JURNAL PENDIDIKAN
Maret 2010, Volume 2 Nomor 1
Penggunaan Media Herbarium Dan Insectarium Dalam Pembelajaran Biologi Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa (Hal. 3) Ani Sulistyarsi Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa Dengan Pembelajaran Matematika Realistik Berbasis Life Skills Pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar di Kelas VIII SMP (Hal. 15) Wasilatul Murtafiah Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan Ketrampilan Proses Dengan Menggunakan Metode Demonstrasi Dan Eksperimen Ditinjau Dari Kemampuan Awal dan Gaya Belajar Siswa (Hal. 37) Farida Huriawati Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad (student Team Achievement Division) Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Persamaan dan Fungsi Kuadrat Kelas X SMA di Kota Madiun (Hal. 59) Ika Krisdiana Pengembangan Strategi Pembelajaran Sains Terpadu Berbasis Budaya Lokal Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Siswa Di SMP Negeri 3 Mlati (Hal. 73) Mislan Sasono, S.Pd.Si, M.Pd Eksperimentasi Pembelajaran Berbasis Masalah Dan Diskusi Kelas Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas X Ditinjau Dari Iq Siswa Pada Materi Logika Matematika Sma Negeri Kabupaten Magetan Tahun Ajaran 2009/ 2010 (Hal. 93) Rizqi Tresnaningsih Penerapan Strategi SQ3R dan Peta Konsep Dalam Pembelajaran Fisika Ditinjau Dari Kreativitas Siswa (Hal. 105) Yuni Ratnasari
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
PENGANTAR REDAKSI Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmad dan karunia-Nya Jurnal Pendidikan MIPA IKIP PGRI Madiun telah terbit untuk volume 2 no.1. Berbagai penelitian yang mengkaji secara mendalam tentang pembelajaran MIPA telah banyak di kaji oleh berbagai peneliti pendidikan. Namun, implementasinya masih terasa belum sampai pada praktisi pendidikan. Untuk menyebarluaskan hasilhasil penelitian agar dapat digunakan sebagai bahan acuan pembelajaran terutama bagi dunia pendidikan, Jurnal Pendidikan MIPA IKIP PGRI Madiun pada volume ini memuat tiga hasil penelitian tentang pendidikan fisika, tiga penelitian tentang pendidikan matematika, dan satu penelitian pendidikan biologi. Sumbang saran berbagai pihak sangat diharapkan dalam upaya meningkatkan kualitas Jurnal Pendidikan MIPA IKIP PGRI Madiun, dan akhirnya redaksi berharap semoga tulisan dalam edisi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca sehingga mampu menmbah wawasan di bidang pendidikan
Redaksi
2
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
PENGGUNAAN MEDIA HERBARIUM DAN INSECTARIUM DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
Ani Sulistyarsi Program Studi Pendidikan Biologi FP MIPA IKIP PGRI Madiun ABSTRAK Kualitas pembelajaran Biologi yang dilaksanakan sebagian guru, masih dipandang kurang. Realita yang ada, banyak guru yang melaksanakan pembelajaran masih didominasi dengan metode ceramah. Guru cenderung berpegang pada teori di buku secara tekstual, bahkan banyak yang menuntut menghafal istilah-istilah yang kurang bisa dipahami oleh siswa. Kurangnya penggunaan metode yang lain selain ceramah dan media secara bervariasi, mengakibatkan prestasi siswa menurun. Berdasarkan hal tersebut diatas penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan media herbarium dan insectarium dalam pembelajaran Biologi. Secara singkat media herbarium dan insectarium berfungsi sebagai sumber belajar dan untuk memperjelas obyek. Selain itu sebagai alat bantu guru dalam mengajar di kelas. Berdasarkan hasil analisis data prestasi siswa diperoleh nilai ratarata 76,02 termasuk kategori prestasi siswa baik dan prosentase ketuntasan belajar klasikalnya 84,48%, data angket siswa diperoleh skor rata-rata 86,1% termasuk kategori aspek afektif sangat tinggi, data observasi siswa diperoleh skor rata-rata 82,87% termasuk kategori aspek psikomotorik sangat tinggi dan hasil analisis data interview guru diperoleh bahwa penggunaan media herbarium dan insectarium dalam pembelajaran Biologi dapat membantu siswa dalam mempelajari keanakaragaman mahluk hidup.
3
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
4
Ani Sulistyarsi ; Penggunaan Media Herbarium .....: 3 - 14
Kesimpulannya, penggunaan media herbarium dan insectarium dalam pembelajaran Biologi dapat meningkatkan prestasi, aspek afektif, aspek psikomotorik siswa serta dapat membantu siswa dalam mempelajari keanekaragaman mahluk hidup. Kata Kunci : Media, Herbarium, Insectarium, Pembelajaran, Hasil belajar Pendahuluan Kualitas pembelajaran Biologi yang dilaksanakan sebagian guru, masih dipandang kurang. Dari realita yang ada, masih banyak guru yang melaksanakan pembelajaran didominasi dengan metode ceramah. Guru cenderung berpegang pada teori dibuku secara tekstual, bahkan banyak yang menuntut menghafal istilah-istilah yang kurang bisa dipahami oleh siswa. Maka dari itu muncul anggapan dari sebagian siswa bahwa Biologi adalah pelajaran hafalan. Mengingat telah banyak lembaga pendidikan (sekolah) yang telah berpegang pada Kurikulum Berbasis Kompetensi, yang menjadi masalah adalah dalam pembelajaran, siswa masih cenderung pasif karena guru cenderung tekstual dalam penyampaian materi pelajaran. Penggunaan media herbarium dan insectarium dalam pembelajaran Biologi dapat menimbulkan perhatian siswa di kelas dan merangsang minat untuk meluaskan pengetahuan. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka) dan dapat menimbulkan kegairahan belajar. Dalam pembelajaran pada hakekatnya juga merupakan proses interaksi antara siswa (subjek didik) dengan ilmu (objek), sehingga penggunaan media dan sumber belajar menjadi penting. Penggunaan media pembelajaran sangat mendukung tercapainya tujuan pembelajaran Biologi seperti penggunaan media herbarium dan insectarium. Fungsi dari media ini adalah sebagai alat bantu mengajar dan untuk memperjelas obyek yang akan dipelajari. Media herbarium dan insectarium ini dikelompokan dalam media visual tiga dimensi. Penggunaan media pembelajaran ini sangat membantu guru
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
5
Ani Sulistyarsi ; Penggunaan Media Herbarium .....: 3 - 14
dalam penyampaian materi dan memudahkan siswa dalam belajar. Dalam pembelajaran Biologi dapat membangkitkan motivasi (aspek afektif) dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pengajaran pada tahap orientasi pengajaran akan membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan serta isi materi atau pelajaran. Dengan penggunaan media herbarium dan insectarium diharapkan mempunyai peranan penting sehingga dapat membantu siswa dalam memahami materi. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan yaitu untuk mengetahui penggunaan media herbarium dan insectarium dalam pembelajaran Biologi terhadap hasil belajar siswa Tinjauan Tentang Media Media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media menurut Sadiman (2006:6-7) diartikan sebagai perantara atau pangantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Arsyad (2002:3-7) menyatakan bahwa kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti “tengah”, “perantara” atau “pengantar”. Sedangkan Soeparno (2000:1) berpendapat bahwa media diartikan sebagai suatu alat yang dipakai sebagai saluran (channel) untuk menyampaikan suatu pesan (message) atau informasi dari suatu sumber (resource) kepada penerimanya (receiver). Dari uraian diatas maka pengertian media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat sehingga proses belajar terjadi. Sadiman (2006:17-18) menyatakan secara umum media pendidikan mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut: a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka). b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
6
Ani Sulistyarsi ; Penggunaan Media Herbarium .....: 3 - 14
misalnya: (1) Objek yang terlalu besar, bisa digantikan dengan realita, gambar, film bingkai, film, atau model. (2) Objek yang terlalu kecil, dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film atau gambar. (3) Gerak terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan timelapse atau high-speed photography. (4) Kejadian atau peristiwa yang terjadi dimasa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bingkai, foto maupun secara verbal. (5) Objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat dijadikan dengan model, diagram. (6) Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim) dapat divisualkan dalam bentuk film, film bingkai, gambar dan lain-lain. c. Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk: (1) Menimbulkan kegairahan belajar. (2) Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan. (3) Memungkinkan anak belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa media pendidikan dapat membangkitkan keinginan, motivasi dan rangsangan kegiatan belajar. Penggunaan media pendidikan akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian isi pelajaran. Disamping itu juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, dan memadatkan informasi. Herbarium dan Insectarium Syamsuri (2004:15) mengemukakan bahwa herbarium adalah awetan kering tumbuhan. Menurut C.G.G.J. van Steenis (2000:26) herbarium adalah pengumpulan tanaman kering untuk keperluan studi.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
7
Ani Sulistyarsi ; Penggunaan Media Herbarium .....: 3 - 14
Kemudian menurut Prasetyo (2004:11-12) herbarium adalah awetan kering bagian tumbuhan yang digunakan untuk kepentingan studi. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan herbarium adalah tumbuhan (daun, batang, bunga, atau akar) yang diawetkan untuk keperluan studi. Menurut Syamsuri (2004:15-16) cara membuat herbarium antara lain: a. Jika memungkinkan, kumpulkan tumbuhan secara lengkap yaitu ada akar, batang, daun dan bunga. Tumbuhan berukuran kecil dapat diambil seluruhnya secara lengkap. Tumbuhan berukuran besar diambil sebagaian saja, terutama ranting, daun dan jika ada bunganya. b. Semprotlah dengan alkohol 70 % untuk mencegah pembusukan oleh bakteri dan jamur. c. Sediakan beberapa kertas koran ukuran misalnya 32 x 48 cm. d. Atur dan letakkan bagian tumbuhan diatas koran. Daun hendaknya menghadap ke atas dan sebagian menghadap ke bawah terhadap kertas koran tersebut. Agar posisi baik, dapat dibantu dengan mengikat tangkai/ranting dengan benang yang dijahitkan ke kertas membentuk ikatan. e. Tutup lagi dengan koran. Demikian seterusnya hingga kalian dapat membuat beberapa lembar. f. Terakhir tutup lagi dengan koran, lalu jepit kuat-kuat dengan kayu atau bambu, ikat dengan tali. Hasil ini disebut spesimen. g. Simpan selama 1-2 minggu ditempat kering dan tidak lembab. h. Jika telah kering, ambil spesimen tumbuhan dan tempelkan diatas kertas koran ukuran 32 x 48 cm. Caranya harus pelanpelan dan hati-hati. Bagian-bagian tertentu dapat diisolasi agar dapat melekat pada kertas herbarium. i. Buatlah label yang memuat: nama kolektor, nomor koleksi (jika banyak), tanggal, nama spesimen (ilmiah, daerah), famili dan catatan khusus tentang bunga, buah atau ciri lainnya. j. Tutup herbarium dengan plastik. k. Jika disimpan, tumpukan herbarium harus diberi kapur barus (kamfer).
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
8
Ani Sulistyarsi ; Penggunaan Media Herbarium .....: 3 - 14
Dengan demikian membuat herbarium merupakan kegiatan mengawetkan tumbuhan baik itu akar, batang, daun maupun bunga. Pembuatan herbarium ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar siswa, keberhasilan guru dalam mengajar, dan keefektifan media pembelajaran yang diterapkan guru. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:381) menyatakan bahwa insectarium berasal dari kata insecta yang artinya kelas insek (artropoda). Insek adalah binatang kelas artropoda yang hidup didarat, berkaki enam, tubuhnya terdiri atas tiga bagian (kepala, toraks, dan perut), berbatang tenggorok untuk bernapas, dan bersayap satu atau dua pasang; serangga. Menurut Syamsuri (2004:15-16) insectarium adalah awetan insecta. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa insectarium adalah awetan dari serangga (kupu-kupu, capung, belalang) yang digunakan untuk keperluan studi. Menurut Syamsuri (2004:15-16) cara membuat insectarium antara lain: a. Tangkaplah serangga dengan menggunakan jaring serangga. Hati-hati terhadap serangga berbahaya. b. Matikan serangga dengan jalan memasukkan ke dalam kantong plastik yang telah diberi kapas yang dibasahi kloroform. c. Serangga yang dimasukkan ke dalam kantong tersendiri/stoples. Kupu dan capung dimasukkan kedalam amplop dengan hati-hati agar sayapnya tidak patah. d. Suntiklah tubuh belakang serangga dengan formalin 5 %. Sapulah bagian tubuh luar dengan formalin 5 %. e. Sebelum mengering, tusuk bagian dada serangga dengan jarum pentul. f. Jika menggunakan belalang, rentangkan salah satu sayap ke arah luar. Jika menggunakan kupu-kupu sayapnya direntangkan pada papan perentang atau kertas tebal, sehingga tampak indah. Demikian pula jika menggunakan capung. g. Pengeringan cukup dilakukan didalam ruangan pada suhu kamar. Tancapkan jarum pentul pada busa. h. Setelah kering, serangga dimasukkan kedalam kotak insectarium
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
9
Ani Sulistyarsi ; Penggunaan Media Herbarium .....: 3 - 14
(dari karton atau kayu). Kedalam kotak insectarium dimasukkan kapur barus (kamfer). i. Beri label (tempelkan disisi luar kotak) yang memuat: nama kolektor, nomor koleksi, tanggal pembuatan, nama serangga (ilmiah, daerah), famili dan catatan khusus lainnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membuat insectarium merupakan kegiatan mengawetkan serangga dengan cara menyuntikan formalin 5% kedalam tubuh serangga. Pembuatan insectarium ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan guru dalam mengajar, dan keefektifan media pembelajaran yang diterapkan guru. METODE PENELITIAN Penelitian eksperimen ini dilakukan di SMPN 1 Wungu Madiun yaitu pada kelas VIIE dengan pertimbangan karena meneruskan penelitian sebelumnya. Jumlah siswa dalam kelas tersebut ada 33 orang. Sumber data penelitian ini berupa data primer yang diperoleh dari: 1. Data prestasi siswa yaitu berupa data dokumentasi dari peneliti sebelumnya. 2. Data aspek afektif siswa yang diambil setelah selesai penggunaan media herbarium dan insectarium dalam pembelajaran Biologi. 3. Data aspek psikomotorik siswa yang diambil pada saat digunakan metode herbarium dan insectarium. 4. Data tanggapan guru mengenai penggunaan media herbarium dan insectarium dalam pembelajaran Biologi. Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan : dokumentasi, angket, observasi dan interview PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN 1. Prestasi Belajar Dalam penelitian ini peneliti memperoleh data prestasi siswa dari dokumentasi peneliti sebelumnya. Data prestasi siswa ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana prestasi siswa dalam pelajaran Biologi.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
Ani Sulistyarsi ; Penggunaan Media Herbarium .....: 3 - 14
10
Tabel 1. Hasil Prestasi Siswa Nilai SKBM ? 65 ? 65
Jumlah 28 5
Kelas VIIE Prosentase (%) Rata-Rata 84,48 76,02 15,52
Keterangan Tuntas Tidak tuntas
Dari tabel 1 rata-rata hasil prestasi siswa setelah digunakan media herbarium dan insectarium menunjukan bahwa pada kelas VIIE siswa mempunyai prestasi baik, nilai rata-rata 76,02 dan tuntas SKBM, serta prosentase ketuntasan belajar klasikalnya 84,48 %. Dari prestasi belajar siswa terlihat bahwa media herbarium dan insectarium sangat membantu dalam upaya meningkatkan prestasi belajar Biologi siswa. Berarti media ini efektif dan efesien dalam pembelajaran Biologi. Karena fungsi dari media ini adalah sebagai sumber belajar dan untuk memperjelas obyek. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Sardiman (2006) menyatakan bahwa secara umum media pendidikan mempunyai kegunaan memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistik (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka), mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif anak didik. Jadi berguna untuk menimbulkan kegairahan belajar, memungkinkan belajar sendiri sesuai dengan kemampuan, media dapat memberikan perangsang yang sama dan persepsi yang sama. 2. Aspek Afektif Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh data aspek afektif siswa dari instrumen angket. Data angket siswa ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana aspek afektif siswa setelah digunakan media hebarium dan insectarium dalam pembelajaran Biologi. Rangkuman hasil angket tanggapan siswa setelah digunakan media herbarium dan insectarium dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2. Rata-rata hasil angket aspek afektif siswa Sumber data Data Angket Siswa
Prosentase (%) 86,1 %
Kelas VIIE Keterangan Aspek afektif sangat tinggi
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
Ani Sulistyarsi ; Penggunaan Media Herbarium .....: 3 - 14
11
Dari tabel 2. rata-rata hasil angket aspek afektif siswa setelah digunakan media herbarium dan insectarium menunjukan bahwa pada kelas VIIE siswa mempunyai aspek afektif sangat tinggi dengan rata-rata prosentase 86,1 %. Media herbarium dan insectarium sangat bermanfaat untuk mengetahui ciri-ciri dan klasifikasi tumbuhan dan serangga sehingga dapat membantu mengatasi kesulitan belajar Biologi siswa dan dapat mengubah anggapan siswa bahwa pelajaran Biologi identik dengan pelajaran hafalan. Selain itu media herbarium dan insectarium dapat mengatasi sikap pasif siswa dan membantu siswa dalam mengatasi kesulitan belajar Biologi. Seperti misalnya, siswa beranggapan bahwa kupu-kupu mempunyai satu pasang sayap, dengan menggunakan media herbarium dan insectarium siswa menjadi tahu bahwa kupu-kupu mempunyai dua pasang sayap. Selain itu siswa mengetahui secara langsung ciri-ciri dan klasifikasi dari tumbuhan yang sudah diawetkan. Karena fungsi dari media ini adalah sebagai sumber belajar dan memperjelas obyek. Siswa senang jika pelajaran Biologi tidak hanya diberikan dalam bentuk buku paket /LKS tetapi berupa media seperti herbarium dan insectarium. 3. Aspek Psikomotorik Dalam penelitian ini peneliti memperoleh data aspek psikomotorik siswa yang diambil dengan instrumen observasi. Data observasi siswa ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana aspek psikomotorik siswa pada saat digunakan metode herbarium dan insectarium. Rangkuman hasil observasi siswa pada saat digunakan metode herbarium dan insectarium dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3. Rata-rata hasil observasi aspek psikomotorik siswa
Kelas VIIE
Sumber Data Prosentase (%) Data Observasi Siswa 82,87 %
Keterangan Aspek psikomotorik sangat tinggi
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
12
Ani Sulistyarsi ; Penggunaan Media Herbarium .....: 3 - 14
Dari tabel 3. rata-rata hasil observasi aspek psikomotorik siswa pada saat digunakan metode herbarium dan insectarium menunjukan bahwa pada kelas VIIE siswa mempunyai aspek psikomotorik sangat tinggi dengan rata-rata prosentase 82,87 %. Dari observasi siswa pada saat menggunakan metode herbarium dan insectarium menunjukan siswa sangat berperan aktif dalam berbagai kegiatan, misalnya mulai dari awal kegiatan ketika siswa mencari dan mengumpulkan tumbuhan dan serangga di hutan lindung, membersihkan tumbuhan yang sudah didapat dengan menggunakan air aquades, menyuntikan larutan formalin 10 % ke dalam tubuh serangga dan menempelkan daun-daun dan serangga pada kertas asturo sampai merapikan dan membersihkan alat dan bahan yang telah digunakan.. Selain itu siswa sangat antusias karena kegiatan seperti ini bagi siswa sangat menyenangkan. Hal ini sesuai dengan teori menurut Sudjatmiko (2003) yang menyatakan bahwa guru pada saat mengajar hendaknya bisa menciptakan kondisi yang menyenangkan, karena otak tidak akan bekerja optimal bila perasaan dalam keadaan tertekan. Perasaan senang biasanya akan muncul bila belajar diwujudkan dalam bentuk permainan, melakukan sendiri dan eksperimen dengan menggunakan berbagai sumber belajar yang menarik. 4. Tanggapan Guru Dengan instrumen interview ini peneliti memperoleh data tanggapan guru mengenai penggunaan media herbarium dan insectarium dalam pembelajaran Biologi. Tanggapan guru tentang penggunaan media herbarium dan insectarium dealam pembelajaran Biologi antara lain guru senang menggunakan media ini karena media ini sangat bermanfaat, antara lain membantu guru dalam penyampaian materi dan dapat mengatasi kesulitan belajar siswa. Selain itu media ini mempunyai kelebihan yaitu dapat memperjelas obyek pada materi pelajaran yang disajikan. Para siswa juga senang dan meperhatikan pada waktu guru memberi penjelasan dengan menggunakan media ini. Menurut guru bidang studi belum ada kekurangan menggunakan media ini dan para siswa menjadi aktif ketika guru melakukan tanya jawab.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
13
Ani Sulistyarsi ; Penggunaan Media Herbarium .....: 3 - 14
KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan media herbarium dan insectarium dalam pembelajaran Biologi dapat meningkatkan prestasi siswa, aspek afektif siswa, aspek psikomotorik siswa dan tanggapan guru mengenai penggunaan media ini adalah dapat mempermudah siswa dalam mempelajari keanekaragaman mahluk hidup. DAFTAR PUSTAKA Arikunto. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Arsyad, Azhar. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada Gino dkk. 1994. Belajar dan Pembelajaran 1. Jakarta:Universitas Sebelas Maret. Hamalik, Oemar. 2000. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarata: Bumi Aksara. Hamalik, Oemar. 2000. Metode Belajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar. Bandung: Tarsito. Prasetyo, Anang. 2004. Sains 1 Biologi. Jakarta: Gramedia Widya Sarana. Sadiman, Arief S. 2006. Media Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sardiman, 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar. Jakarta: Rajawali Pers. Slameto. 2004. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Bina Aksara.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
14
Ani Sulistyarsi ; Penggunaan Media Herbarium .....: 3 - 14
Sulistyowati, Sofchah. 2001. Cara Belajar yang Efektif dan Efisien. Pekalongan: Cinta Ilmu. Surapranata, Sumarna. 2004. Panduan Penulisan Test Tertulis. Bandung: Remaja Rosdakarya Syamsuri, Istamar. 2002. Sains Biologi. Jakarta: Erlangga. Tjitrosoepomo, Gembong. 2005. Dasar-Dasar Taksonomo Tumbuhan . Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press. Van Steenis. 2000. Flora. Jakarta: Pradnya Paramita.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA DENGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERBASIS LIFE SKILLS PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR DI KELAS VIII SMP Oleh: Wasilatul Murtafiah Program Studi Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP PGRI Madiun ABSTRAK Pendidikan kecakapan hidup (life skill education) telah menjadi salah satu kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. Dalam mengimplementasikan pendidikan kecakapan hidup pada proses pembelajaran, sekolah perlu menyiapkan kurikulum yang berorientasi kepada pendidikan kecakapan hidup. Ketercapaian kecakapan hidup ini harus dirancang secara khusus (by design) bukan sekedar sebagai tujuan pengiring (by chance). Salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang mengaitkan pengalaman kehidupan nyata siswa dengan materi matematika adalah Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Sehingga PMR dapat digunakan (by design) untuk melatihkan life skills pada siswa. Jenis penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Penelitian pengembangan yang dimaksud adalah penelitian yang dilakukan untuk menghasilkan Lembar Kerja Siswa dengan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) berbasis life skills pada materi bangun ruang sisi datar di kelas VIII SMP. Pengembangan Lembar Kerja Siswa ini mengacu model 4-D oleh Thiagarajan, dkk yang telah disesuaikan. Adapun tahap model 4-D yang digunakan hanya tiga tahap saja yang terdiri dari: pendefinisian (define), perancangan (design), dan pengembangan (develop). Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VIII-C SMP Negeri 2 Kwadungan Ngawi tahun pelajaran 2009/2010 untuk kelas Ujicoba. Hasil ujicoba perangkat pembelajaran diperoleh Lembar Kerja Siswa yang berkategori valid, karena memenuhi
15
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
16
Wasilatul Murtafiah ; Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa .....: 15 - 36
syarat-syarat yang ditetapkan, yaitu: (1) validasi dari ahli berkategori valid (2) uji keterbacaan siswa berkategori valid, dan (3) respon siswa berkategori positif. Kata Kunci : PMR, Life Skills, Bangun Ruang Sisi Datar A. Pendahuluan Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern. Ilmu ini mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu serta dapat memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan matematika diskrit (Mulbar, 2009:1). Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Oleh sebab itu, inovasi-inovasi dalam pembelajaran matematika disekolah merupakan prioritas dalam peningkatan pendidikan guna memperbaiki Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas tinggi. Proses pembelajaran matematika seharusnya lebih bermakna bagi siswa dan dapat dirasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari serta memberikan bekal kompetensi yang memadai baik untuk studi lanjut maupun untuk memasuki dunia kerja. Selain itu, pendidikan matematika sebaiknya menekankan pada penataan nalar serta pembentukan kepribadian, dan menekankan pada penerapan matematika serta keterampilan matematika. Salah satu indikator yang menunjukkan bahwa tujuan tersebut tercapai adalah prestasi matematika yang diraih siswa. Hal ini bisa dilihat dari hasil ujian nasional (UN) yang selama beberapa tahun ini digunakan sebagai alat ukur untuk melihat kompetensi yang telah diraih siswa pada mata pelajaran tertentu, matematika salah satunya. Akan tetapi pada kenyataannya, prestasi siswa pada mata pelajaran matematika masih rendah dan belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini tercermin dari hasil ujian nasional (UN). Selama beberapa tahun penyelenggaraan, nilai terendah hasil UN tingkat SMP, dicapai oleh mata pelajaran matematika (Yunengsih, dkk, 2008:2).
