun kerja. Rencana Multi-tahun diajukan kepada kongres untuk disetujui. Setelah disetujui, rencana berlaku sampai akhir tahun pertama pemerintahan berikutnya. Anggaran tahunan menetapkan target fiskal bagi Pemerintah Federal dan organisasi publik bukan keuangan. Sejalan dengan UU Tanggung Jawab Fiskal, Anggaran tahunan memberikan informasi tentang pelaksanaan anggaran dalam dua tahun anggaran sebelumnya dan pada total pengeluaran, pendapatan, serta target keseimbangan utama untuk tiga tahun berikutnya. Sejak tahun 2001, anggaran juga memberikan informasi tentang kewajiban bersyarat dan pengeluaran pajak. Anggaran tahunan dibuat secara komprehensif, melibatkan pihak eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Semua dana pemerintah yang dikendalikan, sistem jaminan sosial, dan semua badan Federal lainnya, dan hasil usaha Bank Sentral tidak terkait dengan pelaksanaan kebijakan moneter. Dokumen anggaran juga memasukkan anggaran investasi dari institusi publik non finansial. Anggaran tahunan berdasarkan kepada Rencana Multi-tahun. Pada pembahasan kesinambungan fiskal, fokus dari anggaran adalah rasio utang publik terhadap GDP. Anggaran harus disusun dan dilaksanakan sesuai dengan sasaran keseimbangan primer. Anggaran tahunan harus disetujui oleh Kongres setiap tanggal 15 Desember. Terlepas dari kenyataan bahwa tidak ada satupun prakiraan jangka menengah untuk dana transfer, keandalan pendanaan bagi Negara Bagian dan Kota dalam jangka menengah dijamin oleh UU Tanggung Jawab Fiskal (FRL: Fiscal Responsibility Law). FRL menetapkan aturan fiskal untuk ketiga tingkat pemerintahan demi menjamin kesinambungan fiskal dalam jangka menengah. Selain itu, FRL membuat persyaratan transparansi yang ketat untuk mendukung efektivitas dan kredibilitas Rencana Multi-tahun yang menetapkan target fisik untuk setiap program. Dalam hal ini, tidak ada pengeluaran dapat dibuat tanpa adanya peningkatan pendapatan rutin atau pemotongan pengeluaran rutin lainnya. FRL juga melarang pinjaman melebihi pengeluaran investasi, dan mengatur bahwa efek pendapatan dari pajak baru harus dicatat untuk tahun anggaran yang sedang berlangsung dan dua tahun berikutnya. Yang terakhir dan penting, FRL membatasi biaya personil pemerintah pusat sampai 50% dari pendapatan.
8
REVIU LITERATUR DAN TINJAUAN REGULASI KPJM/MTEF
Beberapa Negara Lainnya Di Uganda, KPJM adalah bagian dari sistem anggaran. Proses anggaran telah mengalami berbagai reformasi dalam beberapa tahun terakhir yaitu (1) fokus pada pemberantasan kemiskinan; (2) penggunaan KPJM sebagai alat perencanaan dan penganggaran di tingkat pemerintah pusat dan daerah; dan (3) meningkatkan program pembangunan melalui Investasi. Pemerintah Uganda memperkenalkan KPJM pada sebagian besar program-progamnya untuk menciptakan kestabilan ekonomi makro pada awal 1990-an, setelah melewati sistem fiskal yang mengakibatkan tingginya inflasi. KPJM mengintegrasikan pembuatan kebijakan dengan perencanaan ekonomi dan penganggaran dalam siklus anggaran multi-tahun dan memastikan bahwa program-program pengeluaran ditentukan oleh prioritas strategis dan dibatasi oleh kendala anggaran. KPJM menekankan efisiensi, baik dalam pengalokasian dan penggunaan sumber daya anggaran, maupun yang terkait dengan program ekonomi makro Negara. Di Inggris, KPJM mencakup sekitar 59% belanja publik (bandingkan dengan, misalnya, 100% di Afrika Selatan, Uganda dan Australia). Ini mencakup 25 departemen selama periode 3 tahun (dua tahun tetap dan satu tahun bergulir) dan direvisi setiap dua tahun. Pemerintah Inggris memperkenalkan istilah Spending Reviews (evaluasi pengeluaran) pada tahun 1998 sebagai landasan penyusunan prakiraan. Parlemen menyetujui prakiraan yang telah dibuat pada anggaran dalam Spending Reviews. Tinjauan ini adalah proses nyata pengambilan keputusan dan penetapan anggaran Kementerian untuk tiga tahun berikutnya. India tidak menggunakan istilah KPJM secara khusus. Namun, tujuan KPJM dicapai melalui Rencana Lima Tahunan dan Rencana Tahunan. Rencana Tahunan yang tercakup dalam kerangka Rencana Lima Tahunan sudah dilaksanakan. Komisi Perencanaan India selalu memeriksa dengan cermat posisi sumber daya setiap tahun pada Pemerintah Pusat dan Negara Bagian. Proyek yang dilakukan dalam Rencana Lima Tahunan diprioritaskan berdasarkan ketersediaan sumber daya dan pentingnya proyek ini secara nasional. Kementerian Keuangan, Komisi Perencanaan dan Kementerian Administrasi yang terlibat dalam proyek ini bekerjasama dalam merundingkan dan mengalokasikan dana untuk setiap sektor dan proyek sebelum anggaran untuk tahun tersebut difinalisasi. Legislatif dan politisi memberikan garis besar melalui persetujuan Rencana Lima Tahunan. Sejauh ini sistem Rencana Lima Tahunan ini masih dipandang efektif dan dapat dikatakan bahwa India telah sukses menjalankan sebelas Rencana Lima tahunan dan berbagai proyek kecil dan besar. Namun, pelaksanaan kebijakan dan proyek biasanya terhambat ketika ada perubahan dalam Pemerintahan. Satu Partai mencoba untuk menjegal proyek yang dimulai oleh partai yang berkuasa sebelumnya untuk mempengaruhi perolehan suara dalam pemilu.
REVIU LITERATUR DAN TINJAUAN REGULASI KPJM/MTEF
9
2.3. Pelajaran dari Pengalaman Internasional Praktik KPJM diberbagai Negara dapat dapat diidentifikasi melalui proses, cakupan KPJM, status hukum, dan jangka waktu, dan lain-lain. Proses KPJM berbeda dari satu Negara ke Negara lainnya. Di beberapa negara, KPJM difokuskan pada pengembangan kerangka kerja untuk alokasi sumber daya antar sektor. Negara-negara lain lebih menekankan pada peningkatan proses anggaran dan menggunakan penganggaran berbasis kegiatan, sehingga informasi yang digunakan dalam KPJMdikembangkan oleh Kementerian Sektoral sehingga lebih akurat, sesuai kebutuhan, dan lebih besar rasa kepemilikannya.
2.3.1. Cakupan dan Kerangka Waktu dari KPJM Praktik KPJM di beberapa negara menunjukkan keberagaman dalam cakupannya. KPJM yang paling komprehensif adalah di Afrika Selatan, Australia, dan Uganda, yang tidak hanya meliputi pengeluaran pemerintah pusat tetapi juga transfer antar pemerintahan. Di beberapa negara, seperti: Ghana, Kenya dan Malawi, KPJM hanya berlaku untuk pengeluaran Kementerian di pemerintah pusat. Di Inggris dan Jepang, KPJM bahkan hanya untuk jenis pengeluaran tertentu pemerintah pusat. Terkait dengan jangka waktu, prakiraan maju di banyak negara bervariasi dari dua sampai lima tahun. Di Australia, Kenya, Uganda dan Ghana, misalnya, prakiraan maju berjangka waktu tiga tahun, sementara di Afrika Selatan berlaku empat tahun (termasuk anggaran tahun berikutnya). Di Inggris, jangka waktunya bervariasi dari dua sampai lima tahun berdasarkan jenis pengeluaran.
2.3.2. Status Hukum KPJM Status Status hukum dari KPJM bervariasi dari satu negara ke negara lainnya. Status yang paling kuat adalah di Afrika Selatan, Australia dan Uganda. Di Negara-negara tersebut KPJM adalah merupakan bagian dari proses penganggaran dan memerlukan persetujuan Kabinet/Parlemen. Status hukum yang cukup kuat berikutnya terdapat di Ghana. KPJM di Ghana merupakan bagian dari proses penganggaran namun tidak memerlukan persetujuan Kabinet/Parlemen. Kondisi yang berlawanan adalah di Kenya. Proses KPJM di Kenya terpisah dari penganggaran, namun harus disetujui oleh Kabinet/Parlemen. Status hukum yang terendah adalah di Malawi. KPJM di Malawi bukan merupakan bagian dari proses penganggaran dan tidak harus disampaikan ke Kabinet/Parlemen untuk disetujui. Untuk hasil yang lebih baik, komitmen politik yang berkelanjutan terhadap KPJM adalah sangat penting. Oleh karena itu sistem KPJM yang terbaik adalah merupakan bagian dari proses penganggaran dan bersatus sebagai dokumen hukum yang harus dipatuhi.
10
REVIU LITERATUR DAN TINJAUAN REGULASI KPJM/MTEF
2.3.3. Berbagai Versi KPJM Menurut Muggeridge (1997), KPJM terdiri dari beberapa versi. Versi pertama terfokus pada penggunaan kerangka kerja ekonomimakro dan kerangka belanja untuk mengalokasi sumber daya antar sektor.Versi ini biasanya dikembangkan di Kementerian Keuangan dan Badan Perencanaan Negara.Versi kedua lebih difokuskan pada pencapaian tujuan dan sasaran kerangka ekonomi makro dan kerangka pengeluaran melalui anggaran berbasis kegiatan terpadu (sektor investasi pendekatan untuk semua sektor).Versi terakhir adalah kombinasi keduanya.Versi ini memberikan tanggung jawab yang lebih besar dan insentif kepada kementerian untuk mengelola sumber daya mereka sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kegiatan mereka.Versi ini juga termasuk memperkuat peranan politisi dalam menentukan kebijakan dan menentukan alokasi sumber daya. Pendekatan KPJM di Afrika Selatan dan Uganda pada mulanya berfokus pada pengembangan kerangka kerja untuk alokasi sumber daya antar sektor. Di kedua negara ini KPJM dikembangkan di lingkungan Kementerian Keuangan yang menghasilkan informasi tentang kebutuhan masing-masing sektor. Di Afrika Selatan, informasi ini dituangkan ke dalam sebuah model spreadsheet yang digunakan dalam diskusi Kabinet mengenai alokasi sumber daya antar sektor (Muggeridge, 1997). Beberapa negara lainnya lebih menekankan pada perbaikan proses anggaran, yaitu berubah ke penganggaran berbasis kegiatan, sehingga informasi yang digunakan dikembangkan oleh Kementerian sektor sehingga lebih akurat, sesuai kebutuhan, dan ada rasa memiliki. Selandia Baru adalah contoh reformasi anggaran yang baik berdasarkan pada output bukan input. Unit-unit memiliki kontrol penuh atas perekrutan dan penggajian pegawai. Mereka juga memiliki kontrak dengan menteri untuk penyediaan output yang disepakati, misalnya: jumlah murid sekolah dasar.
2.3.4. Manfaat KPJM Belajar dari sistem KPJM di negara-negara seperti Afrika Selatan dan Australia, maka dapat dipahami bahwa manfaat penerapan KPJM adalah: (i) membantu stabilitas ekonomi makro, (ii) mempertahankan tingkat pelayanan publik, dan (iii) menyediakan kepastian pendanaan untuk pemerintah (daerah). Namun, keberhasilan KPJM akan bergantung pada aturan fiskal yang fleksibel dan target yang realistis. Ada beberapa alasan penyebab KPJM disukai. Pearson (2002), misalnya, berpendapat bahwa KPJM membantu untuk membangun hubungan yang dibutuhkan antara kebijakan dan pengeluaran anggaran dengan memperluas perspektif anggaran di tahun-tahun berikutnya. Dalam KPJM, otorisasi anggaran diperpanjang untuk jangka menengah (3-5 tahun) sehingga
REVIU LITERATUR DAN TINJAUAN REGULASI KPJM/MTEF
11
sasaran utama konsolidasi fiskal seperti pengurangan defisit dan utang dapat dicapai. Wildavsky (1993) menyatakan bahwa anggaran tahunan terisolasi karena hanya melihat pengeluaran untuk satu tahun ke depan. Dia juga menyatakan bahwa anggaran tahunan berpotensi menyembunyikan kelebihan belanja dan mengakibatkan pengeluaran besar di masa mendatang. Selain itu, KPJM menyediakan langkah awal untuk mengembangkan prakiraan jangka menengah, sehingga memberikan kepastian anggaran untuk unit-unit sekaligus menjamin sistem fiskal secara keseluruhan (OPM Review, 2000). KPJM akan sangat baik bagi negara-negara berkembang yang mengalami kesenjangan yang besar antara kebijakan yang ditetapkan dan sumber daya yang ada. Reformasi anggaran akan berkesinambungan jika para pihak yang berkepentingan terlibat langsung dalam proses tersebut. Oleh karena itu, pengenalan segala bentuk kerangka jangka menengah sangat penting untuk perbaikan dalam kepastian pendanaan organisasi. Pengalaman penerapan KPJM telah mencapai hasil di Afrika Selatan (OPM review, 2000). Demikian juga di Uganda, penggunaan KPJM di sektor prioritas (kesehatan, pendidikan, jalan) mengakibatkan ketidakpastian di sektor yang tidak diprioritaskan. Di Ghana dan Malawi sepertinya KPJM masih belum berhasil memberi kepastian pendanaan dan ada indikasi bahwa KPJM justru menghambat proses penganggaran (OPM review, 2000). Pengalaman reformasi anggaran di OECD dan negara-negara berkembang menunjukkan bahwa KPJM dapat membantu memperbaiki proses anggaran dan hasilnya melalui kejelasan tujuan, kepastian dalam alokasi anggaran, cakupan yang komprehensif, dan transparansi dalam penggunaan sumber daya (OPM review, 2000). Pengalaman juga menggambarkan bahwa KPJM tidak selalu menjadi solusi untuk masalah anggaran.Perbaikan penganggaran membutuhkan fokus pada masalah yang sesungguhnya. Jika tidak ada kepastian dalam alokasi anggaran, akan sulit untuk mempercayai proyeksi jangka menengah. Pearson
(2002)
menunjukkan
bahwa
salah
satu
hambatan
bagi
negara-negara
berpendapatan rendah dalam melaksanakan KPJM adalah ketidakstabilan ekonomi makro sehingga mustahil untuk membuat prakiraan maju. Selain itu, jika menteri, anggota parlemen dan pemegang anggaran tidak dilibatkan, upaya untuk menghubungkan anggaran dengan tujuan kebijakan tidak akan membuahkan hasil. Selain itu, jika kebijakan sektor secara keseluruhan tidak jelas, tidak konsisten, atau tidak realistis, maka usaha mencapai transparansi dalam alokasi sumber daya untuk aktivitas khusus akan menjadi sia-sia.
2.3.5. Catatan Penutup Sebagai catatan penutup perlu dketahui bahwa proses terbaik dari KPJM harus melibatkan pembuatan kebijakan, perencanaan, dan penganggaran dari awal siklus penganggaran,
12
REVIU LITERATUR DAN TINJAUAN REGULASI KPJM/MTEF
dengan penyesuaian terhadap perubahan kebijakan. Bahkan, jika seluruh sistem penganggaran tidak bekerja dengan baik, lebih baik masing-masing sektor dapat mengelola bagiannya sendiri dengan perspektif jangka menengah. Selanjutnya, perlu diketahui bahwa anggaran multi-tahun harus memperlihatkan: (i) tingkat pengeluaran saat ini, (ii) pengeluaran tambahan pada layanan yang sama di masa depan setelah disesuaikan dengan tingkat harga dan perubahan demografi, dan (iii) pengeluaran tambahan, jika tingkat layanan tersebut diubah atau diperluas. Pengalaman internasional menunjukkan bahwa karakteristik kunci keberhasilan implementasi KPJM adalah: •
KPJM harus realistis dan harus ditetapkan dalam kerangka ekonomi makro yang telah dipersiapkan dengan baik;
•
KPJM adalah ‘rolling’ program sehingga harus diperbarui setiap tahun. Jika anggaran tahunan tunduk pada''hard budget constraint”, angka-angka yang diproyeksikan untuk tahun setelah itu (KPJM) dianggap sebagai prakiraan terbaik untuk tujuan perencanaan;
•
KPJM harus bersifat komprehensif dan cukup rinci dalam mencakup semua pengeluaran publik dan pendapatan dari segala sumber. Partisipasi banyak pihak dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan alokasi sektor, alokasi antar sektor dan diskusi kebijakan sektor sangatlah penting;
•
KPJM harus didasarkan pada prakiraan biaya dan pendapatan yang realistis, dengan mencakupi kemungkinan perubahan keadaan ekonomi seperti tingkat inflasi dan komitmen kebijakan baru; dan
•
KPJM harus memberikan kejelasan dalam hal akuntabilitas dan tanggung jawab. KPJM sebaiknya memiliki dasar hukum yang kredibel dan bukan hanya sekedar sebagai dokumen kerja.
2.4. Tinjauan Peraturan KPJM di Indonesia Di Indonesia, penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) sudah diharuskan sejak diberlakukannya UU Keuangan Negara No. 17 Tahun 2003. Penjelasan umum UU No. 17 Tahun 2003 menyebutkan bahwa proses penganggaran di tingkat nasional dan lokal harus menggunakan KPJM seperti yang dipraktikkan di banyak negara maju dan sedang berkembang. Undang-Undang ini diikuti dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 tahun 2004 dan No. 21 tahun 2004. Kedua peraturan itu menjabarkan penggunaan KPJM sebagai dasar
dan
pendekatan
untuk
perencanaan
dan
penganggaran
tahunan
di
kementerian/departemen. PP No. 20 tahun 2004 secara khusus menguraikan rencana kerja tahunan Pemerintah.Pasal 3, butir 2 menyebutkan bahwa program/kegiatan dalam rencana
REVIU LITERATUR DAN TINJAUAN REGULASI KPJM/MTEF
13
kerja Kementerian/Badan harus dikembangkan berdasarkan kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah, dan anggaran terpadu. Selanjutnya, PP. No. 21 Tahun 2004 tentang pengembangan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga, menyebutkan dalam pasal 1, bahwa KPJM adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan yang menggunakan perspektif jangka menengah (lebih dari satu tahun) yang digunakan dan secara khusus mempertimbangkan implikasi biaya dari kebijakan tersebut untuk masa mendatang dan menyajikan perkiraan ke depan. Peraturan ini juga menjelaskan bahwa prakiraan maju adalah kalkulasi kebutuhan pengeluaran untuk tahun-tahun mendatang untuk memastikan program dan kegiatan tersebut tetap berlanjut dengan menjadikan prakiraan maju sebagai dasar bagi proses penyusunan tahun anggaran mendatang. Pada dasarnya, berbagai peraturan tersebut mengharuskan Pemerintah menerapkan prakiraan jangka menengah.Prakiraan maju tersebut harus dimasukkan ke dalam rencana kerja dan anggaran masing-masing Kementerian/Lembaga (RKA-KL). Namun, tidak perlu ada dalam UU APBN karena tidak ada persyaratan khusus untuk itu.Penerapan dari KPJM untuk Pemerintah Pusat dimulai setelah dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas(SEB, 0142/M.PPN/06/2009 No dan SE/1848/MK/2009 tanggal 19 Juni 2009) tentang panduan untuk reformasi perencanaan dan penganggaran di Indonesia. Panduan ini merupakan instruksi teknis bagi semua Kementerian/Lembaga Pusat untuk menerapkan KPJM sebagaimana dimaksud dalam PP No. 21 Tahun 2004.Panduan tersebut mengharuskan semua Kementerian/Lembaga Pusat melakukan restrukturisasi program/kegiatan, menerapkan anggaran berbasis kinerja dan kerangka pengeluaran jangka menengah (termasuk proyeksi tiga tahun/prakiraan maju). Menurut panduan tersebut, KPJM adalah anggaran bergulir. Tahun Anggaran 2010 digunakan sebagai dasar untuk memperkirakan kebutuhan pengeluaran tahun 2011 dan tahun-tahun sesudahnya. Hal ini mengindikasikan bahwa persiapan proyeksi harus menggunakan parameter yang ditentukan. Ada juga mekanisme untuk menyesuaikan dengan basis dan mekanisme untuk mengusulkan anggaran tambahan untuk kegiatan baru. Pada dasarnya, prakiraan maju memperlihatkan implikasi anggaran untuk kebijakan yang berlangsung beberapa tahun mendatang. Prakiraan maju dapat memasukkan pengeluaran tambahan yang dibutuhkan untuk menampung program-program baru atau perluasan program di masa mendatang. Komponen KPJM yang sesuai dengan panduan meliputi: • Pendekatan top-down untuk menentukan jumlah pagu (resources envelope) untuk setiap instansi sektoral/ pemerintah; • Pendekatan bottom-up untuk memperkirakan sumber daya anggaran untuk tahun dasar dan selama jangka menengah, dan
14
REVIU LITERATUR DAN TINJAUAN REGULASI KPJM/MTEF
• Kerangka anggaran yang mencocokkan kebutuhan dan kapasitas sumber daya selama jangka menengah. Menurut panduan, semua komponen dalam anggaran harus memiliki prakiraan maju (proyeksi tiga tahun). Namun, panduan hanya menyediakan pedoman membuat prakiraan maju untuk setiap kegiatan/program Kementerian/Lembaga dan Pendapatan Negara. Tidak ada penjelasan dan petunjuk tentang prakiraan maju untuk dana transfer ke daerah. Seterusnya pengalaman internasional menunjukkan bahwa sistem KPJM yang terbaik harus melibatkan status legal formal dalam proses penganggarannya. Kerangka hukum di Indonesia memang mensyaratkan Pemerintah agar mengimplementasikan prakiraan jangka menengah untuk semua komponen anggaran. Namun, sebagaimana dijelaskan sebelumya, aturan terbaru tidak menyebutkan secara jelas bahwa prakiraan maju harus ada dalam UU APBN. Dengan kata lain, tidak perlu persetujuan parlemen untuk KPJM. Peraturan Pemerintah No. 21/2004 mengharuskan KPJM di Indonesia merupakan bagian dalam proses anggaran dan ada dalam dokumen legal berupa Peraturan Presiden, sebagaimana disebutkan pada pasal 5 ayat (3). Peraturan Pemerintah tersebut juga menyatakan bahwa prakiraan maju akan menjadi dasar bagi setiap Kementerian/Lembaga untuk mempersiapkan anggaran tahun-tahun berikutnya. Sebagai bagian dari proses penganggaran, prakiraan maju bisa dibuat dan diperbaiki setiap tahunnya oleh setiap Kementerian/Lembaga berdasarkan pagu indikatif yang dikeluarkan melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PP 21/2004, ayat 9). Terkait dengan transfer ke Pemerintah Daerah, walaupun merupakan bagian dari pengeluaran Pemerintah, tidak terdapat persyaratan yang jelas untuk merancang prakiraan maju dalam PP 21/2004. Hal ini disebabkan karena dana transfer bukanlah bagian pengeluaran Kementerian/Badan
Pemerintah.
Dana
transfer
adalah
bagian
dari
pengeluaran
perbendaharaan negara dan Menteri Keuangan bertanggung jawab untuk mengatur dana-dana tersebut. Panduan terhadap proses penganggaran (Surat Keputusan bersama antara Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan tahun 2009) hanya menyediakan
pedoman
untuk
menghitung
prakiraan
maju
untuk
program/kegiatan
Kementerian/Lembaga dan Pendapatan Negara. Tidak ada penjelasan dan panduan yang disediakan tentang prakiraan maju terkait dana transfer. Hal ini harus disempurnakan dengan membuat aturan baru atau memperkuat PP 21/2004. Dasar hukum penerapan KPJM di tingkat Pemerintah Daerah adalah PP 58/2005 tentang pengelolaan keuangan daerah. PP tersebut, khususnya pada pasal 36 dan 37 mengharuskan daerah menerapkan KPJM/MTEF sebagaimana tertulis bahwa “Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju yang berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan
REVIU LITERATUR DAN TINJAUAN REGULASI KPJM/MTEF
15
kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan dan merupakan implikasi kebutuhan dana untuk pelaksanaan program dan kegiatan tersebut pada tahun berikutnya”. Peraturan Pemerintah tersebut diperkuat dengan Permendagri 13/2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah dengan menekankan prakiraan maju untuk tahun berikutnya dalam penganggaran. Sayangnya, di tingkat daerah belum ada panduan teknis yang mengarahkan penerapan KPJM sebagaimana terdapat di Pemerintah Pusat dengan Surat Keputusan bersama antara Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan tahun 2009 sehingga sampai saat ini dapat dikatakan bahwa belum ada satupun Pemerintah Daerah yang menerapkan KPJM. Belajar dari pengalaman internasional yang telah diuraikan di atas, terdapat berbagai alternatif penerapan KPJM di daerah. Alternatif tersebut antara lain: KPJM itu hanya satu tahun ke depan, atau KPJM adalah untuk tiga tahun sebagaimana diterapkan di Pemerintah Pusat. Kemudian, alternatif ruang lingkup KPJM: seluruh jenis belanja, atau seluruh belanja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Selanjutnya alternatif tentang aturan hukum: berupa Peraturan
Daerah
(PERDA)
tentang
APBD,
atau
cukup
melalui
Paraturan
Gubernur/Bupati/Walikota tentang Rincian APBD. Berbagai pilihan ini penting untuk dipelajari lebih lanjut.
16
REVIU LITERATUR DAN TINJAUAN REGULASI KPJM/MTEF
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Data dan Pemerolehannya Data yang dianalisis dalam penelitian ini diperoleh melalui survei dan Studi Literatur. Data tersebut mencakup data primer dan data sekunder.
3.1.1. Survei/Studi literatur Survei/Studi literatur dilakukan sebagai langkah pendahulu untuk mendapatkan gambaran umum tentang topik yang akan dikaji yakni KPJM/MTEF. Terdapat dua aspek utama dalam survei/studi literatur ini. Pertama, international practices KPJM/MTEF yang telah diterapkan di beberapa negara dikaji untuk kemudian diposisikan sebagai benchmark. Kedua, regulasi yang terkait dengan KPJM/MTEF untuk pemerintah daerah dianalisis sebagai dasar pijakan formulasi desain kebijakan.
3.1.2. Data Primer Survei atau kunjungan lapangan dirancang untuk memfasilitasi pengumpulan data primer yang didapat dari hasil survei di daerah sample melalui dua instrumen yakni kuesioner dan Focus Group Discussion (FGD) dengan pemangku kebijakan teknis setempat. Informasi yang diperlukan mencakup: a. perencanaan dan penganggaran dalam mekanisme KPJM/MTEF; b. konsep KPJM/MTEF yang disertai oleh prakiraan maju.
3.1.3. Data Sekunder Data statistik, publikasi periodik, serta kajian lain yang telah dilaksanakan yang menyangkut KPJM/MTEF merupakan data sekunder dalam studi ini. Rancangan sistem yang tepat menjadi
17
pijakan bagi kelayakan dan kesiapan daerah dalam menerapkan KPJM/MTEF tersebut.
3.2. Lokasi Penelitian Lokasi studi mencangkup Pemerintah Daerah di 7 provinsi dan 7 kabupaten/kota sample termasuk daerah yang merupakan binaan AIPD.
Pemilihan daerah sample berdasarkan
purposive sampling method yang mempertimbangkan aspek keragaman daerah di Indonesia, selain juga memasukkan aspek Indeks Kapasitas Fiskal dan rasio PAD terhadap APBD. Gambar 3.1 Peta Daerah Sample Penelitian
Tabel 3.1 berikut ini menunjukkan kriteria penentuan sampel atas Populasi 33 provinsi dan sekitar 500 kabupaten/kota dengan memperhatikan pula keterwakilan geografis Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Tabel 3.1 Kriteria Pemilihan Daerah Sampel Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Provinsi Jawa Timur Provinsi DIY Provinsi Sumatera Barat Provinsi Kalimantan Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur Provinsi Papua Barat Kota Palu Kota Batu
18
Indeks Kapasitas Fiskal Rendah
Proporsi PAD terhadap APBD Tinggi
Lokasi Geografis
Rendah
Tinggi
Indonesia Barat
Rendah Sedang
Tinggi Tinggi
Indonesia Barat Indonesia Barat
Sedang
Tinggi
Indonesia Barat
Rendah
Tinggi
Indonesia Timur
Sedang
Rendah
Indonesia Timur
Rendah Tinggi
Tinggi
Indonesia Timur Indonesia Barat
Indonesia Timur
TINJAUAN TEORITIS METODEDAN PENELITIAN EMPIRIS
Daerah Kabupaten Sleman Kabupaten Pesisir Selatan Kota Pontianak Kabupaten Labuan Bajo Kabupaten Manokwari
Indeks Kapasitas Fiskal Rendah Rendah
Proporsi PAD terhadap APBD Tinggi Rendah
Lokasi Geografis
Rendah Rendah
Tinggi Rendah
Indonesia Barat Indonesia Timur
Rendah
Rendah
Indonesia Timur
Indonesia Barat Indonesia Barat
3.3. Responden Responden dalam penelitian ini berasal dari Pimpinan atau Staf dari SKPD/Unit Kerja baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi yang memiliki tugas terkait dengan penyediaan layanan dasar (pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum), kegiatan sektor unggulan, maupun pemangku kebijakan terkait. Di setiap daerah sampel baik kabupaten/kota maupun provinsi ditargetkan minimal terdapat 15 responden. Tabel 3.2 menampilkan rekapitulasi realisasi responden yang diperoleh dari daerah sampel yang terdiri dari 7 kabupaten/kota dan 7 provinsi. Tabel 3.2 Rekapitulasi Responden
SKPD/Unit Kerja Dinas Pendidikan dan Kebudayaan/Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga/Dinas Pendidikan BAPPEDA Dinas Pertanian/Dinas Pertanian Tanaman Pangan/Dinas Pertanian dan Perkebunan/Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Kelautan/Dinas Pertanian dan Kehutanan/Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan/Dinas Peternakan BPKAD Dinas Pendapatan Daerah/Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Dinas Perkebunan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral BPD Dinas Kesehatan
METODE PENELITIAN TINJAUAN TEORITIS DAN EMPIRIS
Jumlah Responden Kabupaten/Kota Provinsi 5
6
28 6
16 4
1
2
3 10
1 8
5
1 1 1 6
19
SKPD/Unit Kerja
Jumlah Responden Kabupaten/Kota Provinsi
Dinas Pekerjaan Umum/Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata/Dinas Pariwisata/Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan, dan Pariwisata
7
8
4
4
Dinas Perikanan dan Kelautan Dinas Koperasi dan UMKM Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Dinas Perindustrian dan Perdagangan/Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM/Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Koperasi/Dinas Koperasi, Perindustrian, Perdagangan dan Pasar Sekertariat Daerah DPRD Badan Kepegawaian Daerah BI Lain-lain Jumlah
4 6
2 1 1 1
2 1 4
1 0 0 1 5
86
70
3.4. Metode Analisis Data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif, baik kuantitatif maupun kualitatif. Data kuantitatif berupa frekuensi jawaban dari para responden digambarkan dan disajikan dalam bentuk tabel. Kemudian data dianalisis secara kuantitatif dengan memperhatikan modus frekuensinya. Data kualitatif yang diperoleh dari hasil FGD dianalisis secara kualitatif yang diharapkan mendukung hasil analisis kuantitatif. Berikut digambarkan secara sederhana metode analisis yang digunakan pada penelitian ini. Gambar 3.2 Metode Analisis
Deskriptif kuantitatif (statistik deskriptif)
20
Deskriptif kualitatif
REVIU LITERATUR DAN TINJAUAN REGULASI KPJM/MTEF
BAB IV DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemahaman Terhadap KPJM Hal yang utama yang perlu diketahui sebelum membahas lebih lanjut tentang kemungkinan penerapan KPJM di daerah adalah pemahaman atas KPJM oleh aparat pemerintah daerah itu sendiri. Adalah kurang pas jika akan membahas penerapan KPJM tanpa terlebih dahulu mengetahui pemahaman KPJM. Sub bagian ini menyajikan hasil kuesioner atas pemahaman dimaksud.
4.1.1. Pemahaman Konsep KPJM Pemahaman konsep KPJM yang ditanyakan kepada responden adalah pendapat tingkat “persetujuan” pada konsep KPJM dimaksud. Responden diberi pertanyaan bahwa apakah mereka berpendapat KPJM selama ini telah dipahami oleh daerah.
