Downloaded from jcp.bmj.com on March 24, 2011 - Published by group.bmj.com
1
Department of Forensic Medicine, Graduate School of Medicine, The University of Tokyo, Tokyo, Japan; 2 Tokyo Metropolitan Institute for Neuroscience, Tokyo, Japan; 3 Department of Pathology, Graduate School of Medicine, The University of Tokyo, Tokyo, Japan; 4 Department of Emergency Medicine, Graduate School of Medicine, The University of Tokyo, Tokyo,
Correspondence to : professor kenichi Yoshida, Department of Forensic Medicine, Graduate School of Medicine, The University of Tokyo, 7-3-1 Hongo, Bunkyo-ku, 113-0033 Tokyo, Japan;
[email protected] Accepted 8 May 2009
Laporan otopsi terhadap multiple system atrophy yang didiagnosis berdasarkan immunohistochemical pada iskemik berat; pendekatan baru untuk investigasi praktek medis terkait kematian di Jepang M Nakajima,1 H Kojima,2 Y Takazawa,3 N Yahagi,4 K Harada,1 K Takahashi,1 K Unuma,1 K Yoshida1 ABSTRAK Pria berusia 60-tahun mengalami multiple system atrophy (MSA) selama 10 tahun dan dijumpai respiratory arrest. Setelah 4 bulan dilalukan pernafasan bantuan dengan ventilator dengan dua episode shock septic, pria tersebut meninggal. Pemeriksaan autopsy mengungkapkan dijumpai atropi yang sangat ekstrem pada batang otak, mecsencephalon, medulla oblongata dan cerebellum. GallyasBraak, α-synuclein dan ubiquitin-positif dijumpai secara nyata dalam sitoplasma sel glial, meskipun iskhemik yang sangat parah disebabkan oleh respiratory arrest sehingga harus mendapatkan bantuan nafas dengan alat bantu nafas selama 4 bulan. Penyebab dari respiratory arrest tidak teridentifikasi, tetapi dapat dipahami dan dijelaskan bahwa penyebab dari respiratory arrest akibat dari MSA. Keluarga pasien yang ditinggalkan, pada awalnya menduga telah terjadi malpraktek medik, namun kemudian merasa puas dengan penjelasan berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh delapan dokter ahli, satu perawat ahli, dua koordinator perawat dan dua pengacara pada metode yang dipromosikan oleh pemerintahan jepang. Pada tahun 2005, Departemen Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Jepang memulai sebuah metode percontohan untuk menyelidiki praktek medis terkait kematian.1 Dalam sebuah metode ini, melibatkan ahli patologi forensic, seorang ahli histopatologis dan ahli klinis melakukan otopsi dan menyerahkan laporan otopsi. Selain itu, ahli lainnya mereview praktek medik lainnya dan menyampaikan laporan tersebut. Dalam komite penilaian lokal, para dokter, dokter-dokter independen lain dan pengacara (untuk pembela pasien dan pembela dokter) mendiskusikan kasus ini dengan mengacu pada dua laporan yang dilaporkan. Hal yang didiskusikan berhubungan dengan penyebab kematin, pengkajian atas praktek medik, dan memberikan rekomendasi dengan menjelaskan sebab kejadian kematian kepada keluarga yang ditinggalkan dan pihak rumah sakit pada saat yang bersamaan, ringkasan dari laporan ini diperlihatkan. 