1.
Hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pringsewu
2.
Efikasi Diri Pencegahan Perilaku Berisiko HIV pada Kalangan Mahasiswa Muslim
3.
Kajian Resiliensi Mahasiswa Fakultas Keperawatan Terhadap Capaian Indeks Prestasi Akademik di Universitas Padjadjaran
4.
Persepsi Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Terhadap Penyakitnya di Wilayah Kerja Puskesmas Talaga Bodas Bandung
5.
Death Anxiety pada Pasien Sindrom Koroner Akut di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
6.
Pengalaman Penderita Diabetes Mellitus Tipe II dengan Hiperkolesterolimia Setelah Mengkonsumsi Virgin Coconut Oil
7.
Gambaran Strategi Koping pada Pasien dengan Sindrom Koroner Akut
8.
Analisis Pelaksanaan Model Praktik Keperawatan Profesional Pemula (MPKPP) di Ruang Zaitun II Rumah Sakit Umum Daerah Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat
9.
Hubungan Stadium Penyakit dengan Konsep Diri Pasien Kanker Payudara di Kota Bogor
10.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Rematik pada Lansia di Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung
Janu Purwono, Rita Sari
Angga Wilandika, Kusman Ibrahim
Ayu Prawesti, Etika Emaliyawati, Titin Sutini
Salami
Ratu Irbath Khoirun Nisa, Aan Nur’aeni, Efri Widianti
Elina Nurfitria, Reynie P. Raya
Sundari Rakhman, Efri Widianti, Aan Nur’aeni
Dewi Mustikaningsih
Nieniek Ritianingsih, Farial Nurhayati
Ridwan Setiawan, Tjutju Rumijati
Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016
DEWAN REDAKSI
JURNAL KEPERAWATAN ‘AISYIYAH (JKA) Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016 Pelindung: Ketua STIKes ‘Aisyiyah Bandung
Penanggung Jawab: Santy Sanusi, S.Kep.Ners., M.Kep. Ketua: Sajodin, S.Kep., M.Kes., AIFO.
Sekretaris/Setting/Layout: Aef Herosandiana, S.T., M.Kom. Bendahara: Riza Garini, A.Md.
Penyunting/Editor : Perla Yualita, S.Pd., M.Pd. Triana Dewi S, S.Kp., M.Kep
Pemasaran dan Sirkulasi : Nandang JN., S.Kp., M.Kep.,Ns., Sp.Kep., Kom.
Mitra Bestari : Dewi Irawati, MA., Ph.D. Suryani, S.Kp., MHSc., Ph.D. DR. Kusnanto, S.Kp., M.Kes. Iyus Yosep, S.Kp., M.Si., MN. Irna Nursanti, M.Kep., Sp. Mat. Erna Rochmawati, SKp., MNSc., M.Med.Ed. PhD. Mohammad Afandi, S.Kep., Ns., MAN.
Alamat Redaksi: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Jl. KH. Ahmad Dahlan Dalam No. 6, Bandung Telp. (022) 7305269, 7312423 - Fax. (022) 7305269 E-mail:
[email protected]
DAFTAR ISI
1.
Hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pringsewu
2.
Efikasi Diri Pencegahan Perilaku Berisiko HIV pada Kalangan Mahasiswa Muslim
3.
Kajian Resiliensi Mahasiswa Fakultas Keperawatan Terhadap Capaian Indeks Prestasi Akademik di Universitas Padjadjaran
4.
Persepsi Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Terhadap Penyakitnya di Wilayah Kerja Puskesmas Talaga Bodas Bandung
5.
Death Anxiety pada Pasien Sindrom Koroner Akut di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
6.
Pengalaman Penderita Diabetes Mellitus Tipe II dengan Hiperkolesterolimia Setelah Mengkonsumsi Virgin Coconut Oil
7.
Gambaran Strategi Koping pada Pasien dengan Sindrom Koroner Akut
8.
Analisis Pelaksanaan Model Praktik Keperawatan Profesional Pemula (MPKPP) di Ruang Zaitun II Rumah Sakit Umum Daerah Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat
9.
Hubungan Stadium Penyakit dengan Konsep Diri Pasien Kanker Payudara di Kota Bogor
Janu Purwono, Rita Sari ...................................................................................................................
1-9
Angga Wilandika, Kusman Ibrahim ............................................................................................
11 - 21
Ayu Prawesti, Etika Emaliyawati, Titin Sutini ........................................................................
23 - 33
Salami ..........................................................................................................................................................
35 - 43
Ratu Irbath Khoirun Nisa, Aan Nur’aeni, Efri Widianti ...............................................
45 - 56
Elina Nurfitria, Reynie P. Raya .....................................................................................................
