ANALISIS PENGAKUAN, PENGUKURAN, DAN PENYAJIAN ASET BIOLOJIK MENURUT STANDAR AKUNTANSI YANG BERLAKU DI INDONESIA DAN MENURUT IAS 41: AGRICULTURE (STUDI KASUS: PT KELANTAN SAKTI) Lister Budi Agus Rianto Dosen Pembimbing: Stefanus Ariyanto, SE., Ak., M.Ak. Binus University, 1
ABSTRACT
Along with the development and dynamics of business in the national and international scale, globalization requires financial reporting standards in Indonesia should be compared with international accounting standards. So that the company can generate financial reports that are easy to understand, reliable, relevant, and can be compared. While most of the palm oil industry in Indonesia is still not applying appropriate accounting standards to set the appropriate accounting treatment for they biologic assets. Therefore, this study will describe the application of accounting standards for the analysis of industrial oil palm plantations in Indonesia and the adjustment, with a case study on PT Kelantan Sakti. There are several accounting standards that can be used as guidelines for the accounting treatment of biologic assets, including IAS 41: Agriculture, BUMN, and Bapepam. The third guideline established to homogenize biologic asset valuation method to achieve the reliability of financial reporting quality agricultural industry. The research concludes that fair value measurements using significant discrepancies on the financial statements of the company. So, when will the Company would like to become publicly traded company, the Company must be supported by a variety of preparation of urgency associated with the adoption of IAS 41 in Indonesia. Keywords: biologic assets, IAS 41, fair value
Abstrak
Seiring dengan perkembangan dan dinamika bisnis dalam skala nasional dan internasional, globalisasi menuntut standar pelaporan keuangan di Indonesia harus dapat dibandingkan dengan standar akuntansi internasional. Hal ini dilakukan agar perusahaan dapat menghasilkan laporan keuangan yang mudah dipahami, andal, relevan, dan dapat dibandingkan. Sedangkan kebanyakan industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia masih belum menerapkan standar akuntansi yang tepat untuk mengatur perlakuan akuntansi yang sesuai untuk aset biolojiknya. Untuk itu, penelitian ini akan menjabarkan mengenai analisis penerapan standar akuntansi untuk industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan penyesuaiannya, dengan studi kasus pada PT Kelantan Sakti. Terdapat beberapa standar akuntansi yang
dapat dijadikan pedoman untuk perlakuan akuntansi terhadap aset biolojik, di antaranya IAS 41: Agriculture, BUMN, dan Bapepam. Ketiga pedoman tersebut dibentuk untuk menyeragamkan metode penilaian aset biolojik demi tercapainya keandalan kualitas laporan keuangan industri agrikultur. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pengukuran menggunakan nilai wajar menyebabkan perbedaan yang signifikan terhadap laporan keuangan perusahaan. Sehingga, apabila nantinya Perseroan ingin menjadi perusahaan go-public, Perseroan harus didukung dengan berbagai persiapan yang matang terkait dengan urgensi adopsi IAS 41 di Indonesia. Kata Kunci: aset biolojik, IAS 41, fair value
PENDAHULUAN
Latar Belakang Dalam era globalisasi, perusahaan perkebunan dituntut untuk semakin efektif dan efisien agar tetap eksis di tengah persaingan usaha yang semakin ketat. Hal ini menyebabkan usaha perkebunan kelapa sawit dan unit pengolahannya semakin berkembang dengan pesat, sehingga pemanfaatan kelapa sawit semakin beragam. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) banyak memberikan manfaat bagi manusia antara lain kepentingan rumah tangga, kosmetik, makanan industri farmasi maupun industri kimia. Ditambah lagi, belakangan ini kian populer sebagai bahan baku energi alternatif biodiesel. Melihat masa depan minyak kelapa sawit yang cukup cerah ditingkatkan, konsumsi minyak sawit terus menerus meningkat dan cenderung menguntungkan pasar ekspor dan pasar dalam negri yang nampak semakin baik, selain itu faktor penyediaan lahan serta tenaga kerja, semua merupakan unsur – unsur penunjang paling pokok untuk lebih menggerakan pembudidayaan tanaman kelapa sawit ini, yang tergolong dalam aset biolojik. Aset biolojik adalah aset yang unik, karena mengalami transformasi pertumbuhan bahkan setelah aset biolojik menghasilkan ouput, dibutuhkan waktu yang sangat panjang untuk proses pertumbuhan dari bibit sampai menjadi tanaman yang menghasilkan. Karena mengalami transformasi biologis itulah diperlukan pengukuran yang dapat menunjukkan nilai dari aset tersebut secara wajar sesuai dengan kontribusinya dalam menghasilkan aliran keuntungan ekonomis bagi perusahaan. Maka dari itu digunakan perlakuan akuntansi yang mencakup pengakuan, pengukuran, dan penyajian serta pengungkapan aset biolojik dalam laporan keuangan. Aset biolojik tesebut juga akan dicatat dan diklasifikasikan mulai dari tanaman bibit hingga tanaman menghasilkan. Seiring dengan adanya standar keuangan globalisasi, perusahaan – perusahaan besar multinasional pun secara bertahap menyajikan laporan keuangannya dari pencatatan, pengukuran dan penyajian serta pengungkapan dengan mengadopsi International Financial Reporting Standard (IFRS). Salah satu kegunaan mengadopsi IFRS adalah agar bahasa penyajian mudah dimengerti oleh pengguna laporan keuangan di dunia. Untuk dunia agribisnis, diatur dalam IAS 41: Agriculture yang merupakan standar yang masih menjadi agenda kerja Indonesia untuk proses pengadopsian. Berbeda dengan IFRS, dalam PSAK belum diatur tentang perlakuan akuntansi bagi aset biolojik secara spesifik, sehingga belum ada standar yang mengatur bagaimana informasi mengenai aset biolojik dapat menjadi informasi yang andal dan relevan dalam pengambilan keputusan bisnis. Oleh karena IAS 41 masih harus disesuaikan dalam implementasinya sesuai dengan kondisi perkebunan di Indonesia, maka penulis memandang bahwa analisis penerapan IAS 41 tersebut menarik untuk dibahas. Karena itu penulis mengambil pokok bahasan dengan judul “Analisis Pengakuan, Pengukuran, dan Penyajian Aset Biolojik Menurut Standar Akuntansi yang Berlaku di Indonesia dan IAS 41 : Agriculture (Studi Kasus: PT Kelantan Sakti)” yang menjelaskan bagaimana suatu aset biolojik dicatat dalam laporan keuangan menurut standar yang berlaku. Hasil bahasan penelitian ini
adalah berupa pembahasan bagaimana perlakuan akuntansi aset biolojik pada PT Kelantan Sakti, serta menurut standar akuntansi yang berlaku di Indonesia, dan IAS 41: Agriculture. Dampak dari penggunaan nilai wajar terhadap laporan keuangan juga akan menjadi pokok bahasan dalam penulisan skripsi ini.
Kajian Pustaka Terdapat dua rumusan masalah pada penelitian yang dilakukan oleh Mutiara Inas Sari dan Bernadetha Athalia (Universitas Airlangga) dengan judul Urgensi Global Pengukuran dan Pengakuan Plantation Assets Melalui IAS 41 Beserta Kesiapannya di Indonesia, yaitu: “Apakah IAS 41 sebagai standar internasional telah mampu untuk mengakomodir pengakuan dan pengukuran suatu aset biologis khususnya aset tanaman perkebunan kelapa sawit?”, serta “Bagaimanakah kesiapan perusahaan palm plantation serta instrumen pendukungnya di Indonesia dalam penerapan yang telah mengarah pada basis pengukuran fair value?”. Secara keseluruhan penelitian ini menyimpulkan bahwa IAS 41 sudah kuat untuk dijadikan pijakan standar internasional untuk aset tanaman perkebunan kelapa sawit, namun masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan palm plantation di Indonesia untuk menanggapi penerapan yang berbasis pengukuran fair value, seperti kurangnya SDM appraisal dan belum adanya PSAK sektor agrikultur. Kemudian penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Prakoso dan Mahar memaparkan bahwa terdapat beberapa kendala dalam mempraktikan IAS 41 di Indonesia, antara lain: adanya pengakuan pendapatan padahal pendapatan tersebut tidak akan pernah terealisasi, penggunaan fair value akan menyebabkan volatilitas dalam laporan keuangan pada jangka pendek karena masa hidup tanaman kelapa sawit yang terbilang lama, selain itu juga akan menyebabkan konsep cost dan benefit tidak terpenuhi. Penelitian lainnya berpendapat