Responden diminta
menjawab dari Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Kurang Setuju (KS), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS). Hasil kuesioner terhadap sudah dipahami tidaknya KPJM secara konsepsional di daerah disajikan pada tabel 4.1 berikut: Tabel 4.1 Frekuensi Jawaban Pemahaman terhadap KPJM
Jawaban STS TS KS S SS
Frekuensi Jawaban Total Total Kab/Kota Provinsi 5 3 12 5 25 28 27 37 3 3
Persentase Jawaban Total Total Kab/Kota Provinsi 6% 4% 15% 8% 30% 42% 45% 41% 4% 5%
Sumber: Data Primer
21
Pada tabel 4.1 tersaji bahwa secara grand total untuk sampel Provinsi dan Kabupaten/Kota menunjukkan bahwa modus atau mode jawaban responden adalah ada pada kondisi “Kurang Setuju (KS)” dengan kecenderungan mengarah pada “Setuju (S).” Dengan demikian pada dasarnya konsep tentang KPJM belum begitu dipahami di daerah.1 Kondisi tersebut lebih nyata di tingkat Provinsi daripada di tingkat Kabupaten/Kota. Nampak bahwa tingkat keraguan akan pemahaman KPJM lebih tinggi di Kabupaten/Kota daripada di Provinsi. Ini terlihat pada frekuensi yang berimbang dari yang cenderung Setuju dan yang Tidak Setuju.Di Provinsi kecenderungan Setuju belum memahami lebih tinggi frekuensinya daripada yang cenderung Tidak Setuju.
4.1.2. KPJM dan Pendanaan Urusan Wajib Secara teoritis bahwa pada tingkat Daerah, KPJM lebih difokuskan untuk menjamin keberlanjutan pendanaan pelayanan dasar tertentu dalam jangka menengah dan/atau mewujudkan program/kegiatan strategis. Untuk itu kepada responden ditanyakan tentang hal ini. Pertanyannya adalah setujukah bahwa KPJM ditujukan untuk kepastian pendanaan urusan wajib pelayanan dasar. Hasil kuesioner tentang hal tersebut ditunjukkan pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Frekuensi Jawaban KPJM sebagai Kepastian Pendanaan Urusan Wajib
Jawaban STS TS KS S SS
Frekuensi Jawaban Total Total Kab/Kota Provinsi 1 2 5 3 3 6 37 50 23 20
Persentase Jawaban Total Total Kab/Kota Provinsi 1% 3% 6% 4% 4% 9% 61% 28%
54% 30%
Sumber: Data Primer
Dari tabel 4.2 tampak sekali bahwa responden baik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota mayoritas menjawab dengan modus Setuju bahwa KPJM untuk kepastian pendanaan urusan wajib pelayanan dasar.2 Secara grand total 55 dari 70 responden menyatakan Setuju dan Sangat Setuju tentang masalah ini.
Mann-Whitney Test:Nilai p-value (0,290) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi. 2 Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,60) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi. 1
22
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.3. Pencapaian SPM Pelayanan Dasar SPM Pelayanan Dasar merupakan hal utama dalam perencanaan dan penganggaran. Tugas pemerintah memberikan pelayanan bagi masyarakat dimulai yang sangat dasar dan harus didasarkan pada standar pelayanan minimal. Pemerintah harus menjamin keutamaan hal tersebut. Untuk itu responden ditanya tentang apakah selama ini SPM Pelayanan Dasar sudah atau belum terpenuhi. Pertanyaan dilakukan tidak berurutan agar sekaligus dapat mengetahui konsistensi jawaban. Hasilnya tersaji pada tabel 4.3 dan tabel 4.4 berikut: Tabel 4.3 Frekuensi Jawaban SPM Pelayanan Sudah Tercapai
Jawaban STS TS KS S SS
Frekuensi Jawaban Total Total Kab/Kota Provinsi 2 3 11 8 38 34 20 29 3 2
Persentase Jawaban Total Total Kab/Kota Provinsi 2% 4% 13% 12% 46% 51% 35% 4%
30% 3%
Sumber: Data Primer
Tabel 4.4 Frekuensi Jawaban SPM Pelayanan Belum Tercapai
Jawaban STS TS KS S SS
Frekuensi Jawaban Total Total Kab/Kota Provinsi 7 0 13 5 14 17 37 44 6 5
Persentase Jawaban Total Total Kab/Kota Provinsi 8% 0% 16% 8% 17% 26% 52% 7%
58% 8%
Sumber: Data Primer
Dari kedua tabel di atas dapat diketahui bahwa saat responden ditanyakan bahwa SPM pelayanan dasar “sudah” terpenuhi diperoleh jawaban frekuensi yang cenderung ke modus Kurang Setuju. Ini terkesan keraguan bahwa SPM pelayanan dasar sudah tercapai.3 Namun saat ditanyakan bahwa SPM pelayanan dasar “belum” terpenuhi mayoritas responden baik di
Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,57) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi.
3
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
23
provinsi maupun di kabupaten/kota menyatakan dengan modus Setuju.4 Jadi dapat disimpulkan SPM pelayanan dasar dipandang belum terpenuhi. Untuk itu sebenarnya sangat diperlukan konsep KPJM pada SPM pelayanan dasar untuk mengatasinya. Ini seakan menguatkan bahwa selama ini konsep KPJM memang sudah diketahui namun belum dipahami sebagaimana mestinya.
4.1.4. Tujuan KPJM dan SPM Pelayanan Dasar Untuk memantapkan keyakinan bahwa KPJM telah dipahami atau belum maka responden diminta mengemukakan pendapatnya lebih lanjut tentang kaitan antara KPJM dengan SPM pelayanan dasar. Ditanyakan kepada responden tentang pendapat mereka jika SPM pelayanan dasar telah terpenuhi maka KPJM dimaksudkan untuk mempertahankan SPM pelayanan dasar dimaksud.5 Selanjutnya, ditanyakan pula jika SPM pelayanan dasar belum terpenuhi maka KPJM dimaksudkan untuk meningkatkan SPM pelayanan dasar.6 Tabel 4.5 dan tabel 4.6 berikut berturut-turut menyajikan frekuensi jawaban responden.
Tabel 4.5 Frekuensi Jawaban Tujuan KPJM jika SPM Pelayanan Dasar Sudah Tercapai untuk Pertahankan SPM Pelayanan Dasar
Jawaban STS TS KS S SS
Frekuensi Jawaban Total Total Kab/Kota Provinsi 1 0 2 0 4 8 27 35 12 9
Persentase Jawaban Total Total Kab/Kota Provinsi 2% 0% 4% 0% 7% 18% 65% 22%
61% 21%
Sumber: Data Primer
Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,43) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi. 5 Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,39) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi. 6 Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,15) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi. 4
24
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.6 Frekuensi Jawaban Tujuan KPJM jika SPM Pelayanan Dasar Belum Tercapai untuk Tingkatkan SPM Pelayanan Dasar
Jawaban STS TS KS S SS
Frekuensi Jawaban Total Total Kab/Kota Provinsi 3 0 4 4 2 2 35 42 18 18
Persentase Jawaban Total Total Kab/Kota Provinsi 4% 0% 6% 7% 3% 3% 61% 26%
59% 31%
Sumber: Data Primer
Dari kedua tabel di atas frekuensi modus jawaban responden adalah mengarah ke Setuju.Modus tersebut nyata baik di tingkat Provinsi maupun di tingkat Kabupaten/Kota.Hal ini menunjukkan bahwa para responden sebenarnya “tahu” tentang KPJM, namun konsepnya belum dipahami dengan memadai.
Dengan kata lain secara konsepsional KPJM belum
dipahami karena jawaban yang masih meragukan pada saat ditanyakan tentang sudah atau belum dipahaminya Konsep KPJM.
4.1.5. KPJM dan Sektor Unggulan Dalam konsep KPJM, khususnya untuk pemerintah Daerah, prioritas alokasi penganggaran adalah untuk pelayanan dasar.Setelah itu, jika SPM pelayanan dasar telah terpenuhi maka merambah ke pelayanan lainnya, khususnya yang menjadi unggulan daerah.Hal itu penting juga untuk dipahami dalam KPJM. Untuk itu responden diminta untuk menjawab setuju atau tidaknya apabila SPM pelayanan dasar sudah terpenuhi maka kelebihan anggaran akan diprioritas pada sektor unggulan daerah. Hasilnya disajikan pada tabel 4.7 berikut ini. Tabel 4.7 Frekuensi Jawaban Kelebihan Dana Setelah Urusan Wajib Diprioritaskan untuk Sektor Unggulan
Jawaban STS TS KS S SS
Frekuensi Jawaban Total Total Kab/Kota Provinsi 3 0 4 1 7 3 44 45 23 17
Persentase Jawaban Total Total Kab/Kota Provinsi 4% 0% 5% 1% 8% 5% 55% 28%
68% 26%
Sumber: Data Primer
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
25
Sesuai dengan “harapan” bahwa responden cenderung menyatakan setuju.Ini terlihat pada modus yang mengarah ke Setuju dan Sangat Setuju. Kondisi tersebut pada tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota.7 Hal tersebut sekali lagi menunjukkan bahwa KPJM telah “dijalankan”, namun secara konsepsional belum dipahami dengan memadai.
4.1.6. Manfaat dan Keunggulan KPJM Pemahaman KPJM pada alokasi belanja daerah dapat pula diperoleh dengan pertanyaan kepada responden tentang manfaat dan keunggulan KPJM jika diterapkan. Hasilnya tercermin pada tabel 4.8 berikut: Tabel 4.8 Frekuensi Jawaban KPJM Memiliki Manfaat jika Diterapkan
Jawaban STS TS KS S SS
Frekuensi Jawaban Total Total Kab/Kota Provinsi 2 0 2 3 2 5 46 55 20 13
Persentase Jawaban Total Total Kab/Kota Provinsi 2% 0% 2% 5% 2% 7% 68% 24%
69% 19%
Sumber: Data Primer
Frekuensi jawaban responden yang ditunjukkan pada tabel 4.8 jelas menunjukkan “pengetahuan” tentang KPJM. Hal ini tersaji baik untuk tingkat Provinsi maupun tingkat kabupaten/kota yang tercermin dari modus jawaban.8 Secara total, 134 dari 148 responden menyatakan Setuju bahwa KPJM manfaat atau keunggulan jika diterapkan. Namun, ternyata secara konsepsional masih belum memuaskan. Dari hasil FGD, hampir di semua sampel yang dikunjungi menyatakan bahwa KPJM itu sama saja dengan RPJM. Bahkan beberapa responden mengaku belum mengenal KPJM. Ini menunjukkan bahwa secara konsepsional KPJM diketahui namun belum dipahami dengan baik. Namun, salah satu responden yang tampak telah memahami secara konsepsional tentang KPJM mengibaratkan RPJM adalah “kiblat” dan KPJM adalah “kompas.” Dengan
Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,89) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi. 8 Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,95) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi. 7
26
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
pengibaratan tersebut sudah menunjukkan bahwa tidak semua belum memahami konsep KPJM.
4.2. Ruang Lingkup KPJM Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) adalah model pengelolaan keuangan publik yang mengintegrasikan tujuan kebijakan makro yang prioritas dan kestabilan fiskal dalam beberapa tahun kedepan, serta menghubungkan antara kebijakan, perencanaan, dan penganggaran secara menyeluruh dan terintegrasi. Singkatnya, pelaksanaan KPJM di daerah akan meningkatkan efisiensi belanja publik, terjadi penghematan terhadap belanja secara menyeluruh melalui efisiensi alokasi, melakukan prioritas pembelanjaan, dan melakukan konsolidasi fiskal. Pada bagian akhir dari aspek aspek implementasi KPJM disebutkan diatas dapat merubah perilaku birokrat dalam manajemen pengelolaan keuangan kearah yang semakin efisien dan efektif untuk pencapaian output dan outcome yang telah di tetapkan sebelumnya. Pada bagian berikut ini, akan dijelaskan bagaimana hubungan atau keterkaitan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) dengan dana transfer dari pemerintah nasional ke pemerintah daerah. Selanjutnya, dijelaskan jenis-jenis belanja yang sebaiknya di laksanakan oleh pemerintah daerah dalam pelaksanaan KPJM.
4.2.1. Kaitan KPJM Daerah dengan Dana Transfer Umumnya pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, dan kota) melakukan perencanaan dan penganggaran hanya terbatas pada tahun yang direncanakan dan satu tahun kedepan atau disebut juga (n+1). Masih terbatas pemerintah daerah yang melakukan analisa dan menyusun perencanaan dan prediksi penganggaran lebih dari satu tahun. Walaupun dalam beberapa program dan kegiatan yang dilakukan setiap tahun oleh pemerintah daerah, mereka memiliki perkiraan kebutuhan belanja untuk keberlanjutan program dan kegiatan tersebut. Oleh karena itu pemerintah daerah belum dapat mengatakan bahwa hal tersebut mereka merupakan pelaksanaan KPJM di daerah. Alasan utama yang dikemukakan oleh pemerintah daerah bila dikatakan belum melaksanakan KPJM adalah karena belum adanya kepastian mengenai penerimaan keuangan daerah melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan sumber penerimaan daerah relatif masih terbatas. Alasan tersebut sangat sering dikemukakan oleh pemerintah daerah sehingga harapan utama pemerintah daerah untuk melaksanakan KPJM memerlukan adanya kepastian terlebih dahulu dari pemerintah pusat atau nasional mengenai dana transfer ke daerah untuk digunakan sebagai bagian dari dasar menyusunan perencanaan program dan kegiatan, serta
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
27
ketersediaan pendanaannya dalam kurun waktu jangka menengah. Tabel 4.9 Kaitan KPJM dengan Dana Transfer
Frekuensi Jawaban Jawaban
Persentase Jawaban
Total Kab/Kota
Total Provinsi
Total Kab/Kota
Total Provinsi
Sangat Perlu
39
20
46%
29%
Perlu
39
48
47%
68%
Tidak Perlu
6
2
7%
3%
Sumber: Data Primer
Keterbatasan sumber penerimaan atau pendapatan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah sebagai penyebab utama bagi daerah untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan di daerah. Program dan kegiatan tersebut seperti pelayanan dasar wajib yang berkaitan dengan pelayanan publik bidang pelayanan pendidikan dan pelayanan kesehatan, serta menyiapkan infrastruktur dasar bagi masyarakat. Demikian juga dengan program dan kegiatan untuk prioritas sektor unggulan daerah, dan sebagai program dan kegiatan pilihan daerah dalam pelaksanaan KPJM di daerah. Berdasar alasan tersebut, bagian terbesar para responden menjelaskan bahwa transfer danadari pemerintah pusat atau nasional ke pemerintah daerah tidak dapat ditunda dan diabaikan oleh pemerintah pusat atau nasional. Hal ini dapat dipahami karena dana transfer tersebut sangat dibutuhkan untuk membiayai program dan kegiatan wajib dan pilihan di daerah dalam pelaksanaan KPJM di daerah. Tabel 4.9 menunjukkan bahwa umumnya daerah (provinsi, kabupaten, dan kota) mengharapkan dan membutuhkan dana transfer pemerintah nasional ke daerah untuk penerapan model KPJMD dalam pelaksanaan pelayanan dasar khusus (pendidikan, kesehatan dan infrastruktur dasar) bagi masyarakat di daerah.9 Pada tingkat provinsi, sekitar 68% reponden menyatakan perlu dan 29% menyatakan sangat perlu dana transfer dari pemerintah pusat atau nasional. Nampaknya, relatif tidak berbeda dengan pernyataan responden di tingkat kabupaten dan kota, dimana 46% responden mengatakan bahwa sangat perlu dana transfer dari pusat di daerah. Sekitar 47% dari responden yang memberikan jawban bahwa dana transfer perlu bagi pemerintah daerah untuk membiayai pelaksanaan KPJMD.
Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,67) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi.
9
28
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran dari data Tabel 4.9 diatas, memberikan informasi bahwa keragaman kapasitas fiskal yang dimiliki masing-masing daerah saat ini, merefleksikan respon yang berbeda pula terhadap kemampuan pelaksanaan KPJM di masing-masing provinsi, kabupaten, dan kota. Berdasarkan data dan informasi yang dijelaskan oleh para responden berkaitan dengan kebutuhan dana transfer dari pemerintah nasional yang telah dijelaskan diatas dapat dirangkum beberapa catatan bahwa pemerintah daerah memerlukan kepastian ketersediaan dana transfer dari pemerintah nasional yang dijadikan dasar dalam menyusun perencanaan dan penganggaran untuk membiayai program dan kegiatan urusan wajib di laksanakan pemerintah daerah. Jaminan kepastian dana transfer digunakan untuk penyediaan dan keberlangsungan pelayanan dasar publik dalam pelaksanaan KPJM di daerah. Bagi pemerintah daerah, jika tidak tersedia dana transfer jangka menengah, sulit bagi daerah untuk menetapkan perencanaan dan penganggaran jangka menengah yang diharapkan dilakukan dalam KPJM di daerah, karena dana tersedia pada pemerintah daerah relatif terbatas. Kepastian ketersediaan alokasi dana bersifat tahun jamak (multi-year) bagi pemerintah daerah dibutuhkan untuk menjamin pelaksanaan program dan kegiatan urusan wajib pelayanan dasar khusus sesuai dengan SPN dan target pencapaian output dan outcome, dan sesuai dengan rencana dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Selain itu, untuk menghasilkan penganggaran berbasis kinerja yang optimal antara perencanaan dan penganggaran dalam jangka menengah dalam pelasanaan KPJM di daerah.
4.2.2. Jenis Belanja dalam KPJM Daerah Perencanaan dan penganggaran jangka menengah adalah bagian dari peningkatan manfaat dana yang dianggarkan pada masing-masing program dan kegiatan untuk menghasilkan output dan outcome yang di harapkan. Hal ini perlu di dukung dengan analisa kebutuhan biaya dan penilaian efektif dan efisien belanja program dan kegiatan prioritas dilakukan oleh pemerintah daerah. Jadi efisiensi dan efektivitas penggunaan sumberdaya seperti penggunaan anggaran menjadi prioritas diperhatikan untuk menghasilkan output dan outcome yang telah direncanakan sejak awal. Bagian berikut ini, menjelaskan lingkup pengeluaran atau belanja urusan yang menjadi fokus dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk menyediakan pelayanan dasar publik dalam pelaksanaan KPJM. Kemudian dijelaskan tentang apa saja prioritas pendanaan yang sebaiknya dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
29
Tabel 4.10 Lingkup Urusan dalam KPJM
Frekuensi Jawaban Persentase Jawaban Jawaban Total Total Total Total Kab/Kota Provinsi Kab/Kota Provinsi Semua pengeluaran/belanja urusan 19 13 23% 19% 11 12 14% 18% Semua pengeluaran/belanja urusan wajib (24 jenis urusan) 29 28 36% 42% Pengeluaran/belanja urusan wajib pelayanan dasar (13 jenis urusan) Pengeluaran/belanja urusan wajib pelayanan dasar tertentu (3-5 jenis urusan)
22
14
27%
21%
Sumber: Data Primer
Ketersediaan sumberdaya keuangan yang terbatas mendorong pemerintah daerah harus lebih selektif dan fokus pada urusan-urusan yang menjadi kewajiban mutlak yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, dan kota). Pemerintah provinsi dan kabupaten dan kota menjelaskan bahwa belanja urusan wajib pelayanan dasar, menjadi prioritas utama pada belanja daerah dalam pelaksanaan KPJMD.10 Hal ini direfleksikan dari jawaban responden pada tabel 4.10 dimana 36% responden di kabupaten dan kota serta 42% responden mewakili provinsi menjelaskan bahwa belanja urusan wajib pelayanan dasar untuk memenuhi standar pelayanan nasional (SPN) atau disebut juga standar pelayanan minimal (SPM) menjadi prioritas dalam pelaksanaan KPJM di daerah. Sekitar 27% dari responden yang mewakili kabupaten dan kota, serta 21% dari responden yang mewakili provinsi menjelaskan bahwa belanja urusan wajib pelayanan dasar tertentu, seperti pelayanan pada bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang penyediaan infrastruktur dasar bagi masyarakat yang sesuai dengan standar pelayanan nasional (SPN) perlu dilakukan dalam pelaksanaan KPJM di daerah. Dengan kata lain, sekitar 63% responden di kabupaten dan kota, serta responden di provinsi mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan KPJM di daerah harus diprioritaskan pada belanja urusan wajib pelayanan dasar yang sesuai dengan standar pelayanan nasional (SPN). Dari beberapa responden di kabupaten, kota, dan provinsi juga menjelaskan bahwa jika pemerintah daerah memiliki dana lebih, dapat digunakan untuk membiayai urusan pilihan yang
Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,74) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi.
10
30
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
menjadi prioritas unggulan di daerah seperti sektor pertanian, perkebunan, perikanan, sektor perindustrian, koperasi dan UMKM, serta industri pariwisata. Prioritas lingkup urusan menjadi penting ditetapkan karena keterbatasan ketersediaan sumberdaya pendanaan. Itulah alasannya, mengapa urusan wajib pelayanan dasar harus menjadi yang utama dilaksanakan. Hal ini berkaitan dengan adanya jaminan ketersediaan pendanaan serta membangun tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah daerah untuk secara berkelanjutan dapat memberikan dan meningkatkan kualitas pelayanan dasar wajib kepada masyarakat. Tabel 4.11 Lingkup Belanja dalam KPJM
Frekuensi Jawaban Jawaban
Persentase Jawaban
Total
Total
Total
Total
Kab/Kota
Provinsi
Kab/Kota
Provinsi
Belanja tidak langsung saja
2
4
3%
6%
Belanja langsung saja
28
22
33%
32%
Belanja tdk lngsng dan
54
42
64%
62%
langsung Sumber: Data Primer
Hampir tidak ada perbedaan persepsi responden dari provinsi dan kabupaten dan kota memahami tentang lingkup jenis belanja dalam KPJM di daerah.11 Bagian terbesar dari responden baik yang mewakili provinsi (62%) maupun kabupaten dan kota (64%) berpendapat bahwa pelaksanaan KPJM di daerah mencakup belanja tidak langsung dan belanja langsung. Hanya 32% responden dari provinsi,dan 33% responden dari kabupaten dan kota yang berpendapat bahwa KPJM di daerah sebaiknya hanya mencakup belanja langsung saja. Nampaknya pada satu sisi, dari data yang di tunjukkan pada Tabel 4.11, agak terbatas para responden memisahkan antara belanja tidak langsung dan belanja langsung. Namun, disisi lain dapat dipahami juga bahwa dalam setiap penyediaan pelayanan oleh pemerintah daerah untuk masyarakat, pada umumnya kebutuhan penyediaan pelayanan publik membutuhkan dukungan belanja langsung dan belanja tidak langsung. Hal ini mengakibatkan responden menilai bahwa kedua jenis belanja tersebut sulit untuk dipisahkan dengan lebih jelas, karena sangat dipengaruhi oleh setiap jenis kegiatan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,56) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi,
11
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
31
Kondisi yang dijelaskan di atas menambah keyakinan bahwa dalam proses perencanaan dan penganggaran yang dilakukan oleh para perencana teknis, harus terlebih dahulu dipahami jenis kegiatan yang akan dilakukan dan kebutuhan pembiayaannya. Dengan melakukan tahapan perencanaan kegiatan dan kebutuhan pendanaannya, kemudian memungkinkan dapat dipisahkan dengan jelas kebutuhan belanja tidak langsung dan belanja langsung pada setiap kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian pelayanan dasar sesuai dengan SPN kepada masyarakat. Dengan kata lain, dalam pelaksanaan KPJM di daerah perlu dipadukan belanja langsung dan belanja tidak langsung untuk peningkatan pelayanan dasar. Namun, perlu diidentifikasi sejak awal komponen-komponen biaya yang masuk pada kategori belanja langsung dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan dasar bagi masyarakat, sehingga target kinerja pelayanan dasar publik dan penggunaan dana dalam jangka menengah dapat terukur dengan jelas capaian output dan outcome.
4.3. Status Hukum dan Periode KPJM Sebenarnya proses penganggaran dan perencanaan pembangunan baik nasional dan daerah merupakan sebuah entitas dalam siklus pembangunan. Hal tersebut tertuang dalam kerangka hukum UU nomor 17 tahun 2013 tentang Keuangan Negara (UU 17/2003) dan UU nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU 25/2004). Pada bagian penjelasan atas UU 17/2003 disebutkan bahwa penyusunan dan penetapan APBN/APBD sebagaimana di atur dalam UU 17/2003 harus menggunakan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) dalam penyusunan anggaran. Walaupun secara aturan implementasi KPJM ini sudah dapat dilaksanakan seperti yang telah di jelaskan, namun dalam bagian ini akan di jelaskan tentang pendapat para aparatur di daerah (kabupaten/kota serta provinsi) tentang status hukum dan periode jangka waktu pelaksanaan KPJM tersebut. Pendapat tersebut diukur dengan menggunakan skala likert 5(lima) kategori mulai dari angka 1, Sangat Tidak Setuju (STS) hingga angka 5, Sangat Setuju (SS). Untuk pertanyaan: Apakah peraturan Perundangan KPJM/MTEF di Indonesia sudah memadai sebagai landasan Implementasi di daerah? Berdasarkan hasil kuesioner diperoleh informasi bahwa untuk sampel Kabupaten/Kota sebanyak 13% menjawab Tidak Setuju, 45% menjawab Setuju, 36% menjawab Kurang Setuju, 4% menjawab Sangat Setuju dan 1% menjawab Sangat Tidak Setuju. Pendapat responden secara lengkap tentang status hukum KPJM di sajikan dalam tabel 4.12 berikut:
32
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.12 Landasan Implentasi KPJM di daerah
Frekuensi Jawaban Jawaban
Total Kab/Kota
Total Provinsi
1 10 27 34 3
1 12 16 28 1
STS TS KS S SS
Persentase Jawaban Total Kab/Kota 1% 13% 36% 45% 4%
Total Provinsi 2% 21% 28% 48% 2%
Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel di atas dapat di jelaskan bahwa secara keseluruhan responden baik Kabupaten/Kota maupun Provinsi, jawaban yang paling dominan untuk pertanyaan ini adalah Setuju.12 Ini menunjukkan bahwa peraturan perundangan tentang KPJM belum cukup di pahami oleh aparatur di daerah, karena pada kenyataannya peraturan perundangan tentang KPJMD belum tersedia. Kondisi tersebut tidak berbeda antara aparatur di kabupaten/kota dan provinsi. Untuk pertanyaan yang berkaitan dengan peraturan perundangan KPJM/MTEF yang paling tepat adalah balam bentuk apa? (peraturan daerah atau peraturan kepala daerah. Berdasarkan hasil FGD menunjukkan bahwa secara total responden baik kabupaten/kota maupun provinsi, mereka menginginkan peraturan daerah. Kondisi tersebut diperkuat dengan hasil survey kuesioner yang disajikan dalam tabel 4.13 berikut: Tabel 4.13 Status Hukum KPJM di Daerah
Jawaban
Peraturan Daerah Peraturan Kepala Daerah
Frekuensi Jawaban
Persentase Jawaban
Total Kab/Kota
Total Provinsi
Total Kab/Kota
Total Provinsi
64
53
78%
77%
18
16
22%
23%
Sumber: Data Primer
Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,45) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi.
12
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
33
Berdasarkan tabel 4.13 di atas diketahui bahwa para responden meminta bahwa status hukum untuk KPJM di daerah berbentuk peraturan daerah.13 Kondisi ini ditunjukkan sebanyak 117 responden dari mereka baik di provinsi maupun di kabupaten/kota menjawab Setuju dan hanya 34 responden menginginkan dalam bentuk peraturan kepala daerah. Adapun alasan mereka adalah Perda mempunyai kekuatan hukum yang lebih kuat sehingga saat pembahasan anggaran antara eksekutif dan legislatif lebih efisien dan akan cepat mencapai kesepakatan. Jika dilihat dari sudut pandang responden kabupaten/kota, dari jumlah yang mengisi kuesioner (82 responden), ternyata 64 orang menghendaki KPJM harus dengan Perda dan hanya 18 orang dari mereka yang menyatakan KPJM dengan peraturan daerah. Sementara hal yang tidak jauh berbeda, jika dilihat dari pandangan responden yang berasal dari provinsi. Dari 69 responden yang mengisi kuesioner, ternyata 53 orang menyatakan setuju KPJM itu harus dalam bentuk Perda dan sebanyak 16 orang dari responden setuju bahwa KPJM tersebut harus melalui peraturan kepala daerah. Selanjutnya untuk jawaban atas pertanyaan apakah jika status hukum dalam bentuk peraturan daerah (Perda), apakah Perda tersendiri mengenai KPJM atau Bagian dari Peraturan Daerah mengenai APBD? Terhadap pertanyaan ini, dapat di jelaskan bahwa secara total responden (penggabungan kabupaten/kota dan responden provinsi), menjawab sebanyak 64 orang menyatakan KPJM mesti peraturan daerah yang bersifat mandiri, dan sebanyak 73 aparatur daerah menyatakan bahwa KPJM tersebut merupakan bagian dari peraturan daerah dari APBD. Tabel 4.14 menyajikan kondisi tersebut.
Tabel 4.14 Peraturan Daerah Tentang KPJM
Frekuensi Jawaban
Persentase Jawaban
Jawaban
Total Kab/Kota
Total Provinsi
Total Kab/Kota
Total Provinsi
Peraturan Daerah tersendiri mengenai KPJM Bagian dari Peraturan Daerah mengenai APBD
37
27
49%
44%
38
35
51%
56%
Sumber: Data Primer
Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,78) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi.
13
34
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan Tabel 4.14 di atas dapat di jelaskan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pandangan responden antara aparatur di kabupaten/kota dan provinsi tentang Perda KPJM.14 Bagi aparatur daerah kabupaten/kota juga tidak signifikan (38 orang dari 75 orang) menyatakan KPJM tersebut merupakan bagian dari peraturan Daerah mengenai APBD. Demikian halnya dengan responden provinsi dimana (35 responden dari 62 responden) menyatakan bahwa KPJM itu merupakan bagian dari peraturan daerah dari APBD saja. Kondisi ini terjadi karena perbedaan pengalaman dalam pembahasan APBD di daerah masing-masing. Dalam FDG terkait masalah ini didalami tentang jaminan ketersediaan anggaran untuk kegiatan pada tahun-tahun berikutnya. Kuesioner terkait pertanyaan masalah ini ditanyakan kepada responden: Jika status hukum dalam bentuk Peraturan Kepala Daerah, menurut Anda bagaimana menjamin ketersediaan anggaran untuk tahun-tahun berikutnya? dimana program/kegiatan yang berbasis KPJM harus masuk dalam RKPD setiap tahun: atau program/kegiatan yang berbasis KPJM harus diperjuangkan dalam pembahasan APBD dengan dewan setiap tahun: atau lainnya, sebutkan? Terhadap pertanyaan ini, Total responden yang menjawab pertanyaan di atas sebanyak 130 responden yang terdiri dari 72 responden dari kabupaten/kota dan 58 responden berasal dari provinsi. Dari jumlah tersebut sebanyak 70 orang menyatakan bahwa program/kegiatan yang berbasis KPJM harus masuk dalam RKPD setiap tahun. Sebanyak 44 orang menyatakan bahwa Program/kegiatan yang berbasis KPJM harus masuk dalam RKPD dan harus diperjuangkan dalam pembahasan APBD
dengan
dewan
setiap
tahun,
dan
sebanyak
12
responden
menyatakan
Program/kegiatan yang berbasis KPJM harus diperjuangkan dalam pembahasan APBD dengan dewan setiap tahun. Secara rinci dapat dilihat dalam tabel 4.15 berikut. Tabel 4.15 Peraturan Kepala Daerah tentang KPJM: Ketersediaan Anggaran
Frekuensi Jawaban Jawaban
Persentase Jawaban
Total Kab/Kota
Total Provinsi
Total Kab/Kota
Total Provinsi
41
29
57%
50%
Program/kegiatan yang berbasis KPJM harus masuk dalam RKPD setiap tahun
Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,33) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi.
14
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
35
Frekuensi Jawaban Jawaban
Persentase Jawaban
Total Kab/Kota
Total Provinsi
Total Kab/Kota
Total Provinsi
Program/kegiatan yang berbasis KPJM harus diperjuangkan dalam pembahasan APBD dengan dewan setiap tahun Program/kegiatan yang berbasis KPJM harus masuk dalam RKPD dan harus diperjuangkan dalam pembahasan APBD dengan dewan setiap tahun
4
8
6%
14%
24
20
33%
34%
Lainnya
3
1
4%
2%
Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel 4.15 di atas dapat dijelaskan bahwa hampir tidak ada perbedaan pandangan antara responden kabupaten/kota dengan provinsi dalam hal ketersediaan anggaran.15 Responden menjawab secara dominan (41 orang dari 72 dari kabupaten/kota, 29 dari 58 responden provinsi) bahwa program/kegiatan yang berbasis KPJM harus masuk dalam RKPD setiap tahun. Selanjutnya, dalam kajian ini juga ditanyakan tentang status hukum yang berbentuk Peraturan Kepala Daerah, menurut Anda bagaimana menjamin besaran komitmen anggaran bagi program kegiatan KPJM untuk tahun-tahun berikutnya? Apakah besaran anggaran untuk tahun-tahun berikutnya sudah masuk dalam Peraturan Kepala Daerah tentang rincian APBD, atau
besaran anggaran untuk tahun-tahun berikutnya harus diperjuangkan dalam
pembahasan APBD dengan dewan setiap tahun, atau lainnya, sebutkan? Jawaban terhadap pertanyaan di atas dapat di sajikan dalam tabel 4.16 berikut ini.
Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,54) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi.
