Laporan Survei Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV di Nanggroe Aceh Darussalam 2008 ISBN: 978-979-19889-0-2 Ukuran Buku: 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman: 70 halaman Tim Penyusun: Dr. Pandu Riono, MPH, PhD Dr. Abdul Fatah, MPPM Deden Wibawa, S.Sos Nasrun Hadi, S.Ked
Penerbit:
Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Jalan Tgk. Syech Muda Wali No. 6 Banda Aceh 23242 Telepon: +62 651 22421, +62 651 21835, +62 651 32444 Fax: +62 651 34005, +62 651 22755 Bekerja sama dengan Yayasan AIDsina Jalan Tengah No. 26 Kel. Gedong, Kec. Pasar Rebo Jakarta Timur 13760 Telepon: +62 21 3306 9339 Fax: +62 21 3306 9339 Email:
[email protected]
Daftar Isi
Kata Pengantar!
4
Bab 1!
5
Survei Survailans Perilaku!
5
Surveilans HIV & AIDS
5
Surveilans Perilaku Berisiko
6
Manfaat Nyata
7
Bab 2!
8
Metodologi!
8
Sasaran Survei Nasional
8
Sasaran Survei Perilaku Berisiko di wilayah NAD
11
Besar Sampel & Metode Pemilihan Sampel
13
Bab 3!
16
Karakteristik Responden!
16
Umur
17
Status Perkawinan
18
Tingkat Pendidikan
20
Asal WPS dan Pekerja Migran
21
Wilayah Asal WPS
23
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
1
Bab 4!
24
Remaja!
24
Penyuluhan dan Pendidikan Untuk Menolak Seks & Napza
25
Pengetahuan tentang HIV dan AIDS
26
Mispersepsi Penularan HIV
27
Perilaku Seksual Remaja
29
Bab 5!
34
Wanita Penjaja Seks!
34
Lama Jualan Seks
35
Pernah Jual Seks di Kota lain
36
Jumlah Pelanggan Seminggu Terakhir
37
Asal pelanggan
38
Jenis Pekerjaan Pria Pelanggan WPS
39
Penggunaan Kondom pada Seks Komersial terakhir
39
Penggunaan Kondom Secara Konsisten pada Seks Komersial
41
Alasan Tidak Pakai Kondom secara Konsisten
42
Pasangan Tetap
43
Asal Pacar atau Pasangan Tetap
44
Penggunaan kondom dengan pacar atau Pasangan tetap
45
Pernah Mengalami Gejala IMS
46
Penggunaan Napza Suntik
47
Bab 6!
48
Pria Pekerja Migran!
48
Pengetahuan Tentang HIV-AIDS
49
Sumber Informasi
50
Perilaku Seks Pria Pekerja Migran
51
Bab 7!
53
Situasi HIV-AIDS!
53
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
2
di Sumatra Utara!
53
Tingkat Kejadian HIV dan IMS di Sumatra Utara
55
Kejadian Penularan IMS yang sangat tinggi
56
Penggunaan kondom pada WPS
57
Perilaku Seks & Penggunaan kondom pada Pria Berisiko
59
Perilaku berisiko pada Penasun
60
Perilaku berisiko pada Kelompok Gay
62
Asal dari NAD pada Kelompok Berisiko di Sumut
63
Bab 8!
65
Kesimpulan dan Saran!
65
Kesimpulan
65
Saran Untuk Menekan Potensi Penularan HIV di NAD
66
Daftar Singkatan!
67
Tabel Indikator Kunci!
68
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
3
Kata Pengantar Kegiatan surveilans merupakan kegiatan yang sangat pen2ng untuk mendapatkan fakta dan data yang akurat di lapangan dalam rangka penyusunan perencanaan program pembangunan bidang kesehatan agar kegiatan‐kegiatan yang disusun menjadi tepat sasaran dan tujuan pro‐ gram dapat tercapai secara op2mal. Survei Surveilans Perilaku (SSP) HIV‐AIDS merupakan sa‐ lah satu cara untuk memperoleh data tentang pengetahuan, sikap dan perilaku kelompok sasaran terhadap penyakit HIV‐AIDS. Survei Surveilans Perilaku HIV‐AIDS ini merupakan yang pertamakali dilakukan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Oleh karenanya data survei ini dapat digunakan untuk mengeta‐ hui kecenderungan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terhadap HIV‐AIDS yang jumlah dan sebaran kasusnya makin meningkat pasca gempa bumi dan tsunami 26 Desember 2004 yang lalu. Dengan tersedianya data‐data terse‐ but maka akan mempermudah lembaga pemerintah dan non pemerintah (LSM) serta masyarakat dalam menyusun perencanaan dan melaksanakan kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV‐AIDS untuk memutus rantai penularan di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Akhirnya, kami menyampaikan rasa syukur terhadap Allah S.W.T. atas telah selesainya kegi‐ atan Survei Surveilans Perilaku HIV‐AIDS tahun 2008 di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Ucapan terimakasih yang sebesar‐besarnya kepada Aceh Partnership in Health (APiH) dan UNICEF yang telah mendukung pendanaan serta kepada jajaran Sub Direktorat AIDS Ditjen PP & PL Departemen Kesehatan R.I. dan AIDSina FoundaFon atas bantuan teknis dalam survei ini. Penghargaan yang se2nggi‐2ngginya kami sampaikan kepada 2m teknis, koordinator dan pencacah baik di 2ngkat provinsi maupun kabupaten‐kota atas segala upayanya sehingga sur‐ vei ini dapat terlaksana dengan baik. Demikian juga kepada semua pihak terkait lainnya yang telah mendukung terlaksananya survei ini.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Dr. T.M. Thaib, Sp.A, MKes
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
4
Bab 1 Survei Survailans Perilaku
Peta Survei Surveilans Perilaku di NAD, 2008
Surveilans HIV & AIDS Kegiatan Surveilans Sentinel adalah kegiatan yang sistematik untuk memantau kejadian penyakit pada kelompok sentinel tertentu. Pada umumnya Surveilans penularan HIV dilakukan pada populasi sentinel, seperti populasi penjaja seks, pengguna napza suntik dengan melakukan kegiatan tes HIV (serologik) secara aktif mendatang kelompok tersebut. Yang diamati adalah kecenderungan tingkat penularan HIV.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
5
Kegiatan surveilans AIDS yang hanya mengamati tren kejadian penyakit dianggap tidak banyak manfaatnya dalam upaya pencegahan penularan HIV. Lalu dilakukan surveilans serologik yang mengukur tingkat prevalensi pada subpopulasi berisiko dan gagasan untuk mengukur perilaku berisiko pada populasi sentinel, yang kemudian disebut surveilans perilaku berisiko, sebagai surveilans yang lebih bermanfaat dan dianggap sebagai surveilans HIVAIDS generasi kedua.
Surveilans Perilaku Berisiko Survei Surveilans Perilaku (selanjutnya disingkat SSP) adalah kegiatan yang sistematik dan kontinyu dalam pengumpulan data, analisis data, interpretasi, dan diseminasi informasi untuk memantau perilaku berisiko pada masyarakat yang potensial berisiko terhadap penularan HIV. SSP merupakan bagian dari surveilans HIV generasi kedua.
Yang dimaksud dengan surveilans HIV generasi kedua adalah surveilans yang memadukan surveilans perilaku ke dalam surveilans serologik HIV. Dalam hal ini, surveilans perilaku memperkuat surveilans serologik. Informasi hasil surveilans serologik akan semakin bermanfaat dengan adanya surveilans perilaku. Manfaat tersebut antara lain: menumbuhkan perhatian, mendorong minat, dan tindakan nyata pencegahan penularan HIV. Selain itu juga mengidentifikasi kelompok masyarakat yang perlu menjadi sasaran utama program program yang terkait, serta menentukan cara-cara pencegahan, serta merencanakan upaya penanggulangan dan memantau keberhasilan program.
Dengan melakukan kegiatan surveilans serologik HIV diharapkan dapat mengukur kecenderungan tingkat penularan HIV (prevalensi HIV) pada masyarakat yang berisiko. Namun, bila sistem surveilans HIV tersebut ditambahkan komponen perilaku berisiko yang ada di wilayah tersebut maka sekaligus dapat mengukur tren perubahan perilaku berisiko karena dilakukan upaya-upaya pencegahan yang efektif.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
6
Menerapkan surveilans perilaku di Indonesia merupakan upaya yang dirasakan sangat bermanfaat untuk pencegahan epidemi HIV di berbagai wilayah di Indonesia, karena epidemi HIV di Indonesia sedang dalam fase tumbuh pesat. Prevalensi HIV masih rendah ditemukan di banyak tempat, tetapi diketahui adanya perilaku berisiko yang cukup besar untuk meningkatkan penularan, karena itu peluang untuk mencegah perluasan penularan HIV masih dapat dilakukan sekarang juga. Agar pencegahan lebih efektif maka sumber daya perlu dikonsentrasikan pada perubahan perilaku berisiko.
