LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL ANALISIS SEBARAN SPASIAL DAN KERAPATAN MANGROVE DI WILAYAH PESISIR TELUK TOMINI DI DESA PENTADU TIMUR KECAMATAN TILAMUTA KABUPATEN BOALEMO PROVINSI GORONTALO
Jalipati Tuheteru NIM. 633 410 071 Telah memenuhi syarat untuk diterima oleh Komisi Pembimbing :
Pembimbing I
Faizal Kasim, S. IK, M.Si NIP. 197307162000121001
Pembimbing II
Hj. Sitti Nursinar, S. Pi, M, Si NIP. 19740531 200312 2 001
1
ANALISIS SEBARAN SPASIAL DAN KERAPATAN MANGROVE DI WILAYAH PESISIR TELUK TOMINI DI DESA PENTADU TIMUR KECAMATAN TILAMUTA KABUPATEN BOALEMO PROVINSI GORONTALO Jalipati Tuheteru 1), Faizal Kasim, S. IK, M. Si 2), Siti Nursinar, S. Pi, M.Si 3) E-mail :
[email protected] Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Negeri Gorontalo. ABSTRAK Jalipati Tuheteru. 2015. Analisis Sebaran Spasial dan Kerapatan Ekosistem Mangrove di Wilayah Pesisir Teluk Tomini di Desa Pentadu Timur Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo. Dibawah bimbingan Faizal Kasim S.IK, M. Si sebagai pembimbing I dan Siti Nursinar S. Pi, M. Si sebagai pembimbing II. Tujuan dari penelitian ini adalah memetakan kondisi sebaran spasial dan kerapatan ekosistem mangrove di kawasan pesisir di Desa Pentadu Timur Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo berdasarkan analisis data penginderaan jauh Citra Landsat-8 OLI akuisisi tahun 2013. Penelitian ini berlangsung dari Bulan Juni 2014 sampai dengan Bulan April 2015. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni metode klasifikasi terbimbing dan metode survey lapangan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yakni berupa data primer dan data sekunder. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan SIG untuk memperoleh peta sebaran dan peta NDVI mangrove serta uji akurasi citra untuk menentukan tingkat akurasi data. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa ketepatan klasifikasi tutupan lahan cukup baik. Klasifikasi kelas tingkat kerapatan vegetasi mangrove berdasarkan transformasi NDVI yaitu, sebaran kerapatan vegetasi mangrove padat memiliki luas 41,903 Ha, diikuti oleh kerapatan vegetasi mangrove sedang dengan luas 5,912 Ha, serta kerapatan vegetasi mangrove jarang dengan luas 4,074 Ha dengan luasan keseluruhan mencapai ± 51,889 Ha. Ketepatan pemetaan vegetasi mangrove berdasarkan transformasi NDVI yakni sebesar 75%. Berdasarkan nilai persentase tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa secara spasial sebaran mangrove serta kondisi kerapatan ekosistem mangrove di Desa Pentadu Timur masih cukup baik. Kata kunci : Penginderaan Jauh, Citra Landsat 8 OLI, SIG, Sebaran dan Kerapatan, NDVI, Mangrove.
Jalipati Tuheteru 1), Faizal Kasim, S. IK, M. Si 2), Siti Nursinar, S. Pi, M.Si 3) 2
Pendahuluan Wilayah pesisir dan laut Indonesia merupakan salah satu wilayah yang memiliki kekayaan dan keanekaragaman hayati (biodiviersity) yang terbesar di dunia. Hal ini tercermin pada keberadaan ekosistem pesisir seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun dan berbagai jenis-jenis ikan, baik ikan hias maupun ikan konsumsi. Berdasarkan keberadaan berbagai sumberdaya didalamnya, ekosistem pesisir merupakan salah satu ekosistem yang memiliki peranan dan fungsi yang sangat besar. Hal tersebut dikarenakan, secara biologis ikut berperan dalam mengatur perputaran mata rantai makanan serta mampu menopang kehidupan berbagai biota laut di suatu perairan. Menurut Talib (2008) bahwa mangrove merupakan ekosistem yang sangat lengkap yang terdiri dari flora dan fauna, sekaligus hidup di antara batas air pasang dan air surut. Selain menyediakan keanekaragaman hayati (biodiversity), ekosistem mangrove juga berfungsi sebagai plasma nutfah (genetic pool) dan menunjang keseluruhan sistem kehidupan di sekitarnya. Menurut Bengen (2004) dalam Talib (2008) bahwa tumbuhan mangrove merupakan sumber makanan yang potensial dalam berbagai bentuk bagi semua biota yang hidup di ekosistem mangrove. Peranan dari ekosistem mangrove adalah menjaga keseimbangan ekosistem perairan pantai, melindungi kawasan pantai dari badai, ombak dan abrasi (Hukom at. al, 2012). Disamping itu, mangrove berperan sebagai buffer (perisai alam) dan menstabilkan tanah dengan menangkap dan memerangkap endapan material dari darat yang terbawa oleh air sungai kemudian terbawa ke tengah laut oleh arus (Talib, 2008). Pembangunan wilayah pesisir di Indonesia saat ini khususnya ekosistem mangrove dihadapkan dengan permasalahan yang sangat besar, yaitu: alih fungsi lahan mangrove menjadi area tambak, permukiman, serta area industri. Selain itu juga, perencanaan wilayah pesisir yang belum didasari oleh informasi tentang tingkat kondisi ekosistem wilayah pesisir yang akurat. Oleh sebab itu, data-data