Lingkaran Solidaritas
JURNAL LISO – LINGKARAN SOLIDARITAS
SEKAPUR SIRIH
EDISI OKTOBER 2015
Daftar Isi SEKAPUR SIRIH Kekerasan Dan Perampasan Tanah Oleh: Ibnu Haritsah & Dominikus Wimpie F. Ungkap Kebenaran Tuntut Keadilan Oleh: Wahyu Eka Setiawan & Dutafikra Secangkir Kopi Pahit Berlabel Pendidikan Oleh: Nuril Fitrianingrum Puisi: LIKA-LIKU SALAH MLAKU Oleh: Sigit Achmad Puisi: “Menangislah Bumiku” Oleh: Dio Verryaji P. P. Poster: “Petaniku Malang” & “Ungkap Kebenaran, Tuntut Keadilan” Oleh: Sigit Achmad Puisi: “Melawan Bungkam” Oleh: I Ketut Shandy Swastika
TIM REDAKSI EDITOR
Gusseno Hastyanto, Kuncara Hadi Wibowo
COVER
Dutafikra, “Darah Bumi Pertiwi”
Untuk mendapatkan JURNALISO cetak, silahkan menghubungi Contact Person kami:
Sigit Achmad S. (082232371737), Resaritruly “Nenes” DG (085730874728) Ingin berkontribusi? Ayo kirimkan karya Anda (Esai, Cerpen, Puisi, Poster) ke email kami di
[email protected]
Sejarah bangsa kita ditulis dari banyak sudut pandang. Ada yang mengatakan bahwa sejarah bangsa ini adalah sejarah perjuangan. Sebuah memoar yang bermuara pada setiap jengkal perjuangan para pendahulu, terlepas dari kepentingan apapun yang melatar belakanginya. Layaknya angkatan muda ‘45 yang memprakarsai proklamasi kemerdekaan bangsa, dan angkatan muda ’65 yang mengguncang pemerintahan Soekarno, serta angkatan muda ’98 yang mematahkan taring pemerintahan. Ada pula yang mengatakan bahwa sejarah bangsa ini adalah sejarah orang-orang besar dalam lembaran kurikulum sekolah. Mereka menganaktirikan sejarah orang-orang ‘kecil’, memunafikkan pergerakan massa Mereka menutupinya dengan kehebatan tokoh-tokoh kunci setiap dinamika sejarah yang digoreskan pena. Ada yang mengatakan bahwa sejarah bangsa ini adalah sejarah pembangunan. Sejarah peradaban pribumi yang terus maju, dari negara agraris hingga menjadi negara industri. Gedung-gedung megah berdiri gagah, infrastruktur menghiasi nusantara, dan rakyat semakin makmur sejahtera. Namun ada pula yang tidak sepakat. Mereka mengatakan bahwa sejarah bangsa ini adalah sejarah penindasan. Sebuah rangkaian rekam jejak masa lalu yang terbentuk dari aksi-aksi perenggutan kebebasan, diskriminasi terhadap minoritas. Yang kuat menindas yang lemah, sang kaya menginjak kepala sang miskin. Penindasan bangsa kolonial terhadap pribumi nusantara, sejarah penindasan rakyat papua, perampasan tanah oleh militer dan korporasi, serta pembungkaman paksa oleh rezim otoriter adalah rentetan kecil peristiwa penindasan di bumi pertiwi. Bahkan mereka berani mengatakan bahwa sejarah bangsa ini adalah manipulasi, sejarah yang telah dibengkokkan. Rekam jejak masa lalu dibingkai sedemikian rupa dan tak lupa dibumbui propaganda hitam. Mereka sengaja menjejalkan kisah-kisah sejarah di akal masyarakat, menciptakan rangkaian peristiwa yang memenangkan kepentingan “tertentu”. Siapapun yang melihat dan mendengar harus menjadikannya kebenaran mutlak dan tak terbantahkan. Siapapun yang melawannya akan dianggap pemberontak dan pembangkang.
