Level Lemak Viseral sebagai Faktor Dominan terhadap Nilai Lingkar Pinggang pada Petugas Satpam Laki-Laki Universitas Indonesia Tahun 2014 Nadiyah Azis dan Fatmah Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Lingkar pinggang merupakan sebuah alat ukur obesitas sentral yang berpengaruh pada kejadian sindrom metabolik. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh faktor dominan yang mempengaruhi nilai lingkar pinggang pada petugas satpam laki-laki Universitas Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan pendekatan kuantitatif. Variabel independen yang dinilai berhubungan signifikan dengan nilai lingkar pinggang berdasarkan penelitian ini antara lain adalah umur, indikator lemak tubuh (indeks massa tubuh, persen lemak tubuh, dan level lemak viseral), aktivitas fisik, serta kebiasaan merokok. Hasil penelitian ini menunjukkan level lemak viseral sebagai faktor dominan terhadap nilai lingkar pinggang dengan rata-rata nilai lingkar pinggang responden sebesar 79,3 cm.
Visceral Fat Level as The Dominant Factor of Waist Circumference of Male Security Guard of University of Indonesia in 2014 Abstract Waist cicumference is an indicator of central obesity which leads to metabolic syndrome. This study was conducted to find the dominant factor of waist circumference of male security guard of University of Indonesia in 2014. This study uses cross-sectional design with quantitive method. The independent variables that corelate significantly with the waist circumference are age, indicator of body fat (body mass index, body fat percentage, visceral fat level), physical activity, and smoking habit. The result of this study showed that visceral fat level was the dominant factor of waist circumference with the average waist circumference of the subject are 79,3 cm. Keywords: Waist circumference, central obesity, visceral fat level, body fat percentage, security guard
Pendahuluan Berbagai studi yang sudah dilakukan mengenai obesitas sentral menunjukkan bahwa penumpukkan lemak pada rongga abdomen (lemak viseral) merupakan salah satu faktor yang beresiko menyebabkan penyakit tidak menular seperti hipertensi primer (Permana, 2013), penyakit jantung (Huxley, et al., 2010), diabetes (Krishnan, et al., 2007; Ross dan Universitas Indonesia
Level lemak..., Nadiyah Saleh Aziz, FKM UI, 2014
Després,2009), dan gangguan ginjal (Shaw, et al., 2007). Studi lain yang telah dilakukan menyimpulkan bahwa pengukuran lingkar pinggang dapat menggantikan pengukuran rasio lingkar pinggang pinggul dan indeks massa tubuh sebagai faktor risiko penyebab kematian (Seidell, 2010). Prevalensi obesitas dan obesitas sentral berdasarkan hasil pengukuran lingkar pinggang di Indonesia, khususnya di wilayah Jawa Barat, jika dilihat dari hasil data RISKESDAS tahun 2007 (18,8%) hingga 2013 (26,6%) menunjukkan trend peningkatan pada kelompok dewasa setiap tahunnya. Penelitian lainnya yang dilakukan di wilayah Depok juga menunjukkan prevalensi kejadian obesitas sentral yang cukup tinggi. Hasil studi pendahuluan menunjukkan hasil prevalensi obesitas sentral yang cukup tinggi pada petugas satpam Universitas Indonesia (9 dari 13 petugas memiliki nilai lingkar pinggang melebihi cut-off point). Hal ini menjadi masalah yang cukup berarti bagi UPT-PLK UI karena kondisi fisik petugas satpam yang tidak bugar
dan
berisiko
terserang penyakit
tidak
menular
dapat
menganggu
proses
penyelenggaraan keamanan dan ketertiban di lingkungan kampus. Nilai ukuran lingkar pinggang dapat dipengaruhi oleh karakteristik individu seperti umur (Sakurai, et al., 2010), jenis kelamin dan ras (WHO, 2011), persen lemak tubuh dan level lemak viseral (Després dan Lemieux, 2006), serta faktor genetik seseorang (Ogden, 2010). Selain karakteristik individu, nilai ukuran lingkar pinggang juga dipengaruhi oleh status sosial ekonomi dan gaya hidup seseorang (Brown, 2011). Gaya hidup seseorang dalam menjalankan aktivitas fisik sehari-hari, asupan gizi dan perilaku makan (Ogden, 2010), serta kebiasaan merokok (Yun, et al., 2012) juga merupakan faktor lain yang mempengaruhi nilai ukuran lingkar pinggang. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menilai hubungan antara karakteristik individu (umur, indeks massa tubuh, persen lemak tubuh, dan level lemak viseral) dan gaya hidup (aktivitas fisik, asupan gizi, kebiasaan sarapan, kebiasaan mengemil, dan kebiasaan merokok) dengan nilai lingkar pinggang pada petugas satpam Universitas Indonesia.
Tinjauan Teoritis Obesitas Sentral dan Sindrom Metabolik Obesitas sentral merupakan penumpukkan lemak viseral yang terjadi pada rongga abdomen. Lemak yang terkumpul dalam rongga abdomen (lemak viseral) menimbulkan risiko yang lebih besar terhadap kejadian sindrom metabolik dibandingkan dengan lemak yang terkumpul dibawah lapisan kulit (lemak subkutan) (Sizer dan Whitney, 2014). Penumpukkan lemak Universitas Indonesia
Level lemak..., Nadiyah Saleh Aziz, FKM UI, 2014
viseral pada rongga abdomen ini dinilai sebagai salah satu penyebab utama resistensi insulin, dislipidemia, serta hipertensi yang merupakan kelainan metabolisme yang termasuk dalam sindrom metabolik (Després dan Lemieux, 2006). Menurut The National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III), sindrom metabolik merupakan sekumpulan kelainan metabolisme yang diagnosisnya harus memenuhi tiga atau lebih faktor risikonya, yaitu obesitas sentral (lingkar pinggang >102 cm untuk pria, atau >88 cm untuk wanita), kadar trgliserida (≥150 mg/dL), kadar HDL (<40 mg/dL untuk pria, atau <50 mg/dL untuk wanita), tekanan darah (≥130/85 mmHg), dan kadar gula darah puasa (≥110 mg/dL) (Kasiman, 2011). Kelainan metabolisme ini menjadi faktor resiko berbagai penyakit, diantaranya adalah penyakit jantung (Nikolopoulou dan Kadoglou, 2012) dan diabetes tipe 2 (Alberti, Shaw, dan Zimmet, 2005). Lingkar Pinggang Pengukuran lingkar pinggang merupakan salah satu ukuran antropometri yang digunakan sebagai indikator obesitas sentral (NHLBI, 2000). Pengukuran ini dilakukan menggunakan pita ukur dengan cara melintangkan pita ukur tersebut secara horizontal ke sekililing perut, pada bagian tengah antara bagian paling bawah tulang rusuk dan bagian atas tulang iliac dalam keadaan rileks dan ekspirasi normal (WHO, 2011). Penumpukkan lemak dalam rongga abdomen yang terukur dengan pengukuran lingkar pinggang ini memiliki risiko yang tinggi terhadap sindrom metabolik (penyakit jantung, hipertensi, stroke, diabetes, dan kanker) (Smolin dan Grosvenor, 2010). Risiko terhadap sindrom metabolik ini dinilai menggunakan batas nilai cut-off point lingkar pinggang berdasarkan jenis kelamin dan etnik atau ras. Berbagai studi yang sudah dilakukan mengenai penentuan nilai cut-off point lingkar pinggang di berbagai populasi membuat WHO menyarankan nilai cut-off point lingkar pinggang bagi pria adalah >90 cm sedangkan bagi wanita >80 cm untuk wilayah Asia-Pasifik. Karakteristik Individu Umur Risiko obesitas meningkat seiring pertambahan umur, khususnya sejak memasuki kelompok umur dewasa akhir menjelang lanjut usia. Pada kelompok umur 20 hingga 64 tahun, terjadi peningkatan pada berat badan dan jaringan lemak, sebaliknya, terjadi penurunan massa otot yang menyebabkan redistribusi lemak di dalam tubuh, dengan berkurangnya lemak subkutan dan terjadinya penumpukkan lemak pada rongga abdomen, sehingga berdampak terhadap kejadian obesitas sentral (Brown, et al., 2011). Perubahan fisiologis inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan nilai lingkar pinggang pada kelompuk umur dewasa akhir dan lansia, meskipun tidak selalu terjadi penambahan berat badan. Universitas Indonesia
Level lemak..., Nadiyah Saleh Aziz, FKM UI, 2014
Komposisi Lemak Tubuh Lemak terbagi lagi menjadi dua, yaitu lemak esensial dan lemak cadangan. Lemak esensial merupakan lemak yang digunakan dalam fungsi fisiologis sehari-hari dan berada pada bagian organ-organ tubuh seperti jantung, hati, ginjal, paru-paru, serta jaringan sistem saraf pusat yang terdiri dari banyak lemak. Lemak cadangan adalah lemak yang terbentuk dalam jaringan adiposa yang melindungi organ-organ tubuh dan yang terletak di bawah kulit (subkutan) (Katch dan McArdle, 1993). Beberapa cara yang digunakan mengestimasi gambaran distribusi lemak dalam tubuh adalah dengan melakukan pengukuran indeks massa tubuh, persen lemak tubuh, serta level lemak viseral. Indeks massa tubuh (IMT) merupakan alat ukur antropometri yang sederhana untuk memantau status gizi seseorang. Indeks massa tubuh diukur dengan cara membagi berat badan (kg) dengan tinggi badan (m2). Persen lemak tubuh adalah jumlah dari massa lemak tubuh dibandingkan dengan berat total seluruh tubuh (Fink, et al., 2006). Level lemak viseral ini diukur berdasarkan luas lemak viseral dalam rongga abdomen tubuh dalam cm2 dibagi 10 dan dibulatkan (Bosy-Westphal, et al., 2008). Persen lemak tubuh dan level lemak viseral dapat diukur menggunakan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA). BIA memanfaatkan sifat lemak yang merupakan konduktor listrik yang buruk, sehingga arus listrik rendah yang dialirkan oleh BIA ke dalam tubuh tertahan oleh lemak dalam tubuh yang bersifat resisten. Ketahanan atau sifat resisten lemak ini disebut sebagai tingkat impedance yang digunakan untuk memprediksi jumlah total lemak dalam tubuh (Lee dan Nieman, 2010). Gaya Hidup Kebiasaan Sarapan Sarapan merupakan kegiatan makan & minum yg dilakukan seseorang (setelah tidak makan apapun saat tidur di malam hari) sebelum jam 9 pagi untuk memenuhi 15-25% kebutuhan gizi harian sebagai bagian gizi seimbang dalam rangka mewujudkan hidup sehat, bugar, aktif, dan cerdas (Hardinsyah, 2013). Orang yang tidak sarapan, saat makan siang akan cenderung mengasup lebih banyak makanan. Hal ini disebabkan kadar gula darah yang turun karena lapar di pagi hari, dan sebaliknya di siang hari kadar gula darah akan naik. Kondisi ini terulang kembali di sore dan malam hari, sehingga orang tersebut juga akan cenderung mengasup banyak makanan saat makan malam (Hardinsyah, 2012). Teori tersebut menggambarkan mengapa kebiasaan sarapan dihubungkan dengan status gizi seseorang karena dengan melewatkan sarapan, maka pola makan menjadi tidak seimbang.
Universitas Indonesia
Level lemak..., Nadiyah Saleh Aziz, FKM UI, 2014
Kebiasaan Mengemil Mengemil merupakan perilaku makan di luar makan utama (sarapan, makan siang, dan makan malam). Kebiasaan mengemil (lebih dari 3 kali/hari) berpengaruh pada peningkatan frekuensi makan serta asupan energi dalam sehari yang dapat menyebabkan peningkatan indeks massa tubuh dan berdampak pada kejadian obesitas (McCroy dan Campbell, 2011). Asupan Gizi Obesitas merupakan dampak yang terjadi akibat akumulasi dari cadangan lemak yang menumpuk karena ketidakseimbangan energi yang diasup dan yang dikeluarkan oleh tubuh. Cadangan lemak ini menumpuk akibat asupan energi yang masuk ke dalam tubuh lebih banyak daripada energi yang seharusnya dikeluarkan. Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh, terutama bagi penduduk Indonesia yang makanan pokoknya adalah nasi. Sebagian karbohidrat dalam tubuh berada dalam sirkulasi darah, sebagian disimpan dalam bentuk glikogen dalam hati dan jaringan otot, sebagian lagi diubah menjadi lemak sebagai cadangan energi (Almatsier, 2009). Oleh karena itu, konsumsi karbohidrat yang berlebihan akan mengakibatkan penumpukkan lemak di dalam tubuh dan berdampak pada kejadian obesitas. Fungsi utama protein adalah untuk pertumbuhan tubuh. Namun, sama seperti halnya karbohidrat, protein juga dapat menjadi salah satu sumber energi yang dibutuhkan oleh tubuh. Protein yang berlebihan dalam tubuh akan mengalami deaminase, atau berubah menjadi lemak dan disimpan sebagai cadangan dalam tubuh (Almatsier, 2009). Oleh karena itu, konsumsi protein yang berlebihan juga dapat berakibat pada kejadian obesitas. Selain itu, makanan yang mengandung tinggi protein biasanya juga mengandung kadar lemak yang tinggi sehingga turut berdampak pada kejadian obesitas. Lemak menghasilkan energi yang lebih besar dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Konsumsi lemak yang berlebihan menyebabkan penumpukkan lemak yang terjadi pada beberapa bagian tubuh seperti perut (obesitas sentral), panggul, dan paha. Beberapa studi yang dilakukan mengenai pengaruh asupan lemak terhadap obesitas telah menunjukkan hubungan yang signifikan (Mueller, 2013; Wang dan Beydoun, 2009). Serat merupakan salah satu bentuk karbohidrat kompleks yang banyak berasal dari sayur dan buah. Fungsi serat larut air yang dapat menurunkan glikemik postprandial dan respon insulinemik dalam usus kecil yang berhubungan dengan penurunan tingkat rasa lapar dan asupan energi selanjutnya (Koh-Banerjee dan Rimm, 2003). Hal ini secara tidak langsung berhubungan dengan resiko obesitas maupun obesitas sentral.
