Laporan Strategi Pembangunan Emisi Rendah Kabupaten Aceh Selatan
September 2014
i
Daftar Isi Daftar Tabel ................................................................................................................................................. iii Daftar Gambar ............................................................................................................................................. iii 1
Pengantar .............................................................................................................................................. 1
2
Pendekatan dan Metode ...................................................................................................................... 1
3
Profil Aceh Selatan ................................................................................................................................ 2 3.1
Penggunaan Lahan .................................................................................................................... 2
3.2
Tingkat Kekritisan Lahan............................................................................................................ 3
3.3
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Aceh Selatan............................................................ 4
4
Identifikas Sumber Emisi melalui Analisis Tutupan Lahan .................................................................... 4
5
Perhitungan Emisi ................................................................................................................................. 9
6
5.1
Baseline Emisi CO2e ................................................................................................................ 12
5.2
Perubahan Emisi Berdasarkan Pelaksanaan RTRW ................................................................. 13
5.3
Perubahan Emisi CO2e Berdasarkan Estimasi Perubahan Tutupan Lahan Hutan.................. 17
Identifikasi Aksi Mitigasi dan Penyusunan Strategi ............................................................................ 20 6.1
Identifikasi Aksi Mitigasi .......................................................................................................... 20
6.2
Potensi Sekuestrasi Emisi ........................................................................................................ 20 6.2.1 Analisis Ekonomi Tanaman Perkebunan Rakyat ............................................................ 21 6.2.2 Rekomendasi Tanaman Perkebunan ............................................................................. 22
6.3 7
Penyusunan Strategi Pembangunan Emisi Rendah ................................................................. 23
Kesimpulan.......................................................................................................................................... 25
Daftar Pustaka............................................................................................................................................. 27 Daftar Lampiran .......................................................................................................................................... 27
ii
Daftar Tabel Table 1 : Penggunaan Lahan di Aceh Selatan Tahun 2011 ........................................................................... 3 Table 2 : Perubahan Penutupan Lahan di Kabupaten Aceh Selatan ............................................................. 5 Table 3 : Matriks Luas Perubahan dan Penutupan Lahan di Aceh Selatan Tahun 2000 – 2011 (ha)............ 7 Table 4 : Nilai Biomasa Tutupan Lahan ....................................................................................................... 10 Table 5 : Matriks Emisi CO2-e dari setiap Tutupan Lahan di Kabupaten Aceh SelatanTahun 2000 – 2011 ............................................................................................................................................................ 11 Table 6 : Rekapitulasi Emisi CO2-e di Kabupaten Aceh Selatan ................................................................... 11 Table 7 : Emisi CO2e di Kabupaten Aceh Selatan dari tahun 2000-2011 ................................................... 13 Table 8 : Rencana pemanfaatan ruang tahun 2012-2032 di Kabupaten Aceh Selatan ............................. 14 Table 9 : Emisi CO2e di Kabupaten Aceh Selatan dari tahun 2011-2032.................................................. 15 Table 10 : Analisis Ekonomi untuk Tanaman Perkebunan Rakyat di Kabupaten Aceh Selatan .................. 21 Table 11 : Nilai Cadangan Karbon pada Tanaman Perkebunan Rakyat Terpilih ......................................... 22 Table 12: Strategi Pembangunan Emisi Rendah Kabupaten Aceh Selatan ................................................. 24
Daftar Gambar Figure 1 : Luasan Lahan Kritis di Aceh Selatan Tahun 2011 .......................................................................... 4 Figure 2 : Perubahan Penutupan Lahan di Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2000 dan 2011 ....................... 6 Figure 3 : Peta Tutupan Lahan Aceh Selatan Tahun 2000 dan 2009 ............................................................ 8 Figure 4 : Peta Tutupan Lahan Tahun 2011 Kabupaten Aceh Selatan .......................................................... 9 Figure 5 : Peta Sebaran Emisi CO2e di Kabupaten Aceh Selatan ................................................................ 12 Figure 6 : Baseline emisi CO2e di Kabupaten Aceh Selatan dari tahun 2000-2011 .................................... 13 Figure 7: Baseline dan Perubahan emisi CO2e di Kabupaten Aceh Selatan dari tahun 2012-2032 ......... 15 Figure 8 : Peta Tutupan Lahan 2011 dan Peta Rencana Pola Ruang RTRW Aceh Selatan .......................... 16 Figure 9 : Bagan Penyusunan Strategi ........................................................................................................ 23
iii
1
PENGANTAR
Low Emission Development Strategies (LEDS) atau Strategi Pembangunan Emisi Rendah (SPER) merupakan kerangka strategis yang menggambarkan aksi konkret, kebijakan, program dan rencana implementasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, perbaikan pengelolaan lingkungan dan pemenuhan target pembangunan (USAID). Dalam kerangka program Indonesia Forest and Climate Support (IFACS) dan lebih khusus melalui kegiatan Integration of Strategic Environment Assessment (SEA) and Low Emission Development Strategies (LEDS) into Spatial and Development Plans in USAID IFACS Target Landscapes - District: Aceh Selatan, Aceh Tenggara dan Gayo Lues, disebutkan tujuan penyusunan kajian atau analisa Strategi Pembangunan Emisi Rendah dan Laporan Assessment Kebutuhan Pembiayan ini adalah untuk memberikan pendampingan teknis kepada Kabupaten untuk mengoptimalkan strategi pembangunan emisi rendah yang : 1) mengurangi emisi GRK melalui penyusunan kembali rencana tata ruang; 2) focus pada pembangunan dan rencana pada area yang rusak dan karbon rendah; 3) menggunakan energy terbarukan untuk pertumbuhan ekonomi. SPER ini disusun dalam proses yang terintegrasi dengan penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten tersebut. Laporan ini akan memaparkan hasil analisa dan rekomendasi yang diarahkan sesuai dengan kerangka acuan kegiatan dalam kerangka program ini.
2
PENDEKATAN DAN METODE
Pendekatan penyusunan SPER berdasarkan pada beberapa hal yaitu:
Strategi Pembangunan Emisi Rendah (SPER) merupakan kerangka strategis yang menggambarkan aksi konkret, kebijakan, program dan rencana implementasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, perbaikan pengelolaan lingkungan dan pemenuhan target pembangunan. Kerangka ini menjadi dasar untuk pencapaian target penurunan emisi GRK jangka panjang yang terukur dibandingkan dengan skenario “business-as-usual”. Secara teknis, keterkaitan KLHS dan SPER berdasar pada salah satu kriteria yang telah ditetapkan dalam Penjelasan UU PPLH No. 32 Th 2009 tentang KLHS, (Pasal 16 dan Penjelasan Pasal 15 ayat 2), yaitu kriteria perubahan iklim global. Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Rencana Aksi. Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca maka aksi mitigasi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global diprioritaskan pada emisi yang dihasilkan oleh lima bidang yaitu Pertanian, Kehutanan dan Lahan Gambut, Energi dan Transportasi, Industri, dan Pengelolaan Limbah.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, pendekatan dan tahapan yang dilakukan dalam penyusunan SPER ini adalah sebagai berikut:
Mengetahui kondisi yang berlaku saat ini pada tiap kabupaten. Hal ini dilakukan dengan mempelajari profil daerah. Melakukan analisis tutupan lahan Menghitung emisi exisiting sebagai baseline (business as usual) menggunakan metode historical based melalui tutupan lahan sejak tahun 2000 – 2011. 1
Menghitung perubahan emisi menggunakan metode forward looking non parametric, yaitu metode untuk memprediksi emisi berdasarkan scenario yang didasarkan pada rencana tata ruang wilayah setempat Identifikasi aksi mitigasi penyusunan strategi
Pendekatan dan metode yang disebutkan diatas, memiliki catatan sebagai berikut: Penghitungan proyeksi emisi GRK di masa yang akan datang dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: 1) ekstrapolasi berdasarkan perubahan emisi di masa lalu; 2) perubahan emisi sebagai dampak dari implementasi RTRW. Namun untuk cara kedua sebenarnya diperlukan data yang lebih detail terkait dengan proyeksi tutupan lahan di tahun 2032 yang memperhitungkan rencana pola ruang. Untuk saat ini, data tersebut tidak tersedia untuk semua rencana program tata ruang
3
PROFIL ACEH SELATAN
Kabupaten Aceh Selatan adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh, Indonesia. Sebelum berdiri sendiri sebagai kabupaten otonom, calon wilayah Kabupaten Aceh Selatan adalah bagian dari Kabupaten Aceh Barat. Pembentukan Kabupaten Aceh Selatan ditandai dengan disahkannya Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956 pada 4 November 1956. Kabupaten Aceh Selatan pada tanggal 10 April 2002 resmi dimekarkan sesuai dengan UU RI Nomor 4 tahun 2002 menjadi tiga Kabupaten, yaitu: Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Aceh Selatan. Wilayah Kabupaten Aceh Selatan terletak di pantai barat – selatan Provinsi Aceh yang berada di ujung utara Pulau Sumatera. Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 50.000, wilayah daratan Kabupaten Aceh Selatan secara geografis terletak pada 020 23’ 24” – 030 44’ 24” LU dan 960 57’ 36” – 970 56’ 24” BT. Dengan batas-batas wilayah adalah:
sebelah utara sebelah timur sebelah selatan sebelah barat
: : : :
Kabupaten Aceh Tenggara; Kota Subulussalam dan Kabupaten Aceh Singkil; Samudera Hindia; Kabupaten Aceh Barat Daya.