15
36
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.16 Peraturan Kepala Daerah tentang KPJM: Besarnya Anggaran
Frekuensi Jawaban
Persentase Jawaban
Jawaban
Total Kab/Kota
Total Provinsi
Total Kab/Kota
Total Provinsi
Besaran anggaran untuk tahun-tahun berikutnya sudah masuk dalam Peraturan Kepala Daerah tentang rincian APBD Besaran anggaran untuk tahun-tahun berikutnya harus diperjuangkan dalam pembahasan APBD dengan dewan setiap tahun Besaran anggaran untuk tahun-tahun berikutnya sudah masuk dalam Peraturan Kepala Daerah tentang rincian APBD dan dalam pembahasan APBD dengan dewan setiap tahun
28
22
40%
41%
11
10
16%
19%
31
22
44%
41%
Lainnya
0
0
0%
0%
Sumber: data Primer
Tabel 4.16 di atas menginformasikan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terdapap pandangan aparatur baik di levelkabupaten/kota maupun provinsi tentang besaran anggaran untuk keperluan KPJM.16 Dari 124 total responden yang mengisi kuesioner, ternyata 50 responden menyatakan bahwa besaran anggaran untuk tahun-tahun berikutnya sudah masuk dalam Peraturan Kepala Daerah tentang rincian APBD. Sementara yang mengatakan bahwa besaran anggaran untuk tahun-tahun berikutnya harus diperjuangkan dalam pembahasan APBD dengan dewan setiap tahun adalah 21 orang, dan yang menyatakan bahwa besaran
Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,69) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi.
16
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
37
anggaran untuk tahun-tahun berikutnya sudah masuk dalam Peraturan Kepala Daerah tentang rincian APBD dan dalam pembahasan APBD dengan dewan setiap tahun adalah 53 orang dari 124 atau 43 persen total responden.
4.4. Prosedur dan Mekanisme Penyusunan KPJM 4.4.1. Prosedur dan Mekanisme atas Program/Kegiatan Serta Penentuan Indikator KPJM dapat dirancang untuk mendanai jenis program/kegiatan tertentu saja atau untuk semua jenis. Apabila misalnya KPJM difokuskan untuk jenis/program dalam urusan wajib pelayanan dasar, maka menurut responden kriteria yang digunakan untuk memilih program/kegiatan (dalam urusan wajib pelayanan dasar tersebut) adalah sebagai berikut: Tabel 4.17 Kriteria Pemilihan Program / Kegiatan
Jawaban Semua kegiatan yang diharuskan oleh peraturan perundangan
Frekuensi Jawaban Total Total Kab/Kot Provins i a 8 8
Persentase Jawaban Total Total Kab/Kot Provinsi a 10% 13%
Kegiatan yang menjamin terselenggaranya pelayanan dasar
37
28
46%
44%
Semua kegiatan yang diharuskan oleh peraturan perundangan dan kegiatan yang menjamin terselenggaranya pelayanan dasar Lainnya
36
28
44%
44%
0
0
0%
0%
Sumber: Data Primer
Sebagian besar jawabannya adalah bahwa KPJM ditujukan untuk kegiatan yang menjamin terselenggaranya pelayanan dasar. Tentang siapa yang berwenang untuk menentukan program/kegiatan tersebut, jawaban responden adalah sebagai berikut:
Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,87) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi.
17
38
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.18 Kewenangan Penentuan Program/Kegiatan
Frekuensi Jawaban Jawaban Menteri Dalam Negeri Kepala Daerah (melalui BAPPEDA) DPRD Kepala SKPD Kepala Daerah (melalui BAPPEDA) dan DPRD
Persentase Jawaban
Total Kab/Kota
Total Provinsi
Total Kab/Kota
Total Provinsi
12 29
5 28
15% 36%
8% 44%
0 16
0 9
0% 20%
0% 14%
23
22
29%
34%
Sumber: Data Primer
Sebagian besar menyatakan bahwa sebaiknya jenis program/kegiatan di dalam urusan wajib pelayanan dasar tersebut ditentukan oleh Kepala Daerah saja yang dalam hal ini disiapkan oleh Bappeda.18 Terhadap pertanyaanbagaimana target masing-masing program/kegiatan ditetapkan, maka sebagian besar responden menjawab berdasarkan target yang ada di RPJM daerah serta target SPM terkait yang ditetapkan oleh Menteri Teknis.19 Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.19 PenetapanTarget Program/Kegiatan
Frekuensi Jawaban Jawaban
Persentase Jawaban
Total Kab/Kota
Total Provinsi
Total Kab/Kota
Total Provinsi
Berdasarkan target RPJMD Berdasarkan target SPM terkait
11 12
24 5
14% 15%
38% 8%
Berdasarkan target RPJMD dan SPM terkait Lainnya
56
34
70%
54%
1
0
1%
0%
Sumber: Data Primer
Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,25) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi. 19 Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,44) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi. 18
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
39
Terkait
dengan
kewenangan
menetapkan
target
indikator
untuk
masing-masing
program/kegiatan, sebagian besar responden menjawab bahwa kewenangan itu sebaiknya diberikan kepada Kepala Daerah ataupun kepala SKPD. Tabel 4.20 menyajikan hal tersebut. Tabel 4.20 Kewenangan PenetapanTarget Program/Kegiatan
Jawaban
Frekuensi Jawaban Total Total Kab/Kota Provinsi
Persentase Jawaban Total Total Kab/Kota Provinsi
Menteri teknis (terkait dengan SPM)
6
2
7%
3%
Kepala Daerah (melalui BAPPEDA) DPRD Kepala SKPD Menteri teknis (terkait dengan SPM) dan Kepala Daerah (melalui BAPPEDA)
22
34
27%
52%
1 21 33
0 7 22
1% 25% 40%
0% 11% 34%
Sumber: Data Primer
Untuk menghitung kebutuhan pendanaan program/kegiatan dalam KPJM dan untuk mencapai target jangka menengah, maka 52% responden kabupaten/kota menjawab perhitungan tersebut ditentukan dengan incremental berbasis tahun anggaran sebelumnya. Angka tersebut sebesar 45 % untuk responden provinsi. Pada tabel 4.21 disajikan secara rinci tentang hal tersebut.21 Tabel 4.21 Penetapan Besaran Kebutuhan Pendanaan Kegiatan
Frekuensi Jawaban Jawaban Incremental berbasis TA sebelumnya
Total Kab/Kota
Total Provinsi
7
8
Persentase Jawaban Total Kab/Kota 11%
Total Provinsi 13%
Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,83) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi. 21 Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,59) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi. 20
40
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Frekuensi Jawaban Jawaban Analisis Standar Belanja (ASB) Incremental berbasis TA sebelumnya Lainnya
Persentase Jawaban
Total Kab/Kota
Total Provinsi
Total Kab/Kota
Total Provinsi
22
24
33%
40%
34
27
52%
45%
3
1
5%
2%
Sumber: Data Primer
4.4.2. Prosedur dan Mekanisme atas Sektor Unggulan Daerah Terhadap pertanyaan apakah daerah anda telah memiliki sektor unggulan, hampir semua responden menjawab mereka memiliki sektor unggulan.22 Namun untuk pertanyaan lebih lanjut, apakah daerah sudah memiliki perkiraan kebutuhan pendanaan jangka menengah untuk sektor unggulan, 58% responden di kabupaten/kota yang menjawab mereka punya perkiraaan kebutuhan dana. Sementara itu untuk tingkat propinsi, 85% responden menjawab mereka sudah memiliki perkiraan kebutuhan dana jangka menengah untuk sektor unggulan.23 Hasil kuesioner tentang hal ini tersaji pada tabel 4.22 dan tabel 4.23 berikut. Tabel 4.22 Keberadaan Sektor Unggulan
Frekuensi Jawaban Jawaban
Total Kab/Kota
Total Provinsi
78 1
56 2
Ya Tidak
Persentase Jawaban Total Kab/Kota 99% 1%
Total Provinsi 97% 3%
Sumber: Data Primer
Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,67) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi. 23 Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,78) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi. 22
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
41
Tabel 4.23 Perkiraan Kebutuhan Dana Sektor Unggulan
Frekuensi Jawaban Jawaban
Total Kab/Kota
Total Provinsi
43 31
52 9
Ya Tidak
Persentase Jawaban Total Kab/Kota
Total Provinsi
58% 42%
85% 15%
Sumber: Data Primer
Untuk pertanyaan mana lebih prioritas urusan wajib atau sektor unggulan, sebagian besar responden memilih urusan wajib pelayanan dasar tertentu lebih penting untuk didanai dibandingkan dengan sektor unggulan apabila sumber dana terbatas.24 Hal tersebut terlihat tabel 4.24 berikut ini. Tabel 4.24 Prioritas Program/Kegiatan
Frekuensi Jawaban Jawaban
Persentase Jawaban
Total Kab/Kota
Total Provinsi
Total Kab/Kota
Total Provinsi
Urusan wajib pelayanan dasar tertentu
77
56
95%
89%
Sektor unggulan daerah
4
7
5%
11%
Sumber: Data Primer
Menarik untuk diperhatikan bahwa jawaban Kab/kota berbeda dengan propinsi terkait dengan mana yang lebih penting urusan wajib layanan dasar tertentu dibandingkan sektor unggulan. Sekitar 95% responden kab/kota menyatakan bahwa urusan wajib layanan dasar tertentu lebih prioritas dibandingkan sektor unggulan. Sedangkan untuk pertanyaan yang sama, hanya 89% responden propinsi yang sepakat.
Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,98) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi.
24
42
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB V KAJIAN RANCANGAN KPJM, DAN KELAYAKAN PENERAPAN KPJMDI DAERAH 5.1. Rancangan KPJM Daerah Sebagaimana diketahui bahwa arti penting KPJM adalah: 1) mendukung pencapaian target RPJMD setelah kebutuhan belanja layanan dasar terpenuhi; 2) memastikan pendanaan bagi belanja wajib layanan dasar; 3) menyederhanakan proses penganggaran tahunan. Untuk itu diperlukan rancangan proses yang memadai atas KPJM di daerah. Selain itu juga diperlukan mekanisme dan teknis penyusunannya.
5.1.1. Rancangan Proses dan Mekanisme KPJM Daerah Dari hasil kajian yang dilakukan dapat dikemukakan proses KPJM. Rancangan KPJM Daerah diusulkan atas tiga alternatif. Alternatif pertama mencakup 4 tahap, alternatif kedua 5 tahap, dan alternatif ketiga 4 tahap.
43
Alternatif 1 Gambar 5.1 Alternatif 1 Mekanisme KPJM Daerah
Tahap 1. Tahap 1.1. SKPKD membuat perkiraan pendapatan daerah darah untuk anggaran tahun ke n, dan prakiraan maju untuk n+1, n+2, dan n+3 dengan tabel sebagai berikut: Tabel 5.1 Perkiraan Pendapatan Daerah URAIAN
APBD N-1
APBD N
Prakiraan Maju N+1
N+2
N+3
PENDAPATAN Pendapatan Asli Daerah Hasil Pajak Daerah Hasil Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak / Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Pendapatan Hibah Dana Bagi Hasil Pajak dari Propinsi dan Pemerintah Daerah lainnya Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Bantuan Keuangan dari Propinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya
44
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
Teknis Merancang Pendapatan di APBD Tahun ke N dan Prakiraan Maju N+1, N+2 dan N+3 a. Pendapatan Asli Daerah: -
Lakukan evaluasi untuk realisasi PAD tiga tahun sebelumnya
-
Hitung pertumbuhan rata-rata tahunan untuk tiap komponen PAD (pajak daerah, retribusi daerah, Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah)
-
Gunakan angka pertumbuhan rata-rata tahunan tersebut untuk memproyeksi APBD N dan prakiraan majunya
-
Contoh: Pertumbuhan rata-rata tahunan pajak daerah tiga tahun terakhir adalah 12% dan APBD N-1 untuk pajak daerah adalah senilai Rp 122 milyar, nilai PAD untuk APBD N adalah 122 x (1+12%) = Rp. 136,6 milyar. Hasil keseluruhan perhitungan adalah sebagai berikut:
Tabel 5.2 Perkiraan Pendapatan Asli Daerah
APBD N-1 122.0
APBD N 136.6
Prakiraan Maju N+1
N+2
N+3
153.0
171.4
192.0
- Perhatikan juga bahwa ada kemungkinan terjadi fluktuasi pertumbuhan karena adanya perubahan kebijakan, seperti menaikkan tarif pajak dan retribusi daerah, menaikkan NJOP Pajak Bumi dan Bangunan. Apabila ada kebijakan tersebut di tahun ke N+1 misalnya, mama prakiraan pendapatan daerah di tahun ke N+1 dapat melampaui prakiraan dengan pertumbuhan rata-rata. b. Dana Perimbangan: - Semestinya informasi alokasi untuk bagian pendapatan daerah ini untuk setiap daerah disediakan oleh Pemerintah Pusat setiap tahunnya mulai dari alokasi untuk APBD tahun ke N dan Prakiraan maju untuk tahun ke N+1, N+2 dan N+3. - Apabila Pemerintah Pusat hanya menyediakan alokasi untuk APBD tahun ke N saja, maka daerah dapat membuat prakiraan maju sebagaimana melakukan prakiraan maju untuk PAD, dengan menghitung pertumbuhan rata-rata tahunan selama tiga tahun terakhir dan kemudian membuat proyeksi dengan angka pertumbuhan rata-rata tahunan tersebut. c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (LLPDS) - Perhitungan yang sama dengan perhitungan untuk PAD dapat juga dilakukan disini. Namun perlu diperhatikan bahwa ada komponen LLPDS ini yang tidak berkelanjutan seperti bantuan keuangan dari provinsi untuk kabupaten/kota, Hibah dari pemerintah yang
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
45
seringkali bersifat ad hoc (hanya untuk tahun tertentu saja). Namun untuk jenis Bagi Hasil Pendapatan Propinsi (Bagi Hasil Pajak Propinsi) tentunya dapat diproyeksi seperti menghitung PAD. Tahap 1.2. SKPKD membuat perkiraan kebutuhan belanja wajib dan belanja administrasi perkantoran berbasis ASB (analisis standar belanja) untuk seluruh SKPD untuk anggaran tahun ke n, dan prakiraan maju untuk n+1, n+2, dan n+3 dengan tabel sebagai berikut: Tabel
5.3
Perkiraan
Kebutuhan
Belanja
Wajib
dan
Belanja
Administrasi
PerkantoranBerbasis ASB (Analisis Standar Belanja) SKPD
APBD N-1
APBD N
N+1
Prakiraan Maju N+2
N+3
Sekretariat Daerah -
Belanja Pegawai
-
Belanja Administrasi Perkantoran
Sekretariat DPRD -
Belanja Pegawai
-
Belanja Administrasi Perkantoran
Bappeda -
Belanja Pegawai
-
Belanja Administrasi Perkantoran
Dinas Pengelola Keuangan Daerah -
Belanja Pegawai
-
Belanja Administrasi Perkantoran
-
Belanja Bunga
-
Belanja Bantuan Keuangan
-
Belanja Bagi Hasil
Dinas Pendidikan -
Belanja Pegawai
-
Belanja Administrasi Perkantoran
Dinas Kesehatan -
Belanja Pegawai
-
Belanja Administrasi Perkantoran
Dinas Pekerjaan Umum -
Belanja Pegawai
-
Belanja Administrasi Perkantoran
Inspektorat Daerah -
Belanja Pegawai
-
Belanja Administrasi Perkantoran
Kecamatan A -
Belanja Pegawai
-
Belanja Administrasi Perkantoran
Kecamatan B -
Belanja Pegawai
-
Belanja Administrasi Perkantoran
Sekolah Menengah Atas Negeri -
Belanja Pegawai
-
Belanja Administrasi Perkantoran
... dst
46
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
Belanja wajib antara lain -
Belanja pegawai di bawah belanja tidak langsung. Belanja pegawai di bawah belanja langsung tidak termasuk belanja wajib karena dibelanjakan untuk tambahan insentif/honor bagi pegawai yang terlibat program dan kegiatan tertentu.
-
Belanja Bunga untuk daerah yang punya utang
-
Belanja Bantuan keuangan ke Desa (untuk Kabupaten/Kota).
-
Belanja Bagi Hasil Pajak Daerah ke Kabupaten (untuk Propinsi)Belanja Bunga, Bantuan Keuangan dan Bagi Hasil adalah bagian dari belanja SKPKD (tidak ada di setiap SKPD)
Belanja pegawai di APBD tahun ke N dapat dihitung berdasarkan data realisasi Belanja Pegawai tahun ke N-1 dan perkiraan kenaikan tahun ke N. Setiap tahun di penyampaian Nota Keuangan RAPBN ke DPR, Presiden menyampaikan kebijakan kenaikan belanja pegawai tahun depan (tahun ke N). Misalkan Presiden memutuskan untuk menaikkan belanja pegawai sebesar 5% tahun depan, maka kenaikan belanja pegawai daerah tahun depan dapat diperkirakan misalnya sekitar 6,5%, dimana 1% untuk kenaikan gaji berkala dan kenaikan pangkat dan 0,5% jika ada tambahan pegawai. Tambahan pegawai sangat bervariasi karena ada daerah yang tidak diperbolehkan lagi untuk menambah pegawai dan ada yang boleh menambah. Tambahan pegawai saat ini secara rata-rata sangat kecil jumlahnya. Data menunjukkan bahwa untuk sebuah daerah dengan pegawai sebanyak 12000 orang hanya mendapat tambahan formasi sekitar 60 orang (0,5%). Itupun jika tidak ada pegawai yang pensiun dan berhenti. Belanja Administrasi pekantoran dihitung sebagai alokasi minimum untuk setiap SKPD dimana perhitungannya harus berbasis ASB. Kebutuhan belanja ini terkait dengan biaya listrik, air, kebersihan kantor, dan pemeliharaan kantor setiap SKPD berbasis kepada luasnya bangunan (untuk kebutuhan biaya listrik, biaya kebersihan dan pemeliharaan), jumlah pegawai di kantor SKPD (untuk kebutuhan air), dll. Untuk memproyeksi belanja tahun ke N+1, N+2 dan N+3 digunakan perkiraan angka inflasi di tahun tersebut dan perkiraan peningkatan konsumsi.
Tahap 2 Tahap 2.1 SKPKD menghitung pagu sementara (resource envelope) untuk SKPD Layanan Dasar. Hasil perhitungan tersebut disampaikan ke TAPD untuk ditelaah bersama. Perhitungan perkiraan pagu sementara untuk SKPD dimaksud untuk anggaran tahun ke n, dan prakiraan maju untuk n+1, n+2, dan n+3, dihasilkan dalam bentuk tabel berikut:
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
47
Tabel 5.4 Perkiraan Kebutuhan Dana Bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur Dasar Tahun ke n, n+1, n+2, dan n+3 (rupiah) SKPD
APBD N-1
APBD N
Prakiraan Maju N+2
N+1
N+3
Dinas Kesehatan Dinas Pendidikan Dinas Pekerjaan Umum
Perkiraan pagu sementara di tahun ke N, N+1, N+2, N+3 dapat didasarkan kepada perkiraan volume pelayanan yang perlu disediakan SKPD tersebut dan perkiraan angka inflasi di tahun tersebut. Jumlah pagu sementara dimaksud ditujukan untuk belanja langsung yang terkait dengan layanan langsung ke masyarakat. Dengan kata lain, tidak termasuk kebutuhan untuk belanja pegawai dan belanja administrasi perkantoran. Sebagai contoh, di APBD tahun N-1 belanja langsung untuk layanan dasar yang disediakan Dinas Kesehatan adalah 50 milyar. Diperkirakan volume program/kegiatan Dinas Kesehatan meningkat 2% tiap tahunnya dan angka inflasi diperkirakan 5% tiap tahunnya. Dengan itu berarti terjadi peningkatan kebutuhan belanja langsung Dinas Kesehatan sebesar 7% per tahun, sehingga diperkirakan kebutuhan belanja langsungnya adalah sebagai berikut: Tabel 5.5 Perkiraan Kebutuhan Dana Bidang Kesehatan APBD N-1 50.0 milyar
APBD N 53,5 milyar
Prakiraan Maju N+1
N+2
N+3
57,25 milyar
61,25 milyar
65,54 milyar
Selanjutnya dilakukan penyesuaian dengan target RPJM. Apabila pada tahun N+1, N+2 terdapat rencana untuk pembangunan fisik, misalnya pembangunan satu unit PUSKESMAS baru per tahun dan per unit membutuhkan dana sebesar 4 milyar, maka perlu ditambahkan ke prakiraan maju N+1 dan N+2, sehingga menjadi: Tabel 5.6 Penyesuaian Perkiraan Kebutuhan Dana Bidang Kesehatan Dengan target RPJM APBD N-1 50.0 milyar
48
APBD N 53,5 milyar
Prakiraan Maju N+1
N+2
N+3
61,25 milyar
65,25 milyar
65,54 milyar
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
Tahap 2.2 Berdasarkan analisa dan perhitungan kebutuhan dana yang telah dilakukan pada point 2.1., TAPD memutuskan besaran resource envelope untuk kebutuhan masing- masing SKPD pelayanan dasar (pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum), dan selanjutnya TAPD mengirimkan kepada SKPD bersangkutan besaran pagu sementara.
Tahap 2.3 Berdasarkan data pagu sementara yang disampaikan oleh TAPD kepada masing-masing SKPD pelayanan dasar serta berdasarkan monev realisasi penggunaan anggaran tahun sebelumnya, SKPD pelayanan dasar (Pendidikan, Kesehatan, dan Pekerjaan Umum), menghitung kebutuhan anggaran untuk pelaksanan program dan kegiatan. Setiap SKPD menghitung secara rinci kebutuhan belanja berdasarkan beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain: 1. Untuk program dan kegiatan dalam rangka pencapaian target RPJMD dan Renstra SKPD. 2. Untuk program dan kegiatan dalam rangka mempertahankan kondisi pelayanan dasar sesuai dengan SPN. 3. Target pencapaian output dan outcome yang akan dihasilkan pada tahun ke N, N+1, N+2 dan N+3 harus jelas dan sesuai dengan target RPJMD. 4. Kebutuhan anggaran per kegiatan di tahun n, n+1, n+2 dan n+3 perlu didasarkan kepada volume output yang akan dihasilkan dan satuan biaya per output tersebut serta perkiraan angka inflasi tahun bersangkutan. Sebagai contoh, untuk kegiatan Penyelenggaraan Pendidikan Dasar jumlah murid SD yang dilayani tahun N-1 adalah sebanyak 2.000 murid dengan kebutuhan dana sebesar Rp. 10 miliar. Dengan itu berarti biaya per murid SD pada tahun N-1 adalah Rp 5 juta. Diperkirakan jumlah murid untuk tahun ke N, N+1, N+2 dan N+3 berturut-turut 2100, 2250, 2400, 2550 murid. Kemudian angka inflasi di kota/kabupaten A diperkirakan sebesar 5% setiap tahun. Sehingga kebutuhan belanja di tahun ke N adalah (Rp 5 juta x 1,05) x 2100 = 11,025 milyar. Demikian seterusnya untuk tahun N+1, N+2 dan N+3. Perkiraan belanja untuk kegiatan Penyelenggaraan Pendidikan Dasar adalah sebagai berikut: Tabel 5.7 Perkiraan Kebutuhan Dana Bidang Pendidikan APBN n-1
APBN n
PRAKIRAAN MAJU APBN n+1
10 M
11,025 M
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
12,403 M
APBN n+2 13,892 M
APBN n+3 15,498 M
49
Perhitungan seperti ini dilakukan untuk seluruh kegiatan pelayanan pendidikan yang disediakan oleh Dinas Pendidikan bersama seluruh sekolah di Kabupaten/Kota tersebut. Contoh tambahan untuk kegiatan Peningkatan Jalan Kabupaten untuk tahun ke n, n+1, n+2, n+3, dapat dihitung berdasarkan perkiraan volume panjang jalan yang akan diperbaiki serta perkiraan angka inflasi tahun bersangkutan. Misalnya pada tahun ke N-1, panjang jalan Kabupaten yang diperbaiki adalah sepanjang 10 km dengan biaya sebesar Rp. 11 milyar (rata-rata sekitar Rp. 1,1 milyar per km dengan lebar dan kualitas yang sama ). Seterusnya target jalan yang diperbaiki untuk tahun ke N, N+1, N+2 dan N+3 adalah berturut-turut 15, 25, 20, 15 km dan angka inflasi diperkirakan 5% per tahun. Dengan cara yang sama dapat dihitung kebutuhan belanja jangka menengah sebagai berikut: Tabel 5.8 Perkiraan Kebutuhan Dana Bidang Pekerjaan Umum APBN n-1
APBN n
PRAKIRAAN MAJU APBN n+1
11 M
17,325 M
24,255 M
APBN n+2 25,468 M
APBN n+3 20,056 M
Tahap 2.4 TAPD mengundang SKPD teknis terkait yaitu Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pekerjaan Umum untuk membahas besaran alokasi kebutuhan dana yang telah di kaji dan analisa oleh SKPD. Masing-masing SKPD dapat menyampaikan pertimbangan lanjutan kepada TAPD, jika besaran pagu sementara yang disampaikan oleh TAPD dirasa belum mencukupi untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan pelayanan dasar. Selanjutnya, TAPD dapat menerima atau menolak usulan SKPD. Jika TAPD tidak dapat menambah besaran pagu sementara, maka SKPD wajib melakukan penyusunan kembali program dan kegiatan berdasarkan prioritas pelayanan dasar sesuai dengan SPN dan target pencapaian RPJMD.
Tahap 3 Tahap 3.1 Proses pengusulan jumlah pagu sementara (resource envelope) oleh SKPKD kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk SKPD yang menangani sektor unggulan daerah di lakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan dana serta setelah dikurangi kebutuhan pembiayaan untuk belanja wajib, belanja SKPD layanan dasar, belanja administrasi perkantoran minimun yang berbasis ASB serta belanja wajib lainnya yang di tetapkan oleh
50
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
Undang-Undang. SKPKD membuat usulan tersebut untuk anggaran tahun ke n, dan perkiraan maju untuk n+1, n+2, dan n+3 seperti ditunjukkan dalam tabel 5.9 berikut: Tabel 5.9 Usulan Pagu Anggaran dan Perkiraan Maju untuk Program Unggulan Daerah
SKPD
APBD N-1
APBD N
Prakiraan Maju N+1
N+2
N+3
SKPD Sektor Unggulan A SKPD Sektor Unggulan B SKPD Sektor Unggulan C .......dst
Perkiraan pagu sementara di tahun ke N, N+1, N+2, N+3 dapat didasarkan kepada realisasi tahun N-1 dan perkiraan volume pelayanan yang perlu disediakan SKPD tersebut dan perkiraan angka inflasi di tahun tersebut. Sebagai contoh, di Kabupaten A sektor unggulan adalah bidang Pariwisata yang ditangani oleh Dinas Pariwisata. Pada APBD tahun berjalan (N-1) belanja langsung untuk Dinas Pariwisata adalah adalah 12 milyar. Tugas utama Dinas tersebut adalah mengundang dan memfasilitasi kunjungan wisata di Kabupaten tersebut. Jumlah kunjungan wisata (baik domestik maupun asing) di Kabupaten tersebut pada tahun N-1 adalah 850.000 wisatawan. Ditargetkan untuk tahun ke N, N+1, N+2 dan N+3, jumlah kunjungan wisata berturut adalah 1.000.000, 1.500.000, 1.800.000, 2.000.000. Maka pagu belanja langsung untuk Dinas Pariwisata dapat dihitung seperti tabel 5.10 berikut: Tabel 5.10 Perkiraan Pagu Belanja Langsung Bidang Pariwisata
Target Wisatawan (Orang) Target Satuan biaya layanan per wisatawan (Ribu Rp) Anggaran (Ribu Rp)
N-1 850.000
N 1.000.000
N+1 1.500.000
N+2 1.800.000
N+3 2.000.000
15 12.750.000
13 13.000.000
13 19.500.000
11 19.800.000
11 22.000.000
Pada tabel di atas Dinas Pariwisata diberi target untuk memfasilitasi kedatangan pariwisata dengan biaya layanan per wisatawan yang semakin menurun (dari Rp. 15.000 ke Rp. 11.000) dengan asumsi adanya skala ekonomis dengan semakin banyaknya wisatawan. Untuk itu Dinas Pariwisata diberi pagu anggaran untuk tahun ke N dan prakiraan maju. Kemudian kepada Dinas Pariwisata diminta kreatif untuk merancang program/kegiatan untuk mendatangkan dan memfasilitasi wisatawan dengan pagu anggaran tersebut.
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
51
Tahap 3.2 Berdasarkan perhitungan dari SKPKD, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang terdiri dari Sekretaris Daerah, Kepala Bappeda, Kepala SKPKD memutuskan jumlah pagu sementara yang dibutuhkan oleh SKPD yang menangani sektor Unggulan daerah.
Tahap 3.3 SKPD sektor Unggulan menghitung Kebutuhan Belanja Untuk pencapaian target RPJMD. Besaran pagu sementara yang ditentukan oleh TAPD menjadi dasar bagi setiap SKPD sektor Unggulan untuk mengusulkan kebutuhan belanjanya. SKPD sektor Unggulan harus memastikan bahwa alokasi pagu anggaran sementara dapat tercapainya program dan kegiatan sesuai dengan target RPJMD, Renstra SKPD serta untuk mempertahankan kondisi layanan. Bentuk usulan kebutuhan SKPD sektor unggulan dapat di lihat seperti dalam Tabel 5.11 berikut ini:
Tabel 5.11 Kebutuhan Anggaran Sementara Untuk SKPD Unggulan Berdasarkan Program dan Kegiatan SKPD Unggulan Program/Kegiatan Program 1 - Kegiatan 1 - Kegiatan 2 - Kegiatan 3 - Kegiatan 4 Program 2 - Kegiatan 1 - Kegiatan 2 - Kegiatan 3 Program 3 - Kegiatan 1 - Kegiatan 2 - Kegiatan 3 - Kegiatan 4 - Kegiatan 5 ... dst
52
APBD N-1
APBD N
N+1
Prakiraan Maju N+2
N+3
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
Tabel 5.12 Kebutuhan Anggaran Sementara Untuk SKPD Unggulan Berdasarkan Belanja SKPD Sektor Unggulan
APBD N-1
APBD N
BELANJA Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal
N+1
Prakiraan Maju N+2
N+3
Tahap 3.4 TAPD dan SKPD sektor Unggulan membahas kebutuhan belanja untuk pencapaian target RPJM. Apabila jumlah pagu sementara yang di alokasikan oleh TAPD belum mencukupi untuk pencapaian target RPJM, maka SKPD unggulan dapat melakukan diskusi yang mendalam untuk memperoleh tambahan dana yang dibutuhkan. Jika anggaran tersedia, TAPD dapat menambah anggaran sesuai kebutuhan untuk program dan kegiatan yang dapat mencapai target RPJMD, renstra serta mempertahankan kondisi layanan.
Tahap 4 Tahap 4.1 SKPKD mengusulkan pagu sementara (resource envelope) untuk seluruh SKPD selain SKPD Layanan Dasar dan SKPD yang menangani sektor unggulan. Perkiraan pagu sementara untuk SKPD dimaksud untuk anggaran tahun ke n, dan prakiraan maju untuk n+1, n+2, dan n+3 dengan tabel sebagai berikut: Tabel 5.13 Perkiraan Pagu Sementara untuk SKPD SKPD
APBD N-1
APBD N
N+1
Prakiraan Maju N+2
N+3
Sekretariat Daerah Sekretariat DPRD Bappeda Dinas Pengelola Keuangan Daerah Inspektorat Daerah Kecamatan A Kecamatan B Kecamatan C Kecamatan D Sekolah Menengah Atas Negeri ........ dst
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
53
Perhitungan pagu sementara untuk dialokasikan ke seluruh SKPD sisa (selain SKPD Layanan Dasar dan SKPD sektor unggulan) harus mempertimbangkan ketersediaan dana dan kebutuhan minimum SKPD diluar belanja wajib dan belanja administrasi perkantoran. Perkiraan pagu sementara di tahun ke N, N+1, N+2, N+3 dapat didasarkan kepada perkiraan volume pelayanan yang perlu disediakan SKPD dan perkiraan angka inflasi di tahun tersebut. Sebagai contoh, APBD tahun N-1 di Kecamatan A adalah 10 milyar. Diperkirakan jumlah penduduk yang dilayani di Kecamatan A meningkat 1% tiap tahunnya dan angka inflasi diperkirakan 5% tiap tahunnya. Dengan itu berarti terjadi peningkatan kebutuhan belanja Kecamatan A sebesar 6% per tahun, sehingga diperkirakan belanjanya sebagai berikut: Tabel 5.14 Perkiraan Pagu Sementara di Tahun ke N, N+1, N+2, N+3 APBD N-1 10.0 milyar
APBD N 10.6 milyar
Prakiraan Maju N+1 11.2 milyar
N+2 11.9 milyar
N+3 12.6 milyar
Tahap 4.2 Usulan dari SKPKD terkait pagu sementara untuk setiap SKPD ini kemudian dibahas oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang biasanya terdiri dari Sekretaris Daerah (Ketua), Bappeda, SKPKD, dan Inspektorat Daerah. Bappeda dan Sekretariat Daerah akan menilai alokasi pagu sementara tersebut berdasarkan evaluasi kinerja daerah, pencapaian target RPJMD dan indikator SPM, Inspektorat akan menilai dari sisi pelaksanaan anggaran SKPD, dan seterusnya.