bahwa IAS 41 cocok digunakan oleh perusahaan yang baru memulai bisnisnya untuk pengukuran biaya dan pengakuan awal aset biolojik, namun penelitian ini tidak mengunakan nilai wajar dikarenakan nilai wajar tidak dapat diandalkan dengan asumsi bahwa aset biolojik yang tertanam dengan tanah tidak untuk dijual. Penelitian ini dilakukan oleh Santana Luwia pada tahun 2011, dimana membahas mengenai analisis perbandingan pengakuan awal, pengukuran biaya, penilaian aset biolojik lebih lanjut sampai pada tahap penyajian dan pengungkapan laporan keuangan. Hasil kesimpulan berupa laporan keuangan yang telah memakai standar IAS 41, dimana terdapat perbedaan angka untuk tanaman belum menghasilkan dan tanaman telah menghasilkan.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana perlakuan akuntansi terhadap aset biolojik berdasarkan kebijakan PT Kelantan Sakti, dan berdasarkan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia, maupun IAS 41: Agriculture?
2.
Dampak apa saja yang terjadi secara keseluruhan akibat implementasi IAS 41: Agriculture?
3.
Bagaimana saran perbaikan untuk perlakuan akuntansi yang sesuai terhadap aset biolojik pada PT Kelantan Sakti?
Tujuan Penelitian 1.
2. 3.
Dengan adanya penelitian ini, pembaca dapat mengetahui perlakuan akuntansi terhadap aset biolojik berdasarkan kebijakan PT Kelantan Sakti, dan berdasarkan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia, maupun IAS 41: Agriculture; Untuk mengetahui dampak yang terjadi secara keseluruhan akibat implementasi IAS 41: Agriculture; Memberikan saran perbaikan untuk perlakuan akuntansi aset biolojik yang sesuai kepada PT Kelantan Sakti.
METODE PENELITIAN Agar penyusunan skripsi ini dapat mencapai hasil yang diinginkan, maka perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh data-data yang lengkap, jelas, dan tepat. Karakteristik dari riset ini yaitu: 1.Jenis dari risetnya adalah riset eksploratoria, yakni riset yang bersifat kualitatif; 2.Dimensi waktu risetnya adalah cross sectional; 3.Risetnya mendalam dan hanya melibatkan satu objek saja (studi kasus); 4.Metode pengumpulan data berupa wawancara yang menghasilkan data primer perusahaan; 5.Lingkungan penelitian yaitu lingkungan riil (field research); 6.Unit analisisnya hanya menggunakan satu perusahaan saja, yaitu PT Kelantan Sakti yang bergerak dalam bidang agribisnis.
HASIL DAN BAHASAN Analisis Perlakuan Akuntansi terhadap Aset Biolojik pada PT Kelantan Sakti Menurut IAS 41: Agriculture. Pengukuran aset biolojik Perseroan dengan IAS 41: Agriculture menggunakan metode Discounted Cash Flow (DCF) dihitung dengan cara present value dari expected net inflow dari tanaman perkebunan yang diperoleh dari ekspektasi harga Tandan Buah Segar (TBS) yang didiskontokan dengan tingkat bunga pasar sebesar 13,5% sebelum pajak. Tabel 1 Pengukuran Aset Biolojik Menurut IAS 41: Agriculture tahun 2011 TBM 1
1,000 ha
0.6839
x
Rp 55,062,373,000
=
Rp 37,658,874,731
TBM 2
1,000 ha
0.7763
x
Rp 18,772,683,000
=
Rp 14,572,801,572
TBM 3
850 ha
0.8810
x
Rp
=
Rp
=
Rp 56,945,978,663
5,351,081,000
Total
4,714,302,361
Dibandingkan dengan biaya Rp 64,245,544,000. Biaya lebih besar, menyebabkan adanya impairment loss dan penyesuaian dimana selisih dari biaya adalah Rp 7,299,565,337. TBM 2
Tabel 2 Pengukuran Aset Biolojik Menurut IAS 41: Agriculture tahun 2012 1,000 ha 0.7763 x Rp 55,062,373,000 = Rp 42,743,652,349
TBM 3
1,000 ha
0.6839
x
Rp 18,772,683,000
=
Rp
12,839,223,574
850 ha
0.8810
x
Rp 10,200,000,000
=
Rp
8,986,200,000
=
Rp
64,569,075,923
TM 1
Total
Dibandingkan dengan biaya Rp 76,662,729,000. Biaya lebih besar, menyebabkan adanya impairment loss dan penyesuaian dimana selisih dari biaya adalah Rp 12,093,653,077. Perhitungan di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan angka yang dihasilkan dengan pengukuran yang dilakukan oleh Perseroan. Adanya selisih dianggap sebagai pernurunan nilai akibat perubahan fair value. IAS 41: Agriculture mengatur bahwa setiap penurunan nilai akibat perubahan fair value, harus diakui sebagai kerugian di laporan laba rugi komprehensif pada periode terjadinya.