Luas wilayah daratan Aceh Selatan adalah 4.176,59 Km2 atau 417.658,85 Ha, yang meliputi daratan utama di pesisir barat – selatan Provinsi Aceh.
3.1
Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan eksisting Kabupaten Aceh Selatan tahun 2011 memperlihatkan bahwa didominasi oleh kawasan lindung, yaitu penggunaan untuk hutan lindung seluas 159.181,54 Ha atau sekitar 38,11 % dari total luas wilayah Kabupaten Aceh Selatan. Taman Nasional Gunung Leuser seluas 77.614,14 Ha (18,58 %), dan Suaka Margasatwa Rawa Trumon seluas 54.984,37 Ha (13,16). Kawasan hutan lindung berada di bagian Timur dan Utara Kabupaten Aceh Selatan dan menempati lahan terbesar. Sedang kawasan Taman Nasional Gunung Leuseur yang berada di wilayah Kabupaten Aceh Selatan berada pada bagian Utara dan Tengah wilayah kabupaten. Di bagian Selatan terdapat Suaka Margasatwa Rawa Trumon. 2
Penggunaan lahan untuk kawasan budidaya yang paling besar adalah penggunaan untuk kegiatan pertanian lahan kering dan perkebunan, masing-masing seluas 45.349,08 Ha (10,86 %), dan 28.950,78 Ha (6,93 %).
Table 1 : Penggunaan Lahan di Aceh Selatan Tahun 2011 NO
PENGGUNAAN LAHAN
LUAS (Ha)
%
159.181,54
38,11
1
Hutan Lindung
2
Hutan Produksi
6.201,99
1,48
3
Hutan Produksi Terbatas
7.884,31
1,89
4
Suaka Margasatwa Rawa Trumon
54.984,37
13,16
5
Taman Nasional Gunung Leuser
77.614,14
18,58
6
Danau Laut Bangko
131,50
0,03
7
Pemukiman
3.295,44
0,79
8
Permukiman Kawasan Adat Terpencil) KAT
18,40
0,00
6,64
0,00
4.915,11
1,18
9
Bandara
10
Perkebunan
11
Perkebunan Rakyat
28.950,78
6,93
12
Pertanian Lahan Kering
45.349,08
10,86
13
Peternakan
2.541,48
0,61
14
Sawah
11.424,83
2,74
15
Transmigrasi
15.159,24
3,63
417.658,85
100,00
Jumlah
Sumber: Bappeda Kabupaten Aceh Selatan, 2012
3.2
Tingkat Kekritisan Lahan
Berdasarkan data Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kabupaten Aceh Selatan 2012, luas lahan kritis di Kabupaten Aceh Selatan tercatat sebesar 21.010 Ha, dimana lahan kritis terbesar berada di Kecamatan Trumon Timur dan Meukek.
3
6,000 5,026
5,006
5,000 4,000 3,000
2,416
2,000 1,000
1,695
1,575 1,078
783 225
119
1,224
1,001 128
343
391
0
Figure 1 : Luasan Lahan Kritis di Aceh Selatan Tahun 2011
Sumber: SLHD Kabupaten Aceh Selatan, 2012
3.3
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Aceh Selatan
Kabupaten Aceh Selatan mengalami pemekaran pada tahun 2002 yaitu mekar menjadi tiga Kabupaten, yaitu: Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Aceh Selatan. Sejak dimekarkan hingga saat ini Kabupaten Aceh Selatan belum memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Namun demikian proses penyusunan RTRW sedang berlangsung saat ini, yang diperkirakan telah dimulai pada tahun 2010. Perkembangan terakhir mengenai proses penetapan RTRW ini adalah draft RTRW ini telah memperoleh persetujuan substansi dari BKPRN berdasarkan SK Menteri Pekerjaan Umum Nomor No HK 01 03-Dr/535 tanggal 18 Desember 2012. Saat ini PemKab Aceh Selatan sedang menunggu jadwal untuk pembahasan RanQanun dengan DPRD. Surat permohonan untuk pembahasan RanQanun kepada DPRD Kab. Aceh Selatan sudah dikirimkan oleh Bupat Aceh Selatan pada bulan Maret 2013. Terlepas dari proses penyusunan RTRW yang sedang berlangsung tersebut, saat ini Kabupaten Aceh Selatan dengan dukungan USAID IFACS sedang menyusun KLHS RTRW tersebut. Mengingat draft RTRW sudah tersedia dan proses penetapannya menjadi qanun sedang berlangsung, penyusunan KLHS disini diutamakan sebagai satu bentuk peningkatan kapasitas dan telaah dari muatan RTRW yang ada saat ini, dengan harapan hasil dari KLHS ini dapat menjadi masukan bagi Pemkab Aceh Selatan untuk pelaksanaan penyusunan rencana tata ruang yang lebih rinci dan kegiatan perencanaan pembangunan lainnya.
4
IDENTIFIKAS SUMBER EMISI MELALUI ANALISIS TUTUPAN LAHAN
Penyusunan SPER diawali dengan memahami kondisi daerah dan melakukan identifikasi sumber emisi. Dalam hal ini, analisis tutupan lahan menjadi satu metode yang digunakan untuk mengetahui besaran emisi pada Kabupaten Gayo Lues. 4
Kabupaten Aceh Selatan sebagian besar atau 70% wilayahnya memiliki tutupan lahan hutan, untuk itu kegiatan yang berpotensi menimbulkan emisi adalah kegiatan manusia yang menimbulkan perubahan penggunaan lahan hutan menjadi bukan hutan (deforestasi ataupun degradasi hutan). Untuk memastikan sumber sumber emisi yang berpotensi menimbulkan emisi di Kabupaten Aceh Selatan diupayakan proses pelingkupan. Pelingkupan LEDS (emisi yang akan dihitung, dianalisa, dan diturunkan) memiliki kriteria: kategori sumber emisi yang dihitung kemungkinan merupakan kategori yang menimbulkan/menyerap emisi besar, memiliki peluang mitigasi tinggi, dan merupakan kategori dimana pemerintah daerah memiliki kewenangan. Berdasarkan hasil pelingkupan oleh beberapa pemangku lintas kepentingan (stakeholders) maka emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang dihitung adalah Emisi GRK berasal dari kegiatan manusia dalam bidang Land Use, Land Use Change and Forestry (LULUCF). Emisi GRK berasal dari LULUCF secara garis besar dihitung melalui 2 tahapan yaitu: 1. Analisis perubahan tutupan lahan (land cover) 2. Perhitungan emisi Tutupan lahan (land cover) dan land use merupakan suatu obyek alami atau buatan manusia yang menutupi seluruh permukaaan bumi dimana manusia melakukan aktifitasnya. Pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi menyebabkan kebutuhan akan lahan sangat besar. Akibatnya Land cover dan land use dari tahun ke tahun mengalami perubahan yang sangat pesat. Perubahan tutupan lahan yang menyebabkan deforestasi dan degradasi lahan menyebabkan emisi gas rumah kaca meningkat. Pada analisa perubahan tutupan lahan ini, bahan yang digunakan adalah Peta landcover dari BAPLAN Kepmenhut th 2000, 2003, 2006, 2009, dan tahun 2011. Dan alat yang digunakan adalah seperangkat alat komputer dengan sofware Arc GIS. Berdasarkan peta tutupan lahan dari BAPLAN Kepmenhut th 2000, 2003, 2006, 2009, dan tahun 2011 di Kabupaten Aceh Selatan mempunyai 16 detail klasifikasi yaitu bandara, hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, lahan terbuka, perkebunan, permukiman, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, rawa, sawah, semak belukar, semak belukar rawa, tambak dan tubuh air. Luas pada masing-masing penggunaan dan penutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 2. Table 2 : Perubahan Penutupan Lahan di Kabupaten Aceh Selatan
Tahun 2000, 2003, 2006, 2009, dan 2011 Tutupan lahan 1.
bandara
2.
th 2000
th 2003
th 2006
th 2009
th 2011
7
7
7
7
7
hutan lahan kering primer
127242
127242
127242
127242
127242
3.
hutan lahan kering sekunder
111269
110955
110893
108362
108359
4.
hutan rawa primer
8543
8543
8543
8543
8543
5.
hutan rawa sekunder
62529
62295
61231
58025
58025
6.
lahan terbuka
1615
1615
1615
2131
2132
7.
perkebunan
7722
7722
7722
7722
7722
5
Tutupan lahan 8.
permukiman
9.
