LAPORAN TEKNIS TAHUN ANGGARAN 2009
KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN LANGKA DI PERAIRAN UMUM DARATAN PAPARAN SUNDA
(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
Tim Riset :
Ali Suman, Subagdja, Azwar Said, Taufiq Hidayah, Marson, Nurwanti, Burnawi Dan Syamsul Bachri
BALAI RISET PERIKANAN PERAIRAN UMUM PUSAT RISET PERIKANAN TANGKAP BADAN RISET KELAUTAN DAN PERIKANAN DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2009
Laporan Teknis 2007 Tim Riset Belida
2
LAPTEK T.A. 2009
LEMBAR PENGESAHAN
1.
Judul Penelitian
:
2.
Tim Penelitian
: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
3.
Jangka Waktu Penelitian Total Anggaran
:
3 (Tiga) Tahun
:
Rp. 173.126.000,-
4.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten) Dr. Ali Suman Harahap
Subagdja, S.Si Azwar Said Taufiq Hidayah, A.Pi Nurwanti Burnawi Syamsul Bachri Marson
Mengetahui, Kepala Seksi Program dan Kerjasama Balai Riset Perikanan Perairan Umum
Eko Priyanto, S.Pi. M.Si NIP. 19750121 200502 1 002
Palembang,
(Koordinator)
(Penanggung jawab) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota)
Desember 2009
Penanggung Jawab Kegiatan,
Subagdja, S.Si NIP. 19710226 200003 1 002
Menyetujui, Kepala Balai Riset Perikanan Perairan Umum
Dr. Ir. Ali Suman NIP. 19620402 198903 1 006
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
ii
LAPTEK T.A. 2009
KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN LANGKA DI PERAIRAN UMUM DARATAN PAPARAN SUNDA (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten) Oleh Ali Suman, Subagdja, Azwar Said, Taufiq Hidayah, Marson, Nurwanti, Burnawi Dan Syamsul Bachri Abstrak Penelitian Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten) dilakukan sepanjang tahun 2007. Tujuan penelitian adalah Mengkaji aspek bioekologi ikan belida yang meliputi perkembangan gonad, ukuran ikan matang gonad, musim pemijahan, lokasi pemijahan, pola pemijahan, potensi reproduksi, keterkaitan kondisi lingkungan terhadap reproduksi, makanan dan kebiasaan makan dan pertumbuhan.Melakukan kajian populasi ikan belida berdasarkan gen D_loop DNA mitokondria, morfologi dan fluktuasi asimetrik yang akan dijadikan sumber informasi dalam mengidentifikasi unit pengelolaan dan kondisi populasi ikan belida. Lokasi sampling ditentukan secara purposive sampling, habitat tempat ikan belida di amati secara fisik, kimia dan biologi menggunakan metode APHA. Spesimen ikan yang telah diperoleh selanjutnya ditandai (tagging) kode spesimen dan asalnya. Pengawetan sampel di lapangan dengan cara merendam ikan tersebut dalam larutan alkhol 75%. Dilakukan pengamatan aspek
biologi yang meliputi makanan dan kebiasaan makan, reproduksi dan pertumbuhan. Pengamatan populasi berupa pengukuran biometrik dilakukan pada 22 karakter morfologi bentuk badan, pada bagian sisi sebelah kiri tubuh ikan, untuk analisis DNA dilakukan dengan sequensing DNA pada mitokondria (mtDNA) menggunakan primer Dloop dan fluktuasi asimetrik. Analisis data biometrik ikan belida dengan analisis diskriminan menggunakan software statistica 6.0, analis sequesing DNA dengan mtDNA dengan, tampilan filogetik dalam program Mega 4.0. Hasil penelitian menunjukkan Hasil analisis karakter morfometrik dan indeks fluktuasi asimetrik mengkonfirmasi bahwa populasi ikan Belida di sungai Kampar telah berada pada kondisi mendekati seragam atau memiliki variasi genetik yang rendah. Hasil perhitungan menunjukkan nilai jarak genetik ikan belida Indonesia dengan ikan lain berkisar antara 2.66 (Chitala blanci), 2.61 (Chitala lopis), 3.05 (Chitala ornata) dan 2.97 – 3.35 (Notopterus notopterus). Berdasarkan struktur alat pencernaannya, panjang usus ikan belida memiliki nilai indeks panjang usus relatif berkisar antara 0,2707-0,6095, ikan belida tergolong ikan karnivora. Proporsi IP pada ikan jantan dan betina ditempati oleh ikan (74,63% dan 79,11%), kelompok ikan merupakan makanan utama bagi ikan belida jantan. Nilai luas relung ikan belida berkisar pada 1,0418-4,3204 dengan nilai standarisasi berkisar pada 0,0418-0,4120, nilai luas relung tergolong sempit. Nilai tumpang tindih relung makanan ikan belida tertinggi terjadi antara ukuran 681-750 mm dengan 821-890 mm sebesar 1,0000. Sedangkan nilai tumpang tindih makanan terendah terjadi antara usuran 541-610 mm dengan 751-820 mm sebesar 0,0022. Komposisi jumlah ikan belida jantan dan betina yang tertangkap selama penelitian diperoleh rasio nisbah kelamin 1:0,88. Ikan belida jantan dan betina pertama kali matang gonad pada kisaran panjang yang sama yaitu 756-804 mm. Nilai IKG ikan jantan berkisar antara 0,005%-0,05% dan ikan betina berkisar antara 0,03%-3,54%. Ikan belida dengan fekunditas terkecil ditemukan pada ukuran panjanng 428 mm yaitu berjumlah 442 butir, sedangkan fekunditas terbesar ditemukan pada ukuran panjang ikan 860 mm yaitu berjumlah 11.972 butir. Ikan belida tergolong ikan yang memiliki pola pemijahan partial spawner, artinya ikan belida beberapa kali dalam setahun. Berdasarkan hubungan panjang total dan berat diperoleh model persamaan hubungan panjang berat ikan belida jantan dan
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
iii
LAPTEK T.A. 2009 betina, yaitu W = 7 x 10-7L3,3732 dengan nilai b sebesar 3,3732 dan W = 4 x 10-7L3,4741 dengan nilai b sebesar 3,4741. Pola pertumbuhan ikan belida jantan adalah isometrik, sedangkan pola pertumbuhan ikan belida betina adalah allometrik positif. Nilai faktor kondisi ikan belida jantan berkisar antara 0,5428-1,4237 dan pada ikan belida betina berkisar antara 4,37 x 10-8 8,03 x 10-8. Panjang asimtotik (L∞) Ikan Belida adalah 924 mm. Ikan Belida di Perairan Kampar, Riau diperkirakan akan mendekati panjang asimtotiknya pada umur 6 tahun. Kata Kunci : Belida, Kampar, biologi, populasi dan ekologi
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
iv
LAPTEK T.A. 2009
KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, akhirnya kami dapat menyelesaikan Laporan Teknis Kegiatan TA 2009 yang berjudul Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten). Kegiatan riset ini merupakan kegiatan riset tahun ke-1 (pertama) dari 3 tahun masa riset di Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang untuk tahun anggaran 2009. Kegiatan riset ini diawali dengan penyusunan proposal pada awal tahun kegiatan dan pelaksanaan di lapangan mulai bulan Februari 2009 dan berakhir pada bulan Desember 2009 Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten) diharapkan dapat memberikan informasi biologi, populasi dan ekologi. Informasi tersebut diharapkan dapat memberikan masukan untuk upaya pelestarian ikan belida, baik pelestarian secara in-situ melalui restocking maupun ex-situ melalui domestikasi. Penulis berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu terutama kepada Dinas Kelautan dan Perikanan TK. I Prov. Riau, dan Banten, Kuasa Pemegang Anggaran (KPA/ Kepala Balai Riset Perikanan Perairan Umum (BRPPU), para peneliti, teknisi dan pejabat struktural lingkup BRPPU Palembang, sehingga selesainya Laporan Teknis ini. Kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun diharapkan untuk perbaikan penulisan Laporan Teknis (Laptek). Palembang,
Desember 2009 Tim Riset
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
v
LAPTEK T.A. 2009
DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL........................................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. ii ABSTRAK ...................................................................................................... iii KATA PENGANTAR ..................................................................................... v DAFTAR ISI...................................................................................................... vi DAFTAR TABEL.............................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR......................................................................................... ix BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1.2 Kerangka Pemikiran .......................................................................... 1.3 Hipotesis .............................................................................................. 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 1.5 Tujuan Penelitian................................................................................ BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Belida........................................................................................... 2.2 Identifikasi Stok Ikan ......................................................................... 2.3 Keragaman Genetik, Genetic Drift dan Ukuran Populasi Efektif ............................................................. 2.4 Fluktuasi Asimetrik............................................................................ 2.5 Aspek Reproduksi.............................................................................. 2.6 Pertumbuhan ...................................................................................... 2.7 Makanan dan Kebiasaan Makan...................................................... 2.8 Kualitas Perairan ................................................................................... BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................... 3.2. Bahan dan Alat .................................................................................. 3.2.1. Bahan........................................................................................ 3.2.1.1. Bahan Identifikasi Spesies Ikan Belida ................. 3.2.1.2. Aspek Reproduksi.................................................... 3.2.1.3. Aspek Makanan dan Kebiasaan Makan ............... 3.2.1.4. Kualitas Perairan ...................................................... 3.2.2. Alat........................... ................................................................
1 3 6 6 6 7 9 11 12 13 15 16 18
20 21 21 21 21 21 22 22
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
vi
LAPTEK T.A. 2009
3.3. Metode Analisis...................... ........................................................... 3.3.1. Pengambilan sample ikan ...................................................... 3.3.2. Biologi............................ ........................................................... 3.3.2.1. Aspek makananan dan kebiasaan makan .............. 3.3.2.2. Reproduksi .................................................................. 3.3.2.3. Aspek Pertumbuhan .................................................. 3.3.3. Populasi............................ ........................................................ 3.3.3.1. Morfologi ..................................................................... 3.3.3.2. Marka Molekuler........................................................ 3.3.3. Ekologi.......................... ............................ ...............................
23 23 23 23 26 28 30 30 33 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Biologi........................................... ........................................................... 4.1.1. Aspek makananan dan kebiasaan makan ................................ 4.1.2. Aspek reproduksi.. ...................................................................... 4.1.3. Aspek pertumbuhan.................................................................... 4.2. Populasi........................................... ........................................................ 4.2.1. Morfologi....................................................................................... 4.1.3. Marka Molekular.......................................................................... 4.3. Ekologi......................................... .......................................... ................. 4.4. Rekomendasi............................................................................. .............
37 37 49 59 69 69 79 79 80
BAB V KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
vii
LAPTEK T.A. 2009
DAFTAR TABEL Hal Tabel 1. Parameter, Metode Pengukuran dan Bahan Alat .......................... 3 Tabel 2. Luas relung makanan ikan belida (Chitala lopis) berdasarkan kelas ukuran........................................................................................ 45 Tabel 3. Luas relung makanan ikan belida (Chitala lopis) berdasarkan stasiun pengambilan sampel ............................................................ 46 Tabel 4. Tumpang tindih relung makanan ikan belida (Chitala lopis) berdasarkan kelas ukuran................................................................. 48 Tabel 5. Nilai fluktuasi asimetrik populasi ikan Belida sungai Kampar .. 74 Tabel 6. Nilai uji T-test karakter asimetrik sebelah kanan dan kiri populasi ikan Belida sungai Kampar .............................................. 74 Tabel 7. Skor kondisi kualitas perairan di setiap Stasiun pengamatan .......................................................... 80
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
viii
LAPTEK T.A. 2009
DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 1. Skema kerangka pemikiran penelitian........................................ Gambar 2. Bentuk morfologi ikan belida ....................................................... Gambar 3. Penyebaran famili Notopteridae .................................................. Gambar 4. Lokasi Penelitian............................................................................. Gambar 5. Karakter morfologi ikan belida .................................................... Gambar 6. Karakter fluktuasi asimetrik yang diamati ....................................... Gambar 7. Jumlah tangkapan ikan belida (Chitala lopis) Selama penelitian ........................................................................... Gambar 8. Struktur anatomis saluran pencernaan ikan belida (Chitala lopis) ............................................................... Gambar 9. Komposisi makanan ikan belida secara umum................................................................................... Gambar 10. Komposisi makanan ikan belida berdasarkan jenis kelamin ............................................................ Gambar 11. Komposisi makanan ikan belida berdasarkan kelas ukuran............................................................. Gambar 12. Komposisi makanan ikan belida stasiun pengambilan sampel ........................................................ Gambar 13. Nisbah kelamin ikan belida (C. lopis) jantan dan betina berdasarkan bulan pengambilan ikan contoh ........................... Gambar 14. Nisbah kelamin ikan belida (C. lopis) jantan dan betina berdasarkan selang kelas panjang total ...................................... Gambar 15. Struktur morfologis dan histologis gonad ikan belida (C. lopis) betina ............................................... Gambar 16. Tingkat kematangan gonad (%) ikan belida (C. lopis) jantan dan betina berdasarkan selang kelas panjang total .................. Gambar 17. Tingkat kematangan gonad (%) ikan belida (C. lopis) jantan dan betina berdasarkan bulan pengambilan ikan contoh........ Gambar 18. Indeks kematangan gonad (%) ikan belida (C. lopis) jantan dan betina berdasarkan tingkat kematangan gonad ................ Gambar 19. Hubungan panjang total (mm) ikan belida (C. lopis) dengan fekunditas TKG III dan IV .............................................. Gambar 20. Sebaran diameter telur ikan belida pada TKG III dan IV ...................................................................... Gambar 21. Sebaran frekuensi ikan belida pada selang kelas ukuran panjang total (mm) selama penelitian........................... Gambar 22. Sebaran frekuensi ikan belida (C. lopis) pada selang kelas panjang total (mm) pada tiap pengambilan ikan contoh......... Gambar 23. Hubungan panjang berat ikan belida jantan dan betina.........
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
5 8 9 20 32 33 38 40 41 42 43 44 49 50 51 52 53 55 56 58 60 61 63
ix
LAPTEK T.A. 2009
Gambar 24. Rata-rata faktor kondisi ikan belida (C. lopis) jantan dan betina berdasarkan bulan pengambilan ikan contoh ........................... 65 Gambar 25. Rata-rata faktor kondisi ikan belida (C. lopis) jantan berdasarkan tingkat kematangan gonad .................................... 66 Gambar 26. Penentuan kelompok umur ikan belida yang tertangkap di Perairan Sungai Kampar, Riau dengan Metode Bhattacharya dari paket program FISAT........................................................... 67 Gambar 27. Grafik pertumbuhan panjang ikan belida di Perairan Sungai Kampar, Riau .............................................. 68 Gambar 28. Grafik pertumbuhan berat ikan belida di Perairan Sungai Kampar, Riau ................................................ 69 Gambar 29. Lingkaran korelasi F1 dan F2 (43.48%)...................................... 70 Gambar 30. Lingkaran korelasi F1 dan F3 (42.08%)...................................... 71 Gambar 31. Lingkaran korelasi F2 dan F3 (42.08%)...................................... 71 Gambar 32. meristik lingkaran korelasi F1 dan F2 (43.48%) ....................... 72 Gambar 33. Nilai rata-rata, standar deviasi dan coefficient variation karakter morfometrik populasi ikan Belida sungai Kampar... 73 Gambar 34. Nilai rata-rata, standar deviasi dan coefficient variation karakter asimetrik populasi ikan belida sungai Kampar......... 75 Gambar 35. Filogeni Ikan Belida...................................................................... 78
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
x
LAPTEK T.A 2009 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ikan Belida merupakan anggota famili Notopteridae (Kottelat et al., 1993; 1997) yang memiliki nilai ekonomis dan budaya.
Ikan ini sangat digemari
karena memiliki rasa daging yang lezat dan khas terutama karena kandungan lemaknya yang tinggi (Sunarno, 2002), juga kandungan protein dan vitamin A yang tinggi (Mno, 2005), menempatkan Ikan Belida sebagai makanan ikan air tawar yang ekslusif dengan harga yang cukup mahal(harga per kg ikan belida > Rp. 50.000). Sehingga berkembang suatu pemahaman dalam masyarakat, bahwa mengkonsumsi jenis makanan ini merupakan prestise bagi konsumennya. Sebagai ilustrasi, permintaan ikan belida untuk industri rumahan sekitar 200 kg/hari dan dimanfaatkan untuk ikan hias dan konsumsi 40 kg/hari. Diestimasi nelayan hanya bisa memasok kurang dari 2% (Anonim, 2003). Wilayah penyebaran ikan belida di Indonesia berada di Sumatera, Jawa dan kalimantan (Paparan Sunda) (Kottelat et al., 1993; 1997). Produksi tahunan ikan belida di Indonesia terus mengalami penurunan, 8.000 ton (1991), 5.000 ton (1995) dan 3.000 ton (1998) (Ditjen perikanan, 2000). Bahkan pada satu kasus Anonim (2003), melaporkan di Sungai Citarum, Jawa Barat, sampai tahun 1998 produksi ikan belida masih 6 ton/tahun, namun setahun kemudian tak seekorpun ditemukan. Ikan belida di alam di duga akan terjadi overfishing dan selanjutnya akan terjadi kepunahan. Untuk menghindari hal ini, maka perlu dilakukan penelitian aspek bioekologi dan genetik. Kajian bioekologi mengambil kasus di Sungai Kampar, karena tiga alasan; 1). Ekosistem yang kompleks dan lengkap, semua tipe habitat ikan belida ada di Sungai Kampar, 2). Ikan Belida di Sungai kampar teridentifikasi memiliki beberapa variasi bentuk dan spesifik, dan 3). Produksi Kajian Stock Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stock Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
1
LAPTEK T.A 2009 tahunan ikan belida di Sungai Kampar tergolong tinggi dan terjadi penurunan drastis, dari 50,2 ton (tahun 2003) menjadi 7,6 ton pada tahun 2007 (Diskanlut, 2008). Kajian genetik juga dilakukan di Sungai Kampar dengan tambahan beberapa populasi yang lain, yaitu; Musi (Sumatera Selatan), Indragiri (Riau) dan Siak (Riak). Status terkini penelitian ikan belida, terkait dengan bioekologi dan genetik
diinformasikan
sebagai
berikut;
Menurut
Smith
(1945)
perkembangbiakan belida telah diteliti di Thailand dan telah terbukti bahwa pada tiap kali memijah hanya satu kandung telur (ovarium) yang berkembang. Tetapi belum diketahui apakah kandung telur tersebut bergilir diantara yang kanan dengan yang kiri atau memang selamanya hanya satu kandung telur yang berkembang. Pada waktu pemijahan induk belida menempelkan telur-telurnya pada benda-benda yang berada 1,5-2 m di bawah permukaan air. Telur ikan yang telah dibuahi dijaga oleh induk jantan dari gangguan mahluk lain. Untuk menghindari pencemaran telur dari lumpur dan sisa tumbuhan, induk jantan mengibas-ngibaskan sirip dubur dan ekornya. Jumlah yang dikeluarkan dalam satu kali pemijahan berkisar antara 5.000-10.000 butir, 1.194-8.320 butir (Adjie & Utomo, 1994), 260-6.080 butir (Adjie dkk., 1999) dan 1.000-6.000 butir (Anonim, 2003). Masa pengeraman sebelum menetas adalah 5-6 hari pada suhu 330 C. Ukuran pertama kali matang gonad 40-50 cm (Anonim, 2003), diameter telur 1.53.0 mm (Adjie
&
Utomo, 1994). Penelitian-penelitian tersebut
belum
mengungkapkan jumlah, diameter telur dan ukuran pertama matang gonad ikan belida terkait dengan tingginya intensitas penangkapan dan perubahan habitat. Ikan belida memijah beberapa kali dalam setahun (Adjie dkk., 1999), musim pemijahannya pada saat air besar yaitu bulan November-Januari (Adjie & Utomo, 1994) dan tempat pemijahan berada diperairan sungai yang banyak terdapat tempat berlindung seperti ranting-ranting kayu (Adjie & Utomo, 1994), di hutan rawang dan dipersawahan (Adjie dkk., 1999). Belum diungkapkan bagaimana preferensi pemijahan ikan belida, apakah ikan ini lebih memilih Kajian Stock Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stock Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
2
LAPTEK T.A 2009 melakukan migrasi pemijahan untuk mencari tempat pemijahan di rawa banjiran atau disekitar habitatnya sepanjang memenuhi strategi pemijahannya. Kondisi perairan habitat belida menunjukkan reaksi sekitar netral, bersifat lunak dengan alkalinitas relatif rendah dan kandungan hara fosfor dan nitrat rendah (Adjie dkk., 1999). Kristanto & Subagja (2008), menduga terdapat keterkaitan antara pH, konduktivitas perairan dengan penempelan telur ikan belida. Tidak diketahui keterkaitan dinamika kualitas air dengan pola reproduksi ikan belida. Makanan utama Ikan Belida adalah ikan kecil (78.94%), udang (3.61%) dan serangga (0.09%) (Adjie dkk, 1999), ikan kecil (50.02%) dan udang (21.87%) (Adjie & Utomo, 1994). Tetapi belum diketahui apakah perbandingan komposisi perbandingan makanan sama antara musim, sepanjang tahun dan pada tipe habitat yang berbeda. Penurunan produksi tahunan ikan belida yang drastis, mengindikasikan ketidakmampuan ikan belida untuk pulih. Ketidakmampuan ikan belida untuk pulih disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Sampai saat ini belum ada penelitian genetik khususnya sampai pada DNA yang terkait dengan ikan belida Indonesia, pada Gene Bank (NCBI, 2009) tidak ada data sekuense ikan belida yang berasal dari Indonesia. Madang (1999) mengungkap keragaman genetik ikan belida di Sungai Musi tergolong rendah, namun masih pada level protein.
