PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN MENDONG (Fimbristilys globulosa (Retz.) Kunt) PADA BERBAGAI MEDIA TANAM The Growth and Yields of Mendong Crop (Fimbristilys gobulosa (Retz.) Kunt) at The Various Planting Media Lina Nurlaynul Patwa1) Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Tasikmalaya
[email protected] Dwi Pangesti2) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] Undang3) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] Jln. Siliwangi No. 24 Kotak Pos 164Tasikmalaya 46115 Tlp: (0265) 330634 Fax: (0265) 325812 Website: www.unsil.ac.id E-mail:
[email protected] ABSTRACT This research aims to get the information about a good planting medium for good the growth and yield of Mendong (Fimbristilys gobulosa (Retz.) Kunt). This research was conducted in Kampung Lembur Sawah, Kamulyan Village, Sub district of Manonjaya, Tasikmalaya with altitude of 292 m above sea level. Started from August to November 2016. The research method used is an experimental design by using Randomized Block Design (RBD) with four treatments and repeated six times. The tested treatments are: Soil; soil + cow dung; soil + M-Bio; and soil + cow dung + M-Bio. The result of research showed that a good planting medium for the growth and yield of mendong is soil +cow dung + M-Bio. Keyword : Mendong, Fimbristilys globulosa (Retz.) Kunt and Planting Media. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai media tanam yang baik untuk pertumbuhan dan hasil tanman mendong (Fimbristilys globulosa (Retz.) Kunt). Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Lembur Sawah, Desa Kamulyan, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya dengan ketinggian tempat 292 m di atas permukaan laut. Mulai bulan Agustus sampai November 2016. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) sederhana dengan empat perlakuan dan diulang enam kali. Perlakuan yang dicoba adalah sebagai berikut: Tanah; tanah + pupuk kandang sapi; tanah + M-Bio; dan tanah + pupuk kandang sapi + M-Bio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media tanam yang baik untuk pertumbuhan dan hasil tanaman mendong adalah tanah + pupuk kandang sapi + M-Bio. Kata Kunci : Mendong, Fimbristilys globulosa (Retz.) Kunt dan Media Tanam.
PENDAHULUAN Produk kerajinan anyaman mendong merupakan jenis kerajinan yang sedang mengalami peningkatan permintaan, baik permintaan dalam negeri maupun luar negeri (Agus, 2009). Kendala yang paling dirasakan dalam bidang kerajinan mendong ini adalah bahan baku yang tidak mencukupi untuk memenuhi pesanan. Kebutuhan akan bahan baku mendong masih tinggi namun tidak diikuti dengan meningkatnya pasokan bahan baku secara lokal sehingga bahan baku harus didatangkan dari wilayah lain yaitu dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kondisi ini diperburuk dengan berkurangnya lahan sawah untuk pengembangan budidaya tanaman mendong. Dari data statistik tahun 2013, produksi tanaman mendong menurun dari tahun 2012 sebesar 1.269,74 ton menjadi 988,30 ton pada tahun 2013, yang berarti ada penurunan produksi sebesar 281,44 ton (BP3K, 2013). Penurunan produksi mendong disebabkan salah satunya karena pengurangan luas sawah di kota Tasikmalaya dari tahun 2008 sampai dengan 2013 yang penurunannya 185 Ha, akibat terjadi alih fungsi lahan sawah menjadi perumahan, jalan dan lain-lain sebesar 37 ha per tahun (BP3K, 2013). Mendong dikenal umum sebagai tanaman air. Kebutuhan akan air yang banyak ini menyebabkan terbatasnya lahan yang cocok untuk pengembangan tanaman mendong yang sering menempati lahan-lahan sawah dengan irigasi teknis, sehingga berpotensi menurunkan produksi beras. Dewasa ini dikenal teknologi budidaya “System of Rice intensification” (SRI), yang salah satu inovasinya adalah mengembangkan teknik budidaya hemat air dengan asupan bahan organik sebagai sumber makanan bagi jasad renik “biogenerator” alami. Teknologi ini dapat diterapkan pada budidaya tanaman mendong dengan cara efisiensi penggunaan air. Media tanam berfungsi sebagai tempat melekatnya akar, juga sebagai penyedia hara