th 2000
th 2003
th 2006
th 2009
th 2011
741
741
741
741
741
pertanian lahan kering
17448
17448
17448
17487
17486
10. pertanian lahan kering campur
5366
5366
5366
5387
5387
40
40
40
40
40
12. sawah
30057
30057
30057
30057
30057
13. semak belukar
27443
27757
27819
30290
30291
14. semak belukar rawa
16067
16302
17365
20056
20056
7
7
7
7
7
1239
1239
1239
1239
1241
417335
417335
417335
417335
417335
11. rawa
15. tambak 16. tubuh air Total
Tabel diatas memperlihatkan bahwa pada kurun waktu 11 tahun dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2011 tidak terjadi perubahan penggunaan lahan yang berarti. Hanya pada tutupan lahan hutan lahan kering sekunder terjadi penurunan dari luas dari 111,269 ha pada tahun 2000 menjadi 108,359 ha pada tahun 2011. Sedangkan pada tutupan lahan semak belukar terjadi peningkatan dari luas 27,443 ha pada tahun 2000 menjadi 30,291 ha pada tahun 2011. Gambaran perubahan tutupan lahan tersebut dalam bentuk bagan, dapat dilihat sebagai berikut: 450000 tubuh air
400000
tambak
350000
semak belukar rawa
300000
semak belukar 250000 sawah 200000
rawa
150000
pertanian lahan kering campur pertanian lahan kering
100000 50000
permukiman
0 th 2000
th 2003
th 2006
th 2009
th 2011
perkebunan
Gambar 2 : Perubahan Penutupan Lahan di Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2000 dan 2011
Perubahan penggunaan lahan selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir, dapat dilihat pada tabel berikut :
6
Table 3 : Matriks Luas Perubahan dan Penutupan Lahan di Aceh Selatan Tahun 2000 – 2011 (ha) Tahun 2011 Tahun 2000 bandara hutan lahan kering primer hutan lahan kering sekunder
A A
hutan rawa sekunder
E
lahan terbuka
F
perkebunan
G
permukiman
H
E
F
G
H
I
sawah
L
semak belukar
M
semak belukar rawa
N
tambak
O
tubuh air
P
K
L
M
N
O
P
108357.7
38.5
21.1
111268.4
2851.1
8543.4
8543.4 58024.6 0.6
516.4
62529.5
3988.5
1612.9
0.0003
1.4
740.9
740.9 0.2
17447.2
0.8
39.9
39.9 30056.7 3.14
30056.70003
0.00003
27442.84
27439.7
16067.5
16067.5
6.7
6.7 1238.8 108358.5
8543.4
58024.6
2132.44
7721
740.9
17485.7003
5387.1
17448.2 5366
5366
127242.1
1614.9003 7721
7721
6.9
Total
127242.1
J K
J
127242.1
I
rawa
Total
D
6.9
C D
C
6.9
B
hutan rawa primer
pertanian lahan kering pertanian lahan kering campur
B
39.9
30056.7
30290.80003
20056
6.7
1241
1238.8 417333.7403
7
Tabel diatas memperlihatkan bahwa penurunan tutupan lahan hutan lahan kering sekunder sebagian besar (2.851,5 ha) berubah menjadi semak belukar. Begitu pula hal nya dengan hutan rawa sekunder yang berubah menjadi semak belukar rawa seluas 3988.5 ha. Peta tutupan lahan Aceh Selatan dari tahun 2000 dan tahun 2009 dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 3 : Peta Tutupan Lahan Aceh Selatan Tahun 2000 dan 2009
8
Berikut ini tutupan lahan Aceh Selatan tahun 2011:
Gambar 4 : Peta Tutupan Lahan Tahun 2011 Kabupaten Aceh Selatan
5
Perhitungan Emisi
Perhitungan emisi yang diakibatkan oleh perubahan tutupan lahan ditujukan untuk melakukan analisis perhitungan emisi atau Karbon dioksida (CO2e) yang diakibatkan oleh perubahan land cover (biomasa) dan land use dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2011. Dalam perhitungan emsi ini, bahan yang digunakan adalah peta perubahan land cover dan land use Kabupaten Aceh Selatan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2011, data biomasa dari setiap jenis penutupan dan penggunaan lahan. Alat yang digunakan adalah seperangkat alat komputer dengan sofware Arc GIS. Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total bahan organik hidup di atas permukaan tanah pada tanaman khususnya pohon (daun, ranting, cabang, batang utama, dan kulit) yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area. Biomassa atau bahan oganik adalah produk fotosintesis. Dalam proses fotosintesis, butir-butir hijau daun berfungsi sebagai sel surya yang menyerap energi matahari guna mengkonversi karbon dioksia dengan air menjadi senyawa karbon, hidrogen dan oksigen (CHO). Umumnya Karbon menyusun 45-50% bahan kering dari tanaman(biomasa) (Kusmana et al.1992). Hutan menyimpan biomasa vegetasi yang sangat tinggi, sehingga hutan mempunyai fungsi sebagai penyerap karbon dioksida (CO2). Biomassa vegetasi bertambah karena menyerap karbon dioksida dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Estimasi 9
nilai Karbon dioksida (CO2) didekati dari perbandingan berat molekul CO2 dan C sebesar nilai CO2 e = 44/12 x C atau CO2 e = 3,67 x C. Nilai biomasa yang digunakan pada perhitungan emisi atau Karbon dioksida untuk setiap tutupan lahan diberikan pada tabel berikut ini: Table 4 : Nilai Biomasa Tutupan Lahan
Tutupan lahan
biomasa (ton/ha)
Sumber
hutan lahan kering primer
350
IPCC 2003
hutan lahan kering sekunder
260
Achmad 2013
hutan tanaman
130
IPCC 2003
padang rumput
6.2
IPCC 2003
pertanian lahan kering
72
Achmad 2013
pertanian lahan kering campur
72
Achmad 2013
sawah
66
Achmad 2013
semak belukar
70
IPCC 2003
semak belukar rawa
69
Achmad 2013
Perkebunan sawit
33
marispatin et al (2010)
Hutan rawa primer Hutan rawa sekunder perkebunan rakyat Hutan Kota
247.5 108 164.1 84
Riau
Istomo (2002)
sulsel
solichin (2011) ginting (1995) Setiawan (2007)
Sumber: Disarikan dari Berbagai Sumber
Hasil perhitungan emisi CO2e dalam kurun waktu 11 tahun pada tabel berikut ini:
10
Table 5 : Matriks Emisi CO2-e dari setiap Tutupan Lahan di Kabupaten Aceh SelatanTahun 2000 – 2011
Tutupan Lahan Tahun 2000 Tanah kosong Daerah terbangun Semak belukar Hutan Sawah Perkebunan Kolam Rawa Belukar lahan kering Badan air Awan Total
Tahun 2011 A A B C D E F G H I J K
0 0 547 339.519 432 2.991 0 0 343.490
B 0 0 1.760 1.186 248 1.344 0 0 4.537
C -801 -1.872 0 3.640.009 -11.948 195 -415 0 -2.638 -8.521 3.614.010
D -4.196 -302 -143.212 0 -76.447 -4.144 -284 -53.325 -24.701 -10.326 -316.936
E -974 -1.103 11.648 80.706 0 458 -3 10.747 -1.061 -1.208 99.211
F -118 -869 21.579 -938 0 -1.449 -222 17.984
G 0 1 0 6 6
H 467 1301 0 0 1.768
I -3.365 -1.712 0 74.975 -11.465 289 -147 0 -8.569 -842 49.164
J 0 0 2.490 20.479 1.360 73 6.202 0 0 30.604
K 0 0 709 4.445 249 69 402 0 0 5.875
Total -9.335 -5.107 -126.460 4.183.014 -97.570 -2.812 -149 -699 -33.083 -37.190 -20.898 3.849.711
Table 6 : Rekapitulasi Emisi CO2-e di Kabupaten Aceh Selatan
Emisi Emisi sekuestrasi Emisi GRK luas (ha) Emisi Emisi
3.861.816 -377.175 3.484.641 417.403 8.3
Ton Ton Ton Ha ton/ha
0,9276 ton/ha/tahun
11