Dalam studi kasus ini cost to sell diasumsikan nol (0), hal ini dikarenakan produksi TBS yang dihasilkan tidak dijual ke pihak ketiga, melainkan dipakai sendiri untuk proses lebih lanjut, yaitu CPO dan kernel. Maka dari itu tidak ada biaya untuk menjual. Tabel 3 Penyajian Aset Biolojik Menurut IAS 41: Agriculture 2011
2012
(Rp. 000)
(Rp. 000)
ASET TIDAK LANCAR Tanaman menghasilkan Tanaman belum menghasilkan Total Nilai Wajar Aset Biolojik
Rp
-
Rp
8.986.784,14
Rp 56.945.978.663
Rp
55.582.875.923
Rp 56.945.978.663
Rp
64.569.075.923
Selisih dari perubahan nilai wajar ini yang akan diakui sebagai keuntungan atau kerugian yang akan diungkapkan di dalam laporan laba rugi pada Tabel 4 Laporan Laba Rugi Komprehensif Perseroan Tahun 2011 dan 2012 Sebelum dan Sesudah Menggunakan IAS 41: Agriculture di bawah ini.
PT KELANTAN SAKTI LAPORAN LABA RUGI KOMPREHENSIF YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2011 Disajikan dalam rupiah, kecuali dinyatakan lain Keterangan
Sebelum
Sesudah
PENJUALAN TBS
Rp
-
Rp
5,351,081
CPO
Rp
-
Rp
-
Kernel
Rp
-
Rp
-
TOTAL
Rp
-
Rp
5,351,081
BEBAN POKOK PENJUALAN
Rp
-
KERUGIAN AKIBAT PERUBAHAN
Rp
-
Rp (5,515,869) Rp (7,299,565,337)
Rp
-
NILAI WAJAR ASET BIOLOJIK LABA (RUGI) KOTOR
Rp (7,299,730,125)
BEBAN OPERASIONAL Beban Pemasaran
Rp
-
Rp
-
Beban Adm. & Umum
Rp
(1,067,991)
Rp
(1,067,991)
TOTAL
Rp
(1,067,991)
Rp
(1,067,991)
LABA (RUGI) OPERASI – EBITDA
Rp
(1,067,991)
Rp (7,300,798,116)
Rp
(1,764,536)
Rp
(1,764,536)
Pendapatan / (Beban) Lain-lain
Rp
-
Rp
-
Beban Bunga Kredit Investasi -
Rp
-
Rp
-
Rp
-
Rp
-
Rp
-
Rp
-
Rp
-
Rp
-
Beban Bunga IDC - Non Tanaman
Rp
-
Rp
-
Beban Bunga IDC - Tanaman
Rp
-
Rp
-
Beban Bunga IDC - Pabrik
Rp
-
Rp
-
Beban Bunga IDC - Refinancing
Rp
-
Rp
-
Beban Bunga Kredit Modal Kerja
Rp
-
Rp
-
Beban Provisi Bank
BEBAN PENYUSUTAN & AMORTISASI PENDAPATAN (BEBAN) LAIN-LAIN
Non Tanaman Beban Bunga Kredit Investasi Tanaman Beban Bunga Kredit Investasi Pabrik Beban Bunga Kredit Investasi Refinancing
Rp
(114,421)
Rp
(114,421)
TOTAL
Rp
(114,421)
Rp
(114,421)
LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK
Rp
(2,946,948)
TAX
Rp
-
LABA (RUGI) BERSIH
Rp
(2,946,948)
Rp (7,302,677,073)
SALDO LABA (RUGI) AWAL TAHUN
Rp
(4,514,905)
Rp
SALDO LABA (RUGI) AKHIR TAHUN
Rp
(7,461,853)
Rp (7,302,677,073) Rp
Rp
-
(4,514,905) (7,307,191,978)
PT KELANTAN SAKTI LAPORAN LABA RUGI KOMPREHENSIF YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2012 Disajikan dalam rupiah, kecuali dinyatakan lain Keterangan
Sebelum
Sesudah
PENJUALAN TBS
Rp
5,351,081
Rp
5,351,081
CPO
Rp
-
Rp
-
Kernel
Rp
-
Rp
-
TOTAL
Rp
5,351,081
Rp
5,351,081
BEBAN POKOK PENJUALAN
Rp
(5,515,869)
KERUGIAN AKIBAT PERUBAHAN
Rp
-
Rp (5,515,869) Rp (12,093,653,077)
NILAI WAJAR ASET BIOLOJIK LABA (RUGI) KOTOR
Rp