Universitas Indonesia
Level lemak..., Nadiyah Saleh Aziz, FKM UI, 2014
Aktivitas Fisik Aktivitas fisik yang kurang merupakan salah satu faktor utama penyebab obesitas dan obesitas sentral. Hal ini berhubungan dengan ketidakseimbangan energi yang diasup oleh tubuh dengan energi yang dikeluarkan, salah satunya dengan cara melakukan aktivitas fisik. Jika seseorang memiliki aktivitas fisik yang kurang, maka energi yang diasup tidak dapat dikeluarkan secara maksimal sehingga menyebabkan penumpukkan lemak di dalam tubuh yang berdampak pada kejadian obesitas dan obesitas sentral. Kebiasaan Merokok Menurut penelitian yang dilakukan oleh James (2007) pada kelompok umur 20-35 tahun berdasarkan data National Health and Nutrition Examination Surveys (1999-2002), subjek yang merokok setiap hari memiliki indeks massa tubuh dan lingkar pinggang yang lebih kecil dibandingkan dengan kelompok yang tidak merokok. Namun penelitian lainnya yang dilakukan pada pasien diabetes tipe dua di sebuah rumah sakit di Seoul, Korea Selatan menunjukkan bahwa status merokok memiliki hubungan yang positif terhadap kejadian obesitas sentral yang menunjukkan nilai lingkar pinggang pada responden yang merokok lebih besar daripada responden yang tidak (Yun, et al., 2012).
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan menggunakan desain studi cross-sectional dengan pendekatan kuantitatif. Sampel yang diambil untuk penelitian ini adalah 120 petugas satpam kampus UI Depok yang telah termasuk dalam kriteria inklusi, yaitu sedang bertugas aktif sebagai petugas satpam kampus UI Depok, berjenis kelamin laki-laki, serta bersedia diwawancara dan diukur saat bertugas dalam shift pagi (pukul 08.00 hingga 20.00 WIB). Beberapa instrumen digunakan untuk memperoleh data variabel yang dibutuhkan. Data karakteristik individu (umur), kebiasaan sarapan, kebiasaan mengemil, serta kebiasaan merokok diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuesioner yang dibagi dalam beberapa bagian. Indeks massa tubuh, persen lemak tubuh, dan level lemak viseral diukur dengan pengukuran antropometri menggunakan microtoa, timbangan berat badan, serta Bioelectrical Impedance Analysis (BIA). Aktivitas fisik sehari-hari datanya didapat dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner adaptasi dari Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ). Data asupan gizi, meliputi energi, karbohidrat, protein, lemak, dan serat diperoleh dari hasil wawancara menggunakan food recall 2x24 jam dibantu dengan food model. Sedangkan nilai lingkar pinggang datanya diperoleh dengan cara pengukuran lingkar Universitas Indonesia
Level lemak..., Nadiyah Saleh Aziz, FKM UI, 2014
pinggang menggunakan pita ukur meteran yang terbuat dari bahan fiberglass dengan presisi 0,1 cm. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini mencakup analisis univariat, bivariat, serta multivariat. Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh data gambaran umum seluruh variabel yang diteliti pada responden. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan yang bermakna atau perbedaan secara statistik antara variabel independen dan variabel dependen. Analisis bivariat yang dilakukan dalam penelitian ini ada tiga, yaitu analisis uji t independen, uji Anova, serta uji korelasi dan regresi linier sederhana. Analisis multivariat dilakukan untuk menetukan faktor dominan variabel dependen penelitian. Pada penelitian ini variabel dependen yang diteliti adalah nilai lingkar pinggang yang merupakan variabel jenis numerik. Untuk mengetahui faktor dominan pada nilai lingkar pinggang maka dilakukan analisis regresi linier ganda.
Hasil Penelitian Lingkar Pinggang Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Nilai Lingkar Pinggang Statistik n Mean Standar Deviasi Median Minimum Maksimum
Lingkar Pinggang (cm) 120 79,3 9,33 78,55 62,9 102,2
Tabel 1 menunjukkan rata-rata nilai lingkar pinggang responden adalah 79,3 cm, dengan standar deviasi 9,33 cm dan nilai median sebesar 78,55 cm. Nilai lingkar pinggang responden terkecil adalah 62,9 cm sedangkan nilai terbesarnya adalah 102,2 cm. Karakteristik Individu Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Umur dan Indikator Lemak Tubuh Variabel n 120 Umur (tahun) Indikator Lemak Tubuh : 120 IMT (kg/m2) 120 PLT (%) 120 LLV
Mean 30,78
SD 11,06
Median 26,5
Minimum 18
Maksimum 55
23,81 19,06 7,09
3,35 5,4 3,94
22,8 20 7
16,6 7,6 1
31,1 30,6 18
Universitas Indonesia
Level lemak..., Nadiyah Saleh Aziz, FKM UI, 2014
Tabel diatas menunjukkan umur responden berkisar antara 18 hingga 55 tahun dengan ratarata dan standar deviasi 30,78 ± 11,06 tahun dan mediannya 26,5 tahun. Sedangkan menurut indikator lemak tubuhnya, rata-rata dan standar deviasi indeks massa tubuh (IMT), persen lemak tubuh (PLT), dan level lemak viseral (LLV) responden berturut-turut adalah 23,81 ± 3,35 kg/m2, 19,06 ± 5,4 %, dan 7,09 ± 3,94. Gaya Hidup Tabel 3. Distribusi Responden Menurut Aktivitas Fisik dan Asupan Gizi Variabel Aktivitas Fisik (MET) Asupan Gizi : Energi (kalori) Karbohidrat (gr) Protein (gr) Lemak (gr) Serat (gr)
