LAPORAN PENELITIAN
SURVEI PERILAKU BERISIKO DAN PERILAKU PENCEGAHAN TERTULAR HIV DI LAPAS KEROBOKAN, DENPASAR, BALI
Tim Peneliti: Tim Peneliti: Dr. Anak Agung Gede Hartawan (Pokja Lapas KPA Provinsi Bali) Dr. Anak Agung Sagung Sawitri (Fakultas Kedokteran Universitas Udayana) Dr. Ni Wayan Septarini (PS Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana)
Didukung oleh: KOMISI PENANGGULANGAN AIDS NASIONAL 2009
KATA PENGANTAR HIV dan AIDS di Provinsi Bali selalui menempati peringkat ke dua hingga ke 5 di Indonesia. Pola penularan HIV yang dominan adalah melalui dua cara yaitu melalui penggunaan narkotika suntik serta hubungan seksual berisiko. Lembaga Pemasyarakatan diperkirakan merupakan salah satu populasi yang rawan terhadap penularan HIV termasuk dalam hal ini adalah Lapas Kerobokan sebagai Lapas terbesar di Bali. Saat ini belum ada data pasti tentang situasi perilaku berisiko di Lapas Kerobokan maupun Lapas lain di Indonesia. Dengan adanya studi perilaku berisiko tertular HIV di Lapas Kerobokan, diharapkan dapat diketahui dengan pasti besaran masalah serta karakteristik perilaku berisiko tertular HIV. Diharapkan agar data tersebut dapat digunakan untuk kepentingan perencanaan program penanggulangan HIV di Lapas Kerobokan di masa mendatang. Lebih jauh, diharapkan data ini dapat digunakan oleh pihak-pihak lain di luar Lapas Kerobokan yang mungkin membutuhkannya. Penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan berbagai pihak. Untuk itu, tim peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada: 1. KPA Nasional atas dukungan dana penelitian 2. Made Setiawan, Ph.D; Prof. DN. Wirawan; Prof. Budi Utomo; dr. Suriadi Gunawan; Endang Sedyaningsih; Abby Rudick; serta Suzzanne Blogg atas bantuan konsultasinya dalam pengembangan proposal, pelaksanaan penelitian serta penulisan laporan 3. Kepala Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Bali beserta jajarannya serta Kepala Lapas Kerobokan atas perkenan untuk melakukan studi di Lapas Kerobokan; memberikan data dasar, serta masukan-masukannya dalam penulisan laporan. 4. Staf Klinik LP serta tamping Klinik LP yang telah membantu dalam proses wawancara serta memberikan informasi kunci terkait situasi Lapas Kerobokan. 5. Pewawancara yang telah melakukan tugas wawancara dengan sabar. 6. Warga binaan yang telah bersedia menjadi responden dan memberikan informasi yang berharga dalam penelitian ini 7. Serta berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu Besar harapan kami agar hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan para pemegang kebijakan untuk kepentingan masyarakat luas. Akhir kata, tiada gading yang tak retak. Untuk itu, kami sangat mengharapkan masukan dan kritik yang konstruktif guna penyempurnaan laporan ini dan mohon maaf jika ada kesalahankesalahan yang tidak kami sengaja dalam pelaksanaan penelitian ini.
Tim Peneliti
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………………………….
i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………………………..
iii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………………………………….
iv
DAFTAR GRAFIK ………………………………………………………………………………………………
v
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………………………………………
vi
ABSTRAK …………………………………………………………………………………………………………
vii
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………………
1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………………………
1
1.2 Tujuan Penelitian ………………………………………………………………………….
4
1.2.1 Tujuan umum …………………………………………………………………………….
4
1.2.2 Tujuan khusus .……………………………………………………..………..............
4
1.2.3 Justifikasi dan Implikasi Kebijakan ………………………….....................
5
BAB 2 PENJELASAN TEORETIK PERTANYAAN PENELITIAN ATAU HIPOTESIS .……
6
2.1 Tinjauan Teoretik ………………………………………………………………………….
6
2.2 Tinjauan Hasil-hasil Penelitian Sebelumnya .....................................
7
BAB III METODE PENELITIAN …………………………………………………………………………..
11
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………………………………
11
3.2 Desain …………………………………………………………………………………………..
11
3.3 Populasi dan Sampel …………………………………………………………………….
11
3.4 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ……………....................
12
3.5 Alat dan Cara Pengumpulan Data …………………………………………………
14
3.6 Analisis Data …………………………………………………………………………………
15
3.7 Aspek Kerahasiaan ………………………………………………………………………..
16
3.8 Ethical Clearance ………………………………………………………………………….
16
BAB IV. HASIL PENELITIAN ………………………………………………………………………………
17
4.1 Karakteristik Responden ……………………………………………………………….
17
4.2 Kegiatan Pembinaan …………………………………………………………………….
19
4.3 Pengetahuan Responden .................................................................
19
4.4 Perilaku Berisiko dan Perilaku Pencegahan Tertular HIV .................
21
4.4.1 Perilaku Pemakaian Narkotika dan Narkotika Suntik ….……….
22
Pemakaian Narkotika .............................................................
22
iii
Pemakaian Narkotika Suntik ..................................................
24
4.4.2 Perilaku Berhubungan Seks Berisiko ……………………………………
28
4.4.3 Tekanan teman Sesama Warga Binaan dalam Berperilaku Berisiko ………………….…………………...........................................
30
4.4.4 Membuat Tattoo, Memasang Aksesoris, serta Berbagi Alat Cukur ......................................................................................
30
4.4 Kontribusi Program Penanggulangan HIV di LP Kerobokan .............
31
4.5 Perbandingan dengan Hasil Angket .................................................
34
BAB 5. PEMBAHASAN .........................................................................................
37
5.1 Perilaku Menyuntikkan Narkotika ....................................................
37
Besaran Masalah .............................................................................
37
Kemungkinan Penularan HIV di Lapas Kerobokan melalui Penasun
39
Kontribusi Program Penanggulangan HIV .......................................
40
Catatan Penting Dalam Perilaku Berisiko Tertular HIV Melalui Jarum Suntik ....................................................................................
42
5.2 Perilaku Berhubungan Seks Berisiko ................................................
44
5.3 Perilaku Berbagi Alat Cukur, Membuat Tattoo Serta Aksesoris .......
46
5.4 Proses Sampling dan Pengumpulan Data .........................................
47
5.5 Kelemahan Studi ..............................................................................
48
BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...........................................................
50
6.1 Kesimpulan .......................................................................................
50
6.2 Rekomendasi ....................................................................................
51
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................
52
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................................
54
iv
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ……………….......................
13
Tabel 4.1 Karakteristik Responden di Lapas Kerobokan, 1 Juni-30 November 2009 ……………………………………………………...........................................
18
Tabel 4.2 Kegiatan Pembinaan yang Diikuti Responden .…………….....................
19
Tabel 4.3 Deskripsi Jawaban Benar Responden ….…………………….......................
20
Tabel 4.4 Jenis dan Cara Pemakaian Narkotika di Lapas Kerobokan ………..........
24
Tabel 4.5 Karakteristik Perilaku Menyuntikkan Narkotika di Lapas ...................
26
Tabel 4.6 Perilaku Penggunaan Narkotika dan Berhubungan Seks di Lapas yang Dilakukan oleh Teman Warga Binaan .................................…...
29
Tabel 4.7 Hambatan-hambatan Berperilaku Aman Selama di Lapas ..…………....
33
Tabel 4.8 Perbandingan Hasil Survei Melalui Metode Wawancara dan Angket
34
Tabel 4.9 Perbandingan Karakteristik Responden Melalui Metode Wawancara dan Angket ………………………………………….............................................
35
Tabel 4.13 Hasil Survei Melalui Metode Angket ………………………….....................
36
v
DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Kerangka Konsep ..................................................................
10
Grafik 4.1 Sumber Informasi HIV ..............................................................
21
Grafik 4.2 Prevalensi Berisiko Tertular HIV di Lapas Kerobokan ...............
22
Grafik 4.3 Distribusi Prevalensi Pemakai Narkotika dan Pemakai Narkotika Suntik Berdasarkan Blok ..........................................
25
Grafik 4.4 Jenis Narkotika, Sumber dan Akses Jarum ...............................
27
Grafik 4.5 Perilaku Membuat Tattoo dan Aksesoris di Lapas Kerobokan .
31
Grafik 4.6 Cakupan Program Penyuluhan di Lapas Kerobokan .................
32
vi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian …………………………….……………………………………….
54
Lampiran 2 Rekapitulasi Jumlah Populasi dan Distribusi Sampel Per Juni 2009 …
68
Lampiran 3 Rekapitulasi Jumlah Populasi dan Distribusi Sampel Per November 2009 ……………………………….……………………………………………………………..
69
Lampiran 4 Hasil Penelitian ……………………………………....……………………………………..
70
Lampiran 5 Bagan Penelusuran Penasun Berdasarkan Jenis Kasus Tangkapan, Riwayat Dipenjara, Mengikuti Pembinaan serta Blok ……………………..
72
vii
ABSTRACT Background. Bali Province always rank the second to fifth in term of HIV and AIDS cases in Indonesia. HIV epidemic in this province is mainly driven through sexual and blood transmission. Prison Kerobokan-the biggest prison in Bali-is estimated as one place with high transmission of HIV due to the existence of risk behavior among the prisoners. The study tried to measure the size and characteristics of the risk behavior. Method. A cross sectional survey was applied since June to December 2009 in Kerobokan prison. The study was involving 230 respondents among 608 prisoners who were chosen by systematic random sampling from 14 blocks. Structured interviewed was conducted by independent trained interviewers in separate rooms in the prison health clinic. Main variables in the questionnaires include demographic characteristics, specific characteristics, and risk behaviors including injecting drugs; having sex; tattoing, piercing; and sharing shaving tool. Data analysis was conducted descriptively in to univariate and bivariate analysis. Result. Respondents were mainly on productive age, male, non Balineese, and having high school education. Respondents were narcotics (52.2%) and non narcotic (47.8%) cases, with 1-72 months length of in prison, and 3-342 months length of adjudg. About 69% respondents had low awareness on HIV. The risk behavior exist was injecting drug use (7.4%), having sex (3%), tattoing (17.8%), piercing (7.3%) and sharing shaving tool (11.3%). Only 0.08% IDUs who started injecting while in prison. IDUs were distributed in 7 (53.8%) blocks in which more than 10 (58.8%) IDUs tend to consentrate in 1 block. IDUs injected 0-3 times per day, around 50% sharing needles on the last week and last injection with 1-10 friends. However, mostly (93.8%) had cleaned the needle, either with bleach (93.3%; 66.7%) or water (80.0%; 22.2%) in the last week and last injection. Accessing bleaching and needles were considered as an obtacles by all IDUs. Regarding sex, only 1 among 7 respondents admitted to have vaginal sex in the last week. Among 7 respondents, half were not used condom, but they denied the difficulty in condom access. None of IDUs were having sex. Tattoing were more popular than piercing (36.9% vs. 7.4%), mostly done by certain friend (97.6% vs. 82.4%), mostly said not sharing needles (85.4% vs.52.5%). HIV prevention program had reach proportion of 46% for promotion, 76.5% for methadone program, 57.0%-82.4% for VCT program among respondents. All methadone substation users were still injecting drug. Recommendation. The existence of HIV risk behaviors and the obstacles to undergo safe behavior in Kerobokan prison need to be addressed in several ways. Deep exploration on needle and bleaching distribution strategy, continuos, wide and systematic health promotion, evaluation and development strategy for methadone treatment were alternatives to be considered.
viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Tahun 2006 diperkirakan terdapat sebanyak 170.000 – 220.000 orang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Indonesia (Depkes RI, 2007). Sementara sejak tahun 1987 sampai dengan Desember 2008, jumlah kumulatif kasus infeksi HIV dan AIDS yang dilaporkan mencapai 16.110 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 3372 kasus (Ditjen PPM & PL Depkes RI, 2008). Pola epidemi HIV dan AIDS di beberapa provinsi di Indonesia tidaklah sama. Hingga saat ini terdapat 9 provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi HIV melebihi rata-rata prevalensi nasional sebesar 7,72 per 100.000 penduduk, dengan urutan 5 terbesar adalah Papua, DKI Jakarta, Bali, Riau dan Kalimantan Barat (Ditjen PPM & PL Depkes RI, 2008). Pola penularan HIV yang dominan sampai saat ini adalah melalui penggunaan jarum suntik dan hubungan seksual berisiko. Di Provinsi Bali, prevalensi HIV saat ini diperkirakan sebesar 33,75/100.000 kasus (Ditjen PPM & PL Depkes RI, 2008). Data kumulatif kasus HIV dan AIDS yang dilaporkan sejak 1987 hingga Desember 2008 menunjukkan terdapat sebanyak 2510 orang yang telah terinfeksi, dimana sebanyak 236 dilaporkan meninggal dunia (Dinkes Provinsi Bali, 2008). Pola penularan HIV di Bali secara umum juga didominasi melalui penggunaan narkotika dengan jarum suntik serta hubungan seksual berisiko. Warga binaan dari suatu lembaga pemasyarakatan (LP) merupakan salah satu populasi yang rawan terhadap penularan HIV ((Ditjen PPM & PL Depkes RI, 2008). Menurut estimasi KPA Provinsi Bali (2006), diperkirakan terdapat sebanyak 50 orang yang terinfeksi HIV di LP di Bali atau merupakan 1,2% dari total estimasi orang yang terinfeksi HIV pada tahun tersebut. LP Kerobokan adalah LP yang terbesar di Bali dan sampai saat ini diketahui merupakan salah satu penyumbang kasus HIV di Bali. Kegiatan sero survai telah dilakukan pada warga binaan di LP ini secara berkesinambungan sejak tahun 2000 hingga tahun 2008 oleh Dinkes Provinsi Bali. Kegiatan pengamatan tersebut menunjukkan hasil berturut-turut: 18,7% (2000), 9,63% (2001), 10,2% (2002), 10,7% (2003), 6,3% (2004), 4,5% (2005), 3,4% (2006), 6% (2007), serta
1
7% (2008). Data tersebut menunjukkan kecenderungan penurunan prevalensi HIV sampai tahun 2006 dan kemudian meningkat lagi di tahun berikutnya. Sebagian besar warga binaan yang telah diketahui HIV+ di klinik LP dan terpilih sebagai sampel dalam sero survei merupakan pemakai narkotika suntik (penasun), sedangkan sebagian yang positif lainnya belum diketahui faktor risikonya. Dibandingkan dengan hasil sero survei di beberapa LP lainnya di Bali, kejadian HIV+ di LP Kerobokan relatif lebih tinggi. LP Kabupaten Buleleng menunjukkan prevalensi HIV pada tahun 2004 - 2008 berkisar antara 0%-5,13%, sementara di LP Kabupaten Klungkung 0– 4,17%, dan di Kabupaten Bangli 0–8,7%. Di LP Gianyar, Tabanan, dan Karangasem menunjukkan prevalensi HIV+ di LP berkisar 0-4% (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 20042008). Per 27 Februari 2008, proporsi warga binaan yang terkait kasus narkotika di LP Kerobokan tercatat hampir separuh (416 orang; 49,94%) dari total kasus lainnya, sementara proporsi kasus narkotika suntik diperkirakan sekitar 69 orang (16,6%) dari total kasus narkotika. Angka tersebut bisa saja lebih rendah karena diperoleh melalui informasi warga binaan, sementara pencatatan formal memang tidak dilakukan. Demikian pula jika dibandingkan dengan hasil survei cepat (Sumantera dkk., 2001), bahwa tahun 2001 terdapat total 287 warga binaan, dengan jumlah kasus narkotika sebesar 97 orang (37,8%) dan jumlah pemakai narkotika suntik sebanyak 40 orang (41,2%). Jumlah warga binaan yang terkait kasus narkotika suntik amat penting, karena tingginya warga binaan yang terkait kasus narkotika suntik juga merupakan ancaman terjadinya perilaku pertukaran jarum suntik di LP. Hasil studi cepat (rapid assessment and response) situasi pemakaian narkoba suntik di Denpasar dan sekitarnya (Sumantera dkk, 2001) menunjukkan bahwa responden warga binaan di LP Kerobokan memiliki perilaku berisiko tertular HIV terkait dengan jarum suntik, antara lain menyuntik dengan alat yang digunakan oleh orang lain, menyuntik dengan jarum yang telah dipakai oleh orang lain ataupun pasangan seksual, mengambil cairan dari sendok yang telah dipakai penasun lain, serta memakai air atau cairan pemutih bekas penasun lain. Selain itu, merujuk studi yang sama, separuh responden di LP mengaku melakukan aktivitas seksual setidaknya seminggu sekali dalam 6 bulan terakhir dan sepertiga responden mengaku memiliki pasangan seks lebih dari dua.
2
Tingginya kejadian HIV+ di LP Kerobokan serta adanya perilaku-perilaku yang berisiko terinfeksi HIV di kalangan warga binaan LP Kerobokan, mendorong munculnya upaya-upaya penanggulangan HIV dan AIDS oleh berbagai pihak yang terkait. Upaya-upaya yang dimulai pada tahun 2001 berupa penyediaan cairan pemutih dilanjutkan dengan berbagai kegiatan lain seperti penyebarluasan informasi tentang HIV dan AIDS dan aspek lainnya, harm reduction, VCT, serta layanan methadon Kegiatan testing sukarela dan rahasia atau voluntary counseling and testing (VCT) di LP telah dimulai sejak Februari 2004. Layanan tersebut dilakukan di klinik LP yang memiliki 2 dokter dan dibantu 2 orang konselor VCT. Jumlah warga binaan LP yang menggunakan layanan VCT semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sementara temuan kasus HIV+ dari klinik LP berturut-turut: 44% (2004); 16,4% (2005); 11,1% (2006); 11,4% (2007); serta 10,42% (2008). Jika dikaji, ternyata rasio jumlah kasus HIV+ melalui penularan seksual dan jarum suntik adalah: 0:12 (2004); 0:10 (2005); 1:5 (2006); 3:6 (2007); dan 4:6 (2008). Kedua data tersebut menunjukkan proporsi kasus HIV+ relatif stabil dalam 3 tahun terakhir dan dijumpai pola penurunan jumlah penderita HIV+ dari kelompok penasun sementara jumlah penderita HIV+ melalui penularan seksual meningkat. Program harm reduction di LP telah dimulai sejak 2001 melalui kegiatan penyediaan cairan pemutih, sedangkan layanan methadon dimulai Agustus 2005 dengan jumlah kumulatif klien sampai akhir Pebruari 2008 sebanyak 150 orang dengan jumlah klien aktif 31 orang. Dari total 69 penasun yang tercatat di klinik LP, sebanyak 13 orang (18,8%) mengaku telah berhenti menggunakan heroin, sementara 31 orang (44,9%) aktif di Program Methadon, sehingga sebanyak 25 orang (36,2%) masih merupakan penasun aktif di LP. Beberapa kegiatan lain seperti penyuluhan tentang HIV dan AIDS serta pengadaan kondom di klinik LP telah pula dilakukan. Penyuluhan dilakukan sebanyak 2 kali dalam sebulan dengan peserta sekitar 10 warga binaan setiap kali pertemuan. Selain itu, dilakukan penyuluhan dengan jumlah peserta yang cukup banyak (50-100 orang sekali penyuluhan) sebanyak 3 kali dalam setahun. Dengan kegiatan ini diharapkan semua warga binaan pernah mendapat penyuluhan. Untuk petugas LP dilakukan pelatihan HIV/AIDS yang diberikan selama 3 hari secara bertahap. Sampai saat ini, separuh petugas LP (70 orang) sudah mendapatkan pelatihan.