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
17
Wasilatul Murtafiah ; Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa .....: 15 - 36
Sedangkan hasil UN pada tahun 2008/2009, nilai terendah banyak diraih pada mata pelajaran matematika. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1.1 Distribusi Nilai Siswa Rentang Nilai 2,00 – 2,99 1,00 – 1,99 0,01 – 0,99
Bhs. Indonesia 3715 452 13
Bhs. Inggris 6085 463 8
Matematika 14884 2359 64
Sumber: Sistem Informasi Hasil Ujian Nasional 2009
Selain itu berdasar pengamatan peneliti di lapangan, sampai saat ini masih ada pelaksanaan pembelajaran matematika di sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk aktif dalam menemukan konsep. Dalam KTSP dinyatakan bahwa pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Akan tetapi pada kenyataanya, guru masih cenderung mendominasi pembelajaran serta kurang mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari. Ada guru yang mengatakan, jika siswa diminta untuk aktif mengkonstruk sendiri dalam menemukan konsep, maka akan membutuhkan waktu yang lama sehingga khawatir kalau tujuan pembelajaran tidak tercapai. Kenyataan seperti ini seharusnya sudah tidak terjadi lagi. Sehingga masalah yang terjadi tersebut perlu dicari alternatif pemecahannya. Salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang mengaitkan pengalaman kehidupan nyata siswa dengan materi matematika adalah Realistic Mathematics Education (RME). RME di Indonesia dikenal dengan nama Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Menurut Freudenthal (1991), matematika harus dikaitkan dengan realitas dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan siswa dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Melalui PMR dimungkinkan siswa aktif secara optimal dalam proses pembelajaran di kelas. Dalam PMR siswa menjadi fokus semua aktivitas pembelajaran di kelas. Guru berfungsi sebagai pembimbing dalam menyeleksi kontribusi-kontribusi yang diberikan siswa melalui pemecahan masalah kontekstual pada awal pembelajaran.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
18
Wasilatul Murtafiah ; Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa .....: 15 - 36
Pendidikan kecakapan hidup (life skill education) telah menjadi salah satu kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. Dalam mengimplementasikan pendidikan kecakapan hidup pada proses pembelajaran, sekolah perlu menyiapkan kurikulum yang berorientasi kepada pendidikan kecakapan hidup. Ketercapaian kecakapan hidup ini harus dirancang secara khusus (by design) bukan sekedar sebagai tujuan pengiring (by chance). Namun fakta dilapangan ketercapaian pendidikan hidup masih sekedar sebagai tujuan pengiring (by chance). Indikator-indikator yang terkandung dalam kecakapan hidup tersebut secara konseptual dikelompokkan: (1) kecakapan mengenal diri (self awarness) atau sering juga disebut kemampuan personal (personal skills), (2) kecakapan berfikir rasional (thinking skills) atau kecakapan akademik (akademik skills), (3) kecakapan sosial (social skills), (4) kecakapan vokasional (vocational skills) sering juga disebut dengan keterampilan kejuruan artinya keterampilan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu dan bersifat spesifik (spesifik skills) atau keterampilan teknis (technical skills) (Depdinas, 2007: 1). Pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup terintegrasi dengan beragam mata pelajaran yang ada di semua jenis dan jenjang pendidikan, salah satunya pada mata pelajaran matematika. Melalui pembelajaran matematika, pendidikan kecakapan hidup dapat diintegrasikan didalamnya. Berdasarkan prinsip dan karakteristiknya, maka PMR mengajarkan matematika sekaligus melatihkan kecakapan hidup pada siswa. Berkaitan dengan materi matematika yang dapat diajarkan dengan PMR dan dapat melatihkan life skills pada siswa, maka materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi bangun ruang sisi datar. Materi ini diangkat dalam penelitian dengan mempertimbangkan beberapa hal diantaranya: (1) berdasar analisis peneliti, masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi bangun ruang sisi datar, (2) materi ini banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat memberikan bekal kecakapan hidup khususnya vocational skills bagi siswa untuk mengatasi permasalahannya dalam kehidupan nyata, dan (3) materi ini diajarkan pada semester 2 di Kelas VIII SMP (sesuai dengan KTSP 2006) yang bersamaan dengan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
19
Wasilatul Murtafiah ; Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa .....: 15 - 36
dilaksanakannya penelitian. Berdasarkan uraian di atas, yaitu adanya tantangan kebijakan pemerintah, kesulitan yang dialami guru matematika, dan ketersediaan sebagai alat pembelajaran matematika, maka penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan LKS dengan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) berbasis life skills yang memenuhi kriteria kevalidan pada materi bangun ruang sisi datar di kelas VIII SMP. B. Pembahasan Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Model pengembangan yang akan digunakan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran yang berupa Lembar Kerja Siswa (LKS) pada penelitian ini adalah modifikasi dari model Thiagarajan, dkk (1974) yang dikenal dengan 4-D Models (model 4-D). Model 4-D ini dipilih karena sistematis dan cocok untuk mengembangkan perangkat pembelajaran. Namun, dalam penelitian ini peneliti melakukan beberapa modifikasi terhadap model 4-D. Adapun modifikasi yang dilakukan adalah sebagai berikut. a. Penyederhanaan model dari empat tahap menjadi tiga tahap, yaitu pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan (develop). Hal ini dilakukan karena setelah tahap ketiga dilaksanakan, telah diperoleh perangkat pembelajaran yang baik sesuai tujuan penelitian. b. Analsisis konsep dan analisis tugas yang semula paralel, diubah menjadi berurutan dari analisis konsep ke analisis tugas. Hal ini dilakukan karena dalam matematika materinya terstruktur, sehingga urutan tugas bergantung dari urutan materi/konsep. c. Istilah analisis konsep diganti menjadi analisis materi. Hal ini dilakukan karena yang akan dikembangkan adalah perangkat pembelajaran. Materi memiliki cakupan yang lebih luas dari pada konsep. Dalam satu materi dapat terdiri dari beberapa konsep. d. Uji keterbacaan dalam tahap pengembangan yang semula dilakukan (secara eksplisit) pada saat ujicoba diubah sebelum ujicoba. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimanakah tingkat ketertarikan isi, ketertarikan tampilan, kesulitan uraian dalam
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
20
Wasilatul Murtafiah ; Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa .....: 15 - 36
perangkat pembelajaran oleh siswa sebelum perangkat diujicobakan. Modifikasi pengembangan perangkat pembelajaran model 4-D dalam penelitian ini disajikan dalam diagram berikut. Define Analisis awal-akhir
Analisis siswa
Analisis materi
Spesifikasi tujuan pembelajaran
Analisis tugas
Design Pemilihan media
Pemilihan format
Perancangan awal
Draft I
Develop ya
Valid ? tidak
Draft II
Uji keterbacaan
Validasi/penilaian ahli Draft I(i), i³ 1; iÎ N
Revisi
Analisis uji keterbacaan
Revisi? tidak
Draft III Ujicoba ke j, j³ 1; jÎ N
Analisis data ujicoba
tidak baik? ya
Keterangan:
ya
Revisi
Draft III + j
Perangkat pembelajaran final siap untuk dieksperimenkan
: garis pelaksanaan : jenis kegiatan : pengambilan keputusan : garis siklus : hasil kegiatan
Gambar 1.1: Modifikasi Model Pengembangan Sistem Pembelajaran dari Model 4-D (Four D Model)
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
21
Wasilatul Murtafiah ; Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa .....: 15 - 36
1. Deskripsi Tahap Pendefinisian (Define) Pada fase define ini dilakukan empat kegiatan, yaitu: (1) analisis awal-akhir, (2) analisis siswa, (3) analisis materi, dan (4) analisis tugas. Pembahasan lebih lanjut dari fase define diuraikan sebagai berikut. a. Analisis awal akhir Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu. Oleh sebab itu, inovasi-inovasi dalam pembelajaran matematika disekolah merupakan prioritas dalam peningkatan SDM yang berkualitas tinggi sesuai tujuan pembelajaran matematika dalam KTSP 2006. Dengan demikian, pendidikan matematika seharusnya menekankan pada penataan nalar serta pembentukan kepribadian dan menekankan pada penerapan matematika serta keterampilan matematika. Selain itu, proses pembelajaran matematika seharusnya lebih bermakna bagi siswa dan dapat dirasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari serta memberikan bekal kompetensi yang memadai baik untuk studi lanjut maupun untuk memasuki dunia kerja. Kenyataan saat ini menunjukkan bahwa ketidak lulusan ujian nasional (UN) yang dilaksanakan siswa SMP sebagian besar disebabkan karena mereka tidak lulus pada mata pelajaran matematika. Selain itu, masalah lain yang juga muncul adalah setelah lulus SMP masih banyak siswa yang tidak melanjutkan ke jenjang SMA. Sehingga hal ini menyebabkan bertambahnya pengangguran karena mereka belum memiliki keterampilan memadai yang dapat menunjang hidupnya. Keadaan yang sama juga dialami sekolah tempat penelitian ini dilakukan, yaitu SMP Negeri 2 Kwadungan. Hal ini didasarkan pada hasil ujian akhir nasional dan informasi dari Kepala sekolah dan guru matematika di sekolah tersebut. Rendahnya prestasi belajar matematika dan kurangnya keterampilan memadai yang dimiliki siswa ini merupakan masalah yang harus dicarikan alternatif solusinya. Berdasarkan wawancara dengan guru matematika yang mengajar di kelas VIII SMP Negeri 2 Kwadungan dan pengamatan peneliti, pembelajaran yang selama ini dilakukan guru kurang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
22
Wasilatul Murtafiah ; Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa .....: 15 - 36
melibatkan siswa dan lebih didominasi oleh guru sehingga siswa cenderung bersifat pasif dalam mengikuti proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran berlangsung dengan alur guru menjelaskan konsep/prosedur matematika, memberikan contoh-contoh soal, memberikan latihan soal-soal. Siswa tidak diberi kesempatan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Selain itu, soal dan tugas yang diberikan kurang memberikan pengalaman dan manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu alternatif pembelajaran matematika yang mengaitkan pengalaman kehidupan nyata siswa dengan materi matematika serta dapat memberi bekal kompetensi yang memadai baik untuk studi lanjut maupun untuk memasuki dunia kerja adalah Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) berbasis life skills. Dalam melaksanakan PMR berbasis life skills ini diperlukan perangkat pembelajaran yang sesuai. Perangkat pembelajaran yang digunakan di sekolah tidak cukup memadai untuk melaksanakan alternatif pembelajaran ini. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu perangkat pembelajaran yang sesuai dan menunjang pelaksanaan pembelajaran tersebut. b. Analisis siswa Analisis siswa merupakan telaah tentang karakteristik siswa yang sesuai dengan rancangan pengembangan perangkat. Karakteristik siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Kwadungan tahun pelajaran 2009/2010 yang ditelaah meliputi perkembangan kognitif, kemampuan akademik, latar belakang pengetahuan, dan latar belakang sosial ekonomi. Dari hasil analisis ini ditemukan beberapa hal sebagai berikut. 1) Siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Kwadungan rata-rata berusia 12 - 13 tahun. Jika dikaitkan dengan tahap perkembangan kognitif menurut Piaget, maka siswa berada pada tahap perkembangan operasional formal. Namun kenyataannya siswa-siswi pada usia ini masih memerlukan benda-benda konkret dalam pembelajaran matematika, termasuk hal-hal yang terkait dengan pengalaman keseharian mereka. Hal ini juga terjadi pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Kwadungan. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru SMP Negeri 2 Kwadungan siswa akan lebih paham jika dalam
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
23
Wasilatul Murtafiah ; Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa .....: 15 - 36
pembelajaran matematika guru mengkaitkan konsep yang diajarkan dengan pengalaman keseharian siswa. 2) Latar belakang sosial ekonomi orangtua siswa beragam. Sebagaian besar siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Kwadungan berasal dari suku jawa dengan agama yang dianut adalah Islam dan Kristen. Sumber penghasilan orang tua antara lain pegawai negeri (PNS), petani, pedagang, wiraswasta, dan lain-lain. 3) Berdasarkan latar belakang pengetahuan siswa, materi bangun ruang sisi datar (balok, kubus, dan prisma tegak segitiga) bukanlah hal yang baru karena materi ini telah mereka dapatkan pada saat mereka duduk di SD. Di samping itu materi ini juga sangat akrab dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, siswa diberikan pengetahuan prasyarat sebelum siswa mempelajari materi bangun ruang sisi datar. Pengetahuan prasyarat itu meliputi: persegipanjang, persegi, segitiga, garis, dan teorema phytagoras. c. Analisis materi Sebelum penelitian dilakukan, maka perlu diperhatikan materi yang akan digunakan untuk penelitian. Analisis ini dilakukan dengan mengidentifikasi konsep utama yang diajarkan, menyusun secara sistematis dan terinci konsep-konsep yang relevan. Hal ini sangat penting untuk penyusunan perangkat pembelajaran. Pengidentifikasian konsep pada materi bangun ruang sisi datar menghasilkan pemetaan konsep seperti berikut. Bangun Ruang Sisi Datar
Luas Permukaan
Volume
Balok
Kubus
Prisma Tegak Segitiga
Gambar 1.2: Pemetaan awal materi bangun ruang sisi datar (balok, kubus, dan prisma tegak segitiga)
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
Wasilatul Murtafiah ; Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa .....: 15 - 36
24
Selanjutnya berdasarkan dari peta konsep ini, masing-masing konsep dibuat definisi konsep dan atribut konsep sebagai berikut. Tabel 1.2 Daftar Konsep, Definisi, dan Atribut No
Nama Konsep
1
Luas permukaan
2
Volume
3
Balok
4
Kubus
5
Prisma tegak segitiga
Definisi Bilangan yang menyatakan banyaknya satuan luas yang tepat menutupi permukaan suatu bangun ruang. Bilangan yang menyatakan banyaknya satuan volume yang diperlukan untuk mengisi suatu bangun ruang. Bangun ruang yang dibatasi oleh 6 persegipanjang dengan sisi yang saling berhadapan berukuran sama. Hal khusus dari balok yang sisi-sisinya berbentuk persegi yang berukuran sama. Bangun ruang yang dibatasi oleh 2 segitiga berhadapan yang kongruen dan sejajar, serta 3 sisi bebentuk persegipanjang.
Atribut Jumlah satuan luas yang dapat menutupi dengan tepat.
Jumlah satuan volume yang dapat mengisi.
Dibatasi oleh 6 persegipanjang dengan sisi yang saling berhadapan berukuran sama. Dibatasi oleh 6 persegi yang berukuran sama. Dibatasi oleh 2 segitiga berhadapan yang kongruen dan sejajar, serta 3 sisi bebentuk persegipanjang.
Keterangan: Konsep : Ide abstrak yang dapat digunakan untuk melakukan klasifikasi (penggolongan). Definisi : Ungkapan yang membatasi konsep. Atribut : Sifat yang menjadi ciri khas. d. Analisis tugas Analisis tugas dilakukan untuk mengidentifikasi tahap-tahap penyelesaian tugas sesuai dengan materi bangun ruang sisi datar. Analisis tugas ini dilakukan dengan menghubungkan hasil analisis isi pelajaran dan analisis materi. Hasil akhir analisis tugas adalah tertuang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
Wasilatul Murtafiah ; Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa .....: 15 - 36
25
dalam ”Lembar Kerja Siswa” sebagai perangkat pembelajaran. Hasil analisis tugas untuk materi bangun ruang sisi datar di kelas VIII SMP adalah sebagai berikut. Tabel 1.3 Materi dan Jenis Kegiatan untuk Setiap Pertemuan Materi
Jenis Kegiatan
Luas permukaan balok dan kubus Volume balok dan kubus Luas permukaan prisma tegak segitiga Volume prisma tegak segitiga
Menyelesaikan masalah/soal -soal serta tugas vokasional skills yang berhubungan dengan luas permukaan balok dan kubus. Menyelesaikan soal-soal dan tugas vokasional skills yang berhubungan dengan volume balok dan kubus. Menyelesaikan soal-soal dan tugas vokasional skills yang berhubungan dengan luas permukaan prisma tegak segitiga. Menyelesaikan soal-soal dan tugas vokasional skills tentang volume prisma tegak segitiga.
Pertemuan Ke 1
2
3
4
e. Spesifikasi indikator pencapaian hasil belajar Setelah melakukan analisis materi dan tugas maka dilanjutkan dengan spesifikasi indikator yang merupakan acuan dalam merancang perangkat pembelajaran dan menyusun tes pada materi bangun ruang sisi datar. Hasil perincian indikator pembelajaran tersebut sebagai berikut. Tabel 1.4 Indikator Pencapaian Hasil Belajar untuk Setiap Pertemuan Pertemuan 1
Indikator hasil belajar
1) Menuliskan pengertian luas permukaan balok dengan menggunakan bahasanya sendiri.
2) Menuliskan pengertian luas permukaan kubus dengan menggunakan bahasanya sendiri.
3) Menentukan luas permukaan balok. 4) Menentukan luas permukaan kubus. 5) Menyelesaikan masalah (soal) kontekstual terkait dengan luas permukaan balok dengan strateginya sendiri.
6) Menyelesaikan masalah (soal) kontekstual terkait dengan luas permukaan kubus dengan strateginya sendiri.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
Wasilatul Murtafiah ; Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa .....: 15 - 36
26
2
3
4
1) Menuliskan pengertian volume b alok dengan menggunakan bahasanya sendiri. 2) Menuliskan pengertian volume kubus dengan menggunakan bahasanya sendiri. 3) Menentukanvolume balok. 4) Menentukan volume kubus. 5) Menyelesaikan masalah (soal) kontekstual terkait dengan volume balok dengan strateginya sendiri. 6) Menyelesaikan masalah (soal) kontekstual terkait dengan volume kubus dengan strateginya sendiri. 1) Menuliskan pengertian luas permukaan prisma tegak segitigadengan menggunakan bahasanya sendiri. 2) Menentukan luas permukaan prisma tegak segitiga. 3) Menyelesaikan masalah (soal) kontekstual terkait dengan luas permukaan prisma tegak segitigadengan strateginya sendiri. 1) Menuliskan pengertian volume prisma tegak segitiga dengan menggunakan bahasanya sendiri. 2) Menentukanvolume prisma tegak segitiga. 3) Menyelesaikan masalah (soal) kontekstual terkait dengan volume prisma tegak segitiga dengan strateginya sendiri.
