II. KERANGKA TEORITIS
2.1
Fenomena Kehidupan Pedagang Perantara Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” yang berarti “apa
yang terlihat”, dalam bahasa Indonesia bisa berarti gejala, kejadian, fakta, atau kenyataan dari apa yang dilihat dan ditangkap oleh panca indera kita. Fenomena adalah rangkaian peristiwa serta bentuk keadaan yang dapat diamati dan dinilai lewat kaca mata ilmiah atau lewat disiplin ilmu tertentu. Fenomena terjadi di semua tempat yang bisa diamati oleh manusia. Suatu kejadian adalah suatu fenomena. Suatu benda merupakan suatu fenomena, karena merupakan sesuatu yang dapat kita lihat. Adanya suatu benda juga menciptakan keadaan ataupun perasaan, yang tercipta karena keberadaannya. Sedangkan kehidupan dalam arti sehari-hari adalah sebuah fenomena adanya hidup. Jadi fenomena kehidupan pedagang perantara adalah kejadian, fakta atau kenyataan dari apa yang bisa kita lihat dan tangkap oleh panca indera dari sebuah realita/kenyataan hidup seorang pedagang perantara. Fenomena tentang pedagang perantara sudah tidak asing lagi di dalam dunia pertanian, apalagi bagi para petani yang ada di daerah pedesaan. Petani justru menganggap mereka sebagi pahlawan yang selalu siap membantunya. Khususnya dalam kegiatan perdagangan dan pemasaran hasil pertanian. Menurut Witrianto (2010), pedagang perantara adalah orang yang mencari nafkah sebagai pedagang pengumpul hasil pertanian dengan membelinya langsung kepada petani dan kemudian menjualnya, baik di daerah itu sendiri maupun untuk dibawa ke daerah lain, dalam jumlah sedikit ataupun banyak. Sedangkan pelepas uang adalah orang yang mempunyai modal yang cukup besar untuk memberikan pinjaman pada petani untuk kegiatan pertanian dan kebutuhan yang mendesak. Pada mulanya yang menjadi pedagang perantara adalah penduduk setempat atau dari desa tetangga yang memiliki lahan pertanian sempit atau bahkan tidak memiliki lahan sama sekali, sehingga untuk mencukupi kebutuhan hidupnya mereka melakukan pekerjaan alternatif sebagai pedagang peratara.
6
Pedagang perantara/ pengumpul atau pengepul muncul akibat tingkat kebutuhan ekonomi yang semakin tinggi. Pada mulanya pekerjaan sebagai pedagang perantara merupakan pekerjaan alternatif bagi sebagian petani, terutama yang memiliki lahan sempit, untuk menambah penghasilan mereka dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup yang semakin hari semakin meningkat. Usaha ini ternyata sangat menguntungkan, sehingga kemudian banyak petani lainnya yang beralih profesi sebagai pedagang perantara. Menyoroti kehidupan pedagang perantara, memang tidak bisa dilepaskan dengan yang namanya membeli dan menjual hasil pertanian. Menurut Sadikin dan Sofwan (2007) dalam bukunya “Konflik Keseharian Di Pedesaan Jawa” pedagang perantara adalah aktor yang berpfofesi sebagai pembeli padi dari petani dalam jumlah yang tidak terlalu besar, orang ini biasanya mampu membeli anatara 1 sampai dengan 2 kwintal gabah kering, biasanya orang ini berkeliling menggunakan sepeda onthel dengan beberapa karung kosong, dimana para petani baru saja selesai melakukan proses pemanenan dan melakukan penawaran dari rumah ke rumah. Hasil pembeliannya ia selip atau giling ke tempat penggilingan dan kemudian ia jual ke warung-warung yang menjual beras di pasar atau langsung dia jual ke tempat selepan ( tempat penggilingan padi ). Sementara itu ada juga yang menjadi penampung atau lebih tepatnya menjadi pembeli gabah kering dari petani dalam jual yang besar dan menjualnya kembali kepada para penampung yang lebih besar, yang kemudian akan menjualnya kepada bulog (badan urusan logistic). Para pedagang perantara melakukan beberapa cara dalam membeli hasil pertanian dari petani, antara lain dengan cara mendatangi rumahrumah para petani, menggunakan forum-forum seperti yasinan, apabila berpapasan dengan orang di jalan secara tak di sengaja, mencari tahu apakah ada orang yang akan menjual padinya, bila sudah terjadi kesepakatan jual beli, perantara akan langsung mengirim kendaraan untuk mengangkut padi dari rumah petani yang menjual padinya, biasanya kendaraan truk yang digunakan dalam mengangkut hasil pertanian. mereka lebih senang disebut sebagai pedagang, karena memang pekerjaanya membeli dan menjul hasil-hasil pertanian.
7
2.2
Definisi Pemasok dan Pelanggan Dalam dunia bisnis, seorang wirausaha bukan hanya wajib menjalin
hubungan baik dengan pelanggan, namun juga dengan pemasok. Keberhasilan sebuah
perusahaan
tidak
mungkin
dilepaskan
dari
pemasok.
Pemasok
menyediakan bahan baku dan peralatan bagi perusahaan guna menghasilkan barang untuk disimpan, diolah, didistribusikan, dan dijual. Bagi perusahaan, pemasok menyediakan barang untuk dijual kepada pengecer dan pelanggan. Perusahaan dalam sektor jasa tentu juga membutuhkan pemasok, misalnya untuk memasok peralatan guna membantu melayani pelanggan. Singkatnya, pemasok adalah penyedia kebutuhan sumber daya perusahaan dengan jumlah, mutu, dan harga yang sesuai sehingga proses produksi, distribusi, dan pelayanan dapat berjalan lancar. Sedangkan dalam bisnis, pelanggan adalah yang paling utama. Hal ini sebuah kenyataan yang benar adanya, akan tetapi banyak juga orang yang masih selalu lupa ataupun kurang menyadarinya. Segala bidang bisnis pun akan sama saja. Pelanggan wajib di utamakan, maju mundurnya bisnis karena sebuah layanan kepada pelanggan, seperti apapun dan bagaimanapun keadaan pelanggan kita, mereka wajib kita hormati serta kita berikan pelayanan yang terbaik serta memuaskan untuk mereka. Menurut Lupiyoadi (2001) mendefinisikan pelanggan adalah seorang individu yang secara continue dan berulang kali datang ke tempat yang sama untuk memuaskan keinginnanya dengan memliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan memuaskan produka atau jasa tersebut. Arti pelanggan menurut Dharmanesta dan Handoko (1997) yaitu individu yang melakukan pembelian untuk memenuhi kebutuhan pribadinya atau konsumsi rumah tangga. 2.2.1 Profil Pemasok (Petani) Seperti yang dikemukaan oleh Tohir (1965), bahwa pertanian itu adalah mata pencaharian yang utama bagi masyarakat Indonesia. Karena sebagian besar dari masyarakat di Indonesia terdiri dari petani. Petani adalah orang yang menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian sebagai mata pencaharian utamanya. Menurut Scott (1994), secara garis besar terdapat tiga jenis petani, yaitu petani pemilik lahan, petani pemilik yang sekaligus juga menggarap lahan,
8