Tahap 4.3. Berdasarkan besaran pagu sementara yang telah ditetapkan oleh TAPD, setiap SKPD akan mengusulkan kebutuhan belanjanya. SKPD menghitung kebutuhan sebagai berikut: - Untuk program/kegiatan dalam rangka pencapaian target RPJMD dan Renstra SKPD - Untuk program/kegiatan dalam rangka mempertahankan kondisi layanan - Target output dan outcome yang akan dihasilkan pada tahun ke N, N+1, N+2 dan N+3 harus jelas - Kebutuhan anggaran per kegiatan di tahun N, N+1, N+2 dan N+3 perlu didasarkan kepada volume output yang akan dihasilkan dan satuan biaya per output tersebut - Sebagai contoh kegiatan patroli keamanan yang dilakukan oleh Satpol PP untuk tahun berjalan (N-1) sebanyak 40 kali dalam tahun itu membutuhkan biaya Rp. 20 juta, yang
54
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
berarti tiap kali patroli dibutuhkan biaya sebesar Rp. 500.000,-. Dengan asumsi Satpol PP melakukan patroli sejumlah yang sama untuk tahun ke N, N+1, N+2 dan N+3 dan inflasi per tahun diperkirakan 5%, maka perkiraan kebutuhan anggaran untuk kegiatan itu adalah sebagai berikut: Tabel 5.15 Kebutuhan Anggaran per Kegiatan di tahun N, N+1, N+2 dan N+3 Program/Kegiatan Patroli Rutin
Prakiraan Maju
APBD N-1
APBD N
20,000,00 0
21,000,00 0
N+1 22,050,00 0
N+2 23,152,50 0
N+3 24,310,12 5
Bentuk ringkasan usulan belanja setiap SKPD berupa dua tabel. Pertama tabel berisi rincian program dan kegiatan, kedua tabel berdasarkan jenis belanja 1. Berdasarkan rincian program dan kegiatan (belanja langsung) Progam dan Kegiatan
APBD N-1
APBD N
N+1
Prakiraan Maju N+2
N+3
Program 1 -
Kegiatan 1
-
Kegiatan 2
-
Kegiatan 3
-
Kegiatan 4
Program 2 -
Kegiatan 1
-
Kegiatan 2
-
Kegiatan 3
Program 3 -
Kegiatan 1
-
Kegiatan 2
-
Kegiatan 3
-
Kegiatan 4
-
Kegiatan 5
... dst
Catatan: Kebutuhan belanja minimum untuk administrasi perkantoran yang sudah ditetapkan SKPKD di tahap 1 dimasukkan sebagai salah satu program/kegiatan di tabel ini tanpa mengurangi alokasi pagu sementara yang ditetapkan di atas.
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
55
2. Berdasarkan Jenis Belanja APBD N-1
APBD N
BELANJA Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal
N+1
Prakiraan Maju N+2
N+3
Catatan: Tabel ini dapat dihasilkan dari alokasi belanja wajib per SKPD yang diberikan oleh SKPKD di tahap 1 dan tabel rincian program dan kegiatan
Tahap 4.4. Usulan belanja masing-masing SKPD kemudian dibahas bersama oleh SKPD dan seluruh anggota TAPD - TAPD dapat mengusulkan pengurangan pagu belanja jika program dan kegiatan yang diusulkan tidak memenuhi kriteria di atas - TAPD dapat menambah pagu belanja jika jumlah tambahan untuk program dan kegiatan yang diusulkan dipandang sangat penting untuk pencapaian target RPJMD.
56
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
Alternatif 2 Gambar 5.2 Alternatif 2 Mekanisme KPJM Daerah
Tahap 1 Tahap 1.1 SKPKD membuat perkiraan pendapatan daerah untuk anggaran tahun ke n, dan prakiraan maju untuk n+1, n+2, dan n+3.
Tahap 1.2 SKPKD membuat perkiraan kebutuhan belanja wajib dan belanja administrasi perkantoran berbasis ASB (analisis standar belanja) untuk seluruh SKPD untuk anggaran tahun ke n, dan prakiraan maju untuk n+1, n+2, dan n+3.
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
57
Tahap 2 Tahap 2.1 Pada tahapan ini, SKPKD menyusun perkiraan kebutuhan dana tahun ke n dan prakiraan maju tahun n+1, n+2, dan n+3, seperti yang ditunjukan pada tabel di bawah ini. Perkiraan pagu sementara berdasarkan data realisasi anggaran tahun sebelumnya dan perkiraan kenaikan harga barang dan jasa pada tahun n, n+1, n+2, dan n+3 untuk SKPD bidang pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum dapat dilihat pada Tabel 5.16. Tabel 5.16 Perkiraan Kebutuhan Dana Bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur Dasar Tahun ke n, n+1, n+2, dan n+3 (rupiah) NO
SKPD
1.
Dinas Pendidikan
2.
Dinas Kesehatan
3.
Dinas Pekerjaan Umum
n-1
N
n+1
n+2
n+3
Keterangan: n-1 = tahun sekarang 2014; n = tahun 2015; n+1= tahun 2016; n+2= tahun 2017; n+3= tahun 2018.
Tahap 2.2 Berdasarkan analisa dan perhitungan kebutuhan dana yang telah dilakukan pada point 2.1., TAPD memutuskan besaran pagu sementara untuk kebutuhan masing masing SKPD pelayanan dasar (pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum), dan selanjutnya TAPD mengirimkan kepada SKPD bersangkutan besaran pagu sementara.
Tahap 2.3 Berdasarkan data pagu sementara yang disampaikan oleh TAPD kepada masing-masing SKPD pelayanan dasar serta berdasarkan monitoring dan evaluasi realisasi penggunaan anggaran tahun sebelumnya, SKPD pelayanan dasar (Pendidikan, Kesehatan, dan Pekerjaan Umum), menghitung kebutuhan anggaran untuk pelaksanan program dan kegiatan. Jumlah besaran pagu sementara yang ditetapkan oleh TAPD untuk masing-masing SKPD yang melaksanakan pelayanan dasar wajib bidang pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum mengusulkan kebutuhan belanja.
58
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
Bidang Pendidikan Perkiraan kebutuhan dana bidang pendidikan tahun ke n, n+1, n+2, n+3, dapat dihitung berdasarkan perkiraan volume kegiatan yang perlu dilakukan SKPD, serta perkiraan angka inflasi tahun bersangkutan. Tabel 5.17 dan Tabel 5.18 memberikan contoh perkiraan kebutuhan dana selama 4 tahun berturut-turut dengan menggunakan beberapa alternatif kemungkinan dapat terjadi untuk jumlah anak yang akan mendapatkan pelayanan pendidikan dan perkiraan tingkat inflasi pada masing-masing tahun di Kabupaten/Kota A. Tabel 5.17 Beberapa Skenario Perkiraan Kebutuhan Dana Bidang PendidikanDengan Asumsi Jumlah Anak Berubah dan Inflasi 5% di Kabupaten/Kota A
NO
1
2
3
SKENARIO
APBN n-1
Jumlah anak naik 1% setiap tahun, Inflasi diperkirakan naik menjadi 5% setiap tahun Jumlah anak tetap tidak berubah setiap tahun, Inflasi diperkirakan naik menjadi 5% setiap tahun Jumlah anak turun 1% setiap tahun, Inflasi diperkirakan naik menjadi 5% setiap tahun
APBN n a
PRAKIRAAN MAJU APBN APBN APBN n+1 n+2 n+3 b c D
100
106,05
112,47
119,27
126,49
100
105
110,25
115,76
121,55
100
103,95
108,06
112,33
116,77
Keterangan: 1. a. Di tahun n, jumlah anak naik 1%, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. b. Di tahun n+1, jumlah anak naik 1%, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. c. Di tahun n+2, jumlah anak naik 1%, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. d. Di tahun n+3, jumlah anak naik 1%, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. 2. a. Di tahun n, jumlah anak tetap tidak berubah, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. b. Di tahun n+1, jumlah anak tetap tidak berubah, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. c. Di tahun n+2, jumlah anak tetap tidak berubah, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. d. Di tahun n+3, jumlah anak tetap tidak berubah, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. 3. a. Di tahun n, jumlah anak turun 1%, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. b. Di tahun n+1, jumlah anak turun 1%, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%.
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
59
c. Di tahun n+2, jumlah anak turun 1%, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. d. Di tahun n+3, jumlah anak turun 1%, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%.
Tabel 5.18 Beberapa Skenario Perkiraan Kebutuhan Dana Bidang PendidikanDengan Asumsi Jumlah Anak Berubah dan Inflasi 4% di Kabupaten/Kota A
NO
1
2
3
SKENARIO Jumlah anak naik 1% setiap tahun, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4% setiap tahun Jumlah anak tetap tidak berubah setiap tahun, Inflasi diperkirakan menurun menjadi 4% setiap tahun Jumlah anak berkurang 1% setiap tahun, Inflasi diperkirakan menurun menjadi 4% setiap tahun
APBN n-1
APBN n a
PRAKIRAAN MAJU APBN APBN APBN n+1 n+2 n+3 b C D
100
96,96
94,01
91,15
88,38
100
96
92,16
88,47
84,93
100
95,04
90,33
85,85
81,59
Keterangan: 1. a. Di tahun n, jumlah anak naik 1%, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. b. Di tahun n+1, jumlah anak naik 1%, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. c. Di tahun n+2, jumlah anak naik 1%, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. d. Di tahun n+3, jumlah anak naik 1%, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. 2. a. Di tahun n, jumlah anak tetap tidak berubah, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. b. Di tahun n+1, jumlah anak tetap tidak berubah, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. c. Di tahun n+2, jumlah anak tetap tidak berubah, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. d. Di tahun n+3, jumlah anak tetap tidak berubah, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. a. Di tahun n, jumlah anak turun 1%, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. 3. b. Di tahun n+1, jumlah anak turun 1%, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. c. Di tahun n+2, jumlah anak turun 1%, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. d. Di tahun n+3, jumlah anak turun 1%, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%.
60
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
Bidang Kesehatan Perkiraan kebutuhan dana bidang kesehatan tahun ke n, n+1, n+2, n+3, dapat dihitung berdasarkan perkiraan volume kegiatan yang perlu dilakukan SKPD, serta perkiraan angka inflasi tahun bersangkutan. Tabel 5.19 dan Tabel 5.20 memberikan contoh perkiraan kebutuhan dana selama 4 tahun berturut-turut dengan menggunakan beberapa alternatif kemungkinan dapat terjadi untuk jumlah penduduk/pasien yang akan mendapatkan pelayanan kesehatan dan perkiraan tingkat inflasi pada masing-masing tahun di Kabupaten/Kota A. Tabel 5.19 Beberapa Skenario Perkiraan Kebutuhan Dana Bidang KesehatanDengan Asumsi Jumlah Penduduk/Pasien Berubah dan Inflasi 5% di Kabupaten/Kota A
NO
1
2
3
SKENARIO Jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan naik 1% setiap tahun, Inflasi diperkirakan naik menjadi 5% setiap tahun Jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan tetap tidak berubah setiap tahun, Inflasi diperkirakan naik menjadi 5% setiap tahun Jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan turun 1% setiap tahun, Inflasi diperkirakan naik menjadi 5% setiap tahun
APBN n-1
APBN n a
PRAKIRAAN MAJU APBN APBN APBN n+1 n+2 n+3 b c d
80
84,8
89,9
95,3
101,01
80
84
88,2
92,61
97,24
80
83,16
86,44
89,85
93,40
Keterangan: 1. a. Di tahun n, jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan naik 1%, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%.
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
61
b. Di tahun n+1, jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan naik 1%, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. c. Di tahun n+2, jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan naik 1%, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. d. Di tahun n+3, jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan naik 1%, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. 2. a. Di tahun n, jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan tetap tidak berubah, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. b. Di tahun n+1, jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan tetap tidak berubah, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. c. Di tahun n+2, jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan tetap tidak berubah, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. d. Di tahun n+3, jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan tetap tidak berubah, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. 3. a. Di tahun n, jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan turun 1%, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. b. Di tahun n+1, jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan turun 1%, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. c. Di tahun n+2, jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan turun 1%, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. d. Di tahun n+3, jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan turun 1%, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%.
Tabel 5.20 Beberapa Skenario Perkiraan Kebutuhan Dana Bidang KesehatanDengan Asumsi Jumlah Penduduk/Pasien Berubah dan Inflasi 4% di Kabupaten/Kota A
NO
1
62
SKENARIO Jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan naik 1% setiap tahun inflasi diperkirakan menurun menjadi 4% setiap tahun
APBN n-1
APBN n a
80
77,57
PRAKIRAAN MAJU APBN APBN APBN n+1 n+2 n+3 b c d
75,21
72,92
70,70
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
NO
2
3
SKENARIO Jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan tetap tidak berubah setiap tahun, Inflasi diperkirakan menurun menjadi 4% setiap tahun Jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan berkurang 1% setiap tahun, Inflasi diperkirakan menurun menjadi 4% setiap tahun
APBN n-1
APBN n a
PRAKIRAAN MAJU APBN APBN APBN n+1 n+2 n+3 b c d
80
76,80
73,73
70,78
67,95
80
76,03
72,26
68,68
65,27
Keterangan: 1. a. Di tahun n, jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan naik 1%, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. b. Di tahun n+1, jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan naik 1%, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. c. Di tahun n+2, jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan naik 1%, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. d. Di tahun n+3, jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan naik 1%, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. 2. a. Di tahun n, jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan tetap tidak berubah, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. b. Di tahun n+1, jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan tetap tidak berubah, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. c. Di tahun n+2, jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan tetap tidak berubah, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. d. Di tahun n+3, jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan tetap, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%.
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
63
3. a. Di tahun n, jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan turun 1%, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. b. Di tahun n+1, jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan turun 1%, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. c. Di tahun n+2, jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan turun 1%, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. d. Di tahun n+3, jumlah penduduk/pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan turun 1%, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%.
Bidang Pekerjaan Umum Perkiraan kebutuhan dana bidang pekerjaan umum tahun ke n, n+1, n+2, n+3, dapat dihitung berdasarkan perkiraan volume kegiatan yang perlu dilakukan SKPD, serta perkiraan angka inflasi tahun bersangkutan. Tabel 5.21 dan Tabel 5.22 memberikan contoh perkiraan kebutuhan dana selama 4 tahun berturut-turut dengan menggunakan beberapa alternatif kemungkinan dapat terjadi untuk jumlah penduduk yang akan mendapatkan pelayanan bidang pekerjaan umum dan perkiraan tingkat inflasi pada masing-masing tahun di Kabupaten/Kota A. Tabel 5.21 Beberapa Skenario Perkiraan Kebutuhan Dana Bidang Pekerjaan UmumDengan Asumsi Jumlah Penduduk Berubah dan Inflasi 5% di Kabupaten/Kota A
NO
1
2
64
SKENARIO Jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan naik 1% setiap thn, Inflasi diperkirakan naik menjadi 5% setiap tahun Jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan tetap setiap tahun, Inflasi diperkirakan naik menjadi 5% setiap tahun
APBN n-1
APBN n A
PRAKIRAAN MAJU APBN APBN APBN n+1 n+2 n+3 b c D
150
159,08
168,70
178,91
189,73
150
157,5
165,38
173,65
182,33
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
NO
3
SKENARIO
APBN n-1
Jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan turun 1% setiap tahun, Inflasi diperkirakan naik menjadi 5% setiap tahun
APBN n A
150
155,93
PRAKIRAAN MAJU APBN APBN APBN n+1 n+2 n+3 b c D
162,09
168,50
175,15
Keterangan: 1. a. Di tahun n, jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan naik 1%, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. b. Di tahun n+1, jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan naik 1%, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. c. Di tahun n+2, jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan naik 1%, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. d. Di tahun n+3, jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan naik 1%, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. 2. a. Di tahun n, jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan tetap tidak berubah, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. b. Di tahun n+1, jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan tetap tidak berubah, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. c. Di tahun n+2, jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan tetap tidak berubah, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. d. Di tahun n+3, jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan tetap tidak berubah, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. 3. a. Di tahun n, jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan turun 1%, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. b. Di tahun n+1, jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan turun 1%, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%. c. Di tahun n+2, jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan turun 1%, inflasi diperkirakan naik menjadi 5%.
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
65
Tabel 5.22 Beberapa Skenario Perkiraan Kebutuhan Dana Bidang Pekerjaan UmumDengan Asumsi Jumlah Penduduk Berubah dan Inflasi 4% di Kabupaten/Kota A
NO
1
2
3
SKENARIO Jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan naik 1% setiap tahun inflasi diperkirakan menurun menjadi 4% setiap tahun Jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan tetap tidak berubah setiap tahun, Inflasi diperkirakan menurun menjadi 4% setiap tahun Jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan berkurang 1% setiap tahun, Inflasi diperkirakan menurun menjadi 4% setiap tahun
APBN n-1
APBN n A
PRAKIRAAN MAJU APBN APBN APBN n+1 n+2 n+3 b c d
150
145,44
141,02
136,73
132,57
150
144
138,24
132,71
127,40
150
142,56
135,49
128,77
122,38
Keterangan: 1. a. Di tahun n, jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan naik 1%, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. b. Di tahun n+1, jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan naik 1%, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%.
66
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
c. Di tahun n+2, jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan naik 1%, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. d. Di tahun n+3, jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan naik 1%, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. 2. a. Di tahun n, jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan tetap tidak berubah, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. b. Di tahun n+1, jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan tetap tidak berubah, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. c. Di tahun n+2, jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan tetap tidak berubah, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. d. Di tahun n+3, jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan tetap tidak berubah, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. 3. a. Di tahun n, jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan turun 1%, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. b. Di tahun n+1, jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan turun 1%, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. c. Di tahun n+2, jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan turun 1%, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%. d. Di tahun n+3, jumlah penduduk yang memerlukan pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan turun 1%, inflasi diperkirakan menurun menjadi 4%.
Tahap 2.4 TAPD mengundang SKPD teknis terkait yaitu Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pekerjaan Umum untuk membahas besaran alokasi kebutuhan dana yang telah di kaji dan analisa oleh SKPD.
Masing-masing SKPD dapat menyampaikan pertimbangan lanjutan
kepada TAPD, jika besaran pagu sementara yang disampaikan oleh TAPD dirasa belum mencukupi untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan pelayanan dasar. Selanjutnya, TAPD dapat menerima atau menolak usulan SKPD. Jika TAPD tidak dapat menambah besaran pagu sementara, maka SKPD wajib melakukan penyusunan kembali program dan kegiatan berdasarkan prioritas pelayanan dasar sesuai dengan SPN dan target pencapaian RPJMD. Contoh program dapat dilihat pada Tabel 5.23.
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
67
Tabel 5.23 Contoh Program dan Kegiatan Prioritas untuk Pelayanan Dasar Bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Pekerjaan Umum
NO 1.
SKPD
n-1
N
n+1
n+2
n+3
DINAS PENDIDIKAN Program pendidikan anak usia dini (PAUD) Kegiatan penyediaan biaya operasional TK/RA Program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun Kegiatan pelaksanaan ujian akhir sekolah dasar Kegiatan pelaksanaan ujian akhir nasional sekolah menengah pertama
2.
DINAS KESEHATAN Program pencegahan dan penanggulangan penyakit menular Kegiatan peningkatan imunisasi Kegiatan pelayanan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular
3.
Dinas Pekerjaan Umum Program pembangunan drainase/gorong gorong Kegiatan rehabilitasi atau perbaikan saluran drainase/gorong gorong Program pengendalian banjir Kegiatan rehabilitasi dan pemeliharaan bantaran dan tanggul sungai
68
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
Contoh Tabel 5.24 menjelaskan beberapa kegiatan yang dapat diklasifikasikan sebagai kegiatan bukan prioritas, karena kegiatan tersebut tidak harus dilakukan setiap tahun. Tabel 5.24 Contoh Kegiatan Bukan Prioritas untuk Pelayanan Dasar Bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Pekerjaan Umum
NO 1.
SKPD
n-1
N
n+1
n+2
n+3
DINAS PENDIDIKAN Penambahan Ruang Kelas Sekolah Pembangunan Perpusatakaan Sekolah Pengadaan Mebeleur Sekolah
2.
DINAS KESEHATAN Pengadaan Kendaraan Dinas/operasional Pengadaan Alat Fogging dan BahanBahan Fogging Pembangunan Puskesmas Perairan
3.
Dinas Pekerjaan Umum Pembangunan Gedung Kantor Pengadaan Mebeleur Pembangunan Saluran Drainase/Goronggorong
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
69
Tahap 3 Tahap 3.3 Proses pengusulan jumlah pagu sementara (resource envelope) oleh SKPKD kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk SKPD yang menangani sektor unggulan daerah di lakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan dana
serta setelah dikurangi
pembiayaan untuk keperluan belanja wajib, belanja layanan dasar, belanja adm perkantoran minimun yang berbasis ASB serta belanja wajib lainnya yang di tetapkan oleh Undang-Undang. SKPKD membuat usulan tersebut untuk anggaran tahun ke n, dan perkiraan maju untuk n+1, n+2, dan n+3 seperti ditunjukkan dalam tabel berikut: Tabel 5.25 Usulan Anggaran Pagu Sementara dan Perkiraan Maju untuk Program Unggulan Daerah
SKPD
APBD N-1
APBD N
Prakiraan Maju N+1
N+2
N+3
SKPD Sektor Unggulan A SKPD Sektor Unggulan B SKPD Sektor Unggulan C .......dst
Mekanisme usulan angggaran pagu sementara untuk anggaran ke n dan perkiraan maju untuk SKPD yang menjalankan program unggulan daerah adalah sebagai berikut: a. SKPKD mengevaluasi jumlah kebutuhan anggaran dan realisasi anggaran untuk SKPD sektor unggulan dalam tiga tahun sebelumnya. b. SKPKD menentukan kebutuhan anggaran untuk tahun berjalan pada SKPD yang menjalankan Tupoksi sektor unggulan daerah. c. SKPKD mengestimasi kebutuhan dana untuk SKPD sektor unggulan dalam tiga tahun yang akan datang ( prakiraan maju untuk 3 tahun ke depan) d. Contoh perhitungan: Jumlah realisasi dana pada SKPD sektor unggulan A, pada tahun lalu adalah Rp 10 Milyar. Jika di asumsikan bahwa, pertumbuhan untuk mempertahankan dan meningkatkan program unggulan SKPD tersebut adalah 10%, maka kebutuhan anggaran untuk tahun berjalan dan perkiraan 3 tahun ke depan adalah sebagai berikut:
70
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
Tabel 5.26 Kebutuhan Anggaran Untuk Tahun Berjalan dan Perkiraan Maju
APBD N-1
APBD N
Rp 10
Rp 11
Milyar
milyar
Prakiraan Maju N+1
N+2
N+3
e. Contoh di atas diasumsikan bahwa SKPD sektor Unggulan A, adanya peningkatan anggaran setiap tahun, namun jika SKPD unggulan tersebut telah tercapai target RPJMD nya atau ada perubahan kebijakan yang menyebabkan anggaran turun atau meningkat, maka kebutuhan anggaran tahun ke n serta anggaran perkiraan maju dapat disesuaikan dengan kebutuhannya.
Tahap 3.2 Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang terdiri dari Sekda, Bappeda, SKPKD memutuskan jumlah pagu sementara yang dibutuhkan oleh SKPD yang menangani sektor Unggulan daerah.
Tahap 3.3 SKPD sektor Unggulan menghitung Kebutuhan Belanja Untuk pencapaian target RPJMD. Besaran pagu sementara yang ditentukan oleh TAPD menjadi dasar bagi setiap SKPD sektor Unggulan untuk mengusulkan kebutuhan belanjanya. SKPD sektor Unggulan harus memastikan bahwa alokasi pagu anggaran sementara dapat tercapainya program dan kegiatan sesuai dengan target RPJMD, Renstra SKPD serta untuk mempertahankan kondisi layanan. Bentuk usulan kebutuhan SKPD sektor unggulan dapat di lihat seperti dalam Tabel berikut ini: Tabel 5.27 Kebutuhan Anggaran Sementara Untuk SKPD Unggulan Berdasarkan Program dan Kegiatan
SKPD Unggulan Program/Kegiatan Program 1
-
APBD N-1
APBD N
N+1
Prakiraan Maju N+2
N+3
Kegiatan 1 Kegiatan 2 Kegiatan 3 Kegiatan 4
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
71
SKPD Unggulan Program/Kegiatan Program 1 Program 2
-
Kegiatan 1 Kegiatan 2 Kegiatan 3
-
Kegiatan 1 Kegiatan 2 Kegiatan 3 Kegiatan 4 Kegiatan 5
APBD N-1
APBD N
N+1
Prakiraan Maju N+2
N+3
Program 3
... dst
Tabel 5.28 Kebutuhan Anggaran Sementara Untuk SKPD Unggulan Berdasarkan Belanja
SKPD Sektor Unggulan BELANJA Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal
APBD N1
APBD N
N+1
Prakiraan Maju N+2
N+3
Tahap 3.4 TAPD dan SKPD sektor Unggulan membahas kebutuhan belanja untuk pencapaian target RPJM. Apabila jumlah pagu sementara yang di alokasikan oleh TAPD belum mencukupi untuk pencapaian target RPJM, maka SKPD unggulan dapat melakukan diskusi yang mendalam untuk memperoleh tambahan dana yang dibutuhkan. Jika anggaran tersedia, TAPD dapat menambah anggaran sesuai kebutuhan untuk program dan kegiatan yang dapat mencapai target RPJMD, renstra serta mempertahankan kondisi layanan.
Tahap 4 Tahap 4.1 SKPKD mengusulkan pagu sementara (resource envelope) untuk seluruh SKPD selain SKPD Layanan Dasar dan SKPD yang menangani sektor unggulan. Perkiraan pagu sementara untuk SKPD dimaksud untuk anggaran tahun ke n, dan prakiraan maju untuk n+1, n+2, dan n+3 dengan tabel sebagai berikut:
72
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
Tabel 5.29 Perkiraan Pagu Sementara untuk SKPD SKPD
APBD N-1
APBD N
N+1
Prakiraan Maju N+2
N+3
Sekretariat Daerah Sekretariat DPRD Bappeda Dinas Pengelola Keuangan Daerah Inspektorat Daerah Kecamatan A Kecamatan B Kecamatan C Kecamatan D Sekolah Menengah Atas Negeri ........ dst
Perhitungan pagu sementara untuk dialokasikan ke seluruh SKPD sisa (selain SKPD Layanan Dasar dan SKPD sektor unggulan) harus mempertimbangkan ketersediaan dana dan kebutuhan minimum SKPD diluar belanja wajib dan belanja administrasi perkantoran. Perkiraan pagu sementara di tahun ke N, N+1, N+2, N+3 dapat didasarkan kepada perkiraan volume pelayanan yang perlu disediakan SKPD dan perkiraan angka inflasi di tahun tersebut. Sebagai contoh, APBD tahun N-1 di Kecamatan A adalah 10 milyar. Diperkirakan jumlah penduduk yang dilayani di Kecamatan A meningkat 1% tiap tahunnya dan angka inflasi diperkirakan 5% tiap tahunnya. Dengan itu berarti terjadi peningkatan kebutuhan belanja Kecamatan A sebesar 6% per tahun, sehingga diperkirakan belanjanya sebagai berikut:
Tabel 5.30 Perkiraan Pagu Sementara di Tahun ke N, N+1, N+2, N+3
APBD N-1
APBD N
10.0 milyar 10.6 milyar
Prakiraan Maju N+1 N+2 N+3 11.2 milyar 11.9 milyar 12.6 milyar
Tahap 4.2 Usulan dari SKPKD terkait pagu sementara untuk setiap SKPD ini kemudian dibahas oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang biasanya terdiri dari Sekretaris Daerah (Ketua), Bappeda, SKPKD, dan Inspektorat Daerah. Bappeda dan Sekretariat Daerah akan menilai alokasi pagu sementara tersebut berdasarkan evaluasi kinerja daerah, pencapaian target RPJMD dan indikator SPM, Inspektorat akan menilai dari sisi pelaksanaan anggaran SKPD, dan seterusnya.
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
73
Tahap 4.3 Besaran pagu sementara yang telah ditetapkan oleh TAPD, setiap SKPD akan mengusulkan kebutuhan belanjanya. SKPD menghitung kebutuhan sebagai berikut: - Untuk program/kegiatan dalam rangka pencapaian target RPJMD dan Renstra SKPD - Untuk program/kegiatan dalam rangka mempertahankan kondisi layanan - Target output dan outcome yang akan dihasilkan pada tahun ke N, N+1, N+2 dan N+3 harus jelas - Kebutuhan anggaran per kegiatan di tahun N, N+1, N+2 dan N+3 perlu didasarkan kepada volume output yang akan dihasilkan dan satuan biaya per output tersebut - Sebagai contoh kegiatan patroli keamanan yang dilakukan oleh Satpol PP untuk tahun berjalan (N-1) sebanyak 40 kali dalam tahun itu membutuhkan biaya Rp. 20 juta, yang berarti tiap kali patroli dibutuhkan biaya sebesar Rp. 500.000,-. Dengan asumsi Satpol PP melakukan patroli sejumlah yang sama untuk tahun ke N, N+1, N+2 dan N+3 dan inflasi per tahun diperkirakan 5%, maka perkiraan kebutuhan anggaran untuk kegiatan itu adalah sebagai berikut: Tabel 5.31 Kebutuhan Anggaran per Kegiatan di tahun N, N+1, N+2 dan N+3
Program/Kegiatan Patroli Rutin
APBD N-1
APBD N
20,000,00 0
21,000,00 0
Prakiraan Maju N+1 N+2 N+3 22,050,00 23,152,50 24,310,12 0 0 5
Bentuk ringkasan usulan belanja setiap SKPD berupa dua tabel. Pertama tabel berisi rincian program dan kegiatan, kedua tabel berdasarkan jenis belanja. 1. Berdasarkan rincian program dan kegiatan (belanja langsung) Progam dan Kegiatan
APBD N-1
APBD N
N+1
Prakiraan Maju N+2
N+3
Program 1 -
Kegiatan 1
-
Kegiatan 2
-
Kegiatan 3
-
Kegiatan 4
Program 2 -
Kegiatan 1
-
Kegiatan 2
-
Kegiatan 3
74
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
Progam dan Kegiatan
APBD N-1
APBD N
N+1
Prakiraan Maju N+2
N+3
Program 3 -
Kegiatan 1
-
Kegiatan 2
-
Kegiatan 3
-
Kegiatan 4
-
Kegiatan 5
... dst
Catatan: Kebutuhan belanja minimum untuk administrasi perkantoran yang sudah ditetapkan SKPKD di tahap 1 dimasukkan sebagai salah satu program/kegiatan di tabel ini tanpa mengurangi alokasi pagu sementara yang ditetapkan di atas.
2. Berdasarkan Jenis Belanja APBD N-1
APBD N
N+1
Prakiraan Maju N+2
N+3
BELANJA Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal
Catatan: Tabel ini dapat dihasilkan dari alokasi belanja wajib per SKPD yang diberikan oleh SKPKD di tahap 1 dan tabel rincian program dan kegiatan.
Tahap 4.4 Usulan belanja masing-masing SKPD kemudian dibahas bersama oleh SKPD dan seluruh anggota TAPD - TAPD dapat mengusulkan pengurangan pagu belanja jika program dan kegiatan yang diusulkan tidak memenuhi kriteria di atas - TAPD dapat menambah pagu belanja jika jumlah tambahan untuk program dan kegiatan yang diusulkan dipandang sangat penting untuk pencapaian target RPJMD.
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
75
Tahap 5 Hasil pembahasan tahap 1,2,3, dan 4, dikompilasi oleh SKPKD dan untuk kemudiaan dibahas kembali secara bersama oleh TAPD bersama seluruh SKPD. Ini merupakan tahap terakhir dalam proses penyusunan rancangan anggaran di internal pemerintah daerah.
Alternatif 3 Gambar 5.3 Alternatif 3 Mekanisme KPJM Daerah
Pada alternatif kedua, terdapat 5 tahap yang harus dilalui dalam mengimplementasikan KPJM. Perbedaan antara alternatif 2 dan 3 terletak pada tidak adanya tahap khusus untuk formulasi KPJM bagi SKPD Unggulan. Hal ini dikarenakan di beberapa daerah, pemerintah daerah setempat tidak menentukan sektor unggulan bagi daerah tersebut. Dengan demikian, dana yang dimiliki dialokasikan terlebih dahulu untuk sektor pelayanan dasar dan sisanya baru ditentukan peruntukannya bagi sektor lain. Dengan adanya beberapa alternatif tersebut, maka dalam keputusan implementasi penerapan dapat menggunakan salah satu, atau salah dua, dan ketiganya. Hal ini perlu dipertimbangkan karena masih beragamnya kemampuan SDM pengelolaan keuangan di daerah.
76
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
5.1.2. Teknis KPJM Daerah Mekanisme dan Teknis Penyusunan atas rancangan KPJM Daerah diusulkan pula 2 alternatif. Hal ini terkait dengan status hukum dari KPJM dimaksud. Alternatif 1 jika status hukum KPJM adalah Peraturan Kepala Daerah. Alternatif 2 jika status hukum KPJM adalah Peraturan Daerah.
5.2. Kelayakan Penerapan KPJM Daerah Jika Rancangan proses dan mekanisme serta teknik KPJM Daerah sudah dapat dihasilkan maka tentu perlu diyakinkan bahwa KPJM Daerah dapat diterapkan. Untuk itu perlu diketahui pendapat tentang kelayakan dan kesiapan Daerah.