Manfaat Nyata
Surveilans HIV generasi kedua juga menekankan pada pemanfaatan hasil surveilans untuk menunjang upaya penanggulangan HIV/AIDS. Informasi yang didapat dari SSP dapat membantu mengidentifikasi masyarakat yang mempunyai risiko terinfeksi HIV. Pemahaman ini diharapkan dapat membantu perencanaan intervensi penanggulangan, baik berupa upaya pencegahan, pengobatan maupun dukungan. Dalam perspektif yang lebih luas, surveilans HIV generasi kedua diharapkan mampu menyediakan informasi yang dibutuhkan sebagai dasar pengembangan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS yang lebih efektif.
Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang sampai saat ini masih belum banyak informasi mengenai situasi perilaku dan kegiatan yang terkait dengan HIV dan AIDS. SSP yang dilakukan saat ini menjadi langkah awal yang sangat baik untuk lebih menekan laju epidemi HIV yang akan terjadi. Informasi yang diperoleh dari SSP yang dilakukan akan dapat diharapkan menjadi penuntun yang baik bagi masyarakat dan pemerintah untuk merencanakan dan memonitor program penanggulangan AIDS.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
7
Bab 2 Metodologi
Pelatihan Pewawancara Survei Survailans Perilaku
Sasaran Survei Nasional
Pada saat ini banyak kasus baru terinfeksi HIV di Indonesia terjadi pada penduduk berperilaku dengan risiko tinggi, terutama pada kelompok penduduk yang sering berganti pasangan seks, dan para pengguna Napza suntik yang melakukan penyuntikan Napza dengan menggunakan jarum suntik yang tak steril secara bergantian.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
8
Populasi sasaran SSP secara Nasional yang selama ini dilaksanakan adalah populasi pria dewasa dan wanita yang berisiko tinggi tertular HIV. Untuk wanita, kelompok berperilaku berisiko tinggi terutama adalah wanita yang paling sering berganti pasangan seks, seperti wanita penjaja seks (WPS) . Bila Wanita wanita penjaja seks melakukan transaksi secara terbuka di tempat lokalisasi atau rumah bordil atau di jalanan, disebut sebagai Wanita Penjaja Seks Langsung. Sedangkan bila wanita yang melayani seks pelanggannya untuk memperoleh tambahan pendapatan di tempat ia bekerja yang biasanya tempat hiburan, yaitu wanita-wanita yang bekerja di panti pijat, salon, spa, bar, karaoke, diskotek, café atau restoran, dan hotel atau motel atau cottage, disebut sebagai Wanita Penjaja Seks Tak Langsung.
Kelompok pria dewasa yang berisiko tinggi untuk tertular dan menularkan HIV diantaranya adalah kelompok pria yang juga sering berganti pasangan seks atau yang suka membeli seks. Pria yang potensial menjadi pelanggan WPS adalah pria yang suka bepergian dalam jangka waktu lama dan pisah dengan pasangan seks utamanya, seperti pelaut dan anak buah kapal, nelayan, serta sopir dan kernet truk. Termasuk pula ke dalam kelompok pria yang potensial menjadi pelanggan WPS adalah tenaga kerja bongkar muat barang di pelabuhan, dan tukang ojek yang sering menjadi perantara atau pengantar pelanggan pria dan WPS.
Kelompok pria dewasa lainnya yang berisiko tinggi adalah pria yang suka berhubungan seks dengan pria. Kelompok ini terdiri dari 3 (tiga) jenis yaitu pria penjaja seks (PPS atau biasa disebut kucing), lelaki suka lelaki (LSL atau gay), dan waria.
Kelompok berisiko tinggi lainnya adalah pengguna narkoba suntik (penasun) yang mempunyai perilaku penggunaan napza suntik yang menggunakan alat suntik tak steril secara bergantian. Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
9
Di samping kelompok sasaran yang telah disebutkan tersebut, dalam SSP secara Nasional mencakup pula kelompok yang berpotensi berperilaku berisiko yaitu kelompok remaja, yang diwakili oleh pelajar SLTA, buruh laki-laki, dan pegawai negeri sipil laki-laki.
Definisi atau batasan mengenai masyarakat yang dicakup dalam Survei Survailans Perilaku secara Nasional adalah sebagai berikut: ♦! Wanita Penjaja Seks (WPS) Langsung, adalah wanita yang beroperasi secara terbuka sebagai penjaja seks komersial. ♦! WPS Tak Langsung, adalah wanita yang beroperasi secara terselubung sebagai penjaja seks komersial, yang biasanya bekerja pada bidang-bidang pekerjaan tertentu. ♦! Pelaut adalah orang yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) baik kapal penumpang maupun kapal barang. ♦! Sopir truk dan kernetnya, adalah laki-laki yang bekerja sebagai sopir atau kernet truk antar kota. ♦! Tukang ojek, adalah laki-laki yang bekerja sebagai tukang ojek. ♦! Tenaga kerja bongkar muat (TKBM), adalah laki-laki yang bekerja sebagai tenaga pengangkut atau pengangkat barang di pelabuhan (kuli pelabuhan). ♦! Pria Penjaja Seks (PPS atau kucing) adalah pria yang menerima imbalan baik berupa uang maupun barang untuk berhubungan seks dengan pria. ♦! Lelaki Suka Lelaki (LSL atau gay) adalah pria yang mengakui dirinya sebagai orang yang biseksual atau homoseksual atau self identified bisexual or homosexual (SIBH). ♦! Waria yang dicakup adalah waria yang menjajakan seks. Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
10
♦! Pengguna narkoba suntik (Penasun) adalah orang yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi napza dengan cara disuntikkan. ♦! Remaja, survei untuk kelompok ini dilakukan terhadap pelajar SLTA kelas III, baik sekolah umum (SMU), sekolah kejuruan (SMK), maupun sekolah keagamaan. ♦! Buruh, yang dicacah pada kelompok ini adalah buruh laki-laki pada bagian produksi di pabrik atau perusahaan. ♦! Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang dicacah pada kelompok ini adalah PNS laki-laki yang bekerja di instansi pemerintah baik, instansi perusahaan pemerintah pusat, instansi pemerintah daerah (pemda), propinsi, maupun pemda kota-kabupaten.
Sasaran Survei Perilaku Berisiko di wilayah NAD
Pada Survei Surveilans Perilaku di Propinsi Nanggroe Aceh Dasrussalam (NAD) tahun 2008, memilih tiga populasi sasaran yang terdiri atas: ♦! Wanita Penjaja Seks , dalam proses listing dan pengambilan data tidak membedakan WPS Langsung dan WPS Tidak Langsung seperti dilakukan di Nasional. ♦! Buruh Migran, yang dicacah pada kelompok ini adalah buruh laki-laki yang bekerja pada perusahaan kontruksi, baik bangunan maupun jalan. Kelompok ini mewakili kelompok pria dewasa yang potensial menjadi pelanggan WPS. ♦! Pelajar yaitu siswa kelas III SLTA atau sederajat.
Hasil Survei Surveilans Perilaku yang disajikan dalam buku laporan ini merupakan kegiatan pengumpulan data yang dilaksanakan antara bulan OktoberNopember tahun 2008. Kelompok sasaran yang disurvei tidak semua ada di setiap kabupaten atau kota terpilih. Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
11
Informasi lengkap mengenai kabupaten atau kota menurut kelompok sasaran yang disurvei dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kelompok Sasaran SSP per Kabupaten-Kota SSP Kab/Kota
WPS
Pekerja Migran
Remaja
survei
survei
1
Banda Aceh
survei
2
Lhokseumawe
survei
3
Aceh Barat
survei
4
AcehTamiang
survei
survei survei
survei survei
Gambar 2.1 Peta Sasaran WPS di Kabupaten dan Kota wilayah NAD
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
12
Besar Sampel & Metode Pemilihan Sampel
Besarnya ukuran sampel dirancang untuk memperoleh gambaran tentang karakteristik penduduk yang berperilaku dengan risiko tinggi, dan diharapkan dapat mengukur perubahan perilaku tersebut pada survei berikutnya. Kalkulasi dengan menggunakan metode “cluster survey” menunjukkan bahwa besarnya sampel sekitar 200 – 400 responden pada setiap sasaran penduduk berperilaku berisiko tinggi sudah cukup untuk mewakili populasi (representative), termasuk untuk mengukur perubahan perilaku. Sedangkan untuk kelompok masyarakat yang tidak termasuk dalam kelompok berisiko tinggi maka besar sampel yang dapat mewakili populasi adalah 800 – 1000 responden.