dan buruh tani. Menurut Witrianto (2010) dalam penelitiannya menjelasakan bahwa : (1) Petani pemilik atau yang biasa disebut sebagai petani kaya, yaitu petani yang menguasai lahan-lahan luas, baik sawah maupun ladang. (2) Petani penggarap, yaitu petani yang menggarap sendiri ladang yang mereka miliki, atau menggarap lahan orang lain dengan sistem bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh setelah panen; (3) Buruh tani, yaitu petani yang bekerja di lahan orang lain dengan sistem upah harian atau borongan. Secara umum, petani bertempat tinggal di pedesaan dan sebagian besar di antaranya hidup di bawah garis kemiskinan, terutama petani yang memiliki lahan sempit dan buruh tani. Pada awal mulanya pertanian di tanah air kita ini dilaksanakan sebagai usaha menghasilkan keperluan sehari-hari petani dari tanah tempatnya berpijak. Ketika itu setiap manusia pada dasarnya juga adalah petani yang bersama-sama dengan orang tuanya, anaknya, dan pasangan hidupya mengelola tanahnya untuk mendapatakan bahan makan nabati maupun hewani, serta keperluan hidup yang lain seperti bahan membuat rumah dan pakaian. Petani seperti itu kita ketahui adalah petani gurem dan hidup dalam suatu sistem perekonomian tertutup. Istilah lain dari gurem adalah “peasant” yaitu petani yang memilki lahan yang sempit dan memanfaatkan sebagian terbesar dari hasil produksi pertaniannya untuk kepentingan mereka sendiri (Soetrisno,1999). Tetapi lama-lama kelamaan keadaan seperti itu menekan berat diatas kehidupan mereka, karena apabila lingkungannya sudah berkembang, akan banyak hal-hal yang tadinya tidak dianggap keperluaan hidup berubah menjadi keperluaan hidup yang tidak dapat dihasilkan sendiri. Di dalam keadaan seperti ini, petani gurem mencoba menyesuaikan diri dengan peralihan suasana. Ia mulai melihat bahwa apa yang dihasilkan olehnya yang mungkin dapat dijual untuk dijadikan uang, termasuk juga tenaganya yang pada masa-masa tidak ada kegiatan di ladang atau sawah dapat ditawarkannya untuk melakukan pekerjaan kasar di daerah perkotaan. Menurut Nasoetion (1991), usaha tani gurem adalah usaha tani yang bertujuan untuk menghasilkan hasil pertanian untuk keperluan sendiri. Usaha tani
9
gurem sering di sebut juga sebagai pertanian tradisional atau pertanian subsisten. Pertanian adalah suatu kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan oleh manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya, atau dengan kata lain, pertanian diartikan juga sejenis proses produksi yang khas yang didasarkan atas prosesproses pertumbuhan tumbuhan dan hewan (Mosher,1996). Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian, biasa dipahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (crop cultivation). Orang yang melakukan kegiatan usaha tani gurem/budidaya atau bercocok tanam dinamakan petani gurem. Sedangkan pertanian tradisional atau subsisten adalah kegiatan usaha tani atau bercocok tanam yang dilakukan tanpa motif bisnis dan semata hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Ladang, dan perkarangan menjadi tempat dimana para petani gurem menghabiskan waktu untuk melakukan aktivitas bercocok tanam, dan ada pula yang menjadi buruh tani karena sempitnya lahan yang dilmiliki dan sering juga tidak mempunyai lahan sendiri. Walaupun luas lahan yang dimiliki tidak lebih dari 1 ha, tetapi itu semua sangat berarti sekali dan menjadi tulang punguung kehidupan bagi para petani gurem. Menurut Mosher (1996) lewat bukunya “Mengerakan Dan Membangun Pertanian” menjelaskan bahwa corak usaha tani yang sering dilakukan oleh para petani gurem adalah Pertanian berladang dan pertanian menetap. Pertanian berladang (shifting cultivation) adalah salah satu usaha tani seperti yang terlihat pada sistem tebang ladang atau sistem “tebas dan bakar”, di mana pohon ditebang dan dibakar sehingga tanah bisa ditanami, biasanya tanpa dibajak terlebih dahulu. Sistem berladang dalam perkembangan pertanian merupakan tahap yang rendah, setelah orang pandai mengurus tanahnya atau lahanya, sehingga secara ekonomis dapat di tanami terus-menerus, maka sistem ladang ini hilang dan menjadi pertanian yang menetap. Pertanian menetap (settled agriculture) adalah corak usaha tani lainnya yang timbul di tempat-tempat dimana lahan lebih subur dan bisa mempertahnkan kesuburannya itu pada tingkat yang baik walaupun terus-menerus ditanami.
10
Disinilah usaha tani bersifat menetap dan bidang-bidang tanah yang sama digarap dan dikerjakan oleh para petani gurem dari tahun ke tahun. Kembali lagi dengan kehidupan petani gurem yang berhubungan dengan pemasaran Hasil pertanian berupa tanaman hortikultura seperti sayuran dan buahbuahan yang berasal dari ladang, sawah dan perkarangan petani gurem juga digunakan untuk keperluan sendiri. Hal ini juga menegaskan bahwa petani gurem berdasarakan gunanya hasil adalah perusahaan pertanian rakyat yang bersifat konsumtif (Tohir, 1965), yaitu petanian rakyat yang hasil buminya sebagian besar dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dari keluarga yang mengusahakannya.
Akan
tetapi
disinilah
permasalahan
terjadi,
seiring
berkembangnya jaman berkembang juga kebutuhan para petani, karena petani itu kadang-kadang memerlukan uang tunai, misalnya untuk membayar pajak, membelli obat, atau membayar uang sekolah anaknya, kadang-kadang juga hasil perkarangan yang biasanya berupa buah-buahan tidak dimakan sendiri melainkan dijual ke pasar. Nasoetion (1991) dalam bukunya “Pengantar Ke Ilmu-Ilmu Pertanian” memberikan contoh sebuah peristiwa yang menunjukan adanya gejala perbenturan antara petani yang berstatus gurem dengan perekonomian uang: “Ketika kita melihat seorang membawa setandan pisang ke pasar, besar sekali kemungkinannya bahwa pisang itu berasal dari perkarangan dan ia pergi ke pasar untuk menjualnya karena memerlukan uang tunai. Kalau tadinya ia berusah hidup dari usaha lahan pertaniannya sendiri, tanpa merasakan perlunya memilki uang tunai, peradaban modern memaksanya untuk memiikirkan bagaimana caranya ia sekali-kali harus bisa mendapatkan uang tunai karena mulai adanya keperluannya yang tidak dapat dipenuhi oleh hasil lahanya dalam bentuk alami”. Dari peristiwa di atas menunjukan bahwa petani gurem selalu dihadapkan dengan situasi yang dilematis, bahwa banyak persoalan yang dihadapi oleh petani, khusunya petani gurem. Secara umum masalah tersebut bisa berhubungan langsung dengan produksi (bercocok tanam/budi daya) dan pemasaran hasil-hasil pertanian. Diihat dari segi ekonomi pertanian, keberhasilan produksi atau panen oleh petani dengan tingkat harga yang diterima untuk hasil produksinya tersebut
11
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perilaku kehidupan petani. Adapun beberapa persoalan yang biasa dihadapi oleh petani gurem adalah : Pendapatan petani hanya diterima setiap musim panen, sedangkan pengeluaran harus diadakan setiap hari, setiap minggu, atau kadangkadang dalam waktu yang sangat mendesak sebelum panen. Rendahnya penghasilan petani disebabkan karena : sangat kecilnya yang diusahakan oleh mereka rata2 kurang dari pada 1 ha, produksi per ha yang kurang tinggi, harga hasil bumi yang tidak cukup tinggi karena banyaknya pedagang perantara. Pendapatan yang rendah ini membawa berbagai kesulitan diantara lain adalah : penggunaan modal dalam perusahaan yang sangat kecil, sehingga petani hidupnya serba kekurangan, bahkan sengsara, dan banyak utang. Atau dengan kata lain, dengan lahan pertanian yang sempit. Pertanian tradisional sudah jelas tidak menarik, karena selain hasilnya sangat rendah, lahan pertanian pun semakin menyempit. Dengan ekonomi biaya tinggi yang terus meningkat, yang dapat dibelanjakan oleh rumah tangga menjadi berkurang, karena hasil panen yang tidak memuasakan maka pertanian menjadi masalah bagi petani. Dari segi pembangunan jalan-jalan, elektrifikasi, puskesmas dll, taraf hidup rakyat menjadi naik, tetapi mereka menderita karena pendapatan mereka unutk memebelanjakan kebutuhan rumah tangga tidak naik (Lubis, 1992) Petani hanya dapat menyimpan hasil panen
yang besar untuk diijual
sedikit demi sedikit pada waktu keperluan tiba, namun, karena padatnya penduduk maka lahan milik petani menjadi sangat sempit sehinga hasil bersih tidak cukup untuk hidup layak sepanjang
tahun. Tambahan
angkatan kerja sebagai akibat peledakan penduduk belum seluruhnya dapat diserap oleh sektor-sektor non pertanian dan jumlah tenaga kerja yang masuk ke dalam sektor pertanian sebagai petani atau sebagai buruh tani makin besar, dan tanah (lahan) pertanian yang diusahakan oleh rumah tangga
petani
pertanian
makin
menyempit.