Hasil perhitungan emisi CO2e dalam kurun waktu 11 tahun seperti ditunjukkan tabel diatas, maka di Kabupaten Aceh Selatan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2011 dihasilkan emisi total sebesar 3,861,816 ton, Emisi sekuestrasi sebesar -377,175 ton, sehingga emisi yang menyebabkan gas rumah kaca sebesar 3,484,641 ton, atau sebesar 8.3 ton/ha, atau 0,92 ton/ha/tahun. Emisi CO2e yang menyebabkan gas rumah kaca yang diakibatkan oleh perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi belukar, tanah terbuka, dan pertanian lahan kering menyebar pada semua Kecamatan di Kabupaten Aceh Selatan seluas 7747 ha. Sebaran spasial dari Emisi CO2e yang disebabkan perubahan tutupan lahan hutan diberikan pada gambar berikut ini :
Gambar 5 : Peta Sebaran Emisi CO2e di Kabupaten Aceh Selatan
5.1
Baseline Emisi CO2e
Seperti sudah dijelaskan di depan bahwa SPER akan dijadikan sebagai kerangka strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, perbaikan pengelolaan lingkungan dan pemenuhan target pembangunan. Kerangka ini menjadi dasar untuk pencapaian target penurunan emisi GRK jangka panjang yang terukur dibandingkan dengan skenario baseline emisi CO2e. Baseline emisi CO2e dibangun dari data perubahan nilai biomasa pada setiap tutupan lahan dalam selang waktu 3 tahun-an yaitu tutupan lahan tahun 2000-2003, tahun 2003-2006, tahun 2006-2009, dan tahun 2009-2011. Hasil perhitungan emisi CO2e di Kabupaten Aceh Selatan dalam selang waktu 3 tahun-an yaitu tahun 2000-2003, tahun 2003-2006, tahun 2006-2009, dan tahun 2009-2011 diberikan pada Tabel 7 dan pendugaan emisi CO2e kedepan mengikuti model:
12
Y = -4.15 ln(X) + 9.181 Keterangan: Y = emisi CO2e X = perubahan selama waktu tertentu (tahun)
Model pendugaan emisi CO2e tersebut memberikan nilai R2 sebesar 80.9% artinya model tersebut dapat digunakan sebagai baseline emisi CO2e. Model pendugaan emisi CO2e diberikan pada Gambar 5. Table 7 : Emisi CO2e di Kabupaten Aceh Selatan dari tahun 2000-2011 Emisi
Th 2000-2003
Th 2003-2006
Th 2006-2009
126301,76
97723,01
1177307,14
1612,38
0,00
0,00
0,00
-291,37
Emisi bersih (ton)
126301,76
97723,01
1177307,14
1903,76
Luas (ha)
417334,92
417334,92
417334,92
417334,92
0,30
0,23
2,82
0,01
Emisi CO2e (ton) Emisi sekuestrasi (ton)
Emisi CO2e (ton/ha)
Emisi Co2e (ton/ha)
Baseline Emisi CO2e (ton/ ha)
Th 2009-2011
y = -0.227ln(x) + 0.5801 R² = 0.8877
0.40 0.30 0.20
Emisi CO2e (ton/ha)
0.10
Log. (Emisi CO2e (ton/ha))
0.00 0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
Perubahan dalam tahun
Gambar 6 : Baseline emisi CO2e di Kabupaten Aceh Selatan dari tahun 2000-2011
5.2
Perubahan Emisi Berdasarkan Pelaksanaan RTRW
Setelah perhitungan emisi existing diperoleh, kemudian dilakukan perhitungan perubahan emisi sebagai prediksi berdasarkan scenario pelaksanaan RTRW Kabupaten Aceh Selatan (metode forward looking non parametric). Emisi dihitung berdasarkan rencana pemanfaatan ruang tahun 2012 – 2032 yang dimuat dalam RTRW Kabupaten Aceh Selatan. Rencana pemanfaatan ruang yang dimuat dalam RTRW Kabupaten Aceh Selatan adalah sebagai berikut:
13
Table 8 : Rencana pemanfaatan ruang tahun 2012-2032 di Kabupaten Aceh Selatan Rencana Pola Ruang Tahun 2012-2032
Luas (ha)
Luas (%)
Bandara
62
0,0
Hankam
53
0,0
15613
3,7
154507
37,0
Hutan Produksi
4580
1,1
Hutan Produksi Konversi
3499
0,8
Kawasan Imbuhan Air Tanah
2976
0,7
Kawasan Industri Menengah
2
0,0
Holdingzone Hutan Lindung
Perikanan
24
0,0
4911
1,2
22475
5,4
18
0,0
Permukiman Pedesaan
2298
0,6
Permukiman Perkotaan
1673
0,4
Pertanian Lahan Kering
38011
9,1
2125
0,5
Perkebunan Perkebunan Rakyat Permukiman KAT
Peternakan Sawah
11346
2,7
Sempadan Pantai
1054
0,3
Sempadan Sungai
3888
0,9
51973
12,5
Suaka Marga Satwa Rawa Singkil Sungai Taman Nasional Gunung Leuser Tempat Pembuangan Akhir Transmigrasi (blank) Total
2014
0,5
78722
18,9
3
0,0
15158
3,6
349
0,1
417335
100,0
Analisis penurunan emisi CO2e pada SPER merupakan integrasi dari KLHS yaitu analisis terhadap rencana pemanfaatan ruang yang dituangkan dalam RTRW Kabupaten Aceh Selatan sebagaimana disebutkan pada tabel diatas, menunjukkan bahwa rencana pemanfaatan ruang tahun 2012- 2032 mampu mengsekuestrasi emisi CO2e sebesar -72.76 ton/ha, hasil ini lebih kecil/rendah dari pendugaan emisi CO2e berdasarkan baseline yang ditetapkan yaitu sebesar -1.37 ton/ha. Hasil perhitungan Emisi CO2e di Kabupaten Aceh Selatan dari tahun 2011-2032 diberikan pada Tabel 9 dan penurunan emisi CO2e pada RTRWK KLHS tahun 2011-2032 terhadap baseline diberikan pada Gambar 7.
14
Table 9 : Emisi CO2e di Kabupaten Aceh Selatan dari tahun 2011-2032 Emisi
Th 2011-2032
Emisi CO2e (ton)
-30366328,22
Emisi sekuestrasi (ton)
-63169621,38
Emisi bersih (ton) Luas (ha)
32803293,16 417334,92
Emisi CO2e (ton/ha)
-72,76
Figure 7: Baseline dan Perubahan emisi CO2e di Kabupaten Aceh Selatan dari tahun 2012-2032
Pada bagan diatas terlihat bahwa bila RTRW dilaksanakan sesuai dengan muatan yang ada didalamnya, maka diprediksi terjadi sekuestrasi emisi sebesar -72.76 ton/ha. Sekuestrasi emisi tersebut dipengaruhi oleh pemanfaatan ruang yang paling besar berupa hutan lindung, Suaka Marga Satwa Rawa Singkil (SMSRS), dan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Pemanfaatan lahan lainnya adalah kawasan budidaya yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat paling luas adalah peruntukan untuk perkebunan rakyat yaitu sebesar 5,4% atau seluas 22.475 ha serta pertanian lahan kering sebesar 9,1% atau seluas 38.011 ha - dibandingkan dengan kondisi tahun 2011. Sekuestrasi yang terjadi dari perhitungan scenario ini sudah termasuk kalkulasi dari perubahan lahan dari kawasan hutan menjadi perkebunan rakyat, meliputi luas total sebesar 15.600 Ha dan tersebar di:
Kec. Kluet Selatan seluas 1.102,04 Ha; Kec. Bakongan seluas 40,22 Ha; Kec. Bakongan Timur seluas 2.300,34 Ha; Kec. Kluet Timur seluas 4.700,6 Ha; Kec. Trumon seluas 2.434,53 Ha; Kec. Trumon Tengah seluas 1.466,08 Ha; serta Kec. Trumon Timur seluas 1.890,90 Ha. 15
Perubahan status hutan yang diusulkan berubah adalah sebagai berikut:
Hutan lindung (HL) seluas 8.207 ha di seluruh Aceh Selatan kecuali Trumon Suaka Margasatwa Rawa Trumon (Singkil) seluas 2.130 ha Hutan produksi terbatas seluas 5.276 ha di Kluet Timur dan Kota Bahagia.
Gambar berikut menyandingkan peta tutupan lahan tahun 2011 dengan peta rencana pola ruang RTRW Kabupaten Aceh Selatan:
Figure 8 : Peta Tutupan Lahan 2011 dan Peta Rencana Pola Ruang RTRW Aceh Selatan
16
Data penurunan emisi atau sekuestrasi emisi dari perbandingan tutupan lahan tahun 2011 dan scenario pemanfaatan ruang 2012 – 2032 menjadi gambaran target pencapaian emisi dalam pembangunan di Aceh Selatan. Pada bagian selanjutnya akan dilakukan telaah lebih lanjut terhadap potensi sekuestrasi emisi dari perkebunan rakyat setelah terlebih dahulu membahas mengenai identifikasi opsi atau aksi mitigasi dibawah ini.