kondisi terkini yang tersusun dalam sebuah database spasial sangat penting keberadaannya untuk mendukung upaya perlindungan ekosistem mangrove. Seiring dengan terus berkembangnya penggunaan lahan dan perubahan tutupan lahan yang dilakukan oleh sebagian manusia yang relatif cepat dalam suatu wilayah tertentu, maka diperlukan pemetaan wilayah tersebut secara kontinyu (Noor dan Suryadiputra, 2006 dalam Hidayah, 2011). Teknologi penginderaan jauh dan Sistim Informasi Geografis menjadi alternatif yang dapat menyediaan kebutuhan data spasial. Spasial merupakan ruang-ruang yang bergeorefence atau bertitik koordinat. Dimana ruang-ruang tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan Inderaja dan SIG sehingga menghasilkan sebuah output yang dapat dijadikan sebagi acuan untuk pengambilan sebuah keputusan, contoh dalam hal ini yaitu mengalisa tajuk kerapatan dan luasan mangrove. Ekosistem mangrove merupakan salah satu obyek yang bisa diidentifikasi dengan menggunakan teknologi INDERAJA. Moloney (2007) dalam Hidayah (2011) menjelaskan bahwa letak geografi ekosistem mangrove yang berada pada daerah peralihan darat dan laut memberikan dampak perekaman yang khas jika dibandingkan dengan vegetasi darat lainnya. Kabupaten Boalemo merupakan salah satu dari beberapa daerah di Provinsi Gorontalo yang terdapat sebaran ekosistem mangrove. Berdasarkan peta administrasi 3
Provinsin Gorontalo dari Dinas Kehutanan Provinsi Gorontalo tahun 2010 bahwa luasan mangrove di Kabupaten Boalemo kurang lebih 2097 Ha. Mangrove ini tersebar di beberapa Kecamatan, Salah satunya di Kecamatan Tilamuta Desa Pentadu Timur. Luas ekosistem mangrove di Desa Pentadu Timur yakni sekitar 43 Ha, hal tersebut dilihat berdasarkan batas administrasi desa. Berdasarkan observasi langsung di lapangan, mangrove yang ada di Desa Pentadu Timur cukup luas, hal tersebut memungkinkan memiliki potensi yang baik. Namun, sampai sekarang belum ada laporan terkini terkait dengan sebaran dan kerapatan ekosistem mangrove khususnya di Desa Pentadu Timur. Berdasarkan gambaran tersebut diatas jelas adanya beberapa kondisi yang mendesak untuk melakukan pengkajian tentang pemetaan sebaran spasial dan kerapatan ekosistem mangrove, khususnya di kawasan pesisir Desa Pentadu Timur Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo.
Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juni Tahun 2014 sampai dengan Bulan April tahun 2015. Lokasi penelitian adalah Desa Pentadu Timur Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.
Gambar 1. Peta Penelitian (Sumber. Peta Penunjukan Kawasan Hutan Prov. Gorontalo Tahun 2010, Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) sheet Daerah Gorontalo skala 1 : 50.000, dan Peta Administrasi Kecamatan dan Desa oleh BPS Prov. Gorontalo skala 1 : 50.000). Secara geografis batas Desa Pentadu Timur sebelah Utara berbatasan dengan Desa Modelomo dan Desa Mohungo, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Mohungo dan Desa Tenilo, sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini, serta sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pentadu Barat. 4
Berdasarkan poligon peta administrasi Desa Pentadu Timur dari Dinas Kehutanan Provinsi Gorontalo Tahun 2010, luas Desa Pentadu yakni ± 430 Ha, yang terdiri dari beberapa dusun yaitu Dusun Lipa, dusun Milango, Dusun Tambe dan Dusun Poheita Daa (RPJM_Des, 2014). Bahan dan Alat Penelitian Penelitian ini menggunakan alat dan bahan seperti disajikan pada Tabel 1 dibawah ini : Tabel 1. Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No.
Jenis bahan
1.
Citra Digital Landsat 8 OLI
2.
3. 4. 5.
Spesifikasi
Kegunaan
resolusi spasial 30m , untuk membuat peta tahun perekaman 2013 sebaran mangrove Tahun 2014 a. Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:50.000, sebagai referensi (RBI) Sheet Daerah pembutan peta Gorontalo, sebaran mangrove b. Peta Penunjukan Kawasan Skala 1:50.000 Hutan Prov. Gorontalo. c. Peta Administrasi Kecamatan Skala 1:50.000 dan Desa. Mangrove Sebagai objek untuk di teliti Perangkat computer Acer Proses pengetikan hasil penelitian Software SIG , Versi 10.1 Untuk mengolah extensi transform dan registry data citra. tools. digunakan dalam pemrosesan SIG dan pembuatan tampilan atau layout peta, dan extensi edit tools merupakan ekstensi tambahan yang digunakan untuk proses editing peta.
6.
Program Microsoft Office Excel 2007
untuk membantu dalam perhitungan yan berkaitan dengan pemetaan,
7.
Alat tulis menulis
8.
Global Posistion System (GPS) Garmin, Versi 76
Mencatat data penelitian menentukan
-
5
MAP
CSx
koordinat lokasi penelitian di lapangan.
9.
Kamera digital
Samsung
10.
Rol-Meter
-
untuk dokumentasi gambar obyek di lapangan Untuk mengukur jarak dalam penentuan posisi koordinat.