Menimbang keberadaan WPS di Nanggroe Aceh Darussalam yang tidak mudah untuk ditemui maka metode “cluster survey” tidak dapat diimplementasikan. Oleh karenanya pilihan terhadap metode “total populasi” menjadi satu pilihan yang paling realistis. WPS yang ditemui melalui orang kunci (key person) langsung dijadikan responden dengan asumsi semua WPS yang ditemui merupakan total populasi WPS yang ada di Kota-Kabupaten terpilih.
Target sampel untuk responden pekerja migran adalah sekitar 400 responden untuk setiap Kota-Kabupaten terpilih dengan metode “cluster survey” yaitu dengan lokasi kerja sebagai cluster. Sedang untuk remaja SLTA yang merupakan bukan kelompok penduduk berisiko tinggi maka target sampel untuk siswa SLTA adalah antara 800-1000 responden. Sampel siswa SLTA tersebar di beberapa sekolah, yaitu masing-masing sekolah dipilih satu kelas, dan seluruh murid pada kelas terpilih menjadi responden.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
13
Untuk memilih responden pada kelompok WPS maka dilakukan listing secara independen ke setiap lokasi menjajakan seks (tempat mejeng) dengan menggunakan data dasar yang diperoleh dari instansi pemerintah daerah setempat seperti Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pariwisata, serta dari LSM, dan sumber lainnya. Identifikasi lokasi baru beserta populasinya dilakukan dengan cara sistim putaran bola salju (snowballing system). Sedangkan, semua WPS yang berada dalan lokasi hasil listing menjadi responden.
Sedangkan untuk pekerja migran digunakan metode cluster sampling dengan barak (tempat menginap) atau mandor sebagai cluster. Survei dilakukan terhadap seluruh pekerja pria pada cluster terpilih yang masuk (hadir) pada waktu survei dilakukan. Pengumpulan data dilakukan di tempat dengan metode pengisian kuesioner oleh responden (self-enumeration) di bawah bimbingan petugas survei.
Metode cluster sampling juga digunakan dalam SSP pada kelompok pelajar SLTA, dengan menggunakan kelas sebagai cluster. Survei dilakukan terhadap seluruh murid pada kelas terpilih yang masuk (hadir) pada waktu survei di sekolah tersebut dilakukan. Pengumpulan data dilakukan di kelas dengan metode pengisian kuesioner oleh responden (self-enumeration) dengan panduan atau bimbingan petugas survei.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
14
Jumlah sampel SSP untuk setiap lokasi survei menurut kelompok sasaran dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Target Sampel menurut Kelompok Sasaran NKab Kab/Kota
WPS
Pekerja Migran
Remaja
Total
400
500
1100
500
600
500
950
500
550
2000
3300
1
Banda Aceh
200
2
Lhokseumawe
100
3
Aceh Barat
50
4
AcehTamiang
50
Total
400
400
800 upa
Penulisan laporan hasil survei akan berdasarkan kelompok sasaran yang disurvei serta dilengkap dengan hasil Surveilans Perilaku dan Biologis yang dilakukan setahun sebelumnya di wilayah Sumatra Utara agar diperoleh gambaran yang lebih komprehensif atas potensi penularan HIV di wilayah NAD. Diharapkan adanya pemahaman yang lebih komprehensif gambaran perilaku berisiko yang terjadi wilayah Aceh serta potensial risiko penularan secara geografis, yang disebabkan mobilitas penduduk atau sebagian masyarakat dalam kegiatan ekonomi serta kegiatan lainnya. Tujuan agar upaya penanggulangan sudah diawali secara serius agar tidak terjadi musibah epidemi HIV-AIDS pada penduduk NAD di masa mendatang.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
15
Bab 3 Karakteristik Responden
Diseminasi Hasil Survei Surveilans Perilaku, 2008
Karakteristik responden WPS dan Pekerja Migran Survei Surveilans perilaku, mencakup Umur, Status Perkawinan, Tingkat Pendidikan, Asal tempat bila pulang kampung. Dengan mengetahui gambaran karakter tersebut, secara demografis kita dapat mengenali penduduk berisiko tersebut, sehingga memudahkan upaya penjangkauan serta mengemas pesan-pesan perubahan perilaku yang diharapkan dapat menghindari penularan HIV.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
16
Distribusi Umur Sebagian besar responden WPS berusia antara 20-34 tahun atau usia produktif. Suatu hal yang dapat memperburuk penyebaran virus HIV. Pada WPS di Aceh Tamiang terlihat proporsi WPS yang berusia di bawah 20 tahun adalah 30 persen yang merupakan proporsi terbesar. Hal ini dapat memicu dan memperburuk situasi penyebaran HIV karena semakin muda usia maka potensial penularan HIV dari dan ke orang lain semakin lebih besar.
Gambar 3.1 Persentase Responden WPS menurut Kelompok Umur dan Kabupaten/Kota
Pada pekerja migran sebagian besar berusia lebih dari 25 tahun dan masuk dalam usia produktif seperti halnya WPS. Pada pekerja migran terlihat sekitar 10 persen yang berusia kurang dari 20 tahun. Pada kelompok ini merupakan kelompok yang potensial menyebarkan HIV. Dilihat dari rata-rata umur pada kedua kelompok responden, pekerja migran mempunyai rata-rata umur sekitar 30 tahun sedangkan pada kelompok WPS rata-rata umur adalah 26 tahun.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
17
Gambar 3.2 Persentase Responden Pekerja Migran menurut Kelompok Umur dan Kabupaten-Kota
Status Perkawinan Dari hasil analisis SSP, diketahui bahwa ternyata lebih dari setengah responden WPS berstatus pernah menikah, begitu pula dengan pada kelompok pekerja migran. Meskipun demikian memang sebagian besar status perkawinan WPS adalah cerai hidup, yaitu 35 persen. Namun tidak demikian dengan pekerja migran yang sebagian besar status perkawinan adalah menikah, artinya mempunyai isteri atau pasangan seks tetap. Bila dilihat potensi penularan HIV, maka kelompok berisiko yang berstatus menikah atau punya pasangan tetap, maka ada peluang penularan dari responsen ke pasangan tetapnya dapat terjadi.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
18
Gambar 3.3 Persentase Responden WPS menurut Status Perkawinan dan Kabupaten-Kota
Gambar 3.4 Persentase Responden Pekerja Migran menurut Status Perkawinan dan Kabupaten-Kota
!
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
19
Tingkat Pendidikan Dibandingkan dengan kelompok pekerja migran, tingkat pendidikan pada kelompok WPS ternyata lebih tinggi. Lebih dari setengah WPS mempunyai pendidikan SMU atau lebih tinggi. Sedangkan pada pekerja migran yang mempunyai pendidikan SMU atau lebih hanya 27 persen. Pada kelompok pekerja migran, ternyata proporsi terbesar mempunyai tingkat pendidikan hanya setingkat Sekolah Dasar.
Gambar 3.5 Persentase Responden WPS menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan per Kabupaten-Kota
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
20
Gambar 3.6 Persentase Responden Pekerja Migran menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan per Kabupaten - Kota
!
Asal WPS dan Pekerja Migran Dari hasil SSP terlihat sebagian besar WPS (89 persen) berasal dari Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Namun sebaliknya pada kelompok pekerja migran. Hampir semua pekerja migran (97 persen) berasal dari luar Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Daerah asal pekerja migran sangat penting dalam melihat situasi penyebaran HIV karena pekerja migran kemungkinan juga melakukan hubungan seks, baik dengan istri, pacar, maupun dengan WPS di tempat asalnya.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
21
Gambar 3.7 Persentase Responden WPS menurut Propinsi Asal dan Kabupaten/Kota
Gambar 3.8 Persentase Pria Pekerja Migran menurut Propinsi Asal dan Kabupaten-Kota
!