1
Tentu kawan-kawan masih ingat dengan peristiwa genosida tahun 1965, peristiwa malari, kematian marsinah, hilangnya aktivis reformasi dan peristiwa trisakti. Seringkali peristiwa-peristiwa tersebut menjadi titik perdebatan sejarah, selalu menemui jalan buntu ketika kita berusaha meraba dan mengungkap apa yang sebenarnya terjadi. Seakan-akan kita menjadi “turis” di negara kita sendiri. Kebenaran dianggap tabu untuk diperdengarkan. Kebenaran dianggap aib sehingga tidak layak diperbincangkan. Apakah terlalu banyak kebohongan yang menopang pondasi sejarah ini? Apakah bangsa kita enggan mengakui bahwa ada luka yang harus disembuhkan dalam raga bumi pertiwi? Bahkan hingga kini, kita masih diam ketika kebenaran disembunyikan. Bahkan hingga kini, kita masih bungkam ketika keadilan diinjak-injak. Dalam pidato Tahun Vivere Pericoloso, 17 Agustus 1964, Presiden Soekarno mengatakan: “Pengalaman-pengalaman yang telah sudah, bagaimana pahit dan getirnyapun, harus memberi inspirasi kepada kita untuk menetapkan arah-yang-tetap, jurusan-yang-tepat, bagi masa yang akan datang. Tidak sekali-kali pengalaman pahit boleh mematahkan kita-punya hati. Pengalaman pahit harus menjadi cambuk, malahan inspirasi kataku tadi!, untuk mengadakan koreksi dan untuk menetapkan jalan yang tepat, dan maju terus di atas jalan yang tepat itu!” Izinkanlah kami mengingatkan kembali bahwa kita harus bangkit, menuliskan sejarah perlawanan. Kami percaya bahwa sejarah kita adalah sejarah perjuangan kelas, sejarah perjuangan massa rakyat pekerja. Kekalahan demi kekalahan massa harus diambil pelajarannya, untuk mencegah kegagalan yang sama. Kekalahan demi kekalahan massa harus menjadi pengobar semangat meraih masa depan yang adil. Jangan takut mengatakan kebenaran, kawan. Bahasa kebenaran adalah bahasa keadilan.
Kekerasan Dan Perampasan Tanah Oleh : Ibnu Haritsah & Dominikus Wimpie Fernandez
Hingga kini kekerasan terhadap petani mewarnai bumi pertiwi.Kekerasan tidak hanya dilakukan oleh aparat militer saja, namun juga dilakukan oleh aparat desa bersama preman-preman.Kekerasan tersebut terjadi selama konflik agraria, ketika tanah adat atau lahan pertanian desa hendak dikuasai oleh korporasi atau militer. Aparatur negara kerapkali lalai dan abai atas tanggungjawabnya untuk memberikan pengayoman dan perlindungan kepada masyarakat, bahkan sebaliknya aparatur Negara telah menjadi salah satu pelaku kekerasan yang mengancam keselamatan dan hak-hak dasar warga negara. Kekerasan Berdarah di Lumajang, Jawa Timur. Tanggal 26 September 2015, kekerasan berdarah menimpa Salim dan Tosan, petani di desa Selok Awar-awar, Lumajang, Jawa Timur. Kekerasan terhadap Salim dan Tosan terjadi satu hari sebelum ratusan warga desa hendak aksi mengusir alat berat tambang pasir. Keduanya bersama warga desa juga pernah melakukan aksi menolak penambangan pasir di Desa Selok Awar-awan pada 9 September 2015. Aksi itu menuntut penghentian penambangan bahan galian C pasir, karena dinilai telah merusak lingkungan pesisir pantai. Sejak setahun terakhir
ini,
terjadi
pengerukan
besar-besaran
di
pesisir
pantai
hingga
meninggalkan lubang-lubang berdiameter lima meter dengan kedalaman satu meter. Salim tewas dengan mengenaskan setelah dijemput oleh sejumlah preman dan dibawa ke Kantor Desa Selok Awar-Awar. Dia dianiaya sambil kedua tangannya diikat dengan tali. Para pelaku kemudian membantainya dengan cara kepala dicangkul, dipukul dengan batu dan benda keras lainnya. Setelah meninggal, mayatnya dibuang di tepi jalan dekat areal perkebunan warga Kejadian serupa
2
3
juga menimpa seorang petani bernama Tosan. Ia mengalami luka parah setelah
mengalungkan clurit ke leher salah satu warga yakni ibu Paini (isteri Nursadin)
dipukuli
yang tengah hamil 8 bulan,
sekelompok
orang.
Tosan
yang
sempat
kritis, kini sudah
dapat
sehingga mengakibatkan yang bersangkutan
beraktivitas kembali.
mengalami keguguran.
Kekerasan terhadap petani di Banyuwangi, Jawa Timur.
Peristiwa ini terjadi akibat belum adanya penyelesaian sengketa agraria antara petani warga desa Wongsorejo dan PT. Wongsorejo, Banyuwangi.Ratusan
Kekerasan terhadap petani juga terjadi di Banyuwangi, Jawa Timur, pada Januari 2015. Berdasarkan laporan Kontras Jawa Timur, sekelompok orang yang diduga
keluarga petani Wongsorejo hingga saat ini belum mendapat pengakuan Negara atas tanah yang telah mereka huni dan kelola sejak Indonesia merdeka.
