LEMBAR PENGESAHAN
Surakarta,
Juni 2003
Telah disetujui dan diterima dengan baik oleh :
Dosen Pembimbing
Drs. SUPRIYONO NIP: 131 569 284
ii
Analisis perkembangan industri Pariwisata dan pengaruhnya terhadap pendapatan asli Daerah di Kota Surakarta
SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Disusun oleh :
Bramantio Lynarsatia F1100009
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2003 iii
113
Daftar Pustaka
Adi Surahman, 1998, Analisis Pengaruh Sub Sektor Pariwisata Terhadap Produk Domestik Bruto dan Kesempatan Kerja Sektor Pariwisata di Indonesia, Skripsi Mahasiswa S1 FE UNS. Ayok
Pitoyo, 2001, Analisis Perkembangan Industri Pariwisata dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Sendiri di Daerah Istimewa Yogyakarta, Skripsi Mahasiswa S1 FE UNS.
Badan Pusat Statistik, 2000, Surakarta Dalam Angka 2000, Pemkot Surakarta. Damodar Gujarat, 1995, Ekonometrika Dasar, Penerbit Erlangga,Jakarta. Dinas Pariwisata Jateng, 2000, Panduan Sadar Wisata Untuk Umum, Dinas Pariwisata Propinsi Jawa Tengah. Djarwanto Ps dan Pangestu Subagyo, 1993, Statistik Induktif, BPFE, Yogyakarta. Mangku Werdoyo, 1999, Pengantar Industri Akomodasi dan Restoran, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta. Maris Masri, 1989, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia,Penerbit UI, Jakarta. M. Suparmoko, 1992, Keuangan Negara (Dalam Teori dan Praktek), BPFE, Yogyakarta. Nyoman S, Pendit, 1986, Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana, Pradnya Paramitra, Jakarta. Oka A. Yoeti, 1995, Tour and Travel Management, Pradnya Paramitra, Jakarta. -------, 1997, Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata, Pradnya Paramitra, Jakarta. Spillane, 1994, Pariwisata Indonesia, Kanisius, Jakarta. Sutrisno .PH,1981, Dasar–dasar Ilmu Keuangan Negara, BPFE, Yogyakarta. R.G. Soekadijo, 1996, Anatomi Pariwisata, Pradnya Paramita, Jakarta. R.S. Damardjati, 1995, Anatomi Pariwisata, Erlangga, Jakarta. ABSTRAKSI
iv
Penlitian dengan judul “Analisis Perkembangan Industri Pariwisata dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta Tahun 1990–2000” bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah kamar hotel, jumlah wisatwan dan jumlah biro perjalanan wisata terhadap Pendapatan Asli Daerah Surakarta, selain itu untuk mengetahui pengaruh jumlah kamar hotel dan jumlah biro perjalanan wisata terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara. Serta untuk mendapatkan diskripsi perkembangan industri pariwisata dan Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta. Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah diduga jumlah kamar hotel, jumlah wisatawan dan biro perjalanan wisata berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta selain itu diduga jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata berpengaruh positif terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara serta diduga diskripsi perkembangan industri pariwisata dan Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta menunjukkan kecenderungan meningkat. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis data sekunder yang mengambil lokasi penelitian di Kota Surakarta. Analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Model analisis kuantitatif yang digunakan adalah analisis trend linier dan analisis regresi berganda yang meliputi uji statistik dan uji asumsi klasik.. Dari analisis trend linier dapat diketahui bahwa perkembangan sektor pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta menunjukkan pertumbuhan ke arah yang semakin baik yang di tunjukkan oleh arah condong y(b) dengan nilai koefisien yang positif sebesar 2.457.113.212,66. Untuk analisis regresi berganda dapat diketahui (untuk hasil estimasi Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta)koefisien jumlah wisatawan sebesar 12757,7 koefisien jumlah kamar hotel 7070528,9 dan koefisien biro perjalanan wisata sebesar 1072492971,3. Hal ini menunjukkan bahwa variabel jumlah kamar hotel, jumlah wisatawan dan biro perjalanan wisata berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah Surakarta. Dari hasil estimasi lama tinggal wisatawan mancanegara diketahui koefisien jumlah kamar hotel sebesar 0,0001795 dan koefisien biro perjalanan wisata sebesar 0,08093. Hal ini menunjukkan bahwa variabel jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata berpengaruh positif terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara. Sedangkan dari hasil estimasi lama tinggal wisatawan nusantara diketahui koefisien regresi jumlah kamar hotel sebesar 0,000174 serta koefisien biro perjalanan wisata sebesar 0,08381. Hal ini berarti bahwa jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata berpengaruh positif terhadap lama tinggal wisatawan nusantara. Bila dilihat dari analisis data di atas maka saran yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah pihak pemerintah lebih meningkatkan fasilitas dalam sektor v
pariwisata yang diharapkan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Disamping itu pihak Pemerintah juga lebih meningkatkan keberadaan biro perjalanan wisata mengingat variabel tersebut merupakan variabel terbesar yang mempengaruhi PAD maupun lama tinggal wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara di Kota Surakarta. BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah Pembangunan perekonomian di suatu negara mutlak untuk dilaksanakan guna meningkatkan kesejahteraan dan taraf kehidupan masyarakat dengan menggali sumber daya atau potensi yang dimiliki. Sedangkan landasan utama perekonomian setiap negara adalah stabilitas, distribusi pendapatan yang merata, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, keseimbangan neraca luar negeri, serta kesempatan kerja dan efisiensi. Demikian pula dengan Indonesia sebagai negara berkembang dan mempunyai cita–cita untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, maka pembangunan terus dilaksanakan dan ditingkatkan. Kesemuanya ini tentu saja memerlukan dana yang cukup besar guna melaksanakan pembangunan. Berbagai sumber dana untuk pembangunan dapat diperoleh dari dalam maupun luar negeri, diantaranya adalah (M. Suparmoko, 1992:94–95): 1. Penerimaan pajak, adalah pembayaran iuran dari rakyat kepada pemerintah yang dapat dipaksakan tanpa adanya balas jasa langsung. 2. Retibusi, adalah pembayaran dari rakyat kepada pemerintah di mana terdapat hubungan balas jasa yang langsung di terima dengan adanya pembayaran dari retribusi tersebut. 3. Keuntungan dari perusahaan–perusahaan negara (BUMN). 4. Sumber dana dari luar negeri, adalah bantuan yang diperoleh dari pinjaman luar negeri dan penanaman modal asing (PMA). vi 1
Guna mewujudkan cita–cita mensejahterakan serta meningkatkan taraf hidup masyarakat, maka pemerintah dalam melaksanakan pembangunan perekonomian bukan hanya di bidang ekonomi semata, akan tetapi pembangunan di sektor–sektor lain yang saling berkaitan, dengan melakukan perluasan bidang usaha yang bertujuan meningkatkan ekspor non migas sebagai alternatif lain. Salah satu usaha pemerintah dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi adalah mengembangkan industri pariwisata. Industri pariwisata diharapkan mampu menampilkan peranannya terhadap kehidupan ekonomi, sosial, budaya bangsa, serta sebagai wahana dalam mengatasi masalah penerimaan devisa, lapangan kerja, pemanfaatan sumber daya alam, dan peningkatan kesatuan dan persatuan. Dengan demikian, pembangunan dan pengembangan pariwisata apabila direncanakan dan diarahkan dengan baik akan banyak memberikan keuntungan dan manfaat baik dari segi ekonomi (kesejahteraan), sosial budaya, politik, maupun dari segi lingkungan hidup. (Diparta Propinsi Jawa Tengah, 2000:11–13). Pengembangan periwisata diarahkan agar dapat memenuhi keinginan wisatawan seperti hidup tenang, bersih, jauh dari polusi, santai, dapat mengembalikan
kesehatan
fisik
maupun
mental.
Dengan
demikian
pengembangan pariwisata merupakan salah satu cara dalam upaya melestarikan lingkungan di samping akan memperoleh nilai tambah atas pemanfaatan dari lingkungan yang ada. Indonesia sebagai negara berkembang tidak terlepas dari masalah pengangguran, terlebih lagi setelah dilanda krisis perekonomian yang makin memperbanyak jumlah pengangguran. Oleh karena itu pengembangan industri pariwisata diharapkan dapat membantu atau mengurangi tingkat pengangguran dan dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Surakarta yang di kenal sebagai kota budaya sangat berpotensi dalam pengembangan pariwisata mengingat banyaknya obyek wisata yang dapat dikembangkan guna menarik wisatawan baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Sehubungan dengan munculnya berbagai kerusuhan dan ketidakstabilan keamanan baik di Indonesia pada umumnya maupun di vii
Surakarta pada khususnya mengakibatkan menurunnya kunjungan wisatawan (di lihat dari wisatawan yang datang). Untuk itu perlu digalakkan kembali usaha–usaha untuk pengembangannya. Di samping itu pendapatan pariwisata juga merupakan salah satu komponen–komponen Pendapatan Asli Daerah. Dimana pendapatan pariwisata merupakan salah satu bagian dari Penerimaan Dinas–Dinas Daerah. Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini mengambil
judul
“ANALISIS
PERKEMBANGAN
INDUSTRI
PARIWISATA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA 1990 - 2000”.
Perumusan Masalah Berdasarkan tinjauan dari latar belakang masalah tersebut di atas dapat diutarakan permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Bagaimanakah diskripsi perkembangan Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta? Apakah jumlah kamar hotel, jumlah wisatawan, jumlah paket biro perjalanan wisata berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta? Apakah jumlah kamar hotel, jumlah paket biro perjalanan wisata berpengaruh terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara dan wisatawan nusatara?
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah :
viii
Untuk mendapatkan diskripsi perkembangan Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta. Untuk mengetahui pengaruh jumlah kamar hotel, jumlah wisatawan, jumlah paket biro perjalanan wisata terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta. Untuk mengetahui pengaruh jumlah kamar hotel dan jumlah paket biro perjalanan wisata terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara.
Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah : Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah dalam rangka penyusunan kebijakan pengembangan pariwisata. Bagi pihak lain hasil penelitian diharapkan sebagai masukan atau informasi bagi mereka yang memerlukan.
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penelitian diskemakan sebagai berikut : Perkembangan Industri Pariwisata di Surakarta
Jumlah Wisatawan
Jumlah Kamar Hotel
ix
Jumlah Paket BPW
Lama Tinggal Wisatawan
PAD
Gambar 1.1 Skema Kerangka Pemikiran Perkembangan industri pariwisata ditandai dengan pertumbuhan di bidang–bidang penunjang pariwisata seperti jumlah wisatawan, jumlah kamar hotel dan jumlah paket biro perjalanan wisata, secara tidak langsung akan meningkatkan penerimaan pendapatan asli daerah melalui kunjungan wisatawan. Karena wisatawan yang berkunjung juga membutuhkan sarana dan prasarana dari hotel dan biro perjalanan, maka pemerintah daerah juga menerima pemasukan dari tambahnya jumlah kamar hotel dan paket biro perjalanan wisata. Upaya pemerintah daerah dalam membangun industri pariwisata dapat di lihat dengan makin banyaknya jumlah wisatawan, jumlah kamar hotel dan paket biro perjalanan wisata yang akan membuka peluang penciptaan lapangan kerja seiring dengan kedatangan wisatawan. Jumlah kamar hotel dan paket biro perjalanan wisata berpengaruh terhadap lama tinggal wisatawan dan demikian juga sebaliknya, karena dapat dipastikan bahwa rentang lama wisatawan tinggal tentunya tergantung pada hotel yang nyaman, pelayanan yang baik, kebersihan sanitasi yang menjamin kesehatan serta hal–hal kebutuhan hidup sehari–hari yang sesuai dengan standart internasional serta adanya fasilitas obyek wisata yang beraneka ragam.
x
Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Diduga diskripsi perkembangan Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta menunjukkan kecenderungan meningkat. Diduga jumlah kamar hotel, wisatawan, dan paket biro perjalanan wisata berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta. Diduga jumlah kamar hotel dan paket biro perjalanan wisata berpengaruh positif terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara.
Metodologi Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan analisis data sekunder yang mengambil lokasi penelitian di Kota Surakarta. Jenis dan Sumber Data Data sekunder diperoleh dari Dinas Pendapatan Daerah Surakarta, Badan Pusat Statistik Surakarta, Dinas Pariwisata Surakarta. Selain itu sebagai data pelengkap didapatkan dari literatur–literatur yang terkait dalam penelitian ini. Semua data sekunder yang digunakan merupakan data tahunan dari tahun 1990–2000. Definisi Operasional Variabel Pendapatan Asli Daerah sebagai pendapatan yang diterima daerah yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba bidang usaha atau dari perusahaan–perusahaan daerah, penerimaan dari dinas, dan xi
penerimaan lain–lain. Pengukuran dilakukan dengan menjumlahkan semua besar angka yang berada di atas tersebut dan diukur dengan menggunakan satuan rupiah. Hotel adalah jumlah hotel baik berbintang maupun non bintang yang ada di Surakarta di ukur dalam satuan unit yang digunakan sebagai indikator adalah jumlah kamar hotel. Wisatawan yaitu jumlah wisatawan mancanegara maupun nusantara yang berkunjung ke obyek wisata di Surakarta dan di ukur dalam satuan orang. Biro Perjalanan Wisata adalah jumlah biro jasa yang menangani masalah perjalanan wisata di Surakarta. Biro perjalanan di wakili dengan tiga variabel yakni agen perjalanan, biro perjalanan wisata dan cabang biro perjalanan wisata. Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai indikator adalah paket biro perjalanan wisata yang diadakan oleh biro perjalanan wisata yang ada di Kota Surakarta. Yang di ukur dalam satuan unit. Lama tinggal wisatawan adalah rata–rata jumlah hari wisatawan tinggal di daerah tujuan wisata. Di ukur dengan menggunakan satuan rata–rata hari menginap per tahun. Alat Analisis - Analisis Kualitatif yaitu menguji dan menilai setiap informasi dan data secara logika dengan mengacu pada teori yang ada. - Analisis Kuantitatif yaitu menguji dan menilai data yang terkumpul. Rancangan Analisis : xii
Untuk
menguji
hipotesis
yang
pertama
mengenai
diskripsi
perkembangan penerimaan Pendapatan Asli Daerah digunakan alat analisis trend : Y = a +bX Keterangan : Y = Jumlah Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (dalam Rupiah). a = Konstanta b = Besar perubahan variabel Y yang terjadi pada setiap perubahan satu unit variabel X. X = Tahun Untuk mencari koefisien a dan b digunakan rumus : ΣY
dan
Σ XY
a =
b= Σ X2
N N = jumlah data
Penggunaan model trend linear dengan metode least square ini bertujuan untuk melihat perkembangan trend hubungan variabel X dan Y selama periode penelitian maupun prospeknya di masa mendatang. Dimana keadaan tersebut bergantung kepada : - Bila b < 0, maka perkembangan trend hubungan Y dan X adalah turun - Bila b > 0, maka perkembangan trend hubungan Y dan X adalah naik
xiii
Untuk menguji hipotesis kedua mengenai pengaruh perkembangan industri pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah digunakan analisis model regresi berganda. Model
:
Y1 = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + µi
Dimana : Y1 = Pendapatan Asli Daerah atau PAD (dalam rupiah) X1 = Jumlah Hotel (dalam unit) X2 = Jumlah Wisatawan (dalam orang) X3 = Jumlah Biro Perjalanan Wisata (dalam Unit) b0 = Konstanta b1,b2,b3 = Koefisien Regresi µi = Variabel Gangguan Untuk mengetahui pengaruh jumlah hotel, jumlah biro perjalanan wisata terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara dan wisatawan nusatara digunakan analisis model regresi berganda. 1. Terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara Y2 = b0 + b1 X1 + b2 X2 + µi Dimana : Y2
= Lama tinggal wisatawan mancanegara (rata–rata perhari pertahun)
X1 = Jumlah Hotel (dalam unit) X2 = Jumlah Biro Perjalanan Wisata (dalam Unit) b0 = Konstanta b1,b2 = Koefisien Regresi xiv
µi = Variabel Gangguan 2. Terhadap lama tinggal wisatawan nusantara Y3 = b0 + b1 X1 + b2 X2 + µi Dimana : Y3 = Lama tinggal wisatawan nusantara (rata–rata perhari pertahun) X1 = Jumlah Hotel (dalam unit) X2 = Jumlah Biro Perjalanan Wisata (dalam Unit) b0 = Konstanta b1,b2 = Koefisien Regresi µi = Variabel Gangguan Selanjutnya terhadap koefisien regresi tersebut dilakukan Uji Statistik dan Uji Asumsi Klasik. 1. Uji Statistik a. Uji – t T–test digunakan untuk menguji signifikansi koefisien secara individu (dimana n ≤ 30). Dalam pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah masing–masing variabel independen berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel dependen. Dari uji t–test tersebut dengan tingkat keyakinan 1% sampai 10%. Dengan langkah–langkah pengujiannya sebagai berikut: Ho = ßı : = 0
1. Ha = βı : ≠ 0 xv
2.
Nilai t tabel t = α / 2 (N – K) di mana : N = Jumlah data yang diobservasi K = Jumlah parameter dalam model termasuk intersep
3. Daerah kritis
Hо ditolak
Hο ditolak Hο diterima
α/2 (N–K)
-α/2 (N–K)
Gambar 1.2. Daerah kritis Uji – t 4. t hitung Rumus : T=
βi Se(βi)
Di mana : bı
= koefisien regresi
Sе(βı) = Standart error koefisien regresi 5. Kriteria pengujian
xvi
a) .Apabila nilai t hitung < t tabel, maka Hо diterima. Artinya variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. b). Apabila nilai t hitung > t tabel, maka Hо ditolak. Artinya variabel independen mampu mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.
b. Uji – F Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui secara serentak variabel independent berpengaruh terhadap variabel dependent secara signifikan atau tidak. Dimana langkah–langkah pengujian adalah : 1.
Hо : β0 = β1 = β2 = β 3 = β 4 = β5 = 0 Ha : β0 ≠ β1 ≠ β2 ≠ β 3 ≠ β 4 ≠ β5 ≠ 0
2.
Nilai F tabel F = α(N–k)(k–1) Dimana : N = jumlah data yang di observasi k
3.
= jumlah parameter dalam model termasuk intersep
Daerah Kritis
Ho diterima
Ho ditolak
xvii
α (N–k);(k–1)
0
Gambar 1.3. Daerah Kritis Uji F 4.