2. Deskripsi Tahap Perancangan (Design) Berdasar hasil kajian dari fase define, selanjutnya dilakukan kajian mengenai garis besar identifikasi rancangan perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan. Kajian ini terdiri dari (a) pemilihan format, (b) pemilihan media, (c) perancangan awal perangkat pembelajaran, dan (d) perancangan awal instrumen penelitian, yang disajikan sebagai berikut. a. Pemilihan format Pemilihan format LKS yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan prinsip, karakteristik, dan langkah-langkah PMR berbasis life skills. Sedangkan isi pembelajaran mengacu pada hasil analisis materi, hasil analisis tugas dan spesifikasi indikator pencapaian hasil belajar yang telah dirumuskan pada tahap pendefinisian. b. Pemilihan media Pemilihan media pada penelitian ini disesuaikan dengan analisis materi dan tugas. Hal ini disebabkan tujuan dari penggunaan media adalah untuk mempermudah siswa memahami materi dan tugas yang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
26
Wasilatul Murtafiah ; Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa .....: 15 - 36
diberikan. Oleh karena itu media yang dipilih adalah KIT bangun ruang sisi datar yang berisi alat dan bahan yang dibutuhkan dalam LKS-1 sampai LKS-4. Tabel 1.5 Daftar KIT untuk Uji Vocational Skills Isi KIT Gunting Isolasi Kertas HVS tebal / Karton Penggaris Boneka / mobil-mobilan Butiran Pewangi 3 Pasang bola dengan diameter yang sama
Jumlah 20 Buah 20 Buah 2 Rim 20 Buah 40 Buah 20 Bungkus 20 Buah
c. Perancangan awal perangkat pembelajaran Lembar Kegiatan Siswa (LKS) ini berguna bagi siswa sebagai pedoman belajar mandiri dalam kelompok untuk memahami konsepkonsep yang hendak dipelajari. LKS yang di kembangkan dalam kegiatan penelitian ini terdiri dari 4 kali pertemuan. a) LKS 1 dipergunakan untuk pertemuan pertama yang mengkaji materi luas permukaan balok dan kubus. b) LKS 2 dipergunakan untuk pertemuan kedua yang mengkaji materi volume balok dan kubus. c) LKS 3 dipergunakan untuk pertemuan ketiga yang mengkaji materi luas permukaan prisma tegak segitiga. d) LKS 4 dipergunakan untuk pertemuan keempat yang mengkaji materi volume prisma tegak segitiga d. Perancangan awal instrumen penelitian Sesuai dengan tahapan pengembangan, berikut instrumeninstrumen yang telah dihasilkan dalam kegiatan penelitian ini. 1) Lembar validasi perangkat Instrumen yang digunakan dalam validasi diberikan ke pakar atau orang yang mengerti tentang perangkat pembelajaran untuk
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
28
Wasilatul Murtafiah ; Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa .....: 15 - 36
mengetahui validitas isi (content validity) dan ke siswa untuk mengetahui uji/validitas keterbacaan (readable validity). a) Lembar validasi isi Lembar validasi LKS digunakan untuk memvalidasi LKS dengan aspek penilaian diantaranya: format, bahasa, ilustrasi, dan isi. Instrumen ini diadopsi dari Dara (2009:96). b) Lembar uji/validasi keterbacaan Lembar validasi keterbacaan (readable validity) LKS (Instrumen 01-d) digunakan oleh siswa untuk memvalidasi LKS dalam bentuk persentase dengan aspek penilaian diantaranya: isi LKS, penampilan LKS, dan uraian atau penjelasan LKS. Instrumen ini diadopsi dari Nur (2006:58-59). 2) Lembar respon siswa Lembar respon siswa berisi tentang aktivitas siswa dalam proses pembelajaran antara lain meliputi: a. perasaan siswa terhadap LKS yang digunakan dalam pembelajaran (senang atau tidak); b. pendapat siswa dalam memahami komponen bahasa dalam LKS (jelas atau tidak); c. pendapat siswa tentang penampilan (tulisan, ilustrasi, gambar, tata letak gambar) yang terletak pada LKS (menarik atau tidak). d. pendapat siswa tentang pembelajaran yang dilakukan apakah melatihkan siswa keterampilan-keterampilan yang dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari (melatihkan atau tidak). Instrumen ini dimodifikasi dari Dara (2009). 3. Deskripsi Tahap Pengembangan (Develop) Pelaksanaan pada fase pengembangan ini dilakukan beberapa tahapan kegiatan, yaitu: validasi ahli, validasi keterbacaan dan ujicoba perangkat. a. Hasil Validasi Ahli Para validator setelah memberikan penilaian terhadap masingmasing perangkat pembelajaran dengan menggunakan instrumen validasi LKS. Hasil penilaian berupa pertimbangan para pakar dan praktisi mengenai LKS yang dikembangkan. LKS hasil revisi
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
29
Wasilatul Murtafiah ; Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa .....: 15 - 36
berdasarkan masukan dari para validator ini disebut Draft I(i) dan LKS yang telah dinyatakan valid oleh validator dinamakan Draft II. 1) Validator Validator yang melakukan validasi terhadap perangkat pembelajaran yang dikembangkan (Draft I) adalah terdiri dari pakar dan praktisi. Penilaian pakar dilakukan oleh 3 mahasiswa S3 Program Pascasarjana UNESA, yaitu: 1) Drs. Mustakim Ando, M.Si., 2) Drs.Wiryanto, M.Si., dan 3) Jackson Pasini M, M.Pd. Sedangkan penilaian oleh praktisi dilakukan 2 guru Matematika SMP Laboratorium Unesa, yaitu: 1) Agus Prasetyo K, S.Pd., M.Pd. dan 2) Irawati, S.Pd. 2) Hasil validasi dan revisi lembar kegiatan siswa Penilaian yang dilakukan validator terhadap LKS meliputi: format, bahasa, ilustrasi dan isi. Dalam melakukan revisi, peneliti mengacu pada hasil diskusi dengan mengikuti saran-saran serta petunjuk validator. a) Hasil validasi lembar kegiatan siswa Hasil validasi ahli terhadap LKS disajikan dalam tabel berikut ini. Tabel 1.6 Hasil Validasi Lembar Kerja Siswa No
Aspek Penilaian
Banyak Validator yang Memberi Nilai 1 2 3 4
Format 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7
Kejelasan pembagian materi Memiliki daya tarik Sistem penomoran jelas Kesesuaian antara teks dan ilustrasi Pengaturan ruang/tata letak Jenis dan ukuran huruf sesuai Bahasa Kebenaran tata bahasa Kesesuaian kalimat dengan taraf berpikir dan kemampuan membaca serta usia siswa Kejelasan petunjuk dan arahan Kesederhanaan struktur kalimat Mendorong minat baca Kalimat soal tidak mengandung arti ganda Sifat komunikatif bahasa yang digunakan
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
1 3 0 2 2 0
4 2 5 3 3 5
0
0
2
3
0
0
2
3
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
2 0 2 1 2
3 5 3 4 3
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
30
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 7 8
Wasilatul Murtafiah ; Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa .....: 15 - 36
Ilustrasi Dukungan ilustrasi untuk memperjelas konsep Memberi rangsangan secara visual Memiliki tampilan yang jelas Mudah dipahami Menggunakan konteks lokal Isi Kebenaran isi /materi Merupakan materi yang esensial Dikelompokkan dalam bagian-bagian yang logis Kesesuaian dengan standar kompetensi KTSP 2006 Kesesuaian dengan pembelajaran matematika realistik (PMR) Kesesuaian tugas dengan urutan materi Peranannya untuk mendorong siswa dalam menemukan konsep/prosedur secara mandiri Kelayakan sebagai bahan ajar
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
2 3 2 3 2
3 2 3 2 3
0 0 0 0
0 0 0 0
0 1 3 1
5 4 2 4
0
0
2
3
0
0
1
4
0
0
1
4
0
0
2
3
Keterangan: 1 : berarti “sangat tidak baik” 2 : berarti “tidak baik” 3 : berarti “baik” 4 : berarti “sangat baik” Kelima orang validator memberikan penilaian 3 ke atas, seperti terlihat pada Tabel 4.8 di atas, berarti komponen-komponen dalam LKS mendapatkan penilaian baik dan sangat baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa LKS dengan PMR berbasis life skills yang dikembangkan berkategori valid dan dapat digunakan dengan sedikit revisi. Dengan demikian, LKS direvisi hanya berdasarkan saran validator. b) Revisi lembar kegiatan siswa Hasil validasi lembar kegiatan siswa dari para validator pada umumnya menyimpulkan LKS ini berkategori valid dan dapat digunakan dengan sedikit revisi. Adapun revisi yang dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1.7 Revisi LKS Berdasarkan Hasil Validasi
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
31
Yang direvisi LKS 1 – LKS 4 LKS 2
LKS 2
LKS 3
Wasilatul Murtafiah ; Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa .....: 15 - 36
Sebelum direvisi Simbol (variabel) tidak ditulis dengan huruf miring Latiham mandiri 2 (soal nomor 4) Bak kamar mandi berbentuk balok dengan ukuran bagian dalamnya 40 cm x 40 cm x 90 cm…
Soal latihan kecakapan vokasional Ambilah biji-bijian yang tersedia di rumahmu masingmasing. Misalnya jagung, kacang kedelai, kacang tanah, dll. Ambilah bijibijian tersebut secukupnya… Latihan mandiri 3 (soal nomor 4) Hitunglah luas permukaaan kemasan makanan ringan disamping, jika sisi-sisi segitiganya 6 cm dan panjangnya 15 cm.
Sesudah direvisi Simbol (variabel) ditulis dengan huruf miring
Bak kamar mandi berbentuk balok yang terbuka bagian atasnya dengan ukuran bagian dalam 40 cm x 40 cm x 90 cm…
Ambilah biji-bijian yang tersedia di rumahmu masing-masing. Misalnya jagung, kacang kedelai, kacang tanah, dll. Gunakan biji-bijian tersebut secukupnya…
Alasan merevisi Aturan penulisan simbol matematika Agar lebih operasional dan mudah dipahami siswa
Kalimat kurang tepat (pengulangan kata)
Agar lebih operasional dan Hitunglah luas permukaaan mudah dipahami kemasan makanan ringan siswa disamping, jika panjang sisi-sisi segitiganya 6 cm dan tingginya 15 cm.
b. Uji Keterbacaan Sebelum dilakukan ujicoba, dilakukan dulu uji keterbacaan terhadap Draft II kepada 6 siswa kelas VIII-B SMP Laboratorium YDWP Unesa yang memiliki kemampuan akademik rendah sebanyak 2 orang, sedang 2 orang, dan tinggi 2 orang. Strategi dalam menentukan kemampuan tinggi, sedang, dan rendah dengan meminta guru matetematika dalam menentukan siswa tersebut. Keenam siswa tersebut mempunyai tingkat kemampuan yang setara, yang artinya tidak ada siswa yang pandai sekali (genius) atau bodoh sekali (keterbelakangan). Validasi keterbacaan dilakukan oleh 6 orang, yaitu: (1) Sinta Devi Juniar
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
Wasilatul Murtafiah ; Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa .....: 15 - 36
32
Hermawati, (2) Intan Eben Tantri, (3) Dika Isa Annas, (4) Ikbal Dwi Kurniawan, (5) Yayuk Widayanti, dan (6) Agung Wiranto Wibowo. Teknik analisis keterbacaan dengan meminta siswa untuk memberi koreksi mengenai keterbacaan LKS dan THB. Berikut disajikan hasil analisis uji keterbacaan LKS. Tabel 1.8 Hasil Analisis Uji Keterbacaan LKS Jenis Perangkat LKS
Aspek Penilaian Isi LKS Tampilan LKS Penjelasan LKS Kesulitan Kalimat
Kriteria
Jumlah
Persentase (%)
Mn Tm Mn Tm Ab As Ta Ya Tidak
6 0 6 0 1 3 2 6 0
100 0 100 0 16,7 50 33 100 0
Kategori Menarik Menarik Ada sedikit penjelasan yang sulit dimengerti Ada kalimat yang sulit dimengerti
Keterangan : Mn : Menarik Tm : Tidak menarik
Ab As Ta
: Ada banyak : Ada sedikit : Tidak ada
Md : Mudah dipahami Sd : Sulit dipahami
Dari Tabel 1.8 di atas, terlihat bahwa isi dan tampilan LKS menarik, ada sedikit penjelasan dan kalimat yang sulit dimengerti. Untuk penjelasan dan kalimat yang sulit dimengerti ini, siswa diminta menandai pada LKS. Berdasarkan hasil uji keterbacaan, dapat dikatakan bahwa LKS yang dikembangkan berkategori valid. Karena ada beberapa istilah yang tidak dimengerti siswa, maka hal ini digunakan untuk merevisi Draft II. Adapun revisi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1.9 Revisi Berdasarkan Hasil Uji Keterbacaan Yang direvisi
Sebelum direvisi
LKS 1 – LKS 4
Masalah (soal) kontekstual
LKS 1 – LKS 4
Mendemonstrasikan keterampilan….
Sesudah direvisi Masalah (soal) dalam kehidupan nyata Menunjukkan keterampilan…
Alasan merevisi Siswa tidak mengerti makna dari kata “kontekstual”. Siswa tidak mengerti makna dari kata “mendemonstrasikan”.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
33
Wasilatul Murtafiah ; Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa .....: 15 - 36
c. Ujicoba lembar kerja siswa Ujicoba dilaksanakan 4 kali pertemuan, sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran. LKS yang digunakan pada kelas ujicoba ini adalah Draft III. Ujicoba dilakukan di kelas VII-C SMP Negeri 2 Kwadungan Ngawi dengan banyak siswa adalah 40 orang yang diajar oleh guru mitra yaitu Rizki Tresnaningsih S.Pd. Tabel 1.10 Jadwal Ujicoba LKS Hari/Tanggal Senin, 10-5-2010 Selasa, 11-5-2010 Senin, 17-5-2010 Selasa, 18-5-2010
Pukul 10.20-12.20 07.00-09.00 10.20-12.20 07.00-09.00
Jenis Kegiatan Ujicoba LKS 1 (materi Luas permukaan balok dan kubus) Ujicoba LKS 2 (materi Volume balok dan kubus) Ujicoba LKS 3 (materi Luas permukaan prisma tegak segitiga) Ujicoba LKS 4 (materi Volume prisma tegak segitiga)
Dari hasil ujicoba, diperoleh data angket respon siswa yang diisi oleh 40 siswa. angket respon siswa diisi setelah siswa mengikuti pembelajaran untuk materi bangun ruang sisi datar menggunakan LKS dengan PMR berbasis life skills. Adapun respon siswa dapat dilihat seperti pada tabel berikut. Tabel 1.11 Hasil Angket Respon Siswa Terhadap LKS Penilaian / Pendapat No
Aspek yang direspon
A.
Apakah anda senang dengan lembar kegiatan siswa (LKS) yang digunakan dalam pembelajaran hari ini? Apakah Anda merasa jelas dalam memahami bahasa lembar kegiatan siswa (LKS)? Apakah pendapat Anda terhadap penampilan (tulisan, ilustrasi/gambar, tata letak gambar) pada lembar kegiatan siswa (LKS)?
B.
C.
Persentase Persentase Jumlah Jumlah (%) (%)
Senang 38
95
Tidak senang 2
Jelas 36
Tidak jelas 90
Menarik 35
5
87,5
4
10
Tidak Menarik 5
12,5
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
34
E.
Wasilatul Murtafiah ; Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa .....: 15 - 36
Apakah paket materi ajar matematika pada pembahasan balok, kubus dan prisma tegak segitiga melatihkan keterampilan dalam kehidupan nyata?
Melatihkan 39
97,5
Tidak Melatihkan 1
2,5
Tabel 1.11 menunjukkan bahwa respon siswa terhadap semua aspek berada di atas 80%. Ini berarti bahwa setiap aspek direspon positif oleh siswa. d. Pencapaian Kriteria LKS yang berkategori Valid Dari uraian di atas, maka pencapaian kriteria LKS dengan PMR berbasis life skills yang berkategori valid ditentukan berdasarkan: validasi ahli, uji keterbacaan, dan respon siswa dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1.12 Pencapaian Kriteria LKS No. Aspek Kategori 1 Validasi ahli 2 Uji keterbacaan 3 Respon siswa
Keterangan Valid Valid Positif
Dengan demikian, berdasarkan analisis hasil pengembangan dengan model 4-D, dihasilkan LKS dengan PMR berbasis life skills yang berkategori valid untuk materi bangun ruang sisi datar di kelas VIII SMP. C. Kesimpulan Dari hasil pengembangan LKS dengan pembelajaran matematika realistik berbasis life skills dapat disimpulkan bahwa proses pengembangan LKS ini menggunakan langkah-langkah pengembangan model 4-D berkategori valid. Penentuan kriteria kevalidan berdasarkan tiga aspek yang meliputi: validasi ahli, uji/validasi keterbacaan, dan respon siswa. Ditinjau dari aspek validasi ahli, LKS yang dikembangkan berkategori valid. Kemudian jika ditinjau dari aspek uji/validasi keterbacaan, LKS yang dikembangkan berkategori valid. Sedangkan ditinjau dari respon siswa, sebanyak lebih dari 80% siswa merespon positif untuk setiap aspek yang direspon.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
35
Wasilatul Murtafiah ; Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa .....: 15 - 36
Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti memberikan saran sebagai berikut: 1. LKS yang dihasilkan ini masih perlu diujicobakan di sekolah lain dengan berbagai kondisi agar diperoleh LKS yang benar-benar berkualitas. 2. Bagi guru yang ingin menggunakan LKS yang telah dikembangkan oleh peneliti ini, hendaknya memperhatikan alokasi waktu, fasilitas pendukuung termasuk media pembelajaran, dan karakteristik siswa yang ada pada sekolah tempat LKS ini akan digunakan. 3. Dalam mengembangkan LKS hendaknya menggunakan bahasa/istilah yang mudah dimengerti siswa dan menyajikan gambar-gambar yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari agar siswa tertarik dan termotivasi untuk belajar. DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. 2004. Kuriklum 2004 Standar Kompetensi Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiah. Jakarta:Dharma Bhakti.. ________. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Lampiran 2 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SMP, MTs, dan SMPLB. Jakarta: Sekjen Depdiknas. ________ 2007. Konsep Pengembangan Model Integrasi Kurikulum Pendidikan Kecakapan Hidup. Jakarta: Pusat Kurikulum, Badan Penelitian Dan Pengembangan Depdiknas. Dara, Fornichly R. 2009. Pembelajaran Matematika Realistik untuk Materi Balok dan Kubus di Kelas VIII SMP Negeri 1 Nabire. Tesis. Magister, Universitas Negeri Surabaya.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
36
Wasilatul Murtafiah ; Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa .....: 15 - 36
Gravemeijer, K. 1994. Developing Realistic Mathematics Education. Ultrecht: Freudenthal Institute. Hudojo, Herman. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas.
Kulas ,S. 2003. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Realistik Pokok Bahasan Persamaan Linier Satu Variabel Di Kelas I SLTP. Tesis. Magister, Universitas Negeri Surabaya. Mulbar, U. 2009. Pembelajaran Matematik Realistik yang elibatkan metakognisi Siswa di sekolah Menengah Pertama. Disertasi. Doktor, Universitas Negeri Surabaya. Nur, M. 2004. Teori-Teori Perkembangan Kognitif. Surabaya: PSMS Universitas Negeri Surabaya. ______. 2006. Contoh Perangkat Model PBI Daya dan Energi Listrik. Surabaya: LPMP Jatim, Depdiknas. Thiagarajan, S. Semmel, DS. Semmel, M. 1974. Instructional Development for Training teachers of Exceptional Children. A Sourse Book. Blomington: Central for Innovation on Teaching The Handicapped. Tim Broad-Based Education. 2002. Kecakapan Hidup (Life Skill) melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis Luas. Surabaya: Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Unesa dan Swa Bina Qualita Indonesia-Jatim. Yunengsih, Y, I made agus ana widiatmika, dan Astrid candrasari. 2008. Ujian Nasional: Dapatkah Menjadi Tolak Ukur Standar Nasional Pendidikan?(Hasil Kajian Ujian Nasional Matematika pada Sekolah Menengah Pertama). Jakarta: Research Department Putera sampoerna.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENDEKATAN KETRAMPILAN PROSES DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEMONSTRASI DAN EKSPERIMEN DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL DAN GAYA BELAJAR SISWA Farida Huriawati Program Studi Pendidikan Fisika FP MIPA IKIP PGRI Madiun ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) pengaruh penggunaan metode Demonstrasi dan Eksperimen terhadap prestasi belajar, (2) pengaruh kemampuan awal terhadap prestasi belajar, (3) pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar, (4) interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan awal terhadap prestasi belajar, (5) interaksi antara metode pembelajaran dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar, (6) interaksi antara metode pembelajaran, kemampuan awal dan gaya belajar terhadap prestasi belajar. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Sampel penelitian adalah siswa kelas X yang memenuhi syarat, yaitu memiliki kecenderungan gaya belajar visual atau kinestetik. Sampel penelitian ini sejumlah 180 siswa dengan teknik purposive sampling. Empat kelas eksperimen 1 dengan metode Demonstrasi dan empat kelas eksperimen 2 dengan metode eksperimen. Teknik pengumpulan data untuk prestasi kognitif dengan metode tes, prestasi afektif menggunakan metode observasi. Uji hipotesis penelitian menggunakan anava tiga jalan sel tak sama dengan bantuan software minitab 15. Uji lanjut dengan ANOVA dan analisis Kruskal-Wallis. Berdasarkan hasil pengolahan data disimpulkan: (1) tidak ada pengaruh metode pembelajaran Demostrasi dan Eksperimen terhadap prestasi kognitif (pvalue= 0,078), juga terhadap prestasi afektif tidak ada pengaruh metode pembelajaran (pvalue = 0,285), (2) ada pengaruh
37
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
38
Farida Huriawati ; Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan .....: 37 - 58
kemampuan awal terhadap prestasi kognitif (pvalue= 0,005), dan juga ada pengaruh kemampuan awal terhadap prestasi afektif (pvalue= 0,030), (3) tidak ada pengaruh gaya belajar terhadap prestasi kognitif (pvalue = 0,133), juga terhadap prestasi afektif tidak ada pengaruh gaya belajar (pvalue= 0,275), (4) tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan awal terhadap prestasi kognitif (pvalue = 0,897), (5) ada interaksi antara metode pembelajaran dengan gaya belajar terhadap prestasi kognitif (pvalue = 0,030), (6) tidak ada interaksi antara kemampuan awal dengan gaya belajar terhadap prestasi kognitif (pvalue = 0,998), (7) tidak ada interaksi metode pembelajaran, kemampuan awal dan gaya belajar terhadap prestasi kognitif (pvalue = 0,738). Kata kunci: Demostrasi, Eksperimen, Kognitif, Afektif. Pendahuluan Pendidikan memiliki peran yang penting dalam mendukung kemajuan suatu bangsa. Melalui pendidikan diharapkan mampu meningkatkan kualitas manusia Indonesia yaitu menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Kebijakan pemerintah mengembangkan kurikulum dan menggunakan pendidikan berbasis kompetensi adalah pendidikan yang menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Kompetensi lulusan suatu jenjang pendidikan, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, mencakup komponen pengetahuan, ketrampilan, kecakapan, kemandirian, kreativitas, kesehatan, akhlak, ketakwaan dan kewarganegaraan. Masalah pendidikan muncul pada saat lulusan dari suatu jenjang pendidikan ternyata kompetensinya tidak mencapai kompetensi yang distandarkan sesuai standar kelulusan yang diharapkan. Sebagai contoh kasus pada kelas X semester 1 terdapat materi pembelajaran dinamika partikel dengan standar kompetensi yaitu menerapkan konsep dan prinsip dasar kinematika dan dinamika partikel. Materi dinamika partikel merupakan materi yang penting dan merupakan materi dasar
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
39
Farida Huriawati ; Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan .....: 37 - 58
untuk mempelajari materi fisika lanjutan yang lain, dan juga bermanfaat dan banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dari permasalahan tersebut maka dibutuhkan pembelajaran inovatif yang berorientasi pada proses dan hasil yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Borrmann dalam Eurasia Journal of Mathematics, Sains Technology Education mengungkapkan bahwa hasil dari pendidikan laboratorium (Laboratory Education) akan meningkatkan rasa percaya diri siswa, menumbuhkan minat, memiliki kemampuan menghubungkan teori dan hasil pengamatan, penguasaan metode ilmiah dan ketrampilan praktek menunjukkan hasil yang baik dan positif. (Thomass Borrmann, 2008 ). Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti mengajukan judul penelitian “Pembelajaran Fisika melalui Pendekatan Ketrampilan Proses dengan Menggunakan Metode Demonstrasi dan Eksperimen ditinjau dari Kemampuan Awal dan Gaya Belajar Siswa”. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Blora pada Tahun Pelajaran 2009/2010. Sedangkan untuk pelaksanaan uji coba Tes Prestasi Belajar dilakukan di SMA Negeri 1 Tunjungan Blora. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen dengan menggunakan rancangan Anava 3 jalan 2 x 2 x 2. Faktor pertama (A) adalah pendekatan ketrampilan proses dengan menggunakan metode demonstrasi dan eksperimen. Faktor kedua (B) adalah kemampuan awal yang meliputi kemampuan awal tinggi dan rendah. Faktor ketiga (C) adalah gaya belajar meliputi gaya belajar visual dan kenestetik. Variabel yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari tiga variabel bebas dan satu variabel terikat yaitu: Variabel bebas pertama Pendekatan ketrampilan proses merupakan pendekatan pembelajaran yang mengarah pada pengembangan kemampuan mental, fisik dan sosial sebagai penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri siswa. Variabel bebas kedua Kemampuan awal adalah berkaitan dengan berbagai tipe
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
40
Farida Huriawati ; Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan .....: 37 - 58
pengetahuan, ketrampilan dan kompetensi yang dipersyaratkan yang berguna untuk mempelajari tugas baru. Kemampuan awal siswa meliputi tinggi dan rendah, untuk kemampuan awal tinggi (B1) sedangkan kemampuan awal rendah (B2). Variabel bebas ketiga Gaya belajar seseorang adalah kunci untuk mengembangkan kinerja, baik dalam pekerjaan ataupun belajar bagi siswa. Dalam setiap interaksi pembelajaran siswa akan menyerap dan mengolah informasi maka belajar dan berkomunikasi akan lebih mudah dan lancar jika dilakukan dengan gaya belajar siswa itu sendiri. a. Gaya belajar visual (C1) adalah gaya belajar dengan cara melihat dan mengamati serta menggambarkan ketajaman visual, siswa lebih mudah mengingat yang dilihat daripada yang dibaca. b. Gaya belajar kinestetik (C2) adalah gaya belajar dengan banyak mengandalkan isyarat tubuh, selama belajar selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak. Variabel terikat Variabel terikat pada penelitian ini adalah prestasi belajar siswa, dimana prestasi belajar Fisika ditunjukkan dengan nilai atau angka yang diperoleh siswa dalam mata pelajaran Fisika setelah siswa mengikuti kegiatan pembelajaran yang disajikan oleh seorang guru. Sedangkan ranah penilaiannya adalah kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes dan teknik non tes. Untuk penilaian ranah kognitif digunakan teknik tes berupa tes tertulis tipe pilihan ganda (multiple choice) denga lima pilihan jawaban. Untuk ranah afektif menggunakan pengamatan dan instrumen penilaian sikap selama proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan data kemampuan awal diambil dari nilai ulangan pada topik kinematika partikel dan data gaya belajar siswa diambil sebelum pembelajaran menggunakan angket. Hasil dan Pembahasan Data yang terkumpul dalam penelitian ini terdiri dari
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
41
Farida Huriawati ; Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan .....: 37 - 58
Kemampuan awal siswa, Gaya belajar, dan nilai prestasi belajar Fisika pada materi Dinamika. Data diperoleh dari kelas XA, XB, XF dan XH sebagai kelas experimen I yang menggunakan metode Eksperimen, serta XC, XD, XE dan XG sebagai kelas experimen II yang menggunakan metode Demonstrasi. 1. Prestasi Belajar Fisika Prestasi merupakan penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Sedangkan seseorang dikatakan belajar jika menunjukkan terjadinya perubahan perilaku sebagai hasil belajar. Bila seseorang telah menunjukkan perubahan perilaku dalam suasana yang serupa pada dua waktu yang berbeda, orang tersebut dikatakan telah belajar. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut sikap (afektif). Perubahan yang diperoleh setelah proses belajar Fisika dapat berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, maupun sikap yang berhubungan dengan pelajaran Fisika. Dalam penelitian ini prestasi belajar Fisika meliputi aspek kognitif dan afektif atau sikap siswa saja yang diperhatikan. Berikut merupakan tampilan data histogram siswa:
a. b. Gambar 1 Histogram Prestasi belajar, a. Metode Eksperimen, b. Metode Demonstrasi
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
42
Farida Huriawati ; Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan .....: 37 - 58
a. b. Gambar 2 Histogram Prestasi Afektif, a. Metode Eksperimen, b. Metode Demonstrasi 2.