1.2 Kerangka Pemikiran Masalah penurunan produksi tahunan ikan belida di alam akibat degdradasi habitat dan penangkapan berlebih, terjadi pada banyak wilayah distribusi ikan belida di Indonesia, termasuk perairan Sungai Kampar Prov. Riau. Untuk mengatasi kondisi tersebut, perlu diupayakan strategi pengelolaan yang tepat terkait biota dan habitat. Pengelolaan biota mempertimbangkan aspek genetik dan bioekologi. Aspek genetik akan memberikan panduan pengelolaan berdasarkan informasi Kajian Stock Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stock Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
3
LAPTEK T.A 2009 tentang identifikasi unit pengelolaan dan bagaimana kondisi kesehatan unit pengelolaan tersebut. Penggunaaan standar acuan biologi hasil maksimum berkelanjutan harus berdasarkan pada informasi biologi utama dari unit populasi
yang
dikelola.
Kekeliruan
menetapkan
unit
populasi
dapat
menyesatkan pencapaian tujuan pengelolaan berkelanjutan. Sungai Kampar adalah wilayah penyebaran ikan belida yang memerlukan pengelolaan, namun belum diketahui apakah ikan belida yang ada di Sungai Kampar adalah segmen populasi atau terdiri dari sub populasi yang terpisah. Kajian bioekologi akan menghasilkan strategi yang berhubungan dengan pengaturan ukuran ikan yang boleh ditangkap, pengaturan musim penangkapan dan pengaturan lokasi penangkapan yang dibutuhkan untuk upaya konservasi, serta menentukan potensi reproduksi dan kualitas perairan yang dibutuhkan untuk upaya domestikasi. Ikan yang mengalami tekanan penangkapan kemungkinan
menunjukkan
perubahan
karakteristik
reproduksi
sebagai
mekanisme adaptasi terhadap lingkungan dengan cara melakukan strategi reproduksi yang berhubungan dengan kematangan, pemijahan, fekunditas, ukuran dan pertumbuhan. Setiap mahluk hidup termasuk ikan belida mempunyai potensi untuk mempertahankan eksistensinya dan turunannya sebagai mekanisme adaptasi terhadap lingkungan seperti tekanan eksploitasi. Namun belum diketahui apakah ikan belida menunjukkan perubahan karakteristik reproduksi yang berkaitan dengan kematangan, pemijahan, fekunditas, ukuran dan pertumbuhan sebagai strategi reproduksi untuk menjaga eksistensinya. Sementara pengelolaan habitat dapat berupa penetapan wilayah konservasi ikan belida.
Kajian Stock Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stock Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
4
LAPTEK T.A. 2009
Gambar 1. Skema kerangka pemikiran penelitian
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
5
LAPTEK T.A. 2009
1.3 Hipotesis Apabila pengelolaan biota yang mencakup aspek genetik dan bioekologi dan habitat ikan belida dikaji lebih dalam dan rinci, maka informasi ini dapat dijadikan landasan usaha konservasi dan domestikasi dalam upaya pemanfaatan sumber daya perairan sungai yang berkelanjutan.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk usaha konservasi dan domestikasi dalam upaya pemanfaatan sumber daya perairan yang berkelanjutan pada ekosistem sungai, khususnya terhadap ikan belida di Sungai Kampar Prov. Riau.
1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah: 1.
Melakukan kajian populasi ikan belida berdasarkan gen D_loop DNA mitokondria, morfologi dan fluktuasi asimetrik yang akan dijadikan sumber informasi dalam mengidentifikasi unit pengelolaan dan kondisi populasi ikan belida.
2.
Mengkaji aspek bioekologi ikan belida yang meliputi perkembangan gonad, ukuran ikan matang gonad, musim pemijahan, lokasi pemijahan, pola pemijahan, potensi reproduksi, keterkaitan kondisi lingkungan terhadap reproduksi, makanan dan kebiasaan makan dan pertumbuhan.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
6
LAPTEK T.A. 2009
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ikan Belida Ikan belida tergolong dalam kelas Pisces, Ordo Osteoglossiformes, famili Notopteridae, genus Chitala dan spesies Chitala lopis (Nelson, 1976; Kottelat et al., 1993; 1997). Genus Chitala, berdasarkan kajian morfologi tersusun dari empat spesies yaitu Chitala lopis, Chitala borneensis, Chitala hyposelonatus dan Chitala sp (Kottelat dan Widjanarti, 2005). Inoue et al. (2009), menginformasikan genus Chitala tersusun dari empat spesies yaitu Chitala lopis, Chitala ornata, Chitala chitala dan Chitala blanci berdasarkan analisis DNA mitokondria lengkap. Berdasarkan Weber dan deBeaufort, (1913); Kottelat et al. (1993; 1997), ikan belida mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Badan pipih dan memanjang dengan bagian punggung yang tampak mencembung. Bagian perut berduri ganda dengan bagian ekor yang juga memanjang. Ukuran sisik kecil, berbentuk sikloid, pada samping badan membentuk gurat sisi. Kepala bersisik, lubang hidung depan berbentuk tabung, tidak tertutup insang bawah; tutup insang kecil berjelabir selaput kearah belakang. Tutup insang antara, tersembunyi di bawah tutup insang depan yang agak bergigi. Bukaan mulut lebar, dibatasi rahang atas depan dan rahang atas. Rahang atas memanjang sampai bawah atau belakang mata. Gigi terdapat pada rahang atas depan, rahang atas, rahang bawah, tulang mata bajak (vomer), tulang langit-langit (palatine) dan lidah. Sirip punggung kecil, terletak kira-kira direntang pertengahan sirip dubur yang bersatu dengan sirip ekor. Sirip perut yang bersatu pada dasarnya kecil (rudiment). Selaput insang (gill membrane) bersatu pada bagian dasarnya dan bebas dari isthmus. Jari-jari selaput insang, berjumlah 7-9 dan tidak ada insang palsu (pseudobranchiae). Saringan insang tidak banyak, kuat, ada serangkaian tonjolan pada bagian dalam
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
7
LAPTEK T.A. 2009
lengkung insang yang pertama, bentuk morfologi ikan belida terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Bentuk morfologi ikan belida Penyebaran famili Notopteridae berdasarkan Sterba (1966) dalam Nelson (1976), meliputi kawasan Afrika terutama bagian tengah (tropika), Asia Selatan dan Asia Tenggara. Kawasan Afrika meliputi negara-negara seperti; Kongo, Gabon, Zaire, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Sudan, Nigeria, Pantai Gading, Benin, Gambia, Cad dan Sinegal. Kawasan Asia Selatan meliputi negara India, Banglades dan Pakistan. Sedangkan kawasan Asia Tenggara meliputi negaranegara; Myanmar, Thailand (Sungai Choupraya), Kamboja dan Laos (DAS Mekong), Malaysia dan Indonesia. Inuoe et al. (2009) memetakan penyebaran famili Notopteridae Afrika dan Asia pada Gambar 3. Penyebaran ikan belida di wilayah Indonesia meliputi sungai-sungai besar beserta daerah aliran sungai, daerah banjiran dan danau yang terdapat di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Penyebaran jenis ikan tersebut diperkirakan terjadi pada zaman pleistosen, saat terjadi susut laut akibat Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
8
LAPTEK T.A. 2009
pendinginan suhu global. Diperkirakan
pada saat itu Pulau Sumatera,
Kalimantan dan Jawa merupakan satu daratan dengan banyak sungai panjang mengalir berhulu di Sumatera dan Jawa dengan muara di wilayah Kalimantan. Sehingga berdampak pada kesamaan jenis ikan tawar dari ketiga pulau tersebut termasuk ikan belida.
Gambar 3. Penyebaran famili Notopteridae berdasarkan Inoue et al. (2009) 2.2. Identifikasi Stok Ikan Identifikasi stok ikan bisa dilakukan melalui pengukuran morfologi; morfometrik (Tschibwabwa, 1997; Sudarto, 2003; Gustiano, 2003) dan meristik (Seymour, 1959; MacCrimmon and Clayton, 1985; Al-Hasan, 1984; 1987a,b) dan marka molekular (Waltner, 1988; Krueger 1986; Sudarto, 2003). Morfometrik adalah perbandingan ukuran relatif bagian-bagian tubuh ikan. Perbedaan morfologis antar populasi dapat berupa perbedaan seluruh ukuran dan bentuk, tetapi umumnya melibatkan keduanya (Sprent, 1972). Perbedaan bentuk antar populasi ikan dinyatakan sebagai fungsi ukuran (McGlade dan Boulding, 1985). Sementara meristik adalah bagian yang bisa dihitung dari ikan yang merupakan jumlah bagian-bagian tubuh ikan, misalnya Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
9
LAPTEK T.A. 2009
jumlah duri pada perut. Karakter meristik dan variasinya telah digunakan sebagai suatu alat dasar dalam memisahkan populasi pada spesies ikan yang berbeda (Seymour, 1959; MacCrimmon and Clayton, 1985; Al-Hasan, 1984; 1987a,b). Kedua pendekatan morfologi ini, baik morfometrik maupun meristik, walaupun konvensional namun pendekatan ini terbukti valid, memiliki berbagai keunggulan antara lain; mudah dilakukan, tidak memerlukan biaya besar dan tidak memerlukan waktu lama (Mustafa, 1999; Gustiano, 2003). Salah satu penanda molekuler yang biasa digunakan untuk identifikasi stok adalah analisis sekuense DNA mitokondria. Hal ini karena DNA mitokondria bersifat maternal dan diturunkan oleh parentalnya tanpa rekombinasi (Harrison, 1989; Amos & Hoelzel, 1992), ukuran molekul kecil/pendek (16.000–20.000 nukleotida), tingkat evolusi yang tinggi (5-10 kali lebih besar dari DNA inti) (Brown et al., 1979; Brown, 1983), memiliki jumlah copy yang besar 1000-10.000 (Brown, 1983) dan lebih cepat dan mudah mendapatkan hasil dari jaringan yang telah diawetkan sebelumnya (Paabo, 1989). Shaklee et al (1982), mengklasifikasikan perbedaan takson pada ikan didasarkan pada jarak genetik (D), dimana jika rata-rata D 0.05 (berkisar antara 0.002-0.065) berbeda populasi, 0.30 (0.025-0.609) berbeda spesies dan 0.90 (0.5801.21) berbeda genus. Daerah D_ loop pada DNA mitokondria memiliki laju perubahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah mitokondria yang lain, daerah ini sering digunakan sebagai penanda genetik (Bentzen, 1993). Penanda genetik atau DNA barcoding dianggap sebagai suatu sistem standar untuk identifikasi semua taksa eukariot secara akurat dan cepat. Anggapan ini didasarkan bahwa setiap spesies akan memilili DNA barcoding yang unik. Ada 4650 kombinasi atcg yang mungkin untuk seluruh organisme, sehingga diyakini bahwa setiap spesies akan memiliki runtutan DNA yang spesifik dan tidak dimiliki oleh spesies lainnya (Frezal and Leblois, 2008). Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
10
LAPTEK T.A. 2009
2.3. Keragaman Genetik, Genetic Drift dan Ukuran Populasi Efektif Keragaman genetik populasi adalah keragaman gen (tipe dan frekuensi) yang ada dalam populasi (Primack dkk., 1998). Keragaman genetik disimpan dalam kromosom dan struktur sel yang mengandung molekul DNA penyusun gen dan mengkode biosintesis protein (Mustafa, 1999). Keragaman gen juga bisa dihitung berdasarkan data haploid. Dugaan keragaman genetik berdasarkan data DNA mitokondria, sebagai contoh, seringkali menggunakan h sebagai suatu ukuran keragaman haplotipe. Dalam konteks ini, h mendeskripsikan jumlah dan frekuensi haplotipe mitokondria yang berbeda dan merupakan perbandingan yang sama untuk lokus diploid. Namun demikian, keragaman haplotipe genom yang berevolusi relatif cepat seperti DNA mitokondria seringkali mencapai 1.0 di dalam populasi jika suatu proporsi yang tinggi dari individu memiliki haplotipe yang unik. Lebih informatif, menyadari jumlah perbedaan nukleotida diantara dua sekuense sebagai perbandingan untuk secara sederhana mendeterminasi apakah mereka berbeda atau tidak. Hal ini bisa dilakukan dengan menghitung keragaman nukleotida (π; Nei and Tajima, 1981), yang menghitung rata-rata perbedaan diantara sekuense. Keragaman genetik dipengaruhi oleh banyak faktor dan untuk itu bervariasi diantara populasi. Salah satu faktor yang menentukan keragaman genetik adalah genetic drift, genetic drift adalah suatu proses yang menyebabkan frekuensi alel dari suatu populasi berubah dari satu generasi ke generasi selanjutnya secara sederhana sebagai hasil suatu perubahan. Efek genetic drift menonjol pada populasi yang kecil, drift akan mengarahkan setiap alel ke arah fiksasi atau punah dalam waktu yang relatif singkat dan untuk itu efek secara menyeluruh adalah mengurangi keragaman genetik (Freeland, 2005). Populasi ikan yang mengalami overeksploitasi akan mengakibatkan bahaya genetik akibat genetic drift (Thorpe et al., 1995). Genetic drift memainkan pengaruh yang sangat Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
11
LAPTEK T.A. 2009
kuat dalam genetika populasi dan membentuk salah satu teori pengukuran yang sangat penting dalam struktur genetik populasi yaitu ukuran populasi efektif (Ne) (Freeland, 2005). Genom mitokondria DNA lebih sensitif pada genetik drift dibandingkan DNA inti dan tepat digunakan untuk menghitung Ne (Harrison, 1989; Amos & Hoelzel, 1992). Ukuran
populasi
efektif
keragaman genetik akibat
(Ne)
genetik
merefleksikan
tingkat
kehilangan
drift (Freeland, 2005). Besaran Ne
diperkirakan seperlima dari ukuran populasi yang disensus, Nc (hause et al., 2002). 2.4. Fluktuasi Asimetrik Faktor lingkungan dapat menyebabkan perubahan morfologi, reproduksi dan survival pada ikan sebagai hasil modifikasi fisiologi dan prilaku akibat respon adaptive mereka terhadap perubahan lingkungan (fenotipic plastisity) (Stearns,1983). Seringkali respon adaptif terhadap lingkungan memiliki konsekuensi genetik dan memiliki dampak yang panjang, seperti menurunnya pertumbuhan. Fenomena ini dicirikan juga dengan meningkatnya individu yang asimetrik dan abnormal. Hal ini terlihat pada perbedaan bentuk, ukuran, jumlah dan ciri-ciri morfologi yang lain pada organ tubuh yang berpasangan antara organ bagian kiri dan bagian kanan (Van Valen, 1962). Menurut Van Valen (1962), adanya perbedaan fenotip pada individu untuk sifat meristik yang bilateral dapat menunjukkan fluktuasi asimetrik, yaitu adanya perbedaan antara karakter sisi kiri dan sisi kanan yang menyebar secara normal
dengan
rata-rata
yang
mendekati
nol
sebagai
akibat
dari
ketidakmampuan individu untuk berkembang secara tepat dan normal.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
12
LAPTEK T.A. 2009
2.5. Aspek Reproduksi Reproduksi sebagian besar ikan sangat dipengaruhi oleh musim dan sebagian besar spesies menunjukkan awal musim hujan. Hal ini berkenaan dengan strategi reproduksi, strategi reproduksi yang dilakukan oleh ikan (Welcomme, 1979) antara lain mencari tempat aman dan terlindungi untuk menaruh telur, disana terdapat makanan maksimum dan aktivitas makan mudah dan cukup waktunya, dan terlindungi dari predator. Saat banjir jelas dua faktor pertama terpenuhi sedangkan faktor terakhir ikan akan mengembangkan mekanisme
khusus.
Menurut
Welcomme
(1979)
faktor
yang
memulai
pematangan gonad dan mempercepat pemijahan umumnya tidak diketahui, namun demikian beberapa faktor yang diduga berpengaruh antara lain perubahan fisik lingkungan seperti suhu, konduktivitas dan aliran, ketiganya merupakan kumpulan kondisi yang menandakan masuk musim hujan. Ikan yang hidup di daerah tropis, faktor fisika utama yang mengontrol siklus reproduksi adalah arus, suhu dan substrat. Faktor kimia adalah gas-gas terlarut, pH, nitrogen dan metabolitnya serta zat buangan yang berbahaya bagi kehidupan ikan diperairan. Faktor biologi yang mengontrol siklus reproduksi ikan dibagi menjadi faktor dalam dan luar. Faktor dalam meliputi faktor fisiologis individu dan respon terhadap berbagai faktor lingkungan, selanjutnya faktor luar adalah patogen, predator dan kompetisi sesama spesies ikan tertentu atau dengan spesies lain. Secara alami, daerah hutan rawa merupakan tempat berkembang biak ikan belida. Ikan belida (N. chitala) memanfaatkan hutan rawang untuk aktivitas breeding terbukti pada perairan tersebut banyak ikan yang sudah matang gonad (siap memijah) (Utomo dan Asyari, 1999). Pemijahan diketahui terjadi pada bulan November-Januari (Adjie dan Utomo, 1994). Secara bertahap induk yang sudah matang gonad berpindah beruaya menuju daerah rawa banjiran yang dikenal dengan nama flood plain, terutama hutan rawa banyak ditumbuhi Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
13
LAPTEK T.A. 2009
tanaman dengan substrat keras, seperti pohon-pohon yang sudah mati sebagai tempat menempelkan telur. Induk yang siap memijah adalah induk yang telah melakukan fase pembentukan kuning telur (phase vitellogenesis) dan masuk fase dorman (Woynarovich dan Horvath, 1980). Fase pembentukan kuning telur dimulai sejak terjadinya penumpukan bahan-bahan kuning telur (yolk) dalam sel telur. dan berakhir setelah sel telur mencapai ukuran tertentu atau nukleolus tertarik ketengah nukleus. Setelah fase pembentukan kuning telur berakhir, sel telur tidak mengalami perubahan bentuk selama beberapa saat, tahap ini disebut fase istirahat (dorman). Menurut Lam (1985), bila rangsangan diberikan pada saat ini akan menyebabkan terjadinya migrasi inti ke perifer, inti pecah atau lebur, se!anjutnya terjadi ovulasi (pecahnya folikel) dan oviposisi. Kondisi lingkungan tidak cocok dan rangsangan tidak diberikan, telur yang dorman tersebut akan mengalami degradasi atau gagal diovulasikan lalu diserap kembali oleh sel-sel ovarium, telur yang demikian dikenal dengan oosit atresia. Lama pemijahan pada ikan dapat diduga dari ukuran diameter telur. Jika waktu pemijahan pendek, semua telur masak yang terdapat dalam ovarium berukuran sama, ukuran ini berbeda dengan ukuran telur pada saat folikel masih muda. Tetapi bila waktu pemijahan tersebut terus menerus pada kisaran waktu yang lama, maka ukuran telur yang berada dalam ovarium berbeda-beda (Hoar,1957). Menurut Selman dan Wallace (1981), bila dihubungkan dengan periode waktu pemijahan dengan oosit yang berada dalam ovarium, maka ovarium ikan dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu sinkronisme total (seluruh oosit berada pada tingkat perkembangan atau stadia yang sama), sinkronisme kelompok (sedikitnya ada dua populasi yang berada dalam stadia yang sama) dan tidak ada sinkronisme atau metakrom (oosit terdiri dari semua tingkat perkembangan). Induk ikan belida menempelkan telur-telurnya pada benda-benda yang berada 1.5-2 m, dibawah permukaan air (Adjie dan Utomo, 1994). Selain itu Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
14
LAPTEK T.A. 2009
batang kayu baik yang masih hidup maupun yang sudah mati merupakan rumpon bagi ikan kecil dan udang yang merupakan makanan utama ikan ini, sehingga pada waktu melakukan pemijahan mudah mendapatkan makanan. Balon (1975) dalam Welcomme (1979), menambahkan ikan belida termasuk kelompok ikan yang membangun sarang dengan apa saja dan dimana saja, sejauh memenuhi strategi reproduksinya. Ikan belida memiliki jumlah telur 2606080 butir (Adjie dkk., 1999), 1000-6000 (Anonim, 2003). Masa pengeraman sebelum menetas adalah 5-6 hari pada suhu 330 C. Ukuran pertama kali matang gonad 40-50 cm (Anonim, 2003), diameter telur 1.5-3.0 mm (Adjie & Utomo, 1994). 2.6. Pertumbuhan Pertumbuhan mengandung arti perubahan dalam massa yaitu bisa panjang atau berat, dalam suatu waktu (Effendi, 1997). Ali et al (2002), mengatakan pertumbuhan adalah perubahan yang nyata dalam volume, dimana parameter yang mengalami perubahan adalah panjang, berat dan massa. Perubahan itu terjadi pada keseluruhan tubuh atau organ-organ tertentu dan jaringan, atau bisa jadi perubahan tersebut berkaitan dengan komponen tubuh seperti organ dan jaringan. Energi makanan yang sampai pada ikan hanya sebagian kecil digunakan untuk pertumbuhan badannya, sedangkan sebagian besar untuk pemeliharaan tubuh, reproduksi dan aktivitas lainnya (King, 1995). Pertumbuhan adalah suatu indikator yang baik untuk melihat kondisi kesehatan individu, populasi, dan lingkungan. Laju pertumbuhan yang cepat menunjukkan kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan tempat hidup yang sesuai. Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai perubahan ukuran (panjang, dan bobot ikan) selama waktu tertentu. Pertumbuhan dari segi energi juga dapat diartikan sebagai perubahan jaringan somatik dan reproduksi dilihat dari kalori yang tersimpan. Definisi pertumbuhan dari segi energi berguna untuk memahami faktor-faktor yang Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
15
LAPTEK T.A. 2009
mempengaruhi pertumbuhan ikan, yaitu asupan energi dari makanan, keluaran energi untuk metabolisme, keluaran energi untuk pertumbuhan, dan keluaran energi melalui ekskresi (Brett dan Groves, 1979 dalam Moyle dan Cech, 2004). Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu keturunan (genetik), jenis kelamin, parasit dan penyakit (Effendie, 1997), serta umur dan maturitas (Moyle dan Cech, 2004). Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah ikan yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut (Weatherley, 1972), kadar amonia di perairan, dan salinitas (Moyle dan Cech, 2004). 2.7. Makanan dan Kebiasaan Makan Besarnya populasi ikan dalam suatu perairan antara lain ditentukan oleh makanan yang tersedia. Jenis-jenis makanan yang dimakan biasanya tergantung pada umur ikan, tempat dan musim. Cowx (1994) dalam Satria dan Kartamihardja (2002) melaporkan bahwa makanan merupakan kunci pokok bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Selanjutnya dikatakan bahwa kekurangan makanan merupakan faktor pembatas bagi perkembangan populasi ikan di perairan. Kebiasaan makan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran ikan dalam memanfaatkan makanan yang tersedia, habitat hidupnya, kesukaan terhadap jenis makanan tertentu, musim, ukuran dan umur ikan, periode harian mencari makanan dan jenis kompetitor (Hickley, 1993 dalam Satria dan Kartamihardja, 2002). Kebanyakan spesies ikan memiliki kebiasaan makanan yang bervariasi. Kebiasaan makanan tersebut meliputi kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan ikan (Effendie, 1997).
