Makalah Corporate and Clinical Governance in Healthcare
HUBUNGAN DOKTER DAN RUMAH SAKIT
Oleh: Cokorda Gde Bagus Darma Putra (0906591215) Desti Kusumastuti (0906502531) Ridwan Angkasa Kwan (0906502361)
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI KAJIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT PASCASARJANA UNIVERSITAS INDONESIA
2010
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.............................................................................................i DAFTAR ISI............................................................................................................ii 1 Pendahuluan........................................................................................................1 2 Penyelarasan Hubungan antara Rumah Sakit dan Dokter............................1 2.1.1 Perubahan yang Terjadi pada Hubungan antara Rumah Sakit dan Dokter...............................................................................................................1 2.1.2 Kebutuhan Perubahan atas Cara Pandang Tradisional............................3 3 Integrasi Klinis Dokter dengan Rumah Sakit..................................................7 4 Konseptualisasi Loyalitas Dokter....................................................................12 5 Evaluasi Kinerja Dokter...................................................................................13 5.1 Waktu Pengukuran/Evaluasi........................................................................14 5.2 Kepentingan Pengukuran/Evaluasi..............................................................14 5.3 Pemeran Utama............................................................................................14 5.4 Metode Evaluasi...........................................................................................16 5.4.1 Persentase Pencapaian...........................................................................17 5.4.2 Kinerja Nyata versus Kinerja yang Diharapkan....................................17 5.4.3 Kinerja Dibandingkan Benchmark........................................................17 6 Daftar Pustaka...................................................................................................17
iii
1
Pendahuluan
Rumah sakit yang memiliki integrasi dan keselarasan akan dapat memenuhi keinginan konsumen akan harga, kualitas, efisiensi, dan pelayanan pada komunitas, rumah sakit yang tidak memiliki hal tersebut tidak dapat bertahan pada masa sekarang ini. 2
Penyelarasan Hubungan antara Rumah Sakit dan Dokter
2.1.1
Perubahan yang Terjadi pada Hubungan antara Rumah Sakit dan Dokter
Mayoritas rumah sakit (di Amerika Serikat), hubungan rumah sakit dengan dokter merupakan persekutuan yang sulit antara dokter dan manajer, dan berada di bawah arahan dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini telah berjalan setidaknya sejak tahun 1917, ketika American College of Surgeons (pendahulu dari Joint Commission) memutuskan pemisahan antara manajemen rumah sakit dengan organisasi staf medis sebagai salah satu persyaratan akreditasi rumah sakit. Manajemen ditugaskan untuk menyediakan fasilitas, mempekerjakan staf, dan menangani keuangan. Staf medis ditugaskan menetapkan standar praktek klinis, mengevaluasi kualifikasi staf dokter, dan mengawasi kualitas dokter dengan cara peer review. Dewan memiliki otoritas tertinggi, tetapi dalam prakteknya jarang mengintervensi kewenangan staf medis. Satu hal yang juga penting adalah arus pendapatan yang terpisah menciptakan sebuah penghalang ekonomi yang kuat untuk menyelaraskan insentif keuangan. Asuransi kesehatan dan pemerintah membayar rumah sakit dan dokter secara terpisah. Dalam beberapa tahun terakhir, masalah diperparah dengan adanya dorongan pada dokter untuk mengembangkan fasilitas mereka sendiri untuk menarik keuntungan dari bisnis rumah sakit. Walaupun pemisahan tersebut berkembang oleh karena mekanisme akreditasi dan pembayaran, sebagian besar eksekutif rumah sakit dan dokter, sebagai profesional yang cerdas dan berkomitmen, pada umumnya menjalin hubungan kerja yang saling menguntungkan, walupun sesekali diselingi gejolak akibat perbedaan kebijakan, persaingan, dan kepribadian.
1
Krisis ekonomi dan faktor-faktor lainnya telah membuat ikatan sosial antara rumah sakit dengan dokter menegang. Dokter menghadapi kenaikan biaya praktik yang melebihi kenaikan pendapatan mereka kurang bersedia memenuhi panggilan darurat secara sukarela dan melayani komite medis. Mereka mengharapkan kompensasi atas waktu mereka. Dokter spesialis semakin bersaing dengan rumah sakit, mereka mengambil layanan tambahan dan rawat jalan yang menguntungkan dari rumah sakit ke kantor mereka sendiri, tetapi masih mengirim pasien sakit yang tidak diasuransikan ke rumah sakit. Tindakan rumah sakit umum seperti merekrut dokter, mempekerjakan dokter ahli perawatan intensif, dan membuka pusat-pusat rawat jalan mereka sendiri sering mendapat tantangan keras dari dokter independen yang menuduh rumah sakit bersaing secara tidak sehat. Dokter dalam mencari tambahan pendapatan baru juga mengadopsi teknologi baru yang mengganggu bidang spesialis lain, seperti misalnya ahli radiologi melakukan tindakan scan begitu mengetahui akan diperlukan suatu prosedur pembedahan invasif. Ekonomi memang bukan satu-satunya faktor yang menentukan apakah hubungan rumah sakit dan dokter akan berjalan dengan baik atau tidak, tetapi tidak dapat disangkal bahwa insentif keuangan memberikan pengaruh yang kuat pada perilaku masing-masing pihak dan kesediaan untuk bekerja sama. Bahkan kepentingan mutu di dalam kualitas pelayanan pasien dan pelayanan masyarakat miskin sulit untuk tercapai ketika sistem pembayaran tidak mendukung. Mempekerjakan dokter begitu saja akan memberikan bantuan di rumah sakit, tetapi tidak menjamin terjadinya keselarasan. Keselarasan dapat dicapai dengan joint ventures, kontrak, jabatan direktur medis; organisasi profesi kedokteran juga menawarkan cara penyelarasan hubungan dengan dokter dalam derajat yang bervariasi. Keselarasan hubungan antara rumah sakit dengan dokter dapat didefinisikan sebagai hubungan kerja yang erat, di mana rumah sakit dan dokter menempatkan prioritas pada bekerja untuk menuju tujuan bersama dan menghindari perilaku yang saling bertentangan/tidak membantu untuk tercapainya tujuan tersebut.