F–hitung Rumus
: R2 / ( k – 1) F = ( 1 – R2 ) / ( N – k )
Di mana: R2
= koefisien determinasi berganda
N = jumlah data yang diobservasi k = jumlah parameter dalam model termasuk intersep 5 . Kriteria Pengujian a). Apabila nilai F hitung < F tabel, maka Ho diterima, artinya variabel independen secara serentak tidak mempengaruhi variabel dependen dengan signifikan. b). Apabila nilai Fhitung > F tabel, maka Ho ditolak, artinya variabel independen secara serentak mempengaruhi variabel dependen dengan signifikan.
c. Koefisien Determinasi (R2) Analisis koefisien determinasi dilakukan untuk mengukur kebaikan sesuai goodness of fit dari model yang digunakan untuk proporsi xviii
variasi independent. Nilai R2 yaitu angka yang menunjukkan besarnya kemampuan menerangkan dari variabel independent terhadap variabel dependent dalam suatu model regresi. Nilai R2 yaitu angka yang menunjukkan besarnya kemampuan menerangkan dari variabel independen terhadap variabel dependent dalam suatu model regresi, atau dengan kata lain untuk melengkapi analisa regresi berganda, digunakan analisa korelasi berganda yaitu untuk mengukur derajat hubungan antara variabel dependen dan variabel independen, nilai R2 berkisar antara 0
ESS 2
R =
RSS atau
R
2
TSS
TSS
Σ eı R2
= 1─
= 1 ─ Σ yı2
Keterangan :
xix
ESS = Explained Sum of Square (jumlah kuadrat yang di jelaskan) TSS
= Total Sum of Square
RSS
= Residual Sum of Square (jumlah kuadrat residual)
2. Uji Penyimpangan Asumsi Agar penelitian dapat dipakai sebagai bahan informasi, maka diharapkan koefisien–koefisien yang diperoleh menjadi penaksir terbaik dan tidak bias (BLUE = Best Linier Unbias Estimat). Hal tersebut hanya dapat terjadi bila dalam pengujian tidak melanggar uji asumsi klasik, yaitu: 1) Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah keadaan di mana satu variabel atau lebih variabel independen terdapat kolerasi atau hubungan dengan variabel independen lainnya, di samping itu masalah ini juga timbul bila antara variabel independen berkolerasi dengan variabel pengganggu. Multikolinearitas sendiri diartikan sebagai suatu keadaan dimana satu atau lebih variabel independen mempunyai suatu fungsi linier dari variabel independen yang lain. Menurut L.R. Klein, masalah multikolinearitas baru menjadi masalah apabila derajatnya lebih tinggi di bandingkan dengan kolerasi di antara seluruh variabel secara serentak. Metode Klein membandingkan nilai (r2), X1, X2, X3, ….Xn dengan nilai R2 (Adjusted R Square). Apabila R2 > (r2) berarti tidak ada gejala multikolinearitas. Apabila R2 < (r2) berarti ada gejala multikolinearitas (Damodar Gujarati, 1995:157 – 168). xx
2) Pengujian Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah keadaan di mana faktor pengganggu bervarian tidak sama, E(eı2) ≠ e ini ditunjukkan dengan nilai F yang relatif kecil. Apabila hal ini terjadi maka akibatnya prediksi akan menjadi salah (bias). Untuk menguji ada tidaknya heteroskedastisitas dalam model. 3) Pengujian autokorelasi Autokorelasi adalah keadaan di mana faktor pengganggu eı pada model dalam periode tertentu berkorelasi dengan kesalahan pengganggu sebelumnya hal ini mengakibatkan terjadinya autokorelasi maka kita akan memperoleh nilai bias dalam mengestimasikan (α) ditunjukan adanya varian yang besar alat yang digunakan adalah uji Durbin Watson test (DW) untuk menguji gejala autokorelasi lebih dulu ditentukan nilai kritis dL dan dU berdasarkan jumlah observasi dan banyaknya variabel bebas. Jika Ho diterima baik positif maupun negatif maka tidak ada autokorelasi. Pengujian dengan uji Durbin Watson yaitu nilai Durbin Watson dihitung dan dibandingkan dengan nilai Durbin Watson tabel, pada derajat kebebasan (N,k – 1) dan tingkat signifikansi tertentu. Angka dalam Durbin Watson menunjukkan nilai distribusi antara batas bawah (dL) dan batas atas (dU). (Damodar Gujarati,1995:201 – 218) Adapun langkah–langkah pengujiannya adalah sebagai berikut: 1. Lakukan regresi OLS dan dapatkan residual eı xxi
2. Hitung nilai d d = Σ(et – et – 1) Σet2 Di mana:
et
= Simpangan pada variabel independen
3. Dapatkan nilai kritis dL, dan dU, yang lebih dahulu menentukan nilai k terlebih dahulu. 4. Merumuskan Hipotesis, yaitu : a). Jika hipotesa Ho tidak ada serial korelasi positif : d < dL
= menolak Ho
d > dU
= tidak menolak Ho
d ≤ d ≤ dU
= pengujian tidak meyakinkan.
b). Jika hipotesis Ho tidak ada serial korelasi negatif : d > 4 – dl
= menolak Ho
d < 4 – dU
= tidak menolak Ho
4 – dU ≤ d ≤ 4 – dL = pengujian tidak meyakinkan c). Jika hipotesa Ho tidak ada serial autokorelasi positif ataupun
negatif :
d < dL
= menolak Ho
d > 4 – dL
= menolak Ho
dU < d < 4 – dU
= menerima Ho xxii
dL ≤ d ≤ dU
= pengujian tidak meyakinkan
4 – dU ≤ d ≤ 4 – dL = pengujian tidak meyakinkan
menolak Ho bukti
daerah
autokorelasi positif
0
daerah
Keragu-
menerima Ho atau
raguan
dL
Keragu-
H*o atau kedua-duanya
dU
2
Menolak H*o bukti autokorelasi
raguan
4 – dU
negatif
4 – dL
d
4
Gambar 1.4. Pengujian Autokorelasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian dan Definisi Pariwisata Kata pariwisata sesungguhnya berasal dari bahasa sansekerta. Jika ditinjau secara etimologis kata pariwisata berasal dari dua suku kata yaitu :
- Pari
: Berarti banyak, berkali–kali berputar–putar
- Wisata
: Berarti perjalanan atau berpergian
Atas dasar pengertian di atas maka pariwisata diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali–kali atau berputar–putar dari satu tempat ke tempat lain. Perjalanan ini dilakukan karena adanya daya tarik khusus dari tempat lain atau daerah wisata yang dikunjungi. Pengertian lain tentang pariwisata yang di ungkapkan oleh E. Guyer Freuler (Nyoman S. Pendit, 1986 : 32) yang merumuskan pariwisata dalam pengertian sebagai berikut : Pariwisata dalam artian modern adalah merupakan fenomena dari jaman sekarang yang didasarkan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar, dan menumbuhkan cinta terhadap keindahan alam dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan sebagai bangsa dan kelas masyarakat xxiii
manusia sebagai hasil dari perkembangan perniagaan, industri perdagangan serta penyempurnaan dari alat–alat pengangkutan. Menurut Dr. Salah Wahab dalam Tourist Management pengertian Pariwisata adalah : Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standart hidup serta menstimulasikan sektor–sektor produktifitas lainnya. Selanjutnya sebagai sektor yang kompleks, juga meliputi industri–industri klasik yang sebenarnya seperti industri kerajinan tangan dan cinderamata (Nyoman S.Pendit, 1986: 29). Pendapat yang lain mengenai definisi pariwisata yang dikemukakan oleh professor Hunziger dan Kraf dalam Grundriss der Allegemeinen Fremdenverkehrslehre mendefinisikan pariwisata sebagai berikut: Pariwisata sebagai keseluruhan jaringan dan gejala–gejala yang berkeitan dengan tinggalnya orang asing di sesuatu tempat, dengan syarat bahwa mereka tidak tinggal di situ untuk melakukan suatu keuntungan yang bersifat permanen maupun sementara (R.G. Soekadijo, 1996: 12).
Dari beberapa definisi tersebut dapat menjadi pedoman bahwa pengertian pariwisata adalah 19 suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu yang diselenggarakan dari suatu tempat ketempat lain dengan maksud bukan untuk berusaha (bisnis) atau mencari nafkah di tempat yang dikunjunginya, tetapi semata–mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam dan pada saat ini telah berkembang menjadi sarana pergaulan internasional sebagai hasil perkembangan perniagaan, industri perdagangan dan penyempurnaan alat–alat pengangkutan. Motif yang mendorong orang melakukan perjalanan wisata sangat bervariasi dan mempunyai pengaruh menentukan pada daerah tujuan wisata yang akan dikunjunginya. Karena suatu daerah pada umumnya dapat menyajikan berbagai macam atraksi wisata. Oleh karena itu sangat menarik mempelajari
jenis
pariwisata
mana
yang
sekiranya
mempunyai
kesempatan baik untuk dikembangkan di daerah tersebut juga akan berpengaruh pada fasilitas yang perlu dipersiapkan dalam pembangunan maupun program–program promosi.
xxiv
Setelah dikemukakan beberapa pengertian mengenai pariwisata, karena pariwisata tidak terlepas dari wisatawan sebagai perilaku dari suatu perjalanan maka akan dikemukakan pengertian dari wisatawan. Ada banyak batasan mengenai apa yang dimaksud dengan wisatawan. Dalam instruksi Presiden No. 9 tahun 1969 dinyatakan bahwa wisatawan adalah setiap orang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dari kunjungan itu (R.S. Darmardjati, 1995: 105). Menurut Soekadijo (1996) yang bisa dianggap sebagai wisatawan adalah: Mereka yang mengadakan perjalanan untuk bersenang–senang (Pleasure) kesenangan karena alasan keluarga, kesehatan dan lain–lain. Mereka yang mengadakan perjalanan–perjalanan untuk alasan pertemuan– pertemuan atau karena tugas–tugas tertentu (ilmu pengetahuan, tugas pemerintahan, diplomasi, agama, olahraga dan lain–lain). Mereka yang mengadakan perjalanan bisnis. Mereka yang datang dalam rangka perjalanan dengan kapal laut walaupun tinggal disuatu negara kurang dari 24 jam. Yang tidak dianggap sebagai wisatawan adalah : a. Mereka yang datang untuk memangku jabatan atau mengadakan usaha di suatu negara. b.
Mereka yang datang untuk menetap.
c. Penduduk daerah perbatasan dan orang yang tinggal di negara yang satu akan tetapi bekerja di negara tetangganya. d. Pelajar,
mahasiswa
dan
orang–orang
pemondokan dan di sekolah–sekolah. xxv
muda
ditempat–tempat
e. Wisatawan–wisatawan yang melewati suatu negara tanpa tinggal walaupun perjalanan tersebut berlangsung lebih dari 24 jam.
Jenis dan Bentuk Pariwisata Sesuai dengan potensi yang di miliki pada suatu negara, akan timbullah berbagai jenis dan bentuk pariwisata yang dikembangkan sebagai kegiatan yang kemudian mempunyai cirinya sendiri. Perbedaan antara bentuk pariwisata dengan jenis pariwisata lainnya, diperlukan untuk keperluan perencanaan dan pengembangan pariwisata itu sendiri dan kebijakan apa yang perlu menyertainya atau mendukungnya, sehingga jenis dan bentuk pariwisata yang dikembangkan akan dapat terwujud seperti diharapkan dari kepariwisataan itu. Hingga sekarang jenis dan bentuk pariwisata yang dikenal diantaranya adalah (Nyoman S.Pendit, 1986:36–42):
Jenis Pariwisata Wisata Budaya Suatu perjalanan yang dimaksudkan untuk mempelajari kebudayaan, adat istiadat suatu tempat atau negara. Sering kali perjalanan ini disatukan dengan terjun ke dalam kebudayaan tersebut. Wisata Kesehatan Suatu perjalanan yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan kesehatan baik jasmani maupun rohani. Dengan mengunjungi tempat peristirahatan, mata air panas, dataran tinggi dan lain–lain. Wisata Olah Raga Perjalanan
dengan
berolah
raga
atau
menyaksikan
suatu
penyelenggaraan pesta olah raga di suatu tempat atau negara. Wisata Komersial Suatu perjalanan untuk mengunjungi pameran dan pekan raya yang bersifat komersial, seperti pameran industri, pameran dagang. Wisata Industri Perjalanan yang banyak diikuti oleh rombongan pelajar atau mahasiswa untuk mengunjungi kawasan perindustrian. xxvi
Wisata Politik Perjalanan yang dilakukan untuk menyaksikan kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan suatu negara, misalnya ulang tahun negara tertentu. Wisata Konvensi Perjalanan selain untuk menghadiri suatu konvensi dimanfaatkan juga
untuk
melakukan
kunjungan
wisata.
Biasanya
hotel
menawarkan paket konvensi yang terdiri dari akomodasi termasuk konvensi, transportasi, juga acara wisata. Wisata Sosial Maksud dari wisata ini adalah pengorganisasian perjalanan murah dan mudah untuk memberi kesempatan kepada golongan masyarakat ekonomi lemah untuk mengadakan perjalanan. Wisata remaja termasuk dalam jenis ini. Wisata Pertanian Wisata ini adalah pengorganisasian perjalanan yang dilakukan ke proyek pertanian, perkebunan. Wisata Maritim atau Bahari Sinonim wisata tirta, merupakan suatu perjalanan yang banyak dikaitkan dengan olahraga air. Wisata Cagar Alam Banyak diselenggarakan oleh biro perjalanan yang mengkhususkan usaha dengan mengatur wisata ke dareah cagar alam, hutan lindung dan lain–lain. xxvii
Wisata Buru Jenis ini banyak dilakukan di negara yang memiliki daerah atau hutan tempat berburu yang dibenarkan oleh pemerintah dan digalakan oleh biro perjalanan. Wisata Pilgrim Merupakan
wisata
yang
banyak
dikaitkan
dengan
agama,
sejarah,adat istiadat. Wisata ini banyak dilakukan oleh perorangan atau kelompok ketempat suci, makam orang besar dan lain–lain. Wisata Bulan Madu Wisata yang diperuntukkan untuk pengantin baru.
Bentuk Pariwisata 1. Menurut asal wisatawan Parawisata Domestik, wisatawan hanya pindah tempat sementara di dalam lingkungan wilayah negaranya. Parawisata Internasional, kegiatan wisata yang berkembang diseluruh dunia. Menurut akibatnya terhadap neraca pembayaran Pariwisata Aktif, apabila kedatangan wisatawan dari luar negeri memberi efek positif terhadap neraca pembayaran luar negeri di negara yang dikunjungi.
xxviii
Pariwisata Pasif, apabila wisatawan dalam negeri pergi ke luar negeri sehingga memberi efek negatif terhadap neraca pembayaran luar negeri negaranya. Menurut jangka waktu Dikenal dengan pariwisata jangka pendek dan jangka panjang yang mana tergantung pada ketentuan yang diberlakukan oleh suatu negara. Pariwisata jangka panjang Pariwisata jangka pendek Menurut jumlah wisatawan Pariwisata tunggal, kegiatan yang dilakukan oleh satu orang. Pariwisata rombongan, Kegiatan wisata yang dilakukan dalam satu rombongan. Menurut alat angkut yang dipergunakan Dilihat dari pemakaian alat pengangkutan yang dipergunakan oleh wisatawan masuk dalam kategori ini : Pariwisata Udara, Pariwisata Laut, Pariwisata Kereta Api, Pariwisata Mobil. D. Industri Pariwisata Pariwisata adalah bentuk industri yang tidak mengambil alih industri lainnya di dalam negeri, melainkan suatu industri yang berdiri sendiri yang pada hakekatnya membantu serta mempercepat pertumbuhan industri–industri lainnya. Sebagai industri, pariwisata tidak menggali atau menghisap bahan baku kekayaan alam suatu negeri melainkan memberikan tambahan lapangan dan kesempatan kerja bagi anggota masyarakat di lingkungan di mana berada seperti dalam usaha akomodasi, restoran, pramuwisata, penterjemah dan bidang–bidang kerja atau jasa lainnya. xxix
Selanjutnya kepariwisataan juga memberikan sumbangan secara langsung kepada kemajuan secara terus–menerus terhadap usaha–usaha pembuatan pelabuhan–pelabuhan, jalan raya, pengangkutan setempat, program kebersihan atau kesehatan, proyek budaya dan kelestarian alam, dan sebagainya, ke semua ini dapat memberikan keuntungan dan kesenangan bagi masyarakat dalam lingkungan setempat, maupun bagi wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara. Pariwisata adalah suatu jasa atau pelayanan. Ciri–ciri ekonomis dan industri pariwisata menjelaskan dampaknya terhadap masyarakat tempat wisata. Ciri khas yang khusus untuk industri pariwisata yaitu (Spillane, 1994:39): 1. Produk pariwisata tidak dapat disimpan 2. Permintaan akan produk pariwisata sangat tergantung pada musim 3. Permintaan dipengaruhi oleh faktor luar dan pengaruh yang tidak dapat atau sulit diramalkan 4. Permintaan tergantung pada banyak motivasi yang rumit 5. Pariwisata sangat elastis akan harga dan pendapatan Penggolongan perusahaan–perusahaan yang dapat diklasifikasikan dalam industri pariwisata adalah sebagai berikut : 1. Perusahaan Pariwisata Utama Langsung Adalah
semua
perusahaan
yang
tujuan
pelayanannya
khusus
diperuntukkan bagi perkembangan kepariwisataan dan yang kehidupan usahanya memang benar–benar tergantung padanya. Apabila pemikiran untuk menggolongkan rincian perusahaan–perusahaan ini dipergunakan tema dengan istilah–istilah obyek sentra dan subyek sentra yaitu yang xxx
berkisar pada obyek dan subyek masing–masing maka pembagian perusahaan pariwisata ini tergantung pada kegiatan perusahaan tersebut. Perusahaan–perusahaan berikut adalah perusahaan yang tergolong dalam obyek sentral : a. Perusahaan akomodasi termasuk hotel, penginapan, homestay dan lain–lain. b. Tempat peristirahatan khusus bagi pengunjung yang sakit beserta kliniknya. c. Perusahaan angkutan pariwisata, adapun pengangkutan udara, laut dan darat yang telah ditetapkan sebagai sarana angkutan pariwisata. d. Perusahaan pengrajin atau manufaktur seperti perusahaan kerajinan tangan souvenir, kartupos bergambar, penerbitan buku– buku petunjuk kepariwisataan. e. Toko–toko penjual souvenir, seperti barang–barang kerajinan tangan atau benda–benda lain khusus untuk wisatawan. f. Usaha–usaha yang khusus menyediakan dan menyajikan tempat– tempat rekreasi dan hiburan lain khusus untuk wisatawan. g. Organisasi atau usaha, yang menyediakan guide, penerjemah, sekretaris, juru ketik, perlengkapan konvensi dan lain–lain. h. Klab atau lembaga yang khusus mempromosikan pariwisata dengan jalan mengelola, mengatur perbaikan dan kebersihan obyek–obyek
yang
dikunjungi
mancanegara. xxxi
wisatawan
nusantara
dan
Perusahaan pariwisata yang termasuk dalam kategori subyek sentra adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha agar orang menjadi tertarik untuk mengadakan perjalanan atau memberi kesempatan kepada mereka untuk menikmati perjalanan apabila mereka sendiri tidak mampu berbuat demikian. Perusahaan–perusahaan yang termasuk dalam kategori ini antara lain : a. Perusahaan penerbitan kepariwisataan yang memajukan promosi pariwisata secara umum maupun khusus. b. Usaha–usaha
yang
membiayai
kepariwisataan
seperti
bank
pariwisata (Travel Bank), usaha kredit pariwisata (Travel Credit), badan–badan yang membiayai wisata sosial atau wisata remaja. c. Perusahaan asuransi pariwisata seperti asuransi kecelakaan, sakit, biaya rumah sakit, kematian pada waktu mengadakan perjalanan. Kategori yang ketiga adalah perusahaan pariwisata yang menyangkut obyek maupun subyek pariwisata. Kegiatan dalam kehidupan usahanya adalah terdiri dari bentuk hubungan antara kedua kategori dua jenis perusahaan yang telah disebutkan di atas. Contoh dari perusahaan jenis ini adalah biro perjalanan umum dan agen perjalanan yang mempunyai dwifungsi yaitu keagenan pariwisata dan pengaturan perjalanan. Tugasnya membawa subyek pariwisata ke obyek pariwisata, dengan jalan menyajikan obyek tersebut bagi keuntungan wisatawan sebagai subyek atau dengan jalan mengatur obyek pariwisata yang dikehendaki oleh subyek pariwisata (disini fungsinya sebagai agen pariwisata atau agen perjalanan). xxxii
2. Perusahaan pariwisata sekunder tak langsung Merupakan perusahaan yang tidak sepenuhnya tergantung pada wisatawan belaka, melainkan juga sebagian diperuntukkan bagi masyarakat
setempat
misalnya
perusahaan
yang
kegiatannya
mengadakan dan menyediakan makanan dan minuman seperti restoran, warung, sate house, dan sebagainya (Nyoman S. Pendit, 1986:83). Wisatawan dalam perjalanannya tidak hanya memerlukan satu jenis pelayanan saja, melainkan memerlukan serangkaian jasa yang saling terkait dimana merupakan produk dari industri pariwisata. a. Hotel Dalam suatu perjalanan wisata wisatawan membutuhkan serta mengharapkan tempat bermalam yang memberikan kenyamanan, pelayanan yang baik dan lain–lain. Untuk itulah banyak berdiri hotel untuk
menyediakan
No.PM/PW.301/PHB.77
kebutuhan
tersebut.