Data Kemampuan awal Siswa Dalam penelitian ini data Kemampuan awal siswa diperoleh dari nilai pada materi kinematika gerak lurus siswa. Kemampuan awal siswa dikategorikan menjadi dua, yaitu Kemampuan awal tinggi dan Kemampuan awal rendah. Penggolongan Kemampuan awal berdasarkan data nilai kinematika gerak lurus siswa. Siswa dikatakan memiliki Kemampuan awal tinggi jika skor Kemampuan awalnya lebih besar atau sama dengan rerata dan dikatakan rendah jika skor Kemampuan awal lebih rendah dari rerata. Deskripsi data Kemampuan awal dapat dilihat pada histogram berikut,
a. b. Gambar 3 Histogram Tes Kemampuan Awal siswa a. Metode Eksperimen, b. Metode Demonstrasi
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
43
Farida Huriawati ; Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan .....: 37 - 58
3. Data Gaya belajar Siswa Setiap peserta didik memiliki pola Gaya Belajar yang berbeda. Gaya belajar merupakan kombinasi dari bagaimana siswa menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi. Data Kecenderungan gaya belajar siswa diperoleh melalui angket identifikasi gaya belajar. Adapun hasil identifikasi gaya belajar dan prestasi dari masing-masing kelompok disajikan pada tabel berikut, Deskripsi Prestasi Menurut Gaya Belajar Siswa
Metode = Demonstrasi Total G-Bel Count Mean StDev Minimum Median Maximum Kinetis 38 60,13 17,72 25,00 60,00 90,00 Visual 52 62,31 18,88 30,00 65,00 100,00
Metode = Eksperimen Total G-Bel Count Mean StDev Minimum Median Maximum Kinetis 26 70,77 15,34 35,00 72,50 95,00 Visual 64 60,78 16,53 25,00 62,50 100,00
Skor hasil tes identifikasi kecenderungan Gaya Belajar siswa baik pada kelas yang dibelajarkan dengan metode Eksperimen maupun Demonstrasi tidak bisa ditampilkan dalam bentuk frekuensi maupun histogram sebab penentuan kecenderungan gaya beljar didasarkan pada skor gaya belajar mana yang lebih dominan, dari dua skor terpisah – skor gaya belajar visual dan skor gaya belajar kinetis – lalu dipilih yang terbesar sebagai kecederungan gaya belajarnya siswa. Adapun pada tabel di atas, diketahui bahwa jumlah siswa dengan kecenderungan gaya belajar kinetis dan visual masing-masing 38 dan 52 untuk yang dibelajarkan dengan metode Demonstrasi, serta 26 dan 64 untuk yang menggunakan metode Eksperimen. Pengujian Prasyarat Analisis 1. Uji Normalitas Uji normalitas merupakan salah satu uji statistik yang digunakan untuk mengetahui sampel berasal dari populasi yang berdistribusi
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
44
Farida Huriawati ; Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan .....: 37 - 58
normal atau tidak. Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan perhitungan dengan bantuan software Minitab 15 series. Table 1 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Penelitian
No.
Data
Metode
p-value
Ryan-Joiner
Distribusi Data
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Prestasi TPB Prestasi TPB Prestasi TPB Prestasi Sikap Prestasi Sikap Prestasi Sikap Kemampuan Awal Kemampuan Awal Kemampuan Awal
Eksperimen Demonstrasi Eksperimen Demonstrasi Eksperimen Demonstrasi
>0,100 >0,100 >0,100 >0,100 >0,100 >0,100 >0,100 >0,100 >0,100
0,995 0,997 0,991 0,996 0,994 0,996 0,996 0,994 0,996
Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Dari hasil Uji Normalitas data prestasi TPB, Prestasi Sikap, dan Kemampuan awal di atas, yang diuji dengan kriteria Ryan-Joiner (RJ) didapatkan bahwa p-value > 0,05 untuk Uji Normalitas yang dilakukan. Berdasarkan hasil uji tersebut, maka dapat diambil keputusan data Prestasi TPB, Sikap dan Kemampuan awal berdistribusi normal. Kriteria uji normalitas adalah “tolak hipotesis null (data tidak menyalahi kriteria berdistribusi normal) jika p-value < alpha 5%”. 2. Uji Homogenitas Tujuan dari uji homogenitas adalah untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berditribusi dari variansi homogen atau tidak. Uji homogenitas yang peneliti gunakan adalah metode uji F. Adapun sebagai pendukung keputusan dilakukan juga uji Levene. Variabel terikat untuk uji ini adalah prestasi belajar kognitif (TPB) dan Afektif (Sikap). Sedangkan sebagai faktornya adalah metode pembelajaran (Eksperimen dan Demonstrasi), Kemampuan awal dan Gaya belajar siswa.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
Farida Huriawati ; Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan .....: 37 - 58
45
Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas No.
Respon
Faktor
1 2 3 4 5 6
Prestasi TPB Prestasi TPB Prestasi TPB
Metode K-TKA G-Bel Metode K-TKA G-Bel
Prestasi Sikap Prestasi Sikap Prestasi Sikap
F Test 0,394 0,981 0,987 0,963 0,045 0,269
p-value Levene’s Test 0,290 0,558 0,677 0,514 0,045 0,089
Keputusan Homogen Homogen Homogen Homogen Tidak Homogen Homogen
Dari tabel di atas terlihat bahwa tidak semua nilai p > a 0.050 sehingga tidak semua Ho yang diajukan (data prestasi tidak menyalahi kriteria homogenitas) tidak ditolak. Hal ini berarti bahwa homogenitas data prestasi berdasarkan faktor Metode, kategori Kemampuan awal dan kecenderungan Gaya belajar siswa terpenuhi pada komponen kognitif (TPB), dan pada prestasi Sikap pada faktor tingkat kemampuan awal siswa tidak memenuhi persyaratan, sehingga uji selanjutnya, yaitu uji Anova hanya dapat dilakukan untuk data prestasi belajar saja. Adapun data Sikap untuk selanjutnya diuji dengan metode Kruskal-Wallis, alternatif pengujian nonparametrik untuk Anava. Perbedaannya, anava melakukan uji pada parameter mean (rerata) sedangkan Kruskal-Wallis lebih pada median data. Pembahasan Hasil Analisis Data Metode pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Eksperimen untuk kelas Eksperimen I dan metode Demonstrasi untuk kelas eksperimen II. Pengukuran Kemampuan awal siswa dilakukan sebelum pembelajaran Dinamika berlangsung, yaitu dengan melihat data nilai pada bab kinematika gerak lurus siswa, sedangkan untuk mengetahui gaya belajar siswa dilakukan dengan angket gaya belajar yang diambil datanya sebelum proses pembelajaran pada materi Dinamika. Sedangkan Observasi yang dilakukan selama proses pembelajaran dimaksudkan untuk mendapatkan sikap siswa, khususnya pada materi Dinamika. Setelah pembelajaran selesai dilakukan tes kemampuan kognitif untuk mengukur prestasi belajar Dinamika siswa. Sedangkan Sikap diambil selama proses pembelajaran berlangsung dengan alat cheklist.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
46
Farida Huriawati ; Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan .....: 37 - 58
1. Hipotesis Pertama Dari hasil analisis data menggunakan anava tiga jalan dengan sel tak sama diperoleh p-value metode pembelajaran = 0,078 > 0,050 maka Ho (tidak ada perbedaan prestasi belajar kognitif antara siswa yang diberi pendekatan keterampilan proses melalui metode demonstrasi dan eksperimen pada materi Dinamika) tidak ditolak, ini berarti bahwa antara metode Eksperimen dan Demonstrasi tidak memiliki perbedaan pengaruh terhadap prestasi belajar Dinamika siswa. Siswa yang dibelajarkan dengan metode Eksperimen dan Demonstrasi masing-masing rerata prestasi belajarnya 63,67 dan 61,39. Dengan demikian kedua metode pembelajaran ini sama-sama dapat digunakan dalam pembelajaran Fisika khususnya pada materi Dinamika. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rachel A. Diana, Andrew P. Yonelinas, and Charan Ranganath, (2008), kemungkinan terbesar yang menyebabkan metode Eksperimen dan Demonstrasi tidak memperlihatkan perbedaan hasil yang signifikan adalah faktor familiaritas metode Eksperimen dan Demonstrasi. Selama ini siswa memang terbiasa dengan metode eksperimen dan demonstrasi pada mata pelajaran fisika, sehingga sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Diana di atas, wajar apabila metode Eksperimen dan Demonstrasi tidak signifikan perbedaan pengaruhnya. Meski demikian, kencerderungan arah pengaruh kedua metode masih dapat dicermati bahwa metode eksperimen lebih dominan positif pengaruhnya.
Gambar 4. Grafik Uji ANOM Metode terhadap Prestasi Belajar Fisika
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
47
Farida Huriawati ; Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan .....: 37 - 58
2. Hipotesis Kedua Hasil analisis data menunjukkan bahwa perbedaan prestasi belajar kognitif antara siswa yang memiliki Kemampuan awal tinggi dan rendah pada materi Dinamika, p-value Kemampuan awal siswa = 0,005 < 0,050. Uji lanjut menunjukkan bahwa Kemampuan awal memberikan pengaruh signifikan terhadap prestasi belajar pada materi Dinamika, pvalue Kemampuan awal siswa = 0,003 < 0,050. Hasil tersebut menandakan adanya pengaruh Kemampuan awal terhadap prestasi belajar Dinamika. Jika diperhatikan lagi pada hasil rerata kedua Kemampuan awal diperoleh informasi bahwa rerata siswa yang Kemampuan awalnya tinggi dan rendah masing-masing 66,49 dan 58,82. Hal itu berarti bahwa guru dalam proses pembelajaran perlu memperhatikan faktor Kemampuan awal siswa untuk menunjang keberhasilan proses pembelajaran, karena faktor Kemampuan awal dalam penelitian ini ternyata berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Siswa yang memiliki tingkat Kemampuan awal rendah mendapatkan rerata prestasi belajar yang relatif lebih rendah, sedangkan siswa yang memiliki tingkat Kemampuan awal tinggi mendapatkan prestasi belajar yang relatif lebih tinggi. Siswa dengan Kemampuan awal tinggi memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menyelesaikan masalah-masalah Dinamika dibanding siswa yang memiliki Kemampuan awal rendah. untuk lebih jelasnya, perhatikanlah gambar hasil uji lanjut mean berikut,
Gambar 5. Grafik Uji ANOM Kemampuan awal terhadap Prestasi belajar Dinamika
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
48
Farida Huriawati ; Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan .....: 37 - 58
3. Hipotesis Ketiga Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan prestasi belajar kognitif antara siswa yang memiliki kecenderungan Gaya belajar visual dan kinestetik pada materi Dinamika (p-value Gaya belajar siswa = 0,133 > 0,050) dalam proses pembelajaran. Gaya belajar siswa tidak memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar materi Dinamika. Uji lanjut menunjukkan bahwa Gaya belajar siswa tidak memberikan perbedaan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar pada materi Dinamika (p-value Gaya belajar siswa = 0,275 > 0,050). Hal ini terjadi karena kecenderungan gaya belajar sifatnya personal sehingga tidak bisa mengarah pada pola berinteraksi seperti yang diharapkan pada pendekatan kooperatif, khususnya dalam pembelajaran materi Dinamika. Kecenderungan gaya belajar siswa memberikan efek tidak berbeda terhadap pencapaian prestasi belajar, dimana siswa yang memiliki kecenderungan Gaya belajar visual dan kinestetis mendapatkan rerata prestasi yang hampir sama, yaitu 61,47 dan 64,45. Meskipun kecenderungan Gaya belajar tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap prestasi, masih dapat diperoleh informasi bahwa arah pengaruhnya positif untuk Gaya belajar kinetis dan negatif untuk Gaya belajar visual, sehingga masih sesuai dengan teori.
Gambar 6. Grafik Uji ANOM Kecenderungan gaya belajar terhadap Prestasi Belajar Fisika
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
49
Farida Huriawati ; Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan .....: 37 - 58
4. Hipotesis Keempat Hasil analisis data dari uji hipotesis sebelumnya menunjukkan bahwa ada pengaruh Kemampuan awal terhadap prestasi belajar Dinamika, namun tidak demikian dengan metode pembelajaran. Hasil uji interaksi menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan Kemampuan awal terhadap prestasi belajar Dinamika (p-value interaksi metode dan Kemampuan awal = 0,897 > 0,050). Hasil uji lanjut semakin memperkuat keputusan tidak adanya interaksi antara metode pembelajaran dengan Kemampuan awal. Dimana, hasil uji interaksi untuk metode dengan Kemampuan awal terlihat pada gambar berikut,
Gambar 7. Grafik interaksi metode dengan Kemampuan awal Pola interaksi antara metode pembelajaran dan kategori kemampuan awal siswa terlihat dengan jelas. Siswa dengan kategori kemampuan awal tinggi dan rendah yang dibelajarkan dengan metode Eksperimen nampak mendapatkan prestasi yang relatif lebih baik daripada yang dibelajarkan dengan metode Demonstrasi. Demikian juga dengan siswa yang Kemampuan awalnya tinggi menunjukkan hasil lebih baik daripada siswa yang Kemampuan awalnya rendah, berdasarkan hasil uji pada hipotesis kedua ditemukan bahwa signifikan pengaruhnya. Hal ini mengindikasikan bahwa Kemampuan awal individual siswa perlu diperhatikan untuk menghasilkan interaksi kedua faktor. Di sini interaksi tidak nampak terjadi sebab pengaruh kemampuan awal dan metode selaras. Untuk lebih jelas lagi dalam memaknai keselarasan metode pembelajaran dengan Kemampuan awal perhatikan gambar di atas. Dengan jelas gambar memperlihatkan bahwa siswa yang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
50
Farida Huriawati ; Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan .....: 37 - 58
dibelajarkan dengan metode Eksperimen lebih baik hasilnya daripada Demonstrasi pada umumnya, dan siswa dengan Kemampuan awal tinggi lebih baik hasilnya jika dibelajarkan dengan metode Eksperimen, demikian juga untuk siswa dengan Kemampuan awal rendah sangat cocok dengan metode Eksperimen. 5. Hipotesis Kelima Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh penggunaan metode pembelajaran terhadap prestasi Dinamika dan tidak ada pengaruh Gaya belajar terhadap prestasi belajar Dinamika. Meski demikian, ternyata hasil uji statistik interaksi faktor tersebut memperlihatkan bahwa terjadi interaksi pengaruh antara metode pembelajaran dengan Gaya belajar prestasi belajar pada materi Dinamika (p-value interaksi metode dan Gaya belajar = 0,030 < 0,050). Hal ini menandakan bahwa penggunaan metode Eksperimen dan Demonstrasi sebagai perangsang untuk proses belajar metode Eksperimen berbeda signifikan hasilnya. Kenyataan tersebut terjadi dikarenakan metode pembelajaran yang digunakan sesuai dengan gaya belajar siswa, dalam hal ini metode Eksperimen cenderung memberikan pengaruh prestasi lebih tinggi bagi siswa dengan gaya belajar kinetis, sedangkan metode Demonstrasi cenderung memberikan pengaruh prestasi lebih tinggi bagi siswa dengan gaya belajar visual. Inilah yang menghasilkan interaksi kedua faktor. Untuk lebih jelas lagi dalam memaknai interaksi metode pembelajaran dengan gaya belajar siswa perhatikan gambar berikut ini,
Gambar 8. Grafik interaksi Metode dan Gaya belajar terhadap Prestasi belajar Dinamika
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
51
Farida Huriawati ; Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan .....: 37 - 58
6. Hipotesis Ketujuh Hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara metode pembelajaran, Kemampuan awal, dan Gaya belajar (p-value interaksi antara metode, Kemampuan awal dan Gaya belajar = 0,738 > 0,050).
Gambar 10. Grafik interaksi faktor Metode pembelajaran, Kemampuan awal dan gaya belajar terhadap Prestasi belajar Dinamika
Gambar 11. Grafik efek mean faktor Metode pembelajaran, Kemampuan awal dan gaya belajar terhadap Prestasi belajar Dinamik
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
52
Farida Huriawati ; Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan .....: 37 - 58
Berdasarkan gambar 11 diperoleh informasi bahwa baik metode pembelajaran (Eksperimen – Demonstrasi), Kemampuan awal (Tinggi – Rendah) dan gaya belajar siswa (Kinetis – Visual) sama-sama memiliki tren positif. 4.b. Pembahasan Hasil analisa Data Prestasi Afektif Pengujian hasil penelitian untuk data Sikap tidak bisa menggunakan uji anava sebagaimana halnya pada komponen prestasi belajar. Perbedaan keduanya tidak akan mempengaruhi hasil penelitian. Hanya prosedur pengujiannya saja yang berbeda, pada uji anava penarikan keputusan didasarkan pada mean (rerata) kedua pihak yang dibandingkan. Sedangkan pada uji Kruskal-Wallis (nonparametrik) lebih membandingkan pada mediannya. Hasil uji Kruskal-Wallis untuk data Sikap yang dibandingkan menurut metode pembelajarannya diperoleh hasil bahwa kedua kelas tidak berbeda mediannya terbukti dengan nilai p statistiknya sebesar 0,285. Median kelas yang dibelajarkan dengan metode Demonstrasi 78,00 sedangkan yang dibelajarkan dengan metode Eksperimen 76,50. Hal ini berarti tidak ada perbedaan yang signifikan. Pada hasil pengujian untuk Sikap dengan faktor Kemampuan awal diperoleh hasil p = 0,030. Masing-masing memiliki median 75,00 untuk kelompok siswa dengan Kemampuan awal rendah dan 78,00 untuk kelompok siswa dengan Kemampuan awal tinggi. Hal ini berarti Kemampuan awal memberikan efek berbeda terhadap Sikap siswa. Pada faktor gaya belajar siswa, yang kadang kita mengiranya sebagai ranah afektif siswa, ternyata diperoleh hasil analisis dengan p sebesar 0,243 dan besar median masing-masing untuk kelompok siswa dengan gaya belajar kinetis dan visual 76,50 dan 78,00. Hal ini berarti faktor gaya belajar tidak memberikan efek perbedaan terhadap prestasi Afektif (sikap). Secara umum penelitian ini dapat mengambil dua hal penting sebagai berikut: a). Penggunaan metode pembelajaran Eksperimen dan Demonstrasi tidak berpengaruh signifikan terhadap pencapaian prestasi belajar siswa. Pada ranah Afektif, metode Demonstrasi diketahui lebih efektif pengaruhnya terhadap siswa daripada metode Eksperimen. b).
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
53
Farida Huriawati ; Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan .....: 37 - 58
Interaksi antara metode pembelajaran dengan gaya belajar memberikan sumbangan besar terhadap pemahaman siswa akan konsep Fisika pada materi Dinamika terutama pada siswa yang cenderung bergaya belajar kinetis dan visual yang dibelajarkan dengan metode Eksperimen. Hal ini disebabkan karena Eksperimen menarik dan berkesan bagi siswa dengan Gaya belajar kinetis. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan untuk ranah kognitif sebagai berikut: 1.
Tidak ada perbedaan prestasi belajar kognitif antara siswa yang diberi pendekatan keterampilan proses melalui metode demonstrasi dan eksperimen pada materi Dinamika. Kedua metode pembelajaran ini sama kuat pengaruhnya terhadap prestasi belajar Fisika pada materi Dinamika. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata nilai prestasi belajar Fisika yang menunjukkan lebih tinggi daripada kriteria ketuntasan minimal (KKM: 60) yang dipatok, siswa yang dibelajarkan dengan metode Eksperimen dan Demonstrasi masingmasing rerata prestasi belajarnya 63,67 dan 61,39. Kedua metode pembelajaran ini sama-sama dapat digunakan dalam pembelajaran Fisika khususnya pada materi Dinamika.