2
Di tahun-tahun mendatang, ada kemungkinan sebagian besar dokter akan masuk dalam sistem rumah sakit atau suatu kelompok medis. Beberapa rumah sakit akan memiliki hubungan simbiosis dengan antar mereka, meski ada juga rumah sakit yang tetap mandiri dan bersaing dengan rumah sakit atau dengan fasilitas di kota lain. Tantangan bagi sistem kesehatan atau rumah sakit adalah menarik tenaga dokter untuk memenuhi misi dan mempertahankan kelangsungan hidup keuangan. Untuk melakukan itu, dewan dan eksekutif perlu melihat dunia melalui mata seorang dokter dan menawarkan model penyelarasan atau pilihan yang memenuhi kebutuhan dokter. Jika tidak, upaya mereka di penyelarasan akan terlihat seperti usaha-usaha terselubung untuk mengontrol dokter. 2.1.2
Kebutuhan Perubahan atas Cara Pandang Tradisional
Rumah sakit dan dokter yang telah sepakat untuk menuju keselarasan, perlu untuk menilai kembali asumsi model kepentingan ekonomi yang telah lalu dan bersedia mengadopsi pendekatan yang lebih segar berdasarkan kenyataan baru. Hal-hal yang diperlukan antara lain: a. Merubah cara berpikir rumah sakit-sentris untuk memahami perspektif dari tiga sub-kelompok yang berbeda dari staf medis mereka. b. Menarik pelajaran dari upaya rumah sakit yang telah gagal untuk mempekerjakan/mempertahankan dokter. c. Memikirkan bahwa penyelarasan rumah dakit dan dokter sebagai sederetan strategi, bukan hanya tersedia satu untuk semua program. Dalam mengembangkan strategi untuk lebih menyelaraskan kepentingan rumah sakit dan dokter, akan berguna untuk melakukan pembagian dokter menjadi subkelompok, antara lain: a. Kelompok dokter yang bergantung pada rumah sakit. Kebanyakan praktisi independen yang telah menjual kemampuannya pada rumah sakit dan telah memilih untuk menjadi karyawan penuh dari sebuah rumah sakit, umumnya sebagai respon terhadap tuntutan ekonomi. b. Kelompok dokter yang tidak bergantung pada rumah sakit. Segmen ini terdiri dari dokter yang menghabiskan cukup banyak waktu merawat pasien rawat inap, tetapi juga memiliki praktik pribadi. Seringkali, para 3
dokter ini memiliki hak akses di beberapa rumah sakit, tetapi pada umumnya akan memusatkan sebagian besar penerimaan mereka dalam satu rumah sakit saja. Umumnya loyalitas mereka ke rumah sakit sangat lemah. Jika mereka tidak puas dengan rumah sakit, mereka mungkin mengancam untuk memindahkan pasien mereka ke rumah sakit pesaing. c. Kelompok dokter yang hanya menjalankan praktik pribadi. Kelompok ini termasuk dokter yang jarang menyediakan perawatan untuk pasien rawat inap rumah sakit. Segmen ini mencakup proporsi yang terus meningkat dari dokter perawatan primer (internis, dokter keluarga, dan dokter anak) serta dokter di sejumlah spesialisasi lainnya (dermatologi, psikiatri, alergi, kesehatan kerja, dan sebagainya). Walaupun dalam kelompok ini hubungan dengan rumah sakit tidak terlampau penting, tetapi sistem rujukan yang terintegrasi memerlukan
dokter perawatan primer untuk
menarik pasien, mengelola perawatan, dan mendorong rujukan ke spesialis mereka yang lain. Masing-masing dari ketiga segmen populasi dokter tersebut di atas memerlukan pendekatan yang sangat berbeda untuk mencapai keselarasan dengan kepentingan dan kebutuhan rumah sakit. Ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk mencapai kerjasama strategis antara rumah sakit dan dokter, antara lain: a. Mempelajari sebanyak mungkin ekonomi yang berkaitan dengan praktek dokter. b. Mengembangkan strategi berbasiskan segmen untuk dokter yang berbeda, berdasarkan kepentingan ekonomi mereka. c. Mencari peluang untuk menciptakan inisiatif yang bersolusi menang dan menang /win-win solution bagi dokter dan rumah sakit. d. Ketika meluncurkan usaha patungan dengan dokter tertentu, perlu mengantisipasi dan secara proaktif mengelola penentangan/oposisi dari dokter yang tidak terlibat dalam usaha patungan itu. e. Berkomunikasi degan baik. f. Mengembangkan hubungan dengan para pemimpin administratif yang berlatar belakang dokter.