3
Sementara penyediaan kondom dilakukan dengan cara meletakkan kotak berisi kondom di sekitar areal klinik LP. Setiap hari isi kotak tersebut dilihat dan selalu diisi kondom lagi. Dalam satu bulan rata-rata kondom yang terambil dari kotak sebanyak 200 sachet. Sehingga dalam setahunnya bisa 2400 sachet yang terambil dari kotak kondom. Setelah studi cepat situasi perilaku berisiko oleh Sumantera dkk (2001) sampai saat ini belum pernah dilakukan suatu studi yang terstruktur terhadap perilaku berisiko terinfeksi HIV di LP Kerobokan. Dengan adanya berbagai program penanggulangan HIV di LP Kerobokan, ada kemungkinan situasi perilaku berisiko terinfeksi HIV telah berkembang menjadi perilaku yang kurang ataupun tidak berisiko terinfeksi HIV. Hal ini didukung informasi dari petugas penyuluh HIV di LP bahwa banyak warga binaan penasun dinyatakan telah memanfaatkan cairan pemutih untuk penyucian jarum suntik, berusaha tidak berbagi jarum, serta menggunakan metode selain menyuntik. Sebaliknya, informasi lain menunjukkan masih ada warga binaan penasun yang sering berbagi jarum, ada yang enggan memanfaatkan layanan methadon, ada yang melakukan hubungan seks tanpa kondom dan melakukan anal seks. Selain itu pengamatan petugas LP juga menunjukkan bahwa kegiatan tato serta body piercing di kalangan napi LP juga cukup populer dilakukan walaupun tidak diketahui dengan pasti tingkat sterilitasnya. Dengan situasi tersebut, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana gambaran perilaku berisiko maupun perilaku pencegahan terinfeksi HIV di LP Kerobokan setelah dilaksanakan berbagai program penanggulangan HIV?
1.2 Tujuan Penelitian 1.2.1 Tujuan umum: Untuk mengetahui gambaran perilaku berisiko dan perilaku pencegahan terinfeksi HIV di LP Kerobokan. 1.2.2 Tujuan khusus: 1. Mengetahui jenis-jenis perilaku berinfeksi HIV pada warga binaan LP Kerobokan
4
2. Mengetahui prevalensi perilaku berisiko terinfeksi HIV melalui jarum suntik, hubungan seksual, dan cara lainnya termasuk tato, body piercing, serta pemakaian alat cukur yang tidak aman. 3. Mengetahui distribusi perilaku berisiko terinfeksi HIV berdasarkan karakteristik: lama di LP, masa pidana, status tahanan, jenis kasus, riwayat dan frekuensi di penjara, serta keikutsertaan dalam kegiatan pembinaan di LP. 4. Mengetahui perilaku pencegahan terinfeksi HIV dalam konteks hubungan seksual, pemakaian narkotika suntik, serta cara penularan lainnya. 5. Mengetahui distribusi perilaku pencegahan terinfeksi HIV berdasarkan karakteristik: lama di LP, masa pidana, status tahanan, jenis kasus, riwayat dan frekuensi di penjara, serta keikutsertaan dalam kegiatan pembinaan di LP 6. Mengetahui hambatan dalam melakukan perilaku pencegahan tertular HIV di LP 7. Mengetahui cakupan program penanggulangan HIV di LP
1.2.3 Justifikasi dan Implikasi Kebijakan Pemahaman terhadap faktor-faktor risiko spesifik dalam hal penularan HIV di LP dapat digunakan untuk menyusun upaya penanggulangan yang lebih terarah oleh Pokja HIV di LP, KPA Prov. Bali, dan KPA Kabupaten Badung. Studi ini secara tidak langsung juga merupakan evaluasi program penanggulangan HIV yang telah dilaksanakan sejak 2004 sehingga bermanfaat bagi Pokja HIV di LP maupun institusi penyelenggara program tersebut.
5
BAB 2 Penjelasan Teoretik Pertanyaan Penelitian atau Hipotesis
2.1 Tinjauan Teoritik Menurut teori Health Belief Model (HBM) (Rosenstock, Strecher, and Becker, 1994), perilaku seseorang dalam kesehatan dipengaruhi oleh persepsinya terhadap sesuatu yang mempengaruhi perilaku tersebut. Terdapat 4 macam persepsi yaitu persepsi kerentanan, persepsi keparahan penyakit, persepsi terhadap keuntungan atau manfaat yang diperoleh serta persepsi terhadap hambatan dalam berperilaku tersebut. Pengetahuan seseorang terhadap sesuatu penyakit dan pencegahannya akan sangat mempengaruhi pembentukan persepsinya. Dalam kasus HIV dan perilaku pencegahannya, pengetahuan seseorang tentang cara penularan HIV akan mempengaruhi persepsinya terhadap kerentanannya tertular oleh HIV. Demikian juga pemahamannya terhadap gejala dan dampak HIV akan mempengaruhi persepsinya terhadap keparahan penyakit. Kedua hal tersebut akan mendorong seseorang untuk memikirkan suatu perilaku pencegahan terhadap HIV. Namun faktor-faktor manfaat ataupun hambatan dalam melaksanakan perilaku pencegahan tersebut akan sangat mempengaruhi. Misalnya kesulitan dalam mengakses jarum suntik, mahalnya kondom, perilaku petugas kesehatan akan menghambat perilaku pencegahan seseorang terhadap HIV. Demikian juga jika individu tersebut berpandangan akan minimnya manfaat yang dapat diperoleh dari perilaku yang akan dilakukannya, maka individu tersebut cenderung tidak ingin berperilaku lebih baik. Sementara itu Behavioral Model for Vulnerable Population (Gelberg et al., 2000) menyebutkan bahwa selain faktor individu, terdapat faktor sosial yang ikut menentukan perilaku seseorang. Sedangkan Bandura (1994) dengan teori Social Cognitive menunjukkan bahwa ada faktor demografis serta self efficacy yang menentukan perilaku seseorang. Self efficacy dimana seseorang memiliki kepercayaan diri untuk mengontrol setiap perilaku yang terkait dengan kesehatan. Sedangkan teori The Transtheoretical Model (TTM) adalah tahapan-tahapan yang dilalui oleh seseorang untuk mencapai perilaku tertentu. Tahapan tersebut ada 5 yaitu pra-kontemplasi, kontemplasi, persiapan, aksi, serta memelihara perilaku. Tahapan pra kontemplasi diawali dengan pemahaman terhadap sesuatu yang baru yang menimbulkan kesadaran perlunya 6
suatu perubahan. Tahapan tersebut diikuti suatu penguatan kesadaran (kontemplasi) yang menjadikan perilaku tersebut menjadi lebih permanen. Menurut teori ini, suatu perilaku bisa saja pada akhirnya tidak berlanjut menjadi perilaku yang permanen karena berbagai sebab. Namun suatu pemahaman yang diperoleh pada tahap pra kotemplasi tidak akan hilang, sehingga proses yang berulang-ulang terjadi adalah kontemplasi dan penguatannya.
2.2 Tinjauan Hasil-hasil Penelitian Sebelumnya Sampai saat ini, ada banyak studi-studi yang dilakukan di penjara di dunia. Secara umum beberapa perilaku yang dinyatakan merupakan perilaku berisiko di dalam seting penjara adalah perilaku yang terkait hubungan seksual, perilaku yang terkait pemakaian narkotika suntik, perilaku tato dan body piercing, serta kejadian lain seperti suatu perkosaan, perkelahian yang mengakibatkan luka, kesengajaan melukai sesama napi. Dua perilaku berisiko terinfeksi HIV yang paling dominan di penjara menurut beberapa studi di negara lain adalah pemakaian jarum suntik bergantian serta perilaku seks berisiko (Eshrati et al., 2008; Moseley & Tewksbury, 2006). Terkait dengan penggunaan jarum suntik narkotika di penjara, pada umumnya penasun memang tetap melakukan kebiasaannya tersebut walaupun dengan frekuensi yang tidak sesering sewaktu berada di luar penjara (AIDS calgary, 2007). Studi lain menunjukkan bahwa selain jarum suntik, napi juga memiliki kebiasaan untuk memakai sendok atau wadah pencampur heroin yang sama (Sumantera, 2001; Rotily dkk., 1996). Sedangkan terkait pola penularan melalui hubungan seksual, studi oleh Rotily et al. (1996) menunjukkan pola multiple partner dan tidak menggunakan kondom sebagai faktor risiko seksual. CDC dalam MMWR (2006) menyebutkan adanya risiko yang lebih tinggi pada napi yang melakukan hubungan seks homoseksual. Hal ini juga diperkuat banyaknya bukti bahwa laki-laki cenderung melakukan hubungan seks sesama jenis selama di LP (Kantor, 2006). Sementara itu, perempuan yang umumnya hanya berkisar 5-10% dari total penghuni penjara, dilaporkan memiliki prevalensi HIV yang lebih tinggi daripada laki-laki di banyak penjara di US dan Kanada (Kantor, 2006; AIDS Calgary, 2007; UNAIDS, 2004). Dikatakan bahwa perempuan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk suatu kekerasan seksual ataupun perkosaan selama di penjara, baik oleh petugas LP maupun oleh narapidana yang pria
7
(UNAIDS, 2004). Perempuan yang dipenjara umumnya memiliki latar belakang terkait dengan pemakaian narkotika maupun transaksi seks, dan juga memiliki tingkat sosial ekonomi yang rendah (UNAIDS, 2004). Disisi lain, laki-laki umumnya cenderung lebih berisiko terinfeksi karena perilaku yang lain yaitu membuat tato atau melakukan body piercing selama di penjara (AIDS calgary, 2007). Karakteristik individu, selain jenis kelamin, yang ditemukan terkait dengan perilaku berisiko selama di LP antara lain sosial ekonomi sehingga umumnya memiliki tingkat pendidikan yang juga rendah (AIDS Calgary, 2007). Sementara CDC (2006) menambahkan beberapa faktor individu yang lain yaitu berusia >26 tahun saat wawancara, dipenjara lebih dari 5 tahun, berkulit hitam, memiliki indeks massa tubuh <25.4 kg/m2 saat masuk penjara. Sedangkan Kantor (2006) menambahkan riwayat pernah dipenjara, serta karena perkosaan, juga merupakan faktor perilaku berisiko terinfeksi HIV di penjara. Hasil studi lain juga menunjukkan bahwa perilaku berisiko terinfeksi seringkali muncul setelah berada di LP, sehingga warga binaan yang di awal masuk penjara menunjukkan hasil serum darah HIV negatif, justru menjadi HIV+ setelah keluar dari penjara (CDC, 2006). Studi lain membuktikan bahwa terdapat persamaan jenis serotipe (sequencing) virus HIV pada serum darah serta riwayat klinis yang sama pada beberapa tahanan yang HIV+ di suatu LP, sehingga menunjukkan bahwa memang terjadi penularan HIV di LP (Kantor, 2006). Salah satu studi menyebutkan tahanan umumnya merasa depresi dengan kondisinya selama di LP. Lama dipenjara, vonis yang dijatuhkan, keluarga, kesepian, merupakan hal-hal yang memungkinkan individu tersebut mengalami depresi (Meyers, 2004). Dengan kondisi penularan HIV di LP, telah banyak upaya-upaya yang dilakukan secara sistematis berupa layanan kuratif maupun pencegahan. Kantor (2006) mengidentifikasi setidaknya ada 8 kegiatan yang telah dijalankan di berbagai LP di dunia. Kegiatan pendidikan kesehatan, penyediaan kondom, penyediaan jarum suntik, substitusi methadon, penyediaan cairan pemutih, serta layanan medis bagi warga LP yang terinfeksi HIV telah banyak di lakukan selama di LP. Disamping itu ada kegiatan yang ditujukan pasca keluar dari LP serta kegiatan penelitian yang terkait HIV dan penularannya di LP. Walaupun telah banyak dilakukan berbagai upaya tersebut, namun tidak semua kegiatan dapat mencapai hal yang diharapkan karena berbagai faktor.
8
Beberapa konsep program yang seharusnya dijalankan di LP antara lain adalah membutuhkan pemahaman staf LP bahwa LP mempunyai prioritas yang berbeda dengan organisasi yang lain, keterlibatan staf sangat diperlukan dalam program penanggulangan HIV di LP, program harus memperhatikan mereka yang datang mengunjungi warga binaan di LP, berkelanjutan sampai dengan setelah WB keluar dari penjara, mempromosikan dan mendorong agar WB mau menjalani VCT, menyelenggarakan program pencegahan yang bersifat memperkuat/memberdayakan serta secara cultural dapat diterima (AIDS action, 2001, AIDS Calgary 2007). Beberapa studi menunjukkan bahwa program pertukaran jarum suntik cukup efektif untuk menurunkan penularan HIV di kalangan penghuni LP (Kantor, 2006; Smith, 2008). Sementara studi lain menunjukkan penyediaan pemutih tidak terlalu efektif dalam menurunkan penularan HIV di LP. Sementara untuk penyediaan kondom, beberapa LP memang telah menyediakan namun banyak LP terutama di level provinsi di Kanada tidak disediakan. Apalagi penyediaan peralatan khusus untuk membersihkan gigi secara pribadi sehingga meminimalkan kemungkinan penularan HIV pada sesama warga di LP (AIDS Calgary 2007). Saat ini, masih ada kekuatiran menyangkut penyediaan kondom serta jarum suntik di banyak LP karena akan disalahgunakan. Dalam jumlah kecil (WHO, 2004), hasil studi menunjukkan beberapa penyalahgunaan tersebut, misalnya kondom dipakai untuk menyimpan obat-obat narkotika sebelum ditelan, jarum dipakai untuk menyerang napi yang lain, berbuat kejahatan lagi, untuk bunuh diri dll (Kantor, 2006). Dengan kedua dasar tersebut dikembangkan kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut:
9
Pengetahuan (penularan/pencegahan) Demografis (umur, sex, pendidikan, suku) Lama di penjara Masa Pidana Status Tahanan Jenis Kasus Riwayat/Frekuensi di penjara Partsisipasi dalam kegiatan
Perilaku berisiko: - dalam pemakaian narkotika suntik - dalam perilaku seksual - dalam perilaku lain Perilaku pencegahan: - dalam pemakaian narkotika suntik - dalam perilaku seksual - dalam perilaku lain
Hambatan berperilaku pencegahan: - dalam pemakaian narkotika suntik - dalam perilaku seksual Kontribusi program: - dalam pemakaian narkotika suntik (methadon, bleaching) - dalam perilaku seksual (kondom)
Gambar 3.1. Kerangka Konsep
10
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah di LP Kerobokan Kabupaten Badung, Bali. Penelitian berlangsung selama 8 bulan yaitu dimulai Bulan Juni 2009 dan berakhir Bulan Januari 2010. 3.2 Desain Desain studi adalah cross sectional. 3.3 Populasi dan Sampel Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus cross sectional deskriptif, dengan menggunakan proporsi perilaku berisiko tertular HIV melalui jarum suntik, hasil studi Sumantera dkk (2001) di LP Kerobokan. Dengan proporsi perilaku menyuntik dengan alat yang telah digunakan orang lain sebesar 15,8%; presisi sebesar 5%; tingkat kemaknaan 95% diperoleh jumlah sampel minimal sebesar 203 orang. Dengan pertimbangan akan dilakukan analisis silang terhadap beberapa karakteristik, jumlah sampel semula ditetapkan sebanyak 300 orang. Saat pengambilan data sampel, per Juni 2009 terdapat sebanyak 608 warga binaan yang memenuhi kriteria populasi. Kriteria populasi, yaitu warga binaan yang belum akan dibebaskan sampai dengan Bulan November 2009. Kriteria ini ditetapkan untuk mengantisipasi kemungkinan cepatnya mobilisasi populasi keluar lapas (terutama karena dibebaskan atau dipindah ke lapas lain). Dari populasi ini selanjutnya dilakukan pemilihan acak sistematik dengan mempertimbangkan proporsi jenis kelamin dan proporsi jenis kasus. Rasio sampel laki-laki dibanding perempuan adalah 8:1, sementara rasio proporsi kasus kriminal dan kasus narkotika adalah 50%;50%. Selengkapnya rekapitulasi distribusi sampel berdasarkan proporsi tersebut terdapat di lampiran 2. Dalam perjalanan penelitian, dengan pertimbangan untuk melakukan verifikasi data prevalensi yang diperoleh melalui wawancara serta dengan pertimbangan jumlah sampel melebihi 200 telah dianggap mencukupi, dilakukan perubahan metode pengambilan data
11
melalui angket terhadap 200 warga binaan yang telah dipilih secara acak sistematik dari daftar populasi yang terbaru di Bulan November 2009. Rekapitulasi proporsi pengambilan sampel dengan metode angket tercantum dalam lampiran 2. Untuk kedua metode ini, ditetapkan kriteria substitusi sampel adalah mengambil sampel yang berada satu nomor di bawah sampel terpilih jika pada saat wawancara atupun pengisian angket, sampel tersebut tidak berhasil dijumpai. Jika sampel tersebut tetap tidak dijumpai, substitusi dilakukan dengan cara mengambil responden yang berada di atas sampel terpilih.
3.4 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel Variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Demografis: umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, suku 2. Karakteristik warga binaan: lama ditahan, masa pidana, status tahanan, jenis kasus, riwayat dan frekuensi dipenjara, serta partisipasi dalam kegiatan pembinaan. 3. Perilaku berisiko: jenis perilaku berisiko terkait penggunaan jarum suntik, jenis perilaku berisiko terkait hubungan seks, jenis perilaku berisiko lainnya 4. Perilaku pencegahan: jenis perilaku pencegahan terkait penggunaan jarum suntik, jenis perilaku pencegahan terkait hubungan seks, serta jenis perilaku pencegahan melalui cara lainnya 5. Hambatan dalam berperilaku pencegahan 6. Kontribusi program penanggulangan HIV di LP
Definisi operasional beberapa variabel yang diteliti disajikan dalam tabel berikut:
12
Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel
Definisi Operasional
Skala
1
2
3
Umur
Usia responden pada ulang tahunnya yang terakhir. Variabel ini akan dikategorikan menjadi dua: < 25 tahun dan 25 tahun ke atas
Nominal
Pendidikan
jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti oleh responden meliputi tamat SD, SMP, SMA, dan S1. Tingkat pendidikan akan dikelompokkan menjadi pendidikan rendah (tidak sekolah, tamat SD dan SMP), serta tingkat pendidikan tinggi (SMA ke atas).
Nominal
Lama ditahan
Waktu (dalam tahun) yang dihitung dari sejak ditahan di LP sampai dengan saat wawancara dilakukan. Variabel ini akan dikelompokkan menjadi beberapa periode waktu yaitu <6 bulan, 6 bulan – 1 tahun, >1 tahun
Ordinal
Masa pidana
Waktu yang akan dijalani oleh warga binaan di dalam LP berdasarkan keputusan (vonis) hakim. Variabel ini dikelompokkan menjadi beberapa periode waktu, yaitu <1 tahun, 1-5 tahun, serta >5 tahun – seumur hidup
Ordinal
Status tahanan
Status warga binaan, sebelum atau setelah mendapatkan vonis. Dikategorikan menjadi dua yaitu tahanan dan narapidana
Nominal
Jenis kasus
Jenis kasus yang menyebabkan warga binaan ditahan di LP. Dikategorikan menjadi dua yaitu kasus kriminal dan kasus narkotika
Nominal
Kegiatan pembinaan
Adalah semua jenis kegiatan yang diselenggarakan di LP meliputi perbengkelan, yoga, kesehatan, kesenian, tamping, dan lain-lain. Dikategorikan menjadi dua yaitu aktif dan tidak aktif.