bagi tanaman. Media yang baik untuk pertumbuhan tanaman harus mempunyai sifat fisik yang baik, gembur dan mempunyai kemampuan menahan air. Tanah yang berstruktur remah sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena di dalamnya mengandung bahan organik yang merupakan sumber ketersediaan hara bagi tanaman. Bahan organik yang sering digunakan sebagai penambah bahan organik tanah adalah pupuk kandang. Pupuk kandang merupakan kotoran padat dan cair dari hewan ternak yang tercampur dengan sisa makanan. Bahan organik lainnya yaitu pupuk hayati merupakan suatu bahan yang mengandung mikroorganisme bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah dan kualitas hasil tanaman, melalui peningkatan aktivitas biologi yang akhirnya dapat berinteraksi dengan sifat-sifat fisik dan kimia media tumbuh (tanah). Mikroorganisme yang umum digunakan sebagai bahan aktif pupuk hayati ialah mikroba penambat nitrogen, pelarut fosfat dan pemantap agregat (Rao, 1995). Menurut Handayani, Lestari dan Prawito (2001), pupuk berbasis mikroorganisme dapat memperbaiki atau memulihkan kondisi fisik, kimia dan biologi tanah serta dapat meningkatkan hasil tanaman. Salah satu mikroorganisme yang perannya sangat penting untuk kesuburan tanah adalah Azotobacter sp. yang merupakan bakteri penambat nitrogen dalam tanah (Irvan, 2007). M-Bio merupakan salah satu jenis pupuk hayati yang di dalamnya terkandung mikroorganisme menguntungkan dengan paten CMF-21 yaitu: Lactobacillus sp., Selubizing phosphate bacteria, yeast dan Azozpirillum (Priyadi, 2004). Dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman mendong dapat dilakukan dengan cara menumbuhkan tanaman mendong pada media dengan tambahan bahan organik dan mikroorganisme.
METODE PERCOBAAN Percobaan dilakukan pada bulan Agustus - November 2016 selama sembilan puluh hari. Bertempat di rumah plastik dengan ukuran 12
m × 8 m di Kp. Lembur Sawah Desa Kamulyan, Kecamatan Manonjaya dengan
ketinggian tempat 292 m di atas permukaan laut. Bahan dan Alat Percobaan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat laboratorium (untuk analisis bahan organik tanah, pupuk organik), thermometer, timbangan, oven, ember plastik hitam, cangkul, pengayak, meteran, label dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah bibit tanaman mendong, tanah Latosol, air sumur, M-Bio, pupuk kandang sapi, dan pupuk anorganik (Urea, SP-36 dan KCl). Metode Percobaan Adapun rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) sederhana dengan 6 ulangan dan 4 perlakuan yang terdiri dari: A: Tanah; B: Tanah + Pupuk Kandang Sapi; C:Tanah + M-Bio; dan D: Tanah +Pupuk Kandang Sapi + M-Bio. Kombinasi perlakuan sebanyak 24, setiap perlakuan berisi 4 ember sehingga secara keseluruhan terdapat 96 kelompok percobaan. Pengamatan Penunjang Pengamatan penunjang adalah pengamatan yang datanya tidak dianalisis secara statistik untuk mengetahui adanya pengaruh lain di luar perlakuan. Pengamatan penunjang dilakukan terhadap suhu, kelembaban, pH, penyiraman dan serangan hama penyakit. Pengamatan Utama Pengamatan utama yaitu pengamatan yang datanya di uji secara statistik. Parameter yang diamati adalah: a. Tinggi tanaman (cm) b. Jumlah Batang (batang) c. Bobot Basah (g) d. Bobot Kering Akar (g) e. Bobot Kering Batang (g) f. Nisbah pupus akar HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Penunjang Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan rata-rata suhu dan kelembaban selama
penelitian yaitu suhu rata-rata 32,80 dan kelembaban rata-rata 62,55 persen. Berdasarkan data curah hujan selama sepuluh tahun terakhir, dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2015 maka, tipe curah hujan di Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya termasuk ke dalam tipe B (Basah) menurut Schmidt dan Ferguson (1951) dalam Kartasapoetra (2006). Tipe curah hujan ini termasuk tipe yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman mendong. Dari hasil analisis tanah yang dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Tasikmalaya, menunjukkan tanah yang digunakan pada penelitian ini adalah tanah latosol dengan pH 6 (Agak masam). Kandungan unsur hara makro pada tanah tersebut adalah N sebesar 0,48 persen dengan kriteria sedang, unsur C sebesar 1,8 persen dengan kriteria rendah, unsur P sebesar 23 mg/100g dengan kriteria sedang, unsur K sebesar 28 mg/100g dengan kriteria sedang dan C/N sebesar 3,25 dengan kriteria sangat rendah. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan, terdapat gulma rumput teki (Ciperus rotundus) ditemukan dalam jumlah sedikit pada beberapa ember tanaman, gulma dicabut dan dibuang dari areal penanaman. Hama yang menyerang tanaman mendong adalah belalang hijau (Melanoplus femurrubrum) dan belalang coklat (Valanga nigricornis) ditemukan dalam jumlah sedikit dengan tingkat serangan rendah. Pengendalian dilakukan secara manual dengan cara mengambil dan menjauhkannya dari tanaman. Pengamatan Utama Tinggi Tanaman Berdasarkan hasil analisis statistik perlakuan media tanam tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 15, 30, 45, 60, dan 75 hari setelah tanam, kecuali pada umur 90 hari setelah tanam seperti terlihat pada Tabel 2 di bawah ini:
Tabel 2. Pengaruh Media Tanam terhadap Rata-rata Tinggi Tanaman Tinggi Tanaman (cm) Hari Ke15 30 45 60 75 90 Tanah 25.35 a 32.12 ab 37.85 a 45.77 a 48.08 a 50.68 b Tanah+ Pukan Sapi 25.10 a 30.46 b 40.07 a 47.52 a 48.60 a 53.20 ab Tanah+M-Bio 26.03 a 35.82 a 41.04 a 47.99 a 51.48 a 53.33 ab Tanah+Pukan Sapi+M-Bio 24.78 a 30.73 b 38.92 a 47.62 a 51.08 a 55.61 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf kesalahan 5%. Perlakuan
jangka panjang (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Bahan organik mengalami dekomposisi dengan bantuan mikroorganisme sehingga unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman tersedia dan dapat diserap oleh tanaman dengan baik. Meningkatnya tinggi tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara makro dan mikro di dalam tanah. Kebutuhan hara makro misalnya P dan K sangat bergantung pada suplai unsur hara N. Sugiyanta (2007) menyatakan bahwa pupuk N telah diteliti dan nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan produktif dan produksi gabah pada
tanaman padi. Syamsiyah (2008) menambahkan bahwa dengan meningkatnya unsur hara P maka akan meningkatkan pertumbuhan vegetatif seperti tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun dan indeks luas daun. Jumlah Batang Berdasarkan hasil analisis statistik, perlakuan media tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah batang pada umur 15, 30, 45, 60, 75 dan 90 hari setelah tanam seperti terlihat pada Tabel 3 di bawah ini:
Tabel 3 Pengaruh Media Tanam Terhadap Rata-rata Jumlah Batang Perlakuan
Jumlah Batang (batang) Hari Ke-
Tanah Tanah+Pukan Sapi
15 5.79 ab 6.37 a
30 8.83 b 12.45 a
45 13.62 b 20.70 a
60 17.79 b 28.04 a
75 22.75 b 42.91 a
90 28.16 b 58.95 a
Tanah+M-Bio
5.54 b
8.91 b
14.91 b
19.91 b
25.62 b
31.20 b
Tanah+Pukan Sapi+M-Bio
6.08 ab
11.41 a
19.45 a
27.45 a
42.00 a
60.50 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf kesalahan 5%.
Perlakuan tanah+pukan sapi+M-Bio dan perlakuan tanah+pukan sapi memberikan pengaruh lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tanah dan perlakuan tanah+M-Bio. Meskipun perlakuan tanah+pukan sapi+M-Bio dan perlakuan tanah+pukan sapi menunjukkan tidak berbeda nyata. Hal ini diduga karena bahan organik yang mengandung unsur hara makro tersedia dalam tanah dan dapat diserap oleh tanaman untuk pertumbuhan vegetatif tanaman. Menurut Mulyani dan Kastasapoetra (1995) bahwa pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan kesuburan tanah, mempertinggi
kadar humus, memperbaiki struktur tanah dan mendorong aktivitas mikroorganisme tanah. Dengan meningkatnya ketersediaan dan serapan unsur hara N, P dan K dari hasil dekomposisi pupuk kandang dapat memacu pertumbuhan vegetatif tanaman. Bobot Basah Tanaman Berdasarkan hasil analisis statistik, bahwa perlakuan media tanamberpengaruh nyata pada bobot basah tanaman seperti terlihat pada Tabel di bawah ini:
Tabel 4. Pengaruh Media Tanam terhadap Bobot Basah Tanaman Perlakuan Bobot Basah Tanaman (g) Tanah 78.95 b Tanah+Pukan Sapi 194.58 a Tanah+M-Bio 93.12 b Tanah+Pukan Sapi+M-Bio 231.45 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf kesalahan 5%.
