TRANSFORM
2013 LAPORAN PENELITIAN
PENGEMBANGAN WADAH BELAJAR PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (WB-PHBM)
Lokasi Studi : PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PROVINSI SULAWESI SELATAN Oleh : Tim Peneliti Alfian Pujian Hadi, SP.,M.Sc Budi Sethiawan, S.Hut,M.Si Dr. Markum, M.Sc Suyono, SE Disampaikan Kepada :
MATARAM, DESEMBER 2013
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga laporan ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Laporan ini menyajikan hasil penelitian tentang “Penjajagan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM) yang dilakukan di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Sulawesi Selatan.” WB PHBM ini diharapkan akan menjadi wadah para pihak yang ingin menambah pengetahuan dan mendapatkan pembelajaran praktis mengenai pengelolaan HKm baik dari aspek kelola kawasan, kelola kelembagaan maupun kelola usaha. Kami dari Lembaga Transform sangat berterima kasih atas dukungan Kemitraan yang telah mendanai kegiatan penelitian ini, juga teman-teman tim peneliti dan pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penelitian ini. Harapan kami, semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi banyak pihak khususnya masyarakat di lokasi penelitian. Kami menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari paripurna, untuk itu masukan dan saran konstruktif dari para pihak sangat kami harapkan dalam rangka penyempurnaan laporan hasil penelitian ini.
Mataram, Desember 2013 Tim Peneliti
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
1
RINGKASAN EKSEKUTIF
PENGEMBANGAN WB-PHBM (WADAH BELAJAR PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT)
I. PENDAHULUAN Proses fasilitasi untuk perijinan dan pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM) telah dimulai sejak tahun 1995. Proses yang dibangun sangat dinamis, dan membutuhkan waktu yang panjang, karena prinsip yang diusung bermuara pada penerapan untuk mengangkat isu-isu demokratis, partisipatif dan kolaborasi para pihak dalam pengelolaan hutan. Hal ini tentu tidak mudah karena selalu akan berhadapan dengan tarik menarik kepentingan dari berbagai pihak yang memiliki posisi dan peran yang sangat beragam. Namun karena ada dorongan dan gerakan yang begitu kuat ke arah itu, maka secara nyata telah memberikan hasil yang signifikan. Dalam implementasinya, program PHBM mengalami situasi yang tidak bisa diartikan berjalan dengan mulus, karena di setiap daerah selalu muncul dinamikanya sendiri, terutama yang berkaitan dengan proses perijinan, distribusi lahan, sistem pengelolaan, kapasitas sumber daya manusia dan instrumen pendukung kelembagaan. Berdasarkan pemikiran tersebut, penting untuk dilakukan kajian tentang pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM). Penelitian ini diperlukan untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif mengenai praktik keberhasilan PHBM di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Sulawesi Selatan, yang hasilnya dapat dijadikan acuan untuk memfasilitasi proses pembelajaran bagi para pihak. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi lokasi praktek PHBM dan merumuskan model kelembagaan yang layak untuk dijadikan WB-PHBM.
II. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di dua lokasi yaitu Pulau Lombok Provinsi NTB, dan Kabupaten Bulu Kumba Provinsi Sulawesi Selatan. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam dan Focus Group Discussion (FGD). Peserta yang terlibat dalam FGD terdiri dari unsur-unsur yang relevan dan terlibat pada pengelolaan PHBM di masing-masing wilayah, antara lain : masyarakat pengelola PHBM, Staf Dinas Kehutanan, LSM, dan tokoh masyarakat. Kebutuhan data dan informasi mencakup profil petani, sejarah perkembangan PHBM, praktek pengelolaan lahan, produksi dan pemasaran, kelembagaan, kebijakan, persepsi petani tentang WB-PHBM, serta infrastruktur pendukung pelaksanaan PHBM.
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
2
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 PHBM di Pulau Lombok 3.1.1 Perijinan dan Sistem Pengelolaan Lahan Peruntukan perijinan praktik PHBM di Pulau Lombok sampai saat ini berupa ijin HKm (Hutan Kemasyarakatan). Lokasi kajian di Pulau Lombok meliputi tiga lokasi yaitu Hutan Sesaot di Kabupaten Lombok Barat, Hutan Batukliang Utara di Kabupaten Lombok Tengah dan Hutan Santong di Kabupaten Lombok Utara. Pengelolaan lahan HKm di tiga tempat tersebut menerapkan sistem agroforestri antara tanaman kayu, buah-buahan dan tanaman semusim. Luas lahan kelola HKm di masing-masing lokasi penelitian cukup bervariasi dengan kisaran 0,25-1 ha. Sistem agroforestri yang dikembangkan dalam lahan HKm oleh petani adalah dengan menanami berbagai jenis tanaman berupa tanaman kayu, MPTs (Multi Purpose Trees Species) dan tanaman semusim. Petani HKm umumnya menanam kayu-kayuan, antara lain Sengon (Falcataria moluccana), mahoni (Swietenia macrophylla); MPTs (buah-buahan dan tanaman serbaguna) seperti durian (Durio zibethinus), rambutan (Nepheliium lappaceum), alpukat (Persea americana), langsat (Lansium domesticum), nangka (Artocarpus heterophyllus), mangga (Mangifera indica), kedondong (Spondias dulcis), kemiri (Aleurites moluccana), sirsak (Annona muricata) dan gliciridia (Gliricidia sepium). Tanaman perkebunan di dominasi oleh kopi dan coklat, dan tanaman semusim meliputi pisang, cabe, terong. Model pemasaran yang dilakukan selama ini dengan menjual langsung komoditi hasil HKm kepada pasar baik melalui pedangang pengumpul maupun ke konsumen akhir sesuai dengan volume produksi. Sampai saat ini, akses informasi dan pasar belum belum terlembaga dengan baik di tingkat kelompok masyarakat. Kondisi inilah yang menjadi salah satu penyebab masih lemahnya posisi tawar petani HKm dalam memasarkan komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dari lahan kelola mereka. Aktivitas kelembagaan yang sangat menonjol di lokasi penelitian pada fase awal adalah upaya kelompok masyarakat dalam rangka mendapatkan legalitas pengelolaan HKm. Untuk saat ini, di tiga lokasi penelitian (Sesaot, Santong dan Aik Berik) telah melewati fase tersebut dan perkembangan terkini aktivitas kelembagaan yang menonjol adalah pengolahan produk hasil HKm beserta pemasarannya. Pada fase ini, berbagai upaya telah mulai dilakukan oleh kelompok tani HKm dalam rangka meningkatkan nilai tambah. Bentuk nyata dari aktivitas tersebut, telah dijumpai produk olahan dari komoditi yang dihasilkan dari lahan HKm yang telah siap dipasarkan seperti keripik pisang, keripik nangka, keripik talas, dan lain-lain. Infrastruktur dalam rangka mendukung pengelolaan HKm sudah cukup tersedia di masingmasing lokasi penelitian. Secara umum, sarana jalan di tiga lokasi penelitian (Sesaot, Santong dan Aik Berik) cukup menunjang aktivitas pemasaran hasil HKm. Selain itu, di Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
3