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
22
Wilayah Asal WPS
Gambar 3.9 Persentase WPS yang berasal dari Propinsi Nangroe Aceh Darussalam menurut Kabupaten-Kota Asal
Hasil SSP menunjukkan bahwa sebagian besar PS berasal wilayah Kabupaten atau Kota di wilayah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Sekitar 22 persen WPS berasal dari Aceh Tamiang sedangkan yang berasal dari Kota Banda Aceh sebesar 17 persen. Informasi ini sangat penting bagi situasi epidemi di wilayah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, karena bila WPS tersebut tertular IMS atau HIV, maka tetap menjadi tanggung jawab pemerintah daerah setempat. Pada umumnya, WPS bekerja hanya dalam 2-3 tahun secara rata-rata, kemudian akan kembali ke kampung halaman dan menikah atau mempunyai pasangan tetap. Bila demikian ada potensi penularan ke pasangannya di kampung halaman.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
23
Bab 4 Remaja
Remaja SLTA di Prop NAD mengisi kuesionair Survei Surveilans Perilaku 2008
Penduduk usia muda atau remaja mempunyai potensi besar untuk masuk ke dalam kelompok yang berperilaku berisiko tertular HIV, baik karena berperilaku seks dengan banyak pasangan atau menggunakan Napza. Epidemi HIVAIDS di Indonesia juga didominasi penduduk usia muda yang menggunakan narkoba suntik. Sebagian remaja memulai kegiatan seks lebih dini dan mempunyai pasangan lebih dari satu. Upaya pencegahan pada usia muda adalah meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tentang konsekuensi atau akibat perilaku berisko di dalam kehidupannya.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
24
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan perilaku remaja, maka SSP juga berusaha untuk mendapatkan informasi pada kelompok remaja, dengan sampel sejumlah pelajar SLTA kelas tiga. Penyuluhan dan Pendidikan Untuk Menolak Seks & Napza Salah satu upaya untuk mencegah agar remaja tidak berperilaku berisiko tertular HIV adalah dengan melakukan penyuluhan di sekolah tentang kesehatan reproduksi, termasuk infeksi penularan seksual, Napza, maupun kesehatan reproduksi (kespro).
Hasil SSP pada kelompok remaja menunjukkan bahwa masih ada remaja yang belum mendapatkan penyuluhan maupun pendidikan tentang HIV, kesehatan reproduksi, seks dan Napza. Di antara tiga jenis penyuluhan yang ditanyakan, yang paling banyak menjangkau remaja adalah penyuluhan tentang napze (sekitar 85 persen). Sementara itu, kurang dari setengah remaja yang pernah mendapat penyuluhan tentang kespro di sekolah. Demikian juga dengan pendidikan untuk menolak seks dan narkoba, kurang dari setengah remaja yang pernah mengikutinya. Gambar 4.1 Remaja yang Mendapat Penyuluhan HIV per Kota - Kabupaten
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
25
Pengetahuan tentang HIV dan AIDS Tingkat pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS termasuk cara pencegahannya dimulai dari pertanyaan apakah pernah mendengar istilah HIV/AIDS, dan seterusnya. Hasil SSP ternyata menunjukkan hampir semua siswa SLTA, di semua kabupaten yang disurvei (lebih dari 99 persen) pernah mendengar dan tahu tentang HIV/AIDS. Sebagian besar dari mereka tahu HIV/AIDS dari televisi dan koran, majalah, tabloid serta petugas kesehatan, sehingga dengan demikian media ini dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan tentang HIV/AIDS terutama tentang bahaya dan cara pencegahannya. Keluarga yang sebenarnya diharapkan dapat menjadi sumber informasi penting tentang bahaya HIV/AIDS ternyata jauh lebih kecil persentasenya dibanding televisi dan media cetak. Gambar 4.2 Presentase Responden Remaja menurut Sumber Informasi tentang HIV dan AIDS
Sebagian besar pelajar pernah dengar tentang HIV/AIDS, dan juga tahu bahwa penularan HIV itu dapat dicegah. Hampir semua remaja (99 persen) tahu bahwa HIV dapat dicegah. Sekitar 96 persen remaja tahu cara sederhana pencegahan HIV, yaitu minimal tahu salah satu cara pencegahan penularan melalui seks (tidak berhubungan seks, berhubungan seks hanya dengan satu pasangan setia, atau memakai kondom ketika berhubungan seks), dan penceSurveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
26
gahan dengan tidak menggunakan jarum suntik secara bersama. Sedangkan proporsi remaja yang tahu semua cara pencegahan HIV ternyata di Nanggroe Aceh Darussalam tinggi yaitu sekitar 78 persen.
Gambar 4.3 Tingkat Pengetahuan tentang AIDS dan Pencegahan HIV per Kabupaten-Kota, Propinsi NAD, 2008
Mispersepsi Penularan HIV Walaupun begitu masih ada remaja yang mempunyai persepsi yang keliru tentang penularan HIV. Persepsi yang keliru dapat secara tidak sadar mendorong sikap diskriminasi atau sikap yang keliru terhadap orang berisiko HIV atau yang sudah terkena HIV.
Hasil SSP menunjukkan remaja yang disurvei masih ada yang mengindikasikan bahwa penggunaaan alat makan bersama dapat menularkan HIV. Mispersepsi ini yang dominan pada remaja di seluruh kabupaten-kota yang disurvei. Mispersepsi lain, seperti HIV yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk , atau dengan makanan bergizi dapat menghindari penularan HIV, serta minum Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
27
obat sebelum melakukan seks berisiko dapat menghindari penularan IMS dan HIV.
Kualitas penyuluhan pada remaja perlu lebih ditingkatkan agar mispersepsi tersebut sangat minimal, sehingga remaja lebih sadar perilaku yang tepat dalam menghindari penularan HIV. Gambar 4.4 Mispersepsi Tentang Cara Penularan HIV pada Remaja per Kabupaten-Kota
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
28
Perilaku Seksual Remaja
Gambar 4.5 Remaja yang Pernah Berhubungan Seks berdasarkan Kabupaten-Kota
Remaja laki-laki yang mengaku pernah berhubungan seks satu tahun terakhir dan pernah berhubungan seks dengan WPS dalam setahun terakhir ada sekitar 11 persen, dengan proporsi paling tinggi berada di Aceh Tamiang yaitu 25 persen. Namun, remaja baik laki-laki maupun perempuan yang mengaku pernah berhubungan seks sathun terakhir dan berhubungan seks dengan lebih dari satu pasangan ada 43 persen, dengan Kota Lhoksumawe memiliki proporsi tertinggi yaitu 70 persen.
Perilaku Penggunaan Napza Perilaku yang barangkali lebih berisiko bagi remaja untuk tertular HIV adalah menggunakan Napza suntik, apalagi jika menggunakan jarum suntik secara bersama. Perilaku Remaja tersebut telah banyak dilakukan di beberapa kota besar di Indonesia. Medan adalah kota terdekat dari Nanggrooe Aceh Darussalam yang telah mengalaminya.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
29
Gambar 4.7 Perilaku Penggunaan Napza pada Remaja berdasarkan Kabupaten-Kota
Walaupun masih terbilang sedikit, adanya jaringan peredaran Napza pada remaja diduga memudahkan remaja untuk mendapatkan barang ini. Kurang dari 30 persen remaja pernah ditawari untuk mencoba Napza, dan hanya sekitar 14 persen pernah ditawari untuk membelinya. Kenyataan ini berpotensial untuk menjadi keadaan yang mengkhawatirkan karena semakin banyak yang ditawari, akan semakin banyak pula remaja yang ingin mencoba Napza tanpa menyadari risiko dan bahayanya.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
30
Gambar 4.8 Jenis Napza yang Pertama Kali digunakan pada Remaja yang pernah coba Napza per Kabupaten-Kota
Hasil survei pada remaja yang pernah mencoba Napza, ditelusuri ternyata jenis Napza yang pertama kali dicoba oleh sebagian besar Remaja yang pernah pakai Napza adalah ganja. Shabu-shabu menempati urutan kedua, kemudian jenis Napza yang lain yaitu Extacy dan pil koplo. Ini menunjukkan juga bahwa jenis napza tersebut juga beredar di wilayah NAD dan dapat diakses oleh remaja tersebut.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
31
Situasi yang juga sangat mengkhawatirkan adalah bahwa sebagian besar remaja yang pernah memakai Napza, telah melakukannya ketika mereka masih tergolong anak-anak. Dari pelajar yang pernah memakai Napza, sekitar hampir setengah Remaja melakukannya pertama kali ketika mereka masih duduk di bangku SLTP. Jadi program pencegahan HIV dan penyuluhan tentang bahaya narkoba mestinya sudah dimulai pada remaja di tingkat SLTP.
Gambar 4.9 Waktu pertama kali pakai Napza pada remaja per Kabupaten-Kota
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
32
Pengaruh Penyuluhan Terhadap Perilaku Berisiko pada Remaja
Seperti telah diuraikan sebelumnya, bahwa perilaku sebagian Remaja sudah mempunyai perilaku berisiko, terutama perilaku seks. Salah satu upaya pengurangan perilaku berisiko pada kelompok remaja adalah dengan melakukan penyuluhan tentang Kesehatan Reproduksi, termasuk IMS dan HIV serta Cara Menghindari Napza. Data SSP menunjukkan bahwa penyuluhan HIV ternyata cukup berdampak positif bagi pengurangan perilaku berisiko terutama untuk menghindari hubungan seks berisiko.