(164,789)
Rp (12,093,817,865)
BEBAN OPERASIONAL Beban Pemasaran
Rp
(147,155)
Rp
(147,155)
Beban Adm. & Umum
Rp
(1,566,737)
Rp
(1,566,737)
TOTAL
Rp
(1,713,892)
Rp
(1,713,892)
LABA (RUGI) OPERASI - EBITDA
Rp
(1,878,681)
Rp (12,095,531,757)
Rp
(2,720,755)
Rp
BEBAN PENYUSUTAN & AMORTISASI
(2,720,755)
PENDAPATAN (BEBAN) LAIN-LAIN Pendapatan / (Beban) Lain-lain
Rp
Beban Bunga Kredit Investasi -
Rp
(1,606,893)
-
Rp Rp
(1,606,893)
-
Rp
(2,087,580)
Rp
(2,087,580)
Non Tanaman Beban Bunga Kredit Investasi Tanaman Beban Bunga Kredit Investasi -
Rp
-
Rp
-
Rp
-
Rp
-
Pabrik Beban Bunga Kredit Investasi Refinancing Beban Bunga IDC - Non Tanaman
Rp
(345,045)
Rp
(345,045)
Beban Bunga IDC - Tanaman
Rp
(409,704)
Beban Bunga IDC - Pabrik
Rp
-
Rp
Rp
(409,704) -
Beban Bunga IDC - Refinancing
Rp
-
Rp
-
Beban Bunga Kredit Modal Kerja
Rp
-
Rp
-
Beban Provisi Bank
Rp
(169,739)
Rp
(169,739)
TOTAL
Rp
(4,618,961)
Rp
(4,618,961)
LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK
Rp
(9,218,397)
Rp (12,102,871,473)
TAX
Rp
LABA (RUGI) BERSIH
Rp
(9,218,397)
Rp (12,102,871,473)
SALDO LABA (RUGI) AWAL TAHUN
Rp
(7,461,853)
Rp (7,307,027,190)
SALDO LABA (RUGI) AKHIR TAHUN
Rp
(16,680,250)
Rp (19,409,898,663)
-
Rp
-
Analisis Perlakuan Akuntansi terhadap Aset Biolojik pada PT Kelantan Sakti Menurut BUMN Menurut BUMN, aset tanaman tahunan disajikan dalam kelompok aset tidak lancar. Dimana keuntungan atau kerugian yang terjadi diakui pada periodenya, dan disajikan sebagai pendapatan atau beban non usaha. Tabel 5 Penyajian Aset Biolojik Menurut BUMN 2011
2012
(Rp.000)
(Rp.000)
Tanaman Perkebunan Tanaman menghasilkan setelah
Rp
-
Rp
27,005,767
64,245,544
Rp
53,713,477
Rp 64,245,544
Rp
80,719,244
dikurangi akumulasi amortisasi Tanaman belum menghasilkan Total Nilai Aset Biolojik
Rp
Berikut adalah perhitungan menurut standar BUMN. Untuk pengukuran setelah pengakuan awal, pedoman ini menggunakan model biaya sebagai kebijakan akuntansinya. Pos tanaman belum menghasilkan diukur pada biaya perolehan dikurangi akumulasi rugi penurunan nilai, sedangkan pos tanaman menghasilkan diukur pada biaya perolehan setelah dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai. Amortisasi tanaman kelapa sawit pada Perseroan juga dilakukan setelah tanaman memasuki kondisi menghasilkan selama umur ekonomis tanaman, yaitu 25 tahun. Hal ini dikarenakan tanaman yang belum menghasilkan tidak diamortisasi karena belum mengalami penurunan fungsi. Jadi pengukuran yang dilakukan pada tanaman belum menghasilkan diperoleh dari akumulasi biaya perolehannya. Tabel 6 Pengukuran Biaya Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan di Tahun 2012 Tahun Tanam 2008
850 ha x Rp 4,772,370 =
Rp 4,056,514,500