1 Laporan ini merupakan laporan otopsi forensik pertama pa da kasus multiple system atrophy (MSA) untuk melakukan investigasi penyebab kematian dengan menggunakan sistem yang dipromosikan oleh pemerintahan jepang, selain itu kami melaporkan mamfaat menggunakan histokimia untuk mendiagnosis MSA pada kerusakan jaringan otak yang parah. Pasien ditemukan di rumah sakit dalam keadaan respiratory arrest. Pasien tersebut meninggal 4 bulan kemudian dengan menggunakan alat bantu nafas. Sebelum dilakukan autopsi, kami menjelaskan kepada keluarga yang ditinggalkan bahwa kecil kemungkinan untuk bisa mengetahui penyebab sesungguhnya kematian karena disebabkan oleh kerusakan jaringan otak yang parah. Namun, kami menemukan αsynuclein -dan Gallyas-positif pada sel sitoplasma glia, ini merupakan petunjuk telah terjadinya MSA. Selain itu, kami mencoba
1 | J Clin Pathol 2009;62:1029–1033. doi:10.1136/jcp.2009.065060
Downloaded from jcp.bmj.com on March 24, 2011 - Published by group.bmj.com
menelusuri mekanisme yang mendasari terjadi nya respiratory arrest pada pasien dengan MSA; ini merupakan topik dalam praktek neurology dan akan menjadi penting dalam topic forensik. Laporan Kasus Seorang pria 60 tahun awalnya didiagnosis dengan spinocerebellar atropy dan kemudian didiagnosis dengan MSA sepuluh tahun yang lalu dari keluhan utama berupa gangguan gaya berjalan. Tidak dijumpai riwayat penyakit keluarga yang mengalami MSA. Adik perempuannya selama 4 tahun merawat pasien tersebut di rumah. Pasien tersebut diberi makan melalui tabung gastrostomy dan bernafas melalui tracheostomi. Pasien tersebut mengalami hypoglikemi akibat percepatan proses regulasi usus sehingga transfer (dumping) makanan menjadi cepat selama 1 tahun dan regurgitasi esofagus selama satu bulan. Akibat dari proses penyakit yang dialaminya, pasien tersebut dirawat dirumah sakit, tetapi staff rumah sakit tidak dapat berkomunikasi dengan pasien tersebut karena kurang nya kontak mata. Gambaran CT scan menunjukkan atropy yang parah dari batang otak, medulla dan cerebellum, dengan ventrikel ke empat berdilatasi, hal ini sesuai dengan MSA. Empat puluh tujuh hari setelah masa perawatan, pasien demam, ini diaggap sebagai gejala dari pneumonia yang disebabkan oleh penggunaan tracheostomi. Empat hari kemudian, seorang perawat menemukan pasien tersebut dengan respiratory arrest dan dilakukan resusitasi. Pasien tersebut kembali bernafas spontan dibawah pengawasan ventilasi mekanik, dengan elektroensefalografi mengalami pendataran. Pasien tersebut mengalami dua episode syok septic sebelum meninggal empat bulan kemudian, dengan kerusakan respirasi yang progresif dan gagal sirkulasi di saat akhir. Ketika pasien tersebut meninggal, adik pasien mengklaim hal ini terjadi karena kelalaian dari perawat akibat aspirasi jalan nafas yang terjadi 2 jam sebelumnya. Oleh karena itu pihak rumah sakit melakukan investigasi terhadap korban meninggal tersebut untuk mengungkap penyebab kematian. Temuan Autopsi Seorang ahli patologi forensik, histopatologis dan seorang dokter emergency melakukan otopy terhadap pria dengan tinggi 165 cm dan berat 50,4 kg pada 48 jam post 2 | J Clin Pathol 2009;62:1029–1033. doi:10.1136/jcp.2009.065060
