Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
16
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
KONSTRUKSI RUMAH PANGGUNG UNTUK KAWASAN RAWAN BANJIR JALAN P. ANTASARI SAMARINDA Daru Purbaningtyas Dosen Politeknik Negeri Samarinda Sujiati Jepriani Dosen Politeknik Negeri Samarinda ABSTRACT Samarinda has potential flood area that is distributed on some places including Jalan P. Antasari. Flood mitigation also needs community partisipation on landscape development, spesially on potential flood area. Concept of “rumah panggung” has been issue, it’s considered this construction house has been familiar for local people. This research was started by surveying on location study for making design of permanent house, rumah panggung and embankment house. And then RAB analyze were done to compare the cost of two types of house. Flood water up was estimated by converting land use from free area of rumah panggung to useful area of embankment house. The result showed that construction of rumah panggung yield a profit. The cost of rumah panggung is 3,27% more than embankment house but this construction can retard flood water up around it. Keywords : rumah panggung, embankment house, flood water up LATAR BELAKANG Samarinda sebagai Ibukota Propinsi Kalimantan Timur berada pada ketinggian 10.200 cm di atas permukaan laut, dengan curah hujan yang cukup tinggi 2.345 mm pertahun serta dipengaruhi oleh sekitar 20 daerah aliran sungai (DAS) yang merupakan sub DAS Mahakam (Bappeda Samarinda, 2009). Kondisi tersebut menyebabkan wilayah ini mempunyai potensi genangan banjir yang tersebar di beberapa kawasan. Permasalahan banjir adalah permasalahan bersama yang menimbulkan kerugian material dan non material. Nur Arifaini dkk. (1995) dalam Susilowati dkk (2006) memberikan analisa bahwa sumber penyebab banjir sesungguhnya adalah perubahan percepatan tata guna lahan, laju pertumbuhan penduduk, perilaku masyarakat, budaya, kondisi ekonomi dan perundang-undangan yang belum baku untuk mengendalikan pengembangan suatu
kawasan. Sehingga penanganannya secara teknis atau non teknis memerlukan kerjasama antar sektor yang terkait, pemerintah dan masyarakat. Pembangunan prasarana dan sarana fisik seperti tanggul, normalisasi alur sungai, pintu air, penampungan air sementara (boezem), perbaikan dan peningkatan sistem drainase tidak sepenuhnya bisa mengubah dataran banjir menjadi terbebas dari banjir. Pembangunan fasilitas ini hanya bertujuan menekan besarnya kerugian harta benda dan jiwa (flood damage mitigation). Untuk mengurangi banjir perlu dibangun prasarana dan sarana yang tergolong non structural measured, yang dimaksud adalah memberikan pemahaman risiko bermukim dan konsep perlakuan-perlakuan (treatment) pemanfaatan ruang di lokasi-lokasi dataran banjir yang telah terbangun. Dan hal itu hanya dapat diatasi melalui penerapan konsep peran serta masyarakat di bidang penataan ruang. Konsep rumah panggung menjadi sebuah wacana. Dengan rumah panggung, air 17
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010 banjir tidak masuk ke dalam rumah. Secara materi dan kesehatan, ini sudah sangat menguntungkan. Manfaatnya akan bertambah kalau permukaan tanah tidak seluruhnya ditutup oleh beton atau semen. Penyerapan air hujan ke dalam tanah akan menjadi lebih baik. Dengan demikian luas serapan air menjadi lebih besar jika mengembangkan rumah panggung. Berdasarkan konsep tersebut maka pemakaian rumah panggung menjadi menarik untuk dikaji, mengingat bentuk rumah yang sudah familiar bagi penduduk asli dan kondisi kota Samarinda yang cenderung semakin rawan banjir di masa mendatang. Adapun lokasi yang dimaksud adalah Jalan Pangeran Antasari Samarinda Ulu, dengan pertimbangan daerah tersebut merupakan kawasan perkotaan dan rumah panggung masih digunakan sebagian penduduknya. PERMASALAHAN Secara umum permasalahan yang terjadi di lapangan adalah keinginan masyarakat untuk membangun rumah permanen sehingga terjadi pengurukan tanah di kawasan banjir. Hal ini akan mengurangi ruang bagi air banjir di kawasan tersebut. Melihat kondisi tersebut maka permasalahan yang terjadi adalah : 1. Bagaimana membangun rumah permanen dengan tetap memberi ruang bagi air limpasan permukaan (banjir)? 2. Berapa besar perbedaan biaya yang harus dikeluarkan apabila membangun rumah permanen urugan dan rumah permanen bentuk panggung? 3. Bagaimana kontribusi pemakaian rumah panggung terhadap pengurangan genangan banjir? TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah memberikan gambaran keuntungan konstruksi rumah panggung dibandingkan rumah urugan dengan desain yang sama sesuai kebutuhan
umum penduduk ditinjau dari biaya pembangunan dan manfaatnya dalam mengurangi tinggi genangan banjir. Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah adanya contoh desain rumah permanen dengan konstruksi panggung dan urugan beserta perkiraan biaya pelaksanaannya dan keuntungan pemakaian rumah panggung dalam mengurangi tinggi genangan yang terjadi di badan jalan dan sekitarnya. Dimana informasi ini menjadi masukan bagi masyarakat agar dapat turut berperan dalam upaya penanganan banjir di kawasan masing-masing. LANDASAN TEORI Rumah Panggung Rumah panggung adalah rumah yang konstruksinya dibangun ke atas dengan lantai bawah tidak untuk ditinggali, misalnya hanya digunakan sebagai garasi atau taman. Bentuk panggung ada kalanya tidak cukup tinggi tetapi tetap memberi peluang air untuk melintas di bawahnya. Rumah panggung tidak hanya berupa rumah semi permanen tetapi bisa ditingkatkan menjdi rumah permanen dengan konstruksi beton yang didesain sebagai rumah panggung. Perbedaan mendasar pada struktur rumah biasa dan rumah panggung adalah lantai dasar dari bangunan tersebut. Lantai dasar pada rumah biasa ditumpu oleh tanah dasar atau tanah urug, sedangkan lantai dasar rumah panggung ditumpu oleh struktur balok kolom yang mendukung plat lantai tersebut. Dengan kata lain konstruksi rumah panggung permanen merupakan struktur portal beton bertulang. Rencana Anggaran Biaya Rencana anggaran biaya adalah rencana perhitungan banyaknya biaya yang dibutuhkan untuk bahan dan upah, serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan bangunan tersebut.(Soedrajat, 1984)
18
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010 Dalam perhitungan anggaran biaya terlebih dahulu harus mengetahui kuantitas/volume dari masing-masing pekerjaan. Untuk itu diperlukan gambar kerja sebagai dasarnya. Adapun langkah penyusunan rencana anggaran biaya adalah sebagai berikut: 1. Menyusun pekerjaan yang terjadi berdasarkan gambar kerja. 2. Mencari analisa harga satuan (unit price) untuk mendapatkan satuan masingmasing pekerjaan. 3. Menghitung harga satuan. 4. Menyusun RAB berdasarkan kelompok pekerjaan dan menghitung harga untuk masing-masing pekerjaan. 5. Menyusun rekapitulasi RAB.