SK
(Mangkuwerdoyo,1999:8)
Menhub
memberikan
definisi hotel sebagai suatu bentuk akomodasi yang dikelola secara komersial, disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan dan penginapan berikut makan dan minum. Hotel dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori sebagai berikut : 1)
Klasifikasi sesuai besar kecil hotel Pembagian klasifikasi ini ditentukan oleh banyaknya jumlah kamar yaitu : a) Hotel kecil, hotel yang mempunyai paling sedikit 25 kamar xxxiii
b) Hotel sedang, hotel dengan jumlah kamar 25 sampai 99 kamar c) Hotel di atas rata–rata, hotel yang mempunyai jumlah kamar 100 sampai 299 kamar d) Hotel besar, hotel yang mempunyai kamar lebih dari 300 kamar 2). Segi pelayanan tamu atau tipe tamu hotel a) Family hotel, hotel yang menerima tamu yang berupa keluarga. b) Business hotel, hotel yang menerima tamu berprofesi sebagai usahawan c) Tourist hotel, hotel yang tamu–tamunya adalah wisatawan d) Transit hotel, hotel yang memberikan tempat istirahat bagi tamu untuk sementara waktu. e) Hotel Cure, hotel yang disediakan bagi tamu yang bermaksud melakukan pengobatan. 3) Lama Tinggal Tamu a) Commercial hotels dimana tamu hotel dapat menginap untuk semalam atau kurang. b) Residental hotels, hotel yang diperuntukkan bagi tamu yang menginap dalam waktu minimal satu bulan. c) Semi Residental hotels, hotel yang menerima tamu baik yang menginap semalam maupun long stay. 4) Plan atau Harga jual xxxiv
a) The European Plan, hotel yang menjual harga untuk kamar saja b) The American Plan, hotel yang memberikan harga kamar termasuk makan. c) De–luxe Hotel, hotel dengan harga jual paling mahal d) First Class Hotel, hotel dengan harga jual menengah e) Economy Hotel, hotel dengan harga jual terendah 5) Hotel Berbintang a) Hotel bintang satu b) Hotel bintang dua c) Hotel bintang tiga d) Hotel bintang empat e) Hotel bintang lima f) Hotel berlian Pembagian ini dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Pariwisata, yang dilakukan tiga tahun sekali dengan tata cara pelaksanaan ditentukan oleh Direktorat Jendral Pariwisata. Adapun yang menjadi bahan pertimbangan adalah kenyamanan dan fasilitas, jumlah kamar, peralatan yang tersedia serta mutu pelayanan. 6) Lokasi atau Letak Hotel a) Resort Hotel, hotel yang terletak di daerah wisata misalnya tepi pantai, danau dan lain–lain. b) City Hotel, hotel yang terletak di dalam kota.
xxxv
c) Highway Hotel, hotel yang terletak dipinggir jalan raya atntar kota. 7) Lama Periode Operasi atau Length of Operating period a) Seasonal Hotel, hotel yang buka pada waktu musim tertentu misalnya musim panas, musim dingin, musim liburan dan lain–lainnya. b) Year Round Operating Hotel, hotel yang beroperasi sepanjang tahun. 8) Aktivitas Tamu Hotel a) Sport Hotel, hotel yang merupakan bagian dari komplek olah raga misalnya Hotel Century Senayan. b) Sky Hotel, hotel yang menampung orang–orang yang akan bermain ski. c) Covention Hotel, hotel sebagai bagian kompleks rapat, pertemuan, asosiasi dan lain–lain Peranan hotel dalam industri wisata antara lain : 1. Seseorang yang sedang melakukan perjalanan atau sedang berwisata tidak akan lepas dari kebutuhan dalam hidup yang paling pokok yaitu makan dan tidur. Hotel menyediakan jasa penginapan, makan dan minum serta jasa lainnya yang dimaksud untuk memenuhi kebutuhan hidup para wisatawan tersebut. 2. Hotel menggantikan fungsi rumah “ di luar rumah” (away home from home) bagi para wisatawan atau pelaku perjalanan, dengan berusaha memberikan : xxxvi
a. Rasa aman atau Secure b. Rasa kenyamanan yang menyenangkan atau Comfort c. Kesendirian atau Privacy 3. Hotel sebagaimana rumah adalah tempat awal atau basis seseorang dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan kehidupan sehari– hari seperti bekerja, bersantai, hidup bermasyarakat, berolah–raga dan lain–lain. Untuk memenuhi kebutuhan ini hotel menyediakan fasilitas serta sarana yang diperlukan seperti telepon, TV, Lobby, Komputer dan lain–lain. b. Biro Perjalanan Wisata Biro perjalanan wisata merupakan tahap dinamis gejala pariwisata,
karena
menyebabkan
bergeraknya
roda
industri
pariwisata mulai dari asal wisatawan sampai daerah tujuan wisata. Menurut Bab I–SK Dirjen Pariwisata No. Kep 16/U/II/88: pelaksanaan ketentuan usaha perjalanan, diberikan pengertian berikut (Oka A. Yoeti, 1997:27): 1) Usaha Perjalanan adalah kegiatan usaha yang bersifat komersial yang mengatur, menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan bagi seseorang, sekelompok orang, untuk melakukan perjalanan dengan tujuan utama berwisata. 2) Biro
Perjalanan
Umum
adalah
badan
usaha
yang
menyelenggarakan kegiatan usaha perjalanan ke dalam negeri dan ke luar negeri.
xxxvii
3) Cabang Biro Perjalanan Umum adalah salah satu unit usaha Biro Perjalanan Umum yang berkedudukan di wilayah yang sama dengan kantor pusatnya atau wilayah lain, yang melakukan kegiatan kantor pusatnya. 4) Agen Perjalanan adalah badan usaha yang menyelenggarakan usaha perjalanan yang bertindak sebagai perantara di dalam menjual atau mengurus jasa untuk melakukan perjalanan. 5) Perwakilan adalah Biro Perjalanan Umum, Agen Perjalanan, badan usaha lainnya atau perorangan yang ditunjuk oleh suatu Biro Perjalanan Umum yang berkedudukan di wilayah lain untuk melakukan kegiatan yang diwakilkan baik secara tetap maupun tidak tetap. Apabila kita perhatikan batasan tersebut di atas maka kita memperoleh dua pengertian, bahwa disamping agen perjalanan (Travel Agent) dijumpai pula biro perjalanan (Travel Bureau) yang mempunyai kegiatan berbeda satu dengan yang lain. Ruang lingkup kegiatan Biro Perjalanan Umum meliputi : a) Membuat, menjual dan menyelenggarakan paket wisata b) Mengurus
dan
melayani
kebutuhan
jasa
angkutan
bagi
perorangan dan kelompok orang yang diurusnya. c) Melayani pemesanan akomodasi, restoran dan sarana wisata lainnya. d) Mengurus dokumen perjalanan. e) Menyelenggarakan panduan perjalanan wisata. xxxviii
f) Melayani penyelenggaraan konvensi. Sedangkan ruang lingkup Agen Perjalanan mencakup kegiatan usaha: a) Menjadi perantara di dalam pemesanan tiket angkutan udara, laut dan darat. b) Mengurus dokumen perjalanan. c) Menjadi perantara di dalam pemesanan akomodasi, restoran dan sarana wisata lainnya. d) Menjual paket–paket wisata yang dibuat oleh Biro Perjalanan Umum. Sejalan dengan tugas Biro Perjalanan Wisata, yang dicari wisatawan dari sebuahpaket wisata pada dasarnya mencakup (1) Hal–hal yang menarik perhatian para wisatawan (attractions) termasuk kesan (image) dari wisatawan.(2) Fasilitas yang diperlukan ditempat tujuan wisata tersebut misalnya akomodasi, makan–minum, support industries. (3) Infrastruktur termasuk semua konstruksi di bawah dan di atas tanah dari suatu wilayah atau daerah. (4) Daerah tujuan wisata mudah dijangkau dan tersedia alat transportasi yang memadai (5) Wisatawan sedang berada dalam lingkungan yang tidak mereka kenal, maka kepastian atau jaminan keamanan sangat penting, keramahtamahan dan keamanan menjadi sangat penting (Spillane, 1994:63). Kondisi pariwisata pada saat ini jauh lebih buruk dari tahun–tahun sebelumnya. Kondisi ini membawa dampak negatif xxxix
kepada Biro Perjalanan Wisata (BPW). Beberapa BPW berusaha mencari jalan keluar dengan menawarkan paket–paket wisata yang murah. Misalnya untuk perjalanan keluar negeri, BPW bekerjasama dengan hotel–hotel diluar negeri untuk mendapatkan harga yang lebih murah. Paket–paket wisata murah ini juga dijalankan di dalam negeri. Misalnya bekerja sama dengan hotel–hotel dan dengan perusahaan penerbangan untuk mendapatkan harga yang murah. Secara umum peran BPW dalam masa sulit ini bisa dilihat dari dua sisi, yaitu inbound dan ticketing. Dari sisi inbound, ada dua hal yang dilakukan. Pertama, meyakinkan bahwa kondisi Indonesia aman kepada wisatawan asing. Banyak wisatawan mancanegara tidak mau masuk Indonesia karena faktor keamanan. Dalam hal ini BPW berusaha meyakinkan wisatawan luar negeri melalui mitra luar bahwa kondisi Indonesia sebetulnya aman. Mereka tidak perlu takut untuk melakukan perjalanan ke Indonesia. Kedua BPW berusaha membuat Indonesia lebih menarik dengan membuat paket–paket yang menarik dan harga yang kompetetif. Dari sisi ticketing, BPW bekerja sama dengan penerbangan dengan membuat paket–paket wisata ke beberapa daerah tujuan wisata seperti Bali, Yogyakarta, Bandung, Solo dan sebagainya. Karena untuk membuat paket–paket ke luar negeri cukup sulit mengingat kurs yang berfluktuasi, sehingga wisatawan nusantara sulit ke luar negeri. Dengan demikian, BPW mengkonsentrasikan penanganan wisatawan nusantara untuk melakukan perjalanan dalam negeri. Biasanya untuk perjalanan ke xl
luar negeri BPW bekerja sama dengan hotel–hotel diluar negeri dan penerbangan supaya mendapatkan harga lebih murah (Elly Hutabarat, dalam Ayok Pitoyo :2001;16). c. Obyek Wisata Obyek wisata lebih dikenal dengan istilah tourist attractions, yaitu segala sesuatu yang menjadi obyek bagi orang untuk mengunjungi suatu daerah tertentu. Attraction merupakan pusat dari industri pariwisata, menurut pengertiannya
mampu
menarik
wisatawan
yang
ingin
mengunjunginya. Suatu tempat tujuan primer (Primary Desnation) adalah tempat atau lokasi yang sangat menarik perhatian wisatawan dan merupakan obyek pokok perjalanannya. Sedangkan stopover destination adalah suatu tempat yang menarik atau perlu dikunjungi ketika sedang menuju Primary destination.
E. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan yang di peroleh dari potensi daerah dan dikelola oleh pemerintah daerah. Pendapatan Asli Daerah ini merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Pendapatan Asli Daerah secara garis besar terdiri dari komponen–komponen (Sutrisno PH, 1988: 187 – 193): Pajak Daerah Retribusi Daerah xli
Bagian laba Badan Usaha Milik Daerah Penerimaan dari dinas–dinas daerah Penerimaan lain–lain Batasan pengertian mengenai pendapatan asli daerah menurut Sutrisno P.H.(1988) ialah merupakan suatu pendapatan yang menunjukkan kemampuan suatu daerah dalam menghimpun sumber–sumber dana untuk membiayai kegiatan daerah. Jadi pengertian pendapatan asli daerah dapat dikatakan sebagai pendapatan rutin dari usaha–usaha pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi–potensi sumber keuangannya untuk membiayai tugas– tugas dan tanggung jawabnya. Uraian secara rinci tentang komponen–komponen pendapatan asli daerah adalah : Pajak Daerah Pengenaan pajak terhadap wajib pajak merupakan hal paling penting yang tidak menyenangkan bagi hampir sebagian besar masyarakat. Hal ini memang tidak terbantahkan karena pajak yang dipungut merupakan imbal balik dari kegiatan–kegiatan yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam menyediakan prasarana dan pelayanan jasa kepada masyarakat. Pembagian Pajak Menurut Golongan Pembagian pajak menurut golongan dapat dibagi menjadi dua jenis yakni(Soetrisno P.H.,1988 : 187–193): 1). Pajak Langsung Pengertian pajak langsung ditinjau dari segi tata usaha atau administrasi negara adalah pajak yang dikenankan berdasarkan atas surat ketetapan pajak dan pengenaannya dilakukan secara berkala misalnya tiap–tiap tahun (pada waktu tertentu). Ditinjau dari segi xlii
ekonominya, pajak langsung adalah pajak yang beban pajaknya tidak dapat digeser atau dikembalikan kepada orang lain. Misalnya pajak kekayaan, pajak perseroan, pajak rumah tangga. 2). Pajak Tidak Langsung Pengertian pajak tidak langsung ditinjau dari segi tata usaha atau administrasi negara adalah pajak yang pemungutannya tidak dilakukan
berdasarkan
atas
surat
ketetapan
pajak
atau
pengenaannya tidak dilakukan secara berkala. Dalam artian ekonomisnya, pajak tidak langsung adalah pajak yang beban pajaknya dapat digeserkan kepada orang lain, misalnya pajak penjualan, cukai, bea materai, bea lelang. Pedoman Pemungutan Pajak Prinsip yang dikenal dalam pengenaan atau pemungutan pajak ada empat macam, seperti yang dikenalkan oleh Adam Smith tentang pengenaan pajak yang baik (Smith’s Canons), meliputi (M. Suparmoko, 1992:97): 1) Prinsip Kesamaan (Equity) Beban pajak yang akan dikenakan harus sesuai dengan keadaan relatif dari setiap wajib pajak. Perbedaan dalam tingkat penghasilan harus digunakan sebagai pedoman dalam beban distribusi beban pajak itu, sehingga bukan beban pajak dalam artian uang tetapi beban nyata dalam kepuasan yang hilang. 2) Prinsip Kepastian (Certanity)
xliii
Pajak hendaknya tegas, jelas dan pasti bagi setiap wajib pajak, sehingga mudah dimengerti oleh mereka dan juga akan memudahkan administrasi. 3) Prinsip Kecocokan (Convenience). Pengenaan pajak jangan sampai terlalu menekan wajib pajak, sehingga wajib pajak akan dengan suka dan senang hati melakukan pembayaran pajak kepada pemerintah. 4) Prinsip Ekonomis Pengenaan pajak menimbulkan kerugian yang minimal, jangan sampai biaya pemungutannya lebih besar dari pada jumlah penerimaan pajaknya. Pajak Negara dan Pajak Daerah Sebenarnya tidak ada perbedaan yang begitu mendasar antar kedua kata tersebut di atas, karena pengertian pajak daerah memang sama seperti pajak negara hanya perbedaannya terletak pada : Pajak negara ditetapkan dan dikelola oleh pemerintah pusat (dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak). Pajak umumnya digunakan oleh pemerintah pusat tetapi ada pula yang penggunaannya diserahkan kepada daerah. Pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah atau pajak negara yang pengelolaan dan penggunaannya diserahkan kepada daerah. Selanjutnya dalam pasal 6 peraturan umum pajak daerah disebutkan batasan–batasan serta asas–asas pajak daerah, sebagai berikut:
xliv
Barang–barang keperluan hidup sehari–hari tidak boleh langsung dikenakan pajak daerah. 2. Pajak daerah tidak boleh merupakan rintangan akan keluar masuknya atau pengangkutan barang ke dalam dan ke luar daerah. 3. Dalam peraturan pajak daerah tidak boleh diadakan pembedaan atau pemberian
keistimewaan
yang
menguntungkan
perseorangan,
golongan dan keagamaan. 4. Duta atau konsul asing, demikian pula orang–orang yang termasuk kedutaan atau konsulat asing tidak boleh diberi pembebasan dari pajak daerah selain dengan keputusan presiden (Soetrisno P.H, 1988:203– 205). Retribusi Daerah Pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat telah menyediakan berbagai macam hal, padahal kegiatan ini memerlukan biaya–biaya tentu saja menuntut pembayaran kembali akan penyediaan fasilitas ini dikenakan kepada masyarakat. Hal pembayaran kembali kepada pemerintah oleh masyarakat atas pemakaian barang dan jasa yang telah disediakan ini lebih dikenal dengan retribusi. Antara retribusi dengan pajak mempunyai perbedaan sifat yang dimiliki. Perbedaan tersebut terletak pada balas jasa yang diberikan kepada wajib pajak atas pungutan tersebut. Pada pungutan pajak, wajib bayar tidak mendapatkan imbalan langsung, namun untuk retribusi mendapatkan balas jasa langsung. Semakin berkembangnya suatu daerah akan banyak pula jenis retribusi yang dapat dipungut oleh daerah itu. Karena makin berkembangnya suatu daerah maka makin banyak fasilitas atau jasa yang disediakan oleh pemerintah setempat untuk kegiatan masyarakatnya. Pemerintah daerah memang mempunyai kebebasan yang telah banyak dalam memungut retribusi lebih besar dari pada pajak, karena lapangan retribusi daerah berhubungan dengan pengganti jasa atau fasilitas yang dibebani oleh daerah.
Bagian Laba Perusahaan Daerah Perusahaan daerah adalah sarana yang dipakai pemerintah daerah di dalam mengemban pelaksanaan pasal 33 ayat 2 Undang–Undang Dasar 1945, sebab cabang–cabang yang penting bagi daerah dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, perusahaan daerahlah yang mengusahakan oleh karenanya tugas berat yang harus dibawa oleh peraturan daerah adalah seimbang dengan hak–hak yang dimiliki. Badan Usaha Pemerintah Daerah mencakup berbagai aspek pelayanan kepada masyarakat, menyelenggarakan kemanfaatan umum, dan memberikan sumbangan bagi ekonomi daerah yang keseluruhannya harus dilaksanakan berdasarkan asas–asas ekonomi perusahaan yang sehat.