masing-masing lokasi HKm telah memiliki koperasi yang dihajatkan untuk dapat memfasilitasi para petani HKm dalam memasarkan produk yang dihasilkan dari lahan HKm dengan harapan posisi tawar petani HKm dalam penentuan harga jual produk dapat lebih meningkat dibandingkan jika menjual produk-produk HKm secara perorangan. Namun demikian, peran dari koperasi yang diharapkan tersbut belum dapat berjalan sebagaiamana mestinya dikarenakan beberapa factor utamanya adalah masalah permodalan yang belum dimiliki oleh koperasi tersebut. Dinamika pembangunan HKm di Pulau Lombok sampai dengan saat ini dipengaruhi oleh dukungan penganggaran baik oleh pemerintah maupun donatur. Sebagai gambaran, dalam kurun waktu 3-4 tahun terakhir ini selalu ada alokasi anggaran di SKPD Kehutanan untuk program HKm. Selain alokasi anggaran yang bersumber dari pemerintah (pusat, provinsi maupun kabupaten), dukungan anggaran juga dari lembaga donor yang disalurkan melalui LSM. Beberapa lembaga donor yang teridentifikasi telah memberikan dukungan anggaran kegiatan HKm di Pulau Lombok, antara lain: Ford Foundation, MFP-DFID, World Neighbours, Kemitraan, Samanta, ITTO, Fauna&Flora International, FFI dan WWF Nusa Tenggara. 3.1.2 PHBM yang Dianggap Berhasil Dari aspek budidaya, petani telah mampu menerapkan pola tanam yang dapat mendukung kebutuhan hidup dan memiliki nilai jual yang cukup baik. Keragaman tanaman cukup bervariasi dengan pola kombinasi tanaman yang hampir seragam. Beberapa jenis tanaman dibudidayakan didominasi oleh tanaman MPTs seperti durian, nangka, alpokat, papaya, pisang, kopi, coklat, rambutan, sedangkan untuk tanaman kayu antara lain mahoni, sengon, bajur. Komposisi tanaman di Sesaot dan Aikberik komposisinya adalah 70% tanaman MPTs dan 30% tanaman kayu sedangkan di lokasi HKm Santong komposisinya adalah 70% tanaman kayu dan 30% tanaman MPTs. Dari penyediaan bibit, petani telah mampu melakukan pembibitan sendiri di lokasi HKm untuk menunjang ketersediaan bibit tanaman yang akan digunakan dalam kegiatan penyulaman maupun untuk ditanam di lahan-lahan yang masih memungkinkan untuk ditanami. Jenis tanaman yang dikembangkan oleh petani berorientasi pada jenis-jenis tanaman yang dapat memberikan pendapatan sepanjang tahun. Oleh karena itu, jenis tanaman yang diusahakan ada yang berproduksi harian, mingguan, bulanan dan tahunan Dari aspek ekonomi, nilai produk yang dibudidayakan telah mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga. Di lokasi HKm Sesaot, rata-rata sumbangan dari pengelolaan lahan HKm untuk rumah tangga berkisar Rp 500.000 - 1,5 juta per bulan. Pendapatan petani HKm di Aik Berik berkisar Rp 500.000 - 1 juta per bulan. Namun pendapatan tersebut akan semakin meningkat manakala tiba musim panen durian. Sedangkan untuk petani HKm Santong, pendapatanya lebih besar yaitu berkisar 1,5 - 3 juta perbulan. Pendapatan utama petani HKm Santong bersumber dari panen kakao, kopi dan pisang. Daru aspek pemasaran, produk yang dihasilkan mudah untuk dipasarkan karena terdapat pedagang pengumpul yang siap menampung hasil produksi petani. Selain adanya pedagang pengumpul yang membeli hasil produksi petani, petani juga tidak mengalami kesulitan memasarkan produknya karena tersedia pasar yang siap membeli produk hasil hutan. Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
4
Dari aspek konservasi, pengelolaan lahan HKm telah memberikan efek positif terhadap lingkungan. Dari hasil survey di tiga lokasi penelitian jelas terlihat bahwa sistem penanaman dengan beragam spesies tanaman telah mampu mendukung dan menciptakan kondisi lingkungan yang baik bagi pertumbuhan tanaman lainnya. Hasil-hasil penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa praktik agroforestri di kawasan hutan Sesaot memiliki nilai limpasan permukaan yang kecil (lebih kecil 5%), jumlah karbon cukup tinggi (di atas 120 Mg ha-1), dan bahan organik yang relatif tinggi (4-6 %). Dari aspek kelembagaan, masyarakat terlibat aktif dalam pengelolaan lahan melalui kelompok tani yang dibentuk bersama. Aktivitas kelembagaan yang dilakukan di masingmasing lokasi diantaranya pertemuan secara rutin, sistem gotong royong saat pembersihan lahan, pembuatan batas lahan kelola secara bersama dan penanganan sistem keamanan hutan. 3.1.3
Lokasi yang Layak untuk WB-PHBM di Pulau Lombok
Berdasarkan hasil penelitian, masing-masing lokasi HKm di tiga lokasi (Sesaot, Aik Berik dan Santong) layak untuk dijadikan lokasi WB-PHBM, karena masing-masing lokasi memiliki karakteristik sendiri, sebagaimana deskripsi berikut (Tabel 1). Tabel 1. Keunggulan masing-masing lokasi HKm di P Lombok. No Lokasi HKm Keunggulan 1 Sesaot, Lombok Merupakan cikal bakal praktek PHBM di NTB Barat Pertama kali diterapkannya teknik PRA di NTB Kaya akan pengalaman dan pengetahuan Pemahaman masyarakat tentang HKm telah terbangun cukup lama Kelembagaan masyarakat cukup mendukung (Forum Masyarakat Kawasan Hutan Sesaot, Koperasi Wana Abadi) Praktek jasa lingkungan telah berjalan, yang dipayungi oleh Perda Kabupaten Telah dibangun Pembangkit Listrik Mikro Hidro ( PLTMH) Sejak tahun 2000 menjadi tempat penelitian parapihak dari tingkat lokal, regional, nasional dan internasional 2 Santong, Lombok Kondisi biofisik hutannya masih terjaga dengan baik Utara Memiliki kelembagaan koperasi untuk menampung hasil hutan Pemahaman masyarakat tentang HKm telah terbangun dengan baik Sertifikasi pengelolaan hutan lestari dari LEI Ada komitmen pemda untuk mendukung HKm Memiliki potensi jasa lingkungan berupa terpeliharanya beberapa sumber mata air Sering mendapat kunjungan belajar dari parapihak Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
5
No 3
Lokasi HKm Aik BerikBatukliang Utara, Lombok Tengah
Keunggulan Potensi jasa lingkungan yang baik, ada beberapa sumber mata air dan potensi ekowisata Pemahaman masyarakat tentang HKm telah terbangun dengan baik Kelembagaan pengelolaan HKm yang cukup baik Dukungan pemerintah daerah untuk pengelolaan HKm cukup baik Adanya dukungan program dari beberapa LSM (Transform, FFI) Adanya fasilitas pengolahan dan pemasaran produk hasil hutan (HHBK) yang cukup baik Merupakan jalur trecking menuju Gunung Rinjani Akses transportasi mudah, dan dekat dengan Kota Mataram (± 15 km) Sering mendapat kunjungan belajar dari parapihak (Sekolah lapang) Terdapat Plot percontohan Plan Vivo untuk ujicoba mekanisme insentif cadangan karbon Menjadi Lokasi Pilot Project COICA (REDD+)
Dari hasil analisis, telah diidentifikasi beberapa faktor pendukung pelaksanaan WB-PHBM, antara lain : (1) kebijakan tentang HKm telah diatur dalam bentuk peraturan daerah, (2) adanya perhatian yang cukup besar dari parapihak dalam mengawal pelaksanaan HKm di lapangan, (3) jaringan kerjasama parapihak yang telah terbangun selama ini, serta (4) pemahaman yang semakin baik dari masyarakat sekitar hutan tentang arti pentingnya hutan dan HKm. Namun demikian, ada beberapa faktor yang diprediksi dapat menjadi faktor penghambat pelaksanaan WB-PHBM, antara lain: (1) dukungan anggaran dari pemerintah daerah yang sangat terbatas, (2) praktek ganti rugi dan penelantaran lahan oleh petani HKm, (3) praktek illegal logging yang masih kerap dijumpai di lahan HKm, (4) kapasitas SDM yang belum merata. 3.2 PHBM di Kabupaten BuluKumba 3.2.1 Perijinan dan Sistem Pengelolaan Lahan Penelitian ini dilaksanakan di lokasi Hutan Kemasyarakatan (HKm) Kabupaten Bulukumba di mana berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.363/Menhut-II/2011 menetapkan areal seluas 2.265 Ha sebagai areal kerja HKm. Izin pencadangan ini terletak pada tiga kawasan hutan dengan jumlah kelompok Tani Hutan (KTH) sebanyak 12. Dari 12 KTH HKm yang terdapat di Kabupaten Bulukumba, terdapat 8 KTH yang telah menerima SK IUPHKm, yang terdapat pada dua kawasan, yaitu Kawasan Hutan Anrang seluas 655 Ha dan Kawasan Hutan Bangkeng Bukit seluas 245 Ha. Pada tahun 2012 keluar Keputusan Bupati Bulukumba Nomor : SK 533/XII/2012 tentang pemberian IUPHKm kepada 8 kelompok Tani Hutan (KTH) dengan luas ± 771 Ha. Pada Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
