lII. KERANGKA TEORITIS
3.1. Sifal:dan Perkembangan lnovasi Skim Kredit Pi&
dasarnya perkembangan inovasi skim kredit sangat beragam. Namun pada intinya
adalah berkaitan dengan masalah resiko yang mungkin muncul dalam penyaluran kredit pada sasaran kredit. Keragaman skim kredit yang diintroduksikan oleh pemerintah kepada sasaran sangat berkait dengan tujuan pemberian kredit itu sendiri. Adakalanya tujuan yang hendak dicapai atlalah untuk introduksi teknologi budidaya dengan melalui skim kredit tertentu. Pada kasus yang lain skim kredit yang dintroduksikan berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan pendapatan rumahtangga sasaran, dan seterusnya. Sementara itu tidak sediit skim MI^ yang diintroduksikan memang dari sejak awal dimaksudkan untuk tujuan bisnis. Dengan demikian segala persyaratan kredit yang dibebankan kepada sasaran kredit mengikuti kaidah-kaidah umum tentang pasar kredit, yaitu adanya jaminan, seleksi yang ketat, dan sebagainya. Semua itu ditujukan agar penyedia kredit (lender) merasa "man" terhadap kredit yang disalurkan, yang berati resilto bisnis yang dijalankan diiekan seminimal mungkn. M ~ m u lBhatt ~ t (1989) tingkat resiko yang dihadapi pemberi pinjaman sangat tergantung dari seberapa jauh pemberi pinjaman mengetahui peminjam yang prospektif dan dapat mengeval~tasi kemampuan peminjam dan kesediaannya untuk mengembalikan pinjaman. Pemberi pinjaman memang dapat saja memperoleh informasi dari peminjam s x t a menilai keakuratan informasi yang diperoleh, tetapi tentu tidak semua infonnasi tentang peminjm dapat diperolehn~ya.Kalaupun dapat biaya yang diperlukan mkup besar. Selanjutnya dikemukakan bahwa inovasi personal guarantee &pat mengurangi resiko tanpa hams menambah biaya transaksi pinjaman. Biasanya personal guaruniee ini adalah
seseorang yang telah memiliki keberhasilan dalam bisnis atau paling tidak memiliki reputasi bisnis, yang biasanya dapat memberikan judgement (penilaian) tentang kredibilitas seseorang calon peminjam untuk dapat akses pada amber kredit. Inovasi personal guaranlee akan efektif manakala semua partisipan dalam pasar kredit memiliki komitmen terhadap kode etik bisnis. Ddam kasus bisnis yang melibatkan rumahtangga miskin,
sangat terbatas sekali
ditemukar~personal guarantee yang bersedia memberikan jaminan pada rumahtangga miskii untuk aksc:s pada kredit formal. Selain itu dengan semakin luasnya jaringan bisnis atau ukuran pasar bar,mg dan jasa, maka adalah tidak mungkin hanya mengandaIkan pada personal @armtee Iwvasi lain yang selanjutnya berkembang untuk mengurangi resiko kegagalan pinjaman adalah dengan mengintroduksiian physical colhleral kqada calon peminjam. Hal ini dapat dilakukan untuk tujuan pemberian kredit pada para calon nasabah yang memang memiliki collateral tersebut. Inovasi ini selanjutnya berkembang pesat dan b e r m - s a m a dengan inovasi p e r m 1 gldaranfee telah menjadi inovasi yang meluas pada skim kredit dan digunakan sebagai acuan dakcm pemberian W i t tanpa kecuali. Bahkan dalam Undang-Undang perbankan yang juga dianut oleh Indonesia, physical collderal telah menjadi syarat mutlak setiap transaksi Wit. Tahapan inovasi selanjutnya adalah tentang penjabaran collateral yang dicoba dipahami
secara lebih luas lagi. Collateral tidak hanya terbatas pada kolateral fisik saja, tetapi juga kolateral dalam arti yang sangat luas, yaitu kelayakan usaha, jaminan kelompok dan lain-lain. Dalam rangka untuk mengurangi kegagalan kredit, maka inovasi selanjutnya adalah pemberian kredit dilakukan melalui kelompok atau pemberian kredit kelompok. Pemberian kredit mebslui kelompok ini diduga dapat mengurangi tingkat resiko kegagalan kredit. Banyak