Biaya Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan I – VII berdasarkan data Perseroan dinyatakan sama sebesar Rp 4,772,370 per hektarnya. Jadi pada tahun 2012, terdapat biaya tambahan sebesar Rp 4,056,514,500 untuk memelihara tanaman menghasilkan. Kemudian pengukuran dilakukan dengan mengurangkan akumulasi deplesi pada biaya perolehan setelah penambahan biaya pemeliharaan tanaman menghasilkan, sehingga tercatat tanaman menghasilkan senilai Rp. 27,005,767. Tanaman menghasilkan pada tahun 2012 adalah tanaman kelapa sawit pada saat tahun tanam 2008 yang direklasifikasi dari TBM III pada tahun 2011 menjadi TM I 2012, yaitu sebesar Rp. 23,905,471.
Tabel 7 Pengukuran Aset Biolojik Menurut BUMN 2011 (Rp.000)
2012 (Rp.000)
Tahun Tanam 2008
Rp 18,644,635
Rp 23,905,471
Tahun Tanam 2009
Rp 16,484,252
Rp 23,031,608
Keterangan 1
Harga Perolehan Awal
Tahun Tanam 2010
Rp 11,763,450
Rp 17,308,465
Rp
46,892,337
Rp
Tahun Tanam 2008
Rp
5,260,836
Rp
-
Tahun Tanam 2009
Rp
6,547,356
Rp
6,498,680
Total 2
Penambahan Aktiva
Tahun Tanam 2010 Total 3
6,874,724 13,373,404
-
Rp
4,056,515
Rp Rp
-
Rp
-
Rp
-
Rp
-
Rp
-
Rp
4,056,515
Harga Perolehan Akhir Rp 23,905,471
Rp 27,961,986
Tahun Tanam 2009
Rp 23,031,608
Rp 29,530,288
Tahun Tanam 2010
Rp 17,308,465
Rp 24,183,189
Rp
64,245,544
Rp
81,675,463
-
Rp
956,219
Total Depresiasi dan Amortisasi Tahun Tanam 2008
Rp
Tahun Tanam 2009
Rp
-
Rp
-
Tahun Tanam 2010
Rp
-
Rp
-
Rp
-
Rp
956,219
Rp
-
Rp
956,219
Total Akumulasi Depresiasi dan Amortisasi Tahun Tanam 2008 Tahun Tanam 2009
Rp
-
Rp
-
Tahun Tanam 2010
Rp
-
Rp
-
Rp
-
Rp
956,219
Total 7
Rp Rp
Tahun Tanam 2009
Tahun Tanam 2008
6
5,545,015 17,353,207
Tahun Tanam 2010 Total
5
Rp Rp
Biaya Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan Tahun Tanam 2008
4
64,245,544
Nilai Buku Tahun Tanam 2008
Rp 23,905,471
Rp 27,005,767
Tahun Tanam 2009
Rp 23,031,608
Rp 29,530,288
Tahun Tanam 2010
Rp 17,308,465
Rp 24,183,189
Rp
Rp
Total
64,245,544
80,719,244
Analisis Perlakuan Akuntansi terhadap Aset Biolojik pada PT Kelantan Sakti Menurut Bapepam Untuk tanaman telah menghasilkan diukur dengan menggunakan Pendekatan Pendapatan (Income Approach), metode yang digunakan adalah metode Discounted Cash Flow. Tahapan pengukuran dilakukan dengan mendapatkan arus kas yang merupakan hasil perkalian produksi tahun tanam pada periode terjadinya dengan harga Tandan Buah Segar (TBS) yang telah disesuaikan untuk masing –
masing tahun tanam, kemudian dikurangkan dengan arus kas keluar yang meliputi biaya pemeliharaan tanaman, biaya panen, biaya angkut, dan biaya umum lainnya seperti biaya operasional kebun dan biaya transportasi. Perseroan mengkategorikan biaya operasional kebun dan biaya transportasi sudah termasuk di dalam biaya pemeliharaan tanaman. Selanjutnya penilaian atas tanaman kelapa sawit ini dihitung berdasarkan tingkat diskonto. Tabel 8 Pengukuran Tanaman Menghasilkan Tahun 2012 Menurut Bapepam (Rp.000) Arus Kas Masuk