6
umumnya lokasi kelola kelompok pada wilayah yang telah diberikan IUPHKm tersebut, masih didominasi oleh tanaman-tanaman jangka menengah seperti cokelat, cengkeh, lada dan kopi sementara tanaman kehutanan yang ada berupa sengon, gmelina, suren, jati dan mahoni. Rata-rata luas pengelolaan per KK sebesar 1,44 Ha. Dalam upaya meningkatkan pengelolaan HKm, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bulukumba sedang berupaya mengoptimalkan kerjasama dengan BKP3 untuk memberikan penyuluhan untuk memudahkan akses informasi menyangkut aspek pengelolaan lahan sampai pemasaran. Akses informasi yang masih sulit diperoleh petani diantaranya informasi pemasaran produk dengan harga yang menguntungkan petani. Pemasaran masih dilakukan sendiri oleh petani tanpa adanya kelembagaan yang secara khusus dibentuk oleh pemerintah dengan memasarkan ke sentra pasar terdekat dengan tempat tinggal petani. Sementara itu, koperasi atau lembaga pemasaran lainnya masih belum terbentuk sehingga daya tawar petani memang masih lemah. Untuk memperkuat posisi tawar petani terhadap pedagang tengkulak maka petani sudah mulai berinisiatif untuk membuat KUB yang langsung dikelola oleh kelompok tani hutan. Berbagai fasilitas pendukung telah disiapkan pemerintah walaupun saat ini masih belum maksimal diantaranya ruang pertemuan kelompok. Selain itu, telah dibuat lokasi pembibitan untuk mendukung kegiatan pengkayaan tanaman melalui program pembibitan dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan serta mendapatkan pendampingan dari Sulawesi Community Foundation (SCF) serta akses jalan menuju kawasan hutan yang cukup dekat. Dalam pengembangan WB-PHBM masih banyak fasilitas pendukung yang harus segera dipenuhi. Dukungan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan HKm, diwujudklan melalui dibentuknya seksi Hutan Kemasyarakatan pada struktur Dinas Kehutanan dan perkebunan. Sejak tahun 2011, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Bulukumba rutin menganggarkan kegiatan pendampingan kelompok HKm. Pendampingan dilakukan dalam rangka pembinaan administrasi dan kelembagaan KTH serta pengawasan/patroli kawasan hutan yang hampir dilaksanakan setiap bulan. Selain itu, pengelolaan HKm juga difasilitasi oleh LSM melalui program pelatihan diantaranya pelatihan pembibitan oleh Sulawesi Community Foundation (SCF). Disamping itu, beberapa pihak LSM yang terlibat secara aktif dalam pendampingan di KTH diantaranya ACIAR, CIFOR dan ICRAF. Jalinan kerjasama yang dilakukan masih terbatas pada pihak yang memiliki TUPOKSI dan perhatian terhadap pengelolaan kawasan. Jalinan kerjasama antar SKPD sudah mulai dilakukan dengan dasar SK Bupati Bulukumba No. 534/XIII/2012 yang mengatur penetapan tim pembina pengelolaan kawasan HKm dengan leading sektor dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan. 3.2.2 PHBM yang Dianggap Berhasil Dari Aspek Budidaya, petani telah mampu menerapkan pola tanam yang mendukung kebutuhan hidup dan memiliki nilai jual yang cukup baik. Beberapa jenis tanaman dibudidayakan didominasi oleh tanaman kayu seperti jati lokal, mahoni, jati putih, sengon, asam, beringin, sedangkan tanaman MPTs didominasi oleh cengkeh, lada, aren, kemiri, pisang, langsat, rambutan, kelengkeng, bambu, pisang, durian, kakao, kopi. Di Kawasan Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
7
Hutan Anrang, petani lebih banyak mengembangkan tanaman yang memiliki nilai ekonomi seperti cengkeh dan lada. Sedangkan di kawasan hutan Bangkeng Buki, petani lebih banyak mengembangkan tanaman cokelat, kopi serta tanaman kayu dengan komposisi tanaman MPTs 60 % dan kayu 40 %. Dari aspek Ekonomi, pengelolaan HKm saat ini telah memberikan kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Di Kawasan Hutan Bangkeng Buki, rata-rata sumbangan dari pengelolaan lahan HKm dengan sistem kombinasi beragam spesies tanaman sebesar Rp. 416.667/Bulan/Ha. Sedangkan pengelolaan lahan di Kawasan Hutan Anrang dengan sistem kombinasi tanaman cengkeh dan lada penghasilan petani mencapai Rp. 15-20 juta/Ha/Bulan. Dari Aspek Konservasi, praktik HKm telah mengembalikan fungsi Kawasan Hutan Anrang dan Bangkeng Buki yang dahulunya rusak menjadi hijau kembali. Keberhasilan tersebut menjadi nilai penting bagi Pemda Kabupaten Bulukumba karena dilakukan dengan swadaya. Sampai saat ini, pengelolaan HKm di kawasan hutan Bangkeng Buki masih tetap dipertahankan fungsinya dengan tetap mementingkan keberlanjutan ketersediaan air dari hutan karena pengelola HKm sebagian besar memiliki lahan sawah yang ada di bawah kawasan hutan sehingga untuk menjamin ketersediaan air maka kawasan hutan tetap dijaga dengan baik. Dari Aspek Kelembagaan, beberapa yang dinilai berhasil adalah aktifnya anggota kelompok tani dalam menjalankan aturan yang disepakati bersama dan peranserta petani cukup tinggi dalam menjalankan aktivitas yang disusun dalam rencana kelompok. Aktivitas kelompok diantaranya pembibitan, pemberantasan hama dan penyakit tanaman. Dari pelaksanaan aturan internal yang disepakati oleh kelompok, pelaksanaannya cukup efektif dan dipatuhi oleh anggota. Hal ini terjadi karena ketua kelompok merupakan tokoh yang dihormati oleh penduduk sekitar. Selain itu, adanya dorongan penguatan kelembagaan dari Dinas Kehutanan dan perkebunan dan pendampingan yang intensif dari pihak LSM menjadikan pengelolaan kelembagaan cukup memberikan peran yang signifikan terhadap keberhasilan kelompok tani selama ini. Keberhasilan lainnya adalah terselesainya konflik antara Dinas Kehutanan dengan masyarakat mengenai SPPT tanah, yang hal tersebut tidak lepas dari peran fasilitasi kelompok. 3.2.3 Lokasi yang layak untuk WB-PHBM di Kabupaten Bulukumba Berdasarkan hasil penelitian, kedua kawasan hutan yaitu Bangkeng Bukti dan Hutan Anrang, layak dijadikan WB-PHBM di Kabupaten Bulukumba dengan pertimbangan : (1) Adanya regulasi yang mendukung pengelolaan HKm khususnya perda, (2) Dukungan anggaran dan pendampingan oleh Dinas Kehutanan dan LSM dalam pengembangan HKm, (3) Telah terbentuknya Tim pembina pengelolaan HKm oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bulukumba, (4) Infrastruktur yang cukup mendukung seperti lokasi HKm, Jalan, ruang pertemuan kelompok. Pada tingkat kelompok, lokasi yang terpilih di Kawasan Hutan Bangkeng Buki terdiri dari tiga kelompok diantaranya KTH Bukit Indah, Buhung Lali, Mattiro Baji. Terpilihnya lokasi ini dengan pertimbangan 1). aspek pengelolaan lahan yang mengedepankan nilai Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