Gambar 4.10 Remaja yang Berperilaku Seks Berisiko menurut Mendapat Penyuluhan HIV
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
33
Bab 5 Wanita Penjaja Seks
Seorang WPS sedang diwawancara oleh petugas SSP Prov NAD 2008
Untuk mengindikasikan apakah risiko penularan seksual ada di suatu wilayah, yaitu dengan mengetahui keberadaan orang-orang yang menjajakan jasa seks. Walaupun jumlah Wanita Penjaja Seks di Propinsi NAD relatif lebih sedikit dibandingkan wilayah lain di Indonesia. Selain keberadaan WPS yang tersembunyi, walaupun tidak banyak jumlahnya, dapat mempersulit programprogram penanggulangan IMS dan HIV yang dilakukan oleh petugas Kesehatan setempat.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
34
Lama Jualan Seks
Gambar 5.1 Persentase Lama Jualan Seks pada WPS per Kabupaten - Kota
Waktu atau periode lamanya berjualan seks pada Wanita Penjaja Seks dapat menunjukkan akumulatif risiko untuk tertular IMS dan HIV. Hasil Survei mengindikasikan cukup banyak WPS di wilayah NAD yang telah menjajakan jasa seks lebih dari dua tahun, kecuali WPS di Aceh Barat terbilang relatif lebih baru, separuhnya menjasakan seks pada periode kurang dari dua tahun.
Persentase yang jualan lebih dari dua tahun pada umumnya jauh lebih kecil. Tidak cukup banyak WPS yang bekerja lebih dari tiga tahun. Setiap periode selalu ada wanita-wanita baru yang masuk ke dalam industri seks. Pada umumnya masih berusia muda, banyak kliennya, serta tingkat pengetahuan yang sangat rendah tentang menghindari IMS dan HIV, terutama dalam penggunaan kondom serta berobat IMS ke petugas Kesehatan. Program diharapkan lebih fokus pada WPS baru agar lebih sadar untuk menghindari penularan dengan selalu menggunakan kondom pada setiap transaksi seks.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
35
Pernah Jual Seks di Kota lain Gambar 5.2 Persentase WPS yang pernah jual di tempat lain per Kabupaten - Kota
Perilaku mobilitas kelompok berisiko mengindikasikan penularan HIV tidak terbatas pada wilayah tersebut. Hasil survei menunjukkan cukup banyak WPS yang juga menjual seks di kota lain. Secara kesluruhan ada lebih dari separuhnya pernah menjual seks di kota lain. Bila dilihat per kota, WPS yang pada saat survei menjajakan seks di wilayah Aceh Barat dan Kota Lhoksumawe, menunjukkan persentase WPS terbanyak yang pernah menjual seks di kotakota lain.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
36
Jumlah Pelanggan Seminggu Terakhir Gambar 5.3 Jumlah Klien WPS seminggu terakhir per Kabupaten - Kota
Jumlah klien atau pelanggan seks merupakan indikasi tingkat risiko penularan. Semakin banyak kliennya, semakin berisiko WPS untuk tertular IMS atau HIV. Pada umumnya jumlah pelanggan sangat bervariasi.
Hasil Survei menunjukkan secara rata-rata 6-7 klien per minggu. Khususnya WPS di kota Banda Aceh, secara rata-rata lebih tinggi dibandingkan jumlah klien rata-rata di kota-kabupaten lainnya, tetapi variasi jumlah klien WPS di Aceh Barat. Jumlah klien, baik secara rata-rata atau variasi jumlah klien per minggu, yang rendah pada WPS di Aceh Taminang dan kota Lhoksumawe.
Fenomena ini juga mengindikasikan bahwa industri layanan seks di wilayah NAD dapat bertahan secara komersial, sehingga tidak perlu disangkal keberadaannya. Yang perlu dilakukan agar jumlahnya tidak semakin meningkat serta program kesehatan perlu menjangkau WPS agar risiko penularan IMS dan HIV lebih terbatas. Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
37
Asal pelanggan
Gambar 5.4 Asal Pelanggan WPS per Kabupaten - Kota
Ternyata sebagian besar pelanggan WPS adalah penduduk lokal atau penduduk setempat. Mungkin sarana transportasi yang masih sangat terbatas di wilayah NAD, karena jenis pelanggan WPS di wilayah lain, penduduk pendatang sementara juga cukup banyak. WPS di kota banda Aceh melaporkan lebih banyak pelanggannya adalah pendatang WNI, mungkin kota Banda Aceh lebih mudah sarana transportasi atau juga menjadi pusat kegiatan sosial ekonomi wilayah NAD.
Dominasi pelanggan WPS adalah penduduk setempat, diharapkan mendorong agar program kesehatan serta promosi menghindari perilaku berisiko, pengobatan IMS yang benar serta promosi kondom perlu juga ditujukan pada kelompok pria yang potensial berisiko di masing-masing wilayah setempat.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
38
Jenis Pekerjaan Pria Pelanggan WPS
Gambar 5.5 Jenis Pekerjaan Pria Pelanggan pada WPS per Kabupaten - Kota
Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar pria pelanggan wanita penjaja seks di tiga kabupaten-kota adalah pegawai swasta. Hanya para WPS di kota Lhoksumawe yang menyatakan sebagian pelanggannya adalah Polisi atau Anggota TNI.
Dengan demikian semakin jelas, jenis kelompok pria yang perlu mendapat penyuluhan atau program pendidikan agar menghindari perilaku berisiko tertular HIV. Kegiatan tersebut bisa dilakukan dengan institusi tempat kelompok pria tersebut bekerja atau dengan kerjasama dengan LSM yang mampu menjangkau kelompok pria tersebut.
Penggunaan Kondom pada Seks Komersial terakhir
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
39
Gambar 5.6 Tingkat Penggunaan Kondom pada hubungan seks terakhir pada WPS per Kabupaten - Kota
Penggunaan kondom yang sangat rendah menyebabkan penularan HIV terus berlangsung. Padahal penggunaan kondom yang benar dapat menurunkan risiko penularan IMS dan HIV pada kegiatan seks berisiko, seperti membeli atau menjual seks.
Indikator penggunaan kondom pada saat terakhir melakukan hubungan seks komersial merupakan indikator yang mengindikasikan bahwa penggunaan kondom sudah dikenal dan dipraktekkan. Hanya sayangnya indikator tersebut tidak mampau menggambarkan besar penurunan risiko penularan, yang dapat akibat dampak penggunaan kondom pada setiap hubungan seks berisiko. WPS di kota Banda Aceh dan kabupaten Aceh Tamiang sudah lebih dari 30% mempraktekkan pemakaian kondom. Fenomena ini mendorong agar upaya promosi kondom perlu ditingkatkan pada seks komersial, baik pada penjaja seks atau pelanggannya.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
40
Penggunaan Kondom Secara Konsisten pada Seks Komersial Gambar 5.7 Tingkat Penggunaan Kondom yang Konsisten pada WPS per Kabupaten - Kota
Penggunaan kondom yang konsisten pada setiap hubungan seks berisiko, diharapkan berdampak pada penurunan risiko penularan IMS dan HIV secara maksimal.
Sudah diperkirakan penggunaan kondom secara konsisten masih sangat rendah. Kecil sekali persentase penjaja seks yang mengaku selalu menggunakan kondom pada saat hubungan seks dengan kliennya pada saat minggu terakhir.
Mengingat pemakaian kondom yang konsisten pada seks komersial merupakan cara untuk mencegah penularan IMS dan HIV, maka promosi kondom serta menjamin ketersediaan kondom perlu diupayakan lebih serius.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
41
Alasan Tidak Pakai Kondom secara Konsisten
Gambar 5.8 Alasan Tidak Pakai Kondom Secara Konsisten pada WPS per Kabupaten - Kota
Kondom yang tersedia murah dan mudah adalah kondom untuk para pria. Faktor penggunaan kondom pada umumnya sangat tergantung pada niat dan komitmen kaum pria untukmenghindari dirinya agar terhindar dari risiko penularan IMS dan HIV.
Hasil survei perilaku pada WPS dan pria pelanggan di berbagai wilayah di Indonesia, pada umumnya keengganan kaum pria untuk pakai kondom sebagai penyebab utama rendahnya penggunaan kondom.
Hasil Survei pada WPS di wilayah NAD juga mempunyai kecenderungan hal yang sama, sebagian besar kaum pria pelanggan WPS tidak mau pakai kondom. Kenyataan ini mendorong agar penyuluhan kepada kaum pria agar mempunyai komitmen untuk melindungi dirinya sendiri (bukan WPS) serta
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
42
keluarganya dengan menggunakan kondom pada saat melakukan kegiatan seks berisiko, seperti membeli jasa seks pada WPS.