Perlakuan tanah+pukan sapi dan tanah+pukan sapi+M-Bio memberikan pengaruh lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tanah dan perlakuan tanah+M-Bio. Hal ini diduga karena dengan penambahan bahan organik berupa pupuk kandang sapi akan meningkatkan unsur hara dalam tanah yang kemudian menjadi sumber makanan untuk tanaman dalam melakukan pertumbuhan. Menurut Rinsema (1999) bahan organik merupakan salah satu komponen penyusun tanah, penambahan bahan organik berupa
kompos dapat memperbaiki kimia dan biologi tanah, secara kimia berupa penambahan unsur hara, sedangkan secara biologi dapat memacu aktifitas mikroorganisme dalam tanah. Sehingga unsur hara mudah terurai dan dapat diserap oleh tanaman. Bobot Kering Tanaman Berdasarkan hasil analisis statistik media tanam berengaruh nyata terhadap bobot kering tanaman, seperti terlihat pada Tabel di bawah ini:
Tabel 5. Pengaruh Media Tanam Terhadap Bobot Kering Tanaman Perlakuan Bobot Kering Tanaman (g) Tanah 32.26 b Tanah+Pukan Sapi 60.22 ab Tanah+M-Bio 35.03 b Tanah+Pukan Sapi+M-Bio 87.61 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf kesalahan 5%.
Perlakuan tanah+pukan sapi+M-Bio memberikan pengaruh lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tanah+pukan sapi, meskipun keduanya tampak tidak berbeda nyata menurut uji statistik. Hal ini diduga karena pupuk hayati merupakan suatu bahan yang mengandung mikroorganisme bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah dan kualitas hasil tanaman. M-Bio merupakan salah satu jenis pupuk hayati yang di dalamnya terkandung mikroorganisme menguntungkan dengan paten CMF-21 yaitu: Lactobacillus sp.,
Selubizing phosphate bacteria, yeast dan Azozpirillum (Priyadi, 2004). Menurut Handayani dkk (2001), pupuk berbasis mikroorganisme dapat memperbaiki atau memulihkan kondisi fisik, kimia dan biologi tanah serta dapat meningkatkan hasil tanaman. Bobot Kering Akar Berdasarkan hasil analisis statistik perlakuan media tanam berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar tanaman, seperti terlihat pada Tabel di bawah ini:
Tabel 6. Pengaruh Media Tanam terhadap Bobot Kering Akar Perlakuan Bobot Kering Akar (g) Tanah 13.61 b Tanah+Pukan Sapi 27.66 ab Tanah+M-Bio
14.14 b
Tanah+Pukan Sapi+M-Bio
42.02 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf kesalahan 5%.
Perlakuan tanah+pukan sapi+M-Bio memberikan pengaruh lebih baik dibandingan dengan perlakuan tanah+pukan sapi, meskipun perlakuan tanah+pukan sapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya menurut uji statistik. Hal ini diduga karena pada kondisi tergenang, tanaman sulit mendapatkan oksigen. Tanaman menyiasatinya dengan membentuk jaringan aerenchym. Semakain lama tanaman tumbuh pada kondisi tergenang maka semakin banyak dan semakin besar pula jaringan aerenchym yang terbentuk. Jaringan aerenchym yang terbentuk akan menempati sebagian sel akar
yang semestinya berfungsi sebagai jalur transfortasi unsur hara dan air, sehingga semakin banyak jaringan aerenchym terbentuk akan menghambat proses pengambilan unsur hara dan air oleh akar tanaman, yang pengaruhnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara keseluruhan (Sumardi, Kasli, Kasim, Syarif, Akhir, 2007). Bobot Kering Batang Berdasarkan hasil analisis statistik media tanam berpengaruh nyata terhadap bobot kering batang, seperti terlihat pada Tabel di bawah ini:
Tabel 6.Pengaruh Media Tanam terhadap Bobot Kering Batang Perlakuan Bobot Kering Batang (g) Tanah 18.65 b Tanah+Pukan Sapi 32.56 ab Tanah+M-Bio 20.88 b Tanah+Pukan Sapi+M-Bio 45.58 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf kesalahan 5%.