n 120
Mean 661,33
SD 420,11
Median 600
Minimum 0
Maksimum 1680
120 120 120 120 120
1.833,7 248,36 55,11 65,97 8,79
388,73 58,38 15,84 24,52 3,32
1.779,85 242,6 53,3 63,75 8,25
1.042,5 121,1 26,5 19 2,6
3.009,5 445,2 121,1 138,7 26,6
Pada Tabel 3. dapat dilihat rata-rata dan standar deviasi aktivitas fisik responden sebesar 661,33 ± 420,11 MET. Aktivitas fisik responden berkisar antara 0 hingga 1680 MET dengan median sebesar 600 MET. Sedangkan asupan gizi responden berdasarkan hasil wawancara menggunakan kuisioner food recall 2x24 jam menunjukkan rata-rata dan standar deviasi asupan energi, karbohidrat, protein, lemak, dan serat berturut-turut adalah 1.833,7 ± 388,73 kalori, 248,36 ± 58,38 gram, 55,11 ± 15,84 gram, 65,97 ± 24,52 gram, dan 8,79 ± 3,32 gram. Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Sarapan, Mengemil dan Merokok
Variabel Kebiasaan Sarapan : Baik (setiap hari dan memenuhi 15-25% kebutuhan sehari) Kurang Baik (tidak setiap hari atau tidak memenuhi 15-25% kebutuhan sehari) Kebiasaan Mengemil : Frekuensi mengemil >3x/hari Frekuensi mengemil ≤3x/hari Kebiasaan Merokok : Tidak Merokok Perokok ringan (menghabiskan <10 batang rokok dalam sehari) Perokok sedang (menghabiskan 10-20 batang rokok dalam sehari) Perokok berat (menghabiskan >20 batang rokok dalam sehari)
n (120)
%
25 95
20,8 79,2
15 105
12,5 87,5
40 25 49 6
33,3 20,8 40,8 5
Pada Tabel 4. dapat dilihat sebanyak 20,8% responden yang memiliki kebiasaan sarapan baik dan 79,2% lainnya memiliki kebiasaan sarapan yang kurang baik. Berdasarkan kebiasaan mengemilnya, sebanyak 87,5% mengemil ≤ 3x per hari, sedangkan 12,5% responden yang mengemil > 3x per hari. Berdasarkan kebiasaan merokok responden terbagi menjadi 33,3% Universitas Indonesia
Level lemak..., Nadiyah Saleh Aziz, FKM UI, 2014
responden yang tidak merokok, 20,8% perokok ringan, 40,8% perokok sedang, dan 5% perokok berat. Hasil Analisis Bivariat Tabel 5. Rangkuman Hasil Analisis Bivariat
Variabel
Lingkar Pinggang Persamaan R2 Garis
n
Mean (cm)
r
120
-
0,452
0,205
P value
Keterangan
Karakter Individu Umur
LP = 67,557 + (0,381xUmur)
0,000
Berhubungan sedang
Indikator Lemak Tubuh : LP = 23,758 + (2,435 x IMT) LP = 52,435 + (1,409 x PLT) LP = 64,122 + (2,14 x LLV)
-IMT
120
-
0,875
0,766
0,000
-PLT
120
-
0,816
0,665
-LLV
120
-
0,905
0,819
120
-
-0,369
0,136
-Energi
120
-
-0,022
-
0,982
-Karbohidrat
120
-
0,003
-
0,973
-Protein
120
-
-0,017
-
0,858
-Lemak
120
-
0,024
-
0,794
-Serat
120
-
0,035
-
0,703
25 95
80,7 ± 10,06 78,93 ± 9,15
15
83,66 ± 8,84
0,000 0,000
Berhubungan sangat kuat Berhubungan sangat kuat Berhubungan sangat kuat
Gaya Hidup Aktifitas Fisik
LP = 84,708 (0,08 x AF)
0,000
Berhubungan sedang
Asupan Gizi :
Kebiasaan Sarapan -Baik -Kurang Baik Kebiasaan Mengemil -Frekuensi mengemil >3x/hari -Frekuensi mengemil ≤3x/hari Kebiasaan Merokok -Tidak Merokok -Perokok ringan -Perokok sedang -Perokok berat
105
78,67 ± 9,27
40 25 49 6
82,33 ± 8,45 75,56 ± 7,71 77,88 ± 9,72 86,13 ± 10,21
Tidak berhubungan Tidak berhubungan Tidak berhubungan Tidak berhubungan Tidak berhubungan
-
0,401
Tidak berhubungan
-
0,052
Tidak berhubungan
-
0,005
Berhubungan
Tabel diatas merupakan hasil analisis bivariat hubungan seluruh variabel independen terhadap nilai lingkar pinggang sebagai variabel dependen. Berdasarkan uji korelasi dan regresi dapat disimpulkan bahwa ketiga indikator lemak tubuh berhubungan sangat kuat dengan nilai lingkar pinggang (r bernilai antara 0,76 – 1) dengan arah positif yang berarti semakin besar indikator lemak tubuh, maka semakin besar nilai lingkar pinggang. Selain indikator lemak Universitas Indonesia
Level lemak..., Nadiyah Saleh Aziz, FKM UI, 2014
tubuh, umur dan aktivitas fisik dinilai berhubungan sedang dengan nilai lingkar pinggang (r bernilai antara 0,26 – 0,5). Hubungan umur dan lingkar pinggang memiliki arah yang positif, sehingga semakin bertambahnya umur, maka bertambah pula nilai lingkar pinggang seseorang, sedangkan hubungan aktivitas fisik dan lingkar pinggang memiliki arah negatif yang berarti semakin rendah aktivitas fisik seseorang, maka semakin besar nilai lingkar pinggangnya. Sementara itu, untuk uji korelasi tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara kelima asupan gizi dengan nilai lingkar pinggang (p value > 0,05). Berdasarkan uji t independen, dapat dilihat bahwa responden dengan kebiasaan sarapan baik memiliki nilai lingkar pinggang yang lebih besar (80,7 ± 10,06 cm) dibandingkan dengan responden dengan kebiasaan sarapan kurang baik (78,93 ± 9,15 cm). Untuk kebiasaan mengemil, responden dengan frekuensi mengemil >3x per hari memiliki nilai lingkar pinggang