57 - 65
Sundari Rakhman, Efri Widianti, Aan Nur’aeni .............................................................
67 - 78
Dewi Mustikaningsih ...........................................................................................................................
79 - 86
Nieniek Ritianingsih, Farial Nurhayati .....................................................................................
87 - 96
Ridwan Setiawan, Tjutju Rumijati .............................................................................................
97 -104
10. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Rematik pada Lansia di Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung
JKA.2016;3(2): 35-43
ARTIKEL PENELITIAN
PERSEPSI PENDERITA DIABETES MELLITUS (DM) TIPE 2 TERHADAP PENYAKITNYA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TALAGA BODAS BANDUNG ABSTRAK
Salami
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh respon yang ditunjukkan oleh penderita DM tipe 2 terhadap penyakit ini yang beragam dan kebanyakan penderitanya terlihat sangat tertekan, karena harus setiap hari minum obat, mengatur makanan, melakukan olah raga secara teratur, serta setiap bulan mengontrol penyakitnya ke dokter dan harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. DM tipe 2 atau disebut sebagai Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) merupakan penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah akibat resistensi sel terhadap insulin. Pada DM tipe 2, insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, tetapi dalam jumlah yang relatif sedikit, sehingga peran insulin sebagai pengontrol gula darah terganggu. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui secara lebih mendalam persepsi penderita DM tipe 2 terhadap penyakitnya di Puskesmas Talaga Bodas Kota Bandung. Partisipan dalam penelitian ini sebanyak delapan orang. Design penelitian yang digunakan adalah kualitatif fenomenologi. Pengambilan data secara indept interview, dengan menggunakan alat perekam. Hasil wawancara yang sudah direkam dibuat verbatim dan dianalisis secara tematik. Teknik analisis yang digunakan dengan Metode Collaizi. Ditemukan empat tema hasil penelitian yaitu persepsi terhadap faktor penyebab penyakit, persepsi terhadap dampak diabetes terhadap kehidupan partisipan, Persepsi terhadap pengobatan dan Persepsi terhadap penyembuhan. Dalam penelitian ini ditemukan perspektif tentang pengobatan DM secara spiritual yaitu bahwa obat DM yang penting adalah takwa. Persepsi yang positif akan berkorelasi dengan aspek pengelolaan penyakit sehingga harus mendapat dukungan dari tim kesehatan dan penelitian yang lebih mendalam tentang makna spritualitas yang dirasakan oleh partisipan penting untuk dilakukan Kata kunci : persepsi, DM tipe 2, fenomenologi Abstract
This research is motivated by the response shown by patients with type 2 diabetes mellitus to this disease are diverse and most sufferers look very distressed, because they have to take medication every day, arranging meals, exercise regularly, and every month to control the disease to the doctor and have to spend quite a bit. Type 2 diabetes or referred to as NonInsulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) is a disease characterized by elevated blood sugar levels due to insulin resistance cells The purpose of this study was to determine in greater depth perception in patients with type 2 diabetes mellitus against the disease in Puskesmas Talaga Bodas Bandung Participants in this study as many as eight people. Design research is qualitative phenomenology. The results of the interview taped created verbatim and analyzed thematically. The analysis technique used by Collaizi method. Found four research themes of perception against disease-causing factors, perceptions of the impact of diabetes on the lives of participants, Perceptions Perceptions of treatment and healing. In the present study found a perspective on spiritual treatment of diabetes is important that the drug DM is piety. Positive perception will be correlated with disease management aspects that should receive the support of the health team and further study of the meaning of spirituality that is felt by the participants is important to do Key words: perception, DM type 2, fenomenologhy STIKes Aisyiyah Bandung 35
36
Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah
LATAR BELAKANG Penelitian ini dilatarbelakangi oleh respon yang ditunjukkan oleh penderita DM tipe 2 pada saat peneliti melakukan bimbingan praktik keperawatan pada mahasiwa tingkat tiga Prodi D3 Keperawatan STIKes Aisyiyah Bandung di wilayah kerja Puskesmas Talaga Bodas Bandung. Bimbingan praktik ini mengarahkan peneliti untuk berinteraksi dengan beberapa penderita DM di wilayah tersebut. Respon penderita DM tipe 2 terhadap penyakit ini beragam dan kebanyakan penderitanya terlihat sangat tertekan, karena harus setiap hari minum obat, mengatur makanan, melakukan olah raga secara teratur, serta setiap bulan mengontrol penyakitnya ke dokter dan harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. DM tipe 2 atau disebut sebagai Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) merupakan penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah akibat resistensi sel terhadap insulin. Pada DM tipe 2, insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, tetapi dalam jumlah yang relatif sedikit, sehingga peran insulin sebagai pengontrol gula darah terganggu. Kadar glukosa darah yang tinggi, apabila terjadi berkepanjangan, akan berakibat pada berbagai gangguan akut, seperti koma hiperglikemik, maupun berbagai gangguan kronis, seperti neuropati dan nefropati (American Diabetes Association, 2013). Keberhasilan pengelolaan DM tipe 2 membutuhkan keseriusan dan penanganan yang komprehensif, baik dari penderita, keluarga, maupun pemerintah. Penderita DM tipe 2 harus terlibat secara aktif dalam program intervensi, untuk dapat meningkatkan kualitas hidupnya, mencegah kematian lebih awal, dan juga mencegah komplikasi. Penderita DM merupakan kunci dalam keberhasilan pengelolaan penyakitnya, karena penyakit ini menyebabkan penderitanya mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun psikososial yang akan berpengaruh JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016
terhadap berbagai aspek kehidupan, mengurangi motivasi hidup dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain.