5.3
Perubahan Sekuestrasi Emisi CO2e Berdasarkan Perkiraan yang Paling Mungkin Terjadi
Pada sub bab sebelumnya sudah disampaikan hasil perhitungan estimasi emisi CO2e berdasarkan Achmad 2013 perubahan tutupan lahan existing tahun 2000_2011 sampai dengan perubahan tutupan lahan yang diakibatkan oleh pelaksanaan RTRW Kabupaten Aceh Selatan, yang menghasilkan emisi sekuestrasi sebesar -72.76 ton/ha. Hasil ini sangat ideal karena pada RTRW luas seluruh kawasan hutan diperuntukan untuk tutupan lahan hutan. Pada sub bab ini disampaikan juga hasil perhitungan estimasi sekuestrasi emisi CO2e berdasarkan estimasi perubahan tutupan lahan hutan sebagai bentuk perkiraan yang paling mungkin terjadi, karena pada kondisi existing pada kawasan hutan tutupan lahannya tidak semuanya berupa hutan. Di Kabupaten Aceh Selatan perhitungan estimasi emisi CO2e yang diakibatkan oleh perubahan tutupan lahan hutan dilakukan pada hutan lahan kering sekunder, karena pada hutan lahan kering primer dari tahun 2000 - 2011 tidak mengalami perubahan. Tahap pertama yang dilakukan adalah merumuskan model perubahan tutupan lahan hutan lahan kering sekunder menggunakan data tutupan lahan hutan lahan kering sekunder dari tahun 2000 – 2011 (Tabel 10). Hasil perhitungan model diberikan pada Gambar 9. Table 10 Luas perubahan penutupan lahan hutan lahan kering sekunder eksisting tahun 2000 - 2011
Luas (ha) Th 2000 Th 2003 Th 2006 Th 2009 Th 2011 111269 110955 110893 108362 108359
Tutupan Lahan Hutan Lahan Kering Sekunder
111500 111000 110500 110000 109500 y = -248.47x + 111269 R² = 0.7802
109000 108500 108000 0
2
4
6
8
10
12
17
Figure 9. Model estimasi perubahan tutupan lahan hutan lahan kering sekunder
Model pendugaan luas tutupan lahan hutan lahan kering sekunder memberikan nilai R2 sebesar 78% artinya model tersebut dapat digunakan untuk menduga pendugaan luas tutupan lahan hutan lahan kering sekunder tahun 2000- 2030. Selanjutnya dengan menggunakan hasil model ini dilakukan estimasi luas tutupan lahan hutan lahan kering sekunder tahun 2000 – 2030. Hasil Estimasi Luas penutupan lahan Hutan Lahan Kering Sekunder tahun 2000 – 2030 disajikan pada Tabel 11. Table 11 Estimasi Luas penutupan lahan Hutan Lahan Kering Sekunder berdasarkan model tahun 2000 2030
Tutupan Lahan Hutan Lahan Kering Sekunder
Th 2000 111269
Th 2003 110525
Luas (ha) Th 2009
Th 2006 109781
Th 2011 Th 2020 Th 2030 108541 109037 106309 103829
Selanjutnya analisis estimasi emisi CO2e dihitung berdasarkan scenario perubahan tutupan lahan dari hutan lahan kering sekunder menjadi semak belukar dan dari hutan lahan kering sekunder menjadi pertanian lahan kering, dengan pendekatan nilai biomasa hutan lahan kering sekunder sebesar 260 ton/ha (Achmad 2013), semak belukar sebesar 70 ton/ha (IPCC 2003) , dan pertanian lahan kering sebesar 72 ton/ha (Achmad 2013). Hasil perhitungan estimasi Nilai Simpanan Biomasa, Carbon, dan CO2e pada tutupan lahan hutan kering sekunder tahun 2000 – 2030 (ton) disajikan pada Tabel 12. Sedangkan hasil Estimasi Nilai Simpanan CO2e pada tutupan lahan hutan lahan kering sekunder , Semak belukar , dan Pertanian lahan kering tahun 2000 – 2030 (ton) disajikan pada Tabel 13. Table 12
Estimasi Nilai Simpanan Biomasa, Carbon, dan CO2e pada tutupan lahan hutan kering sekunder tahun 2000 – 2030 (ton)
Tahun 2000 2003 2006 2009 2011 2020 2030
Luas (ha) Nilai Biomas (ton) 111269 28929940 110525 28736500 109781 28543060 109037 28349620 108541 28220660 106309 27640340 103829 26995540
Nilai Carbon (ton) 14464970 14368250 14271530 14174810 14110330 13820170 13497770
Nilai CO2e (ton) 53086439.9 52731477.5 52376515.1 52021552.7 51784911.1 50720023.9 49536815.9
Table 13 Estimasi Nilai Simpanan Biomasa, Carbon, dan CO2e pada tutupan lahan hutan lahan kering sekunder , Semak belukar , dan Pertanian lahan kering tahun 2000 – 2030 (ton)
Nilai CO2e (ton) Tahun 2000 2003 2006 2009
hutan lahan kering sekunder 53086439.9 52731477.5 52376515.1 52021552.7
Semak belukar 14292503.05 14196936.25 14101369.45 14005802.65
Pertanian lahan kering 14700860 14602563 14504266 14405968 18
Nilai CO2e (ton) Tahun 2011 2020 2030
hutan lahan kering sekunder 51784911.1 50720023.9 49536815.9
Semak belukar 13942091.45 13655391.05 13336835.05
Pertanian lahan kering 14340437 14045545 13717887
Analisis estimasi emisi CO2e berdasarkan scenario perubahan tutupan lahan dari tahun 2000 - 2030 dari hutan lahan kering sekunder menjadi semak belukar menghasilkan emisi CO2e sebesar 2593956 ton atau 348.65 ton/ha. Dan dari hutan lahan kering sekunder menjadi pertanian lahan kering menghasilkan emisi CO2e sebesar 2593956 ton atau 344.98 ton/ha, hasil ini lebih besar dari pendugaan emisi CO2e berdasarkan baseline yang ditetapkan yaitu sebesar -1.37 ton/ha. Hasil perhitungan Emisi CO2e ini di Kabupaten Aceh Selatan dari tahun 2011-2030 diberikan pada Tabel 14 dan Tabel 15 Table 14 Estimasi emisi CO2e pada perubahan tutupan lahan dari hutan lahan kering sekunder menjadi Semak belukar , dan dari hutan lahan kering sekunder menjadi Pertanian lahan kering tahun 2000 – 2030
Perubahan tutupan lahan
Perubahan luas (ha) Th 2000 - 2030
Emisi CO2e (ton) Th 2000 - 2030
Emisi CO2e (ton/ha)
hutan lahan kering sekunderSemak belukar
-7440
2593956
348.65
hutan lahan kering sekunder Pertanian lahan kering
-7440
2566651
344.98
Table 15 Estimasi emisi CO2e pada perubahan tutupan lahan dari hutan lahan kering sekunder menjadi Semak belukar , dan dari hutan lahan kering sekunder menjadi Pertanian lahan kering tahun 2011 – 2030
Perubahan tutupan lahan
Perubahan luas (ha) Th 2000 - 2030
Emisi CO2e (ton) Th 2000 - 2030
Emisi CO2e (ton/ha)
hutan lahan kering sekunderSemak belukar
1642839
348.65
1625546
344.98
-4712
hutan lahan kering sekunder Pertanian lahan kering
-4712
19
6 6.1
IDENTIFIKASI AKSI MITIGASI DAN PENYUSUNAN STRATEGI
Identifikasi Aksi Mitigasi
Di dalam proses penyusunan SPER, proses indentifikasi aksi dilakukan untuk mendapatkan serangkaian aksi yang akan dilakukan untuk mencapai satu tujuan tertentu terkait dengan pembangunan emisi rendah. Dalam proses yang dilakukan pada proses penyusunan SPER Aceh Selatan, aksi-aksi yang digunakan disini adalah aksi-aksi mitigasi yang disusun dalam proses KLHS RTRW Aceh Selatan. Dalam proses KLHS, disusun sejumlah usulan mitigasi untuk muatan RTRW yang memiliki dampak atau pengaruh negative terhadap isu-isu strategis pembangunan berkelanjutan. Usulan aksi mitigasi tersebut dilakukan cek muatan dengan penurunan emisi dengan tujuan memeriksa setiap mitigasi tidak bertentangan dengan prinsip opsi aksi pembangunan emisi rendah. Dan hasil cek muatan tersebut diperoleh hasil bahwa tidak ada muatan yang kontra produktif dengan penurunan emisi dan sebagian berkontribusi langsung dengan penurunan emisi, sebagian lainnya berkontribusi tidak langsung. Usulan mitigasi yang disebutkan diatas merespon 11 muatan RTRW yang dinilai memiliki dampak atau pengaruh terhadap isu-isu strategis pembangunan berkelanjutan. Dari usulan mitigasi yang ada belum terlihat usulan mitigasi yang bersifat pemanfaatan energy terbarukan secara langsung, mengingat RTRW merupakan salah satu rencana dengan lingkup makro. Selengkapnya daftar muatan RTRW dan usulan mitigasinya dapat dilihat pada lampiran. Selanjutnya kajian SPER ini mencoba membahas mengenai peluang atau potensi penurunan emisi melalui Rencana Pengembangan Kawasan Perkebunan Rakyat yang merupakan salah satu muatan dari RTRW Kabupaten Gayo Lues. Rencana ini dipilih untuk ditelaah lebih lanjut karena memiliki potensi perolehan sekuestrasi emisi lebih baik bila dilakukan dengan langkah yang tepat, selain itu pemda memiliki kewenangan penuh untuk intervensi dalam pelaksanan rencana ini.