4
Hal lain yang penting adalah kemampuan sistem kesehatan yang mempekerjakan dokter dalam mengenali pentingnya kompensasi dokter dalam kaitannya dengan penyelarasan hubungan dokter dan rumah sakit. Kompensasi yang dirancang dengan baik dan bijaksana dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan kerugian praktik dalam situasi tertentu. Formula kompensasi untuk dokter perlu mempertimbangkan faktor-faktor: a. Mengakui pergeseran pendapatan tambahan ke sistem. Selain model kompensasi harus memberikan insentif yang tepat, juga harus kompetitif dengan pasaran di lingkungan rumah sakit atau sistem kesehatan, jika tidak maka sulit untuk memperoleh dan mempertahankan dokter. b. Batasan yang lebih baik. Rumah sakit harus menerapkan pendekatan yang seimbang untuk memastikan sebuah bisnis berjalan dengan sehat. c. Mengalokasikan biaya yang dapat meningkatkan efisiensi praktik dan sistem. Contoh: dengan penggunaan Electronic Medical Record (EMR). Pemimpin rumah sakit harus mempertimbangkan bekerja sama dengan dokter sesuai kondisi saat ini dan berpotensi untuk mengadopsi suatu visi dan strategi menyeluruh untuk penyelarasan dokter, dan kemudian menggunakan campuran program untuk bergerak ke arah penyelarasan yang meningkat dari waktu ke waktu. Empat tujuan bersama akan membentuk inti dari strategi penyelarasan yang paling, yaitu: a. Peningkatan Kualitas: tanpa henti meningkatkan kualitas dan keamanan perawatan pasien. b. Kepuasan pasien: terus menggembirakan pasien dan keluarganya c. Pertumbuhan: meningkatnya volume sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau pasar. d. Produktifitas: memaksimalkan efisiensi dan marjin. Dengan visi yang menyeluruh dan rencana strategis untuk penyelarasan rumah sakit dan dokter, inisiatif penyelarasan yang sukses dapat dikembangkan sekitar enam komponen-komponen berikut: a. Prioritas pengaturan klinis. Rumah sakit harus terlibat dengan dokter mereka dalam penilaian klinis untuk mengidentifikasi perubahan yang
5
dapat diantisipasi dalam praktek klinis, dan prioritas ditetapkan untuk peningkatan kualitas, kepuasan pasien, pertumbuhan, dan produktivitas. b. Dukungan dari dokter. c. Kepemimpinan klinis di rumah sakit. Rumah sakit perlu menilai situasi mereka saat ini dan mengembangkan model kepemimpinan yang lebih cocok untuk masa yang akan datang. d. Persetujuan dan dukungan praktik. Setiap rumah sakit harus memiliki mekanisme yang tepat untuk kontrak asuransi dengan dokter, seperti organisasi dokter di rumah sakit. e. Bisnis rumah sakit, memiliki banyak kesempatan untuk masuk ke risiko atau
pengaturan reward dengan anggota staf medis mereka, melalui
kendaraan seperti usaha patungan dan transaksi obligasi bersama. f. Perekrutan dan mempekerjakan dokter. Dalam sepuluh tahun ke depan, dokter akan semakin transisi dari kelompok kecil dan independen menjadi semakin spesialistik dan kelompok multi-spesialisasi. Untuk membantu dokter dan rumah sakit dalam membangun hubungan yang unik dalam penyelarasan, Governance Institute telah merumuskan sebuah persamaan berdasarkan hasil penelitian dan pengalaman mereka untuk mencapai keselarasan hubungan antara rumah sakit dan dokter, yaitu : (PM + AM) × T = LA (Physician Motivator + Alignment Method ) × Trust = Lasting Alignment
Dalam menerapkan rumus tersebut dibutuhkan pemimpin rumah sakit untuk mengembangkan pemahaman yang lebih dalam terhadap berbagai kebutuhan, harapan, dan keinginan (motivator) dari dokter yang berbeda dan kelompok. Pengertian ini hanya dapat berasal dari interaksi mendalam dengan dokter. Kategorisasi grup dokter yang tergantung rumah sakit, saling bergantung, dan grup dokter yang murni praktek pribadi adalah cara yang berguna untuk merangsang berbagai pemikiran dan diskusi. Agar rumus tersebut dapat bekerja, manajemen tim dan direksi perlu untuk memulai atau meningkatkan usaha penyelarasan tersebut dengan diskusi bersama dokter yang berfokus pada masalah motivasi dokter, sebelum mengidentifikasi berbagai pengaturan untuk bisnis. Ini akan menjadi sinyal bagi dokter bahwa