personil TNI- AL melakukan kekerasan dan intimidasi kepada petani yang tergabung dalam Organisasi Petani Wongsorejo Banyuwangi (OPWB). Pada
Kekerasan terhadap warga dukuh Sepat, Lidah Kulon, Surabaya, Jawa Timur
tanggal 12 Januari 2015, para petani yang sedang di ladang ditodong senjata, diancam, dan dirusak tanamannya oleh sejumlah orang yang diduga aparat TNI
Kekerasan terhadap warga di lingkungan Waduk Sepat adalah salah satu
AL, disertai preman PT. Wongsorejo. Petani telah dituduh merusak Gardu yang
kekerasan yang tidak terungkap ke publik, bahkan tidak diketahui oleh warga
baru saja dibangun oleh pihak PT. Wongsorejo diatas lahan sengketa, tuduhan
Surabaya.Kekerasan di waduk sepat terjadi dua kali, yaitu di tahun 2012 dan April
perusakan tersebut dialamatkan pada Busana, salah seorang petani yang pada
2014. Kekerasan tersebut diakibatkan oleh sengketa kepemilikan lahan Waduk
saat itu berada di sekitar lokasi kejadian sedang menanam Cabe bersama istrinya.
Sepat antara warga yang tergabung dalam Laskar Pembela Bumi Pertiwi (LPBP) dengan PT. Ciputra Surya Tbk. Untuk merebut Waduk Sepat tersebut, PT Ciputra
Satu minggu kemudian, Kontras Surabaya kembali melaporkan kekerasan yang
Surya Tbk bersama Polrestabes Surabaya mengerahkan satu paket pasukan
berlanjut dengan penangkapan paksa terhadap tiga petani oleh Polisi Polres
terdiri dari 1 SSK Sabhara, 1 SST tangkal, 1 pleton Raimas, 2 unit 9 (4 ekor), 1 tim
Banyuwangi.Tiga petani tersebut adalah Sulak (54tahun) dan Sujali (52tahun)
BLKK, AWC, Publik adres yang keseluruhannya berjumlah 200 personil. Pasca
warga Dusun Karangrejo Selatan, Banyuwangi, serta Usman (57tahun) warga
eksekusi, Waduk Sepat dipagar dengan tembok tinggi, sehingga warga tidak
Dusun Karang Baru, Desa Alas Buluh Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi.
dapat mengakses waduk sepat.Akibat eksekusi lahan tersebut warga waduk
Penangkapan ini tidak layak karena dilakukan pada dinihari, sekitar pukul 02.00
Sepat kehilangan mata pencaharian, mengalami kerugian materi dan finansial.
WIB dan tidak menyertai surat perintah dari kepolisian. Penangkapan tersebut hal ini
Sengketa tanah bermula dari tukar guling lahan antara PT. Ciputra Surya dengan
selain
Pemerintah Kota Surabaya sejak tahun 2008. Walikota Surabaya Bambang Dwi
melanggar prosedur hukum, juga menimbulkan potensi konflik horizontal antar
Hartono, melepaskan Waduk Sepat kepada PT. Ciputra Surya, dengan cara
masyarakat setempat.
menerbitkan
juga melibatkan warga profesionalisme
dan
sipil bersenjata tajam, sehingga dalam
independensi
anggota
kepolisian
diragukan,
Surat
Nomor188.451.366/436.1.2/2008
Keputusan tertanggal
Walikota
Surabaya
30
Desember
Penangkapan juga disertai dengan tindakan kekerasan dan intimidatif. Anggota
2008tentang “Pemindahtanganan Dengan Cara Tukar Menukar Terhadap Aset
kepolisian masuk melalui pintu belakang, dengan cara mendobrak pintu dan
Pemerintah Kota Surabaya Berupa Tanah Eks. Ganjaran/ Bondo Deso Di
merusak
Kelurahan Beringin, Kecamatan Lakarsantri, Kelurahan Jeruk, Kecamatan
dinding. Selain
itu terjadi
intimidasi
berupa ancaman dengan
Lakarsantri, Kelurahan Babat Jerawat, Kecamatan Pakal, Kota Surabaya. Dengan
4
5
Tanah Milik PT. Ciputra Surya”. Selanjutnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kasus-kasus di atas hanyalah sebagian kecil dari konflik agrarian di bumi
Kota Surabaya memberikan persetujuan tukar guling lahan tersebut melalui Surat
pertiwi.Menurut catatan KPA sepanjang tahun 2014 terjadi 472 konflik agraria di
Keputusan DPRD Kota SurabayaNomor : 39 Tahun 2008, pada tanggal 22
seluruh Indonesia dengan luasan mencapai 2.860.977.07 hektar dan melibatkan
Oktober 2008.