kajian yang menunjukkan bahwa pemberian kredit melalui kelompok akan dapat mengurangi kegagalan kredit dan sekaligus dapat mengurangi biaya transaksi kredit. Hanya saja pemberian kredit mel;%luikelompok ini masih banyak terhambat masalah prosedur pinjaman yang terlalu ketat, bahkm dalam banyak kasus juga masih memerlukan kolateral fisik. Oleh karena itulah maka banyak kasus skim kredit yang disalurkan melalui kelompok juga masih banyak mengalami kegagalan. Yang menarik dalam kasus Skim Kredit Karya Usaha Mandiri (KUM)adalah bahwa skim ini n~engintroduksikaninovasi yang merubah paradigma kredit sebagaimana lazimnya. Pendekam~ini dapat disebut sebagai i~on-conveniionalapproach on credit. Disebut nonkonvensiorlal karena skim ini justru memiliki prinsip-prinsip yang berkebalikan dengan sistem perbankan yang konvensional. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah: (1) tanpa jaminan, (2) tanpa penjamin, dan (3) apabila peminjam meninggal dunia, maka ahli waris dibebaskan dari kewajiban mengembalikan sisa pinjaman. Selain itu skim ini hanya ditujukan pada rumahtangga miskin (sqpnen pasar tertentu). Bqd ~mahtanggamiskin di wilayah pedesaan, ketersediaan kredit dalam jumlah yang cukup dan tepat waktu tidaklah cukup. Bagi golongan rumahtangga miskin masii memerlukan persyaratan. lain yang sangat perlu dipertimbangkan agar mereka akses pada skim kredit, yaitu kelembagarin kredit (yang b m p a organisasi dan aturan main) yang dapat dijangkau oleh golongan ilu. Rancang bangun skim kredit yang khusus bagi tumahtangga miskin di pedesaan merupakan ha1 yang sangat esensial untuk mengurangi kemiskinan di pedesaan (Khandker, 1995; YU~LLS, 1981). Melkipun pasar kredit informal di wilayah pedesaan telah beroperasi secara meluas, tetapi para pelepas uang yang sering mengenakan tingkat bunga pinjaman yang sangat tinggi,
sangat n~enghambat mmahtangga miskin di pedesaan dalam investasi pada kegiatan peningkatan pendapatan yang produktif @ro$uctive income-increasingacfivities). Bmyak sekali negara-negara yang telah memperkenalkan program-program untuk mengembangkan kelembagaan kredit pedesaan, baik yang dibiayai oleh lembaga-lembaga donor yang sifatnya bilateral maupun multilateral, misalnya Bank Dunia, United State Agency for International Development (USAID), dan lain-lain. Namun banyak sekali pula yang dalam implemenitasinya kurang memahami secara penuh bekerjanya pasar kredit pedesaan (Khandker, 1995). Intervensi kebijakan pemerintah melalui instrumen kredit (cred! reform) dirasakan memang lebih mudah dibandingkan dengan intervensi kebijakan lainnya, misalnya melalui kmd reform. Selain itu kebijakan kredit dapat memberikan keuntungan yang sangat bear bagi sebagian penduduk pedesaan. Evaluasi program-program kredit yang dilakukan oleh Bank Dunia dan lembagalembaga lain menunjukkan bahwa sebagian besar kelembagaan finansiatkedit tidak dapat mencapai break-even (titik impas) dan sebagian besar kredit yang disalurkan tidak sampai pada
sasaran y;mg dimaksud (World Bank, 1975 m K h a n d k e r , 1995). Selanjutnya Hoff dan Stiglitz (1 993) mengemukakan bahwa subsidi, tingkat pengembalian yang rendah dan adanya perilaku yang kurang tepat para aparat pelaksana kredit akibat bunga pinjaman yang rendah justru dapat mengurangi tingkat kesanggupan mengembackan pinjaman dan kelangsungan
hidup kelembagaan kredit pedesaan. Sehubungan dengan tingkat pengembalian kredit yang rendah ini, Kuntjoro (1983) menemukm bahwa faktor monitoring pinjaman oleh pelaksana pinjaman dan sistem tagihan langsung kepada petani peminjam sangat mempengaruhi tingkat pengembalian pinjaman.