6
rumah sakit benar-benar peduli pada kebutuhan dan harapan mereka, dan akan memungkinkan rumah sakit untuk membuat pilihan bertingkat dari peluang penyelarasan yang akan menarik bagi mayoritas dokter. Agar rumus tersebut dapat sukses dibutuhkan kepercayaan di antara semua pihak agar setiap metode penyelarasan dapat berhasil dalam jangka panjang. Semakin besar tingkat kepercayaan, semakin besar kemungkinan metode penyelarasan dapat berhasil. Upaya penyelarasan sering kali menghadapi resistensi dan tantangan dari lingkungan sekitar, yang paling umum adalah: 1. Struktur staf medis yang sudah ketinggalan zaman. Pemimpin staf medis yang terpilih tidak selalu mewakili dokter yang proaktif dan tertarik untuk bekerja dengan rumah sakit dalam rangka mencapai tujuan bersama. 2. Konflik kepentingan dari para dokter. Banyak rumah sakit melibatkan dokter untuk duduk di posisi direksi, sebagai sarana untuk melibatkan dokter dalam pengambilan keputusan strategis dan kebijakan. Ini merupakan praktek pemerintahan yang sangat dianjurkan, tetapi tidak cukup untuk keterlibatan tingkat mendalam yang diperlukan untuk mencapai keselarasan abadi dengan sejumlah besar dokter sebagai staf medis. 3
Integrasi Klinis Dokter dengan Rumah Sakit
Realitas pasar saat ini sedang menuju kebutuhan untuk integrasi rumah sakit dan dokter, dengan beberapa pertimbangan yang akan mempengaruhi hubungan rumah sakit dan dokter serta pada strategi pasar : 1. Peningkatan yang tidak berkesudahan dalam biaya perawatan kesehatan karena masalah struktural, seperti penuaan populasi dan kegagalan paradigma, yang kemungkinan akan membuat krisis dimana premi asuransi kesehatan untuk satu keluarga sangat tinggi (dapat mencapai $2.500 per bulan). 2. Kemajuan teknologi peralatan medis yang pesat dan cara pemberian obat, khususnya dalam intervensi bedah dan radiologi, yang selanjutnya mempercepat peran layanan rawat jalan. 3. Langkah-langkah oleh pemerintah federal dan komersial berbasis nilai penggantian (reimburse), termasuk program CMS untuk penggantian 7
risiko yang disesuaikan, pembayaran untuk program-kinerja, dan mandat ekonomi, tanpa meningkatkan (dalam beberapa kasus menurunkan) dana total yang tersedia untuk penggantian biaya yang dikeluarkan penyedia layanan (provider). 4. Pergeseran signifikan dalam demografi penyedia, termasuk kekurangan perawat, dan terlihat pergeseran yang signifikan pada persyaratan kualitas hidup oleh dokter muda. 5. Daftar biaya penyedia dan informasi biaya medis lainnya menjadi semakin transparan, gerakan untuk menuju konsumerisme. 6. Lingkungan politik yang tidak terduga dan dampak dari peristiwa seperti Percobaan Massachusetts, yang berusaha untuk menutupi yang tidak terlindungi asuransi oleh karena mandat asuransi, dan akibat film terbaru "Sicko." Titik awal untuk mengembangkan model baru adalah dengan memahami kontinum pengembangan pasar dalam hal tingkat pertumbuhan pasar, konsolidasi, dan perawatan yang efektif dari pengiriman terintegrasi. Saat ini, dokter dan rumah sakit memiliki motivasi untuk memasukkan model staf medis yang terintegrasi dengan beberapa alasan: 1. Dokter. Lingkungan asuransi untuk malpraktik yang sulit di banyak negara, yang perlu untuk mencapai target pendapatan dengan cara yang stabil dan aman, dan keinginan untuk prediktabilitas dan keseimbangan yang lebih besar dalam jumlah kasus dan kehidupan, khususnya di kalangan dokter yang baru memasuki pasar. 2. Rumah Sakit. Mengatasi kekurangan dokter, mendukung kegiatan panggilan darurat dan panggilan pasien miskin, memastikan kekuatan strategis penting di jasa klinis (bedah jantung, ortopedi, urologi, dan lainlain), mengamankan sebuah perawatan dasar primer dan menyediakan sumber
yang dapat diandalkan, perlindungan terhadap kewirausahaan
dokter yang bersaing dengan rumah sakit untuk layanan yang menguntungkan, dan keinginan untuk memperkuat layanan klinis dan reputasi melalui recruitment atau afiliasi dengan dokter.