Nominal
Perilaku berisiko terkait jarum suntik
Adalah kegiatan-kegiatan sebagai berikut: memberikan atau meminjamkan atau memakai alat (jarum suntik ataupun sendok) yang telah digunakan baik dengan teman, pacar, ataupun orang yang tidak dikenal; menaruh jarum bekas ke dalam tempat mencampur obat/sendok; serta menggunakan filter bekas, memakai air atau cairan pemutih bekas. Akan digali dalam 2 time frame yaitu sebelum di LP dan dalam 6 bulan terakhir.
Nominal
Perilaku berisiko terkait hubungan seks
Adalah kegiatan-kegiatan sebagai berikut: memiliki pasangan seks lebih dari satu, melakukan hubungan seks anal, melakukan hubungan seks tanpa kondom. Akan digali dalam 2 time frame yaitu sebelum di LP dan dalam 6 bulan terakhir.
Nominal
Perilaku berisiko lain
Adalah responden mempunyai tato ataupun body piercing yang dilakukan oleh teman sesama warga binaan LP. Dikategorikan menjadi dua yaitu memiliki dan tidak.
Nominal
Perilaku pencegahan terkait jarum suntik
Adalah kegiatan-sebagai berikut: tidak menggunakan narkotika suntik/menggunakan metode lain (termasuk methadone), tidak berbagi jarum dengan siapapun, tidak menggunakan jarum ataupun peralatan bekas orang lain, menggunakan bleaching.
13
1
2
3
Perilaku pencegahan terkait hubungan seks
Adalah kegiatan-kegiatan sebagai berikut: tidak melakukan hubungan seks selama di LP, memiliki satu pasangan seks, melakukan hubungan seks dengan kondom secara konsisten. Akan digali dalam 2 time frame yaitu sebelum di LP dan dalam 6 bulan terakhir.
Nominal
Hambatan dalam berperilaku pencegahan
Adalah masalah-masalah yang ditemui responden untuk secara konsisten melakukan perilaku pencegahan tertular HIV.
Kontribusi program penanggulangan HIV di LP
Adalah pengakuan responden terkait peranan petugas lapangan, staf program sebagai sumber informasi responden dalam hal HIV, serta dalam penyediaan berbagai fasilitas yang menunjang perilaku pencegahan tertular HIV.
3.5 Alat dan Cara Pengumpulan Data Alat pengumpul data berupa kuesioner semi terstruktur (terlampir), berisi pertanyaan terbuka dan tertutup. Materi kuesioner dikembangkan berdasarkan variabel dalam kerangka konsep yang telah dijelaskan sebelumnya, perbandingan dengan kuesioner studi lainnya, serta masukan dari konsultan dan PL. Sebelum digunakan, kuesioner telah diujicoba terhadap 3 responden, selanjutnya dilakukan perbaikan-perbaikan dan diujicoba lagi pada 2 responden sebelum digunakan di lapangan. Sebagai petugas pengumpul data, awalnya dipilih 3 orang tenaga pewawancara, dimana dua orang diantaranya tidak terkait dengan LP, sementara satu orang merupakan petugas konselor yang bertugas di klinik LP. Pertimbangan mengambil tenaga di luar lapas adalah untuk menjaga independensi hasil wawancara. Sementara pengambilan tenaga konselor di klinik lapas adalah mengantisipasi adanya masukan bahwa responden akan sangat tertutup jika digunakan orang luar lapas. Dalam perjalanan penelitian selanjutnya terpaksa dilakukan penggantian ke tiga pewawancara tersebut karena pewawancara yang lama berhalangan untuk melanjutkan pekerjaannya karena beberapa alasan teknis. Baik untuk pewawancara yang lama maupun yang baru, telah dilakukan pelatihan untuk menggunakan kuesioner sebaik-baiknya.
14
Pengumpulan data dilakukan dengan cara bekerja sama dengan petugas lapas dari masingmasing blok serta tamping klinik. Pewawancara memberikan nama responden kepada tamping, selanjutnya tamping mencari responden tersebut ke blok-blok yang dituju. Bersama petugas lapas di blok yang bersangkutan, tamping mengajak responden ke tempat wawancara yaitu di klinik lapas. Selanjutnya pewawancara dipertemukan dengan responden, dan wawancara dilakukan di ruangan yang terpisah. Sebelum wawancara dimulai, pewawancara memberikan penjelasan lisan tentang tujuan, prosedur, manfaat, kerahasiaan, serta hak responden. Penjelasan diberikan secara lisan kepada responden yang bersedia ikut dalam studi. Persetujuan responden mengikuti penelitian juga diberikan dalam bentuk lisan, bukan dengan tertulis. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan responden merasa curiga dengan pewawancara karena harus menandatangani form persetujuan. Wawancara yang awalnya hendak dilakukan per blok akhirnya dilakukan secara acak. Hal ini terjadi karena ternyata dalam satu hari tidak mudah untuk mendapatkan responden karena berbagai alasan. Banyak responden tidak berada di blok saat dicari karena mengikuti kegiatan, dijenguk keluarga, dan tidak diketahui berada dimana, sehingga tamping harus berulang kali ke blok dan ke klinik untuk memanggil responden yang bersangkutan. Kriteria substitusi tidak dapat sepenuhnya dilakukan karena jika langsung diganti, hampir semua responden terpilih akan diganti. Hasil wawancara oleh pewawancara diperiksa setiap hari oleh asisten peneliti untuk menjamin kualitas dan kelengkapan data. Kuesioner yang tidak lengkap akan dikembalikan kepada pewawancara untuk dilengkapi pada hari berikutnya.
3.6 Analisis Data Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Materi kuesioner yang berupa pertanyaan terbuka dikoding dahulu kemudian dianalisis secara kuantitatif. Mula-mula dilakukan analisis deskriptif untuk distribusi frekuensi pada variabel karakteristik demografis, lama ditahan, masa pidana, status tahanan, jenis kasus, riwayat dan frekuensi dipenjara, serta partisipasi dalam kegiatan pembinaan. Analisis yang sama juga dilakukan terhadap perilaku berisiko maupun perilaku pencegahan terinfeksi HIV. Selanjutnya dilakukan analisis
15
silang antara perilaku berisiko maupun perilaku pencegahan tersebut berdasarkan karakteristik demografi dan karakteristik lainnya. Beberapa informasi terkait prevalensi dianalisis secara inferensial untuk mengetahui kemungkinan rentangan prevalensi di populasinya. Analisis kualitatif dilakukan terhadap temuan-temuan lain yang diperoleh oleh pewawancara dan dicatat dalam kuesioner, maupun segala informasi yang diperoleh oleh peneliti selama melakukan penelitian, baik informasi dari responden maupun sumber lain. Analisis kualitatif digunakan sebagai penguat hasil-hasil temuan kuantitatif dan bukan merupakan pokok dari hasil studi.
3.7 Aspek Kerahasiaan Aspek kerahasiaan responden dan informasi yang telah diberikan selalu dijaga dalam pelaksanaan penelitian. Kuesioner berisi nama responden hanya digunakan untuk kepentingan akurasi data. Kuesioner yang telah diisi disimpan dalam lemari yang terkunci, yang hanya bisa diakses oleh peneliti utama dan peneliti. Data yang telah dimasukkan dalam komputer diberikan pass word yang hanya bisa diakses oleh peneliti utama serta peneliti.
3.8 Ethical Clearance Persetujuan etik untuk proposal ini telah disetujui oleh Institutional Review Board (IRB) Yayasan Kerti Praja.
16
BAB IV HASIL PENELITIAN Studi perilaku berisiko dan perilaku pencegahan tertular HIV di Lapas Kerobokan merupakan kegiatan survei di lapas yang pertama kali dilakukan di Indonesia. Kegiatan pengumpulan data survei yang direncanakan berakhir pada Bulan November pertengahan akhirnya baru selesai dilakukan pada awal Desember 2009. Hal tersebut disebabkan karena dilakukan perubahan metode pengumpulan data dari metode wawancara menjadi metode angket dengan tujuan untuk melakukan validasi terhadap hasil wawancara. Hasil analisis pada pertengahan proses penelitian menunjukkan kemungkinan hasil prevalensi pemakai narkotika suntik yang lebih kecil dari perkiraan sebelumnya sementara jumlah sampel wawancara yang melebihi 200 telah dianggap cukup secara statistik. Pengumpulan data dengan metode angket akan dijelaskan lebih detil di bagian akhir bab ini.
4.1 Karakteristik Responden Warga binaan (WB) yang menjadi responden telah dipilih secara acak dan proporsional berdasarkan jenis kelamin dan jenis kasusnya (narkotika/non narkotika). Hasil sampling menunjukkan bahwa responden WB berasal dari 14 blok yaitu Blok A, B, C (C1 dan C2), D, E, F, G, H, I, J, K, Tower, dan W. Distribusi responden selengkapnya tersaji di Lampiran 3. Karakteristik demografis responden secara umum adalah berusia sekitar 33 tahun, hampir separuh memiliki pendidikan akhir SMA (47,0%), suku Jawa (40,4%) dan daerah lainnya (31,3%), sebagian terbesar (91,7%) berstatus narapidana atau telah divonis hakim dan belum pernah dipenjara sebelumnya (83,0%). Responden dengan jenis kelamin laki-laki memang jauh lebih besar daripada wanita karena pada perhitungan sampel awal dijumpai distribusi WB laki-laki jauh lebih besar daripada perempuan. Demikian pula distribusi jenis kasus berdasarkan proporsi kasus narkotika dan non narkotika didasarkan pada pencatatan jenis kasus WB di awal survei. Karakteristik demografis selengkapnya disajikan pada tabel berikut.
17
Tabel 4.1 Karakteristik Responden di Lapas Kerobokan, 1 Juni-30 Nov 2009 No 1
2
3
4
5
6
7
8
Karakteristik
Ukuran
Umur (tahun) -
Minimum-maksimum
-
Rerata
-
Nilai tengah
19-85 32,8 (SD 9,2) 30
Jenis kelamin (frekuensi, %) -
Laki-laki
-
Perempuan
200 (87,0) 30 (13,0)
Suku (frek, %) -
Bali
-
Jawa
-
Luar Bali dan Jawa
65 (28,3) 93 (40,4) 72 (31,3)
Pendidikan (frekuensi, %) -
Tidak sekolah
-
Sekolah Dasar
-
SMP
-
SMA
-
D1/Universitas/Sarjana
15 (6,5) 36 (15,7) 49 (21,3) 108 (47,3) 22 (9,6)
Lama ditahan (bulan) -
Minimum-maksimum
-
Rerata
-
Nilai tengah
1-72 17,7 (SD 12,9) 15
Jenis kasus (frekuensi, %) -
Narkotika
-
Non narkotika
120 (52,2) 110 (47,8)
Masa pidana (bulan) -
Minimum-maksimum
-
Rerata
-
Nilai tengah
3-342 57,2 (SD 52,7) 46,0
Riwayat dipenjara sebelumnya (frekuensi, %) -
Ya
-
Tidak
39 (17,0) 190 (83,0%)
18
4.2 Kegiatan Pembinaan Warga binaan cukup aktif mengikuti kegiatan pembinaan yang diadakan di Lapas. Dalam studi ini, sebanyak 190 (82,6%) warga binaan yang menjadi responden dalam studi ini mengikuti berbagai kegiatan pembinaan yang diselenggarakan di Lapas Kerobokan (Tabel 4.2). Disamping bervariasi, banyak responden mengikuti lebih dari satu jenis kegiatan dan umumnya mengikuti lebih dari satu kali kegiatan per hari. Tabel 4.2 Kegiatan Pembinaan Yang Diikuti Responden No
Jenis Kegiatan
Rata-rata frekuensi/bulan (N 190)
1
Perbengkelan/otomotif
23
2
Yoga
5
2
Kesehatan/olah raga
14
3
Kesenian/Keterampilan
20
4
Bahasa Inggris
8
5
Kerohanian/Keagamaan
26
6
Tamping
30
7
Narkotika anonymous (NA)
4
8
Lainnya (tukang cukur, masak)
4
Ket: responden boleh menjawab lebih dari satu jawaban
4.3 Pengetahuan Responden Karena perilaku berisiko serta perilaku pencegahan tertular HIV sangat terkait dengan pengetahuan yang dimiliki individu, maka studi ini juga menggali pengetahuan beberapa hal dasar tentang HIV meliputi cara penularan dan cara pencegahan HIV yang terdiri dari 14 item pertanyaan. Setiap jawaban benar diberikan skor satu sementara jawaban salah diberikan skor nol. Jumlah skor masing-masing responden dikumulatifkan dan kemudian dicari rerata (5,7) dan mediannya (6,0). Data pengetahuan responden tidak berdisitribusi normal, maka digunakan median sebagai batas kategori pengetahuan kurang dan pengetahuan baik.
19
Rentang nilai kumulatif responden bervariasi dari 1-11. Namun, setelah analisis, lebih dari separuh responden (149; 69%) masih dikategorikan memiliki pengetahuan kurang, sementara sisanya (67; 31,0%) memiliki pengetahuan baik. Secara detil, item analisis menunjukkan pengetahuan responden terbatas pada cara penularan utama HIV yaitu melalui hubungan seks berisiko dan melalui penggunaan jarum suntik bergantian pada pemakaian narkotika suntik. Demikian juga dengan cara pencegahannya, sangat terkait dengan pemahaman terhadap cara penularan yang diketahui tersebut. Sebagian besar responden belum paham bahwa penularan juga bisa terjadi melalui air susu ibu dan dari ibu hamil ke bayinya. Demikian juga dengan pencegahan penularan melalui dua cara yang terakhir tersebut.
Tabel 4.3 Deskripsi Jawaban Benar Responden No
Pertanyaan
Jawaban Benar (N 230); F; (%)
1
Pernah mendengar tentang HIV
216 (93,9)
2
Menular melalui hubungan seks tanpa pelindung
151 (69,9)
3
Berganti-ganti pasangan seks merupakan faktor risiko
106 (49,1)
4
Menular melalui darah yang tercemar HIV
37 (17,1)
5
Menular melalui ibu hamil dengan HIV ke bayinya
23 (10,6)
6
Menular melalui pemakaian jarum suntik yang tercemar HIV
178 (82,4)
7
Menular melalui pemakaian bersama alat cukur/benda tajam
29 (12,6)
8
Menular melalui air susu ibu yang telah terinfeksi HIV
4 (1,4)
9
Mencegah penularan: hubungan seks pakai kondom
144 (66,7)
10
Mencegah penularan: tidak berganti pasangan seks
83 (38,4)
11
Mencegah penularan: tidak berhubungan seks
52 (24,1)
12
Mencegah penularan: program PMTCT
13
Mencegah penularan: tidak berbagi jarum dengan penasun
149 (69,0)
14
Mencegah penularan: tidak berbagi pisau cukur
80 (37,0)
3 (1,4)
Ket: responden boleh menjawab lebih dari satu
Selain itu, dalam jumlah sangat minimal (6; 3%), masih dijumpai pemahaman yang salah terkait penularan dan pencegahan HIV. Beberapa hal yang salah dalam penularan HIV
20
misalnya penularan melalui pernapasan, pemakaian bersama odha untuk alat makan, kursi, serta handuk dan sabun. Terkait dengan pencegahan, hal yang masih keliru adalah mencegah penularan HIV melalui penggunaan alat makan secara terpisah, makan makanan sehat serta tidak bergaul dengan odha. Sumber informasi responden sangat bervariasi, namun terlihat bahwa sebagian besar responden mendapatkan informasi berasal dari luar Lapas. TV/radio/koran (114; 52,8%) masih merupakan sumber informasi utama di luar Lapas. Sementara di dalam Lapas, teman sesama warga binaan (89; 41,2%) merupakan sumber informasi yang utama diikuti petugas penyuluh ataupun staf klinik LP (80; 37,0%). Selain itu, brosur (78; 38,1%) yang ada di klinik tampaknya juga menduduki peranan penting. Secara detil, distribusi tersebut tersaji pada grafik berikut (Grafik 4.1).
Grafik 4.1 Sumber Informasi HIV 60 50 40 30 20
Klinik
Lainnya
Brosur
Penyuluh
Teman
TV/Radio/Koran
Brosur
Penyuluh
0
Teman WB
10
Luar LP
Ya (%)
4.4 Perilaku Berisiko dan Perilaku Pencegahan Tertular HIV Perilaku berisiko tertular HIV yang digali dalam studi ini meliputi pemakaian jarum suntik narkotika secara bersama-sama dengan warga binaan yang lain, berhubungan seksual dengan warga binaan yang lain tanpa menggunakan kondom, melakukan pembuatan tattoo
21
dan pemasangan aksesoris, perilaku bertukar alat cukur maupun benda tajam lainnya. Sedangkan perilaku pencegahan tertular HIV adalah perilaku yang dikaitkan dengan perilaku berisiko yang dilakukan selama di Lapas. Dalam hal ini adalah pemakaian jarum suntik baru atau telah disterilkan terlebih dahulu, penggunaan kondom saat berhubungan seks, penggunaan jarum baru untuk tattoo ataupun pemasangan aksesoris, serta penggunaan alat cukur yang secara mandiri. Dalam studi ini ditemukan bahwa warga binaan memang melakukan beberapa perilaku berisiko tertular HIV selama berada di Lapas Kerobokan, namun dengan prevalensi yang bervariasi, seperti tersaji dalam grafik berikut.
Gambar 4.2 Prevalensi Perilaku Berisiko Tertular HIV di Lapas Kerobokan 20
17,8
18 16 14
11,3
12 10 8
7,4
7,3
6
3
4 2 0 Narkotika Suntik
Hubungan Seks
Tatto
Aksesoris
Alat cukur
Selama di Lapas (N=230)
Ya (%)
4.4.1 Perilaku Pemakaian Narkotika dan Narkotika Suntik Pemakaian Narkotika Dari total 230 responden yang diwawancarai, sebanyak 82 (35,8%; 95%CI 29,5%-41,8%) responden yang mengaku menggunakan narkotika, dan tersebar di semua blok yang ada di Lapas Kerobokan (Grafik 4.3). Hanya 2 (0,9%) responden yang tidak bersedia menjawab 22
pertanyaan tersebut. Sementara jika ditanya apakah mengetahui teman sesama warga binaan menggunakan narkotika selama setahun terakhir, sebanyak 132 (53,4%) responden mengaku mengetahui temannya menggunakan narkotika. Jika dilihat dari metode penggunaan narkotikanya, sebanyak 63 (48%) responden menyebutkan bahwa narkotika tersebut disuntikkan. Walaupun jumlah responden yang mengaku melihat teman menggunakan narkotika melebihi separuh, namun jumlah teman yang mereka lihat tersebut tidaklah terlalu besar. Sebanyak 59% responden menjawab mengetahui kurang dari 10 warga binaan yang menggunakan narkotika; sementara 80% responden menjawab kurang dari 30 warga binaan yang memakai narkotika. Hanya sekitar 20% responden yang menjawab jumlah teman yang ekstrim melebihi 30 tersebut di atas. Penelusuran lebih lanjut terhadap 82 responden yang mengaku menggunakan narkotika, menunjukkan bahwa heroin adalah yang terpopuler digunakan penasun di Lapas. Semua penasun setidaknya menggunakan heroin untuk disuntikkan, beberapa penasun mengaku menyuntikkan lebih dari satu jenis narkotika seperti subutex dan shabu-shabu. Sedangkan untuk non penasun, ada 3 besar jenis narkotika yang digunakan yaitu adalah shabu-shabu (43; 52,4%), ekstasi (40; 48,8%) serta ganja (38; 28,8%). Secara detil metode dan jenis narkotika di Tabel berikut. Hal lain yang penting adalah, walaupun jumlah pemakai narkotika cukup banyak, namun sebagian besar responden (74; 32,2%; 95%CI 26,1%-38,2%) mengaku memang telah menggunakan narkotika sejak sebelum berada di LP. Hanya 8 (3,5%; 95%CI 1,1%-5,9%) responden yang mengaku mulai menggunakan narkotika setelah berada di LP. Dari 8 responden yang baru memakai di Lapas tersebut, hanya 2 yang menggunakan narkotika suntik sementara sebanyak 6 responden mengaku hanya menggunakan narkotika selain suntik.
