RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA KABUPATEN ACEH SELATAN
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
LATAR BELAKANG
Indonesia yang terdii dari gugusan kepulauan mempunyai potensi bencana yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis bencana. Kondisi alam tersebut serta adanya keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia menyebabkan timbulnya resiko terjadinya bencana alam, bencana ulah manusia, dan kedaruratan kompleks, meskipun pada sisi lain juga kaya akan sumber daya alam. Pada umumnya resiko bencana alam meliputi bencana akbibat factor geologi (gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat hydrometeorology (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelelakaan industry, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideology, religi serta politik. Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah konflik. Kompleksitas dari permasalahan bencana tersebut memerlukan suatu penataan atau perencanaan yang matang dalam penanggulangan, sehingga dapat dilaksanakan secara terarah dan terpadu. Penanggulangan yang dilakukan selama ini belum didasarkan pada langkah-langkah yang sistematis dan terencana, sehingga seringkali terjadi tumpang tindih dan bahkan terdapat langkah upaya yang penting tidak tertangani. Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 tentang penangulanggan bencana mengamanatkan pada pasal 35 dan 36 agar setiap daerah dalam upaya penanggulangan bencana, mempunyai perencanaan penanggulangan bencana. Secara lebih rinci disebutkan didalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.PP No. 22 tahun 2008 tentang Pendanaan danPengelolaan Bantuan Bencana, dan PP No. 23 tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing non Pemerintah Dalam Penanggulangan Bencana. Dimensi baru dari rangkaian peraturan terkait dengan bencana tersebut adalah: 1)
Penanggulangan bencana sebagai sebuah upaya menyeluruh dan proaktif dimulai dari pengurangan risiko bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi dan rekonstruksi.
2)
Penanggulangan bencana sebagai upaya yang dilakukan bersama oleh para pemangku kepentingan dengan peran dan fungsi yang saling melengkapi.
3)
Penanggulangan bencana sebagai bagian dari proses pembangunan sehingga mewujudkan ketahanan (resilience) terhadap bencana.
1
1.2
TUJUAN
Tujuan kegiatan ini memberikan pedoman atau panduan dalam menyusun Rencana Penaggulangan Bencana (Disaster Management Plan) yang menyeluruh dan terpadu di tingkat provinsi/ kabupaten/ kota. 1.3
RUANG LINGKUP
Penyusun rencana penanggulangan bencana ini meliputi: 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Pengenalan dan pengkajian ancaman bencana Pemahaman tentang kerentanan masyarakat Analisis kemungkinan dampak bencana Pilih tindakan pengurangan bencana Penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana Alokasi tugas, kewenangan dan sumber daya yang tersedia
2
BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1
PEMAHAMAN TENTANG PERENCANAAN TATA RUANG
2.1.1
Pengertian Tata Ruang
Semakin luasnya pemaknaan, penerapan dan ruang lingkup persoalan yang berkaitan dengan perencanaan telah semakin memperluas pengartian terhadap ‘perencanaan’ atau ‘planning’. Di dalam perkembangannya dari pandangan di negara yang telah sejak lama mengfungsikan perencanaan, bahkan keluasan arti ini menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan perencanaan seperti arti untuk ‘plan planning planner’, yang masing masing diartikan sebagai ‘produk dari proses perencanaan’; ‘proses kegiatan penyusunan rencana’ dan ‘subyek perencana atau penyusun rencana’. (Prof. Djoko Sujarto) Tata Ruang: wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak (UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Penataan Ruang: suatu sistem proses perencanaan penataan ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang sebagai suatu proses yang ketiganya tersebut merupakan satu kesatuan sistem yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya (UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Dalam penyusunan dan penetapan rencana tata ruang, ditempuh langkah-langkah kegiatan: Menentukan arah pengembangan yang akan dicapai dilihat dari segi ekonomi, sosial, budaya, daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta fungsi pertahanan keamanan. Mengidentifikasikan berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam suatu wilayah perencanaan Perumusan perencanaan tata ruang Penetapan rencana tata ruang 2.1.2
Pengertian Perencanaan
a. Suatu penentuan pilihan (setting up choices). Perencanaan terkait dengan pengambilan keputusan untuk menetapkan pilihan. Dalam hal ini maka proses pemilihan ini didasari oleh suatu pertimbangan untuk memilih unsure-unsur yang akan dikembangkan dan tindakan mana yang akan dipakai sebagai cara bertindak di dalam pembangunan. b. Suatu penetapan pengagihan sumber daya (resources allocation). Pada dasarnya perencanaan merupakan suatu usaha untuk mempertimbangkan secara rasional pengagihan sumber daya yang potensial dan dimiliki termasuk sumber daya manusuia, sumber daya alam, sumber daya modal untuk mencapai tujuan pembangunan berdasarkan keterbatasan dan kendala sumber daya potensial tersebut berdasarkan strategi yang akan menentuan urutan prioritas pembangunan. c. Suatu penetapan dan usaha pencapaian sasaran dan tujuan pembangunan
(setting up goals and objectives) d. yaitu menetapkan sasaran tujuan yang diperhitungkan sesuai dengan kuantitas usaha pencapaian dan apa yang ingin dicapai dalam kurun waktu mendatang tertentu. Seringkali terjadi bahwa sasaran dan tujuan pembangunan yang ditetapkan akan berdeviasi di dalam kurun waktu 3
pelaksanaan pembangunan tersebut. e. Suatu mencapai keadaan yang baik masa mendatang dalam usaha merealisasikannnya perlu mempertimbangkan. 2.1.3
Unsur-Unsur Perencanaan
Mengacu pada UU No 26 Tahun 2007, jenis rencana tata ruang dibedakan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administrasi, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem internal perkotaan. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya. Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota. Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan pedesaan. Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan strategis nasional, penataan ruang kawasan strategis provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota. 2.1.4
Lingkup Perencanaan Tata Ruang
1. Wawasan Tata Ruang Menurut Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, tidak selalu berkonotasi sesuatu yang sudah berencana. Tata ruang diartikan sebagai wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik yang direncanakan maupun tidak. Pengertian wujud struktural dan pemanfaatan ruang ini menunjukan adanya hirarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang. Sedangkan rencana tata ruang itu sendiri diartikan sebagai hasil perencanaan tata ruang, berupa strategi dan arahan kebijaksanaan dan memperuntukan (alokasi) pemanfaatan ruang yang secara struktural menggambarkan ikatan fungsi lokasi yang terpadu bagi berbagai kegiatan. Berdasarkan hal-hal di atas, menurut Prof. Djoko Sujarto ruang dalam artian segala sesuatu yang berkaitan dengan wawasan ruang di bumi (jagad raya) ini adalah semua bagian bumi yang dimulai dari pusat titik bumi, yang mengandung berbagai potensi sumber daya alam, air dan lain-lain, permukaan bumi dengan berbagai cara pemanfaatan dan penggunaan lahan, pemanfaatan kemampuan berproduksinya lahan, kemungkinan pemanfaatan nilai strategis lahan dan air serta pemanfaatannya serta bagian di atas bumi yaitu angkasa dengan berbagai potensi cara pemanfaatannya dan masalahnya. Semua ini dalam upaya penataan ruang (spatial planning) perlu diatur demi menjaga agar segala pemanfaatannya dapat efisien dan efektif. 2. Unsur Pokok Tata Ruang Pada masa lalu suatu produk perencanaan wilayah dan kota seakan akan hanya sekedar suatu peta dengan gambaran berbagai peruntukankegiatan fungsional wilayah atau kota yang direncanakan dikembangkan di wilayah atau kota tersebut. Oleh karena itu pada masa tersebut perencanaan pada 4
dasarnya lebih dilandaskan kepada pertimbangan pertimbangan aspek fisik saja. Dengan demikian maka peranan kerekayasaan atau engineering sangat dipentingkan. Dapat dilihat misalnya produk perencanaan, terutama perencanaan kota disusun hanya mendasarkan kepada pertimbangan pertimbangan pengagihan lahan (land allocation) dengan prasarana penunjangnya (jalan dan utilitas umum, rancangan kerekayasaan. Gagasan ini digambarkan di atas peta dengan berbagai skala sesuai dengan kedalaman substansinya. Sedikit sekali didasarkan kepada pertimbangan pertimbangan yang hakiki yang menyangkut aspek perilaku kehidupan dan kegiatan usahanya. Jadi kegiatan kehidupan dan kegiatan usaha justru harus merujuk kepada pengagihan yang sudah ditetapkan sebagai rencana induk kota yang telah disusun tersebut. 3. Wawasan Tata Ruang Pertimbangan Utama dalam Perencanaan Fisik Donald Foley mengembangkan suatu pola pikir yang mengkaitkan antara 3 pertimbangan utama di dalam perencanaan fisik yaitu adanya pertimbangan normatif; pertimbangan fungsional dan pertimbangan fisik. Ketiga pertimbangan ini perwujudannya adalah berupa suatu wujud yang bukan keruangan atau a-spasial dan yang bersifat keruangan atau spasial. 5. Beberapa Pandangan tentang Tata Ruang Kalau yang ditata itu penggunaan ruang adalah permukaan bumi berupa lahan maka hasilnya dapat dikatakan sebagai tata guna lahan. Kalau yang ditata itu penggunaan ruang yang menyangkut air maka hasilnya dapat dikatakan sebagai tata guna air. Kalau yang ditata itu penggunaan ruang angkasa maka hasilnya dapat disebut sebagai tata guna udara atau angkasa. Kalau yang ditata itu penggunaan ruang yang berisi daratan, air dan sebagian angkasa maka secara keseluruhan disebut sebagai tata guna ruang atau tata ruang (spatial planning). Seorang geograf I Made Sandy dalam hubungan penataan ruang ini mengemuakkan bahwa penataan ruang baru bisa ada setelah tanah diperuntukan untuk kegiatan atau kegiatan kegiatan kehidupan tertentu dan dikuasai oleh calon yang akan menggunakan untuk kegiatan tersebut. Jadi dalam hal ini ruang berarti tanah. Dengan anggapan bahwa ruang sebagai genus dan tanah sebagai species, yang dapat ditata menurut I Made Sandi bukanlah ruang tetapi tanah di mana menata tanah berarti menata ruang. Pada Undang Undang No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dikatakan Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak direncanakan. 6. Batasan Ruang dalam Wawasan Tata Ruang Di dalam wawasan tata ruang ini terkandung pengertian batasan ruang yang tercakup di dalam usaha penataannya yaitu ruang daratan, ruang laut dan ruang udara sebagai suatu kesatuan ruang. Ruang daratan adalah bagian bagian permukaan bumi yang dibatasi oleh garis batas pantai ke arah dalam. Pada daratan ini termasuk batasan ruang permukaan di atas permukaan dan di bawah permukaan. Pada bagian atas permukaan tercakup batasan wilayah untuk pengembangan unsur unsur kebutuhan hidup sampai batas tertentu ke bagian atas dan ke bagian bawah permukaan tercakup bagian wilayah bawah 5
tanah yang layak untuk pembangunan. Bagian wilayah bawah tanah ini dapat mencapai kedalaman antara 100 sampai 120 meter. 2.1.5
Pemahaman Tentang Pengembangan Wilayah
Perencanaan pengembangan wilayah tidak sama dengan perencanaan sektoral dan bukan merupakan penggabungan/penjumlahan rencana sektoral. Melalui perencanaan pengembangan wilayah diharapkan dapat menimbulkan sinergis antar sektor dan antar ruang. Terwujudnya sinergis antar sektor dan ruang dapat memberikan hasil yang lebih optimal bagi wilayah tersebut maupun bagi sektor yang bersangkutan. 2.2
PENATAAN RUANG BERBASIS MITIGASI BENCANA
Secara menyeluruh upaya mitigasi bencana alam dapat dilakukan dengan upaya struktur (fisik) dan upaya non struktur (non fisik). Untuk lebih jelasnya mengenai upaya mitigasi bencana alam secara menyeluruh untuk mengurangi besarnya kerugian akibat bencana dapat dilihat pada berikut ini. Gambar 1 Konsep Upaya Mengurangi Kerugian Akibat Bencana
Pengelolaan kawasan dari bahaya bencana alam pada dasarnya tidak terlepas dari berbagai faktor dan aspek yang mempengaruhinya, baik politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Oleh karena itu dalam upaya pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana haruslah mempertimbangan aspek-aspek tersebut. Secara rinci mengenai diagram alir konsep mitigasi bencana.