6.2
Potensi Sekuestrasi Emisi
Pemanfaatan ruang pada RTRWK Kabupaten Aceh Selatan (Tabel 9) menunjukkan beberapa laokasi pemanfaatan ruang yang berkontribusi besar terhadap sekuestrasi emisi, yaitu berupa kawasan lindung (68.4%) yang terdiri dari hutan lindung 37%, Suaka Marga Satwa Rawa Singkil 12.5%, dan Taman Nasional Gunung Leuser 18.9%. Selain itu terdapat kawasan budidaya yang terdiri dari pertanian lahan kering 9.1% dan perkebunan rakyat 5.4%. Tambahan lagi, pada pemanafaatan ruang ini disebutkan mengenai holding zone seluas 15,613 ha atau 3.7%. Sekuestrasi emisi pada kawasan hutan lindung, suaka margasatwa maupun TNGL tidak terlalu membahayakan karena kawasan ini relatif aman terhadap gangguan berdasarkan penetapan fungsi kawasannya. Berbeda halnya dengan kawasan budidaya yaitu pertanian lahan kering dan perkebunan rakyat. Kawasan budidaya memiliki potensi mengalami kerusakan yang besar bila pengelolaannya tidak tepat. Potensi sekuestrasi emisi di Aceh Selatan ditekankan pada perkebunan rakyat dengan luas 22475 ha atau 5.4% dari luas ruang Aceh Selatan. Pertanian lahan kering walaupun memiliki persentase yang 20
cukup besar yaitu 9.1% tidak dilakukan telaah lebih jauh mengingat apapun tanaman yang ditanam menghasilkan biomassa yang sama. Sementara itu pilihan tanaman pada perkebunan dalam hal ini perkebunan rakyat memiliki potensi sekuestrasi positif terhadap emisi. Telaah pada potensi sekuestrasi emisi pada perkebunan rakyat dilakukan melalui analisis ekonomi terhadap beberapa tanaman perkebunan rakyat. Mengenai holding zone, akan turut menjadi salah satu perhitungan, karena peruntukan holding zone ini mengarah pada perkebunan rakyat.
6.2.1 Analisis Ekonomi Tanaman Perkebunan Rakyat Kawasan perkebunan rakyat di Kabupaten Aceh Selatan sebagian besar mempunyai tutupan lahan berupa kebun Pala. Hasil wawancara dengan masyarakat Aceh Selatan secara purposive sampling menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat menginginkan untuk tetap menanam pala. Tetapi ada juga yang menginginkan untuk menanam coklat atau kopi pada kebun kebun dekat rumah. Analisis ekonomi untuk beberapa tanaman perkebunan rakyat dapat dilihat pada table berikut ini: Table 16 : Analisis Ekonomi untuk Tanaman Perkebunan Rakyat di Kabupaten Aceh Selatan
Pilihan SPER
Luas (ha)
Produktivitas lahan
Harga jual
(ton/ha)
(x 1000)
(Rp/kg)
Nilai Ekonomi Lahan (Rp) (x 1000)
Perkebunan rakyat: Pala
22.475
1,5
20.000
674.250.000
Coklat
22.475
0,8
13.967
251.126.660
Kopi robusta
22.475
0,6
26.667
359.604.495
Kopi arabika
22.475
0,6
12.433
167.659.005
Sere wangi
22.475
0,13
150.000
438.262.500
Nilam
22.475
0,02
350.000
157.325.000
Kelapa Sawit
22.475
2,2
1.783
88.160.435
Pinus merkusi
3.499
17,1
15.300
95.494.950
Agathis loranthifolia
3.499
0,28
16.000
Karet
3.499
0,5
12.382
Hutan dapat dikonversi (holding zone):
15.995.429 21.662.309
Dari table diatas, terlihat bahwa komoditas pala yang paling memberikan nilai ekonomi paling tinggi yaitu sebesar Rp 674.250.000.000, tanaman Pala juga mempunyai cadangan karbon yang tinggi juga yaitu sebesar 164 ton/ha (lihat table 16). Kedua sere wangi memberikan nilai ekonomi sebesar Rp 438.262.500.000, tetapi hanya mempunyai simpanan karbon yang rendah yaitu sebesar 0,13 ton/ha. Komoditas Nilam dibandingkan dengan serewangi 21
mempunyai harga jual yang tinggi tetapi produktivitasnya rendah. Sedangkan kelapa sawit mempunyai nilai ekonomi yang lebih rendah dari serewangi tetapi kelapa sawit mampu menyimpan carbon yang lebih tinggi yaitu sebesar 33 ton/ha. Alternatif selanjutnya tanaman kopi robusta mempunyai harga jual yang tinggi dan cadangan karbon yang cukup (32 ton/ha). Table 17 : Nilai Cadangan Karbon pada Tanaman Perkebunan Rakyat Terpilih
Pilihan SPER Perkebunan rakyat: Pala Karet Coklat Kopi robusta Kopi arabika Sere wangi Nilam Pinus Kelapa Sawit Agathis
Simpanan Biomasa*) (ton/ha)
Simpanan Carbon*) (ton/ha)
328
164
226
113
64
32
64
32
64
32
20
10
20
10
288
144
66
33 123,40
Sementara itu pada pemanfaatan ruang terkait dengan holding zone yang dapat dikonversi di Aceh Selatan seluas 3.499 ha apabila dikonversi menjadi hutan tanaman karet dan diambil getahnya maka pada kawasan ini berpotensi mempunyai nilai ekonomi sebesar Rp 21.662.309.000, dan mampu menyimpan carbon yang tinggi yaitu sebesar 113 ton/ha. Alternatif yang lain apabila hutan ini dikonversi menjadi hutan pinus. Berdasarkan pengalaman sadapan pinus yang telah dilakukan di Perum Perhutani, produktivitas sadapan getah pinus adalah 9 gram/pohon/hari. Dengan memperhitungkan luas areal yang disadap adalah 50 % dari 3.499 maka potensi getah pinus yang dihasilkan adalah sebesar 17,1 ton per hari. Dengan asumsi harga getah pinus sebesar Rp 15.300,per kg maka potensi pendapatan yang akan diterima bila dilakukan penyadapan pinus di kawasan hutan yang dapat dikonversi di Kabupaten Aceh Selatan adalah sebesar Rp 261.630 per hari atau Rp95.494.950.000/tahun. Dan apabila ditanami dengan Agathis, dengan asumsi berdasarkan hasil penelitian di Lampung produktivitas sadapan getah Agathis adalah 0,28 ton/ha dan harga jual Rp16.000 maka Tegakan pinus tua di Kabupaten Aceh Selatan akan mempunyai nilai ekonomi sebesar Rp 15.995.429.000 apabila diambil getahnya. Selain dapat diambil getahnya, hutan agathis mempunyai simpanan Carbon yang tinggi yaitu sebesar 123 ton/ha.
6.2.2 Rekomendasi Tanaman Perkebunan Memperhatikan analisa ekonomi pada beberapa tanaman perkebunan dan biomassa yang ada, pada pengembangan kawasan perkebunan rakyat direkomendasikan pemilihan tanaman yang tepat sebagai berikut: 1). Pada kawasan perkebunan rakyat direkomendasikan: Pada lahan yang subur perkebunan rakyat ditanami dengan tanaman Pala 22
Pada lahan yang kurang subur perkebunan rakyat ditanami dengan pinus tumpangsari dengan tanaman sere wangi atau nilam. Pada lahan yang dekat dengan rumah ditanami dengan tanaman kopi robusta atau coklat. 2). Pada kawasan holding zone dapat dikonversi direkomendasikan untuk dikonversi menjadi hutan tanaman dengan jenis Agathis, Karet, atau Pinus yang diproduksi getahnya.