5.2.1. Kelayakan KPJM Daerah Pendapat tentang kelayakan KPJM Daerah disajikan dalam tabel 5.32 berikut ini: Tabel 5.32 Frekuensi Jawaban Kelayakan Penerapan KPJM Daerah
Jawaban STS TS KS S SS
Frekuensi Jawaban Total Total Kab/Kota Provinsi 3 2 3 3 12 16 54 9
31 10
Persentase Jawaban Total Total Kab/Kota Provinsi 4% 3% 4% 5% 15% 26% 66% 11%
50% 16%
Sumber: Data Primer
Dari hasil kuesioner yang tersaji dalam tabel di atas jelas bahwa baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota menyatakan penerapan KPJM Daerah adalah layak.25 Ini karena lebih dari 65 % responden menyatakan Setuju.
Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,56) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi.
25
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
77
5.2.2. Kesiapan KPJM Daerah Pendapat tentang kesiapan KPJM Daerah untuk diterapkan walaupun akan ada hambatan disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 5.33 Frekuensi Jawaban KPJM Siap Diterapkan
Jawaban STS TS KS S SS
Frekuensi Jawaban Total Total Kab/Kota Provinsi 3 1 18 10 31 18 27 23 5 5
Persentase Jawaban Total Total Kab/Kota Provinsi 4% 2% 23% 16% 39% 30% 29% 5%
44% 8%
Sumber: Data Primer
Tabel 5.33 di atas menunjukkan bahwa responden Setuju ada Hambatan dalam Penerapan namun Siap diterapkan.26 Di tingkat provinsi cenderung kearah setuju. Pada tingkat Kabupaten/Kota memang responden Kurang Setuju namun lebih mengarah ke Setuju.
Mann-Whitney Test: Nilai p-value (0,48) > nilai kritik (0,05) karena itu hipotesis null diterima sehingga tidak terdapat perbedaan persepsi dari kedua kelompok responden yakni antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi.
26
78
KAJIAN RANCANGAN KPJM ...
BAB V PENUTUP Pada bab ini dikemukakan Kesimpulan dan Rekomendasi atas bahasan di bab-bab sebelumnya.
6.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dikemukakan berikut ini berdasarkan urutan pola pikir pembahasan penelitian atas studi penerapan MTEF atau KPJM yang meliputi Pemahaman, Ruang Lingkup, Status Hukum dan Periode, serta Prosedur dan Mekanisme Penyusunan KPJM.
6.1.1. Pemahaman Terhadap Konsep KPJM Hasil penelitian menunjukkan bahwa Responden “tahu” tentang KPJM, namun secara konsepsional belum dipahami secara mendalam. Hal ini dikonfirmasi sendiri oleh responden dari jabawannya yang ragu-ragu. Pemahaman yang kurang juga tertangkap melalui FGD yang sebagian besar peserta menyatakan bahwa KPJM(D) itu sama saja dengan RPJM(D). Responden umumnya setuju jika KPJM ditujukan untuk kepastian pendanaan urusan wajib pelayanan dasar karena memang layanan dasar di daerah belum memenuhi standar pelayanan minimum (SPM). Prioritas berikutnya yang disepakati adalah untuk pemenuhan kebutuhan program unggulan daerah.
6.1.2. RuangLingkup KPJM Sebagian besar responden menjawab bahwa KPJM perlu diterapkan untuk belanja urusan wajib pelayanan dasar tertentu, seperti pelayanan pada bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang penyediaan infrastruktur dasar bagi masyarakat yang sesuai dengan standar pelayanan nasional (SPN) dalam pelaksanaan KPJM di daerah. Namun, beberapa responden juga menjawab bahwa jika pemerintah daerah memiliki dana lebih, KPJM sebaiknya juga
79
dilakukan untuk urusan pilihan yang menjadi prioritas/unggulan daerah Terkait dengan kelompok belanja, sebagian besar responden baik yang mewakili provinsi maupun kabupaten/kota berpendapat bahwa pelaksanaan KPJM di daerah mencakup kedua kelompok belanja (tidak langsung dan langsung). Khusus untuk belanja tidak langsung, dari FGD terungkap bahwa belanja wajib seperti belanja pegawai sangat penting ada dalam KPJM. Selain KPJM untuk alokasi belanja, penting juga adanya KPJM untuk pendapatan daerah, terutama dana transfer dari Pusat yang merupakan sumber utama pendapatan daerah saat ini. Jika tidak tersedia informasi dana transfer jangka menengah, sulit bagi daerah untuk menerapkan KPJM bagi belanja daerah karena perkiraan jangka menengah untuk pendapatan tidak reliable.
6.1.3. Status Hukum dan Periode KPJM Kesimpulan yang terkait status hukum untuk KPJM di daerah adalah bahwa sebagian besar responden lebih menginginkan berbentuk Peraturan Daerah (Perda) dibandingkan berbentuk Peraturan Kepala Daerah (Perkada). Alasannya Perda mempunyai kekuatan hukum yang lebih kuat, sehingga mempermudah pembahasan anggaran tahunan antara eksekutif dan legislatif. Selanjutnya, terdapat lebih dari setengah responden menjawab agar bentuk regulasi KPJM tersebut adalah sebagai bagian dari Peraturan Daerah tentang APBD. Namun,terdapat responden yang menjawab agar KPJM berbentukPeraturan Daerah tersendiri, dan terpisah dari Perda APBD. Terkait dengan periode KPJM, sebagian besar setuju untuk 3 tahun. Hal ini dapat dipahami karena
KPJM
merupakan
konsep
yang
menjembatani
antara
Perencanaan
dan
Penganggaran.
6.1.4. Prosedur dan Mekanisme Penyusunan KPJM Ada 2 poin sub kesimpulan atas Prosedur dan Mekanisme Penyusunan KPJM yakni Penentuan Indikator, dan Prosedur dan Mekanisme atas Sektor Unggulan Daerah.
Penentuan Indikator Mengingat begitu banyaknya program/kegiatan di daerah, sebagian besar responden menjawab bahwa Program/kegiatan di dalam urusan wajib pelayanan dasar yang dipilih untuk KPJM ditentukan oleh Kepala Daerah berdasarkan daftar yang disiapkan oleh Bappeda. Sedangkan target indikatornya mengacu kepada target yang ada di RPJM daerah dan target SPM terkait yang ditetapkan oleh Menteri Teknis.Sementara itu penentuan jumlah anggaran
80
PENUTUP
dalam KPJM didasarkan kepada Analisis Standar Belanja (ASB) dan incremental berbasis kepada data historis.
Prosedur dan Mekanisme atas Sektor Unggulan Daerah Hampir semua responden menjawab bahwa di Daerah mereka memiliki sektor unggulan. Namun, mereka belum memiliki perkiraan kebutuhan pendanaan jangka menengah untuk sektor unggulan tersebut. Jika sektor unggulan diadu kepentingannya dengan urusan wajib layanan dasar, sebagian besar responden memilih urusan wajib pelayanan dasar tertentu lebih penting untuk didanai dibandingkan dengan sektor unggulan apabila sumber dana terbatas. Dengan demikian dari penelitian ini terungkap bahwa pada dasarnya sangat dimungkinkan untuk dibuatkan rancangan mekanisme dan teknik penerapan KPJM. Dalam hal ini dikemukakan beberapa alternatif yang mempertimbangkan kondisi SDM di daerah, sehingga Daerah dapat memilih sesuai kondisi masing-masing. Selain itu, penelitian ini berkesimpulan bahwa pada dasarnya Pemerintah Daerah layak dan siap melaksanakan KPJM dengan arahan Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah umumnya menyatakan siap mendukung penerapan KPJM dengan melalui uji coba atau pilot test.
6.2. Rekomendasi Beberapa rekomendasi yang dapat diberikan atas hasil penelitian ini, yaitu: 1. Mengingat topik penelitian ini relatif baru, maka direkomendasikan akan perlunya Kementerian Keuangan yang dalam hal ini adalah DJPK untuk melakukan pendalaman atas rancangan mekanisme dan teknik penerapan KPJM agar dalam penerapan atau aplikasinya nanti tidak mengalami hambatan yang berarti. 2. Topik penelitian ini baru sebatas penerapan konsep KPJM pada aspek alokasi belanja daerah. Oleh sebab itu sangat diperlukan untuk tindak lanjut dengan melakukan lebih mendalam studi penerapan konsep KPJM yang terkait dengan Pendapatan, dan Pembiayaan. 3. Karena penerapan konsep KPJM pada alokasi belanja pada dasarnya layak dan siap dilaksanakan
oleh
Pemerintahan
Daerah
maka
direkomendasikan
tahapan
pelaksanaannya dapat dimulai dengan sosialisasi (dan atau), dilanjutkan dengan uji coba, kemudian penerapan penuh. 4. Hasil penelitian ini direkomendasikan untuk menjadi bahan masukan dalam revisi UU HKPD pengganti UU Nomer 33 tahun 2004 yang sedang diproses, mengingat telah
PENUTUP
81
dimasukkannya konsep tersebut dalam rencana Konsep KPJM pada Dana Transfer ke Daerah. 5. Hasil penelitian ini diharapkan untuk dijadikan input rekomendasi ke pengelolan keuangan daerah yang merupakan binaan Kementerian Dalam Negeri, mengingat dalam UU Nomer 23 tahun 2014 belum secara ekplisit memasukkan penerapan konsep KPJM di daerah. Penerapan konsep KPJM dapat dipertegas pada PP pengganti PP Nomer 58 tahun 2005. Ini penting, karena akan menjadi jauh lebih sinkron jika konsep perencanaan jangka Menengah (RPJMD)
dan konsep Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang
tercermin dalam Penganggaran Tahunan yang dijembatani oleh konsep Kerangka Penganggaran/Pengeluaran Jangka Menengah Daerah (KPJMD).
82
PENUTUP
INDEKS A Alokasi belanja daerah: belanja langsung, xiii, 31, 32, 47, 48, 51, 53, 55, 56, 72, 74, 75 belanja tidak langsung, 31, 32, 47, 53, 56, 72, 75, 80 belanja urusan wajib, vii, 30, 79 Analisis Standar Belanja (ASB), v, xiii, 41, 46, 57, 81
D Dana transfer: xiii, xiv, 5, 6, 8, 15, 27-29, 80
I Incremental: 40, 41, 81
K Kepastian Pendanaan: vii, xiv, 11, 12, 22, 79 Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM): pemahaman terhadap, vii, xiii, xiv, 21, 79 ruang lingkup, vii, xiii, 16, 27, 79 status hukum, vii, xii-xiv, 10, 32, 33-36, 77, 79, 80 prosedur dan mekanisme penyusunan, vii, xiii, 38, 79, 80 kesiapan daerah, vi, 2, 3, 18, 77
83
M Medium-Term Expenditure Framework (MTEF) multi-year budget, 1, 4 forward budget, 1 expenditure review, 1 multi-year estimates, 1 forward estimates, 1, 5 Money follows function, viii, 1
R Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), v, 35, 36 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), v, ix, 2, 29, 39, 43, 49, 50, 52-54, 56, 67, 71-75
S Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), v, xiii, xiv, 2, 15, 16, 19, 20, 39, 40, 46-59, 61, 64, 67-76 Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD), v, 44, 46, 47, 50-58, 70-73, 75, 76
T Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), v, 47, 49, 50, 52-54, 56, 58, 67, 70-76
84
INDEKS
BAB V DAFTAR PUSTAKA Clarke, Grayson. 2010. Education MTEF: Approaches, Experience and Lessons from Nine Countries in Asia. Asia-Pacific Education System Review Series No. 3.
Grewal, Bhajan S. 2005. Professorial Fellow, Centre for Strategic Economic Studies Victoria University, Melbourne, Public Finance and Expenditure Management Course 7-11 November 2005 ADB Institute, Tokyo, Japan Session 7, the Medium-Term Expenditure Framework, Tokyo: 2005.
Holmes, Malcolm and Alison Evans. 2003. A Review of Experience in implementing the MTEF in the PRSP context: A Synthesis of 8 Country. Overseas Development Institute: London.
Muggeridge, Elizabeth (1997), Draft Report Mozambique: Assistance with the Development of a Medium Term Expenditure Framework, World Bank Draft Report,(June).
Obidegwu, Chukwuma, 2005. The Medium Term Expenditure Framework: The Challenges of Budget Integration in SSA Countries. African Region Working Paper Series No. 82.
Pearson, Mark (2002), “Medium Term Expenditure Frameworks (MTEFs)”, DFID’s Health Systems Resource Centre for the UK Department for International Development, London.
Salvatore Schiavo-Campo and Hazel M. McFerson. 2008. Public Management in Global Perspective. NY: M.E. Sharpe.
85
Wildawsky, Aaron, 1993. National Budgeting for Economic and Monetary Union. Leiden: Nijhoff.
Peraturan Perundangan: • PP 20 dan PP 21 tahun 2004 • “DokumenPedomanReformasiPerencanaandanPenganggaran” (SEB, No. 0142/M.PPN/06/2009 dan SE/1848/MK/2009) • Permendagri 13/2006 • PP 58/2005 • UU Keuangan Negara No. 17 Tahun 2003 • PeraturanPemerintah (PP) No. 20 tahun 2004
86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN I KUESIONER 1. Data Umum Responden Nama Lengkap
:
Jabatan
:
SKPD
:
2. Daftar Pertanyaan I. Pemahaman Terhadap KPJM a. Konsep KPJM selama ini telah dipahami oleh daerah? 1
2
3
4
5
b. Setujukah Anda bahwa KPJM ditujukan untuk kepastian pendanaan urusan wajib pelayanan dasar utamanya pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur wilayah? 1
2
3
4
5
c. Setujukah Anda bahwa di daerah Anda SPM pelayanan dasar sudah tercapai?* (hanya untuk keperluan penelitian, tidak diolah) 1
2
3
4
5
d. Jika jawaban pada nomor c adalah 4 atau 5, setujukan Anda jika KPJM ditujukan untuk mempertahankan SPM pelayanan dasar? 1
2
3
4
5
e. Jika jawaban pada nomor c adalah 1, 2, dan 3, setujukan Anda jika KPJM ditujukan untuk meningkatkan SPM pelayanan dasar? 1
2
3
4
5
f. Jika urusan wajib layanan dasar sudah mencapai SPM, setujukah Anda bahwa kelebihan dana/anggaran diprioritaskan untuk mendanai pencapaian target sektor unggulan daerah? 1
2
3
4
5
87
g. Setujukah Anda bahwa SPM pelayanan dasar selama ini di daerah Anda belum terpenuhi? * (hanya untuk keperluan penelitian, tidak diolah) 1 h.
2
3
4
5
Setujukah Anda bahwa konsep KPJM/MTEF dalam alokasi belanja daerah memiliki
keunggulan/manfaat ketika diterapkan? 1
2
3
4
5
II. Ruang Lingkup KPJM a. Menurut Anda, apakah penerapan KPJM di daerah memerlukan dana transfer yang berbasis jangka menengah? 1: sangat perlu 2: perlu 3: tidak perlu Jelaskan alasan untuk pilihan Anda:………………………………. …………………………………………………………………….. b. Menurut Anda, sebaiknya lingkup urusan dalam KPJM adalah: 1: semua pengeluaran/belanja urusan 2: semua pengeluaran/belanja urusan wajib (24 jenis urusan) 3: pengeluaran/belanja urusan wajib pelayanan dasar (13 jenis urusan) 4: pengeluaran/belanja urusan wajib pelayanan dasar tertentu (3-5 jenis urusan) Jelaskan alasan untuk pilihan Anda:………………………………. ……………………………………………………………………… c. Menurut Anda, sebaiknya lingkup jenis belanja dalam KPJM adalah: 1: belanja tidak langsung saja 2: belanja langsung saja 3: belanja tidak langsung dan langsung Jelaskan alasan untuk pilihan Anda:………………………………. ……………………………………………………………………… III. Status Hukum KPJM a. Peraturan perundangan KPJM/MTEF di Indonesia sudah memadai sebagai landasan implementasi di daerah? 1
2
3
4
5
b. Menurut Anda, status hukum KPJM yang paling tepat adalah dalam bentuk: 1: Peraturan Daerah 2: Peraturan Kepala Daerah Jelaskan alasan untuk pilihan Anda:………………………………. ………………………………………………………………………
88
LAMPIRAN I KUESIONER
c. Jika status hukum dalam bentuk Peraturan Daerah, menurut Anda apakah: 1: Peraturan Daerah tersendiri mengenai KPJM 2: Bagian dari Peraturan Daerah mengenai APBD Jelaskan alasan untuk pilihan Anda:………………………………. ……………………………………………………………………… d. Jika status hukum dalam bentuk Peraturan Kepala Daerah, menurut Anda bagaimana menjamin ketersediaan anggaran untuk tahun-tahun berikutnya? 1: program/kegiatan yang berbasis KPJM harus masuk dalam RKPD setiap tahun 2: program/kegiatan yang berbasis KPJM harus diperjuangkan dalam pembahasan APBD dengan dewan setiap tahun 3: lainnya, sebutkan ………………………………………………………………………. e. Dalam hal status hukum yang berbentuk Peraturan Kepala Daerah, menurut Anda bagaimana menjamin besaran komitmen anggaran bagi program kegiatan KPJM untuk tahun-tahun berikutnya? 1: besaran anggaran untuk tahun-tahun berikutnya sudah masuk dalam Peraturan Kepala Daerah tentang rincian APBD 2: besaran anggaran untuk tahun-tahun berikutnya harus diperjuangkan dalam pembahasan APBD dengan dewan setiap tahun 3: lainnya, sebutkan ……………………………………………………………………….
IV. Prosedur dan Mekanisme Penyusunan KPJM 1. Urusan wajib layanan dasar tertentu a. Pemilihan program/kegiatan a. Menurut Anda kriteria yang digunakan untuk memilih program/kegiatan dalam urusan wajib pelayanan dasar adalah: 1: semua kegiatan yang diharuskan oleh peraturan perundangan 2: kegiatan yang menjamin terselenggaranya pelayanan dasar 3: lainnya, sebutkan ……………………………………………………………………
LAMPIRAN I KUESIONER
89
b. Menurut Anda siapa yang berwenang untuk menentukan program/kegiatan ini? 1: Mendagri 2: Kepala Daerah (melalui BAPPEDA) 3: DPRD 4: Kepala SKPD b. Penetapan target masing-masing program/kegiatan a. Menurut Anda bagaimana target masing-masing program/kegiatan ditetapkan: 1: berdasarkan target RPJMD 2: berdasarkan target SPM terkait 3: lainnya, sebutkan …………………………………………………………………… b. Menurut Anda siapa yang berwenang untuk menetapkan target masing-masing program/kegiatan ini? 1: Menteri teknis 2: Kepala Daerah (melalui BAPPEDA) 3: DPRD 4: Kepala SKPD c. Penetapan besaran kebutuhan pendanaan program/kegiatan untuk mencapai target a. Menurut Anda bagaimana menetapkan besaran kebutuhan pendanaan kegiatan? 1: incremental berbasis TA sebelumnya 2: analisis standar belanja (ASB) 3: lainnya, sebutkan ……………………………………………………………………. 2. Sektor unggulan daerah a. Apakah daerah Anda telah memiliki sektor unggulan? 1: Ya, sebutkan …………………………………………………………………….
90
LAMPIRAN I KUESIONER
2: Tidak, jelaskan mengapa ……………………………………………………………………. b. Apakah daerah sudah memiliki perkiraan kebutuhan pendanaan jangka menengah untuk sektor unggulan? 1: Ya 2: Tidak c. Apabila sumber dana terbatas, mana menurut Anda yang lebih prioritas untuk didanai? 1: urusan wajib pelayanan dasar tertentu 2: sektor unggulan daerah Jelaskan alasan untuk pilihan Anda:………………………………. ………………………………………………………………………
V. Kesiapan Daerah a. Setujukah
Anda
bahwa
Pemerintah
Daerah
sudah
layak
dan
siap
untuk
mengimplementasikan KPJM/MTEF dalam alokasi belanja daerahnya? 1
2
3
4
5
b. Setujukah Anda bahwa konsep KPJM/MTEF dalam alokasi belanja daerah menghadapi ancaman/hambatan ketika diterapkan? 1
2
LAMPIRAN I KUESIONER
3
4
5
91
LAMPIRAN II PEDOMAN FGD I. Daftar Peserta FGD 1. Sekretariat Daerah 2. BAPPEDA 3. Dinas Pengelola Keuangan Daerah 4. Dinas Pendidikan 5. Dinas Kesehatan 6. Dinas PU 7. Dinas-dinas yang menjadi sektor unggulan daerah 8. DPRD Komisi yang membidangi anggaran daerah Yang diharapkan hadir dari SKPD di atas adalah: 1. Pejabat yang memahami perencanaan dan penganggaran dalam hal ini penyusunan program (selain BAPPEDA dan Dinas Pengelola Keuangan Daerah) 2. Pejabat di seluruh bidang BAPPEDA (perencanaan fisik, sosioekonomi, infrastruktur) 3. Pejabat DPKD di bidang pendapatan dan anggaran II. Tahapan FGD 1. Pembukaan 2. Narasumber dan Peneliti menjelaskan konsep KPJM 3. Pimpinan FGD mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk didiskusikan dan mengarahkan diskusi (lihat daftar pertanyaan) 4. Pimpinan FGD membuat beberapa kesimpulan untuk diketahui oleh para peserta 5. Penutupan III. Daftar Pertanyaan Untuk Didiskusikan dengan Peserta FGD 1. Apakah semua jenis belanja/pengeluaran harus memiliki KPJM? 2. Menurut Anda mana yang lebih baik, peraturan daerah atau peraturan kepala daerah, sebagai payung hukum KPJM daerah?
92
4. Sejauh pemahaman kita, bagaimanakah prosedur dan mekanisme yang ideal untuk penyusunan KPJM daerah? a. Terkait dengan kriteria progam dan kegiatan yang dipilih b. Terkait penentuan indikator target yang dipakai c. Terkait perhitungan KPJM 5. Apakah periode kepemimpinan kepala daerah harus dijadikan patokan jangka waktu KPJM? 6. Apakah selama ini daerah sudah melakukan proyeksi terhadap komponen pendapatan daerah (PAD, Dana Perimbangan, dan Pendapatan lain-lain) untuk tiga tahun ke depan? 7. Bagaimana kelayakan dan kesiapan Pemerintah Daerah untuk mengimplementasikan konsep KPJM/MTEF dalam anggaran belanja daerahnya? 8. Apa pendapat Anda jika penerapan KPJM/MTEF dilakukan melalui piloting? 9. Apa saja menurut Anda yang akan menjadi tantangan dan hambatan penerapan KPJM di daerah?
LAMPIRAN II PEDOMAN FGD
93
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD FGD Provinsi Sulawesi Tengah 3 Juni 2014 Pembukaan oleh Iskandar DJPK Perkenalan oleh Abdul Halim Peserta FGD: 1.
Syaifullah (Dinas Bina Marga)
2.
M. Faizal M. (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan)
3.
Bambang Sunaryo (Dinas ESDM)
4.
Rudi Dewanto (Dinas Pendapatan Daerah)
5.
Dewy (Asisten 3 Sekda)
6.
Moledbu(Dinas Perkebunan)
7.
Taslima (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan)
8.
Agus (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan)
9.
Ramdan T. (Dinas Pertanian)
10.
Irfan Sadat (Dinas Pertanian)
11.
Iksan (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah)
12.
Aldi Renaldi (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah)
13.
Hendra (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah)
14.
Sudirman (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah)
15.
Hasjman Syamsul (Dinas Kesehatan)
16.
Hasudungan (BI)
17.
Abdul Hadi (Divisi Pemasaran Bank Sulteng)
18.
Sarif Zen (Divisi Corporate Secretary Bank Sulteng)
19.
Bappeda Bidang Perekonomian
94
20.
Ahmad S. (Dinas Perkebunan)
21.
Immosa A. (Dinas Cipta Karya)
22.
Syarifuddin (Dinas Cipta Karya)
23.
Andi Makasau (Dinas Cipta Karya)
24.
Rachman Armando (BAPPEDA)
Penjelasan Tentang KPJM/MTEF oleh Hefrizal Handra -
Arah penelitian ini adalah menyusun pedoman implementasi KPJM. KPJM telah disusun sejak 2011. Secara konsep KPJM adalah management tool untuk mengelola keuangan yang sejalan dengan anggaran berbasis kinerja. KPJM yang disupport anggaran berbasis kinerja akan lebih baik.
-
Mengapa perlu KPJM? Di level nasional lebih ke arah stabilitas makro. Secara implisit di Indonesia telah melakukan itu. Saat 1998 krisis, konsolidasi fiskal dilakukan tahun 2001. Di level daerah mengarah kepada kepastian penyediaan sumberdaya. DI APBN saat ini sudah ada proyeksi 2015 per komponen tapi belum ada rincian daerahnya. Untuk menjamin keberlangsungan pelayanan di daerah, estimasi pembiayaan perlu dilakukan. Jika ada anggaran jangka mennengah akan ada kepastian pendanaan pelayanan publik. Sebagai negara demokrasi, anggaran bisa digeser oleh proses politik. Dengan KPJM pergeseran dapat berkurang karena ada kepastian yang telah ditentukan.
-
Dasar hukum KPJM? Di pusat maupun daerah. APBD 2015 memuat proyeksi 2016, 2017 dan 2018. Proyeksi itu menjadi basis penyusunan dalam APBD tahun berikut misalkan sebagai angka minimum penyediaan sumber daya bagi program/institusi. Jika bertambah harus ada argumentasi, jika kurang perlu realokasi. Didaerah belum ada praktek PP 58/2005 dan Permendagri 13/2006. Di Pusat tidak di UU APBN tetapi di Peraturan Presiden. Bagaimana di daerah? Seberapa kuat jika diatur lewat peraturan kepala daerah?
FGD dipandu oleh Abdul Halim 1. Apakah semua jenis belanja perlu KPJM? Asisten 3: Tidak semua, hanya pelayanan dasar dan sektor unggulan karena pemda punya visi misi yang harus diikuti. Persoalannya komitmen dan political will dengan Bappeda. Peternakan: Kalau KPJM telah memiliki peraturan lebih tinggi bagaimana bisa diteparkan di tingkat daerah jika banyak peraturan perundangan dari pusta yang belum dapat diterapkan dengan baik. Di UU 17 ada perbedaan pendapat antara Kemenkeu dan Kemendagri.
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
95
Apakah seluruh program dan kegiatan perlu KPJM? Tidak karena belanja yang terkait dengan belanja langsung adalah program dan tidak selamany ajangka menengah, ada yang tahunan. Ini sudah diperdakan lewat RPJM 5 tahunan. Ini menjalankan amanat UU. Tidak bisa memutuskan secara internal KPJM atau tidak karena perlu koordinasi dengan Bappeda. Hanya diperuntukkan program strategis dengan jangka waktu 5 tahun. Bappeda: Overlapping dengan RPJM dalam beberapa aspek. Asisten 3: Yang harus dipenuhi adalah pelayanan dasar, sesuai dengan ekspektasi pemerintah pusat kepada peda untuk menyediakan layanan dasar. AH: Di Indonesia banyak peraturan dan banyak yang tidak jalan. Ada KPJM, ada RPJM. Dalam tinjauan inilah perlu dilihat perspektif penganggarannya. NT: Di bab 7 dan 8 sudah ada indikasi alokasi. Pengalaman di Sulawesi Utara, banyak diestimasi oleh Bappeda namun tidak sempat didiskusikan dengan dinas teknis. Apakah realisasi perencanaan yang dikonsepkan Bappeda sesuai dengan angka di bab 7 dan 8. Bagaimana menjamin pelayanan dasar itu minimal? Paling tidak mempertahankan standar tahun lalu dan sesuai SPM. Paling tidak 3-4 tahun ke depan ada jaminan pembiayaan program. Banyak temuan ketidakkonsistenan di Sulut, tahun pertama ada 58 temuan dimana
anggaran
ada
perencanaan
tidak
ada.
Konsistensi
perencanaan
dan
penganggaran perlu. Asisten 3: Sulteng mendapat penghargaan perencanaan. HH: Terdapat 2 model KPJM: Brazil dengan penganggaran 5 tahunan dan KPJM di Australia, NZ, dan Afsel. Di KPJM disebut dengan indikasi bukan anggaran jangka menengah. ESDM: KPJM tidak bisa diberlakukan pada semua program dalam RPJM. KPJM hanya perlu apda program strategis tertentu. 2. Apakah Bapak/Ibu merasa pendanaannya terjamin? PU: KPJM inilah yang ditunggu-tunggu oleh PU karena penyelenggaraan pembiayaaan infrastruktur sifatnya memang jangka panjang dan berkesinambungan. Kalau RPJMDnya kiblat, maka KPJMnya kompas. Persoalannya adalah KPJM ini tool yang dilandasi oleh aturan yang memiliki sangsi apabila target tidak dipenuhi. Program itu sifatnya pelayanan dasar atau unggulan yang diatur oleh aturan yang mendasari. Perlu pentahapan sesuai target pendanaan. Jika tidak terpenuhi beban pembiayaan akan terakumulasi tahun depan. Kesehatan: PP 65 dan Kemkes mengatur SPM untuk menunjang indikator dan diharapkan kab/kota dapat menyiapkan anggaran tahunan yang berkesinambungan. Target selama ini ditetapkan oleh kemenkes, harusnya kabupaten/kota saja lewat perda/pergub. Tidak ada
96
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
punishment selama ini. Realisasi target SPM di Sulteng sangat rendah terutama kematian ibu. KPJM bukan hanya di provinsi namun juga perlu di kabupaten/kota. Perlu perda yang memayungi kepatuhan kabupaten/kota. Pendidikan: Masih banyak dari kementerian misalnya BOS. Di daerah ada dana bantuan untuk guru yang proses pembayarannya cukup lama ditambah renacan pengurangan anggaran Dispenda:
Dan
perimbangan
30%,
PAD
30%.
Kl
dana
perimbangan
tidak
berkesinambungan perencanaan KPJM juga terganggu. DBH cukai rokok 6% di triwulan 1 (6 M dari 33 M). Jika demikian praktek di lapangan akan kesulitan. Perlu keterangan sumber dana dalam KPJM sehingga jelas di lapangan, misal pembangunan daerah sumber dana PAD. Jika belum ada dananya tapi pembangunan dipaksakan akan muncul kesulitan likuiditas daerah. Dasar hukum perlu perda agar memiliki kekuatan hukum. Koreksi perencanaan juga perlu disertakan. Selama ini baik di pusat maupun daerah hanya dikurangi totalnta namun di ASBnya (anggaran standar belanja). 3. Jangka waktu KPJM sebaiknya 3 tahun atau 5 tahun? Bappeda: RPJM dirasa sudah cukup mumpuni. Jika KPJM diperlukan bisa disandingka dengan RPJM dalam 5 tahun. KPJM periodenya disamakan dengan RPJM yakni 5 tahun. Pelayanan dasar pakai KPJM. Keuangan: Dalam penerapan anggaran per bidang dasarnya UU untuk menentukan alokasi unsur wajib dan pilihan. KPJM diperlukan di daerah karena dalam menjalankan tugas wajib tadi perlu kesinambungan namun ada persoalan waktu dalam penetapan anggaran. 4. Kriteria layanan dasar? HH: Apakah semua yg ada di kesehatan layanan dasar?pendidikan? Kesehatan: ada 24 indikator di SPM permen dibagi dalam 4 jenis pelayanan. Semua merupakan urusan kabupaten kota. Perubahan SPM terbaru sedang diproses dengan memberikan 2 urusan ke provinsi. Asisten 3: Peternakan masuk sektor unggulan 5. Jika pedoman pelaksanaan MTEF sudah tersusun, apakah Prov Sulteng setuju untuk dijadikan pilot project? Asisten 3: Jangan dulu karena WDP sedang turun sehingga mau fokus ke itu dulu. Sebenarnya idenya bagus karena mendorong target pelayanan prima. BI: Jika KPJM dilaksanakan perlu kemampuan proyeksi yang baik dan penentuan skala prioritas. KPJM dapat mengurangi proyek yang mangkrak dan mendorong sarana
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
97
pendukung. Jangan sampai tumpang tindih antara KPJM dan RJPM. Untuk perbankan, bank di sulteng trennya meningkat: asset 21 T, kredit 15-17%. Ini karena program financial inclusion. Perbankan akan mensupport sepanjang bankable dan feasible. Walaupun di nasional ada perlambatan target pertumbuhan karena tight policy baik fiscal maupun moneter (pemotongan anggaran dan kenaikan BI rate). Bank Sulteng: Dalam rencana bisnis bank KPJM telah dilakukan. Apabila tidak tercapai akan dipilah kembali prioritasmya untuk dilaksanakan tahun berikutnya. Meski telah dibuat tiga tahunan tidak menutup kemungkinan ada revisi tahunan. Sudah dihitung dividen bagi pemegang saham tiga tahun ke depan serta penyertaan pemprov tiga tahun ke depan. Penyertaan modal diperdakan, selama ini perkiraan jarang meleset. Kesimpulan oleh AH Political will penting, paling tidak dari pusat yakni Kemenkeu terkait KPJM.
98
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
FGD Kota Palu 4 Juni 2014
Pembukaan oleh Iskandar DJPK Perkenalan oleh Abdul Halim Peserta FGD: 1.
Yuniar (BAPPEDA)
2.