Btxbeda halnya dengan persoalan lingkungan dan pembangunan masyarakat, maka persoalan keberlanjutan dalam pembiayaan mikro atau sebuah skim kredit terkait dengan persoalan sumber-sumber pembiayaan Keberlanjutan pembiayaan @nancial sustainability) adalah k1:mampuan sebuah lembaga kredit dan tabungan untuk mempertahankan atau meningkatkan aliran manfaat (benefil), menyalurkan melalui dam-dana yang diciptakan secara internal. Untuk lembaga yang menyalurkan kredit dan memberikan pelayanan tabungan bagi masyarakat miskin, maka masalah keberlanjutan seyogyanya menjadi tujuan yang sangat penting dan vital (Plan international, 1998). H;d ini didasarkan atas kenyataan bahwa banyak sekali kebutuhan pembiayaan bagi usaha kecil yang digeluti oleh rumahtangga miskin yang tidak dapat dipenuhi. Saat ini di negara-negara dimana pembiayaan mikro sedang dikembangkan secara besar-besaran, mungkin l?anya 5% perrnintaan pembiayaan mikro yang dapat dipenuhi. Bahkan di sebagian besar negara, kurang dari 1% permintaan potensial pembiyaan mikro yang dapat dipenuhi (Christen, Rhyne dan Vogel, 1994 sebagaimana dikutip oleh Plan International, 1998). Proyek-proyek pembangunan yang bersifat tradisional dan berbasis subsidi tidak akan pernah berhasil d,dam merespon kebutuhan pembiayaan mikro tersebut. Pemecahannya terletak pada penciptaan lembaga-lembaga yang lebih profesional atau inovasi-inovasi baru &lam lembaga-lembaga kredit yang memiliki kapasitas dalam penyaluran pembiayaan kepada masyaraki~tmiskin dalam skala yang luas dan dengan m a - m a yang berkelanjutan. Seialan dengan pemikiran tentang inovasi-inovasi bam, sebenarnya sangat disadari bahwa peranan inovasi dalam proses pembangunan ekonomi telah banyak diakui dalam berbagai literatur. Namun demikian masih sedikit sekali perhatian yang diberikan pada inovasi dalam bidang-bidang sosial, khususnya dalam inovasi tentang skim kreditknansial. Inovasi
dalam bitlang skim kredit akan dapat mengurangi biaya transaksi dan resiko, baik secara subyektif maupun obyektif Inovasi-inovasi skim kredit atau dalam pengertian yang lebih luas disebut inovasi finansial juga dapat menghasilkan, memperluas dan mengintregasikan pasar modal. Ilengan demikian inovasi finansial di wilayah pedesaan diharapkan dapat mengintegrasikan pasar modal di wilayah pedesaan. Pengembangan finansial akan dapat memperlancar langkah-langkah pembangunan ekonomi melalui dampaknya terhadap tabungan, investasi clan output (Bhan, 1989). Selanjutnya Bhan (1989) mengemukakan bahwa bila uang dapat mengurangi biaya transaksi dan resiko pertukaran antar tempat, maka instrumen kredit atau finansial dapat menguraqgi biaya transaksi dan resiko pertthan antar waktu (interlemporal exchanges) untuk barang da11jasa. Ini berarti bahwa adanya kredit akan &pat memperluas pasar bagi barang dan jasa. Dm~pakpasar uang dan modal terhadap pasar barang dan jasa secara selintas dapat dikategorikan mirip dengan dampak pengurangan biaya transport pada perdagangan atau
pertukarar~barang antar tempat. Berbeda halnya dengan pasar barang dan jasa, pasar kredit atau modal secara inheren adalah basifat tidak sempurna, dalam arti bahwa terdapat ketidaktentuan tentang selesainya sebuah tnmsaksi kredit. Sebuah transaksi kredit akan melibatkan hubungan antara pemberi pinjaman (lender) dan peminjam (borrower) dalam periode waktu tertentu &lam konteks ketidaktentuan (mcertainty). Sebuah transaksi kredit akan dikatakan selesai secxa sempurna manakala peminjam telah membayar semua jumlah yang dipinjam. Dalam ha1 selesainya pinjaman inilah terdapat unsur ketidaktenuan dalam ha1 pembayaran kembali jumlah yang dipinjam.
Dalam proses transaksi kredit akan terdapat resiko yang hams ditanggung oleh peminjam. Resiko tersebut akan terjadi manakala pendapatan yang diharapkan untuk membayar pinjaman tidak dapat terpenuhi. Sementara itu pemberi pinjaman juga mempunyai resiko. Resiko yang dihadapi oleh pemberi pinjaman (lendr) mempunyai dua elemen. Elemen yang pertama atlalah resiko yang mirip dengan yang dihadapi oleh peminjam, meskipun mungkin saja dengan persepsi yang berbeda. Elemen lainnya adalah resiko yang berhubungan dengan kesediaan peminjam untuk membayar kembali pinjamannya (willingness to repay)). Meskipun peminjam dapat mengembalian pinjamannya, dalam arti mampu untuk membayar kembali ( q m i f y 69 repay), namun dapat saja peminjam tidak bersedia untuk mengembalikan pinjaman.