8
3. Rumah Sakit dan Dokter. Kebutuhan untuk menunjukkan peningkatan mutu dan hasil, kebutuhan untuk berbagi informasi ke pasien dengan cepat dan mulus (yang memerlukan integrasi atau wajib konsolidasi dengan sistem informasi), dan yang berarti sedikit daya ungkit untuk rumah sakit dan dokter dalam negosiasi kontrak. Terlepas dari pendekatan yang digunakan, hasil jangka panjang yang baik dari sebuah tempat dan model baru staf medis terintegrasi adalah integrasi klinis yang efektif, dengan fokus pada: 1. Kualitas pelayanan yang mampu mengurangi kesalahan, memungkinkan peningkatan manajemen penyakit dan mendukung ukuran kualitas hasil. 2. Koordinasi perawatan yang superior untuk kegiatan seperti manajemen rujukan, penjadwalan pasien, tes manajemen, dan akses rekam medis. 3. Sistem pengiriman dirasionalisasikan dengan memberikan kenyamanan dan efektivitas biaya, tidak hanya untuk rawat inap dan rawat jalan, tetapi juga untuk perawatan mendesak dan kronis. 4. Data, terutama pada tingkat pasien dibandingkan dengan tingkat pertemuan, yang mendukung pengelola biaya perawatan pasien secara efektif dan menyediakan dasar untuk mulai mengelola kesehatan masyarakat. 5. Membedakan pusat keunggulan seperti kanker, kesehatan wanita, geriatri, dan kesehatan jantung. 6. Insentif yang berfokus pada kepuasan pasien, akses dan ukuran klinis, sambil memperkuat loyalitas dokter. Pada akhirnya, integrasi klinis yang benar adalah kemungkinan besar berasal dari kombinasi model dokter yang bekerja secara operasional terintegrasi dengan dokter masyarakat untuk membuat model pendekatan. Orang-orang mengambil keuntungan dari gerakan di pasar terhadap peningkatan integrasi, mengambil dua jalur: (1) mengembangkan
dokter yang lebih banyak dimilik kelompok atau
kelompok virtual dan (2) meningkatkan integrasi di rumah sakit yang mendorong organisasi, dengan pertumbuhan kontrak layanan antara rumah sakit dengan swasta / kelompok.
9
Berdasarkan sejarah, akibat kebebasan dokter membuat masalah terkait integrasi klinis masih ada. Namun, teknologi electronic medical record (EMR) menawarkan platform baru dan kuat untuk mewujudkan integrasi yang kuat antara dokter dengan rumah sakit. EMR adalah alat yang memiliki potensi tinggi untuk menjadi mekanisme ikatan antara
rumah sakit dengan dokter, yang secara
langsung dapat meningkatkan kemampuan dokter dan rumah sakit untuk bekerja sama demi kebutuhan pasien. Lebih penting lagi, berdasarkan temuan empiris menunjukkan beberapa manfaat dari EMR. Sebuah survei yang dilakukan oleh Medical Economic (21 Januari 2005) menemukan bahwa sebagian besar pemilik sistem EMR lebih cepat mendapatkan laba atas investasi dari sistem EMR mereka. Dari mereka yang menggunakan EMR, 53% mengatakan bahwa sistem mempercepat pekerjaan mereka, meskipun hanya setengah dari pengguna EMR yang terlibat dalam pertukaran data dengan laboratorium dan rumah sakit. Lebih dari 87 persen dokter yang menerapkan EMR bersikap netral ataupun sangat puas dengan hasilnya hingga saat ini. Manfaat dari penerapan EMR terutama untuk dokter cukup besar, antara lain: 1. Peningkatan pendapatan melalui perbaikan sistem coding, didukung oleh sistem dokumentasi, seperti mengambil data melalui template, makro, dan menarik informasi dari bagian lain; mendokumentasikan hasil untuk kualitas insentif, dan meningkatkan pemeliharaan kesehatan, yang berdampak baik pada volume pelayanan maupun kualitas pelayanan. 2. Meningkatkan efisiensi tempat praktek dokter melalui grafik; pengajuan yang lebih mudah ke antar muka (interface) laboratorium dan rumah sakit; akses ke grafik dari tempat praktek, rumah sakit atau rumah; pengurangan pengalihan telepon; resep lebih terbaca; pemeriksaan otomatis adanya interaksi obat-obatan; penanda grafik yang lebih efisien, dan penerimaan yang lebih mudah terhadap grafik permintaan dan audit grafik. 3. Pengurangan biaya melalui penghematan tenaga kerja yang terkait dengan pemrosesan berkas (file) secara manual dan panggilan telepon yang lebih sedikit; premi malpraktik berkurang akibat peningkatan risiko profil; dan biaya penggunaan kertas dan penyimpanan lebih rendah.