Perlakuan tanah+pukan sapi+M-Bio memberikan pengaruh lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena C/N rationya sangat rendah yaitu sebesar 3,25 seperti pada Lampiran 7. Penambahan bahan organik ke dalam tanah selain ditujukan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah juga dimaksudkan untuk memberikan tambahan unsur hara ke dalam tanah, terutama unsur hara nitrogen, kemampuan untuk melepaskan unsur hara tergantung dari ratio nilai C dan N, semakin
rendah nilai C/N maka akan semakin mudah untuk melepaskan hara (Rasyidin, 2004). Nisbah Pupus Akar Berdasarkan hasil analisis statistik nisbah pupus akar menunjukan bahwa, perlakuan media tanam tidak berpengaruh nyata terhadap nisbah pupus akar. Nisbah pupus akar (NPA) merupakan perbandingan bobot kering bagian atas tanaman (pupus) dan akar tanaman. Hasil analisis statistik terhadap nisbah pupus akar dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
Tabel 7. Pengaruh Media Tanam terhadap Nisbah Pupus Akar Perlakuan Tanah Tanah+PukanSapi Tanah+M-Bio Tanah+PukanSapi+M-Bio
Nisbah Pupus Akar 1.38 a 1.27 a 1.42 a 1.17 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf kesalahan 5%.
Pada Tabel di atas menunjukan NPA lebih dari satu. Hal ini diduga hasil fotosintat didistribusikan ke arah tajuk digunakan untuk memperpanjang batang dan pembentukan bunga. KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
2.
Media tanam berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada umur 90 hari setelah tanam, jumlah anakan pada umur 15, 30, 45, 60, 75 dan 90 hari setelah tanam, bobot basah tanaman, bobot kering tanaman, bobot kering akar, bobot kering batang dan tidak berpengaruh terhadap nisbah pupus akar. Pertumbuhan dan hasil tanaman mendong yang terbaik pada penelitian ini yaitu yang ditanam pada media tanah+pukan sapi+M-Bio. DAFTAR PUSTAKA
Agus, C. 2009. Kajian Karakteristik Bahan Baku dan Proses Produksi Kria Tradisional Anyaman di Tasimalaya Jawa Barat. Universitas Kristen Maranatha. Bandung. Hal 24-27. BP3K. 2013. Data Statistik Produksi Mendong. Tasikmalaya. Badan Penyuluh Pertanian Perikanan Dan Kehutanan Kecamatan Manonjaya. Handayani, I. P., P. Lestari dan P. Prawito. 2001. Kurangi Ketergantungan Pupuk Kimia dengan Pupuk Hayati. Warta UNIB. XVII. Bengkulu. Dalam Jurnal
Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia Vol. 4(1): 27-34. Irvan, A. 2007. Pemberian Pupuk Sp-36, Kcl, Kieserit dan Kotoran Sapi Terhadap Jumlah Mikroorganisme Pada Andisol Tongkoh Kabupaten Karo. Departemen Ilmu Tanah USU Medan. Mulyani, M. dan A. Kastasapoetra. 1995. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta. 214 Hal. Priyadi, R. 2004. Pemanfaatan dan Aplikasi Teknologi M-Bio (Patent P 20000939/S20000204) Dalam Budidaya Pertanian Akrab Lingkungan. Universitas Siliwangi: Tasikmalaya. Rao, Subba. 1995. Soil Microorganisme and Plant Growth. Third Edition. Science Published. USA. Dalam Jurnal IlmuIlmu Pertanian Indonesia Vol. 4(1): 2734. Rasyidin, A. 2004. Penggunaan Bahan Limbah untuk Perbaikan Lahan Kritis. Jurnal Akta Agrosia, Vol. 10, Bengkulu. Rinsema. 1999.Pupuk dan Cara Pemupukan. Bhatara. Jakarta. 205 Hal. Rosmarkam, A dan N. W, Yuwono, 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius, Yogyakarta. Sumardi, Kasli, M. Kasim A. Syarif, N. Akhir. 2007. Respon Padi Sawah pada Teknik Budidaya Secara Aerobik dan Pemberian Bahan Organik. Jurnal Akta Agrosia, Bengkulu. Vol. 10: 65-71.
Syamsiyah, S dan Sugiyanta. 2008. Dalam Paat, A. 2015. Respons Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah Metode SRI (System Of Rice Intensification) Terhadap Pemberian Pupuk Organik dan Anorganik.