2.
Ada perbedaan prestasi belajar kognitif antara siswa yang memiliki Kemampuan awal tinggi dan rendah pada materi Dinamika. Uji lanjut menunjukkan bahwa Kemampuan Awal memberikan pengaruh signifikan terhadap prestasi kognitif pada materi Dinamika, p-value Kemampuan Awal siswa = 0,003 < 0,050. Hasil tersebut menandakan adanya pengaruh Kemampuan Awal terhadap prestasi kognitif Dinamika sebab rerata prestasi kognitif pada siswa yang Kemampuan Awalnya tinggi dan rendah masing-masing 66,49 dan 58,82.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
54
Farida Huriawati ; Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan .....: 37 - 58
3.
Tidak ada perbedaan prestasi belajar kognitif antara siswa yang memiliki kecenderungan Gaya belajar visual dan kinestetik pada materi Dinamika. Uji lanjut menunjukkan bahwa Gaya belajar siswa tidak memberikan perbedaan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kognitif pada materi Dinamika (p-value Gaya belajar siswa = 0,275 > 0,050). Hal ini terjadi karena gaya belajar sifatnya personal sehingga tidak bisa mengarah pada pola berinteraksi seperti yang diharapkan pada pendekatan kooperatif. Siswa yang memiliki kecenderungan Gaya belajar visual dan kinetis mendapatkan rerata prestasi yang hampir sama, yaitu 61,47 dan 64,45.
4.
Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan Kemampuan Awal terhadap prestasi kognitif pada materi Dinamika. Hasil uji interaksi menunjukkan p-value = 0,897 > 0,050. Hasil uji lanjut semakin memperkuat keputusan tidak adanya interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan awal. siswa yang dibelajarkan dengan metode Eksperimen lebih baik hasilnya daripada Demonstrasi pada umumnya, dan siswa dengan Kemampuan awal tinggi lebih baik hasilnya jika dibelajarkan dengan metode Eksperimen, demikian juga untuk siswa dengan Kemampuan awal rendah sangat cocok dengan metode Eksperimen.
5.
Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan gaya belajar terhadap prestasi kognitif pada materi Dinamika. Meski demikian, ternyata hasil uji statistik interaksi faktor tersebut memperlihatkan bahwa terjadi interaksi pengaruh antara metode pembelajaran dengan Gaya belajar prestasi belajar pada materi Dinamika (p-value interaksi metode dan Gaya belajar = 0,030 < 0,050). Hal ini menandakan bahwa penggunaan metode Eksperimen dan Demonstrasi sebagai perangsang untuk proses belajar metode Eksperimen berbeda signifikan hasilnya. Kenyataan tersebut terjadi dikarenakan metode pembelajaran yang digunakan sesuai dengan gaya belajar siswa, dalam hal ini metode Eksperimen cenderung memberikan pengaruh prestasi lebih tinggi bagi siswa dengan gaya belajar kinetis, sedangkan metode Demonstrasi
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
55
Farida Huriawati ; Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan .....: 37 - 58
cenderung memberikan pengaruh prestasi lebih tinggi bagi siswa dengan gaya belajar visual. Inilah yang menghasilkan interaksi kedua faktor. 6.
Tidak ada interaksi antara Kemampuan Awal dengan gaya belajar terhadap prestasi kognitif pada materi Dinamika. Secara parsial Gaya belajar kinetis dan Kemampuan awal tinggi memberikan pengaruh yang memiliki tren positif terhadap pencapaian prestasi. Interaksi tidak terjadi pada ranah Kemampuan awal tinggi dengan Gaya belajar visual. Hanya saja, dari grafik interaksi tidak nampak adanya kecenderungan interaksi dan menurut statistik memang demikian, hampir tidak terjadi interaksi.
7.
Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran, Kemampuan Awal dan gaya belajar terhadap prestasi belajar Fisika pada materi Dinamika. Meskipun secara mandiri faktor Kemampuan Awal siswa berpengaruh signifikan terhadap perolehan prestasi kognitif siswa, ternyata tidak mampu memberikan pengaruh signifikan dalam hal interaksi dengan faktor lainnya, metode pembelajaran dan gaya belajar siswa. Diperoleh informasi bahwa baik metode pembelajaran (Eksperimen – Demonstrasi), Kemampuan awal (Tinggi – Rendah) dan gaya belajar siswa (Kinetis – Visual) samasama memiliki tren positif.
Sedangkan kesimpulan utuk ranah Sikap adalah: 1. Tidak ada perbedaan prestasi belajar afektif antara siswa yang diberi pendekatan keterampilan proses melalui metode demonstrasi dan eksperimen pada materi Dinamika, sebab p-value = 0,285 > 0,050. Median kelas yang dibelajarkan dengan metode Demonstrasi 78,00 sedangkan yang dibelajarkan dengan metode Eksperimen 76,50. Hal ini berarti tidak ada perbedaan yang signifikan. 2. Ada perbedaan prestasi belajar kognitif antara siswa yang memiliki Kemampuan awal tinggi dan rendah pada materi Dinamika sebab pvalue = 0,030 < 0,050. Masing-masing memiliki median 75,00 untuk kelompok siswa dengan Kemampuan awal rendah dan 78,00
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
56
Farida Huriawati ; Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan .....: 37 - 58
untuk kelompok siswa dengan Kemampuan awal tinggi. Hal ini berarti Kemampuan awal memberikan efek berbeda terhadap Sikap siswa. 3. Tidak ada ada perbedaan prestasi belajar kognitif antara siswa yang memiliki kecenderungan Gaya belajar visual dan kinestetik pada materi Dinamika sebab p-value = 0,243 > 0,050. Besar median masing-masing untuk kelompok siswa dengan gaya belajar visual dan kinetis 76,50 dan 78,00. faktor gaya belajar tidak memberikan efek perbedaan terhadap prestasi Afektif (sikap). Saran Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian sejenis. Perlu melakukan pengkajian yang lebih mendalam tentang metode yang tepat digunakan dalam proses pembelajaran di kelas sesuai dengan karakter materi dan aspek (ranah) yang akan digali dari siswa yang dibelajarkan. Tidak semua siswa menerima dengan baik efek setiap metode pembelajaran karena setiap siswa memiliki kecenderungan gaya belajarnya sendiri. Penelitian mengenai penerapan metode lain yang dapat mempermudah siswa dalam memecahkan permasalahan dalam belajar Fisika terutama yang berkaitan dengan pemilihan metode pembelajaran yang tepat masih perlu dilakukan. DAFTAR PUSTAKA Abdul Ghafur. 1989. Desain Instruksional. Surakarta: Tiga Serangkai Abu, B. Johan, O. Jaafar, H. Constrasting Learning Styles and Study Skills Among University Students at The Faculty of Education, UTM Johor. Research Vote No 7188. Akpinar, E. Ergin, O. 2008. Fostering primary school understanding of cells and other related conceps with interactive computer animation instruction accompanied by teacher and studentprepared concept maps. Asia Pasific Forum Science Learning and Teaching, volume 9, Issue 1, article 10.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
57
Farida Huriawati ; Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan .....: 37 - 58
Arends Richard J. 2008. Learning To Teach. Jogyakarta: Pustaka Pelajar. Bobbi DePorter & Mike Hernacki. 2005. Quantum Learning. Bandung: Kaifa. Bobbi DePorter, Mark Reardon & Sarah Sniger-Nouril. 2002. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa. Borrmann, T. 2008. Laboratory Education in New Zealand. Jurnal of Mathematics, Science Technology Education, 4 (4), 327-335. Cardak, O. Onder, K. Dikmenli, M. 2007. Effect of the usage of laboratory method in primary school education for the achievement of the students learning. Asia Pasific Forum Science Learning and Teaching, volume 8, Issue 2, article 3. Conny Semiawan, Tangyong, Belen, Yulaelawati Matahelemual & Wahyudi Suseloardjo.1988. Pendekatan Ketrampilan Proses. Jakarta: Gramedia. Departemen Pendidikan Nasional. 2000. Metode Alternatif Belajar Mengajar Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Depdiknas. Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Model Penilaian Kelas Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depdiknas. Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus dan Contoh Model Silabus. Jakarta: Depdiknas. Gilbert, J. E. Swanier, C. A. 2008. Learning Styles : How Do They Fluctuate? Institute for Learning Styles Journal.Volume 1. Johar Permana dan Mulyani Sumantri. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Maulana. Marthen Kanginan. 2004. Fisika Untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga. Masidjo.Ign. 2003. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah. Yogyakarta: Kanisius. Ngalim Purwanto. 1992. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Posdakarya. Oemar Hamalik.1989. Psikologi Pendidikan. Bandung: Sinar Baru. Oemar Hamalik. 1992. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
58
Farida Huriawati ; Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan .....: 37 - 58
Baru. Paul Suparno. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan Fisika. Yogyakarta: Kanisius. Paul Suparno. 2006. Metodologi Pembelajaran Fisika. Yogyakarta: Universitas Sanata Darma. Poerwodarminto.1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ratna Wilis Dahar. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga. Saifudin Azwar. 1996. Tes Prestasi. Jogyakarta: Pustaka Pelajar. Sugiyanto. 2008. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13. Suharsimi Arikunto. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION) TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT KELAS X SMA DI KOTA MADIUN oleh : Ika Krisdiana Program Studi Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP PGRI Madiun ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) dengan pembelajaran langsung. (2) Perbedaan prestasi belajar antara siswa dengan aktivitas tinggi, sedang dan rendah. (3) Perbedaan prestasi siswa dengan aktivitas tinggi, sedang dan rendah pada pembelajaran kooperatif tipe STAD. (4) Perbedaan prestasi siswa dengan aktivitas tinggi, sedang dan rendah pada pembelajaran langsung. (5) Efektivitas pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran langsung pada siswa dengan aktivitas tinggi. (6) Efektivitas pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran langsung pada siswa dengan aktivitas sedang. (7) Efektivitas pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran langsung pada siswa dengan aktivitas rendah. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling random stratifikasi (stratified random sampling) dan sampling random kluster (cluster random sampling). Pengujian hipotesis menggunakan Anava dua jalan dengan sel tak sama, dengan taraf signifikansi 5 %. Sebelumnya dilakukan uji prasyarat yaitu Uji Normalitas menggunakn Uji Liliefors dan Uji Homogenitas menggunakan Uji Bartlett. Dari hasil analisis disimpulkan : (1) prestasi siswa dengan pembelajaran STAD lebih baik daripada pembelajaran langsung. (2) siswa dengan aktivitas tinggi mempunyai prestasi belajar lebih baik daripada siswa
59
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
60
Ika Krisdiana ; Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif ..... : 59 -72
dengan aktivitas sedang dan rendah. (3) siswa dengan aktivitas tinggi prestasinya lebih baik daripada siswa dengan aktivitas rendah dan sedang jika diajar dengan pembelajaran STAD. (4) siswa dengan aktivitas tinggi, sedang dan rendah mempunyai prestasi yang sama jika diajar dengan pembelajaran langsung. (5) siswa dengan aktifitas tinggi jika diajar dengan pembelajaran STAD memberikan prestasi yang lebih baik daripada pembelajaran langsung. (6) siswa dengan aktivitas sedang memberikan prestasi yang sama jika diajar dengan pembelajaran STAD maupun pembelajaran langsung. (7) siswa dengan aktivitas sedang memberikan prestasi yang sama diajar dengan pembelajaran STAD maupun pembelajaran langsung. Kata Kunci: STAD, Kooperative, Aktivitas belajar
PENDAHULUAN Kualitas kehidupan bangsa Indonesia sangat ditentukan oleh faktor pendidikan. Dengan pendidikan akan mencetak manusia yang berkualitas dalam mengikuti perkembangan teknologi dan informasi yang pesat. Untuk meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) agar mampu bersaing maka mutu pendidikan juga perlu ditingkatkan. Dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan dapat melalui tiga jalur yaitu jalur pendidikan sekolah, jalur pendidikan luar sekolah dan jalur pendidikan keluarga. Jalur pendidikan sekolah adalah pendidikan yang berjenjang di mulai dari Pendidikan Dasar sampai Perguruan Tinggi. Pada pendidikan formal ini diperlukan perhatian dan kerja sama dengan pemerintah dan masyarakat. Perhatian pemerintah dapat berupa penyediaan sarana dan prasarana, penetapan dan pengembangan kurikulum, peningkatan mutu pendidikan dan lain-lain. Masalah mendasar yang dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia sekarang adalah bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan selalu dikaitkan dengan pencapaian prestasi belajar yang diperoleh peserta didik yang diidentifikasikan dengan skor hasil tes. Selain itu juga kualitas pendidikan tidak dapat terlepas dari kualitas proses pembelajaran yang dilakukan guru. Selain penggunaan metode pembelajaran juga terdapat faktorfaktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar matematika,
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
61
Ika Krisdiana ; Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif ..... : 59 -72
diantaranya aktivitas belajar matematika. Salah satu metode pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achivement Division). Model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achivement Division) ini ide dasar pembelajarannya adalah bagaimana memotivasi siswa dalam kelompok agar mereka dapat saling membantu dan mendorong satu sama lain dalam menguasai materi yang disajikan. PERUMUSAN MASALAH 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Apakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan prestasi yang lebih baik daripada pembelajaran langsung? Pada peserta didik dengan aktivitas tinggi, sedang, dan rendah, manakah yang memberikan prestasi lebih baik? Pada pembelajaran dengan kooperatif tipe STAD, manakah yang memberikan prestasi belajar lebih baik, siswa dengan aktivitas belajar tinggi, sedang atau rendah? Pada pembelajaran langsung, manakah yang memberikan prestasi belajar lebih baik, siswa dengan aktivitas tinggi, sedang atau rendah? Pada peserta didik yang mempunyai aktivitas belajar tinggi, manakah yang memberikan prestasi belajar lebih baik, pembelajaran kooperatif tipe STAD atau pembelajaran langsung? Pada peserta didik yang mempunyai aktivitas belajar sedang, manakah yang memberikan prestasi belajar lebih baik, pembelajaran kooperatif tipe STAD atau pembelajaran langsung? Pada peserta didik yang mempunyai aktivitas belajar rendah, manakah yang memberikan prestasi belajar lebih baik, pembelajaran kooperatif tipe STAD atau pembelajaran langsung?
KAJIAN TEORI A.
Pembelajaran Kooperatif STAD Effandi Zakaria and Zanaton Iksan (2006) cooperative learning is
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
62
Ika Krisdiana ; Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif ..... : 59 -72
grounded in the belief that learning is most effective when students are actively involved in sharing ideas and work cooperatively to complete academic tasks. Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok yang terdiri 4-5 orang siswa. Dalam Slavin (1995), model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah bentuk tipe pembelajaran kooperatif. Armstrong (1998) STAD has been described as the simplest of a group of cooperative learning techniques referred to as student team learning methods.Tahap pembelajarannya meliputi tahap penyajian materi, kegiatan kelompok, pelaksanaan kuis individual, nilai perkembangan individu, penghargaan kelompok. B.
Pembelajaran Langsung Model pembelajaran langsung adalah pembelajaran secara klasikal dengan menggunakan metode pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Pembelajaran secara klasikal adalah pambelajaran yang disampaikan guru kepada sejumlah siswa tertentu secara serentak pada waktu dan tempat yang sama. Dalam sistem pembelajaran klasikal, siswa cenderung pasif, kurang mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kreativitas dan inisiatif, karena proses pembelajaran lebih banyak di dominasi oleh guru. Dalam Trianto (2007) pembelajaran langsung pada awal pembelajaran guru mengawali pelajaran dengan penjelasan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran serta mempersiapkan siswa untuk menerima penjelasan guru pada awal pembelajaran digunakan metode ceramah untuk menjelaskan materi, dilanjutkan metode tanya jawab dan akhir pembelajaran guru memberikan tugas untuk diselesaikan siswa. C.
Aktivitas Belajar Menurut pandangan Ilmu Jiwa Modern (Sardiman, 2001 : 99) “aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental”. Untuk mencapai hasil belajar yang optimal kedua aktivitas itu harus selalu berkait. dalam penelitian ini aktivitas belajar peserta didik yang dimaksud adalah keaktifan peserta didik dalam belajar matematika di sekolah pada kelas X semester I tahun pelajaran 2009/2010, yang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
63
Ika Krisdiana ; Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif ..... : 59 -72
meliputi: waktu untuk belajar matematika, sikap dalam mengikuti pelajaran matematika, belajar matematika sendiri maupun kelompok, mengerjakan tugas atau PR dan mempelajari sumber pelajaran lain selain buku paket. D. 1.
2.
3.
4.
5. 6.
Hipotesis Penelitian Peserta didik yang diberi pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai prestasi belajar lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang diberi pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran langsung pada materi pokok persamaan dan fungsi kuadrat. Peserta didik yang aktivitas belajar tinggi lebih baik prestasi belajarnya dibandingkan dengan peserta didik yang aktivitas belajarnya sedang atau rendah, dan peserta didik aktivitas belajar sedang lebih baik prestasi belajarnya dibandingkan dengan peserta didik yang aktivitas belajarnya rendah pada materi pokok persamaan dan fungsi kuadrat. Peserta didik yang aktivitas belajar tinggi lebih baik prestasi belajarnya dibandingkan dengan peserta didik yang aktivitas belajarnya sedang atau rendah, dan peserta didik aktivitas belajar sedang lebih baik prestasi belajarnya dibandingkan dengan peserta didik yang aktivitas belajarnya rendah pada pembelajaran kooperatif STAD. Peserta didik yang aktivitas belajar tinggi lebih baik prestasi belajarnya dibandingkan dengan peserta didik yang aktivitas belajarnya sedang atau rendah, dan peserta didik aktivitas belajar sedang lebih baik prestasi belajarnya dibandingkan dengan peserta didik yang aktivitas belajarnya rendah pada pembelajaran langsung. Pada peserta didik yang diberi pembelajaran STAD memberikan prestasi yang lebih baik daripada pembelajaran langsung pada peserta didik yang mempunyai aktivitas belajar tinggi. Pada peserta didik yang diberi pembelajaran STAD memberikan prestasi yang lebih baik daripada pembelajaran langsung pada peserta didik yang mempunyai aktivitas belajar sedang.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
64
Ika Krisdiana ; Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif ..... : 59 -72
7.
Pada peserta didik yang diberi pembelajaran STAD memberikan prestasi yang lebih baik daripada pembelajaran langsung pada peserta didik yang mempunyai aktivitas belajar rendah.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental semu karena peneliti tidak mungkin mengontrol atau memanipulasi semua variabel yang relevan kecuali beberapa dari variabel-variabel yang diteliti. Hal ini sesuai dengan pendapat Budiyono (2003 : 82) bahwa “Tujuan penelitian eksperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan/atau memanipulasikan semua variabel yang relevan”. Rancangan yang digunakan adalah rancangan faktorial 2 x 3, untuk mengetahui pengaruh dua variabel bebas terhadap variabel terikat: Rancangan Penelitian B A
Aktivitas belajar peserta didik Rendah ( b 3 ) Tinggi ( b1) Sedang( b 2 )
Metode Pembelajaran kooperatif tipe STAD ( a 1 ) Metode Pembelajaran Langsung ( a 2 )
(ab)11
(ab)12
(ab)13
(ab) 21
(ab) 22
(ab) 23
Uji Reliabilitas menggunakan rumus Kuder-Richardson dengan KR-20 yaitu :
æ s 2t pi q i ö n ö æ å ç ÷ r11 = ç÷ çs 2 ÷ n1ø è è t ø
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
Ika Krisdiana ; Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif ..... : 59 -72
65
Dengan : = koefisien reliabilitas instrumen = banyaknya butir instrumen = variansi total = proporsi banyaknya subjek yang menjawab benar pada butir ke-i =1Suatu instrumen dianggap reliabel jika Daya pembeda adalah kemampuan butir dalam membedakan antara siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dan siswa yang mempunyai kemampuan rendah. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut :
( ( nå XY X) Y) å å rxy = 2 2 ( ( nå X2 X) nå Y2 Y) å å
(
) (
)
Dengan:
n
= banyaknya subyek yang dikenai tes X = skor untuk butir ke-i Y = total skor _ 0,30. Butir soal mempunyai daya pembeda baik jika rxy >
tingkat kesukaran setiap butir soal digunakan rumus sebagai berikut : ni P= N
Dengan : P = indeks kesukaran ni = banyaknya siswa yang menjawab aitem dengan benar N = banyaknya siswa yang menjawab aitem Butir soal akan digunakan bila memenuhi syarat : 0,30 £ P£ 0,70
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
Ika Krisdiana ; Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif ..... : 59 -72
66
Teknik Analisis Data A.
Uji Keseimbangan
Uji keseimbangan dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok (kelompok kontrol dan kelompok eksperimen) mempunyai rataan yang seimbang. Statistik uji yang digunakan adalah uji-t yaitu
( X1 X2 ) d0 t= ~ t(n 1 + n2 2) 1 1 sp + n1 n 2 Dengan
(karena selisih rata-rata tidak dibicarakan maka X1
= rataan nilai kelompok kontrol
X2
= rataan nilai kelompok eksperimen
s 12
= variansi nilai kelompok kontrol
s
2 2 2 p
s n1 n2
= variansi kelompok eksperimen = variansi gabungan = jumlah siswa kelompok kontrol = jumlah siswa kelompok eksperimen
B. Uji Prasyarat 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan metode Lilliefors yaitu L = Maks F(z i ) S(z i )
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
Ika Krisdiana ; Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif ..... : 59 -72
67
2. Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah k sampel mempunyai variansi sama. Uji homogenitas menggunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi Kuadrat sebagai berikut 2,303 ÷ 2 =( f log RKG - å f j logs 2j ) c
C. Uji Hipotesis Hipotesis penelitian diuji dengan teknik analisis variansi dua jalan 2 x 3 dengan sel tak sama, sebagai berikut : X ijk = ì+ ái + âj+ (a â) ij + å ijk
Dengan : X ijk = data amatan ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j ì ái âj
= rerata dari seluruh data amatan (rerata besar, grand mean) = efek baris ke-i pada variabel terikat = efek baris ke-k pada variabel terikat
(a b ) ij = kombinasi efek baris ke-i dan efek kolom ke-j pada variabel terikat å ijk i j
k
= deviasi data amatan terhadap rataan populasinya ( m ij ) yang berdistribusi normal dengan rataan 0 (disebut galat atau error) = 1,2; dengan 1 = model pembelajaran kooperatif tipe STAD 2 = model pembelajaran langsung = 1,2,3; dengan 1 = aktivitas belajar tinggi 2 = aktivitas belajar sedang 3 = aktivitas belajar rendah = 1,2, ..., n ij ; dengan n ij = banyaknya data amatan pada sel ij
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
68
Ika Krisdiana ; Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif ..... : 59 -72
Hipotesisnya adalah sebagai berikut: H0A : ái = 0 untuk setiap i = 1,2 (tidak ada perbedaan efek antar baris terhadap variabel terikat) H1 A : paling sedikit ada á i yang tidak nol (ada perbedaan efek antar baris terhadap variabel terikat) H0B : â j = 0 untuk setiap j = 1,2,3 (tidak ada perbedaan efek antar kolom terhadap variabel terikat) H1 B : paling sedikit ada b j yang tidak nol (ada perbedaan efek antar kolom terhadap variabel terikat) H 0 AB : (a b ) ij = 0 untuk setiap i = 1,2 dan setiap j = 1,2,3 (tidak ada interaksi baris dan kolom terhadap variabel terikat) H1 AB : paling sedikit ada (a b ) ij yang tidak nol (ada interaksi baris dan kolom terhadap variabel terikat
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kemampuan Awal hasil analisis Uji Keseimbangan untuk kemampuan awal pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menunjukkan H0 diterima karena t obs = 0,1915 Ï DK. Hasil analisis Uji Normalitas untuk kemampuan awal pada kelompok eksperimen menunjukkan H0 diterima karena Lobs = 0,0664 Ï DK. Uji Homogenitas untuk kemampuan awal pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menunjukkan H0 diterima karena x obs = 0,3094 Ï DK B. Analisis Variansi Dari hasil rangkuman analisis variansi menunjukkan bahwa: 1. Efek faktor A (pendekatan pembelajaran metode STAD dan pembelajaran Langsung) terhadap variabel terikat, H0(A) ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan perbedaan prestasi belajar antara pendekatan pembelajaran STAD dan metode Langsung terhadap
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
69
2.