Umumnya ikan memperlihatkan tingkat
kesukaan makanan terhadap jenis makanan tertentu dan hal ini terlihat dalam jenis makanan yang dominan dalam lambungnya (Weatherley dan Gill, 1987 Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
16
LAPTEK T.A. 2009
dalam Effendie, 1997). Adapun organ-organ tubuh yang berperan dalam pengambilan makanan adalah mulut, gigi, tapis insang, lambung dan usus (Lagler, 1972). Umumnya makanan yang pertama kali datang dari luar untuk semua ikan dalam mengawali hidupnya, ialah plankton bersel tunggal dan berukuran kecil. Jika pertama kali ikan itu menemukan makanan berukuran tepat dengan mulutnya,
diperkirakan
akan
dapat
meneruskan
hidupnya.
Dalam
mengelompokan ikan berdasarkan makanan, ada ikan sebagai pemakan plankton, pemakan tanaman, pemakan dasar, pemakan detritus, ikan buas dan ikan pemakan campuran. Menurut Effendie (1997), berdasarkan jumlah variasi dari macam-macam makanan tadi, ikan dapat dibagi menjadi euryphagic yaitu ikan pemakan bermacam-macam makanan, stenophagic, ikan pemakan yang macamnya sedikit atau sempit, dan monophagic, ikan yang makanannya terdiri dari satu macam makanan saja. Kebanyakan cara ikan mencari makanan dengan menggunakan mata. Pembauan dan persentuhan digunakan juga untuk mencari makanan terutama oleh ikan pemakan dasar dalam perairan yang kekurangan cahaya atau dalam perairan keruh. Pada umumnya ikan mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap kebiasaan makannya serta dalam memanfaatkan makanan yang tersedia. Chitala lopis oleh Welcomme (1979) dikelompokkan ke dalam predator besar, pemakan ikan segala ukuran, udang dan kepiting. Lebih spesifik Adjie dan Utomo (1994) menginformasikan komposisi makanan ikan belida terdiri dari: ikan kecil (50.02%) dan udang (21.87%) dan Adjie et al (1997); Ikan (50.02-78.94%), udang (3.61-21.87%), serangga (0.09%), cacing (0.01%), gastropoda (0.01%), bahan tumbuhan (0.62-6.99%) dan tidak teridentifikasi (0.62-6.99%).
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
17
LAPTEK T.A. 2009
2.8. Kualitas Perairan Ikan belida membutuhkan kondisi lingkungan perairan tertentu untuk pertumbuhan dan bertahan hidup. Air berfungsi sebagai media, baik media internal maupun eksternal. Sebagai media internal, air berfungsi sebagai bahan baku untuk reaksi di dalam tubuh, pengangkutan bahan makanan keseluruh tubuh, pengangkutan sisa metabolisme, dan pengaturan atau penyangga suhu tubuh. Sementara sebagai media eksternal, air berfungsi sebagai habitatnya. Suhu air berpengaruh terhadap sintasan, reproduksi, pertumbuhan organisme muda dan kompetisi (Krebs, 1985). Bagi ikan yang hidup di perairan tawar, perubahan suhu perairan pada musim penghujan memberikan tanda secara alamiah untuk melakukan pemijahan, beruaya dan mencari makan. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan yang disebabkan oleh bahan organik seperti plankton dan anorganik baik tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur dan pasir halus.
Kekeruhan tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem
osmoregulasi seperti pernapasan, daya lihat organisme akuatik serta dapat menghambat penetrasi cahaya di dalam air. Oksigen terlarut dibutuhkan untuk respirasi plankton (65%), respirasi ikan (20%) dan juga organisme dasar. Oksigen terlarut di badan air dari hasil fotosintesis plankton (90-95%), dan sisanya difusi dari udara. Konsentrasi oksigen terlarut berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk kedalam air (Effendi, 1997). Parameter pH air menunjukkan reaksi basa atau asam terhadap titk netral pH 7,0 (Schmittou, 1991). Nilai pH berkaitan erat dengan CO2 bebas dan alkalinitas. Semakin tinggi pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah konsentrasi CO2 bebas. Nilai pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukan Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda 18 (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
LAPTEK T.A. 2009
ammonia yang tak terionisasi dan bersifat toksik. Amonia tak terionisasi lebih mudah diserap tubuh oranisme akuatik dibandingkan dengan amonium (Tebbut dalam Effendi, 1997). Kristanto & Subagja (2008), menduga terdapat keterkaitan antara pH dan konduktivitas perairan dengan penempelan telur ikan belida. Alkalinitas berperan sebagai buffer perairan terhadap perubahan pH yang drastis. Tingkat produktivitas perairan sebenarnya tidak berkaitan secara langsung dengan nilai alkalinitas tetapi berkaitan dengan keberadaan fosfor dan elemen esensial lain yang kadarnya meningkat dengan meningkatnya nilai alkalinitas. Alkalinitas yang baik berkisar antara 30 –500 mg/L CaCO3, jika > 40 mg/L CaCO3 disebut perairan sadah dan jika < 40 mg/L CaCO3 disebut perairan dengan kesadahan sedang (Effendi, 1997).Ikan belida beradaptasi pada kondisi perairan habitat belida yang menunjukkan reaksi sekitar netral, bersifat lunak dengan alkalinitas relatif rendah dan kandungan hara fosfor dan nitrat rendah (Adjie dkk., 1999).
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
19
LAPTEK T.A. 2009
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai Kampar, Riau dan Sungai Cisadane, Banten selama tahun 2005. Sampel ikan diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan pada 5 titik sampling yaitu; (1) Kuala Tolam, (2) Rantau Baru, (3) Langgam, (4) Sungai Teso dan (5) Kuto Panjang, Gambar 4.
Gambar 4. Lokasi Penelitian
3.2 Bahan dan Alat Penelitian Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
20
LAPTEK T.A. 2009
3.2.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 3.2.1.1. Bahan Identifikasi Spesies Ikan Belida 1) Darah dan otot Ikan Belida (Chitala sp) dari perairan Sungai Kampar dan Cisadane 2) Alkohol absolut 99% untuk pengawetan sample 3) Bahan kimia pengujian DNA -
Bahan ekstraksi; Genomic DNA Purification Kit (Fermentas) berupa: lysis solution, chloroform, precipitation solution, H2O, nuclease-free, NaCl solution, alkohol 70%, dan ethanol dingin 70%.
-
Bahan amplifikasi berupa primer diantaranya: D loop region -5* ATT GAA GGT TAA ACC CCA TCCTA. D loop region * TTA ACC GAC CCT TTT GAC TG TAA. Taq DNA Polymerase (recombinant) in reaction buffer, H2O, MgCl2 dan dNTPs (dATP, dCTP, dGTP, dTTP)
-
Bahan elektroforesis berupa: Polyacrilamid, 10X TBE (Tris-Borate-EDTA), loading buffer, dan ethidium bromide.
3.1.1.2. Aspek Reproduksi Bahan yang digunakan adalah ikan belida (Chitala lopis), alkohol 99% untuk mengawetkan ikan, formalin 5% untuk mengawetkan gonad ikan dan Bouin untuk mengawetkan gonad ikan yang akan dihistologi. 3.1.1.3. Aspek Makanan dan Kebiasaan Makan Bahan yang digunakan adalah ikan belida (Chitala lopis), formalin 4% dan aquades.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
21
LAPTEK T.A. 2009
3.1.1.4. Kualitas Perairan Bahan yang digunakan untuk analisis kualitas air APHA, AWWA and WPCF (1981), Bain and Stevenson (1999) dan Effendi (2000). 3.2.2. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : -
Alat lapangan Alat yang digunakan dalam kegiatan di lapangan adalah Digital counting calliper, alat suntikan, Tagging apparatus, dissecting set, tempat ikan dan peralatannya, kamera digital.
-
Alat laboratorium untuk analisis DNA Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung eppendorf volume 1.5 ml dan 0,5 ml, vortex (Genie 2), inkubator type 12B (Julabo), mikro sentrifuse (Biofuge-pico, Heraeuse), tip mikro pipet, mikro pipet dengan ketelitian 0-10 l, 10-100 l, 20-200 l, 1000 l (Eppendorf research, Transfer pette), thermocycler kapasitas 77 eppendorf (Biometra),
elektroforesis
system type Mupid-2Plus (Advance), ultraviolet transilluminator type Macro Vue UV 20 (Hoefer), film polaroid (Gel Cam), gunting dan sarung tangan. Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Pharmacia automated sequencer. Sebagian alat untuk analisis DNA. -
Alat Laboratorium Alat-alat laboratorium lain yang digunakan dalam penelitian adalah alat bedah, botol sampel, penggaris dengan ketelitian 1 mm untuk mengukur panjang ikan, timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram untuk menimbang berat tubuh dan gonad ikan, cawan petri, `mikroskop dengan mikrometer objektif dan okuler, gelas objek dan tissue.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
22
LAPTEK T.A. 2009
3.3. Metode Analisis 3.3.1 Pengambilan sample ikan Penentuan lokasi sampling untuk mendapatkan sampel specimen ikan belida dilakukan secara purposive sampling, pada daerah yang ada ikan belidanya. Ikan sampel diperoleh secara langsung di lapangan maupun melalui pedagang pengumpul, alat tangkap yang digunakan adalah pancing dan luka. Sample DNA diambil menggunakan disecting set disposal, pada bagian otot dan darah. Otot dan darah adalah bagian yang aktif melakukan metabolisme memerlukan ATP yang tinggi, sehingga kandungan mitokondrianya banyak. 3.3.2 Biologi 3.3.2.1. Aspek makananan dan kebiasaan makan o Struktur Saluran Pencernaan Analisis struktur saluran pencernaan dilakukan pengamatan secara makroanatomi, pengamatan pada posisi mulut, bentuk gigi, struktur tapis insang, faring, bentuk lambung dan panjang usus. Rasio panjang usus dihitung dengan rumus sebagai berikut: Rasio panjang usus (%) =
PT × 100 PU
Keterangan : PT = Panjang total ikan (mm) PU = Panjang usus ikan (mm) o Komposisi Makanan Metode estimasi persentase volume organisme makanan dapat digunakan untuk menduga volume yang sesungguhnya, hal ini dilakukan karena volume sebenarnya tidak dapat diukur secara langsung. Data estimasi volume nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk menghitung indeks bagian terbesar (Index of Preponderance) suatu jenis makanan yang dimanfaatkan oleh ikan. Penggunaan metode ini adalah Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
23
LAPTEK T.A. 2009
pada saat mengamati organisme dan mengelompokkannya berdasarkan jenisnya. Kemudian kelompok-kelompok tersebut diukur volumenya menggunakan gelas ukur. Persentase volume masing-masing organisme yang teramati jika dijumlahkan akan mencapai 100 %. Indeks bagian terbesar (Index of Preponderance) dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan menurut Natarajan dan Jhingran in Effendie (1979) adalah sebagai berikut :
Keterangan : IPi
= Indeks bagian terbesar jenis organisme makanan ke-i
Vi
= Persentase volume jenis organisme makanan ke-i
Oi
= Persentase frekuensi kejadian jenis organisme makanan ke-i
Indeks bagian terbesar (Index of Preponderance) makanan dihitung untuk mengetahui persentase suatu jenis organisme makanan tertentu terhadap semua organisme makanan yang dimanfaatkan oleh ikan. Hal ini dapat diketahui, jika nilai IP > 40 % maka organisme tersebut sebagai makanan utama, jika IP antara 4 – 40 % maka organisme tersebut sebagai makanan pelengkap, dan jika nilai IP < 4% maka organisme tersebut sebagai makanan tambahan (Natarajan dan Jhingran in Effendie, 1979). o Luas Relung Makanan Analisis luas relung makanan dilakukan untuk melihat proporsi sumberdaya makanan yang dimanfaatkan oleh ikan tersebut. Luas relung dihitung menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Levins in Krebs (1989), yaitu :
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
24
LAPTEK T.A. 2009
Keterangan : Bi
= Luas relung makanan kelompok ikan ke-i
Pij
= Proporsi organisme makanan ke-i yang dimanfaatkan oleh
kelompok ikan ke-i Dalam perhitungan ini diperlukan suatu standarisasi agar nilai luas relung yang dihasilkan berkisar antara 0 – 1 dengan selang yang tidak terlalu besar dan nyata.
Keterangan : BA
= Standarisasi luas relung (kisaran 0 – 1)
B
= Luas relung
n
= Jumlah seluruh organisme makanan yang dimanfaatkan
o Tumpang Tindih Relung Makanan Analisis tumpang tindih relung makanan dilakukan untuk melihat penggunaan bersama jenis organisme makanan yang dimanfaatkan oleh ikan jantan dan betina serta kelompok-kelompok ukuran ikan. Tumpang tindih relung dihitung dengan menggunakan rumus “Simplified Morisita Index” (Horn, 1966 in Krebs, 1989), yaitu :
Keterangan : Ch Pij,Pik
= Indeks Morisita yang disederhanakan = Proporsi jenis organisme makanan ke-i yang digunakan oleh 2 kelompok ukuran ikan ke-j dan kelompok ukuran ikan ke-k
N
= Jumlah organisme makanan
m,l
= Jumlah kelompok ukuran ikan
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
25
LAPTEK T.A. 2009
3.3.2.2. Reproduksi Untuk
analisis
biologi
reproduksi
dilakukan
pengamatan
dan
pengukuran parameter-parameter sebagai berikut : jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, berat gonad, indeks kematangan gonad. Kemudian dilakukan pengukuran fekunditas total, telur matang dan rata-rata diameter telur. a) Nisbah kelamin Nisbah kelamin diketahui berdasarkan jumlah ikan jantan dan betina yang tertangkap pada setiap sampling yang dilakukan. Jenis kelamin ditentukan setelah dilakukan pembedahan sampel ikan tersebut. Untuk mengetahui perbandingan jenis kelamin, dilakukan uji ”Chi kuadrat” (X²) sebagai berikut: X² =
( f 1 F )2 F i 1, 2 , 3 s
Keterangan : X²
= Nilai distribusi kelamin
Fi
= Nilai pengamatan ikan ke-i
F
= Nilai harapan ke-i
I = 1,2,3 S
= Jumlah pengamatan
Apabila nilai X²hit> X²tab (0,05), maka Ho ditolak yang berarti nisbah kelamin tidak seimbang, sedangkan jika X²hit< X²tab (0,05) Ho diterima, yang berarti nisbah kelamin seimbang. b) Musim, tempat dan lokasi pemijahan -
Penentuan Tingkat Kematangan Gonad Penentuan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan jantan dan
betina ditentukan secara morfologis mencakup warna, bentuk, dan Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
26
LAPTEK T.A. 2009
ukuran gonad. Perkembangan gonad secara kualitatif ditentukan dengan mengamati TKG I-V berdasarkan morfologi gonad.
-
Indeks Kematangan Gonad Indeks kematangan gonad (IKG) diketahui dengan pengukuran
bobot ikan dan berat gonad ikan jantan dan ikan betina menggunakan timbangan Ohaus yang mempunyai ketelitian 0,01 gram. Indeks kematangan gonad diukur dari semua ikan hasil tangkapan. Pengukuran IKG dilakukan di laboratorium. Pengukuran indeks kematangan gonad dihitung dengan cara membandingkan berat gonad terhadap bobot ikan: IKG % = (Bg : Bt ) x 100 Keterangan :
-
IKG
= Indeks kematangan gonad (%)
Bg
= Berat gonad (g)
Bt
= Bobot ikan (g)
Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Pendugaan
ukuran
pertama
kali
matang
gonad
dengan
menggunakan metode Sperman Karber. Kriteria matang gonad adalah pada TKG III, IV, dan V, adapun rumusnya adalah sebagai berikut: LogM X k
X ( Xi Pi ) 2
Keterangan : Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
27
LAPTEK T.A. 2009
= X Logaritma nilai tengah pada saat ikan matang gonad 100% k = XSelisih logaritma nilai tengah kelas = XLogaritma nilai tengah kelas i = pri/ni i = rJumlah ikan matang gonad pada kelas ke i i = nJumlah ikan pada kelas ke i i = qi – pi i = Jumlah N sampel ikan pi qi Ragam = X 2 ∑ N 1
Pada selang kepercayaan 95% yaitu = m Z / 2 Ragam -
Analisis Histologis Analisis secara histologis gonad ikan sampel dilakukan untuk
mengetahui tingkat kematangan gonad secara histologis dan pola pemijahannya.