8
konservasi kawasan dengan konsep jasa lingkungan, 2) kelembagaan kelompok yang baik seperti keaktifan kelompok 3) Akses jalan yang dekat (lokasinya berdekatan ± 4 km). Sedangkan untuk Hutan Anrang adalah Mattaro Dereng, Lembang Baruttung, Ma’bula Sibatang, Bunga Harapan dan Mattiro Baji. Tabel 2. Keunggulan masing-masing lokasi HKm di Kabupaten Bulu Kumba No Lokasi HKm Keunggulan 1 Bangkeng Buti Pengelolaan lahan yang dilakukan dengan menerapkan komposisi 40% tanaman kayu dan 60% tanaman MPTs Masyarakat mempertahankan fungsi kawasan dengan tetap mementingkan keberlanjutan ketersediaan air dari kawasan hutan Aktifnya anggota kelompok tani dalam menjalankan aturan-aturan yang telah disepakati bersama serta peran serta petani yang tinggi dalam menjalankan aktivitas yang disusun dalam rencana kelompok Kontribusi terhadap ekonomi rumah tangga dari pengelolaan lahan HKm sebesar Rp. 416.667/Bulan/Ha 2 Hutan Anrang Pengelolaan HKm berhasil meningkatkan taraf hidup petani dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp. 15-20 juta/tahun/Ha dengan kombinasi tanaman cengkeh dan lada dengan pola kebun campuran. 3.3 Bentuk Kelembagaan WB-PHBM Secara konseptual wadah belajar merupakan tempat yang dinilai memiliki keunggulan dan pelajaran-pelajaran positif dalam mengelola PHBM, untuk disebarluaskan kepada para pihak yang memiliki kepedulian dan kepentingan, agar mereka bisa berhasil lebih baik dalam pengelolaan PHBM. Meskipun WB-PHBM secara harfiah merujuk pada suatu tempat atau lokasi dimana PHBM dilaksanakan, namun makna lebih luas WB-PHBM juga mencakup wadah pembelajaran non fisik antara lain metode, proses, penggunaan media tutorial, dan penggunaan media publikasi. Oleh karena itu, untuk menjalankan fungsi dan peran yang optimal terhadap WB-PHBM, maka kelembagaan sebagai wadah belajar adalah hal yang sangat penting yang harus ada. Berdasarkan hasil diskusi dengan para pihak pada pertemuan di Bogor (Oktober 2013), maka ada dua pilihan kelembagaan yang dinilai layak untuk mengelola WB-PHBM yaitu : (1) membentuk kelembagaan mandiri, atau (2) menjadi bagian dari kelembagaan yang sudah ada. Tentu pilihan ini memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri. Lembaga mandiri adalah lembaga yang secara otonom mengelola WB-PHBM, dengan struktur kepengurusan dan bentuk organisasi sesuai dengan bentuk organisasi atau badan hukum yang dipilih. Pilihan organisasi bisa berupa konsorsium, yayasan, perkumpulan maupun badan usaha seperti koperasi ataupun CV. Bentuk kelembagaan yang memungkinkan untuk diambil adalah berupa konsorsium. Pilihan konsorsium memiliki alasan positip antara lain prinsip organisasi konsorsium adalah kolaborasi, yaitu gabungan beberapa pihak yang memiliki kompetensi tertentu, terafiliasi ke dalam satu wadah Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
9
(konsorsium). Tema PHBM tentu tidak terlepas dari keterlibatan para pihak dengan kompetensi yang saling terkait (masyarakat, LSM, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi). Dengan konsorsium, keberadaan mereka bisa terakomodasi sebagai satu sumber daya yang bisa mengawal WB-PHBM. Namun konsorsium memiliki kelemahan, yaitu daya ikat wadah ini ditentukan oleh komitmen dan kesepakatan anggota konsorsium, tidak diikat oleh satu bentuk badan hukum tertentu yang menjadi jaminan bagi mekanisme pertanggungjawaban lembaga. Dengan kata lain konsorsium cenderung bersifat voluntary, tidak memiliki kekuatan hukum tetap. Selain itu, pembentukan lembaga baru, konsekuensinya adalah memerlukan dukungan pembiayaan yang cukup banyak, paling tidak untuk operasional lembaga Pilihan bentuk kelembagaan lain adalah menjadi bagian dari kelembagaan yang sudah ada. Pada opsi ini keberadaan WB-PHBM menjadi salah satu divisi/bidang disuatu lembaga NGO yang sudah ada, yang memiliki pengalaman dan komitmen dalam pengembangan PHBM di daerah. Kelebihan dari pilihan ini adalah memiliki kejelasan dalam hal keterikatan hukum, tidak membutuhkan pembiayaan ekstra untuk terbentuknya lembaga. Kelemahannya adalah jika lembaga yang ada tidak piaya membangun kolaborasi yang baik, maka keberadaan WB-PHBM akan menjadi eksklusif. Berdasarkan hasil penelitian, opsi WB-PHBM menjadi bagian dari kelembagaan yang sudah ada ini menjadi pilihan yang lebih tepat dalam implementasi terbentuknya wadah belajar pengelolaan hutan berbasis masyarakat (WB-PHBM) baik di Provinsi NTB maupun di Provinsi Sulawesi Selatan dari pada kelembagaan WB-PHBM dalam bentuk konsorsium. Cakupan pelayanan WB-PHBM meliputi : (1) pelayanan memberikan informasi. Pelayanan memberikan informasi adalah bentuk publikasi yang disediakan oleh WB-PHBM sebagai bagian promosi pasar kepada para pihak yang berminat untuk belajar. Bentuk publikasi yang disediakan berupa penyebarluasan informasi melalui website, email dan leaflet. (2) pelayanan mendapatkan pelatihan indoor dan outdoor (lapangan) , (3) pelayanan akomodasi dan konsumsi, (4) pelayanan mendapatkan materi tutorial (video, leaflet, manual fasilitasi dan training). Bentuk pelayanan akan dikemas melalui paket-paket tertentu, sehingga para pengguna bisa menentukan pilihan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anggaran yang dimiliki. 3.4 Kesimpulan dan Rekomendasi a. Lokasi HKm di Pulau Lombok dan Kabupaten Bulu Kumba memiliki karakteristik tersendiri dalam pengelolaan lahan HKm. Karakteristik ini dapat diidentifikasi dari proses kolaborasi para pihak, sistem pengelolaan lahan, sistem kelembagaan, sistem pemasaran dan pengolahan produk hasil hutan bukan kayu. b. Karakteristik yang ditemui pada setiap lokasi memiliki keunggulan masing-masing, sehingga memiliki daya tarik tersendiri. Dengan kondisi yang spesifik pada setiap lokasi tersebut, maka beberapa praktik HKm di Pulau Lombok (HKm Santong, HKm Aik Berik dan HKm Sesaot) dan Kabupaten Bulu Kumba (Kawasan Bangkeng Buki) layak untuk Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
10
dijadikan lokasi WB-PHBM. c. Beberapa faktor pendukung kedua tempat tersebut dijadikan WB-PHBM antara lain : (1) Adanya dukungan pemerintah kabupaten dalam bentuk penyediaan anggaran rutin setiap tahun melalui APBD Kabupaten dan Provinsi, (2) Adanya dukungan program dari LSM dan Universitas setempat, (3) Lokasi tersebut telah menjadi tempat uji coba beberapa proyek dari lembaga internasional, (4) Adanya penerimaan dan persepsi masyarakat yang baik tentang WB-PHBM dan (5) Telah tersedianya beberapa fasilitas pendukung di lokasi tersebut. d. Sebagai konsekuensi dari penetapan WB-PHBM, maka agar operasional WB-PHBM dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan, kebutuhan adanya kelembagaan yang bertanggungjawab melaksanakan WB-PHBM tersebut adalah hal yang sangat urgen. Bentuk kelembagaan yang dinilai sesuai adalah (1) Lembaga WB-PHBM terintegrasi dengan kelembagaan yang sudah ada dan (2) Membentuk kelembagaan secara mandiri antara lain dalam bentuk konsorsium. e. Beberapa strategi keberlanjutan yang perlu dikedepankan untuk menjamin eksistensi WB-PHBM adalah terkait dengan (1) strategi pemasaran yang tepat, (2) sistem kolaborasi yang saling menguntungkan, (3) Bentuk pelayanan yang baik, (4) dukungan pendanaan yang memadai, (5) dukungan sumber daya manusia memadai dan (6) adanya mekanisme pertanggungjawaban yang jelas. f. Beberapa hal yang harus segera dibenahi dalam mendukung pelaksanaan WB-PHBM antara lain: aspek informasi menyangkut ketersediaan perlengkapan informasi (media publikasi diantaranya leaflet, booklet, poster, website), layanan jasa akomodasi dan konsumsi, plot percontohan, infrastruktur pengolahan hasil produk, pengolahan kompos dan biogas. Sedangkan dari sisi SDM, perlunya penguatan kapasitas fasilitator lokal sebagai pemandu maupun fasilitator kegiatan pelatihan.