105.887 kepala keluarga. Dari jumlah tersebut, KPA mencatat 215 konflik agraria diakibatkan oleh meluasnya proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan
Kekerasan terhadap Petani di Urut Sewu, Kebumen. Kekerasan terhadap petani juga terjadi di Urut Sewu, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.Lagi lagi dalangnya adalah aparat militer, TNI-AD dan korporasi, PT MNC. Aksi warga Urut Sewu pada 22 Agustus, 2015 bersama dengan ketua paguyupan petani kebumen selatan (PPKS) bersama seniman, langsung dihadang oleh barisan aparat militer TNI-AD dengan diwarnai pemukulan pada warga. Kekerasan tersebut menyebabkan 17 korban terluka dari warga petani setempat termasuk juga kepala desa Urut Sewu Widodo Sunu Nugroho. Enam korban harus dirawat di rumah sakit karena terluka parah, beserta satu korban perempuan yang hamil empat bulan. Sebuah tanah yang diklaim adalah tanah milik Negara oleh aparat TNI-AD, menganggap warga tidak memiliki bukti surat sah dari hak kepemilikan tanah, pengeklaiman tanah yang dilakukan oleh aparat TNI-AD akan menyebabkan 30 desa lebih kehilangan tanah. Kepala Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI-AD Setrojenar Mayor Infanteri Kusmayadi, menerangkan kepada media, kalau tanah yang diperjuangkan oleh warga Urut Sewu bukanlah tanah rakyat. Dengan alasan ini mereka melakukan pemagaran di sepanjang 25 km pesisir Wiromartan.
Pembangunan
Ekonomi
Indonesia
(MP3EI),
yang
menitikberatkan
pada
pembangunan infrastruktur. Selain infrastruktur konflik agraria, terdapat konflikkonflik agraria lain dari beberapa sektor antara lain, sektor kehutanan (5,72 %), pertanian (4,24 %), pertambangan (2,97 %), perairan dan kelautan (0,85 %). Konflik sepanjang tahun 2014 tersebut diwarnai kekerasan yang didominasi oleh aparat kepolisian sebanyak 34 kasus, warga 19 kasus, pamswakarsa perusahaan 12 kasus, preman 6 kasus, dan TNI 5 kasus. Konflik agraria sepanjang tahun 2014 memakan korban tewas sebanyak 19 orang, sedangkan jumlah korban yang tertembak sebanyak 17 orang, korban lukaluka akibat dianiaya 110 orang dan ditahan sebanyak 256 orang. Sampai hari ini, nasib para petani terancam oleh perampasan tanah yang disertai dengan kekerasan oleh aparat negara atau aparat militer. Perampasan tanah menyebabkan masyarakat kehilangan hak asasi manusia paling penting, yaitu hak pangan dan pertanian untuk hidup. Oleh karena itu, diperlukan perlindungan terhadap petani dan penyelesaian sengketa tanah oleh negara.Kekerasan terhadap petani oleh militer maupun sipil juga harus ditindak secara hukum, bukan dibiarkan merajalela.
Bedasarkan fakta yang dihimpun dilapangan oleh PPKS dan LSM lainnya, tidak
TAK ADA PETANI, TAK ADA BERAS. APAKAH KITA MEMBIARKAN PETANI
ada sejengkalpun tanah milik Negara. Sejak dahulu hingga sekarang masyarakat
YANG MENYEDIAKAN PANGAN UNTUK MASYARAKAT, TERANIAYA DAN
tetap memanfaatkan tanah pesisir Urut Sewu untuk pertanian. Ijin penambangan
TERUSIR DARI TANAHNYA?
pasir oleh PT MNC menyimpulkan adanya hubungan perjanjian antara aparat TNIAD dengan korporasi PT MNC dengan terjadinya pungutan terhadap petani dan
***
pelaku ekonomi di kawasan pesisir Urut Sewu.Pemagaran dilakukan diatas tanah milik masyarakat tanpa ijin dan tanpa dasar yang kuat.
6
7
Sejatinya arsip adalah manifestasi memori kolektif rakyat yang melebur
Ungkap Kebenaran Tuntut Keadilan
dalam satu kesatuan bernama “negara”. Identitas sebuah bangsa diawali dari
Oleh: Wahyu Eka Setiawan dan Dutafikra
lembar per lembar data sejarah yang ada, dengan perpanjangan tangan dari para sejarawan serta setiap dari mereka yang terlibat langsung dalam usaha
Sudah lewat dari 50 tahun yang lalu, sebuah peristiwa yang tidak akan dilupakan oleh masyarakat luas di republik ini, terutama bagi mereka generasi kakek dan nenek kita yang memang masih berusia muda kala peristiwa tersebut terjadi. Masyarakat familiar mengenal persitiwa tersebut adalah sebagai Gerakan
penyusunannya. Namun hal berbeda terjadi pada peristiwa sejarah yang disebutsebut sebagai "masa kelam sejarah bangsa Indonesia”. Satu dari sekian banyak sejarah yang tergores pada raga bumi pertiwi, peristiwa yang memunculkan berbagai prespektif dalam menyikapinya.
30 September 1965 (G30S) atau GESTAPU dan GESTOK (Gerakan 1 Oktober 1965). Sebagian masyarakat menganggapnya sebagai peristiwa kelam di negeri ini,
luka
yang
membekas
dan
tidak
bisa
dihilangkan.