6
Gambar 2 Diagram Alir Konsep Mitigasi Bencana
2.3
PENGERTIAN BENCANA
Bencana adalah suatu permasalahan-permasalahan yang terjadi dan menimbulkan kerugian yang berupa harta benda bahkan sampai menimbulkan korban jiwa (sumber Dr.Ir.If Peornomosidhi.M.Sc dalam Mitigasi Bencana Alam dalam Perencanaan Wilayah Kota 2005:1). Bencana memang bisa datang kapan saja dan tidak bisa kita hindari, sehingga perlunya antisipasi terhadap bencana yang terjadi untuk kedepan kita harus bisa mengantisipasi permasalahan permasalahan tersebut sehingga dapat meminimalisasi kerugian yang diakibatkan oleh bencana baik berupa fisik maupun jiwa. Proses- proses alam yang terjadi hingga menimbulkan kerugian materil, harta benda nyawa disebut bencana alam (sumber Prof. Dr. Sampurno dalam Mitigasi Bencana Alam Dalam Perencanaan Wilayah dan Kota 2005: 4). Beberapa jenis bencana alam anatara lain: 1.Gempa Bumi dan Tsunami 2.Letusan gunung merapi 3.Erosi, longsor, amblesan 4.Bencana kebakaran kota, hutan 5.Kemarau panjang 6.Bencana teknologi dan lain-lain, 2.3.1
Potensi Bencana
Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana (hazard potency) yang sangat tinggi. Beberapa potensi bencana yang ada antara lain adalah bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, banjir, tanah longsor, dan lain-lain. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard). Potensi bahaya utama (main hazard potency) ini dapat dilihat antara lain pada peta potensi bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta potensi bencana tanah longsor, peta potensi bencana letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir, dan 7
lain-lain. Dari indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki potensi bahaya utama (main hazard potency) yang tinggi. Hal ini tentunya sangat tidak menguntungkan bagi negara Indonesia. 2.3.2
Tingkat Kerentanan
Kerentanan fisik (infrastruktur) menggambarkan perkiraan tingkat kerusakan terhadap fisik (infrastruktur) bila ada faktor berbahaya (hazard) tertentu. Melihat dari erbagai indikator sebagai berikut: persentase kawasan terbangun; kepadatan bangunan; persentase bangunan konstruksi darurat; jaringan listrik; rasio panjang jalan; jaringan telekomunikasi; jaringan PDAM; dan jalan KA, maka perkotaan Indonesia dapat dikatakan berada pada kondisi yang sangat rentan karena persentase kawasan terbangun, kepadatan bangunan dan bangunan konstruksi darurat di perkotaan tinggi sementara di lain pihak persentase, jaringan listrik, rasio panjang jalan, jaringan telekomunikasi, jaringan PDAM, jalan KA rendah. Kerentanan sosial menunjukkan perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa/kesehatan penduduk apabila ada bahaya. Dari beberapa indikator antara lain kepadatan penduduk, laju pertumbuhan penduduk, persentase penduduk usia tua-balita dan penduduk wanita, maka kota-kota di Indonesia memiliki kerentanan sosial yang tinggi. Belum lagi jika kita melihat kondisi sosial saat ini yang semakin rentan terhadap bencana non-alam (manmade disaster), seperti rentannya kondisi sosial masyarakat terhadap kerusuhan, tingginya angka pengangguran, instabilitas politik, dan tekanan ekonomi. Kerentanan ekonomi menggambarkan besarnya kerugian atau rusaknya kegiatan ekonomi (proses ekonomi) yang terjadi bila terjadi ancaman bahaya. Indikator yang dapat kita lihat menunjukkan tingginya tingkat kerentanan ini misalnya adalah persentase rumah tangga yang bekerja di sektor rentan (sektor jasa dan distribusi) dan persentase rumah tangga miskin. 2.3.3
Resiko Bencana
Berdasarkan potensi bencana dan tingkat kerentanan yang ada, maka dapat diperkirakan resiko ‘bencana’ yang akan terjadi di perkotaan Indonesia tergolong tinggi. Resiko bencana pada wilayah perkotaan Indonesia yang tinggi tersebut disebabkan oleh potensi bencana yang dimiliki wilayah-wilayah tersebut yang memang sudah tinggi, ditambah dengan tingkat kerentanan yang sangat tinggi pula. Sementara faktor lain yang mendorong semakin tingginya resiko bencana ini adalah menyangkut pilihan masyarakat (public choice). Banyak penduduk yang memilih atau dengan sengaja tinggal di kawasan yang rawan/rentan terhadap bencana dengan berbagai alasan seperti kesuburan tanah, atau opportunity lainnya yang dijanjikan oleh lokasi tersebut. 2.4
KONSEP PENANGANAN BAHAYA BANJIR
Untuk menanggulangi bencana yang disebabkan oleh banjir dapat pula dilakukan dengan cara mengurangi limpasan permukaan sekaligus sebagai konservasi air tanah dan melindungi daerah aliran sungai. Untuk mengurangi limpasan permukaan dapat dilakukan sebagai berikut: 8
• • • • •
Membangun sumur resapan di area pemukiman untuk meresapkan air hujan ke tanah. Melindungi dan meningkatkan fungsi hutan sebagai sarana penyimpan air. Menjaga kolam-kolam penampungan dan rawa sebagai penyangga air dan sumber air sungai. Membangun Check Dam di hulu untuk menghambat aliran sedimen ke hilir. Konservasi tumbuhan pada daerah aliran sungai sebagai daerah peresapan air.
2.5
KONSEP PENANGANAN BAHAYA LONGSOR
Beberapa konsep untuk mengatasi permasalahan lonsor yang harus dilaksanakan secara terintegrasi, efektif dan efisien, yaitu: • • • • • • • •
Mengurangi tingkat keterjalan lereng. Terasering dengan sistem drainase yang tepat (drainase pada teras-teras dijaga jangan sampai menjadi jalan meresapnya air kedalam tanah). Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan tanam yang tepat (khusus untuk lereng yang curam dengan kemiringan > 40°). Khusus untuk runtuhan batu dapat dibuat tanggul penahan baik berupa bangunan konstruksi, tanaman maupun parit. Identifikasi daerah yang aktif bergerak, dapat dikenali dengan adanya rekahan-rekahan berbentuk tapal kuda. Stabilisasi lereng dengan pembuatan terase dan penghijauan. Penutupan rekahan-rekahan di atas lereng untuk mencegah air masuk secara cepat kedalam tanah. Pembuatan bangunan penahan, jangkar dan pilling.
2.6
PEMAHAMAN KEBENCANAAN
2.6.1
Bencana Banjir
Ada dua pengertian mengenai banjir: a.
b.
Aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah disisi sungai. Aliran air limpasan tersebut yang semakin meninggi, mengalir dan melimpasi muka tanah biasanya tidak dilewati aliran air. Gelombang banjir berjalan ke arah hilir sistem sungai yang berinteraksi dengan kenaikan muka air di muara akibat badai.
2.6.2
Bencana Gempa Bumi
Tipikal kerusakan non-engineered buildings akibat gempa, yang menjadi pemicu keruntuhan dan lazimnya mengakibatkan korban jiwa karena tertimpa reruntuhan bangunan, umumnya dapat dikategorikan menjadi sebagai berikut: a. Atap cenderung tercabut/terlepas dari perletakannya dan terpental, b. Dinding-dinding cenderung terkoyak, terpisah dari elemen lainnya, retak diagonal dan roboh, c. Kerusakan akibat terjadinya puntiran pada bangunan yang berdenah tidak simetris,
9
d. e. f. g. h. i. j. k.
Kerusakan pada sudut-sudut bukaan pada dinding akibat konsentrasi tegangan, Benturan antar bangunan-bangunan yang berdekatan, Kerusakan akibat perubahan menyolok pada kekakuan atau massa elemen struktur, Sambungan yang lemah antara dinding dengan dinding, dinding dengan atap dan dinding dengan fondasinya, Lenturan kolom yang berlebihan, Kerusakan elemen-elemen struktur yang relatif kaku namun tidak cukup kuat dan sistem sambungan antar elemen struktur yang tidak mencukupi, Mutu pengerjaan yang kurang baik dan material yang kurang memenuhi syarat, Dinding-dinding tinggi yang tidak diberi bingkai secukupnya.
2.6.3
Bencana Tsunami
Tsunami berasal dari bahasa Jepang yaitu tsu = pelabuhan dan nami = gelombang. Jadi tsunami berarti pasang laut besar di pelabuhan. Dalam ilmu kebumian terminologi ini dikenal dan baku secara umum. Secara singkat tsunami dapat dideskripsikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh suatu gangguan impulsif yang terjadi pada medium laut, seperti gempa bumi, erupsi vulkanik atau longsoran (land-slide). Gangguan impulsif pembangkit tsunami biasanya berasal dari tiga sumber utama, yaitu:
Gempa di dasar laut,
Letusan gunung api di dasar laut, dan
Longsoran yang terjadi di dasar laut.
2.6.4
Bencana Gunung Berapi
1. Bahaya Utama Letusan Gunung Api (Primer) Awan Panas (neuu ardante), merupakan campuran material letusan antara gas dan bebatuan (segala ukuran) terdorong ke bawah lereng akibat densitas yang tinggi dan merupakan adonan yang jenuh menggulung secara turbulensi bagaikan gunung awan yang menyusuri lereng. Selain suhunya sangat tinggi, antara 300 – 700º Celcius, kecepatan lumpurnya pun sangat tinggi, > 70 km/jam (tergantung kemiringan lereng). Lontaran Material (berupa bom, lapili, debu pijar), terjadi ketika letusan berlangsung. Jauh lontarannya sangat tergantung dari besarnya energi letusan, bisa mencapai ratusan meter jauhnya. Selain suhunya tinggi (>200ºC), ukuran materialnya pun besar dengan diameter > 10 cm sehingga mampu membakar sekaligus melukai, bahkan mematikan mahluk hidup. Lazim juga disebut sebagai “bom vulkanik” Hujan Abu lebat, terjadi ketika letusan gunung api sedang berlangsung. Material yang berukuran halus (abu dan pasir halus) yang diterbangkan angin dan jatuh sebagai hujan abu dan arahnya tergantung dari arah angin. Karena ukurannya yang halus, material ini akan sangat berbahaya bagi pernafasan, mata, mencemari air tanah, merusak tumbuh-tumbuhan 10
dan mengandung unsur-unsur kimia yang bersifat asam sehingga mampu mengakibatkan korosi terhadap seng dan mesin pesawat. Lava, merupakan magma yang mencapai permukaan, sifatnya cair/liquid(cairan kental dan bersuhu tinggi, antara 700 – 1200ºC. Karena cair, maka lava umumnya mengalir mengikuti lereng dan membakar apa saja yang dilaluinya. Bila lava sudah dingin, maka wujudnya menjadi batu (batuan beku) dan daerah yang dilaluinya akan menjadi ladang batuan beku. Gas Racun, muncul tidak selalu didahului oleh letusan gunung api sebab gas ini dapat keluar melalui rongga-rongga ataupun rekahan-rekahan yang terdapat di daerah gunung api. Gas utama yang biasanya muncul adalah CO2, H2S, HCl, SO2, dan CO. Yang sering menyebabkan kematian adalah gas CO2. Beberapa gunung api yang memiliki karakteristik letusan gas beracun adalah Gunung Api Tangkuban Perahu, Gunung Api Dieng, Gunung Ciremai, dan Gunung Api Papandayan. Tsunami, umumnya dapat terjadi pada gunung api pulau, dimana saat letusan terjadi material-material akan memberikan energi yang besar untuk mendorong air laut ke arah pantai sehingga terjadi gelombang tsunami. Makin besar volume material letusan makin besar gelombang yang terangkat ke darat. Sebagai contoh kasus adalah letusan Gunung Krakatau tahun 1883. 2. Bahaya Ikutan Letusan Gunung Api (Sekunder) Bahaya ikutan letusan gunung api adalah bahaya yang terjadi setelah proses peletusan berlangsung. Bila suatu gunung api meletus akan terjadi penumpukan material dalam berbagai ukuran di puncak dan lereng bagian atas. Pada saat musim hujan tiba, sebagian material tersebut akan terbawa oleh air hujan dan tercipta adonan lumpur turun ke lembah sebagai banjir bebatuan, banjir tersebut disebut lahar.
2.7
PENGELOLAAN RESIKO BENCANA
2.7.1
Seputar Bencana
Bencana1(disaster) merupakan fenomena yang terjadi karena komponenkomponen pemicu2(trigger), ancaman3(hazard), dan kerentanan 4(vulnerability bekerja bersama secara sistematis, sehingga menyebabkan terjadinya resiko5(risk) pada komunitas. Ancaman, pemicu dan kerentanan, masing-masing tidak hanya bersifat tunggal, tetapi dapat hadir secara jamak, baik seri maupun paralel, sehingga disebut bencana kompleks. Aktifitas komunitas maupun unit sosial di atasnya yang memunculkan permasalahan lingkungan akan menjadi ancaman bagi pihak lain apabila aset-aset penghidupannya dan akses penghidupannya terganggu.
Bencana dalam kenyataan keseharian menyebabkan Berubahnya pola-pola kehidupan dari kondisi normal, Merugikan harta / benda / jiwa manusia, Merusak struktur sosial komunitas, serta 11
Memunculkan lonjakan kebutuhan pribadi / komunitas. 2.7.2
Seputar Partisipasi Komunitas Bencana
Partisipasi komunitas dilakukan mulai dari tahapan kegiatan pembuatan konsep, konstruksi, operasional-pemeliharaan, serta evaluasi dan pengawasan. Tingkat partisipasi komunitas dalam kegiatan penanggulangan bencanaterdiri dari 7 (tujuh) tingkatan yang didasarkan pada mekanisme interaksinya, yaitu: (1) penolakan; (2) berbagi informasi; (3) konsultasi tanpa komentar; (4) konsensus dan pengambilan kesepakatan bersama; (5) kolaborasi; (6) berbagi penguatan dan resiko; dan (7) pemberdayaan dan kemitraan. Lebih lanjut tingkat partisipasi ini dapat diperkuat dari kecenderungan partisipasi yang bermakna ”untuk komunitas, menjadi ”bersama” komunitas, dan akhirnya ”oleh” komunitas. 2.7.3
Seputar Proses Penanggulangan Resiko Bencana
Berdasarkan pengalaman bekerja bersama komunitas, terdapat kecenderungan dalam proses penanggulangan resiko bencana berbasis komunitas ini. Walaupun tidak secara linier dan berurutan, beberapa tahapan tersebut di bawah ini dapat digunakan sebagai acuan, yaitu: (1) analisis situasi dan kondisi, (2) memobilisasi untuk memahami konteks, (3) pengkajian resiko, (4) perencanaan program dan memformulasikan rencana, (5) pelaksanaan dan pemantauan program, (6) penilaian dan umpan balik, (7) penyebarluasan dan pengintegrasian, serta (8) pelembagaan dan konsultatif. 2.7.4
Seputar Pemicu Partisipasi
Partisipasi masyarakat dalam pengkajian resiko atau dalam berbagai tindakan peredaman resiko tidak dapat terjadi dengan sendirinya.Berkenaan dengan hal tersebut maka banyak alat-alat Participatory Rural Appraisalyang digunakan sebagai pemicu (tepatnya pemancing) partisipasi. Peta dan transek menjadi alat yang paling familiar digunakan. Peta merupakan proyeksi dimensi mendatar / horisontal yang mengekpresikan kondisi permukaan bumi. Sesuai temanya, pemetaan bertujuan (1) untuk mengidentifikasi wilayah yang beresiko terhadap ancaman-ancaman tertentu dan anggota komunitas yang rentan, (2) untuk mengidentifikasi sumber daya yang tersedia yang dapat digunakan oleh anggota komunitas dalam pengelolaan resiko bencana, (3) melihat potensi resiko bencana pada aset penghidupan komunitas dan dampak pengurangan resiko yang terjadi akibat berbagai skenario penanganan.