Rp
18,772,683
Biaya pemeliharaan TM
Rp
4,056,515
Biaya panen
Rp
581,400
Biaya angkut
Rp
306,000
Arus Kas Keluar
Rp
4,943,915
Net Cash Flow
Rp
13,828,769 *
Rp
17,814,565
*didiskontokan dengan tingkat bunga pasar sebesar 13,5% Tabel 9 Pengukuran Tanaman Belum Menghasilkan Menurut Bapepam 2011 (Rp.000)
Keterangan 1
Harga Perolehan Awal Tahun Tanam 2008
Rp 18,644,635
-
Tahun Tanam 2009
Rp 16,484,252
Rp 23,031,608
Rp 11,763,450
Rp 17,308,465
46,892,337
Rp
40,340,073
Penambahan Aktiva Tahun Tanam 2008
Rp
5,260,836
Rp
Tahun Tanam 2009
Rp
6,547,356
Rp
6,498,680
Tahun Tanam 2010
Rp
5,545,015
Rp
6,874,724
Rp
13,373,404
Rp 3
Rp
Tahun Tanam 2010
Rp 2
2012 (Rp.000)
17,353,207
-
Harga Perolehan Akhir Tahun Tanam 2008
Rp 23,905,471
Rp
Tahun Tanam 2009
Rp 23,031,608
Rp 29,530,288
Tahun Tanam 2010
Rp 17,308,465 Rp
64,245,544
-
Rp 24,183,189 Rp
53,713,477
Tabel 10 Penyajian Aset Biolojik Menurut Bapepam
2011 (Rp.000)
2012 (Rp.000)
Tanaman Perkebunan Tanaman telah menghasilkan Tanaman belum menghasilkan
Rp 64,245,544
Rp 17,814,565 Rp 53,713,477
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Dengan melihat hasil analisa dan pembahasan rasio-rasio yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan perhitungan yang signifikan apabila pengukuran aset biolojik menggunakan nilai wajar dalam implementasi IAS 41: Agriculture. Sedangkan untuk perlakuan akuntansi menurut BUMN dan Bapepam terdapat perbedaan dilihat dari pengukuran tanaman belum menghasilkan dan tanaman menghasilkan. Untuk perhitungan tanaman belum menghasilkan yang dimiliki oleh Perseroan sudah sama dengan perhitungan yang dilakukan menurut standar BUMN dan Bapepam, dan untuk perhitungan tanaman menghasilkan yang dimiliki Perseroan tidak sama dengan kedua standar tersebut. Perbedaan tersebut dikarenakan perhitungan oleh Bapepam menggunakan Pendekatan Pendapatan (Income Approach), dengan metode Discounted Cash Flow dan perhitungan oleh BUMN menyatakan adanya selisih yang lebih besar dikarenakan adanya biaya tambahan yaitu biaya untuk memelihara tanaman menghasilkan. Kemudian terdapat dampak yang ditimbulkan akibat implementasi IAS 41: Agriculture secara keseluruhan, yaitu: a)
Kurangnya aspek comparability dalam laporan keuangan, karena terdapat banyak metode dan asumsi yang dapat digunakan untuk menentukan nilai wajar sehingga membuat laporan keuangan sulit untuk dibandingkan;
b) Adanya penyisihan dana lebih untuk membayar jasa penilai karena nilai wajar yang sulit ditentukan; c)
Pengenaan pajak yang lebih besar apabila perubahan nilai wajar diakui sebagai keuntungan, khususnya tanaman belum menghasilkan;
d) Efek terhadap Laporan Keuangan.