Penerimaan Dinas–Dinas Daerah dan Penerimaan Lain–lain xlv
Penerimaan dinas–dinas daerah adalah penerimaan yang diterima oleh dinas–dinas daerah yang secara langsung memberikan jasa pelayanan dan jasa perijinan kepada masyarakat, tidak termasuk dinas pendapatan daerah. Penerimaan lain–lain adalah bagian penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang tidak termasuk pos penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba Badan Usaha Pemerintah Daerah dan penerimaan dari dinas–dinas daerah termasuk sebagai penerimaan lain–lain adalah penerimaan dari sewa rumah dan gedung milik daerah, hasil penjualan barang–barang bekas daerah, usaha yang dilakukan oleh aparat pemerintah daerah yang membuka perusahaan daerah untuk menghasilkan jasa yang dapat dipergunakan masyarakat, serta usaha lainnya dari daerah yang sifatnya tidak rutin.
F. Peranan Industri Pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah Pariwisata adalah keseluruhan fenomena dan hubungan–hubungan yang ditimbulkan oleh kegiatan perjalanan dan berdiamnya orang–orang yang bukan merupakan penduduk setempat, dengan syarat tidak menetap di daerah tujuan dan melakukan pekerjaan yang menghasilkan upah. Aggaran Daerah adalah suatau rencana yang berisi tentang rencana kegiatan yang akan dilakukan oleh daerah yang bersangkutan, yang mana mencakup kegiatan yang bersifat rutin maupun kegiatan pembangunan dari berbagi tingkatan untuk jangka panjang waktu tertentu yang dinyatakan dengan uang (Kodhat, dalam Ayok Pitoyo, 2001:9). Salah satu sumber pendapatan yang nantinya akan digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan tersebut berasal dari pendapatan daerah, di mana pendapatan asli daerah termasauk di dalamnya. Pendapatan asli daerah diharapkan bisa memberikan sumbangan dalam membiayai kegiatan– kegiatan daerah, dan juga diandalkan untuk meningkat secara riil. Usaha peningkatan pendapatan asli daerah dijalankan melalui penggalian potensi sumber pendapatan. Penerimaan sektor pariwisata merupakan bagian yang melibatkan kegiatan–kegiatan seperti obyek wisata yang menyumbang retribusi, atraksi wisata dan hiburan serta kegiatan pendukungnya seperti penginapan, biro perjalanan wisata dan tontonan. xlvi
Berkembangnya pariwisata akan berakibat ganda terhadap sektor lainnya, seperti bidang pertanian, peternakan, kerajinan rakyat, mebel, tekstil dan sektor lainnya yang mana produknya diperlukan untuk menunjang perkembangan pariwisata seperti hotel dan restaurant. Maka perkembangan pariwisata selain akan menaikkan penerimaan sektor pariwisata juga akan menimbulkan peningkatan aktifitas di luar sektor pariwisata yang akhirnya akan menambah peningkatan pendapatan masyarakat dan penerimaan daerah. Seiring
dengan
kedatangan
wisatawan
baik
wisatawan
mancanegara maupun wisatawan nusantara ke obyek wisata di daerah tertentu, maka pendapatan dari sektor pariwisata akan meningkat, karena wisatawan pasti akan menggunakan fasilitas–fasilitas yang ada di daerah tujuannya, seperti hotel, biro perjalanan wisata, obyek–obyek wisata. Hal ini sesuai dengan tujuan pembangunan di bidang kepariwisataan untuk meningkatkan pendapatan dari industri pariwisata. Selanjutnya kepariwisataan juga memberikan sumbangsihnya secara langsung kepada kemajuan–kemajuan secara berkesinambungan terhadap usaha–usaha pembuatan atau perbaikan–perbaikan jalan, jembatan, pelabuhan, pengangkutan setempat, program–program kebersihan atau kesehatan, proyek sarana budaya, kelestarian lingkungan dan sebagainya, yang kesemuanya dapat memberikan keuntungan dan kesenangan baik bagi masyarakat dalam lingkungan daerah wilayah yang bersangkutan maupun bagi wisatawan. Selain itu pembangunan pariwisata berpengaruh pada
xlvii
perubahan dalam masyarakat yang berhubungan dengan pendapatan dan distribusi pendapatan. Industri pariwisata selain membutuhkan kamar untuk menginap, makanan dan minuman, jasa biro perjalanan wisata dan lain–lain, juga memerlukan prasarana ekonomi seperti jalan, terminal, jembatan dan sebagainya. Kebutuhan lain yang dirasakan perlu yakni prasarana yang bersifat pelayanan umum seperti pembangkit listrik, penyediaan air bersih, olah raga dan rekreasi, pos dan telekomunikasi, bank, money changer dan lain–lain. Dengan sarana dan prasarana tersebut akan timbul pengenaan pajak dan retribusi baik secara langsung maupun tidak langsung bagi pemakai jasanya. Semakin bertambahnya hotel, rumah makan dan biro perjalanan berarti pajak yang masuk sebagai Pendapatan Asli Daerah akan meningkat, demikian halnya dengan bertambahnya pemakaian prasarana jalan, air, listrik dan rekreasi, maka retribusi yang masuk ke atas daerah akan semakin banyak.
G. Visi, Misi, dan Tujuan Pembangunan Visi Visi pembangunan daerah Pemerintah Kota Surakarta adalah : mewujudkan citra Kota Solo sebagai Kota Budaya yang didukung oleh jasa pariwisata, perdagangan, industri yang bertumpu pada hasil kerajinan rakyat, perdagangan, industri yang bertumpu pada hasil
xlviii
kerajinan rakyat, dalam tata kehidupan perkotaan yang kondusif, merangsang kehidupan kreatif, produktif dan mandiri.
Misi Pembangunan Misi pembangunan Pemerintah Kota Surakarta adalah : a. Mewujudkan SDM yang berkualitas ─Faktor pendukung adalah: Tersedianya lembaga–lembaga pelatihan atau pendidikan. 2) Tumbuhnya lembaga pendidikan tinggi yang berkualitas. 3) Tersedianya paket program pendidikan atau latihan yang memadai. ─Faktor penghambat adalah : 1) Produktif aparatur pemerintah dan angkatan kerja rendah. Biaya pendidikan yang relatif tinggi. Minat mengikuti pendidikan kejuruan masih rendah. Terbatasnya tenaga pendidikan atau pelatih yang professional. b. Melestarikan dan mengembangkan Budaya Daerah ─Faktor pendukung 1) Merupakan pusat budaya atau kesenian Jawa.
2) Adanya lembaga pendidikan STSI, SMKI, SMSR. 3) Banyaknya budayawan, seniman atau seniwati. ─Faktor penghambat 1) Masih rendahnya apresiasi nilai budaya tradisional. 2) Keterbatasan promosi seni budaya tradisional. 3) Dampak negatif budaya asing yang semakin besar. xlix
c. Menjadikan Kota Solo sebagai pintu gerbang pariwisata ─Faktor Pendukung
1) Meningkatkan jumlah wisata mancanegara atau wisata nusantara. 2) Tumbuhnya biro–biro perjalanan wisata. 3) Banyaknya obyek wisata budaya. ─Faktor Penghambat 1) Paket wisata Jawa Tengah belum dikemas dengan baik. 2) Pusat kesenian Jawa Tengah belum dibina secara insentif. 3) Konvensi bangunan bersejarah dan cagar budaya di Solo kurang. 4) Belum memiliki pola pendayagunaan bangunan bersejarah dan cagar budaya menjadi aset wisata. d) Meningkatkan sarana dan prasarana ekonomi kota. ─Faktor Pendukung
1) Tersedianya sarana perdagangan dan perbankan. 2) Tersedianya cargo terminal dan stasiun peti kemas. ─Faktor Penghambat 1) Keterbatasan dana. 2) Penataan pasar dan PKL belum dilaksanakan dengan optimal. 3) Pemanfaatan cargo terminal dan stasiun peti kemas belum optimal. e) Menjadikan Surakarta sebagai kota perdagangan atau jasa pelayanan. ─Faktor Pendukung l
1) Tersedianya pasar dan banyaknya bank di Solo. 2) Letak Kota Solo yang strategis. 3) Tersedianya cargo terminal dan stasiun kereta api. 4) Dibangunnya Ring Road Utara. 5) Kota Solo sebagai pusat Wilayah Pariwisata VII Jawa Tengah. ─Faktor Penghambat 1) Keterbatasan wilayah administratif. 2) Masih rendahnya inovasi dan rekayasa usaha. 3) Rendahnya daya saing. f) Membina dan mengembangkan industri kecil kerajinan rakyat. ─Faktor Pendukung
1) Pelatihan
kewiraswastaan
dan
peningkatan
produktivitas. 2) Pendidikan
pelatihan
atau
manajemen
melalui
inkubator. 3) Adanya bursa hasil industri yang memadai. 4) Adanya koperasi industri kecil atau kerajinan rakyat. ─Faktor Penghambat 1) Rendahnya tingkat pendidikan basic usaha atau pengrajin. 2) Kualitas manajemen pengolahan masih sederhana. 3) Lemahnya daya asing di pasar bebas. li
4) Daerah pemasaran yang masih terbatas (lokal). g) Meningkatkan tata kehidupan kota yang tertib, berdasarkan peraturan dan norma–norma yang berlaku. ─Faktor Pendukung
1) Sikap masyarakat yang paternalistik 2) Tersedianya peraturan dan kepastian hukum 3) Tersedianya perangkat pelaksana 4) Penyuluhan atau sarasehan pelaksana ─Faktor Penghambat 1) Sebagian masyarakat belum tertib. 2) Masih adanya tindakan warga yang menghakimi sendiri 3) Masih adanya oknum menyalahgunakan tugas dan wewenang 3. Tujuan Pembangunan Tujuan pembangunan daerah pemerintah kota Surakarta adalah mencapai “SALA KUNCARA”, di mana dalam mencapai tujuan tersebut ditempuh suatu strategi unggulan yang disebut sebagai “PANCA KRIDA UTAMA”, yaitu menjadikan: a. Surakarta sebagai Kota Budaya b. Surakarta sebagai Kota Tujuan Wisata atau Pintu Gerbang Wisata Jawa Tengah. c. Surakarta sebagai Pusat Perdagangan dan Jasa d. Surakarta sebagai Kota Industri, utamanya industri kecil atau kerajinan rakyat e. Surakarta sebagai Kota Pendidikan dan Ketrampilan. lii
Program ini merupakan suatu idealisme masyarakat Solo yang didasarkan pada potensi–potensi yang selama ini belum berkembang nyata dalam kehidupan masyarakat. Panca Krida Utama dapat disebut sebagai program kerja jangka menengah Pemerintah Kota Surakarta dengan harapan bilamana terwujud akan menempatkan Kota Solo sebagai salah satu kota di wilayah Indonesia yang mampu mengumandangkan nilai–nilai luhur bangsa. Dalam operasional program jangka menengah tersebut di dasari program jangka pendek yang diharapkan mampu merintis sasaran yang hendak dicapai. Program jangka pendek yang dimaksud adalah program “BERSERI” yaitu sebagai gerakan untuk mewujudkan kota Solo yang bersih sehat, rapi dan indah. Bersih secara fisik maka kebersihan merupakan syarat mutlak menumbuhkan daya tarik pendatang dan menumbuhkan rasa nyaman bagi setiap insan yang tinggal di Solo. Sehat berati kondisi kota yang bersih dengan sendirinya akan memberikan dampak kesehatan lingkungan. Kota yang rapi tidak hanya berarti suasana melainkan meliputi faktor keamanan, ketertiban dan keserasian lingkungan akan lebih mempertebal suasana nyaman di kota. Keindahan dalam penampilan akan merupakan daya tarik tersendiri bagi para pengunjung sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh wisatawan. Dengan membudayakan kehidupan BERSERI pada seluruh warga masyarakat kota akan merupakan sarana landasan untuk meningkatkan kepariwisataan daerah.
liii
H. Hasil Penelitian Terdahulu 1. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Adi Surahman (1998), mengenai “Analisis pengaruh sub sektor pariwisata terhadap Produk Domestik Bruto dan kesempatan kerja sektor pariwisata di Indonesia”. Alat analisis yang digunakan adalah regresi berganda. Dari penelitian di peroleh kesimpulan bahwa PPl, Retribusi, Investasi, hotel, restaurant Bpw, Wisatawan berpengaruh positif terhadap Produk Domestik Bruto. 2. Penelitian lain dilakukan oleh Ayok Pitoyo (2001) mengadakan penelitian mengenai
“Analisis
Perkembangan
Industri
Pariwisata
dan
Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta”. Dengan menggunakan alat analisis trend linear diperoleh kesimpulan bahwa pendapatan asli daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta selalu meningkat dari tahun ke tahun yang dibuktikan oleh arah condong garis Y positif dan disimpulkan bahwa jumlah wisatawan, akomodasi dan transportasi berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah. Dari hasil penelitian yang sama dengan analisis yang berbeda diperoleh kesimpulan bahwa jumlah transportasi berpengaruh negatif, sedangkan jumlah akomodasi berpengaruh positif terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara. Sedangkan penelitian yang lain diperoleh kesimpulan bahwa jumlah transportasi berpengaruh negatif, dan jumlah akomodasi berpengaruh positif terhadap lama tinggal wisatawan nusantara.
BAB III liv
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Deskripsi Wilayah 1. Aspek Geografis Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan kota “Solo” merupakan salah satu kota di Propinsi Jawa Tengah yang mempunyai potensi cukup tinggi dalam hal Pariwisata, ekonomi, sosial, Politik, pendidikan serta kebudayaan. Letak geografis kota Solo terletak antara 110o45’35” bujur timur dan antara 7o36’–7o56’ lintang selatan. Dengan luas daerah kurang lebih 4.404.0593 Ha. Surakarta merupakan daerah dataran rendah yang berada pada ketinggian ± 92 m di atas permukaan laut dan berada pada pertemuan sungai Pepe, Jenes dan Bengawan Solo serta mempunyai suhu udara rata–rata 21,9oC – 32,5oC. Dengan tekanan udara rata–rata 1010,9 MBS, dan kelembaban udara 71% dengan ketinggian angin 4 knot dan arah angin 240 derajat. Kota Surakarta dibatasi : Sebelah Utara
:
Berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali.
Sebelah Timur
:
Berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar.
Sebelah Selatan :
Berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo.
Sebelah Barat
Berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan
:
Kabupaten Karanganyar.
2. Keadaan Iklim 54 lv
Suhu
udara
Kota
Surakarta
maksimumnya
32,5oC
dan
minimumnya 21,9oC, rata–rata tekanan udara 1010,9 MBS, kelembaban udara 71%, kecepatan angin 04 knot, dan arah angin 240 derajat. 3. Keadaan Tanah Wilayah Kota Surakarta secara umum keadaannya datar, hanya sebagian utara dan timur agak bergelombang dengan ketinggian kurang dari 92 meter di atas permukaan air laut. Jenis tanah sebagian tanah liat termasuk Regosol kelabu, Alluvial, di wilayah bagian utara tanah liat Grumosol serta wilayah bagian timur laut tanah litosol Mediteran. 4. Dasar Hukum Sebutan atau nama Kota Surakarta baru di mulai adanya Undang–undang No.18 Tahun 1965 tanggal 1 september 1965 dan ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966 dan sejak lahir telah mengalami tujuh kali periode atau perubahan sebutan nama. 5. Pembagian Wilayah Administrasi Kota Surakarta terdiri dari 5 Kecamatan yaitu : Laweyan (11 Kelurahan), Serengan (7 Kelurahan), Pasar Kliwon (9 Kelurahan), Jebres (11 Kelurahan),Banjarsari (13 Kelurahan) dengan masing–masing luas wilayah, jumlah penduduk dan tingkat kepadatan tiap–tiap kecamatan dijelaskan dalam tabel 3.1. Kelurahan yang tersebar dalam 5 Kecamatan itu adalah : a.
Kecamatan Laweyan terdiri dari Kelurahan Pajang, Kelurahan Laweyan, Kelurahan Bumi, Kelurahan Panularan, Kelurahan Penumping, Kelurahan Sriwedari, Kelurahan Purwosari, Kelurahan Sondakan, Kelurahan Kerten, Kelurahan Karangasem dan Kelurahan Jajar.
b. Kecamatan Serengan terdiri dari Kelurahan Joyotakan, Kelurahan Damukusuman, Kelurahan Serengan, Kelurahan Tipes, Kelurahan Kratonan, Kelurahan Jayengan dan Kelurahan Kemlayan. c. Kecamatan Pasar Kliwon terdiri dari Kelurahan Joyosuran,Kelurahan Semanggi, Kelurahan Pasar Kliwon, Kelurahan Gajahan, Kelurahan Baluwarti, Kelurahan Kampung Baru, Kelurahan Kedung Lumbu, Kelurahan Sangkrah dan Kelurahan Kauman. lvi
d. Kecamatan Jebres terdiri dari Kelurahan Kepatihan Kulon, Kelurahan Kepetihan Wetan, Kelurahan Sudiriprajan, Kelurahan Gandekan, Kelurahan Sewu, Kelurahan Pucang Sawit, Kelurahan Jagalan,
Kelurahan
Purwodiningratan,
Kelurahan
Tegalharjo,
Kelurahan Jebres dan Kelurahan Mojosongo. e. Kecamatan Banjarsari terdiri dari Kelurahan Kadipiro, Kelurahan Nusukan, Kelurahan Gilingan, Kelurahan Stabelan, Kelurahan Kestalan, Kelurahan Keprabon, Kelurahan Timuran, Kelurahan Katelan,
Kelurahan
Punggawan,
Kelurahan
Mangkubumen,
Kelurahan Manahan, Kelurahan Sumber dan Kelurahan Banyuanyar.
lvii
Tabel III.1 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Sex Ratio dan Tingkat Kepadatan Tiap Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2000. No
Kecamatan
Luas Wilayah (Km2)
Jumlah Penduduk
Sex
Tingkat Kepadatan (Per Km2)
Ratio 1 2 3 4 5
Laweyan 8,638 106,429 975 12.321 Serengan 3,194 61,754 961 19.334 Pasar Kliwon 4,815 84,535 959 17.557 Jebres 12,582 135,764 966 10.790 Banjarsari 14,811 161,769 962 10.922 Kota 44,04 550,251 965 12.494 TH 1999 44,04 546,469 964 12.408 TH 1998 44,04 542,832 960 12.326 TH 1997 44,04 539,387 958 12.248 TH 1996 44,04 536,005 957 12.171 Sumber :Surakarta dalam Angka 2000, Kantor Statistik Kota Surakarta. Angka Sex Ratio menunjukkan perbandingan bahwa setiap 1000 orang jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan terdapat jumlah penduduk berjenis kelamin laki–laki yaitu angka–angka Sex Ratio dalam tabel di atas. Untuk Kota Surakarta dalam tahun 2000 setiap 1000 penduduk perempuan terdapat 965 penduduk laki–laki.