2.8
KONSEPSI MITIGASI BENCANA ALAM
Konsep penanggulangan bencana mengalami pergeseran paradigma dari konvensional menuju ke holistik. Pandangan konvensional menganggap bencana itu suatu peristiwa atau kejadian yang tak terelakkan dan korban harus segera mendapatkan pertolongan, sehingga fokus dari penanggulangan bencana lebih bersifat bantuan (relief) dan kedaruratan (emergency). Oleh karena itu pandangan semacam ini disebut dengan paradigma Relief atau Bantuan Darurat yang berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan darurat berupa: pangan, penampungan darurat, kesehatan dan pengatasan krisis. Tujuan penanggulangan bencana berdasarkan pandangan ini adalah menekan tingkat kerugian, kerusakan dan cepat memulihkan keadaan. 12
Pemerintah bertugas mempersiapkan sarana, prasarana dan sumber daya yang memadai untuk pelaksanaan kegiatan pengurangan resiko bencana. Bencana alam tidak dapat dihilangkan karena ukuran dan kekuatannya sangat besar. Tsunami, banjir, gempa bumi, letusan gunung api dan gerakan tanah/longsor tidak dapat dihentikan oleh manusia. Secara struktural maksudnya dengan melakukan upaya teknis, baik secara alami maupun buatan, yang dapat mencegah atau memperkecil kemungkinan timbulnya bencana dan dampaknya. Sedangkan mitigasi secara non struktural adalah upaya non teknis yang menyangkut penyesuaian dan pengaturan tentang kegiatan manusia agar sejalan dan sesuai dengan upaya mitigasi struktural maupun upaya lainnya.
2.9
ISTILAH – ISTILAH MITIGASI BENCANA
2.9.1
Bencana (Disaster)
Berdasarkan United Nations~International Strategy for Disaster Reduction (UN ISDR), bahaya ini dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu:
Bahaya beraspek geologi, antara lain Gempa bumi, Tsunami, gunung api, gerakan tanah (mass movement) sering dikenal sebagai tanah longsor. Bahaya beraspek hidrometeorologi, antara lain: banjir, kekeringan, angin topan, gelombang pasang. Bahaya beraspek biologi, antara lain: wabah penyakit, hama dan penyakit tanaman dan hewan/ternak. Bahaya beraspek teknologi, antara lain: kecelakaan transportasi, kecelakaan industri, kegagalan teknologi. Bahaya beraspek lingkungan, antara lain: kebakaran hutan, kerusakan lingkungan, pencemaran limbah.
2.9.2 Kerentanan (Vulnerability) Kerentanan (vulnerability) merupakan suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya. Tingkat kerentanan adalah suatu hal penting untuk diketahui sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya bencana, karena bencana baru akan terjadi bila ‘bahaya’ terjadi pada ‘kondisi yang rentan’, seperti yang dikemukakan Awotona (1997:1~2): “…... Natural disasters are the interaction between natural hazards and vulnerable condition”. Tingkat kerentanan dapat ditinjau dari kerentanan fisik (infrastruktur), sosial kependudukan, dan ekonomi. 2.9.3 Istilah–Istilah Lainnya Selain istilah–istilah yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa istilah di dalam konsep penanganan bencana alam, istilah–istilah tersebut diantaranya adalah: 1.
2.
Penanggulangan bencana (disaster management) adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Bahaya (hazard) adalah suatu keadaan alam yang menimbulkan potensi terjadinya bencana. 13
3.
Kerentanan (vulnerability) adalah suatu keadaan yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia (hasil dari proses~proses fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan) yang mengakibatkan peningkatan kerawanan masyarakat terhadap bahaya. 4. Kemampuan (capacity) adalah penguasaan sumber daya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat, yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan dan mempersiapkan diri mencegah, menanggulangi, meredam, serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana. 5. Resiko (risk) adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. 6. Pencegahan (prevention) adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan resiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana. 7. Mitigasi (mitigation) adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. 8. Kesiapsiagaan (preparedness) adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. 9. Peringatan Dini (early warning) adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. 10. Pemberdayaan Masyarakat (community empowerment) adalah program atau kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat melaksanakan penanggulangan bencana baik pada sebelum, saat maupun sesudah bencana. 2.9.4 Karakteristik Bencana Alam Salah satu faktor yang memperburuk bencana di Indonesia adalah kurangnya pemahaman terhadap karakteristik ancaman bencana. Pemahaman tentang ancaman bencana meliputi pengetahuan secara menyeluruh tentang hal-hal sebagai berikut: a.Bagaimana ancaman bahaya timbul. b.Tingkat kemungkinan terjadinya bencana serta seberapa besar skalanya c.Mekanisme perusakan secara fisik. d.Sektor dan kegiatan kegiatan apa saja yang akan sangat terpengaruh atas kejadian bencana. e.Dampak dari kerusakan. 2.9.5 Bencana Longsor Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: Longsoran translasi Longsoran rotasi 14
Pergerakan blok Runtuhan batu Rayapan tanah Dan aliran bahan rombakan
2.10
TIPOLOGI KEBENCANAAN
2.10.1 Manajemen Bencana Secara garis besar terdapat empat fase manajemen bencana, yaitu: 1)
2)
3) 4)
Fase Mitigasi: upaya memperkecil dampak negatif bencana. Contoh: zonasi dan pengaturan bangunan (building codes), analisis kerentanan; pembelajaran publik. Fase Preparadness: merencanakan bagaimana menanggapi bencana. Contoh: merencanakan kesiagaan; latihan keadaan darurat, sistem peringatan. Fase Respon: upaya memperkecil kerusakan yang disebabkan oleh bencana. Contoh: pencarian dan pertolongan; tindakan darurat. Fase Recovery: mengembalikan masyarakat ke kondisi normal. Contoh: perumahan sementara, bantuan keuangan; perawatan kesehatan.
2.10.2 Mitigasi Bencana Aktivitas mitigasi bencana sesungguhnya adalah upaya untuk mengeliminasi atau mengurangi kemungkinan terjadinya bencana, atau mengurangi efek dari bencana yang tidak dapat dicegah kejadiannya. Selanjutnya disebutkan bahwa efektifitas tindakan mitigasi bencana tergantung pada ketersediaan informasi tentang bencana, resiko keadaan darurat (emergency risks), dan tindakan tanggapan (counter measures) yang diambil. Agar tindakan mitigasi bencana dapat efektif, berbagai hal yang perlu diketahui dari suatu jenis bencana geologi adalah: 1.
2.
Pencetus Utama, adalah proses, kondisi atau kejadian yang menyebabkan terjadinya suatu bencana. Faktor pencetus atau penyebab terjadinya bencana berbeda antara satu jenis bencana geologi dengan jenis bencana geologi lainnya. Faktor ini penting diketahui karena memberikan gambaran tentang berbagai karakter lainnya dari suatu jenis bencana geologi terkait, seperti karakter kedatangan atau kejadian bencana, prediktabilitas kejadian bencana, durasi berlangsungnya bencana, dan luas areal yang terkena bencana. Sifat Kedatangan atau Kejadian, yaitu kondisi waktu yang berkaitan dengan munculnya suatu bencana, seperti cepat dan tiba-tiba, atau perlahan-lahan; terus menerus, periodik atau tidak menentu; musiman atau tidak terkait dengan waktu tertentu. Berbagai sifat atau karakter kedatangan atau kejadian bencana ini berkaitan erat dengan karakter faktor pencetus atau agen yang bekerja (working agents). Misalnya, erosi pantai yang disebabkan oleh gelombang laut sifat kedatangan atau kejadiannya berbeda dengan tsunami, karena meskipun sama-sama gelombang laut tetapi karakternya berbeda. Erosi pantai datang atau terjadi perlahan-lahan, sedang tsunami datang cepat dan tiba-tiba. 15
3.
4.
5.
Prediktabilitas, yaitu bisa atau tidaknya suatu kejadian bencana diperkirakan kedatangan atau kejadiannya. Hal ini sangat penting karena menentukan keselamatan jiwa dan harta benda. Apabila kedatang atau kejadian suatu bencana dapat diprediksi atau diperkirakan, maka kita dapat menghindar dari bencana itu. Prediktabilitas suatu bencana ini berkaitan erat dengan karakter faktor-faktor pencetus atau agen-agen yang bekerja. Sebagai contoh, kalau erosi pantai terjadi karena gelombang laut, sedang gelombang laut kejadiannya berkaitan dengan tiupan angin dan terjadinya tiupan angin berkaitan dengan musim tertentu, maka kita dapat memperkirakan waktu dan lokasi terjadinya erosi pantai. Apabila kita telah mengetahui daerah-daerah yang akan tererosi, tentu kita dapat menghindari tempat-tempat itu sebagai pemukiman atau aktifitas lainnya yang permanen, atau menentukan langkah antisipasi bila telah terlanjut berada di daerah tersebut. Durasi, yaitu lamanya berlangsung suatu peristiwa bencana. Durasi dapat berlangsung dalam hitungan menit, jam, hari, bulan atau tahun. Contohnya, tsunami berlangsung hanya beberapa menit, banjir pasang-surut berlangsung dalam beberapa jam, erosi pantai berlangsung terus menerus sepanjang waktu atau tahunan. Faktor durasi ini ditentukan oleh faktor pencetus bencana dan karakter agen yang bekerja. Areal Terganggu, yaitu luas areal yang akan terkena bencana bila bencana itu benar-benar terjadi. Faktor ini menentukan besarnya kerugian material yang mungkin ditimbulkan oleh suatu bencana. Makin luas areal yang terganggu maka makin banyak pula harta benda yang mungkin rusak. Dengan mengetahui luas areal yang mungkin terganggu atau terkena bencana, maka kita dapat menentukan batas kawasan atau daerah aman yang tidak terjangkau bencana. Faktor ini ditentukan oleh karakter agen atau proses yang bekerja dan kondisi fisik daerah pesisir.
16
BAB 3 TINJAUAN KEBIJAKAN KABUPATEN ACEH SELATAN 3.1
RENCANA STRUKTUR RUANG
3.1.1
Rencana Sistem Perkotaan
a. PKL Tapaktuan sebagai pusat pelayanan skala kabupaten; b. PKLp Labuhanhaji sebagai pusat pelayanan beberapa kecamatan meliputi: Kecamatan Labuhan Haji Barat; dan Kecamatan Labuhan Haji Timur. c. PKLp Kluet Utara sebagai pusat pelayanan wilayah Tengah koridor Jalan Arteri Primer meliputi:
Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan
Kluet Tengah; Pasie Raja; Kluet Timur; dan Kluet Selatan
d. PKLp Bakongan sebagai pusat pelayanan wilayah selatan koridor Jalan Arteri Primer meliputi:
Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan
Bakongan Timur; Kota Bahagia; Trumon; Trumon Tengah; dan Trumon Timur.
e. PPK sebagai pusat pelayanan kecamatanmeliputi:
Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan
Samadua; Labuhan Haji Barat; Labuhan Haji Timur; Kluet Tengah; Kluet Selatan; Kluet Timur; Pasieraja; Bakongan Timur; Kota Bahagia; Trumon; Trumon Tengah; Trumon Timur; Meukek; dan Samadua.
3.1.2 Rencana Sistem Perdesaan: a. Kecamatan Trumon dengan pusat kemukiman: Pusat Kemukiman Kedai Trumon; Pusat Kemukiman Kuta Tuha; dan Pusat Kemukiman Buloh Seuma. b. Kecamatan Trumon Tengahdengan pusat kemukiman Ladang Rimba; 17
c. Kecamatan Trumon Timurdengan pusat kemukiman Krueng Luas; d. Kecamatan Bakongan dengan pusat kemukiman: Pusat Kemukiman Kedai Bakongan; dan Pusat Kemukiman Ujung Padang. e. Kecamatan Kota Bahagiadengan pusat kemukiman: Pusat kemukiman Beutong; dan Pusat KemukimanUjung Tanah. f. Kecamatan Bakongan Timur dengan pusat kemukiman Seubadeh; g. Kecamatan Kluet Selatandengan pusat kemukiman: Pusat kemukiman Jaya; Pusat Kemukiman Kandang; dan Pusat Kemukiman Utama. h. Kecamatan Kluet Timur dengan pusat kemukiman:
Pusat kemukiman Perdamaian; dan Pusat Kemukiman Makmur. Kecamatan Kluet Utaradengan pusat kemukiman: Pusat kemukiman Asahan; Pusat Kemukiman Sejahtera; dan Pusat Kemukiman Kuala Ba’U.
i. Kecamatan Pasierajadengan pusat kemukiman: Pusat kemukiman Terbangan; dan Pusat KemukimanRasian. j. Kecamatan Kluet Tengahdengan pusat Kemukiman Manggamat; k. Kecamatan Tapaktuandengan pusat kemukiman: Pusat kemukiman Hilir; dan Pusat Kemukiman Hulu. l. Kecamatan Samaduadengan pusat kemukiman:
Pusat Pusat Pusat Pusat
kemukiman Panton Luas; Kemukiman Sedar; Kemukiman Suak; dan Kemukiman Kasik Putih.
m. Kecamatan Sawangdengan pusat kemukiman: Pusat Kemukiman Alue Paku; Pusat Kemukiman Sikula; dan Pusat Kemukiman Lhok Pawoh. n. Kecamatan Meukekdengan pusat kemukiman: Pusat kemukiman Ateuh; Pusat kemukiman Bahagia; Pusat Kemukiman Teungoh; dan 18
Pusat Kemukiman Ujung. o. Kecamatan Labuhan Hajidengan pusat kemukiman: Pusat kemukiman Padang Bakau; Pusat Kemukiman Pawoh Apha; dan Pusat Kemukiman Pisang Baro di. p. Kecamatan Labuhan Haji Timurdengan pusat kemumikan: Pusat Kemukiman Peulumat; dan Pusat Kemukiman Keumumu. q. Kecamatan Labuhan Haji Barat dengan pusat kemukiman: Pusat kemukiman Blang Keujeren; Pusat Kemukiman Blang Baru; dan Pusat Kemukiman Pisang Baro;
3.2
RENCANA SISTEM KABUPATEN
JARINGAN
PRASARANA
WILAYAH
3.2.1. Rencana Sistem Prasarana Utama 3.2.1.1.
Jaringan Transportasi Darat
Berdasarkan kategori fungsi jalan tersebut di atas, maka dapat ditentukan fungsi jalan wilayah perencanaan sebagai berikut. • Jalan Kolektor Primer, yaitu jaringan jalan yang menghubungkan Jeuram (Kabupaten Nagan Raya/PKL) – Tapaktuan (PKL) – wilayah PKL Singkil hingga ke sebagian wilayah Provinsi Sumatera Utara. • Jalan Kolektor Sekunder, yaitu jaringan jalan yang menghubungkan antar pusat-pusat kecamatan. Untuk saat sekarang (eksisting) jalan kolektor sekunder ini belum terbentuk karena keterbatasan ruang/peruntukan dengan kawasan lindung. Untuk hubungan antar pusat pelayanan kawasan yang sebagian besar masih memanfaatkan jalur jalan utama (kolektor primer) tersebut. Hal ini sesuai dengan pola ruang permukiman bersifat linier dengan jalur jalan utama yang ada mengikuti jalur pantai Barat Selatan. • Jalan Lokal, yaitu jaringan jalan yang menghubungkan pusat - pusat kemukiman dengan pusat-pusat desa atau kelurahan. 3.2.1.2.