lebih besar (83,66 ± 8,84 cm) dibandingkan responden dengan frekuensi mengemil ≤3x per hari (78,67 ± 9,27 cm). Namun perbedaan rata-rata ini dinilai tidak memiliki hubungan yang signifikan baik antara kebiasaan sarapan maupun mengemil dengan nilai lingkar pinggang (p value > 0,05). Berdasarkan uji Anova didapatkan nilai rata-rata dengan standar deviasi lingkar pinggang terbesar adalah responden perokok berat (86,13 ± 10,21), diikuti oleh responden yang tidak merokok (82,33 ± 8,45 cm), perokok sedang (77,88 ± 9,72 cm), dan yang terkecil adalah nilai lingkar pinggang perokok ringan (75,56 ± 7,71). P value hubungan kebiasaan merokok dan nilai lingkar pinggang ini menunjukkan hubungan yang signifikan (p value < 0,05). Hasil Analisis Multivariat
Universitas Indonesia
Level lemak..., Nadiyah Saleh Aziz, FKM UI, 2014
Tabel 6. Pemodelan Regresi Linier Ganda Nilai Lingkar Pinggang
Model 1
Model 2
Model 3
Model 4
Variabel Nilai Konstan (LP) Umur PLT LLV Aktifitas Fisik Kebiasaan Mengemil Kebiasaan Merokok Variabel Nilai Konstan (LP) Umur PLT LLV Aktifitas Fisik Kebiasaan Merokok Variabel Nilai Konstan (LP) PLT LLV Aktifitas Fisik Kebiasaan Merokok Variabel Nilai Konstan (LP) PLT LLV Kebiasaan Merokok
Koefisien B 60,390 -0,040 0,435 1,682 -0,002 0,433 0,859 Koefisien B 60,279 -0,041 0,437 1,692 -0,002 0,896 Koefisien B 59,179 0,433 1,648 -0,001 0,941 Koefisien B 57,886 0,428 1,707 0,978
P value 0,000 0,292 0,000 0,000 0,060 0,692 0,026 P value 0,000 0,281 0,000 0,000 0,064 0,016 P value 0,000 0,000 0,000 0,105 0,011 P value 0,000 0,000 0,000 0,009
R2
0,847
R2
0,850
R2
0,848
R2 0,845
Tabel diatas menunjukkan tahap pemodelan regresi ganda yang dilakukan dengan cara mengeluarkan variabel yang memiliki p value > 0,05 satu persatu secara berurutan dari variabel yang memiliki nilai p value terbesar yaitu kebiasaan mengemil, umur, dan yang terakhir aktivitas fisik. Dalam pengeluaran variabel tidak terjadi perubahan koefisien B yang lebih dari 10 %, sehingga keempat variabel tersebut dapat dikeluarkan dan menyisakan tiga variabel, yaitu variabel persen lemak tubuh, level lemak viseral, dan kebiasaan merokok. Model regresi akhir yang didapat ini harus dapat memenuhi seluruh uji asumsi yang meliputi uji uji asumsi eksistensi (variabel dependen dan independen memiliki rata-rata dan varian tertentu), asumsi independensi (masing-masing nilai dari tiap individu berdiri sendiri atau independen), asumsi linieritas (p value < 0,05), asumsi homscedascity (varian nilai variabel Y sama untuk semua nilai variabel X), asumsi normalitas (distribusi data variabel dependen normal), serta uji diagnostik multicollinearity (tidak ada sesama variabel independen yang berkolerasi secara kuat).
Universitas Indonesia
Level lemak..., Nadiyah Saleh Aziz, FKM UI, 2014
Tabel 7. Model Regresi Akhir Variabel
Koefisien B
Nilai Konstan (LP) PLT LLV Kebiasaan Merokok
57,886 0,428 1,707 0,978
Beta
0,248 0,722 0,366
R2
P value Uji F (ANOVA)
0,845
0,000
Setelah dilakukan analisis multivariat pada beberapa tahap didapatkan variabel independen yang masuk dalam model regresi akhir yang sesuai adalah persen lemak tubuh, level lemak viseral dan kebiasaan merokok. Pada Tabel 7 dapat dilihat nilai R2 sebesar 0,845, artinya model regresi yang diperoleh menunjukkan 84,5% variasi variabel dependen lingkar pinggang. Hasil uji F menunjukkan nilai p value sebesar 0,000, maka pada alpha 5% dapat dinyatakan bahwa model regresi cocok dengan data yang ada atau signifikan memprediksi variabel lingkar pinggang. Faktor dominan atau faktor yang paling berhubungan dengan variabel dependen adalah variabel independen dengan nilai beta yang terbesar dari model regresi akhir yang sudah sesuai dan memenuhi seluruh uji asumsi. Jika dilihat dari nilai beta pada Tabel 7 maka dapat disimpulkan variabel independen yang paling dominan
terhadap nilai lingkar pinggang
adalah level lemak viseral dengan nilai beta sebesar 0,722.
Pembahasan Lingkar Pinggang Berdasarkan hasil penelitian diketahui rata-rata nilai lingkar pinggang 120 petugas satpam Universitas Indonesia yang bersedia menjadi responden adalah sebesar 79,3 cm dengan nilai terendah 62,9 cm dan nilai terbesar mencapai 102,2 cm. Jika dilihat dari besaran tersebut, nilai rata-rata lingkar pinggang petugas satpam Universitas Indonesia masih berada dibawah nilai cut-off point berdasarkan jenis kelamin pria menurut WHO untuk wilayah Asia-Pasifik, yaitu >90 cm. Jika dilihat dari prevalensinya, terdapat sebesar 12,5% petugas satpam Universitas Indonesia yang mengalami obesitas sentral. Meskipun angka ini lebih kecil jika dibandingkan dengan prevalensi obesitas sentral di Indonesia menurut RISKESDAS 2013, (26,6 %) namun jika dilihat menurut jenis kelaminnya, angka ini tergolong tinggi jika dibandingkan dengan prevalensi obesitas sentral pada pria dewasa menurut RISKESDAS 2007 (7,7%).