Untuk
keperluan
pengamatan
histologi
tersebut,
dilakukan pengambilan gonad ikan jantan dan betina yang masih segar. Gonad ikan difiksasi dengan larutan Bouin, kemudian dianalisis di laboratorium dengan proses jaringan (agar bisa dipotong 5-7 mikron), pemotongan
jaringan,
dan
pewarnaan
dengan
menggunakan
haemotoxylin dan eosin. c)
Potensi Reproduksi
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
28
LAPTEK T.A. 2009
Potensi reproduksi diduga dari nilai fekunditas yang diasumsikan sebagai jumlah telur yang terdapat dalam ovari ikan yang telah mencapai TKG IV. Cara mendapatkan telur yaitu dengan mengambil telur dari ikan betina dengan mengangkat seluruh gonadnya dari dalam perut ikan yang telah diawetkan. Fekunditas dapat dihitung dengan metode gravimetrik: F=
G ×N Q
dimana : F
d)
= Fekunditas (butir)
G
= Berat gonad (g)
Q
= Gonad contoh (g)
N
= Jumlah telur tiap gonad contoh
Pola Reproduksi
Pola reproduksi diestimasi dari diameter dan pola sebaran telur dengan cara mengukur
sampel
telur
pada
bagian
anterior,
tengah,
dan
posterior
menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer pembesaran 10×4 kali. Pola sebaran diameter telur dianalisis secara diskriptif dengan melihat modus penyebarannya. Apabila terlihat dua modus penyebaran,
pola
pemijahannya berlangsung dalam waktu yang panjang atau telur yang dikeluarkan sebagian-sebagian (partial spawning). Jika terdapat penyebaran ukuran satu modus, pola pemijahan berlangsung dalam waktu yang singkat (total spawning). 3.3.2.3. Aspek Pertumbuhan a) Pola Pertumbuhan -
Hubungan Panjang dan berat Analisis hubungan panjang berat menggunakan uji regresi: W = aL b
Keterangan:
W = Berat tubuh ikan (gram)
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
29
LAPTEK T.A. 2009
L = Panjang ikan (mm), a dan b = konstanta Jika b=3 (isometrik) atau b≠3 (alometrik). -
Koefisien Pertumbuhan Pertumbuhan panjang ikan dapat dihitung dengan Model Von
Bertalanffy sebagai berikut:
Lt L (1 e K ( t t0 ) ) Keterangan:
Lt = Panjang ikan pada umur ke-t (mm) L∞ = Panjang maksimal (mm) K = Koefisien pertumbuhan (t 1 ) t0 = Umur hipotesis ikan pada panjang nol (tahun)
Nilai L∞ dan K didapatkan dari hasil penghitungan dengan metode ELEFAN 1 yang terdapat dalam program FiSAT II. Nilai t0 dapat diduga dengan persamaan berikut. Log –(t0) = -0,3922 - 0,2752 Log L∞ - 1,038 Log K b)
Faktor Kondisi (Menggambarkan kondisi kesehatan/fisik) Faktor
kondisi
dihitung
dengan
menggunakan
persamaan
Ponderal Indeks, untuk pertumbuhan isometrik (b=3) faktor kondisi (KTL) dengan menggunakan rumus: KTL =
10 5 W L3
Sedangkan jika pertumbuhan tersebut bersifat
allometrik (b≠3), maka
faktor kondisi dapat dihitung dengan rumus: Kn =
W aLb
3.3.3 Populasi 3.3.3.1. Morfologi a) Morfometrik dan meristik Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
30
LAPTEK T.A. 2009
Pengukuran morfometrik specimen dilakukan dengan menggunakan digital caliper yang memiliki ketelitian sampai 0.10 mm, sedangkan meristik dilakukan
penghitungan
manual
dibantu
kaca
pembesar.
Metode
pengukuran dengan menggunakan manual digital calliper adalah metode yang sampai saat ini paling banyak digunakan dalam studi morfologi, paling tidak terdapat 31 dari 42 studi tentang subjek ini yang telah dipublikasikan (Schaeffer, 1991). Pengukuran karakter morfometrik dan meristik ikan belida dilakukan pada 22 karakter morfologi bentuk badan, (Gambar 5), pada bagian sisi sebelah kiri tubuh ikan. b) Fluktuasi Asimetrik Fluktuasi
asimetrik
(FA)
spesies
ikan
Belida
diestimasi
menggunakan formula Palmer dan Strobeck (1986) : FA = |R1 – L1| dimana R1 dan L1 adalah sebelah kanan (R1) dan kiri (L1), sisi karakter morfologi yang dipilih dalam penelitian dilakukan penghitungan manual dibantu kaca pembesar (lengkung insang terluar, jari-jari lemah sirip dada, diameter panjang mata dan diameter lebar mata; Gambar 6). Keempat karakter dipilih karena ditemukan pada sisi sebelah kiri dan kanan tubuh ikan. Klasifikasi nilai CV, digunakan indeks klasifikasi menurut Freeman et al., 1988; CV≤ 25% = sangat seragam, 25% < CV ≤ 50% = cukup seragam, 25% < CV ≤ 50% = cukup bervariasi dan CV ≥ 75% = sangat bervariasi. Untuk nilai FA digunakan indeks klasifikasi berdasarkan nilai klasifikasi oleh Fuller and Houle (2002), yang mensimulasi tiga tingkatan ratarata_standar variasi pada DI. Memiliki variasi yang rendah (CV DI = 0,1), variasi sedang (CVDI = 0,5) dan sangat bervariasi (CVDI = 1).
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
31
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
32
LAPTEK T.A. 2009
Gambar 5. Karakter morfologi ikan belida (Sudarto, komunikasi pribadi) Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
33
LAPTEK T.A. 2009
Keterangan : 1. Lengkung insang terluar (Lengkung Insang) 2. Jari-jari lemah sirip dada (JJ. Lemah sirip dada) 3. Diameter mata (D. panjang dan lebar mata) 4. Lineral lateralis (LL) Gambar 6. Karakter fluktuasi asimetrik yang diamati
3.3.3.2. Marka Molekuler DNA ikan diekstraksi dari potongan daging/otot dengan menggunakan kit “Wizard genome DNA purification” (Promega), sebagai berikut; 5-10 mg potongan daging ikan dimasukkan ke dalam tabung 1.5 mL yang telah berisi 500 µL larutan lisis DNA + 120 larutan 0.5 M EDTA pH 8.0. Kemudian ditambahkan 10 µg/mL protein kinase dan diinkubasi pada suhu 550C selama 3 jam. Sebanyak 3 µL larutan Rnase ditambahkan ke dalam campuran tersebut, kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 30 menit. Setelah didinginkan pada suhu Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
34
LAPTEK T.A. 2009
kamar, ditambahkan ke dalamnya larutan protein presipitation sebanyak 200 µL dan disimpan dalam es selam 5 menit. Kemudian disentrifus pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Lapisan supernatannya diambil dan dimasukkan ke dalam tabung baru, dan ditambahkan 600 µL larutan propanol dan divortex sampai terlihat endapan putih. DNA diendapkan dengan cara mensentrifus campuran tersebut pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit, kemudian larutan dia atasnya dibuang dan DNA dikeringkan pada suhu ruangan. Setelah kering ditambahkan 50-100 µL Tris-EDTA (TE) buffer dan disimpan pada suhu 40C sebelum digunakan pada tahap selanjutnya. Primer yang digunakan untuk mengamplikasi sequnce mitokondria adalah D-Loop primer- yang didesign berdasarkan runtutan lengkap DNA mitokondria dari Gene Bank menggunakan PRIMER 3. 5* ATT GAA GGT TAA ACC CCA TCCTA. 3*.TTA ACC GAC CCT TTT GAC TG TAA. Amplifikasi menggunakan metode Polymerize Chain Reaction (PCR) dengan komposisi reaksi yang terdiri atas: 10 µg, 10 pmol setiap primer dan “pure tag DNA” (Promega) dengan total volume keseluruhannya 25 µL. Siklus PCR yang digunakan dalamamplifikasi adalah satu siklus denaturasi pada suhu 950C selama 2 menit. 35 siklus penggandaan yang terdiri atas 95 0C selama 1 menit, 450C selama 1 menit dan 720Cselama 2.5 menit. Selanjutnya satu siklus terakhir pada suhu 720C selama 10 menit. Sequence mtDNA yang didapat direstriksi dengan menggunakan endonuklease sesuai dengan prosedur perusahaan. Hasil restriksi kemudian dipisahkan secara elekforesis dengan menggunakan gel agarose 2%-3% dalam Tris-Boric-EDTA (TBE) buffer
dan diamati dengan
illuminator (UV) serta dicetak gambarnya dengan polaroid. Produk penggandaan yang tersisa dimurnikan dengan mtDNA yang digunkan secara langsung dalam rantai pereaksi dideoxy-termination (sanger et al., 1977). Dengan fluorescent-labelled primers (Pharmacia) dan the Thermosequenase sequencing kit dengan 7-deaza-dGTP (Amersham). Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
35
LAPTEK T.A. 2009
Kondisi sequensing terdiri dari dimulai dari denaturasi pada suhu 95 oC selama 4 min 30 s diikuti dengan 25 siklus pada 95 oC selama 30 s dan 60 oC selama 30 s. Produk dilanjutkan dengan denaturasi 6% acrylamide ge (Biorad) dan divisualisasi dengan Pharmacia automated sequencer. 3.3.4 Ekologi Pengamatan parameter fisika dan kimia perairan berpedoman pada APHA, AWWA and WPCF (1981), Bain and Stevenson (1999) dan Effendi (2000), (Tabel 1). Tabel 1. Parameter, Metode Pengukuran dan Bahan Alat No I 1 2
Parameter Yang Diamati Parameter Fisika Temperatur Kecerahan
3
Kedalaman
4
Kecepatan Arus
5
TDS/TSS
II
Parameter Kimia
1
pH
2
Oksigen terlarut
3
Alkalinitas
Metode
Bahan
Termografik Langsung dengan alat Langsung dengan alat Langsung dengan alat Langsung dengan alat
Langsung dengan alat Langsung dengan alat Titrimetri
Daya Hantar Listrik
Langsung dengan alat
-
Termometer air raksa Sechi disk
-
Depth sounder
-
Stopwatch penduga TDS digital
-
dan
tali
pH indicator -
4
Alat
H2S04 0.02 N (216 cc) (2.8 ml H2S04 p jadikan 100 ml (H2SO4 0.1 N) ambil 200 H2S04 0.1 N jadikan 1000 ml (H2S04 0.02 N) Methyl Orange (576 tetes)
DO Meter - Erlemeyer 250 ml 1 bh - Pipet ukur 5 ml 2 bh - Pipet tetes 2 bh - Gelas ukur 100 ml 1 bh - Botol Aquadest 1 bh
SCT-meter
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
36
LAPTEK T.A. 2009
Untuk menentukan kondisi kualitas perairan di setiap stasiun pengamatan digunakan cara skoring. Tahapan analisis data untuk menentukan kualitas perairan dengan cara skoring adalah sebagai berikut: 1. Dari data hasil pengukuran parameter di seluruh stasiun pengamatan ditentukan nilai rataan minimum dan maksimum yang tercatat selama penelitian, selanjutnya
ditentukan nilai jangkauannya, dan nilai
jangkauan ini dibagi menjadi 5 interval yang sama. Titik optimum ditentukan berdasarkan baku mutu air untuk kehidupan biota yang telah ditentukan. 2. Setiap interval tersebut diberi skor 1-5. Titik optimum diberi skor 5. Semakin jauh dengan nilai optimum, semakin berkurang skornya lebih jelasnya dapat dilihat cara pemberian skor di bawah ini: Titik optimum
1
2
3
4
5
4
3
2
1
3. Selanjutnya, nilai rataan parameter yang diukur di setiap stasiun pengamatan dikaji termasuk ke dalam interval yang mana, dengan skor yang ditetapkan di atas. 4. Jumlah skor setiap parameter yang dinilai di setiap stasiun pengamatan dihitung
dan
ditentukan
status
kualitas
perairannya
dengan
membandingkan terhadap nilai rataan kualitas perairan dari 3 stasiun pengamatan. Jika nilai jumlah skor ≤ nilai rataan kualitas perairan 3 stasiun pengamatan termasuk di dalam kategori yang rendah, jika jumlah skor > dari nilai rataan kualitas perairan 3 stasiun pengamatan termasuk dalam kategori tinggi.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
37
LAPTEK T.A. 2009
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Biologi 4.1.1. Aspek makananan dan kebiasaan makan o Hasil tangkapan ikan belida untuk pengamatan makanan Ikan belida yang tertangkap selama waktu penelitian sebanyak 47 ekor yang terdiri atas 25 ekor (53,19%) ikan jantan dan 22 ekor (46,81%) ikan betina. Jumlah tangkapan ikan belida setiap sampling berbeda-beda yaitu berkisar pada 3-13 ekor (jantan) dan 5-12 ekor (betina). Jumlah tangkapan terbanyak terdapat pada bulan Mei yaitu sebanyak 18 ekor (13 jantan dan 5 betina), sedangkan jumlah tangkapan terendah terdapat pada bulan Agustus yaitu sebanyak 14 ekor (9 jantan dan 5 betina) (Gambar 7).
Terjadinya
perbedaan jumlah tangkapan setiap bulan diduga karena adanya pengaruh musim, kondisi lingkungan, faktor penangkapan dan ketersediaan makanan. Ardiyanti (2005) in Yuliani (2009) menyebutkan bahwa perbedaan jumlah tangkapan tergantung antara lain pada kondisi lingkungan perairan yang dipengaruhi oleh musim. Selanjutnya menurut Kaswadji et al. (1995) in Rosita (2007), perbedaan hasil tangkapan dapat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan, perbedaan jumlah upaya tangkapan (effort), tingkat keberhasilan operasi penangkapan dan keberadaan ikan itu sendiri. Perubahan musim pada setiap waktu pengamatan dapat mempengaruhi kondisi lingkungan, yang mana adanya perubahan kondisi lingkungan dapat berpengaruh pula pada ketersediaan makanan alami suatu lingkungan tersebut.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
38
LAPTEK T.A. 2009
14
13
12
Frekuensi (ekor)
12 10
9 Jantan
8 6
5
Betina
5
4
3
2 0 Mei
Agustus
November
Waktu Pengambilan Contoh
Gambar 7. Jumlah tangkapan ikan belida (Chitala lopis) selama penelitian Pada bulan Mei yang merupakan musim kemarau, diduga air sungai relatif surut sehingga aliran air dari badan sungai utama dengan anak-anak sungai sekitar terputus ataupun terputus total. Akibat adanya penyurutan hidrologi sungai tersebut, ikan belida yang cenderung tinggal di perairan sungai dan sebagian lagi di tempat-tempat terdalam yang tergenang air, pada saat debit air kecil di musim kemarau, diduga lebih mudah tertangkap daripada musim lainnya.
Menurut Tjahjo et al. (2000) in Yuliani (2009),
besarnya jumlah tangkapan ikan pada musim kemarau diduga karena pada musim tersebut volume air lebih sedikit dan arus lebih lambat, serta ikan lebih banyak melakukan aktivitas sehingga peluang tertangkap lebih besar. Pada bulan Agustus yang telah memasuki musim peralihan, diduga fluktuasi air meningkat sehingga aliran air dari badan sungai utama dengan anak-anak sungai kembali menyatu. Oleh karena itu, ikan belida lebih sulit ditangkap karena ikan diduga menyebar ke rawa banjiran dan persawahan baik untuk memijah maupun untuk mencari makan. Menurut Lagler (1972), keberadaan suatu jenis ikan di perairan memiliki hubungan erat dengan keberadaan makanannya.
Ikan cenderung mencari makan pada daerah-
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
39
LAPTEK T.A. 2009
daerah yang kaya akan sumberdaya makanan yang disukainya (Nikolsky, 1963). o Struktur Anatomis Saluran Pencernaan Struktur anatomis saluran pencernaan pada ikan dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan pola kebiasaan makanannya.
Kebiasaan
makanan pada ikan seringkali dihubungkan dengan bentuk tubuh yang khusus dan fungsional morfologis dari tengkorak, rahang, dan alat pencernaan makanannya (Effendie, 1997).
Menurut Affandi et al. (2005),
secara anatomis, struktur alat pencernaan ikan berkaitan dengan bentuk tubuh, kebiasaan makanan (kategori ikan), dan kebiasaan makanan (tingkah laku makan), serta umur (stadia hidup) ikan. Berdasarkan struktur alat pencernaannya, ikan belida memiliki lambung yang nyata untuk menampung makanan (Gambar 8) (Huet 1971 in Haloho 2008). Insang merupakan salah satu alat pencernaan dari ikan belida. Tapis insang ikan belida sedikit, pendek dan kaku. Panjang usus ikan belida relatif lebih pendek dibandingkan dengan panjang tubuhnya dengan kisaran nilai indeks panjang usus relatif berkisar antara 0,2707-0,6095. Menurut Nikolsky (1963), panjang usus relatif untuk ikan karnivora adalah < 1, untuk ikan omnívora antara 1 – 3, sedangkan untuk ikan herbívora > 3. Berdasarkan struktur anatomis saluran pencernaan (lambung dan usus), panjang usus relatif serta struktur insangnya, maka ikan belida termasuk ikan karnivora.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
40
LAPTEK T.A. 2009
Lambung Oesofagus
Usus
Anus
Pilorus
Gambar 8. Struktur anatomis saluran pencernaan ikan belida (Chitala lopis) o Komposisi makanan ikan belida Pengamatan makanan ikan belida hanya dilakukan pada bagian lambung karena diasumsikan organisme makanan pada bagian ini belum tercerna sempurna, sehingga organisme makanan lebih mudah diidentifikasi. Dari 47 ekor ikan belida yang dianalisis terdapat 36 ekor ikan belida yang lambungnya berisi dan 11 ekor ikan belida yang lambungnya kosong. Makanan ikan belida secara umum didapatkan sebanyak 10 kelompok jenis organisme makanan, yang terdiri dari ikan, udang, bahan tumbuhan, insekta, cacing, potongan daging ikan, potongan daging udang, bentos, batu kerikil, dan bahan tidak teridentifikasi (Gambar 9).
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
41
LAPTEK T.A. 2009
Gambar 9. Komposisi makanan ikan belida (Chitala lopis) secara umum (N = 36) Nilai IP tertinggi terdapat pada ikan yaitu sebesar 76,74 %. Berdasarkan klasifikasi yang
dilakukan oleh Nikolsky
(1963),
ikan
merupakan makanan utama karena dikonsumsi dalam jumlah yang banyak. Apabila dilihat secara umum, makanan pelengkap (makanan yang terdapat dalam lambung dalam jumlah yang lebih sedikit) yaitu berupa udang dan potongan daging. Faktor-faktor yang menentukan suatu spesies ikan akan memakan atau tidak suatu jenis makanan adalah ukuran makanan, ketersediaan makanan, warna, rasa, tekstur makanan, dan selera ikan terhadap makanan (Effendie, 1997). Pola kebiasaan makanan ikan belida dianalisis melalui pendekatan perbedaan jenis kelamin, dimana hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan komposisi makanan yang dimanfaatkan oleh ikan belida jantan dan betina tanpa melihat perbedaan kelas ukurannya. Proporsi IP pada ikan jantan dan betina ditempati oleh ikan (74,63% dan 79,11%), sehingga kelompok ikan merupakan makanan utama bagi ikan belida jantan dan betina (Gambar 10). Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
42
LAPTEK T.A. 2009
Gambar 10. Komposisi makanan ikan belida (Chitala lopis) berdasarkan jenis kelamin (N jantan = 19; N betina = 17) IP kelompok ikan (makanan utama) ikan betina lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan tetapi perbedaan tersebut tidak nyata. Kesamaan jenis makanan utama antara ikan belida jantan dan betina diduga berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan, ketersediaan makanan dan kesukaan/selera terhadap makanan yang sama. Selain itu, menurut Oktaviani (2005) in Yuliani (2009) bahwa kesamaan dalam memanfaatkan organisme makanan antara ikan jantan dan betina diduga dipengaruhi oleh ketersediaan makanan di perairan. Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
43
LAPTEK T.A. 2009
Pola kebiasaan makanan ikan belida dianalisis melalui pendekatan perbedaan ukuran panjang totalnya, agar dapat diketahui apakah terjadi perubahan komposisi makanan pada saat ikan belida berukuran kecil hingga besar. Análisis komposisi makanan ikan belida berdasarkan kesamaan kelas ukuran merupakan pendekatan pertama untuk mengetahui perubahan komposisi makanannya yang didasarkan pada faktor dari dalam (intern) ikan
Indeks Bagian Terbesar
itu sendiri, yaitu perubahan ukuran karena pertambahan umur ikan.
N=9
N=10
N=4
N=7
N=3
N=2
N=1
401-470
471-540
541-610
611-680
681-750
751-820
821-890
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Organisme Makanan ikan
udang
bahan tumbuhan
insekta
cacing
potongan daging ikan
potongan daging udang
bentos
batu kerikil
tidak teridentifikasi
Gambar 11. Komposisi makanan ikan belida (Chitala lopis) berdasarkan kelas ukuran Komposisi makanan ikan belida berdasarkan ukuran didapatkan bahwa ikan memiliki nilai IP terbesar dominan pada hampir seluruh ukuran, kecuali ukuran 751-820 mm dimana udang sebagai makanan utama (Gambar 9). Adanya udang sebagai makanan utama pada ikan belida ukuran 751-820 mm tidak dapat menggambarkan komposisi makanan yang sesungguhnya. Hal ini dikarenakan jumlah sampel ikan contoh yang hanya berjumlah satu ekor pada masing-masing ikan belida jantan dan betina.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
44
LAPTEK T.A. 2009
Secara umum jenis makanan ikan belida di setiap stasiun penelitian cukup bervariasi (Gambar 12).