Rencana Jaringan Penyebrangan
Transportasi
Sungai,
Danau
dan
Jaringan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan meliputi: a.
optimalisasi pelabuhan penyeberangan Labuhan Haji berada di Kecamatan Labuhan Haji; dan
b.
Optimalisasi Pelabuhan Barang Tapaktuan berada di Kecamatan Tapaktuan;
c.
pelabuhan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf a untuk tujuan lintas penyeberangan Sungai Krueng Kluet dengan rute Kota Fajar–Sarah Baru 19
3.2.1.3.
Jaringan Transportasi Perkeretaapian
Pengembangan sarana kereta api meliputi:pembangunan stasiun kereta api berada di Kecamatan Tapaktuan. Peningkatan pelayanan kereta api meliputi: a.
peningkatan akses terhadap layanan kereta api; dan
b.
jaminan keselamatan dan kenyamanan penumpang.
3.2.1.4.
Jaringan Transportasi Laut
Ditinjau dari segi geografis wilayah Kabupaten Aceh Selatan memiliki wilayah laut yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan aksesibilitas serta membuka peluang keterkaitan ekonomi dengan wilayah lain. Kemungkinan menyediakan pelabuhan di Kabupaten Aceh Selatan perlu melihat penataan pelabuhan dalam satu kesatuan tatanan pelabuhan nasional guna mewujudkan penyelenggaraan pelabuhan yang handal, yang berkemampuan tinggi, menjamin efisiensi nasional dan mempunyai daya saing global dalam rangka menunjang pembangunan nasional dan daerah. 3.2.1.5.
JaringanTransportasi Udara
Bandar Udara yang terdapat di wilayah Kabupaten Aceh Selatan yaitu pelabuhan udara Cut T Ali yang mempunyai klasifikasi kelas II (bandara perintis) yang beralokasi di daerah Terbangan Kecamatan Pasie Raja. Landasan Pacu (run way) bandara tersebut sepanjang 1.500 meter dengan lebar 30 meter. Taxiway untuk landasan keluar masuk (parkir) selebar 50 meter yang diperuntukan jenis pesawat CN-235 (produksi Indonesia).
3.3
RENCANA POLA RUANG KAWASAN LINDUNG
3.3.1
Kawasan Perlindungan Setempat
Di Kabupaten Aceh Selatan yang termasuk dalam kawasan perlindungan setempat adalah sebagai berikut. Sempadan pantai seluas kurang lebih 7.500 (tujuh ribu lima ratus) hektar berupa daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai. Ditetapkan sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi pantai, yaitu minimal 75 m dari titik/garis pasang air laut tertinggi ke arah daratan. Sempadan sungai seluas kurang lebih 4.025 (empat ribu dua puluh lima) hektar. Diarahkan pada DAS (daerah aliran sungai) dan Sub DAS. Untuk DAS lebar sempadan yang ditetapkan adalah 50-100 m pada bagian kanan dan kiri sungai. Yang tergolong ke dalam sistem DAS di wilayah Kabupaten Aceh Selatan adalah Sungai (Krueng) Kluet, Krueng Baro, dan Krueng Trumon, sedangkan untuk Sub DAS, lebar yang ditetapkan adalah 20-50 m pada bagian kanan-kiri sungai-sungai yang bermuara ke sungai-sungai besar tersebut di atas. Untuk sempadan sungai yang berada di kawasan permukiman berupa jalan inspeksi ditetapkan 5-15. Kawasan sekitar danau,embung dan mata air seluas kurang lebih 64 (enam puluh empat ) hektar. Ditetapkan sekurang-kurangnya radius 100-150 m dari sumber mata air tersebut harus di konservasikan. Prioritas sumber mata air 20
yang perlu dikonservasi adalah mata air yang mengalir sepanjang tahun. Di wilayah Kabupaten Aceh Selatan, sumber mata air tersebar ke setiap kecamatan, dengan rata-rata 2 titik mata air setiap kecamatan. 3.3.2
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya
Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengklasifikasikan Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya terdiri dari: kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar alam, suaka margasatwa, serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. Selanjutnya dengan mengacu pada Rencana Tata Ruang Provinsi NAD disebutkan bahwa ada beberapa kawasan di wilayah Kabupaten Aceh Selatan yang termasuk kawasan suaka alam dan cagar budaya dan dengan persetujuan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Selatan kawasan-kawasan tersebut.
21
Tabel 1 Rencana Pengembangan Kawasan Lindung No .
Jenis Lindung
Sub Jenis
Luas (Ha)
Lokasi
Pengembangan Rekomendasi
1.
Memberikan Perlindungan pada kawasan bawahannya .
Hutan Lindung (KEL dan TNGL)
282.742,0 0 (67,55 %)
Resapan Air
77.104,97
Puncak dan lereng Gunung Leuser dan bagian Bukit Barisan yang membentang bagian Tengah Provinsi NAD dan Sumatera Utara. • Bagian Timur Kec. Labuhanha ji, Labuhanha ji Timur, dan Labuhanha ji Barat. • Bagian Timur Kec. Meukek mulai dari kawasan Jambo Papeun ke arah Timur. • Bagian Timur Kec. Sawang, Pasie Raja, Tapaktuan, Kluet Selatan, Bakongan dan Kec. Trumon dari Krueng Blang Dalam. •Kurang lebih 78,35 % dari Kec. Trumon Timur dan Trumon merupakan lahan basah. Kec. Trumon dan Trumon Timur dengan
Pelestarian • Mempertahankan kawasan lindung yang masih asli sesuai dengan ketentuan KEL. • Pengembalian fungsi lindung. • Penegasan batas kegiatan budidaya yang telah ada di sekitar kawasan lindung. • Perencanaan dan mempertimbangkan terhadap kawasan penyangga, pemindahan kegiatan budidaya yang menggangu fungsi lindung, penghutanan kembali kawasan lindung yang telah terkonversi dengan kegiatan ekonomi masyarakat setempat.
Bergambut (gambut dapat
101.484,36
Pengendalian • Kawasan suaka alam dilarang dilakukan kegiatan budidaya, kecuali kegiatan yang menunjang fungsinya. • Kegiatan budidaya yang ada di kawasan lindung harus dilakukan andal. • Wajib dilakukan pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan lindung oleh Pemda/Instansi terkait. Pemanfaatan 1. Bagi kawasan lindung yang telah ada kegiatan pemukiman • Penegasan batas perkembangan kegiatan di kawasan lindung. • Secara bertahap dibebaskan dari kegiatan penduduk. • Pemindahan penduduk tidak mengurangi kesejahteraan penduduk. • Permukiman kembali
22
No .
Jenis Lindung
Sub Jenis
Luas (Ha)
dibudidayaka n dengan teknologi/ rekayasa sederhana)
2.
Memberikan perlindungan setempat
Sempadan pesisir pantai Selatan, sungai, danau dan sekitar mata air
7.500,00
2.982,00
1.043,70
64,00
Lokasi bentuk/ karakteristik gambut yang kedalamanny a bervariasi 0.80 m – 2 m, terutama ke arah Timur mendekati perbatasan Kabupaten Aceh Tenggara dan Singkil mempunyai kedalaman kurang dari 0.65 m. • Sepanjang pesisir pantai Selatan NAD ± 150 Km dan 13 wilayah kecamatan Kabupaten Aceh Selatan. • Sungai besar di DAS Kr. Baro, Kr. Meukek, Kr. Kluet, Kr. Bakongan dan Kr. Trumon. • Sungai di kawasan permukima n, berupa jalan inspeksi 1015 m, kiri kanan Kr. Baro, Kr. Rasian, Kr. Suak Panjang, Kr. Air Aro dan Kr. Meukek. •Mata air dengan radius 200 m dari sumber air
Pengembangan Rekomendasi
2.
transmigrasi di Trumon yang ditinggalkan akibat konflik Pemanfaatan kawasan lindung untuk budidaya terbatas. a. Kawasan lindung memberikan perlindungan untuk kawasan di bawahnya. • Dapat dimanfaatkan untuk tanaman tahunan/perkebun an yang dikembangkan di luar hutan lindung. • Dapat dimanfaatkan untuk tanaman hutan produksi yang dikembangkan di luar hutan lindung. • Dapat dimanfaatkan untuk pertambangan di luar kawasan hutan lindung, sesuai dengan pertimbangan kepentingan ekonomi dan kesejahteraan rakyat (memakai studi Amdal). b. Kawasan perlindungan setempat • Dapat dimanfaatkan untuk tanaman tahunan perkebunan yang dikembangkan di luar hutan lindung. • Dapat dimanfaatkan untuk tanaman hutan produksi yang dikembangkan di luar hutan
23
No .
3.
Jenis Lindung
Kawasan Rawan Bencana Alam
Sub Jenis
• • • •
Rawan gempa Rawan banjir Rawan kekeringa n Rawan longsor
4.
Kawasan Suaka Alam
Cagar Alam di Rawa Trumon
5.
Kawasan Pelestarian Alam
Taman Wisata Alam
Luas (Ha)
15.772,00 80,25 102,72 25,17
52.480,00 (13,10 %)
13,55
Lokasi hampir di seluruh kecamatan. • ± 7 kecamatan, muali dari Labuhanhaji wilayah Utara hingga ke Kluet ke arah Timur • Hulu PisangPasar Lama, Kuta Palak Kec. Labuhanhaji . • Kawasan Kel. Hulu dan Hilir, Ujung Mangki dan Bakongan. • ± 2 wilayah kecamatan yaitu Kec. Samadua dan Sawang. • Kec. Samadua, Tapaktuan, dan Pasie Raja. Kec. Trumon dan Trumon Timur ke arah Timur – Selatan dan beberapa jenis habitat satwa langka. Tapaktuan dan Labuhanhaji pada kawasan permukiman utama.
Pengembangan Rekomendasi
c.
lindung. • Dapat dimanfaatkan untuk pertambangan di luar kawasan hutan lindung. Kawasan Suaka
d.
• Dapat dimanfaatkan untuk objek wisata bersyarat. Kawasan rawan
• Dapat dimanfaatkan untuk tanaman tahunan/perkebun an bersyarat. • Dapat dimanfaatkan untuk hutan produksi bersyarat. • Dapat dimanfaatkan untuk objek wisata bersyarat.
Sumber: Olahan Fakta dan Analisi, Hitungan Digitasi Pada Peta Bakostranal Lembar Aceh Selatan Tahun 2010
24
3.3.3
Rencana Kawasan Budidaya
A.
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
B.
Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat
C.
Kawasan Peruntukan Pertanian
Perutukan Pertanian Lahan Basah
Peruntukan Pertanian Lahan Kering dan Hortikultura
Kawasan Peruntukan Perkebunan
Kawasan Peruntukan Peternakan
D.
Kawasan Peruntukan Perikanan
E.
Kawasan Peruntukan Pertambangan
F.
Kawasan Peruntukan Industri
G.
Kawasan Peruntukan Pariwisata
H.
Kawasan Peruntukan Permukiman
I.
Kawasan Peruntukan Lainnya
25
Tabel 2 Sebaran Potensi Pertambangan di Wilayah Kabupaten Aceh Selatan No
Sumber Galian
Lokasi
I. 1.
GALIAN GOLONGAN A (STRATEGIS) Gas Alam Kecamatan Trumon.
2.
Batu Bara
3.
Timah Hitam
II. 1.
GALIAN GOLONGAN B (VITAL) Emas 1. Krueng Baro Kecamatan Labuhanhaji. 2. Desa Mutiara Kecamatan Sawang. 3. Sorotan Kecamatan Kluet Utara. 4. Manggamat, Kecamatan Kluet Tengah. 5. Kecamatan Labuhanhaji Timur. 6. Kecamatan, Samadua. 7. Terbangan, Kecamatan Pasie Raja Tembaga 1. Lhok Bengkuang Kecamatan Tapaktuan. 2. Sorotan Kecamatan Kluet Utara. 3. Krueng Peulumat, Drien Jala, Jambo Peupen Kecamatan Labuhanhaji. Besi 1. Krueng Sikulait dan Alur Paku Kecamatan Sawang. 2. Sorotan, Kecamatan Kluet Utara. 3. Kecamatan Tapaktuan. 4. Kecamatan Labuhanhaji Barat
2.
3.
1. Ladang Tuha Kecamatan Pasie Raja. 2. Panjupian Kecamatan Tapaktuan. 3. Kluet Timur. Alur Paku Kecamatan Sawang.
Keterangan Sampai tahun 2004/2005, lokasi ini baru tahap identifikasi dan rencana pemetaan oleh pihak Departemen Pertambangan. Sampai tahun 2004/2005, alokasi potensi sumber batu bara di kawasan ini menunggu studi Amdal dan rencana pembukaannya. Studi Amdal dan indentifikasi alokasi sumber timah hitam. Sudah ada tahapan kegiatan dalam pembangunan potensinya, yaitu pada tahap eksplorasi dan eksploitasi.
Sampai tahun 2004/2005, alokasi potensi sumber tembaga di kawasan ini menunggu studi Amdal dan rencana pembukaannya. Tahapan kegiatan eksplorasi.
yaitu
PU/SKIP
dan
5. Kecamatan Trumon. 6. Kecamatan Pasie Raja. 7. Kecamatan Meukek.
26
No
Sumber Galian
Lokasi
Keterangan
8. Kecamatan Trumon Timur. 9. Kecamatan Labuhanhaji. 10. Kecamatan Kluet Tengah. III. 1.
4.
GALIAN GOLONGAN C Granit 1. Kecamatan Kluet Utara. 2. Kecamatan Tapaktuan. 3. Kecamatan Samadua. 4. Kecamatan Sawang. Marmer 1. Kecamatan Kluet Utara. 2. Kecamatan Tapaktuan. 3. Kecamatan Samadua. 4. Kecamatan Sawang. 5. Labuhanhaji Barat. Pasir dan Batu (Sirtu) Sebagian besar alokasi Galian C ada di sekitar sungai di wilayah Kabupaten Aceh Selatan. Andesit Kecamatan Meukek
5.