Sebagian
lagi
menganggapnya sebagai peristiwa bersejarah karena peristiwa tersebut dipercaya sebagai gerbang menuju pergantian rezim baru yang lebih baik. Dalam bidang keilmuan sejarah, utamanya bagi ahli sejarah dan cendekiawan sosial-politik, angka 50 tahun menjadi sebuah keistimewaan tersendiri. Segala arsip yang berkaitan dengan suatu peristiwa baru boleh dibuka, karena setelah sebuah sejarah menginjak setengah abad, arsip tersebut boleh dikatakan sebagai arsip statis yang keberadaannya tidak akan memberi dampak yang besar bagi setiap dari mereka yang terlibat, apalagi terhadap stabilitas dan keamanan sebuah negara. Pada UU RI No. 43 tahun 2009, sudah menjadi sebuah kewajiban bagi negara untuk mempublikasikan setiap data/arsip yang sudah menginjak usia setengah abad, dalam rangka pemanfaaatan sumbersumber data untuk masyarakat luas, juga untuk penyusunan benang merah sejarah bangsa yang faktual tentunya. Bahkan di beberapa poin UU RI No. 43 Tahun 2009 disebutkan, bahwa sebuah data/arsip dapat dibuka pada usia 10 tahun dan 25 tahun, jika pembukaan arsip tersebut tidak menyalahi poin-poin penimbang, seperti menghambat proses penegakan hukum, mengganggu stabilitas negara, mengganggu kepentingan hak atas kekayaan intelektual dan
Penggelapan Sejarah Banyak pro dan kontra timbul di dalam masyarakat yang tidak tahu menahu atau hanya mendengarkan dari orang lain secuil kebenaran peristiwa tersebut, karena memang sejarah peristiwa tersebut telah dibelokan dan digelapkan untuk kepentingan politik penguasa Orde Baru. Bentuk pembelokan atau pemalsuan sejarah sangat beragam: propaganda melalui fakta sejarah yang palsu, kewajiban untuk melihat film rekayasa Soeharto seputar kejadian tersebut, dilarangnya
sumber-sumber
sejarah
terkait,
hingga
membuat
monumen
perjuangan bercorak militeristik. Upaya-upaya tersebut dilakukan oleh rezim Orde Baru sebagai cara untuk menguatkan posisi di pemerintahan. Penggelapan jumlah korban pembunuhan massal adalah salah satu bukti pembelokan sejarah. Menurut beberapa sumber buku seperti Dalih Pembunuhan Massal, The
Act of Killing hingga Pelurusan Sejarah Indonesia
mengatakan korban berjumlah 500.000-1.000.000 jiwa orang terbunuh. Berbeda lagi dengan apa yang diungkapkan oleh Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965, mereka menyebutkan bahwa jumlah korban lebih dari 3.000.000 jiwa manusia yang terbunuh akibat peristiwa tersebut. Tragedi kemanusiaan yang besar bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu genosida terburuk terhadap rakyat pada abad ini.
mengancam nyawa atau menguak privasi yang bersangkutan, dll.
8
9
Banyak kajian ilmiah terkait peristiwa 1965, mulai dari penelitian dari
Yayasan Bhinneka Nusantara menerbitkan majalah berjudul “setengah
Ruth Mcvey dan Ben Anderson, kajian dari Harold Crouch tentang Militer dan
abad genosida 65” yang menceritakan tentang kisah kelam yang dialami oleh
Politik di Indonesia, Kestin Beise Apakah Soekarno Terlibat Pertistiwa G30S yang
korban eks-tapol peristiwa 65. Kita disini harusnya melihat prespektif dari korban
menganalisa kronologi peristiwa, hingga penelitian yang lebih mengarah pada
yang dibantai dan juga korban pasca peristiwa terjadi, dimana banyak dari mereka
korban pembantaian seperti kajian dari Hermawan Sulistyo Pembantaian di
yang diadili tanpa melalui proses pengadilan, dihilangkan dan dituduh sebagai
Ladang Tebu. Dari sisi kemanusian dan budaya, Tempo pernah menerbitkan edisi
pengkhianat negara, sehingga para korban baik mereka yang sudah meninggal
khusus
Pengakuan Algojo 1965, kemudian Wijaya Herlambang melalui buku
maupun yang masih hidup serta keturunan korban dikucilkan dan tidak
Kekerasan Budaya Pasca 1965, serta Robert Cribs tentang The Indonesia Killing.
diperlakukan sebagai selayaknya. Mereka menanggung beban psikologis hingga
Peneliti LIPI Asvi Warman Adam juga menulis tentang Pelurusan Sejarah
fisik pasca peristiwa 1965. Posisi korban
Indonesia yang sebagian besar membahas peristiwa tersebut. Pengakuan para
mempertahankan TAP MPRS Nomer XXV tahun 1966 pasca G30S/GESTOK.
korban hingga bocornya arsip-arsip dari CIA memang mendukung kesimpulan
Sekretariat Negara pada 1994 juga menerbitkan buku “Gerakan 30 September:
bahwa adanya perencanaan sitematis untuk menggulingkan Presiden Soekarno.