Pasangan Tetap
Gambar 5.9 Jumlah Pasangan Seks Tetap pada WPS per Kabupaten - Kota
WPS selain melakukan hubungan seks dengan banyak pria yang dikenal sebagai pelanggan, pada umumnya WPS juga mempunyai pria khusus yang dianggap suami atau pacarnya. Hasil Survei menunjukkan jumlah pria yang diakunya sebagai pacar ternyata cukup banyak dan bervariasi jumlahnya, walaupun secara rata-rata, jumlahnya terbatas di bawah lima pria. Pacar tersebut bisanya diklasifikasi sebagai pria yang berhubungan seks tanpa transaksi uang, tetapi seringkali tercampur dengan pria yang tidak memberikan uang sebagai pengganti jasa seks, tetapi bisa berupa barang, hadiah lainya, maupun perlindungan keamanan.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
43
Asal Pacar atau Pasangan Tetap
Gambar 5.10 Asal Pacar Atau Pasangan Tetap pada WPS per Kabupaten - Kota
Hasil Survei menunjukkan sebagai besar pria yang dianggap pacar atau suami atau pasangan tetap, pada umumnya juga adalah penduduk setempat. Walaupun WPS tidak mendapat keuntungan komersial, tetapi WPS tetap merasa lebih aman dalam menjalankan pekerjaannya sebagai penjaja seks dan juga bisa punya hubungan yang bersifat romantis.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
44
Penggunaan kondom dengan pacar atau Pasangan tetap
Gambar 5.11 Tingkat Penggunaan Kondom Pada Pacarnya WPS per Kabupaten - Kota
Hasil Survei juga menunjukkan bahwa ada kecenderungan yang sama dengan hasil-hasil survei perilaku pada WPS di tempat-tempat lain, bahwa tingkat penggunaan kondom yang sangat rendah tidak hanya pada pria pelanggan tetapi juga pada saat hubungan seks dengan pria yang diaku sebagai pacar atau pasangan tetapnya.
Perlu promosi kondom yang lebih intensif dan detail, agar WPS mendorong setiap pria yang berhubungan seks dengannya, baik pria pelanggan atau pria pacar untuk selalu menggunakan kondom.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
45
Pernah Mengalami Gejala IMS
Gambar 5.12 Pernah Mengalami Gejala IMS pada WPS per Kabupaten - Kota
WPS yang mengalami infeksi menular seksual, sebagian besar tidak bergejala. Bila WPS tersebut mengaku mengalami gejala IMS, maka biasanya sudah lanjut atau berat. Angka ini tidak bisa dipakai indikator prevalensi IMS, tetapi bisa mengindikasikan lebih dari 30% WPS mempunyai IMS.
Upaya pengobatan IMS secara berkala dengan memberikan antibiotik dan sekaligus mempromosikan kondom di beberapa tempat sudah menunjukkan dampaknya yaitu penurunan kejadian IMS pada WPS. Bila IMS menurun, maka risiko penularan HIV diharapkan juga akan turun.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
46
Penggunaan Napza Suntik Gambar 5.13 Persentase Penggunaan Napza Suntik pada WPS per Kabupaten - Kota
Bila ada WPS yang juga menggunakan napza suntik, maka dapat diperkirakan risiko penularan HIV akan semakin cepat meningkat. Hasil Survei menunjukkan bahwa WPS yang berada Kota Banda Aceh dan Kota Lhoksumawe yang pernah menggunakan napza suntik. Sekitar 30 persen WPS di kota Banda Aceh pernah mengaku pakai Napza Suntik. Bila hasil surveilans HIV dilakukan pada WPS tersebut cukup tinggi, maka salah satu alasan adalah ada risiko ganda yang mencemaskan.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
47
Bab 6 Pria Pekerja Migran
Pria Pekerja Migran sedang mengisi Kuesionair
Pada umumnya kaum pria yang dianggap berisiko adalah pria yang berada jauh dari pasangannya serta punya uang, sering disebut sebagai mobile men with money.
Pada Survei ini diduga pekerja konstruksi migran dianggap berisiko karena perilakunya, walaupun tidak banyak kelompok pekerja konstruksi tidak menunjukkan risiko yang tinggi dibandingkan pria dengan jenis pekerjaan lain, seperti pekerja swasta dan anggota TNI.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
48
Pengetahuan Tentang HIV-AIDS Gambar 6.1 Tingkat Pengetahuan Pencegahan HIV pada Pria Pekerja Migran
Tingkat pengetahuan pria yang disuvei sangat rendah. Tidak sampai 20% pria tersebut yang mengetahui konsep ABC (Abstinen, Be faithfull, Condom Use) sebagai perilaku pencegahan penularan HIV, walaupun sebagian besar responden pernah mendengar AIDS.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
49
Sumber Informasi
Gambar 6.2 Sumber Informasi tentang HIV dan AIDS pada Pria Pekerja Migran
Sebagian besar informasi adalah media elektronik seperti TV, dan Radio. Media cetak, seperti Majalah juga dianggap sumber informasi yang penting. Sumber informasi dari kegiatan penyuluhan masih sangat terbatas, baik yang dilakukan petugas kesehatan atau petugas LSM.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
50
Perilaku Seks Pria Pekerja Migran
Gambar 6.3 Perilaku Seks pada Responden Pekerja Migran menurut Kabupaten/Kota
Secara rata-rata tidak sampai 20%, kelompok pria yang disurvei membeli jasa seks setahun terakhir. Walaupun ada indikasi sebagian mempunyai perilaku berisiko, tetapi dibandingkan dengan hasil survei kelompok pria di wilayah lain, lebih dari 40% mengaku membeli seks terakhir.
Hasil survei ini juga menunjukkan bahwa perlu dipilih kelompok pria lain yang dianggap mewakili kelompok berisiko, pada survei mendatang.
Selain itu, hasil survei juga menunjukkan bahwa jumlah pasangan seks secara rata-rata tidak banyak walaupun sangat bervariasi. Hal ini disebabkan jumlah responden yang ditanya adalah yang mengaku pernah membeli seks
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
51
Gambar 6.4 Jumlah Pasangan Seks selama setahun Terakhir pada Pria Responden Pekerja Migran
--
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
52
Bab 7 Situasi HIV-AIDS di Sumatra Utara
Situasi HIV-AIDS di Wilayah Sumatra Utara perlu dilampirkan dalam laporan ini, mengingat bahwa wilayah tersebut adalah wilayah yang secara fisik geografis menyatu dengan wilayah NAD. Hubungan ekonomis kedua wilayah tersebut, mobilitas yang sangat mudah, sehingga kedua wilayah tersebut dapat mempengaruhi satu sama lain, termasuk risiko penularan HIV-AIDS.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
53
Berbeda dengan kegiatan SSP di NAD, Surveilans perilaku di wilayah Sumatra Utara sudah terintegrasi dengan pemeriksaan biologis, yaitu tes HIV dan IMS pada kelompok berisiko.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
54
Tingkat Kejadian HIV dan IMS di Sumatra Utara
Gambar 7.1 Prevalensi HIV dan IMS pada kelompok Berisiko di Wilayah Sumatra Utara, 2007
100.0 HIV
90.0
1 atau lebih IMS
80.0 71.7
Persen (%)
70.0 60.0
55.6
50.0 37.9
40.0 30.0 20.0 10.0
5.3
0.4
0.0 Penasun
1.6
Pria Berisiko Tinggi (Sopir Truk)
6.1
4.4
4.0
0.0 Pria Berisiko Tinggi (Anak Buah Kapal)
Wanita Pekerja Seks Langsung
Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung
Epidemi HIV dan IMS di Sumatra Utara sudah cukup memprihatinkan. Tingkat kejadian HIV atau prevalensi HIV tertinggi pada kelompok pengguna napza suntik, yaitu 55.6%. Hasil yang tidak jauh berbeda dengan wilayahwilayah lain pada kelompok yang sama.
Tingkat kejadian HIV pada wanita penjaja seks pun sudah di atas 5%, yaitu sekitar 6.1% pada Wanita Penjaja Seks Langsung atau yang bekerja di lokalisasi atau jalanan. Sedangkan prevalensi HIV pada WPS tidak langsung sekitar 4%. Hal ini menunjukkan bahwa penularan secara seksual sudah cukup tinggi.