Universitas Indonesia
Level lemak..., Nadiyah Saleh Aziz, FKM UI, 2014
Karakteristik Individu dan Lingkar Pinggang Umur dengan Nilai Lingkar Pinggang Dari 120 petugas satpam Universitas Indonesia yang bersedia menjadi responden, rentang umur mereka berkisar antara 18 hingga 55 tahun, dengan rata-rata umur responden sebesar 30,78 tahun. Berdasarkan nilai korelasinya, hubungan umur dan nilai lingkar pinggang memiliki kekuatan sedang dan memiliki arah yang positif. Hal ini membuktikan hipotesis awal yang menyatakan adanya hubungan antara umur dengan nilai lingkar pinggang pada petugas satpam Universitas Indonesia. Peningkatan nilai lingkar pinggang ini terjadi beriringan dengan proses penuaan, meskipun tanpa kenaikan berat badan (Stevens, Katz, dan Huxley, 2010). Hal ini terjadi berkaitan dengan perubahan fungsi fisiologis pada kelompok umur 20 hingga 64 tahun yang mengalami peningkatan pada berat badan dan jaringan lemak. Sebaliknya, terjadi penurunan massa otot yang menyebabkan redistribusi lemak di dalam tubuh, dengan berkurangnya lemak subkutan dan terjadinya penumpukkan lemak pada rongga abdomen, sehingga berdampak terhadap kejadian obesitas sentral (Brown, et al., 2011). Indikator Lemak Tubuh dengan Nilai Lingkar Pinggang Distribusi responden menurut indeks massa tubuh menunjukkan rata-rata responden memiliki indeks massa tubuh sebesar 23,81 kg/m2 dengan rentang 16,6 hingga 31,1 kg/m2. Berdasarkan kategorinya, terdapat 65,8% responden dengan indeks massa tubuh normal, 12,5% dengan kelebihan berat badan tingkat ringan (gemuk I), 11,7% obesitas atau kelebihan berat badan tingkat berat (gemuk II), 7,5% kurus tingkat ringan (kurus I), dan 2,5% lainnya kurus tingkat berat (kurus II). Distribusi responden menurut persen lemak tubuh menunjukkan rata-rata responden memiliki persen lemak tubuh sebesar 19,06% dengan nilai terendah 7,6% dan tertinggi 30,6%. Jika dibandingkan dengan kategori persen lemak tubuh menurut penelitian yang dilakukan oleh Gallagher, et al. (2000) untuk ras Asia, proporsinya terbagi menjadi 63,3% responden memiliki persen lemak tubuh normal, 17,5% responden memiliki persen lemak tubuh tinggi, 16,7% responden memiliki persen lemak tubuh kurang, dan 2,5% responden lainnya memiliki persen lemak tubuh tinggi sekali. Distribusi responden menurut level lemak viseral menunjukkan rata-rata responden memiliki level lemak viseral senilai 7,09 dengan nilai terendah 1 dan tertinggi 18. Menurut kategori level lemak viseral (Al-Rethaiaa, Fahmy, dan Al-Shwaiyat, 2010), sebanyak 70% responden berada pada level lemak viseral normal, sedangkan 30% lainnya berada pada level lemak viseral tinggi. Universitas Indonesia
Level lemak..., Nadiyah Saleh Aziz, FKM UI, 2014
Berdasarkan uji korelasi dan regresi dapat disimpulkan bahwa ketiga indikator lemak tubuh berhubungan sangat kuat dengan nilai lingkar pinggang (r bernilai antara 0,76 – 1) dengan arah positif yang berarti semakin besar indikator lemak tubuh, maka semakin besar nilai lingkar pinggang. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya penambahan berat badan akibat penumpukkan lemak di dalam tubuh, khususnya lemak viseral dapat mengakibatkan kejadian obesitas sentral. Gaya Hidup dan Lingkar Pinggang Aktivitas Fisik dengan Nilai Lingkar Pinggang Distribusi responden menurut aktivitas fisik menunjukkan rata-rata 661,33 MET dengan kisaran nilai dari 0 hingga 1680 MET. Meskipun berdasarkan nilai rata-rata aktivitas fisik responden tergolong cukup, namun terdapat 58 orang atau sebesar 48,3% responden yang termasuk dalam kategori aktivitas fisik kurang. Nilai ini sangat tinggi jika dibandingkan angka nasional untuk penduduk dengan aktivitas fisik kurang menurut RISKESDAS 2013, yaitu sebesar 26,1%. Berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi disimpulkan aktivitas fisik memiliki hubungan sedang dan berpola negatif dengan nilai lingkar pinggang. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi aktifitas fisik responden, maka semakin kecil lingkar pinggangnya. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, seseorang yang memiliki aktivitas fisik yang kurang, maka energi yang diasup tidak dapat dikeluarkan secara maksimal sehingga menyebabkan penumpukkan lemak di dalam tubuh yang berdampak pada kejadian obesitas dan obesitas sentral. Asupan Gizi dengan Nilai Lingkar Pinggang Distribusi responden menurut asupan energinya menunjukkan rata-rata asupan energi responden sebanyak 1.833,7 kalori per harinya dengan asupan terendah sebesar 1042,5 kalori per hari dan terbanyak mencapai 3.009,5 kalori per hari. Jika dibandingkan dengan angka kecukupan energi (AKG, 2013), sebanyak 58,3% responden asupan energinya rendah, sedangkan 41,7% lainnya termasuk dalam kategori cukup (memenuhi 70% nilai angka kecukupan energi yang dianjurkan). Hasil pengamatan menunjukkan rata-rata asupan karbohidrat petugas satpam Universitas Indonesia sebesar 248,36 gram per harinya, dengan asupan terendah sebesar 121,1 gram per hari dan asupan terbesar sebanyak 445,2 gram per hari. Berdasarkan kebutuhan asupan karbohidrat seseorang dalam sehari (45-65% asupan energi) (Hardinsyah, Riyadi, dan Napitupulu, 2012), terdapat 75% responden yang asupan karbohidratnya sudah cukup, 12,5% rendah, sedangkan 12,5% lainnya memiliki asupan karbohidrat tinggi.
Universitas Indonesia
Level lemak..., Nadiyah Saleh Aziz, FKM UI, 2014
Hasil pengamatan menunjukkan rata-rata asupan protein petugas satpam Universitas Indonesia sebesar 55,11 gram per harinya. Angka ini sudah mencukupi batas kecukupan protein menurut RISKESDAS 2010, yaitu mencapai 80% nilai angka kecukupan protein (AKG, 2013), namun angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata konsumsi protein penduduk Indonesia sebanyak 62,1 gram per hari (RISKESDAS, 2010). Berdasarkan kategorinya, sebanyak 56,7% responden sudah memiliki asupan protein yang cukup, sementara 43,3% lainnya masih rendah. Hasil pengamatan juga menunjukkan asupan terendah sebesar 26,5 gram per hari dan asupan terbesar sebanyak 121,1 gram per hari. Hasil pengamatan menunjukkan rata-rata asupan lemak petugas satpam Universitas Indonesia sebesar 65,97 gram per harinya, dengan asupan terendah sebesar 19 gram per hari dan asupan terbesar sebanyak 138,7 gram per hari. Terlihat rentang yang sangat jauh antara asupan terendah dan tertinggi, hal ini terjadi karena ada beberapa asupan lemak yang sangat tinggi maupun sangat rendah dan jauh berbeda dengan nilai yang lainnya (data outliers). Kebutuhan asupan lemak pada orang dewasa adalah sebesar 20-30% asupan energinya (Hardinsyah, Riyadi, dan Napitupulu, 2012). Hasil pengamatan menunjukkan sebanyak 57,5% responden mengkonsumsi lemak lebih dari kebutuhannya, 31,7% cukup, sementara 10,8% lainnya termasuk kategori rendah. Rata-rata asupan lemak petugas satpam Universitas Indonesia juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata konsumsi lemak penduduk Indonesia sebanyak 47,2 gram per hari (RISKESDAS, 2010). Hasil pengamatan menunjukkan rata-rata asupan serat petugas satpam Universitas Indonesia sebesar 8,79 gram per harinya, dengan asupan terendah sebesar 2,6 gram per hari dan asupan terbesar sebanyak 26,6 gram per hari. Menurut Hardinsyah, Riyadi, dan Napitupulu (2012), kebutuhan asupan serat pada orang dewasa adalah sebesar 14 gram per 1000 kalori yang diasup. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa seluruh responden kurang mengkonsumsi serat dengan rata-rata hanya mencukupi 34,3% dari kebutuhan. Berdasarkan uji korelasi tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara kelima asupan gizi dengan nilai lingkar pinggang. Kebiasaan Sarapan dengan Nilai Lingkar Pinggang Analisis yang telah dilakukan tidak dapat menunjukkan hubungan yang signifikan antara kebiasaan sarapan dengan nilai lingkar pinggang. Kebiasaan sarapan bukan merupakan satusatunya faktor yang mempengaruhi kadar gula darah dan nafsu makan seseorang. Jenis makanan yang diasup saat sarapan juga berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Selain harus dapat memenuhi 15-25% kebutuhan gizi dalam sehari, jenis makanan yang seharusnya dikonsumsi saat sarapan sebaiknya juga mengandung serat yang cukup, rendah lemak, tidak Universitas Indonesia
Level lemak..., Nadiyah Saleh Aziz, FKM UI, 2014
mengandung lemak jenuh, rendah glukosa dan rendah glikemik indeks, serta dilengkapi dengan minuman seperti air mineral, susu, teh, atau kopi (Hardinsyah, 2012). Konsumsi sereal saat sarapan berpengaruh positif terhadap nilai lingkar pinggang yang lebih kecil (Deshmukh-Taskar, 2010). Kebiasaan Mengemil dengan Nilai Lingkar Pinggang Analisis yang telah dilakukan tidak dapat menunjukkan hubungan yang signifikan antara kebiasaan mengemil dengan nilai lingkar pinggang. Kebiasaan mengemil dengan frekuensi >3 kali/hari berpengaruh pada peningkatan frekuensi makan serta asupan energi dalam sehari yang dapat menyebabkan peningkatan indeks massa tubuh dan berdampak pada kejadian obesitas (McCroy dan Campbell, 2011). Penelitian lain yang dilakukan pada populasi di Eropa menunjukkan bahwa konsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak dan karbohidrat dapat berpengaruh pada peningkatan asupan kalori sehingga berdampak pada peningkatan berat badan dan nilai lingkar pinggang (Du, et al., 2009). Kebiasaan Merokok dengan Nilai Lingkar Pinggang Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan kebiasaan merokok memiliki hubungan yang signifikan. Namun arah hubungan ini tidak selalu sama dalam setiap penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang termasuk kategori perokok ringan dan sedang memiliki nilai lingkar pinggang lebih kecil jika dibandingkan dengan responden yang tidak merokok, namun bukan berarti merokok baik dilakukan sebagai pencegahan obesitas sentral. Berdasarkan hasil penelitian ini, perokok berat memiliki nilai lingkar pinggang yang terbesar jika dibandingkan dengan tiga kategori lainnya. Level Lemak Viseral sebagai Faktor Dominan Terhadap Nilai Lingkar Pinggang Jika dilihat menurut nilai lingkar pinggangnya, sebesar 12,5% petugas satpam Universitas Indonesia mengalami obesitas sentral, sedangkan menurut level lemak viseral, terdapat 30% petugas satpam Universitas Indonesia yang mengalami obesitas sentral. Angka ini menunjukkan bahwa pengukuran lingkar pinggang, meskipun tidak dapat mendeteksi penumpukkan lemak viseral seakurat pengukuran menggunakan BIA (Bioelectrical Impedance Analysis), setidaknya dapat menggambarkan 15 dari 36 kejadian obesitas sentral pada petugas satpam Universitas Indonesia.
Kesimpulan Rata-rata nilai lingkar pinggang petugas satpam laki-laki Universitas Indonesia adalah 79,3 cm (masih berada di bawah cut-off point berdasarkan jenis kelamin pria (>90 cm) menurut Universitas Indonesia
Level lemak..., Nadiyah Saleh Aziz, FKM UI, 2014
WHO untuk wilayah Asia-Pasifik). Prevalensi petugas satpam laki-laki Universitas Indonesia yang mengalami obesitas sentral sebesar 12,5%. Terdapat hubungan yang signifikan antara umur serta ketiga indikator lemak tubuh dengan nilai lingkar pinggang. Hubungan ini memiliki kekuatan sedang dan memiliki arah yang positif, atau dapat dikatakan semakin bertambahnya umur maupun indikator lemak tubuh responden maka semakin besar nilai lingkar pinggangnya. Selain itu, terdapat hubungan yang signifikan juga antara aktivitas fisik dengan nilai lingkar pinggang. Hubungan ini memiliki kekuatan sedang dan memiliki arah yang negatif, atau dapat dikatakan semakin tinggi aktifitas fisik responden, maka semakin kecil lingkar pinggangnya. Berdasarkan uji Anova, terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan nilai lingkar pinggang. Rata-rata nilai lingkar pinggang terbesar terdapat pada responden dalam kategori perokok berat, diikuti dengan responden yang tidak merokok, perokok sedang, dan perokok ringan. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kelima asupan gizi (asupan energi, karbohidrat, protein, lemak, dan serat), kebiasaan sarapan, serta kebiasaan mengemil dan nilai lingkar pinggang. Level lemak viseral merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan nilai lingkar pinggang pada petugas satpam Universitas Indonesia.
Saran
Para petugas satpam Universitas Indonesia diharapkan dapat menjaga gaya hidup yang sehat dengan menghilangkan kebiasaan merokok, serta menerapkan empat pilar gizi seimbang (Kemenkes, 2013), yaitu mengkonsumsi makanan beragam, membiasakan perilaku hidup bersih, melakukan aktivitas fisik, serta mempertahankan dan memantau berat badan normal.
UPT-PLK Universitas Indonesia perlu mengadakan sosilaisasi kepada para petugas mengenai poin-poin yang sudah dijelaskan diatas. Sosialisasi pola hidup sehat ini dilakukan dengan bantuan dari Dinas Kesehatan Depok dan Departemen Gizi Universitas Indonesia dengan melakukan beberapa program seperti pengukuran antropometri secara rutin (berat badan, tinggi badan, serta persen lemak tubuh), menambah intensitas kegiatan olahraga bersama menjadi 3 kali seminggu, serta memberikan konsultasi gizi bagi petugas yang memiliki status gizi kurang atau lebih.