3.
C. 1.
2.
3.
4. 5. 6.
Ika Krisdiana ; Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif ..... : 59 -72
prestasi belajar siswa. Efek faktor B (kategori Aktivitas) terhadap variabel terikat, H0(B) ditolak. Berarti terdapat perbedaan prestasi belajar pada siswa kelompok aktivitas tinggi, aktivitas sedang dan aktivitas rendah. Kombinasi efek faktor A dan B terhadap variabel terikat, H0(AB) ditolak. Berarti ada interaksi yang signifikan antara penggunaan pendekatan metode dan kategori aktivitas terhadap prestasi belajar siswa. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa: Prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan persamaan dan fungsi kuadrat dengan menggunakan metode pembelajaran STAD (Student Team Achievement Division) lebih baik dari pada prestasi belajar matematika siswa dengan menggunakan pembelajaran langsung. Prestasi belajar siswa pada pokok bahasan persamaan dan fungsi kuadrat yang mempunyai aktivitas tinggi lebih baik prestasinya dari pada siswa yang mempunyai aktivitas rendah, dan siswa yang mempunyai aktivitas sedang prestasinya lebih baik dari pada siswa yang mempunyai aktivitas rendah tapi untuk siswa yang mempunyai aktivitas timggi prestasinya sama dengan siswa yang mempunyai aktivitas sedang. Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai aktivitas tinggi lebih baik dari pada siswa yang mempunyai aktivitas rendah pada pembelajaran kooperatif STAD, berbeda untuk siswa yang mempunyai aktivitas sedang dan rendah mempunyai prestasi belajarnya sama. Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai aktivitas tinggi, sedang atau rendah sama pada pembelajaran langsung. Prestasi belajar matematika pada siswa kelompok aktivitas tinggi yang menggunakan pembelajaran STAD lebih baik dari pada siswa yang menggunakan pembelajaran langsung. Prestasi belajar matematika pada siswa kelompok aktivitas sedang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
70
Ika Krisdiana ; Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif ..... : 59 -72
7.
mempunyai prestasi yang sama baik menggunakan pembelajaran STAD maupun menggunakan pembelajaran langsung. Prestasi belajar matematika pada siswa kelompok aktivitas rendah mempunyai prestasi yang sama baik menggunakan pembelajaran STAD maupun menggunakan pembelajaran langsung
DAFTAR PUSTAKA Armtrong, Scott. 1998. Student Teams Achievement Divisions (STAD) in a Twelfth Grade Classroom: Effect of Student Achievement and Attitude. Journal of Social Studies Research. `http://findarticles.com/p/articles/mi_qa3823/is_199804 Asri Budiningsih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta. UNS Press Budiyono. 2004. Statistik untuk Penelitian. Surakarta. UNS Press Budiyono. 2007. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika melalui Penilaian yang Efektif. Surakarta. UNS Press Depdiknas. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas Effandi Zakaria and Zanaton Iksan. 2006. Promoting Cooperative Learning in Science and Mathematics. Education : A Malaysian Perspective. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology education 3(1), 35-39. ISSN: 1305 – 8223
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
71
Ika Krisdiana ; Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif ..... : 59 -72
Eggen, D. Paul, Kauchak and P. Fonald. 1993. Strategies for teachers, Teaching Content and Thingking skill. Boston: Allynand Bacon Publisher Francis A Adesoji, tunde L Ibraheem. 2009. Effect of Student Teams Achievement Divisions Strategy and Mathematics knowlegde on Learning Outcomes in Chemical kinetics. The Journal of International Social Research. Volume 2/6 Henny Ekana Chrisnawati. 2005. Pengaruh Penggunaan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) Terhadap Kemampuan Problem Solving Siswa SMK (Teknik) Swasta Di Surakarta DiTinjau Dari Motivasi Belajar Siswa: Thesis UNS Surakarta Ira Kurniawati. 2003. Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Jigsaw Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Aktivitas Belajar Siswa Kelas II SLTP Negeri Surakarta: Thesis UNS Surakarta Oemar Hamalik. 2003. Kurikulum dan Pembelajran. Bandung: Bumi Aksara Poerwodarminto. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai pustaka Purwoto. 2003. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Surakarta: UNS Press Robert A. Lonning. 1993. Effect of Coopertive Learning Strategies on Student Verbal Interactions and Achievement during th Conceptual Change Instruction in 10 Grade General Science. Journal Of Research In Science Theaching. Vol. 30. No. 9. PP. 1087-1101
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
72
Ika Krisdiana ; Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif ..... : 59 -72
Saifuddin, A. 1996. Tes Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sardiman, A. M. 2004. Interaksi dan Motivasi belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo persada Shafqat Ali Khan. 2008. The Effect of Cooperative Learning on Reading, Writing Achievement and Academic Self-Esteem. Journal of Educational research. Vol. 11. No.1 2008 Dept of Education IUB, Pakistan. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta Slavin. 1995. Cooperative Learning, Theory and Practice 4th edition. Allyn an bacon Publishers Sri Esti Wuryani Djiwandono. 2003. Psikologi pendidikan. Jakarta: Grasindo Y. Marpaung. 2008. Mengembangkan Kepercayaan Diri Siswa Melalui Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI), Makalah Disajikan Pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Bali, tanggal 21 Juni 2008
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
PENGEMBANGAN STRATEGI PEMBELAJARAN SAINS TERPADU BERBASIS BUDAYA LOKAL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SISWA DI SMP NEGERI 3 MLATI Oleh : Mislan Sasono, S.Pd.Si, M.Pd Program Studi Pendidikan Fisika FPMIPA IKIP PGRI Madiun ABSTRAK Masuknya arus globalisasi mengancam eksistensi budaya lokal. Rendahnya dukungan dan semangat masyarakat untuk menjaga, mempertahankan, dan mengembangkan tradisi dan budaya lokal. Masih berlangsungnya pembelajaran Sains menggunakan metode ceramah menyebabkan kurangnya motivasi siswa dalam mempelajari Sains. Kurangnya motivasi siswa dalam mempelajari Sains berdampak pada rendahnya ketrampilan proses Sains siswa. Pendidikan Sains di sekolah belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan sebab lulusan sekolah belum mempunyai kompetensi individual memahami dan menerapkan Sains seperti yang dituntut oleh kurikulum. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) mendapatkan strategi pembelajaran sains terpadu berbasis budaya lokal, 2) mengetahui apakah pembelajaran sains yang berbasis budaya lokal dapat meningkatkan keterampilan proses siswa. Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII A SMP Negeri 3 Mlati Sleman, dengan subjek penelitian sebanyak 41 siswa. Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang terbagi dalam tiga siklus. Setiap siklus meliputi : 1) tahap perencanaan, 2) tahap pelaksanaan tindakan, 3) tahap observasi, 4) tahap refleksi. Kata Kunci : Sains Terpadu, Budaya Lokal, Keterampilan Proses.
73
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
74
Mislan Sasono, S.Pd.Si, M.Pd ; Pengembangan Strategi .....: 73 - 92
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh Daerah Istimewa Yogyakarta pada umumnya dalam bidang sosial, budaya, dan politik sebagaimana yang tercantum dalam peraturan daerah Kota Yogyakarta tentang rencana pembangunan jangka panjang daerah Kota Yogyakarta tahun 2007-2026 adalah: degradasi nilainilai moral, sosial dan budaya terus terjadi di masyarakat. Hal ini disebabkan karena semakin memudarnya budaya Jawa yang memiliki nilai adiluhung terutama di kalangan generasi muda sejak beberapa tahun terakhir dan masuknya budaya asing akibat globalisasi, terutama budaya asing yang tidak sejalan dengan nilai budaya sendiri (masuknya arus globalisasi mengancam eksistensi budaya lokal). Rendahnya dukungan dan semangat masyarakat untuk menjaga, mempertahankan, dan mengembangkan tradisi dan budaya lokal juga masih akan menjadi masalah yang akan dihadapi Kota Yogyakarta ke depan. Kabupaten Sleman sebagai ”tetangga dekat” Kota Yogyakarta mengalami permasalahan serupa. Suatu realita sehari-hari, di dalam suatu ruang kelas ketika kegiatan belajar mengajar (KBM) Sains berlangsung, nampak beberapa atau sebagian siswa belum belajar sewaktu guru mengajar. Sebagian besar siswa belum mampu mencapai kompetensi individual yang diperlukan untuk mengikuti pelajaran lanjutan. Juga, beberapa siswa belum belajar sampai pada tingkat pemahaman dan penguasaan keterampilan. Siswa baru mampu mempelajari fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka belum dapat menggunakan dan menerapkannnya secara efektif dalam pemecahan masalah seharihari yang kontekstual. Padahal sebenarnya penumbuhan dan pengembangan keterampilan peserta didik pada dasarnya ditekankan pada sejumlah keterampilan tertentu agar mereka mampu memproses informasi. Keterampilan-keterampilan yang dimiliki siswa ini dapat dikembangkan dalam kegiatan praktek, yakni melalui kegiatan percobaan Sains atau eksperimen Sains.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
75
Mislan Sasono, S.Pd.Si, M.Pd ; Pengembangan Strategi .....: 73 - 92
Sebagai salah satu bentuk media pembelajaran Sains, alat musik tradisional boleh dikatakan lain daripada yang lain. Ciri khasnya terletak pada kaitannya dengan kehidupan sosial masyarakat, terutama dalam hal budaya. Sebab, dengan digunakannya alat musik tradisional berarti juga menggunakan benda budaya. Pembelajaran Sains yang menggunakan media ini merupakan pondasi bagi pelestarian budaya daerah melalui dunia pendidikan. Sebagaimana diketahui pembelajaran Sains yang dilakukan selama ini jarang sekali memakai benda budaya. Bertolak dari hal diatas, maka perlu dirintis dan dikembangkan penggunaan media pembelajaran Sains yang berbasis kearifan budaya lokal, salah satunya dengan menggunakan benda budaya. Satu hal yang patut ditekankan bahwa alat musik tradisional adalah benda tradisi (turun-temurun), jadi harapannya akan selalu dapat dikenang dan tidak menjemukan. Penggunaan alat musik tradisional dalam pembelajaran Sains tentunya mencipatakan suasana yang menarik dan menyenangkan. Adanya media ini diharapkan juga dapat menjadi media alternatif utnuk menumbuhkan kembali motivasi belajar bagi siswa-siswa yang berada di daerah korban gempa (prinsip bermain musik) sambil belajar). 1. Rumusan Masalah Berdasarkan pada identifikasi dan batasan masalah, maka permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini meliputi: 1. Bagaimanakah strategi pembelajaran sains terpadu berbasis budaya lokal ? 2. Apakah pembelajaran sains yang berbasis budaya lokal dapat meningkatkan keterampilan proses siswa ? 2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mendapatkan strategi pembelajaran sains terpadu berbasis budaya lokal. 2. Untuk mengetahui apakah pembelajaran sains yang berbasis budaya lokal dapat meningkatkan keterampilan proses siswa.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
76
Mislan Sasono, S.Pd.Si, M.Pd ; Pengembangan Strategi .....: 73 - 92
3. Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini diharapkan mendapatkan strategi pembelajaran Sains terpadu berbasis budaya lokal yang dapat meningkatkan keterampilan proses siswa, khususnya pada materi bunyi. B. KAJIAN TEORI 1. Hakekat IPA (Sains) Sains dapat diartikan secara berbeda menurut sudut pandang yang dipergunakan. Orang awam sering mendefinisikan IPA sebagai kumpulan informasi ilmiah. Di lain pihak ilmuwan mamandang IPA sebagai suatu metode untuk menguji hipotesis. Sedangkan, filosof mungkin mengartikannya sebagai cara bertanya tentang kebenaran dari apa yang diketahui. Collete dan Chiappetta (1994) menyatakan bahwa pada hakekatnya Sains merupakan 1) pengumpulan pengetahuan (a body of knowledge); 2) cara atau jalan berfikir (a way of thinking); 3) cara untuk penyelidikan (a way to investigating). 2. Hakekat Pembelajaran Sains Sains pada umumnya dipandang sebagai salah satu proses sekaligus produk. Oleh karena itu, dalam pembelajaran Sains, kedua hal itu harus dijadikan pertimbangan dalam memilih strategi untuk metode mengajar sehingga proses belajar mengajar dapat berlangung secara efektif dan efisien. Pada proses belajar mengajar Sains secara konvensional hanya mengandalkan pada olah pikir yang artinya memperlakukan Sains sebagai kumpulan pengetahuan (a body of knowledge). Pada proses pembelajaran jenis ini siswa cenderung hanya menguasai sedikit konsep tanpa memperoleh keterampilan proses. Berbeda jika proses belajar mengajar dilakukan melalui kegiatan praktek (practical works) siswa tidak hanya melakukan oleh pikir (mind-on) tetapi juga olah tangan (hands-on). 3. Model Pembelajaran Terpadu Pada hakekatnya anak memiliki kemampuan kreatif. Untuk itulah diperlukan metode pembelajaran terpadu sehingga bisa
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
77
Mislan Sasono, S.Pd.Si, M.Pd ; Pengembangan Strategi .....: 73 - 92
mengakomodasi kebutuhan anak. Pembelajaran terpadu menggunakan lintas disiplin ilmu yang disusun secara berkesinambungan. Melalui pendekatan ini akan muncul pengalaman yang bermakna antara pengalaman sehari-hari dengan pengalaman yang akan dipelajari peserta didik. 4. Model Pembelajaran Terpadu Berbasis Budaya Daerah Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model pembelajaran Sains. Sedangkan berbasis budaya daerah artinya dalam pembelajaran menampilkan unsur/wujud kebudayaan daerah. Adanya model pembelajaran terpadu berbasis budaya daerah ini selaras dengan pendapat Vygotsky (2000) dalam teori konstruktivismenya menjelaskan perlu adanya peran budaya dan masyarakat sebagai pengalaman awal proses belajar. Selanjutnya, Vygotsky juga menjelaskan penciptaan makna hanya akan terjadi melalui negosiasi maka antara siswa dengan guru dan siswa yang lain yang disebut dengan interaksi. Dengan demikian pembelajaran IPA(Sains) berdasarkan budaya memerlukan interaksi aktif dari siswa-guru dengan berbagai sumber dalam suatu komunitas budaya. 5. Alat Musik Tradisional dalam Prespektif Budaya Kebudayaan menunjuk pada pengetahuan yang diperoleh, yang digunakan orang untuk mengintepretasikan pengalaman dan melahirkan tingkah laku sosial. Menurut Martin Harris yang dikutip James P Spradley (1997) menyatakan bahwa konsep kebudayaan ditampakkan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan dengan kelompok-kelompok masyarakat tertentu seperti adat (custom) atau cara hidup masyarakat. Dalam pandangan anthropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. 6. Pengertian Alat musik tradisional Sebagai Media Pembelajaran Sains Media ialah sesuatu yang bertindak sebagai alat untuk melaksanakan komunikasi. Pada kegiatan belajar-mengajar, media dapat berupa manusia, benda, maupun peristiwa, yang menciptakan kondisi tertentu bagi siswa sehingga memungkinkannya untuk
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
78
Mislan Sasono, S.Pd.Si, M.Pd ; Pengembangan Strategi .....: 73 - 92
memperoleh pengetahuan, keterampilan, maupun sikap tertentu. Agar suatu media dapat berperan sesuai dengan yang diharapkan, perlu diadakan pemilihan sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi pada saat itu. Seorang guru harus pandai memilih, memilih media manakah yang akan digunakan untuk memperjelas konsep yang akan dibahas, menimbulkan sikap tertentu dari siswa terhadap suatu fenomena, memberikan keterampilan dalam mengerjakan suatu pekerjaan atau lainnya. 7. Ketrampilan Proses Sains Siswa Perkembangan ilmu pengetahuan alam (IPA) telah melaju dengan pesatnya. Hal ini erat hubungannya dengan perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi memberikan wahana yang memungkinkan IPA berkembang dengan pesat. Perkembangan IPA yang begitu pesat, menggugah para pendidik untuk dapat merancang dan melaksanakan pendidikan yang lebih terarah pada penguasaan konsep IPA, yang dapat menunjang kegiatan sehari-hari dalam masyarakat. Untuk dapat menyesuaikan perkembangan IPA kreatifitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak ditingkatkan. Jalur yang tepat untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui jalur pendidikan. Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia melalui jalur pendidikan khususnya ilmu pengetahuan alam arah perkembangannya tidak terlepas dari Kurikulum SLTP 1994, yang bertujuan meningkatkan keterampilan proses untuk memperoleh konsep-konsep IPA dan menumbuhkan nilai dan sikap ilmiah dan menerapkan konsep dan prinsip IPA untuk menghasilkan karya teknologi sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia. Hal ini sejalan dengan pengamatan Sukabdiyah (1999:3) bahwa di sekolah sebagian guru IPA di SLTP yang pernah ikut PKG kembali lagi ke metode konvensional dengan berbagai alasan, akibatnya banyak kegagalan yang dialami siswa. Lebih jauh, Sukabdiyah menjelaskan hasil pengamatannya bahwa nilai EBTANAS Murni pada mata pelajaran IPA siswa SLTP Negeri-Swasta Jakarta Barat tahun ajaran 1999/2000, dari 25.473 siswa yang ikut ujian jumlah siswa yang memperoleh kualifikasi D dengan NEM 4,51 - 5,50 adalah 10.123 siswa atau 40%, dan kualifikasi E dengan NEM < 4,50 adalah 9.627 siswa atau 38%.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
79
Mislan Sasono, S.Pd.Si, M.Pd ; Pengembangan Strategi .....: 73 - 92
Siswa yang termasuk kualifikasi D dan E belum tentu termasuk kelompok slow learner, mereka mungkin tidak mendapatkan pelajaran IPA yang sesuai. Dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses IPA, para guru sebaiknya membuat rencana pembelajaran untuk satu cawu. Dalam perencana ini ditentukan semua konsep-konsep yang dikembangkan, dan untuk setiap konsep ditentukan metode atau pendekatan yang akan digunakan serta keterampilan proses IPA yang akan dikembangkan. Gagne dalam Dahar (1986:18) menyebutkan bahwa dengan mengembangkan keterampilan IPA anak akan dibuat kreatif, ia akan mampu mempelajari IPA di tingkat yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat. I. METODE PENELITIAN a. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian Waktu dan tempat penelitian di SMP Negeri 3 Mlati yang diawali dengan kegiatan observasi sebelum kegiatan penelitian dilakukan. b. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII semester 2 SMP Negeri 3 Mlati. Sebagai sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII A. Teknik pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kecocokan karakter sampel dengan karakteristik penelitian yang dilakukan. c. Metode dan Desain Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan strategi pembelajaran Sains terpadu yang berbasis budaya lokal dan mengetahui apakah pembelajaran tersebut dapat keterampilan proses siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Mlati. Desain penelitian mengacu pada penelitian tindakan kelas (classrom action research). Untuk mencapai tujuan-tujuan dalam penelitian tindakan kelas, maka dilaksanakan dengan proses pengkajian berdaur yang terdiri dari 4 tahap (Tim, 1997: 7), sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut :
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
80
Mislan Sasono, S.Pd.Si, M.Pd ; Pengembangan Strategi .....: 73 - 92
Melakukan tindakan
Merencanakan
Merefleksi
Mengamati
Gambar. Alur penelitian tindakan kelas. Setelah dilakukan refleksi yang mencakup analisis, sintesis, dan penilaian terhadap hasil pengamatan serta hasil tindakan yang telah dilakukan biasanya muncul permasalahan yang perlu mendapat perhatian sehingga pada gilirannya perlu dilakukan perencanaan ulang. Demikianlah tahap-tahap kegiatan ini terus berulang sampai sesuatu permasalahan dianggap teratasi. Proses penelitian tindakan dapat digambarkan sebagai berikut: Perencanaan Refleksi Pelaksanaan/ Observasi Rencana Perbaikan
Refleksi Pelaksanaan/ Observasi Rencana Perbaikan Refleksi Pelaksanaan/ Observasi
Gambar. Siklus Penelitian Tindakan Kelas
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
81
Mislan Sasono, S.Pd.Si, M.Pd ; Pengembangan Strategi .....: 73 - 92
1. Perencanaan (planning) Perencanaan penelitian tindakan memiliki sifat yang fleksibel. Artinya, rencana penelitian ini telah tersusun dan terencana, namun demikian tidak menutup kemungkinan untuk mengalami perubahan sesuai dengan keadaan yang terjadi. Sebagai tahap persiapan awal, peneliti mengadakan observasi dan wawancara dengan guru maupun siswa mengenai keadaan sekolah secara umum, sarana prasarana pendukung, proses pembelajaran, aktivitas siswa selama pembelajaran, dan kegiatan proses pembelajaran. Hasil observasi dan wawancara digunakan sebagai dasar penyusunan perencanaan yang dilakukan oleh peneliti bekerjasama dengan guru dan dosen pembimbing. 2. Pelaksanaan Tindakan (action) Pelaksanaan tindakan merupakan penerapan skenario pembelajaran yang telah direncanakan dan terkendali serta berusaha untuk memperbaiki keadaan. Pelaksanaan tindakan ditampilkan dalam bentuk catatan: a. Kronologis proses belajar-mengajar di kelas. b. Hasil observasi di dalam kelas tentang aktivitas siswa. c. Pelaksanaan pretest dan posttest pada saat sebelum dan sesudah tindakan dengan soal yang telah dipersiapkan. 3. Observasi Observasi dilakukan oleh guru, peneliti dan beberapa pengamat, berisi aktivitas siswa pada saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran. 4. Refleksi Pada tahap ini hasil observasi dianalisis yang kemudian akan digunakan sebagai refleksi apakah dalam proses yang telah dilakukan sebelumnya sesuai harapan, sehingga diupayakan adanya penyempurnaan pada siklus berikutnya. C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis dan Pembahasan Data Penelitian secara Kualitatif
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
82
Mislan Sasono, S.Pd.Si, M.Pd ; Pengembangan Strategi .....: 73 - 92
a. Perencanaan Penelitian ini mengembangkan strategi pembelajaran IPA terpadu berbasis budaya lokal pada pokok bahasan bunyi. Konsep terpadu pada penelitian ini diwujudkan dalam contoh, aplikasi, dan pemahaman materi bunyi. Konsep-konsep bunyi yang dipadukan adalah konsep bunyi (konteks kajian fisika) kelas VIII semester genap dan konsep organ pendengaran manusia (konteks kajian biologi) kelas IX semester gasal dengan tetap mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar sesuai kurikulum yang berlaku. Strategi pembelajaran yang dikembangkan mempertimbangkan kondisi dan potensi peserta didik. Pengembangan strategi pembelajaran diawali dengan merancang rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Penyusunan RPP mengacu pada panduan model silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang ditetapkan Puskur. Alur penyusunan perencanaan pembelajaran terpadu dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4. Alur penyusunan perencanaan pembelajaran terpadu.