Metode Penelitian Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, maka kegiatan penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan meliputi pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan serta menganalisa data sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan. Tahapan-tahapan yang terdapat dalam kegiatan penelitian ini meliputi: Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diambil atau dikumpulkan dengan cara observasi langsung ke daerah penelitian. Data sekunder adalah data yang berasal dari instansi terkait serta berupa literatur-literatur pada penelitian-penelitian terdahulu. Adapun data primer dan sekunder yang di butuhkan dalam penelitian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Daftar data primer dan data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian No.
Nama Data
1.
Titik sampling (training area)
2.
Citra landset 8 OLI Peta Administrasi Provinsi Gorontalo Peta Rupa Bumi Indonesia Peta Administrasi Kecamatan dan Desa Peta Penunjukkan Kawasan Hutan
3.
4. 5.
6.
Jenis Data Primer
Sumber
Tahun
Keterangan
2013
55
Sekunder Nasa (www.Earts,explorer.com) Sekunder Dishut Prov. Gorontalo
2013
Di download/30 M Soft/Hard copy Skala 1:50.000
Sekunder Dishut Prov. Gorontalo
2010
Sekunder BPS Prov. Gorontalo.
2013
Sekunder Dishut Prov. Gorontalo
2010
GPS
2010
Soft/Hard copy Skala 1:50.000 Soft/Hard copy Skala 1:50.000
Soft/Hard copy Skala 1:50.000
6
Analisis Citra Analisis yang dilakukan pada citra Landsat dengan tujuan untuk mendapatkan peta luasan lahan mangrove yang berasal dari areal atau kawasan yang diteliti. Menurut Sukojo dan Susilowati (2003) dalam Harahap (2011), pengelolaan citra Landsat dengan tujuan untuk mengekstrak informasi-informasi yang terdapat pada citra baik yang berupa informasi spasial maupun informasi deskriptik, dimana semua proses pengelolaan dilakukan secara digital dengan bantuan komputer. Pembuatan Basis Data Spasial Termasuk dalam kegiatan pembuatan basis data spasial adalah pengumpulan dan ekstraksi data-data primer dan sekunder, seperti data titik kordinat serta data yang berupa peta RBI, peta penunjukkan kawasan hutan serta peta Kecamatan dan Desa, terkait dalam menyusunnya menjadi hirarki data yang siap diolah lanjut dalam batasan wilayah kajian atau region of interest (ROI) untuk menjadi dasar kegiatan analisis dan layout peta. Pengerjaan pembuatan basis data menggunakan perangkat Software ArcGIS ver.10.1. Pemrosesan Data Citra (Image Processing) Koreksi Citra Koreksi citra merupakan kegiatan memperbaiki citra satelit agar diperoleh data yang sesuai dengan aslinya. Hal ini dikarenakan citra hasil rekaman sensor penginderaan jauh mengalami berbagai distorsi yang disebabkan oleh gerakan sensor, kerusakan rekaman sehingga perlu dipulihkan kembali. Koreksi data citra Landsat_8 OLI Tahun 2013 dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu: Pra processing Citra Pra Processing (Koreksi Citra) terdiri dari dua tahapan yaitu koreksi radiometri dan koreksi geometri. Koreksi radiometri dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas visual citra dan sekaligus memperbaiki nilai-nilai pixel yang tidak sesuai. Koreksi geometri bertujuan untuk meletakkan posisi obyek di citra sesuai dengan posisi sebenarnya di lapangan. Subset Image ( Pemotongan Citra) Subset image merupakan proses pemotongan citra sesuai dengan daerah atau kawasan yang diteliti. Hal tersebut dilakukan agar dalam proses pengolahan citra hanya terfokus pada daerah penelitian. Klasifikasi Citra Klasifikasi citra bertujuan untuk mengelompokkan kenampakankenampakan yang homogen pada citra. Klasifikasi yang digunakan dalam 7
penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing (supervised classification). Klasifikasi terbimbing adalah proses klasifikasi dengan memilih training area untuk tiap kriteria penutupan lahan yang mewakili sebagai kunci interpretasi. Klasifikasi supervise dapat digunakan dengan Maximum Likelihood Classification yang terdapat pada spasial analisis. Penajaman Citra Penajaman citra dilakukan untuk memperoleh kenampakan citra yang lebih jelas. Dalam penajaman citra menggunakan komposit 654, karena komposit ini lebih menonjolkan obyek sebaran hutan mangrove. Dengan adanya kenampakan citra yang lebih jelas, maka dapat mempermudah dalam membedakan obyek satu dengan obyek yang lain. Pembuatan Data NDVI (Normalized Difference Vegetation Indeks) Analisis NDVI untuk Kerapatan ekosistem Mangrove