Di Waduk Kuto Panjang terdapat 6 jenis
makanan, di Sungai Teso terdapat 7 jenis, di Stasiun Langgam terdapat 5 jenis, di Stasiun Rantau Baru terdapat 9 jenis dan di Kuala Tolam terdapat 5 jenis. Adanya variasi jumlah dan jenis makanan di setiap stasiun diduga terkait dengan kondisi lingkungan perairan (termasuk kualitas perairan) dan ketersediaan makanan di setiap stasiun. Menurut Effendie (1997), keberadaan makanan di perairan dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik lingkungan seperti suhu, cahaya, ruang, dan luas permukaan, sedangkan faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh suatu
Indeks Bagian Terbesar
spesies ikan adalah umur, tempat, waktu. N=9
N=5
N=6
N=13
N=3
Waduk Kuto Panjang
Sungai Teso
Langgam
Rantau Baru
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Kuala Tolam
Organisme Makanan ikan
udang
bahan tumbuhan
insekta
cacing
potongan daging ikan
potongan daging udang
bentos
batu kerikil
tidak teridentifikasi
Gambar 12. Komposisi makanan ikan belida (Chitala lopis) berdasarkan stasiun pengambilan sampel Jenis makanan yang mendominasi (makanan utama) di setiap stasiun penelitian adalah ikan kecuali stasiun Kuala Tolam (Gambar 12).
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
45
LAPTEK T.A. 2009
o Luas relung makanan ikan belida berdasarkan kelas ukuran Analisis luas relung makanan dilakukan untuk melihat proporsi sumberdaya makanan yang dimanfaatkan oleh ikan. Luas relung makanan dapat membantu dalam menentukan posisi suatu spesies ikan dalam suatu rantai makanan. Luas relung makanan dapat pula mencerminkan adanya selektivitas suatu jenis ikan antar spesies maupun antar individu dalam suatu spesies yang sama terhadap sumberdaya makanan pada habitat tertentu (Krebs 1989). Tabel 2. Luas relung makanan ikan belida (Chitala lopis) berdasarkan kelas ukuran Kelas Ukuran 401-470 471-540 541-610 611-680 681-750 751-820 821-890
Luas Relung 4,3204 2,5060 1,1298 3,8837 1,0418 2,1688 1,0443
Standarisasi 0,3689 0,1883 0,0433 0,4120 0,0418 0,3896 0,0443
Berdasarkan kelas ukurannya, nilai luas relung ikan belida berkisar pada 1,0418-4,3204 dengan nilai standarisasi berkisar pada 0,0418-0,4120. Luas relung tertinggi terdapat pada kelas ukuran 401-470 yaitu sebesar 4,3204 dan distandarisasi menjadi 0,3689.
Luas relung terkecil pada ikan tilan
terdapat pada kelas ukuran 681-680 yaitu sebesar 1,0418 dengan nilai standarisasi sebesar 0,0418 (Tabel 2). Standarisasi dilakukan agar nilai luas relung berkisar pada 0-1 dan selang antar variabel tidak terlalu berbeda. Besarnya nilai luas relung pada kelas ukuran 401-470 dikarenakan pada kelas ukuran tersebut ikan belida memanfaatkan kelompok makanan yang beragam yang dikonsumsi dalam proporsi yang relatif seimbang. Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
46
LAPTEK T.A. 2009
Apabila dilihat secara keseluruhan nilai luas relung ikan belida setelah distandarisasi tergolong sempit walaupun jenis makanan yang dimakan beragam. Hal ini diduga, karena ikan belida mengkonsumsi makanan utama (ikan) dalam proporsi yang sangat besar, sedangkan jenis-jenis yang lain dikonsumsi dalam proporsi yang sangat sedikit. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sjafei et al. (2004) in Yuliani (2009), bahwa luas relung ikan lundu tergolong sempit walaupun jenis makanan yang dikonsumsi beragam. Hal ini dikarenakan, makanan utama (komponen sisa organisme) dikonsumsi dalam jumlah yang sangat banyak sedangkan jenis-jenis yang lain dikonsumsi dalam jumlah yang sedikit sehingga luas relungnya sempit. Selain itu, juga diduga bahwa karena ikan belida merupakan ikan karnivora maka cenderung lebih selektif dalam mengkonsumsi jenis makanannya. Sempitnya luas relung makanan ikan di suatu perairan berhubungan dengan peran jenis ikan tersebut sebagai ikan karnivora dan predator yang cenderung lebih spesialis (Tjahjo et al. 2000 in Yuliani 2009). Nilai luas relung ikan belida jantan dan betina berdasarkan lokasi pengamatan tersaji pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Luas relung makanan ikan belida (Chitala lopis) berdasarkan stasiun pengambilan sampel Stasiun Waduk Kuto Panjang Sungai Teso m
Langga
Rantau Baru Kuala Tolam
L uas Relung 1 ,6111 3 ,6628 1 ,4264 4 ,2622 2 ,4339
Stan darisasi 8 8 6 8 5
0,152 0,443 0,106 0,407 0,358
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
47
LAPTEK T.A. 2009
Berdasarkan lokasi pengamatannya, nilai luas relung makanan ikan belida berkisar antara 1,4264-4,2622 dengan nilai standarisasi sebesar 0,10660,4438. Luas tertinggi terdapat pada Stasiun Rantau Baru sebesar 4,2622 dan distandarisasi menjadi 0,4078. Luas relung terendah terdapat pada Stasiun Langgam sebesar 1,4264 dan distandarisasi menjadi 0,1066. Tingginya nilai luas relung menunjukkan bahwa pada Stasiun Rantau Baru, ikan belida lebih bersifat generalis (tidak selektif) dalam memanfaatkan sumberdaya makanan di alam. Sedangkan, terjadi rendahnya nilai luas relung diduga ikan tersebut mengadakan suatu seleksi terhadap sumberdaya makanan yang tersedia di perairan di Stasiun Langgam. Colwell dan Futuyama (1971) menyatakan bahwa semakin besar nilai luas relung maka pola makanan ikan tersebut bersifat generalis dan tidak selektif terhadap organisme yang dimakan, sedangkan luas relung makanan yang kecil mencirikan bahwa ikan tersebut lebih selektif dalam memilih makanannya. Tinggi rendahnya luas relung makanan ikan belida pada setiap lokasi pengamatan diduga berkaitan dengan kelimpahan makanan, kondisi ikan dan kemampuan ikan dalam memanfaatkan makanan yang tersedia. Menurut Lagler (1972), tidak semua macam sumberdaya makanan yang tersedia di suatu perairan akan disukai oleh ikan, namun tergantung dari ukuran makanan, ketersediaan makanan di alam dan selera ikan terhadap makanan itu sendiri. Tumpang tindih relung makanan terjadi bila ada kesamaan jenis makanan yang dimanfaatkan oleh dua jenis atau lebih kelompok ikan (kohort).
Nilai tumpang tindih mendekati satu (1) menunjukkan kedua
kelompok ikan memanfaatkan jenis organisme makanan yang sama. Sebaliknya jira mendekati nol (0), artinya tidak diperoleh jenis makanan yang sama (Colwell dan Futuyama 1971). Nilai tumpang tindih relung makanan ikan belida tertinggi terjadi antara usuran 681-750 mm dengan 821-890 mm sebesar 1,0000. Sedangkan Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
48
LAPTEK T.A. 2009
nilai tumpang tindih makanan terendah terjadi antara usuran 541-610 mm dengan 751-820 mm sebesar 0,0022 (Tabel 4).
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
49
LAPTEK T.A. 2009
Tabel 4. Tumpang tindih relung makanan ikan belida (Chitala lopis) berdasarkan kelas ukuran
Selang kelas 401-470 471-540 541-610 611-680 681-750 751-820 821-890
401-470 1
471-540 0,8944 1
541-610 0,6270 0,8697 1
611-680 0,9244 0,9011 0,6433 1
681-750 0,6110 0,8563 0,9980 0,6292 1
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
751-820 0,2458 0,2124 0,0022 0,3522 0,0037 1
50
821-890 0,6116 0,8567 0,9980 0,6296 10,000 0,0039 1
LAPTEK T.A. 2009
4.1.2. Aspek Reproduksi o Nisbah kelamin
Gambar 13. Nisbah kelamin ikan belida (C. lopis) jantan dan betina berdasarkan bulan pengambilan ikan contoh Berdasarkan komposisi jumlah ikan belida jantan dan betina yang tertangkap selama penelitian diperoleh rasio nisbah kelamin 1:0,88. Dilihat dari bulan pengambilan contoh nilai nisbah kelamin ikan belida terus menurun, dengan nilai nisbah kelamin berkisar antara 0,25-2,60. Hal ini disebabkan karena penyebaran ikan jantan dan ikan betina tidak merata. Hasil uji Chi-square pada selang kepercayaan 95% pada setiap bulan menunjukkan bahwa rasio kelamin ikan belida tidak seimbang dengan nilai nisbah kelamin ikan jantan lebih besar dari ikan belida betina (X2
hitung
>
X2tabel). Nikolsky (1963) menyatakan bahwa perbandingan kelamin dapat berubah menjelang dan selama pemijahan berlangsung. Ketidakseimbangan jumah ikan jantan dan betina diduga disebabkan oleh perbedaan tingkah laku dan faktor penangkapan. Penangkapan ikan yang tidak terkendali dapat mempengaruhi kelestarian ikan tersebut. Tidak seimbangnya jumlah ikan jantan dan betina diduga karena pengaruh tingkah laku dan musim Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
51
LAPTEK T.A. 2009
pemijahan. Ketidakseimbangan nisbah kelamin jantan dan betina dapat menyebabkan terganggunya perkembangan ikan sampai fase rekruitmen, sehingga dapat terjadi penurunan populasi (Mustakim 2008).
Gambar 14. Nisbah kelamin ikan belida (C. lopis) jantan dan betina berdasarkan selang kelas panjang total (mm) Dari hasil uji Chi-square dengan selang kelas panjang total diperoleh rasio nisbah kelamin ikan belida yang seimbang (X2
hitung
< X2tabel),
dengan nilai nisbah kelamin berkisar antara 0-1,33. Berdasarkan hubungan selang kelas panjang total, nilai nisbah kelamin lebih berfluktuasi. Keseimbangan nisbah kelamin ikan jantan dan betina ditemukan pada selang kelas panjang total 401-466 mm, 599-664 mm dan 731-796 mm, masingmasing berjumlah 6 ekor, 5 ekor dan 1 ekor. o Tingkat kematangan gonad Tingkat kematangan gonad ikan belida jantan dan betina dapat diketahui melalui pengamatan secara morfologi dan histologi. Pengamatan secara morfologi dapat dilakukan dengan cara membandingkan warna, ukuran, volume gonad yang mengisi rongga tubuh dan butiran telur. Pengamatan secara histologis dilakukan melalui foto histologis gonad.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
52
LAPTEK T.A. 2009
TKG IV
TKG II
TKG IV
TKG III
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
53
LAPTEK T.A. 2009
Gambar 15. Struktur morfologis dan histologis gonad ikan belida (C. lopis) betina
Gambar 16. Tingkat kematangan gonad (%) ikan belida (C. lopis) jantan dan betina berdasarkan selang kelas panjang total (mm) Ikan belida jantan dan betina memiliki frekuensi tertinggi TKG I pada selang kelas panjang total 467-532 mm, masing-masing berjumlah 7 ekor dan 4 ekor. Frekuensi TKG II tertinggi berada pada selang kelas 401-466 mm dan 665-730 mm (masing-masing berjumlah 1 ekor) untuk ikan belida jantan, sedangkan ikan belida betina pada selang kelas 401-466 mm sebanyak 4 ekor. Ikan belida jantan TKG III tertinggi berada pada selang kelas 467-532 mm Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
54
LAPTEK T.A. 2009
sebanyak 1 ekor, sedangkan pada ikan betina berada pada selang 599-664 mm dan 797-862 mm, masing-masing berjumlah 1 ekor. Pada ikan belida TKG IV frekuensi tertinggi berada pada selang 401-466 mm berjumlah 1 ekor, sedangkan pada ikan betina berada pada selang 401-466 mm dan 731-796 mm masing-masing berjumlah 1 ekor.
Gambar 17. Tingkat kematangan gonad (%) ikan belida (C. lopis) jantan dan betina berdasarkan bulan pengambilan ikan contoh Berdasarkan bulan pengambilan ikan contoh, ikan belida jantan dan betina yang diperoleh didominasi oleh ikan TKG I. Pada ikan belida jantan frekuensi TKG I tertinggi ditemukan pada bulan Mei 2009 yaitu sebanyak 13 ekor, sedangkan pada ikan betina seimbang pada bulan Mei 2009, Agustus 2009 dan November 2009 masing-masing sebanyak 3 ekor. Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
55
LAPTEK T.A. 2009
Frekuensi TKG II ikan belida jantan tertinggi ditemukan pada bulan Agustus 2009 sebanyak 2 ekor dan pada ikan betina ditemukan pada bulan November 2009 sebanyak 7 ekor. Ikan belida jantan TKG III hanya ditemukan pada bulan November 2009 berjumlah 1 ekor, sedangkan pada ikan betina ditemukan pada bulan Mei 2009 dan November 2009, masing-masing berjumlah 1 ekor. Pada ikan belida jantan TKG IV hanya ditemukan pada bulan Agustus 2009 sebanyak 1 ekor, sedangkan pada ikan betina ditemukan pada bulan Mei 2009 dan November 2009 masing-masing berjumlah 1 ekor. Ditemukannya TKG III ikan jantan dan TKG III dan IV ikan betina pada bulan November 2009, diduga bahwa bulan tersebut terjadinya pemijahan ikan belida. Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Spearman-Karber, diduga ikan belida jantan dan betina pertama kali matang gonad pada kisaran panjang yang sama yaitu 756-804 mm. Di India ikan belida jantan memiliki ukuran minimum pertama kali matang gonad pada ukuran ratarata panjang 620±40,4 mm, sedangkan ukuran maksimum matang yaitu 810±52,98 mm. Pada ikan betina, ukuran minimum ikan pertama kali matang yaitu 755±35,36 mm dan maksimum 910±23,23 mm (Sarkar et al. 2007). Menurut Effendie (1997) terjadinya perbedaan ukuran dan umur ikan pertama kali matang gonad khususnya pada spesies yang sama disebabkan oleh menyebarnya spesies tersebut pada lintang yang perbedaannya lebih dari lima derajat.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
56
LAPTEK T.A. 2009
o Indeks kematangan gonad
Gambar 18. Indeks kematangan gonad (%) ikan belida (C. lopis) jantan dan betina berdasarkan tingkat kematangan gonad Berdasarkan tingkat kematangan gonad, nilai indeks kematangan gonad ikan belida jantan dan betina cenderung meningkat seiring semakin tingginya tingkat kemtangan gonad. Effendie (2002) menyatakan bahwa indeks kematangan gonad akan meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat kemtangan gonad dan nilai tersebut akan menurun setelah ikan selesai memijah. Nilai IKG ikan jantan berkisar antara 0,005%-0,05% dan ikan betina berkisar antara 0,03%-3,54%. Nilai IKG rata-rata ikan betina yang diperoleh lebih besar daripada ikan jantan. Hal ini diduga karena pada ikan jantan ditemukan terbanyak pada TKG I. Adjie et al. (1999) menyatakan bahwa banyaknya telur yang ada dalam gonad memperlihatkan variasi yang sangat besar yang mengakibatkan nilai indeks kematangan gonad lebih bervariasi.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
57
LAPTEK T.A. 2009
o Fekunditas
Gambar 19. Hubungan panjang total (mm) ikan belida (C. lopis) dengan fekunditas TKG III dan IV Fekunditas ikan belida diperoleh dari 4 ekor ikan betina yaitu 2 ekor ikan TKG III dan 2 ekor ikan TKG IV, dengan panjang total berkisar antara 428-860 mm dan berat tubuh berkisar antara 600-6000 gram. Jumlah telur yang ditemukan berkisar antara 442-11.972 butir. Ikan belida dengan fekunditas terkecil ditemukan pada ukuran panjanng 428 mm yaitu berjumlah 442 butir, sedangkan fekunditas terbesar ditemukan pada ukuran panjang ikan 860 mm yaitu berjumlah 11.972 butir. Berdasarkan hasil regresi antara panjang tubuh total dan fekunditas diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9745, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara panjang tubuh total dan fekunditas. Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,9496, artinya panjang tubuh total dapat menjelaskan nilai fekunditas sebesar 94,96%. Menurut Adjie et al. (1999) ikan belida melepaskan telurnya pada Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
58
LAPTEK T.A. 2009
waktu yang tidak bersamaan, dimana ikan yang memiliki fekunditas kecil merupakan ikan yang baru selesai memijah sedangkan ikan yang fekunditasnya besar adalah induk yang akan segera memijah. Selama penelitian fekunditas yang diperoleh berfluktuasi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
adanya perbedaan kondisi perairan dan
ketersediaan makanan. Fekunditas ikan belida yang ditemukan di daerah aliran sungai Batanghari, Provinsi Jambi lebih kecil daripada fekunditas yang ditemukan dalam penenlitian ini yaitu berkisar antara 260-6.080 butir (Adjie et al. 1999). Menurut Ahmet dan Kara 2004 in Mustakim 2008) variasi fekunditas antar populasi ikan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yaitu suhu air, kelimpahan makanan, dan jenis spesies yang berbeda. Selain itu fekunditas mempunyai keterpautan dengan umur, panjang atau berat individu, faktor genetis dan lingkungan (Olatunde 1978 in Siregar 1989). Menurut Fujaya (2004) sumber energi potensial pertumbuhan gonadik maupun somatik yaitu kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan. o Pola Reproduksi
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
59
LAPTEK T.A. 2009
Gambar 20. Sebaran diameter telur ikan belida (C. lopis) pada TKG III dan IV Pengamatan diameter telur dapat digunakan untuk mengetahui pola pemijahan ikan. Diameter telur ikan belida betina berkisar antara 2,2527,5 mm pada TKG III dan 5-32,5 mm pada TKG IV. Ukuran diameter telur ikan pada TKG IV terlihat lebih besar daripada TKG III. Menurut Scott (1979) in Siregar (1989) diameter telur dipengaruhi oleh factor genetis, lingkungan, dan makanan yang dikonsumsi oleh individu. Ikan belida TKG III memiliki sebaran diameter telur yang menyebar dan tidak terlihat membentuk satu puncak pemijahan yang signifikan. Dari sebaran diameter telur yang menyebar menunjukkan bahwa ikan tersebut tergolong ikan yang memiliki pola pemijahan partial spawner, artinya ikan belida beberapa kali dalam setahun. Meskipun pada TKG IV ditemukan satu puncak pemijahan yang mencolok, kondisi ini diduga telur sudah siap untuk di keluarkan sehingga menyebabkan pola sebaran pada ukuran tertentu mulai berkurang. Ikan betok (Anabas testudineus Bloch) pada habitat yang
berbeda
dilingkungan Sungai Kampar Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, hampir berada pada kondisi yang sama dengan ikan belida dimana pada TKG III memiliki pola sebaran yang didominasi pada dua modus diameter telur yang Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
60
LAPTEK T.A. 2009
cukup mencolok, sedangkan pada TKG IV pola sebaran pada selang ukuran tertentu mulai berkurang tetapi pada dasarnya masih terlihat adanya dua modus diameter telur yang berbeda (Mustakim 2008). Pada ikan kresek (Thryssa mystax) di perairan ujung pangkah, Gresik, Jawa Timur juga memiliki pola pemijahan partial spawner yang diindikasikan dengan diperolehnya diameter telur yang menyebar mulai dari ukuran 100-654 µm dan memiliki dua puncak pemijahan (Maharani 2006). Lama pemijahan pada ikan dapat diduga dari ukuran diameter telur, jika waktu pemijahan pendek semua telur masak yang ada di ovarium berukuran sama, dimana ukuran ini berbeda dengan ukuran telur pada saat folikel masih muda. Tetapi bila waktu pemijahan terus menerus pada kisaran waktu yang lama maka ukuran yang ada dalam ovarium berbeda-beda (Hoar 1957 in Siregar 2004). 4.1.3. Pertumbuhan o Sebaran Ukuran Panjang Ikan Belida (C. lopis) Jumlah ikan belida yang diperoleh selama pengambilan sampel sebanyak 47 ekor, yang terdiri dari 25 ekor ikan jantan dan 22 ekor ikan betina. Setelah dilakukan analisis berdasarkan kisaran panjang total diperoleh 7 kelas ukuran panjang total yang dibuat menggunakan jarak antar kelas sebesar 66 mm dengan kisaran panjang ikan jantan dan betina berkisar antara 401-862 mm. Sebaran frekuensi ikan belida jantan terbanyak berada pada selang 467-532 mm yakni sebanyak 8 ekor, sedangkan sebaran frekuensi ikan betina terbanyak berada pada selang 401-466 mm dan 467-532 mm yang masing-masing berjumlah 6 ekor.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
61
LAPTEK T.A. 2009
Gambar 21. Sebaran frekuensi ikan belida pada selang kelas ukuran panjang total (mm) selama penelitian
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
62
LAPTEK T.A. 2009
Gambar 22. Sebaran frekuensi ikan belida (C. lopis) pada selang kelas panjang total (mm) pada tiap pengambilan ikan contoh Berdasarkan bulan pengambilan contoh, frekuensi jumlah ikan yang tertangkap berbeda-beda. Pada bulan Mei 2009 ikan yang tertangkap sebanyak 18 ekor yang terdiri dari 13 ekor ikan jantan dan 5 ekor ikan betina dengan frekuensi terbesar ikan jantan dan betina berada pada selang kelas 467-532 mm, masing-masing berjumlah 6 ekor dan 3 ekor. Untuk bulan Agustus 2009 sebanyak 14 ekor ikan, terdiri dari 9 ekor ikan jantan dan 5 ekor ikan betina, dengan frekuensi terbesar ikan jantan berada pada selang kelas 401-466 mm yakni berjumlah 3 ekor, pada ikan betina frekuensi terbesar berada pada selang kelas 401-466 mm dan 599-664 mm yang masing-masing berjumlah 2 ekor. Sedangkan pada bulan November 2009 sebanyak 15 ekor ikan, diantaranya 3 ekor ikan jantan dan 12 ekor ikan betina, frekuensi terbesar ikan jantan berada pada 3 selang kelas, yaitu: (a) 467-532 m, (b) 599664 mm, dan (c) 665-730 mm dengan frekuensi masing-masing sebanyak 1 ekor, untuk ikan betina frekuensi terbesar berada pada selang kelas 401-466 mm yakni sebanyak 4 ekor.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
63
LAPTEK T.A. 2009
o Hubungan Panjang Berat Berdasarkan hubungan panjang total dan berat diperoleh model persamaan hubungan panjang berat ikan belida jantan dan betina, yaitu W = 7 x 10-7L3,3732 dengan nilai b sebesar 3,3732 dan W = 4 x 10-7L3,4741 dengan nilai b sebesar 3,4741 (Gambar ). Dari hasil analisis uji t, diketahui bahwa pada ikan jantan nilai t hitung lebih kecil daripada nilai t tabel, hal ini menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan belida jantan adalah isometrik, yang berarti pertumbuhan panjang tubuh ikan sama dengan pertumbuhan berat tubuh ikan. Sedangkan pada ikan belida betina diperoleh nilai t hitung lebih besar dari t tabel, hal ini menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan belida betina adalah allometrik positif, artinya pertumbuhan berat tubuh cenderung lebih cepat daripada pertumbuhan panjang tubuh.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
64
LAPTEK T.A. 2009
Gambar 23. Hubungan panjang berat ikan belida (C. lopis) jantan dan betina Nilai koefisien korelasi (r) yang diperoleh berdasarkan hasil analisis panjang berat pada ikan belida jantan dan betina mendekati +1, masingmasing sebesar 0,9663 dan 0,9789. Walpole (1992) menyatakan bahwa apabila nilai koefisien korelasi (r) mendekati +1 atau -1, maka hubungan antara dua peubah dalam hal ini panjang dan berat tubuh sangat kuat dan dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara panjang total dan berat tubuh ikan belida, artinya semakin besar nilai panjang tubuh ikan maka semakin besar pula berat tubuh ikan tersebut. Nilai koefisisen determinasi (R2) yang diperoleh pada ikan belida jantan dan betina masingmasing sebesar 0,9338 dan 0,9583. Hal ini berarti, nilai panjang total tubuh dapat menjelaskan nilai berat tubuh sebesar 93,38% pada ikan belida jantan dan 95,83% pada ikan belida betina. Di daerah aliran sungai Batanghari Provinsi Jambi ikan belida jantan memiliki pola pertumbuhan allometrik dengan nilai b sebesar 2.64, sedangkan pada ikan belida betina memiliki pola pertumbuhan isometrik (Adjie et al. 1999). Hal ini sangat berbeda dengan pola pertumbuhan ikan belida yang ada di daerah aliran sungai Kampar, Riau. Perbedaan ini dapat Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
65
LAPTEK T.A. 2009
disebabkan oleh perbedaan kondisi perairan dan habitat antara kedua lokasi tersebut. o Faktor Kondisi Nilai faktor kondisi ikan belida jantan berkisar antara 0,5428-1,4237 dan pada ikan belida betina berkisar antara 4,37 x 10-8 - 8,03 x 10-8. Faktor kondisi ikan belida jantan dan betina cenderung meningkat setiap bulan. Rata-rata nilai faktor kondisi tertinggi ikan belida jantan dan betina terjadi pada bulan November 2009, masing-masing sebesar 0,9405 dan 5,90 x 10-8, hal ini dikarenakan pada bulan November 2009 merupakan musim penghujan sehingga kelimpahan makanan meningkat yang menyebabkan faktor kondisi juga ikut meningkat. Sedangkan yang terendah terjadi pada bulan Mei 2009 yakni sebesar 0,6706 pada ikan belida jantan dan 5,19 x 10-8 pada ikan belida betina.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
66
LAPTEK T.A. 2009
Gambar 24. Rata-rata faktor kondisi ikan belida (C. lopis) jantan dan betina berdasarkan bulan pengambilan ikan contoh Kisaran rata-rata nilai faktor kondisi ikan belida jantan dan betina cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad, masing-masing berkisar antara 0,5428-1,4237 dan 4,37 x 10-8 – 8,03 x 10-8. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (1997) bahwa salah satu penyebab yang mempengaruhi faktor kondisi adalah tingkat kematangan gonad. Nilai faktor kondisi ikan mengalami peningkatan saat gonad mengalami perkembangan dan mencapai puncaknya saat akan melakukan pemijahan (Effendie 1979). Selain tingkat kematangan gonad penyebab lain yang dapat mempengaruhi nilai faktor kondisi adalah umur, makanan, dan jenis kelamin (Effendie 1997).