Pemberontakan Partai Komunis Indonesia”, yang secara tidak langsung semakin
Kajian-kajian tersebut memperkuat bukti bahwa Indonesia pernah terjadi peristiwa
memperjelas posisi mereka yang di tuduh sebagai pengkhianat atau perusuh
pembantaian atau pembunuhan massal terhadap orang-orang tak bersalah dan
negara.
tersudut karena
sikap negara
berdosa. Mereka hanya dijadikan korban petualangan dan kepentingan para elit-
Angin segar mulai hadir saat Presiden Republik Indonesia keempat
elit politik dan militer, serta sebagai sumber propaganda sejarah yang palsu pada
Abdulrahman Wahid atau Gus Dur, pernah meminta maaf dan melakukan
masa tersebut hingga sampai saat ini.
rehabilitasi untuk para korban 1965, sehingga mereka sedikit mulai dapat
Propaganda tersebut sampai sekarang masih membekas pada aspek
menikmati pelayanan publik. Namun demikian, diskriminasi tersebut tidak hilang
psikologis masyarakat Indonesia. Banyak ketakutan-ketakutan yang berlebihan
begitu saja karena sampai sekarang mereka masih mendapatkan label atau cap
ketika mendengar peristiwa G30S/GESTOK, bahkan hal tersebut menjadi seperti
sebagai pengkhianat dan pelaku kudeta, baik oleh masyarakat maupun negara.
phobia massal yang terjadi pada masyarakat kita saat ini. Akibat pembelokan atau
Pandangan negatif itulah yang bertahun-tahun menyiksa mereka melalui
pemalsuan sejarah oleh Orde baru tersebut, terjadi ketidakpercayaan di
perlakuan tidak manusiawi oleh negara bahkan oleh lingkungan sekitarnya.
masyarakat, pandangan negatif terhadap korban pembantaian massal, hingga adanya prejudice (prasangka buruk). Terutama bagi para korban, seperti para
Mengungkap Kebenaran
bekas narapidana politik (Napol)/Tahanan Politik (Tapol) yang rata-rata adalah
Peristiwa yang terjadi 50 silam merupakan peristiwa yang sangat
para pendukung Soekarno, eks PKI, simpatisan PKI,dan orang-orang biasa yang
penting untuk diungkap kebenarannya. Kita disini bisa melihat bahwa upaya
dituduh sebagai anggota PKI. Serta golongan dari organisasi keagamaan dan sipil
negara tidak mau membuka arsip adalah bentuk dari pengendalian sejarah, yang
rakyat lainnya yang juga telah menjadi korban adu domba oleh para elit politik dan
mempunyai tujuan atau kepentingan politik tertentu. Menurut Michael Sturner
militer.
(dalam Asvi W.A, 2004: 137) “Di negeri tanpa sejarah, masa depan dikuasai oleh
10
11
mereka yang menguasai isi ingatan, yang merumuskan konsep dan menafsirkan masa lalu” sejarah itu penting untuk menentukan arah kedepan, seperti apa dan bagaimana, seperti penguasa yang mencoba menghapus sejarah yang jelas mempunyai tujuan tertentu entah itu melangengkan kekuasaan atau merebut kekuasaan. Melihat posisi Pemerintah sekarang ini seperti istilah “kebisuan sejarah”, menurut Marc Ferro (dalam Asvi W.A, 2004: 138) Kebisuan dalam sejarah ada tiga jenis, pertama berkaitan dengan legitimasi, berhubungan langsung dengan sumber legitimasi (Institusi, partai dan kelompok). Kedua berkaitan erat dengan kondisi sosial masyarakat. Ketiga menyangkut hal-hal yang dianggap aib dimasa lalu. Pihak penyelenggara negara atau pemerintah mempunyai ketakutan jika benar-benar arsip itu dibuka akan terjadi gejolak baik diranah elite politik hingga masyarakat. Namun haruslah tetap selalu diingat, bahwa peristiwa pembunuhan massal 65 telah memakan korban rakyat begitu sangat banyak, baik yang sudah meninggal hingga yang masih hidup. Kondisi lingkungan sosial yang tidak layak serta masih dicemari prasangka buruk, juga semakin menambah beban kehidupan para korban 65 tersebut. Maka dari itulah, sudah menjadi tanggung jawab mutlak dari negara untuk memberikan keadilan bagi seluruh korban peristiwa 65. Peristiwa G30S/Gestok bukanlah peristiwa yang selesai dengan pemberangusan PKI beserta underbouwnya, tapi memiliki perubahan secara luas secara ekonomi, sosial, politik, budaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Refleksi tragedi 1965 memang catatan hitam sejarah bangsa, namun kita tidak boleh ahistori dan tidak boleh juga terjebak dalam romantisme sejarah. Kita harus bergerak maju. Pelurusan sejarah adalah upaya membangun kehidupan bangsa dan negara yang lebih berkeadilan, berkemanusiaan dan kerakyatan.