Dalam hal ini, ekspektasi peminjam maupun pemberi pinjaman, adalah bersifat subyektif dan sangat tergantung dari data dan infonnasi yang mereka peroleh. Paninjam mempunyai persepsi tertentu terhadap resiko yang dihadapi dalam berusaha. Pemberi pinjaman juga menghadapi ha1 yang sama. Apabila resiko subyektif peminjam adalah rl, resiko ~emberipinjaman adalah r l + arl (hal ini disebabkan karena pemberi pinjaman lebih konservatif dalam ha1 ekspektasi dibandingkan dengan peminjam) ditambah lagi dengan rz , yaitu resik'o subyektif yang hams dihadapi yang berkaitan dengan "willingness lo repay" dari peminjam.
Hal ini berarti bahwa tingkat keuntungan yang diharapkan dari usaha yang dilakukan oleh pemir~jam(p), haruslah lebih besar dari biaya bunga mumi (i) ditambah dengan resiko peminjam, resiko pemberi pinjaman, biaya transaksi peminjam kredit (tb), biaya transaksi kredit yang dikeh~arkanpemberi pinjaman (tl). Karena itu transaksi kredit haruslah memenuhi kondisi dibawah ini : p > rl (a + I) + r2 + (tl + tb) + i
Pasar modal atau kredit yang ada sebagai hasil dari suatu inovasi finansial cenderung akan menprangi total r, yang terdiri dari rl (a+l) + r2, dan biaya transaksi, pada suatu tingkat yang dapat diterima oleh peminjam maupun pemberi pinjaman. Inovasi finansial, dalam ha1 ini inovasi skim kredit, cenderung untuk mengurangi resiko subyektif yang lebih besar dibandingkan dengan meningkatnya biaya transaksi. Karena itu sebuah inovasi skim kredit akan efektif dan berlanjut manakala inovasi tersebut memiliki dampak pengurangan resiko yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan dampak meningkatnya biaya yang timbul karena inovasi tersebut. Paradigma informasi tidak sempurna (imper$ecl i n f m i o n paradigm) dan adanya informasi yang tidak simetris (arymem's~ n f o ~ opada n ) pasar kredit menunjukkan perlunya suatu inovasi kelembagaan ( m a n main maupun organisasi) yang dapat mengurangi resiko dan sekaligus dapat diterima oleh pemberi pinjaman maupun peminjan. Kelembagaan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak ini menjadi sangat penting artinya dalam kerangka untuk membagu~nsuatu kelembagaan yang dijamin dapat berlanjut (sustain)untuk wsktu yang lama. Dengan dmemikian kelembagaan yang berkaitan dengan skim kredit menjadi sangat kompleks mengingai: sifat yang melekat pada pasar kredit yang penuh dengan ketidakpastian. Kelembagaan (institutions), secara umum didefinisikan sebagai "set of ordered
relationships among people which define their rights. exposure to the rights of others, previlegex, and responsibilities"(Schmid,1972 dalam Pakpahan, 1989). Sementara itu John R. Commons (1950) dalam Schmid (1987) menyebutkn bahwa "An institution is collective
action in control, liberation, and expansion of individual action". Sedangkan North (1991) menyatahn secara lebih umum bahwa "Institutionsare the rules of the game in a society".