10
4. Peningkatan mutu pelayanan dan perawatan pasien karena mutu dokumentasi lebih tinggi melalui protokol built-in dan pengingat, template diagnosis spesifik, panduan / pengingat protokol khusus dan pengujian; kemampuan untuk secara proaktif query database pasien yang jatuh tempo dan mengirim surat peringatan secara otomatis, dan peningkatan pendidikan dan keterlibatan pasien. 5. Mengaktifkan kelompok kontraktor, bahkan dengan beberapa nomor pajak. Bagi rumah sakit, EMR akan menjadi kendaraan agar ikatan dokter dan rumah sakit lebih efektif dan menyediakan platform untuk integrasi klinis nyata dengan kesinambungan perawatan. Ini juga merupakan suatu mekanisme defensif rumah sakit terhadap risiko dokter pindah ke rumah sakit pesaing, dan dapat menjadi pemacu yang solid untuk staf yang berbasis masyarakat. Pendekatan yang dapat digunakan untuk memberikan subsidi kepada dokter dapat menggunakan salah satu dari tiga model dasar ini, yaitu: 1. Pass-Through Model. Rumah sakit menyediakan dukungan teknis dan manajemen untuk implementasi tapi semua biaya ditanggung oleh dokter. 2. Financed Model. Rumah sakit mengamortisasi biaya pertama kali, seperti lisensi, biaya pelaksanaan, pusat TI dan hardware, selang beberapa waktu kemudian biaya operasional ditanggung sendiri oleh dokter. 3. Subsidized Model. Rumah sakit mensubsidi sampai dengan 85 persen dari biaya yang dikeluarkan dokter dan mengimplementasikan sebuah EMR. Agar strategi integrasi klinis dari dokter dan rumah sakit dapat berhasil, maka beberapa hal ini dapat membantu keberhasilan tersebut: 1. Menilai kesiapan dan keadaan pasar. 2. Mengembangkan rencana bisnis. 3. Implementasi dengan rasa urgensi. Ketika strategi ini berhasil diimplementasikan, model ini memberikan berbagai manfaat, baik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Ini memberikan landasan operasi untuk mendukung biaya manajemen klinis pada tingkat pasien, daripada tingkat pertemuan; menyediakan data untuk mendukung ketajaman insentif atau pendapatan, dan risiko disesuaikan dengan sistem coding; dan meningkatkan
11
kepuasan
pasien
melalui
kesinambungan
perawatan,
mengurangi
jenis
pemeriksaan yang tidak diperlukan, dan meningkatkan pengetahuan pasien. 4
Konseptualisasi Loyalitas Dokter
Kanter (1977) dan Guest (1944) dalam Burns dan Wholey
mendefinisikan
loyalitas sebagai perilaku setia kepada organisasi, sedangkan keluar didefinisikan sebagai ekspresi ketidakpuasan terhadap organisasi (turnover sukarela), dan diukur sebagai penghentian lengkap pengiriman pasien ke rumah sakit dan relokasi tempat praktek ke rumah sakit lain. Keluar merupakan bentuk ekstrem dari penurunan loyalitas. Hubungan antara dokter dan rumah sakit dikonseptualisasikan sebagai hubungan individu dan organisasi di mana alasan psikologis dan material sebagai balas jasa untuk kontribusi usaha mereka. Pendekatan perilaku sangat cocok untuk belajar mengenai loyalitas dokter. Dokter selain sebagai anggota rumah sakit juga merupakan konsumen dari layanannya. Kelompok terbanyak adalah praktisi solo yang membeli jasa rumah sakit atas nama pasien mereka. Ada juga yang kelompok minoritas yang menempati posisi sebagai karyawan rumah sakit, tapi masih mengirim pasien. Administrator rumah sakit biasanya melihat kedua kelompok dokter sebagai kelompok pasar utama yang perlu ditarik untuk membawa bisnis mereka kepada rumah sakit. Bentuk loyalitas demikian serupa dengan loyalitas konsumen, dibuktikan dengan merek (rumah sakit) dan pembelian berulang. Menurut Becker dan Charper (1956) dalam Burns dan Wholey , umumnya komitmen merupakan hasil dari investasi sebelumnya di dalam organisasi dan dirasakan berat untuk meninggalkan organisasi. Faktor-faktor seperti usia individu, posisi di organisasi, dan manfaat yang masih harus dibayar atau gugur ketika
individu
meninggalkan
organisasi
tersebut
berkontribusi
pada
pengembangan komitmen. Para peneliti menunjukkan bahwa keterlibatan dalam pengambilan keputusan membangun komitmen seseorang pada organisasi. Salancik (1977) dalam Burns dan Wholey berpendapat bahwa partisipasi dapat meningkatkan rasa tanggung jawab individu terhadap organisasi. Partisipasi merupakan pilihan yang mengikat, dalam hal ini adalah eksplisit, tidak dapat dibatalkan, suatu kehendak, 12