6.3
Penyusunan Strategi Pembangunan Emisi Rendah
Identifikasi dan pelingkupan aksi yang dihasilkan dan dipaparkan pada bagian sebelumnya menjadi dasar bagi penyusunan strategi bagi pembangunan emisi rendah di Gayo Lues. Pola yang digunakan dalam penyusunan strategi ini adalah sebagai berikut:
Strategi
Mitigasi
Mitigasi
Muatan RTRW
Strategi
Mitigasi
Mitigasi
Muatan RTRW
Strategi
Mitigasi
Mitigasi
Muatan RTRW
Figure 10 : Bagan Penyusunan Strategi
Sesuai dengan bagan diatas, aksi-aksi mitigasi yang dihasilkan dari proses KLHS, kemudian di telaah dengan pengelompokan dan disusun strategi terhadap kumpulan aksi-aksi tersebut. Hasil dari telaah aksi-aksi mitigasi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
23
Table 18: Strategi Pembangunan Emisi Rendah Kabupaten Aceh Selatan Strategi Pemanfaatan kawasan budidaya yang ada secara optimal untuk mendukung pengembangan agroindustry yang memperhatikan lingkungan hidup
Pengembangkan kawasan perkotaan dengan model intensif
Program/Rencana
Aksi
1). Pengembangan kawasan peruntukan perkebunan rakyat pada kawasan APL seluas 22,400 ha 2). Pengembangan kawasan peruntukan perkebunan rakyat pada kawasan hutan (holding zone) seluas 15,600 ha
1) Pengembangan PKLp Bakongan
Melakukan reboisasi dan penghijauan untuk lahan kritis dan terbuka karena pembangunan baik di kawasan hutan dan non hutan
Penetapan, pemeliharaan, pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan pemanfaatan
1) ruas jalan Despot Keude Trumon - Cut Bayu (kolektor primer K4) sepanjang 7,48 Km; 2) ruas jalan Buloh Seuma Kuala Baru (kolektor primer K4) sepanjang 19,43 Km; 3) ruas jalan Brahan Seuneubok Keranji (kolektor primer K4) sepanjang 9,54 Km. 4) ruas jalan Alue Rumbia Simpang Tiga (kolektor primer K4) sepanjang 20,92 Km; 5) ruas jalan Bukit Mas - Alue Saya (kolektor primer K4) sepanjang 5,10 Km. 6) ruas jalan Saunebok Keranji - Laot Bangko (lokal primer) sepanjang 6,55 Km (jalan menuju Danau Laot Bangko) 7) Pembangunan Terminal C di Labuhan Haji (Gampong Padang Bakau, Kec. Labuhan Haji)
1) Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Baru pada Enam Ruas Jalan:
Melakukan intensifikasi pertanian Menetapkan kawasan lahan pertanian berkelanjutan melalui qanun untuk mencegah alih fungsi lahan sawah menjadi perkebunan kelapa sawit Membuka kawasan perkebunan rakyat secara bertahap Memilih komoditas yang paling memberikan nilai ekonomi dan cadangan karbon yang tinggi
Pembangunan kawasan perkotaan diarahkan pada daerah yang tidak berawa dan bukan merupakan kawasan hutan Penetapan delineasi kawasan terbangun yang terbatas pada saat penyusunan Rencana Rinci (RDTR) pusat pelayanan Pengembangan peraturan zonasi untuk permukiman perkotaan Kajian lingkungan yang lebih detail terkait dampak pembangunan jalan baru; Pembangunan dilakukan tidak pada kawasan yang ditetapkan sebagai kaw. pertanian lahan pangan berkelanjutan; Penyediaan lahan sawah pengganti pada lokasi lain sesuai dengan arahan RTRWK; Reboisasi pada lahan-lahan yang sudah terbuka Penghijauan pada lahan kritis Reboisasi kawasan bantaran sungai Pemilihan tanaman perkebunan yang tepat
Menyiapkan dokumen lingkungan (dan kelengkapan dokumen lainnya) yang baik untuk setiap proyek pembangunan dalam kaitannya dengan pelaksanaan rencana
24
Strategi ruang pada rencana pengembangan kawasan
Program/Rencana
Aksi
Ruas Despot Keude Trumon – Cut Bayu Ruas Buloh Seuma – Kuala Baru Ruas Alue Rimba – Simpang Tiga Ruas Bukit Mas – Alue Saya Ruas Brahan – Seuneubok Keranji Ruas Seuneubok Keranji – Laut Bangko 2) Kawasan peruntukan pertambangan 3) Pengembangan kawasan peruntukan perkebunan rakyat pada kawasan APL 4) Pengembangan kawasan peruntukan perkebunan rakyat pada kawasan hutan
7
pembangunan Meningkatkan pengawasan dan pengendalian kegiatan pertambangan Penegakan hukum yang ketat pada kegiatan pertambangan yang tidak ramah lingkungan Penetapan kewajiban reklamasi kawasan tambang paska kegiatan tambang Peningkatan pengendalian fungsi lahan pada kawasan sekitar jaringan jalan agar tidak berkembang menjadi kawasan budidaya Sosialisasi pada masyarakat mengenai kegiatan tambang yang lebih ramah lingkungan
KESIMPULAN
Kajian SPER untuk Kabupaten Aceh Selatan sebagaimana dipaparkan pada laporan ini, memberikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Analisis tutupan lahan tahun 2000 - 2011 memperlihatkan bahwa terjadi tutupan lahan hutan lahan kering sekunder terjadi penurunan dari luas dari 111,269 ha pada tahun 2000 menjadi 108,359 ha pada tahun 2011. Sedangkan pada tutupan lahan semak belukar terjadi peningkatan dari luas 27,443 ha pada tahun 2000 menjadi 30,291 ha pada tahun 2011 2. Hasil perhitungan emisi CO2e dalam kurun waktu 11 tahun (2000 – 2011) dihasilkan emisi total sebesar 3,861,816 ton, Emisi sekuestrasi sebesar -377,175 ton, sehingga emisi yang menyebabkan gas rumah kaca sebesar 3,484,641 ton, atau sebesar 8.3 ton/ha, atau 0,92 ton/ha/tahun 3. Analisis estimasi emisi CO2e berdasarkan scenario perubahan tutupan lahan dari tahun 2000 - 2030 dari hutan lahan kering sekunder menjadi semak belukar menghasilkan emisi CO2e sebesar 2593956 ton atau 348.65 ton/ha. Dan dari hutan lahan kering sekunder menjadi pertanian lahan kering menghasilkan emisi CO2e sebesar 2593956 ton atau 344.98 ton/ha, hasil ini lebih besar dari pendugaan emisi CO2e berdasarkan baseline yang ditetapkan yaitu sebesar -1.37 ton/ha. 4. Rencana pemanfaatan ruang tahun 2012- 2032 mampu mengsekuestrasi emisi CO2e sebesar -72.76 ton/ha, hasil ini lebih kecil/rendah dari pendugaan emisi CO2e berdasarkan baseline yang ditetapkan yaitu sebesar -1.37 ton/ha 5. SPER pada Aceh selatan terdiri dari 1) pemanfaatan kawasan budidaya secara optimal; 2) Melakukan reboisasi dan penghijauan untuk lahan kritis dan terbuka karena pembangunan baik di kawasan hutan dan non hutan; 3) pengembangan kawasan perkotaan dengan model 25
intensif; 4) Penetapan, pemeliharaan, pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan pemanfaatan ruang pada rencana pengembangan kawasan . 6. Opsi pemanfatan ruang dalam SPER di Kabupaten Aceh Selatan yang direncanakan mengacu pada pemanfaatan ruang yang dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) hasil KLHS yang direncanakan selama 20 tahun kedepan yaitu th 2012-2032. 7. SPER yang disusun tidak berdiri sendiri melainkan dilakukan atas rencana program RTRW. SPER memberikan gambaran lebih jelas mengenai hal-hal yang harus menjadi perhatian dan pertimbangan dalam implementasi RTRW. Proses penyusunan SPER yang dilakuan juga terintegrasi dengan dengan KLHS yang dilakukan atas RTRW. 8. Pemanfatan ruang sebagaimana dituangkan dalam RTRW Kabupaten yang direncanakan untuk dilaksanakan dalam 20 tahun kedepan yaitu tahun 2012-2032 dengan masukan SPER harus dapat dilaksanakan sebaik mungkin. Implementasi RTRW menjadi satu hal yang sangat penting, komitmen pemda untuk melaksanakan kebijakan RTRW ini dengan tegas dan konsisten akan menghasilkan secara nyata pemenuhan target pembangunan yang mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa meninggalkan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan
26
Daftar Pustaka Achmad, E. 2013. Estimasi dan Klasifikasi Biomassa pada Ekosistem Transisi Hutan Dataran Rendah di Provinsi Jambi (Disertasi) Bogor: Institute Pertanian Bogor Aalde, H et al 2003. Guidelines for National Green House Gass Inventory. Volume 4: Agriculture, Forestry and Other Land Use. Intergovernmental Panel on Climate Change. Istomo 2006. Kandungan Fosfor dan Kalsium pada Tanah dan Biomassa Hutan Rawa Gambut (Studi (Kasus di Wilayah HPH PT. Diamond Raya Timber, Bagan Siapiapi Provinsi Riau). Jurnal Manajemen hutan Tropika 12 (3) : 40 – 57 Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 2010. Cadangan Karbon pada Berbagai Tipe Hutan dan Jenis Tanaman di Indonesia. Jakarta : Nadan Penelitian dan Oengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia Siregar, CA dan IWS Dharmawan, 2008. Kuantifikasi Biomassa Karbon pada Tegakan Aluerites Moluccana. Laporan HAsil Penelitian. Bogor : Pusat Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Solichin, 2011. Tier 3 Biomassa Assessment for Baseline Emission in Merang Peat Swamp forest Introduction (Internet, diunduh Januari 2014. Tersedia pada http://academia.edu/4844166/tier_3_Biomass_Assessment_for_Baseline_Emission_in_Meran g_Peat_Swamp_Forest_Introduction
Daftar Lampiran Lampiran 1 : Usulan Mitigasi terhadap Pelaksanaan Muatan Rencana Struktur Ruang RTRW Kabupaten Aceh Selatan Lampiran 2 : Usulan Mitigasi terhadap Pelaksanaan Muatan Rencana Pola Ruang RTRW Kabupaten Aceh Selatan
27
Lampiran 1 : Rekomendasi Mitigasi terhadap Pelaksanaan Muatan Rencana Struktur Ruang RTRW Kabupaten Aceh Selatan No.
Usulan Mitigasi/Alternatif
1.