Analisis yang dilakukan pada citra Landsat bertujuan untuk memperoleh peta kesehatan sebaran dan luasan mangrove dari kawasan yang diteliti. Menurut Sukojo dan Susilowati (2003) dalam Harahap (2011), pengelolaan citra Landsat bertujuan untuk mengekstrak informasi-informasi yang terdapat pada citra baik yang bersifat informasi spasial maupun informasi deskriptik. Penilaian tingkat kerapatan tajuk hutan mangrove, digunakan kriteria yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan DIrektorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (2005) dalam Fathurrohmah at. al, 2013) . Kriteria tersebut disajikan dalam Tabel 3 berikut : Tabel 3. Kriteria Tingkat Kerapatan Tajuk Hutan Mangrove Berdasarkan Nilai NDVI Nilai NDVI Tingkat Kerapatan Tajuk 0,43 ≤ NDVI ≤ 1,00 Kerapatan tajuk lebat 0,33 ≤ NDVI ≤ 0,42 Kerapatan tajuk sedang -1,0 ≤ NDVI ≤ 0,32 Kerapatan tajuk jarang Sumber : (Departemen Kehutanan, 2005 dalam Fathurrohmah et. al, 2013). Uji Akurasi Tingkat akurasi pemetaan ditentukan dengan menggunakan Uji ketelitian klasifikasi mengacu pada Short (1982) dalam Aqsar (2009) dengan formula: MA = (Xcr *GTP)/(Xcr*GTP + Xo GTP + Xco GTP). Dimana: MA : Ketelitian pemetaan (mapping accuracy), Xcr : Jumlah kelas X yang terkoreksi, GTP : Ground Truth Point, Xo : jumlah kelas yang tidak sesuai, dan Xco : jumlah kelas tambahan. 8
Berdasarkan penjelasan tersebut maka, secara singkat proses analisis untuk membuat peta luasan mangrove dapat dilihat pada Gambar 2. RBI Skala 1:50000
Citra Landsat 8 OLI
Koreksi Radiometrik
Koreksi Geometrik tidak RMSE ≤ 0.5 Ya Citra Terkoreksi
Cropping
ROI Citra
Data Field Check
Klasifika si NDVI
Kompos it (654)
Peta NDVI
Peta RGB 654
Clipping
Peta Kawasan Hutan Desa Pentadu Timur
Peta Penunjukan Kawasan Hutan Prov. Gorontalo tahun 2010
Peta NDVI Mangrove Desa Pentadu Timur
Uji Akurasi
Peta Sebaran Mangrove Desa Pentadu Timur
Peta Kondisi Kesehatan Mangrove Desa Pentadu Timur
Gambar 2. Alur kegiatan metodologi penelitian.
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Secara geografis Kabupaten Boalemo terletak antara 122°, 01’ 10” sampai dengan 122°, 39’ 25” Bujur Timur dan 00°, 23’ 50” sampai dengan 00°, 02’ 40” Lintang Utara. Kabupaten Boalemo terdiri atas 7 Kecamatan dan 82 Desa (DKP Kabupaten Boalemo, 2014). Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Kabupaten Boalemo (2013) bahwa, wilayah Desa Pentadu Timur merupakan salah satu wilayah yang berada di kawasan Pantai Teluk Tomini, yang memiliki ketinggian 7 m di atas permukaan laut. Desa Pentadu Timur termasuk wilayah yang memiliki iklim tropis serta terdapat dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan, dimana musim hujan berkisar antara 1.263 mm/thn dengan suhu sekatar 24 oC – 33,8 oC. Desa tersebut memiliki topografi yang datar sampai berombak sekitar 9 %, kemudian berombak sampai berbukit sekitar 44 % serta memiliki dataran pantai sekitar 47 %. Daerah dataran yang bertopografi datar sebagian besar merupakan daerah permukiman, sedangkan daerah yang bergelombang serta perbukitan merupakan daerah hutan campuran (RPJM_Des, 2014). Aksebilitas untuk sampai pada Desa Pentadu Timur berkisar antara 4-5 jam dengan menggunakan kendaraan bermotor atau angkutan umum khusus angkutan Boalemo - Pohuwato. Sedangkan jarak yang ditempuh dari ibukota Kecamatan Tilamuta sampai pada Desa Pentadu Timur yakni berkisar antara 5 10 menit. Hal tersebut dikarenakan Desa Pentadu Timur tidak jauh dari ibukota. Pengolahan Citra Cropping Citra Cropping merupakan proses pemotongan citra berdasarkan lokasi atau areal penelitian. Pemotongan citra dilakukan untuk membatasi areal penelitian, sehingga dalam proses analisis data citra hanya dilakukan pada areal yang dikaji. Adapun citra yang sudah dipotong berdasarkan Regional of Interens (ROI) pada daerah penelitian disajikan pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Cropping Citra berdasarkan Regional of Interens(ROI). 10
Gambar di atas menunjukkan bahwa sudah di lakukan proses pemotongan citra berdasarka daerah yang di kaji atau berdasarkan Rigion of Interens (ROI) khususnya di Desa Pentadu Timur. Gambar tersebut belum menunjukkan objekobjek yang terdapat pada citra atau pada daerah yang di kaji. Hal tersebut di karenakan citra yang di potong masih dalam bentuk citra yang asli yang berwarna hitam putih atau citra yang belum terkoreksi. Untuk bisa menetukan objek-objek apa saja yang terdapat pada citra, maka tahapan selanjutnya akan dilakukan proses pemulihan citra, Klasifikasi supervise, serta Trasnformasi Citra. Pemulihan Citra Koreksi Radiometrik Koreksi radiometrik dilakukan pada masing – masing band (Band 6, Band 5 dan Band 4) dengan melakukan proses Expand Analisis Tools dengan menampilkan metode penyesuaian histogram (histogram adjusment), yaitu dengan mengurangi nilai kanal terdistorsi ke arah kiri sehingga nilai minimumnya menjadi nol. Digunakan koreksi radiometrik dengan tujuan untuk memperbaiki nilai dari individu-individu piksel pada citra. Sebelum dilakukan koreksi radiometrik, nilai yang terdapat pada citra satelit Landsat 8 Band 5 mengalami pergeseran yang sangat besar ke arah kiri yakni 5619 - 25672. Namun, setelah dilakukan koreksi radiometrik pada citra landsat 8 band 5, menunjukan bahwa nilai histogram (histogram adjusment) sudah berkurang, yakni dengan nilai 0 - 65535. Untuk Band 6 memiliki nilai histogram sebelum di koreksi yaitu 5192 – 24284, kemudian setelah di lakukan koreksi, nilai yang diperoleh yakni 0 – 61587. Untuk Band 4 nilai yang di peroleh sebelum di lakukan koreksi yaitu 6237 – 23836, kemudian setelah dilakukan koreksi, maka nilai yang di peroleh yakni 0 – 60435. Koreksi Geometrik Digunakan untuk memperbaiki citra satelit agar sesuai dengan kondisi sesebenarnya di lapangan. Koreksi goemetrik menggunakan sistem koordinat tertentu dengan bantuan titik kontrol di lapangan. Titik kontrol merupakan titik ikat dimana yang digunakan untuk pengikat adalah obyek yang sama antara obyek yang terdapat di dalam citra dengan obyek yang ada di lapangan. Titik kontrol dapat diperoleh dari observasi lapangan dengan menggunakan GPS untuk pengambilan titik koordinat maupun bisa di dapat dari peta-peta sebelumnya. Menurut Sukojo dan Susilowati (2003) dalam Harahap (2011) koreksi geometris disebabkan oleh pergeseran posisi terhadap sistem koordinat referensi dengan menggunakan data titik kontrol tanah. Dalam penelitian ini, koreksi geometrik dilakukan dengan acuan poligon Peta Administrasi Desa Pentadu Timur. Lembar Administrasi Desa Pentadu Timur menggunakan Proyeksi UTM 51 N dengan DATUM WGS 84. Ground Control Points (GCP) yang digunakan pada 11
koreksi geometrik berjumlah 4 buah. Setelah melakukan proses geometrik pada peta adminstrasi Desa Pentadu Timur, nilai RMSE yang di peroleh yakni 0,00. Berdasarkan nilai tersebut, posisi peta administrasi Desa Pentadu Timur dengan data citra sangat baik, karena nilai yang diperoleh di bawah RMSE 0,05. Nilai 0,00 di peroleh dari proses pemulihan citra atau yang di sebut dengan koreksi geometrik dengan menggunakan spasial adjustment. Klasifikasi Supervise Klasifikasi supervise atau klasifikasi terbimbing merupakan suatu tahapan atau suatu proses untuk mengetahui tutupan lahan yang terdapat di desa Pentadu timur. Adapun peta klasifikasi supervise atau peta tutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.
Gambar 4. Peta tutupan lahan di Desa Pentadu Timur. Gambar diatas menunjukan bahwa, klasifikasi supervise berdasarkan kelas yang sudah ditentukan di Desa Pentadu Timur, yakni warna ungu merupakan kelas pertanian lahan kering, warna hijau merupakan kelas vegetasi, warna kuning merupakan kelas lahan terbuka, kemudian warna merah merupakan kelas pemukiman serta warna biru merupakan kelas tubuh air. Transformasi Citra Transformasi Citra meliputi : Penajaman citra untuk secara otomatis menggambungkan citra warna resolusi rendah dengan grayscale resolusi tinggi dengan Ttransformasi Normalisasi Warna. Hal tersebut dilakukan agar dapat dibedakan antara objek satu dengan objek yang lain. Penajaman citra dilakukan dengan menggabungkan Band 654 yang terdapat pada citra lansat 8 agar objek atau fitur-fitur yang terdapat pada citra dapat terlihat dengan jelas atau dapat dikenali. Di dalam Arcgis 10.1 proses penajaman citra menggunakan filter analisys tools yang terlihat pada Gambar 5 berikut.
12
Gambar 5. Komposit band 654 Berdasarkan ROI. Berdasarkan Gambar diatas, dapat dijelaskan bahwa setelah melakukan transformasi citra atau melakukan gabungan dari beberapa Band, maka akan muncul beberapa warna yang telah membedakan antara objek yang satu dengan objek yang lain. seperti warna biru kehitaman atau warna biru tua menandakan bahwa itu adalah objek tubuh air, sedangkan warna hijau menandakan bahwa itu adalah objek vegetasi serta warna ungu menandakan non vegetasi. Citra Sebaran Mangrove di Desa Pentadu Timur Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan terhadap keberadaan ekosistem mangrove di Desa Pentadu Timur, ternyata sebaran ekosistem mangrove di Desa Pentadu Timur Kecamatan Tilamuta sangat padat dan luas. Ekosistem mangrove di desa tersebut hidup dan berkembang pada tiga zonasi pantai yang berbeda-beda, yakni pada zonasi pantai berbatu, berlumpur serta berpasir. Adapun citra sebaran mangrove di Desa Pentadu Timur dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini.