Analisa genangan memerlukan data genangan yang meliputi lokasi genangan, lama genangan yang meliputi lama dan frekuensi, tinggi genangan dan besar kerugian. Hubungan antara lama dan tinggi genangan mempengaruhi besarnya kerugian yang terjadi (Gunadarma, 1996). Genangan setinggi 3 m meskipun terjadi dalam waktu kurang dari 0,5 jam akan memberikan kerugian yang besar dibandingkan genangan 0,1 m selama 2 hari. Volume air banjir yang mampu dialirkan di bawah konstruksi rumah panggung diperkirakan dengan menghitung tinggi ruang kosong di bawah panggung dikalikan luas bangunan. Sedangkan tinggi genangan yang terjadi baru dapat dihitung apabila diketahui luas lahan yang diurug dan luas rumah panggung yang ada dalam satu kawasan tersebut.
Genangan Banjir METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut : Data lokasi kawasan rawan banjir (Gang 9 dan Gang Kenanga)
Data kawasan rawan banjir (jumlah penduduk/rumah panggung,luas tanah dan bangunan,jumlah anggota keluarga, genangan tertinggi, kondisi sosial)
Desain rumah permanen dengan konstruksi panggung
Desain rumah pemanen dengan urugan
RAB rumah permanen Gambar dengan konstruksi panggung
RAB rumah 1 Tahapan Penelitian
Volume air yang melalui bawah konstruksi
permanen dengan urugan
Tinggi genangan yang terjadi akibat pengurukan
Perbandingan dan pembahasan
19
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010 Adapun lokasi penelitian ditunjukkan pada sketsa lokasi berikut : 1,5 m
50 m
3m
20 m
300 m
Gang 9
Suzuki Samekarindo
60 m
Gang Kenanga
Honda Semoga Jaya
Jalan Pangeran Antasari
200 m
Gambar 2 Sketsa Lokasi Penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data di lokasi, maka dibuat desain rumah permanen dengan bentuk memanjang sederhana dengan luas bangunan
120 m2. Denah rumah dan material bangunan yang digunakan sama untuk tipe rumah panggung dan rumah tanpa panggung dengan urugan. Spesifikasi material untuk kedua tipe bangunan disajikan pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Spesifikasi Material Rumah No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Material Beton Baja Kayu Pondasi Sloof Pedestal Balok Plat Lantai Kolom Ringbalk
Urugan K-225 U-24 Meranti, Kapur & Bangkirai Batu Gunung ( Cerucuk ulin ) 15/20 cm Rabat tebal = 5 cm 12/12 cm 12/17.5 cm
Panggung K-225 U-24 Meranti, Kapur, Bangkirai Poer Plat beton 15/25 cm 15/15 cm 15/30 cm Beton tebal = 10 cm 12/12 cm 12/17.5 cm
20
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010 11 Kuda-kuda 12 Atap pelana 13 Dinding 14 Finishing lantai Sumber : Perencanaan
Konstruksi kayu Multiroof Pasangan batu bata Keramik
Gambar denah dan tampak dari rumah permanen urugan dan rumah panggung disajikan dalam gambar-gambar di bawah ini. Dan dilanjutkan
Konstruksi kayu Multiroof Pasangan batu bata Keramik
dengan perhitungan rencana anggaran biaya yang drangkum dalam Tabel Rekapitulasi RAB.