Siti Aisyah (BAPPEDA)
3.
Anita (BAPPEDA)
4.
Mitoy F. (DPRD)
5.
Prakoso (BAPPEDA)
6.
Hans Ishak (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan)
7.
Emma S. (Dinas Kesehatan)
8.
Andi N. (Dinas Kesehatan)
9.
Lukman (Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Kelautan)
10.
Sumkrasi (Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Kelautan)
11.
Nizarwati (Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Kelautan)
12.
Vivi Sutina (Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Kelautan)
13.
Irma Alkaf (Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah)
14.
Rahmat Kawaru (Dinas Pekerjaan Umum)
15.
Idrus (Dinas Pendidikan)
16.
Iskandar Zulkarnain (BAPPEDA)
17.
Mahyuddin (Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi)
18.
Ramli S. (Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi)
Penjelasan Tentang KPJM/MTEF oleh Hefrizal Handra - Arah penelitian ini adalah menyusun pedoman implementasi KPJM. KPJM telah disusun sejak 2011. Secara konsep KPJM adalah management tool untuk mengelola keuangan yang sejalan dengan anggaran berbasis kinerja. KPJM yang disupport anggaran berbasis kinerja akan lebih baik. - Mengapa perlu KPJM? Di level nasional lebih ke arah stabilitas makro. Secara implisit di Indonesia telah melakukan itu. Saat 1998 krisis, konsolidasi fiskal dilakukan tahun 2001. Di level daerah mengarah kepada kepastian penyediaan sumberdaya. DI APBN saat ini sudah ada proyeksi 2015 per komponen tapi belum ada rincian daerahnya. Untuk menjamin
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
99
keberlangsungan pelayanan di daerah, estimasi pembiayaan perlu dilakukan. Jika ada anggaran jangka mennengah akan ada kepastian pendanaan pelayanan publik. Sebagai negara demokrasi, anggaran bisa digeser oleh proses politik. Dengan KPJM pergeseran dapat berkurang karena ada kepastian yang telah ditentukan. Dasar hukum kpjm? Di pusat maupun daerah. APBD 2015 memuat proyeksi 2016, 2017 dan 2018. Proyeksi itu menjadi basis penyusunan dalam APBD tahun berikut misalkan sebagai angka minimum penyediaan sumber daya bagi program/institusi. Jika bertambah harus ada argumentasi, jika kurang perlu realokasi. Didaerah belum ada praktek PP 58/2005 dan Permendagri 13/2006. Di Pusat tidak di UU APBN tetapi di Peraturan Presiden. Bagaimana di daerah? Seberapa kuat jika diatur lewat peraturan kepala daerah? FGD dipandu oleh Abdul Halim 1. Apakah semua jenis belanja perlu KPJM? PU: Periode pemilihan legislative dan eksekutif tidak sama sehingga tidak sinkron. Anggaran sudah dimulai Februari, tapi pemimpin yang baru terpilih memiliki rencana program sendiri. Ini menjadi masalah. Selain itu belum ada fokus anggaran progam. Palu baru saja membuka kawasan ekonomi khusus namun belum jelas bagaimana ke depan. Masalah kepastian hukum, infrastruktur, dan SDM menjadi tantangan bagi estimasi penganggaran. Perlu memperkuat sistem. BAPPEDA: Baru membaca tentang KPJM, tetapi nampaknya sudah ada dalam RPJMD. Jika penerapannya dilakukan di daerah, apa landasan hukumnya dan dimana posisi perencanaannya. Dinas Kesehatan: Selama ini Dinkes melakukan costing SPM untuk memperkirakan anggaran hingga 5 tahun. Dinas Pendidikan: Program ini menjamin program pendidikan yang menjamin layana dasar. KPJM perlu doterapkan karena menyangkut rencana ke depan. 2. Apa landasan hukumnya? Dinas Pendidikan: Perda. 3. Jangka waktu KPJM sebaiknya 3 tahun atau 5 tahun? Dinas pendidikan: Yang di-KPJM-kan yang prioritas saja dalam jangka 3 tahun seperti layanan dasar. PU: Prioritas sektoral berbeda-beda. Diperlukan standar untuk itu.
100
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
Dinkes: Landasannya SPM, misalnya imunisasi diprioritaskan karena masuk ke dalam 24 prioritas. BAPPEDA: Apakah pendapatan di-KPJMP-kan juga? HH: Seharusnya iya, apakah sudah dilakukan? BAPPEDA: Belum. Bagaimana dengan DAU? Kemenkeu: DAU dapat dihitung sendiri oleh daerah untuk 3 tahun ke depan. Bobot telah ditentukan, tinggal dikalikan dengan pool of fund. BAPPEDA: target prioritas adalah SPM lalu MDGs. 4. Kalau KPJM sudah disepakati, pemerapannya langsung atau perlu piloting? Kota Palu apakah bersedia? PU: Sangat bersedia.
Kesimpulan oleh AH Terima kasih.
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
101
FGD Provinsi Jawa Timur 17 Juni 2014
Pembukaan oleh Prasetyo Indro Soejono Perkenalan oleh Abdul Halim Peserta FGD: 1.
Dinas Pengairan
2.
Dinas Pengairan
3.
BAPPEDA
4.
Dinas Pendapatan
5.
Dinas Pendapatan
6.
Dinas Pendapatan
Penjelasan Tentang KPJM/MTEF oleh Nasir Aziz MTEF tidak lain adalah sebagai kerangka pengeluaran jangka menengah yang merupakan alat manajemen pengelolaan keuangan publik atau yang dikenal dengan penganggaran berdasarkan kinerja. Intinya adalah KPJM merupakan strategi kebujakan pengeluaran pemerintah baik pusat maupun daerah secara menyeluruh dan terintegrasi. Ada tiga tujuan KPJM di tingkat nasional yakni menjaga dan memperbaiki kondiis makro fiscal, alokasi sumber daya secraa strategis, dan memastikan keberlanjutan alokasi. Sedangkan di daerah tujuannya adalah menjaga pelayanan public dan kepastian penyediaan sumber daya. Sektor prioritas dalam KPJM adalah pelayanan dasar yakni pendidikan, kesehatan, dan kesehatan. Setelah itu terpenuhi, KPJM dapat dikembangkan ke sektor unggulan, disesuaikan dengan fiscal space. Baseline, indicator dan parameter, serta perkiraan maju ke depan perlu ditentukan. Pembangunan fisik rumah sakit di daerah otonom, misalnya, perlu keterlibatan dinas lain di luar dinas kesehatan termasuk kontribusi dana karena perlu dukungan infrastruktur. Jangka waktu pun lebih dari setahun. Detail mekanisme dan contoh penerapan akan dibahas lebih lanjut dalam FGD. FGD dipandu oleh Abdul Halim Dirjen Perimbangan Keuangan saat ini ingin merumuskan research-based policy sehingga kebijakan MTEF pun melewati tahap ini agar berjalan dengan baik.
102
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
1. Menurut Ibu dan Bapak, apakah KPJM sudah diterapkan atau belum di Jawa Timur? BAPPEDA: Sepengetahuan saya, KPJM ini, ketika penilaian di pusat dilakukan, salah satu aspek penilaiannya adalah apakah dokumen perencanaan sudah mengikuti KPJM. Di 2014, kita sudah mencoba melakukan itu. Bahkan di 2015 yangsedang disusun kita mencoba memenuhi Permendagri 13 karena di APBD sudah ada proyeksi 5 tahun sehingga bisa digunakan sebagai acuan. Estimasi per program per urusan dilakukan hingga dua tahun ke depan. Banggar di legislative terlibat, inilah titik kritis karena menyangkut konsistensi dua tahun ke depan. Dinamika di banggar menjadi penentuan kualitas anggaran. Dinas Pengairan: Kalau kita bicara KPJM maka Jawa Timur sudah menyusun. Dulu landasan hukumnya Pergub, mulai 2014 akan diperdakan. Seharusnya tidak ada politik anggaran namun selama ini anggaran dipakai sebagai sarana untuk motivasi politik tertentu sehingga kita tidak bisa berkomitmen terhadap anggaran yang telah kita setujui. Tidak perlu perda tersendiri karena bagian dari renstra. Secara eksplisit KPJM belum di Jawa Timur. 2. Sebenarnya KPJM dan RPJM bedanya dimana ya? Dinas Pendapatan: Implementasinya di BAPPEDA dimana setiap perencanaan lewat Musrenbang. Yang merisaukan kami adalah sinkronisasi kegiatan antara beban SKPD yang menjadi tugasnya. 3. KPJM di pusat sudah dijalankan, di daerah nampaknya belum sehingga akan disusun panduan untuk penerapan KPJM. KPJM harusnya 3-5 tahun, tidak hanya t+1 seperti dalam Permendagri. Daerah lain ada yang mengatakan RPJM itu kiblat dan KPJM itu kompas. Apakah pendapat itu dapat diterima dan apa argumennya? Dinas Pendapatan: Kami belum memahami KPJM. Beberapa waktu yang lalu sudah ada kegiatn untuk memproyeksikan lima tahun kedepan dari 2014 hingga 2019 dari aspek RPJM. Kami belum bisa memahami sinkronisasi antara KPJM dan RPJM. Kontek kami masih RPJM. AH: Kita belum jelas tentang KPJM padahal itu amanat UU. Di lembar ketiga kuesioner dicontohkan. 4. Untuk menyusun KPJM urusan wajib dasar saja atau semua? Dinas Pengairan: Bagaimana kita bisa menyusun KPJM kalau RPJM tidak disepakati. KPJM
adalah bentuk operasional dari RPJM, kalau dibreak-down akan detail, misal
pembangunan jalan tol perlu waktu 3 tahun, di RPJM sudah dimasukkan, dana sudah diikat melalui perda. Namun masalah saat ini adalah RPJM sudah diikat dengan perda tetapi anggarannya belum terikat. Pada konteks ini dasarnya KPJM dan RPJM sama.
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
103
Dinas Pengairan: Proyeksi semua urusan di Jawa Timur, bukan pelayanan dasar saja. AH: RPJM bayangannya lima tahun, kalau KPJM tiga tahun ke depan. Ada jaminan dalam dokumen bahwa anggaran harus diikuti ke depan. Apakah semua jenis belanja perlu di KPJMkan? BAPPEDA: Praktek selama ini proyeksi 5 tahun ke kepan. Jika itu dianggap kiblatnya, dalam menyusun KPJM, dalam matriks bab 8 dan proyeksi pendapatan di bab 3 harus ditarik untuk semua urusan. Dinas Kesehatan: Kadang ada kebijakan pusat yang memutus kebiajakn daerah, misalnya BPJS yang memotong Jamkesda sehingga di Restra tidak ada lagi di Renstra. Pemberdayaan dan KLB harus ada perencanaan tahunan. Dinas Kelautan: Kami tau KPJM dari Kementerian Kelautan lewat formulasi KPJM. Kami di provinsi belum terdoktrin KPJM. Kami belum pernah membicarakan KPJM di level provinsi. Kami masih meraba-raba KPJM. AH: Apa kriteria sektor unggulan dalam memilih prioritas? Dinas Kelautan: Potensi, misalnya Jawa Timur memiliki UMKM yang baik serta agenda Guebrnur juga perlu dieprtimbangkan. Dinas Pariwisata: Kami hanya tau RPJM. Dinas Pengairan: Yang penting bagi kita adalah sejauh mana KPJM menjamin keberlangsungan anggaran. Saat ini semua sektor mendapatkan porsi anggaran. Kami setuju apapun terminologinya, yang penting adalah jaminan anggaran. BAPPEDA: Permendagri 54 ada forward estimate dan budget estimate rinci untuk 5 tahun ke depan. Ada seluruh program unggulan dan program prioritas. Sebelum ada revisi UU 33, dari kemenkeu perlu sinergi bersama dengan kemendagri, bappenas, dan menpan agar tidak kontradiktif. Untuk di KPJM, misalnya 3 tahun, kalau KPJM isinya berbeda dengan RPJM apakah tidak jadi persoalan? Setiap tahun ada evaluasi pusat. Perlu sinkronisasi antara dokumen satu dengan yang lain. Indikator perencanaan dan evaluasi sering tidak sejalan. Ini masukan bagi KPJM agar berjalan efektif. Perlu dokumen strategis yang disepakati antar kementerian. AH: Bagaimana koordinasi KPJM antar KL, Pak Pras? PIS: Dana transfer ada prakiraan maju, baik DAU dan DAK untuk tiga hingga empat tahun ke depan. Tujuan DAK adalah untuk menyamakan standar pelayana dasar. Juknis dari KL teknis juga harus tiga hingga empat tahun ke depan. Dengan adanya kepastian dana transfer, kita dapat menegsampingkan factor lain seperti DPRD karena dana sudah terearmark.
104
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
NA: Di Aceh ada Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) mulai 2010 walaupun tidak disebutkan bahwa ini program KPJM. Anggaran tahun 2011 dan setelahnya tidak dapat diusik oleh legislative. Dinas Cipta Karya: RPIIJM (rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah) harus disusun daerah untuk cipta karya. Cipta karya siap mengimplementasikan KPJM. 5. Apakah KPJM perlu piloting atau langsung diimplementasikan? BAPPEDA: Apakah kita bisa belajar best practice di pusat? Di pusat pakai piloting atau tidak? Kita ikuti saja polanya. Dinas Cipta Karya: Perlu pendampingan. BAPPEDA: Perlu pendampingan. Dinas Pengairan: Kami setuju pilot project karena karakteristik SKPD berbeda-beda, misalnya dinas pengairan tidak ada dana dekon. Pilot project perlu diarahkan untuk SKPD dengan dana dekon karena berhubungan dengan palayanan masyarakat. AH: Seandainya jadi piloting, apakah Jawa Timur mau jadi pilot project? BAPPEDA: Bersedia.
Kesimpulan oleh AH Terima kasih.
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
105
FGD Kota Batu 18 Juni 2014
Pembukaan oleh Prasetyo Indro Soejono Perkenalan oleh Abdul Halim Peserta FGD: 1.
Edi Martono (BPKAD)
2.
Dinas Kesehatan
3.
Dinas Cipta Karya
4.
BPKAD
5.
BPKAD
6.
Sekertaris Daerah
Penjelasan Tentang KPJM/MTEF oleh Candra Fajri Ananda KPJM berkembang seiring dengan dinamika penganggaran dan perencanaan keuangan dan pembangunan di daerah. Seringkali pemda kesulitan dalam meyakinkan dewan terkait prioritas program kerja eksekutif sehingga keberlanjutan program tidak dapat dipastikan. Walaupun belum diaplikasikan secara luas di daerah, Terdapat contoh yang menarik dari KPJM. Sutiyoso misalnya, ketika menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta mengunci anggaran sebesar Rp 6 T untu membiayai proyek infrastruktur yang berkelanjutan. KPJM juga dikenal dengan beberapa termonologi seperti multi-year budget, forward budget, expenditure review, multi-year estimate, dan forward estimate. Konsekuensi dari KPJM, salah satunya ialah reformasi birokrasi terutama pada hubungan antara eksekutif dan legislatif. KPJM adalah strategi kebijakan dan rancangan pengeluaran pemerintah yang bertujuan untuk menjaga kondisi makro fiscal, mendukung program prioritas, dan peningkatan kapasitas layanan di daerah. Dilihat dari aspek hukumnya, KPJM adalah praktek penganggaran yang legal sebagaimana ditetapkan dalam UU Keuangan Negara sehingga daerah tidak perlu takut dalam menerapkan KPJM. Kota batu yang sedang merencanakan pembangunan kompleks pemda (block office) bisa menggunakan kerangka ini. Selama ini persoalannya adalah biaya pembangunan yang tinggi ditanggung bersama oleh setiap SKPD, namun realisasinya kadang terhambat oleh pencairan dana.
106
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
KPJM pada layanan dasar seperti di sektor pendidikan dan kesehatan perlu mengikuti SPM yang berlaku dan kemudian dana dikunci setelah ditetapkan. Dalam implementasi KPJM, perlu penetapan prioritas program dan kapasitas fiscal sehingga alokasi anggaran menjadi optimal. Secara teknis, Musrenbang sebenarnya krusial dalam penetapan prioritas karena dapat menajdi wadah bagi inovasi penyusunan dokumen perencanaan yang lebih baik, tidak hanya sekedar menjadi ritual. Persoalan lain ialah APBD yang merupakan dokumen politik perlu diubah menjadi lebih akademis. Maksudnya, diperlukan kajian teknis dan pertimbangan di luar aspek politik dalam merumuskan dan menetapkan program prioritas berikut anggarannya. Disinilah KPJM diperlukan mengingat KPJM akan mendorong perencanaan yang terintegrasi dan fokus. FGD dipandu oleh Abdul Halim 1. Asisten Bidang Pembangunan: MTEF belum sangat familier di kota Batu. MTEF konsepnya sama dengan RPJM. Sangat mendukung jika di terapkan KPJM di Batu. Ada kendala saat pembahasan anggaran di legislatif, dimana untuk penganggaran fungsi legislatif sangat dominan. 2. Dinas Kesehatan: Ada beda KPJM dengan RPJM. RPJM: muncul program dan kegiatan serta anggaran yang bersifat indikatif ( sementara). KPJM: Program dan kegiatan sudah lebih aplikatif. Anggarannya sudah ada dan lebih rinci. Namun ada kendala dalam penerapannya seperti jika terjadi perubahan rekening atau nomenklaturnya. 3. Kadis PKD: Pemda kota Batu, sistem pengangaran sudah mengacu pada petunjuk Mentri Keuangan untuk pengelolaan Keuangan Daerah. Tindak lanjut jiga dilakukan dengan peraturan Walikota. KPJM: belum di laksanakan di Kota Batu. 4. Abdul Halim: Perubahan UU33/2004 sedang berjalan di DPR RI. Salah satu perubahan tsb, daerah mengharuskan untuk menerapkan KPJM dalam perencanaan dan penganggarannya. Untuk itu daerah mulai sekarang harus mempersiapkan diri ke arah itu. 5. Hefrizal Handra: Perbedaan antara RPJM dan KPJM: RPJM ada masa jabatan kepala daerah, KPJM biasa masa jabatan atau melewati masa jabatan. KPJM: Dapat memperkirakan pendapatan, tergantung kegiatannya. Pendapatan bisa turun atau meningkat ( tidak selalu linier). KPJM: penyusunannya melalui beberapa tahap, termasuk mempertimbangkan pelayaan dasar, skala prioritas atau sektor unggulan daerah. Contah; Pelayanan dasar; wajib belajar 9
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
107
tahun: maka penyusunan anggaran untuk kegiatan inimenjadi prioritas. Kesehatan: layanan dasar dst. 6.
Dinas Pendidikan; KPJM
SANGAT
baik
jika
dapat
diterapkan,
karena
konsepnya
jelas
dan
menjaminketersediaan anggaran untuk beberapa tahun ke depan. KPJM lebih fokus dan tepat sasaran. Sebaiknya KPJM itu Perda 7.
PKD: KPJM : sanga baik dan setuju di terapkan. Dasar hukumya Peraturan daerah
8.
Dinas Kesehatan: Dasar hukum Perda: lebih kuat, Peraturan daerah tidak kuat dan susah implimentasi terutama dalam pembahasan di DPRD.
9.
Dinas Cipta Karya: Prinsipnya setuju di terapkan KPJM di daerah. Pemda kota batu belum diterapkan KPJM dan belum dengar. Skala prioritas dibuat berdasarkan RPJM.
10. Dinas Pertanian: Dasar Hukum KPJM: Perda Program dan kegiatan pada unggulan dan layanan dasar 11. Asisten Pembangunan: Dasar hukum KPJM: Peraturan daerah ( Perwali). KPJM: Masa waktunya harus konsisten ( apakah 5 tahun, 3 tahun dst). RPJM: Lebih pada perencanaan. KPJM: lebih pada pengangaran. KPJM: Sebaiknya seluruh kegiatan tidak hanya di batasi pada layanan dasar atau periotas daerah saja. KPJM langsung di terapkan tanpa pilot projet, namun harus ada pendampingan. Keberhasilan sebuah kegiatan ada 4 syarat: Komitmen, peningkatan pemahaman, sistem yang baik/ prosedur yang memadai. Serta sistem pengendalian internal melalui kebijakan. 12. BAPPEDA: Sangat setuju diterapkan KPJM di daerah. KPJM: lebih tepat sasaran. Harus ada kesepataan antara eksekutif dan legislative. Bagaimana jika anggaran tidak habis terserap, akan menimbulkan Silpa yang banyak. Harus ada pilot projek, batu siap sebagai tuan rumah. Kesimpulan oleh AH Terima kasih.
108
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
FGD Provinsi DIY 24 Juni 2014
Pembukaan oleh Ubaidi Socheh Hamidi Perkenalan oleh Abdul Halim Peserta FGD: 1.
Sri purwaningsih (DPKA)
2.
Kristiana (Disperindagkop)
3.
Yulistianti (Disperindagkop)
4.
Mulyadi (PU)
5.
Purwantara (Dians Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga)
6.
Maryanto (Dinas Kesehatan)
7.
Dian Ari (Dinas Pariwisata)
8.
Sri Rejeki (Dinas Pariwisata)
9.
Kusuma (DPKA)
10.
Dion (BAPPEDA)
11.
Kristiana Dwi Lestari (BAPPEDA)
12.
Imam (BAPPEDA)
13.
Made (BAPPEDA)
14.
Erni (BAPPEDA)
Penjelasan Tentang KPJM/MTEF oleh Nasir Aziz KPJM adalah alat manajemen pengelolaan keuangan daerah yang berbasis kinerja. Dikenal juga sebagai multi years budget, forward budget, expenditure review, multi years estimate, dan forward estimate. KPJM memberikan kepastian dana secara sustainable dan memastikan ketersediaan sumebr daya untuk prioritas daerah sehingga dapat dialokasikan sebaik-baiknya. KPJM dibenarkan UU. Dasar hukum di daerah bisa lewat perda. Perlu prioritas pelayanan dasar dan diikuti dengan pengembangan sektor unggulan di bidang masing-masing, misal pariwisata dan perikanan. Perlu memperhatikan fiscal space, parameter, baseline, dan mekanisme penyusunan pelayanan tersebut. Baseline adalah tahun awal perumusan KPJM dan ditarik perkiraan maju 3-4 tahun ke depan. Misal,
direncanakan
pembangunan
rumah
sakit.
Proses
mulai
dari
perencanaan
pembangunan fisik yang menyangkut peran PU, PDAM, PLN, Telkom, dan Dinas Kesehatan. Terbentuklah sebuah rumah sakit yang terintegrasi.
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
109
FGD dipandu oleh Abdul Halim Saat ini sedang proses revisi UU Perimbangan Keuangan. Pansus sudah terbentuk di DPR. Salah satu poinnya adalah KPJM. Di tingkat Pemerintah Pusat sudah diterapkan. 1. Apa kesan/pendapat Ibu dan Bapak tentang KPJM dan RPJM? BAPPEDA: Sarpra terkait penyediaan infrastruktur. Ketika ada jaminan bahwa program/kegiatan bisa dijalankan dengan jaminan anggaran maka ada kepastian keberlanjutannya. Seringkali realisasi RPJM goyah, terjadi pergeseran prioritas, misal Gempa 2006. RKPD tahunan sudah masing-masing sektor. Di RPJM 5 tahunan dan perlu pendalaman. KPJM bagus karena ada integrasi dengan sektor pendukung namun sulit mengingat mekanismenya belum ada. Persoalannya belum ada legalitas untuk itu. RPJM legal karena ada perda. Integrasi belum sepenuhnya ada. Dari studi kemenkeu ini diharapkan ada implementasi. Pelaksanaan padahal dari kemendari. Prioritas program besar perlu MTEF. Perlu penguatan landasan hukum dari kemendagri sehingga dapat diimplementasikan di daerah. Komitmen pemda penting. Tidak diketahui ketersedian dana lima tahun ke depan, yang bisa diprediksi hanya sekedar DAU dan DAK. Dana infrastruktur dari swasta tidak dapat diestimasi padahal sebaiknya masuk ke dokumen perencanaan. AH: Apa beda KPJM dan RPJM? Made BAPPEDA: Beda detail program/kegiatan. Dion BAPPEDA: Dalam RPJMD penganggaran masih sektoral belum ada integrasi kerangka seperti dalam MTEF. Itu perbedaanya. MTEF seharusnya bagian dari RPJMD yang merupakan kerangka integrasi anggaran. AH: Ada RPJM, ada KPJM. Bagaimana di Pariwisata? Sri Rejeki Dinas Pariwisata: Pariwisata berbasis event jadi butuh kepastian anggaran. Event punya ketergantungan dengan publikasi dan target wisatawan sehingga perlu kestabilan anggaran. KPJM mendorong program/kegiatan di pariwisata lebih baik. Dian Ari: Pariwisata butuh rencana yang berkesinambungan dan dana yang tidak sedikit. Ini berhubungan dengan anggaran. Mulyadi PU: KPJM memudahkan PU. Dana ada yang dari pusat dan daerah. Dari pusat tidak diketahui program selama lima tahun, hanya diketahui program pertahunnya. BAPPEDA: RPI2JM yang anggarannya dari APBD otoritas daerah/provinsi. Teknis di air dan bina marga tentang pembagian kewenangan pusat dan daerah. Penganggaran ada forumnya ada perwakilan dari pusat. Misal jalan provinsi maka anggaran ada di provinsi. RPI2JM sudah ada dokumennya. Bayangannya 3 tahun tetapi belum terjamin anggarannya.
110
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
Maryanto Dinas Kesehatan: Ada RPJM yang dikelola BAPPEDA. 2. Apakah daerah siap menjalankan KPJM? Purwanto Dinas Pendidikan: Kalau ada KPJM
+3 tahun ada kepastian. Namun
masalahnya selama ini belum ada kepastian anggaran karena ada pembahasan di DPRD. Bagaimana sarana melegalkan itu? AH: Secara alat akan memperjelas ketersediaan dana rencana tiga tahun ke depan. Konsep KPJM peintah UU. Selain RPJM dan ASB, ada KPJM. KPJM belum jalan, apdahal kalau sudah diaudit BPK, ini juga akan dicek. Di pendidikan bisa diimplementasikan? BAPPEDA: +1 pun tidak ada kepastian. Selama ini masih ada pagu anggaran sehingga konsep kadang tidak jalan. Dana terbatas, perlu penentuan prioritas. AH: Apa indicator untuk menentukan kriteria program prioritas yang akan dipilih? NT: Di bab 8 ada indikasi program bagi masing-masing SKPD. Jumlah itu bisa lebih besar dari APBD. 24 kewajiban SPM tidak hanya domain provinsi, namun sebagian adalah kabupaten kota. Dari 24 indikator, provinsi bisa memilih sesuai dengan kemampuan keuangan. BAPPEDA: Prioritas pelayanan dasar baru sektor lain. Ada keterbatasan domain transfer provinsi. Di bidang pendidikan, misalnya, pendidikan LB tanggung jawab provinsi, PAUD tanggung jawab kabupaten/kota. 3
Apakah KPJM tidak bisa ditetapkan bagi semua jenis pengeluaran/belanja? BAPPEDA: Tidak bisa, harus diutamakan pelayanan dasar, baru unggulan dan lain-lain. NT: Semua SKPD ada minimum allocation untuk cover operational cost. Dengan resources yang terbatas perlu prioritas kebutuhan. Transfer provinsi ke kabupaten/kota dibatasi dengan urusan tertentu, misal PAUD. AH: KPJM perlu untuk kegiatan yang lebih dari 1 tahun misal kePUan, karena menjamin kewajiban anggaran. KPJM lebih ke penganggaran. Apakah kekhawatiran misalnya tidak bisa estimate pegawai akan membuat KPJM tidak bisa dijalankan? BAPPEDA: Bisa jalan asala ada komitmen dari top amangement. AH: Urutannya pelayanan dasar, unggulan, dan lain-lain. Estimasi baseline menjadi acuan utama yakni angka minimum.
4. Di daerah baiknya landasan hukum perda atau pergub? BAPPEDA: Budget perlu komunikasi dengan legislative yang punyak hak budgeting. Kalau cuma pergub susah realisasinya.
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
111
AH: Apakah DPPKA memprediksi pendapatan 3-4 tahun ke depan? Purwanigsih DPPKA: Hanya satu tahun ke depan. BAPPEDA: Penyaluran dana terkadang tidak sesuai rencana, misal dana keistimewaan. USH: Pengajuan juga harus on time. AH: Apa hambatan estimasi anggaran? DPPKA: PAD sedikit, misal kontribusi pajak kendaraan. Jika diestimasi naik, timbul kemacetan. AH: Apakah anggaran harus selalu naik? DPPKA: Trennya naik. AH: Paradigma yang digunakan masih incremental, padahal mungkin saja anggaran turun, tidak harus naik. RP: Penganggaran perlu dikaitkan dengan output based budgeting. Jika masih menggunakan pendekatan incremental dimana forward estimate didasarkan tren maka akan selalu naik . AH: Anggaran selalu diasosiasikan dengan belanja. Pendapatan tidak harus naik. DPPKAD: Apakah memungkinkan dana dekon TP dari K/L menggunakan KPJM dengan periode 3 tahunan yang sama dengan dana dari Kemenkeu? AH: KPI2JM merupakan KPJM pusat yang melibatkan daerah dan sudah jalan di Provinsi Jawa Timur Disperindagkop: Di disperindagkop belum jalan. AH: Di Dinas PU sudah jalan, bagaimana dengan KPJM? NA: Di Surabaya prefer pergub. Dengan perda perlu komunikasi intens antara eksekutif dan legislative. Di aceh, layanan dasar tiga tahun ke depan sudah terprediksi, misal JKA dan rumah dhuafa. Estimasi bisa turun kecuali ada perubahan signifikan dalam program. Walaupun namanya bukan KPJM tetapi karakteristiknya sudah seperti KPJM. Anggaran JKA tahun ini diprediksi turun karena sudah ada JPPS. Setiap tahun direview tetapi kepastian minimum terjamin. NT: Apakah perda sendiri atau masuk dalam perda APBD: BAPPEDA: Berdiri sendiri karena APBD dibahas secara keseluruhan dan tiap tahun. Apakah di KPJM kurun waktunya seragam? KPJM adalah komitmen. Contohnya adalah kasus TrnasJogja.
112
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
5. Apakah pemda DIY siap dan layak menerapkan KPJM? BAPPEDA: layak dengan kondisi normal. 6. Kalau KPJM ditetapkan pemerintah pusat, menurut Ibu Bapak apakah perlu langsung atau piloting? DPPKA: uji coba. AH: Apakah DIY bersedia untuk piloting? Atau langsung dengan pendampingan? DPPKA: piloting dengan pendampingan. 7. Apa tantangan dan hambatan implementasi KPJM? USH: Paradigman inceremntal masih kental pada penganggraan di daerah. Dirjen PK mengharapkan ada perubahan di daerah dimana dengan adanya kepastian ke depan akan ada perbaikan bagi proses penganggaran dan kualitas layaan public dasar. DAK mampu mendorong pola belanja daerah yang spesifik seperti infrastruktur dipanding DAU yang block grant. Dismaping perbaikan proses penganggaran,proses DAK substantive juga diperbaiki. Ke depan berbasis outcome, bukan hanya output. Ini merupakan proses panjang yang memberi keyakinan bahwa KPJM dapat diimplementasikan di daerah. Peraturan pelaksanana juga menjamin berjalannya kebijakan ini.
Kesimpulan oleh AH Terima kasih.
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
113
FGD Kabupaten Sleman 25 Juni 2014
Pembukaan oleh Ubaidi Socheh Hamidi Perkenalan oleh Abdul Halim Peserta FGD: 1.
Heru Kristiawan (DPKAD)
2.
Sri Winarti (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan)
3.
Ana Yustina (BAPPEDA)
4.
Ibnu (DPKAD)
5.
Suji Iriani (Disperindagkop)
6.
(BAPPEDA)
7.
Rini (BAPPEDA)
8.
Puji Lestari (Dinas PU)
9.
Nunuk Hartati (BAPPEDA)
10.
Indrayanti (BAPPEDA)
11.
Dwi Warni (Dinas Pendikan, Pemuda dan Olah Raga)
12.
Haryanto (Dinas Kesehatan)
13.
Dispenda
Penjelasan Tentang KPJM/MTEF oleh Nasir Aziz KPJM adalah penganggaran berbasis kinerja. Dikenal juga sebagai multi years budget, forward budget, expenditure review, multi years estimate, dan forward estimate. KPJM meruapkan strategi kebiajakn yang menyeluruh dan terintegrasi. KPJM diperlukan karena anggaran terbatas sehingga perlu perencanaan yang baik. Dalam konteks nasional, control deficit dan pertumbuhan ekonomi penting selain alokasi sumber daya pada sektor strategis dan prioritan serta kepastian penyediaan sumber daya. Bagi pemerintah daerah, menjaga keberlangsungan dan tingkat pelayanan public di daerah dan kepastia penyediaan sumber daya di daerah. UU 17/2003, PP 20/2004 dan PP 21/2004 menjelaskan KPJM bagi pemerintah pusat sedangkan PP 58/2005 serta Permendagri 13/2006. Landasan hukum yang kuat tidak ada keraguan implementasi KPJM di daerah yang nantinya dapat didukung dengan pergub/perda. KPJM di daerah diprioritaskan bagi pelayanan dasar dan diikuti dengan sektor unggulan yang disesuaikan dengan fiscal space. Baseline ditentukan sebagai basis acuan forward estimate
114
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
dalam 3-4 tahun ke depan. Contoh implementasi KPJM adalah pembangunan RS yang melibatkan dinas kesehatan, PU, PDAM, PLN, dan Telkom sehingga mempu pemberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. FGD dipandu oleh Abdul Halim 1.