Dengan
ini
makin
menyempitnya tanah pertanian dan makin banyaknya petani penggarap,
12
menunjukan bahwa beban pada sektor pertanian makin menjadi berat (Prayitno dan Arsyad, 1987). pertanian gurem
hanya mengutamakan bagaimana mencapai produksi
tinggi. Tetapi tidak memikirkan bagaimana menciptakan ruang yang adil, yang memungkinkan petani gurem memiliki akses terhadap sumber daya (resources). Paling tidak, ada komitmen sungguh-sungguh dari pemerintah untuk melihat kenyataan petani gurem yang sugguh jauh dari kesejahteraan disebabkan karena ketidakmampuan akses pada banyak hal.Ini penting, sebab dengan adanya akses petani kepihak perbankan, misalnya, akan memberikan tambahan modal bagi petani untuk mengusahakan komoditasnya, seperti memiliki alat angkut sendiri untuk mengangkut hasil-hasil pertaniannya ke pasar, mempunyai modal yang cukup untuk memulai usaha tani pasca panen berlalu dan bisa tahu tentang informasi harga di pasar. Dilihat dari latar belakang pendidikan pun petani Indonesia jauh ketinggalan. Rata-rata lulusan SD bahkan ada yang tidak lulus SD. Ini salah satu persoalan pokok yang menjadi background pertanian di Indonesia. Kalau dilihat dari konteks produktivitas pertanian, maka bisa dikatakan pertanian Indonesia mengalami masalah besar karena SDM nya tidak mumpuni. Jika tidak segera ditangani maka pertanian Indonesia akan kembali mengalami masa-masa suram kekurangan pangan. Jika dikaitkan dengan pertanian teliti (precision farming) masalah SDM pun akan menjadi ganjalan dalam mengimplementasikannya. Ada tiga kunci dalam mencapai keberhasilan pertanian teliti yaitu informasi, teknologi dan manajemen. Ketiga kunci tersebut sangat ditentukan oleh kemampuan SDMnya. Adalah sangat penting bagaimana mendapatkan informasi menggunakan teknologi yang ada kemudian mengolah untuk mendapatkan alternatif atau pilihan-pilihan dalam menentukan kebijakan pertanian. Ini semuanya tergantung SDMnya. Yang sangat merugikan petani adalah pengeluaran yang besar kadangkadang tidak dapat diatur dan ditunggu sampai panen tiba, misalnya
13
kematian dan perkawinan, Dalam hal ini petani sering menjual tanaman pada saat masih hijau (idjon) di sawah atau di kebun. Penjualan tersebut biasa disebut idjon, sehingga harga panen yang diterima petani jauh lebih rendah. Petani memliki keperluan besar, misalnya memperbaiki rumah, membeli pakaian atau sepeda. Hal itu hanya dapat dipenuhi pada masa panen, namun, umumnya harga hasil pertanian sangat rendah pada saat panen. Jika hal itu terjadi, sebernarnya petani mengalami dua kali terpukul, yaitu, pertama harga hasil panen rendah dan kedua adalah petani harus menjual lebih banyak untuk mencapai uang yang diperlukan. Mengacu pada permasalahan yang sudah diuraikan di atas, maka tidaklah mengherankan kalau banyak
petani gurem yang ada di Indonesia rata-rata
menjadi pelanggan dari pedagang perantara. Mereka (petani gurem) memerlukan orang yang bisa melepaskan mereka dari lingkaran permasalahan tersebut. Mereka menggangap perantara bisa mengeluarkan mereka dari lilitan permasalahanya, maka dari itu mereka sudah terbiasa menggunakan jasa para perantara untuk memasarkan hasil-hasil pertaniannya. Menurut Yanuarko (2009), alasan para petani gurem menggunakan jasa para perantara dalam menjual hasil panen adalah : •
Karena tidak memiliki kendaraan angkut sendiri. Petani merasa dipermudah dengan adanya pedagang perantara. Jadi mereka bisa langsung membawa hasil pertanian ke tempat perantara, kadang juga perantara yang mendatangi mereka dengan sekaligus membawa kendaraan pengangkut sehingga petani tidak perlu menyewa kendaraan lagi.
•
Petani lebih memilih menjual kepada perantara dengan harga rendah di bawah harga pasar untuk segera mendapatkan uang dari pada hasil panen sayurnya layu dan tidak laku untuk dijual.
Dari hal diatas, menjelaskan sebuah teori pertukaran sosial yang beranggapan bahwa orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang bisa memenuhi kebutuhanya. Dari teori pertukaran sosial sampai tercipta sebuah
14
pola interaksi sosial antara pedagang perantara dengan petani gurem. Pola interaksi sosial terbagi menjadi dua pola yaitu : Pola Kerjasama, dalam hal ini adalah kerjasama yang dilakukan bersifat tetap dengan melibatkan orang-orang atau pelaku yang sama yaitu antara petani gurem dengan pedagang perantara yang sama setiap melakukan transaksi jual beli hasil panen gurem dan dilakukan secara berulang-ulang. Pola Akomodasi, yaitu interaksi sosial antara perantara dengan petani gurem yang dibangun saling menguntungkan, tidak ada permasalahan dalam kegiatan penjualan hasil panen. Pola interaksi sosial yang berdasarkan pada kedekatan emosional saling menguntungkan satu dengan yang lainnya, keduanya sama-sama menjaga keharmonisan dalam hubungan sosial yang mereka bangun. 2.2.2 Profil Pelanggan (Pedagang) Menurut Kansil dan Christine (2002), pedagang adalah sesorang yang melakukan pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan. Berdasarkan uraian tersebut, Menururt Sajogyo dan Pudjiwati (1990), bahwa perdagangan merupakan cara mencari penghidupan yang sah. Sikap ini diambil oleh pedagang maupun bukan pedagang, dan masyarakat mengakui hak dari mereka yang ingin mencari uang dengan jalan menjadi seorang pedagang. Setiap orang mengakui bahwa pengangkutan dan perdagangan harus dilakukan, jika hasil usaha mereka hendak dijual dan barang konsumsi hendak disediakan. Bahwasanya orang menghayati pentingnya jasa-jasa yang diberikan oleh pedagang, melahirkan suatu dasar untuk mengakui perdagangan sebagai kedudukan (status) yang sah, sekalipun keuntungan dari itu tidak dianggap sebagai upah untuk pekerjaan yang dilakukan. Para produsen (petani) mengerti bahwa untuk mendapatkan harga yang paling menguntungkan bagi barang-barang yang mereka hasilkan, barang tersebut juga harus di jual di daerah atau tempat di mana terdapat permintaan yang terbesar. Karena itu barang harus diangkut sejauh 100 Km atau lebih, dan mereka sadar bahwa mereka tidak akan dapat mengerjakaannya sendiri. Selain itu, mereka juga
15
tidak akan bisa menilai faktor-faktor persediaan dan permintaan di daerah sekeliling mereka. Sebaliknya para pedagang tahu di mana terdapat hasil bumi terbaik, daerah mana yang panen dan pasar mana yang memiliki fasilitas pengangkut yang murah yang dapat menghubungkan mereka dengan kota-kota lain. Para pedagang mengangkut dan mengadakan keseimbangan antara persediaan dan permintaan, membebaskan produsen dan konsumen dari resiko atau kerja berat dan menjamin persediaan barang-barang yang tetap kepada para konsumen dan pasar yang tetap pada produsen. Dari hal ini, kekuatan yang memperkokoh kedudukan (status) para pedagang perantara dan membuat perdagangan menjadi kedudukan (status) yang sah di mata orang yang bukan pedagang atau masyarakat. 2.3
Status Dan Peran Pedagang Perantara Dalam Pemasaran Dan
Perdagangan Hasil Pertanian Status menunjuk pada kedudukan dalam arti kata sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Menurut Kotler (1997), status adalah kedudukan seseorang dalam setiap kelompok
atau organisasi, dan
Kedudukan seseorang dalam setiap kelompok dapat dilihat dan dijelaskan dalam pengertian status dan peranan. Setiap peranan membawa satu status
yang
mencerminkan penghargaan umum yang diberikan oleh masyarakat sesuai dengan peranan yang dilakkukan oleh seseorang. Istilah status sosial biasanya dipakai untuk menggambarkan posisi seseorang dalam kehidupan masyarakat yang ditentukan oleh berbagai faktor seperti kemampuan membeli barang-barang konsumtif, tingkat pendidikan dan lain sebagainya (lawang,1986). Peran atau peranan (role) dalam kamus besar bahasa indonesia didefinisikan sebagai perangkat tingkah yang di harapkan baik itu yang dilakukan seseorang atau kelompok. Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status) apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan atau memainkan suatu peran (playing a role). Menurut Hendropuspito (1989), melihat peran sebagian dari fungsi sosial masyarakat yang dilaksanakan oleh orang atau kelompok tertentu menurut pola kelakuan yang ditentukan. Setiap peranan sosial adalah sejumlah harapan yang