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
11
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................................................................... KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................................................. DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................................... EXECUTIVE SUMMARY ................................................................................................................
i ii iii v vii vii viii
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
Latar Belakang............................................................................................................................. Tujuan............................................................................................................................................. Keluaran......................................................................................................................................... Manfaat...........................................................................................................................................
1 3 3 3
BAB 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Lokasi Penelitian ........................................................................................................................ 2.2. Kebutuhan data............................................................................................................................ 2.3. Teknik Pengumpulan Data...................................................................................................... 2.4. Instrumen Penelitian................................................................................................................. 2.5. Tahapan Penelitian..................................................................................................................... 2.6. Responden Penelitian .............................................................................................................. 2.7. Waktu Penelitian......................................................................................................................... 2.8. Tim Pelaksana...............................................................................................................................
4 4 5 5 5 6 6 7
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN PHBM PULAU LOMBOK 3.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.................................................................................... 3.2. Gambaran Responden............................................................................................................... 3.3. Sejarah dan Pelaksanaan PHBM (HKm)............................................................................ 3.3.1. Lokasi Hutan Kemasyarakatan Sesaot................................................................. 3.3.2. Lokasi Hutan Kemasyarakatan Santong.............................................................. 3.3.3. Lokasi Hutan Kemasyarakatan Batukliang Utara (Aik Berik)................... 3.4. Dukungan Instrumen Kebijakan........................................................................................... 3.5. Para Pihak Terlibat..................................................................................................................... 3.6. Gambaran Praktik Pengelolaan PHBM Oleh Petani..................................................... 3.7. Dukungan Program dan Kolaborasi Para Pihak............................................................ 3.8. Praktek PHBM.............................................................................................................................. 3.9. Persepsi dan Respons Para Pihak Tentang WB-PHBM............................................... 3.9.1. Konsep WB-PHBM yang Baik..................................................................................... 3.9.2. Kebutuhan Implementasi WB-PHBM.....................................................................
8 11 12 12 13 14 16 17 20 25 26 28 28 29
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PHBM KAB. BULUKUMBA 4.1. Gambaran Lokasi Penelitian................................................................................................. Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
31 12
4.2. Gambaran Responden............................................................................................................... 4.3. Sejarah dan Proses Pelaksanaan PHBM............................................................................ 4.4. Dukungan Instrumen Kebijakan........................................................................................... 4.5. Gambaran Praktik Pengelolaan PHBM oleh Petani...................................................... 4.6. Dukungan Program dan Kolaborasi Para Pihak............................................................ 4.7. Praktik PHBM yang berhasil menurut Petani................................................................. 4.8. Persepsi dan Respons Para Pihak Tentang WB-PHBM............................................... 4.9. Kebutuhan Implementasi WB-PHBM................................................................................. 4.10. Kesimpulan dan Rekomendasi...........................................................................................
32 33 36 37 42 43 47 49 52
BAB V. BENTUK KELEMBAGAAN WB-PHBM 5.1. Konsep dan Tujuan Kelembagaan WB-PHBM................................................................ 5.2. Prinsip Pengelolaan WB-PHBM............................................................................................ 5.3. Ruang Lingkup Pelayanan WB-PHBM................................................................................ 5.4. Bentuk Kelembagaan WB-PHBM......................................................................................... 5.5. Strategi Pemasaran dan Keberlanjutan ............................................................................ 5.6. Target Pasar...................................................................................................................................