23
Tabel 4.4 Jenis dan Cara Pemakaian Narkotika di Lapas Kerobokan No
Jenis Narkotika
Disuntikkan N 82; F (%)
Selain suntik N 82 F (%)
Total N 82 F (%)
17 (20,1)
17 (20,1)
34 (40,2)
1
Heroin (putau)
2
Diazepam/valium
1 (1,2)
10 (12,2)
11 (13,4)
3
Shabu-shabu
2 (2,4)
43 (52,4)
45 (54,8)
4
Subutex (Buphrenorpin)
4 (4,9)
5 (6,1)
9 (11,0)
5
Methadone
0
15 (18,3)
15 (18,3)
6
Codein
0
3 (3,7)
3 (3,7)
7
Ketamin
0
2 (2,4)
2 (2,4)
8
Ekstasi
0
40 (48,8)
40 (48,8)
9
LSD
0
3 (3,7)
3 (3,7)
10
Ganja
0
38 (28,8)
38 (28,8)
Ket: responden boleh menjawab lebih dari satu
Pemakaian Narkotika Suntik Seperti telah disebutkan di bagian awal, dari total 230 responden terdapat sebanyak 17 (7,4%; 95%CI 4,0%-10,8%) responden yang menggunakan narkotika dengan cara suntik. Perlu dicatat bahwa responden yang mengaku sebenarnya hanya 16 orang namun satu orang lagi tidak sengaja diketahui menggunakan narkotika suntik setelah menjawab pertanyaan lain tentang program metadon, hanya saja saat itu tidak dilakukan pendalaman lebih lanjut untuk perilaku menyuntiknya tersebut. Sementara dari total pemakai narkotika, penasun hanya sebesar 23%, sedangkan sisanya adalah pengguna narkotika dengan cara non suntik. Penasun tersebar di 7 (53,8%) dari 14 blok yang ada di Lapas Kerobokan, dimana satu Blok (H) bahkan memiliki 10 (58,8%) dari 16 penasun yang ditemukan tersebut. Hal penting lainnya adalah adanya 2 responden yang mengaku baru mulai menyuntik setelah berada di Lapas Kerobokan ternyata berada di dua Blok lainnya (F dan J), dimana tidak ditemukan lagi penasun di tempat tersebut. Secara detil, distribusi pemakai narkotika serta penasun berdasarkan blok tersaji pada grafik berikut.
24
Grafik 4.3 Distribusi Prevalensi Pemakai Narkotika dan Pemakai Narkotika Suntik Berdasarkan Blok 120 100
100 80 63
60
53
50
50
42
40
36
32
27
5
0
33
23
18
20
40
5
10 0
0
20 5
5
0
20 0
0
0 A (22)
B (10)
C1/2 D (22) (19)
E (21)
F (22)
G (19)
Narkotika
H (31)
I (22)
J (5)
K (5)
Tw (2)
W (30)
Suntik
Ket: (...) adalah jumlah sampel per blok
Pendalaman terhadap perilaku menyuntik penasun di Lapas menunjukkan masih ada risiko untuk penularan HIV melalui jarum suntik. Hampir semua responden mengaku menyuntikkan narkotika setidaknya sekali sehari. Sebagian responden mengaku masih menyuntik bersama-sama teman, baik selama seminggu terakhir maupun saat terakhir kali menyuntik (Tabel 4.5). Jumlah teman yang diajak menyuntik bersama-sama bervariasi dari 110 warga binaan, namun 5 (41,7%) responden mengaku menyuntik dengan 2-3 teman saja. Menariknya, ada satu responden dari Blok H yang mengaku menyuntik bersama 10 orang temannya, dimana dalam survei ini juga ditemukan 10 penasun berasal dari Blok H. Selain itu, ada satu responden (Blok F) yang diketahui baru memakai narkotika setelah di Lapas, mengaku menyuntik bersama 7 orang temannya, sementara dalam studi ini hanya dijumpai 1 orang penasun dan 4 orang pemakai narkotika non suntik di blok tersebut.
25
Tabel 4.5 Karakteristik Perilaku Menyuntikkan Narkotika di Lapas No 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Perilaku Menyuntik Narkotika
Ukuran
Frekuensi menyuntik narkotika per minggu - minimum-maksimum - rerata (SD) - nilai tengah
0-28 8,5 (7,4) 7,0
Frekuensi menyuntik narkotika per hari - minimum-maksimum - rerata (SD) - nilai tengah
0-3 1,8 (1,3) 2
Berbagi jarum dengan teman seminggu terakhir - Ya - Tidak
8 (50,0) 8 (50,0)
Jumlah teman yang diajak berbagi jarum seminggu terakhir - 2-3 orang - 7-10 orang
6 (37,5) 2 (12,6)
Berbagi jarum dengan teman saat suntik terakhir - Ya - Tidak
7 (43,8) 9 (56,3)
Kebiasaan mencuci jarum yang dipakai berbagi dengan teman - Ya - Tidak
15 (93,8) 1 (6,3)
Cairan yang digunakan mencuci jarum suntik - Air - Air panas - Alkohol - Sabun/detergen - Pemutih
12 (80,0) 5 (33,3) 1 (6,7) 2 (13,3) 14 (93,3)
Cairan yang paling sering digunakan dalam seminggu terakhir - Air - Air bekas - Pemutih
2 (22,2) 1 (11,1) 6 (66,7)
Kebiasaan berbagi wadah dengan teman - Ya - Tidak
15 (93,7) 1 (6,3)
Berbagi wadah: - Setiap mau pakai - Setiap hari - Kadang-kadang
8 (53,0) 3 (20,0 3 (20,0)
26
Walaupun sebagian besar responden mengaku mempunyai kebiasaan mencuci jarum bila berbagi dengan teman, namun mereka masih sering mencuci jarum dengan bahan selain pemutih (seperti air dan sabun). Selain itu, hampir semua responden mengaku berbagi wadah untuk mencampur heroin dengan teman-temannya. Gambaran lebih detil perilaku responden yang menyuntikkan narkotikanya disajikan dalam Tabel 4.5. Responden mengaku memperoleh jarum suntik dari berbagai sumber (Grafik 4.4). Sumber jarum suntik terbanyak adalah dari keluarga/teman/pacar dari luar LP (8; 50%), diikuti meminjam dari teman (5; 31,3%), serta dari penjual jarum suntik di LP (3; 18,8%). Selain itu, responden juga mengaku memperoleh jarum suntik dari petugas LP (1; 6,3%), petugas klinik (1; 6,3%), serta klinik (6; 3%). Terkait dengan ketersediaan jarum suntik (Grafik 4.4), sebanyak 13 (81,3%) responden mengaku mengalami kesulitan untuk memperoleh jarum suntik baru. Sebagian besar (7; 53,8%) mengaku mengalami kesulitan setiap hari, sisanya bervariasi dari setiap mau pakai (1; 0,4%), setiap minggu (1; 7,7%), setiap bulan (3; 7,7%) dan tidak tentu (1; 0,4%).
Grafik 4.4 Jenis Narkotika, Sumber dan Akses Jarum 120
100
100
81,3
80
62,5 50
60 40
25 12,5
20
12,6
6,3
0 heroin
subutex
shabu
diazepam
Jenis narkotika (N=16)
teman/klg di pinjam teman luar di LP
klinik
Mendapat jarum suntik
Kesulitan akses jasun
27
Sedangkan terkait dengan ketersediaan pemutih (Tabel 4.5), sebagian besar responden (9; 64,3%) mengaku memperoleh dari klinik LP. Sebagian lainnya mengaku memperoleh pemutih dari meminjam teman (6; 42,9%), dari teman/keluarga/pacar dari luar LP (5; 35,7%), serta dari petugas klinik (1; 7,1%). Responden mengaku menggunakan pemutih setiap akan pakai jarum (7; 28,0%) maupun jika memakai jarum dengan teman lain (4; 16,0%).
4.4.2 Perilaku Berhubungan Seks Berisiko Sebanyak 7 (3,0%) dari total 230 responden yang diwawancara mengaku pernah melakukan hubungan seks selama tinggal di LP, sedangkan hanya 1 (14,3%) yang mengaku melakukan hubungan seks dalam seminggu terakhir. Jika dibandingkan dengan menanyakan perilaku ini pada teman sesama warga binaan, memang dijumpai lebih banyak (75; 32,6%) yang mengaku mengetahui teman melakukan hubungan seks, dimana 75% hubungan seks tersebut dikatakan sebagai hubungan seks sesama jenis. Secara detil gambaran ini disajikan di Tabel 4.6. Responden yang mengaku melakukan hubungan seks dalam seminggu terakhir, mengaku melakukan hubungan seks vaginal dengan satu pasangan saja dan menggunakan kondom. Responden tersebut mengaku mendapatkan kondom dari klinik LP. Sementara itu, 7 orang yang mengaku pernah berhubungan seks selama di lapas, mengaku mendapatkan kondom dari klinik LP dan dari pasangan seks. Sebagian responden tersebut mengaku tidak menggunakan kondom saat berhubungan seks. Satu responden mengaku hanya sekali melakukan hubungan seks dan juga tanpa kondom. Satu responden lain mengaku pernah dipaksa berhubungan seks secara oral dan anal, dimana saat itu tidak menggunakan kondom. Dari riwayat perilaku seks sebelum berada di Lapas, sebanyak 110 (47,8%) responden memiliki riwayat pernah membeli layanan seks dengan tingkat pemakaian kondom 36,4%. Sementara sebanyak 20 (8,8%) responden mengaku pernah dibayar orang lain untuk berhubungan seks sebelum berada di lapas dengan tingkat pemakaian kondom sebesar 25%.
28
Perlu dicatat pula bahwa tujuh orang yang mengaku berhubungan seks di Lapas ini tidak ada yang mengaku sebagai penasun. Di sisi lain semua penasun juga mengaku tidak pernah berhubungan seks selama di Lapas.
Tabel 4.6 Perilaku Penggunaan Narkotika dan Hubungan Seks di Lapas yang Dilakukan oleh Teman Warga Binaan No 1
2
3
4
5
6
Perilaku Penggunaan Narkotika dan Hubungan Seks
Ukuran
Melihat teman di LP menggunakan narkotika -
Ya
-
Tidak
132 (57,6) 97 (42,4)
Jumlah teman yang dilihat memakai narkotika -
Minimum-maksimum
-
Rerata (SD)
-
Median
1-100 23,9 (32,6) 10
Jenis narkotika yang digunakan -
Shabu-shabu
-
Ganja/Cimeng
-
Heroin/putau
-
Ekstasi/Ineks
-
Narkotika suntik (tidak tahu jenisnya)
42 (31,8%) 37 (28,0%) 31 (23,5%) 16 (12,2%) 63 (48,1)
Melihat atau mengetahui teman melakukan hubungan seks di LP -
Ya
-
Tidak
-
Tidak menjawab
75 (32,6) 148 (64,3) 7 (3,0)
Jumlah teman yang dilihat atau diketahui melakukan hubungan seks -
Minimum-maksimum
-
Rerata (SD)
-
Median
1-50 34,1 (27,5) 25,0
Jenis hubungan seks -
Sesama jenis
-
Lain jenis
-
Keduanya
55 (73,3) 7 (9,3) 13 (17,3)
29
4.4.3 Tekanan Teman Sesama Warga Binaan dalam Berperilaku Berisiko Terkait dengan peranan teman sesama warga binaan dalam hal perilaku penggunaan narkotika, sebanyak 79 dari 132 (59,8%; 95%CI 51,2%-68,2%) responden mengaku bahwa mereka pernah diajak oleh teman mereka untuk mencoba menggunakan narkotika, sementara 2 (1,5%) responden menolak menjawab pertanyaan tersebut. Walaupun secara eksplisit tidak terdapat pertanyaan lanjutan untuk item ini, namun catatan pewawancara menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengaku menolak ajakan tersebut. Sedangkan dalam hal hubungan seksual, sebanyak 17 dari 75 (22,7%; 95%CI 13,2%-32,2%) responden mengaku pernah diajak oleh teman untuk melakukan hubungan seksual, dan 1 (1,3%) responden tidak bersedia menjawab pertanyaan tersebut. Seperti halnya menyikapi ajakan untuk menggunakan narkotika, catatan pewawancara juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengaku menolak ajakan tersebut. Sementara hanya satu responden yang mengaku pernah dipaksa, seperti dijelaskan di bagian sebelumnya.
4.4.4 Membuat Tattoo, Memasang Aksesoris, serta Berbagi Alat Cukur Perilaku berisiko lain yang digali dalam studi ini adalah pembuatan tattoo dan pemasangan aksesoris, serta perilaku berbagi alat cukur di antara sesama warga binaan. Dalam hal tattoo, sebanyak 111 (48,3%; 95%CI 41,8%-54,7%) responden yang memiliki tattoo dimana 41 (36,9%) responden mengaku membuatnya selama berada di Lapas. Sedangkan sebanyak 17 (7,4%; 95%CI 4,0%-10,8%) responden mengaku melakukan pemasangan perhiasan atau aksesoris tertentu selama berada di LP. Sebagian besar responden mengaku bahwa teman sesama warga binaanlah yang membuat tattoo tersebut. Bahkan sebagian besar responden mengaku bahwa pembuat tersebut adalah orang yang sama yang juga melakukan pembuatan tatto maupun pemasangan aksesoris pada temanteman warga binaan yang lain (Grafik 4.5). Dari pendalaman perilaku pembuatan tattoo tersebut, ada kesan risiko penularan HIV minimal karena sebagian besar responden mengaku bahwa jarum yang digunakan tidak pernah digunakan untuk orang lain. Selain itu sebagian besar responden mengaku jarum yang digunakan adalah jarum baru atau telah disterilkan sebelumnya. Kecenderungan untuk pemasangan aksesoris berbeda dengan pembuatan tattoo. Responden yang memasang
30
tattoo mengaku bahwa jarum tersebut digunakan untuk bersama dengan teman yang lain, namun mereka juga menjawab bahwa jarum tersebut baru atau telah disterilkan. Grafik 4.5 Perilaku Membuat Tattoo dan Aksesoris di Lapas Kerobokan 120 100 80 60 40
Setelah di LP
Pembuat
Jarum
Tatoo
alkohol
Tak Tahu
Tidak
Bersama
Lain
Ya
0
Teman
20
JarumSterilisasiOrang baru yang sama
Aksesoris
Sementara dalam hal berbagi alat cukur, sebanyak 26 (11,5%; 95%CI 7,2%-15,4%) responden mengaku pernah berbagi alat cukur dengan sesama teman di lapas, walaupun hanya 13 (50,0%) yang mengaku berbagi 1-3 kali per minggu, 4 (15,0%) mengaku berbagi 1-2 kali per bulan, dan sisanya bahkan mengaku lebih jarang atau hanya sekali saja selama di lapas.
4.5 Kontribusi Program Penanggulangan HIV di LP Kerobokan Program penanggulangan HIV yang tersedia di lapas Kerobokan berupa kegiatan penyuluhan, program substitusi methadon, layanan testing dan konseling HIV, serta penyediaan kondom. Terkait program penyuluhan yang dilakukan di lapas, terdapat sebanyak 103 (46,0%) responden yang mengaku pernah mendapatkan penyuluhan atau informasi. Jika ditelusuri jenis-jenis informasi penularan dan pencegahan tertular HIV yang pernah diterima responden melalui program penyuluhan tersebut, ternyata kecenderungannya adalah serupa dengan karakteristik pengetahuannya. Jenis informasi untuk penularan yang dominan
31
diketahui adalah melalui hubungan seks dan penggunaan jarum suntik. Sementara untuk pencegahannya juga didominasi pemahaman terhadap informasi penularan tersebut. Proporsi responden berdasarkan jenis-jenis informasi yang diterima disajikan pada Grafik 4.6.
Grafik 4.6 Cakupan Program Penyuluhan di Lapas Kerobokan 93,2
89,3 68
46 24,2
NSP
23,3
25,2
Pemutih
36,9
Penyuluhan (N=230)
Informasi penularan (N=103)
Metadon
Kondom
Wadah
Jasun
Anal seks
Seks
8,7
Ya
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Informasi pencegahan
Ya (%)
Dalam program substitusi metadon, sebanyak 13 (76,5%) pengguna narkotika suntik yang mengaku pernah menjadi peserta program dalam setahun terakhir. Dari jumlah tersebut, ada satu responden yang awalnya mengaku tidak menggunakan narkotika suntik, namun pada pertanyaan keikutsertaan dalam program ini, responden tersebut secara tidak sadar mengakui dirinya masih menyuntikkan narkotika heroin. Dari jumlah tersebut, sebanyak 12 (92,3%) responden mengaku masih aktif sebagai peserta program. Sementara itu, sebanyak 4 (23,5%) responden mengaku tidak mengikuti program metadon karena alasan tidak ingin mengikuti program, ingin berhenti memakai narkotika, merasa mampu menghadapi untuk tidak pakai narkotika, serta karena sudah positif HIV dan berat badan terus turun. Temuan lain yang juga patut diperhatikan dalam program Metadon dimana semua peserta metadon aktif ternyata masih menyuntikkan narkotika juga.
32
Sementara untuk program pertukaran jarum suntik, walaupun dinyatakan program ini tidak ada di lapas, satu responden mengaku mendapatkan jarum dari petugas lapangan di lapas, sementara sebagian besar lainnya mengaku tidak pernah, dan satu responden tidak mau menjawab pertanyaan. Satu responden tersebut mengaku pernah menerima jarum baru sebanyak 2 kali selama setahun berada di lapas. Selain itu, responden ini mengaku harus membayar sebanyak Rp. 25.000,- per jarum yang diberikan oleh petugas lapangan tersebut. Sedangkan untuk layanan testing dan konseling HIV sukarela, sebanyak 14 (82,4%) responden yang mengaku menyuntikkan narkotika telah memanfaatkan layanan ini, dimana 8 (57,1%) responden mengaku hal ini merupakan inisiatif sendiri, 4 (28,6%) responden mengaku karena inisiatif sendiri dan petugas, sementara 2 (14,3%) mengaku hal tersebut atas inisiatif petugas. Sementara itu, sebanyak 4 (57,0%) responden yang mengaku melakukan hubungan seks telah memanfaatkan layanan tersebut, baik atas insiatif sendiri (3, 75%), maupun inisiatif petugas dan sendiri (1, 25%).