Gambar 3 Rencana Denah Rumah Permanen
21
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
Gambar 4 Tampak Depan dan Belakang Rumah Urugan
Gambar 5 Tampak Kiri dan Tampak Kanan Rumah Urugan
22
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
Gambar 6 Tampak Depan Rumah Panggung
Gambar 7 Tampak Samping Kiri Rumah Panggung
23
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010 Tabel 2 Rekapitulasi RAB Rumah Urugan NO
URAIAN PEKERJAAN PEKERJAAN PENDAHULUAN PEKERJAAN TANAH / PASIR
I II
JUMLAH HARGA Rp Rp
III
PEKERJAAN PANCANGAN
Rp
IV
PEKERJAAN PASANGAN / PLESTERAN
Rp
V
PEKERJAAN BETON TAK BERTULANG
Rp
VI
PEKERJAAN BETON BERTULANG
Rp
VII
PEKERJAAN LANTAI / DINDING
Rp
VIII
PEKERJAAN KUSEN ALUMINIUM
Rp
IX
PEKERJAAN KAP DAN RANGKA
Rp
X
PEKERJAAN PLAFOND
Rp
XI
PEKERJAAN INSTALASI LISTRIK
Rp
XII
PEKERJAAN SANITASI
Rp
XIII
PEKERJAAN CAT-CATAN
Rp
XIV
PEKERJAAN LAIN – LAIN
Rp
Terbilang :
JUMLAH
Rp
PPN 10%
Rp
I.M.B.( 2.4% + 1.000.000 )
Rp
JUMLAH TOTAL
Rp
DIBULATKAN
Rp
11,727,520.00 46,320,899.20 688,324.00 130,843,836.86 629,369.13 32,312,108.19 15,386,563.40 31,944,250.00 83,675,709.65 20,397,176.64 6,375,000.00 8,845,000.00 23,923,903.80 1,570,000.00 414,639,660.87 41,463,966.09 10,951,351.86 467,054,978.81 467,055,000.00
Empat Ratus Enam Puluh Tujuh Juta Lima Puluh Lima Ribu Rupiah Tabel 4 Rekapitulasi RAB Rumah Panggung
24
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
NO
URAIAN PEKERJAAN
I
PEKERJAAN PENDAHULUAN PEKERJAAN TANAH / PASIR PEKERJAAN PANCANGAN PEKERJAAN PASANGAN / PLESTERAN PEKERJAAN BETON TAK BERTULANG PEKERJAAN BETON BERTULANG PEKERJAAN LANTAI / DINDING PEKERJAAN KUSEN ALUMINIUM PEKERJAAN KAP DAN RANGKA PEKERJAAN PLAFOND PEKERJAAN INSTALASI LISTRIK PEKERJAAN SANITASI PEKERJAAN CAT-CATAN PEKERJAAN LAIN - LAIN JUMLAH PPN 10% I.M.B.( 2.4% + 1.000.000 ) JUMLAH TOTAL DIBULATKAN
II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV
Terbilang :
JUMLAH HARGA Rp 11,727,520.00 Rp 2,358,066.56 Rp Rp 63,037,259.96 Rp 20,005,216.00 Rp 138,960,109.64 Rp 15,386,563.40 Rp 31,944,250.00 Rp 83,675,709.65 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
20,397,176.64 6,375,000.00 8,845,000.00 23,923,903.80 1,570,000.00 428,205,775.65 42,820,577.57 11,276,938.62 482,303,291.83 482,303,000.00
Empat Ratus Delapan Puluh Dua Juta Tiga Ratus Tiga Ribu Rupiah
Luas wilayah yang ditinjau sekitar 200 x 300 m2 atau 60.000 m2 (6 hektar). Hasil pengamatan lapangan (Gambar 2) memberikan luas total bangunan permanen (beton) di sepanjang jalan utama dan di dalam kedua gang adalah 7.040 m2. Sehingga luas sisanya merupakan bagian yang dianggap masih dapat mengalirkan air yang terdiri dari lahan kosong dan rumah panggung, yaitu seluas 52.960 m2 dikurangi luas badan jalan 900 m2 (300 x 3 m2) di Gang Kenanga dan 450 m2 (300 x 1,5 m2) menjadi 51.610 m2. Volume air yang dapat dialirkan di bawah bangunan dan lahan kosong hanya diperhitungkan untuk kondisi jalan tidak banjir. Tinggi urugan dan panggung sebesar 2 m tidak
seluruhnya dapat menampung air mengingat adanya tanaman liar di lahan kosong dan bagian lumpur di bawah bangunan. Ruang bebas di bawah panggung atau lahan kosong dalam pengamatan rata-rata hanya setinggi 1 m. Sehingga volume air yang masih dapat tanpa menimbulkan genangan di jalan dan rumah adalah sebesar 51.610 m3. Apabila luas bagian ruang bebas tersebut beralih fungsi menjadi bagian yang diurug untuk dibangun maka sejumlah 51.610 m3 air yang tadinya masih dapat ditampung akan mengisi badan jalan dan bangunan yang ada. Tanpa memperhitungkan luas bagian bangunan di atas urugan, maka kenaikan muka air pada
25
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010 wilayah tersebut menjadi 51.610 m3/60.000 m2 = 0,86 m. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa biaya rumah panggung sedikit lebih tinggi dari rumah urugan. Biaya rumah urugan dengan luas bangunan 120 m2 adalah Rp 467.055.000,- atau Rp 3.892.125,- / m2 dan biaya rumah panggung Rp 482.303.000,- atau Rp 4.019192,- / m2. Dengan kata lain biaya pembangunan rumah panggung 3,27% lebih besar dari biaya pembangunan rumah permanen dengan pengurugan. Jika ditinjau dari tinggi genangan yang dapat terjadi akibat beralih fungsinya rumah panggung menjadi rumah urugan untuk wilayah tersebut adalah setinggi 0,86 m. Artinya desain rumah tinggal dengan bentuk panggung akan memberikan kontribusi pencegahan terjadinya kenaikan genangan banjir karena air akan tertampung di bawah bangunan. Semakin luas wilayah yang beralih fungsi menjadi bangunan (tanpa panggung) maka semakin tinggi genangan yang akan terjadi. Berdasarkan rencana anggaran biaya pembangunan dan kontribusinya terhadap terjadinya genangan, maka konstruksi rumah panggung lebih menguntungkan. Dengan biaya yang sedikit lebih tinggi (3,27%) dari rumah urugan, rumah panggung dapat menekan kenaikan tinggi genangan di sekitarnya. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Rencana anggaran biaya pembangunan rumah urugan tipe 120 adalah Rp 467.055.000,- atau Rp 3.892.125,- / m2. 2. Adapun rencana anggaran biaya rumah panggung dengan tipe yang sama diperoleh sebesar Rp 482.303.000,- atau Rp 4.019192,- / m2. 3. Peralihan fungsi dari lahan kosong dan rumah panggung menjadi rumah permanen