Beberapa penelitian kualitatif telah mengidentifikasi pengalaman hidup penderita DM tipe 2, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan di Australia oleh Browne JL, et al (2013) yang melaporkan bahwa penderita DM tipe 2 merasa disalahkan oleh orang lain atas kondisi yang dialami, mendapatkan stereotipe negatif seperti overweight, overeater, pemalas, serta perasaan adanya diskriminasi dan juga merasakan kesempatan terbatas dalam hidup. Penelitian lainnya dilakukan di Swedia yang mengungkapkan bahwa penderita DM tipe 2 menganggap penyakit ini membatasi aktivitas sehari-hari, menurunkan kesejahteraan, merampas kebebasan hidupnya karena banyaknya pembatasan dalam hal makan, harus minum obat setiap hari, dan berolah raga secara teratur. Emosi negatif seperti marah, malu, rasa bersalah, penolakan dan frustasi berimbas pada proses pengelolaan penyakit ini (Hörnsten, et.al, 2004; Nagelkerk et. al 2006) Kesulitan tersebut semakin dirasakan oleh penderita yang memiliki status ekonomi rendah. Seperti diungkapkan oleh Bhojani et.al (2013), yang menyatakan bahwa penderita DM dengan status ekonomi rendah menghadapi kendala lain dalam mengelola penyakit DM tipe 2 yaitu dalam hal mengakses kesehatan terutama karena kesulitan keuangan, sikap negatif, komunikasi yang tidak memadai oleh petugas kesehatan, dan sistem pelayanan kesehatan yang terfragmentasi. Uraian fenomena di atas merupakan sebagian kecil dari persepsi dan pengalaman penderita DM tipe 2, dan masih banyak respon lain yang belum terungkap. Respon individu terhadap penyakit kronis seperti DM ini akan berbeda, tergantung pada pengalaman masa lalu, persepsi terhadap penyakit, emosi, pemecahan masalah, dan proses pengambilan keputusan yang pada
Persepsi Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Terhadap Penyakitnya di Wilayah Kerja Puskesmas Talaga Bodas Bandung
akhirnya akan terwujud dalam tindakan seseorang dalam melakukan pengelolaan penyakit. Berdasarkan fenomena di atas, penulis tertarik untuk menggali secara lebih mendalam tentang fenomena yang ada pada penderita DM tipe 2 di puskesmas Talaga Bodas Bandung, untuk mengetahui bagaimana persepsi penderitanya selama menderita penyakit ini. Cara tepat untuk mendalami persepsi penderita DM tipe 2 terhadap penyakitnya adalah dengan melakukan penelitian dengan metode penelitian kualitatif. Dengan metode penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman tentang bagaimana persepsi penderita DM tipe 2 memaknai penyakitnya. Berdasarkan persepsi dan perspektif penderita itulah dapat diperoleh wawasan baru yang memungkinkan para profesional kesehatan dapat memberikan pelayanan yang berkualitas. METODOLOGI
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Polit and Back (2010) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang secara naturalistik berguna untuk mempelajari fenomena di tempat kejadiannya. Partisipan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan purposive sampling yang sesuai dengan kriteria inklusi sebanyak delapan orang partisipan sampai mencapai saturasi data. Pengambilan data dengan menggunakan tape recorder kemudian dibuat verbatim. Hasil verbatim dianalisis dengan menggunakan metode Colaizzi, Keandalan data penelitian (Trustworthiness) dilakukan dengan memenuhi prinsip credibility, dependeability, confirmarbly dan transferability. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Partisipan Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini
37
berjumlah delapan orang. Berdasarkan jenis kelamin terdiri dari empat laki-laki dan empat perempuan. Rentang terlama menderita DM adalah dua belas tahun, dan yang terbaru dua tahun. Dari keseluruhan partisipan, sebanyak dua orang menyatakan pernah dirawat di rumah sakit akibat DM, sedangkan partisipan lainnya menyatakan tidak pernah dirawat di rumah sakit akibat penyakit ini. Berdasarkan tingkat pendidikan, satu orang berpendidikan S3, satu orang berpendidikan S1, satu orang berpendidikan D1, dua orang berpendidikan SLTA dan tiga orang berpendidikan SLTP. Mayoritas partisipan berstatus menikah, hanya satu orang yang berstatus duda, Berdasarka agama yang dianut seluruh partisipan beragama Islam, Pekerjaan mayoritas partisipan adalah pensiunan, dosen, wiraswasta dan ibu rumah tangga
2. Hasil Analisis Tematik
Berdasarkan hasil analisis tematik yang sudah dilakukan, terdapat empat tema yang teridentifikasi dari hasil wawancara. Empat tema tersebut yaitu:
a. Persepsi terhadap faktor penyebab penyakit b. Persepsi terhadap dampak diabetes terhadap kehidupan partisipan c. Persepsi terhadap Pengobatan d. Persepsi terhadap penyembuhan
Tema – tema tersebut dibangun berdasarkan beberapa sub tema. Berikut ini uraian tema dan sub tema yang yang didapatkan pada penelitian ini : 1). Persepsi terhadap Diabetes
Faktor Penyebab
Tema ini terdiri dari beberapa sub tema yaitu: faktor keturunan, kebiasaan makan yang
JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016
38
-
Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah
manis-manis, banyak makan, dan aktivitas yang kurang.
Faktor keturunan Faktor keturunan merupakan salah satu faktor yang dipersepsikan oleh partisipan sebagai faktor penyebab DM tipe 2 yang dideritanya. Faktor ini teridentifikasi dari dua partisipan yaitu partisipan satu dan partisipan empat. Partisipan satu mengungkapkan bahwa penyakitnya susah disembuhkan karena adanya faktor keturunan dari bapaknya. Seperti diungkapkannya dalam kalimat berikut:
“ibu mah ada keturunan dari bapak, jadi susah sembuh” (P-1).
Sedangkan partisipan empat mengakui bahwa ia menderita DM karena ada garis keturunan dari keluarganya. Berikut ungkapan partisipan empat:
-
“di keluargaku banyak yang kena diabet, ada garis keturunan” (P-4)
Kebiasaan mengkonsumsi makanan manis Kebiasaan mengkonsumsi makanan manis dipersepsikan sebagai salah satu faktor penyebab DM tipe 2. Kebiasaan ini dilakukan oleh partisipan delapan yang mengatakan bahwa ia memiliki kesukaan terhadap makanan manis sejak kecil, sehingga kemungkinan inilah faktor penyebab penyakit DM yang diderita, meskipun ia tidak memiliki keturunan yang menderita gula. Berikut penuturan partisipan delapan: “Ibu tuh sebenarnya ga punya keturunan, ga tahu kenapa bisa kena. Mungkin karena dari kecil suka yang manis-manis.”(P-8)
- Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang berlemak JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016
Faktor lain yang dipersepsikan sebagai faktor penyebab timbulnya penyakit DM tipe 2 adalah karena seringnya mengkonsumsi makanan yang berlemak. Hal ini karena aktifitas di tempat kerjanya yang banyak melakukan pembinaan ke daerah-daerah dan selalu disuguhi makanan enak dan berlemak, sebagaimana diungkapkan oleh partisipan tiga berikut ini: “banyak makan yang berlemak hehe... (P-3)
enak-enak....yang
- Banyak makan dan Kebiasaan banyak tidur Kebiasaan banyak tidur dipersepsikan sebagai faktor penyebab terjadinya penyakit ini. Penyebab banyak makan dan tidur yang dirasakan oleh partisipan lima dialami setelah anak pertamanya meninggal. Berikut penuturan partisipan lima: “Mulainya pas anak pertama Ibu meninggal, pengennya makan terus-terusan... udah gitu... dikit..dikit tidur...jadi ...kena gula“ (P-5)
- Kurang gerak
Kurang gerak dipersepsikan oleh seorang partisipan sebagai faktor penyebab terjadinya DM yang diderita yaitu partisipan tujuh yang saat ini berprofesi sebagai dosen. Sebelum pensiun, partisipan ini adalah seorang geolog yang banyak naik-turun gunung, dan pada waktu masih aktif, partisipan mengatakan bahwa ia tidak menderita DM. Hal ini terlihat dari kalimat yang diuraikan oleh partisipan tujuh sebagai berikut: “Saya kena diabet, gerak, dulu saya gunung, tapi sejak kan ngajar, nulis, tidak kepake”(P7)
mungkin karena kurang kan banyak naik turun pensiun itu pekerjaannya jadi ..banyak energi yang
Partisipan enam, mempersepsikan faktor
Persepsi Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Terhadap Penyakitnya di Wilayah Kerja Puskesmas Talaga Bodas Bandung
ngepel...hehe” (P-4)
penyebab penyakit DM yang dideritanya, kemungkinan karena banyak duduk selama bekerja. Menurut partisipan enam, dulu ia seorang penjahit yang terkadang mendapatkan kerjaan borongan sehingga menyebabkan banyak duduk di siang maupun malam hari. Seperti diungkapkan partisipan enam berikut ini:
“....jualan gas tidak segesit dulu, kalo lama nunggu didepan kerasa cape...(P-5) “...Sejak kena gula jarang ke mesjid, soalnya jadi banyak kentut.. malu, kata teman bapa yang kena gula, itu efek dari obat (P6) “Kena gula itu dampaknya besar bagi saya, jadwal makan dan jenis makan diatur...harus rutin kontrol, minum obat tiap hari, olahraga harus rutin, kalo salah satu loss...itu akan jadi ..saya jadi kurang menikmati kalo ada acaraacara di hotel...(P7).