mortem. Mereka berunding dengan menghadiri seorang ahli sebelum dilakukan otopsi. Seorang koordinator perawat membantu tindakan otopsi. Tidak dijumpai adanya kelainan external, kecuali ditemukan bekas tindakan pemasangan gastrostomy dan trakheostomy. Otot rangka pasien tampak atrofi. Jantung (356 g) menunjukkan hipertrofi konsentris dengan fibrosis fokal ringan pada dinding ventrikel kiri dan moderate coronary sclerosis. Ventrikel kanan agak ditutupi oleh lapisan lemak. Paru-paru (469 g dan 775 g) menunjukkan edema proporsional namun tidak peneumonia. Rongga dada berisi 1100 ml dan 550 ml eksudat. Dijumpai bekas ulcus pada lambung. Otak (1243 g) menunjukkan telah terjadi kerusakan yang berat karena proses iskhemik yang luas. Dijumpai atrofi yang parah pada pons, batang otak, medulla dan cerebellum dari tampilan tampilan bawah (gambar 1A), sehingga mengakibatkan dilatasi dari ventrikel keempat (gambar 1B) dan aquaductus mesencephalic (tidak ditampilkan). Seluruh bagian dari pons dan medula oblongata (Gambar 2A dan B, masing-masing) menunjukkan atrofi yang parah dan kehilangan sel saraf dibandingkan dengan orang-orang dari kelompok kontrol-sesuai usia yang cocok (gambar 2C dan D, masingmasing), seperti yang ditunjukkan pada ukuran dan reduksi pewarnaan Kluver-Barrera (KB). Terdapat atrofi parah pada cerebellum (gambar 3A), dan hilangnya sel-sel Purkinje (gambar 3B) dan sel granullar (Gambar 3C), serta infiltrasi pada Bergmann's glias (Gambar 3D). Pada tulang belakang, kehilangan neuronal dengan dorsal cord sesuai dengan MSA sporadis (tidak ditampilkan). Pemeriksaan histologis menunjukkan nekrosis yang luas dan parah pada laminar korteks dengan serat gliosis, kehilangan neuronal secara diffuse dan infiltrat makrofag (pewarnaan KB). Temuan ini sesuai dengan iskemia dan gangguan reperfusi dari sistem saraf pusat yang disebabkan oleh respiratory arrest, dan dilanjutkan resusitasi selama 4 bulan karena keadaan dimana masuk ke dalam tahap “respirator brain”. Penemuan ini semakin menguatkan bahwa respiratory arrest merupakan penyebab kerusakan otak yang luas sehingga harus didokumentasikan sebagai arsip. Terutama, pewarnaan Gallyas-Braak's yang menunjukkan sel glial sitoplasma di korteks (gambar 4A), ganglia basal (Gambar 4B) dan sebagian besar daerah seluruh area otak (Tidak ditampilkan). Beberapa kriteria
Downloaded from jcp.bmj.com on March 24, 2011 - Published by group.bmj.com
inklusi ditemukan yaitu anti-α-synuclein (Gambar 4C) dan antibodi anti-ubiquitin (Gambar 4D). Gambar 1 Atropi pada midbrain, brainstem, medulla and cerebellum dari penglihatan bawah (A),dan dilatasi dari ventrikel ke empat (B).
Gallyas-Braak dananti-α-synuclein merupakan ciri khas dari MSA . 1,8,10 Pewarnaan yang tidak ditemukan untuk anti-βamyloid dan antitau-antibodi (tidak ditampilkan) tidak termasuk anti-αsynudeinopathies seperti yang ditemukan pada penyakit Alzheimer. Dua orang dokter neurologi mengajukan laporan review klinis kepada panitia lokal, dan seorang perawat ahli melaporkan tentang review selama perawatan. Atas dasar laporan tersebut berdasarkan penelaahan klinis dan otopsi, tiga operator otopsi, dua neurologis, satu perawat, dua dokter tambahan dan dua pengacara mendiskusikan temuan tersebut dan menentukan penyebab kematian pasien tersebut adalah diakibatkan oleh MSA, dengan penyebab langsung dari respiratory arrest tidak diketahui. DISKUSI MSA merupakan suatu gangguan neurodegenerative sporadis yang meliputi olivoponcerebellar atrofi, degenerasi dari striatonigral dan Shy-Drager syndrome.2 Karakteristik dari MSA dicirikan oleh cerebellar ataksia, Parkinson dan disfungsi 3 | J Clin Pathol 2009;62:1029–1033. doi:10.1136/jcp.2009.065060