Peneliti berharap penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian yang akan dilakukan di masa depan mengenai faktor-faktor lainnya yang berhubungan dengan obesitas sentral. Universitas Indonesia
Level lemak..., Nadiyah Saleh Aziz, FKM UI, 2014
Daftar Referensi Alberti, K. Goerge M. M., Jonathan Shaw, dan Paul Zimmet. (2005). The Metabolic Syndrome-a new worldwide definition. The Lancet, 366(9491), 1059-1062. Almatsier, Sunita. (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi (7 ed). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Al-Rethaiaa, Abdallah S., Alaa-Eldin A. Fahmy dan Naseem M. Al-Shwaiyat. (2010). Obesity and eating habits among college students in Saudi Arabia: a cross sectional study. Nutrition Journal, 9(39). Bosy-Westphal, et al. (2008). Accuracy of Bioelectrical Impedance Consumer Devices for Measurement of Body Composition in Comparison to Whole Body Magnetic Resonance Imaging and Dual X-Ray Absorptiometry. Obesity Facts, 1, 319-324. Brown, et al. (2011). Nutrition Through the Life Cycle (4 ed). USA: Wadsworth, Cengage Learning. Depkes RI. (2007). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Depkes RI. (2010). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Deshmukh-Taskar, P. R., Nicklas, T. A., O'Neil, C. E., Keast, D. R., Radcliffe, J. D., & Cho, S. (2010). The relationship of breakfast skipping and type of breakfast consumption with nutrient intake and weight status in children and adolescents: the National Health and Nutrition Examination Survey 1999-2006. J Am Diet Assoc, 110(6), 869-878. Després, J. P., & Lemieux, I. (2006). Abdominal obesity and metabolic syndrome. Nature, 444(7121), 881-887. Du, et al. (2009). Dietary energy density in relation to subsequent changes of weight and waist circumference in European men and women. PLoS One, 4(4), e5339. Fink, et al. (2006). Practical Applications in Sports Nutrition. Massachusetts, USA: Jones and Bartlett Publihsers. Gallagher, et al. (2000). Healthy percentage body fat ranges: an approach for developing guidelines based on body mass index. Am J Clin Nutr, 72, 694-701. Hardinsyah, Hadi Riyadi, dan Victor Napitupulu. (2012). Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Karbohidrat. Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB dan Departemen Gizi FK UI. Universitas Indonesia
Level lemak..., Nadiyah Saleh Aziz, FKM UI, 2014
Hardinsyah. (2012). Breakfast in Indonesia. Jakarta: Symposium Healthy Breakfast. Hardinsyah. (2013). Sarapan Sehat Salah Satu Pilar Gizi Seimbang. Jakarta: Deklarasi Pekan Sarapan Nasional dan Simposium Nasional Sarapan Sehat. Huxley, et al. (2010). Body mass index, waist circumference and waist:hip ratio as predictors of cardiovascular risk--a review of the literature. Eur J Clin Nutr, 64(1), 16-22. James, Dawanna Nicole. (2007). The Relationships of Substance Use to the Weight/Height Status, Waist Circumference, Macronutrient Intakes, and Activity of Adults 20-35 Years of Age in the United States. USA: Howard University. Kasiman, S. (2011). Pengaruh Makanan pada Sindrom Metabolik. Jurnal Kardiologi Indonesia, 32(1), 24-26. Katch, Frak I. dan William D. McArdle. (1993). Introduction to Nutrition, Exercise, and Health (4 ed). USA: Lea & Febiger. Kemenkes RI. (2013). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. Kemenkes RI. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan RI No 75 Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI. Kemenkes RI. (2014). Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta: Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Krishnan et al. (2007). Overall and Central Obesity and Risk of Type 2 Diabetes in U.S. Black Women. Obesity (Silver Spring), 15(7), 1860-1866. Lee, Robert D. dan David C. Nieman. (2010). Nutrional Assessment (5 ed). New York: McGraw-Hill. McCrory, M. A., & Campbell, W. W. (2011). Effects of eating frequency, snacking, and breakfast skipping on energy regulation: symposium overview. J Nutr, 141(1), 144147. Mueller, P. S. (2013). Low Total-Fat Intake Is Associated with Lower Weight Body-Mass Index and Waist Circumference. Massachusetts Medical Society. National Heart, Lung, and Blood Institute. (2000). Clinical Guidelines on the Identification, Evaluation, and Treatment of Overweight and Obesity in Adults: The Evidence Report. US Departement of Health and Human Services. Nikolopoulou, Angeliki dan Nikolaos PE Kadoglou. (2012). Obesity and metabolic syndrome as related to cardiovascular disease. Expert Rev. Cardiovasc. Ther., 10(7), 933-939. Ogden, J. (2010). The Psychology of Eating (2 ed.). UK: Blackwell Publishing.
Universitas Indonesia
Level lemak..., Nadiyah Saleh Aziz, FKM UI, 2014
Permana, Arif. (2013). Hubungan Obesitas Sentral (Rasio Lingkar Pinggang Panggul) dengan Kejadia Hipertensi Primer pada Jemaah Calon Haji Kabupaten Sumedang Tahun 2012. Depok: FKM UI. Ross, R., & Després, J. P. (2009). Abdominal obesity, insulin resistance, and the metabolic syndrome: contribution of physical activity/exercise. Obesity (Silver Spring), 17 Suppl 3, S1-2. Sakurai, et al. (2010). Age-associated increase in abdominal obesity and insulin resistance, and usefulness of AHA/NHLBI definition of metabolic syndrome for predicting cardiovascular disease in Japanese elderly with type 2 diabetes mellitus. Gerontology, 56(2), 141-149. Seidell, J. C. (2010). Waist circumference and waist/hip ratio in relation to all-cause mortality, cancer and sleep apnea. Eur J Clin Nutr, 64(1), 35-41. Shaw, et al. (2007). Central Obesity Is an Independent Risk Factor for Albuminuria in Nondiabetic South Asian Subjects. Diabetes Care, 30(7), 1840-1844. Sizer, F. S., & Whitney, E. (2014). Nutrition: Concepts and Controversies (13 ed.). USA: Wadsworth, Cengage Learning. Smolin, Lori A. dan Mary B. Grosvenor. (2010). Nutrition and Weight Management (2 ed). New York: Infobase Publishing. Stevens, J., Katz, E. G., & Huxley, R. R. (2010). Associations between gender, age and waist circumference. Eur J Clin Nutr, 64(1), 6-15. Wang, Y., & Beydoun, M. A. (2009). Meat consumption is associated with obesity and central obesity among US adults. Int J Obes (Lond), 33(6), 621-628. WHO. (2000). The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity and its Treatment. Australia: Health Communications Australia. WHO. (2011). Waist Circumference and Wasit-Hip Ratio: Report of a WHO Expert Consultation. Geneva: World Health Organization. Yun, et al. (2012). Smoking Is Associated With Abdominal Obesity, Not Overall Obesity, in Men With Type 2 Diabetes. Journal of Preventive Medicine and Public Health, 45(5), 316.
Universitas Indonesia
Level lemak..., Nadiyah Saleh Aziz, FKM UI, 2014