urugan di wilayah tersebut dapat menaikkan tinggi genangan sebesar 0,86 m. 4. Pemakaian rumah panggung lebih menguntungkan karena dengan biaya yang sedikit lebih tinggi (3,27%) dari rumah urugan, rumah panggung dapat menekan kenaikan tinggi genangan di sekitarnya. Penelitian ini merupakan satu bagian kecil dari upaya penanganan banjir yang menyeluruh. Akan lebih baik apabila : 1. Rumah panggung yang direncana juga menggunakan material kayu sehingga dapat lebih jelas menunjukkan manfaat rumah panggung dari segi biaya dan tinggi genangan yang dapat ditekan. 2. Penelitian lebih lanjut dalam upaya pencegahan dan penanganan banjir yang melibatkan pemakaian rumah panggung di dalamnya. DAFTAR PUSTAKA Profil Daerah Kota Samarinda, 2009 from http://www.bappeda kaltim.com Sarono, 2002, Musim Hujan Datang, Banjir Mengancam, Harian Sinar Harapan (16 November 2002). Soedrajat, 1984, Analisa Anggaran Biaya Pelaksanaan, Penerbit, Bandung. Sunggono, 1995, Buku Teknik Sipil, Beta Offset, Bandung Susilowati dkk, 2006, Analisis Perubahan Tata Guna Lahan dan Koefisien Pengaliran terhadap Debit Drainase Perkotaan, Jurnal Media Teknik Sipil, p 27 Tim Penyusun, 1996, Drainase Perkotaan, Penerbit Gunadarma, Jakarta. Tohari, Adrin, 2007, Rumah Panggung Solusi Pemukiman Jakarta yang Rawan Banjir, Kapanlagi.com (21 Maret 2007)
26
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
KORELASI ANTARA CBR TAK TERENDAM DENGAN PARAMETER FISIS TANAH TIMBUNAN LOKAL SAMARINDA Kukuh Prihatin Dosen Politeknik Negeri Samarinda Suryadi Dosen Politeknik Negeri Samarinda ABSTRACT Land development with reclamation embankment requires material that has fulfill prerequisite of granule gradation in the form of 80% minimal sand and 20% maximum silt-clay, and another prerequisite is embankment compaction. The reclamation implementer on site that is generally want to know the embankment material fast and easily is just one of density tests for example California Bearing Ratio (CBR), could be knew the other density parameters, that is dry unit weight d), void ratio (e) dan porosity (n) with assumption unsaturated. This research is carried out by means of laboratory test for using sand (passing no. 10 or 2 mm diameter) picked up from Sungai Mahakam Samarinda and silt-clay (passing no. 200 or 0,075 mm diameter) are taken from Gunung Lipan Samarinda. Sampel are made 5 variations with sand and siltclay composition are 100% : 0%, 95% : 5%, 90% : 10%, 85% : 15%, 80% : 20% . Then, material are tested Modified Proctor compaction with 25 sampels (5 variations x 5 sampel/variation). The next step is a unsoaked CBR test with 25 sampels. The last step is test of volumetric-gravimetri with 25 sampels. d), d value is obtained from 85% sand and 15% silt-clay with a unsoaked CBR is 19,16%. The result of this research are explained that linier regresi equation related to unsoaked CBR with fisis parameters are dry unit weight, CBR = 23,039. γd – 24,163 ; void ratio, CBR = -19,581. e + 24,075 and porosity, CBR = -32,584. n + 25,686. The equation between parameters is valid whenever it is used for the Samarinda’s local material with 80% minimum sand and 20% maximum silt-clay compositions. Keywords : embankment, local material, CBR, fisis parameter PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang tinggi mengakibatkan lahan hunian semakin sempit dan perlu adanya pengembangan lahan. Salah satu cara untuk tujuan pengembangan kawasan dengan cara reklamasi. Reklamasi adalah suatu pekerjaan penimbunan tanah dengan skala volume dan luasan yang sangat besar pada suatu lahan atau kawasan kosong dan berair seperti di kawasan pantai, daerah rawa, sungai, danau dan laut. Reklamasi merupakan suatu cara tepat untuk mengatasi permasalahan untuk
pengembangan kawasan yang ada di Kalimantan Timur khususnya Samarinda yang didominasi daerah rawa. Pada saat pelaksanaan reklamasi kebutuhan material timbunan sangat besar. Selain persyaratan umum yang harus dipenuhi sebagai material timbunan yaitu pasir minimum 80% dan lanau-lempung maksimum 20% (Wahyudi H, 1997), persyaratan kepadatan juga harus dipenuhi. Pihak Kontraktor, sebagai pelaksana lapangan, ingin mengetahui secara cepat dan mudah pada saat material timbunan tiba di lapangan hanya melihat komposisi pasir dan lanau-lempung dapat ditentukan material 27