Da,lam kaitannya dengan kelembagaan ini, Uphoff (1986) memberikan batasan kelembagimn dan menyandingkann dengan batasan organisasi yang seringkali dipertukarkan dalam perlgguaaannya. Menumt Uphoff (1986) "An institution is a complex of norms and
behaviors that persist over time by serving some socially valued purposes", sedangkan "Organizrtionis a structure of rolesformal or informal that are recognized and accepted". Dari batasan-batasan tentang kelembagaan tersebut diatas, tampak bahwa analisis tentang kltberlanjutan sebuah skim kredit sangat erat kaitannya dengan analisis tentang kelembagi~an,khususnya kelembagaan tentang aturan main, utamanya menyangkut prosedur seleksi (screening), sistem insentif (incentive) dan persoalan yang berkaitan dengan
enforcement. Dilihat dari sisi lembaga (lender), ketiga masalah ini sangat menentukan apakah sel~uahskim kredit akan dapat mencapai sasaran kredit (borrower) secara tepat, yang selanjutnya akan dapat menjamin tercapainya viabilitas finansial yang merupakan komponen penting ur~tukmencapai keberlanjutan (susfainability) dalam arti yang sebenarnya. 3.3. Mod~:lEkonomi Rumahtangga
Mt:mahami sebuah skim kredit bagi rumahtangga miskin, baik yang telah dapat mencapai tingkat keberlanjutan atau belum, tentu terkait dengan pemahaman tentang perilaku nunahnga pengguna kredit. Karena i t - penelitian ini juga menganalisis perilaku mmahtangga peserta kredit dengan menggunakan model ekonomi rumahtangga. Model ekonomi rumahtangga yang digunakan untuk menganalisis perilaku rumahtangga terhadap kredit dan tabungan telah dikembangkan oleh Hiershleifer (1958). Aplikasi model ini juga telah dilakukan oleh Binari (1993) dalam menganalisis perilaku meminjam dan menabung mrnahtangga di tiga desa di kabupaten Sumedang. Hanya saja peubah-peubah yang digunakan dalam penelitian Binari (1993) terbatas pada peubah-peubah yang terkait langsung dengan kredit, tabungq
pendapati~ndan konsumsi. Padahal dalam kenyataannya perilaku rumahtangga pengguna kredit sangat dipengaruhi oleh banyak peubah yang sangat terkait satu dengan lainnya, misalnya pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, biaya investasi, dan lain-lain. Dalam penelitian ini model ekonomi rumahtangga pengguna kredit dicoba untuk dielaborasi secara lebii luas. Model ekonomi mmahtangga menganggap bahwa suatu rumahtangga berusaha memaksi~numkanutilitas kegiatan produktif, kegiatan santai (leisure), dan kegiatan konsumtif (Singh et. al., 1986). Dengan demikian fungsi utilitasnya dapat dituliskan sebagai berikut :
U
=u@i,XCT,L.,,Z,)
dimana : U
X,
=
.....................................................................
(1)
manfaat (utility)
= input faktor i
XCT
=
barang dan jasa konsumsi
L,
=
waktu santai (leisure)
Z,,
=
faktor lain; dan
u
= menunjukkan hubungan fungsional
Apabila rumahtangga bermaksud meningkatkan utilitasnya dari tiga kegiatan diatas, yaitu dar~U ke
u*, maka mmahtangga tersebut
akan dihadapkan pada beberapa kendala.
Kendala !rang seringkali dihadapi oleh rumahtangga adalah kendala likuiditas. Oleh karena itu untuk dq~atmeningkat likuiditasnya, maka pilihan mmahtangga akan menuju ke arah sumber kredit yarlg memungkinkan untuk dijangkau sesuai dengan kemampuannya Bagi mmahtangga miskin di pedesaan, kredit di wilayah tempat tinggal yang ditawarkan oleh lembaga keuangan merupakan pilihan untuk memperbaiki likuiditasnya. Asumsi yang digunakan dalam kaitannya dengan pilihan pada pasar kredit ini adalah bahwa sebelum memutuskan untuk mengambil kredit mniahtangga telah mempertimbangkan resiko usaha clan ketidakpastian.
Tambahan dana berupa kredit yang diperoleh rumahtangga ditujukan untuk meningkatkan kepuasan atau utilitasnya, sehingga persamaan (1) dapat dituliskan sebagai berikut :
U =u(Xi,XCT,L,, Y i a , ................ dimana : K
= jumlah
kredit yang diambil.
Kendala-kendala yang dihadapi rumahtangga dalarn memaksimumkan U adalah sebagai
Kendala Pr*
Q
=
q (X,,LWT) .........................................................................
..(3)
dimana :
Q
=
produksi barang
LVU = tenagaljam kerja yang digunakan Dalam ha1 ini setiap input dibayar sesuai dengan produktivitasnya dengan mempertinnbangkan biaya alternatif masing-masing input. Apabila kredit yang diambil beqenganlh nyata terhadap perubahan produksi, maka persamaan kendala produksi (3) akan mengalami perubahan. Perubahan tersebut adalah karena dimasukkannya peubah kredit (K) sebagai salah satu faktor dalam produksi. Dengan demikian persamaan kendala produksi dengan menggunakan kred'i adalah sebagai berikut :
Q
= q (Xi, LWT, K) ..........................................................................