Tabel 4.7 Hambatan-hambatan Berperilaku Aman Selama di Lapas Karakteristik
F (%) (N=)
1. Tidak ada hambatan
83 (36)
2. Kurangnya kesadaran diri
29 (13)
3. Kurangnya penyuluhan dan pemberian informasi tentang HIV
24 (10)
4. Teman-teman suka mempengaruhi teman lain untuk memakai narkotika
20 (9)
5. Banyak “barang” dan pemakai berkeliaran di lapas
23 (10)
6. Tidak dipisahkan antara odha dan non odha di lapas
18 (8)
7. Sulit mendapatkan jarum serta pemutih
12 (5)
8. Tidak tahu karena masih baru
9 (4)
9. Komunitas lapas padat dan pengawas sedikit/lemah
7 (3)
10. Ada kegiatan pinjam meminjam barang yang berisiko penularan
4 (2)
Responden mengungkapkan hambatan-hambatan mereka dalam berperilaku aman tertular HIV di Lapas melalui satu pertanyaan terbuka. Sebagian besar responden mengungkapkan tidak ada hambatan ataupun mengatakan bahwa perilaku berisiko sangat tergantung kepada kesadaran warga binaan itu sendiri. Hambatan-hambatan tersebut ditampilkan dalam Tabel 33
4.7. Diantara hambatan tersebut, masih ada responden yang berpendapat perlunya pemisahan antara orang dengan HIV (odha) dan non odha. Anggapan yang keliru ini tampaknya terkait dengan pemahaman yang belum tepat terhadap cara penularan HIV seperti yang telah dikemukakan di bagian awal.
4.6 Perbandingan Dengan Hasil Angket Seperti telah dijelaskan di bagian sebelumnya, dengan beberapa pertimbangan, dipandang perlu untuk menggali informasi tentang pemakaian narkotika jarum suntik dan perilaku berhubungan seksual di lapas dengan menggunakan metode yang berbeda dari sebelumnya yaitu dengan metode angket. Ada dua metode angket yang digunakan untuk melakukan konfirmasi terhadap data yang diperoleh. Metode angket yang pertama dilakukan pada responden yang sama dengan responden yang diwawancarai, sedangkan metode yang kedua dilakukan pada responden selain yang diwawancarai. Metode yang pertama sempat dilakukan pada 95 responden yang terakhir. Jika dilakukan perbandingan dengan hasil yang diperoleh melalui wawancara angka ini cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan total prevalensi. Namun jika dibandingkan dengan prevalensi kedua perilaku tersebut pada 95 responden yang terakhir, kedua angka tersebut serupa. Selengkapnya disajikan dalam Tabel 4.8. Tabel 4.8 Perbandingan Hasil Survei melalui Metode Wawancara dan Angket Karakteristik
Wawancara
Angket I (N = 95)
Angket II (N=200)
Prevalensi pemakai narkotika suntik
17 (7,4%)* 95% CI 4,01-10,77 3 (3,2%)** 95% CI -0,36-6,68
3 (3,2%) 95% CI -0,36-6,68
6 (3,1%) 95% CI 0,64-5,36
Prevalensi berhubungan seksual
7 (3,0%)* 95% CI 0,82-5,26 1 (1,1%)** 95% CI 1-3,1
1 (1,1%) 95% CI 1-3,1
2 (1,0%) 95% CI -0,38-2,38
* Hasil dari 230 responden (overall); ** Hasil dari 95 responden yang terakhir
34
Sementara itu, jika hasil prevalensi dengan metode wawancara dibandingkan dengan hasil angket metode yang kedua, maka hasilnya cenderung lebih rendah dengan menggunakan angket dibandingkan dengan menggunakan wawancara Perlu diperhatikan bahwa metode angket II dilakukan pada 200 responden baru yang dipilih dengan cara sistematik random sampling dari daftar listing populasi yang juga telah diperbaharui. Sementara itu, jika dibandingkan karakteristik sampel pada survei dengan metode wawancara dan dengan metode angket, perbedaan yang bermakna terjadi hanya pada variabel lama dipenjara dan lama vonis yang diputuskan hakim. Hasil selengkapnya disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.9 Perbandingan Karakteristik Responden melalui Metode Wawancara dan Angket Karakteristik
Wawancara
Angket II
F atau X2 (P)
1. Rerata Umur (SD)
32,7 (9,2)
31,2 (8,7)
7,7 (0,386)
15 (78,9) 36 (56,3) 49 (49,0) 108 (52,4) 22 (55,0)
4 (21,1) 28 (43,8) 51 (51,0) 98 (47,6) 18 (45,0)
6,1 (0,193)
65 (51,2) 93 (51,4) 72 (60,0)
65 (48,8) 88 (48,6) 48 (40,0)
2,6 (0,286)
102 (45,9) 95 (46,3
0,07 (0,506)
2. Pendidikan: - Tidak sekolah - SD - SMP - SMA - Sarjana 3. Suku -
Bali
-
Jawa
-
Lainnya
4. Jenis kasus -
Narkotika
-
Non narkotika
120 (54,1) 110 (53,7)
5. Lama ditahan (SD)
17,6 (12,9)
13,1 (14,5)
11,8 (0,01)
6. Masa pidana (SD)
57,2 (53,6)
40,2 (40,1)
11,5 (0,01)
Ket: variabel numerik diuji dengan uji perbedaan rerata, variabel kategori diuji dengan Chi-square
Beberapa informasi lain yang diperoleh dari angket II tersaji di Tabel 4.10. 35
Proporsi responden yang mengaku mengetahui temannya menggunakan narkotika maupun berhubungan seks cenderung lebih kecil dibandingkan dari hasil wawancara. Demikian pula responden yang mengaku menggunakan narkotika maupun berhubungan seks juga lebih kecil daripada hasil yang diperoleh melalui wawancara.
Tabel 4.10 Hasil Survei Melalui Metode Angket Karakteristik
Frek, P
1. Mengetahui teman yang menyuntik narkotika
15 (7,6)
2. Pernah diajak untuk menggunakan narkotika
8 (57,1)
3. Mengetahui teman melakukan hubungan seks di lapas
3 (1,5)
4. Pernah diajak untuk berhubungan seks di lapas
1 (25)
5. Pernah menggunakan narkotika setahun terakhir
6 (3,1)
6. Sejak kapan menggunakan narkotika -
Sebelum di LP
-
Setelah di LP
5 (83,3) 1 (16,7)
7. Berapa kali menyuntikkan narkotika seminggu terakhir -
Minimum-maksimum
-
Rerata (SD)
-
Nilai tengah
0-9 4,5 (3,7) 5,0
8. Berapa orang bersama menyuntikkan narkotika seminggu terakhir -
Minimum-maksimum
-
Rerata (SD)
-
Nilai tengah
0-7 2,0 (2,7) 2,7
9. Menggunakan jarum suntik bersama saat menyuntik terakhir
1 (16,7)
10. Memiliki kebiasaan mencuci jarum suntik
4 (66,7)
11. Bahan paling sering dipakai mencuci: pemutih
5 (2,5)
12. Kebiasaan menggunakan wadah bersama-sama
4 (100)
36
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Perilaku Menyuntikkan Narkotika Besaran Masalah Studi ini menemukan prevalensi pemakai narkotika di Lapas Kerobokan pada tahun 2009 adalah sebesar 35,8% (95%CI 29,5%-41,8%). Di Bali, belum pernah dilakukan survei secara resmi terhadap perilaku ini di Lapas. Sementara itu, beberapa survei yang dilakukan di Lapas lain di Indonesia tidak spesifik terkait dengan perilaku berisiko (Neelwan et al., 2009; Sharma et al., 2009; Kounang, 2008; Sigarlaki, 2006). Di Lapas Kerobokan sendiri, Sumantera et al. (2001), pernah melakukan survei cepat dengan cara mendata penasun per blok berdasarkan informasi teman sesama warga binaan yang telah diidentifikasi sebagai penasun. Saat itu, diperkirakan prevalensi pemakai narkotika di lapas sebesar 37,8%. Dengan pembanding tersebut, hasil survei di Lapas Kerobokan dijumpai sedikit lebih rendah. Namun dibandingkan dengan studi di Lapas Bandung dimana prevalensi pemakai narkotika hanya 17,2% (Nelwan et al., 2009), hasil Lapas Kerobokan jauh lebih tinggi. Sementara jika dibandingkan dengan studi-studi serupa di Lapas-lapas lain yang ada di Asia, misalnya di Thailand dan India, dijumpai prevalensi pemakai narkotika yang lebih tinggi yaitu berkisar 40%-50% (Donde, 2006; Lertpiriyasuwat et al., 2008). Untuk pemakaian narkotika suntik, angka-angka yang ditemukan dalam studi ini juga lebih rendah dibandingkan dengan yang dijumpai oleh survei cepat Sumantera et al. (2001). Proporsi pemakai narkotika suntik per total pemakai narkotika dalam studi ini sebesar 20,7% (95%CI 9,9%-30%) berbanding 41,2% (95%CI 31,4%-51,0%) pada survei cepat. Demikian juga dengan prevalensi pemakai narkotika suntik dalam studi ini menemukan sebesar 7,4% (95%CI 4,0%-10,8%) – dengan metode wawancara – berbanding 13,9% (95%CI 9,93%17,95%) pada survei cepat. Terlebih lagi jika dibandingkan dengan metode angket pada populasi yang berbeda yang memperoleh prevalensi lebih kecil yaitu sebesar 3,1% (95%CI 0,64%-5,36%). Namun jika dibandingkan dengan studi di Lapas Banceuy Bandung Jawa Barat, maka prevalensi di Lapas Kerobokan cenderung lebih tinggi karena di Banceuy ditemukan prevalensi penasun hanya 5,3% (Nelwan et al., 2009).
37
Sementara jika diambil perbandingan dengan survei di Lapas-lapas lain di Asia, beberapa memang menunjukkan hasil lebih tinggi; misalnya di Thailand sebesar 38% - 40% (Sharma et al., 2009; Thaisri et al., 2003) dan di Nepal sebesar 28% (Dolan & Larney, 2009; Sharma et al., 2006). Di sisi lain, beberapa survei di Asia juga menunjukkan hasil lebih rendah daripada di Bali, misalnya studi oleh Lertpiriyasuwat, et al., (2008) di Thailand yang hanya menemukan prevalensi penasun sebesar 1%. Perbandingan tersebut memang menunjukkan adanya variasi yang cukup besar pada besaran pemakai narkotika suntik di berbagai Lapas. Bahkan untuk di Lapas Kerobokan, dalam dua survei yang relatif berdekatan waktunya namun menggunakan dua metode yang berbeda, terdapat perbedaan prevalensi yang cukup besar, walaupun secara statistik memang tidak bermakna. Menariknya, survei dengan metode angket yang relatif memberi kebebasan responden untuk berekspresi ternyata justru mendapatkan prevalensi lebih kecil. Hal tersebut mendukung fakta bahwa terdapat fluktuasi prevalensi pemakai narkotika suntik yang ada di Lapas. Walaupun besaran angka tersebut secara umum relatif kecil, banyak data pendukung kuantitatif dalam studi ini yang menunjukkan bahwa jumlah pemakai narkotika suntik di Lapas Kerobokan memang relatif rendah. Perkiraan jumlah penasun dengan menanyakan teman yang menyuntik di Lapas dijawab oleh setidaknya 80% responden bahwa jumlah penasun tidak melebihi jumlah 30 orang. Sementara 59% responden menyatakan jumlah penasun tidak lebih dari 10 orang. Selain itu, informasi jumlah teman yang diajak menyuntik bersama-sama oleh para penasun yang berhasil ditemukan menyebutkan tidak lebih dari 10 orang yang diajak menyuntik. Beberapa kondisi lapangan seperti padatnya kegiatan pembinaan, absensi setiap tengah hari, serta adanya piket penjagaan juga tidak mendukung untuk warga binaan menyuntik beramai-ramai, apalagi menyuntik dengan teman-teman di blok yang lain. Temuan kualitatif bahwa ada aturan lokal di dua Blok (D dan E) yang memberikan sangsi dipukul beramai-ramai jika warga binaan blok tersebut diketahui memakai narkotika juga mendukung relatif kecilnya angka penasun yang dijumpai di Lapas ini. Semua hal-hal tersebut sangat mendukung temuan bahwa memang tidaklah mudah menemukan pemakai narkotika suntik di Lapas Kerobokan.
38
Kemungkinan Penularan HIV di Lapas Kerobokan Melalui Penasun Disamping jumlah penasun yang relatif kecil di Lapas Kerobokan, ada beberapa fakta yang bertentangan dengan anggapan selama ini yaitu Lapas adalah tempat yang sangat rentan untuk terjadinya penularan HIV. Pertama, jumlah penasun yang dijumpai relatif rendah. Kedua, jumlah pemakai narkotika maupun narkotika suntik yang baru memulai pemakaian selama di lapas relatif sangat kecil. Survei menunjukkan sebagian besar pemakai narkotika maupun penasun yang ditemukan memang sudah memakai narkotika sebelum masuk ke Lapas. Selain itu, walaupun sebagian besar responden mengaku sering diajak temannya untuk melakukan perilaku berisiko, hampir semua mengaku bisa menolak ajakan tersebut. Hal ini tampaknya juga didukung temuan bahwa pemahaman responden yang sangat baik untuk dua cara penularan HIV yang utama yaitu melalui pemakaian narkotika suntik bergantian serta berhubungan seks. Hal-hal ini menunjukkan bahwa Lapas maupun faktor-faktor yang ada di dalamnya sesungguhnya tidak berperan besar terhadap munculnya perilaku berisiko tersebut. Ketiga, pemakai narkotika suntik yang ditemukan di Lapas, telah memahami setidaknya untuk dua hal, bahwa perilaku berbagi jarum suntik serta berhubungan seks tanpa kondom dapat menularkan HIV. Pemahaman tersebut setidaknya juga merupakan dasar mengapa penasun ini selalu mencoba mengurangi risiko tertular HIV selama menyuntik narkotika. Upaya tidak berbagi jarum telah dilakukan sebagian penasun, dan merupakan pilihan pertama, namun akses jarum baru dinyatakan sangat sulit oleh semua responden, bahkan mereka berani membeli dengan harga mahal maupun nekat menyelundupkan dari luar melalui keluarga ataupun temannya. Disamping upaya tersebut, semua penasun mengaku mencuci jarum jika hendak berbagi, walaupun material yang digunakan tidak selalu dengan bleaching. Walaupun hal tersebut diperoleh hanya melalui wawancara, banyak hal di luar wawancara yang tampaknya mendukung temuan tersebut. Misalnya, data VCT setahun terakhir (2009) di Lapas Kerobokan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,8%) warga binaan yang positif HIV dari 167 warga binaan yang diperiksa. Selain itu, data 3 bulan terakhir (Oktober 2009 – Januari 2010), menunjukkan bahwa dari 83 warga binaan yang VCT, dijumpai hanya 1 (1,2%). Sementara jika dibandingkan dengan data sero survei di Lapas Kerobokan sejak tahun 20042008, memang ada kecenderungan angka mulai konsisten di bawah 10%. Sementara data 39
sero survei di LP pada tahun 2009 dijumpai prevalensi HIV 6,5%. Data kejadian HIV yang sangat rendah ini setidaknya memberi gambaran secara tidak langsung bahwa penularan HIV melalui penasun di Lapas Kerobokan tidaklah tinggi. Sekaligus, hal ini juga mendukung temuan studi ini yang menyatakan bahwa perilaku berisiko pada penasun sesungguhnya relatif minimal. Temuan di atas sesuai dengan beberapa studi yang dilakukan oleh CDC seperti dikutip oleh Brown (2006) bahwa tidak cukup bukti yang mendukung lapas sebagai tempat potensial penularan HIV. Menariknya, hal-hal di atas sangatlah berbeda dengan temuan-temuan di Lapas lain di Indonesia. Hasil sentinel surveilans di empat Lapas di Jakarta seperti disitasi dari Sarma et al. (2009) misalnya, menunjukkan prevalensi HIV secara konsisten lebih dari 10%. Sementara itu sampling pada tahun 2003 terhadap semua warga binaan yang masuk Lapas menunjukkan hanya 5-10% terinfeksi HIV, namun hampir 20% dari total populasi ternyata dijumpai terinfeksi HIV. Hal tersebut menunjukkan ada transmisi HIV yang cukup aktif di Lapas. Demikian pula di LP Timur Cipinang Jakarta – seperti disitasi dari jurnal yang sama menunjukkan prevalensi HIV terus meningkat dari 17,8% di tahun 2005 menjadi 30,4% di tahun 2006. Demikian pula studi Nelwan et al. (2009) di Bandung, juga menunjukkan bahwa warga binaan yang mengaku menyuntikkan narkotika di Lapas ternyata lebih banyak tertular HIV dibandingkan dengan yang tidak menyuntikkan narkotika (39,3% vs. 1,6%; P 0,001).
Kontribusi Program Penanggulangan HIV Banyak hal yang mungkin memberikan kontribusi terhadap kondisi yang dijumpai di Lapas Kerobokan Bali. Situasi penularan HIV secara umum di Bali telah bergeser dari pemakai narkotika suntik ke arah penularan heteroseksual. Jumlah penasun yang terinfeksi HIV di Bali yang ditemukan melalui VCT di klinik-klinik yang tersebar di Denpasar, Badung, Singaraja secara konsisten terus menunjukkan penurunan sejak tahun 2004 (Dinkes Provinsi Bali, 2000-2009). Sementara data estimasi jumlah penasun aktif tahun terakhir (Sawitri, unpublish report 2009) juga menunjukkan penurunan yang bermakna dibandingkan dengan estimasi 7 tahun yang lalu (Sumantera et al., 2003). Walaupun belum jelas sekali penyebab penurunan tersebut, faktor-faktor kematian akibat HIV pada penasun dijumpai cukup tinggi dalam studi
40
tersebut. Disamping itu data sekunder juga menunjukkan hampir separuh penasun yang menjadi jangkauan LSM ternyata telah tidak aktif menyuntik narkotika atau hanya menyuntikkan narkotika secara “occasional”. Penurunan jumlah penasun di luar Lapas juga berkontribusi terhadap penurunan jumlah penasun yang masuk ke Lapas Kerobokan. Harus diakui bahwa situasi penanggulangan HIV di Bali adalah yang terbaik dibandingkan dengan yang ada di provinsi lain di Indonesia. Kegiatan-kegiatan penjangkauan, penyuluhan, pendampingan, upaya deteksi dini HIV yang ditujukan pada kelompok penasun telah dikerjakan dengan aktif oleh beberapa LSM sejak tahun 2000 hingga saat ini. Upaya harm reduction semacam program pertukaran jarum suntik bahkan mendapatkan dukungan penuh dari kepolisian dan dimulai paling awal di Bali. Program substitusi metadon juga diterima dengan baik oleh berbagai pihak dan dilaksanakan pertama kali di Bali. Kerja sama antar LSM, Pemerintah, maupun masyarakat juga terlihat sangat baik. Di sisi lain, secara umum, kegiatan penyuluhan pada kelompok-kelompok masyarakat lain juga telah dilakukan secara sistematis dan menyeluruh, sehingga pemahaman masyarakat terhadap HIV juga relatif baik. Kondisi di luar Lapas Kerobokan tentunya secara tidak langsung juga membawa dampak terhadap penghuni Lapas karena warga binaan sesungguhnya adalah berasal dari komunitas luar lapas. Dalam penanggulangan HIV, kegiatan di Lapas Kerobokan adalah salah satu yang terbaik dan aktif. Berbagai kegiatan penanggulangan HIV seperti penyuluhan tidak pernah berhenti dilaksanakan sejak tahun 2000. Upaya deteksi dini HIV melalui VCT telah dilakukan sejak tahun 2004 melalui kerja sama dengan klinik YKP. Klinik di Lapas Kerobokan merupakan klinik yang pertama yang menyediakan layanan VCT di antara Lapas-lapas di Indonesia. Pendirian klinik Metadon di Lapas Kerobokan juga merupakan yang pertama dilakukan di Indonesia. Sampai saat ini kegiatan di Lapas Kerobokan juga terus mendapatkan dukungan dari KPA Provinsi Bali maupun pihak-pihak lain untuk melakukan kegiatan penanggulangan HIV di Lapas Kerobokan secara sistematis dan kontinyu.