16
hendak diciptakan atau diwujudkan. Selain itu juga harapan dari orang banyak yang realisasinya diserahkan kepada seseorang atau beberapa orang pelaku. Sedangkan pedagang perantara adalah orang yang mencari nafkah sebagai pedagang pengumpul hasil pertanian dengan membelinya langsung kepada petani dan kemudian menjualnya, baik di daerah itu sendiri maupun untuk dibawa ke daerah lain, dalam jumlah sedikit ataupun banyak (Witrianto, 2010), atau orang yang berprofesi sebagai pembeli hasil pertanian dari petani (Sadikin dan Sofwan, 2007). Pemasaran itu sendiri merupakan subsistem yang penting dari sistem agribisnis. Kegiatan pemasaran merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terjadi dalam proses mengalirnya barang dan jasa dari sentra produksi ke sentra konsumsi guna memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan bagi konsumen, serta memberikan keuntungan bagi produsen, kegiatan pemasaran menyangkut masalah mengalirnya produk dari produsen ke konsumen (Assauri, 1990). Sedangkan definisi tentang pemasaran, dikemukakan oleh Kotler (1996) dalam bukunya “Marketing Manajemen, Planning, implementasi dan Control” mengartikan pemasaran secara lebih luas, yaitu : Suatu proses sosial, di mana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan mereka inginkan dengan menciptakan dan mempertahankan produk dan nilai dengan individu atau kelompok lainnya. Konsep ini menunjukan bahwa peranan pemasaran sangat penting dalam rangka meningkatkan nilai guna bentuk, nilai guna waktu, nilai guna tempat dan nilai guna hak milik dari suatu barang dan jasa secara umum dan juga pada komoditas pertanian (Limbong dan Sitorus,1995). Seperti halnya hasil–hasil pertanian komoditas hortikultura pada umumnya, peranan pemasaran memberikan kontribusi penting dalam peningkatan kinerja usaha tani secara keseluruhan, mengingat sifat dari produk pertanian yang mudah busuk, mudah rusak, makan tempat dan produksinya bersifat musiman, sementara konsumsi berlangsung sepanjang tahun. Sifat-sifat unik ini menuntut adanya suatu perlakuan khusus berupa pengangkutan yang hati-hati, pengepakan yang baku dan baik, penyimpanan dengan suhu tertentu dan berbagai metode pengawetan lain sehingga komoditas dapat bertahan dalam waktu yang cukup
17
lama. Sementara itu, di sisi lain para konsumen menghendaki komoditas tersedia dekat dengan tempat mereka, dapat diperoleh sepanjang waktu dan dapat dikonsumsi dalam bentuk yang segar. Dua keinginan yang berbeda ini dapat dipenuhi dengan adanya suatu sistem pemasaran yang baik. Dalam alur pemasaran, melibatkan berbagai lembaga pemasaran yang menghubungan para petani di sentra produksi dan sentra konsumsi untuk memberikan nilai guna bagi produk dalam suatu sistem pemasaran. Menurut Kumaat
(1995)
bahwa
kelembagaan
pemasaran
yang
berperan
dalam
memasarakan komoditas pertanian hortikultura dapat mencakup petani, pedagang pengumpul, pedagang perantara/grosir dan pedagang pengecer. Kelembagaan pemasaran lainnya yang berperan dalam pemasaran komoditas pertanian horikultura adalah berupa pasar desa dan pasar tradisional. Berdasarkan definisi di atas, status dan peran pedagang perantara berhubungan dengan pemasaran hasil – hasil pertanian adalah kedudukan seseorang dalam setiap kelompok atau organisasi dalam menjalankan atau memainkan peran (playing a role) sesuai dengan kedudukannya (status) dalam proses mengalirnya barang dan jasa dari sentra produksi ke sentra konsumsi guna memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan bagi konsumen, serta memberikan keuntungan bagi produsen atau pihak - pihak yang terkait. Untuk dapat melihat peranan yang dijalankan oleh seorang pedagang perantara sesuai dengan kedudukannya (status), menuntut adanya suatu pendekatan (approach). Pendekatan dapat diartikan sebagai cara pandang terhadap suatu masalah dari sudut sisi pandang tertentu, sehingga masalah menjadi jelas dan mudah untuk diselesaikan. Ada pun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan lembaga yang mempelajari pemasaran dari segi lembagalembaga yang terlibat dalam proses pemasaran (Swastha, 1990) dan pendekatan dari fungsi lembaga yang diamati, yaitu dari fungsi pembelian (buying) dan fungsi penjualan (selling). 2.3.1 Pendekatan kelembagaan (Institutional Aprroach) Pendekatan ini adalah cara mempelajari marketing dari institusionalnya, yaitu lembaga-lembaga yang ikut terlibat dalam proses pemasaran dan berbagai
18
mata rantai distribusi (Assauri, 1990). Yang dimaksud lembaga (institution) adalah organisasi atau kaidah-kaidah baik formal atau informal, yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatan rutin sehari-hari
maupun
(Mubyarto,1989).
dalam
Seperti
usahanya
yang
kita
untuk ketahui
mencapai untuk
tujuan
tertentu
menyalurkan
atau
mendistribusikan barang, diperlukan lembaga-lembaga pemasaran agar barang tersebut dapat sampai kepada konsumen dengan waktu yang tepat dan harga yang tepat. Ada pun macam-macam lembaga pemasaran terdiri dari : pedagang perantara, agen perantara, spekulator, prosesor dan fasilitator. 1. Pedagang perantara
: pedagang yang mengambil hak milik atas barang yang ditangani dengan cara membeli dan menjual kembali barang tersebut untuk tujuan sendiri.
2. Agen Perantara
: pedagang ini hanya mewakili clientnya, tidak mengambil hak milik atas barang yang ditangani.
3. Perantara spekulator : jenis pedagang yang mengambil keuntungan dengan berspekulasi dan memiih mengambil resiko yang besar terutama dalam hubungannya dalam resiko harga. 4. Prosesor
: lembaga tata niaga yang pekerjaan utamanya adalah merubah bentuk barang sehingga menjadi siap pakai atau lebih sesuai dengan selera konsumen.
5. Fasilitator
: lembaga yang membantu memberi jasa terhadap lembaga lainnya dalam menjalankan fungsi tata niaga, kegiatanya memfasilitasi pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi.
Mengacu pada pengertian di atas, perantara masuk dalam kategori pedagang yang pertama. Hal ini di dasarkan pada aktivitasnya dalam memainkan peran (playing a role) sebagai pedagang. Kegiatan pedagang, tidak bisa dilepaskan dari kegiatan perdagangan atau perniagaan, yaitu pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain atau pada
19
waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan ( Kansil dan Christine, 2002). Atau lebih jelasnya, aktivitas pedagang ini, di mulai dari mencari atau mendapatkan barang dagangan atau bahan baku secara efektif dan efisien dengan cara membeli (pembelian), setelah itu menjual kembali guna memperoleh keuntungan (penjualan), baik langsung di jual ke pasar atau pun di jual ke pedagang pengumpul dan diteruskan lagi oleh para pengecer (pengangkutan dan transportasi). Dari kegiatan yang dijalankan oleh pedagang ini menciptakan kegunaan karena tempat, kegunaan karena waktu dan kegunaan karena milik (Assauri, 1990). •
Kegunaan karena tempat (place utility) pengangkutan mempunyai arti memindahkan sesuatu produk/barang dari sumber penghasilnya ke pasar atau tempat konsumen pada waktu tertentu yang tepat disesuaikan dengan kebutuhan atau kepentingan pasar atau konsumen. Menciptakan kegunaan tempat artinya produk itu harus disampaikan
pada
waktu
tertentu
dalam
keadaan
tidak
rusak
(unperishable), tempat mana merupakan tempat yang menentukan untuk penyerahan produk yang selanjutnya akan dikonsumsi oleh konsumen. •
Kegunaan karena waktu (time utility) yang di maksud dengan kegunaan waktu yaitu kegiatan yang menambah keggunaan suatu barang karena ada proses waktu atau ada perbedaan waktu. Misalnya pada waktu panen, harga-harga relatif murah, tapi ketika tidak di jual pada waktu itu, di simpan dulu dengan baik, maka pada waktu tidak panen harga tersebut menjadi lebih tinggi.