Saran Dari hasil simpulan analisis perlakuan akuntansi menurut standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dan IAS 41: Agriculture, ada beberapa saran yang dapat penulis berikan, antara lain 1.
Bagi Perseroan apabila nantinya ingin menjadi Perusahaan go-public, Perseroan harus didukung dengan berbagai kesiapan terkait dengan urgensi adopsi IAS 41: Agriculture di Indonesia. Sehingga, di masa yang akan datang laporan keuangan Perseroan lebih terukur dan dapat meningkatkan keterbandingan laporan keuangannya dalam worldwide singlesetting accounting standart.
2.
Bagi peneliti yang ingin mengambil topik yang sama, sebaiknya menggunakan objek penelitian yang telah terdaftar pada Bursa Efek Indonesia. Hal ini disarankan karena perusahaan yang telah listing lebih menghasilkan data yang lebih banyak dan akurat, sehingga dapat mengurangi keterbatasan informasi yang didapatkan.
REFERENSI Athalia, Bernadetha dan Mutiara Inas Sari. (2013). Urgensi Global Pengukuran dan Pengakuan Plantation Assets Melalui IAS 41 Beserta Kesiapannya di Indonesia. Universitas Airlangga, Jakarta. Badan Pengawas Pasar Modal. (2002). Surat Edaran Bapepam Nomor: SE-02/PM/2002 tentang Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik. Badan Pengawas Pasar Modal. (2002). Surat Edaran Nomor: SE-09/BL/2012 tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Properti Perkebunan Kelapa Sawit Di Pasar Modal. Deloitte. (2009). IAS PLUS Summary Of AS 41, diakses 4 Februari 2013 dari HYPERLINK "http://www.iasplus.com/standard/ias41.html" http://www.iasplus.com/standard/ias41.html . Ikatan Akuntan Indonesia. (2009). Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Jakarta. Ikatan Akuntan Indonesia. (2009). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 1 (Revisi 2009): Penyajian Laporan Keuangan (softcopy edition). Jakarta. Kieso, D. E., Weygandt, J. J., & Warfield, T. D. (2005). Intermediate Accounting. Kieso, D. E., Weygandt, J. J., & Warfield, T. D. (2005). Principle Accounting 7th Edition. United States: John Wiley & Sons. Lam, Nelson dan Peter Lau. (2011). Intermediate Financial Reporting Second Edition: an IFRS Perspective. Singapore: McGrawHill. Luwia, Santana. (2011). Analisis Pengakuan, Pengukuran, dan Penyajian Aset Biolojik pada PT Dinamika Cipta Sentosa menurut IAS 41: Agriculture. Skripsi S1. Universitas Bina Nusantara, Jakarta. Mackenzie, Bruce, et al. (2012). Interpretation and Application of International Financial Reporting Standards. Wiley. Pardamean, Maruli. (2012). Sukses Membuka Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya. Prakoso, Dimas Luhung dan Ghea Utari Mahar. (2013). Penyesuaian IAS 41 pada Industri Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Universitas Indonesia, Jakarta. PT. Perkebunan Nusantara I-XIV (persero), PT. Rajawali Nusantara Indonesia, dan Ikatan Akuntan Indonesia. Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS.
RIWAYAT PENULIS Lister Budi Agus Rianto lahir di Purwokerto pada 1 Agustus 1991. Penulis menamatkan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Akuntansi pada tahun 2013.