41
Catatan Penting Dalam Perilaku Berisiko Tertular HIV Melalui Jarum Suntik Di balik gambaran situasi perilaku berisiko tertular HIV yang cenderung baik tersebut, sesungguhnya ada temuan-temuan yang menunjukkan masih adanya risiko penularan HIV pada penasun. Pertama, pemahaman penasun maupun warga binaan tentang HIV masih cenderung terbatas pada dua hal yaitu pemakaian jarum suntik dan hubungan seks. Hal ini perlu mendapatkan perhatian karena masih adanya perilaku lain yang juga berisiko tertular HIV. Selain itu, informasi penularan HIV melalui alat lain yang juga dipakai dalam proses penyuntikan juga belum dipahami dengan baik oleh warga binaan maupun penasun. Kedua, walaupun penasun telah berupaya melakukan harm reduction selama menyuntikkan narkotika, namun kesulitan akses alat-alatnya membuat mereka tetap berada dalam risiko penularan HIV. Penyediaan bleaching terbatas dilakukan di klinik karena alasan keamanan. Peraturan di Lapas memang tidak memungkinkan menyediakan bleaching secara bebas karena bahan tersebut kemungkinan bisa membahayakan orang lain. Demikian pula halnya dengan jarum suntik yang jelas-jelas dapat dikategorikan sebagai barang yang tajam, mengalami kendala yang serupa dengan bleaching. Lebih buruk untuk jarum suntik, bahkan klinik-pun sampai saat ini tidak diperbolehkan menyediakan untuk penasun. Harus diakui bahwa kondisi ini menjadi sangat rumit. Dalam sistem organisasi di Lapas, kegiatan di Lapas terbagi menjadi 3 bagian besar yaitu keamanan, perawatan (kesehatan), serta pembinaan. Keamanan menjadi tanggungjawab kepala lapas beserta seluruh personil keamanan, sementara kesehatan menjadi tanggung jawab dokter yang ditunjuk beserta staf klinik. Dari persepsi keamanan, narkotika merupakan barang yang tidak boleh ada di Lapas, atau ilegal. Sehingga selalu ada kekuatiran bahwa menyediakan jarum suntik maupun bleaching di Lapas berarti melegalkan pemakaian narkotika. Selain itu, selalu ada kekuatiran bahwa barang tersebut dapat membahayakan keamanan. Sementara dari persepsi kesehatan, menyediakan jarum suntik maupun bleaching sangat penting untuk mencegah penularan HIV di kalangan penasun. Pemakaian narkotika suntik dengan jarum suntik yang sama secara bergantian sesungguhnya merupakan masalah di dua bagian tersebut, keamanan dan kesehatan, karena itu penyelesaiannya tidak mungkin oleh satu bagian saja.
42
Menyikapi persepsi bahwa program penyediaan jarum suntik adalah ilegal, sesungguhnya program ini telah dilakukan di luar Lapas di Bali sejak tahun 2002. Upaya ini dimulai secara diam-diam karena dianggap kegiatan ilegal dan mendapat pengesahan administratif pada tahun 2004 sebagai proyek uji coba melalui Surat Keputusan Bersama antara Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (SK. No.21 Tahun 2003) dan Surat Keputusan Badan Narkotika Nasional (SK. No.04 Tahun 2003). Sampai saat ini kegiatan NEP maupun kegiatan lainnya masih legal secara administratif melalui SK Menko Kesra No. 02/KESRA/2007 tentang pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Narkotika dan Psikotropika (Tambun JG, 2007). Walaupun belum ada undang-undang yang secara tegas menyebutkan aspek legalitas program ini, dalam pelaksanaannya beberapa kebijakan bisa dibuat untuk memberi perlindungan bagi pelaksananya. Secara nyata, memang dijumpai jumlah penasun yang terinfeksi HIV di Bali memang semakin menurun (Dinkes Provinsi Bali, 2000-2009). Sebagai perbandingan dalam menyikapi kemungkinan terjadinya gangguan stabilitas keamanan di Lapas jika menyediakan layanan jarum suntik; mengutip Dostoyesvsky (2008) bahwa di Lapas-lapas di Amerika Serikat memang belum dilakukan penyediaan jarum suntik maupun bleaching. Namun di 50 penjara di 8 negara di Eropa telah dilakukan penyediaan jarum suntik di Lapas. Evaluasi di 3 negara yaitu Spanyol, Swiss dan Jerman menunjukkan tidak dijumpai peningkatan jumlah penasun, terjadi penurunan kasus berbagi jarum, tidak ditemukan kasus baru HIV ataupun hepatitis, serta tidak ada penggunaan jarum tersebut untuk senjata atau melukai orang lain. Dalam literatur yang sama, disebutkan bahwa berdasarkan temuan-temuan tersebut, WHO telah merekomendasikan untuk menyediakan sarana harm reduction di Lapas. Hal positif lainnya adalah Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang memasukkan program penanggulangan HIV di Lapas dalam rencana strategis nasional (20052009), yang memprioritaskan upaya pencegahan penularan HIV melalui jarum suntik di Lapas. Hal ini sesungguhnya bisa menjadi suatu landasan yang baik untuk memulai melakukan tindakan-tindakan intensif lebih lanjut di Lapas Kerobokan. Jika diperlukan, bisa dilakukan upaya melakukan kajian terlebih dahulu terhadap kemungkinan melaksanakan kegiatan tersebut. Misalnya kajian tingkat penerimaan pihak terkait, kemungkinan dampak negatif, strategi pelaksanaan, kriteria penerima program dan lain-lain.
43
Catatan lain yang juga penting di Lapas Kerobokan adalah temuan yang menunjukkan bahwa penasun yang memanfaatkan program substitusi metadon ternyata seluruhnya masih menyuntikkan narkotika. Walaupun kondisi ini juga ditemukan pada penasun yang memanfaatkan layanan metadon di luar Lapas Kerobokan, namun proporsi kejadiannya tidaklah setinggi yang ditemukan di Lapas. Dari pembicaraan dengan konselor klinik Metadon di RS Sanglah, diperkirakan sekitar 30% peserta metadon juga masih menyuntikkan narkotika. Mengingat situasi di Lapas lebih spesifik, diperlukan upaya-upaya untuk menemukan akar permasalahan situasi ini dan melakukan perbaikan.
5.2 Perilaku Berhubungan Seks Berisiko Perilaku berhubungan seks di lapas merupakan faktor risiko yang sangat sulit digali dari warga binaan di Lapas Kerobokan. Dengan menggunakan metode wawancara maupun dengan angket yang ditujukan pada perilaku responden secara langsung, prevalensi perilaku ini dijumpai sangat minimal. Sedangkan dengan menanyakan perilaku ini pada temannya yang diketahui melakukan, walaupun diperoleh hasil lebih besar dari metode pertama, ternyata memang rentangan jumlahnya juga cenderung lebih kecil daripada perilaku pemakaian narkotika. Hampir 98% responden menjawab hanya mengetahui kurang dari atau sama dengan 15 orang temannya sesama warga binaan yang melakukan hubungan seks. Sayangnya, data survei cepat Sumantera et al. (2001) di Lapas Kerobokan juga tidak menyebutkan secara tegas berapa ditemukan warga binaan yang melakukan hubungan seks di Lapas. Sementara beberapa studi di Asia menjumpai perilaku hubungan seks berisiko dalam kisaran 10%-15%
di Asia (Buavirat et al., 2003; Lertpiriyasuwat et al., 2008).
Sementara WHO (2007) menyebutkan adanya variasi yang sangat besar untuk perilaku ini di Lapas-lapas di Amerika dan Kanada, yaitu berkisar antara 6%-70%. Namun harus diakui bahwa walaupun disebutkan sebagai perilaku yang sangat merajalela, perilaku ini sangat sulit diketahui kebenaran informasinya (Donde, 2006; WHO, 2007; Dolan & Larney, 2009). Temuan lain tentang kejadian pemaksaan hubungan seksual yang dijumpai di Lapas Kerobokan hanya terjadi pada satu respoden (0,1%). Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan studi-studi di Lapas lain di luar Indonesia yang bisa mencapai 1-3% untuk pemerkosaan, maupun 11%-40% untuk agresi seksual (WHO, 2007).
44
Selain itu, dari semua responden yang mengaku melakukan hubungan seks, tidak ada satupun yang mengaku melakukannya dengan sesama jenis. Hal ini sangat bertolak belakang dengan hasil-hasil studi di berbagai tempat lain di luar Indonesia yang menunjukkan prevalensi hubungan seksual sesama jenis yang jauh lebih tinggi dibandingkan hubungan seksual lain jenis (WHO, 2007). Dostoyevsky (2008) dalam review-nya terhadap Lapas-lapas di US menyebutkan bahwa kekerasan seksual di penjara dilaporkan sangat rendah di penjara karena adanya stigma yang terkait pemerkosaan dan hubungan seksual sesama. Walaupun studi ini menemukan besaran prevalensi perilaku hubungan seks yang minimal, studi ini telah berhasil menunjukkan bahwa perilaku tersebut memang eksis di lapas. Selain itu, sebagian responden mengaku bahwa hubungan seks tersebut tidak menggunakan kondom, walaupun semua responden mengaku tidak memiliki hambatan dalam akses kondom. Sampai saat ini, kondom memang telah disediakan secara gratis di klinik Lapas Kerobokan. Namun, untuk warga binaan, rupanya penyediaan kondom di klinik saja tidaklah memadai, sehingga perlu dipikirkan perluasan tempat penyediaan kondom di Lapas agar lebih mudah diakses oleh warga binaan. Saat ini memang ada kekuatiran terhadap kemungkinan penyalahgunaan kondom di Lapas, terutama kondom digunakan sebagai tempat menyembunyikan narkotika. Namun hasil-hasil studi-studi di lapas di luar Indonesia oleh WHO (2007) menunjukkan tingkat penyalahgunaan kondom relatif minimal. Penyediaan kondom yang luas tidak meningkatkan proporsi pemakai narkotika suntik, tidak meningkatkan proporsi perilaku seksual berisiko, serta tidak dijumpai penggunaan sebagai suatu senjata. Hasil studi lain yang cukup menggembirakan adalah temuan bahwa semua penasun tidak melakukan hubungan seks selama di Lapas Kerobokan. Sehingga kemungkinan penularan HIV dari penasun – yang diketahui telah banyak tertular HIV – kepada warga binaan yang lain melalui hubungan seks juga menurun.
45
5.3 Perilaku Berbagi Alat Cukur, Membuat Tattoo serta Aksesoris Proporsi responden yang berbagi alat cukur lebih rendah dibandingkan perilaku melakukan tattoo dan lebih tinggi dari pemakaian aksesoris selama di lapas. Di sisi lain frekuensi berbagi alat cukur relatif jarang sehingga tampaknya risiko transmisi HIV juga relatif minimal. Sementara itu, proporsi responden yang melakukan tattoo di Lapas Kerobokan lebih rendah jika dibandingkan dengan angka melakukan tattoo di Lapas Banceuy di Bandung (Nelwan et al., 2009). Perbandingan total pemakai tattoo di Lapas Kerobokan, pemakai yang baru memasang tattoo setelah di Lapas Kerobokan, serta pemakai tattoo di Lapas Banceuy adalah 48,3%; 17,8%; dan 57,8%. Demikian juga halnya dengan pemasangan aksesoris, hasil di Lapas Kerobokan lebih rendah dibandingkan di Lapas Banceu (7,4% vs 13,4%). Walaupun sebagian besar responden di Lapas Kerobokan mengaku bahwa jarum yang digunakan untuk tattoo telah disterilkan ataupun telah digunakan jarum baru, namun pada pemasangan aksesoris dijumpai keraguan responden terhadap penggunaan jarum baru tersebut. Mengingat temuan sulitnya akses jarum oleh penasun di Lapas Kerobokan, serta berbagai kebijakan di Lapas Kerobokan yang tidak melegalkan adanya jarum suntik, bukan tidak mungkin kesulitan akses jarum baru juga dialami oleh pembuat tattoo maupun aksesoris ini. Sehingga bisa saja hal ini merupakan faktor risiko penularan HIV yang juga perlu diperhatikan. Lebih jauh, terkait dengan pemakaian jarum suntik untuk tattoo dan aksesoris ini, studi di Banceuy Bandung juga menyebutkan adanya korelasi positif antara infeksi Hepatitis B dan Hepatitis C dengan penggunaan tattoo (Nelwan et al., 2009). Hal ini juga diperkuat hasil studi di Thailand oleh Buavirat et al. (2003) dan Thaisri et al. (2003) bahwa tattoo selama di lapas sebagai faktor risiko yang berhubungan dengan prevalensi HIV. Fakta tersebut ditunjang dengan masih rendahnya pemahaman warga binaan terhadap cara penularan HIV diluar melalui jarum suntik narkotika dan hubungan seks, perlu mendapatkan perhatian. Sementara itu, hampir semua responden merujuk kepada individu tertentu sebagai pemasang tattoo maupun aksesoris tersebut. Dengan demikian upaya peningkatan pemahaman warga binaan tentang cara penularan HIV melalui cara ini juga perlu ditingkatkan. Kemungkinan penularan penyakit lain seperti Hepatitis B dan Hepatitis C juga perlu mendapat penekanan. Upaya yang lebih intensif juga
46
perlu dikerjakan pada para pembuat tattoo dan aksesoris agar bisa menyediakan layanan yang lebih aman dari penularan penyakit. Hal ini akan kembali menimbulkan benturan kepentingan diantara pemegang kebijakan keamanan dan kesehatan seperti halnya kasus penyediaan jarum pada penasun, sehingga perlu dilakukan kajian yang menyeluruh. Harus diakui hingga saat ini walaupun diakui bahwa pelayanan kesehatan adalah hak dari warga binaan, dan bila tidak menyediakan layanan kesehatan yang layak disebutkan sebagai suatu pelanggaran hak asasi. Namun sampai saat ini belum terdapat standar yang jelas bagaimana seharusnya penyelenggaraan layanan kesehatan, termasuk program pencegahan penularan HIV di Lapas. Sayangnya, hal ini juga terjadi bukan hanya di Indonesia, namun juga di banyak Lapas di dunia (WHO, 2007; Winter 2008; Sharma et al. 2009). Walaupun demikian, banyak pendapat yang menyatakan bahwa layanan kesehatan dan programprogram pencegahan di lapas sebenarnya merupakan kesempatan yang sangat baik karena populasi yang terkumpul lebih memudahkan dalam penyelenggaraan kegiatan program pencegahan dibandingkan dengan menjangkau kelompok-kelompok tersebut di luar lapas (Winter, 2008).
5.4 Proses Sampling dan Pengumpulan Data Dalam pembuatan kerangka sampel dan pengumpulan data, peneliti menjumpai hambatan berupa tidak tersedianya sistem register yang komprehensif. Buku register yang tersedia di Lapas Kerobokan belum terkomputerisasi, namun berupa 6 buah buku berdasarkan status warga binaan saat mulai berada di lapas sampai dengan setelah jatuhnya vonis. Dengan sistem pencatatan tersebut, peneliti mengalami kesulitan menentukan blok tempat warga binaan ditahan sehingga warga binaan yang kebetulan terpilih sebagai sampel lebih sulit dicari. Selain itu, buku register tersebut juga seringkali tidak sesuai dengan kondisi di lapangan karena berbagai sebab. Misalnya, adanya pengurangan masa hukuman (remisi), adanya pemindahan warga binaan ke lapas lain, ataupun adanya pemindahan warga binaan antar blok menyebabkan tingkat mobilitas warga binaan menjadi sangat tinggi. Upaya yang dilakukan dengan melakukan konfirmasi daftar sampel ke masing-masing blok juga menjumpai hambatan karena seringkali ada ketidaksesuaian nama yang ada pada register dan nama yang ada di catatan blok karena berbagai sebab. Misalnya, seringkali warga binaan mempunyai beberapa nama alias yang tidak diketahui teman dalam blok, dan
47
warga binaan tidak sempat mengenali satu persatu temannya dalam blok karena cepatnya pemindahan. Kondisi ini sempat diperburuk karena adanya pemindahan warga muslim ke dalam beberapa blok khusus secara mendadak agar memudahkan pengawasan selama bulan puasa dan lebaran. Hal ini menyebabkan banyak warga binaan lain juga sulit ditelusuri keberadaannya karena juga ikut dipindahkan ke blok-blok yang lain untuk menghindari kelebihan penghuni di satu blok. Hal ini juga sempat menghambat jalannya wawancara sehingga diputuskan untuk menunggu hingga satu minggu setelah lebaran agar warga binaan telah kembali ke blok semula. Buavirat et al. (2003) mengungkapkan bahwa pencatatan yang baik merupakan salah satu kekuatan untuk meningkatkan kualitas hasil studinya di penjara di Bangkok. Namun untuk di Bali (Indonesia), hal tersebut masih sulit diharapkan terjadi. Sementara Magnani et al. (2005) menyarankan untuk kepentingan sampling pada populasi yang tersembunyi, agar menggunakan metode-metode non random seperti snowball sampling, facility-based sampling, targeted sampling, dan lain-lain. Hal ini bisa menjadi salah satu alternatif untuk memecahkan masalah pencatatan yang kurang akurat di lapas.
5.5 Kelemahan Studi Disamping kendala dalam sistem pencatatan dan sistem rotasi/mutasi warga binaan di Lapas yang dapat mempengaruhi kualitas data survei, terdapat beberapa kelemahan studi lainnya. Studi ini merupakan survei perilaku saja sehingga kebenaran informasi yang diberikan oleh responden menjadi lebih lemah dibandingkan dengan jika disertai upaya menemukan indikator yang lebih obyektif. Misalnya dengan melakukan pemeriksaan bekas suntikan untuk penasun (http://www.biomedcentral.com/1471-2334/3/25), diikuti pemeriksaan definitif seperti pemeriksaan kadar urine untuk opiad, pemeriksaan HIV, walaupun sifatnya tetap
anonimus. Demikian pula untuk perilaku seksual berisiko, mungkin dapat
dipertimbangkan untuk menggali riwayat pemeriksaan ke klinik di Lapas untuk infeksi menular seksualnya, maupun melakukan pemeriksaan IMS (HIV/AIDS in incarcerated people, 2009).
48
Selain itu, penggunaan metode seperti angket ternyata tidak sepenuhnya dapat memperbaiki hasil pengumpulan data melalui wawancara. Untuk memperbaiki studi di masa mendatang, sangat perlu dilakukan studi pendahuluan terhadap responden di Lapas untuk menggali metode-metode pengumpulan data yang diperkirakan lebih bisa diterima oleh kelompok warga binaan.