•
Kegunaan karena kepemilikan (posesion utility) kegiatan ini adalah yang menyebabkan bertambah bergunanya suatu barang karena telah terjadi proses pemindahan dari pihak satu ke pihak yang lainnya.
2.3.2 Pendekatan fungsi (Functional Aprroach) Proses tata niaga mengandung beberapa fungsi yang harus ditampung oleh pihak produsen dan lembaga-lembaga atau mata rantai penyalur produk-
20
produknya. Dalam pendekatan ini, mempelajari marketing dengan jalan pendekatan secara functional, maka harus mengetahui fungsi-fungsi yang dijalankan dalam menyalurkan atau memperlancar barang-barang dari produsen ke konsumen sehingga akan dapat dibeli oleh konsumen (Nitisemito, 1981). Berdasarkan dari aktivitas yang dijalankan seorang pedagang perantara (middleman), maka fungsi-fungsi yang dimaksud dan dijalankan oleh pedagang perantara yaitu menetapkan konsep pembelian (buying consept) dan konsep penjualan (selling consept), 2.3.2.1 Konsep pembelian (buying consept) Konsep pembelian merupakan fungsi yang bersangkutan dengan pemindahan atau pemilikan sejumlah barang yang dimaksuudkan sebagai persediaan produksi atau untuk keperluan untuk mencukupi kebutuhan. Pengumpulan sangat berkaitan dengan pembelian karena dalam usaha mengumpulkan barang-barang yang diperlukan dari produsen tetntulah harus di tempuh dengan cara pembelian (Kartasapoetra, 1986). Dalam menetapkan konsep pembelian atau melakukan kegiatan pembelian cara-cara tersebut dengan “tebasan” dan “ijon”. •
Tebasan
Tebasan adalah suatu cara penjualan dan pembelian hasil suatu jenis produk pertanian sebelum produk itu dipanen, di mana produknya tersebut hasilnya sudah siap dipanen. Dalam Sistem “tebasan” ini, orang yang menjual disebut “menebaskan”, dan orang yang membeli disebut “penebas”. Pada sistem “tebasan”, biasanya transaksi jual beli diadakan sekitar satu minggu sebelum panen, petani bebas memilih kepada siapa komoditinya akan ditebaskan, serta bebas pula untuk tidak menebaskan hasil pertaniannya (Winda, dkk, 1988), baik diambil oleh pembeli ataupun langsung dibawa sendiri oleh petani ke tempat para pegumpul. Hal ini dipandang dari sudut ekonomi menciptakan sebuah pasar yang dikenal dengan pasar pembeli (buyers market), artinya kekuasaan pasar dikuasai oleh pembeli. Kembali pada sistem tebasan sebenarnya adalah modifikasi dari sistem panen padi yang ada di Jawa, yang dulunya bernama sistem ‘bawon’. Sistem tradisional “bawon” yang memperkenankan pemerataan hasil panen secara
21
luas, telah telah digantikan oleh sistem “tebasan’ yang baru, yang membatasi partisipasi dalam pekerjaan memanen dan mengurangi bagian yang diperuntukan bagi orang yang melakukan panen (Hayami dan Kikuchi,1981). Perubahan ini menurut Coolier (1977), pada sistem bawon tradisional, panen padi merupakan aktivitas komunitas yang dapat diikuti oleh semua atau kebanyakan anggota komunitas dan menerima bagian tertentu dari hasil. Jika padi sudah menguning, sekumpulan pemanen masuk ke sawah dan memanen padi dengan memakai aniani untuk memotong tangkai di leher malai. Batang-batang yang dituai itu diikat dan dibawa ke rumah petani, dimana pemanen mendapat bagian tertentu (bawon). Secara tradisi ini, si petani tidak dapat membatasi jumlah orang
yang ikut
memanen. Maka dari itu, semenjak tahun 1970, sistem ini dengan cepat digantikan dengan sistem baru yang dinamakan “tebasan”. Faktor utama yang melandasi peralihan dari bawon ke tebasan adalah disebabkan oleh tekanan penduduk, karena pertumbuhan penduduk menekan areal tanah garapan yang terbatas, maka jumlah pekerja yang tidak mempunyai tanah dan petani dengan tanah penguasaan yang terlalu kecil untuk nafkah menjadi bertambah. •
Ijon
Sistem atau praktek “Ijon” yang berasal dari bahasa jawa “ijo” yang berarti hijau. Untuk hal ini sering sekali dilakukan oleh tengkulak, arti dari praktek atau sistem “ijon” adalah suatu bentuk kredit yang dapat dibayar kembali dengan hasil pertanian yang pada waktu pinjaman itu diberikan masih dalam tahap hijau di sawah (lihat Ace dalam Sajogyo,1982), kenapa disebut demikian, karna uang muka diberi untuk hasil yang masih akan diserahkan, sedangkan tanaman masih dalam keadaan hijau (Tohir,1965). Dalam sistem atau Praktek ijon, yang “memerankan” sebagai pemberi pinjaman disebut “pengijon”, sedangkan yang meminjam disebut “mengijonkan”. Dalam sistem ini, “pengijon” yang di perankan oleh tengkulak. Hal ini sudah mengakar dan menjadi tradisi perdagangan hasil pertanian di pedesaan pada jaman dulu. Untuk menerangkan proses ijon, Ace dalam Sajogyo (1982) menjelaskan dengan beberapa peristiwa sebagai berikut :
22
Pada bulan februari seorang petani di pemalang meminjam Rp.3.000,- dan sepakat untuk membayar kembali dalam bentuk 2 kwintal padi basah. Pada bulan mei sesudah panen, harga padi di pasar adalah Rp.2.250,- per kwintal, karena itu pengijon (pemberi ijon) menerima kembali Rp.4.500,-, berarti keuntungan atau bungannya adalah Rp.1.500,-, 50% selama 3 bulan atau 16,7% per bulan. Dalam peristiwa ini pinjamannya berbentuk uang dan pembayaran kembali dalam bentuk padi. Bahwa proses atau praktek “ijon” sesungguhnya seperti yang digambarkan pada peristiwa yang di atas, memperlihatkan orang-orang yang sangat miskin meminjam sejumlah uang yang amat kecil. Mereka membutuhkan uang pada saat yang mendesak. Sering kali lebih untuk konsumsi dari pada produksi. 2.3.2.2 Konsep penjualan (selling consept) Penjualan merupakan kegiatan untuk mencari dan mengusahakan agar barang-barang yang telah diproduksi atau yang telah dimiliki mendapatkan permintaan pasar (para konsumen) yang cukup baik atau banyak, terutama mengenai kualitasnya dan harganya yang cukup menguntungkan (Kartasapoetra, 1986). Menurut Nitisemito (1981) ada beberapa cara yang harus dilakukan bagi para pedagang dalam menetapkan penjualan, yaitu dengan cara penetapkan harga jual/pokok dan penetapkan potongan harga, dan Penetapan harga jual/pokok Kata harga sudah banyak dikenal dan diketahui oleh masyarakat luas, sebab dalam kehidupan masyarakat modern dalam arti masyarakat yang sudah mengenal uang, orang tidak dapat melepasakan diri dari masalah harga. Kalau orang ingin membeli barang/jasa, maka orang tersebut harus mengeluarkan sejumlah uang sebagai pengganti barang/jasa tersebut. Dengan demikian, pengertian harga dapat didefinisikan sebagai nilai suatu barang/jasa yang diukur dengan sejumlah uang, di mana berdasarkan nilai tersebut seseorang/perusahaan bersedia melepasakan barang//jasa yag dimiliki kepada pihak lain. Jadi harga jual adalah harga yang ditetapkan oleh pedagang kepada masing-masing saluran distribusinya. Dalam menetapkan harga jual harus berpedoman pada harga pokok. Dalam menetapkan harga jual berdasarakan harga pokok, biasanya cara menetapkan adalah dengan
23