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010 tersebut memenuhi persyaratan atau tidak sebagai material timbunan sesuai dengan kepadatan yang disyaratkan tanpa harus melakukan uji kepadatan seperti sand cone atau CBR lapangan. Selain itu, CBR yang dilakukan adalah CBR tak terendam karena material yang digunakan dominan pasir, lebih cocok untuk material timbunan reklamasi karena sifat kapilaritas yang rendah. Untuk menentukan tingkat kepadatan suatu tanah dapat dilihat dari tiga parameter yaitu relative density (DR), berat volume kering (d) dan angka pori (e). Relative density hanya digunakan untuk jenis tanah granular, sedangkan berat volume kering (d) dan angka pori (e) untuk semua jenis tanah berbutir halus maupun berbutir kasar (granular). Karena itu berat volume kering (d) dan angka pori (e) lebih sesuai digunakan pada pekerjaan reklamasi karena jenis tanah timbunannya terdiri dari tanah berbutir halus dan kasar. Day (1997) dalam diskusinya mengatakan bahwa kepadatan, yang ditentukan dari angka pori (e), dipengaruhi oleh adanya partikel lempung untuk mengisi ruang pori yang paling kecil. Semakin besar kandungan lempung pada tanah timbunan maka akan mempengaruhi kepadatan. Di lapangan banyak terjadi material yang datang dominan lanau-lempung. Biasanya pemakaian material timbunan di Samarinda banyak diambil dari luar Samarinda, sehingga harga material akan lebih mahal. Untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada di Samarinda dan untuk mengatasi ketersediaan material maka dalam penelitian ini digunakan material lokal yang diambil dari Sungai Mahakam yang harga materialnya lebih murah dibandingkan dengan material dari luar Samarinda. Dari beberapa permasalahan diatas maka diambil judul korelasi antara CBR tak terendam dengan parameter fisis tanah timbunan lokal Samarinda. Dengan adanya material timbunan yang tiba di lapangan bisa langsung diketahui nilai parameter fisis (angka pori, e dan
porositas, n), kepadatan tanah (berat volume kering, d) dan nilai CBR. Permasalahan Permasalahan-permasahalan yang sering dialami oleh para kontraktor di lapangan adalah dalam menentukan kepadatan tanah (d, e dan n) dan nilai CBR suatu material timbunan reklamasi, yang disebabkan oleh bervariasinya komposisi pasir dan lanau-lempung saat tiba di lapangan, melihat kondisi tersebut maka permasalahan yang terjadi adalah: - Bagaimana pengaruh komposisi pasir dan lanau-lempung terhadap berat volume tanah (d). - Bagaimana hubungan antara kepadatan tanah (d) dengan nilai CBR. - Bagaimana hubungan antara angka pori dan porositas tanah timbunan dengan CBR Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara CBR tak terendam dengan parameter fisis tanah timbunan lokal Samarinda yang ditentukan dari nilai kepadatan tanah (berat volume kering, d), angka pori (e) dan porositas ( n). Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menjadi solusi di dalam penanganan masalah pemilihan material timbunan pada reklamasi untuk mengetahui komposisi dan parameter fisis material timbunan yang akan diperlukan berdasarkan CBR yang diharapkan. Penelitian ini juga dapat sebagai masukan para praktisi lapangan karena adanya daftar nilai korelasi antara CBR tak terendam dengan parameter fisis tanah timbunan reklamasi, yang apabila salah dalam pemilihan komposisi material timbunan akan mengakibatkan kerusakan struktur dan kerugian yang besar. Batasan Masalah Mengingat tingkat kedalaman dan sangat spesifiknya judul penelitian ”Korelasi antara CBR Tak Terendam dengan parameter 28
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010 fisis tanah timbunan reklamasi”, maka dalam penelitian ini hanya terbatas pada pengaruh parameter fisis tanah ( d, e, n, wc) terhadap nilai CBR. Korelasi ini dilakukan dalam kondisi tidak terendam (unsoaked). Lingkup Pekerjaan Pada penelitian ini akan dilaksanakan pengujian-pengujian yang berkaitan dengan judul penelitian sebagai berikut : - Test Modified Proctor untuk memperoleh berat volume kering ( d ) dan kadar air (wc) - Test CBR Tak Terendam untuk mendapatkan nilai CBR Tak Terendam. - Test Volumetri-Gravimetri untuk memperoleh Gs, e dan n. TINJAUAN PUSTAKA Hubungan Berat-Volume Tanah Berat volume tanah kering (γd)
d
Ws Vs
atau
d
t
(1 w)
Ws : berat tanah kering dan Vs : volume tanah kering t : berat volume kering Kadar air (w) Kadar air adalah perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat butiran (Ws).
WW 100% WS
Specific gravity (Gs) Perbandingan antara berat volume butiran padat (s) dengan berat volume air (w).
GS
S W
Angka pori (e) Angka pori (e) adalah rasio antara volume void (Vv) dan volume solid (Vs). Angka pori banyak digunakan dalam mekanika tanah untuk menyatakan berbagai parameter fisis sebagai fungsi dari kepadatan tanah.
e
VV VS
atau e
Gs (1 wc ) t
Porositas (n) Porositas (n) dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori dan volume total.