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
67
LAPTEK T.A. 2009
Gambar 25. Rata-rata faktor kondisi ikan belida (C. lopis) jantan dan betina berdasarkan tingkat kematangan gonad Nilai faktor kondisi baik dihubungkan dengan bulan pengambilan contoh maupun tingkat kematangan gonad pada ikasn belida jantan lebih besar dibandingkan ikan betina. hal ini diduga karena ikan belida jantan lebih dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Couprof dan Benson in Yuniarti (2004) menyatakan bahwa faktor kondisi dapat menggambarkan kecocokan terhadap lingkungan dan musim. Sedangkan menurut Mayekiso dan Hecht (1990) in Mustakim (2008) bahwa faktor kondisi ikan jantan lebih besar daripada ikan betina karena energi yang diperoleh ikan betina digunakan lebih besar untuk perkembangan gonad. Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
68
LAPTEK T.A. 2009
o Pendugaan parameter pertumbuhan Pendugaan parameter pertumbuhan (k, to dan L∞) menggunakan ELEVAN
dari
paket
program
FISAT.
Penentuan
kelompok
umur
menggunakan Metode Bhatarcharya dari paket program FISAT, Gambar 24.
x 623.63 2 Y 7.734 exp 12.953
Gambar 26. Penentuan kelompok umur ikan belida yang tertangkap di Perairan Sungai Kampar, Riau dengan Metode Bhattacharya dari paket program FISAT. Parameter pertumbuhan hasil perhitungan adalah L∞ = 924; K = 0.30 dan
to
=
-
2.40.
Lt 924(1 e 0.30 ( t 2.40 )
.
Persamaan
pertumbuhan
ikan
belida
menjadi
Ikan belida memiliki 1 kelompok umur 7.734 cm.
Grafik pertumbuhan panjang ikan belida dapat dilihat pada Gambar 25.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
69
LAPTEK T.A. 2009
900 800
umur (tahun)
700
Lt 924(1 e 0.30 ( t 2.40 )
600
500 400 300 200 100 0 1
2
3
4
5
6
panjang total (mm)
Gambar 27. Grafik pertumbuhan panjang ikan belida di Perairan Sungai Kampar, Riau Panjang asimtotik (L∞) Ikan Belida adalah 924 mm. Ikan Belida di Perairan Kampar, Riau diperkirakan akan mendekati panjang asimtotiknya pada umur 6 tahun. Kecepatan mencapai panjang asimtotiknya dipengaruhi oleh nilai k, besarnya nilai k untuk Ikan belida adalah 0.30. Menurut Tesch (1971), pada mulanya, saat ukuran ikan kecil, ukuran ikan mulai meningkat secara lambat. Akan tetapi kemudian, laju pertumbuhan semakin cepat. Setelah waktu tertentu, laju pertumbuhan kembali meningkat dengan lambat sampai akhirnya tetap pada suatu garis asimtotik. Pengetahuan yang tentang umur ikan merupakan hal penting untuk mengungkapkan permasalahan daur hidup ikan, seperti ketahanan hidup, laju pertumbuhan dan umur ikan saat matang gonad (Weatherly and Gill, 1987). Parameter pertumbuhan berat hasil perhitungan adalah W∞ = 7696.5, K = 0.360 dan to = - 3.32 Persamaan pertumbuhan berat ikan belida menjadi
Wt 7696.5(1 e 0.360 ( t 3.32 ) ) 3.14 .
Model
pertumbuhan
berbasiskan
bobot
merupakan kombinasi antara rumus von Bertalanffy dengan hubungan panjag berat (Gambar 26). Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
70
LAPTEK T.A. 2009
8000 7000
berat (gram)
6000 5000
Wt 7696.5(1 e 0.360 ( t 3.32 ) ) 3.14
4000 3000 2000 1000 0 1
2
3
4
5
6
umur (tahun)
Gambar 28. Grafik pertumbuhan berat ikan belida di Perairan Sungai Kampar, Riau Berat asimtotik (W∞) ikan Belida adalah 7696.5 gr. Ikan Belida diduga mendekati berat asimtotiknya pada umur 6 tahun. Pertambahan berat yang cepat diperkirakan pada saat ikan mencapai umur 1 – 3tahun. Informasi ini cukup penting untuk budidaya khususnya dalam hal pemberian pakan. Informasi ini cukup penting untuk budidaya khususnya dalam hal pemberian pakan. 4.2. Populasi 4.2.1. Morfologi o Morfometrik dan meristik Hasil PCA terhadap matrik korelasi data morfometrik menghasilkan ragam pada komponen utama 1, 2 dan 3 masing-masing sebesar 26.96%, 16.52% dan 15.2%. Total ragam yang terjelaskan dari ketiga komponen adalah sebesar 58.68% (Gambar 29, 30 dan 31). Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
71
LAPTEK T.A. 2009
Pengelompokkan
organisme
hasil
PCA
karakter
morfometrik
memperlihatkan adanya empat kelompok organisme. Kelompok pertama terdiri dari organisme K.PTB.1.004 dan K.PTB.1.001. Kelompok kedua K.SH.1.003 dan K.SH.1.004. Kelompok
3 terdiri dari organisme
K.PTB.1.002 dan K.PTB.1.003. Kelompok 4 K.SH.1.002 dan K.UD.1.003. Ada indikasi Ikan belida di Sungai Kampar terdiri dari beberapa unit populasi/stok.
4 3 K.SH.1.001
K.SH.1.002 K.PTB.1.005
2
K.UD.1.002 K.UD.1.001 K.PTB.1.003
Factor 2: 16.52%
1 K.SH.1.004
K.UD.1.003 0
K.SH.1.003
-1 -2 K.PTB.1.002 -3
K.PTB.1.004 K.PTB.1.001
-4 -5 -6 -10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
Factor 1: 26.96%
Gambar 29. Lingkaran korelasi F1 dan F2 (43.48%)
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
72
LAPTEK T.A. 2009
5 4 K.PTB.1.001 K.SH.1.002
3
K.UD.1.003
Factor 3: 15.12%
2
K.UD.1.001 K.SH.1.003 K.SH.1.004
1 K.UD.1.002 0 K.PTB.1.004
K.SH.1.001 -1
K.PTB.1.005
-2
K.PTB.1.003 K.PTB.1.002
-3 -4 -5 -10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
Factor 1: 26.96%
Gambar 30. Lingkaran korelasi F1 dan F3 (42.08%) 5 4 K.PTB.1.001
3
K.SH.1.002 K.UD.1.003 K.UD.1.001
Factor 3: 15.12%
2
K.SH.1.003 K.SH.1.004
1
K.UD.1.002 0 K.PTB.1.004
K.SH.1.001
-1 K.PTB.1.005
-2
K.PTB.1.003 -3
K.PTB.1.002
-4 -5 -6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
Factor 2: 16.52%
Gambar 31. Lingkaran korelasi F2 dan F3 (31.64%) Hasil PCA terhadap matrik korelasi data meristik menghasilkan ragam pada komponen utama 1 dan 2 masing-masing sebesar 37.68% dan 25.29%. Total ragam yang terjelaskan dari ketiga komponen adalah sebesar 62.97% (Gambar 32).
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
73
LAPTEK T.A. 2009
Pengelompokkan organisme hasil PCA karakter meristik memperlihatkan adanya tiga kelompok organisme. Kelompok pertama terdiri dari organisme K.UD.1.003 dan K.UD.1.003. Kelompok kedua K.PTN.1.001 dan K.UD.1.002. Kelompok 3 terdiri dari organisme K.SH.1.001 dan K.SH.1.004. Namun
demikian
hasi
analisis
morfometrik
dan
meristik
tidak
berkesesuaian, hal ini dimungkinkan karena jumlah sampel yang masih sedikit. Data meristik juga mengindikasikan bahwa ada indikasi unit stok yang berbeda. 3.0 2.5 2.0
K.PTB.1.003.005 K.UD.1.003
Factor 2: 25.29%
1.5 1.0
K.SH.1.003 K.UD.1.002
0.5 K.PTB.1.005.008
0.0 -0.5
K.PTN.1.001.007
K.SH.1.002 K.PTB.1.002.009 K.PTB.1.004.006
K.SH.1.004
-1.0 K.SH.1.001
K.UD.1.001
-1.5 -2.0 -2.5 -3.5
-3.0
-2.5
-2.0
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
Factor 1: 37.68%
Gambar 32. Lingkaran korelasi F1 dan F2 (62.97%) o Fluktuasi asimetrik Analisa keragaman ikan belida di Sungai Kampar berdasarkan nilai CV memperlihatkan sebagian besar karakter morfometrik tergolong dalam kategori cukup seragam 72% (25% < CV ≤ 50% ) dan cukup bervariasi 28% (50% < CV ≤ 75%) (Gambar ), dengan rata-rata sebesar 47,60% tergolong cukup seragam.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
74
LAPTEK T.A. 2009
70
60
50
40
30
20
10
0 rata-rata
-10
standar deviasi
SL
HW SDFO
PTL TDL
AL DFL
LJL ED
PPL PAL
DSW
coefficient variation
DSO
Gambar 33. Nilai rata-rata, standar deviasi dan coefficient variation karakter morfometrik populasi ikan Belida sungai Kampar Nilai fluktuasi asimetrik dari empat karakter (morfometrik/meristik) yang diamati, terlihat pada Tabel 5 dan indeks CVDI pada Gambar 33 . Walaupun secara statistik besaran nilai karakter asimetrik sebelah kanan dan kiri tidak significan bervariasi (Tabel 6), namun berdasarkan gambar 34, terlihat 60% karakter asimetrik tergolong variasi sedang dan sangat bervariasi (CV DI = 0,5) dan CVDI = 1), 40 % termasuk variasi yang rendah. Fuller and Houle (2002), berasumsi bahwa individual yang berkualitas tinggi memiliki nila DI yang rendah, dan secara ketat mengendalikan perkembangan, sementara individu berkualitas rendah memiliki nilai DI yang tinggi dan lebih longgar mengatur perkembangan.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
75
LAPTEK T.A. 2009
Tabel 5 . Nilai fluktuasi asimetrik populasi ikan Belida sungai Kampar specimen ikan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 ratarata
D.panjang Mata 0.06 0.21 0.12 0.04 0.09 0.09 0.05 0.3 0.01 0.11
D. lebar Mata 0.07 0.05 0.12 0 0.02 0.05 0.12 0.42 0.06 0.10
JJ.lemah sirip dada 1 0 0 2 0 1 0 0 1 0.56
Lineral lateralis 2 10 3 9 7 6 3 7 4 5.67
Lengkung insang 1 1 0 1 2 1 0 0 1 0.78
Tabel 6. Nilai uji T-test karakter asimetrik sebelah kanan dan kiri populasi ikan Belida sungai Kampar
Karakter Diameter Panjang Mata Diameter Lebar Mata JJS.Dada LL TI ns = non significan
Mean
Mean
t-value
df
p
Fratio
p
1.52
1.48
0.54
16
0.60ns
1.04
0.96 ns
1.40
1.31
1.31
16
0.21 ns
1.13
0.87 ns
13.44 153.55 12.11
13.56 152.11 11.78
-0.23 0.13 0.74
16 16 16
0.82 ns 0.90 ns 0.47 ns
1.00 1.24 1.95
1.00 ns 0.77 ns 0.36 ns
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
76
LAPTEK T.A. 2009
80 70 60 50 40 30 20 10 0 rata-rata
-10 DM PANJANG MATA JJJL.S.DADA DM LEBAR MATA
standar deviasi
TI
coefficient variation
LL
Gambar 34. Nilai rata-rata, standar deviasi dan coefficient variation karakter asimetrik populasi ikan belida sungai Kampar Hasil analisis karakter morfometrik dan indeks fluktuasi asimetrik mengkonfirmasi bahwa populasi ikan Belida di sungai Kampar telah berada pada kondisi mendekati seragam atau memiliki variasi genetik yang rendah. Hal ini di duga disebabkan oleh efek populasi kecil dan isolasi geografis. Mustafa (1999), menyatakan bahwa variasi genetik yang rendah biasanya terlihat pada ikan yang jarang atau dilindungi (memiliki jumlah populasi yang sedikit). Ikan yang memiliki populasi yang sedikit cenderung mengalami efek populasi bottleneck (turunnya populasi efektif) dan tekanan silang dalam (Allendorf et al., 1987; Mustafa, 1999). Tekanan silang dalam yang terjadi pada populasi kecil, mengakibatkan hilangnya alele resesif di populasi tersebut yang menghasilkan tidak saja kematian lebih cepat tapi juga suatu penurunan kesuburan atau tingkat pertumbuhan. Pada akhirnya akan terjadi kepunahan spesies (Galbusera et al., 2000).