Bidang kajian yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah bidang Sains (IPA) untuk SMP. Sesuai dengan silabus dan pemetaan materi pada mata pelajaran IPA untuk SMP, maka salah satu pokok bahasan yang relevan untuk dipadukan dan selaras dengan waktu penelitian adalah pokok bahasan bunyi. Hal ini dikarenakan terdapat relevansi antara
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
83
Mislan Sasono, S.Pd.Si, M.Pd ; Pengembangan Strategi .....: 73 - 92
SKKD (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar) pokok bahasan bunyi di kelas VIII semester genap dengan SKKD pokok bahasan sistem organ pada manusia di kelas IX semester gasal. SKKD pokok bahasan sistem organ pada manusia di kelas IX semester gasal. b. Perangkat Pembelajaran Hasil Pengembangan Strategi pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini mengacu pada silabus yang kemudian dirancang dalam bentuk RPP. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang berhasil dikembangkan secara garis besar memuat hal-hal sebagai berikut: a) Kegiatan pendahuluan Kegiatan pendahuluan meliputi pengkondisian siswa dan apersepsi materi awal. b) Kegiatan Inti 1) Pengarahan klasikal, meliputi penjelasan materi yang akan dibahas dan pembagian LKS. 2) Kegiatan praktek, siswa melakukan kegiatan praktek untuk menemukan dan memahami konsep-konsep dalam pokok bahasan bunyi dengan panduan LKS (Lembar Kegiatan Siswa). 3) Diskusi kelompok, dilakukan siswa selama kegiatan praktek untuk menyelesaikan permasalahan, menemukan konsep, dan memahami materi. 4) Komunikasi hasil, dilakukan setelah kegiatan praktek dan pengerjaan LKS selesai dilaksanakan. Kegiatan ini berfungsi sebagai sarana untuk mempresentasikan hasil kerja praktek yang telah dilakukan masing-masing kelompok. 5) Pembahasan klasikal dan penyimpulan, hasil presentasi dan LKS dibahas dalam kegiatan ini. Peran guru lebih ditekankan sebagai fasilitator dan motivator pembelajaran, sehingga kegiatan pembelajaran tetap terpusat pada siswa. c) Kegiatan Penutup 1) Pemberian umpan balik kepada siswa.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
Mislan Sasono, S.Pd.Si, M.Pd ; Pengembangan Strategi .....: 73 - 92
84
2) Rencana tindak lanjut untuk pertemuan berikutnya. Skenario pembelajaran di atas, apabila digambarkan dalam bentuk skema adalah sebagai berikut : Kegiatan Pendahuluan
Pengkondisian Siswa
Apersepsi Materi
Pengarahan Klasikal
Diskusi Kelompok
Pembahasan Klasikal
Kegiatan Praktek
Komunikasi Hasil
Kesimpulan
Kegiatan Inti
Kegiatan Penutup
Umpan Balik
Rencana Tindak Lanjut
Gambar 5. Skenario pembelajaran IPA terpadu yang berhasi dikembangkan.
Contoh format rencana pelaksanaan pembelajaran yang berhasil dikembangkan dapat dilihat pada lampiran halaman. Selain RPP, dalam penelitian ini juga berhasil dikembangkan LKS (Lembar Kegiatan Siswa). Format LKS pembelajaran sains terpadu berbasis budaya lokal, secara garis besar memuat: 1. Semar (sederhana mengandung arti) Bagian ini berisi pendahuluan (pengantar materi) yang berfungsi untuk menjembatani konteks budaya dengan konteks sains yang bersumber dari lingkungan dan kehidupan siswa sehari-hari. 2. Gareng (gunakan akalmu, rencanakan gemilangmu) Bagian ini berisi standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
85
Mislan Sasono, S.Pd.Si, M.Pd ; Pengembangan Strategi .....: 73 - 92
pembelajaran, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, dan metode pembelajaran yang digunakan. Fungsi bagian ini adalah untuk memberikan pemahaman kepada siswa mengenai target yang akan dicapai dalam pembelajaran. 3. Petruk (petunjuk ringkas untuk kerja) Judul kegiatan, tujuan kegiatan, alat dan bahan kegiatan, serta prosedur kegiatan termuat dalam dalam bagian ini. 4. Bagong (berdiskusi agar plong) Bagian ini memuat pertanyaan-pertanyaan yang membimbing siswa untuk menemukan dan memahami konsep sesuai dengan materi yang dibahas. 5. Bagian evaluasi pelengkap, meliputi Jodohku dan Manis Lho Berisi pertanyaan-pertanyaan yang mengukur tingkat pengusaan materi siswa dengan kombinasi bentuk pertanyaan yang bervariasi. Keterkaitan antar konsep dalam ilmu Sains secara utuh juga dibahas dalam bagian ini. Lembar Kegiatan Siswa yang berhasil dikembangkan pada Siklus I terdiri dari 2 macam, yaitu LKS Kendang dan LKS Kenthongan, pada Siklus II dikembangkan LKS Kencrung, pada Siklus III dikembangkan LKS Klinthing. 1. Pembahasan Sesuai dengan tujuan penelitian pembelajaran sains yang berbasis budaya lokal yang dapat meningkatkan keterampilan proses siswa, maka dilakukan analisis terhadap pencapaian keterampilan proses siswa dengan penerapan LKS. Pencapaian yang dimaksud didasarkan pada batas ketuntasan yang berlaku di sekolah bersangkutan. Berdasarkan observasi pra penelitian didapatkan informasi dari guru mata pelajaran bahwa ketuntasan sekolah adalah 70. Keberhasilan setiap siklus PBM terkait tercapainya unsur keterampilan proses berdasarkan tercapai/ tidaknya batas ketuntasan 70 dalam tingkat subjek maupun klasikal dalam kondisi kelas normal. Grade ketuntasan dan normalitas kelas melibatkan seluruh output yang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
Mislan Sasono, S.Pd.Si, M.Pd ; Pengembangan Strategi .....: 73 - 92
86
dihasilkan. Peningkatan suatu siklus terhadap siklus sebelumnya berdasarkan peningkatan ketuntasan subjek dan ketuntasan klasikal dalam kondisi kelas normal antar siklus yang berurutan. Ringkasan Penjelasan Output hasil analisis LKS menggunakan program Bantu statistik SPSS versi 12 adalah sebagai berikut :
N
Valid
nilaiLK
nilaiLK
nilaiLK
nilaiLK
S1
S2
S3
S4
39
39
38
40
2
2
3
1
63,11
65,38
92,71
85,58
,658
3,379
1,177
1,655
64,52
74,00
96,15
83,33
65
76
96(a)
73(a)
4,107
21,102
7,253
10,470
16,866
445,296
52,606
109,623
-,716
-1,889
-1,538
-,096
,378
,378
,383
,374
-,430
2,780
3,948
-1,376
,741
,741
,750
,733
Range
13
94
35
33
Minimum
55
0
65
67
Maximum
68
94
100
100
2461
2550
3523
3423
25
61,29
62,00
88,46
74,17
50
64,52
74,00
96,15
83,33
75
67,74
76,00
100,00
96,67
Missing Mean Std. Error of Mean Median Mode Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis
Sum Percentiles
Tabel 1. Ringkasan output analisis LKS SPSS versi 12
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
87
Mislan Sasono, S.Pd.Si, M.Pd ; Pengembangan Strategi .....: 73 - 92
1. Skewness dan Kurtosis untuk nilai tersebut dibagi dengan nilai error masing-masing. LKS 1 Skewness adalah -0,716 dibagi dengan Std. Error of Skewness, yaitu 0,378 sehingga didapatkan ukuran Skewness -1,89, sehingga nilai tersebut ditambahkurangkan dengan konstanta 1,96*standar error skewness atau dalam table statistic untuk tara 95 % nilai Skewness dan Kurtosis dalam condifindece interval Skewness statistic adalah -0,339 dan Kurtosis statistic adalah 0,705 dari ketentuan tersebut bias disimpulkan untuk apakah data tersebut masuk dalam distribusi normal atau tidak, jika interval Skewness dan Kurtosis dalam range -2,00 s/d 2,00 maka masih masuk distribusi normal. 95%C.I = Skewness statistic ± 1,96 * ( Std. Error of Skewness) = -0,339 ± 1,96 * 0,378 (nilai 0,378 dilihat dari tabel LKS 1) = -1,079 sampai dengan 0,402 95%C.I = Kurtosis statistic ± 1,96 * ( Std. Error of Kurtosis) = 0,705 ± 1,96 * 0,741 (nilai 0,741 dilihat dari tabel LKS 1) = -0,747 sampai dengan 2,157 ( dari kedua data 95 % C.I keduanya bisa disimpulkan bahwa data LKS 1 masih masuk distribusi normal) 2. LKS 2 Skewness adalah -1,889 dibagi dengan Std. Error of Skewness, yaitu 0,378 sehingga didapatkan ukuran Skewness 4,997, sehingga nilai tersebut ditambahkurangkan dengan konstanta 1,96*standar error skewness atau dalam table statistic untuk tara 95 % nilai Skewness dan Kurtosis dalam condifindece interval Skewness statistic adalah -0,339 dan Kurtosis statistic adalah 0,705 dari ketentuan tersebut bias disimpulkan untuk apakah data tersebut masuk dalam distribusi normal atau tidak, jika interval Skewness dan Kurtosis dalam range -2,00 s/d 2,00 maka masih masuk distribusi normal. 95%C.II = Skewness statistic ± 1,96 * ( Std. Error of Skewness) = -0,339 ± 1,96 * 0,378 (nilai dilihat dari tabel LKS 3) = -0,339 ± 0,74088 95%C.II = Kurtosis statistic ± 1,96 * ( Std. Error of Kurtosis) = 0,705 ± 1,96*0,741 (nilai dilihat dari tabel LKS 2) = 0,70 5 ± 1.45236
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
88
Mislan Sasono, S.Pd.Si, M.Pd ; Pengembangan Strategi .....: 73 - 92
( dari kedua data 95 % C.II keduanya bisa disimpulkan bahwa data LKS 2 masih masuk distribusi normal) 3. LKS 3 Skewness adalah -1,538 dibagi dengan Std. Error of Skewness, yaitu 0,383 sehingga didapatkan ukuran Skewness 4,016, sehingga nilai tersebut ditambahkurangkan dengan konstanta 1,96*standar error skewness atau dalam table statistic untuk tara 95 % nilai Skewness dan Kurtosis dalam condifindece interval Skewness statistic adalah -0,339 dan Kurtosis statistic adalah 0,705 dari ketentuan tersebut bias disimpulkan untuk apakah data tersebut masuk dalam distribusi normal atau tidak, jika interval Skewness dan Kurtosis dalam range -2,00 s/d 2,00 maka masih masuk distribusi normal. 95%C.III = Skewness statistic ± 1,96 * ( Std. Error of Skewness) = -0,339 ± 1,96 * 0,383 (nilai dilihat dari table LKS 3) = -0,339 ± 0,75068 95%C.III = Kurtosis statistic ± 1,96 * ( Std. Error of Kurtosis) = 0,705 ± 1,96 * 0,750 (nilai dilihat dari table LKS 3) = 0,705 ± 1.47 ( dari kedua data 95 % C.III keduanya bisa disimpulkan bahwa data LKS 3 masih masuk distribusi normal) 4. LKS 4 Skewness adalah -0,096 dibagi dengan Std. Error of Skewness yaitu, 0,374sehingga didapatkan ukuran Skewness -0,257, sehingga nilai tersebut ditambahkurangkan dengan konstanta 1,96*standar error skewness atau dalam table statistic untuk tara 95 % nilai Skewness dan Kurtosis dalam condifindece interval Skewness statistic adalah -0,339 dan Kurtosis statistic adalah 0,705 dari ketentuan tersebut bias disimpulkan untuk apakah data tersebut masuk dalam distribusi normal atau tidak, jika interval Skewness dan Kurtosis dalam range -2,00 s/d 2,00 maka masih masuk distribusi normal. 95%C.IV = Skewness statistic ± 1,96 * ( Std. Error of Skewness) = -0,339 ± 1,96 * 0,374 (nilai dilihat dari table LKS 4) = -0,339 ± 0,126786 95%C.IV = Kurtosis statistic ± 1,96 * ( Std. Error of Kurtosis) = 0,705 ± 1,96 * 0,733 (nilai dilihat dari table LKS 4) = 0,705 ± 1.43668
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
Mislan Sasono, S.Pd.Si, M.Pd ; Pengembangan Strategi .....: 73 - 92
89
n ila iL K S 1
14
12
10
8
6
4
2
0 55
58
61
65
68
Grafik 6. Distribusi bar chart nilai siswa pada pengerjaan LKS 1 g ra d e 1
50
40
30
20
10
0 Tidak Tuntas
Grafik 7. Distribusi bar chart ketuntasan siswa pada pengerjaan LKS
Jumlah responden yang terlibat pada penerapan adalah 39 responden. Jumlah responden yang tidak terlibat pada penerapan adalah 2 responden. Pada penerapan LKS 1 Seluruh siswa belum dapat dikategorikan tuntas.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
90
Mislan Sasono, S.Pd.Si, M.Pd ; Pengembangan Strategi .....: 73 - 92
LKS 1 Mean Tidak Tuntas Tuntas
LKS 2
LKS 3
LKS 4
63,11
65,38
92,71
85,58
41
13
4
2
-
28
37
39
Tabel 2. Grade ketuntasan tiap penerapan LKS. Dari tabel grade ketuntasan di atas dapat dijabarkan bahwa ketuntasan siswa dalam pengerjaan atau pengisian LKS yang memenuhi standar ketuntasan 70 pada tiap pengerjaan LKS dapat dilihat dari nilai rata-rata (mean) pengerjaan LKS serta banyaknya responden yang tuntas (memenuhi kriteria 70). Dimana dari tabel di atas nilai rata-rata (mean) untuk pengerjaan LKS 1 adalah 63,11; LKS 2 adalah 65,38; LKS 3 adalah 92, 71; dan LKS 4 adalah 85,58; sedangkan ketuntasan yang dicapai untuk LKS 1, LKS 2, LKS 3, LKS 4 secara berurutan adalah 0 responden, 28 responden, 37 responden, dan 39 responden. Sehingga nilai rata-rata (mean) pengerjaan atau pengisian LKS 1, LKS 2, LKS 3, dan LKS 4 mengalami peningkatan dan dari LKS yang ada ternyata batasan ketuntasan 70 banyak dicapai pada LKS 3 dan LKS 4, dibandingkan dengan LKS 1 dan LKS 2, tetapi dari semua pengerjaan ternyata LKS 3 lebih besar nilai rata-ratanya dibandingkan dengan LKS lainnya. Meskipun nilai LKS 3 paling baik namu karena jumlah responden yang tuntas lebih kecil dibandingkan dengan LKS 4 maka LKS 3 belum bisa mencerminkan peningkatan yang baik. Dengan demikian pengerjaan atau pengisian LKS 4 dikatakan sebagai LKS yang paling baik hasil belajarnya disamping itu karena LKS 4 memiliki jumlah responden tuntas yang banyak. Sesuai dengan tehnik penarikan kesimpulan dalam penelitian ini, maka pada siklus 3 dengan menerapkan LKS 4 dinyatakan sebagai siklus yang memiliki peningkatan proses yang paling tinggi.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
91
Mislan Sasono, S.Pd.Si, M.Pd ; Pengembangan Strategi .....: 73 - 92
C. KESIMPULAN 1. Kesimpulan Berdasarkan analisis deskriptif data penelitian dari diskusi hasil penelitian akhirnya dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Strategi pembelajaran sains terpadu berbasis budaya lokal yang berhasil dikembangkan adalah strategi pembelajaran kontekstual dengan berorientasi pada pendekatan STS dan metode CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Langkah-langkah pembelajaran sains terpadu berbasis budaya lokal meliputi 3 langkah pembelajaran : kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan ditandai dengan pengkondisian dan pemberian apersersi awal terkait materi, kegiatan inti dibagi menjadi 5 tahapan atau langkah yaitu pengarahan klasikal, kegiatan praktek, diskusi kelompok, komunikasi hasil dan penarikan kesimpulan, sedangkan pada kegiatan penutup pemberian umpan balik kepada siswa dan rencana tindak lanjut. 2. Berdasarkan hasil analisis data dari siklus I, I, dan III yang terdiri dari 4 LKS. Hasil belajar siswa yang menggunakan perangkat pembelajaran yang berupa LKS dengan berorientasi pada budaya lokal mengalamai peningkatan. Selain itu, berdasarkan nilai rata-rata (mean) atau ketuntasan dalam pegerjaan dan pengisian dari 4 LKS yang ada serta mengacu pada standar ketuntasan 70 diperoleh bahwa siklus 3 dengan menggunakan perangkat LKS 4 dikatakan sebagai LKS yang paling baik hasil belajarnya karena LKS 4 memiliki jumlah responden tuntas yang banyak. Sesuai dengan tehnik penarikan kesimpulan dalam penelitian ini, maka pada siklus 3 dengan menerapkan LKS 4 dinyatakan sebagai siklus yang memiliki peningkatan proses yang paling tinggi. . LKS 1, LKS 2, LKS 3, LKS 4 secara berurutan adalah 0 responden, 28 responden, 37 responden, dan 39 responden. Dengan demikian pembelajaran sains terpadu berbasis budaya lokal dapat meningkatan keterampilan proses siswa. Dalam hal ini antara hasil belajar dan keterampilan proses siswa terdapat korelasi positif.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
92
Mislan Sasono, S.Pd.Si, M.Pd ; Pengembangan Strategi .....: 73 - 92
2. Saran Saran terkait penelitian ini antara lain : 1) Sebelum pembelajaran dilaksanakan guru hendaknya paham betul dengan langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan 2) Perlu dikembangkan strategi pembelajaran sains terpadu berbasis budaya lokal pada materi sains yang lain 3) Perlu diadakan evaluasi atau pematangan persepsi secara intensif antara peneliti dengan guru keterkaitan dengan strategi pembelajaran sains terpadu berbasis budaya lokal 3. Implikasi Sebagai dampak dari pengembangan strategi pembelajaran sains terpadu berbasis budaya lokal, ternyata dapat meningkatkan daya kreativitas siswa dalam merancang alat percobaan sederhana untuk mempelajari materi bunyi. DAFTAR PUSTAKA Didik Asminarto dan Ike Novianti. 2006. Panduan Belajar Fisika Kelas 9 SMP. Yogyakarta: Primagama Direktorat Jenderal Manajemen Pendidkan Dasar dan Menengah. 2006. Panduan Pengembangan Silabus SMP Mata Pelajaran IPA. Jakarta: DEPDIKNAS Direktorat Pembinaan SLB. 2005. Penelitian Tindakan Kelas Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Euwe van den Berg. 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remediasi. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana. Koes H, Supriyono. 2003. Strategi Pembelajaran Fisika. Malang: Jurdik Fisika FMIPA UNM Memes, Wayan. 2000. Model Pembelajaran Fisika di SMP. Jakarta : Dirjen PT DEPDIKBUD Nasution, S. 2000. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara Slameto. 1988. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rajawali Press.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN DISKUSI KELAS TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X DITINJAU DARI IQ SISWA PADA MATERI LOGIKA MATEMATIKA SMA NEGERI KABUPATEN MAGETAN TAHUN AJARAN 2009/ 2010 Oleh Rizqi Tresnaningsih Program studi pendidikan matematika FPMIPA IKIP PGRI Madiun ABSTRAK Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dan Diskusi Kelas (DK) merupakan dua contoh model pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa. Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan model pembelajaran aktif yang digunakan untuk masalah terstruktur yang merupakan tanggapan dari hasil pembelajaran. Sedangkan diskusi kelas merupakan model pembelajaran yang meningkatkan kemampuan berfikir siswa dan membantu mereka mengonstruksikan pemahamannya sendiri tentang isi akademik. Mendiskusikan suatu topik membantu siswa memperkuat dan memperluas pengetahuannya tentang topik itu dan meningkatkan kemampuannya untuk memikirkan tentang hal itu. Kecerdasan intelektual merupakan salah satu faktor yang cukup penting yang berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Kecerdasan intelektual (IQ) merupakan karakteristik yang melekat pada setiap siswa, karena IQ merupakan sifat bawaan atau keturunan dari keluarga yang dibawa sejak lahir. Tujuan dari penelitian ini; (1) untuk mengetahui model pembelajaran yang lebih baik antara PBM dan DK, (2) mengetahui pengaruh tingkatan IQ terhadap prestasi belajar siswa, (3) mengetahui pada siswa yang mempunyai IQ tinggi, sedang dan rendah model pembelajaran mana yang lebih baik. Hasil penelitian ini adalah; (1) tidak terdapat perbedaan rerata prestasi siswa yang diajar dengan PBM dan DK, (2) siswa yang mempunyai IQ tinggi berprestasi lebih baik dari pada siswa IQ sedang, siswa yang mempunyai IQ sedang berprestasi lebih baik dari pada IQ rendah, (3) pada siswa yang mempunyai IQ tinggi dan
93
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
94
Rizqi Tresnaningsih ; Eksperimentasi Pembelajaran Berbasis .....: 94 - 104
sedang tidak terdapat perbedaan prestasi belajar siswa, pada siswa yang mempunyai IQ rendah model pembelajaran DK lebih baik. Kata Kunci : Pembelajaran Berbasis Masalah, Diskusi Kelas, Intelligence Qoutient A. Pendahuluan Salah satu tantangan besar yang dihadapi guru saat ini yakni bagaimana membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir siswa yang melangkah dari pengalaman konkret ke arah berfikir abstrak yang dapat menghasilkan loncatan intuitif melalui sebuah desain pembelajaran aktif. Piagetian-based education mengakui pentingnya menyiapkan lingkungan dimana siswa dapat melangkah dari pengalaman konkret menuju ke menemukan konsep, dan mengaplikasikan konsep. Mengetahui sebuah objek atau peristiwa, tidak sesederhana melihatnya dan menggambarnya. Mengetahui objek berarti berbuat terhadapnya, memodifikasinya, menstransformasi dan memahami proses transformasinya, dan sebagai konsekuensi dari pemahaman terhadap objek adalah mengkontruksinya. (Fauziatul Fajaroh dan I Wayan Dasna, http://lubisgrafura .wordpress.com). Upaya peningkatan kualitas pembelajaran khususnya mata pelajaran matematika harus terus diupayakan, baik oleh guru maupun semua pihak yang terkait langsung dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena matematika memegang peranan yang sangat penting dalam segala aspek kehidupan. Mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat perguruan tinggi. Mata pelajaran matematika juga merupakan salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Akhir Nasional (UAN). Dalam Ujian Akhir Nasional (UAN), sebagian besar siswa menganggap bahwa mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang mempunyai tingkat kesulitan yang cukup tinggi dibanding mata pelajaran Bahasa Inggris ataupun Bahasa Indonesia. Hal itu dapat dilihat pada hasil nilai Ujian Akhir Nasional di SMA Negeri 1 Barat, Kabupaten Magetan. Nilai ratarata UAN pada tahun ajaran 2006/ 2007 untuk mata pelajaran
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
95
Rizqi Tresnaningsih ; Eksperimentasi Pembelajaran Berbasis .....: 94 - 104