B. Aspek Demografi 1. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin. Jumlah penduduk Kota Surakarta menurut kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2000 dapat di lihat dalam tabel III.2 sebagai berikut:
lviii
Tabel III.2. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota Surakarta tahun 2000. Kelompok Umur Banyaknya Penduduk Jumlah Laki–laki Perempuan 0–4 39.845 46.622 80.471 5–9 27.920 28.634 56.554 10 – 14 27.387 28.317 55.704 15 – 19 28.778 29.665 58.443 20 – 24 29.880 31.466 61.346 25 – 29 28.834 29.435 58.269 30 – 39 28.186 29.499 57.685 40 – 49 25.317 25.914 51.231 50 – 59 19.433 21.266 40.699 60+ 14.520 15.329 29.849 Jumlah Penduduk 270.104 280.147 550.251 Sumber :Surakarta dalam Angka 2000, Kantor Statistik Kota Surakarta
2. Depedency Ratio (Rasio Ketergantungan) Rasio ketergantungan adalah perbandingan antara jumlah penduduk di bawah usia 15 tahun dan jumlah penduduk di atas usia 60 tahun yang merupakan penduduk tidak produktif terhadap jumlah penduduk usia 15–59 tahun yang merupakan penduduk usia produktif, rumusnya : (Penduduk Usia 0–14) + (Penduduk Usia 60 tahun lebih) DR =
x 100 (Penduduk usia 15–59 tahun)
192.729 + 29.849 DR =
x 100 327.673
DR = 67,9 Dari perhitungan Dependency Ratio di atas menunjukkan angka 67,9. Berarti setiap 100 penduduk Kota Surakarta yang produktif akan menanggung 68 penduduk yang tidak produktif. C. Aspek Sosial Ekonomi. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Kota Surakarta dapat di lihat dalam tabel III.3 sebagai berikut : lix
Tabel III.3 Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kota Surakarta Tahun 2000. Tingkat Pendidikan Jumlah Prosentase (%) Tamat Akademi/PT 25.481 5,44 Tamat SLTA 89.376 19,08 Tamat SLTP 96.267 20,55 Tamat SD 107.525 22,95 Tidak Tamat SD 48.818 10,42 Belum Tamat SD 72.333 15,44 Tidak Sekolah 28.728 6,13 Jumlah 468.523 100 Sumber :Surakarta dalam Angka 2000, Kantor Statistik Kota Surakarta. 1. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk Kota Surakarta menurut jenis lapangan kerja adalah : petani, buruh tani, nelayan, pengusaha, buruh industri, buruh bangunan, pedagang, pengangkutan,Pegawai Negeri Sipil atau ABRI, pensiunan dan lain–lain yang secara rinci dapat di lihat dalam tabel III.4 berikut ini : Tabel III.4. Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota Surakarta Tahun 2000. Mata Pencaharian Jumlah Penduduk Prosentase (%) Petani Sendiri 350 0,09 Buruh Tani 394 0,1 Nelayan 0 0 Pengusaha 6.679 1,75 Buruh Industri 69.571 18,25 Buruh Bangunan 60.764 15,94 Pedagang 22.079 5,79 Pengangkutan 15.858 4,16 PNS atau ABRI 24.654 6,47 Pensiunan 16.235 4,26 Lain–lain 164.548 43,17 Jumlah 381.132 100 Sumber : Surakarta dalam Angka 2000, Kantor Statistik Kota Surakarta. Secara umum angkatan kerja di Kota Surakarta bekerja pada bidang buruh industri. Hal ini terlihat dari prosentase jumlah penduduk yang bekerja sebagi buruh industri sebesar 18,25% yang kemudian di susul dengan buruh bangunan sebesar 15,94%.
lx
Dari tabel tersebut dapat diketahui pula penduduk yang bekerja sebagai nelayan adalah tidak ada. Adapun prosentase yang terkecil adalah bermatapencaharian sebagai petani sendiri yang hanya sebesar 0,09% disusul buruh tani yang hanya sebesar 0,1%.
D. Keadaan dan Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surakarta. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini sangat penting karena dari PAD dapat di lihat seberapa besar kemandirian daerah di dalam mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut maka pemerintah daerah Kota Surakarta selalu berusaha agar penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) selalu meningkat dari tahun ke tahun, hal ini dapat dilihat pada tabel III.5 dibawah ini :
lxi
Tabel III.5. Perkembangan PAD Kota Surakarta Tahun 1979/1980–1999/2000 (dalam jutaan rupiah). Tahun
Pajak Retribusi Bagian Penerimaaan Penerimaan Daerah Daerah Laba Dinas Lain–lain BUMD Daerah 1979/1980 280,88 742,77 50,0 20,13 51,73 1980/1981 337,94 695,21 14,28 25,05 108,15 1981/1982 413,52 772,59 70,54 25,72 41,94 1982/1983 461,98 1.316,05 64,32 27,33 36,91 1983/1984 692,02 1.502,23 41,75 47,46 37,61 1984/1985 828,08 2.328,77 41,45 86,08 32,62 1985/1986 1.298,34 2.400,28 153,22 61,08 44,47 1986/1987 1.469,22 2.814,61 51,0 66,75 24,51 1987/1988 1.558,25 3.812,32 40,31 55,61 18,75 1988/1989 1.714,64 3.742,98 55,67 64,94 312,77 1989/1990 1.917,72 4.411,70 80,20 69,89 334,36 1990/1991 2.194,44 4.762,14 62,99 91,53 231,48 1991/1992 2.590,15 5.796,86 97,26 106,54 152,09 1992/1993 2.708,96 6.327,65 115,38 144,80 195,39 1993/1994 3.357,50 6.870,15 164,03 157,79 163,05 1994/1995 5.317,13 8.413,66 235,89 164,73 210,21 1995/1996 5.881,66 8.982,76 303,58 142,05 286,94 1996/1997 6.473,59 9.671,78 418,75 155,79 446,42 1997/1998 7.535,33 10.351,2 514,20 154,18 379,42 1998/1999 7.903,41 8.078,61 353,45 – 1.164,07 1999/2000 9.154,63 9.557,96 252,77 – 922,41
Jumlah
1.145,51 1.180,63 1.324,31 1.906,59 2.321,07 3.317,0 3.957,39 4.426,09 5.485,24 5.892,95 6.813,87 7.342,58 8.742,90 9.492,18 10.712,52 14.341,62 15.596,99 17.166,33 18.934,35 17.499,54 19.887,77
Sumber :APBD Kota Surakarta, Kantor Pemerintah Daerah Kota Surakarta Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Surakarta dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Selama kurun waktu tersebut ternyata pendapatan yang bersumber dari retribusi daerah merupakan bagian terbesar memberikan sumbangan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surakarta. Penerimaan dari retribusi daerah rata–rata mampu memberikan sumbangan setiap tahun di atas 50% dari PAD yang diterima. Sedangkan sumber penerimaan dari pajak daerah selama periode yang sama hanya mampu menyumbang antara 27% sampai 46% saja atau rata–rata setiap tahunnya hanya mampu menyumbang sebesar 34% saja dari seluruh penerimaan PAD. Sumber–sumber penerimaan daerah yang lain yakni dari hasil usaha daerah, hasil dinas daerah dan pendapatan lain–lain, masing–masing hanya mampu menyumbang terhadap PAD rata– lxii
rata kurang dari 10%. Berdasarkan kenyataan, maka untuk sementara dapat disimpulkan bahwa retribusi daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang paling dominan dibandingkan dengan sumber penerimaan daerah yang lain. Namun demikian bukan berarti sumber–sumber tersebut tidak berperan. Peran sumber–sumber penerimaan daerah di luar retribusi daerah tetap sangat diharapkan mengingat tuntutan dana yang harus disediakan oleh pemerintah yang semakin meningkat setiap tahunnya. Tabel III.6. Target dan Realisasi PAD Kota Surakarta Tahun 1979/1980–1999/2000 (dalam jutaan rupiah). Tahun
Target
Realisasi
1979/1980 1.095,30 1.145,51 1980/1981 1.175,63 1.180,63 1981/1982 1.267,06 1.324,31 1982/1983 1.897,46 1.906,59 1983/1984 2.311,43 2.321,07 1984/1985 3.307,25 3.317,00 1985/1986 3.876,23 3.957,39 1986/1987 4.390,54 4.426,09 1987/1988 5.475,12 4.485,24 1988/1989 5.819,65 5.892,95 1989/1990 6.632,51 6.813,87 1990/1991 7.132,67 7.324,58 1991/1992 8.463,60 8.724,90 1992/1993 9.436,78 9.492,18 1993/1994 10.495,99 10.712,52 1994/1995 12.451,84 14.341,62 1995/1996 15.033,64 15.596,99 1996/1997 16.842,42 17.166,33 1997/1998 18.727,64 18.934,35 1998/1999 17.071,64 17.499,54 1999/2000 18.984,70 19.887,77 Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta.
Prosentase Realisasi 104 101 104 100 101 100 102 101 101 101 103 103 103 101 102 115 104 102 101 103 103
Dari tabel III.6. tersebut dapat diketahui besarnya realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta selalu melebihi dari jumlah yang direncanakan. lxiii
E. Pengeluaran Pembangunan Kota Surakarta Pembicaraan mengenai pengeluaran pembangunan dari Pemerintah Kota Surakarta pada hakekatnya adalah menyangkut mengenai tujuan pengeluaran
pembangunan
dan
kebijaksanaan
tentang
pengeluaran
pembangunan. 1. Tujuan Pengeluaran Pembangunan. Tujuan daripada pengeluaran pembangunan Pemerintah Kota Surakarta pada hakekatnya adalah untuk meningkatkan pembangunan daerah sendiri, sesuai dengan apa yang tercantum dalam Garis–garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang menjadi dasar Rencana Pembangunan Lima Tahun adalah (Masri Maris,1989:15): a. Program pembangunan daerah dan program pembangunan sektor yang selaras, sehingga keduanya mencerminkan potensi dan prioritas daerah yang bersangkutan dan memberikan pada persatuan nasional. b. Pemerataan pembangunan antar daerah dan di dalam daerah, untuk ini harus ada hubungan diantara daerah dan di dalam daerah yang lebih baik. c. Peran serta rakyat di daerah yang makin tinggi dalam kegiatan pembangunan daerah, ini mencakup usaha meningkatkan pendapatan pemerintah daerah. d. Kesadaran masyarakat yang semakin tinggi mengenai lingkungan hidup dan dalam memelihara dan menggunakan sumber daya alam. e. Koordinasi dan kerjasama yang makin baik dalam program pembangunan antar daerah. lxiv
2. Kebijaksanaan Pengeluaran Pembangunan Kebijaksanaan di bidang pengeluaran dari pemerintah Kota Surakarta diarahkan pada penghematan pengeluaran rutin guna memperbesar dana atau tabungan sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Selanjutnya dari dana yang tersedia digunakan untuk dapat mencapai hasil yang maksimal, maka perlu didukung oleh kebijaksanaan–kebijaksanaan antara lain: a. Perbaikan dalam mekanisme pengeluaran pembiayaan pelaksanaan proyek–proyek pembangunan, sehingga memungkinkan pelaksanaan proyek–proyek tersebut selesai tepat pada waktunya. b. Realisasi dari pada proyek–proyek pembangunan selalu diikuti dengan sistem pengawasan terhadap keuangan maupun inventarisasi serta penggunaan benda–benda milik pemerintah daerah, yang sekaligus menjamin kelancaran pelaksanaan pembangunan itu sendiri. Dari tabel III.7 dapat diketahui besarnya pengeluaran pemerintah Kota Surakarta khususnya untuk pengeluaran rutin secara absolut dari tahun ke
tahun
mengalami
kenaikan,
sedangkan
secara
prosentase
perkembangannya fluktuatif. Di sisi lain perkembangan pengeluaran pembangunan Kota Surakarta dari tahun ke tahun baik secara absolut maupun secara prosentase menunjukkan perkembangan yang berfluktuatif.
Tabel III.7. Realisasi Pengeluaran Pemerintah Kota Surakarta Tahun 1979/1980 – 1999/2000 (dalam jutaan rupiah). lxv
Tahun
Pengeluaran Perubahan Pengeluaran Perubahan Rutin (%) Pembangunan (%) 1979/1980 1.796,90 – 1.188,12 – 1980/1981 2.380,03 32,45 1.066,12 – 10,27 1981/1982 3.229,95 35,71 1.909,14 79,07 1982/1983 3.538,83 9,56 2.094,35 9,70 1983/1984 3.946,67 11,52 2.497,48 19,25 1984/1985 4.978,51 26,12 1.426,06 – 42,90 1985/1986 5.883,31 18,17 2.319,61 62,61 1986/1987 6.435,91 9,42 3.821,77 64,72 1987/1988 7.632,99 18,60 2.270,90 –40,57 1988/1989 8.371,72 9,70 4.327,51 90,56 1989/1990 10.164,61 21,43 4.759,23 9,98 1990/1991 11.351,50 11,68 5.515,13 15,88 1991/1992 12.426,28 9,47 7.618,37 38,13 1992/1993 14.858,16 19,57 8.471,58 11,20 1993/1994 17.532,42 17,99 15.471,66 82,63 1994/1995 19.203,30 9,53 16.100,47 4,06 1995/1996 22.755,93 18,50 16.400,76 1,86 1996/1997 25.551,78 12,29 20.348,20 24,07 1997/1998 34.749,79 35,99 39.991,86 96,54 1998/1999 48.910,11 40,75 9.425,82 – 76,43 1999/2000 68.357,28 39,76 44.634,40 373,63 Sumber :APBD Kota Surakarta, Kantor Pemerintah Daerah Kota Surakarta
F. Tinjauan Mengenai Pariwisata di Surakarta 1. Potensi Pariwisata Yang Dimiliki Kota Solo yang dipilih sebagai pintu gerbang wisatawan sangat tepat, selain letak kota yang sangat strategis yaitu di tengah–tengah antara Jakarta–Yogyakarta dan Bali yang merupakan tujuan utama wisatawan mancanegara ke Indonesia, Solo sendiri merupakan pusat kebudayaan Jawa Tengah. Kota Solo merupakan pusat kerajaan di Jawa, sampai sekarang masih mempunyai kesan yang mendalam dikalangan masyarakat. Dalam pengembangan obyek–obyek wisata di sekitar Solo tidak dapat
lxvi
lepas dari kedudukan Solo sebagai pusat kepariwisataan bagi daerah sekitarnya. Kota Surakarta mempunyai potensi kepariwisataan yang beraneka ragam yang mempunyai nilai sejarah dan kepurbakalaan semacam itu pasti menarik untuk mengunjungi apabila dikelola sebaik–baiknya. Dengan demikian tentu banyak yang akan dilakukan terutama yang berhubungan dengan pemanfaatan secara maksimal potensi yang ada. Daerah tujuan wisata pada dasarnya merupakan rangkaian atau integrasi beberapa obyek dan atraksi wisata, fasilitas pelayanan, semua prasarana maupun hal–hal yang menyangkut titik kehidupan sosial masyarakat. Sebagai daerah tujuan wisata Kota Surakarta mempunyai kekuatan maupun titik kelemahan yang perlu ditelaah bersama secara obyektif. Ada dua sebab mengapa sebuah daerah bisa disebut sebagai daerah tujuan wisata yaitu daerah yang menarik karena kelebihan dibidang yang kelihatan bersifat “metropolitan” dengan penerapan berbagai teknologi baru, seperti DKI Jakarta dengan Dufan, Keong Emas, TMII dan sebagainya. Kedua yaitu disebabkan oleh keindahannya, adat istiadat maupun sosial budaya seperti Bali, Sulawesi, DIY dan sebagainya. Seperti diketahui Kota Surakarta sebagai daerah tujuan wisata disebabkan pada sebab yang kedua, yaitu kelebihan di bidang yang bersifat alam, namun bukan berarti hal tersebut akan lebih bebas ataupun leluasa dalam bidang perawatan atau pengelolaannya. Justru sebaliknya,
lxvii
bagaimana potensi–potensi alam dikelola dan dikembangkan sehingga bisa menarik untuk didatangi dan dinikmati lagi dilain kesempatan. Di Kota Surakarta potensi wisata dibagi menjadi 2 macam, yaitu : 1. Obyek dan daya tarik wisata budaya, antara lain : a. Kraton Kasunanan Kraton ini terletak di sebelah selatan Balai Kota Surakarta dan merupakan kraton yang dipimpin oleh Raja yang bergelar Paku Buwono. b. Pura Mangkunegaran Kraton yang terletak disebelah barat Balai Kota Surakarta ini dipimpin oleh seorang Raja yang bergelar Mangkunegoro. 2. Obyek wisata buatan, antara lain : a. THR Taman hiburan remaja ini terletak di daerah Sriwedari dan merupakan tempat hiburan remaja dan keluarga yang berisikan permainan dan hiburan musik. b. Taman Satwataru Jurug Merupakan kebun binatang yang merupakan tempat binatang– binatang dari belahan Indonesia dan terletak di timur Kota Surakarta. Obyek–obyek wisata di Kota Surakarta menurut Dinas Pariwisata Kota Surakarta terdiri dari : 1. Museum Kraton Kasunanan 2. Kraton Mangkunegaran lxviii
3. Museum Radya Pustaka 4. Taman Sriwedari 5. Gedung Wayang Orang Sriwedari 6. THR Sriwedari 7. Monumen Pers 8. Taman Satwataru Jurug 9. Taman Balekambang 10. Museum Dullah Di samping itu potensi pariwisata Surakarta terdiri dari event– event tahunan yang dapat menarik wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. 1. Malem Selikuran Acara ini diselenggarakan untuk memperingati Nuzulul Qur’an, saat Al Qur’an pertama kali diwahyukan kepada Nabi Muhammad S.A.W, perayaan ini dimulai pada malam 21 Ramadhan dengan sebuah prosesi yang berjalan dari Kraton Kasunanan menuju Taman Sriwedari. Puncak dari acara ini adalah pada saat upacara pembagian nasi tumpeng kepada pengunjung. Mereka percaya bahwa apabila mendapatkannya, meskipun sedikit mereka akan diberkahi dan keinginan–keinginan mereka akan terpenuhi. 2. Syawalan Perayaan Syawalan dimulai satu hari setelah hari Raya Idul Fitri diselenggarakan di Taman Jurug yang terletak ditepi Sungai Bengawan
lxix
Solo. Berbagai pertunjukan tradisional diselenggarakan seperti pertunjukan keroncong, seni–seni tradisional dan lain–lain. 3. Festival Seni dan Budaya Festival seni dan budaya ini diselenggarakan dalam rangka merayakan Hut Kota Solo. 4. Kirab Pusaka Kirab Pusaka ini diselenggarakan oleh Kraton Kasunanan dan Pura Mangkunegaran untuk merayakan tahun baru Jawa yaitu Satu Asyura. Prosesi ini memamerkan pusaka–pusaka dari Kraton Kasunanan dan Mangkunegaran yang di bawa oleh abdi–abdi Dalem yang berpakaian Jawa adat Kraton. 5. Upacara Sekaten Perayaan Sekaten ini diawali dengan upacara mengeluarkan gamelan Sekaten dari Kraton Kasunanan menuju Masjid Agung. Gamelan Kyai Guntur Sari dan Kyai Guntur Madu ditabuh di depan Masjid Agung. Acara Sekaten dimeriahkan dengan berbagai pertunjukan–pertunjukan dan penjualan–penjualan souvenir serta dapat menyaksikan pameran benda–benda kraton di pagelaran Kraton Kasunanan. Grebeg Mauludan merupakan upacara penutupan dari acara Sekaten, di mana dua gamelan tersebut di atas dibawa kembali ke kraton Kasunanan dari Masjid Agung. 6. Pesta Seni Tahunan Pesta seni tahunan ini diselenggarakan setiap tahun selama satu minggu di Taman Sriwedari untuk menyongsong tahun baru. Pesta lxx
seni ini menampilkan berbagai pertunjukan tradisional maupun modern, didukung dengan pameran barang–barang kerajinan dan lain– lain. 2. Sarana dan Prasarana Pendukung Pariwisata Sebagai pintu gerbang daerah tujuan wisata, Solo harus dapat menyediakan sarana dan prasarana yang tepat dan memadai sebagai syarat utama keberhasilannya. Beberapa syarat tersebut adalah : 1. Tenaga keimigrasian yang terpercaya, handal dan professional dibidangnya. 2. Tersedianya sejumlah hotel, khususnya yang bertaraf internasional, yang memadai dengan tenaga–tenaga yang terampil dan professional. Dengan
dibukanya
internasional,
akan
Bandara
Adi
Sumarmo
banyak
wisatawan
sebagai
bandara
mancanegara
maupun
wisatawan nusantara yang berkunjung ke Solo. Hal ini juga akan berakibat pada peningkatan akan pelayanan jasa akomodasi, hotel khususnya. Pada saat ini jumlah hotel di Kota Surakarta sudah cukup banyak. Dengan demikian terdapat banyak pilihan bagi wisatawan untuk memilih hotel sesuai dengan seleranya, dari bangunan kuno sampai modern, berdasarkan letak, fasilitas dan pelayanan yang diberikan serta harganya. Setiap hotel memiliki karakteristik dan kelebihan sendiri–sendiri, karena mereka mempunyai pasar berbeda– beda. 3. Adanya biro perjalanan yang dapat mempromosikan Solo ke dunia luar dan dapat menciptakan paket–paket wisata yang menarik dan inovatif. lxxi
4. Pengembangan dan perawatan obyek–obyek wisata yang memenuhi syarat Sapta Pesona. 5. Cara promosi yang tepat sasaran. 6. Tersedianya souvenir Shop dan tempat–tempat hiburan dan rekreasi lain yang selalu siap melayani kehadiran para wisatawan. 7. Tersedianya jaringan transportasi dari Solo ke seluruh kota besar di Indonesia dengan pengaturan waktu atau jadwal keberangkatan yang tepat, baik lewat darat maupun udara, sehingga dengan demikian mempermudah para wisatawan untuk melanjutkan tujuannya ke daerah lain. 8. Kesiapan seluruh warga Kota Solo dengan Sadar Wisata penuh dalam menghadapi para wisatawan. 9. Tersedianya restaurant dan rumah makan yang memadai. Kunjungan wisatawan ke Solo pada umumnya melalui tiga pintu yaitu: 1. Bandara Adi Sumarmo. 2. Dari Yogya yang akan meneruskan perjalanan ke Jawa Timur atau Bali 3. Lewat darat dari Jakarta untuk meneruskan perjalanan ke Jawa Timur atau Bali. 3. Kebijaksanaan Pengembangan Pariwisata Kota Surakarta Dalam usaha pengembangan pariwisata di Kota Solo, hal ini banyak sekali berkaitan dengan : a. Keberadaan Bandara Internasional Adi Sumarmo. b. Solo dan sekitarnya sebagai simbul kawasan Joglosemar. c. Tersedia jaringan internet di Solo. lxxii
d. Semakin berkembangnya MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition). 1. Visi kepariwisataan Kota Surakarta adalah terwujudnya Solo sebagai daerah tujuan wisata termuka di Indonesia pada tahun 2008 yang bertumpu pada budaya, industri dan jasa. 2. Misi kepariwisataan Kota Surakarta adalah sebagai berikut : a. Menjadikan Kota Solo sebagai pusat penyebaran wisatawan di Jawa Tengah. b. Menjadikan Kota Solo sebagai pusat pengkajian, pelestarian dan pengembangan budaya Jawa dan peninggalan sejarah. c. Menjadikan Kota Solo sebagai pusat informasi dan pelayanan pariwisata di Jawa Tengah. 3. Tujuan pariwisata Kota Surakarta adalah : a. Memperpanjang lama tinggal. b. Meningkatkan pendapatan masyarakat dan Pendapatan Asli Daerah. c. Meningkatkan arus kunjungan wisatawan. 4. Langkah–langkah yang telah dilaksanakan dan merupakan rencana strategis dalam rangka pengembangan pariwisata di Kota Surakarta adalah : a. Peningkatan kegiatan promosi, baik kualitas dan kuantitas alat promosi, seperti promosi melalui internet maupun pengiriman data keluar negeri. b. Peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku wisata. c. Peningkatan obyek dan daya tarik wisata. lxxiii
d. Peningkatan koordinasi dan kerjasama antar instansi lintas sektoral dan swasta. e. Menyusun perencanaan dan studi kelayakan kawasan wisata. 4. Permasalahan Kepariwisataan di Surakarta Potensi wisata di Surakarta masih mempunyai permasalahan antara lain : a. Bidang Perencanaan 1) Belum adanya tenaga ahli khusus mengenai tehnik pengembangan pariwisata. 2) Sarana mobilisasi yang sangat terbatas. b. Bidang Sarana Wisata 1) Birokrasi persyaratan perijinan yang lain. 2) Sebagian besar pengusaha jasa dan industri pariwisata kurang menyadari kewajiban atau perijinan yang harus dipenuhi. 3) Masih rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap kepariwisataan. 4) Kurangnya kepedulian terhadap pembinaan usaha jasa dan industri. 5) Masih adanya bidang jasa dan industri pariwisata yang tingkat pendidikannya rendah. c. Bidang Obyek Wisata 1) Lemahnya program pengembangan di obyek wisata untuk meningkatkan daya tarik wisatawan. 2) Kurangnya kepedulian pengelolaan obyek wisata terhadap lingkungan. 3) Terbatasnya fasilitas di obyek wisata. lxxiv
d. Bidang Pemasaran 1) Terbatasnya sarana dan prasarana promosi kepariwisataan. 2) Banyak obyek wisata yang belum dikembangkan. 3) Terbatasnya anggaran promosi dan penyuluhan sadar wisata. 4) Belum semua pengusaha jasa pariwisata memahami arti penting promosi wisata.