12
13
Sebenarnya secangkir kopi berharga selangit tetap saja sama dengan
Secangkir Kopi Pahit Berlabel Pendidikan Oleh : Nuril Fitrianingrum
secangkir kopi emak di kantin, toh sama-sama ada rasa manisnya, pahitnya dan yang pasti sama-sama Cuma secangkir tidak lebih dari dua cangkir, kalo toh lebih, ya pasti di suruh bayar lagi. Apa masih jamannya pendidikan di ukur dengan
“Semanis dan sesempurna apapun kopi yang kamu buat, kopi
banyaknya timbunan uang yang dimiliki di Bank, apa masih jamannya pula
tetaplah kopi, punya sisi pahit yang tidak dapat kamu
bangku-bangku hilang karena diperjual belikan?? Apa tidak ada yang lebih bagus
sembunyikan”
dibandingkan bangku, misalnya papan tulis, proyektor atau bahkan jual saja Dewi Dee Lestari, Filosofi Kopi
semua fasilitas yang ada atau mungkin jual juga lembaganya.
Kopi adalah sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan dan
Pendidikan bukanlah secangkir kopi arabika plus plus yang hanya dapat
ekstraksi biji tanaman kopi yang dikeringkan kemudian dihaluskan menjadi bubuk.
dinikmati bagi kaum borjuis. Pendidikan bukan untuk diperdagangkan layaknya
Pada hakikatnya rasa kopi adalah pahit, tidak sepatutnya kita mengubah rasa kopi
secangkir kopi dimana mereka yang tidak berduit hanya dapat menikmati kopi
yang autentik menjadi berbagai macam rasa kopi. Lhoo.. kenapa begitu???
tumbuk yang akhirnya menjadi bubuk buatan emak. Walhasil mereka yang tidak
Bukankah ketika kita tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya adalah sebuah kedzaliman, sama seperti halnya rasa kopi. Kopi harusnya pahit kenapa harus manis?, Eehh eehh tunggu dulu, disini akan di uraikan maksud dari rasa kopi yang harusnya pahit menjadi manis. Kopi memang pahit ketika kita tidak menambahkan apapun kedalamnya (ceritanya kopi asli), tetapi bukankah lebih nikmat ketika diberi gula atau yang lainnya. Disitulah kenapa tidak dikatakan
berduit mau tidak mau menikmati secangkir kopi pahit. Mungkinkah ada secangkir kopi manis yang berlabel pendidikan dimana para penyeruputnya adalah semua golongan?. Apakah secangkir kopi manis berlabel pendidikan tidak pantas bagi mereka, kawam - kawan kita yang kurang beruntung. Seyogyanya semua lapisan masyrakat dapat menikmati pendidikan dengan sebaik-baiknya tanpa meminum secangkir kopi pahit.
sebagai sebuah bentuk kedzaliman ataupun kesalahan, karena membuat rasa kopi menjadi lebih baik dan lebih nikmat.
manis, bukan untuk menghilangkan rasa pahitnya tetapi membuat citarasa kopi
Kopi dapat dinikmati oleh semua orang, baik miskin maupun kaya, anakanak sampai bapak-bapak (emak-emak juga), sama halnya dengan pendidikan, bukankah pendidikan dapat diperoleh setiap orang. Haruskah Pendidikan disamakan dengan secangkir kopi?. Membeli
secangkir kopi yang harganya
selangit tentu berbeda dengan secangkir kopi yang harganya ramah di kantong. Pendidikan bagi mereka yang berduit ya tentu berbeda pula bagi mereka yang penghasilannya hanya cukup untuk hari ini saja.