Gambar 6. Citra Sebaran Ekosistem Mangrove di Desa Pentadu Timur. Gambar 9 tersebut menjelaskan bahwa, sebaran mangrove di Desa Pentadu Timur sangat luas, hal tersebut dapat dilihat dari warna hijau tua yang 13
menandakan sebaran vegetasi mangrove, warna biru tua menandakan objek tubuh air/laut, serta warna garis merah menandakan poligon Desa Pentadu Timur. Titik Groundcheck Groundcheck merupakan proses pengamatan langsung di wilayah penelitian yang dilakukan dengan mengambil 55 titik sampel koordinat menggunakan GPS pada areal penelitian, yang terdiri dari 30 titik sampling pada areal mangrove padat, kemudian 13 titik kordinat sampling untuk areal mangrove sedang serta 12 titik kordinat sampling untuk areal mangrove jarang. Pengambilan titik groundcheck ini bertujuan untuk mengetahui luasan mangrove, baik total luasan secara keseluruhan maupun total luasan mangrove berdasarkan klasifikasi NDVI. Selain itu, pengambilan titik groundcheck akan digunakan untuk melihat ketepatan klasifikasi dengan perhitungan matriks kesalahan atau Konfusion Matriks. Titik groundcheck yang diambil di areal penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 10. Peta Titik Groundchek Penelitian. Berdasarkan Gambar tersebut, dapat dijelaskan bahwa proses pengambilan titik kordinat sesuai dengan sebaran mangrove yang terdapat di Desa Pentadu Timur. Warna merah yang berupa titik yang terdapat pada gambar diatas menandakan sebaran kordinat yang diambil di kawasan vegetasi mangrove. Warna biru kehitaman atau warna biru tua menandakan bahwa itu adalah objek tubuh air, warna hijau menandakan bahwa itu adalah objek vegetasi mangrove. Normalized Difference Vegetation Indeks (NDVI) Analisis klasifikasi NDVI di gunakan berdasarkan empat kelas yaitu kelas tubuh air, kelas kerapatan tajuk vegetasi yang jarang, kelas kerapatan tajuk vegetasi yang sedang dan kelas kerapatan tajuk vegetasi yang padat. Analisis NDVI dalam penelitian ini menggunakan Map Algebra yang terdapat pada ArcGIS 10.1 yang di sajikan pada Gambar 11 dibawah ini: 14
Gambar 11. Peta NDVI berdasarkan ROI di Desa Pentadu Timur. Gambar tersebut di atas, menunjukkan bahwa nilai -1 - 0 adalah kelas tubuh air, 0 – 0.33 adalah kelas kerapatan tajuk vegetasi mangrove yang jarang, 0.33 - 0.43 adalah kelas kerapatan tajuk vegetasi mangrove yang sedang, dan 0.43 – 1.00 adalah kelas kerapatan tajuk vegetasi mangrove yang padat. Nilai-nilai atau angka-angka yang terdapat pada peta tersebut dianalisa berdasarkan kriteria tingkat kerapatan tajuk hutan mangrove yang di keluarkan oleh Departemen kehutanan Tahun 2005 yang terdapat pada Tabel (3). Perbedaan antara kerapatan vegetasi mangrove jarang, sedang dan padat dapat dilihat pada warna yang terdapat pada gambar diatas. Warna hijau mudah menandakan kerapatan vegetasi mangrove jarang, warna hijau kekuningan menandakan kerapatan vegetasi mangrove sedang, serta warna hijau tua menandakan kerapatan vegetasi mangrove yang padat. Analisis Sebaran dan Kerapatan Mangrove di Desa Pentadu Timur Informasi mengenai kerapatan tajuk vegetasi ekosistem mangrove merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam pengambilan keputusan terkait dengan pengelolaan hutan mangrove. Dalam Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis Mangrove yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, kerapatan tajuk merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk penentuan tingkat kekritisan lahan mangrove selain jenis penggunaan lahan dan ketahanan tanah terhadap abrasi (Fathurrohma at. al, 2013). Untuk menghitung luasan ekosistem mangrove dilakukan berdasarkan klasifikasi NDVI, yakni dihitung berdasarkan kerapatan tingkat tajuk mangrove sedang, kerapatan tingkat tajuk mangrove yang jarang serta kerapatan tingkat tajuk mangrove yang padat. Hal tersebut dilakukan agar dapat mengetahui luasan mangrove dari masing-masing klasifikasi NDVI, serta untuk mengetahui total luasan keseluruhan ekosistem mangrove yang terdapat di Desa Pentadu Timur.
15
Hasil luasan mangrove berdasarkan klasifikasi NDVI dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini : Tabel 5. Hasil Luasan Mangrove Berdasarkan Klasifikasi NDVI. No. NDVI 0-0.33 1. 2. 3. Ʃ
0.33-0.43 0.43-1
Klasifikasi Jarang
Luasan Mangrove 4,074 Ha
Sedang Padat
5,912 Ha 41,903 Ha 51,889 Ha
Tabel di atas menunjukkan bahwa, luasan ekosistem mangrove di kawasan pesisir Teluk Tomini khususnya di Desa Pentadu Timur masih terlihat sangat baik. Hal itu terlihat dari luasan mangrove berdasarkan klasifikasi NDVI, dimana tingkat kerapatan tajuk mangrove yang padat sebesar 41,903 Ha, sedangkan tingkat kerapatan tajuk mangrove yang sedang yakni sebesar 5,912 Ha, dan tingkat kerapatan tajuk mangrove yang jarang yakni sebesar 4.074 Ha, dengan jumlah total luasan keseluruhan ekosistem mangrove di Desa Pentadu Timur yakni sebesar 51,889 Ha. Berdasarkan distribusinya, hutan mangrove dengan kerapatan tajuk jarang tersebar di seluruh area. Keberadaan hutan mangrove dengan kerapatan tajuk sedang lebih banyak ditemukan di pinggir area yang berbatasan dengan laut. Sementara itu, keberadaan hutan mangrove dengan kerapatan tajuk lebat ditemukan di semua area baik di bagian darat maupun di area yang berbatasan dengan laut. Kondisi tersebut dapat mengindikasikan bahwa hutan mangrove yang berbatasan langsung dengan laut cenderung masih dalam kondisi alami. Meski demikian, pengaruh kekuatan gelombang dan arus dapat mempengaruhi tingkat kerapatan ekosistem mangrove tersebut. Sementara itu, pengaruh aktivitas manusia lebih banyak dilakukan pada mangrove yang terletak lebih ke arah darat. Pada area ini, lahan mangrove banyak dikonversi menjadi lahan permukiman. Secara spasial, distribusi hutan mangrove di daerah penelitian berdasarkan tingkat kerapatan tajuk disajikan pada Gambar 12.