saraf otonom.2-8 Pasien dengan MSA menderita ataksia, dysarthria dan disfagia karena degenerasi neuron olivarya, pons dan sumsum tulang belakang. Penyakit parkinson dicirikan dengan akinesia dan kekakuan otot serta disfungsi sistem saraf otonom yang bermanifestasi sebagai hipotensi postural, kelumpuhan pita suara dan sleep apnoea.2-8 Tipe khusus dari penderita MSA pada pasien Jepang telah ditinjau, dengan onset usia sekitar 55 tahun, waktu median dari gejala awal dengan disfungsi saraf otonom selama 2 tahun, fase terbaring di tempat tidur 8 tahun dan kematian 9 tahun.4 Ciri histopatologik dari MSA adalah pembentukan α-synuclein-positif dan ditemukan Gallyaspositif argyrophilic pada sitoplasma sel glial.2 9-12 Hal ini juga mungkin merupakan kriteria dari MSA yaitu ditemukan ubiquitin dengan pewarnaan,9 seperti yang ditemukan dalam kasus ini. Gejala dan temuan klinis, ditandai dengan atrofi medula, cerebellum dan medulla spinalis, dan temuan histologis, mendukung diagnosis klinis MSA sporadis. Ditemukannya Gallyas-Braak dan α-synuclein-positif pada otak memperlihatkan telah terjadinya kerusakan yang parah dan menuju kearah respiratory arrest dan mendekati tahap “respirator brain”, dengan jarak waktu sebelum postmortem, (48 jam). Bagaimanapun juga, immunoreactivity berupa α-synuclein dan ubiquitin dapat ditemukan, pada kasus dengan MSA. Agregasi dari α-synuclein menjadi αsynucleinopathies mendasari terjadinya MSA, penyakit Parkinson, dementia dengan Lewy bodies (LBs), penyakit LB secara difuses dan variannya berupa penyakit Alzheimer .9-13 Penyebab langsung respiratory arrest tidak teridentifikasi. Tidak dijumpai tandatanda iskemia dan aritmia pada EKG selama perawatan tersebut. Pada tampilan myocard tampak lesi minimal, durasi dari respiratory arrest tidak lama. Terdapat dua episode syok septik, namun fokus peradangan tidak teridentifikasi. Edema paru-paru pada tahap akhir mungkin disebabkan oleh kegagalan sirkulasi akibat dari peningkatan permeabilitas vaskular dan transfusi yang berlebihan. Adik pasien menuntut untuk mengetahui apakah asfiksia disebabkan oleh karena aspirasi sputum sehingga menyebabkan respiratory arrest. Para perawat tidak melakukan penyedotan sputum terhadap pasien tersebut selama 2 jam sebelum terjadinya respiratory arrest. Selain itu,
Downloaded from jcp.bmj.com on March 24, 2011 - Published by group.bmj.com
temperature tubuh, C-reaktif protein dan hitung jenis leukosit meningkat selama beberapa hari sebelumnya. Namun, asfiksia karena aspirasi sputum dapat disingkirkan dengan produksi sputum relative sedikit. Gangguan pernapasan saat tidur pada pasien MSA diketahui sebagai penyebab kematian tiba tiba. Ini merupakan suatu hipotesis yang menyebutkan hipoventilasi disebabkan oleh gangguan secara otomatis dari kontrol ventilasi sekunder pada degenerasi pontomedullary sebagai pusat pernapasan, atau stridor dan obstruksi sleep apnoea diakibatkan oleh penyempitan sekunder dari laring akibat paralisis dari abductor pita suara dan aktifitas adductor yang berlebihan selama inspirasi.7 Gambar 2 Seluruh bagian dari pons (A) dan medula (B) menunjukkan atrofi yang parah dan kehilangan saraf dibandingkan dengan pons (C) dan medula (D) dari kasus kontrol yang cocok usia, seperti yang ditunjukkan pada ukuran dan reduksi pewarnaan Kluver-Barrera (KB).