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
54 54 55 55 58 60
13
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1. Tabel 2.1. Tabel 2.2. Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 3.4. Tabel 3.5. Tabel 3.6. Tabel 3.7. Tabel 3.8. Tabel 3.9. Tabel 3.10. Tabel 3.11. Tabel 3.12. Tabel 3.13. Tabel 3.14. Tabel 3.15. Tabel 3.16. Tabel 3.17. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4.6. Tabel 4.7. Tabel 4.8. Tabel 4.9. Tabel 4.10. Tabel 4.11. Tabel 4.12.
Penetapan areal HKm dan Penerbitan IUPHKm Provinsi NTB sampai Tahun 2013............................................................................................................................. Jumlah dan Unsur Dilibatkan Dalam Kegiatan Penelitian................................. Waktu Pelaksanaan Penelitian....................................................................................... Gambaran Umum Lokasi HKm Sesaot Kabupaten Lombok Barat.................. Identitas Responden Kegiatan Studi di Pulau Lombok....................................... Gambaran Umum Lokasi HKm Batukliang Utara Kabupaten Lombok Tengah...................................................................................................................................... Bentuk Produk Kebijakan Daerah Tentang HKm................................................... Peran Parapihak dalam Pelaksanaan Program HKm di Sesaot Kabupaten Lombok Barat....................................................................................................................... Peran Parapihak dalam Pelaksanaan Program HKm di Santong Kab. Lombok Utara........................................................................................................................ Peran Parapihak dalam Pelaksanaan Program HKm di Batukliang Utara Kab Lombok Tengah.......................................................................................................... Strata Tanaman di Lokasi HKm Sesaot, Santong dan Batukliang Utara....... Program Pelatihan yang telah dilaksanakan Di Lokasi HKm Sesaot, Santong dan Aik Berik....................................................................................................... Bentuk Pendampingan yang telah dilaksanakan Di Lokasi HKm Sesaot, Santong dan Aik Berik........................................................................................................ Ketersediaan Fasilitas Pendukung Pengelolaan HKm di Sesaot, Santong dan Aik Berik.......................................................................................................................... Alokasi Anggaran Pemerintah Daerah untuk Mendukung Pengelolaan HKm........................................................................................................................................... Aspek Budidaya Tanaman yang telah dicapai Petani HKm Sesaot, Santong dan Aik Berik....................................................................................................... Aspek Ekonomi yang telah dicapai Petani HKm Sesaot, Santong dan Aik Berik.......................................................................................................................................... Aspek Kelembagaan yang telah dicapai Petani HKm Sesaot, Santong dan Aik Berik.................................................................................................................................. Keunggulan Masing-Masing Lokasi HKm.................................................................. Deskripsi tentang kebutuhan implementasi WB-PHBM..................................... Kelompok Tani Hutan (KTH) di Kabupaten Bulukumba yang telah mendapatkan izin IUPHKm........................................................................................... Curah Hujan di Kabupaten Bulukumba...................................................................... Identitas Responden dan Kelompok Tani Hutan (KTH) Kabupaten Bulukumba.................................................................................................................... . Identitas Kelompok Tani Hutan (KTH) Kabupaten Bulukumba............... Fase Sejarah Pelaksanaan HKm Kabupaten Bulukumba.................................... Kelompok Tani Hutan yang telah mendapatkan IUPHKm................................. Gambaran Pengelolaan Lahan di Lokasi HKm Kab. Bulukumba..................... Program Pelatihan Kelompok Tani............................................................................. Program Pendampingan Kelompok Tani Hutan Di Kabupaten Bulukumba.............................................................................................................................. Ketersediaan fasilitas di Lokasi KTH Kabupaten Bulukumba............................ Dukungan program di KTH Kabupaten Bulukumba............................................... Aspek Budidaya Tanaman yang telah dicapai Petani Kabupaten Bulukumba...............................................................................................................................
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
2 6 7 9 12 16 16 17 19 19 21 22 23 25 25 26 27 28 29 30 32 32 33 33 34 36 37 40 41 42 43 44 14
Tabel 4.13. Tabel 4.14. Tabel 4.15. Tabel 4.16. Tabel 4.17. Tabel 4.18. Tabel 4.19. Tabel 4.20. Tabel 4.21. Tabel 4.22.
Aspek Ekonomi yang telah dicapai Petani Kabupaten Bulukumba................ Aspek Konservasi yang telah dicapai Petani Kabupaten Bulukumba............ Aspek Kelembagaan yang telah dicapai Petani Kabupaten Bulukumba....... Lokasi yang layak untuk WB-PHBM............................................................................. Faktor Pendukung pelaksanaan WB-PHBM di Kab. Bulukumba..................... Faktor Penghambat Pelaksanaan WB-PHBM di Kab. Bulukumba................... Jenis Kegiatan untuk Pemenuhan Kebutuhan Infrastruktur............................. Kegiatan Penguatan Kapasitas dalam Implementasi WB-PHBM..................... Kerjasama dan Kolaborasi antar Pihak....................................................................... Perlengkapan informasi yang diperlukan dalam Implementasi WB-PHBM................................................................................................................................
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
44 45 46 47 48 48 49 50 50 51
15
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1. Gambar 4.1. Gambar 5.1. Gambar 5.2. Gambar 5.3.
Peta Lokasi Areal HKm Pulau Lombok.................................................................. Peta Kabupaten Bulukumba....................................................................................... Struktur Kelembagaan Konsorsium WB-PHBM................................................ WB-PHBM menjadi salah satu divisi di kelembagaan yang sudah ada... Mekanisme Pelayanan WB-PHBM...........................................................................
8 31 56 57 58
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Kegiatan Penggalian Data di Kabupaten Bulukumba....................................... Lampiran 2. Kegiatan Penggalian Data di Lombok...................................................................... Lampiran 3. Kuesioner penelitian.......................................................................................................
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
62 63 64
16
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses fasilitasi untuk perijinan pemanfaatan dan pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM) telah dimulai sejak tahun 1995.