Kendala Anamran L,: W + I n = L j x W + X C T . dimana : L
= waktu yang tersedia
W
= tingkat upah
In
= pendapatan diperoleh dari kegiatan
berproduksi (4)
(4)
Persamaan kendala anggaran (5) berlaku apabila rumah tangga menilai atau mengangi;ap bahwa waktu santai (leisure lime) mempunyai nilai kesempatan ekonomi yang sama dengan tingkat upah yang diterima oleh masing-masing anggota keluarga. Kendala Waktu Untuk Bekeria L := LWT + Lj ................................................................................
...(6)
Persamaan kendala produksi (4), kendala anggaran (5) dan kendala waktu untuk bekerja (6) akan n~enghasilkankendala pendapatan secara menyeluruh, yaitu :
LLVT x W + In = XCT
........................................................................ .(7)
atau dapat juga ditulis dalam bentuk : In = XCT - LWT x W .......................................................................... (8) Dengan demikian hngsi utulitas yang dimiliki rumah tangga tersebut dapat dituliskan dalam bentuk hulungan La Grange sebagai berikut :
M~ks.U = u (Xi,XCT,L,,K,Z,,,)
+ h (XCT - W x LWT - In) ..............................
(9)
dimana :
h == biaya altematif Untuk menmnkan hngsi atau model empirik pennintaan kredit dapat diperoleh melalui metode La Grange. Adapun penurunan model permintaan kredit melalui hngsi utilitas di atas
adalah sebagai berikut : Fungsi tujuan :
U := u (X, XCT, LWT, K, Z,)
...............................................................
(10)
l . P = q ( X , L W T , K ) ........................................................................
(11)
Fungsi kerldala :
2.I2xW+In=L,xW+XCT .............................................................. (12)
3. L = LWT + L, . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ....( . 13)
Karena Irl adalah pendapatan yang diperoleh dari kegiatan berproduksi, maka persamaan kendala produksi (4) dapat dimmuskan sebagai berikut:
In=q(X,, LWT,K) ........................................................................... (14) sehingga persamaan kendala anggaran (5) dapa! ditulis dalam bentuk :
L:cW+q(X,LWT,K)=Ljx W+XCT ................................................
(15)
Dengan n~enggunakantingkat upah W, maka persamaan kendala waktu (6) dapat dimbah menjadi pssamaan sebagai berikut :
W x L =W(LWT+Lj) .....................................................................
(16)
Dengan mensubstitusikan persamann kendala waktu (16) kedalam p e ~ m a a nkendala anggaran
(15) akan diperoleh persamaan kendala pendapatan secara menyeluruh ( F I I income constraint) sebagai berikut :
(LIVT+Lj) W+q(Xi, LWT, K)=Ljx W+XCT LV?TxW+L,x W+q()(i,LWT,K)=L,xW+XCT L V R x W+q(Xi, LWT, K)=XCT ......................................................... (17) atau dapat juga ditulis dalam bentuk :
XC:T-LWTxW-q(X,LWT,K)=O .................................................... (18) Fungsi permintaan Xi, LWT dan K dapat diturunkan dengan bantuan maksimisasi hngsi La
Grange. 3.4. Pendckntan Analisis.