jalan menambah harga pokok dengan prosentase tertentu yang merupakan kentungan bagi penjual (mark up). Misalnya harga pokok suatu barang adalah Rp. 1.200, sedangkan keuntungan yang ingin diperoleh adalah 10% dari pada harga pokok, maka harga yang ditetapkan adalah Rp. 1.200,- (10% x Rp. 1200,-) = Rp. 1.320,-, jadi keuntungan per unit barangnya adalah Rp. 120,- begitu seterusnya. Penetapan potongan harga Potongan harga sebenarnya adalah cara lain dalam menetapkan harga jual, potongan harga itu diberikan kepada pihak-pihak tertentu dan dengan syaratsyarat tertentu, misalnya potongan harga ini dapat diberikan dalam bentuk prosentase tertentu dari harga jual, atau juga dapat dilakukan secara lansung, misalnya setiap pembelian 24 unit, akan mendapatkan barang sebanyak 30 unit. Hal ini dimaksudkan agar dapat mendorong pembelian dapat dilakukan secara kontan atau tempo jangka pendek (cash discount), selain itu juga untuk mengikat para pelanggan supaya tidak berpindah pada pedagang yang lainnya. Banyak cara dalam menetapkan potongan harga, yaitu dengan potongan harga karena jumlah, potongan harga karena cara pembayaran, potongan harga karena pedagang dan potongan harga karena langganan. a) Potongan harga karena jumlah dalam memberikan potongan harga ini, memberikan syarat-syarat tertentu yaitu bilamana jumlah setiap kali pembelian dilakukan minimum sesuai yang ditetapkan. Misalnya penjual menetapkan syarat-syarat sebagai berikut : Pembelian minimum 20 unit mendapat potongan harga 2 ½% dari harga jual. Pembelian minimum 30 unit mendapatkan potongan harga 5 % dari harga jual. Kebijaksaan ini dimaksudkan agar pembeli terdorong untuk membeli setiap kali pembelian dalam jumlah yang lebih besar, dengan demikian penjual mengarapkan omset penjualan dapat ditingkatkan. b) Potongan harga cara pembayaran Untuk potongan ini, didasarkan pada syarat pembayaran tertentu. Misalnya untuk pembayaran cash, penjual memberi potongan harga
24
10% dan untuk pembayaran tempo satu bulan, potongan diberikan dengan 5% dari harga jual. Sudah tentu syarat-syarat pembayaran yang ditetapkan penjual kepada pembeli berbeda-beda. Hal ini agar mendorong pembeli untuk melakukan pembelian dengan kontan atau tempo yang lebih pendek. c) Potongan harga karena pedagang Potongan ini juga diberikan kepada para pihak yang terlibat dalam proses distribusi barang. Misalnya potongan harga yang diberikan grosir dari seorang produsen akan diberikan sebagian kepada para pengecer, biaya-biaya operasionalnya dan keuntungan untuk dirinya sendiri. d) Potongan harga karena langganan Baik seorang produsen, agen, grosir maupun pengecer selalu menginginkan agar langganan-langganan tetap setia dan tidak lari kepada perusahaan lain. Untuk itu kepada mereka-mereka yang sudah dianggap pelanggan yang baik dan setia sering diberikan potongan harga. Potongan harga yang diberikan ini biasanya tidak didasarkan pada peraturan-peraturan tertulis, akan tetapi hanya pada tawarmenawar secara lansung. Adanya kebijaksaan ini, banyak konsumenkonsumen yang berusaha menjadi langganan perusahaan atau penjual tertentu dengan maksud agar service dapat dilakkukan dengan lebih baik dan potongan harga dapat diharapkan. Menurut Asmoro (2012), dalam menetapkan harga jual suatu produk bisa menggunakan pendekatan biaya (Cost Oriented Pricing), yang terdiri dari : 1) Metode Penetapan Harga Biaya-Plus (Cost Plus Pricing Method). Dengan Metode ini, harga jual per unit produk dihitung dengan menjumlahkan seluruh biaya per unit ditambah jumlah tertentu sebagai laba atau marjin yang dikehendaki pada unit tersebut. Rumusnya: Biaya Total + Marjin = Harga jual. Misalnya usaha katering mendapatkan pesanan 200 porsi pada acara pernikahan. Biaya diperkirakan Rp.5.000.000 (biaya bahan baku : Rp.2.500.00, biaya tenaga kerja: Rp.1.500.000, dan biaya lain :
25
Rp.1.000.000). Jika ingin mendapatkan laba 30 % dari biaya total, perhitunganya : Rp.5.000.000 + (30% x Rp.5.000.000) = Rp.6.500.000, jadi harga setiap porsinya Rp.32.500. 2) Metode Penetapan Harga Mark-Up (Mark–Up Pricing Method). Metode ini ditunjukan pada produk yang dibeli untuk dijual kembali tanpa memerlukan proses lebih lanjut. Metode ini banyak dipakai oleh pedagang perantara. Rumusnya : Harga Jual = Harga Beli + MarkUp. Mark up merupakan kelebihan harga jual produk di atas harga beli. Keuntungan diperoleh dari sebagaian mark up. Selain itu pedagang juga harus mengeluarkan
sejumlah
biaya
eksploitasi
yang
diambilkan
dari
sebagian mark up. Contoh: toko tas membeli sebuah tas Rp 100.000/buah, dengan keuntungan ditentukan Rp 50.000. Harga jual: Rp 100.000 + Rp 50.000 = Rp 150.000. Keuntungan diperoleh dari mark-up. Mengapa hanya sebagian? Seperti dijelaskan sebelumnya, terdapat biaya lain-lain yang harus diambil sebagian dari mark up.
2.4
“Customer Relationship Management” Manajemen
hubungan
pelanggan
(customer
relationship
management/CRM) sekarang bukan lagi kemewahaan yang dimonopoli oleh perusahan perusahaan besar dan terkemuka. Dewasa ini, CRM sudah menjadi kebutuhan mutlak bagi semua perusahaan untuk mempertahankan eksistensinya. CRM mengharuskan kita untuk menata ulang perusahaan sekaligus cara menghadapi dan memperlakukan pelanggan. Pada intinya, CRM merupakan upaya yang dilakukan tanpa kenal lelah agar perusahaan senantiasa berorientasi pada pelanggan atau customer centric, sehingga bisa menumbuhkan kesetiaan mereka. Makna dari relationship alias hubungan menurut Francis Buttle (2004) adalah suatu hubungan yang terdiri dari serangkaian episode yang terjadi antara dua belah pihak dalam rentan waktu tertentu. Setiap episode terdiri atas serangkaian interaksi, dan dibatasi oleh waktu (maksudnya pada awal dan pada
26
akhirnya), dan setiap episode itu ditandai atau diberi nama. Seperti misalnya saat konsumen melakukan transaksi pembelian, menayakan detail sebuah produk, menimbang
harga
yang
ditawarkan,
mengunjungi
konsumen,
untuk
menyelesaikan transaksi penjualan, serta menangani keluhan konsumen untuk mempererat hubungan jelas akan membangun sebuah hubungan. Hubungan bisnis terdiri dari episode tugas dan episode sosial. Episode tugas lebih menonjolkan sisi bisnisnya, sedangkan episode sosial lebih bernuansa manusiawi. Setiap
perusahaan
yang
sukses
harus
menarik,
melayani,
dan
memenangkan kesetiaan pelanggan dengan menyediakan produk produk yang berdayaguna dan memberikan pelayanan yang prima (Bramson, 2004). Hal tersebut dikarenakan mendapatkan dan mempertahankan pelanggan lebih mempengaruhi lapisan dasar organisasi dibanding kampanye iklan, program pemasaran dan lain sebagainya. Para pelanggan yang berbalik arah menghasilkan pengaruh merugikan yang dengan cepat menyeret perusahaan kedalam kekacaubalauan,
sedangkan
organisasi
organisasi
yang
secara
aktif
mengaplikasikan sedikit aliran inovasi yang terkonsentrasi pada pelanggan mengalami penguatan basis pelanggan secara konsisten. 2.4.1 Pola/Sistem Menurut Bramson (2004) sistem merupakan cara dimana kita memberikan nilai kepada pelanggan yang berorientasi pada pelanggan atau customer centric. Yang terdiri dari kegiatan bisnis : mendapatkan, mempertahankan, dan memenangkan kesetiaan pelanggan. Sasaran utama dari CRM adalah untuk meningkatkan pertumbuhan jangka panjang dan profitabilitas perusahaan melalui pengertian yang lebih baik terhadap kebiasaan (behavior) pelanggan.