n
VV e atau n 1 e V
Pemadatan Pada beberapa pekerjaan sipil, tanah dipadatkan untuk meningkatkan sifat-sifat teknis tanah. Tanah dipadatkan oleh mesin dengan peralatan rolling atau vibrating. Kepadatan tanah diperoleh dari kepadatan lapangan yang ditetapkan oleh test kepadatan laboratorium yaitu modified compaction yang diperkenalkan oleh Proctor untuk mensimulasikan kepadatan dari peralatan berat, yang menghasilkan energi pemadatan yang lebih besar. Pemadatan tanah terdiri dari kumpulan partikel tanah yang dipadatkan oleh mesin sehingga terjadi peningkatan berat volume kering tanah. Lee dan Suedkamp (1972) telah mempelajari kurva-kurva pemadatan dari 35 jenis tanah dan menyimpulkan bahwa kurva pemadatan tanah-tanah tersebut dapat dibedakan hanya menjadi empat tipe umum. Hasilnya terlihat pada Gambar 2.1. Kurva pemadatan tipe A berbentuk bel umumnya terdapat hampir pada semua tanah lempung dengan nilai batas cair (LL) antara 30 – 70. Kurva tipe B berpuncak satu setengah, umumnya terdapat pada pasir dengan LL < 30 (kurva tipe B merupakan hasil yang lebih cocok dengan kondisi sampel pengujian kami yang dominan tanah pasir). Kurva tipe C berpuncak ganda, yang terdapat pada tanah dengan LL < 30 atau LL > 70. Kurva tipe D berbentuk ganjil, umumnya terdapat pada tanah yang mempunyai LL > 70.
29
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
Gambar 2.1. Tipe-tipe Kurva Pemadatan yang Sering Dijumpai pada Tanah Nilai puncak dari berat isi kering disebut kerapatan kering maksimum dan kadar air pada kerapatan kering maksimum disebut kadar air optimum. Hubungan antara kadar air () dan berat volume kering (d) dapat dirumuskan sebagai berikut :
d
t 1
dengan : : berat volume tanah basah (gr/cc) t w : kadar air (%) Pengujian CBR Pengujian stabilitas yang paling banyak digunakan para perencana untuk menunjukkan indeks stabilitas adalah pengujian California Bearing Ratio atau disingkat CBR. Pengujian CBR dirancang untuk menunjukkan stabilitas relative dari tanah yang telah disiapkan dengan kepadatan dan kadar air tertentu, yang
disesuaikan dengan kondisi lingkungan dibawah lapisan perkerasan. Pengujian kekuatan merupakan pengujian penetrasi, dimana sebuah batang (piston) silender ditekan pada tanah yang telah direndam dengan kecepatan pembebanan yang konstan. Sebuah kurva beban terhadap penetrasi dapat dibuat dan kurva ini dibandingkan terhadap kurva standar yang diperoleh untuk batu pecah. Untuk kebanyakan kasus, nilai CBR ditentukan sebagai perbandingan beban pada penetrasi 0.1 inchi (2.5 mm) dari tanah terhadap batu pecah dan dinyatakan dalam prosentase. Pada Gambar 2.2. Kurva 1 adalah kurva standar untuk CBR=100%. Kurva 2 adalah kurva percobaan CBR yang dilakukan, dengan keterangan sebagai berikut: P : tegangan vertikal yang diinginkan. Ps : tegangan yang terjadi pada penurunan 0.1 inchi (2.54 mm).
30
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
Gambar 2.2. Contoh Pengujian CBR METODOLOGI PENELITIAN Komposisi material dan jumlah sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1, berikut : Tabel 3.1. Komposisi material dan jumlah sampel sampel ke
pasir %
Lanau dan lempung %
Pemadatan
CBR
1 2 3 4 5
100 95 90 85 80
0 5 10 15 20
Modified Proctor kondisi tidak terendam (tiap benda uji dibuat 5 sampel modified proctor)
CBR kondisi tidak terendam (tiap benda uji dibuat 5 sampel )
= 25 Sampel
= 25 Sampel
Persiapan material Material tanah timbunan dikondisikan berdasarkan Metode AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Officials). Persyaratan ukuran butiran material timbunan yang terdiri dari komposisi lanau-lempung dan pasir sebagai berikut : 1. Lanau-lempung adalah material lolos ayakan No. 200 (diameter 0,075 mm).
2. Pasir adalah material lolos ayakan No. 10 (diameter 2 mm). Material lanau-lempung diambil dari Gunung Lipan Samarinda Seberang dan material pasir diambil dari Sungai Mahakam Samarinda. Tahapan Pengujian Untuk memahami langkah-langkah pengujian maka dapat dilihat pada Gambar 3.1. berikut. 31
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
Persiapan Material dan Alat
Peralatan - Timbangan - Cawan - Piknometer - Oven - Vacum - CBR - Modified Proctor
Komposisi Material Timbunan, dengan batasan : - Pasir (min. 80%) - Lanau+lempung (max. 20%)
Pemeraman benda uji 1 hari Pengujian Modified Proctor
Kondisi tidak terendam (tanpa masa perendaman) CBR Untuk menentukan nilai CBR dari variasi kadar air Pengujian Volumetri-Gravimetri ( Gs, e, n) Korelasi antara CBR dengan parameter fisis (.γd, e, n) Kesimpulan Korelasi antara CBR dengan parameter fisis
Gambar 3.1. Diagram Alir Tahapan dan Jenis Pengujian yang Dilakukan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Korelasi antara Berat Volume Kering (γd) dengan Kadar Air (wc) Pada Pengujian Modified Proctor Tabel 4.1. Hubungan antara berat volume kering (γd) dengan kadar air (wc) pada kondisi tidak terendam P : L = 100% : 0%
d wc (gr/cc) (%) 4.00 1.58 3.42 8.00 1.60 7.01 12.00 1.57 8.90 16.00 1.65 11.82 20.00 1.56 14.73 Sumber : Hasil Pengujian % Air
P : L = 95% : 5%
P : L = 90% : 10%
P : L = 85% : 15%
P : L = 80% : 20%
d (gr/cc) 1.67 1.66 1.67 1.70 1.64
d (gr/cc) 1.74 1.72 1.78 1.80 1.65
d (gr/cc) 1.77 1.87 1.83 1.88 1.78
d (gr/cc) 1.77 1.83 1.87 1.82 1.77
wc (%) 6.78 7.37 9.55 13.06 16.34
wc (%) 3.90 7.91 11.23 14.05 18.14
wc (%) 3.65 7.06 10.03 13.51 17.35
wc (%) 4.04 7.48 12.02 15.05 16.71
32
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010 Keterangan: Prosentase air (200 ml, 400 ml, 600 ml, 800 ml, 1000 ml) terhadap berat total tanah 5000 gram
Gambar 4.1.