Ada KPJM, di BAPPEDA ada RPJM, bagaimana tanggapannya? Suci (Disperindagkop): KPJM tidak familiar tetapi secara substantive sudah melakukan. RPJM ada perkiraan maju. Dulu basisnya incremental, sekarang berdasarkan perkiraan inflasi. Di Sleman prioritas pembiayaan pelayanan dasar. Saat ini tahun politik, ada penekanan yang berbeda. AH: KPJM dan RPJM bedanya apa? Suci (Disperindagkop): KPJM bagian dari RPJM. Ibnu (DPKAD): Secara sustaansi Suci (Disperindagkop): KPJM penekanan pada expenditure sedangkan RPJM lebih luas. Puji (PU): KPJM fokus pelayanan dasar. Ibnu (DPKAD): RPJM luas, belum ada jaminan ada alokasi untuk ini. AH: Revisi UU 33/2004 tentang perimbangan keuangan memuat klausul estimasi penganggaran 3 tahun ke depan. KPJM untuk semua jenis belanja atau semua? Suci (Disperindagkop): Semua tapi prioritas pelayanan dasar, lalu urusan wajib, baru sektor unggulan daerah. Ana (BAPPEDA): Nasional sudah mulai berjalan, penganggaran untuk 3 tahun. Apakah DAU dan DAK sudah diketahui 3 tahun ke depan? Kalau sudah, ketersediaan dana di daerah bisa dimasukkan dalam RPJMD. Ibnu (DPKAD): Kalau tidak diperdakan, KPJM tidak akan lancar.
2.
AH: Jangka KPJM berapa lama? Ibnu (DPKAD): 5 tahun sesuai periode jabatan. Suci (Disperindagkop): 5 tahun, 1 tahun dasar dan 4 forward estimate. Haryanto (Dinas Kesehatan): Ada overlapping program/kegiatan. Dinas
Pendidikan:
Perubahan
kurikulum
2013
menyebabakan
perubahan
program/kegiatan yang belum masuk dalam coverage permendagri. Sleman sudah membuat estimasi +1 namun belum ada jaminan ketersediaan dana.
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
115
3. Bagaimana mekanisme KPJM seharusnya? Ibnu (DPKAD): Kalaupun diperdakan atau dipergubkan tetapi tidak masuk ke perda APBD. Perda APBD jangan tahunan. Suci (Disperindagkop): Garansinya perda untuk 5 tahun baik perencanaan maupun penganggaran lau dibreakdown tahunan. Ini sebagai acuan negosiasi dengan dewan terutama saat tahun politik yang menyebabkan pergeseran alokasi anggaran. AH: Apa kriteria program/kegiatan yang masuk KPJM? Suci (Disperindagkop): Pelayanan dasar, urusan wajib, dan prioritas. Heru Kristiawan (DPKAD): gaji dan pelayanan dasar Haryanto (Dinas Kesehatan): ada kegiatan yang tidak perlu biaya, misal pemberdayaan masyarakat dan sosialisasi kesehatan, bisa CSR. Sedangkan imunisasi membutuhkan dana. Jika mengikuti unit cost bagi program kesehatan anggaran kesehatan habis. AH: RPI2JM adalah MTEF pusat yang berkaitan dengan daerah, dana dekon, dana dari K/L pelaksana daerah. Apakah diterapkan disini? Puji (PU): Itu provinsi. AH: Bagaimana prioritas program di pendidikan? Dinas Pendikan, Pemuda dan Olah Raga: prioritas SPM. AH: Bagaimana prioritas program di PU? Puji (PU): Sarana prasarana dasar infrastruktur perkiraannya selalu naik. Anggaran selain APBD juga dari pusat. 4. AH: Apakah mungkin membuat perkiraan 3-tahun ke depan? Ana Yustina (BAPPEDA): Perencanaan mungkin, penganggaran bisa berubah. AH: Penganggaran di Sleman sendiri-sendiri masing-masing SKPD atau sudah terintegrasi dalam suatu program? Suci (Disperindagkop): pasar sebagai program unggulan sudah, misal antara perijinan dan infrastruktur fisik. Di BAPPEDA ada pokja sektoral sebelum perumusan anggaran. AH: Apakah mekanisme tersebut sudah tertulis? Suci (Disperindagkop): Belum, tetapi sudah dijalankan 2 tahun ini untuk pasar, rumah sakit, dan rusunawa (pembangunan fisik). NT: Secara konseptual KPJM sudah dipraktekkan namun perlu penyusunan mekanisme.
116
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
NA: Di aceh, layanan dasar tiga tahun ke depan sudah terprediksi, misal JKA dan rumah dhuafa. Estimasi bisa turun kecuali ada perubahan signifikan dalam program. Walaupun namanya bukan KPJM tetapi karakteristiknya sudah seperti KPJM. Anggaran JKA tahun ini diprediksi turun karena sudah ada JPPS. Setiap tahun direview tetapi kepastian minimum terjamin. Paradigma belanja jangan incremental karena bisa turun, misal kemiskinan turun maka anggaran untuk itu juga turun. Suci (Disperindagkop): Estimasi berbeda beda, ada incremental, ada pertimbangan inflasi, acuan dan tahun lalu, didasarkan pada Permendagri 37/2012. Tidak semua anggaran naik, ada juga yang turun. Sri Winarti (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan): Kebudayan ditopang dana keistimewaan. Pariwisata dominan di PAD maka dimasukkan ke unggulan. Pariwisata tidak bisa jalans endiri, perlu dukungan berbagai sektor, misal listrik. Perlu SOP integrasi sektor. Dinas Pariwisata siap membuat perencanaan KPJM, namun perlu penjelasan bagi program yang sifatnya dua tahunan. Suci (Disperindagkop): Training, pelayanan perijinan, dan pebangunan pasar bisa KPJM. Perlu pelatihan bagi masyarakat. Di perindag cuma ada 6 penyuluh untuk mengidentifikasi dan memetakan regional NTA (pelatihan). Ini pelayanan dasar untuk emningkatkan daya saing. Ibnu (DPKAD): Estimasi penganggaran hanya setahun ke depan dan incremental. Dispenda: Incremental 10% per tahun. 5. Adakah hambatan dalam penerapan KPJM? Rini (BAPPEDA): KPJM sebaiknya 3 tahun saja, ini juga dua kali kerja. AH: KPJM akan mempertegas RPJMD di bab 8. KPJM hanya kemungkinan kecil meleset karena sudah dibicarakan lintas SKPD. KPJM lebih mudah dievaluasi dengan jangka 3 tahun karena mendekati realisasi. 6. KPJM perlu piloting atau langsung diimplementasikan? Suci (Disperindagkop): piloting dengan technical assistance. AH: Bersedia jd pilot? Rini (BAPPEDA): bersedia
Kesimpulan oleh AH Terima kasih.
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
117
FGD Provinsi Sumatera Barat 5 Agustus 2014
Pembukaan oleh Prasetyo Indro Perkenalan oleh Abdul Halim Peserta FGD: 1.
Syafuddin (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata)
2.
Herlina (Dinas Kesehatan)
3.
Erfa Putra (Dinas Pekerjaan Umum)
4.
Besli (Dinas Pertanian)
5.
Febrina Lawalata (Dinas Kelautan)
6.
Andri F. (Dinas Pendidikan)
7.
Dina Febriyanti (Dinas Koperasi)
8.
Ria Bun (DPKD)
Penjelasan Tentang KPJM/MTEF oleh Hefrizal Handra FGD dipandu oleh Abdul Halim 1. Di propinsi kebanyakan dana Dekon/TP. Berapa komposisi antara Dekon/TP dengan APBD untuk petanian di Sumbar? Pertanian: 170 M dana Kementerian Pertanian lewat Dekon/TP ke Prov maupun Kab/Kota. APDB untuk pertanian tanaman pangan kurang lebih 30 M. Anggaran pertanian di APBD tidak lebih dari 5%. Koperasi. APBD 5 M, Dekon/TP: 3 M. Kelautan: Dekon 13 M, APBD: 40 M. PU: 40 M untuk pemeliharaan jalan, Dekon/TP untuk pelatihan sekitar 5 M, APBD 300M termasuk belanja tidak langsung. Pariwisata: Dekon 450 juta TP 300 juta, baru dapat dua tahun terakhir. Tidak ada anggaran urusan wajib. Tidak dapat DAK. 2. Apakah SKPD sanggup membayangkan anggaran 3 tahun ke depan: Kesehatan: Pembangunan RS misalnya, anggaran tahun 1 pembangunan dasar, tahun 2 pembangunan gedung, tahun 3 fasilitas.
118
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
3. Apakah anggaran tahun jamak sama dengan KPJM? Kesehatan: Sama jika dilihat kenyataannya. Pendidikan: Kalau tahun jamak, fisik sekolah baru anggaran dibagi 4 tahun. Jika KPJM kalau satu sekolah dibangun dalam satu tahun maka tahun kedua anggaran ke operasional. Nasir Aziz: Apakah di SKPD Bapak/Ibu ada program yang memiliki karaketristik KPJM? Kesehatan: Ada, jaminan kesehatan yang anggarannya bisa naik turun tetapi selama ini naik terus untuk 2007-2017 Nasir Aziz: Di Aceh ada Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) yang kemudian dilebur ke BPJS. Tiga layanan dasar: pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur sudah diperdakan sehingga tidak bisa dirubah oeh legislatif. PU: Di infrastruktur ada pembangunan jalan/jembatan tahun jamak lewat APBD. Hefrizal Handra: Bagaimana dengan pemotongan anggaran Dekon/TP di PU? PU: Pembangunan baru dipotong anggarannya, pemeliharaan tetap. Hefrizal Handra: Pusat konsisten dengan dana APBN yang ke daerah karena KPJM bertujuan untuk mempertahankan layanan. 4. Apakah ada masalah antara periode KPJM dengan masa jabatan kepala daerah? Pendidikan: Aturan hukum perlu diperjelas lewat perda, tidak harus sama dengan masa jabatan kepala daerah. 5. Bagaimana dengan aspek keuangan KPJM? DPKD: Orang keuangan berfikir jangka panjang. Kalau anatomi APBD harus menyisihkan anggaran
untuk
keperluan
strategis
pelayanan
dasar
termasuk
kegiatan
yang
pengeluarannya multi years. Sisanya baru dibagi antara urusan wajib dan pilihan dalam 5 tahun. Sekarang daerah belum berani menggunakan pembiayaan. Pemda melakukan pembiayaan hanya dari silpa, belum berani dengan pinjaman. Tahun jamak ditetapkan dengan perda (kesehatan) atau perkada (kesehatan dan pendidikan). Jadi berbeda antara RPJMD dan KPJM. RPJMD merupakan dokumen perencanaan dan KPJM merupakan dokumen penganggaran. RPJMD menjadi acuan penganggaran dalam KPJM. Abdul Halim: Selama ini di Prov Sumbar dalam keadaan normal anggaran fokus pemenuhan pelayanan dasar, Apakah anggaran cukup? DPKD: tidak cukup maka ada pemotongan anggaran dari kegiatan rutinitas termasuk pelayanan dasar. Tahun jamak tidak bisa dipotong misal jamkesada.
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
119
6. Apakah ada produk hukum yang menjamin itu? DPKD: Tidak ada kalau dari daerah. Abdul Halim: Apakah KPJM perlu? DPKD: Sangat perlu. Abdul Halim: Apakah daerah siap untuk melakukan forward estimate terhadap alokasi dana pendamping tiga tahun ke depan? DPKD: Daerah akan mengikuti aturan pusat. Lebih baik dengan PP agar legislatif di daerah tidak bisa mengutak-utik anggaran yang sudah disusun. 7. Apakah Sumatera Barat setuju jadi piloting? DPKD: Setuju karena mempercepat reformasi birokrasi.
Kesimpulan oleh AH Terima kasih.
120
FGD Kabupaten Pesisir Selatan 6 Agustus 2014
Pembukaan oleh Prasetyo Indro Perkenalan oleh Abdul Halim Peserta FGD: 1.
Suardi S. (BAPPEDA)
2.
Widyantoro (DKP)
3.
Yeni Gusni (Dinas Pertanian)
4.
Nurmailistry (Dinas Koperindag dan Pasar)
5.
Hendry H. (Dinas PU)
6.
Rahmi (Dkporabudpar)
7.
Busril (BAPPEDA)
8.
Darmadi (DPPKAD)
9.
Afrizal Umari (BAPPEDA)
10.
Yozki (DKP)
11.
Abdul K. (Dians Kesehatan)
12.
Weldi (DPKD)
13.
Suariadi (Dinas Pendidikan)
14.
Difhaldi (BAPPEDA)
15.
M. Kaldri (BKD)
16.
Erizon (Sekertariat Daerah)
17.
Indra Jaya (Sekertariat Daerah)
18.
Helen HS (DPPKAD)
19.
Rismono Adhika (DPPKAD)
20.
Al Hafiz (BAPPEDA)
21.
Juabidi (DPPKAD)
Penjelasan Tentang KPJM/MTEF oleh Hefrizal Handra FGD dipandu oleh Abdul Halim 1. Apa bedanya KPJM dengan RPJM? BAPPEDA: KPJM adalah turunan dari RPJM. Abdul Halim: Apakah KPJM sama dengan anggaran tahun jamak? BAPPEDA: sejenis.
121
DPPKAD: Nomenklaturnya beda, kalau kerangka ada pengeluaran selama lima tahunan, maksud dan tujuan sama, Abdul Halim: Ada penganggaran dan perencanaan, KPJM lebih ke yang mana? DPPKAD: lebih ke perencanaan, kalau penggaran yang disepakati antara pemerintah dan DPRD. 2. Abdul Halim: Mungkin tidak membuat anggaran sampai tiga tahun ke depan? PU: Mungkin saja, tetapi ada beberapa tambahan namun perlu memasukkan variasi selama tiga tahun ke depan untuk mengantisipasi perkembangan. Kesehatan: Kita melakukan penganggraan khususnya di dinas kesehatan, kalau dulu di RPJMD kesehatan memang lima tahunan untuk prediksi anggaran kesehatan. Kita juga membikin perencanaan tahunan, untuk tiga tahunan juga bisa dilakukan berdasarkan RPJMD seperti pelayanan dasar yang pasati dianggarkan. Program etrtentu/khusus juga bisa diprediksikan untuk tahun yang akan datang. Pendidikan: Sangat setuju dengan KPJM, namun perlu batas standar minimal karena tiap tahun naik. Abdul Halim: Misal SPM dasar belum terpenuhi apakah perlu diproyeksi tiga tahun ke depan? Kesehatan: perlu untuk mendorong pencapaian, Abdul Halim: Kalau sudah menganggarkan tiga tahun ke depan, perlukah membuat lagi tiga tahun berikutnya setelah tahun berjalan? DPPKAD: Dulu RPJM disusun berdasarkan visi misi kepala daerah. KPJM perlu mengikuti renstra, saat ini belum diterapkan di daerah. Sekda: Anggaran tahun jamak terpisah dari APBD. 3. Abdul Halim: Produk hukum KPJM perlu Perda atau cukup Perkada? BAPPEDA: Perlu Perda yang disepakati dengan anggota dewan sehingga tiap tahun tidak perlu dibahas dengan anggota dewan. …: Peraturan bupati saja karena untuk mengesahkan suatu perda memerlukan waktu yang panjang. BAPPEDA: Proyeksi harus lebih maju dari masa jabatan kepala daerah untuk menjamin penyediaan pelayanan dasar terutama saat transisi kepemimpinan baik di eksekutif maupun legislative. Abdul Halim: Menyusun KPJM berdasarkan program atau kegiatan?
122
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
BAPPEDA: lebih cocok program karena bertujuan untuk mencapai target SPM lewat bebrapa kegiatan. 4. Abdul Halim: Apakahs elama ini SKPD suah pernah membayangkan KPJM karena ada program pusat? PU: Ada semacam KPJM Keciptakaryaan yang dishare degan APDB Provinsi dan APBD. Nasir Aziz: RPJM mengarah ke rencana sedangkan KPJM memastikan anggaran tiga tahun ke depan. Di Aceh, walaupun tidak bernama KPJM, polanya sudah sama dengan KPJM untuk kesehatan, pemdidikan, dan infrastruktur. Misalnya Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) yang diperkuat oleh Perda atau yang di Aceh disebut Qanun sehingga anggota dewan tidak banyak mempertanyakan anggarannya lagi. Anggaran tidak linier, bisa meningkat maupun turu, etrgantung target pencapaian. 5. Abdul Halim: Bagaimana menentukan prioritas pendanaan jika terjadi keterbatasan dana? Kesehatan: Prioritas anggaran yang bersumber dari APBD perpedoman pada urusan/kegiatan yang harus disediakan oleh daerah anggarannya. Misalnya, pelayanan gizi masyarakat dan imunisasi rabies. Abdul Halim: Apakah sudah mengKPJMkan pendapatan? DPPKD: Penganggaran baru setahun, belum membayangkan tiga tahun ke depan. Abdul Halim: Apa sektor unggulan di sini? DPPKD: sektor pertanian dan pariwisata Pertanian: Bagus sekali jika ada KPJM karena ada kepastian pendanaan bagi sektor unggulan. Perikanan: KPJM sesuatu yang baru karena merupakan sinergi antara perencanaan dan penganggaran. Tantangan bagi daerah adalah kemampuan menentukan rencana ke depan, kondisi keuangan ke depan, dan faktor inflasi. Selama ini anggaran incremental tanpa dasar, belum pasti dan belum implementatif. Pelayanan dasar menjadi utama lalu diikuti prioritas KPJM. Namun prioritas sektor unggulan belum pasti karena kurangnya kemmapuan analisa kondis ke depan. Abdul Halim: Apakah sudah menggunakan ASB? Perikanan: belum dalam evaluasinya BAPPEDA: sudah karena sudah mencapai WTP Abdul Halim: ASB ada hubungannya dengan WTP?
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
123
BAPPEDA: ya, salah satu indikatornya. Kalau RPJMD kiblat dan KPJM kompas, berarti KPJM hanya bisa berlaku selama periode RPJMD sehingga di tahun ke lima RPJMD KPJM tidak berlaku karena tahun berikutnya RPJMD sudah berubah. 6. Abdul Halim: KPJM langsung diterapkan atau uji coba dulu? Perikanan: uji coba pada beberapa daerah karena SDM aparatur beragam PU: uji coba karena perlu transisi DPPKAD: RPJMD Pessel 2010-2015, kalau KPJM mulai dilaksanakan pada 2015 maka KPJM tidak bisa untuk 2015 maka untuk RPJM berikutnya Abdul Halim: KPJM tidak harus sesuai dengan masa jabatan bupati maka tanpa kaitan dengan RPJMD pun KPJM bisa jalan. 7. Apakah Pessel bersedia untuk piloting? BAPPEDA: Apakah ada anggaran tambahan untuk itu? Abdul Halim: Karena ini dari pusta maka pusat akan mencari tambahan anggaran untuk melaksanakannya Perikanan: KPJM lebih ditentukan oleh pencapaian SPM sehingga tidak ada masalah dengan RPJMD. Untuk pelayanan dasar KPJM tidak terkait dengan periodesasi RPJMD maupun jabatan kepala daerah. Dokumen perencanaan tidak hanya RPJM namun juga RPJP.
Kesimpulan oleh AH Terima kasih.
124
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
FGD Provinsi Kalimantan Barat 12 Agustus 2014
Pembukaan oleh Faisal Perkenalan oleh Abdul Halim Peserta FGD: 1.
Samuel (BPKAD)
2.
Wiji (BAPPEDA)
3.
Guruh (BAPPEDA)
4.
Nunung (Dinas Kesehatan)
5.
Kusmayadi (Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif)
6.
Basuni (BAPPEDA)
7.
Fahrurazi (Dinas Pertanian)
8.
Nasyiatul Aisyiah (Dinas PU)
9.
Ranuwati (Dinas PU)
Penjelasan Tentang KPJM/MTEF oleh Hefrizal Handra FGD dipandu oleh Abdul Halim 1. Ada KPJM ada RPJM, bagaimana pandangannya, beda atau sama? BAPPEDA: KPJM sangat menarik namun di daerah ada perda RPJM, di bab 4 ada keuangan daerah proyeksi 5 tahun ke depan. Di perbatasam , kondisi jalan strategis nasional hanya 1,5 m pun baru 2013 diaspal. Infrastruktur jauh dari harapan. Kalau dilihat tujuan KPJM untuk menjaga tingkat pelayanan. KPJM dan RPJM sangat beda, RPJM hanya prediksi, belum tahu kekuatan keuangan daerah. BAPPEDA: RPJMD mencangku belanja langsung maupunn tidak sedangkan KPJM hanya belanja langsung sehingga secara prinsip sama. Abdul Halim: Kalau sudah ada RPJM apakah perlu KPJM? BAPPEDA: perlu sebagai alat kontrol aparat di daerah BAPPEDA: RPJMD merupakan rencana 5 tahun ke depan termasuk keuangannya lalu ada evaluasi kinerja. Prioritas kebutuhan dasar lalu diikuti program unggulan. Abdul Halim: Apakah pernah dengar KPJM/MTEF? Dinas Kesehatan: RPJM adalah rencana pembangunan jangka menengah, kalau KPJM adalah implementasi kea rah kebutuhan yang nyata dari RPJM sehingga KPJM perlu mendampingi RPJM.
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
125
BAPPEDA: Program PU selalu lebih dari 1 tahun penganggarannya. RPJM merupakan rencana makro untuk menungkan visi/misi gubernur. Untuk menerjemahkan RPJMD ada renstra, Abdul Halim: Apakah RPI2M merupakan KPJM? BAPPEDA: Ini program pusat tetapi sesuai dengan RPJMD. Pembangunan yang direncanakan oleh PU selalu gagal karena investasi, sharing antara pemerintah pusat dan daerah. Misal, tanah belum siap. 2. Apakah mungkin dalam APBD dimasukkan anggaran 3-4 tahun ke depan? Apakah sudah ada? DPKAD: Kalau berdasarkan definisi, APBD merupakan anggaran tahuna. Ada RKA namun hanya satu tahun ke depan. Tidak ada yang tiga tahun. Abdul Halim: Apakah daerah mampu? DPKAD:
Kalau
diserahkan
ke
SKPD
pasti
mampu
hanya
saja
dari
sisi
pendapatanketidakpastian masih tinggi karena masih tergantung dengan dana transfer. Kalau pusat memastikan anggaran tiga tahun ke depan maka daerah tinggal menyesuaikan pagu anggaran berdasarkan prioritas. Hefrizal Handra: DAK pelayanan dasar pada revisi UU 33 akan berbasis jangka menengah dalam 3 tahun. DAU formula juga tidak akan berubah selama tiga tahun. DPKAD: Kalalu DAK tidak masalah karena sudah pasti dan sudah ditentukan jadi tidak bisa digeser ke SKPD lain. DAU dan dana perimbangan DBH tidak bisa diperkirakan. Ini menyebabkan kesulitan dalam memproyeksikan belanja. PAD bisa diprediksi. 3. Apakah punya program unggulan? BAPPEDA: pertanian 4. Bagaimana menentukan program prioritas? Dinas Kesehatan: pelayanan selaku urusan wajib yang langsung menyentuh kebutuhan dasar. Kita melihat prioritas permasalahannya, misalnya kasus gizi buruk. Noldy Tuerah: Indikator pelayanan dasar ada 22, harus melihat apa kewenangan provinsi untuk diseleksi kemudian dan menetapkan program paling prioritas. Idenya adalah kalau uang terbatas, mana yang mutlak tidak bisa ditunda dilakukan oleh provinsi. Dinas Kesehatan: prioritasnya misalnya menurunkan kematian ibu, menurunkan kematian bayi, meningkatkan gizi, dan meningkatkan kualitas hidup. Abdul Halim: APBD Kalbar berapa? BAPPEDA: APBD 3,8T.
126
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
Dinas PU: 1,5T untuk infrastruktur, baru realisasi 500M. Kabupaten/Kota lebih menderita karena berhubungan langsung dengan masyarakat. Abdul Halim: Revisi UU 32 fokus pada pembagian kewenangan, sekarang PP 38. BAPPEDA: Bantuan keuangan yang diarahkan dari provinsi ke kabupaten/kota. 5. Apa dasar hukum KPJM di daerah? Dinas Kesehatan: perda BAPPEDA: KPJM dibahas setelah ditetapkan RPJMD. 6. Kalau KPJM jalan, bagaimana respon sektor unggulan? Dinas Pertanian: Sektor padi dan lidah buaya. Kalau dari APBD total 2014 Rp 82M. BAPPEDA: Anggaran sektoral terbesar PU, pendidikan, kesehatan, dan pertanian. Dinas Pertanian: kendala benih dan pupuk selalu menjadi eprmasalahan. Kalau dari APBD dan APBN ada anggaran pembelian benih dan pupuk, kendalanya langkanya benih dan pupuk. Dana dekon pertanian lebih kecil dari APBD, dekon hanya pelatihan dan pembinaan. Di setiap kabupaten ada program penangkar benih untuk mencukupi kebutuhan benih, kendalanya mekanisme pengadaan. Jika jadwal tanam meleset bisa terkena hama. Dinas Pariwisata: anggaran cuma 10M, bukan sektor unggulan. BAPPEDA: MP3EI koridor 3 mengunggulkan perkebunan dan pertambangan tetapi universitas tidak ada jurusan perkebunan dan pertambangan sehingga penduduk asli daerah tidak dapat menikmati dan berpartisipasi, hanya pendatang saja. Hefrizal Handra: RPJM biasanya lima tahun, Kalbar 2013-2018. Kalau dimulai 2013 ada yg bs menjadi pedoman bagi KPJM. Misal tahun 2018 tetap saja KPJM walau 2019 tidak ada RPJM. Kira-kira KPJMnya seperti apa? BAPPEDA: Tidak terbayang kalau RPJM tidak ada tetapi membuat KPJM karena visi misi gubernur bisa berbeda jika ganti kepemimpinan misal yang sebelumnya prioritas pemeliharaan jalan yang setelahnya prioritas pembangunan jalan. BPKAD: Ada dua opsi untuk menagtasi keterbatasan dana, multi years dan dana cadangan yang diatur perda. Selama ini yang banyak dipakai adalah multi years. Hefrizal Handra: Saat ada RPJM maka KPJM mengacu pada RPJM, namun saat periode RPJM hampir habis, acuan KPJM adalah layanan dasar. Ini rancangan yang kami bayangkan. Siapapun gubernurnya, layanan kesehatan dan pendidikan, birokrasi, pemeliharaan jalan, serta gaji harus jalan.
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
127
7. KPJM langsung dijalankan atau perlu uji coba? BPKAD: uji coba dulu dalam pelaksananya aka nada kendala sehingga bisa disempurnakan untuk yang akan datang. 8. Kalau pakai uji coba apakah kalbar mau jadi pilot project? BPKAD: Cukup berat untuk jadi pilot project karena cukup menguras sumber daya manusia dan anggaran. PU: tidak mau Dinas Kesehatan: mau asal ada sosialisasi Dinas pariwisata: mau asal ada anggaran dan pendampingan
Kesimpulan oleh AH Terima kasih.
128
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
FGD Kota Pontianak 13 Agustus 2014
Pembukaan oleh Faisal Perkenalan oleh Abdul Halim Peserta FGD: 1.
Sumaliyono (Dinas PU)
2.
Mulyadi (Dinas PU)
3.
Trisna (BAPPEDA)
4.
Amrullah (DPKAD)
5.
Muhammad (DPRD)
6.
BAPPEDA
7.
Rita Kartikasari (Dinas Pendidikan)
8.
Saparudin (BAPPEDA)
9.
Rudi (BAPPEDA)
10.
Gusti Halik (Dinas Pertanian dan Kehutanan)
11.
Harun Rasyid (DPKAD)
12.
Helfira Hamid (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata)
13.
Kustiarti (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata)
14.
Betty (Disperindag)
15.
Utin (Disperindag)
16.
Rahmawati Rajad (BAPPPEDA)
17.
Khairul Azhar (BAPPEDA)
18.
Mukti (Dinas Kesehatan)
Penjelasan Tentang KPJM/MTEF oleh Nasir Aziz FGD dipandu oleh Abdul Halim 1. Di BAPPEDA ada RPJMD, kalau sudah ada RPJMD apakah masih perlu KPJMD? BAPPEDA: KPJM belum terlaksana di saerah nanum sebenarnya sudah amanat permendagri 54. Ada program dan pagu indikatif lima tahun kedepan untuk memudhkan sinkronisasi antara RPJMD dengan renstra SKPD. Selama ini belum tertuang 5 tahun, perlu persetujuan DPRD. Keberlanjutan penyediaan layanan dasar terkendala APBD Rp 1,48T sehingga volume belanja modal infrastruktur layanan dasar hanya Rp 700M-800M.
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
129
Strateginya adalah mentahunjamakkan pembangunan dengan kesepakatan DPRD selama 3 tahun, misal RS. Kalau lihat permendagri 54, KPJM tidak perlu karena sudah ada proyeksi pendaparan dan pendanaan 5 tahun yang dibreakdown tahunan. Dari sisi keuangan KPJM mendekati RPJM. Bedanya dari aspek pendanaan. BAPPEDA: Belum memahami secara mendalam tentang KPJM. RPJM sekarang harus memasukkan nilai rupiahnya. Ada indicator outcome juga. Ada urusan wajib dan urusan pilihan. Sepertinya semua telah direpresentasikan di RPJM. Terlalu banyak jenis pelaporan di pusat. Bagaimana jika RPJM saja yang disempurnakan, tidak perlu membuat instrument baru. DPRD: KPJM sudah terdengar di pusat namun belum di daerah. Idealnya pertemuan ini dilanjutkan untuk pembahasan KPJM lebih lanjut. DPKAD: Implementasi di daerah terhalang oleh kompleksitas penyusunan anggaran. Poin pentingnya adalah ketersediaan dana dan jaminan pemenuhan layanan dasar. Namun mengingat ketergantungan daerah terhadap pusat yang tinggi perlu dukungan pusat. Evaluasi selama ini lemah. Pelayanan dasar selama ini fokus ke fisik daripada non fisik. Harus ada sinergi antara KPJM dan RPJM. Noldy Tuerah: Ada keterbatasan resources sehingga perlu diseleksi mana yang prioritas. Kewajiban pemkot yang mutlak adalah layanan dasar yang mencangkup pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar. Rincian bab 8 RPJMD biasanya lebih besar dari APBD karena hanya merupakan usulan masing-masing SKPD yang tidak dicross check dengan DPKAD. Realisasi pun jauh dari perencanaan ini. Dengan KPJM realisasi bab 8 akan lebih terarah. KPJM harus duduk bersama antara BAPPEDA, DPKAD, dan SKPD terkait. Yang diKPJMkan adalah yang prioritas daerah. 2. Apakah bisa membayangkan anggaran tiga tahun ke depan? Apakah sudah dilakukan? Dispenda: Sebelum dibahas dengan legislatif, dispenda melakukan proyeksi sederhana dengan persentase. Setuju KPJM untuk meningkatkan kepastian tetapi harus dipaksa agar berjalan. Oleh karena, perlu produk hukum yang kuat yakni perda. KPJM perlu fokus pada sektor yang tidak ada insentifnya yang wajib diselenggarakan pemerintah misal layanan dasar. Abdul Halim: Bagaimana Dinkes dengan keterbatasan dana menentukan prioritas proyam yang 22 itu? Apakah sudah terbayang selama ini? Dinkes: 160M dari APBD adalah anggaran kesehatan. Inti program di kesehatan ibu dan anak. Dinkes sudah melakukan pola KPJM untuk program wajib layanan dasar. PU: KPJM dengan RPJMD sejalan namun perlu perencanaan yang lebih matang. Pembiayaan infrastruktur perlu kepastian pembiayaan.
130
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
Abdul Halim: Pembiayaan jalan termasuk pelayanan dasar? Ada jaminan pendanaan? PU: Termasuk. Harus ada jaminan pendanaan. Abdul Halim: Bagaimana membayangkan anggaran tiga tahun ke depan? PU: Dengan prioritas dibahas di Musrembang, Abdul Halim: Apakah ada dana TP dari kementerian PU? PU: untuk perkotaan tidak lagi, eterakhir 2012. Implmentasi KPJM perlu perda. Pendidikan: 2 tahun ke belakang fokus peningkatan fisik, 2015 ke depan baru fokus peningkatan pelayanan mutu pendidikan karena sarana prasarana harus tersedia dulu. Kota Pontianak sudah WTP 3 tahun dan menerima dana DID 2 tahun. Noldy Tuerah: Berapa alokasi APBD untuk pendidikan? Sudah cukup? Pendidikan: Alokasi APBD untuk pendidikan 34%. Dengan prioritas. Noldy Tuerah: Rata-rata lama sekolah Pontianak? Pendidikan: 9,2 tahun setingkat SMA kelas 1. Noldy Tuerah: Target RPJMD? Pendidikan: 12 Tahun. Noldy Tuerah: Bahkan dengan dana besar pun belum tentu mencapai target sehingga perlu prioritas. Abdul Halim: Jika ada pemotongan persentase anggaran pendidikan karena pergantian walikota, mana yang akan diprioritaskan? Pendidikan: Peningkatan mutu pendidikan karena pembangunan non-fisik butuh anggaran besar. Noldy Tuerah: Apakah anggaran pemeliharaan gedung sekolah harus ada per tahun? Bisa nol? Pendidikan: Ada namun kecil, setiap tahun ada. Gedung sekolah banyak. 3. Apakah KPJM dua tahun saja, atau tiga tahu, apa sama dengan RPJM? DPKAD: Sebaiknya tiga tahun saja. BAPPEDA: Perlu penyelasaran dengan RPJP. Kesehatan: KPJM harus karena memberikan kepastian pendanaan pelayanan dasar. Siapapun kepala daerahnya pasti ada anggaran untuk itu.