Untuk mendukung mekanisme central, sebuah studi histokimia dilakukan untuk mengkonfirmasikan bahwa kerugian besar dari neuron chemosensitive putatif, akumulasi dari inklusi α-synuclein immunoreaktive glial sama halnya seperti fibre gliosis pada medulla dalam kasus kasus MSA.10-12 Selain itu, mengingat bahwa kegagalan saraf otonom sangat menonjol pada kasus MSA, keterlibatan dari proses patologis saraf otonom memberikan kontribusi dalam proses terjadinya respiratory arrest pada kasus MSA.3, 4 kelainan tidur fase Rapid eye movement (REM) terjadi sekitar 90-100% pada pasien 4 | J Clin Pathol 2009;62:1029–1033. doi:10.1136/jcp.2009.065060
MSA, hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadinya kerusakan yang berat dan luas pada batang otak yang mengatur fase REM. 14 Dalam kasus kami ini, terjadi atrofi dari batang otak dan medulla yang berat. Untuk mendukung hipotesis terjadinya obstruksi jalan nafas, sebuah studi klinis menggunakan laringoskop dibawah anestesi, melaporkan bahwa terjadinya paralisis dari abductor pita suara (45%) dan epiglotis serta obstruksi saluran nafas (55%) pada pasien dengan MSA.8 Hal ini juga diketahui bahwa banyak pasien dengan MSA menderita nocturnal laringeal stridor disertai dengan paradoxical vocal cord motion (PVCM) .4 PVCM merupakan adduksi dari pita suara selama inspirasi, dan dapat menyebabkan obtruksi saluran nafas.4 Hal ini juga dilaporkan bahwa trakheostomi dapat memperburuk dan menimbulkan eksaserbasi gangguan pernafasan selama tidur pada penderita MSA, dari observasi yang dilakukan bahwa index apnoe-hypopnoea meningkat setelah pemasangan trakheostomi dan semua pasien dengan tracheostomi sering mengalami sleep apnoe.15 Dalam sebuah studi epidemologi, sleep apnea merupakan sebuah peristiwa yang terjadi pada MSA dan waktu rata-rata dari awal sampai mati pada pasien Jepang adalah 9 tahun, 5 sedangkan pasien pada kasus ini mempunyai masa 11 tahun selama onset dari MSA. Secara kolektif, merupakan hal yang wajar untuk menganggap bahwa pasien tersebut meninggal akibat proses alami oleh MSA. Dari sudut pandang keluarga pasien, adik pasien merawat pasien selama lebih dari 10 tahun di rumah, akan tetapi adik pasien tersebut dan dokter berada jauh dari lokasi rumah sakit saat respiratory arrest terjadi. Selain itu, adik pasien tersebut juga sempat mengkritik kepala perawat karena perawat yang merawat pasien tersebut kurang berpengalaman/ahli dalam merawat pasien dengan MSA dibanding dirinya. Setelah lebih dari 2 jam, adiknya menerima penjelasan kami bahwa terdapat kelalaian di sisi perawat. Dia mengatakan kepada saya bahwa keluarga akan senang jika temuan-temuan dari kasus ini dapat diungkapkan dalam rangka untuk pencegahan terulangnnya kasus yang serupa. Meskipun ini merupakan kasus di mana dokter sendiri tidak menemukan adanya bukti malpraktik, tetapi keluarga yang ditinggalkan menduga bahwa hal itu telah terjadi, investigasi dapat
Downloaded from jcp.bmj.com on March 24, 2011 - Published by group.bmj.com
mengevaluasi kembali kasus secara independen. Metode yang digunakan telah berguna dalam mengevaluasi investigasi yang dilakukan pada praktek kedokteran yang berkaitan dengan kematian dan dalam menjelaskan temuan kepada pihak yang bersangkutan. Walaupun metode ini berguna, metode ini memiliki kekurangan dalam upaya dan sumber daya alam yang dibutuhkan untuk menangani kasus kasus tersebut. Karakteristik dari budaya jepang adalah untuk menyalahkan pihak yang bertanggung jawab, tetapi mengingat keengganan jepang untuk di perhatikan oleh pihak lain, maka membutuhkan waktu yang lama sampai sistem investigasi dapat memberikan keselamatan dan kepercayaan dalam praktek medis. Pada akhirnya, kami mampu untuk menemukan kegunaan dari histokimia dalam mengkonfirmasi diagnosis dari MSA, meskipun kerusakan otak yang luas akibat hipoksia telah berlangsung lama.