Diorit
6. 7.
Mangan Tanah Urug
2.
3.
IV. 1. 2.
Belum teridentifikasi secara menyeluruh untuk kawasan diorit. Kecamatan Bakongan. 1. Kecamatan Sawang. 2. Kecamatan Labuhanhaji. 3. Kecamatan Tapaktuan.
GALIAN INDUSTRI Batu Gamping
Kecamatan Meukek
Pasir Kwarsa
Kecamatan Meukek
3. Batu Apung Belum terdata dengan baik Sumber: Olahan Fakta dan Analisa 2010, dan Olahan 2010
Informasi awal sampai tahun 2005. Untuk pengembangannya belum ada informasi dan data yang lengkap bagi potensi galian golongan C jenis Granit. Sebagian kecil sudah digali oleh masyarakat daerah setempat.
Sudah dimanfaatkan dan digali oleh masyarakat sebagai kegiatan ekonomi tambahan. Belum dibudidaya usahakan secara permanen melainkan diusahakan secara perorangan, guna kegiatan ekonomi tambahan. Data dan informasi belum lengkap. PU/SKIP. Volume dan kapasitasnya belum terdata dengan baik.
Sebagian kecil sudah digali oleh masyarakat daerah setempat. Volume dan kapasitasnya belum terdata dengan baik. Informasi dan data tidak lengkap.
27
GAMBAR 3, PETA KAWASAN LINDUNG
28
Gambar 4 PETA KAWASAN
29
Gambar 5 PETA KAWASAN
30
BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN ACEH SELATAN 4.1
GAMBARAN UMUM KABUPATEN ACEH SELATAN
4.1.1
Wilayah Administratif
Wilayah Kabupaten Aceh Selatan terletak di pantai barat – selatan Provinsi Aceh yang berada di ujung utara Pulau Sumatera. Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1: 50.000, wilayah daratan Kabupaten Aceh Selatan secara geografis terletak pada 020 23’ 24” – 030 44’ 24” LU dan 960 57’ 36” – 970 56’ 24” BT. Dengan batas-batas wilayah adalah: Sebelah Sebelah Sebelah Sebelah
utara : Kabupaten Aceh Tenggara; timur: Kota Subulussalam dan Kabupaten Aceh Singkil; selatan: Samudera Hindia; barat: Kabupaten Aceh Barat Daya.
Tabel 3 Pembagian Administrasi Pemerintahan di Wilayah Kabupaten Aceh Selatan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Kecamatan
Trumon Trumon Timur Trumon Tengah* Bakongan Bakongan Timur Kota Bahagia* Kluet Selatan Kluet Timur Kluet Utara Pasieraja Kluet Tengah Tapaktuan Samadua Sawang Meukek Labuhan Haji Labuhan Haji Timur 18 Labuhan Haji Barat Kabupaten Aceh Selatan
Ibu Kota Kecamatan Keude Trumon Krueng Luas Ladang Rimba Bakongan Seubadeh Bukit Gadeng Kandang Paya Dapur Kota Fajar Ladang Tuha Koto Manggamat Tapaktuan Samadua Sawang Meukek Labuhan Haji Tengah Peulumat
Luas (Km2) 444,7800 432,9500 324,8567 91,1322 128,0924 183,5223 152,1051 263,2710 146,5620 567,2858 284,7227 92,6801 96,7047 182,6686 408,3925 43,7447 85,3828
Blang Keujeren Tapaktuan
Mukim
Jumlah Gampong 2 12 1 8 2 10 2 5 1 7 2 10 3 17 2 7 3 19 2 20 1 13 2 15 4 28 4 15 4 22 3 16 2 11
80,2468
3
13
4.005,1004
43
248
Sumber: Kabupaten Aceh Selatan Dalam Angka Tahun 2011 * Data masih bergabung kecamatan lama (sebelum pemekaran)
31
4.1.2
Kondisi Kependudukan
4.1.2.1 Jumlah dan Perkembangan Jumlah penduduk Kabupaten Aceh Selatan berdasarkan Kabupaten Aceh Selatan dalam angka pada tahun 2012 adalah 207.025 jiwa, dengan total jumlah kepala keluarga atau rumah tangga adalah 48.000 kepala keluarga/rumah tangga.
32
RENCANA PENANGGULANGAN Gambar 6 PETA ADMINISTRASI
33
Tabel 4 Jumlah dan Perkembangan Penduduk Di Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2004 -2012 No.
Kecamatan
1. 2. 3.
Trumon Trumon Timur Trumon Tengah* Bakongan Bakongan Timur Kota Bahagia* Kluet Selatan Kluet Timur Kluet Utara Pasieraja Kluet Tengah Tapaktuan Samadua Sawang Meukek Labuhan Haji Labuhan Haji Timur Labuhan Haji Barat Jumlah
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Jumlah Penduduk (Jiwa) 2007 2008 2009 5.354 5,938 6,005 9,949 9,927 10,241 -
2004 4950 8555 -
2005 5,065 8,745 -
2006 5.337 9,577 -
2010 5,395 10351 -
2011 5,736 10,357 -
2012 4.217 7.063 5.400
9853 4437
9764 4.602
9.875 9269
9,960 5,057
11,925 5y241
12,003 5,255
10,899 5.210
11,022 5,210
4.862 5.218
11035 8591 19998 13245 8263 22238 14075 12836 18949 11839 9759
11,552 7,617 20,258 14,331 5.766 22.637 14,060 12,871 17,593 11,933 8,959
12322 8,759 22,727 14256 6,153 22,334 14,663 13,162 17,832 12,368 9.688
12,347 9,693 23,845 14753 6,435 22,364 15,626 13,421 18.579 12.592 9.823
12,570 9,342 24,100 14767 6,565 22,343 15,810 13,161 19222 12,528 9,980
12,682 9,437 24,120 14.844 6.646 22,639 15,880 13,125 19,124 12,643 10,002
12.419 8,565 22,098 15.552 6.120 22,463 14,421 13,662 18,147 11.863 9.366
12,477 9,416 22,271 15,721 6,189 22,782 14,557 13,864 18,207 11,832 9,369
6.245 12.604 9.473 22.350 15.762 6.029 22.911 14.758 14.010 18.325 12.583 9.500
14922
15786
16.127
16,172
16796
16,918
15A72
15,657
15.725
193.545
191.539
204.449
205.970
210.215
211.564
202.003
204,667
207.025
Sumber: Kabupaten Aceh Selatan Dalam Angka, 2012 * Data masih bergabung kecamatan lama (sebelum pemekaran)
34
4.1.2.2 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Pada Tabel 4-3 ditunjukkan komposisi penduduk Kabupaten Aceh Selatan menurut jenis kelamin, pada tahun 1990, 2000, 2004 sampai 2012. Dari tahun 1990 sampai 2012 jumlah penduduk perempuan lebih besar daripada laki-laki. Tabel 5 Komposisi Penduduk Kabupaten Aceh Selatan Menurut Jenis Kelamin Tahun 1990-2012 Tahun
Laki-laki (Jiwa)
1990 2000 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Perempuan (Jiwa)
81.443 94.509 94.376 91.663 99.949 100.353 102.668 103.789 99.616 100.680 101.967
83.456 96.871 99.169 97.246 104.500 105.617 107.547 107.775 102.387 103.987 105.058
Jumlah (Jiwa 164.899 191.380 193.545 188.909 204.449 205.970 210.215 211.564 202.003 204.667 207.025
Sumber: Kabupaten Aceh Selatan Dalam Angka Tahun 2012
Tabel 6 Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2012 Kel.Umur 0 - 4 tahun 5 - 9 tahun 10 - 14 tahun 15 - 19 tahun 20 - 24 tahun 25 - 29 tahun 30 - 34 tahun 35 - 39 tahun 40 - 44 tahun 45 - 49 tahun 50 - 54 tahun 55 - 59 tahun 60 - 64 tahun 65 - 69 tahun 70 - 74 tahun >75 tahun
Laki-laki 10.010 11.147 11.977 9.957 7.812 8.454 7.767 8.058 6.907 5.729 4.567 3.188 2.189 1.746 1.287 1.214 102.009
Perempuan 9.468 10.587 11.045 9.768 8.640 9.009 8.855 8.215 7.210 5.985 4.634 3.244 2.615 2.166 1.804 1.627 104.872
Jumlah 19.478 21.734 23.022 19.725 16.452 17.463 16.622 16.273 14.117 11.714 9.201 6.432 4.804 3.912 3.091 2.841 206.881
Sumber: Kabupaten Aceh Selatan Dalam Angka Tahun 2012
35
4.1.3 A.
Kondisi Fisik Dasar Wilayah
Ketinggian/Elevasi
Sebaran ketinggian/elevasi daratan wilayah Aceh Selatan menurut selang ketinggian setiap 100, 200 dan 400 meter. Sebagian besar wilayah dipesisir pantan Kabupaten Aceh Selatan berada pada ketinggian di bawah 100 meter, yang terdapat di Kecamatan Trumon, Trumon Timur, Bakongan, Bakongan Timur, Kluet Selatan, Kluet Utara dan Pasieraja. Sedangakan bagian utara Kabupaten Aceh Selatan sebagian besar mempunyai ketinggian > 100 meter yang merupakan gugusan bukit barisan, seperti pada Kecamatan Labuhan Haji Barat, Labuhan Haji Timur, Labuhan Haji, Meukek, Sawang, Samadua, Tapaktuan, Kluet Tengah dan Kluet Timur serta bagian utara Kecamatan Bakongan, Bakongan Timur, Trumon dan Trumon Timur. Ketinggian di atas 1000 meter sebagian besar berada di kawasan Hutan Lindung dan Taman Naional Gunung Leuser. B.
Kemiringan Lereng
Wilayah Kabupaten Aceh Selatan terletak pada lahan dengan keadaan morfologi datar–bergelombang sampai berbukit-bukit dan pegunungan. Kemiringan lereng ditampilkan pada gambar berikut dengan kelompok kelerengan 0-3%, 3-8%, 815%, 15-40%, >40%. Selaras dengan sebaran ketinggian/elevasi pada gambar, sebaran kemiringan lereng < 40% relatif selaras dengan ketinggian < 400 m dpl. 1.
Dataran dengan kondisi kemiringan lahan 0–3% pada umumnya memiliki relief permukaan landai dengan luas 162.415,17 ha (38.80%), Kawasan ini merupakan kawasan yang sangat ideal untuk dipergunakan sebagai lahan pengembangan pertanian, namun sebagian besar dataran di Kecamatan Trumon dan Trumon Timur yang memiliki kemiringan rendah ditetapkan sebagai Kawasan Lindung Suaka Margasatwa Rawa Singkil.
2.
Wilayah berombak dengan kondisi kemiringan 3–8% dengan luas 15.678,70 ha (3.75%), bentuk dataran ini sangat ideal untuk lokasi pengembangan perkotaan dan kegiatan budidaya jangka pendek. Dominan wilayah berombak terdapat di Kecamatan Bakongan, Bakongan Tinur, Kluet Timur, Samadua dan Sawang.
3.
Wilayah bergelombang dengan kondisi kemiringan 8–15% dengan luas 27.842,97 ha (6.65%). Wilayah dan kawasan dengan kondisi kemiringan ini mempunyai kecocokan sebagai lokasi pengembangan budidaya perkebunan atau tanaman tahunan. Bentuk permukaan bergelombang ini tersebar di setiap kecamatan, yang dominan terletak di Kecamatan Trumon Timur, Bakongan Timur dan Sawang.
4.
Wilayah perbukitan dan curam dengan kondisi kemiringan 15–40% tersebar disetiap kecamatan dengan luas 81.131,89 ha (19.38%). Wilayah perbukitan tersebar hampir semua kecamatan yang dominan terletah di Kecamatan Kluet Timur, Kluet Tengah, dan Meukek.
5.
Wilayah pegunungan dengan kondisi kemiringan >40%, bentuk permukaannya yang curam bervariasi terjal, umumnya dijumpai sebagai kerucut dan puncak vulkan, lahan mudah longsor hingga kawasan ini 36
sebaiknya hanya digunakan sebagai kawasan lindung. Wilayah pengunungan ini memiliki luas 131.487,27 (31.41%) dengan penyebaran paling dominan terdapat di Kecamatan Kluet Tengah, Kluet Timur dan Meukek. Berdasarkan klasifikasi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa lahan datar di wilayah Kabupaten Aceh Selatan ini terdapat sekitar ± 49.20% yang merupakan lahan dengan tingkat kemiringan 0–15% dan 15-40% merupakan kawasan perbukitan dan pengunungan yang lebih cocok ditetapkan sebagai kawasan lindung.
37
Tabel 7 Sebaran dan Persentase Kemiringan Lahan di Kabupaten Aceh Selatan No.
Kecamatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Trumon Trumon Timur Trumon Tengah* Bakongan Bakongan Timur Kota Bahagia* Kluet Selatan Kluet Timur Kluet Utara Pasieraja Kluet Tengah Tapaktuan Samadua Sawang Meukek Labuhan Haji Labuhan Haji Timur
18. Labuhan Haji Barat Kabupaten Aceh Selatan Persentase
Ibu Kota Kecamatan Trumon Krueng Luas Ladang Rimba Bakongan Pasie Seubadeh Bukit Gadeng Suaq Bakong Paya Dapur Kota Fajar Kampung Baru Koto Manggamat Tapaktuan Samadua Sawang Kota Buloh Labuhan Haji Tengah Peulumat Blang Keujeren Tapaktuan
Luas (Km2) 440,78 432,95 324,86 91,13 128,09 183,52 152,11 263,27 146,56 567,29 284,72 92,68 96,7 182,67 408,39 43,74 85,38 80,25 4.005,10 100,00
Datar
Berombak
(0-3%) 44.816,70 54.483,72
(3-8%) 826,47 408,95
13.730,70 4.392,70
3.482,72 2.642,11
11.462,37 10.293,15 4.993,48 2.595,16 5.208,22 1.820,08 913,04 1.633,78 2.464,62 593,45 1.048,97
2.823,64
1.966,42 162.415,17 38,80
Kemiringan % BerBerbukit gelombang /Curam (8-15%) (15-40%) 1.864,47 770,21 6.116,62 1.164,70 2.028,53 5.614,10
375,44 2.157,30
2.823,64
0,63 15.439,14
0,14 1.472,29 3.517,84 505,56
1.172,46 1.717,40 2.012,92 3.321,36 2.470,22
15.678,70 3,75
27.842,97 6,65
Sangat Curam (>40%)
3.838,80
5.631,34 12.871,63 5.298,00 5.948,54 7.786,68 12.173,63 1.788,08 2.569,67
15.910,98 2.378,52 1.810,50 59.698,69 1.367,38 319,21 3.521,36 28.919,96 3.001,47 5.829,36
204.554,00 81.131,89 19,38
4.888,04 131.487,27 3,41
Sumber: Diolah dari Peta Ketinggian Tempat, 2012 * Data masih bergabung kecamatan lama (sebelum pemekaran)
38
RENCANA PENANGGULANGAN Gambar 7 PETA KEPADATAN
39
C.