Tingkat penularan pada kelompok pria yang potensial berisiko, dimana yang dipilih adalah kelompok supir truk jarak jauh serta Anak buah Kapal, sudah menunjukkan angka 0.4 persen. Hal tersebut sudah menunjukkan penularan HIV terus berlangsung. Walaupun prevalensi HIV pada anak buah kapal masih rendah, tetapi kejadian IMS cukup tinggi yaitu sekitar 4%. Hal tersebut Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
55
mengindikasikan bahwa kelompok ini mempunyai perilaku seksual berisiko dan di masa mendatang sudah bisa diramalkan prevalensi HIV akan terus meningkat. Kejadian Penularan IMS yang sangat tinggi
Hasil SSP yang terintegrasi dengan pemeriksaan biologis, tes HIV dan pemeriksaan IMS, di wilayah Sumatra Utara mengindikasikan penularan seksual akan terus meningkat karena penggunaan kondom yang masih rendah. Fenomena tersebut didukung masih tingginya kejadian IMS pada Wanita Penjaja Seks Langsung, yaitu prevalensi untuk IMS (gonore atau klamidia) yaitu hampir 72%. Sedangkan prevalensi IMS pada kelompok Wanita Penjaja Seks tidak langsung relatif lebih rendah, tetapi tetap sangat tinggi, yaitu sekitar 38%. Bila tidak upaya pengendalian IMS dan peningkatan penggunaan kondom pada kegiatan seks komersial di Sumatra Utara, maka diperkirakan laju penularan HIV melalui kegiatan seksual komersial potensial terus meningkat.
Hal yang sama juga terjadi pada kelompok penasun, yang lebih dari penasun telah terkena HIV melalui kegiatan penggunaan jarum suntik bersama yang tidak steril, maka penularan akan terus berlanjut melalui kegiatan seksual. Hasil prevalensi IMS pada penasun sekitar 5%, mengindikasikan bahwa sebagian penasun juga mempunyai kegiatan seksual berisiko.
Untuk mengamati lebih detail tingkat penularan IMS pada kelompok berisiko, yaitu prevalensi klamidia, gonore, sifilis, serta IMS apapun pada kelompok berisiko yang disurvei pada tahun 2007 di wilayah Sumatra Utara.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
56
Gambar 7.2 Prevalensi IMS pada kelompok Berisiko di Sumatra Utara, 2007
100.0 Klamidia
90.0
Gonore
Sifilis
1 atau lebih IMS
80.0 71.7
Persen (%)
70.0 60.0
49.4
50.0
42.0 37.9
40.0
30.9 30.0
17.1
20.0 12.9 10.0 0.0
5.3 0.0
2.4
Penasun
5.3
1.2 0.4 0.8 1.6 Pria Berisiko Tinggi (Sopir Truk)
3.7
1.0 2.4
6.8
4.4
Pria Berisiko Tinggi (Anak Buah Kapal)
Wanita Pekerja Seks Langsung
Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung
Penggunaan kondom pada WPS Dengan tingginya prevalensi IMS merupakan indikasi yang sangat kuat, bahwa penggunaan kondom pada kegiatan seks komersial masih belum tinggi yang diharapkan dapat menekan penularan IMS, termasuk HIV.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
57
Gambar 7.3 Tingkat Penggunaan Kondom pada WPS langsung dan Tak Langsung di Sumatra Utara, 2007
100.0 90.0
85.6
WPS Langsung
WPS Tidak Langsung
80.0
Persen (%)
70.0 60.0 50.0
43.0
41.6
40.0
31.4 30.0
24.8
20.0
16.5
15.7 9.3
10.0 0.0 Menggunakan kondom saat Selalu menggunakan Menggunakan kondom saat hubungan seks terakhir kondom pada seks dengan hubungan seks terakhir dengan tamu/pelanggan tamu/pelanggan satu dengan pacar minggu terakhir
Selalu menggunakan kondom pada hubungan seks dengan pacar satu bulan terakhir
Hasil Survei Perilaku menunjukkan indikator penggunaan kondom pada seks terakhir sudah cukup baik pada WPS tidak langsung, tetapi indikator tentang penggunaan kondom yang konsisten masih rendah atau terbatas baik pada seks komersial atau seks yang bersifat non-komersial.
Pada WPS langsung hanya 15.7% yang selalu menggunakan kondom pada minggu terakhir dengan kliennya dan hanya 9.3 % yang selalu pakai kondom dengan pacarnya.
Walaupun pada WPS tak langsung menunjukkan hasil yang relatif lebih tinggi, yaitu hanya 24.8% yang selalu menggunakan kondom dengan kliennya pada seminggu terahir, serta hanya 16.5% yang selalu pakai kondom dengan pacarnya. Jelas bahwa perbedaan penggunaan kondom antara klien dan pacar, selain tingkat penggunaan yang secara keseluruhan masih rendah, perlu pendidikan yang lebih terarah agar penggunaan kondom pada WPS meningkat pada setiap kegiatan seks.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
58
Perilaku Seks & Penggunaan kondom pada Pria Berisiko
Gambar 7.4 Perilaku Pria Berisiko di Sumatra Utara, 2007 100.0 90.0 Sopir Truk
80.0
Anak Buah Kapal
Persen (%)
70.0
57.9
60.0 50.0 40.0
36.2
35.6 30.6
28.1
30.0 20.0
19.8
16.3 18.4 10.1
9.6
10.0
14.7 5.9
0.0 Berhubungan seks Menggunakan dengan WPS satu kodom pada seks tahun terakhir terakhir pada WPS
Selalu menggunakan kondom dengan WPS 3 bulan terakhir
Berhubungan seks dengan pasangan tidak tetap satu tahun terakhir
Menggunakan kodom pada seks terakhir pada pasangan tidak tetap
Selalu menggunakan kondom dengan pasangan tidak tetap satu tahun terakhir
Kelompok Supir Truk dan Anak Buah kapal dipilih untuk sebagai kelompok pria berisiko di Wilayah Sumatra Utara tidaklah salah, karena hasil survei menunjukkan bahwa sekitar 31-36% mengaku berhubungan seks dengan WPS setahun terakhir. Selain itu juga 16.3-18.4% yang mengaku berhubungan seks dengan pasangan seks lain atau tidak tetap.
Bila dikaitkan dengan perilaku penggunaan kondom yang konsisten, hasil survei tidalah menggembirakan. Hanya sekitar 16.3-18.4% pria yang membeli seks tersebut selalu menggunkan kondom selama 3 bulan terakhir, juga sekitar 6-14.7% yang selalu paki kondom dengan pasangan seks tidak tetapnya.
Jelas sekali hasil survei mengungkap adanya perilaku seks yang berisiko, membeli seks dan atau punya pasangan seks lain, serta penggunaan kondom yang masih rendah pada pria dengan jenis pekerjaan supir truk dan Anak buah Kapal di wilayah Sumatra Utara.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
59
Perilaku berisiko pada Penasun
Gambar 7.5 Perilaku Berisiko pada Pengguna Napza di Sumtra Utara, 2007 100.0 90.0
83.6 79.2
77.6
80.0 70.0
Persen (%)
60.0 50.0 40.0 30.0 20.0
15.7
10.0 0.0 Lama menggunakan Napza suntik lebih dari 2 tahun
Berbagi jarum dalam minggu terakhir
Menyuntikkan Heroin dalam satu tahun terakhir
Menyuntikkan Buprenorphine dalam satu tahun terakhir
Sebagian besar kelompok pengguna Napza suntik di wilayah Sumatra Utara terbilang sudah menyuntik lebih dari dua tahun. Jenis Napza yang umumnya disuntikkan, antara lain heroin dan buprenorphine. Kedua jenis Napza disebutkan cukup menarik, karena heroin tergolong jenis NAPZA yang illegal, sedangkan buprenorphine tergolong yang dapat diperoleh secara legal melalui resep dokter.
Yang menggembirakan perilaku berbagi jarum sudah menurun tajam dibandingkan survei dua tahun yang lalu, yaitu hanya 15.7% yang masih berbagi jarum suntik dalam minggu terakhir.
Perilaku berisiko lainnya yang perlu diamati pada kelompok pengguna napza suntik adalah perilaku seks yang potensial dapat menularkan pada pasangan seksnya. Hasil Survei mengungkap bahwa hampir 20% Penasun membeli jasa seks pada WPS dan penggunaan kondom yang rendah, hanya sekitar 12% selalu menggunakan kondom pada saat seks dengan WPS. Separuh lebih PeSurveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
60
nasun sudah terinfeksi HIV dan penularan akan terus berlangsung pada WPS karena seperlima Penasun berhubungan seks dengan WPS tanpa menggunakan kondom. Hanya sekitar 2.4% Penasun yang menjual seks.