dan melibatkan masyarakat. Steers (1977) dalam Burns dan Wholey menyarankan bahwa keterlibatan dalam pengambilan keputusan merupakan pengalaman yang mendorong pembentukan rasa keterikatan dengan organisasi. Para peneliti juga menyarankan bahwa ketergantungan pada organisasi dapat meningkatkan komitmen, sementara konflik dapat melemahkan itu. Ketergantungan pada organisasi mengacu pada sejauh mana individu merasa bahwa harapan mereka dan kepentingannya dipenuhi oleh organisasi. Peran konflik di sisi lain melibatkan perbedaan profesional dan harapan organisasi terhadap peranan seseorang. Perbedaan ini dapat mengancam kemandirian profesional, melanggar nilai-nilai profesional, dan meningkatkan kecenderungan untuk meninggalkan organisasi. Strategi untuk meningkatkan kepuasan dokter atau untuk mengurangi ketegangan dengan dokter, atau keduanya, mungkin tidak akan berhasil dalam hal ingin meningkatkan jumlah kiriman pasien dari dokter tersebut. Dokter dengan level sosial-psikologis yang lebih tinggi memiliki komitmen pada rumah sakit dalam hal pengiriman pasien. Manajer menginginkan penerimaan yang lebih besar melalui meningkatkan hubungan dokter dengan rumah sakit mungkin ingin berfokus pada program-program yang meningkatkan kenyamanan dokter dan menghemat waktu dokter. Seperti program yang mendorong dokter yang baru dikenal masyarakat untuk berpraktek di dekat rumah sakit. Beberapa peneliti mempelajari tentang komitmen profesional seperti dokter, pengacara, dan ilmuwan mungkin akan mempertimbangkan perspektif lain yang ditawarkan dari keuntungan dari segi ekonomi dan pemasaran. 5
Evaluasi Kinerja Dokter
Integrasi klinis yang efektif dapat tercapai dengan pemusatan kepada kualitas pelayanan yang mengurangi kesalahan, memungkinkan peningkatan manajemen penyakit dan mendukung ukuran kualitas hasil. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan evaluasi kinerja dokter.
13
5.1
Waktu Pengukuran/Evaluasi
Pengukuran untuk mendapatkan gambaran kinerja, perbaikan, dan membagikan hasil pengukuran dilakukan setiap tahun. Sebagai langkah awal untuk melakukan pengukuran efisiensi tenaga dokter dapat dilakukan dengan : a. Tahun ke-1. Menetapkan konsensus dan rancangan proyek, pendanaan, serta berbagai koordinasi. Mengubah data menjadi perbandingan kinerja dokter terhadap mutu dan efisiensi. b. Tahun ke-2. Menyampaikan informasi yang diperoleh kepada para dokter dan bila diperlukan, memperbaiki cara pengukuran. Mendukung organisasi lokal/nasional untuk perbaikan mutu melalui hasil temuan yang diperoleh. c. Tahun ke-3. Memberikan informasi kepada dokter dan pelanggan tentang keputusan pemilihan terhadap dokter oleh pelanggan. Selanjutnya, setiap tahun dilakukan pengukuran untuk mendapatkan gambaran kinerja, perbaikan, membagikan hasil pengukuran kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 5.2
Kepentingan Pengukuran/Evaluasi
Biaya kesehatan semakin tinggi, sementara penurunan mutu pelayanan terus berlanjut. Beberapa pembuat kebijakan dan pihak-pihak lain yang terkait dengan sistem pelayanan kesehatan meyakini bahwa strategi untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan penyebarluasan informasi kinerja berbagai penyedia layanan kesehatan. Dengan harapan (meskipun belum terbukti), perbaikan terhadap mutu akan terjadi, karena pelanggan akan mencari penyedia layanan dengan mutu yang lebih baik. Tujuan lain pelaksanaan pengukuran mutu dan efisiensi biaya adalah untuk mengidentifikasi kinerja dokter dan memberikan informasi kepada dokter dan organisasi profesinya sehingga dapat meminimalisir perbedaan karena praktik kedokteran yang tidak berbasis bukti, serta meningkatkan mutu pelayanan. 5.3
Pemeran Utama
Pemeran utama dalam pengukuran terdiri atas pembuat kebijakan, penyedia layanan kesehatan, asuransi kesehatan, dan peneliti. Terdapat kecenderungan
14
peningkatan di seputar pengukuran kinerja oleh koalisi dan aliansi penyedia layanan, badan pemerintah, dan pembeli layanan kesehatan. Organisasi-organisasi kunci yang terlibat antara lain: 1. Pemerintah. Pemerintah telah menetapkan undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan tenaga medis dokter: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran , Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws) , dan Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
631/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit . 2. Organisasi profesi. Organisasi profesi (dalam hal ini Ikatan Dokter Indonesia) bertugas mempersiapkan: a. Standar Profesi. b.