Fisiografi Wilayah
Dataran rendah di bagian selatan terdapat terletak sejak dari pesisir pantai Kecamatan Pasieraja, Kluet Utara, Kluet Selatan, bagian selatan Kecamatan Bakongan, Bakongan Timur, Trumon dan Trumon Timur. Dataran rendah sebagian besar berada di Kecamatan Trumon dan Trumon Timur yang merupakan rawa trumon, dimana sebagian Rawa Trumon masuk kedalam Suaka Margasatwa Rawa Trumon. Hamparan dataran rendah di bagian hilir dan lembah Krueng Kluet yang merupakan dataran rendah yang sangat produktif untuk produksi tanaman pangan saat ini. Sebagian dataran rendah ini juga sangat rawan banjir bila curah hujan tinggi. Pegunungan bagian utara terletak di bagian utara Kecamatan Labuhan Haji, Labuhan Haji Barat, Labuhan Haji Timur, Meukek, Sawang dan Kluet Tengah yang merupakan lereng Gunung Leuser. Ketinggian paling tinggi pada lereng gunung leuser mencapai 3200 meter dari permukaan laut yang terletak di bagian utara Kecamatan Tengah. Pergunungan bagian utara ini merupakan rangkaian bukit barisan dan komplek Gunung Leuser. Sebagian besar pergunungan ini masuk dalam wilayah Taman Nasional Gunung Leuser. Perbukitan bagian tengah terletak di bagian tengah dan utara Kecamatan Samadua, Tapaktuan dan Pasieraja, bagian selatan Kecamatan Kluet Tengah, bagian utara dan timur Kecamatan Kluet Timur. Perbukitan ini dipisahkan oleh aliran Krueng Kluet. Elevasi tertinggi pada perbukitan bagian tengah ini mencapai 1200 meter dari permukaan laut. Sebagain besar lahan perbukitan bagian tengah ini berada dalam kawasan hutan lindung. Perbukitan bagian selatan terletak di bagian utara Kecamatan Bakongan, Bakongan Timur dan Trumon Timur. Perbukitan ini merupakan rangkaian perbukitan bukit barisan yang menyambung dari perbukitan bagian tengah di Kabupaten Aceh Selatan. Elevasi tertinggi berada pada 1000 meter dari pemukaan laut. Sebagian besar wilayah perbukitan bagian selatan ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Hutan Lindung, Hutan Produksi Tetap dan Hutan Produksi Terbatas. D.
Klimatologi
Berdasarkan Atlas Iklim Pertanian Indonesia (Balitklimat 2007) yang disusun berdasarkan data klimatologi dari Tahun 1971-2000 menggunakan kombinasi klasifikasi iklim Oldeman dan Smith-Ferguson, pola iklim di Kabupaten Aceh Selatan sebagian besar berpola IVC (97.9%) dan hanya sebagian kecil yang berpola IIIC (2.1%) di bagian utara Kecamatan Kluet Tengah. Pola Iklim IVC mempunyai bulan kering berturut-turut kurang dari 3 bulan dan bulan basah berturut-turut 7-9 bulan, sehingga dapat ditanami padi umur pendek dua kali setahun dan satu kali palawija. Sedangkan pola Iklim IIIC mempunyai curah hujan 2000–3000 mm.tahun-1 dan mempunyai bulan kering berturut-turut kurang dari 4 bulan dan bulan basah berturut-turut 6-8 bulan sehingga dapat ditanami sekali padi dan sekali palawija tetapi penanaman jangan pada bulan kering. Sebaran zona iklim di Kabupaten Aceh Selatan disajikan pada Gambar berikut. 40
Sebaran curah hujan di Kabupaten Aceh Selatan berkisar dari 2500-3750 mm/tahun Curah hujan tertinggi 3500–3750 mm.tahun-1 terjadi di Sebelah Selatan Kecamatan Kluet Selatan, Sebelah Selatan Kecamatan Trumon dan Trumon Timur, sedangkan yang terendah 2500–2750 mm.tahun-1 terjadi di Sebelah Timur Laut Kecamatan Trumon Timur. Sebagian Besar curah hujan Kabupaten Aceh Selatan 3250–3500 mm.tahun-1 atau 54.32% luas wilayah Kabupaten Aceh Selatan dan hampir jatuh di setiap kecamatan. Sebaran curah hujan Kabupaten Aceh Selatan disajikan pada gambar peta sebaran hujan, sedangkan tabel distribusi curah hujan setiap kecamatan disajikan pada tabel berikut. Curah hujan di wilayah lumbung beras, yaitu: Kecamatan Kluet Utara, Kecamatan Pasie Raja, dan Kecamatan Kluet Selatan berkisar antara 3250-3750 mm.tahun-1. Ketersediaan air yang berlimpah ini harus dapat dikelola untuk memenuhi kebutuhan produksi pangan, terutama untuk sumber air irigasi.
41
Tabel 8 Luas Sebaran Curah Hujan di Kabupaten Aceh Selatan No.
Kecamatan
Ibu Kota Kecamatan
1. Trumon Trumon 2. Trumon Timur Krueng Luas 3. Trumon Tengah* Ladang Rimba 4. Bakongan Bakongan 5. Bakongan Timur Pasie Seubadeh 6. Kota Bahagia* Bukit Gadeng 7. Kluet Selatan Suaq Bakong 8. Kluet Timur Paya Dapur 9. Kluet Utara Kota Fajar 10. Pasieraja Kampung Baru 11. Kluet Tengah Koto Manggamat 12. Tapaktuan Tapaktuan 13. Samadua Samadua 14. Sawang Sawang 15. Meukek Kota Buloh 16. Labuhan Haji Labuhan Haji 17. Labuhan Haji Timur Tengah Peulumat 18. Labuhan Haji Barat Blang Keujeren Kabupaten Aceh Selatan Tapaktuan Persentase Sumber: Diolah dari Curah Hujan 2012
Luas (Km2) 440,78 432,95 324,86 91,13 128,09 183,52 152,11 263,27 146,56 567,29 284,72 92,68 96,7 182,67 408,39 43,74 85,38 80,25 4.005,10 100,00
2500-2750 (ha) 89,16
Luas Distribusi Curah Hujan (mm/tahun) 2750-3000 3000-3250 3250-3500 (ha) (ha) (ha) 2.625,82 17.977,60 13.015,53 24.619,04 21.628,31 39,42
89,16 0,02
1.108,05
31.779,23
866,05 72,91 47,99 220,86 15.331,39 3,66
31.132,32 39.338,62 5.310,09 8.869,08 8.683,14 124.396,80 29,72
3500-3750 (ha) 27.674,58 7.932,96
18.332,48 9.961,41
1.245,10 8.683,59
5.607,92 45.992,00 7.370,00 10.037,00 46,063,73 10.203,00 10.666,00 16.648,68 6.328,34
5.855,08
530,93 227.347,40 54,32
51.391,31 12,28
* Data masih bergabung kecamatan lama (sebelum pemekaran)
42
E.
Jenis Tanah
Jenis tanah regosol merupakan jenis tanah yang paling sedikit berdasarkan luas sebarannya, yaitu berada di bagian utara Kecamatan Labuhan Haji, Labuhan Haji Barat dan Labuhan Haji Timur yang merupakan lereng Gunung Leuser. Sedangkan jenis tanah andosol menyebar di bagian utara Kecamatan Labuhan Haji, Labuhan Haji Timur, Labuhan Haji Barat, Meukek dan Kluet Tengah yang merupakan lereng Gunung Leuser. Jenis tanah Komplek Rensing dan Litosol tersebar di bagian tengah Kecamatan Labuhan Haji, Labuhan Haji Barat, Labuhan Haji Timur dan Meukek. Sementara itu penyebaran jenis tanah Komplek podsolik coklat, Podsol dan Litosol terdapat di bagian utara Kecamatan Kluet Tengah. Jenis tanah Komplek Podsolik Merah Kuning, Latosol dan Litosol menyebar hampir di seluruh Kecamatan di Kabupaten Aceh Selatan, terutama pada bagian utara dan barat Kecamatan Kluet Tengah, sebagian besar wilayah Kluet Timur serta bagian utara Kecamatan Bakongan, Bakongan Timur, Trumon dan Trumon Timur. Sebagian besar wilayah penyebaran Komplek Podsolik Merah Kuning, Latosol dan Litosol merupakan morfologi lahan yang berbukit dan bergununggunung. Sedangkan jenis tanah Organosol dan Gle Humus menyebar di bagian selatan Kecamatan Kluet Utara, Kluet Selatan, Bakongan dan Bakongan Timur serta sebagian besar wilayah Kecamatan Trumon dan Trumon Timur yang berada dalam Kawasan Suaka Margasatwa Rawa Trumon. Jenis tanah Podsolik Merah Kuning (PMK) menyebar dari utara sampai ke selatan dari Kabupaten Aceh Selatan. Penyebaran jenis tanah PMK terdapat pada bagian selatan Kecamatan Labuhan Haji, Labuhan Haji Barat, Labuhan Haji Timur, Kluet Tengah dan Meukek. Jenis tanah PMK juga menyebar seluruh lahan pada Kecamatan Sawang, Samadua, Tapaktuan dan Pasieraja. Jenis tanah PMK juga terdapat pada bagian tengah Kecamatan Bakongan dan Bakongan Timur serta pada bagian utara Kecamatan Trumon dan Trumon Timur.
F.
Sistem Lahan
Sistem lahan Kabupaten Aceh Selatan sebagian besar terdiri dari sistem lahan Bukit Pandan (BPD) dengan morfologi lahan berupa punggung-punggung gunung metamorfik dan terjal, yang menyebar di Kecamatan Labuhan Haji, Labuhan Haji Timur, Labuhan Haji Barat, Meukek, Kluet Tengah, Kluet Timur, dan Bakongan Timur. Sistem lahan Mendawai (MDW) menyebar di Kecamatan Trumon dan Trumon Timur. Bukit Balang (BBG) dengan morfologi lahan berupa punggung-punggung gunung tak teratur di atas batuan vulkanik berbasal. Sistem lahan ini menyebar di seluruh kecamatan. Sistem lahan Telawi (TLW) dengan morfoligi lahan berupa pungung-punggung gunung granit dan terjal. Sistem lahan TLW menyebar diseluruh kecamatan kecuali Kecamatan Trumon Timur, Pandreh (PDH) berada di Kecamatan Bakongan Timur, Trumon, Trumon Timur, Kluet Selatan dan Kluet Timur. Sementara sistem lahan Gunung Gadang (GGD) dengan morfologi lahan berupa punggung-punggung gunung berkarst yang 43
teramat panjang di atas marmer. Sistem lahan ini berada di Kecamatan Meukek, Sawang, Samadua, Pasieraja, Kluet Utara, dan Bakongan. Sedangkan sistem lahan Bukit Ayun (BYN) dengan morfologi lahan berbentuk sistem punggung endapan bertufa yang sangat curam, berada di Kecamatan Meukek, Kluet Timur, Bakongan Timur dan Trumon. Sistem lahan Kabupaten Aceh Selatan . G.
Lithologi
Pada Peta lithologi Kabupaten Aceh Selatan menjelaskan sebagian besar batuan dasar wilayah Kabupaten Aceh Selatan tersusun dari batuan gunung api, batuan sedimen dan meta sedimen serta batuan terobosan. Batuan gunung api terdiri dari andesite, Tuff dan vulcanic rock. Sebaran andesite terdapat hampir seluruh kecamatan yang membentang dari utara Kecamatan Labuhan Haji Barat sampai ke Bakongan. Batuan tuff terdapat di trumon timur, sedangkan vulcanic rock terdapat di bagian selatan Kecamatan Bakongan Timur, bagian utara Kecamatan Trumon dan Trumon Timur. Batuan sedimen dan meta-sedimen terdiri dari arrenite-sandstone, boulder-
sandstone, calcilutites, conglomerate, gravel, meta-limestone, microgabro, sandstone dan sandstone-siltstone. Batuan sedimen dengan penyebaran terluas adalah arrenite-sandstone yang terdapat di bagian utara Kecamatan Labuhan Haji Barat, Labuhan Haji, Labuhan Haji Timur, Meukek, Sawang, Bakongan Timur, sebagian besar Kecamatan Kluet Tengah dan Kluet Timur. Bouldersandstone terdapat di dataran rendah dan sepanjang aliran sungai dan muara sungai serta di pesisir pantai yang menyebar di Kecamatan Labuhan Haji Barat, Labuhan Haji, Labuhan Haji Timur, Meukek, Sawang, Samadua, Tapaktuan, Pasieraja, sepanjang aliran Krueng Kluet serta sebagian besar rawa dan pesisir di Kecamatan Bakongan, Bakongan Timur, Trumon dan Trumon Timur. Sebaran batuan sedimen dan meta-sedimen selengkapnya disajikan pada peta lithologi Kabupaten Aceh Selatan. Batuan teroboson terdiri dari diorite dan granite. Diorite terdapat di Kecamatan Bakongan Timur dan Trumon sedangkan granite menyebar di Kecamatan Labuhan Haji Timur, Labuhan Haji, Labuhan Haji Barat, Meukek, Sawang, Samadua, Tapaktuan, Kluet Tengah, Kluet Timur dan Bakongan.
44
RENCANA PENANGGULANGAN Gambar 8 PETA ZONA IKLIM
45
RENCANA PENANGGULANGAN Gambar 9 PETA SEBARAN CURAH
46
RENCANA PENANGGULANGAN Gambar 10 PETA JENIS TANAH
47
RENCANA PENANGGULANGAN Gambar 11 PETA SISTEM LAHAN
48
RENCANA PENANGGULANGAN Gambar 12 PETA LITHOLOGY
49
4.2
POTENSI SUMBER DAYA PERTAMBANGAN
Sumberdaya bahan galian di wilayah Kabupaten Aceh Selatan meliputi bahan galian golongan A, B, dan C. Sebaran bahan galian masing-masing golongan tersebut adala sebagai berikut:
50
Tabel 9 Sebaran Potensi Pertambangan Di Wilayah Kabupaten Aceh Selatan No
Sumber Galian
Lokasi
I. 1.
GALIAN GOLONGAN A (STRATEGIS) Gas Alam Kecamatan Trumon.