Proses yang dibangun sangat dinamis, dan
membutuhkan waktu yang panjang, karena prinsip yang diusung adalah bermuara pada penerapan metodologi untuk mengangkat isu-isu demokratis, partisipatif dan kolaborasi para pihak. Hal ini tentu tidak mudah karena selalu akan berhadapan dengan tarik menarik kepentingan dari berbagai pihak yang memiliki posisi dan peran yang sangat beragam. Namun karena ada dorongan dan gerakan yang begitu kuat ke arah itu, maka secara nyata telah memberikan hasil yang signifikan, paling tidak hal ini dapat dicermati pada 3 hal sebagai berikut: 1) Terbitnya kebijakan dari pemerintah berupa Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri yang memberikan ruang lebih longgar dalam pelaksanaan praktik PHBM di Indonesia, 2) Terbitnya ijin penetapan areal untuk Hutan Kemasyarakatan di berbagai provinsi di Indonesia, 3) Tersedianya ruang bagi masyarakat untuk mengajukan pengelolaan hutan dengan dukungan pendampingan dan fasilitasi dari para pihak termasuk pemerintah daerah. Dalam implementasinya, program PHBM mengalami situasi yang tidak bisa diartikan berjalan dengan mulus, karena di setiap daerah selalu muncul dinamikanya sendiri, terutama yang berkaitan dengan proses perijinan, distribusi lahan dan sistem pengelolaan, kapasitas sumber daya manusia dan instrumen pendukung kelembagaan. Dalam banyak kasus, penerapan program PHBM selain terdapat beberapa cerita sukses, juga tidak jarang diikuti dengan munculnya persoalan-persoalan baru yang menimbulkan konflik dan potensi konflik baik yang sifatnya horizontal maupun vertikal. Dampaknya adalah berpengaruh terhadap efektif dan tidaknya tujuan besar yang ingin dicapai dalam program PHBM yaitu menuju terpeliharanya hutan secara lestari dan masyarakat sejahtera. Beberapa provinsi telah mendapatkan ijin penetapan areal untuk pengelolaan PHBM khususnya melalui skema Hutan Kemasyarakatan, diantaranya adalah Provinsi NTB, NTT dan Sulawesi Selatan dengan luasan yang berbeda-beda. Provinsi NTB, misalnya saat ini telah mengantongi ijin penetapan areal HKm seluas 14.836,5 Ha, dan telah diidistribusikan kepada masyarakat. Luas ini mencakup 64 % dari luas total yang rencana diusulkan. Lokasi penetapan areal tersebar di beberapa kabupaten, dimana dalam pengelolaannya setiap lokasi memberikan hasil yang berbeda-beda. Perbedaan ini dikarenakan oleh situasi yang khas yang berada pada wilayah masing-masing, yang berkaitan dengan proses, dukungan para pihak, kesiapan masyarakat, kondisi kelembagaan, dan sebagainya. Sebagai gambaran dibawah ini disajikan informasi tentang implementasi HKm di Provinsi NTB.
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
17
Tabel 1.1. Penetapan Areal HKm dan Penerbitan IUPHKm di Provinsi NTB sampai Tahun 2013. Nomor SK Kabupaten/ No Lokasi Luas (Ha) Penetapan Areal Nomor IUPHKm Kota HKm 1. Lantan, Lombok 1.809,5 SK.436/MenhutNo.38/2010 Karang Sidemen, Tengah II/2007 No.39/2010 Aik Berik, No.155/2010 Setiling No.160/2010 2. Sambelia Lombok Timur 420 SK.444/MenhutNo.188.45/366/H II/2009 UTBUN/2010 3. Sesaot Lombok Barat 185 SK.445/MenhutNo.2130/65/Dish II/2009 ut/2009 4. Santong, Salut, Lombok Utara 758 SK.447/MenhutNo.297/1197.b/D Munder II/2009 PPKKP/2011 5. Gapit Sumbawa 895 SK.448/MenhutII/2009 6. Jenggala Lombok Utara 1.284 SK.352/MenhutNo.278/155/DPP II/2011 KKP/2012 7. Ranggo, Dompu 4.400 SK.353/MenhutNo.298/2012 Blok Pajo II, II/2011 No.158C/2013 Blok Kesi No.158A/2013 Blok Tolokalo, No.295/2013 Blok Lara No.158B/2013 8. Jati Baru, Kota Bima 1.050 SK.354/MenhutNo.222/2012 Kolo II/2011 No.223/2012 9. Gunung Malang Lombok Timur 360 SK.355/MenhutNo.188.45/249/H II/2011 UTBUN/2013 10 Sekaroh Lombok Timur 1.450 SK.356/MenhutNo.188.45/443/H . II/2011 UTBUN/2012 11 Parado dan Bima 1.999 SK.357/Menhut. Nggelu II/2011 12 Batu Layar Lombok Barat 226 SK.358/MenhutNo.789/45/Dishut . II/2011 /2011 Jumlah Provinsi NTB 14.836,50 Sumber : Dinas Kehutanan NTB (2012).
Dari sebaran praktik HKm yang ada di berbagai lokasi, meskipun masih ada beberapa tantangan yang dihadapi, namun di beberapa tempat telah terindikasi menampakkan hasil yang baik, diantaranya dapat dilihat dari kerapatan tanaman, nilai cadangan karbon, keragaman tanaman, dan nilai penghasilan yang diterima oleh petani. Tentu kondisi ini menarik untuk dijadikan sumber informasi dan sekaligus sumber pembelajaran, yang berhubungan dengan bagaimana proses, metode, hasil, dan masalah mengenai praktik PHBM. Sehingga lokasi-lokasi tersebut bisa dijadikan salah satu rujukan untuk menjadi wadah belajar praktik PHBM. Berdasarkan pemikiran tersebut, penting untuk dilakukan studi atau kajian tentang pengembangan wadah belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM). Studi ini diperlukan untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik untuk mengembangkan konsep, desain (model), kurikulum belajar dan sistem pengelolaan yang efektif dalam memfasilitasi proses pembelajaran para pihak. Kegiatan studi akan dikaitkan dengan konsep Sekolah Lapang yang telah dibangun oleh Kementerian Kehutanan dan model-model Sekolah Lapang Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
18
yang telah dikembangkan oleh pihak lain, serta gagasan yang sedang dikembangkan oleh mitra di tingkat regional (Yayasan Samanta dan Sulawesi Community Foundation/SCF). 1.2 Tujuan a.
Mengetahui profil praktek PHBM di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan;
b.
Mengidentifikasi lokasi praktek PHBM yang layak untuk dijadikan wadah belajar PHBM;
c.
Merumuskan konsep dan rancangan model untuk pengembangan wadah belajar (WBPHBM).
1.3 Keluaran a.
Tersedianya data praktek PHBM di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan;
b.
Terpilihnya lokasi yang layak untuk dijadikan WB-PHBM;
c.
Tersusunnya konsep dan rancangan model kelembagaan wadah belajar (WB-PHBM) mencakup : bentuk kelembagaan, struktur, mekanisme kerja, layanan dan infrastruktur wadah belajar PHBM.
1.4 Manfaat Manfaat dari kegiatan studi ini, antara lain: a. Terdokumentasikannya best practice pelaksanaan PHBM di wilayah Nusa Tenggara dan Sulawesi Selatan; b. Sebagai bahan pertimbangan untuk penetapan lokasi PHBM sebagai Wadah Belajar (WB) PHBM di Indonesia.