Ap,tbila pasar kredit adalah tidak sempurna, maka pemberi pinjaman akan menghadapi masalah dadam pengelolaan resiko kegagalan pinjaman (loan defmlt). Pemberi pinjaman tentu akan mencari jaminan dan cara-cara agar tidak terjadi kegagalan dalam pinjaman. Cara-cara
yang dite~npuholeh pemberi pinjaman sangat bermacam-macam. Cara-cara tersebut diataranya adalah rnelalui seleksi yang ketat bagi calon peminjam. Seleksi ini tidak hanya pada karakteristik calon peminjam, tetapi juga karakteristik usaha yang sedang dan akan dijalankan oleh d o 1 1peminjam. Untuk itu pemberi pinjaman akan mencari informasi yang selengkap mungkin 1:entang d o n peminjam. Namun untuk mencari informasi tersebut memerlukan biaya yang sangat mahal. Pencarian informasi yang berbiaya mahal ini berkaitan dengan masalah yang disehut dengan screeningproblem. Sementara itu untuk menjamin agar peminjam bersedia mengemb,alikan pinjaman berkaitan dengan masalah incentive problem. Sedangkan untuk menjamin bahwa peminjam tetap dapat mematuhi perjanjian pinjaman (sesuai kontrak) berkaitan dengan masalah enforcementproblem. Kcgagalan banyak lembaga kredit formal dalam menyalurkan kredit pada kelompok mmahtan~:gamiskin di wilayah pedesaan telah mendorong terjadinya evolusi pemikiranpemikiran kearah munculnya skim-skim kredit yang berfungsi sebagai mediasi finansial bagi rumahtanpga miskin di pedesaan. W i t koperasi dan kredit yang menggunakan pendekatan kelompok adalah salah satu diantara banyak pendekatan yang dilakukan. Dengan pendekatan tersebut diharapkan masalah yang berkaitan dengan screening, incentive dan en$brcement dapat dipecahkax. Skim kredit Karya Usaha Mandiri (KUM) adalah salah satu skim kredit, yang dikhususkim bagi rumahtangga miskin di pedesaan, dapat dianggap sebagai suatu inovasi dalam bidang kelembagaan (organisasi dan aturan main) kredit pedesaan. Kerangka pendekatan masalah dalam penelitian analisis keberlanjutan dan perilaku ekonomi rumahtangga peserta skim kredit replika Grameen Bank, yang dalam hal ini adalah skim kredit Karya Usaha Mandiri dapat dilihat pada Gambar 1.
I Kebijakan Makro I
I
I Flrnr?nmi Harga Pajak Upah Program Sektoral
Viabilitas Finansial KUM I
(~cz~-~,~ec+.~2\
I
Viabilitas Institutional (Managerial)
v
Viabilitas Peserta (Peminjam)
f
Inovasi Skim KUM Segmen pasar
.
I
Delivery system
Perilaku Ekonomi Rumahtangga Peserta Kredit
Pasar Kredit Pedesaan: Koperasi Sumber kredit laimya
I
Keberlanjutan Skim Kredit ~ a r ~ a ~ u s Mandiri aha
- - - -- - -
Tabungan Akses he pelayanan kredit
Gambar 1 . Kerangka Pendekatan Analisis Masalah
I I
f
D.ui Gambar 1 dapat dilihat bahwa Skim kredit KUM dapat dianggap sebagai sebuah inovasi k<:lembagaan dalam kredit kecil di pedesaan. Menurut Rogers (1983), terdapat lima atribut inovasi, yaitu ( 1 ) keuntungan relatif, (2) kompatibilitas, (3) kompleksitas, (4) triabilitas,
dan (5) ot~servabilitas.Keuntungan relatif seringkali dinyatakan dalam profitabilitas ekonomi. Kompatibilitas adalah suatu kondisi yang menunjukkan sejauhmana inovasi tersebut konsisten dengan sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat, pengalaman masa lalu dan kebutuhar~ potensial masyarakat. Sementara itu kompleksitas menunjuk pa& tingkat kesulitadkemudahan untuk memahami dan menggunakan inovasi tersebut. Triabilitas menunjuk sejauhmana suatu inovasi dapat dilakukan dalam cakupan
yang relatif kecil.
Sedangkan observabilitas menunjukkan sejauhmana hasil inovasi oleh pengadop (adopter) dapat dilihat oleh anggota masyarakat. Elemen inovasi dalam skim kredit KUM dibagi menjadi dua. Pertama, inovasi tentang
sasaran kredit. Skim ini ingin membidik segmen pasar kredit tertentu dalam masyarakat pedesaan, yaitu mmahtangga miskin, yang selama ini tergolong kelompok masyarakat yang ditinggalkan oleh sistem perkreditan konvensional. Ditinggalkannya kelompok ini karena secara substansial kelompok miskin dianggap tidak memiliki sumberdaya yang
cukup
untuk
dijadikan jaminan, dan karena itu mereka dianggap "tidak layak kredit". Kedua, inovasi skim kredit KUM adalah dalam ha1 delivery W e m , yang menyangkut prosedw pengajuan kredit, pxsyaratan, mekanisme penyaluran (dsbursement), monitoring dan mekanisme pembaymm kembali pinjaman, sistem reward dan penuffy. Sebenarnya kedua elemen tersebut memiliki keterkaitan satu dengan lainnya. Artinya, delivery system yang diintroduksikan tersebut 13irancang berdasarkan pada karakteristik rumahtangga miskin yang menjadi sasaranny;t.