Matematika adalah 7,44, nilai rata-rata mata pelajaran Bahasa Inggris adalah 8,89 dan nilai rata-rata mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah 8,42. Dari data nilai tersebut dapat diketahui bahwa nilai rata-rata mata pelajaran matematika paling rendah dibandingkan dengan rata-rata nilai mata pelajaran yang lain. Prestasi belajar siswa dalam matematika dipengaruhi beberapa faktor, dua diantaranya adalah pengaruh IQ siswa dan model mengajar guru. Cara belajar interaktif merupakan cara belajar yang dituntut dari siswa, agar siswa dapat meningkatkan prestasi belajarnya. Oleh karena itu guru dituntut untuk mendorong siswa agar mereka dapat meningkatkan prestasi belajarnya. Guru dituntut untuk mendorong siswa belajar secara aktif dan dapat meningkatkan kemampuan dalam memahami suatu konsep dalam matematika. Kecerdasan intelektual merupakan salah satu faktor yang cukup penting yang berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Dengan adanya perbedaan tingkat IQ pada siswa maka prestasi belajar siswa akan memperoleh hasil yang berbeda. Siswa yang mempunyai IQ tinggi akan mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai IQ sedang dan IQ rendah. Kecerdasan intelektual (IQ) merupakan karakteristik yang melekat pada setiap siswa, karena IQ merupakan sifat bawaan atau keturunan dari keluarga yang dibawa sejak lahir. Beberapa macam model pengajaran interaktif diharapkan mampu mengatasi permasalahan dalam pembelajaran matematika. Dua diantaranya adalah Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) dan Classroom Discussion (Diskusi Kelas). Oleh karena itu guru dituntut untuk mendorong siswa agar mereka dapat meningkatkan prestasi belajarnya. Guru dituntut untuk mendorong siswa belajar secara aktif dan dapat meningkatkan kemampuan dalam memahami suatu konsep dalam matematika. Berdasarkan latar belakang diatas masalah yang dapat dirumuskan pada penelitian ini adalah; (1) Manakah yang memberikan prestasi belajar yang lebih baik, pembelajaran berbasis masalah atau diskusi kelas, (2) Apakah siswa yang mempunyai IQ tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai IQ sedang, dan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
96
Rizqi Tresnaningsih ; Eksperimentasi Pembelajaran Berbasis .....: 94 - 104
siswa yang mempunyai IQ sedang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai IQ rendah, (3) Pada IQ tinggi, model pengajaran manakah yang memberikan prestasi belajar lebih baik, pada IQ sedang model pengajaran manakah yang memberikan prestasi belajar yang lebih baik sedangkan pada IQ rendah model pengajaran manakah yang memberikan prestasi yang lebih baik Hilgard (dalam Wina Sanjaya, 2006:112) mengungkapkan “Learning is the process by which and activity originates or changed through training procedures (wether in the laboratory or in the natural environment) as distinguished from changes by factors not attributable to training”. Bagi Hilgard, belajar itu adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan ilmiah. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetauan, belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Aktifitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari. Menurut Richrad I Arends (1997:55), Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan metode pembelajaran aktif yang digunakan untuk masalah terstruktur yang merupakan tanggapan dari hasil pembelajaran. Pada model pengajaran ini, digunakan untuk menyelesaikan masalah mempunyai struktur yang kompleks yang tidak cukup bila dikerjakan dengan algoritma yang sederhana. Pada Pembelajaran Berbasis Masalah ini, siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya sendiri. Pembelajaran Berbasis Masalah dirancang terutama untuk membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir, ketrampilan menyelesaikan masalah, dan ketrampilan intelektualnya, mempelajari peran-peran orang dewasa dengan mengalaminya melalui berbagai situasi riil atau situasi yang disimulasikan dan menjadi pelajar mandiri dan otonom Menurut Richrad I Arends (1997:71). Diskusi dan wacana kelas merupakan aspek sentral diantara seluruh aspek pengajaran. Penggunaan diskusi kelas yang efektif membutuhkan pemahaman tentang beberapa topik penting yang terkait dengan wacana dan diskusi kelas. Menurut para guru istilah diskusi mendiskripsikan prosedur yang
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
97
Rizqi Tresnaningsih ; Eksperimentasi Pembelajaran Berbasis .....: 94 - 104
mereka gunakan untuk mendorong pertukaran verbal diantara siswasiswanya. Istilah wacana digunakan untuk memberikan perspektif secara keseluruhan tentang komunikasi kelas. Ada hubungan kuat antara bahasa dan berfikir, dan keduanya menghasilkan kemampuan untuk menganalisis, menalar secara deduktif dan induktif, dan membuat referensi yang masuk akal berdasarkan pengetahuan. Wacana adalah salah satu cara bagi siswa untuk mempraktikan proses berfikir dan meningkatkan ketrampilan berfikirnya. Menurut Mary Budd Rowe .(dalam Roberts I Arends.2008:76) merangkum point ini dengan baik. Untuk “tumbuh”, system berfikir yang kompleks membutuhkan amat banyak pengalaman dan percakapan yang dilakukan oleh orang lain. Dalam pembicaraan tentang apa yang telah kita kerjakan dan kita lihat, dan dalam perdebatan tentang segala yang kita manfaatkan dari pengalaman kita, bahwa ideide menjadi berlipat ganda, disempurnakan dan akhirnya menghasilkan pertanyaan-pertanyaan baru dan eksplorasi lebih jauh. B. Metode Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental semu. Peneliti memberikan perlakuan yang berbeda pada dua sampel penelitian, yaitu pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas. Kedua kelompok tersebut diasumsikan mempunyai kemampuan awal yang sama sehingga hasil penelitian adalah hasil dari perlakuan yang diberikan peneliti. Kedua kelompok tersebut diasumsikan sama dalam segi yang relevan dan hanya berbeda dalam penggunaan model pengajaran matematika. Adapun langkah-langkah pada penelitian ini adalah sebagai berikut; (1) menentukan sekolah untuk dijadikan sampel penelitian, yang terdiri dari tiga sekolahan dan satu sekolah untuk uji coba instrument, (2) menentukan sampel penelitian secara random, membagi sampel menjadi dua kelompok, untuk diberikan perlakuan yang berbeda, (3) dilakukan pengambilan data tentang IQ siswa dengan cara tes IQ yang dikategorikan menjadi tiga tingkat, yaitu tinggi, sedang dan rendah, (4) kelompok I diberi pengajaran dengan pembelajaran berbasis masalah dan kelompok II diberi model pengajaran diskusi kelas, (5) melakukan
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
98
Rizqi Tresnaningsih ; Eksperimentasi Pembelajaran Berbasis .....: 94 - 104
tes tentang materi Logika Matematika untuk mengetahui hasil belajar siswa dengan menggunakan kedua model pengajaran tersebut, (6) melakukan analisis data untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar siswa pada materi logika matematika, yang ditinjau dari perbedaan penggunaan model pengajaran, tingkat IQ dan pengaruh interaksi model pengajaran dan tingkat kecerdasan siswa terhadap prestasi belajar siswa. C. Pembahasan Sebelum soal diujikan untuk pengambilan data, soal tersebut di uji coba terlebih dahulu untuk dilihat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, daya beda. Tes prestasi belajar matematika materi logika matematika terdiri dari 35 soal. Soal tes tersebut berbentuk pilihan ganda dengan 5 pilihan jawaban. Melalui dua orang validator ke-35 soal tes prestasi belajar dinyatakan valid karena dinilai telah memenuhi kisi-kisi soal. Hasil uji reliabilitas instrumen terhadap 32 responden memberikan hasil r11 = 0,92. Dari hasil tersebut bisa diketahui bahwa instrumen tes reliable. Hasil uji instrumen menunjukkan dari 35 soal yang diujikan mempunyai tingkat kesukaran antara 0,30 sampai 0,70, sehingga 35 butir soal tersebut bisa digunakan sebagai instrumen tes prestasi belajar. Pada penelitian ini, daya pembeda yang dipakai adalah daya pembeda yang nilainya lebih dari 0,4. Dari hasil uji instrumen diperoleh bahwa terdapat 5 butir soal yang mempunyai nilai daya pembeda yang kurang dari 0,4, sehingga ke-5 butir soal tersebut harus dibuang. Uji persyaratan analisis meliputi uji keseimbangan, uji normalitas, uji homogenitas. Uji keseimbangan menunjukkan kedua kelompok seimbang, uji normalitas menunjukkan sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal, uji homogenitas pada model pembelajaran menunjukkan variansi kedua kelompok sama, uji homogenitas pada IQ menunjukkan variansi ketiga kelompok sama. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan sebagai berikut; (1) tidak terdapat perbedaan rerata prestasi siswa yang diajar dengan PBM dan DK, (2) siswa yang mempunyai IQ tinggi berprestasi lebih baik dari pada siswa IQ sedang, siswa yang mempunyai IQ sedang berprestasi lebih baik dari pada IQ rendah, (3) pada siswa yang mempunyai IQ tinggi dan sedang tidak terdapat perbedaan prestasi belajar siswa, pada siswa yang mempunyai
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
99
Rizqi Tresnaningsih ; Eksperimentasi Pembelajaran Berbasis .....: 94 - 104
IQ rendah model pembelajaran DK lebih baik. Hipotesis pertama dari penelitian ini adalah pembelajaran berbasis masalah akan memberikan prestasi belajar yang lebih baik dari pada Diskusi Kelas. Berdasarkan hasil perhitungan Anava dua jalan dengan sel tak sama dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diajar dengan menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Diskusi Kelas. Kedua model pengajaran tersebut sama-sama untuk meningkatkan kekreatifan proses berfikir siswa yang dilakukan dengan diskusi kelompok. Dukungan teoritis dari kedua model pengajaran terletak pada kognitif siswa, yang menekankan pada proses berfikir siswa, sehingga keduanya menghasilkan kemampuan untuk menganalisis, menalar secara deduktif dan induktif, menyelidiki dan membuat referensi yang masuk akal berdasarkan pengetahuan Hipotesis kedua dari penelitian ini adalah prestasi siswa yang mempunyai IQ tinggi akan lebih baik dari pada siswa yang mempunyai IQ sedang, siswa yang mempunyai IQ sedang akan mempunyai prestasi yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai IQ rendah. Pada hasil analisis variansi dua jalan sel tak sama, telah diperoleh terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang mempunyai IQ tinggi, IQ sedang dan IQ rendah. Karena hipotesis nol ditolak sehingga dilakukan uji lanjut pasca anava dengan metode Sceffe. Berdasarkan uji Sceffe tersebut, hipotesis nol ditolak, yang berarti terdapat perpedaan prestasi antara siswa yang mempunyai IQ tinggi, IQ sedang dan IQ rendah. Berdasarkan rataan marginalnya, prestasi siswa yang mempunyai IQ tinggi lebih baik dari pada siswa yang mempunyai IQ sedang, siswa yang mempunyai IQ sedang mempunyai prestasi yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai IQ rendah. Intelligence Quotient (IQ) dilihat sebagai penentu kemampuan orang untuk belajar, untuk mencapai prestasi akademik. Para pakar ahli teori IQ seperti William Stern, menyatakan bahwa inti kecerdasan dibawa sejak lahir. Faktor yang mempengaruhi IQ diantaranya adalah faktor keturunan dan lingkungan. Faktor tersebut tidak hanya pada faktor keturunan saja, tetapi faktor lain yang tidak kalah penting adalah faktor lingkungan. Meskipun siswa tersebut berasal dari orang tua yang mempunyai IQ tinggi, jika tidak didukung oleh lingkungan yang kondusif, anak tersebut
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
100
Rizqi Tresnaningsih ; Eksperimentasi Pembelajaran Berbasis .....: 94 - 104
tidak dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya secara optimal Hipotesis ketiga dari penelitian ini adalah pada siswa yang mempunyai IQ tinggi Pembelajaran Berbasis Masalah lebih baik dari pada Diskusi Kelas, pada siswa yang mempunyai IQ sedang Pembelajaran Berbasis Masalah lebih baik dari pada Diskusi Kelas, dan pada siswa yang mempunyai IQ rendah Pembelajaran Berbasis Masalah lebih baik dari pada Diskusi Kelas. Berdasarkan hasil analisis variansi dua jalan sel tak sama dan uji lanjut pasca Anava diperoleh; (1) tidak terdapat perbedaan rerata prestasi siswa yang diajar dengan PBM dan DK, (2) siswa yang mempunyai IQ tinggi berprestasi lebih baik dari pada siswa IQ sedang, siswa yang mempunyai IQ sedang berprestasi lebih baik dari pada IQ rendah, (3) pada siswa yang mempunyai IQ tinggi dan sedang tidak terdapat perbedaan prestasi belajar siswa, pada siswa yang mempunyai IQ rendah model pembelajaran DK lebih baik. Pada siswa yang mempunyai IQ tinggi akan cenderung lebih kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah. Pembelajaran berbasis masalah ataupun diskusi kelas, sama-sama menekankan pada proses berfikir siswa dalam memecahkan masalah, karena kedua model pengajaran tersebut sama-sama bertujuan untuk meningkatkan kekreatifan proses berfikir siswa, sehingga siswa yang mempunyai IQ tinggi dapat melaksanakan kedua model pembelajaran tersebut dengan baik. Hal tersebut menyebabkan pada siswa yang mempunyai IQ tinggi, pembelajaran berbasis masalah sama baiknya dengan diskusi kelas. Berdasarkan teori IQ, siswa yang mempunyai IQ sedang akan memperoleh hasil belajar rata-rata dari hasil suatu tes. Pembelajaran berbasis masalah ataupun diskusi kelas, sama-sama menekankan pada proses berfikir siswa dalam memecahkan masalah. Siswa yang mempunyai IQ sedang akan mempunyai prestasi rata-rata dari suatu tes, baik pada pembelajaran berbasis masalah ataupun diskusi kelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada siswa yang mempunyai IQ sedang pembelajaran berbasis masalah sama baiknya dengan diskusi kelas. Pembelajaran Berbasis Masalah dirancang untuk membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir, ketrampilan menyelesaikan masalah, dan ketrampilan intelektualnya. Pembelajaran berbasis masalah mengambil psikologi kognitif sebagai dukungan teoritisnya,
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
101
Rizqi Tresnaningsih ; Eksperimentasi Pembelajaran Berbasis .....: 94 - 104
bertanggung jawab atas usaha belajarnya sehingga menjadi seorang pelajar yang mandiri. Pada siswa yang mempunyai IQ rendah tentu kurang dapat melaksanakan tujuan pembelajaran berbasis masalah dengan baik. Berdasarkan teori IQ, hal tersebut dikarenakan proses berfikir atau kognitif siswa yang mempunyai IQ rendah tidak lebih baik dari pada siswa yang mempunyai IQ tinggi dan IQ sedang. Diskusi kelas merupakan model pengajaran yang mengajak siswa dalam suatu kelompok untuk mendiskusikan suatu topik membantu siswa memperkuat dan memperluas pengetahuannya tentang topik itu dan meningkatkan kemampuannya untuk memikirkan tentang suatu hal. Meskipun pada diskusi kelas dan pembelajaran berbasis masalah samasama menekankan pada kognitif siswa, tapi pada diskusi kelas juga ditekankan pada komunikasi atau interaksi antar siswa pada saat diskusi. Pada siswa yang mempunyai IQ rendah tentu dengan menggunakan model pengajaran diskusi kelas lebih sesuai dari pada dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah. Hal tersebut disebabkan siswa yang mempunyai IQ rendah dapat memperoleh pengetahuan baru dari teman lainnya pada saat berdiskusi. D. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasan hasil penelitian pada maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Tidak terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diajar dengan menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Diskusi Kelas, karena kedua model pembelajaran tersebut memberikan rataan prestasi belajar yang sama. 2. Siswa yang mempunyai IQ tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai IQ sedang dan siswa yang mempunyai IQ rendah. Siswa yang mempunyai IQ sedang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai IQ rendah .
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
102
Rizqi Tresnaningsih ; Eksperimentasi Pembelajaran Berbasis .....: 94 - 104
3. a. Pada siswa yang mempunyai IQ tinggi, Pembelajaran berbasis masalah memberikan rataan prestasi belajar yang sama dengan Diskusi Kelas b. Pada siswa yang mempunyai IQ sedang, Pembelajaran berbasis masalah memberikan rataan prestasi belajar yang sama dengan Diskusi Kelas c. Pada siswa yang mempunyai IQ rendah, Pembelajaran berbasis masalah tidak memberikan prestasi belajar yang lebih baik dari pada Diskusi Kelas 2. Saran Untuk meningkatkan kualitas pendidikan pada pengajaran matematika, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut. 1. Untuk sekolah Perlu dikembangkan dan diterapkan model pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa, misalnya model pembelajaran Berbasis masalah dan model pembelajaran Diskusi Kelas, sehingga dapat memacu siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran sehingga hasil belajar siswa akan menjadi lebih baik. 2. Untuk siswa. Diharapkan dalam mempraktikkan model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Diskusi Kelas mengikuti secara aktif sehingga dapat digunakan sebagai sarana untuk berlatih aktif dalam proses belajar sehingga dapat memperoleh pengalaman yang baru. 3. Untuk guru Dalam usaha meningkatkan prestasi belajar siswa hendaknya guru menggunakan model pembelajaran Berbasis Masalah dan Diskusi Kelas, khususnya materi logika matematika. 4. Untuk orang tua. Diharapkan orang tua lebih memperhatikan anak dalam membantu belajar di rumah, karena dukungan dan motivasi dari orang tua akan membantu anak dalam meraih prestasi belajar yang lebih baik.
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
103
Rizqi Tresnaningsih ; Eksperimentasi Pembelajaran Berbasis .....: 94 - 104
DAFTAR PUSTAKA Angkowo, Robertus dan Kosasih. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran. Jakarta : Grasindo Arends, Richard I.1997. Classroom Instruction and Management . United States: McGraw-Hill Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta : Sebelas Maret University Press. Budiyono. 2004. Statistika Untuk Penelitian. Surakarta : Sebelas Maret University Press. Cindy E. Hmelo-Silver Howard S. Barrows. 2006. Goals and Strategies of a Problem-based Learning Facilitator . The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning volume 1 (1):24 Fajaroh, F. dan Dasna, I Wayan. 2007. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar Learning Cycle, (Online),(http://lubisgrafura.Wordpres.com. Diakses 25 April 2008. Gresham, Gina. 2007. An Invitation into the Investigation of the Relationship between Mathematics Anxiety and Learning Styles in Elementary Preservice Teachers. Journal of Invitational Theory and Practice, 13 (3), 24. Hadi, Sutrisno. 2000. statistik. Yogyakarta: Andi John R. Mergendoller, Nan L.Maxwell and Yolanda Bellisimo, 2006. A The Effectiveness of Problem-based Instruction: Comparative
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
104
Rizqi Tresnaningsih ; Eksperimentasi Pembelajaran Berbasis .....: 94 - 104
Study of Instructional Methods and Student Characteristics. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning, 2(1):50 Muijs, Daniel, dan David Reynolds.2008.Effective Teaching. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Peggy A. Ertmer and Krista D. Simons. 2006. Jumping the PBL Implementation Hurdle: Supporting the Efforts of K–12 Teachers. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning, 1(1):40 Schubring, Gert. 2006. History of Learning and Teaching Mathematics. The International Journal for the History of Mathematics Education, 1 (1) 4. Sugiyono. 2007. Statistik untuk penelitian. Bandung: CV Alfabeta Syaiful Sagala. 2008. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta Wahyu B. K. 2009. Perbedaan IQ dan EQ, http://mabhak. Sch.id. diakses 5 Juni 2010. Wina Sanjaya. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
105
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
Yuni Ratnasari ; Penerapan Strategi SQ3R .....: 105 - 117
106
Kelas
VII
VIII
Tahun
KKM
Nilai Rata-Rata
2007-2008
63
63,78
2008-2009
67
69,50
2009-2010 2007-2008
70 63
71,70 64,25
2008-2009
67
67,75
2009-2010
70
72,30
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
Yuni Ratnasari ; Penerapan Strategi SQ3R .....: 105 - 117
107
Kelas
IX
Tahun Ajaran
Nilai Rata-Rata
2007-2008
Standar Nilai Kelulusan 5.00
2008-2009
5.25
6.00
2009-2010
5.50
6.50
5.75
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
108
Yuni Ratnasari ; Penerapan Strategi SQ3R .....: 105 - 117
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
109
Yuni Ratnasari ; Penerapan Strategi SQ3R .....: 105 - 117
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
110
Yuni Ratnasari ; Penerapan Strategi SQ3R .....: 105 - 117
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
Yuni Ratnasari ; Penerapan Strategi SQ3R .....: 105 - 117
111
Jumlah Data
Nilai Tertinggi
Nilai Terendah
Nilai Rata-Rata
Standar Deviasi
40
95
50
74.5
12.34
Jumlah Data
Nilai Tertinggi
Nilai Terendah
Nilai Rata-Rata
Standar Deviasi
40
90
50
Kreativitas
Kelas SQ3R
Kelas Peta Konsep
70.25
10.37
Rata-rata prestasi belajar Kelas SQ3R
Kelas Peta Konsep
Tinggi
50
40
81,15
76,36
Rendah
20
15
71,36
65,00
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
112
Yuni Ratnasari ; Penerapan Strategi SQ3R .....: 105 - 117
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
113
Yuni Ratnasari ; Penerapan Strategi SQ3R .....: 105 - 117
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
114
Yuni Ratnasari ; Penerapan Strategi SQ3R .....: 105 - 117
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
115
Yuni Ratnasari ; Penerapan Strategi SQ3R .....: 105 - 117
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
116
Yuni Ratnasari ; Penerapan Strategi SQ3R .....: 105 - 117
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010
117
Yuni Ratnasari ; Penerapan Strategi SQ3R .....: 105 - 117
Jurnal Pendidikan MIPA, Vol.2, No.1 Maret 2010