Rencana Pengembangan PKLp Bakongan
1.1
Isu Strategis: Frekuensi banjir yang sering terjadi Pembangunan kawasan perkotaan diarahkan pada daerah yang tidak berawa dan bukan merupakan kawasan hutan Pengembangan kawasan perkotaan Bakongan perlu diarahkan dengan model intensif dengan membatasi luas areal kawasan perkotaan sesuai kebutuhan lahan pengembangan 20 tahun ke depan. Delineasi kawasan perkotaan yang jelas perlu dilakukan pada saat penyusunan rencana rinci dengan mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan untuk mencegah pengembangan kawasan perkotaan di daerah yang sering terpapar banjir Penyiapan rencana mitigasi bencana banjir untuk kawasan perkotaan.
a. b.
c d
e
Mendorong pemanfaatan lahan kawasan perkotaan pada kawasan yang tidak rawan banjir (bukan kawasan berawa) melalui pengembangan kebijakan insentif/ disinsentif; Pengembangan peraturan zonasi untuk kawasan rawan banjir sebagai bagian dari upaya mitigasi bencana banjir.
2.
Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Baru pada Enam Ruas Jalan: Ruas Despot Keude Trumon – Cut Bayu Ruas Buloh Seuma – Kuala Baru Ruas Alue Rimba – Simpang Tiga Ruas Bukit Mas – Alue Saya Ruas Brahan – Seuneubok Keranji Ruas Seuneubok Keranji – Laut Bangko
2.1
Isu Strategis: Frekuensi banjir yang sering terjadi Melakukan kajian lingkungan yang lebih detail terkait dampak pembangunan jalan baru pada ruas Despot Keude Trumon – Cut Bayu yang berada di kawasan rawa. Peningkatan upaya pengendalian alih fungsi lahan pada kawasan di sekitar jaringan jalan yang akan dibangun agar tidak berkembang menjadi kawasan budidaya; Pembangunan jalan baru melalui meningkatan elevasi jalan yang dibangun lebih tinggi serta dilengkapi dengan sistem drainase dengan kapasitas yang cukup besar; Pengintegrasian rencana pembangunan jaringan jalan baru dengan rencana pengendalian banjir kawasan
a. b. c. d. e
Tambahan usulan alternatif khususnya untuk rencana ruas Seuneubok – Laot Bangko : Alternatif pengembangan jaringan jalan setapak yang sudah ada, yaitu pada ruas Indra Damai – Suak Belimbing. Akses menuju kawasan danau Laot Bangko selanjutnya dilanjutkan dengan jalan setapak ke arah danau. Pengembangan alternatif jaringan jalan baru ini untuk mencegah terbukanya banyak terlalu banyak akses ke Danau Laot Bangko yang dapat menganggu kelestarian ekosistem TNGL di sekitar kawasan tersebut. Pengembangan alternatif jaringan jalan baru ini juga telah mengikuti rencana pengembangan kawasan ekowisata (siteplan) Danau Laot Bangko yang telah dikembangkan oleh Balai TNGL
3.
Pengembangan Terminal Tipe C di Labuhan Haji
3.1
Isu Strategis: Frekuensi banjir yang sering terjadi Penyiapan kajian lingkungan secara lengkap untuk mengkaji dampak pembangunan terminal penumpang Tipe C terhadap lingkungan sekitarnya serta menyiapkan RKL dan RPL untuk memitigasi dampak lingkungan, sosial dan ekonomi yang dapat ditimbulkan; Penyediaan lahan sawah pengganti pada lokasi lain yang sesuai dengan arahan RTRWK. Penyediaan lahan sawah pengganti tersebut disebabkan terminal dibangun di atas lahan sawah. Membangun sistem drainase di sekitar terminal untuk mencegah genangan banjir akibat lahan terbangun.
a
b c d
Elevasi jalan dibuat lebih tinggi dan membangun drainase lingkungan dengan kapasitas yang cukup besar untuk mencegah genangan banjir
28
Lampiran 2 : Rekomendasi Mitigasi terhadap Pelaksanaan Muatan Rencana Pola Ruang RTRW Kabupaten Aceh Selatan
No. 1 1.1
Usulan Mitigasi/Alternatif Kawasan Peruntukan Perkebunan Rakyat seluas 22.400 ha yang Dikembangkan pada Kawasan APL
b
Isu Strategis: Frekuensi banjir yang sering terjadi Penyiapan dokumen kajian lingkungan untuk mengkaji kelayakan pengembangan perkebunan rakyat serta pengkajian dampak pengembangan kawasan perkebunan terhadap lingkungan di sekitarnya; Proses perijinan perubahan status kawasan hutan dari kementerian kehutanan;
c
Pembukaan lahan perkebunan rakyat dilakukan secara bertahap;
d
Pengembangan lahan perkebunan rakyat dilakukan dengan memperhatikan kaidan konservasi tanah dan air
a
1.2 a b c 1.3 a b
c 2 2.1
Isu Strategis: Perluasan Kebun Kelapa Sawit Larangan pengembangan kebun kelapa sawit pada kawasan pertanian lahan basah (sawah) agar tidak terjadi penurunan produksi pertanian tanaman pangan; Menetapkan kawasan lahan pertanian berkelanjutan melalui qanun untuk mencegah alih fungsi lahan sawah untuk kawasan perkebunan kelapa sawit; Mengembangkan aplikasi konservasi tanah dan air (KTA) untuk mencegah banjir dan longsor akibat kerusakan lahan Isu Strategis : Sebaran hama dan penyakit tanaman pala makin meluas Tidak menanam tanaman pala dalam satu hamparan luas secara monokultur; Mem-bera-kan lahan terlebih dahulu sebelum ditanam dengan tanaman pala yang baru. Umumnya masyarakat segera mengganti tanaman pala yang terserang hama/penyakit dengan tanaman pala yang baru. Untuk mencegah meluasnya hama/penyakit tanaman pala, maka lahan terlebih dahulu harus di-bera sebelum ditanam kembali dengan tanaman pala yang baru; Peningkatan kemampuan masyarakat dalam pemeliharaan tanaman pala Kawasan Peruntukan Perkebunan Rakyat seluas 15.600 ha yang dikembangkan pasa Kawasan Hutan yang Diusulkan untuk Perubahan Status
b
Isu Strategis: Frekuensi banjir yang sering terjadi Penyiapan dokumen kajian lingkungan untuk mengkaji kelayakan pengembangan perkebunan rakyat serta pengkajian dampak pengembangan kawasan perkebunan terhadap lingkungan di sekitarnya; Proses perijinan perubahan status kawasan hutan dari kementerian kehutanan;
c
Pembukaan lahan perkebunan rakyat dilakukan secara bertahap;
d
Pengembangan lahan perkebunan rakyat dilakukan dengan memperhatikan kaidan konservasi tanah dan air
a
2.2 a b c 2.3 a
Isu Strategis: Perluasan Kebun Kelapa Sawit Larangan pengembangan kebun kelapa sawit pada kawasan pertanian lahan basah (sawah) agar tidak terjadi penurunan produksi pertanian tanaman pangan; Menetapkan kawasan lahan pertanian berkelanjutan melalui qanun untuk mencegah alih fungsi lahan sawah untuk kawasan perkebunan kelapa sawit; Mengembangkan aplikasi konservasi tanah dan air (KTA) untuk mencegah banjir dan longsor akibat kerusakan lahan. Isu Strategis : Sebaran hama dan penyakit tanaman pala makin meluas Tidak menanam tanaman pala dalam satu hamparan luas secara monokultur;
c
Mem-bera-kan lahan terlebih dahulu sebelum ditanam dengan tanaman pala yang baru. Umumnya masyarakat segera mengganti tanaman pala yang terserang hama/penyakit dengan tanaman pala yang baru. Untuk mencegah meluasnya hama/penyakit tanaman pala, maka lahan terlebih dahulu harus di-bera sebelum ditanam kembali dengan tanaman pala yang baru; Peningkatan kemampuan masyarakat dalam pemeliharaan tanaman pala
3
Kawasan Peruntukan Pertambangan
b
29
No. 3.1
Usulan Mitigasi/Alternatif
b
Isu Strategis: Frekuensi Banjir yang Masih Sering Terjadi Penyiapan dokumen lingkungan untuk mengkaji kelayakan kegiatan pertambangan serta mengkaji dampak terhadap lingkungan di sekitarnya; Penyiapan rencana mitigasi banjir yang diakibatkan oleh pembukaan lahan untuk kegiatan pertambangan;
c
Penetapan kewajiban reklamasi kawasan tambang paska kegiatan penambangan;
d
Peningkatan pengawasan dan pengendalian kegiatan pertambangan
3.2
Isu Strategis: Pertambangan yang Tidak Ramah Lingkungan Peningkatan pengawasan dan pengendalian kegiatan pertambangan;
a
a
c
Penerapan penegakan hukum (law enforcement) yang ketat terhadap kegiatan penambangan yang tidak ramah lingkungan; Kegiatan pertambangan harus dilenegkapi dengan dokumen lingkungan yang lengkap;
d
Peningkatan sosialisasi pada masyarakat terkait kegiatan penambangan yang lebih ramah lingkungan
b
30