“Dulu-dulunya ya...bapa itu banyak duduk, dulu kan sebelum punya karyawan, ngejaitnya sama sendiri..tiap hari Bu...siang malam, apalagi kalo ada yang borongin...” (P-6)
2) Persepsi terhadap dampak penyakit
Tema kedua yang teridentifikasi adalah dampak terhadap aktivitas partisipan. Berikut ungkapan partisipan yang menunjukkan perubahan aktifitas sehari-hari yang dialami sebelum dan setelah menderita DM. Perubahan aktivitas yang dirasakan berbeda ada yang tidak lagi membeli makanan diwarung, rumah menjadi lebih ramai karena anak cucu lebih sering menengok, ada juga yang membatasi gerak karena mengeluh sering kesemutan, mudah lelah bahkan ada juga yang menjadi jarang ke mesjid karena sejak mengkonsumsi obat DM menjadi lebih sering kentut
3) Persepsi terhadap Pengobatan
-
Tema ketiga dari penelitian ini adalah Persepsi terhadap pengobatan. Tema ini teridentifikasi dari wawancara dengan semua partisipan selama menjalani pengobatan DM. Dari delapan partisipan semuanya memiliki persepsi yang berbeda tentang pengobatan, partisipan satu mengatakan bahwa dari segi biaya yang dikeluarkannya relatif murah tetapi cocok. Berikut ini penuturan partisipan satu yang membentuk tema:
-
“Kalo berobat gak kemana-mana udah cocok ke dokter di Parapatan Lima, bayarnya murah, biasanya habis 100 rb sudah dapat obat sebulan-en, murah tapi cocok hehe....... (P-1)
"Kalo makan itu beda dengan anak cucu...jadi ibu buat sendiri...gak bisa beli di warung lagi, di warung itu banyaknya yang digoreng-goreng terus rasanya juga suka asin... (P-1)
“Pas kena gula anak cucu jadi sering nengok,... rumah jadi rame...kalo mereka mau nginep, bapa beres-beres rumah, padahal dulunya gak pernah...(P-2) “ Dari dulu banyak gerak, sejak nikah gak ada pembantu...semua ibu kerjakan sendiri, beres-beres rumah, nyiram tanaman, nyapu halaman, ngepel...ngejait,sekarang-sekarang sering kerasa kesemutan...jadi Bapa yang bantu
39
Pengobatannya murah
Obat adalah racun
Sedangkan partisipan dua mengatakan bahwa obat itu racun bagi tubuh, sehingga dia tidak meminum obat secara terus-menerus karena takut ketagihan. Berikut penuturannya: “Kalo bapa, obatnya gak terus-terusan diminum, kalo kerasa baru minum, bapa mah
JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016
40
-
Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah
takut ketagihan, obat itu kan...racun” (P-2)
herbal, mengatakan bahwa dengan herbalpun penyakit maag yang pernah dideritanya dapat disembuhkan dan menurut persepsinya obat itu mengandung zat kimia. Seperti diungkapkan oleh partisipan lima sebagai berikut:
Olahraga adalah obat
Partisipan dua yang merupakan mantan pemain bulu tangkis bayaran juga memiliki persepsi tersendiri terhadap obat yang menganggap bahwa olah raga adalah obat, karena seperti yang dialaminya, apabila dia merasakan gejala yang dilakukannya adalah dengan olah raga yang menyebabkan keluhan yang dirasakan berkurang, seperti diungkapkannya dalam pernyataan berikut ini:
“Ibu cuma 10 hari minum obat gula, setelah itu gak pernah berobat lagi, ibu lebih percaya ama obat herbal, ga ngandung zat kimia...dulu juga pas maag kronis berobat kemana-mana... minum obat ini itu, gak sembuh...eh ku kunyit mah sembuh sampe sekarang.......” (P-5) Partisipan tujuh yang berprofesi sebagai dosen, mempersepsikan obat sebagai single user yang dapat menimbulkan efek samping, berikut kutipan pernyataannya:
“Kata bapa, olahraga itu obat, jadi kalo pas kerasa itu harus langsung bergerak supaya gak keterusan memang bener, Neng...keluhan jadi berkurang” (P-2) -
Pengobatan harus disiplin Sedangkan partisipan delapan menyatakan lebih disiplin minum obat karena apabila tidak minum obat, gulanya akan naik. Seperti penuturannya berikut ini: “Kalo lupa minum obat gulanya pasti naek... jadi ke obat mah ibu lebih disiplin”(P-8)
Partisipan empat yang berpendidikan kebidanan, mengatakan bahwa dirinya meminum obat diabet secara rutin, tetapi untuk obat hipertensinya tidak diminum karena takut akan bahaya yang ditimbulkan, sepeti diungkapkan oleh partisipan empat berikut ini:
-
“Obat diabet rutin diminum, kalo obat hipertensinya jarang minum...ibu takut kebanyakkan obat, kan bisa bahaya...” (P-4) Obat adalah zat kimia
Partisipan lima, yang pernah memiliki pengalaman yang positif terhadap pemakaian JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016
-
“obat itu kan single user....jadi hanya organ itu yang diobati ...disamping itu obat juga banyak efek samping, jadi kalo analisa darah saya yang sekarang ini bagus, saya akan beralih ke herbal” (P-7) Obatnya adalah Taqwa kepada Tuhan
Tema ini dipersepsikan oleh partisipan tiga sebagai obat diabet. Hal ini berdasarkan pengalaman partisipan yang telah berobat ke mana-mana dan mulai menyadari bahwa penyakit yang dideritanya berasal dari Tuhan. Berikut kutipan pernyataan partisipan tiga:
“Saya sudah berobat kemana-mana, ikut perkumpulan ini itu,ikut terapi ini itu tapi akhirnya saya sadar, penyakit itu datang dari Tuhan, jadi obatnya yaa harus kembali lagi pada Tuhan dengan jalan bertaqwa... (P-3)
4) Persepsi Tentang Kesembuhan
Persepsi tentang kesembuhan merupakan tema terakhir dari penelitian ini. Beberapa partisipan mempunyai persepsi yang berbeda beda tentang kesembuhan ini. Partisipan
Persepsi Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Terhadap Penyakitnya di Wilayah Kerja Puskesmas Talaga Bodas Bandung
menganggap bahwa penyakit DM adalah penyakit yang tidak bisa sembuh dan hanya bisa dipantau kadar gulanya. Partisipan delapan yang merupakan kader kesehatan, mengungkapkan bahwa DM adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikontrol. Pengetahuan ini didapatkan dari dokter yang pernah merawatnya. Seperti diungkapkan berikut ini: “...kata dokter, penyakit diabet ga bisa sembuh tapi bisa dikontrol” (P-8)
Persepsi tentang kesembuhan terhadap penyakit DM lainnya diyakini sebagai penyakit seumur hidup, seperti yang diyakini oleh partisipan enam yang mengatakan bahwa sakit DM yang dideritanya adalah penyakit seumur hidup, tidak dapat disembuhkan, dan harus minum obat seumur hidup. Hal ini juga sesuai dengan pengalaman yang dirasakan oleh partisipan enam yang memiliki koreng di kakinya yang tidak kunjung sembuh. Berikut ungkapan partisipan enam seperti di bawah ini: “sakit gula itu tidak bisa sembuh, seumur hidup dan harus minum obat seumur hidup...kalo Bapa gulanya basah jadi kalo luka ya..kayak gini ngoreng, ga sembuh sembuh-sembuh”(P-6)
Persepsi lainnya adalah bahwa penyakit DM itu tidak bisa disembuhkan tetapi gejala-gejalanya bisa dikontrol, asal kita disiplin dan mengontrol diri sendiri. Seperti dituturkan oleh partisipan tujuh berikut ini:
“...sakit gula itukan tidak bisa sembuh, tapi bisa dikendalikan” (P-7).