Pengaruh kadar air (wc) terhadap berat volume kering (
Pada Gambar 4.1. dan Tabel 4.1 terlihat bahwa cenderung pada semua komposisi pasir dan lanau-lempung, semakin besar kadar air (wc) maka semakin besar pula γd-nya, tetapi pada kadar air tertentu γd akan menurun, hal ini disebabkan oleh besarnya prosentase air yang mengisi pori-pori antar butiran sehingga prosentase butiran solid yang masuk tidak maksimal. Pada Gambar 4.1. dan Tabel 4.1 juga terlihat bahwa semakin besar prosentase lanau-lempung dalam campuran maka kadar air optimumnya (wopt) akan semakin besar pula, hal ini disebabkan oleh kandungan lempung (SiO2)
d)
pada kondisi tidak terendam
yang besar dapat menyerap air (H2O) yang lebih banyak. Apabila dilihat dari segi kepadatan (γd max), semakin besar prosentase lanau-lempung maka γdmax nya akan semakin besar pula, tetapi pada campuran dengan lanau-lempung 20%, γdmax nya menurun, hal ini disebabkan karena kandungan lempung yang besar dapat menyebabkan instabilitas seperti daya dukung rendah dan penurunan yang besar. Nilai γd terbesar terjadi pada komposisi pasir 85% dan lanau-lempung 15%.
33
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010 Korelasi antara CBR Tak Terendam dengan Kepadatan (γd) Tabel 4.2. Hubungan Antara Kepadatan (γd) dengan CBR Tidak Terendam
% Air
4.00 8.00 12.00 16.00 20.00
P:L= 100% : 0% d CBR (gr/cc) (%) 1.58 5.75 1.60 6.39 1.57 5.11 1.65 7.98 1.56 4.79
P:L= 95% : 5% d CBR (gr/cc) (%) 1.67 5.11 1.66 4.15 1.67 5.43 1.70 7.35 1.64 4.47
P:L= 90% : 10% d CBR (gr/cc) (%) 1.74 11.50 1.72 10.22 1.78 12.77 1.80 13.20 1.65 4.47
P:L= P:L= 85% : 15% 80% : 20% d CBR d CBR (gr/cc) (%) (gr/cc) (%) 1.77 16.61 1.77 15.97 1.87 18.84 1.83 16.18 1.83 18.10 1.87 16.45 1.88 19.16 1.82 15.65 1.78 16.61 1.77 15.01
Sumber : Hasil Pengujian
Gambar 4.2. Korelasi antara Kepadatan γd dengan CBR Tidak Terendam, Dry Side Pada Gambar 4.2. garis-garis regresi linear menunjukkan zone valid. Zone valid adalah hasil regresi dari kepadatan versus kadar air minimum sampai kadar air optimum (dry side). Pada Gambar 4.2. dan Tabel 4.2. terlihat bahwa cenderung pada semua komposisi pasir dan lanau-lempung, semakin besar kepadatan γd maka semakin besar pula nilai Korelasi antara CBR dengan angka pori (e)
CBRnya, kecuali pada pasir 80% dan lanaulempung 20% terjadi penurunan kepadatan γd dan nilai CBRnya. Hal ini disebabkan karena semakin besar kepadatan γd berarti tanahnya semakin padat maka daya dukung tanahnya semakin besar, yang ditunjukkan dengan nilai CBR semakin besar.
34
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010 Tabel 4.3. Hubungan antara angka pori (e) dengan CBR Tidak Terendam P:L= 100% : 0% % Air CBR E (%) 4.00 0.668 5.75 8.00 0.664 6.39 12.00 0.697 5.11 16.00 0.544 7.98 20.00 0.685 4.79 Sumber : Hasil Pengujian
P:L= 95% : 5% CBR e (%) 0.586 5.11 0.594 4.15 0.558 5.43 0.547 7.35 0.606 4.47
P:L= 90% : 10% CBR e (%) 0.505 11.50 0.533 10.22 0.495 12.77 0.454 13.20 0.581 4.47
P:L= 85% : 15% CBR e (%) 0.367 16.61 0.293 18.84 0.311 18.10 0.234 19.16 0.367 16.61
P:L= 80% : 20% CBR e (%) 0.456 15.97 0.414 16.18 0.392 16.45 0.417 15.65 0.450 15.01
P : Pasir L : Lanau-lempung
Gambar 4.3. Korelasi antara Angka Pori (e) dengan CBR Tidak Terendam, Dry Side
Pada Gambar 4.3. dan Tabel 4.3. menunjukkan bahwa dominan pada semua komposisi pasir dan lanaulempung, peningkatan harga CBR akan mengakibatkan mengecilnya angka pori (e). Hal ini disebabkan karena dengan meningkatnya nilai CBR maka tanah akan mengalami reposisi butiran (perbaikan posisi
butiran) yang akan mengakibatkan mengecilnya angka pori.