Gambar 7.6 Perilaku Seksual Berisiko Pada Penasun di Sumtra Utara, 2009 100.0 90.0 80.0 70.0
Persen (%)
60.0 50.0 40.0 30.0 20.0
19.6 12.2
10.0
7.3
7.6
Selalu mengunkan kondom dengan pasangan tetap satu tahun terakhir
Selalu mengunkan kondom dengan pasangan tidak tetap satu tahun terakhir
2.4 0.0 Melakukan hubungan seks dengan WPS satu tahun terakhir (untuk Penasun pria)
Menjual seks dalam tahun terakhir
Selalu mengunkan kondom dengan WPS satu tahun terakhir
Tidak banyak kelompok berisiko lainnya yang menggunakan Napza suntik, Perilaku pakai napza suntik tertinggi hanya pada WPS Langsung, yaitu 4.8%. Walaupun angkanya relatif kecil, tetapi risiko penularan HIV semakin tinggi dan juga menularkan pada pria kliennya.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
61
Gambar 7.7 Perilaku penggunaan Napza pada Kelompok Berisiko 100.0 90.0 Menggunakan Napza 3 bulan terakhir
80.0
Menggunakan Napza suntik satu tahun terakhir
70.0
Persen (%)
60.0 50.0 40.0 30.0
17.7
20.0 10.0
11.6
8.9 4.0
0.4
0.0 Pria Berisiko Tinggi (Sopir Truk)
10.4
4.8 0.4
0.0 Pria Berisiko Tinggi (Anak Buah Kapal)
WPS Langsung
WPS Tidak Langsung
0.4 Lelaki yang Suka Lelaki
Perilaku berisiko pada Kelompok Gay
Gambar 7.8 Perilaku Berisiko Kelompok Gay di Sumatra Utara, 2007 100.0
92.0 90.0
87.2
80.0 70.0
Persen (%)
60.0 50.0 40.0 30.0 20.0
19.2
22.4
10.0 0.0 Melakukan seks anal reseptif Selalu menggunakan kondom Melakukan hubungan seks Selalu menggunakan kondom satu bulan terakhir dalam hubungan seks anal anal insertif satu bulan terakhir dalam seks anal insertif satu reseptif satu bulan terakhir bulan terakhir
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
62
Survei pada kelompok gay di wilayah Sumatra hanya memfokuskan pada perilaku berisiko saja, tidak ada pemeriksaan tes HIV atau IMS.
Hasil SSP pada kelompok gay di wilayah Sumatra Utara, menunjukkan ada perilaku berisiko yaitu sebagian besar (87-92%) melakukan seks anal baik insertif maupun reseptif. Selain itu tingkat penggunaan kondom yang masih sangat rendah, yaitu 19.2% pada seks reseptif dan 22.4% pada seks insertif.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa ada perilaku berisiko pada kelompok gay, yang selama ini belum banyak terjangkau oleh program perubahan perilaku dan pelayanan kesehatan lainnya agar penularan HIV diharapkan tidak meluas seperti pada kelompok lainnya.
Asal dari NAD pada Kelompok Berisiko di Sumut
Gambar 7.9 Persentase Kelompok Berisiko di Sumatra Utara yang berasal dari NAD
10.0 9.0
7.6
8.0 7.0
Persen (%)
6.0
4.8
5.0 4.0 3.0 2.0
1.2 1.0
0.4
0.0 Pria Berisiko Tinggi (Sopir Truk)
Pria Berisiko Tinggi (Anak Buah Kapal)
Wanita Pekerja Seks Langsung
Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung
Mobilitas kelompok berisiko dapat menggambarkan dinamika penularan HIV di suatu wilayah. Hasil Survei di wilayah Sumatra Utara menggambarkan ada Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
63
sebagian kelompok berisiko merupakan penduduk yang berasal dari wilayah NAD. Sekitar 7.6% Anak Buah Kapal yang disurvei di Sumut berasal dari NAD. Selain itu ada 4.8% WPS langsung dab 1.2% WPS tak langsung yang mengaku dari NAD, artinya akan kembali ke NAD bila tidak menjadi WPS lagi.
Informasi hasi Survei yang tidak lengkap menggambarkan mobilitas kelompok berisiko, tetapi dapat mengindikasikan bahwa ada mobilitas kelompok berisiko dari wilayah NAD ke wilayah Indonesia lainnya, terutama Sumatra Utara yang tingkat epidemi HIV-AIDS sudah sangat mengkhawatirkan.
Konsekuensinya, walaupun tingkat perilaku berisiko terhadap penularan HIV masih sangat terbatas, tetapi sangat berpotensi untuk meningkat. Hal tersebut disebabkan, selain adanya perilaku berisiko, juga adanya mobilitas penduduk ke wilayah-wilayah epidemi HIV-AIDS yang sudah tinggi.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
64
Bab 8 Kesimpulan dan Saran
Perlu Langkah yang strategik untuk menekan laju penularan HIV
Kesimpulan
Potensi penularan HIV dan AIDS di wilayah NAD ada, walaupun pada saat sekarang risiko penularan masih rendah dan terbatas. Keberadaan risiko penularan yang terbatas tersebut merupakan kesempatan emas dalam menghindari wilayah NAD agar tidak mengalami masalah epidemi HIV-AIDS seperti di propinsi lainnya. Bila potensi risiko ini diabaikan, maka bila sudah terlihat risiko penularan, maka biasanya sudah terlambat dan akan menyulitkan upaya penanggulangan tingkat penularan yang sudah terjadi dan berkembang terus. Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
65
Saran Untuk Menekan Potensi Penularan HIV di NAD
Keberadaan kelompok berisiko di wilayah NAD, seperti Wanita Penjaja Seks dan kliennya, merupakan indikasi yang kuat bahwa wilayah NAD dapat berpotensi untuk mengalami epidemi HIV-AIDS bila tidak mulai sekarang dilakukan upaya-upaya pencegahan yang terstruktur dan terfokus pada kelompok berisiko.
Selain itu, secara geografis, Wilayah NAD terletak didaerah yang pertumbuhan epidemi HIV-AIDS yang pesat, yaitu wilayah Sumatra Utara yang berbatasan langsung serta wilayah Kepulauan Riau. Hasil Analisis Survei perilaku dan Biologis dan wilayah Sumatra Utara, mengindikasikan adanya potensial keterkaitan antara wilayah NAD dan Sumatra Utara.
Pertumbuhan ekonomi akan mendorong mobilitas penduduk, termasuk mobilitas penduduk yang mempunyai perilaku berisiko. Bila ancaman geografis ini diabaikan maka potensi penularan pada penduduk NAD akan semakin terbuka dan sulit ditanggulangi. Upaya penanggulangan di wilayah NAD perlu memperhatikan adanya peluang secara geografis akibat mobilisasi penduduk.
Potensi generasi muda untuk masuk ke dalam perilaku berisiko, antara menggunakan Napza atau melakukan hubungan seks berisiko perlu diwaspadai. Hanya dengan pendidikan yang bersifat bersahabat dengan gejolak usia remaja dan bukan bersifat mendikte akan menyadarkan bahaya perilaku berisiko. Perlu ketrampilan yang nyata dalam menolak atau menghindari dorongan perilaku berisiko, baik mencoba Napza atau melakukan kegiatan seksual yang dapat berisiko.
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
66
Daftar Singkatan
A
ABK AIDS B
C
HIV IMS KIE LSL NAD ODHA
P2ML Penasun PNS PPS SIBH SMU SMK SSP TKBM VCT WPS
Abstinensia (Tidak berhubungan seks) Anak Buah Kapal Acquired Immuno Deficiency Syndrome Be Faithfull (Saling Setia) Condom (Kondom) Human Immuno-deficiency Virus Infeksi Menular Seksual Komunikasi Informasi dan Edukasi Lelaki Suka Lelaki Nanggroe Aceh Darussalam Orang dengan HIV-AIDS Pemberantasan Penyakit Menular Langsung Pengguna Narkoba Suntik Pegawai Negeri Sipil Pria Pekerja Seks Self Identified Bisexual-Homosexual Sekolah Menengah Umum Sekolah Menengah Kejuruan Survei Surveilans Perilaku Tenaga Kerja Bongkar Muat Voluntary Conselling and Testing Wanita Penjaja Seks
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
67
Tabel Indikator Kunci Indikator
Pria
WPS
Remaja
% Pernah mendengar HIV-AIDS
72.3
86.1
99
% yang mengetahui pencegahan penularan
24.4
54.3
51.4
HIV dengan menggunakan kondom % Yang Pernah berhubungan dengan WPS
15.6
0.4
dalam setahun terakhir % Yang Mempunyai Pasangan Seks lebih dari
2.1
satu pasangan seks setahun terakhir Rata-rata Jumlah Pelangan Seks selama satu
5
minggu terakhir % Yang pakai kondom pada seks komersial
37.2
28.7
3.6
5.1
6.8
2.3
0.4
7.2
0.2
% yang Pernah mengalami Gejala IMS Setahun 2.5
35
terakhir % yang Selalu pakai Kondom Pada Kegiatan Seks Komersial % Yang pernah pakai napza Suntik
Terakhir % yang berobat Ke Petugas Kesehatan ketika
36.8
15.2
mengalami gejala IMS
Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV Wilayah NAD 2008
68