2.4.2 Bentuk/Aktifitas Bentuk atau aktifitas CRM terdiri dari : Memberikan kesan yang baik, mempergunakan keterampilan percakapan yang baik, membiarkan pelanggan mengalami sesuatu, memancing umpan balik, dan menutup interaksi dengan baik.
27
1. Memberikan kesan yang baik
Saat saat perkenalan dengan seorang pelanggan, apakah tatap muka secara langsung, atau melalui telepon dan sebagainya, bisa jadi sangat penting untuk mengembangkan dasar kesetiaan. Pepatah kuno “Anda hanya mempunyai satu kesempatan untuk memberikan kesan pertama” adalah benar. Dalam beberapa kasus, anda bisa memulihkan diri dari hubungan pertama yang kurang baik, namun itu memerlukan banyak pekerjaan tambahan. Mengapa tidak berusaha melakukannya secara benar pada saat pertama kalinya, untuk mendapatkan hubungan yang baik pada akhirnya. Aktifitasnya sebagai berikut : •
Menyapa pelanggan : Dalam pelayanan pelanggan, 80 persen kesuksesan adalah memperlakukan pelanggan seperti seorang tamu yang baru aja datang. Apakah pelanggan mendatangi anda langsung atau melalui telepon, maka sapalah dia dengan hangat. Pada telepon, sapaan yang ramah dan ceria banyak artinya untuk meletakkan pijakan kuat bagi satu hubungan yang baik. Ketika tamu datang ke rumah anda, anda menyapa, ya kan? Anda mengatakan “halo” atau “apa kabar”. Sapaan yang ramah merupakan salah satu hal kecil yang bisa banyak berarti.
•
Menyalami pelanggan : Seorang pelanggan yang telah menunggu selama 30 detik atau 40 detik, seringkali merasa dia telah berada di sana selama tiga atau empat menit. Waktu seakan berjalan lambat ketika anda sedang menunggu untuk diperhatikan. Dalam kegiatan perdagangan, orang mendapatkan perhatian dari hal hal kecil, seperti misalnya menyalami pelanggan dan menyapanya akan memberikan sebuah komitmen kepada pelanggan untuk tetap menunggu. Kalau anda tidak langsung memberinya perhatian, mereka akan pergi.
•
Berbicara dengan pelanggan : Sapalah langsung pelanggan dalam waktu 10 detik setelah dia masuk ke dalam toko atau mendekati lokasi kerja anda. Meskipun anda sibuk dengan pelanggan anda atau sedang menelepon, berhentilah sejenak untuk mengatakan halo dan biarkan mereka tahu, bahwa anda akan siap untuk membantunya segera. Bahkan
28
dalam situasi di mana anda mungkin tidak mampu untuk mengatakan halo, anda bisa melakukan kontak mata. Hanya dengan melihat pelanggan anda bisa menceritakan banyak tentang kesediaan anda untuk melayaninya. Kontak mata menciptakan satu ikatan antara anda dengan pelanggan anda. Kontak mata menyampaikan keingginan anda untuk selanjutnya berkomunikasi. Anda tidak harus menyela dengan apa yang sedang anda lakukan dengan pelanggan lainnya. Hanya jeda sejenak dan satu pandangan kilat “menjebak” pelanggan baru ke dalam satu kewajiban untuk selanjutnya berhubungan dengan anda, yang sangat mengurangi kemungkingan di mana mereka akan merasa diabaikan dan pergi begitu saja. •
Terseyum dengan pelanggan : Sebagaimana dikatakan oleh pepatah lama, “senyumlah” itu akan membuat orang takjub atas apa yang anda alami. Namun yang lebih penting adalah senyuman akan memberitahu pelanggan bahwa mereka datang ke tempat yang tepat dan berada pada temapat yang ramah.
2. Mempergunakan ketrampilan percakapan yang baik : Cara paling baik untuk memulai satu percakapan bergantung pada apa yang dibutuhkan pelanggan. Dalam banyak hal, pertama
tama pelanggan harus
diyakinkan ulang bahwa tempat ini merupakan “tempat yang paling enak dan nyaman” untuk membeli. Mereka harus membuang kekhawatiran tentang paksaan untuk membeli sesuatu yang sebenarnya tidak mereka inginkan. Aktifitasnya adalah sebagai berikut : •
Mempergunakan pemecah kebekuaan : Sering kali pelanggan ingin melihat lihat dan menikmati tempatnya sebelum membeli sesuatu. Pemecah kebekuan paling baik bagi orang yang melihat lihat, bisa saja komentar bersahabat yang tidak lansung ke arah topiknya. Bisa dengan “pujian”, “pembicaraan ringan” dan lain sebagainya. Kalau pelanggan melihat lihat nampak fokus perhatianya pada suatu produk, pemecah
29
kebekuan yang tepat adalah yang lebih khusus pada keputusan untuk membeli, seperti misalnya “memberikan informasi tambahan tentang produk”, “memberikan saran “ dan lain sebagainya. Perhatikan kebutuhan pelanggan. Berilah waktu bagi mereka untuk melihat lihat kalau itu merupakan kebutuhan mereka, namun selalu tanggaplah untuk membantu mereka melakukan keputusan untuk membeli ketika mereka telah siap untuk membeli. •
Melakukan percakapan dan wawancara yang baik : Baik percakapan ataupun interview adalah komunikasi tatap muka secara langsung yang memudahkan pembagian informasi dan perasaan dua arah. Percakapan dan wawancara bisa menjadi cara yang efektif untuk mengumpulkan gagasan, mengembangkan hubungan dan memecahkan masalah. Sebagian besar keefektifitasannya bergantung pada kadar dan kualitas interaksi diantara peseertanya. Interaksi berarti kedua belah pihak mempunyai banyak kesempatan
untuk
berpartisipasi.
Kalau
satu
pihak
memonopoli
pembicaraanya, kedua belah pihak mengalami kerugian. Interview apa saja sebaiknya memasukan keseimbangan memberi dan menerima. Jadi menciptakan satu lingkungan yang “aman” untuk berinteraksi merupakan satu tugas penting bagi pewawancara untuk tidak memonopoli suatu percakapan dan dengan memperoleh dan mendorong umpan balik dengan menjadi pendengar yang baik. 3. Membiarkan pelanggan mengalami sesuatu Menceritakan tentang produk atau jasa anda kepada orang lain tidaklah cukup. Menunjukan kepada mereka bagamana ia berfunngsi adalah jauh lebih baik. Namun, untuk benar benar melayani pelanggan anda, libatkanlah mereka, biarkan tangan mereka menyentuh produk anda sedemikin rupa dan mereka akan merasa lebih baik tentang anda dan perusahaan anda. Tidak masalah berapa banyak yang mereka lakukan, sepanjang mereka mulai melakukan sesuatu, keterlibatannya menghasilkan komitmen. Semakin lebih banyak waktu dan upaya yang anda
30
tanamankan dalam satu hubungan dengan para pelanggan, maka semakin mungkin mereka akan lengket dengan anda. 4. Memancing untuk mendapatkan umpan balik Umpan balik ada yang negatif dan positif, tentulah kalau yang positif akan semakin membuat perusahaan akan semakin termotivasi dalam menjalankan usahanya. Khususnya umpan balik negatif merupakan jenis bantuan yang bisa membuat kita menjadi lebih baik. Pelanggan yang komplain bisa jadi teman paling baik anda. Tanpa pengungkapan permasalahan mereka, kita tidak pernah bisa tahu bagaimana caranya melayani mereka secara lebih baik. Tanpa perbaikan, usaha kita akan stagnan dan pada akhirnya bangkrut. 5. Menutup interaksi dengan baik Terkadang ada beberapa hal yang sederhana yang bisa memberikan arti yang sangat besar adalah pandangan pelanggan. Para pelanggan ingin dihargai dan memperlakukan mereka dengan positif mengesankan adanya pengahargaan. Sebagai satu komentar penutup pada transaksi apapun “terima kasih atas kedatangan anda” adalah sangat kuat dan akan dikenang. Bahkan mungkin bagian akhir dari transaksi usaha akan menjadi sangat penting untuk mengembangkan kesetiaan pelanggan. “Silahkan” dan “terima kasih” merupakan kata kata yang ampuh untuk mengembangkan hubungan dengan pelanggan dan mengembangkan kesetiaan mereka. Kata kata itu mudah dikatakan dan akan menjadi uapaya yang sangat bermanfaat. 2.4.3 Respon Respon dari perusahaan dan pelanggan tentang adanya CRM adalah sebagai berikut : •
Perusahaan menyadari bahwa CRM sudah menjadi kebutuhan mutlak bagi mereka untuk mempertahankan eksistensinya, serta perusahaan senantiasa bersikap dan berorientasi pada pelanggan atau customer centric menyadari bahwa mereka adalah merupakan sumber
31
pendapatan perusahaan, dan tidak lupa juga CRM dijalankan karena dapat
meningkatkan
kepuasan
pelanggan
dan
pada
akhirnya
menumbuhkan kesetiaan mereka (Buttle, 2004). •
Pelanggan menyadari bahwa mereka adalah pemegang kartu yang sesungguhnya dan bermanifestasi pada kesetiaan mereka. Jadi perusahaan yang tidak bisa mengahrgai, serta memperlakukan pelanggan dengan baik dan berorientasi terhadap pelanggan, harus bersiap ditingalkan sumber pendapatan mereka.