49
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1 Kesimpulan 1. Perilaku berisiko terinfeksi HIV di Lapas Kerobokan adalah pemakaian jarum suntik narkotika, hubungan seksual dengan sesama warga binaan tanpa kondom, penggunaan alat cukur bersama-sama, serta melakukan tatoo di lapas. 2. Prevalensi perilaku berisiko terinfeksi HIV melalui jarum suntik dijumpai sebesar 7,4% dimana 50% dari angka tersebut menggunakan jarum suntik secara bersama-sama. Sebanyak 4 dari 8 (50%) responden mengaku mulai memakai heroin suntik sejak berada di lapas. 3. Prevalensi hubungan seksual di Lapas ditemukan sebesar 3%, dimana semua responden mengaku menggunakan kondom dan melakukan hubungan seks dengan lain jenis. 4. Prevalensi pemasangan tattoo dijumpai sebesar 48,3% dimana sepertiganya (17,8%) melakukan pemasangan tattoo di lapas. Pemasangan aksesories dijumpai lebih kecil yaitu sebesar 7,4%. Demikian pula dengan pemakaian alat cukur secara bersama-sama yaitu sebesar 11,5%. 5. Dalam melakukan hubungan seksual, sebagian responden mengaku memakai kondom yang diperoleh di klinik. Semua responden mengaku tidak mengalami kesulitan untuk memperoleh kondom. 6. Sementara dalam penggunaan jarum suntik, separuh responden mengaku telah melakukan upaya sterilisasi dengan mencuci jarum terlebih dahulu. Namun bahan pencucinya tidak selalu pemutih, namun seringkali air. 7. Hambatan-hambatan dalam melakukan perilaku pencegahan tertular HIV di LP antara lain terkait dengan keterbatasan pemutih serta kondom. Sulitnya memperoleh jarum di Lapas juga disebut sebagai suatu hambatan. Selain itu, masih ada keluhan terkait kurangnya penyuluhan tentang HIV, adanya peer pressure, adanya peredaran narkotika dan pemakainya, keterbatasan tenaga pengawas serta kepadatan komunitas lapas.
50
8. Kontribusi program penanggulangan HIV di LP yang sangat dirasakan oleh warga binaan adalah adanya penyuluhan tentang HIV. Layanan VCT telah dimanfaatkan oleh penasun, sementara program substitusi metadon belum dimanfaatkan optimal oleh penasun, dan ada tendensi penyalahgunaan layanan tersebut.
6.2. Rekomendasi 1. Melakukan kajian lebih dalam untuk mencari alternatif dalam mengatasi kesulitan memperoleh jarum suntik dan bleaching selama di lapas, terutama jika diinginkan untuk melakukan program pertukaran jarum suntik. 2. Hambatan lain terkait penyediaan kondom perlu dipertimbangkan untuk diperluas distribusinya. 3. Mengingat mobilitas warga binaan yang sangat tinggi, prevalensi perilaku berisiko melalui jarum suntik maupun hubungan seksual yang sangat bervariasi antara populasi, maka upaya diseminasi informasi tentang HIV perlu dilakukan terus menerus untuk menekan potensi penularan HIV di lapas. 4. Jika hendak dilakukan studi lebih lanjut, akan lebih baik jika disertai pengukuran indikator lain yang lebih obyektif untuk mendukung informasi tentang perilaku berisikonya. Penggunaan metode penggalian informasi perlu mendapat perhatian khusus sebelum memulai studi. 5. Perlu dilakukan evaluasi sistematis terhadap program layanan metadon untuk mengembangkan strategi pelayanan yang lebih baik di masa mendatang.
51
DAFTAR PUSTAKA
AIDS Action (2008) HIV Prevention and Care for Incarcerated Populations. 1906 Sunderland Place, NW. Washington, DC 20036. Tersedia di <www.aidsaction.org> AIDS Calgary Awareness Association (2007) HIV/AIDS and Prison Populations. Briefing Document. Updated: September 2007 Anonim (2009). Facts about HIV/AIDS in incarcerated people. HIV/AIDS Epidemiology Program. Tersedia di: http://www.kingcounty.gov/health (206) 296-4645. Buavirat A., Page-Shaver K., van Griensven GJP., Mandel JS., Evans J., Chuaratanaphong J., Chiamwongpat S., Sacks A., Moss A., (2003). Risk of prevalent HIV infection associated with incarceration among injecting drug users in Bangkok, Thailand: case control study. BMJ vol 326. Pebruary. Tersedia di: www.bmj.com CDC (2006) HIV Transmission among Male Inmates in a State Prison System—Georgia, 19922005. MMWR. 2006;55:421-426. Danny Meyers (2004) Positive for positive. Depression and HIV in Prison. Donde S (2006) HIV risk behavior in prisons among drug users in Mumbai. XVI International Conference. Abstract of oral presentation. Tersedia di: http://www.iasociety.org/Default.aspx?pageId=11&abstractId=2193505 Dostoyevsky F. (2008). HIV in correctional settings: Implications for prevention and treatment policy. Issue Brief no 5, March 2008. Dinkes Provinsi Bali (2004-2008) Laporan sero survei HIV di Provinsi Bali Dolan KL., Larney Sl. (2009). A review of HIV in prisons in Nepal. Kathmandu University Medical Journal (2009), Vol. 7, No. 4, Issue 28, 351-354 Eshrati B., Taghizadeh A.R, Dell C.A., Afshar P., Millson P.M.E., Kamali M., Weekes J. (2008) Preventing HIV transmission among Iranian prisoners: Initial support for providing education on the benefits of harm reduction practices. Harm Reduction Journal 2008, 5:21 Gelberg L, Anderson RM, Leake BD. 2000. The behavioral model for vulnerable populations: Application to medical care use and outcomes for vulnerable populations. Health Services Research. 34:1273-1302. Kantor (2006) HIV Transmission and Prevention in Prisons. InSite Knowledge Base Chapter. Lertpiriyasuwat C., Jantarathaneewat K., Fox K., Poolsawat M., Prajongkit C., Wongwatcharapaiboon N., Ngamtrairai N., Manopaiboon C. (2008). HIV risk behaviors and STD prevalence among young male prisoners in Thailand dalam AIDS 2008 - XVII International AIDS Conference. Abstract no. TUPE0303
52
Magnani R., Sabin K., Saidel T., Heckathorn D. (2005). Review of sampling hard-to-reach populations for HIV surveillance. AIDS 2005, vol 19 (suppl 2). Moseley K., Tewksbury R. (2006) Prevalence and Predictors of HIV Risk Behaviors Among Male Prison Inmates. Journal of Correctional Health Care, Vol. 12, No. 2, 132-144 Nelwan EJ., van Crevel R., Alisjahbana B., Pohan HT., Jaya A., Meheus A., van der Ven A., (2009). HIV, hepatitis B and C in an Indonesian prison: prevalence, risk factors, and implications of HIV-screening, oral presentation, IAS ke 5, Cape Town, 19-22 July 2009 Okie, S. (2007). Sex, Drugs, Prisons, and HIV. The New England Journal of Medicine, 356, 105108. Rotily M., Vernay-Vaisse C., Messiah A (1996) HIV testing, prevalence, and risk behaviors among prisoners incarcerated in south-eastern France. Abstract. Int Conf AIDS. 1996 Jul 7-12; 11: 374. Sarma A., Oppenheimerb E., Saidelc T., Looc V., Garga R. (2009). A situation update on HIV epidemics among people who inject drugs and national responses in South-East Asia Region. AIDS 2009, Vol 23 No 00 Sawitri S., Masmini (2009) Mapping Injecting Drug User Activity in Bali. Unpublish Report. Stephens T., Cozza S., Braithwaite RL (1999) Transsexual orientation in HIV risk behaviours in an adult male prison. Int J STD AIDS 1999;10:28-31 Strecher VJ, V. Champion, and IM Rosenstock: The Health Belief Model and Health Behavior, Gochman DS (Editor) Plenum Press, New York, 1997, pp 71-89. Smith (2008) Needle Exchanges Can Cut Prison HIV Transmission MedPage Today. Published: December 23, 2008 Tambun JG (2008) Harm Reduction Dapat Menjadi Titik Krusial Pada Penyusunan Perda Penanggulangan HIV-AIDS Di Sulawesi Utara. Tersedia di
Thaisri H., Lerwitworapong J., Vongsheree S., Sawanpanyalert P., Chadbanchachai C., Rojanawiwat A., Kongpromsook W, Paungtubtim W., Sri-ngam P., Jaisue R (2003). HIV infection and risk factors among Bangkok prisoners, Thailand: a prospective cohort study. BMC Infectious Diseases 2003, 3:25. Tersedia di: http://www.biomedcentral.com/1471-2334/3/25 UNAIDS (2006) Women and HIV in prison settings WHO (2004) Evidence for action on HIV/AIDS and injecting drug use. Policy Brief:Reduction Of HIV Transmission In Prisons. WHO (2007) Intervention to address HIV in prisons. Prevention of sexual transmission. Winter (2008) HIV treatment in U.S Jails and Prisons.
53
Lampiran 1
KUESIONER PENELITIAN “SURVEI PERILAKU BERISIKO DAN PERILAKU PENCEGAHAN TERINFEKSI HIV DI LAPAS KEROBOKAN, DENPASAR, BALI”
1. Nama responden 2. Blok 2. Nomor urut wawancara 4. Tanggal wawancara (TGL/BLN/TAHUN) 5. Lamanya wawancara
Jam_____ sampai ____
(___ menit)
6. Nama pewawancara 7. Nama pemeriksa 10. Tanggal diperiksa 11. Catatan pewawancara
12. Catatan pemeriksa
11. Tanda tangan pemeriksa
54
I. DEMOGRAFI DAN KARAKTERISTIK LAINNYA 1. Jenis Kelamin
1. Laki-laki
2. Perempuan
2. Umur 3. Pendidikan terakhir
1. Tidak Sekolah 2. SD 3. SMP 4. SMA 5. Sarjana/Universitas
4. Suku
1. Bali 2. Jawa 3. Luar Bali/Jawa: .................................
5. Lama di tahan
................. tahun, ............. bulan
6. Masa pidana
..................tahun, ............. bulan
7. Status penangkapan
1. Narkotika 2. Kriminal
8. Riwayat dipenjara sebelumnya
1. Ya, ............. kali 2. Tidak
9. Ikut serta dalam salah satu kegiatan pembinaan di LP?
1. Ya
10. Jika Ya, kegiatan apa yang diikuti? (Jawaban boleh lebih satu)
a. Perbengkelan
2. Tidak Bagian II
b. Yoga c. Kesehatan d. Kesenian e. Lain-lain, ..........................................
11. Berapa kali dalam sebulan Anda mengikuti kegiatan tersebut?
a. Perbengkelan: .................................. b. Yoga: ............................................... c. Kesehatan: ....................................... d. Kesenian: ......................................... e. Lain-lain: ...........................................
55
II. PERILAKU BERISIKO DAN PERILAKU PENCEGAHAN INFEKSI HIV A. Pengetahuan (penularan dan pencegahan HIV) 1. Apakah pernah mendengar tentang HIV dan AIDS?
1. Ya
2. Sepengetahuan Anda, bagaimana cara penularan HIV? (Boleh lebih dari satu pilihan. Probing: apalagi?)
a. Hubungan seks tanpa pelindung
2. Tidak Bag. B
b. Berganti-ganti pasangan c. Tranfusi darah yang tercemar d. Dari Ibu hamil dengan HIV ke bayi e. Penggunaan jarum suntik yang telah tercemar e. Lainnya, ............................................
3. Sepengetahuan Anda, bagaimana cara mencegah penularan HIV? (Boleh lebih dari satu pilihan. Probing: apalagi?)
a. Hubungan seks berisiko selalu memakai kondom b. Tidak berganti pasangan c. Tidak melakukan hubungan seks e. Tidak berbagi jarum dengan penasun lain f. Tidak berbagi peralatan lain (pisau cukur) g. Lainnya, ............................................
4. Darimana Anda mengetahui hal-hal yang tersebut di atas? (Boleh lebih dari satu pilihan. Probing: apalagi?)
a. TV/Radio/Koran b. Petugas Penyuluh/klinik di LP c. Petugas Penyuluh di luar LP d. Teman sesama warga binaan e. Teman di luar LP f. Brosur di dalam LP g. Brosur di luar LP f. Lainnya, ..........................................
B. Perilaku dan Pressure Teman Sesama Napi 1. Dalam setahun terakhir, sepengetahuan Anda, apakah ada teman-teman Anda yang menggunakan obat-obat narkotika?
1. Ya 2. Tidak p 5
2. Sepengetahuan Anda, berapa teman-teman Anda yang menggunakan narkotika tersebut?
.............. orang
56
3. Narkotika jenis apa yang dipergunakan?
1. Ekstasi/ineks 2. Narkotika suntik 3. Narkotika lainnya, .......................
4. Apakah teman-teman Anda tersebut pernah mengajak Anda untuk ikut menggunakan narkotika?
1. Ya 2. Tidak 9. Tidak menjawab
5. Sepengetahuan Anda, adakah teman-teman Anda yang melakukan hubungan seks dengan teman sesama WB di dalam LP?
1. Ya 2. Tidak p 9 9. Tidak menjawab
6. Jika Ya, berapa banyak teman-teman yang Anda tahu melakukan hal tersebut?
.......... orang
7. Sepengetahuan Anda, apakah mereka yang melakukan hal tersebut melakukan hubungan seks dengan sesama jenis, lain jenis atau keduanya?
1. Sesama jenis 2. Lain Jenis 3. Keduanya
8. Apakah teman-teman Anda tersebut pernah mengajak Anda untuk berhubungan seks?
1. Ya 2. Tidak 9. Tidak menjawab
C. Perilaku terkait penggunaan jarum suntik narkotika 1. Dalam 1 tahun terakhir, apakah Anda menggunakan obat-obat narkotika?
1. Ya 2. Tidak Bagian D 9. Tidak menjawab Bagian D
2. Sejak kapan Anda menggunakan narkotika tersebut, sebelum atau setelah berada di LP?
1. Sebelum di LP
3. Jika Ya, obat-obat apa saja yang pernah Anda gunakan? (Probing: Apalagi?)
Disuntikkan
Tidak disuntikkan
Tidak
a. Heroin (putauw)
1
2
3
b. Diazepam (valium, xanax,..)
1
2
3
c. Amphetamine (Shabu-shabu)
1
2
3
d. Subutex (Buprenorphine)
1
2
3
e. Methadone
1
2
3
f. Codein
1
2
3
g. Opium/Candu
1
2
3
h. Ketamine
1
2
3
i. Extasi
1
2
3
j. LSD
1
2
3
k. Lainnya:..............................................
1
2
3
2. Setelah di LP
57
4. Jika disuntikkan: a. Jika dirata-rata, berapa kali dalam seminggu Anda menggunakan narkotika yang disuntikkan? b. Jika setiap hari, berapa kali dalam sehari Anda menggunakan narkotika yang disuntikkan? 5. Dalam seminggu terakhir, berapa orang yang menyuntik narkotika bersama-sama Anda? 6. Dalam seminggu terakhir, darimana Anda memperoleh jarum suntik? (Boleh lebih dari satu. Probe: Apalagi?)
....................... kali ....................... kali
........................ orang a. Klinik LP b. Petugas Klinik c. Teman/keluarga/pacar dari luar LP d. Meminjam dari teman
7. Dari semua jawaban tersebut, mana yang paling sering? .............................................................
e. Petugas outreach f. Membuat sendiri g. Penjual narkotika h. Penjual jarum suntik i. Petugas LP j. Lainnya, .............................................
8.
Ketika menyuntikkan narkotika yang terakhir dengan teman-teman Anda, apakah Anda menggunakan jarum yang sama yang telah digunakan oleh orang lain?
1. Ya 2. Tidak 3. Tidak tahu 9. Tidak menjawab
9.
Apakah Anda pernah mengalami kesulitan memperoleh jarum suntik baru?
1. Ya 2. Tidak p 11 3. Tidak tahu p 11 9. Tidak menjawab p 11
10. Jika “Ya”, seberapa sering Anda mengalaminya?
1. Setiap hari 2. ...........x/minggu 3. ...........x/bulan 4. Lainnya, ................................
11. Apakah Anda memiliki kebiasaan mencuci jarum yang telah digunakan orang lain sebelum Anda gunakan sendiri?
1. Ya 2. Tidak p 13 3. Tidak tahu p 13 9. Tidak menjawab p 13
12. Jika “Ya”, cairan apa yang Anda gunakan untuk mencuci jarum tersebut?
1. Air
1. Ya
2. Tidak
2. Air bekas
1. Ya
2. Tidak
3. Air Panas
1. Ya
2. Tidak
4. Alkohol
1. Ya
2. Tidak
58
5. Sabun/detergen
1. Ya
2. Tidak
6. Pemutih
1. Ya
2. Tidak
7. Lainnya, ..............
1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab
1. Ya
2. Tidak
13. Selama seminggu terakhir, cairan apa yang paling sering Anda gunakan untuk mencuci jarum tersebut?
Tuliskan satu pilihan sesuai dengan
14. Apakah Anda pernah menggunakan cairan pemutih untuk mencuci jarum?
1. Ya 2. Tidak p 19 3. Tidak tahu p 19
option di pertanyaan no 10: ................
9. Tidak menjawab p 19 15. Jika “Ya”, dimana Anda memperoleh cairan pemutih tersebut?
a. Klinik LP b. Petugas Klinik c. Teman/keluarga/pacar dari luar LP d. Meminjam dari teman e. Petugas outreach f. Petugas LP j. Lainnya, .............................................
16. Jika “Ya”, seberapa sering Anda menggunakan cairan pemutih tersebut?
1. Setiap hari 2. ...........x/minggu 3. ...........x/bulan 4. Lainnya, ................................
17. Apakah Anda pernah mengalami kesulitan mendapatkan cairan pemutih tersebut?
1. Ya 2. Tidak p 19 3. Tidak tahu p 19 9. Tidak menjawab p 19
18. Jika “Ya”, seberapa sering Anda mengalaminya?
1. Setiap hari 2. ...........x/minggu 3. ...........x/bulan 4. Lainnya, ................................
19. Apakah Anda memiliki kebiasaan menggunakan sendok atau wadah pencampur heroin bersama-sama dengan teman lain?
1. Ya 2. Tidak Bagian E 3. Tidak tahu Bagian E 9. Tidak menjawab Bagian E
20. Jika “Ya”, seberapa sering Anda melakukannya?
1. ...........x/hari 2. ...........x/minggu 3. ...........x/bulan 4. Lainnya, ............................
59
21. Apakah Anda memiliki kebiasaan mencuci atau membersihkan alat-alat tersebut sebelum Anda gunakan sendiri?
1. Ya 2. Tidak 3. Tidak tahu 9. Tidak menjawab
E. Perilaku terkait hubungan seksual 1. Selama di LP, apakah Anda pernah melakukan hubungan seks? 2. Jika “Ya”, seberapa sering Anda melakukan hubungan seks dalam seminggu terakhir? 3. Jika “Ya”, hubungan seks jenis yang mana yang Anda lakukan dalam seminggu terakhir? (Bisa lebih dari satu. Probing: Apalagi?)
4. Jika “Ya”, dengan berapa orang yang berbeda anda melakukan hubungan seks dalam seminggu terakhir?
1. Ya 2. Tidak p 14 9. Tidak menjawab
................. kali a. Vaginal b. Anal c. Oral d. Lainnya, .............................. 9. Tidak menjawab
.................. orang
5. Apakah Anda/pasangan Anda menggunakan kondom pada saat hubungan seks yang terakhir?
1. Ya 2. Tidak 9. Tidak menjawab
6. Apakah Anda/pasangan Anda selalu menggunakan kondom setiap kali berhubungan seks di LP?
1. Ya 2. Tidak 9. Tidak menjawab
7. Dimana atau dari siapa Anda memperoleh kondom untuk berhubungan seks? (Boleh lebih dari satu. Probing: Apalagi?)
a. Klinik LP b. Petugas Klinik c. Teman/keluarga/pacar dari luar LP d. Meminjam dari teman e. Petugas outreach f. Petugas LP j. Lainnya, .............................................
8. Apakah Anda pernah mengalami kesulitan memperoleh kondom untuk hubungan seks?
1. Ya 2. Tidak p 10 9. Tidak menjawab p 10
9. Jika “Ya”, seberapa sering Anda mengalaminya?
1. ........x/minggu 2. ........x/bulan 3. ........x/3 bulan 4. Lainnya, ..................................