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
77
LAPTEK T.A. 2009
Isolasi geografis memberikan kontribusi berkurangnya variasi genetik. Populasi yang terisolasi cenderung mengurangi variasi genetiknya dan, sebagai akibatnya, berpengaruh pada kemampuan mereka untuk beradaptasi terhadap variasi lingkungan, untuk kemudian membatasi pilihan evolusinya (Meffe and Carroll, 1994). Selain itu isolasi juga menyebabkan tidak terjadinya aliran gen (gene flow), dalam hal ini diasumsikan aliran gen dapat mempertahankan dan menambah variasi genetik suatu populasi (Turan et al., 2004). Keragaman genetik adalah dasar untuk terjadinya proses fleksibilitas evolusi sebagai respon atau tanggapan spesies terhadap perubahan lingkungan (Allendorf et al., 1987; Meffe and Carroll, 1994; Mustafa, 1999; Turan et al., 2004;). Populasi dengan variasi genetik yang rendah (seragam) diperlihatkan antara lain oleh level endogamy (abnormalitas) yang tinggi umumnya memperlihatkan fitness yang tertekan, khususnya berkaitan dengan faktor kesuburan, pertumbuhan dan survival (Leberg, 1990), tingkat yang rendah dari faktor-faktor ini akan merusak kemampuan
suatu
populasi
untuk
beradaptasi
terhadap
perubahan
lingkungannya. Sebagai contoh Cheetah Afrika Acinomyx jubatus jubatus memiliki allozyme loci yang tidak umum sebagai hasil dari tekanan silang dalam dan efek boottleneck yang parah (O’brien et al., 1983; 1985). Selain itu teridentifikasi tingkat kesuburan yang rendah sebagai akibat ketidaknormalan morfologi (71%) (O’brien et al., 1985). Berdasarkan hal tersebut kemampuan bertahan hidup populasi ikan Belida di sungai Kampar dengan variasi mendekati seragam sepertinya mengkhawatirkan,
terlebih
dengan
adanya
modifikasi
dan
perubahan
lingkungan di sungai tersebut. Namun demikian perlu digaris bawahi bahwa applikasi teknik genetik yang lebih baik (Shaw et al., 1999) atau penggunaan sejumlah polymorpic loci (Hauser et al, 2001) akan sangat bermanfaat untuk mendukung identifikasi keragaman genetik dalam menentukan prioritas konservasi tingkat spesies pada populasi khusus. Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
78
LAPTEK T.A. 2009
4.2.2. Marka Molekular Berdasarkan runtutan genom utuh mitokondria ikan belida, fragmen DNA ikan belida memiliki ukuran 1300 bp. Tampilan optimal fragmen hasil amplifikasi pasangan primer tersebut dengan menggunakan mesin PCR Genomex pada kondisi annealing 450C selama 1 menit. Jarak genetik digunakan untuk melihat kedekatan hubungan genetik antar ikan belida penelitian dan berbagai ikan. Melalui pengunaan analisis perhitungan Pairwise Distance Calculation dengan model 2 parameter Kimura dapat ditunjukkan matriks perbedaan genetik antara ikan belida dengan berbagai ikan yang lain yang diambil dari Gene Bank. Jarak genetik model ini mengukur banyaknya perbedaan nukleotida per pasangan yang mempertimbangkan tingkat substitusi, transisi dan transversi. Hasil perhitungan menunjukkan nilai jarak genetik ikan belida Indonesia dengan ikan lain berkisar antara 2.66 (Chitala blanci), 2.61 (Chitala lopis), 3.05 (Chitala ornata) dan 2.97 – 3.35 (Notopterus notopterus). Hubungan kekerabatan antara ikan belida dengan berbagai ikan yang diambil dari Gene Bank sebagai pembanding, dilakukan pada sekuen sepanjang 1290 nukleotida yang menyusun Dloop mt DNA parsial. Pengelompokkan ikan belida berdasarkan jarak genetik dengan metode Neighbor Joining (Saitou dan Nei, 1987) dalam program Mega 4.0 (Tamura et al., 2007). Pohon yang optimal mempunyai jumlah panjang cabang 0,78645673. Presentase pengulangan pohon di mana ikan belida diklasterkan dan dihubungkan bersama-sama di dalam uji bootstrap (10000 pengulangan) (Felsenstein, 1985). Jarak genetik dihitung dengan metode Maximum Composite Likehood (Tamura et al., 2004) dan di dalam unit-unit dari banyaknya substitusi basa perlokasi. Semua posisi yang mengandung datadata senjang (gab) dan data hilang dieliminasi dari data set (opsi penghapusan lengkap). Perbedaan genetik antar ikan dapat dinilai dengan menggunakan dendogram. Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
79
LAPTEK T.A. 2009
Hasil analisis, Gambar 49, menunjukkan Ikan belida Indonesia (Chitala sp) dikelompokkan terpisah dari kelompok yang lain. Ikan ini memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan Chitala lopis, Chitala ornata, Chitala blanci dan Notopterus notopterus, pengelompokkan ini didukung oleh nilai bootstrap 60%. Noto 1806 66
Noto 1612
53
Noto 1607 Noto 1606
21
Noto 1802
19 Noto 1817
Noto 1701 3
Noto 1807 Noto 1822 Noto 1819
24
Noto 1903
728 Noto 1610
Noto 1604 Noto 1801 9 Noto 1805 18
Noto 1902 Noto 1804 Noto 1803 Noto 1908
0
Noto 1608 Noto 1824 Noto 1601
0 Noto 1833
Noto 1609 0
Noto 1603
2 Noto 1905 49
Noto 1611 Noto 1605 Noto 1602 Chitala blanci 59 49
Chitala lopis Chitala ornata Indonesia chitala
0.1
Gambar 35. Filogeni Ikan Belida
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
80
LAPTEK T.A. 2009
4.3. Ekologi Proses hidrologi mempengaruhi komponen biotik dan abiotik dalam suatu ekosistem (Timchenko, 1994). Salah satu contohnya adalah yang terjadi di Sungai Desnia Ukraina. Danau rawa banjiran Sungai Desnia mempengaruhi kualitas perairan dan kondisi ekosistem sungai. Hal ini juga terjadi di lingkungan perairan Sungai Kampar. Sebagai cara menentukan kondisi kualitas perairan Stasiun penelitian, dilakukan dengan menggunakan skoring (Maknun, 2005). Hasil pengukuran parameter fisika, kimia, biologi air di setiap Stasiun penelitian selanjutnya dibandingkan dengan baku mutu air yang sesuai untuk menopang kehidupan biota
air,
berdasarkan
Kep.
Gubernur
No.
339
Tahun
1988,
UNESCO/WHO/UNEP, 1992 dan PP No 82/ 2001. Adapun kondisi ideal kualitas plankton dilakukan dengan pendekatan indeks keanekaragaman jenis (H’) menurut Shannon-Wienner dan indeks dominansi berdasarkan (Odum, 1998 dalam Maknun 2005). Hasil penilaian secara skoring di masing-masing stasiun penelitian menunjukkan bahwa, di Stasiun I memiliki nilai di bawah skor rata-rata kualitas perairan tiga stasiun pengamatan, sehingga dimasukkan dalam kategori kondisi kualitas perairannya rendah, di Stasiun Sungai kondisi perairannya sedang dan Waduk termasuk dalam kategori kondisi kualitas perairannya tinggi, karena memiliki nilai di atas rata-rata skor semua stasiun (Tabel 7). Terjadinya perbedaan dan variasi kondisi kualitas perairan yang tidak terlalu mencolok setiap stasiun di lingkungan Waduk selama penelitian, terkait dengan perubahan musim dan curah hujan, dimana penggenangan yang tinggi akan cenderung menghomogenkan parameter fisika, kimia, dan biologi air antara habitat rawa, sungai, dan danau (Agostinho et al., 2000). Selanjutnya, dinamika karakteristik fisika, kimia, dan biologi perairan secara periodik akan mempengaruhi komunitas ikan (Penczak et al., 2004). Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
81
LAPTEK T.A. 2009
Tabel 7. Skor kondisi kualitas perairan di setiap Stasiun pengamatan
Parameter Suhu Kekeruhan pH Oksigen terlarut Alkalinitas Jumlah Total Rataan = 27,3
ST I 29,97 53,67 5,76 2,07 8,28
Nilai rata-rata parameter Skor ST II Skor ST 3 3 29,01 4 29,03 3 106,67 1 99,33 4 6,38 5 6,58 2 4,08 4 3,48 1 15,17 1 15,23 13 15 R T
Baku Mutu Skor 4 1 5 3 1 14 S
Normal (28°C) >30-<5 NTU 6-9 5,6-9 (mg/l) 0,002 (mg/l)
Ket : Jika nilai jumlah total < Nilai rataan, maka termasuk kategori rendah (R) Jika nilai jumlah total ≤ Nilai rataan, maka termasuk kategori sedang (S) Jika nilai jumlah total >Nilai rataan, maka termasuk kategori tinggi (T)
4.4. Rekomendasi Pengelolaan sumberdaya perikanan dilakukan untuk menjaga kelestarian stok sumberdaya di alam. Ada beberapa cara dalam mengelola sumberdaya perikanan khususnya ikan belida (Chitala lopis), pertama yaitu pengelolaan yang berkaitan dengan aspek kajian penelitian dan kedua pengelolaan diluar aspek kajian penelitian dan keduanya saling terkait satu sama lain. Arah pengelolaan berdasarkan aspek kebiasaan makanan adalah bagaimana menjaga agar sumberdaya yang menjadi makanan utama bagi ikan belida (Chitala lopis) tidak punah dan tetap terjaga kelestariannya, hal ini dilakukan mengingat makanan merupakan faktor penting dalam proses pertumbuhan, reproduksi maupun menjaga kelangsungan hidup ikan tersebut. Hasil analisis kebiasaan makanan ikan belida memperlihatkan bahwa makanan utama berupa ikan. Luas relung yang sempit mengindikasikan bahwa ikan belida bersifat spesialis. Karena sifatnya yang spesialis, ikan belida akan selektif dalam mengkonsumsi makanannya. Tidak semua makanan yang tersedia di lingkungan perairan tempat ikan belida hidup akan dimanfaatkan oleh ikan Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
82
LAPTEK T.A. 2009
tersebut. Apabila ikan yang menjadi makanan ikan belida tidak tersedia lagi di alam maka kelangsungan hidup ikan belida dapat terancam. Salah satu cara yang dapat dilakukan agar makanan yang dimakan oleh ikan belida selalu tersedia yaitu dengan menjaga kualitas media (hábitat maupun substrat) tempat makanan utama ikan belida hidup agar tidak rusak dan tercemar.
Pencemaran akan berdampak bagi kehidupan biota perairan,
tidak hanya bagi ikan yang dimakan oleh ikan belida tetapi juga akan berdampak pada kehidupan ikan belida dan organisme lainnya. Perlu dilakukan penyuluhan kepada masyarakat setempat akan bahayanya pencemaran dan melakukan tindakan yang tegas terhadap industri-industri yang membuang limbahnya ke sungai. Informasi mengenai kebiasaan makanan ikan belida dapat dijadikan sebagai acuan dalam usaha budidaya dan usaha konservasi ikan belida, sehingga nantinya diharapkan produksi ikan belida tidak hanya mengandalkan dari hasil tangkapan di alam tetapi juga dari hasil budidaya.
Hal ini akan membuat
keberadaan populasi ikan belida di alam lebih terjaga kelestariannya. Informasi dari pengamatan aspek reproduksi, ukuran pertama kali matang gonad yaitu 756-804 mm. Sehingga ukuran ikan yang ditangkap diharapkan lebih besar dari ukuran tersebut, hal ini bisa dicapai dengan pengaturan ukuran mata jaring yang diperbolehkan. Puncak pemijahan terjadi pada musim kemarau, mengindikasikan pembatasan aktivitas penangkapan pada bulan tersebut. Dari analisis morfologi dan DNA mengindikasikan populasi ikan belida memiliki keragaman yang rendah dan terfragmen menjadi beberapa populasi di Sungai Kampar. Sehingga pola pengelolaan ikan belida di arahkan pada populasi yang kritis dan menajemen spesifik lokasi. Rekomendasi untuk pengelolaan yang diluar kajian pengamatan dapat dilakukan dengan mengkaji berbagai permasalahan yang terjadi di sekitar perairan Sungai Kampar.
Banyak permasalahan yang terjadi di badan air
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
83
LAPTEK T.A. 2009
maupun lingkungan sekitar Sungai Kampar yang berpengaruh terhadap penurunan stok ikan di Sungai Kampar. Permasalahan yang terdapat di badan air umumnya berupa pencemaran akibat pembuangan limbah pabrik, sedangkan permasalahan di sekitar Sungai Kampar disebabkan oleh degradasi lingkungan yaitu melalui pemanfaatan lahan dan ruang di sebagian besar tepian Sungai Kampar yang diperuntukkan sebagai pemukiman serta bangunan industri. Upaya domestikasi dan kegiatan pembudidayaan ikan belida diharapkan dapat meningkatkan populasi dan produksi ikan belida.
Pola kebiasaan
makanan ikan belida yang telah diketahui diharapkan dapat memudahkan proses domestikasi atau penjinakan ikan ini. Keberhasilan usaha domestikasi ikan belida dapat dijadikan acuan selanjutnya bagi kegiatan pembudidayaan. Usaha pembudidayaan merupakan salah satu upaya untuk meningkatan populasi sumberdaya ikan. Pada proses pembudidayaan, hal utama yang perlu diketahui adalah jenis makanan yang dikonsumsinya. Adanya peningkatan kesadaran masyarakat sekitar Sungai Kampar perlu dibina untuk ikut berpartisipasi dalam melaksanakan pengelolaan terpadu bersama pemerintah setempat. Untuk itu perlu diadakan penyuluhan mengenai arti penting kelestarian wilayah perairan DAS Kampar kepada masyarakat. Partisipasi masyarakat diharapkan dapat membantu suksesnya program pengelolaan sumberdaya hayati ikan belida dan ikan lainnya yang hidup di Sungai Kampar.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
84
LAPTEK T.A. 2009
BAB V KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil
pengamatan
dan
analisis
data
maka
dapat
disimpulkan: 1. Berdasarkan struktur alat pencernaannya, panjang usus ikan belida memiliki nilai indeks panjang usus relatif berkisar antara 0,2707-0,6095, ikan belida tergolong ikan karnivora. Proporsi IP pada ikan jantan dan betina ditempati oleh ikan (74,63% dan 79,11%), kelompok ikan merupakan makanan utama bagi ikan belida jantan. Nilai luas relung ikan belida berkisar pada 1,04184,3204 dengan nilai standarisasi berkisar pada 0,0418-0,4120, nilai luas relung tergolong sempit. Nilai tumpang tindih relung makanan ikan belida tertinggi terjadi antara ukuran 681-750 mm dengan 821-890 mm sebesar 1,0000. Sedangkan nilai tumpang tindih makanan terendah terjadi antara usuran 541610 mm dengan 751-820 mm sebesar 0,0022. 2. Komposisi jumlah ikan belida jantan dan betina yang tertangkap selama penelitian diperoleh rasio nisbah kelamin 1:0,88. Ikan belida jantan dan betina pertama kali matang gonad pada kisaran panjang yang sama yaitu 756-804 mm. Nilai IKG ikan jantan berkisar antara 0,005%-0,05% dan ikan betina berkisar antara 0,03%-3,54%. Ikan belida dengan fekunditas terkecil ditemukan pada ukuran panjanng 428 mm yaitu berjumlah 442 butir, sedangkan fekunditas terbesar ditemukan pada ukuran panjang ikan 860 mm yaitu berjumlah 11.972 butir. Ikan belida tergolong ikan yang memiliki pola pemijahan partial spawner, artinya ikan belida beberapa kali dalam setahun. 3. Berdasarkan hubungan panjang total dan berat diperoleh model persamaan hubungan panjang berat ikan belida jantan dan betina, yaitu W = 7 x 107L3,3732
dengan nilai b sebesar 3,3732 dan W = 4 x 10-7L3,4741 dengan nilai b
sebesar 3,4741. Pola pertumbuhan ikan belida jantan adalah isometrik, Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
85
LAPTEK T.A. 2009
sedangkan pola pertumbuhan ikan belida betina adalah allometrik positif. Nilai faktor kondisi ikan belida jantan berkisar antara 0,5428-1,4237 dan pada ikan belida betina berkisar antara 4,37 x 10-8 - 8,03 x 10-8. Panjang asimtotik (L∞) Ikan Belida adalah 924 mm. Ikan Belida di Perairan Kampar, Riau diperkirakan akan mendekati panjang asimtotiknya pada umur 6 tahun. 4. Hasil analisis karakter morfometrik dan indeks fluktuasi asimetrik mengkonfirmasi bahwa populasi ikan Belida di sungai Kampar telah berada pada kondisi mendekati seragam atau memiliki variasi genetik yang rendah. Hasil perhitungan menunjukkan nilai jarak genetik ikan belida Indonesia dengan ikan lain berkisar antara 2.66 (Chitala blanci), 2.61 (Chitala lopis), 3.05 (Chitala ornata) dan 2.97 – 3.35 (Notopterus notopterus).