Pembahasan
Berdasarkan analisis tematik terdapat empat tema yang muncul yang meliputi persepsi terhadap penyebab DM, persepsi terhadap
41
dampak penyakit, persepsi terhadap pengobatan dan persepsi terhadap kesembuhan. Berdasarkan persepsi terhadap penyebab penyakit DM, partisipan memiliki persepsi yang berbeda. Persepsi ini dibentuk oleh beberapa sub tema yaitu faktor keturanan, kebiasaan mengkonsumsi makanan manis, kebiasaan mengkonsumsi makanan yang berlemak, banyak makan dan tidur serta kurang gerak. Faktor-faktor yang diungkapkan oleh partisipan diatas pada pada dasarnya sesuai dengan WHO (2010) yang mengemukakan bahwa faktor genetik dan gaya hidup merupakan salah faktor yang berkaitan erat dengan DM tipe 2. Faktor genetik berkaitan dengan konsekuensi metabolik pada DM tipe 2. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Villages, et.al (2003) yang menyatakan bahwa kerabat dekat yang penderita DM, cenderung lebih gemuk, dan lebih resisten terhadap insulin, serta memiliki basal metabolisme yang rendah, sehingga berpotensi lebih besar mengidap DM tipe 2. Sedangkan faktor gaya hidup tidak sehat yang meliputi kurang aktivitas, banyak makan manis, banyak makan berlemak seperti yang diungkapkan oleh mayoritas partisipan berhuhungan dengan obesitas dan faktor resiko penyakit kardiovaskuler. Pernyataan ini diperkuat oleh riwayat penyakit jantung dan hipertensi dua partisipan yaitu partisipan satu dan partisipan empat, sedangkan obesitas diderita oleh partisipan tujuh yang menurut pengakuannya kelebihan berat badan 2 kg seperti perhitungan dokter. Penyakit DM tipe 2 merupakan penyakit yang progresif dan menahun. Penyakit ini memberikan gejala yang jelas terhadap penderitanya. Hasil penelitian ini mengungkapkan berbagai dampak yang dirasakan oleh partisipan pada saat awal terdeteksi menderita DM dan selama menderita DM. Dampak ini mempengaruhi aktifitas sehari hari partisipan. Dampak terhadap aktivitas yang dirasakan oleh partisipan berbeda- beda seperti tidak lagi membeli makanan diwarung karena
JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016
42
Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah
makanan yang dibeli di warung berjenis gorengan, rumah menjadi lebih ramai karena anak cucu lebih sering menengok, ada juga yang membatasi gerak karena mengeluh sering kesemutan dan mudah lelah bahkan ada juga yang menjadi jarang ke mesjid karena sejak mengkonsumsi obat DM menjadi lebih sering kentut. Pernyataan tersebut selaras dengan hasil penelitian kualitatif yang dilakukan oleh AH Wibisono (2012) tentang pengalaman klien DM tipe 2 dalam melakukan perawatan mandiri, yang mengungkapkan bahwa setengah dari partisipan penelitiannya mengalami perubahan fisik, gangguan integritas psikososial sehingga tidak bisa mengikuti kegiatan kemasyarakatan atau aktifitas dalam pekerjaan.
Persepsi tentang pengobatan terungkap dari bervariasinya pernyataan partisipan. Persepsi ini dibangun oleh beberapa sub tema Pengobatannya murah, Obat adalah racun, Obatnya adalah olahraga, Pengobatan harus disiplin, obat adalah zat kimia serta pengobatannya adalah takwa. Persepsi bahwa pengobatan DM murah yang diungkapkan dalam penelitian ini dipekuat oleh hasil penelitian kualitatif M. Mu’in (2011) yang menyatakan bahwa berdasarkan persepsi pengobatan dikatakan bahwa pengobata DM itu murah, rutin, terus menerus dan harus disesuaikan dengan kondisi persepsi terhadap pengobatan lainnya yang menarik adalah ungkapan partisipan tiga yang mengatakan bahwa pengobatan DM adalah dengan taqwa, kondisi ini sesuai dengan hasil penelitian Ijzaz and Ajmal (2011) di Bangladesh terhadap penderita DM tipe 2 yang mengidap penyakit dengan rentang waktu yang lama akan menimbulkan tingkat kepasrahan yang tinggi kepada Tuhan dan faktor-faktor yang berkorelasi secara positif terhadap pengelolaan mandiri penyakit ini (Sigudardottir, 2005). Tema terakhir yang dihasilkan oleh penelitian ini adalah persepsi terhadap kesembuhan. Berdasarkan ungkapan partisipan JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016