60
10. Apakah Anda pernah melakukan hubungan seks karena “dipaksa” oleh orang lain, selama di LP?
1. Ya 2. Tidak p 14 9. Tidak menjawab p 14
11. Jika “Ya”, berapa kali Anda mengalaminya selama di LP?
.................... kali
12. Apakah dalam hubungan seks saat itu, Anda atau pasangan Anda menggunakan kondom?
1. Ya 2. Tidak 9. Tidak menjawab
13. Hubungan seks jenis mana yang Anda lakukan saat itu?
a. Vaginal b. Anal c. Oral d. Lainnya, .............................. 9. Tidak menjawab
14. Sebelum di LP, apakah Anda pernah membeli/membayar orang lain untuk berhubungan seks dengan Anda?
1. Ya 2. Tidak p 16 9. Tidak menjawab p 16
15. Jika “Ya”, apakah Anda/pasangan Anda selalu menggunakan kondom?
1. Ya 2. Tidak 9. Tidak menjawab
16. Sebelum di LP, apakah Anda pernah dibayar orang lain untuk berhubungan seks dengan Anda?
1. Ya 2. Tidak p 16 9. Tidak menjawab p 16
17. Jika “Ya”, apakah Anda/pasangan Anda selalu menggunakan kondom?
1. Ya 2. Tidak 9. Tidak menjawab
E. Perilaku terkait cara penularan selain hubungan seks dan jarum suntik 1. Apakah Anda memiliki tato?
1. Ya 2. Tidak p 8 9. Tidak menjawab p 8
2. Jika “Ya”, apakah Anda memiliki tato tersebut sebelum atau setelah di LP?
1. Sebelum di LP 2. Setelah di LP
3. Jika “setelah di LP”, siapa yang membuat tato tersebut?
1. Petugas klinik LP 2. Teman warga binaan 3. Lainnya, .......................................... 9. Tidak menjawab
4. Apakah jarum yang digunakan tersebut juga digunakan untuk teman-teman Anda di LP?
1. Ya 2. Tidak 3. Tidak tahu 9. Tidak menjawab
61
5. Apakah jarum yang digunakan tersebut adalah jarum baru?
1. Ya 2. Tidak 3. Tidak tahu 9. Tidak menjawab
6. Apakah jarum yang digunakan tersebut telah dibersihkan dengan alkohol atau sejenisnya?
1. Ya 2. Tidak 3. Tidak tahu 9. Tidak menjawab
7. Apakah teman-teman Anda di LP juga membuat tato pada orang yang sama dengan Anda?
1. Ya 2. Tidak 3. Tidak tahu 9. Tidak menjawab
8. Apakah Anda memasang sesuatu perhiasan ataupun yang lain di salah satu bagian di tubuh Anda selama di LP?
1. Ya 2. Tidak Bagian F 9. Tidak menjawab Bagian F
9. Jika “Ya”, siapa yang memasang aksesoris atau alat tersebut?
1. Petugas klinik LP 2. Teman warga binaan 3. Lainnya, .......................................... 9. Tidak menjawab
10. Apakah alat-alat yang digunakan tersebut juga digunakan untuk teman-teman Anda di LP?
1. Ya 2. Tidak 3. Tidak tahu 9. Tidak menjawab
11. Apakah jarum yang digunakan tersebut telah dibersihkan dengan alkohol atau sejenisnya?
1. Ya 2. Tidak 3. Tidak tahu 9. Tidak menjawab
12. Apakah teman-teman Anda di LP juga memasang aksesoris atau alat tertentu pada orang yang sama dengan Anda?
1. Ya 2. Tidak 3. Tidak tahu 9. Tidak menjawab
13. Apakah Anda pernah berbagi alat cukur dengan teman Anda selama di LP?
1. Ya 2. Tidak Bagian F 9. Tidak menjawab
14. Jika “Ya”, seberapa sering?
1. ....... x/hari 2. ........x/minggu 3. ........x/bulan 4. Lainnya, .......................................
62
E. KONTRIBUSI PROGRAM PENYULUHAN DAN SUBSTITUSI METHADON Pertanyaan untuk semua responden 1. Apakah Anda pernah mengikuti penyuluhan atau mendapat informasi tentang HIV selama di LP?
1. Ya 2. Tidak p disesuaikan perilaku 9. Tidak menjawab p disesuaikan perilaku
2. Jika “Ya”, informasi apa saja yang pernah Anda peroleh selama di LP? (Jangan dibacakan, probing: Apalagi?) a. Penularan HIV melalui hubungan seks tanpa kondom
1. Ya
b. Penularan HIV lebih tinggi pada anal seks
1. Ya
c. Penularan melalui pemakaian jarum suntik bersama-sama
1. Ya
2. Tidak 2. Tidak 2. Tidak
d. Penularan melalui pemakaian sendok/wadah pencampur heroin bersama-sama d. Pencegahan melalui pemakaian kondom yang konsisten
1. Ya
2. Tidak
1. Ya
2. Tidak
1. Ya
2. Tidak 2. Tidak
e. Pencegahan melalui pemakaian pemutih f. Pencegahan melalui program tukar jarum suntik dengan PL g. Pencegahan melalui program methadon
1. Ya 1. Ya
2. Tidak
Pertanyaan Untuk Responden Pengguna Narkotika Jarum Suntik 3. Apakah Anda menjadi peserta program methadon saat ini? 4. Jika “Tidak”, alasan tidak menjadi peserta program methadon.
1. Ya p 5 2. Tidak 9. Tidak menjawab p 5 ............................................................... ............................................................... ............................................................... ............................................................... ...............................................................
5. Jika “Ya”, apakah saat ini Anda masih aktif sebagai peserta program tersebut?
1. Ya p 7 2. Tidak 9. Tidak menjawab
6. Jika “Tidak”, mengapa?
.............................................................. .............................................................. ..............................................................
7. Apakah sewaktu menjadi peserta program ini, Anda masih menyuntik heroin atau obat lainnya?
1. Ya 2. Tidak 9. Tidak menjawab
63
8. Apakah Anda pernah menerima jarum suntik baru dari petugas outreach di LP?
1. Ya 2. Tidak p 12 (sesuaikan perilaku) 9. Tidak menjawab p 12 (sesuaikan perilaku)
9. Jika “Ya”, seberapa sering Anda menerima jarum suntik baru tersebut?
1. ........... x/minggu 2. ........... x/bulan 3. Lainnya, ....................................
10. Menurut Anda, apakah jarum suntik yang dibagikan tersebut telah mencukupi kebutuhan Anda
1. Ya 2. Tidak 9. Tidak menjawab
11. Jelaskan alasan jawaban no 10 tersebut
.................................................................... .................................................................... .................................................................... .................................................................... ....................................................................
12. Apakah Anda pernah melakukan tes untuk mengetahui status HIV Anda selama di LP?
1. Ya 2. Tidak 9. Tidak menjawab
13. Jika “Ya” apakah tes tersebut adalah inisiatif Anda sendiri atau setelah mendapatkan konseling dr petugas kesehatan/petugas lapangan? Pertanyaan Untuk Responden Yang Mengaku Berhubungan Seksual di LP 14. Menurut Anda, apakah program penyediaan kondom untuk hubungan seks di LP telah sesuai kebutuhan?
1. Ya 2. Tidak 9. Tidak menjawab
15. Jelaskan alasan jawaban no 14
.................................................................... .................................................................... .................................................................... .................................................................... ....................................................................
16. Apakah Anda pernah melakukan tes HIV selama di LP untuk mengetahui status HIV Anda?
1. Ya 2. Tidak 9. Tidak menjawab
17. Jika “Ya” apakah tes tersebut adalah inisiatif Anda sendiri atau setelah mendapatkan konseling dr petugas kesehatan/petugas lapangan?
1. Sendiri 2. Petugas 3. Keduanya
64
Hambatan-hambatan lain dalam berperilaku aman 18. Apakah hambatan-hambatan Anda, selain dari yang telah disebutkan sebelumnya, dalam upaya mencegah penularan HIV di LP?
.................................................................... .................................................................... .................................................................... .................................................................... .................................................................... .................................................................... .................................................................... .................................................................... .................................................................... .................................................................... .................................................................... .................................................................... ....................................................................
“Wawancara telah selesai sampai disini” “Kami mengucapkan banyak terima kasih atas partisipasi Anda dalam penelitian ini”
65
Lampiran
Persetujuan untuk Berpartisipasi dalam Penelitian PENELITIAN KESEHATAN SURVEI PERILAKU BERISIKO DAN PERILAKU PENCEGAHAN TERTULAR HIV DI LAPAS KEROBOKAN, DENPASAR, BALI Anda diminta mengambil bagian dalam suatu penelitian yang sedang dilaksanakan oleh peneliti dari Pokja Lapas dan Universitas Udayana. Peneliti pertama-tama akan menjelaskan penelitian ini kepada Anda, kemudian meminta kesediaan Anda untuk berpartisipasi. Anda akan diminta menandatangani persetujuan ini yang menyatakan bahwa penelitian telah dijelaskan, bahwa pertanyaan Anda telah dijawab dan bahwa Anda setuju untuk berpartisipasi. Peneliti akan menjelaskan tujuan penelitian, prosedur pelaksanaan penelitian dan apa yang diharapkannya dari Anda. Peneliti juga akan menjelaskan kemungkinan risiko dan kemungkinan manfaat dari keikutsertaan Anda dalam penelitian. Anda diharapkan menanyakan kepada peneliti setiap pertanyaan yang Anda miliki tentang penelitian ini sebelum Anda memutuskan apakah Anda ingin berpartisipasi dalam penelitian ini. Proses ini disebut informed consent. Formulir ini juga menjelaskan penelitian ini. Silahkan membaca formulir ini dan sampaikan kepada peneliti tentang berbagai pertanyaan yang Anda miliki. Jika Anda memutuskan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, mohon menandatangani dan memberi tanggal formulir ini di depan orang yang menjelaskan penelitian ini kepada Anda. Anda akan diberi salinan formulir ini untuk disimpan.
1.
Gambaran dan Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perilaku warga binaan yang berisiko maupun tidak berisiko terhadap penularan HIV. Hasil penelitian ini akan menjadi masukan yang sangat berharga bagi Dinas Kesehatan dan Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Bali, Kab. Badung dan Kota Denpasar, dalam upaya penanggulangan IMS/HIV&AIDS khususnya di kalangan PSP.
2.
Penjelasan Prosedur
Jika Anda memutuskan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, hal-hal berikut inilah yang akan terjadi: Anda akan ditanyakan berbagai hal termasuk umur, pendidikan, suku, lama ditahan, riwayat dipenjara, status tahanan serta partisipasi Anda dalam kegiatan pembinaan. Selain itu ditanyakan beberapa perilaku terkait perilaku pemakaian narkotika, perilaku seks, serta perilaku lain yang memungkinkan penularan HIV.
3.
Ketidaknyamanan dan Risiko
Anda mungkin akan merasa malu pada saat menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan pewawancara. Anda mungkin merasa takut bahwa hal-hal yang Anda ungkapkan maupun identitas Anda akan diketahui oleh orang lain yang tidak Anda harapkan. Peneliti
66
telah mengupayakan agar Anda dan hasil wawancara Anda tidak diketahui pihak ketiga yang tidak diperlukan dengan cara: 1) Nama Anda di kuesioner tidak akan dimasukkan dalam entry data di komputer, 2) Form identitas Anda dalam kuesioner akan dimusnahkan setelah data dimasukkan ke komputer, 3) Akses ke komputer yang berisi data hanya dimiliki oleh peneliti utama dan peneliti.
4.
Keuntungan
Penelitian ini tidak mempunyai manfaat langsung kepada Anda pada saat ini. Namun jika ditemukan bahwa perilaku warga binaan masih sangat berisiko terhadap infeksi HIV maka hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk mencari upaya tepat dalam penanggulangan masalah HIV di LP.
5.
Kerahasiaan
Nama yang tercantum dalam kuesioner hanya digunakan untuk kepentingan akurasi data wawancara. Segera setelah wawancara dinyatakan komplit, dan dilakukan data entry oleh peneliti, form identitas akan dimusnahkan. Semua catatan tentang Anda dalam penelitian ini akan diperlakukan sebagai catatan medik rahasia. Berkas penelitian akan disimpan dalam rak khusus di ruangan peneliti dan hanya staf peneliti yang mempunyai akses ke rak tersebut. Beberapa data juga akan disimpan di komputer, dimana hanya staf peneliti yang mempunyai akses untuk membuka komputer tersebut. Meskipun hasil penelitian ini kemungkinan akan dibagi dengan orang lain dan mungkin dipublikasikan dalam laporan ilmiah, nama Anda dan kenyataan bahwa Anda terlibat dalam penelitian ini tetap akan dirahasiakan.
6.
Penolakan/Pemutusan Partisipasi
Keputusan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini sepenuhnya tergantung Anda. Partisipasi Anda bersifat sukarela. Juga, jika Anda sekarang memutuskan untuk berpartisipasi, Anda akan dapat mengubah keputusan Anda nanti dan keluar dari penelitian ini. Tidak akan ada sanksi atau hilangnya kesempatan perawatan kesehatan bila Anda memutuskan untuk tidak berpartisipasi atau jika Anda keluar dari penelitian ini. Penolakan Anda tidak akan berpengaruh terhadap hak Anda untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sudah baku di layanan kesehatan manapun. Peneliti atau dokter anda mungkin memutuskan untuk menghentikan partisipasi Anda sebelum penelitian ini berakhir jika mereka merasa hal itu yang terbaik bagi Anda. Peneliti akan memberikan informasi tambahan bila sudah tersedia, yang mungkin mempengaruhi keputusan Anda untuk melanjutkan partisipasi dalam penelitian ini.
7.
Hak dan Keluhan
Jika Anda masih mempunyai pertanyaan mengenai penelitian ini, Anda dapat menghubungi dr. Anak Agung Sagung Sawitri, pada pesawat telpon 0817340145. Jika Anda memiliki keluhan tentang partisipasi Anda dalam penelitian ini, atau membutuhkan informasi lebih lanjut mengenai peraturan-peraturan dalam penelitian, atau hak-hak dari orang-orang yang terlibat dalam penelitian, Anda dapat menghubungi dr. Sutarga, Kepala Badan Komite Etik Yayasan Kerti Praja, Denpasar, nomor telpon (0361) 728916, nomor fax (0361) 728504.
67
Lampiran 2 Rekapitulasi Jumlah Populasi dan Distribusi Sampel Per Juni 2009 Rekapitulasi jumlah populasi penelitian di LP Non Narkotika
Narkotika Total
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Tahanan
165
13
60
2
240
Narapidana
148
18
182
20
368
313
31
242
22
608
Perhitungan jumlah sampel (proportional) Non Narkotika
Narkotika
Total
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Tahanan
82
6
29
1
118
Narapidana
73
9
87
14
182
155
15
115
15
300
Proporsi narkotika/total
0,434211
Jumlah sampel narkotika
130
Jumlah sampel non narkotika
170
Jumlah sampel narkotika laki-laki
115
Jumlah sampel non narkotika laki-laki Jumlah sampel non narkotika n narkotika perempuan
155 30
68
Lampiran 3 Rekapitulasi Jumlah Populasi dan Distribusi Sampel Per November 2009
69
Lampiran 4 Hasil Penelitian Tabel 1 Distribusi responden berdasarkan blok Blok
Frequency
Valid Percent
Cumulative Percent
A
22
9,6
9,6
B
10
4,3
13,9
C
8
3,5
17,4
C1
7
3,0
20,4
C2
7
3,0
23,5
D
18
7,8
31,3
D5
1
,4
31,7
E
21
9,1
40,9
F
22
9,6
50,4
G
19
8,3
58,7
H
29
12,6
71,3
H1
1
,4
71,7
H4
1
,4
72,2
I
22
9,6
81,7
J
5
2,2
83,9
K
5
2,2
86,1
Tower
2
,9
87,0
30
13,0
100,0
230
100,0
W Total
Tabel 2 Sumber Informasi Tentang HIV No
Sumber Informasi
F (%)
1
TV/Radio/Koran
114 (52,8)
2
Teman sesama warga binaan
89 (41,2)
3
Petugas penyuluh/klinik LP
80 (37,0)
4
Brosur di dalam LP
78 (36,1)
5
Teman di luar LP
53 (24,5)
6
Petugas penyuluh di luar LP
38 (17,6)
7
Brosur di luar LP
30 (13,9)
8
Lainnya (LSM, dokter klinik di dalam/luar LP, konseling di sekolah, buku/majalah)
29 (12,6)
Ket: responden boleh menjawab lebih dari satu
70
Tabel 3 Karakteristik Perilaku Membuat Tattoo dan Memasang Aksesoris di LP Karakteristik
Tattoo (N=41) F (%)
Aksesoris (N=17) F (%)
1. Pembuat atau pemasang - teman sesama warga binaan - lainnya
40 (97,6) 1 (0,4)
14 (82,4) 3 (17,6)
2. Jarum yang digunakan sama untuk teman lain - Ya - Tidak - Tidak tahu
4 (9,8) 30 (73,2) 7 (17,1)
9 (52,9) 4 (23,5) 4 (23,5)
3. Jarum yang digunakan baru - Ya - Tidak - Tidak tahu
35 (85,4) 1 (2,4) 5 (12,2)
4. Jarum dibersihkan dengan alkohol atau antiseptik lain - Ya - Tidak - Tidak tahu
36 (87,8) 4 (9,8) 1 (2,4)
14 (82,4) 2 (11,8) 1 (5,8)
5. Memasang pada orang yang sama dengan teman-teman responden - Ya - Tidak - Tidak tahu
37 (90,2) 3 (7,3) 1 (2,4)
12 (70,6) 1 (5,9) 4 (23,5)
Tabel 4 Jenis Informasi HIV yang Diterima oleh Responden di Lapas Karakteristik
F (%) (N=103)
1. Penularan melalui hubungan seks tanpa kondom
96 (93,2)
2. Penularan HIV lebih tinggi pada hubungan seks melalui anal
24 (23,3)
3. Penularan melalui jarum suntik yang digunakan bersama
92 (89,3)
4. Penularan melalui penggunaan wadah pencampur heroin secara bersama-sama
9 (8,7)
5. Pencegahan melalui pemakaian kondom yang konsisten
70 (68,0)
6. Pencegahan melalui penggunaan pemutih untuk jarum suntik
26 (25,2)
7. Pencegahan melalui program pertukaran jarum suntik
25 (24,3)
8. Pencegahan melalui program subtitusi methadon
38 (36,9)
Ket: responden boleh memilih lebih dari satu jawaban
71
Lampiran 5 Bagan Penelusuran Penasun Berdasarkan Jenis Kasus Tangkapan, Riwayat Dipenjara, Mengikuti Pembinaan serta Blok.
Pembinaan (+) 4 (25,0%) Riwayat (+) 4 (30,8%)
Narkotika 13 (81,3%)
Riwayat (-) 9 (69,2%)
Pembinaan (-) 0 (0%) Pembinaan (+) 8 (50,0%)
Blok A C G H J Tw
Pembinaan (-) 1 (6,3%) Kasus N=16 Pembinaan (+) 1 (6,3%) Kriminal 3 (18,7%)
Riwayat (+) 1 (7,7%)
Riwayat (-) 2 (15,4%)
Pembinaan (-) 0 (0%)
Pembinaan (+) 2 (12,6%)
Blok F H
Pembinaan (-) 0 (0%)
72
73