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
86
LAPTEK T.A. 2009
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2003. Belida penari malam yang merana. Kompas 17 September. ΑΙ-Hassan L.A.J. 1984: Meristic comparison of Liza abu from Basrah, Iraq and Karkhah River, Arabistan, Iran. Cybium, 8, 3: 107-108. ΑΙ-Hassan L.A.J. 1987a: Comparison of meristic characters of mosquito fish, Gambusia affinis (Baird & Girard) from Basrah and Baghdad, Iraq. Pakistan J. Zool, 19, 1: 69-73. ΑΙ-Hassan L.A.J., 1984: Meristic comparison of Liza abu from Basrah, Iraq and Karkhah River, Arabistan, Iran. Cybium, 8, 3: 107-108. ΑΙ-Hassan L.A.J., 1987a: Comparison of meristic characters of mosquito fish, Gambusia affinis (Baird & Girard) from Basrah and Baghdad, Iraq. Pakistan J. Zool., 19, 1: 69-73. ΑΙ-Hassan, L.A.J. 1987b: Variations in meristic characters of Nematolosa nasus from Iraqi and Kuwaiti waters. Jap. J. Ichthyol, 33, 4: 422-425. ΑΙ-Hassan, L.A.J., 1987b: Variations in meristic characters of Nematolosa nasus from Iraqi and Kuwaiti waters. Jap. J. Ichthyol., 33,4: 422-425. [DKP DT I] Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Tingkat I Riau. 2003. Statistik Perikanan Daerah Tingkat I Riau Tahun 2003. Direktorat Jenderal Perikanan. Riau. [DKP DT I] Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Tingkat I Riau. 2007. Statistik Perikanan Daerah Tingkat I Riau Tahun 2007. Direktorat Jenderal Perikanan. Riau. Adjie S, Husnah, & Gaffar AK. 1999. Studi Biologi Ikan Belida (Notopterus chitala) di Daerah Aliran Sungai Batanghari, Propinsi Jambi. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 5(1): 38-43. Adjie. S. dan A.D. Utomo. 1994. Aspek biologi ikan belida di perairan sekitar lubuk lampam Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Penyusunan, Pengolahan dan Evaluasi Hasil Penelitian Perikanan Perairan Umum. Loka Peneltian Perikanan Air Tawar. Akbar H. 2008. Studi Karakter Morfometrik – Meristik Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch) di DAS Mahakam Tengah Propinsi Kalimantan Timur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hlm. Ali, M., A. Salam., F. Iqbal and B. Ali Khan. 2002. Growth Performance of Channa punctata from Two Ecological Regimes of Punjab. Pakistan. Pakistan Journal of Biological Sciences, 5, 10: 1123-1125. Allendorf, F., Nils Ryman and Fred Utter. 1987. Genetic and fishery management: Past, Present and Future in Population genetic and fishery management Ed. Nils Ryaman and Fred Utter. University of Washington Press, USA 1-18 p. Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
87
LAPTEK T.A. 2009
Amos B and A.R, Hoelzel (1992) Applications of molecular genetic techniques to the conservation of small populations. Biological Conservation, 6, p. 133– 144. Amos B and A.R, Hoelzel. 1992. Applications of molecular genetic techniques to the conservation of small populations. Biological Conservation., 6, p. 133– 144. APHA, AWWA and WPCF. 1981. Standard Method for Examination of Water and Waste Water. Fifteenth Edition. Byrd Pre press and R.R. Donnelly abd Sons, USA, 1134 p. Azis KA. 1989. Dinamika Populasi Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 115 hlm. Bailey R.M., W. Gosline, 1955: Variation and systematic significance of vertebral counts in the American fishes of the family Percidae. Misc. Publ. Mus. Zool. Univ. Michigan, 93. Bain, M.B. and N.J. Stevenson. 1999. Aquatic Habitat Assesment Common Methods. American Fisheries Society. Maryland. USA, 216 p. Beacham, T.D., R.E. Withler, and A.P. Gould. 1985a. Biochemical genetic stock identification of pink salmon (Oncorhynchus gorbuscha) in southern British Columbia and Puget Sound. Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 42:1p. 474-1483. Beacham, T.D., R.E. Withler, and A.P. Gould. 1985b. Biochemical genetic stock identification of chum salmon (Oncorhynchus keta) in southern British Columbia. Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 42: p. 437-448. Bentzen, P., Taylor, E. B., and Wright, J. M. 1993. A novel synthetic probe for DNA fingerprinting salmonid fishes. Journal of Fish Biology, 43: 313–316. Brown W. M. 1983. Evolution of animal mitochondrial DNA, pp 62-88. In: M. Nei and R.K. Koehn (eds). Evolution of Genes and Proteins. Sinauer, Sunderland, MA. Brown W. M., George M. & A. C. Wilson. 1979. Rapid evolution of mitochondrial DNA, Proc. Natl Acad. Sci. USA. 76: p. 1967-71. Cardin, S. H and K. D. Friedland. 1999. The utility of image processing techniques for morphometric analysis and stock identification. Research. 43 : p. 129-139. Clayton, R. R. and H. R. MacCrimmon. 1987. Partitioning size from morphometric data : a comparison of five statistical prosedurs used in fisheries stock indentification research. Can. Tehn. Rep. Fish. Aq. Serv. 1531: p. 1-23. Cooper, J.A.G., Ramm, A.E.L & Harrison, Y.D. 1994. The estuary health index: a new approach to scientifict information. Transfen, Ocean and Coastal Management, 25 : 103-141.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
88
LAPTEK T.A. 2009
Crandall, K.A., J.W. Fetzner Jr, S.H. Lawler, M. Kinnersley and C.M. Austin. 1999. Phylogenetic relationships among the Australian and New Zealand genera of freshwater crayfishes (Decapoda: Parastacidae). Aust. J. Zool. 47: p. 199-214. de Beaufort, L. F. 1951. Zoogeography of land and inland waters. Sidgwick and Jackson Ltd, London. 208p. Dinas Perikanan dan Kelautan. 2008. Statistik Perikanan Tangkap Provinsi Riau. Pekan Baru. Diskanlut. Provinsi Riau. Direktorat Bina Sumberhayati. 1990. Identifikasi dan Penyebaran Beberapa Jenis Sumberdaya Ikan Aior Tawar di Perairan Umum Indonesia. Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta. Direktorat Bina Sumberhayati. 1990. Identifikasi dan Penyebaran Beberapa Jenis Sumberdaya Ikan Aior Tawar di Perairan Umum Indonesia. Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta. Direktorat Jendral Perikanan. 2000. Statistik Perikanan Indonesia. Departemen Pertanian. Jakarta. Dunham, R.A. 2004. Aquaculture And Fisheries Biotechnology. Genetic Approaches. CABI Publishing. Massachusetts, USA, 372 p. Effendi, H. 2000. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan perairan. Jurusan MSP fakultas Perikanan dan Kelautan, IPB. Bogor, 259 hal. Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 27-81 hlm. Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. Erlangga. 2007. Efek Pencemaran Sungai Kampar di Provinsi Riau Terhadap Ikan Baung (Hemibagrus nemurus) [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Everitt, B.S. and G. Dunn. 1992. Applied Multivariate Data Analysis. Oxford University Pres., New York, USA. Felsenstein J. 1985. Confidence limits on phylogenies: an approach using the bootstrap. Evolution, 39: 783-791. Fisher, R. A. 1936. The use of multiple measurements in taxonomic problems. The Annals of Eugenics. 7 : p. 179-188. Freeland, J. R. 2005. Molecular Ecology. John Wiley and Son. England. 388p. Frezal. L and R. Leblois. 2008. Four years of DNA barcoding: current advances and prospects. Infection. Genetic and Evolution. Fujaya Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Rineka Cipta. Jakarta. 179 hlm. Fuller, R.C and D. Houle. 2002. Detecting genetic variation in developmental instability by artificial selection on fluctuating asymmetry. J. Evol. Biol, 15:p.954–960. Groombridge, B (ed). 1992. Global diversity : Status of earth’s living resources. Chapman and Hall. New York. Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
89
LAPTEK T.A. 2009
Gustiano, R. 2003. Taxonomy And Phylogeny Of Pangasiidae Catfishes From Asia (Ostariophysi, Siluriformes). Thesis For The Doctor’s Degree (Ph.D.) Katholieke Universiteit Leuven , Leuven, Belgium. 296 P. Haloho LMB. 2008. Kebiasaan Makanan Ikan Betok (Anabas testudineus) di Daerah Rawa Banjiran Sungai Mahakam, Kec. Kota Bangun, Kab. Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 61 hlm. Harrison, R. G. 1989. Animal mitochondrial DNA as a genetic marker in population and evolutionary biology. Trends in Evolutionand Ecology, 4, p. 6–11. Harrison, R. G. 1989. Animal mitochondrial DNA as a genetic marker in population and evolutionary biology. Trends in Evolutionand Ecology, 4, p. 6–11. Hauer, F.R and W.R. Hill. (1996). Temperature, Light and Oxygen. In Hauer, F.R. and G.A. Lamberti (eds), Methods In Stream Ecology, pp. 93-106. Academic press, New York. Hespenheide, H. A. 1973. Ecological inferences from morphological data. Ann. Rev. Ecol. Syst. 4:213-229. Humphries J. M., Bookstein F. L., Chernoff B., Smith G. R., Elder R. L. & S. G. Poss (1981). Multivariate discrimination by shape in relation to size, Syst. Zool., 30(3): 291-308. Inuoe, J.G., Y. Kumazawa, M. Miya and M. Nishida. 2009. The historical biogeography of the freshwater knifefishes using mitogenomic approaches: A Mesozoic origin of Asian notopterids (Actinopterygii: Osteoglossomorpha). Molecular Phylogenetics and Evolution, 51: 486-499. Jawad, L.A. 2001. Variation in meristic characters of a tilapian fish, Tilapia zilli (gervais, 1848) from the inland Water bodies in libya. Acta Ichthyol. Piscat. 31 (1): 159-164. Kawanabe, H. 1996. Linkage between ecolical complexity and biodiversity : In: Biodiversity, Science and development towards a new partnership (Ed. F. Di castri and Younes). CAB International Wallingford Oxfordshire, pp. 149159. King, M. 1995. Fisheries Biology. Assesment and management. Fishing News Books, Blackwell Science Ltd. Kottelat, M and E. Widjanarti. 2005. The fishes of danau sentarum national park and kapuas lake area, West Borneo. The raffles bulletin zoology. Supplemental 13 : p. 139-173. Kottelat, M., S.N.Kartikasari., A.J. Whitten dan S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Ed. Dua bahasa. Periplus Editions Limited.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
90
LAPTEK T.A. 2009
Kottelat, M., S.N.Kartikasari., A.J. Whitten dan S. Wirjoatmodjo. 1997. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Ed. Dua bahasa. Periplus Editions and Emdi Project Indonesia. Jakarta, 293 h. Krebs CJ. 1989. Ecologycal Methodology. Hal 371-391. Harper and Row Publisher. New York. Krebs, C.J. 1985. Ecology. The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Third Edition. Harper Collins Publisher. New York,p. 86-88. Kristanto, A.H dan J. Subagja. 2008. Pengusaan domestikasi ikan belida. Laporan Hasil Riset. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. h.137-141. Krueger, C.C. 1986. Incorporation of the stock concept into fisheries management. Paper presented at the Symposium Fisheries Genetics: Today and Tomorrow. Annual Meeting of the American Fisheries Society, Providence, RI. Kwain W., 1975: Embryonic development, early growth, and meristic variation in rainbow trout, Salmo gairdneri exposed to combinations of light intensity and temperature. J. Fish. Res. Bd Can, 32: 397-402. Lagler KF. 1972. Freshwater Fishery Biology. W. M. C. Hal. 371-191. Brown Company Publisher Dubuque. Iowa. Xii+404 hal. Lagler, K.F., J.E. Bardach., R.R.Miller., D.R.M.Passino. 1977. Ichthyology. Second Edition. John Willey and Sons. New York.p. 440-445. Lam. T.J. 1985. Induced Spawning in fish. Proceeding for workshop held in Tungkang Marine Laboratory. Taiwan. April 22-24. 1985. Reproduction of culture milkfish. 14-56. Legendre, P & L. Legendre. 1998. Numerical Ecology. Second edition. Fishing News Book. Ltd. England, 201 pp. MacCrimmon H.R., R.R. Clayton. 1985. Meristic and morphometric identity of Baltic stocks of Atlantic salmon (Salmo solar). Can. J. ZooL, 63: p. 20322037. Madang, K. 1999. Morfologi, habitat dan keragaman genetik kerabat ikan belida (Malacopterygii: Notopteridae) di perairan Sumatera Selatan. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Maharani NR. 2006. Biologi Reproduksi Ikan Kresek (Thryssa mystax) Pada Periode I (Juli-Desember 2005) di Perairan Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur [tesis]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 37 hlm. Manly, B. F. 1989. Multivariate statistical methods : a primer. Chapman & Hall, New York. 423p. McGlade, J.M. and E, Boulding. 1985. The Truss: A Geometric and Statistical approach to the analysis of form in Fish. Can.Tech.Rep. Fish.Aquacult.Sci (147).p. 34-55. Mno. 2005. Makanan untuk perlindungan mata. http://www.promosi kesehatan.com/tips?nid=74. Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
91
LAPTEK T.A. 2009
Moyle, P.B & Cech, J.J. 1996. Fishes an Introduction to Ichthiology. Prentice Hall, New Jersey. Mustafa, S. (1977). Influence of maturation on concentration of RNA and DNA in the flesh of the catfish, Clarias batrachus. Transaction of American Fisheries society, 106 : p. 449-451. Mustafa, S. 1999. Genetic In Sustainable Fisheries Management. Fishing Newbooks. London, 223 p. Mustafa, S., Lagendre, J.D & Pastoureaud, A. 1991. Condition indices and RNA : DNA ratio in overwthering European sea bass, Dicentrarchus labrax, In salt mashes along the coast of France. Aquaculture, 96 : p. 367-374. Mustakim M. 2008. Kajian Kebiasaan Makan dan Kaitannya Dengan Aspek Reproduksi Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch) Pada Habitat Yang Berbeda di Lingkungan Danau Melintang Kutai Kartanegara Kalimantan Timur [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 73 hlm. Nei, M and F. Tajima. 1981. DNA polymorphism detectable by restriction endonucleases. Genetics 97: p. 145-163. Nelson, J.S. 1976. Fishes of The World. Willey. New York Nelson, J.S. 1994. Fishes of the world. John Wiley and sons, New York Nikolsky GV. 1963. The Ecology of Fishes. Hal. 225-289. Academic Press. London. Norse, E.A. 1993. Global marine biological diversity, a strategy for building conservation in to decision making. Island press, Washington. Nybakken, J.W. 1982. Marine ecology : an ecological approach. Harper & Row. New York. Ondara dan E. Dharyati. 1995. Kerabat Ikan Belida (Suku Notopteridae) di Indonesia Terutama Kasus di Sumatera Selatan. Prosiding Simposium Perikanan Indonesia (39). Pääbo, S. 1989. Ancient DNA: extraction, characterization, molecular cloning, and enzymatic amplification. Proceedings of theNational Academy of Sciences, USA, 86, p. 1939–1943. Palmer A.R and Strobeck C. 1986. Fluctuating asymmetry: Measurement, analysis, patterns. Annu Rev Ecol Syst, 17:p.75-86. Polnac, R.B. and S.P. Malvestuto. 1992. Biological and Socioeconomic Conditions for The Development and Management of Riverine Fisheries Resources in The Kapuas and Musi Rivers. In: R.B. Polnac, C. Baeiley and A. Purnomo. 1992. Contribution to Fishery Development Policy in Indonesia. The Central Research Institute for Fisheriaes. Agency for Agricultural Research and Development, Ministry of Agriculture. Jakarta. Poulet. N, Y. Reyjol, H. Collier, and S. Lek. 2005. ,“Does fish scale morphology allow the identification of populatio leuciscus burdigalensis in river Viaur (SW France),”. Aquat. Sci. 67 : p. 122-127. Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
92
LAPTEK T.A. 2009
Primack, R.B.J.Supriatna, M. Indrawan dan P. Kramadibrata. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta 345 hal. Rainboth W. J. (1996). Fishes of the Cambodian Mekong. FAO Species Identification Field Guide for Fishery Purposes. FAO, Rome, 265 p. Roberts, T.R. 1992. Systematic revision of the old world freshwater fish family Noopteridae. Ichthyological Exploration of freshwaters, 2 : p. 361-383. Roni, P & Quinn, T. P. 1995. Geographic variation in size and age of North America chinook salmon. North America Journal of Fisheries Management 15, 325-345. Royce WF. 1973. Introduction to The Fishery Science. Academic Press. New York and London. Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta. Bandung. Safina, C. 1995. The world’s imperiled fish. Scientific american. November 30-37 p. Saitou N. & M. Nei. 1987. The neighbor-joining method: a new method for reconstructing phylogenetic trees. Mol. Biol. Evol., 4, 406-525. Saraswati, P. K and S.V. Sabnis. 2006. Comparison of CART and Discriminant Analysis of Morphometric Data in Foraminiferal Taxonomy. Anuário do Instituto de Geociências – UFRJ. 29 : p. 153-162. Sarkar UK, Negi RS, Deepak PK, Lakra WS, & Paul SK. 2007. Biological Parameters of The Endangered Fish Chitala chitala (Osteoglossiformes: Notopteridae) Fom Some Indian Rivers. Fisheries Research. 90(2008): 170-177. Sarver, S.K., J.D. Silberman and P.J. Walsh. 1998. Mitochondrial DNA sequence evidence supporting the recognition of two subspecies or species of the Florida spiny lobster Panulirus argus. J. Crust. Biol. 18(1): p. 177-186. Satria, H. dan E.S.Kartamihardja. 2002. Distribusi Panjang Total dan Kebiasaan Makanan Yuwana Ikan Payangka (Ophiocara porosecphala). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, Edisi Sumberdaya dan Penangkapan, 8(1):4150. Schaeffer, K. M. 1991. Geografic variation in morphometric characters and gillraker counts in yellow fin tuna (Tunnus albacares) from pacific ocean. Fish Buletin, 89: p. 289-297. Schluter, D., and P. R. Grant. 1984. Determinants of morphological patterns in communities of Darwin’s finches. Am. Nat. 123:175-196. Schneider, S., J.M. Kueffer, D. Roessli and L. Excoffier. 1996. Arlequin: a software package for population Genetic. Univ. Of Geneva, Geneva, Switzerland. Setijanto, A. Chaeri dan M. Nursid. 2003. Kelimpahan larva ikan Engraulidae dan hubungannya dengan parameter lingkungan di estuari segara anakan Cilacap, Jawa Tengah, Indonesia. JPPI 9 (7) : 59 – 66. Seymour A. 1959. Effects of temperature upon the formation of vertebrae and fin rays in young chinook salmon. Trans. Amer. Fish. Soc., 88: p. 58-69. Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
93
LAPTEK T.A. 2009
Seymour A. 1959. Effects of temperature upon the formation of vertebrae and fin rays in young chinook salmon. Trans. Amer. Fish. Soc., 88: p. 58-69. Shaklee, J.B., C.S. Tamura and R.S. Waples. 1982. Speciation and evolution of marine fishes studied by the electrophoretic analysis of protein. Pasific Science, 36: 141-157. Siregar RPA. 2004. Aspek Biologi Reproduksi Induk Ikan Patin Kunyit (Pangasius kunyit) di Perairan Sungai Kampar Propinsi Riau [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 15 hlm. Siregar S. 1989. Kemungkinan Pembudidayaan Ikan Kapiek (Puntius schwanefeldi Blkr.) dari Sungai Kampar, Riau [tesis]. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 19 hlm. Smith H. M. 1945. The freshwater fishes of Siam, or Thailand. U. S. Nat. Mus. Bull., 188, 622 pp. Sokal, R. R and F. J. Rohlf. 1995. Biometry : The principles and practice statistic biology research. 3rd edition, W. H. Freeman, New York, 397p. Sprent, P. 1972. The Mathematics of size and shape. Biometrics, 28 :p. 23-37. Stearns, S.C. 1983. A Natural Experiment in Life-history Evolution: Field data on the introduction of Mosquitofish (Gambusia affinis) to Hawaii. Evolution, 37: 601-617. Subardja, S., M.F. Rahardjo., R. Affandi dan M. Brodjo. 1989. Sistematika Ikan. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Sudarto, 2003. Systematic revision and phylogenetic relationships among population of clariid species in Southeast Asia. Doctor Dissertation University of Indonesia. 371 p. Sunarno MTD, Wibowo A, Subagdja, & Kumari K. 2006. Ikan Belida (Notopterus chitala). http://www.dkp.go.id/content.php?c=2601 [20 Feb 2009]. Sunarno, M.T.D. 2002. Selamatkan plasma nutfah ikan belida. Warta Penelitian Perikanan Indonesia, 8(4): 2-6. Sunarno, M.T.D., D. Prasetyo dan Asyari. 2002. Strategi penyediaan pakan dan lingkungan untuk pembenihan ikan belida (Notopterus chitala) di kolam rawa pasang surut Patratani, Ds. Gedung Buruk, Kec. Gelumbang, Kab. Muara Enim. Laporan Proyek. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Taning A.W. 1952: Experimental study of meristic characters in fishes. Biol. Rev. Cambridge Phil. Soc., 27: 169-193. Thorpe, J., G. Gall., J. Lannan and Colin Nash. 1995. Conservation of fish and shellfish resource. Managing diversity. Academic Press. 229p. Tschibwabwa, S. M. 1997. Systematic of African species of genera Labeo (Telestei, Cyprinidae) in the ichthyological region of lower Guinea and Congo. PhD Dissertation. Namur.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
94
LAPTEK T.A. 2009
Turan, C., Deniz E., F. Turan and M. Ergüden, 2004. Genetic and Morphologic Structure of Liza abu(Heckel, 1843) Populations from the Rivers Orontes, Euphrates and Tigris. Turk J Vet Anim Sci. 28 (2004) 729-734. Utomo AD dan Krismono. 2006. Aspek Biologi Beberapa Jenis Ikan Langka di Sungai Musi Sumatra Selatan. In M. F. Rahardjo, Djaja Subardja Sjafei, Ike Rachmatika, Charles, P. H. Simanjuntak, Ahmad Zahid (Penyunting). Prosiding Seminar Nasional Ikan IV. Jatiluhur, 29-30 Agustus 2006. 318319 hlm. Utomo, A.D dan Asyari. 1999. Peranan Ekosistem Hutan Rawa Air Tawar Bagi Kelestarian Sumber Daya Perikanan di Sungai Kapuas Kalimantan Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia (JPPI) 5 (3) 1-13. Jakarta. Utomo, A.D. S. Adjie dan Asyari. 1991. Aspek Biologi Ikan Lais di Perairan Lubuk Lampam Sumatera Selatan. Bulletin Penelitian Perikanan Darat 9 (2). Bogor, hal: 1-7. Utomo, A.D., S. Adjie and Asyari. 1990. Aspek biologi ikan lais di perairan lubuk lampam Sumatera Selatan. Bull Penel Perik Darat, 2: 105-111. Van Valen L. 1962. A study of fluctuating asymmetry. Evolution, 16:p.125-142 Wallace C.R., 1973: Effects of temperature on developing meristic structures. Trans. Amer. Fish. Soc., 102: 142-145. Walpole RE. 1992. Pengantar Statistika Edisi Ke-3. [Terjemahan dari Introduction to statistic 3rd edition]. Sumantri B (penerjemaah). Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 331 hlm. Waltner, C.M. 1988. Electhrporetic, Morphometric, And Meristic Comparison Of Walleye Broadstock In South Dakota. Thesis. South Dakota State University, 86 p. Watson, D.J. (1978). Sarawak In Land Fisheries Preference and Training Manual on Lake and Riverine Survey Techniques. Beram lake and Riverine Development Project. Sarawak Departement of Agriculture. In Land Fisheries Branch, Sarawak Malaysia, 74 p. Weber, M. and L.F. DeBeaufort. 1913. The Fishes of Indo-Australia Archipelago III. Brill. Leiden. Welcomme, R. L. 2001. Inland fisheries ecology and management. Balckwell Science, USA. 36-43 p Welcomme, R.L. 1979. Fisheries Ecology of Floodplain River. Longman. London. 317 p. Wetzel, R.G. (2001). Limnology Lake and River Ecosystems. Third Edition. Academic press, New York. USA, 1006 p. Wibowo A dan Sunarno MTD. 2006. Karakteristik Habitat Ikan Belida (Notoptera chitala). In Bawal. Widya Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta Utara. 19-23 hlm.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
95
LAPTEK T.A. 2009
Wibowo A, Sunarno MTD, Makmur S, & Subagja. 2008. Identifikasi Struktur Stok Ikan Belida (Chitala spp.) dan Implikasinya Untuk Manajemen Populasi Alami in Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Jakarta Utara. 14(1): 32. Widyastuti YE. 1993. Flora Fauna Maskot Nasional dan Provinsi. Penebar Swadaya. Jakarta. 67 hlm. Woynarovich, E and L. Horvath. 1980. The artificial propagation of warm water finish a a manual for extention. FAO. Fisheries Technical Paper No. 20 FIR/.20. www. Fishbase.org. tanggal download 24 Desember 2007 www.NCBI.Com. Tanggal pencarian 7 September 2009.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
96
LAPTEK T.A. 2009
Ikan Belida merupakan anggota famili Notopteridae (Kottelat et al., 1993; 1997) yang memiliki nilai ekonomis dan budaya. Penyebaran ikan belida di Indonesia berada di Sumatera, Jawa dan kalimantan (Paparan Sunda) (Kottelat et al., 1993; 1997). Di duga akan terjadi overfishing dan selanjutnya akan terjadi kepunahan. Untuk menghindari hal ini, maka perlu dilakukan penelitian aspek bioekologi dan genetik. Kajian bioekologi mengambil kasus di Sungai Kampar, karena tiga alasan; 1). Ekosistem yang kompleks dan lengkap, semua tipe habitat ikan belida ada di Sungai Kampar, 2). Ikan Belida di Sungai kampar teridentifikasi memiliki beberapa variasi bentuk dan spesifik, dan 3). Status terkini penelitian ikan belida, terkait dengan bioekologi dan genetik. Makanan utama Ikan Belida adalah ikan kecil (78.94%), udang (3.61%) dan serangga (0.09%) (Adjie dkk, 1999), ikan kecil (50.02%) dan udang (21.87%) (Adjie & Utomo, 1994). Tetapi belum diketahui apakah perbandingan komposisi perbandingan makanan sama antara musim, sepanjang tahun dan pada tipe habitat yang berbeda.. Sampai saat ini belum ada penelitian genetik khususnya sampai pada DNA yang terkait dengan ikan belida Indonesia, pada Gene Bank (NCBI, 2009) tidak ada data sekuense ikan belida yang berasal dari Indonesia. Madang (1999) mengungkap keragaman genetik ikan belida di Sungai Musi tergolong rendah, namun masih pada level protein.
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
97