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dikemukakan hasil dari pengolahan data mengenai Analisis Perkembangan Industri Pariwisata dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta. Penelitian ini menggunakan jenis data sekunder dari tahun 1990–2000. A. Analisis Diskriptif Sebelum masuk bagian ini akan dikemukakan gambaran umum Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta dan industri pariwisata beserta sektor– sektor pendukungnya. Tabel IV.1. Pendapatan Asli Daerah Beserta Komponen Yang Mempengaruhi Tahun 1990–2000. lxxv
Tahun
PAD
Jumlah
Jumlah
B.P. Wisata
Wi
Kam
sat
ar
aw
Hote
an
l
1990
8.589.107.616
246.404
1.894
10
1991
10.156.272.900
316.234
1.859
11
1992
11.724.723.827
221.008
2.094
12
1993
13.880.721.577
283.020
2.225
14
1994
17.947.751.955
309.682
2.281
16
1995
21.221.003.450
285.786
2.724
17
1996
24.584.156.052
307.829
2.987
17
1997
26.491.048.768
224.551
3.337
18
1998
25.151.011.224
155.002
3.358
18
1999
29.025.242.527
188.011
3.400
21
2000
33.122.845.179
201.284
3.473
21
Sumber:Data Sekunder dari Dinas Pemerintahan Daerah dan Dinas Pariwisata.
Dari tabel diatas terlihat bahwa Pendapatan Asli Daerah secara keseluruhan menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Walaupun
terjadi
penurunan
pada
tahun
1998
yaitu
dari
Rp. 26.491.048.768,00 menjadi Rp. 25.151.011.224,00. Hal ini disebabkan
75 lxxvi
karena terjadinya penurunan jumlah wisatawan yang datang sebesar 224.551 orang pada tahun 1997 menjadi 115.002 orang pada tahun 1998. Jumlah wisatawan
yang datang ke Surakarta menunjukkan
berfluktusi peningkatan dan penurunannya. Sedangkan jumlah kamar hotel yang terjual dan biro perjalanan wisata secara keseluruhan menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Pendugaan mengenai rata–rata lama tinggal wisatawan mancanegara dan nusantara didasarkan pada penyediaan sarana hotel dan biro perjalanan wisata. Data selengkapnya terlihat di bawah ini : Tabel IV.2. Keadaan Rata–rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara, Wisatawan Nusantara dan Variabel Pendukungnya tahun1990–2000. Rata–rata Lama
Rata–rata LamaTinggal
Jumlah
Jumlah
Tinggal
Wisatawan
Ka
Wisatawan
Nusantara
ma
Mancanega
(hr/th).
r
ra (hr/th)
Ho tel
1990
1,7
1,7
1.894
10
1991
1,9
1,8
1.859
11
lxxvii
1992
2,0
1,9
2.094
12
1993
2,1
1,9
2.225
14
1994
2,3
2,2
2.281
16
1995
2,4
2,2
2.724
17
1996
2,5
2,4
2.987
17
1997
2,6
2,5
3.337
18
1998
2,7
2,5
3.358
18
1999
2,9
2,9
3.400
21
2000
3,0
3,0
3.473
21
Sumber:Data Sekunder dari Dinas Pemerintahan Daerah dan Dinas Pariwisata.
Dari tabel diatas terlihat bahwa rata–rata lama tinggal wisatawan mancanegara lebih lama dibandingkan dengan rata–rata lama tinggal wisatawan nusantara. Hal ini disebabkan faktor jarak dan waktu.
B. Hasil Perhitungan Trend Perkembangan Sektor Pariwisata. Tabel IV.3. Perhitungan Trend Perkembangan Sektor Pariwisata Terhadap PAD tahun 1990–2000. Tahun
X
Y atau PAD
1990
─5
8.589.107.616
1991
─4
10.156.272.900 lxxviii
X.Y
X2
─42.945.528.080
25
─40625091600
16
1992
11.724.723.827
─35174171481
9
1993
13.880.721.877
─27761443754
4
1994
17.947.751.955
─17947751955
1
1995
21.221.003.450
0
0
1996
24.584.156.052
24.584.156.052
1
1997
26.491.048.768
52.982.097.536
4
1998
0
25.151.011.224
75.453.033.672
9
1999
1
29.025.242.527
116.100.970.108
16
2000
2
33.122.845.179
165.614.225.895
25
270282486393
110
3 4 5 Jumlah
0
221.893.885.375
Sumber :Data yang diolah.
lxxix
Gambar IV.1. Grafik Trend Linier Perkembangan Sektor Pariwisata terhadap PAD
lxxx
Dari tabel perhitungan di atas kemudian dicari nilai a dan b. 221.893.885.375
ΣY a =
Didapatkan a =
N
11 a = 20.172.171.397,7 Sedangkan nilai b yaitu : ΣXY b = ΣX2
Didapatkan b = 270.282.486.393 110 b = 2.457.113.512,66
Dari hasil perhitungan di atas dapat disusun persamaan trend linier yaitu : Y = 20.172.171.397,7 + 2.457.113.212,66 X Berdasarkan persamaan trend linier di atas maka dapat diketahui rata–rata perkembangan atau dapat diketahui pertumbuhan industri pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah di Surakarta menunjukkan ke arah positif dengan ditunjukkan besaran intersep (b) sebesar 2.457.113.212.,66. Berpedoman pada persamaan trend linier tersebut, dapat di cari trend perkembangan industri pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah untuk beberapa tahun yang akan datang. Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut : Tabel IV.4. Hasil Perhitungan Trend Pertumbuhan Sektor Pariwisata Terhadap PAD untuk 5 tahun yang akan datang. Tahun X 2001 6 2002 7 2003 8 2004 9 2005 10 Sumber : Perhitungan dari hasil analisa trend.
lxxxi
Trend 34.914.852.473,6 37.371.965.986,3 39.829.079.489,9 42.286.193.011,6 44.743.306.524,3
Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa trend perkembangan industri pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah di Surakarta untuk lima tahun mendatang menunjukkan kecenderungan meningkat secara meyakinkan.
C. Hasil Estimasi Model Regresi PAD di Surakarta. Untuk menguji hipotesis kedua diduga bahwa perkembangan industri pariwisata berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah dilakukan uji regresi linear berganda diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel .IV.5. Hasil Analisis Data Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta. No Variabel Koefisien STD.Error T(df=5) Probabilitas 1. Wisatawan 12757,7 7649,4 1,668 0,13929 2. Kamar Hotel 7070528,9 1640572,7 4,310 0,00352 3. B.P.Wisata 1072492971,3 241428271,6 4,442 0,00300 Constant = ─19210886231,81 STD.Error of EST = 970266835,12 ADJ. R–Squared = 0,99 R–Squared = 0,99 Multiple R = 1,00 F–Ratio = 293,060 Durbin–Watson Test = 1,8821 Sumber :Print–Out Komputer
Dimana persamaan dapat disusun sebagai berikut : Y1 = ─ 19210886231,8 + 12757,7 X1 + 7070528,9X2 + 1072492971,3X3 t– Hitung
(1,668)
(4,310)
(4,442)
Dari hasil persamaan tersebut kemudian dilakukan pengujian antara lain Uji Statistik dan Uji Asumsi Klasik lxxxii
1. Uji Statistik Dengan melihat persamaan regresi di atas, diketahui bahwa semua koefisien regresi adalah positif. Hal ini mengandung arti bahwa semua variabel yang digunakan yaitu variabel independen mempunyai pengaruh yang positif terhadap variabel dependen yaitu Pendapatan Asli Daerah di Surakarta. Dengan adanya penambahan atau peningkatan variabel jumlah wisatawan, variabel jumlah kamar hotel dan variabel biro perjalanan wisata sebesar satu–satuan, maka akan menyebabkan kenaikan variabel Pendapatan Asli Daerah di Surakarta. Jadi dalam hal ini variabel tersebut telah konsisten dengan teori yang ada.
a. Uji t ( Uji Parsial) Uji t adalah uji koefisien regresi secara parsial yang digunakan untuk menguji tingkat signifikansi dari masing–masing koefisien regresi variabel independen (jumlah wisatawan, jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata) terhadap variabel dependen (Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta). Pengujian koefisiensi regresi secara individu ini dilakukan dengan menggunakan α = 5% yang berarti bahwa tingkat keyakinan adalah 95%. Adapun pengujian dari masing– masing koefisien regresi dari variabel independen adalah sebagai berikut: 1) Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Jumlah Wisatawan. Dari hasil estimasi diperoleh koefisien regresi jumlah wisatawan 12757,7 dengan t–hitung sebesar 1,668 atau diperoleh nilai probabilitas tingkat signifikasi sebesar 0,13929. Sehingga dapat ditarik kesimpulan pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah wisatawan tidak signifikan terhadap PAD. Jadi hasil ini tidak mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa adanya pengaruh positif dari variabel jumlah wisatawan terhadap variabel Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta tidak terbukti. 2) Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Jumlah Kamar Hotel. Dari hasil estimasi diperoleh koefisien regresi kamar hotel 7070528,9 dengan t–hitung sebesar 4,310 atau diperoleh nilai probabilitas tingkat signifikasi sebesar 0,00352. Sehingga dapat ditarik kesimpulan pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah kamar hotel signifikan terhadap PAD. Jadi hasil ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa adanya pengaruh positif dari variabel jumlah kamar hotel terhadap variabel Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta terbukti. 3) Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Biro Perjalanan Wisata. Dari hasil estimasi diperoleh koefisien regresi jumlah biro perjalanan wisata 1072492971,3 dengan t–hitung sebesar 4,442 atau diperoleh nilai probabilitas tingkat signifikasi sebesar 0,00300. Sehingga dapat ditarik kesimpulan pada α = 5% lxxxiii
menunjukkan koefisien regresi jumlah biro perjalanan wisata signifikan terhadap PAD. Jadi hasil ini tidak mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa adanya pengaruh positif dari variabel jumlah biro perjalanan wisata terhadap variabel Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta terbukti. b. Uji–F Uji F adalah uji koefisien regresi secara bersama–sama digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama–sama mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah di Surakarta ataukah tidak. Pengujian tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan uji F–test. Untuk uji F–test dilakukan dengan membandingkan nilai F–hitung yang diperoleh dari perhitungan dengan komputer terhadap nilai F–tabel. Jika F–hitung > F–tabel hasil yang diperoleh adalah signifikan. Hasil perhitungan untuk nilai F–hitung diperoleh dalam analisis regresi linear berganda adalah sebesar 239,060 sedangkan untuk F–tabel sebesar 4,46 sehingga kriteria pengujiannya :239,060 > 4,46. Uji F–test dalam analisis ini menggunakan α = 5%, yang berarti bahwa tingkat keyakinan (Confidence Level) sebesar 95%. Sedangkan hipotesis yang dipakai adalah : Hо : b1 = b2 = b3 = 0 Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0 F–hitung yang di peroleh adalah sebesar 239,060 , sedangkan F tabelnya adalah 4,46 sehingga menghasilkan kriteria pengujian sebagai berikut : DAERAH DITOLAK DAERAH DITERIMA
0
4,46 Gambar IV.2. Uji “F “ Untuk Koefisiensi Regresi
239,060
b1 , b2 , b3
Hasil : F hitung > F tabel 239,060 > 4,46 Kesimpulannya bahwa hipotesa nol (Hо) ditolak sehingga hipotesa alternatif (Ha) diterima. Dengan demikian uji statistik yang di lakukan adalah signifikan. Hal itu berarti ada alasan yang kuat untuk mendukung kebenaran hipotesis tersebut. Dan dapat berarti pula bahwa variabel independen secara bersama–sama mempengaruhi tingkat lxxxiv
Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta. Atau dengan prob (F-statistik) = 0,0000002060 maka dapat dikatakan bahwa secara statistik semua koefisien regresi tersebut signifikan, bahkan sampai pada tingkat α = 5%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel jumlah wisatawan, jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata mampu mempengaruhi variabel Pendapatan Asli Daerah di Surakarta secara signifikan. c. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi atau (R2) yang gunanya untuk mengetahui berapa % variasi variabel dependent dapat di jelaskan oleh variasi variabel independent. Pengujian tersebut dapat di lakukan dengan melihat koefisien R2 dengan kriteria pengujian 0 ≤ R2 ≤ 1 dimana nilai R2 antara 0 dan 1, R2 akan selalu positif. Hasil perhitungan untuk nilai R2 di peroleh dalam analisis regresi berganda di peroleh angka koefisien determinasi atau R2 sebesar 0,99 . Artinya bahwa 99% variasi variabel PAD dapat di jelaskan oleh variasi variabel jumlah wisatawan, jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata, sedangkan sisanya yaitu 1% tidak dapat di jelaskan. Dengan kata lain pengaruh jumlah wisatawan, jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta adalah 99% dan faktor–faktor lain yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta sebesar 1%. 2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinearitas Adalah ada hubungan antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan
dalam
model
regresi.
Jika
model
terdapat
multikolinearitas maka model tersebut memiliki kesalahan standar yang besar sehingga koefisien tidak dapat di taksir dengan ketepatan yang tinggi. Salah satu cara mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas adalah
dengan
menggunakan
Metode
Klein.
Yaitu
dengan
membandingkan nilai (r)2, Xi,………,Xn . Apabila nilai R2> (r)2 berarti tidak ada gejala multikolinearitas Tabel .IV.6. Hasil Uji Multikolinearitas lxxxv
VARIABEL ( r )2 R2 KMRHOT–PAD 0,944 0,99 JMLWIS–PAD 0,2417 0,99 B.P.WIS–PAD 0,9634 0,99 JMLWIS–KMRHOT 0,3792 0,99 B.P.WIS–KMRHOT 0,8754 0,99 B.P.WIS–JMLWIS 0,2204 0,99 Sumber : Hasil pengolahan komputer.
Kesimpulan Tidak ada multikolinearitas Tidak ada multikolinearitas Tidak ada multikolinearitas Tidak ada multikolinearitas Tidak ada multikolinearitas Tidak ada multikolinearitas
Dimana : KMRHOT = Variabel Jumlah Kamar Hot. PAD
= Variabel Pendapatan Asli Daerah.