16
Gambar 12. Peta Kesehatan Kerapatan Tajuk Mangrove di Desa Pentadu Timur. Gambar tersebut menjelaskan bahwa, sebaran mangrove baik vegetasi jarang, sedang maupun padat terdapat di seluruh wilayah mangrove. Hal tersebut dapat terlihat dari warna coklat merupakan kerapatan vegetasi mangrove jarang, warna kuning merupakan kerapatan vegetasi mangrove sedang, serta warna merah merupakan kerapatan vegetasi mangrove padat. Dengan menggunakan transformasi NDVI pada citra lansat 8 OLI dapat diketahui tingkat kerapatan dari vegetasi mangrove yang terdapat di Desa Pentadu Timur. Nilai NDVI sangat berhubungan erat dengan kerapatan vegetasi sehingga dapat digunakan untuk mengklasifikasikan vegetasi mangrove berdasarkan kerapatannya. Mangrove di Desa Pentadu Timur sudah mengalami perbaikan atau rehabilitasi, yang dilakukan oleh LSM, Penyuluh pertanian dan perikanan serta dengan masyarakat di Kecamatan Tilamuta khususnya di Desa Pentadu Timur. Hal tersebut dilakukan, karena wilayah mangrove yang terdapat di desa tersebut mengalami kerusakan diakibatkan oleh aktivitas masyarakat sekitar, seperti pengambilan kayu mangrove untuk bahan pembangunan rumah serta untuk bahan kayu bakar, kemudian peralihan fungsi hutan mangrove menjadi lahan permukiman masyarakat sekitar. Mangrove yang tersebar di Desa Pentadu Timur kurang lebih 51 Ha. Hal tersebut dilihat berdasarkan survey langsung di lapangan yakni dengan mengelilingi ekosistem mangrove dengan menggunakan Global Position Sistem (GPS), yang kemudian dianalisis dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG).
Distribusi ekosistem mangrove di Desa Pentadu Timur sangat padat dan luas yang mencakup Dusun Lipa, Dusun Labuhan serta Dusun Tambe. Luasan ekosistem mangrove berdasarkan data dari Dinas Kehutanan Provinsi Gorontalo Tahun 2010 yakni sekitar 43 Ha. Luasan tersebut berbeda dengan hasil pengamatan langsung di lapangan yang di analisis dengan SIG. Ternyata luasan 17
ekosistem mangrove di Desa Pentadu Timur yang sudah di analsisis dengan SIG yakni kurang lebih 51 Ha. Perbedaan luasan mangrove berdasarkan data dari dinas kehutanan dengan data dari survey langsung, di sebabkan karena di Desa Pentadu Timur telah dilakukan rehabilitasi mangrove oleh lembaga terkait serta dengan masyarakat sekitar, sehingga hal tersebut mempengaruhi bertambahnya luasan ekosistem mangrove di Desa Pentadu Timur. Uji Akurasi Citra Uji akurasi merupakan suatu proses tahapan untuk mengetahui sejauh mana atau seberapa besar tingkat akurasi atau tingkat ketepatan pemetaan dari data yang diperoleh dari citra dengan data yang diperoleh dari areal penelitian. Tingkat akurasi antara data citra yang berupa citra landsat_8 OLI dengan data lapangan yang berupa pengambilan 55 titik sampling koordinat di sekitar kawasan ekosistem mangrove di Desa Pentadu Timur yakni 75%. Dilihat dari nilai tersebut, maka hal itu menunjukkan bahwa ketepatan atau akurasi antara data citra dengan data lapangan cukup baik. Sesuai dengan pendapat (Congalton, 1991 dalam Chevalda at, al, 2013 ) bahwa uji ketelitian klasifikasi dengan ketelitian setiap kelas tidak kurang dari 70% dan ketelitian rata-rata keseluruhan lebih besar atau sama dengan 85%. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara spasial sebaran mangrove di Desa Pentadu Timur sangat luas. Hal tersebut terlihat dari luasan masngrove mencapai 51 Ha, jika di bandingkan dengan luasan mangrove berdasarkan peta penunjukkan kawasan hutan dari dinas Kehutanan Provinsi gororntalo, khususnya di Desa Pentadu Timur yakni kurang lebih 43 Ha, serta Kondisi sebaran dan kerapatan mangrove di Desa Pentadu Timur sangat baik. Hal tersebut dilihat berdasarkan kerapatan tajuk mangrove padat mencapai 41,903 Ha, kemudian di ikuti dengan kerapatan tajuk mangrove sedang dengan luas kurang lebih 5,912 Ha dan tingkat kerapatan tajuk mangrove jarang dengan luas kurang lebih 4,074 Ha. Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan dua jenis citra yang berbeda untuk mengetahui tingkat perbandingan akurasi diantara kedua jenis citra yang digunakan, yang mampu memberikan tingkat kemampuan dalam mendeteksi mangrove yang lebih baik. Serta Penelitian ini belum menghitung pola sebaran mangrove, indeks nilai penting, dan sebagainya, sehingga hasil penelitian ini bisa menjadi dasar penelitian mangrove selanjutnya di Desa Pentadu Timur Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo. 18