diketahui bahwa persepsi yang terbentuk adalah bahwa DM merupakan penyakit yag tidak dapat sembuh tetapi DM dapat dikendalikan. Persepsi terhadap penyakit penting untuk diketahui karena ada hubungan positif antara persepsi penyakit dengan perilaku perawatan diri pasien. Persepsi yang positif terhadap penyakit juga berhubungan erat dengan pemeriksaan glukosa darah serta kualitas hidup penderitanya (Glassgow, et.al, 2006). Untuk itulah, faktor edukasi kepada penderita menjadi penting agar persepsi yang positif menjadi lebih positif serta persepsi yang negatif menjadi positif agar terjadi peningkatan perilaku positif penderita DM tipe 2 ini. Pada partisipan yang mengikuti Prolanis, persepsi ini cenderung positif yang mengatakan bahwa DM merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan hanya bisa dikontrol atau dikendalikan. Persepsi positif tersebut kemungkinan berhubungan dengan edukasi yang diberikan oleh petugas kesehatan yang dilakukan setiap sebulan sekali. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa persepsi penderita DM tipe 2 terhadap penyakitnya diwakili oleh empat tema yaitu persepsi terhadap gejala penyakit, dampak yang dirasakan akibat diabetes, persepsi terhadap pengobatan dan persepsi terhadap kesembuhan. Dari hasil pembahasan terdapat persepsi yang positif yang mengacu pada aspek spiritualitas yaitu adanya persepsi bahwa pengbatan DM tipe 2 yang terpenting adalah takwa. Persepsi positif berkorelasi psitif dengan aspek pengelolaan penyakit DM tipe 2. Sehingga hal ini membutuhkan tindak lanjut dalam hal edukasi terhadap penderita serta dibutuhkan penelitian yang lebih mendalam tentang makna spritualitas yang dirasakan oleh partisipan.
Persepsi Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Terhadap Penyakitnya di Wilayah Kerja Puskesmas Talaga Bodas Bandung
DAFTAR PUSTAKA American Diabetes Association . (2013). Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus. Diabetes Care, volume 36.
Asuransi Kesehatan. (2010). Program Penanggulangan Penyakit Kronis. Infokes. Bhojani U, Arima M, Devadasan N (2013) Constraints faced by urban poor in managing diabetes care: patients’ perspectives from South India Health Action 6: 22258 - http://dx.doi. org/10.3402/gha.v6i0.22258
Dinas Kesehatan Kota Bandung. (2011). Profil Kesehatan Kota Bandung. Bandung: Dinas Kesehatan Kota Bandung.
Gupta, P., Anandarajah, G. (2014). The Role of Spirituality in Diabetes Self Management: In Urban, Underserved Population : Aqualitative Study. Rhode Island Medical Journal Spirituality & Medicine, 31-35.
Glasgow RE, Strycker LA (2003). Preventive Care Practices for Diabetes Management in Two Primary Care Samples. Am J Prev Med 19(1):9–14. Hörnsten Å, Sandström H, Lundman B. (2004) Personal understandings of illness among people with type 2 diabetes. J. Adv. Nurs. 2004; 47:174–182.
International Diabetes Federation. (2011). Global Diabetes Plan 2011-2021. www. Idf. Org. International Social Security Association. (2012). Health In Health Insurance for Government Employee Indonesia. www.issa.int Mu’in , M. (2011). Pengalaman Diabetisi dalam Melaksanakan Perawatan di Kota Depok.
43
Jakarta: Tesis Prodi Magister Fakultas Ilmu keperawatan UI
Nagelkerk, J., Reick, K., and Meengs, L.(2006). Perceived Barriers and Effective Strategies to Diabetes Self Management. Journal of Advanced Nursing, 54(2):151158. Perkeni. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta. Polit, DF., Beck, CT. (2010). Essentials of Nursing Research : Appraising Evidence for Nursing Research . Philadelphia: Lippincot William & Wilkins.
Shirmen Ijaz,. Ajmal. A. (2011, Vol 9). Experiencing Type II Diabetes In Pakistan. Journal of Social and Clinical Psychology, 50-56.
Soegondo, S., Soewondo P, Subekti I (2011). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu . Jakarta: FK UI.
Sigudardottir,AK (2005). Self care in Diabetes Model of Factors Affecting Self Care. Journal of Clinical Nursing 14: 301-314 Wibisono, AH. (2012). Pengalaman Klien DM Tipe 2 dalam Mengontrol Glukosa Darah Secara Mandiri di Kota Depok. Jakarta: Tesis Prodi Magister Fakultas Ilmu keperawatan UI
Villegas R, Salim A, Flynn A, Perry IJ. Prudent diet and the risk of insulin resistance.Nutr Metab Cardiovasc Dis. Dec 2004;14(6):334343. Xu Y,. Toobert D.,Savage,C.,Pan W, Whitmer K (2008). Factors Influencing Diabetes Self Management In Chinese People With Type 2 Diabetes. Diaberes Nurs Health , December 31: 163.
JKA | Volume 3 | Nomor 2 | Desember 2016