2.5 “Supplier Relationship Management” Manajemen hubungan pemasok (supplier) merupakan proses yang menentukan bagaimana suatu perusahaan berinteraksi dengan para pemasoknya. Menggingat pemasok berperan penting dalam menentukan mutu produk, biaya, pengembangan produk, dan akses pembiayaan bagi perusahaan. Mutu produk dan layanan, sebagai penentu kepuasan pelanggan, salah satunya bergantung kepada kualitas pemasok yang dipilih. Jadi pemasok yang berkualitas tentu memudahkan perusahaan menghasilkan produk dan layanan yang berkualitas pula. Perusahaan harus cermat dalam memilih pemasok yang sesuai. Tentu yang terpenting bukan jumlah, melainkan mutu pemasok. Menurut Susanto (2006), Guna mendapat pemasok yang bermutu dan membina hubungan yang baik dengan mereka, langkah yang harus dilakukan : 2.5.1 Komitmen Guna menjalin hubungan yang saling menguntungkan antara perusahaan dengan pemasok, komitmen kedua pihak sangat penting. Jika pemasok gagal menepati janji mengantarkan pesanan tepat waktu, kegiatan perusahaan tentu terganggu. Demikian pula jika perusahaan tidak disiplin melakukan pembayaran tentu arus kas pemasok juga bakal terganggu. Untuk menumbuhkan komitmen ini
32
dibutuhkan rasa saling percaya. Jika perusahaan merasa bahwa tingkat layanan yang diberikan pemasok tidak seperti yang diharapkan, seperti adanya kerusakan atas barang-barang yang diterima, jangan segan-segan mengungkapkannya kepada pemasok sehingga dapat diperoleh jalan keluar.
2.5.2 Komunikasi Dengan menjalin komunikasi yang baik, pemasok kemungkinan bersedia membantu perusahaan melebihi tugas dan perannya sebagai pemasok, seperti menyarankan bahan baku yang lebih baik sehingga bisa dihasilkan proiduk yang lebih bermutu, atau menyarankan proses produksi yang lebih baik sehingga biaya dapat ditekan. Jangan lupa pula bahwa seperti halnya perusahaan, pemasok adalah organisasi yang juga bertujuan mencari laba. Mereka tidak akan berfokus pada pelanggan yang dianggap tidak menguntungkan. Oleh karenanya, perusahaan harus menjadikan dirinya penting bagi pemasok sehingga dapat memperoleh kemudahan-kemudahan.
2.5.3 Diskusi Setelah kesepakatan tercapai, jangan menunda pembayaran. Jika terpaksa melakukannya, diskusikanlah dengan pemasok. Di samping pembayaran tagihan tepat waktu untuk menarik hati pemasok, ada baiknya perusahaan juga memberikan lead time yang lebih longgar bagi pemasok. Dalam konteks hubungan dengan pemasok, lead time adalah waktu antara menyampaikan pesanan hingga sampainya produk ke tangan pelanggan. 2.5.4 Kejujuran Ungkapkanlah dengan jujur estimasi kebutuhan perusahaan. Demikian pula halnya bila terjadi perubahan estimasi kebutuhan tersebut. Dari sisi perusahaan sendiri, saat menentukan lead time, sangat bermanfaat bila mengetahui metode dan kebutuhan produksi pemasok.
33
2.5.5 Berbagi Informasi Guna lebih mempererat hubungan dengan pemasok, tidak ada salahnya perusahaan berbagi informasi misalnya tentang produk baru, program promosi, penambahan karyawan, dan sebagainya. Tentu sepanjang informasi-informasi tersebut tidak bersifat rahasia.
2.6 Aspek Sosial Pada penelitian ini, aspek sosial merupakan aspek yang menekankan hubungan yang erat dengan pelanggan dalam aktifitas kehidupan sehari hari. Dalam rangka menjaga dan meningkatkan kepercayaan pelanggan, setiap pelaku usaha perlu menjaga hubungan yang baik dengan pelanggan atau masyarakat pada umumnya (aspek sosial). Hubungan sosial antara pedagang perantara dan para pelangannya, ditinjau dari aspek hubungan relasi bisnis/mitra bisnis, aspek kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.
2.6.1 Aspek hubungan relasi bisnis/ mitra bisnis Menurut Witrianto (2010) Hubungan yang terjadi antara dua komponen, yaitu petani dan pedagang perantara dapat diartikan sebagai hubungan yang saling menguntungkan dan antara satu dan yang lainnya terdapat saling ketergantungan. Tanpa
adanya
perantara,
petani
akan
mengalami
kesukaran
dalam
mengembangkan usaha pertaniannya. Sebaliknya, pedagang perantara tanpa adanya petani yang menjadi “client”nya, akan kesulitan untuk mendapatkan barang hasil pertanian. Petani yang dalam setiap panennya mempunyai pembeli tetap, yaitu seorang pedagang perantara, mempunyai banyak keuntungan dibandingkan petani yang tidak punya pembeli tetap dan menjual hasil panennya kepada pedagang mana saja yang mau membelinya. Petani yang punya pembeli tetap tersebut, sewaktu-waktu mereka bisa meminjam uang kepada pedagang tersebut tanpa bunga. Uang yang mereka pinjam tersebut biasanya untuk
34
keperluan rutin seperti biaya sekolah anak, bayar listrik, telpon, air, atau untuk biaya membeli pupuk, racun, dan insektisida yang digunakan untuk pertanian mereka, atau ada juga untuk makan sehari-hari.
2.6.2 Aspek kekeluargaan Dalam kehidupan sehari-hari antara pedagang perantara dan petani yang menjadi pelanggan, terjalin suatu hubungan kekeluargaan yang sangat erat, bahkan sebagian di antaranya sudah seperti saudara kandung. Hubungan yang terjalin antara mereka lebih bersifat horizontal.
Masing-masing saling
menghormati satu sama lain, karena mereka punya kesadaran bahwa mereka sama-sama saling membutuhkan.
2.6.3 Kesetiakawanan sosial Hubungan antara pedagang perantara dan petani bukan hanya hubungan antara pembeli dan penjual saja, melainkan hubungan kesetiakawanan sosial. Hal ini diperlihatkan dalam momentum-momentum pertemuan diluar hubungan antara pembeli dan penjual, saling salam sapa adalah efek turunan dari interaksi yang pada awalnya sekedar tawar-menawar. Lebih jauh lagi, fenomena ”guyub” sebagai sistem kekerabatan warga dapat dilihat ketika ada salah satu sanak saudara dari pembeli yang meninggal, maka pedagang yang telah mengenalnya, karena interaksi yang dilakukan berulang-ulang akan datang untuk melayat. Kemudian dalam perspektif ekonomi, konsep transaksi antara pedagang perantara dan petani memungkinkan mekanisme bon/ berhutang bagi pembeli. Bagi penduduk desa, berhutang adalah alternative wajar untuk memenuhi kebutuhan hariannya terutama kebutuhan pangan, hal ini karena alokasi dana dialihkan untuk membiayai sekolah dan kebutuhan taktis diluar rutinitas pengeluaran.
35