B.P.WIS = Variabel Biro Perjalanan Wisata. JMLWIS = Variabel Jumlah Wisatawan.
b. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah pengujian yang di lakukan untuk mengetahui apakah kesalahan pengganggu memiliki varian yang sama atau tidak. Jika di peroleh varian yang sama maka asumsi heteroskedastisitas di terima, adapun metode yang digunakan untuk menguji adalah uji Gletjer dengan langkah–langkah sebagai berikut : 1). Membuat regresi dependen terhadap variabel independen, lalu akan diperoleh besarnya kesalahan pengganggu (residual). 2) Membuat regresi residual (dalam nilai absolut) terhadap varibel independen yang dirumuskan sebagai berikut : ei = β0 + β1xi + mi dimana : ei = residual xi = variabel independen lxxxvi
mi = variabel pengganggu 3). Lalu membandingkan t–hitung (yang diperoleh dari uji Gletjer) dengan t–tabel (yang diperoleh dari uji t). Dengan kriteria pengujian jika nilai β1 tidak signifikan maka Ho diterima, dengan kata lain menunjukan adanya homoskedastisitas dan menolak heteroskedastisitas. Sedang apabila nilai β1 signifikan maka berarti sebaliknya. Hasil uji heteroskedastisitas dapat di lihat dalam tabel dibawah ini :
lxxxvii
Tabel .IV.7. Uji Heteroskedastisitas Variabel
t – tabel t – hitung kesimpulan (α:0,05;df 8) JMLH WIS 2.306 –0,877 Tidak ada heteroskedastisitas KMRHOTEL 2.306 –1,050 Tidak ada heteroskedastisitas B.P.WIS 2.306 1,278 Tidak ada heteroskedastisitas Sumber data : Print–out komputer,data diolah (tahun 2003) Dari hasil pengujian di atas diketahui bahwa pada derajat keyakinan 5% nilai t–hitung dari Jumlah Wisatawan (JMLH WIS), Jumlah Kamar Hotel (KMRHOTEL) dan Biro Perjalanan Wisata (B.P.WIS) lebih kecil dari t–tabel sehingga Ho diterima, maka dapat disimpulkan bahwa estimasi dari model analisis regresi yang ditentukan tidak terjadi heteroskedastisitas. c. Uji Autokorelasi Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah diantara kesalahan pengganggu yang saling berurutan terjadi korelasi atau tidak. Untuk melakukan uji ini bisa di lihat dari nilai D–W nya, yaitu dengan hipotesa nol yang menyatakan bahwa tidak ada serial korelasi positif maupun korelasi negatif. Dari hasil analisis diperoleh nilai Durbin–Watson (d) sebesar 2,8287 pada n = 11 dan k = 4 dalam taraf signifikan 5% (α = 0,05) maka berdasar tabel DW diperoleh nilai dL = 0,69 dan dU = 1,97 maka dapat dilakukan pengujian sebagai berikut : Karena d > dU yaitu 2,8287 > 1,97 maka dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi positif . 1) dL < d < 4–dU
Maka tidak terdapat autokorelasi
2) dL < d < dU
Pengujian tanpa kepastian (ragu-ragu)
3) 4 –dU < d < 4 – dL
Pengujian tanpa kepastian (ragu-ragu)
lxxxviii
4) 0 < d < dL
ada gejala autokorelasi
5) 4 < dL < d < 4
ada gejala autokorelasi
Karena d > (4 – dU) yaitu 2,8287 > 2,03 maka dapat disimpulkan tidak terdapat atau terjadi autokorelasi positif . Jika Ho : tidak terjadi autokorelasi negatif kalau : 1) tolak Ho jika d > (4 – dL) 2) terima Ho jika d < (4 – dU) 3) Karena d < (4 – dL), yaitu 2,8287 < 3,31 maka dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi negatif. Untuk daerah antara di terima dan di tolak selengkapnya akan diuraikan dalam pengujian dua sisi yaitu:
daerah autokorelasi
Keragu- raguan
positif
0
daerah
menerima Ho atau
Keragu- raguan
H*o atau kedua-duanya
0,69
1,97
2
2,03 2,8287
autokorelasi negatif
3,31
4
Gambar IV.3. Pengujian Autokorelasi
Hipotesisnya, Ho adalah dua ujungnya tidak ada serial autokorelasi baik positif maupun negatif. Karena nilai d–nya = 2,8287 berada di daerah keragu–raguan.
D. Hasil Estimasi Model Regresi Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara. lxxxix
Untuk menguji hipotesis ketiga diduga bahwa jumlah kamar dan paket B.P.Wisata berpengaruh terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara dilakukan uji regresi linear berganda diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel .IV.8. Hasil Analisis Data Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara. No Variabel Koefisien 1. KMRHOTEL 0,0001795 2. B.P.WISATA 0,08093 Constant = 0,60 STD.Error of EST = 0,06 ADJ. R–Squared = 0,98 R–Squared = 0,98 Multiple R = 0,99 F–Ratio = 252,336 Durbin–Watson Test = 1,9139 Sumber :Print–Out Komputer
STD.Error 0,00008367 0,01433
T(df=8) 2,145 5,647
Probabilitas 0,06427 0,00048
Dimana persamaan dapat disusun sebagai berikut : Y1 = 0,60 + 0,0001795 X1 + 0,08093X2 t– Hitung
(1,668)
(4,310)
Dari hasil persamaan tersebut kemudian dilakukan pengujian antara lain Uji Statistik dan Uji Asumsi Klasik 1. Uji Statistik Dengan melihat persamaan regresi di atas, diketahui bahwa semua koefisien regresi adalah positif. Hal ini mengandung arti bahwa semua variabel yang digunakan yaitu variabel independen mempunyai pengaruh yang positif terhadap variabel dependen yaitu Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara di Surakarta. Dengan adanya penambahan atau peningkatan variabel jumlah kamar hotel dan variabel jumlah biro perjalanan wisata sebesar satu–satuan, maka akan menyebabkan kenaikan variabel Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara di Surakarta. Jadi dalam hal ini variabel tersebut telah konsisten dengan teori yang ada.
xc
a. Uji t ( Uji Parsial) Uji t adalah uji koefisien regresi secara parsial yang digunakan untuk menguji tingkat signifikansi dari masing–masing koefisien regresi variabel independen (jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata) terhadap variabel dependen (Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara). Pengujian koefisiensi regresi secara individu ini dilakukan dengan menggunakan α = 5% yang berarti bahwa tingkat keyakinan adalah 95%. Adapun pengujian dari masing–masing koefisien regresi dari variabel independen adalah sebagai berikut: 1) Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Jumlah Kamar Hotel. Dari hasil estimasi diperoleh koefisien regresi jumlah kamar hotel 0,0001795 dengan t–hitung sebesar 2,145 atau diperoleh nilai probabilitas tingkat signifikasi sebesar 0,06427. Sehingga dapat ditarik kesimpulan pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah kamar hotel tidak signifikan terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara. Jadi hasil ini tidak mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa adanya pengaruh positif dari variabel jumlah kamar hotel terhadap variabel lama tinggal wisatawan mancanegara tidak terbukti. 2) Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Jumlah Biro Perjalanan Wisata Dari hasil estimasi diperoleh koefisien regresi jumlah biro perjalanan wisata 0,08093 dengan t–hitung sebesar 5,647 atau diperoleh nilai probabilitas tingkat signifikasi sebesar 0,00048. Sehingga dapat ditarik kesimpulan pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah biro perjalanan wisata signifikan terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara. Jadi hasil ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa adanya pengaruh positif dari variabel jumlah biro perjalanan wisata terhadap variabel lama tinggal wisatawan mancanegara terbukti. c. Uji–F Uji F adalah uji koefisien regresi secara bersama–sama digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama–sama mempengaruhi Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara ataukah tidak. Pengujian tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan uji F–test. Untuk uji F–test dilakukan dengan membandingkan nilai F–hitung yang diperoleh dari perhitungan dengan komputer terhadap nilai F–tabel. Jika F–hitung > F–tabel hasil yang diperoleh adalah signifikan atau sebaliknya.
xci
Hasil perhitungan untuk nilai F–hitung diperoleh dalam analisis regresi linear berganda adalah sebesar 252,336 sedangkan untuk F–tabel sebesar 4,26 sehingga kriteria pengujiannya :252,336 > 4,26. Uji F–test dalam analisis ini menggunakan α = 5%, yang berarti bahwa tingkat keyakinan (Confidence Level) sebesar 95%. Sedangkan hipotesis yang dipakai adalah : Hо : b1 = b2 = 0 Ha : b1 ≠ b2 ≠ 0 F–hitung yang di peroleh adalah sebesar 252,336, sedangkan F tabelnya adalah 4,26 sehingga menghasilkan kriteria pengujian sebagai berikut :
DAERAH DITOLAK DAERAH DITERIMA
0
4,26 Gambar IV.4. Uji “F “ Untuk Koefisiensi Regresi
252,336 b1 , b2
Hasil : F hitung > F tabel 252,336 > 4,26 Kesimpulannya bahwa hipotesa nol (Hо) ditolak sehingga hipotesa alternatif (Ha) diterima. Dengan demikian uji statistik yang di lakukan adalah signifikan. Hal itu berarti ada alasan yang kuat untuk mendukung kebenaran hipotesis tersebut. Dan dapat berarti pula bahwa variabel independen secara bersama–sama mempengaruhi Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara. Atau dengan probabilitas (F-statistik) = 0,00000005929 maka dapat dikatakan bahwa secara statistik semua koefisien regresi tersebut signifikan, bahkan sampai pada tingkat α = 5%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata mampu mempengaruhi variabel Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara secara signifikan. c. Koefisien determinasi (R2) Koefisien determinasi atau (R2) yang gunanya untuk mengetahui berapa % variasi variabel dependent dapat di jelaskan oleh variasi variabel independent. Pengujian tersebut dapat di lakukan dengan melihat koefisien R2 dengan kriteria pengujian 0 ≤ R2 ≤ 1 dimana nilai R2 antara 0 dan 1, R2 akan selalu positif. xcii
Hasil perhitungan untuk nilai R2 di peroleh dalam analisis regresi berganda di peroleh angka koefisien determinasi atau R2 sebesar 0,98 . Artinya bahwa 98% variasi variabel Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara dapat di jelaskan oleh variasi variabel jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata, sedangkan sisanya yaitu 2% tidak dapat di jelaskan. Dengan kata lain pengaruh jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata terhadap Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara adalah 98% dan faktor–faktor lain yang mempengaruhi Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara sebesar 2%. 2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinearitas Adalah ada hubungan antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan
dalam
model
regresi.
Jika
model
terdapat
multikolinearitas maka model tersebut memiliki kesalahan standar yang besar sehingga koefisien tidak dapat di taksir dengan ketepatan yang tinggi. Salah satu cara mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas adalah
dengan
menggunakan
Metode
Klein.
Yaitu
dengan
membandingkan nilai (r)2, Xi,………,Xn . Apabila nilai R2> (r)2 berarti tidak ada gejala multikolinearitas
Tabel IV.9. Hasil Uji Multikolinearitas VARIABEL ( r )2 KMRHOT–LATIWISM 0,9221 BPWISATA–LATIWISM 0,9633 KMRHOT–BPWISATA 0,8826 Sumber : Hasil pengolahan komputer.
R2 0,98 0,98 0,98
Kesimpulan Tidak ada multikolinearitas Tidak ada multikolinearitas Tidak ada multikolinearitas
Dimana : KMRHOT
= Variabel Jumlah Kamar Hot.
LATIWISM = Variabel Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara. B.P.WIS
= Variabel Biro Perjalanan Wisata. xciii
b. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah pengujian yang di lakukan untuk mengetahui apakah kesalahan pengganggu memiliki varian yang sama atau tidak. Jika di peroleh varian yang sama maka asumsi heteroskedastisitas di terima, adapun metode yang digunakan untuk menguji adalah uji Gletjer dengan langkah–langkah sebagai berikut : 1). Membuat regresi dependen terhadap variabel independen, lalu akan diperoleh besarnya kesalahan pengganggu (residual). 2) Membuat regresi residual (dalam nilai absolut) terhadap varibel independen yang dirumuskan sebagai berikut : ei = β0 + β1xi + vi dimana : ei = residual xi = variabel independen vi = variabel pengganggu 3). Lalu membandingkan t–hitung (yang diperoleh dari uji Gletjer) dengan t–tabel (yang diperoleh dari uji t). Dengan kriteria pengujian jika nilai β tidak signifikan maka Ho diterima, dengan kata lain menunjukan adanya homoskedastisitas dan menolak heteroskedastisitas. Sedang apabila nilai β1 signifikan maka berarti sebaliknya. Hasil uji heteroskedastisitas dapat di lihat dalam tabel dibawah ini : Tabel IV.10. Uji Heteroskedastisitas Variabel
t – tabel (α:0,05;df 8)
t – hitung xciv
kesimpulan
KMRHOTEL B.P.WIS
2.262 0,853 Tidak ada heteroskedastisitas 2.262 –1,023 Tidak ada heteroskedastisitas Sumber data : Print–out komputer,data diolah (tahun 2003) Dari hasil pengujian di atas diketahui bahwa pada derajat keyakinan 5% nilai t–hitung dari Jumlah Kamar Hotel (KMRHOTEL) dan Biro Perjalanan Wisata (B.P.WIS) lebih kecil dari t–tabel sehingga Ho diterima, maka dapat disimpulkan bahwa estimasi dari model analisis regresi yang ditentukan tidak terjadi heteroskedastisitas.
c. Uji Autokorelasi Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah diantara kesalahan pengganggu yang saling berurutan terjadi korelasi atau tidak. Untuk melakukan uji ini bisa di lihat dari nilai D–W nya, yaitu dengan hipotesa nol yang menyatakan bahwa tidak ada serial korelasi positif maupun korelasi negatif. Dari hasil analisis diperoleh nilai Durbin–Watson (d) sebesar 2,6066 pada n = 11 dan k = 3 dalam taraf signifikan 5% (α = 0,05) maka berdasar tabel DW diperoleh nilai dL = 0,82 dan dU = 1,75 maka dapat dilakukan pengujian sebagai berikut : Karena d > dU yaitu 2,6066 > 1,75 maka dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi positif . 1) dL < d < 4–dU
Maka tidak terdapat autokorelasi
2) dL < d < dU
Pengujian tanpa kepastian (ragu-ragu)
3) 4 –dU < d < 4 – dL
Pengujian tanpa kepastian (ragu-ragu)
4) 0 < d < dL
ada gejala autokorelasi xcv
5) 4 < dL < d < 4
ada gejala autokorelasi
Karena d > (4 – dU) yaitu 2,6066 > 2,25 maka dapat disimpulkan tidak terdapat atau terjadi autokorelasi positif . Jika Ho : tidak terjadi autokorelasi negatif kalau : 1) tolak Ho jika d > (4 – dL) 2) terima Ho jika d < (4 – dU) 3) Karena d < (4 – dL), yaitu 2,6066 < 3,18 maka dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi negatif. Untuk daerah daerah antara di terima dan di tolak selengkapnya akan diuraikan dalam pengujian dua sisi yaitu :
daerah autokorelasi
Keragu- raguan
positif
0
daerah
menerima Ho atau
Keragu- raguan
H*o atau kedua-duanya
0,82
1,75
2
2,25 2,6066
autokorelasi negatif
3,18
4
Gambar IV.5. Pengujian Autokorelasi
Hipotesisnya, Ho adalah dua ujungnya tidak ada serial autokorelasi baik positif maupun negatif. Karena nilai d–nya = 2,6066 berada di daerah keragu–raguan.
E. Hasil Estimasi Model Regresi Lama Tinggal Wisatawan Nusantara.
xcvi
Untuk menguji hipotesis kedua diduga bahwa jumlah kamar dan paket B.P.Wisata berpengaruh terhadap lama tinggal wisatawan nusantara dilakukan uji regresi linear berganda diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel .IV.11. Hasil Analisis Data Lama Tinggal Wisatawan Nusantara. No Variabel Koefisien 1. KMRHOTEL 0,000174 2. B.P.WISATA 0,08381 Constant = 0,47 STD.Error of EST = 0,11 ADJ. R–Squared = 0,93 R–Squared = 0,95 Multiple R = 0,97 F–Ratio = 70,187 Durbin–Watson Test = 1,2986 Sumber :Print–Out Komputer
STD.Error 0,0001617 0,02769
T(df=8) 1,081 3,027
Probabilitas 0,31112 0,01639
Dimana persamaan dapat disusun sebagai berikut : Y1 = 0,47 + 0,000174 X1 + 0,08381X2 t– Hitung
(1,081)
(3,027)
Dari hasil persamaan tersebut kemudian dilakukan pengujian antara lain Uji Statistik dan Uji Asumsi Klasik 1. Uji Statistik Dengan melihat persamaan regresi di atas, diketahui bahwa semua koefisien regresi adalah positif. Hal ini mengandung arti bahwa semua variabel yang digunakan yaitu variabel independen mempunyai pengaruh yang positif terhadap variabel dependen yaitu Lama Tinggal Wisatawan Nusantara. Dengan adanya penambahan atau peningkatan variabel jumlah kamar hotel dan variabel jumlah biro perjalanan wisata sebesar satu–satuan, maka akan menyebabkan kenaikan variabel Lama Tinggal Wisatawan Nusantara. Jadi dalam hal ini variabel tersebut telah konsisten dengan teori yang ada.
xcvii
a. Uji t ( Uji Parsial) Uji t adalah uji koefisien regresi secara parsial yang digunakan untuk menguji tingkat signifikansi dari masing–masing koefisien regresi variabel independen (jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata) terhadap variabel dependen (Lama Tinggal Wisatawan Nusantara). Pengujian koefisiensi regresi secara individu ini dilakukan dengan menggunakan α = 5% yang berarti bahwa tingkat keyakinan adalah 95%. Adapun pengujian dari masing–masing koefisien regresi dari variabel independen adalah sebagai berikut: 1) Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Jumlah Kamar Hotel. Dari hasil estimasi diperoleh koefisien regresi jumlah kamar hotel 0,000174 dengan t–hitung sebesar 1,081 atau diperoleh nilai probabilitas tingkat signifikasi sebesar 0,31112. Sehingga dapat ditarik kesimpulan pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah kamar hotel tidak signifikan terhadap lama tinggal wisatawan nusantara. Jadi hasil ini tidak mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa adanya pengaruh positif dari variabel jumlah kamar hotel terhadap variabel lama tinggal wisatawan nusantara tidak terbukti. 2) Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Jumlah Biro Perjalanan Wisata Dari hasil estimasi diperoleh koefisien regresi jumlah biro perjalanan wisata 0,02769 dengan t–hitung sebesar 3,027 atau diperoleh nilai probabilitas tingkat signifikasi sebesar 0,01639. Sehingga dapat ditarik kesimpulan pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah biro perjalanan wisata signifikan terhadap lama tinggal wisatawan nusantara. Jadi hasil ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa adanya pengaruh positif dari variabel jumlah biro perjalanan wisata terhadap variabel lama tinggal wisatawan nusantara terbukti. b. Uji–F Uji F adalah uji koefisien regresi secara bersama–sama digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama–sama mempengaruhi Lama Tinggal Wisatawan Nusantara ataukah tidak. Pengujian tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan uji F–test. Untuk uji F–test dilakukan dengan membandingkan nilai F–hitung yang diperoleh dari perhitungan dengan komputer terhadap nilai F–tabel. Jika F–hitung > F–tabel hasil yang diperoleh adalah signifikan atau sebaliknya.
xcviii
Hasil perhitungan untuk nilai F–hitung diperoleh dalam analisis regresi linear berganda adalah sebesar 70,187 sedangkan untuk F–tabel sebesar 4,26 sehingga kriteria pengujiannya :70,187 > 4,26. Uji F–test dalam analisis ini menggunakan α = 5%, yang berarti bahwa tingkat keyakinan (Confidence Level) sebesar 95%. Sedangkan hipotesis yang dipakai adalah : Hо : b1 = b2 = 0 Ha : b1 ≠ b2 ≠ 0 F–hitung yang di peroleh adalah sebesar 70,187, sedangkan F tabelnya adalah 4,26 sehingga menghasilkan kriteria pengujian sebagai berikut :
DAERAH DITOLAK DAERAH DITERIMA
0
4,26 Gambar IV.6. Uji “F “ Untuk Koefisiensi Regresi
70,187
b1 , b2
Hasil : F hitung > F tabel 70,187 > 4,26 Kesimpulannya bahwa hipotesa nol (Hо) ditolak sehingga hipotesa alternatif (Ha) diterima. Dengan demikian uji statistik yang di lakukan adalah signifikan. Hal itu berarti ada alasan yang kuat untuk mendukung kebenaran hipotesis tersebut. Dan dapat berarti pula bahwa variabel independen secara bersama–sama mempengaruhi Lama Tinggal Wisatawan Nusantara. Atau dengan probabilitas (F-statistik) = 0,000008451 maka dapat dikatakan bahwa secara statistik semua koefisien regresi tersebut signifikan, bahkan sampai pada tingkat α = 5%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata mampu mempengaruhi variabel Lama Tinggal Wisatawan Nusantara secara signifikan. c. Koefisien determinasi (R2) Koefisien determinasi atau (R2) yang gunanya untuk mengetahui berapa % variasi variabel dependent dapat di jelaskan oleh variasi variabel independent. Pengujian tersebut dapat di lakukan dengan melihat koefisien R2 dengan kriteria pengujian 0 ≤ R2 ≤ 1 dimana nilai R2 antara 0 dan 1, R2 akan selalu positif. xcix
Hasil perhitungan untuk nilai R2 di peroleh dalam analisis regresi berganda di peroleh angka koefisien determinasi atau R2 sebesar 0,93 . Artinya bahwa 93% variasi variabel Lama Tinggal Wisatawan Nusantara dapat di jelaskan oleh variasi variabel jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata, sedangkan sisanya yaitu 7% tidak dapat di jelaskan. Dengan kata lain pengaruh jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata terhadap Lama Tinggal Wisatawan Nusantara adalah 93% dan faktor–faktor lain yang mempengaruhi Lama Tinggal Wisatawan Nusantara sebesar 7%. 2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinearitas Adalah ada hubungan antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan
dalam
model
regresi.