5 | J Clin Pathol 2009;62:1029–1033. doi:10.1136/jcp.2009.065060
Gambar 3 Atrofi ditemukan pada cerebellum (A), kehilangan sel purkinjee (B) dan sel granullar (C),dan infiltrat dari glias Bergmann’s (D).
Gambar 4 Pewarnaan Gallyas–Braak memperlihatkan inklusi sitoplasma pada kortex (A), dan ganglia basal (B). Beberapa memperlihatkan reaksi positive dengan anti αsynuclein (C) dan anti ubiquitin antibodi (D).
Downloaded from jcp.bmj.com on March 24, 2011 - Published by group.bmj.com
Daftar Pustaka 1. Nakajima N, Takeichi H, Okutsu K, et al. Interim evaluation of the model project for the investigation and analysis of medical practice-associated deaths in Japan. J Med Safety In press 2. Yoshida M. Multiple system atrophy: a-synuclein and neuronal degeneration. Neuropathology 2007;27:484–93. 3. Ozawa T. Morphological substrate of autonomic failure and neurohormonal dysfunction in multiple system atrophy: impact on determining phenotype spectrum. Acta Neuropathol 2007;114:201–11. 4. Watanabe H, Saito Y, Terao S, et al. Progression and prognosis in multiple system atrophy: an analysis of 230 Japanese patients. Brain 2002;125:1070–83. 5. Shiba K, Isono S, Nakazawa K. Paradoxical vocal cord motion: a review focused on multiple system atrophy. Auris Nasus Larynx 2007;34:443–52. 6. Egami N, Inoue A, Osanai R, et al. Vocal cord abductor paralysis in multiple system atrophy: a case report. Acta Otolaryngol Suppl 2007;559:164–7. 7. Benarroch EE, Schmeichel AM, Low PA, et al. Depletion of putative chemosensitive respiratory neurons in the ventral medullary surface in multiple system atrophy. Brain 2007;130:469–75. 8. Shimohata T, Shinoda H, Nakayama H, et al. Daytime hypoxemia, sleep-disordered breathing, and laryngopharyngeal findings in multiple system atrophy. Arch Neurol 2007;64:856–61. 9. Sakamoto M, Uchihara T, Nakamura A, et al. Progressive accumulation of ubiquitin and disappearance of a-synuclein epitope in multiple system atrophy-associated glial cytoplasmic inclusions: triple fluorescence study combined with Gallyas–Braak method. Acta Neuropathol 2005;110:417–25. 10. Shoji M, Harigaya Y, Sasaki A, et al. Accumulation of NACP/a-synuclein in Lewy body disease and multiple system atrophy. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2000;68:605–8. 11. Wakabayashi K, Takahashi H. Cellular pathology in multiple system atrophy. Neuropathology 2006;26:338–45. 12. Kobayashi K, Fukutani Y, Hayashi M, et al. Non-familial olivopontocerebellar atrophy combined with late onset Alzheimer’s disease: a clinico-pathological case report.J Neurol Sci 1998;154:106–12. 13. Uversky VN. Neuropathology, biochemistry, and biophysics of a-synuclein aggregation. J Neurochem 2007;103:17–37. 14. Iranzo A. Sleep and breathing in multiple system atrophy. Curr Treat Options Neurol 2007;9:347–53. 15. Jin K, Okabe S, Chida K, et al. Tracheostomy can fatally exacerbate sleep-disordered breathing in multiple system atrophy. Neurology 2007;68:1618–21.
6 | J Clin Pathol 2009;62:1029–1033. doi:10.1136/jcp.2009.065060