Standar Pelayanan Medis (SPM).
c. Membantu kolegium profesi melaksanakan ujian kompetensi. d. Melaksanakan pelatihan dan continuing professional development (CPD) dalam rangka memenuhi dan meningkatkan kemampuan kompetensi
anggota
profesi
untuk
memenuhi
persyaratan
kompetensi. e. Membuat panduan audit medis dan pelaksanaannya. f. Membuat kajian SPM berdasarkan pendekatan kendali mutu dan biaya. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga telah menetapkan penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). Pasal 2 dalam KODEKI menyatakan bahwa seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi . 3. Konsil Kedokteran Indonesia. Konsil Kedokteran Indonesia telah mengembangkan standar kompetensi dokter, sehingga yang bersangkutan akan mampu :
15
a. Mengerjakan tugas atau pekerjaan profesinya. b. Mengorganisasikan tugasnya agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan. c. Segera tanggap dan tahu apa yang harus dilakukan bilamana terjadi sesuatu yang berbeda dengan rencana semula. d. Menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah di bidang profesinya. e. Melaksanakan tugas dengan kondisi berbeda. 4. Organisasi pelayanan kesehatan. Merujuk
kepada
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
631/Menkes/SK/IV/2005 tentang Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit tentang Komite Medik dan tentang Kelompok Staf Medis (KSM)/Staf Medis Fungsional (SMF); secara definisi
Komite
Medik
adalah
wadah
profesional
medis
yang
keanggotaannya terdiri dari Ketua KSM/SMF. Sedangkan definisi KSM/SMF itu sendiri adalah kelompok dokter/dokter gigi, spesialis dan subspesialis berdasarkan tugas dan wewenang keahliannya . Fungsi dan wewenang Komite Medik adalah menegakkan etika profesi medis dan mutu pelayanan medis berbasis bukti. Adapun tugas dan fungsi dari SMF adalah melaksanakan kegiatan pelayanan medis, pendidikan, penelitian dan pengembangan keilmuannya yang berpedoman pada ketetapan Komite Medis atas etika profesi medis dan mutu keprofesian medis. Jadi profesi medis dalam melaksanakaan profesinya berdasarkan falsafah perpaduan antara ketiga komponen yang terdiri dari etika profesi, mutu profesi, dan evidence-based medicine (EBM) 5.4
Metode Evaluasi
Ada beberapa cara untuk mengukur dan memperlihatkan mutu suatu penyedia layanan kesehatan, dan cara-cara baru terus bermunculan dengan teknik yang lebih canggih karena informasi klinis pasien yang mendetail semakin mudah diperoleh. Tiga metode umum yang sering dipergunakan antara lain :
16
5.4.1
Persentase Pencapaian.
Metode pengukuran yang paling sederhana terhadap mutu penyedia layanan adalah dengan persamaan pembilang/penyebut (numerator/denominator). •
Denominator mewakili jumlah peluang layanan yang dapat diberikan oleh penyedia layanan untuk pasien yang memang memenuhi kriteria mendapatkan layanan tersebut.
• 5.4.2
Numerator tersusun sebagai jumlah layanan yang diberikan. Kinerja Nyata versus Kinerja yang Diharapkan
Metode pengukuran dengan persentase jumlah layanan hanya sesuai untuk mengukur “proses”, namun tidak sesuai untuk mengukur hasil (outcome) untuk pasien. Pengukuran hasil dapat dilakukan dengan melihat outcome pada pasien (misalnya angka mortalitas) apakah berada di atas, di bawah, atau sama dengan outcome yang diharapkan terjadi pada kelompok pasien dengan latar belakang penyakit dan status kesehatan yang sama. Istilah lain yang sering dipergunakan untuk metode ini adalah risk adjustment. 5.4.3
Kinerja Dibandingkan Benchmark
Jenis ketiga ini dilakukan dengan mendorong perbaikan kinerja dengan pembandingan tingkat kinerja penyedia layanan dengan suatu benchmark, kinerja terbaik suatu pelayanan. Ambulatory Care Quality Alliance (AQA) menyarankan agar benchmark yang dilakukan sedapat mungkin terhadap nilai optimal terbaik, bukan terhadap nilai kinerja rata-rata. 6
Daftar Pustaka
Bader, B. S., Kazemek, E. A. and Knecht, P. R. (2008) Aligning Hospitals and Physicians: Formulating Strategy in a Changing Environment, San Diego: The Governance Institute. Burns, L. R. and Wholey, D. R. (1992) 'Factors Affecting Physician Loyalty and Exit: A Longitudinal Analysis of Physician-HospitalRelationships.', Health Services Research, 27(1), 1-10. Damberg, C., Grazier, K., Greenfield, S., Hopkins, D., Kaplan, S. H., Lee, P. V., Milstein, A., Roski, J. and Sinnott, P. L. (2005) Advancing Physician
17
Performance Measurement: Using Administrative Data to Assess Physician Quality and Efficiency, Pacific Business Group on Health. Depkes RI (2002) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws), Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI (2005) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 631/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. DPR RI (2004) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Duffy, J. H. H. and Green, T. (2007) Hospital-Physician Clinical Integration, Chicago: Center for Healthcare Governance. Garrett, K. E. (2007) The Measurement of Health Care Performance: A Primer for Physicians, United Health Foundation. Konsil Kedokteran Indonesia (2006) Standar Kompetensi Dokter, Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia. MKEK IDI (2002) Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia No. 221/PB/A.4/04/2002 tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia, Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia.
18