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
131
4. Sektor Unggulan apa saja di Pontianak? Kesehatan: Pertanian, Perdagangan, dan Pariwisata. Abdul Halim: Ada berapa SKPD? Disperindag: 34. Pertanian: Anggaran APBD Rp 8M. Melalui TP Rp 1M. Abdul Halim: Bagaimana menentukan priorita sprogram KPJM? Pertanian: meningkatkan hasil pertanian, misal perikanan budi daya. Usulan ditampug dari tingkat kecamatan dan ditentukan di musrembang. Pariwisata: Jasa, pejak perhotelan, dan retribusi pemasukannya. Sektor unggulan ada jasa dan perdagangan, pariwisata ada dari jasa. Program/kegiatan yang mungkin masuk di KPJM ada urusan wajib dan urusan pilihan, misal bidnag kebudayaan. Di renstra sudah sedikit mengacu ke KPJM karena sudah memproyeksikan tiga tahun ke depan untuk belanja langsung, belanja pegawai tidak. Abdul Halim: Apakah di siding DPRD masih membahas anggaran belanja pegawai? DPRD: sebagai lembaga kontrol hanya sebatas kinerja, tidak gaji. Target yang harus diprioritaskan dibahas. Misalkan, SKPD pendidikan ingin fokus mutu, namun dewan ingin memperhatikan kondisi sekolah itu. Kalau tidak ada kesepakatan dari awal sulit implementasinya. Tidak ada pembahasan gaji. Disperindag: program pengawasan barang beredar, perlindungan konsumen, dan pengawasan inflasi serta industry kreatif itu unggulan . Sektor wajib di koperasi dan UKM. Pola KPJM sudah jalan. Payung hukum perlu dieprhatikan. 5. Kalau nanti ada rancangan aplikasi KPJM harus diterapkan langsung atau uji coba? DPKAD: uji coba DPRD: tidak perlu uji coba, perlu persiapan matang. BAPPEDA: bagaimana mekanismenya? Apa perlu persetujuan pusat? Nampaknya pusat sudah pasang badan. Pada tahap awal fokus ke pelayanan dasar pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. 6. Apakah kota Pontianak bersedia jadi pilot? BAPPEDA: Bersedia. DPRD: Sebagai barometer Kalbar bersedia.
Kesimpulan oleh AH Terima kasih.
132
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
FGD Provinsi NTT 19 Agustus 2014
Pembukaan oleh Ahamad Iskandar Perkenalan oleh Abdul Halim Peserta FGD: 1.
Rusmanto (DPKAD)
2.
Miftah (Dinas Peternakan)
3.
Goldy (Dinas Kesehatan)
4.
Fransiska (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan)
5.
Theresia (BAPPEDA)
6.
Rois (Disperindag)
7.
Gabriel (Dinas Pertanian dan Perkebunan)
8.
Yudhistira (BAPPEDA)
9.
Dinas Kominfo
10.
Biro Keuangan
Penjelasan Tentang KPJM/MTEF oleh Noldy Tuerah FGD dipandu oleh Abdul Halim 1. Apa sebenarnya perbedaan antara KPJM dan RPJM? DPKAD: Ada kerangka regulasi, ada kerangka penganggaran. Di kerangka RPJMD ada jangka menengah dengan asumsi indikatif. Kerangka keuangan nasional sangat umum. KPJM lebih pada pengeluaran yang sudah berjalan lima tahun, dulu namanya evaluasi paruh lima tahunan. APBD provinsi hampir 50% untuk gaji, di kabupaten bahkan 60%-70%. Malah krusial: jalan, perhubungan laut dan udara, teknologi. Prioritas ternak sapi, jagung, cendana, koperasi, perikanan, dan pariwisata. PAD Rp 700M. Target infrastruktur 30% APBD tidak tercapai. Pendidikan berkisar antara 20%-30% APBD. Kesehatan tidak mencapai 20%. NTT diharapkan jadi pusat stok sapi nasional. BAPPEDA: KPJM baru serius diamati setelah keluar PP 28/2008 dan Permendagri 54. Untuk provinsi baru APBD 2013/2014 yang berbasisi jangka menengah sedangkan di kab/kota menyesuaikan periode bupati baru. Kaitan antara output yang direncanakan dengan kerengka pendanaan masih kurang, nampak dari evaluasi paruh waktu. Ada kecenderungan pendanaan lebih tinggi dari yang diperlukan karena kelemahan analisis dan kekhawatiran realisasi pendanaan yang rendah. Banyak daerah belum menerapkan ASB.
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
133
2. Apakah perlu KPJM kalau sudah ada RPJM? BAPPEDA: RPJM memuat struktur APBD yang lengkap, sedangkan KPJM hanya expenditure saja, tanpa melihat sumber pendanaan. Struktur pendanaan 60% dari transfer pusat di provinsi dan 70%-80% di kab/kota sehingga lebih baik perkiraan transfer dibuat pusat saja. Nasir Azis: Adakah pagu indikatif di bab 8 sesuai realisasinya dalam APBD? BAPPEDA: Sudah dilakukan prediksi 5 tahun untuk belanja, pendapatan, dan pembiayaan di RPJMD namun breakdown tiap tahunnya terkendala dana perimbangan yang berdasarkan nominal tahun berjalan sedangkan gaji sudah naik, ada gap. Biro Keuangan: Kebijakan transfer dan penganggaran antara pusat dan daerah jangan terlalu besar. 3. Apa yang terlintas di benak ketika mendengar KPJM? DPKAD: RPJM itu asumsi pagu indikatif, lalu ada UU 17 yang mengatur KPJM. Dulu dikenal tengah repelita namun sekarang terdapat perbedaan periode kepemimpinan di pusat dan daerah. Ada kab/kota yang PAD kurang dari 10% APBD ditambah kondisi daerah yang terisolir. Tahun lalu di DPKAD mencanangkan evaluasi fiskal namun tidak berjalan karena kompisisi penugasan tim dari pusat tidak jelas. Abdul Halim: Pada saat menyusun anggaran 2014, bisakan membayangkan anggaran 2015, 2016, dan 2017? DPKAD: berdasarkan RKPD dan data keuangan review tiga tahun lalu bisa menjadi basis proyeksi tahun berjalan plus dua tahun ke depan. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan: Bisa dilakukan. Dinas Kesehatan: Tidak sama persis tetapi mirip. Abdul Halim: Kalau ada kepastian transfer pusat bisa membayangkan KPJM? Dinas Kesehatan: Bisa. Abdul Halim: Kalau ada kepastian formula transfer pusat , bukan nominal, bisa membayangkan KPJM? Dinas Kesehatan: Bisa. 4. Abdul Halim: Apakah semua item dalam APBD dibuat KPJMnya? DPKAD: Tidak, yang prioritas saja. Abdul Halim: Bagaimana prioritasnya, lebih penting belanja langsung maupun belanja tidak langsung?
134
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
DPKAD: Belanja tidak langsung, belanja pegawai, itu wajib. BAPPEDA: Sebelum menyusun KPJM harus dikeluarkan dulu gaji, belanja rutin, dan kapasitas riil, lalu sisanya baru bisa dibagi untuk urusan lain. BAPPEDA: Di Australia dan AS tidak ada RPJM hanya ada KPJM. Disini, terlalu banyak dokumen perencanaan yang harus disusun RPJM, RKPD, IKU, SPM dan lain-lain, lalu dimana posisi KPJM dan kemana kita mengacu proses perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi. Kerangka penganggaran dalam APBD lah yang harusnya dipakai dalam RPJMD. Kendala utama daerah bergantung transfer pusat sehingga penetapan proyeksi dari pusat dengan kepastian jumlah, bukan formulasi. Abdul Halim: DAK jumlah, DAU formula. Noldy Tuerah: Nampaknya yang disusun BAPPEDA hanya prediksi yang dilakukan SKPD tanpa duduk bersama dengan DPKAD dan Biro kuangan yang merupakan pagu indikatif, bukan realisasi. Untuk 22 indikator SPM, belum ditentukan prioritasnya. Setelah dianalisa, mungkin hanya 10 yang menjadi kewenangan provinsi. Kemungkinan total belanja lebih dari total APBD. Oleh karenanya perlu analisa kebutuhan biaya yang selisihnya mendekati realisasi. Penganggaran bisa menurun jika target sudah tercapai atau naik jika ada bencana alam. Abdul halim: Untuk membayangkan anggaran tiga tahun ke depan berdasarkan program/kegiatan atau item belanja? DPKAD: RPJMD berbasis urusan, SKPD berbasis rutinitas. Tidak langsung mencangkup gaji pegawai, insentif, dan tunjangan. Anggaran pendidikan lebih dari 30% disini. 5. Landasan hukum KPJM sebaiknya perda atau pergub? DPKAD: pergub saja karena tarik ulur dengan legislatif besar 6. KPJM misal 3 tahun sedangkan RPJM 5 tahun, lalu bagaimana KPJM pada RPJM tahun terakhir? Apakah bisa disusun KPJMnya? BAPPEDA: Kembali ke substansi yang diKPJMkan. Untuk tahun berikutnya ada tahun peralihan dan tahun kemudian menyesuaikan dengan visi dan misi kepala daerah selanjutnya. KPJM lebih ke teknis pengelolaan keuangan, tidak ditentukan oleh visi misi tertentu. Abdul Halim: Kalau RPJM habis, KPJM tetap karena menyangkut pelayanan dasar yang terus harus ada. Bagaimana? DPKAD: Di NTT ada 3-5 kabupaten yang tidak bisa menetapkan APBD karena tarik ulur dengan legislative sehingga lebih baik pergub saja. Jangan sampai program atau pelayanan terhenti karena terhentinya masa kepemimpinan.
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
135
Biro Keuangan: Pelayanan dasar harus terus dilanjutkan, jangan tidak sustainable karena pergantian visi dan misi. 7. Apakah Provinsi NTT layak mengimplementasikan KPJM? Biro Keuangan: Siapa pun yang berkuasa harus menentukan prioritas. Kesiapan akan dibicarakan bersama. BAPPEDA: Apapun yang terjadi harus siap. Namun jika KPJM tiga tahunan bereti juga indikatif, lalu bagaimana dengan RPJMD yang sama-sama indikatif dimana RPJMD ditetapkan oleh perda. Noldy Tuerah: KPJMD akan mendorong realisasi RPJMD dengan kepastian pembiayaan untuk layanan dasar, dalam hal ini yang menajadi kewenangan provinsi. Selisihnya akan sangat kecil karena kebutuhan riil sudah dihitung bersama, bukan incremental. DPKAD: Diharapkan revisi UU 32 dan UU 33 segera direvisi agar kewenanagan jelas. 8. Apakah NTT punya sektor unggulan? Dinas Peternakan: Ada renstra 5 tahunan yang melibatkan berbagai pihak, namun ketika menyusun anggaran ada yang melenceng dari renstra atau bahkan hilang. Ada dua anggaran, APBD dan APBN. Setiap SKPD harus ada KPJM untuk tidak langsung. Abdul Halim: Apakah pos belanja pegawai dibahas oleh dewan? DPKAD: Iya, sampai teknis level 4. Abdul Halim: kalau diKPJMkan anggaran gaji sudah pasti, dibahas hanya jika ada kenaikan/penurunan yang diakibatkan oleh kejadian luar biasa. 9. Jika ada pelaksanaan KPJM, menurut pendapat Bapak/Ibu sebaiknya langsung dilakukan atau uji coba? DPKAD: Uji coba Biro Keuangan: Uji coba dulu. 10. Apakah NTT bersedia jadi pilot project? DPKAD: Bersedia karena dapat mempelajari hal yang baru
Kesimpulan oleh AH Terima kasih.
136
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
FGD Kabupaten Manggarai Barat 21 Agustus 2014
Pembukaan oleh Ahamad Iskandar Perkenalan oleh Abdul Halim Peserta FGD: 1.
BAPPEDA
2.
Dinas Perindagkop
3.
BAPPEDA
4.
Dinas Pendidikan dan Olahraga
5.
Dinas Perikanan
6.
Dinas Pertanian dan Perkebunan
7.
DPKAD
8.
BAPPEDA
9.
BAPPEDA
10.
DPKAD
11.
Dinas PU
Penjelasan Tentang KPJM/MTEF oleh Nasir Azis FGD dipandu oleh Abdul Halim 1. Apa KPJMD dan apa hubungannya dengan RPJMD? BAPPEDA: Baru kali ini mendengar KPJMD, selama ini yang biasa RPJMD. Jika dilihat dari presentasi, RPJMD dan KPJMD bedanya antara rencana dan estimasi anggaran. Dari hasil review RPJMD 2011-2015, tinggi disparitas antara rencana dan realisasi. Pada aspek sumberdaya anggaran dan estimasi kebutuhan ketimpangannya begitu jauh sehingga masih jauh dari harapan. Indikator nasional, SPM Kementerian, dan MDGs masih jauh capaiannya. Penyebab ketimpangan realisasi adalah kuatnya aspek politis dalam penetapan anggaran dengan DPRD sehingga jauh dari baseline 2010. Abdul Halim: Lalu apa kesan KPJM? BAPPEDA: Ini lebih realistis, apapun rencananya perlu menyadari kemampuan membayarnya. Keuangan: proporsi PAD: Bagi Hasil+Transfer =7%:93% sehingga tidak bisa estimasi jangka menengah mengingat ketergantungan dana transfer yang begitu besar. Anggaran
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
137
di daerah ada dana hibah, bencana ala, dekon, TP, dll sedangkan obyeknya pemda. Sulit diukur integrasi dana dengan proses pembangunan daerah. Perlu perhatian khusus agar daerah tidak salah estimasi. Dana DAU saja tidak bisa mengestimasi, apalagi DAK dan dana lain. Sebaiknya semua dana transfer dan perimbangan digabung saja. BAPPEDA: Belum ada keterkaitan dalam proses penganggaran. Ada disparitas antara kebijakan RPJMD dan penganggaran APBN. KPJM berlaku untuk beberapa tahun anggaran terdepan, bagaimana akan dilakukan jika dana perimbangan belum tau ketetapannya dan intervensi DPRD. BAPPEDA: Koneksitas antara RPJMD dengan RKT belum mencapai harapan, padahal RKT harus merujuk pada RPJMD. Dalam pencanangan banya kebutuhan mendesak sedangkan target belum terpehuni. KPJMD akan sangat membantu kita. Tahun 2015 akan ada RPJMD, semoga KPJM bisa dijalankan. 2. Sebaiknya dengan Perda atau Pergub untuk rincian KPJM? DPKAD: Perda karena mengikat antara DPRD dan pemerintah sehingga tidak ada kemungkinan berubah. DPKAD: KPJMD adalah pendekatan teknokrat, sangat teknis jadi bisa berubah. Kalau diperdakan butuh waktu padahal bisa berubah, terlebih ruang politik besar. Oleh karenanya RPJMDnya saja diperdakan, KPJMnya pergub saja. DPKAD: UU 17/2003 harus direvisi juga MD3. PPAS tidak perlu dibahas di dewan, akan overlapping dengan pembahasan APBD karena substansinya sama. 3. Kendala KPJM apa? Dinas Pendidikan: Kalau membuat KPJM 3 tahun tidak akan mengalami kesulitan karena pedomannya kurikulum, perbaikan pada aspek penunjang misal guru. Anggaran pendidikan sudah lebih dari 20% namun itu gabungan dengan anggaran pemuda dan olah raga. Peningkatan mutu, penambahan ruang kelas, dan penambahan guru adalah prioritas pendidikan. Abdul Halim: Apakah prioritas bisa berubah? Mana yang lebih utama? Dinas Pendidikan: Bisa sesuai kebutuhan. Peningkatan mutu yang utama. Abdul Halim: Siapa menentukan prioritas? Dinas Pendidikan: Kami lalu diajukan ke BAPPEDA. Abdul Halim: Apakah di PU ada konsep KPJM? Dinas PU: Pengelolaan anggaran PU sesuai dengan APBD, belum tau sesuai atau tidak dengan KPJM. Kalau pemeliharaan sudah pasti tiap tahunnya ada. Anggaran setiap tahun harus naik dan harus pasti sehingga sebaiknya lewat perda.
138
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
Abdul Halim: Kalau anggaran terbatas, mana yang dipilih, membuat jalan baru atau pemeliharaan? Dinas PU: pemeliharaan Abdul Halim: di PU ada TP? Dinas PU: dulu ada, sekarang hibah untuk irigasi dll. Nasir Azis: Kalau anggaran kesehatan cukup tidak? Bagaimana menentukan skala prioritas dari 22 SPM? BAPPEDA: Menentukan prioritas tidak hanya berdasarkan UU tapi juga dari evaluasi kondisi daerah. Kemampuan keuangan daerah kecil, padahal DAU untuk belanja langsung dan tidak langsung. Perubahan prioritas yang diatur oleh kementerian terjadi hampir tiap tahun. RS tipe C belum terealisasi hingga sekarang. Tingkat kematian bayi dan ibu tinggi karena masalah keterbatasan infrastruktur sarana prasarana. Tenaga medis sangat terbantu oleh penerjunan dokter dan bidan PTT karena rekruitmen tenaga medis terkendala aturan. Anggaran kesehatan Rp 27 M. Noldy Tuerah: Dari 22 SPM ada kewenangan provinsi walau kecil. Bagaimana menentukan prioritas dari 22 itu jika ada kendala anggaran? SKPD harus duduk bersama dengan BAPPEDA dan DPKAD untuk membahas anggaran. BAPPEDA: Selain infrastruktur, tenaga ahli kesehatan juga sangat terbatas. Peningkatan kualitas kesehatan tidak ada dukungan dana dari APBD karena ditolak DPRD, hanya dari Ausaid untuk peningkatan kualiatas SDM tenaga kesehatan. Ketersediaan obat dan vaksin juga mendasar. 4. Bagaimana KPJM di dinas Bapak? Dinas Perikanan: Indikator topografi dan luas laut perlu dipertimbangkan. Laut disini mencapai 76% dari total wilayah. Selama ini tiap tahun dikasih plafon tiap SKPD sehingga RPJMD tidak terwujud. Untuk bisa mencapai pelayanan dasar dalam penanggaran perlu perbup agar tidak ditentukan oleh kepentingan politik DPRD. Dinas Pertanian: Pertanian sektor unggulan disini dimana 50% PAD dari sektor ini. Luas lahan 30.00Ha. Ada lima program yang menghadapi keterbatasan dana. Angka estimasi ada di RPJMD dan renstra. KPJM sangat teknis. Harus ada regulasi yang mengikat. DPKAD: KPJM sudah dibayangkan namun ada kendala perkiraan pendapatan. Baru 5% yang dikenakan pajak bangunan, selain tu baru pajak bumi. Ini terkait regulasi dan kemampuan otoritas pajak yang terbatas. DPKAD: DPKAD tidak bisa mengecek alokasi dana DAK karena langsung ke SKPD.
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
139
5. Bagaimana responnya jika dikatakan bahwa belanja tidak langsung bisa diKPJMkan? DPKAD: penganggaran gaji dilakukan DPKAD selama ini lalu didistribusikan ke SKPD, bukan dari SKPD langsung. Disperindagkop: Bisa jika ada data dasar kepegawaian dan kinerja. Dinas PU: Belanja tidak langsung tidak perlu diKPJMkan kecuali pusat. Abdul Halim: Apa perlu RPJM kalau ada RPJM? PU: Tidak perlu. Disperindagkop: Perlu karena hubungannya komplementer. 6. Sudah siapkah daerah kalau ada regulasi KPJM? BAPPEDA: harus siap BAPPEDA: belum siap karena KPJM perlu dokumen RTRW yang lengkap, masterplan, RPJMD, grand design dll. Asumsi KPJM maksimal jika dokumen pendukung kuat. 7. KPJM itu lebih ke perencanaan atau penganggaran? Disperindagkop: dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan, namun lebih masuk ke penganggaran. 8. KPJM seharusnya sosialisasi, piloting, atau langsung diterapkan? Disperindagkop: Politing agar bisa langsung dilihat dan dicontoh. BAPPEDA: lebih baik disosialisaikan dulu untuk menyamakan persepsi antara pemerintah dan dewan agar tidak sia-sia. 9. Apakah Manggarai Barat bersedia menjadi pilot project? DPKAD: bersedia asal ada kepastian dana 3 tahun ke depan
Kesimpulan oleh AH Terima kasih.
140
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
FGD Provinsi Papua Barat 8 September 2014
Pembukaan oleh Adijanto Perkenalan oleh Abdul Halim Peserta FGD: 1.
Toto (BAPPEDA)
2.
Thomas (Dinas Kesehatan)
3.
Yasin (Dispenda)
Penjelasan Tentang KPJM/MTEF oleh Hefrizal Handra FGD dipandu oleh Abdul Halim 1. Bagaimana pandangan Bapak tentang KPJM? BAPPEDA: Kegiatan multi-years sudah dilaksanakan di tingkat daerah. Multi-years kadang kurang jelas, tingkat urgensinya kurang nampak, misal sport center. Jika KPJM diimplementasikan, maka harus sesuai RPJM. KPJM harus mampu menjamin agar tidak ada pemutusan pada tahun awal untuk proyek yang tingkat urgensinya tinggi sehingga bisa sampai selesai. Abdul Halim: Apakah KPJM masih diperlukan kalau sudah ada RPJM? BAPPEDA: RPJM dokumen perencanaan, belum sinkrn dengan penganggaran. Harusnya jadi satu dalam satu sistem. KPJM masih diperlukan. Abdul Halim: Apakah KPJM sudah diterapkan di dinas kesehatan? Dinas Kesehatan: Belum ada nomenklatur, namun secara substansi sudah dijalankan. Renstra ada jangka waktu 5 tahun sebagai kewajiban SKPD. Jika ada draft manual penyusunan KPJM dapat dibandingkan dengan apa yang sudah dilakukan selama ini. Abdul Halim: Mungkin tidak menyusun KPJM tiga tahun ke depan? Dinas Kesehatan: Sudah ada perencanaan, tiap tahun usul ke BAPPEDA agar bisa masuk renstra. BAPPEDA: Anggaran kadang tidak sesuai dengan kebutuhan, sehingga banyak kegiatan yang hilang. BAPPEDA akan mengembalikan list kegiatan ke SKPD untuk mencoret kegiatan agar sesuai pagu anggaran. Abdul Halim: Apakah Dispenda bisa membayangkan KPJM 3 tahun?
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
141
Dispenda: Selama ini program fokus ke pembangunan infrastruktur sehingga laporan keuangan disclaimer karena hibah belanja modal untuk kabupaten/kota. Kami setuju KPJM tetapi perlu diperdakan. Jika dilihat dari pendapatan, tahun 2013 sekitar Rp 5 T namun PAD baru 5%. KPJM perlu agar ada kepastian dana. Perlu koordinasi dengan kementerian keuangan karena sangat bergantung pada dana transfer. Abdul Halim: KPJM disini contohnya 3 tahun, bagaimana kalau 2 tahun? Dispenda: 3 tahun saja, 2 tahun terlalu pendek. 2. Apakah KPJM untuk semua jenis belanja atau tertentu? BAPPEDA: Tidak semua jenis belanja, hanya untuk multi-years, kalau untuk satu tahun selesai tidak perlu KPJM. Abdul Halim: Bagaimana menurut Bapak jika uang terbatas prioritas ditentukan? Dinas Kesehatan: Dana dekon ada pemangkasan anggaran dari pusat untuk menghapus program yang tidak perlu. Di APBD relatif berbeda, program tetap berjalan. SKPD tinggal mengusulkan, berapa dana yang disetujui oleh BAPPEDA dan Biro Keuangan lah yang dijadikan acuan. Abdul Halim: Cara memilih kegiatan ada petokannya atau tidak? Misal dari 22 SPN. Dinas Kesehatan: Sekarang 18 SPN. Tanggung jawab ada di kabupaten. Di provinsi hanya sebatas koordinasi dan peningkatan kapasitas taga kesehatan. Abdul Halim: Jika tiba-tiba tidka ada anggaran, bagaimana? Dinas Kesehatan: Tidak tahu persis, karena penanggung jawab program di bagian perencanaan. Noldy Tuerah: Misal dari tiga kegiatan yakni penuruan tingkat kematian ibu dan bayi, penanganan malaria, dan penanganan HIV/AIDS, mana prioritasnya? Dinas Kesehatan: Tidak ada regulasi yang mengatur bahwa provinsi harus mencapai target sendiri, hanya perpanjangan tangan pusat di daerah. Sepertinya program MDGs dibiayai APBD dan pemerintah pusat. Jika tidak ada uang sama sekali, program penigkatan kapasitas SDM kesehatan bida dipending, diutamakan pelayanan dasar dulu. 3. KPJM perlu perda sendiri, perbup atau dalam perda APBD? BAPPEDA: Lebih baik diperdakan agara kekuatan hukumnya lebih besar. 4. Jika KPJM jadi dilakukan, kira-kira teman-teman lain di Papua bisa memahami tidak? BAPPEDA: Masalah terbesar Indonesia Timur adalah SDM. Selama ini pendidikan jadi program utama , terutama untuk penduduk asli papua. Ada suplemen dalam RPJMD
142
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
tentang penduduk asli papua yang mencapai 53%. Masalah definisi penduduk asli papua masih belum definitive. SDM paling penting di Papua, termasuk Papua Barat. 5. Apakah Papua Barat siap menerapkan KPJM? BAPPEDA: Kalau aturan dan petunjuk jelas, tingga komitmen. Tidak ada masalah. Perlu sosialisasi dulu, baru uji coba agar tidak tersendat-sendat. Dinas
Kesehatan:
Tergantung
BAPPEDA.
Jika
ada
daerah
lain
yang
sudah
mengimplementasikan, bisa studi banding. Dispenda: Kalau kebijakan harus siap. Setiap tahun ada pedoman penyusunan anggaran dari permendagri, sehingga harus dicantumkan dalam dokumen itu agar sinkron. 6. Apakah ada sektor unggulan? BAPPEDA: baru masuk di program percepatan, misal pertanian dan pariwisata.
Kesimpulan oleh AH Terima kasih.
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
143
FGD Kabupaten Manokwari 9 September 2014
Pembukaan oleh Adijanto Perkenalan oleh Abdul Halim Peserta FGD: 1.
Lukas (BPKAD)
4.
Yohan Warijo (BAPPEDA)
1.
Agus Nurodi (DPKAD)
2.
Marten Sumunya (BPKAD)
3.
Magdalena Wanggai (DPKAD)
4.
Idani Syarman (Dinas Kehutanan)
5.
Kabid Akuntansi Provinsi
6.
BAPPEDA
7.
BAPPEDA
8.
PU
Penjelasan Tentang KPJM/MTEF oleh Hefrizal Handra FGD dipandu oleh Abdul Halim 1. Bagaimana tanggapan tentang KPJM? BAPPEDA: Perencanaan sudah ada dalam RPJM. RPJM bersifat berkelanjutan karena berdasarkan visi-misi Bupati dalam 5 tahun. Harus ada regulasi untuk menjamin keberlanjutan pelayanan dasar yang harus dilaksanakan daerah sesuai dengan arahan nasional. KPJM perlu sesuai dengan RPJM, terkoordinasi dan terintegrasi. Abdul Halim: Apakah membayangkan penganggarannya bisa lebih dari setahun/n+1? BAPPEDA: Biasa menganggarkan sesuai dengan prediksi anggaran yang dipunya, jumlah pendapatan. Tidak bisa lebih, kalau lebih jadi multi-years atau dianggarkan tahun berikutnya. Abdul Halim: Bisa membayangkan 3 tahun ke depan? 5 tahun ke depan? BAPPEDA: bisa, tidak ada masalah. Dalam sistem perencanaan ada 2 sistem, yaitu kira-kita yang berdasarkan plafon anggaran yang tersedia dan pas. Keduanya dijalani. Abdul Halim: Untuk 3 tahun ke depan, ada kegiatan yang harus ada atau bagaimana? BAPPEDA: Itu ada di SKPD yang punya tupoksi. Misal dinas pendidikan perlu menambah guru 50 dalam 5 tahun atau menambah ruang kelas dari 50 ke 70.
144
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
Noldy Tuerah: Alokasi pembiayaan baru sebatas usulan dari dinas teknis. Yang disusun di bab 8 belum yang dilakukan sebenarnya dan belum sesuai dengan kemmapuan keuangan daerah. Dalam KPJM lah kepastiannya. Fokus pada pelayanan dasar yakni kesehatan, pendidikan dan infrastruktur. Penyusunan program/kegiatan harus sesuai dengan kemampuan keuangan daerah tanpa mengabaikan standar pelayanan minimal. Jadi intinya kalau ada rencana alokasi 3 bidang ini 3 tahun ke depan bisa dilakukan atau tidak. Minimal bisa meyakinkan dewan dan masyarakat bahwa 3 layanan itu tidak akan terabaikan. BAPPEDA: Di kabupaten manokwari, 3 layanan dasar tinggi dan dapat alokasi otsus dari provinsi 13%-15%. Ini yang dikehendaki untuk pelayanan masyarakat. Perlu referensi yang benar agar KPJM jalan, baik perda maupun regulasi dari pusat. BPKAD: Ini terkait transfer dana yang tersedia. Abdul Halim: Jika dana transfer sudah pasti, di daerah akan jadi belanja. Apakah akan jadi masalah dengan dewan? BPKAD: Anggaran pelayanan dasar akan dipisah, baru sisanya didiskusikan dengan dewan. 2. Sebaiknya lewat perda APBD atau tersendiri? BPKAD: tersendiri 3. Apakah semua jenis belanja perlu dibuat KPJM tiga tahunan? BPKAD: sebaiknya belanja tertentu yang 3 layanan dasar itu. Provinsi: Setiap tahun ada RKPD yang tidak rinci sehingga KPJM perlu disambut baik. Dengan prakiraan maju tiga tahun ke depan akan mengurangi beban BAPPEDA dan keuangan. Gaji dan proporsi bagi hasil kab/kot asudah jelas. Perlu diperhatikan teknis lapangan perkiraan pengeluaran tiga tahun ke depan secara adil antar SKPD. Abdul Halim: Apakah belanja bagi hasil bisa diKPJMkan? Provinsi: Di bansos yang terbesar adalah otsus. Bisa diKPJMkan. Abdul Halim: landasan hukumnya? Provinsi: awalnya bisa lewat peraturan kepala daerah, baru nanti kalau sudah disetujui dewan lewat perda. Ini cakupan belanja rutin, bisa diprediksi. Tidak sampai mata anggaran/rekening/akun, hanya level kegiatan. 4. Jika SKPD membuat KJM bagaimana tanggapannya? Dinas Kehutanan: SKPD hanya mengikuti BAPPEDA dan keuangan. Program tergantung anggaran daerah. Kegiatan kami pengadaan bibit.
LAMPIRAN III PTRANSKRIP FGD
145
Abdul Halim: Kalau dana terbatas, bagaimana prioritasnya? Abdul Halim: Apakah belanja gaji paling mudah diKPJMkan? DKAD: paling mudah karena sudah ada basis jumlah pegawai, tinggal dihitung penambahannya ke depan. BAPPEDA: Perlu regulasi dari gubernur, jika dalam anggaran tidak menggunakan KPJM, APBD tidak bisa disahkan. BAPPEDA: Daerah sangat merespon akan kepastian pembiayaan tiga tahun ke depan. Penentuan teknis detail di daerah. PU: Ada basis data misal panjang jalan sekian km, kondisi rusak ringan sekian km, sehingga bisa diperkirakan dalam 5 tahun berapa pembiayaan untuk mencapai target perbaikan. Tiap tahun ada anggaran. Jalan kabupaten ada 900 km. Kemampuan daerah dalam pemeliharaan jalan untuk rusak ringan hanya 20 km. Kemampuan penanganan jangka panjang sangat terbatas. Pembangunan jalan baru 4-5 km untuk pembukaan per tahun, belum tutupan atas. BAPPEDA: Selama ini ada kegiatan yang sepenuhnya dilakukan ada yang tidak, sesuai anggaran yang ada. 5. Apakah setuju mengimplementasikan KPJM? Perlu sosialisasi, uji coba, atau langsung penerapan? BPKAD: Butuh sosialisasi. BAPPEDA: Sosialisasi penting, perlu menunjuk target sosialisasi yang tepat.
Kesimpulan oleh AH Terima kasih.
146
LAMPIRAN III TRANSKRIP FGD
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Gedung Radius Prawiro Lantai 9 Jl. Dr. Wahidin No. 1 Jakarta Pusat www.djpk.depkeu.go.id