DAFTAR PUSTAKA Aqsar, Z. El. 2009. Hubungan Ketinggian dan Kelerengan dengan Tingkat Kerapatan Vegetasi Menggunakan Sistim Infomasi Geografis di Taman Nasional Gunung Leuser. Skripsi (tidak dipublikasikan). Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Ardiansyah D. A., Buchori I. 2014. Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Penentuan Lahan Kritis Mangrove di Kecamatan Tugu, Kota Semarang. Jurnal. Vol 1 No. 1 (tidak dipublikasikan). Universitas Diponegoro. Indonesia. Baderan, D. W. K. 2013. Model Valuasi Ekonomi Sebagai Dasar Untuk Evaluasi Kerusakan Hutan Mangrove di Wilayah Pesisir Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo. Disertasi (tidak dipublikasikan). Program Pascasarjana Program Studi Geografi Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Chevalda R. F, Yales V. J, Dony A. 2013. Pemetaan Mangrove dengan Teknik Image Fusion Citra Spot dan Quikbird di Pulau Los Kota Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal. Fusi Citra, Principal Component Analysis, Mangrove. Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haj Djafar, A. 2012. Identifikasi Jenis Mangrove di Desa Bulili Kecamatan Duhiada’a Kabupaten Pohuwato. Laporan PKL (tidak dipublikasikan). Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Jurusan Teknologi Perikanan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo. Djafar, A. 2014. Struktur Vegetasi mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara. Skripsi (tidak dipublikasikan). Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Jurusan Teknologi Perikanan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo. Darmawan, S. 2001. Perkembangan Teknologi Geoinformasi di Indonesia :Global Positioning Sistem (GPS), Remote Sensing (RS) dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Center for Remote Sensing ITB (Institut Teknologi Bandung). Djumhaer, M. 2003. Pendugaan Leaf Area Index dan Luas Bidang Dasar Tegakan Menggunakan Landsat 7 ETM + (Studi Kasus di Kabupaten Bungo Provinsi Jambi). Skripsi (Tidak dipublikasikan). Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertaniuan Bogor. Fathurrohmah, S. Karina, B. H. Bramantiyo, M. 2013. Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Pengelolaan Hutan Mangrove Sebagai Salah Satu Sumberdaya Wilayah Pesisir (Studi Kasus di Delta Sungai Wulan Kabupaten Demak). Jurnal. Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospasial Untuk Optimsalisasi Otonomi Daerah. ISBN: 978-979-636-152-6. Harahap, M. M. 2011. Pemetaan Tingkat Kerusakan Mangrove di Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara. Skripsi (tidak dipublikasikan). Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Hidayah, Z. 2011. Pemetaan Distribusi Ekosistem Mangrove di Wilayah Kota Surabaya dan Sidoarjo Memanfaatkan Citra Landsat TM-5. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 1. Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura. 19
Hukom, F. D, Daniel, P. 2012. Baseline Studi Kondisi Terumbu Karang, Lamun dan Mangrove di Perairan Pantai Utara Sebelah Timur, Timur – Leste. Laporan akhir. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. Kasim, F. 2013. Introduction to Fundamentals of Remote Sensing and Geographyc Information System (GIS). Materi kuliah INDERAJA (tidak dipublikasikan). Jurusan TeknologI perikanan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Gorontalo. Kantor Desa Pentadu Timur. 2014. Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM_Des, 2014-2016). Dinas Kehutanan Provinsi Gorontalo. 2010. Peta Administrasi Provinsi Gorontalo dan Peta Penunjukkan Kawasan Hutan Provinsi Gorontalo. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Gorontalo. 2010. Peta Administrasi Kecamatan dan Desa. Rosadi, S. P. 2012. Review Integrasi Pengindraan Jauh dan SIG. Makalah Pengolahan Citra. Program Studi Diploma III Teknik perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universutas Diponegoro. Semarang. Setyawan, A. D. Kusumo, W. Purin, C. P. 2003. Ekosistem Mangrove di Jawa: 1. Kondisi Terkini. Jurnal 1 Boidiversitas . Jurusan Biologi FMIPA Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126. ISSN: 1411-4402 Volume 4, Nomor 2. Saefurahman G. 2008. Distribusi, Kerapatan Dan Perubahan Luas Vegetasi Mangrove Gugus Pulau Pari Kepulauan Seribu Menggunakan Citra Formosat 2 Dan Landsat 7/Etm+. Skripsi (tidak dipublikasikan). Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut pertanian bogor Talib, M. F. 2008. Struktur dan Pola Zonasi (Sebaran) Mangrove Serta Makrozobenthos yang Berkoeksistensi, di Desa Tanah Merah Oebelo Kecil Kabupaten Kupang. Skripsi (tidak dipublikasikan). Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Wijaya, I. I. 2011. Pengelolaan Zona Pemanfaatan Ekosisten Mangrove Melalui Optimasi Pemanfaatan Sumberdaya Ekosistem Bakau (Scylla serrata) Ditaman Nasional Kutai Provinsi Kalimantan Timur. Disertasi (tidak dipublikasikan). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
20