Korelasi antara CBR dengan porositas (n) Tabel 4.4. Hubungan antara porositas (n) dengan CBR Tidak terendam
% Air 4.00 8.00
P:L= 100% : 0% CBR N (%) 0.401 5.75 0.399 6.39
P:L= 95% : 5% CBR n (%) 0.369 5.11 0.373 4.15
P:L= 90% : 10% CBR n (%) 0.336 11.50 0.348 10.22
P:L= 85% : 15% CBR n (%) 0.268 16.61 0.226 18.84
P:L= 80% : 20% CBR n (%) 0.313 15.97 0.293 16.18 35
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010 12.00 16.00 20.00
0.411 0.352 0.407
5.11 7.98 4.79
0.358 0.353 0.377
5.43 7.35 4.47
0.331 0.312 0.367
12.77 13.20 4.47
0.238 0.190 0.268
18.10 19.16 16.61
0.282 0.294 0.310
16.45 15.65 15.01
Sumber : Hasil Pengujian
P : Pasir L : Lanau-lempung
Porositas (n)
Gambar 4.4. Korelasi antara Porositas (n) dengan CBR Tidak Terendam, Dry Side Pada Gambar 4.4. dan Tabel 4.4. terlihat bahwa cenderung pada semua komposisi pasir dan lanau-lempung, semakin besar nilai CBR maka semakin kecil pula porositasnya. Hal ini disebabkan karena semakin besar nilai CBR maka tanahnya mengalami reposisi butiran sehingga porositas butiran mengecil dan hal ini dapat dilihat dari mengecilnya nilai porositas. KESIMPULAN Dari hasil pengujian material lokal Samarinda dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pada semua komposisi pasir dan lanaulempung, semakin besar kadar air (wc) maka semakin besar pula dry density (γd), tetapi pada kadar air tertentu γd akan menurun. Karena prosentase air yang mengisi pori-
pori antar butiran besar sehingga prosentase butiran solid yang masuk tidak maksimal. Semakin besar prosentase lanau-lempung dalam campuran maka wc optimumnya akan semakin besar pula, karena kandungan lempung (SiO2) yang besar dapat menyerap air (H2O) yang lebih banyak. Jika dilihat dari segi kepadatan (γdmax), semakin besar prosentase lanau-lempung maka γdmax nya akan semakin besar pula, tetapi pada campuran dengan lanau-lempung 20%, γdmax nya menurun, karena kandungan lempung yang besar dapat menyebabkan instabilitas seperti daya dukung rendah dan penurunan yang besar. 2. Semakin besar γd maka semakin besar nilai CBR dan semakin kecil nilai angka pori (e) dan porositas (n), karena semakin besar kepadatan γd berarti tanahnya semakin padat 36
Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010 maka daya dukung tanahnya semakin besar, yang ditunjukkan dengan nilai CBR semakin besar dan tanahnya mengalami reposisi 3. Korelasi antara γd, e, n dengan CBR a. Pasir 100% dan Lanau-lempung 0%
b. Pasir 95% dan Lanau-lempung 5%
c. Pasir 90% dan Lanau-lempung 10%
d. Pasir 85% dan Lanau-lempung 15%
e. Pasir 80% dan Lanau-lempung 20%
4. Komposisi material lokal Samarinda yang optimal terhadap kepadatan adalah material dengan komposisi pasir 85% dan lanau-lempung 15%. Bila kandungan lanau-lempung bertambah banyak (>15%) atau bertambah sedikit (<15%), mengakibatkan kepadatan menurun. 5. Parameter tanah yang paling dominan pengaruhnya terhadap harga CBR adalah parameter kepadatan tanah (γd), hal ini karena peningkatan harga CBR akan diperoleh apabila kepadatan tanah meningkat.
butiran sehingga pori-pori antar butiran mengecil dan hal ini dapat dilihat dari mengecilnya nilai e dan n.
→ CBR = 33,826. γd – 47,751 (R2 = 0,979) CBR = -17,566. e + 17,61 (R2 = 0,9377) CBR = -45,529. n + 24,096 (R2 = 0,9314) → CBR = 65,19. γd – 103,55 (R2 = 0,9771) CBR = - 53,26. e + 35,929 (R2 = 0,8039) CBR = -131,55. n + 53,32 (R2 = 0,8064) → CBR = 35,941. γd – 51,371 (R2 = 0,9554) CBR = -37,795. e + 30,697 (R2 = 0,8452) CBR = -83,592. n + 39,646 (R2 = 0,8352) → CBR = 23,039. γd – 24,163 (R2 = 0,9979) CBR = -19,581. e + 24,075 (R2 = 0,8838) CBR = -32,584. n + 25,686 (R2 = 0,8622) → CBR = 4,6659. γd + 7,6947 (R2 = 0,944) CBR = -7,2126. e + 19,232 (R2 = 0,9378) CBR = -14,689. n + 20,544 (R2 = 0,9431) Geoenvironmental Engineering, ASCE, Vol. 123 No. 1, 78 pages Johnson, A.W., and J.R. Sallberg, 1960, Factors That Influence Field Compaction of Soils, HRB Bull. No. 272, 206 pages Lee, P.Y., and Suedkamp, R.J., 1972, Characteristics of Irregularly Shaped Compaction Curves of Soils, Highway Research Record No. 381, National Academy of Sciences, Washington, D.C., 1-9 Wahyudi, Herman, 1997, Teknik Reklamasi, Teknik Sipil ITS, Surabaya
DAFTAR PUSTAKA Day, Robert W., 1997, Discussions Grain-Size Distribution for Smallest Possible Void Ratio, Journal of Geotechnical and
37