14
Sudah sepatutnya kita mengubah rasa kopi yang tadinya pahit menjadi
menjadi lebih baik dan lebih dapat dinikmati bagi para penyeruputnya. Begitu juga dengan pendidikan, sudah seyogyanya pendidikan dapat diperoleh bagi seluruh masyarakat, bukan hanya untuk mereka yang berkantong tebal tetapi juga untuk mereka yang berkeinginan memperoleh pendidikan sebaik-baiknya. Semua masyarakat berhak untuk menikmati secangkir kopi yang manis bukan hanya yang pahit!. ***
15
Puisi dari Sigit Achmad Lika-liku Salah Mlaku Tolek tembel ban nak srikana Warna kali ne ijo akeh limbah Keterimo dadi mahasiswa atiku seneng gembira Nak suroboyo kampus airlangga
Kebab enak rasane Ngarepe minimarket panggon dodolane Bapak buruh pabrik endi cukup bayar kuliah anak e Sertipikat omah akhire digadekke
Dharmawangsa akeh panggon cangkruk’an Onok kopi, sate cecek, sego lan gorengan Muter dharmawangsa, mojo, srikana, jojoran Gak nemu-nemu idek lan murah panggon kos kos an
Bengi-bengi kepingin tuku ketan Nemu sing dodol nak dharmawangsa wetan dalan Sing wisuda atus an mahasiswa melbu anyar ewonan Gaji satpan klining serpis pancet pas pasan
Nang pasar pucang tuku tempe Ojok lali isi ulang banyu galon e Melu tes kono kone, ospek, manut syarat sak kabeh e Ndelalah durung bayar kos wes entek duwik sangune
Belajar kritis mergo sing diajarno iku-iku ae Nilai elek sing disalahno mahasiswae akeh kegiatan debat gak ketemu perubahane darman dodolan jajan dolek duwek gawe nyambung urip e
Tuku batagor gak atek pare Ngarep e halte panggon dodol e Kuliah kalah bensin riwa riwi kampus b kampus c Alkamdulilah cewek unair ayu ayu rupane
foto kopy pink nak mburine perpustakaan tokone tutup jam 10an lenek ilmu gawe mbijuk’i lan gawe gaya gaya an mending ayo dibubarno ae perkuliahan
Persebaya bonek jeneng sporter e Warna ijo simbol klambine Melbu kuliah akeh tugas e Melu seminar melu pkm gawe syarat lulus jarene
lanek pendidikan digawe dodolan kabeh masyarakat moso iso pinter lan sadar lanek wong intelektual mbidek gak peduli malah ngurusi proyekan yowes ngene iki Indonesia gak mari-mari gegeran
Sore sore mulih kuliah weteng luwe Mampir bu mega mangan penyetan enak rasane Saiki bapak emak ngeriwik biaya kuliah tambah gedhe Bayar kuliah larang awak loroh kabeh
Bekupon omah e doro! Melbu kuliah tambah soroh! Tuku penyetan sing pedes sambele! Ayo dilawan ojo mbidek wae!
27 September 2015
16
17
Puisi dari Dio Verryaji P.P “Menangislah Bumiku” Hutan, kusiksamu Lautan, kuperasmu Sudah naluri Kerakusanku Merampas milikmu Eksploitasimu Memperkayaku Anak cucu ku? Urusan mereka! Yang nanti ya urusan nanti Orang lain? Apa peduliku?! Ini hidupku! Menangislah bumi, menangislah! Ketika kau murka Bukanku yang rasakannya Mereka yang nanti lahirlah Matilah, dan musnah! Kenang semua yang berlalu Sudah takdir Kujadi algojomu
“Saing Sedarah” Katanya, senasib? Katanya, saudara? Katanya, seperjuangan? Katanya..... Tuk perkaya diri Kau rela bunuh aku Tuk puaskan nafsu Kau juga tak segan babi butakan bumi Hukum rimba Abu-abu masih berlaku Kuatnya diri Perbanyak pengikut Makin butakanmu Kawan nan lawan Tak sungkan Kau basmi pengganggu Walau sedarah Tak ada ampun Tuk capai tujuan Demi harta Yang sama sekali tak sepadan
Malang, 6 Oktober 2015
18
19
Puisi dari I Ketut Shandy Swastika Melawan Bungkam kalau saja aku bersuara, mungkin aku tak kan hanya mengangguk kalau saja aku bersuara lebih keras, mungkin mereka akan mendengar .. dan kalau saja diriku dan dirimu saling menyuarakan layaknya kicauan burung di hutan yang bebas yang tak ada batasan.. aku dan dirimu pastinya tak akan hidup dalam sangkar ini yang hanya bisa mengangguk apa kata "majikan"! Kisi-kisi dan kurikulummu saat ini tidak membuat kami cerdas, malah membuat kami kian malas. Kisi-kisi dan kurikulummu sudah tak laku, karena ilmumu hanya untuk menindas rakyatku. Kisi-kisi dan kurikulummu sudah jauh meninggalkan pembahasan tentang rakyatku. Kisi-kisi dan kurikulummu hanya mencetak kami sarjana cari untung, bukan akademisi untuk membangun bangsaku. Kisi-kisi dan kurikulummu, hanya untuk kepentingan golonganmu, bukan kepentingan rakyatku. Tulisan ini bukan untuk mengganyangmu, membakar gedungmu, atau membunuhmu. Tulisan ini kami cipta, untuk memperingatkanmu Jika engkau masih kukuh pada kisi-kisi dan kurikulummu yang basi, kami adalah garda depan yang siap melawanmu walau kau bungkam kami dengan seribu cara namun kami punya seribu satu cara untuk bersuara ! Surabaya, 05 Oktober 2015
20
21