2.
Batu Bara
3.
Timah Hitam
II. 1.
GALIAN GOLONGAN B (VITAL) Emas •Krueng Baro Kecamatan Labuhanhaji. •Desa Mutiara Kecamatan Sawang. •Sorotan Kecamatan Kluet Utara. •Manggamat, Kecamatan Kluet Tengah. •Kecamatan Labuhanhaji Timur. •Kecamatan, Samadua. •Terbangan, Kecamatan Pasie Raja Tembaga •Lhok Bengkuang Kecamatan Tapaktuan. •Sorotan Kecamatan Kluet Utara. •Krueng Peulumat, Drien Jala, Jambo Peupen Kecamatan Labuhanhaji. Besi •Krueng Sikulait dan Alur Paku Kecamatan Sawang. •Sorotan, Kecamatan Kluet Utara. •Kecamatan Tapaktuan. •Kecamatan Labuhanhaji Barat •Kecamatan Trumon. •Kecamatan Pasie Raja. •Kecamatan Meukek. •Kecamatan Trumon Timur. •Kecamatan Labuhanhaji. •Kecamatan Kluet Tengah. GALIAN GOLONGAN C
2.
3.
III.
•Ladang Tuha Kecamatan Pasie Raja. •Panjupian Kecamatan Tapaktuan. •Kluet Timur. •Alur Paku Kecamatan Sawang.
Keterangan Sampai tahun 2004/2005, lokasi ini baru tahap identifikasi dan rencana pemetaan oleh pihak Departemen Pertambangan. Sampai tahun 2004/2005, alokasi potensi sumber batu bara di kawasan ini menunggu studi Amdal dan rencana pembukaannya. Studi Amdal dan indentifikasi alokasi sumber timah hitam. Sudah ada tahapan kegiatan dalam pembangunan potensinya, yaitu pada tahap eksplorasi dan eksploitasi.
Sampai tahun 2004/2005, alokasi potensi sumber tembaga di kawasan ini menunggu studi Amdal dan rencana pembukaannya. Tahapan kegiatan yaitu PU/SKIP dan eksplorasi.
51
No
Sumber Galian
1.
Granit
2.
Marmer
3.
Pasir dan Batu (Sirtu)
4.
Andesit
5.
Diorit
6. 7.
Mangan Tanah Urug
IV. 1.
Lokasi
Keterangan
•Kecamatan Kluet Utara. •Kecamatan Tapaktuan. •Kecamatan Samadua. •Kecamatan Sawang. •Kecamatan Kluet Utara. •Kecamatan Tapaktuan. •Kecamatan Samadua. •Kecamatan Sawang. •Labuhanhaji Barat. •Sebagian besar alokasi Galian C ada di sekitar sungai di wilayah Kabupaten Aceh Selatan. Kecamatan Meukek
Informasi awal sampai tahun 2005. Untuk pengembangannya belum ada informasi dan data yang lengkap bagi potensi galian golongan C jenis Granit. Sebagian kecil sudah digali oleh masyarakat daerah setempat.
•Belum teridentifikasi secara untuk kawasan diorit. •Kecamatan Bakongan. •Kecamatan Sawang. •Kecamatan Labuhanhaji. •Kecamatan Tapaktuan.
GALIAN INDUSTRI Batu Gamping
Kecamatan Meukek
2.
Pasir Kwarsa
Kecamatan Meukek
3.
Batu Apung
Belum terdata dengan baik
menyeluruh
Sudah dimanfaatkan dan digali oleh masyarakat sebagai kegiatan ekonomi tambahan. Belum dibudidaya usahakan secara permanen melainkan diusahakan secara perorangan, guna kegiatan ekonomi tambahan. Data dan informasi belum lengkap. PU/SKIP. Volume dan kapasitasnya belum terdata dengan baik.
Sebagian kecil sudah digali oleh masyarakat daerah setempat. Volume dan kapasitasnya belum terdata dengan baik. Informasi dan data tidak lengkap.
Sumber: Data RTRW Kab.Aceh Selatan,2012
52
RENCANA PENANGGULANGAN Gambar 13 PETA KAWASAN
53
4.3
POTENSI EKONOMI WILAYAH
Apabila dikelompokkan, perekonomian Kabupaten Aceh Selatan menjadi 3 sektor PDRB yaitu sektor primer, sekunder dan tersier, sumbangan terbesar diberikan oleh kelompok Sektor Primer kemudian disusul oleh Sektor Sekunder dan terakhir Sektor Tersier untuk tahun 2000-2007. Berikut ini Tabel III.8 hasil identifikasi terhadap sektor unggulan dan potensial dari PDRB tahun 2000 dan 2007, dan Tabel III.8 besaran kontribusi di setiap sektor di tahun 2000–2007.
Tabel 10 Identifikasi Sektor Uunggulan dan Potensial Di Kabupaten Aceh Selatan No
Lapangan Usaha
1.
Pertanian
2.
Pertambangan Penggalian
3.
Industri Pengolahan
4.
Listrik dan Air Minum
5.
Bangunan/Konstruksi
6.
Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi
7.
dan
8.
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
9.
Jasa - Jasa
Struktur
SEKTOR PRIMER
Lpe (%) 2000 2007
43,09
43,71
17,75
17,60
39,15
36,68
SEKTOR SEKUNDER
SEKTOR TERSIER
Pertumbuhan Proporsional Dari Lapangan usaha Pertanian mempunyai nilai kontribusi yang dominan terhadap pembentukan PDRB, sehingga sektor kegiatan ini menjadikan sektor basis ekonomi wilayah. Pertumbuhannya cepat (nilai turun) Pertumbuhannya cepat (nilai turun) Pertumbuhannya lambat (nilai stabil) Pertumbuhannya lambat (nilai turun) Tumbuh cepat dan berpengaruh + Tumbuh cepat berpengaruh + Tumbuh lambat berpengaruh -
dan &
Sumber: Data RTRW Kab.Aceh Selatan,2012
54
BAB 5 ANALISIS PERENCANAAN 5.1
KEBENCANAAN
DI
WILAYAH
ANALISIS POTENSI BENCANA ALAM DI KABUPATEN ACEH SELATAN
5.1.1
Bencana Alam Gerakan Tanah / Longsor
Tipe gerakan longsor yang terjadi adalah tipe sliding atau gelincir karena umumnya terjadi pada material vulkanik, kemudian tipe nendatan atau rayapan yang terjadi pada jenis batuan lempung dan vulkanik, adalah sebagai berikut: a.
b.
c. d.
e. f.
g.
Identifikasi morfologi dan endapan~endapan longsor masa lalu dengan metoda geologi teknik/geoteknik, untuk memperhitungkan kemungkinan kejadian longsor kembali yang mengancam pemukiman atau prasarana penting. Identifikasi faktor pengontrol yang dominan mengganggu kestabilan lereng, serta kemungkinan faktor pemicu seperti gempa bumi, badai/hujan deras, dan sebagainya. Pemetaan topografi untuk mengetahui tingkat kelerengan. Pemetaan geologi untuk mengetahui stratigrafi lereng, mengetahui jenis tanah dan batuan penyusun lereng dan sifat keteknikannya, serta mengetahui sebaran tanah/batuan tersebut. Pemetaan geohidrologi untuk mengetahui kondisi air tanah. Pemetaan tingkat kerentanan gerakan massa tanah/longsoran dengan cara mengkombinasikan atau menampalkan hasil penyelidikan di point 1) dan 2), serta hasil pemetaan Identifikasi pemanfaatan lahan yang berupa daerah tanah urugan, timbunan sampah atau tanah. Antisipasi bahaya longsor susulan pada endapan longsoran yang baru terjadi.
55
Tabel 11 Korelasi Antara Tipe Gerakan Tanah Dengan Jenis Batuan Dasar Geologi Massa batuan (beku, sedimen ataupun lava)
Batuan metamorf (filit, slate, sekis) Batuan sedimen berlapis -
lapisan datar
-
lapisan miring
- serpih dan lempung pantai Tanah residual dan koluvial lapisan tebal
Bentuk dan tipe longsoran - Runtuhan, baji dan jungkiran - Keruntuhan disepanjang kekar, rekahan dan perlapisan - Luncuran bongkah (block guide) - Longsoran disepanjang struktur foliasi Pengaruh derajat pelapukan sangat tinggi Rotasi, longsor disepanjang bidang lapisan Luncuran bongkah lapisan akibat retakan Rotari, progresif - rotari dan progresif - longsoran debris, avalance atau rayapan
-
lapisan tipis menumpang diatas lapisan batuan Tanah alluvial - non kohesif - kohesif - berlapis
- aliran atau rayapan - rotasi dan translasi - rotasi translasi
Tabel 12 Frekuensi Gerakan Tanah Berdasarkan Jenis Batuannya Di Indonesia No 1 2 3 4 5 6 7 8
Jenis litologi Breksi Batu pasir tufaan Lempung Andesit Lava Batu gamping Batu lanau / malihan Tufa / batu apung
Persentase kejadian (%) 47 30 11 6 5 2 1 1
Keterangan
Sumber: Pusat Vulkanologi dan Bencana Geologi, 2008
Tabel 13 Kejadian Gerakan Tanah Berdasarkan Tipe Gerakannya Di Indonesia No 1 2 3 4 5
Jenis gerakan Longsoran Nendatan / retakan / rayapan Longsoran + banjir bandang Runtuhan batu Longsoran sampah
Persentase kejadian (%) 62 21 12 4 1
keterangan
Sumber: Pusat Vulkanologi dan Bencana Geologi, 2008
56
Tabel 14 Kejadian Gerakan Tanah Berdasarkan Kemiringan Lerengnya Di Indonesia No 1 2 3 4
Besar Kemiringan Lereng Kemiringan Kemiringan Kemiringan Kemiringan
27º - 36 º > 36 º 17 º - 27 º 9 º - 17 º
Persentase kejadian (%) 62 21 12 4
keterangan
Sumber: Pusat Vulkanologi dan Bencana Geologi, 2008
5.1.2
Potensi Bencana Alam Gerakan Longsor
Daerah yang rawan terhadap longsor di Kabupaten Aceh Selatan meliputi wilayah perbukitan dengan prosentase terbesar terdapat pada daerah perbukitan karena memiliki kelerengan yang lebih tinggi dan sangat rentan terhadap longsor khususnya disekitar wilayah tenggara Kabupaten Aceh Selatan serta wilayah disepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS). Bentuk penanggulangan terhadap terjadinya bencana longsor adalah:
Pencegahan yaitu segala upaya dan kegiatan yang dilaukan untuk meniadakan sebagian atau seluruh akibat bencana.
Mitigasi, yaitu upaya yang dilakukan untuk mengurangi atau memperkecil ancaman bencana. Tabel 15 Tipologi Kawasan Rawan Bencana Longsor Zona Tipe A
Zona Tipe B
Zona Tipe C
Zona berpotensi longsor pa da daerah lereng gunung, lereng pegunungan, lereng bukit, lereng perbukitan, dengan kemiringan lereng di atas 30 %, dengan ketinggian di atas 1000 mdpl.
Zona berpotensi longsor pada daerah kaki gunung, kaki pegunungan, kaki bukit, kaki perbukitan, dengan kemiringan lereng 16% sampai dengan 30 %, dengan ketinggian: 500 m dpl sampai dengan 1000 m dpl.
Zona Berpotensi longsor pada daerah dataran tinggi, dataran dataran rendah, dataran tebing sungai, lembah sungai, dengan kemiringan lereng ≤ 15%, dengan ketinggian 0 mdpl sampai dengan 500 mdpl.
A.
Analisis Bencana Alam Longsor
Seseuai arahan rencana tata ruang Wilayah Kabupaten Aceh Selatan (pola ruang wilayah Kabupaten) yang meliputi kawasan lindung dan budidaya. Kawasan lindung secara umum merupakan kawasan yang telah ditetapkan dengan fungsi lindung. Aspek kelerengan dan kemiringan khususunya kawasan yang memberikan perlindungan dibawahnya (kawasan hutan lindung) memiliki skor kelerengan >40% dan kawasan ini berpotensi tinggi/ sering mengalami longsoran (tanah longsor). Kawasan ini merupakan daerah rentan perubahan, 57
dengan kelerengan >40%, solum tanah dangkal, tutupan lahan rendah, dan struktur geologi labil.
B.
Kejadian Alam Bencana Longsor
Lokasi longsor terjadi, Secara geografis terletak pada kawasan yang relative datar dan Terjadi longsor pada sisi tepi sungai jalan (terutama tepian badan sungai) dan pada wilayah berbukit: Tabel 16 Kawasan Rawan Bencana di Kabupaten Aceh Selatan No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Lokasi
Kecamatan
Subarang Madat Air Sialang Suaq Bakung Sialang Kapeh Pulo Ie Kedai Runding Pasi Merapat Ujung Pasir Rantau Binuang Ds. Indra Damai Ds. Lhok Rukam Jambo Apha
Samadua Samadua Samadua Kluet Selatan Kluet Selatan Kluet Selatan Kluet Selatan Kluet Selatan Kluet Selatan Kluet Selatan Kluet Selatan
DAS DAS DAS DAS DAS DAS DAS DAS DAS DAS DAS
Kluet Selatan Tapaktuan Tapaktuan
Erosi dan Banjir Erosi Erosi
Erosi Erosi pantai dan tanah Erosi dan banjir
Ds. Ds. Ds. Ds. Ds. Ds. Ds. Ds. Ds. Ds. Ds.
Kondisi Topografi Lokasi
Tapaktuan
16. 17.
Ds.Gunung Kerambil Ds. Panton Luas Lhok Keutapang
DAS DAS a. Terletak di pinggir pantai Sarullah. b. Masyarakat banyak bermukim di sekitar bukit-bukit yang rawan longsor. c. Terletak di pinggir bukit barisan -
Tapaktuan Tapaktuan
-
18.
Ds. Jambo Papeun
Meukek
DAS
15.
Jenis Bencana
Erosi Erosi Erosi Erosi Erosi Erosi Erosi Erosi Erosi Erosi Erosi
dan dan dan dan dan dan dan dan dan dan dan
banjir banjir banjir banjir Banjir Banjir Banjir Banjir Banjir Banjir Banjir
Erosi
Sumber: Hasil Olahan * Data masih bergabung kecamatan lama (sebelum pemekaran)
C.