Sebagai sebuah inovasi kelembagaan perkreditan maka tentu akan menghadapi banyak kendala tlan masalah dalam introduksinya pada masyarakat sasaran. Pada tahap awal tentu berkaitan dengan masalah bagaimana agar skim ini dapat diterima secara meluas oleh w a n . Apabila masyarakat sasaran dan masyarakat di luar sasaran telah dapat menerima skim KUM yang diir~dikasikanoleh semakin meluasnya wilayah jangkauan skim ini atau berarti telah banyak rnasyarakat yang mengadopsi, maka pertanyaan selanjutnya. adalah
bagaimana
keberlanjutan (sustainability) skim kredit KUM, sebuah skim kredit yang ditujukan khusus bagi rumahtangga miskin. Inovasi skim kredit secara tidak langsung dipengaruhi oleh kebijakan makro ekonomi, utamanya program sektoral yang dalam mencapai tujuannya menggunakan pendebin kredit. Sementara itu inovasi skim kredit secara tidak langsung akan berpengaruh pada pasar kredit pedesaan. Bmyak pendekatan analisis yang dapat digunakan untuk mengkaji tentang keberlanjutan suatu skirn kredit. Namun pendekatan yang komperhensif dengan memperhatikan dua sisi (sisi lembaga dan nasabah) sekaligus masih terbatas. Sebuah pendekatan analisis yang cukup komperhensif yang pernah dilakukan dan dapat menggambarkan secara utuh tentang keberlanjiltan sebuah skim dengan memperhatikan sisi nasabah dan lembaga adalah pendekatan yang dilalahn dan dikembangkan oleh Khandker (1995). Menurut Khandker keberlanjutan (sustainut~ility)suatu skim kredii berkaitan dengan masalah : (1) viabilitas finansial, (2) viabilitas kelembagaan (manajerial), dan (3) viabilitas peserta program (peminjam). Keberlanjutan menunjuk pada suatu kondisi dimana suatu skim dapat bertahan hidup untuk
waktu yang lama Viabilitas finansial berarti bahwa skim kredit dapat menutupi selumh ongkos operasi
dari pendipatan yang diperoleh (bunga) dari peminjam pada suatu periode waktu tertentu.
Viabilitas kelembagaan berkaitan dengan sejauhmana kelembagaan (delivery system) kredit yang dibimgun dapat memberikan pelayanan dengan landasan yang kuat dan dapat dijarnin keberlanjutannya. Sedangkan viabilitas peminjam adalah suatu kondisi dimana keuntungan dari usaha yang diusahakan oleh peminjam yang berasal dari pinjaman tersebut dapat menutupi semua biaya pinjaman dan pokok pinjaman. Selain itu peminjam masih memperoleh keuntungim untuk pengembangan usahanya dan dapat meningkatkan pendapatannya. Tingkat pengembalian pinjaman yang tinggi dan adanya kemampuan pemupukan modal melalui pertamballan tabungan menunjukkan adanya kemampuan untuk bertahan (viable). Dipenuhinya viabilitas finansial dan viabilitas peserta, yang dicirikan oleh tingkat pengembrtlian pinjaman dan terjadinya akumulasi modal dalam bentuk tabungan adalah syarat kehamsan. (necessary condition) bagi keberlanjutan suatu skim kredit. Sedangkan viabilitas kelembag,aan adalah suatu syarat kecukupan (mflcjenl condition) yang hams dipenuhi agar skim tersebut memiliki kemampuan replicability dan acceptable oleh masyarakat sasarannya. Perlu pula dicatat bahwa keberlanjutan suatu skim kredit tidak hanya dicirikan oleh ketiga viabilitas diatas, yang merupakan hasil suatu proses adaptasi internal antara peserta dan skim KUM, tetapi juga ditentukan oleh kemampuan adaptasi kelembagaan dan ekonomi rumahtangga peserta terhadap perubahan yang datang dari luar sistem (adaptasi ekstemal). Selain itu keberlanjutan juga dipenganthi oleh perilaku ekonomi rumahtangga peserta kredit. Perilaku tersebut terkait dengan faktor W e r i s t i k peserta, anggota rumahtangga, pendapatan, konsumsi, tabungan dan akses mmahtangga pada sumber perkreditan lain. !kmentara itu perilaku ekonomi rumahtangga secara tidak langsung juga dipengamhi oleh pasar kredit pedesaan yang umumnya terdii dari banyak aktor penyedia kredit, misalnya pelepas uang, koperasi silmpan pinjam, dan penyedia kredit lainnya.