Jika
model
terdapat
multikolinearitas maka model tersebut memiliki kesalahan standar yang besar sehingga koefisien tidak dapat di taksir dengan ketepatan yang tinggi. Salah satu cara mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas adalah
dengan
menggunakan
Metode
Klein.
Yaitu
dengan
membandingkan nilai (r)2, Xi,………,Xn . Apabila nilai R2> (r)2 berarti tidak ada gejala multikolinearitas Tabel IV.12. Hasil Uji Multikolinearitas VARIABEL ( r )2 KMRHOT–LTWS.NUS 0,8843 BPWISATA–LTWS.NUS 0,9382 KMRHOT–BPWISATA 0,8826 Sumber : Hasil pengolahan komputer.
R2 0,93 0,93 0,93
Kesimpulan Tidak ada multikolinearitas Tidak ada multikolinearitas Tidak ada multikolinearitas
Dimana : KMRHOT
= Variabel Jumlah Kamar Hot.
LTWS.NUS = Variabel Lama Tinggal Wisatawan Nusantara. B.P.WIS
= Variabel Biro Perjalanan Wisata.
c
b. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah pengujian yang di lakukan untuk mengetahui apakah kesalahan pengganggu memiliki varian yang sama atau tidak. Jika di peroleh varian yang sama maka asumsi heteroskedastisitas di terima, adapun metode yang digunakan untuk menguji adalah uji Gletjer dengan langkah–langkah sebagai berikut : 1). Membuat regresi dependen terhadap variabel independen, lalu akan diperoleh besarnya kesalahan pengganggu (residual). 2). Membuat regresi residual (dalam nilai absolut) terhadap varibel independen yang dirumuskan sebagai berikut : ei = β0 + β1xi + vi dimana : ei = residual xi = variabel independen vi = variabel pengganggu 3). Lalu membandingkan t–hitung (yang diperoleh dari uji Gletjer) dengan t–tabel (yang diperoleh dari uji t). Dengan kriteria pengujian jika nilai β tidak signifikan maka Ho diterima, dengan kata lain menunjukan adanya homoskedastisitas dan menolak heteroskedastisitas. Sedang apabila nilai β1 signifikan maka berarti sebaliknya. Hasil uji heteroskedastisitas dapat di lihat dalam tabel dibawah ini : Tabel IV.13. Uji Heteroskedastisitas Variabel t – tabel t – hitung kesimpulan (α:0,05;df 8) KMRHOTEL 2.262 ─0,393 Tidak ada heteroskedastisitas B.P.WIS 2.262 –0,575 Tidak ada heteroskedastisitas Sumber data : Print–out komputer,data diolah (tahun 2003) ci
Dari hasil pengujian di atas diketahui bahwa pada derajat keyakinan 5% nilai t–hitung dari Jumlah Kamar Hotel (KMRHOTEL) dan Biro Perjalanan Wisata (B.P.WIS) lebih kecil dari t–tabel sehingga Ho diterima, maka dapat disimpulkan bahwa estimasi dari model analisis regresi yang ditentukan tidak terjadi heteroskedastisitas.
c. Uji Autokorelasi Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah diantara kesalahan pengganggu yang saling berurutan terjadi korelasi atau tidak. Untuk melakukan uji ini bisa di lihat dari nilai D–W nya, yaitu dengan hipotesa nol yang menyatakan bahwa tidak ada serial korelasi positif maupun korelasi negatif. Dari hasil analisis diperoleh nilai Durbin–Watson (d) sebesar 3,1509 pada n = 11 dan k = 3 dalam taraf signifikan 5% (α = 0,05) maka berdasar tabel DW diperoleh nilai dL = 0,82 dan dU = 1,75 maka dapat dilakukan pengujian sebagai berikut : Karena d > dU yaitu 3,1509 > 1,75 maka dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi positif . 1) dL < d < 4–dU
Maka tidak terdapat autokorelasi
2) dL < d < dU
Pengujian tanpa kepastian (ragu-ragu)
3) 4 –dU < d < 4 – dL
Pengujian tanpa kepastian (ragu-ragu)
4) 0 < d < dL
ada gejala autokorelasi
5) 4 < dL < d < 4
ada gejala autokorelasi
cii
Karena d > (4 – dU) yaitu 3,1509 > 2,25 maka dapat disimpulkan tidak terdapat atau terjadi autokorelasi positif . Jika Ho : tidak terjadi autokorelasi negatif kalau : 1) tolak Ho jika d > (4 – dL) 2) terima Ho jika d < 4 – dU) 3) Karena d < 4 – dL), yaitu 3,1509 < 3,18 maka dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi negatif. Untuk daerah antara di terima dan di tolak selengkapnya akan diuraikan dalam pengujian dua sisi yaitu :
daerah autokorelasi
Keragu- raguan
positif
0
daerah
menerima Ho atau
Keragu- raguan
H*o atau kedua-duanya
0,82
1,75
2
2,25
autokorelasi negatif
3,1509
3,18
4
Gambar IV.7. Pengujian Autokorelasi
Hipotesisnya, Ho adalah dua ujungnya tidak ada serial autokorelasi baik positif maupun negatif. Karena nilai d–nya = 3,1509 berada di daerah keragu–raguan.
F. Interpretasi Substantif
ciii
Penggunaan analisis trend linier untuk menguji hipotesis pertama. Terlihat bahwa perkembangan industri pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta menunjukkan pertumbuhan kearah yang semakin baik yang ditunjukkan oleh arah condong garis Y(b) dengan nilai positif sebesar 2.457.113.512,66. Untuk menguji hipotesis kedua di duga bahwa perkembangan industri pariwisata berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah dilakukan uji regresi linier berganda sebagai berikut: 1. Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Jumlah Wisatawan. Dari hasil estimasi model regresi diperoleh koefisien regresi jumlah wisatawan 12757,7 dengan t–hitung sebesar 1,668 atau diperoleh nilai probabilitas tingkat signifikansi sebesar 0,13929 sehingga dapat ditarik kesimpulan pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah wisatawan tidak signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah, jadi hipotesis tidak terbukti. 2. Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Jumlah Kamar Hotel. Dari hasil estimasi model regresi diperoleh koefisien regresi jumlah kamar hotel 7070528,9 dengan t–hitung sebesar 2,306 atau diperoleh nilai probabilitas tingkat signifikansi sebesar 0,00352 sehingga dapat ditarik kesimpulan pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah wisatawan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah, jadi hipotesis terbukti. 3. Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Jumlah Biro Perjalanan Wisata. Dari hasil estimasi model regresi diperoleh koefisien regresi jumlah biro perjalanan wisata 1072492971,3 dengan t–hitung sebesar 4,442 atau diperoleh nilai probabilitas tingkat signifikansi sebesar 0,00300 sehingga civ
dapat ditarik kesimpulan pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah biro perjalanan wisata signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah, jadi hipotesis terbukti. 4. Pengujian Terhadap Semua Koefisien Regresi Secara Bersama–sama. Dari hasil estimasi model regresi diperoleh F–hitung sebesar 239,060 lebih besar dari F–tabel 4,46. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel jumlah wisatawan, variabel jumlah kamar hotel dan jumlah biro perjalanan wisata secara bersama–sama berpengaruh terhadap PAD di Kota Surakarta. Sedangkan untuk menguji hipotesis ketiga diduga bahwa perkembangan industri pariwisata berpengaruh terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara dan lama tinggal wisatawan nusantara. 1.Hasil Estimasi Model Regresi Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara. a. Pengujian terhadap koefisien regresi jumlah kamar hotel. Dari hasil estimasi diperoleh koefisien regresi jumlah kamar hotel 0,0001795, dengan t–hitung 2,145 atau diperoleh nilai probabilitas tingkat signifikansi sebesar 0,06427 sehingga dapat ditarik kesimpulan pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah kamar hotel tidak signifikan terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara. Jadi hipotesis tidak terbukti. b. Pengujian terhadap koefisien regresi jumlah biro perjalanan wisata. Dari hasil estimasi diperoleh koefisien regresi jumlah biro perjalanan wisata 0,08093, dengan t–hitung 5,647 atau diperoleh nilai probabilitas tingkat signifikansi sebesar 0,00048 sehingga dapat ditarik kesimpulan cv
pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah biro perjalanan wisata signifikan terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara. Jadi hipotesis terbukti. c. Pengujian terhadap semua koefisien regresi secara bersama–sama. Dari hasil estimasi model regresi diperoleh F–hitung sebesar 252,336 lebih besar dari F–tabel sebesar 4,26. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah kamar hotel dan jumlah biro perjalanan wisata secara bersama–sama berpengaruh terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara. 2. Hasil Estimasi Model Regresi Lama Tinggal Wisatawan Nusantara. a. Pengujian terhadap koefisien regresi kamar hotel. Dari hasil estimasi diperoleh koefisien regresi jumlah kamar hotel 0,00174, dengan t–hitung 1,081 atau diperoleh nilai probabilitas tingkat signifikansi sebesar 0,31112 sehingga dapat ditarik kesimpulan pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah kamar hotel tidak signifikan terhadap lama tinggal wisatawan nusantara. Jadi hipotesis tidak terbukti. b. Pengujian terhadap koefisien regresi jumlah biro perjalanan wisata. Dari hasil estimasi diperoleh koefisien regresi jumlah biro perjalanan wisata 0,02769, dengan t–hitung 3,027 atau diperoleh nilai probabilitas tingkat signifikansi sebesar 0,01639 sehingga dapat ditarik kesimpulan pada α = 5% menunjukkan koefisien regresi jumlah biro perjalanan wisata signifikan terhadap lama tinggal wisatawan nusantara. Jadi hipotesis terbukti. cvi
c. Pengujian terhadap semua koefisien regresi secara bersama–sama. Dari hasil estimasi model regresi diperoleh F–hitung sebesar 70,187 lebih besar dari F–tabel sebesar 4,26. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah kamar hotel dan jumlah biro perjalanan wisata secara bersama–sama berpengaruh terhadap lama tinggal wisatawan nusantara. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan disampaikan kesimpulan sebagai bagian akhir dari penulisan skripsi ini. Kesimpulan ini didasarkan pada analisis data pada bab IV sebelumnya. Dari kesimpulan ini akan di dapat beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
A. Kesimpulan
1. Dari tahun 1990–2000 terlihat bahwa Pendapatan Asli Daerah secara keseluruhan menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Walaupun terjadi penurunan th 1998 yaitu dari Rp. 26.491.048.768,00 menjadi Rp.25.151.011.224,00 hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan jumlah wisatawan yang datang sebesar 224.551 orang pada tahun 1997 menjadi 115.002 orang pada tahun 1998. 2.
Perkembangan industri pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta. Dengan analisis trend linier dapat di lihat bahwa perkembangan sektor pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta menunjukkan pertumbuhan ke arah yang semakin baik yang ditunjukkan oleh arah condong Y(b) dengan nilai koefisien yang positif sebesar 2.457.113.212,66.
cvii
3. Faktor–faktor yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta. Secara bersama–sama kamar hotel, jumlah wisatawan dan jumlah biro perjalanan wisata berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah pada tingkat signifikansi 5%. Koefisien regresi jumlah wisatawan sebesar 12757,7 sedangkan koefisien jumlah kamar hotel sebesar 7070528,9 dan koefisien biro perjalanan wisata sebesar 1072492971,3, diketahui bahwa semua koefisien regresi adalah positif. Hal ini mengandung arti bahwa semua variabel yang digunakan yaitu variabel independen mempunyai pengaruh yang positif terhadap variabel dependen yaitu Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta. Dengan adanya penambahan atau peningkatan jumlah wisatawan variabel jumlah kamar dan variabel biro perjalanan wisata sebesar satu–satuan,maka akan menyebabkan kenaikan variabel Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta jadi dalam hal ini variabel tersebut telah konsisten dengan hipotesis yang ditentukan.
Berdasarkan uji individual variabel jumlah
kamar hotel dan jumlah biro perjalanan wisata signifikan
pada taraf
signifikansi 5%. Sedangkan jumlah wisatawan kurang berpengaruh atau mempunyai pengaruh yang tidak terlalu besar terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta. 4. Faktor–faktor
yang
mempengaruhi
Lama
Tinggal
Wisatawan
Mancanegara. Secara bersama–sama jumlah kamar hotel dan jumlah biro perjalanan
wisata berpengaruh
terhadap
lama tinggal
wisatawan
mancanegara pada tingkat signifikansi 5%. Koefisien regresi jumlah kamar hotel sebesar 0,0001795 dan biro perjalanan wisata 0,08093, diketahui cviii
bahwa semua koefisien regresi adalah positif, hal ini mengandung arti bahwa semua variabel yang digunakan yaitu independen mempunyai pengaruh yang positif terhadap variabel dependen yaitu lama tinggal wisatawan mancanegara di Surakarta. Dengan adanya penambahan atau peningkatan variabel jumlah kamar hotel dan variabel jumlah biro perjalanan wisata sebesar satu–satua, maka akan menyebabkan kenaikan variabel lama tinggal wisatawan mancanegara di Surakarta. Jadi dalam hal ini variabel tersebut telah konsisten dengan hipotesis yang ada. Berdasarkan uji individual variabel jumlah biro perjalanan wisata berpengaruh secara signifikan pada taraf signifikansi 5%. Sedangkan jumlah kamar hotel kurang berpengaruh atau tidak signifikan terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara. 5. Faktor–faktor yang mempengaruhi Lama Tinggal Wisatawan Nusantara. Secara bersama–sama jumlah kamar hotel dan jumlah biro perjalanan wisata berpengaruh terhadap lama tinggal wisatawan nusantara pada taraf signifikansi 5%. Koefisien regresi jumlah kamar hotel sebesar 0,000174 dan biro perjalanan wisata 0,08381, diketahui bahwa semua koefisien regresi adalah positif. Hal ini mengandung arti bahwa semua variabel yaitu variabel independen mempunyai pengaruh yang positif terhadap variabel dependen yaitu lama tinggal wisatawan nusantara. Dengan adanya penambahan atau peningkatan variabel jumlah kamar hotel dan variabel jumlah
biro
perjalanan
wisata
sebesar
satu–satuan,
maka
akan
menyebabkan kenaikan variabel lama tinggal wisatawan nusantara. Jadi dalam hal ini variabel tersebut telah konsisten dengan hipotesis yang ada. cix
Berdasarkan uji individual variabel jumlah biro perjalanan wisata signifikan pada taraf signifikansi 5%. Sedangkan jumlah kamar hotel mempunyai pengaruh yang tidak terlalu besar atau tidak signifikan terhadap lama tinggal wisatawan nusantara. B. Saran–saran 1. Bila di lihat dari kesimpulan bahwa semua variabel independen yaitu jumlah kamar hotel, jumlah wisatawan dan jumlah biro perjalanan wisata berpengaruh terhadap PAD. Hal ini disebabkan dengan bertambahnya jumlah wisatawan yang datang, maka jumlah kamar yang digunakan serta jumlah biro perjalanan wisata yang digunakan akan menambah pendapatan daerah di Kota Surakarta. Dimana pendapatan yang masuk tersebut akan diperhitungkan dalam Pendapatan Asli Daerah atau meningkatkan PAD. Dengan kenyataan tersebut maka pihak pemerintah daerah perlu meningkatkan fasilitas–fasilitas dalam sektor
pariwisata agar supaya
pariwisata di Surakarta lebih banyak menarik wisatawan baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara, sehingga dengan banyaknya wisatawan yang datang akan meningkatkan PAD. 2. Bila dilihat dari koefisien regresi diketahui bahwa jumlah kamar hotel dan biro perjalanan wisata berpengaruh positif terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara maupun nusantara tetapi dari ke dua variabel tersebut variabel biro perjalanan wisata mempunyai koefisien regresi yang lebih besar. Dengan demikian berarti bahwa biro perjalanan wisata mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara maupun nusantara. Dengan keadaan tersebut seyogyanya cx
pihak Pemerintah Daerah lebih meningkatkan kegiatan biro perjalan wisata dengan memberikan sarana dan prasarana bagi perkembangan biro perjalanan wisata. Misalnya dengan memberikan kemudahan ijin bagi pendirian atau pengadaan biro perjalanan wisata. Disamping itu bagi pihak biro perjalanan wisata sendiri agar lebih meningkatkan pelayanan sehingga wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara yang menggunakan biro perjalanan wisata tersebut merasa puas, sehingga dapat menjadikan sarana promosi bagi pariwisata di Surakarta. 3. Bila dilihat dari koefisien regresi diketahui jumlah kamar hotel berpengaruh positif terhadap lama tinggal wisatawan mancanegara dan nusantara, dengan keadaan itu seyogyanya pihak hotel dapat meningkatkan kualitas kamar hotel agar lebih menarik wisatawan yang datang, misalnya dengan meningkatkan fasilitas dan pelayanan terhadap kamar hotel yang disediakan.
cxi