Pengolahan dan Analisa Data
Berdasarkan data yang diperolah di lapangan, kejadian bencana longsor di Kabupaten Aceh Selatan, Kecamatan Samadua, Kluet Selatan, Sawang, 58
Trumon, Kluet Utara, Trumon Timur, Kluet Timur, Tapak Tuan dan Meukek terjadi dikarenakan hal berikut: 1. Hujan yang berlangsung menerus selama beberapa hari membuat wilayah tersebut tanahnya jenuh dengan air, membuat tanah tidak dapat lagi menyerap air, sehingga air hujan menjadi air permukaan. Air permukaan ini bergerak menuruni bukit dengan membawa serta tanas dan dedaunan yang memicu terjadinya longsor. 2. Akibat densiatas air yang cukup tinggi debit air permukaan dan air yang mengalir kesungai menjadi tinggi dengan topografi yang relatif berbeda mendorong laju arus air menjadi deras, dan umumnya disepanjang alur sungai terutama tebing sungai yang tidak memiliki struktur tanah yang kuat/labil cenderung akan terjadi erosi/longsor dengan volume jatuhan tanah yang cukup besar. 3. Jenis tanah pada lokasi longsor pada umumnya adalah deposit material vulkanik yang telah lapuk dan banyak terdapat kekar kekar, menyebabkan secara fisik mudahmenyerap air dan bersifat lepas yang memudahkannya longsor bila jenuh dengan air. 4. Tipe gerakan lereng yang terjadi adalah pada lereng galian dengan jenis keruntuhan permukaan seperti yang terjadi pada lokasi pengamatan. 5. Pada umumnya daerah yang mengalami longsor memiliki kemiringan yang cukup tinggi. 6. Untuk lokasi Kecamatan Aceh Selatan, secara struktur lereng cukup stabil, hanya untuk mengurangi dampak terjangan aliran permukaan yang membawa material lumpur diperlukan: Tanggul penahan air tepat di bawah lereng yang berbatasan dengan pemukiman penduduk. Tebing yang gundul ditanami tanaman peneduh agar air hujan dapat menyerap ke tanah dan mengurangi erosi. Di sebelah atas bukit dibuatkan tanggul penahan aliran air, sehingga bila terjadi hujan air dapat dialirkan menjauhi perkampungan 7. Kriteria dan penetapan kawasan bencana longsor mengacu pada Permen PU nomor 22/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor.Untuk menunjang tujuan tersebut, maka upaya yang akan dilakukan antara lain: Menciptakan infrastruktur yang khusus di daerah rawan bencana sehingga nilai investasi yang telah ditanam tidak terlalu sia-sia dan daerah tersebut dapat berkembang sesuai dengan sumber daya yang dimiliki. Menciptakan peraturan zonasi, peraturan bangunan, membatasi kebebasan membangun pada daerah-daerah yang dianggap rawan bencana secara optimal. Mempertimbangkan kestabilan lereng dalam perencanaan, perancangan, dan pengembangan lokasi bangunan. 59
Pengendalian pemanfaatan lahan garapan pada daerah-daerah perbukitan dan pegunungan. Mempertahankan dan merevitalisasi kawasan mangrove/bakau sebagai barier area untuk mitigasi. Menyediakan ruang untuk evakuasi berupa ruang terbuka hijau Tidak mencetak pertanian lahan basah (sawah) pada kawasan terjal. Menyusun rencana zonasi yang meliputi peraturan zonasi dan peta zonasi.
60
Gambar 3 Kawasan Konservasi Rawan Bencana Longsor
61
62
63
64
65
66
5.1.3
Analisis Bencana Kegempaan
Gempa merupakan kejadian retaknya batuan di dalam kerak bumi, bila kekuatannya cukup kuat dan kedalamannya dangkal, maka goncangan gempa tersebut akan segera disusul oteh retaknya batuan di permukaan. Kejadian gempa tersebut akan mengakibatkan dampak diantaranya goncangan, gejala ini akan menimbulkan beberapa dampak sebagai berikut: a.
Goncangan gempa menyebabkan hancurnya semua jenis bangunan, akibat pergeseran pondasi atau kegagalan pondasi dan daya tahan bangunan tersebut.
b.
Terjadi peluluhan (liquefaction), khususnya di wilayah endapan sungai atau pantai yang belum padat tanahnya menyebabkan bangunan ambles atau miring. Gejala yang tampak berupa letusan lumpur dan atau timbulnya mata air baru.
c.
Kompaksi, hal Ini terjadi di tempat yang endapannya belum kompak.
Skala intensitas dibuat semula oleh Rossi dan Forrel pada tahun 1883, yang diikuti sekarang dibuat oleh Guiseppe Mercalli (1902) dan dimodifikasi oleh H.O Wood dan Frank Neumann (1931), dan terus disempurnakan hingga sekarang ini seperti pada Tabel berikut ini.
Tabel 17 Skala Intensitas Mercalli Yang Disempurnakan (Skala MMI) Skala
Keterangan
I
Getaran tidak dirasakan kecuali dalam keadaan luar biasa oleh orang tertentu saja. Getaran dirasakan orang tertentu. Benda-benda ringan yang bergelantungan. Getaran dirasakan nyata di dalam, terasa seakan-akan truk lewat. Pada siang hari dirasakan oleh banyak orang di dalam rumah, di luar hanya oleh orang tertentu saja. Barang pecah belah, jendela, pintu gemerincing, dinding berbunyi karena pecah-pecah. Getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk. Barang pecah belah, jendela dan sebagainya pecah, barang-barang terpelanting pohon, tiang dll tampak goyang. Bandul lonceng jam dapat terhenti. Getaran dirasakan oleh semua orang, kebanyakan terkejut dan lari keluar. Plaster dinding jatuh serta cerobong asap pabrik rusak ringan. Semua orang ke luar rumah, kerusakan ringan pada rumah dan bangunan yang konstruksinya tidak baik maupun yang baik. Cerobong asap pabrik pecah atau retak-retak. Getaran dapat dirasakan oleh orang yang naik kendaraan. Kerusakan ringan pada bangunan-bangunan yang konstruksi baik. Retak-retak pada bangunan yang kuat. Dinding dapat lepas dari kerangka rumah. Cerobong asap pabrik dan monumen-monumen roboh serta air menjadi keruh. Kerusakan pada bangunan-bangunan yang rangkanya kuat, rumah menjadi tidak tegak (lurus). Banyak retakan pada bangunan-bangunan yang konstruksinya kuat. Bangunan rumah bergeser dari pondasinya. Pipa di dalam tanah menjadi putus. Bangunan-bangunan dari kayu yang kuat rusak, rangka rumah lepas dari pondasinya, tanah terbelah, rel kereta api melengkung, tanah
II III IV
V
VI VII
VIII
IX
X
67
XI XII
bergeser di tebing dan di tanah yang curam. Terjadi gelombang pasang (tsunami). Pipa-pipa di dalam tanah rusak sama sekali, rel kereta api rusak berat. Hancur sama sekali. Gelombang gempa tampak pada permukaan tanah. Pemandangan gelap dan benda-benda terlempar ke udara yang cukup keras.
Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung, Tahun 2002
5.1.4
Bencana Alam Banjir
Banjir terjadi terjadi di Kecamatan Aceh Selatan. Secara geografis banjir terjadi akibat meluapnya Sungai yang berada di pinggir jalan dikarenakan debit air yang tinggi karena wilayah tersebut di guyur hujan deras selama 3 hari atau lebih, ketinggian air hingga 0,5 m dari ketinggian air normal. banjir menerjang pemukiman yang berada di tepi sungai, sawah dan areal pertanian. Berdasarkan data yang diperolah di lapangan, kejadian bencana banjir yang terjadi dikarenakan hal berikut: 1.
2.
3.
4.
Debit air tinggi karena guyuran hujan yang berlangsung menerus selama tiga hari sehingga ketika tanah tidak lagi mampu menyerap air hujan maka air hujan berubah menjadi aliran permukaan yang kemudian masuk ke aliran sungai. Pada lokasi banjir terjadi terjadi di Aceh Selatan, dikarenakan terjadinya penyempitan tepi sungai sungai. Di sebelah barat digunakan sebagai tempat tinggal/bangunan, dan di sebelah timur digunakan sebagai lahan pertanian, ditambah lagi pada daerah tersebut daerahnya relatif datar dengan tipe sungai yang berbelok belok. Pada lokasi di sekitar muara sungai memang tidak bisa dihindari terjadinya banjir apabila di hulu sungai terjadi hujan lebat maka harus bersiap menerima air kiriman. Dan masyarakat sendiri sudah paham betul bagaimana menghadapi keadaan tersebut dengan tidak membangun rumah pada area area menjadi wilayah genangan bila terjadi banjir kiriman. Perlu diwaspadai bila pada musim penghujan debit air sungai dapat meningkat lebih dari 100% dari debit air pada musim kemarau.
5.1.5
Bencana Alam Tsunami)
Gelombang
Pasang
(Tsunami
dan
Bukan
1. Kawasan Rawan Gelombang Air Pasang (Tsunami)
Tsunami adalah gelombang laut yang besar dan terjadi secara tiba-tiba. Faktor penyebabnya karena adanya gempa di laut atau longsoran besar di dasar laut dengan kekuatan > 5 skala Richter dan kedalaman gempa kurang dari 33 km. Gelombang besar tersebut akan naik ke daratan dan menyapu berbagai benda yang dilaluinya. Intensitas bencana gelombang air pasang Tsunami sangat bervariasi karena tergantung pada berbagai faktor, diantaranya: Magnituda gempa bumi (Skala Richter), kedalaman episenter atau pusat gempa, struktur dan jenis batuan, intensitas letusan gunung api di laut, intensitas volume 68
runtuhan di laut, Tsunami dapat terjadi bila sumber gempa terletak di laut pada kedalaman sangat dangkal (< 33 km) dengan kekuatan > 5 Skala Richter. A.
Lokasi
Lokasi yang potensial bencana tsunami adalah wilayah pesisir Kabupaten Aceh Selatan yang berhadapan langsung dengan Samudra Indonesia yang meliputi wilayah Kecamatan Bakongan. B.
Pengolahan dan Analisa Data
Penanggulangan bencana akibat Tsunami pada dasarnya adalah mengurangi dampak sapuan gelombang pasang air laut. Berikut ini adalah beberapa prinsip perencanaan dan perancangan bangunan yang dapat dilakukan untuk memperkecil resiko kerusakan akibat gelombang tsunami, antara lain yaitu sebagai berikut. a)
Menghindar Daerah Terpaan, yaitu sebagai berikut. 1. 2. 3.
Menempatkan bangunan dan insfrastruktur di bagian tapak yang tinggi. Menaikan struktur di atas ketinggian terpaan gerlombang tsunami. Memperkuat podium/feil tempat berpijaknya bangunan.
b)
Memperlambat Arus Air Pasang, teknik memperlambat arus air dapat dilakukan dengan membuat penahan yang dapat memperlambat dan mengurangi daya hancur gelombang, seperti hutan buatan, saluran air, kontur tanah dan jalur hijau (buffer zone).
c)
Membelokkan Kekuatan Air, yaitu teknik pembelokan kekuatan tsunami dengan cara sebagai berikut. 1. 2.
d)
Menggunakan tembok-tembok bersudut dan saluran air. Menggunakan permukaan dengan lapisan yang memudahkan jalannya aliran air.
Menghambat Terpaan Air, yaitu kekuatan gelombang air pasang yang dapat dihambat melalui cara sebagai berikut. 1. 2. 3.
Pemasangan tembok atau konstruksi balok beton di daerah pantai. Terasering (penataan gundukan/tanah curam berbentuk anak tangga). Membuatan struktur parkir dan konstruksi lain yang lebih kokoh, kuat dan stabil.
2. Kawasan Rawan Gelombang Pasang Air Laut (bukan tsunami) Dalam rangka mengurangi resiko bencana seperti tersebut di atas, maka perlu diupayakan beberapa kegiatan/program pembangunan, yaitu: a. b. c.
Pembuatan tanggul laut/pemecah ombak sepanjang lokasi yang berada di pesisir pantai. Penanaman bakau (mangrove). Pengerukan, dll.
69
Tabel 18 Kawasan Rawan Gelombang Pasang (Bukan Tsunami) Di Kabupaten Aceh Selatan No.
Nama Lokasi
Kecamatan
1. 2.
Ds. Kuta Blang Ds. Lhok Pawoh
Samadua Sawang
3.
Ds. Ujung Karang
Sawang
4.
Sawang II
Sawang
5.
Sawang I
Sawang
5.
Ds. Sawang Ba’u
Sawang
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Ds. Kuta Padang Ds. Keude Trumon Ds. Teupin Ds. Raket Ds. Gampong Teungoh Ds. Pasar Lama Ds. Padang Bakau Ds. Pawoh Ds. Apha Ds. Lembah Baru Ds. Batu Itam Kel. Lhok Bengkuang Ds. Gunung Kerambil Kelurahan Pasar
Trumon Trumon Trumon Trumon Trumon Labuhanhaji Labuhanhaji Labuhanhaji Labuhanhaji Labuhanhaji Tapaktuan Tapaktuan Tapaktuan Tapaktuan
20.
Ds. Panjupian
Tapaktuan
21. 22. 23. 24. 25.
Ds. Ds. Ds. Ds. Ds.
Meukek Meukek Meukek Meukek Meukek
Keude Meukek Blang Kuta Tanjung Harapan Labuhan Tarok Aruntunggai
Kondisi Topografi Lokasi Pesisir pantai Di kaki gunung dan pesisir pantai Di kaki gunung dan pesisir pantai Di kaki gunung dan pesisir pantai Di kaki gunung dan pesisir pantai Di kaki gunung dan pesisir pantai Dataran rendah Dataran rendah Dataran rendah Dataran rendah Dataran rendah Pesisir pantai Pesisir pantai Pesisir pantai Pesisir pantai Pesisir pantai Pesisir pantai Pesisir pantai Pesisir pantai Di pinggir pantai dan di pinggir gunung Di pinggir sungai Sarullah, disebelahnya bukit bebatuan, dan sekitarnya banyak terdapat rumah. Pesisir pantai Pesisir pantai Pesisir pantai Pesisir pantai Pesisir pantai
Sumber: Hasil Olahan
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80