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
19
BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di dua provinsi yaitu di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Pendalaman studi untuk masing-masing provinsi difokuskan pada timgkat kabupaten kabupaten, penentuan masing-masing kabupaten ditetapkan melalui kesepakatan bersama dengan Kemitraan dan mitra terkait (Samanta di NTB dan SCF di Sulawesi Selatan). Kesepakatan dilakukan setelah ada pendalaman data dan informasi awal di kedua region tersebut. Berdasarkan hasil kesepakatan tersebut, maka terpilih empat kabupaten sebagai lokasi pendalaman penelitian yaitu : Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Utara di Provinsi NTB dan Kabupaten Bulu Kumba di Provinsi Sulawesi Selatan. 2.2 Kebutuhan data a. Data Profil Petani
Profil petani meliputi : kisaran umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, lama atau pengalaman dalam pengelolaan PHBM, luas pengelolaan lahan, status PHBM (ijin atau tidak berijin), bentuk ijin (HKm, Hutan Desa, HTR) jumlah kelompok, jumlah anggota kelompok. b. Data Sejarah Perkembangan PHBM
Sejarah perkembangan adalah rekam jejak tentang awal mulai dikelola PHBM, sampai kondisi terkini. Data yang digali meliputi kapan mulai adanya praktik PHBM, luas kawasan kelola, jumlah petani, proses dan bentuk perijinan, inisiator dan para pihak terlibat. c. Data Praktik Pengelolaan Lahan
Biofisik yang berkaitan dengan bagaimana petani mengelola lahan PHBM, antara lain meliputi: deskripsi mengenai luas rata-rata lahan kepemilikian, jenis tanaman yang ditanam, kerapatan tananam, strata tanaman, pola atau siklus panen. d. Data Produksi dan Pemasaran
Meliputi data produksi dan pendapatan petani dari PHBM, bentuk pemasaran, rantai pemasaran dan efek ganda ekonomi kepada pihak lain. Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
20
e. Data Kelembagaan
Bentuk-bentuk kegiatan kelompok (apa saja kegiatan kelompok selama ini, misalnya pertemuan rutin, kerjasama dalam pengelolaan lahan, pembibitan), instrumen kelompok (apakah ada aturan atau awig-awig, apa saja isinya, bagaimana efektifitasnya, bentuk organisasinya),
jaringan dalam kelompok
(apakah ada semacam forum, asosiasi,), dan bagaimana hubungan yang dibangun selama ini, untuk tujuan apa, dan apa saja aktivitasnya. f. Data Kebijakan
Data terkait dengan kebijakan: aturan yang telah diterbitkan berhubungan denganPHBM berupa Peraturan Daerah, Peraturan Bupati, dan SK Bupati. g. Persepsi tentang WB-PHBM
Pendapat para pihak tentang bagaimana menyikapi adanya WB-PHBM, konsep yang baik tentang WB-PHBM, lokasi yang layak dijadikan WB-PHBM, faktor pendukung dan penghambat implementasi WB-PHBM. h. Data Infrastruktur Pendukung
Identifikasi berbagai sarana dan prasarana yang ada untuk mendukung praktik PHBM dalam beberapa aspek: sarana dan prasarana budidaya, sarana dan prasarana pelatihan, sarana dan prasarana informasi, sarana dan prasarana kelembagaan.
2.3 Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam dan Focus Group Discussion (FGD).
Wawancara mendalam adalah
kegiatan penggalian data yang dilakukan oleh peneliti melalui interaksi langsung dengan responden. FGD dilakukan melalui wawancara pada group atau sekumpulan orang-orang yang merepresentasikan unsur-unsur kelompoknya. Hasil wawancara dan FGD menjadi dasar untuk menyusun Rencana Aksi Perencanaan dan Wadah Belajar PHBM (WB-PHBM). Teknik penyusunan rencana aksi melalui diskusi dan lokakarya. 2.4 Instrumen Penelitian Instrumen wawancara dan FGD menggunakan daftar pertanyaan yang berisi pertanyaan-pertanyaan kunci yang sifatnya terbuka (Lampiran 1). Responden diberikan keleluasaan untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan pengetahuan dan kapasitasnya, kemudian peneliti memperdalam informasi dengan pertanyaanPengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
21
pertanyaan lanjutan, sesuai dengan kebutuhan data penelitian. Hasil penelitian menjadi dasar untuk pengembangan model WB-PHBM melalui workshop. 2.5. Tahapan Penelitian a. Penyusunan Instrumen Studi Instrumen yang dimaksud adalah perangkat pengumpulan data untuk kegiatan wawancara
mendalam
dan
FGD.
Instrumen
dipersiapkan
dengan
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan kunci yang relevan dan mendalam. b. Mengumpulkan dan mempelajari dokumen mengenai praktek yang berkaitan dengan pengelolaan dan pengetahuan PHBM. Dokumen dimaksud berupa laporan kegiatan, buku, hasil-hasil penelitian, dan publikasi yang terkait. c. Melakukan wawancara dan FGD untuk pengumpulan data/informasi yang berkaitan dengan
pengelolaan pengetahuan PHBM, baik di tingkat nasional,
provinsi/kabupaten dan di tingkat komunitas. d. Melakukan Tabulasi dan analisis data dan informasi yang sudah dikumpulkan dari hasil kompilasi dokumen dan data hasil wawancara dan FGD e. Menyusun draft rancangan model WB-PHBM. Rancangan berisi tentang, lokasi yang dipilih, kebutuhan kurikulum belajar, sarana dan prasarana yang dibutuhkan, bentuk dan metode pelayanan, dan bentuk kelembagaan WB-PHBM. f. Menyusun laporan hasil penelitian dan mempresentasikannya kepada tim Kemitraan g. Menyempurnakan laporan penelitian 2.6 Responden Penelitian Responden yang menjadi sumber informan dalam wawancara untuk masing-masing kabupaten berasal dari unsur masyarakat, aparat Dinas Kehutanan, LSM. Unsur masyarakat meliputi Pengurus dan Anggota Pengelola PHBM, Aparat Pemerintahan meliputi Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten dan unsur LSM pendamping. Peserta yang terlibat dalam Focus Group Discussion(FGD),terdiri dari unsur-unsur yang relevan dan terlibat pada pengelolaan PHBM di masing-masing wilayah, yaitu : masyarakat pengelola PHBM, petugas Dinas Kehutanan, LSM, kaum perempuan, tokoh masyarakat.
Jumlah responden dan unsur-unsur yang dilibatkan dalam
kegiatan penelitian adalah sebagai berikut (Tabel 2.1.). Tabel 2.1. Jumlah dan Unsur dilibatkan dalam Kegiatan Penelitian Kegiatan
Jumlah orang Lombok Bulu Kumba
Unsur-unsur
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
22
Wawancara Mendalam Focus Group Discussion
20
20
20
20
Workshop
80
Pengurus kelompok tani, petani, LSM pendamping, Dinas Kehutanan, Pengurus kelompok tani, petani, LSM pendamping, Dinas Kehutanan, Perguruan Tinggi. LSM, Dishut, Perguruan Tinggi, Dephut, FKKM
2.7. Waktu Penelitian Kegiatan penelitian membutuhkan waktu selama enam bulan (Juli-Desember 2013), dengan tahapan kegiatan sebagai berikut :
Tabel 2.2. Waktu Pelaksanaan Penelitian No.
Kegiatan Juli
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Agust
Sept
Bulan Okt
Nov
Des
Persiapan Tim Peneliti Penyusunan Instrumen Penelitian Pengumpulan dokumen Wawancara mendalam dan FGD Tabulasi dan Analisis Data Penyusunan Draft Laporan Workshop perumusan model WB-PHBM Revisi Laporan
2.8. Tim Pelaksana Koordinator Peneliti
: Suyono, SE
Anggota peneliti
: 1. Alfian Pujian Hadi, S.P., M.Sc 2. Budhy Setyawan, S.Hut, M.Si 3. Dr. Ir. Markum, M.Sc
Tim Teknis
: Amalia Sukma Ridhani, S.Si
Bendahara
: Marwiyah
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
23
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN PHBM DI PULAU LOMBOK
3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di Pulau Lombok difokuskan di tiga kabupaten, yaitu : 1) lokasi HKm Sesaot Kabupaten Lombok Barat, 2) lokasi HKm Batukliang Utara Kabupaten Lombok Tengah, dan 3) lokasi HKm Santong Kabupaten Lombok Utara. Secara spasial, sebaran lokasi HKm di tiga kabupaten di Pulau Lombok yang menjadi lokasi studi disajikan pada gambar dibawah ini.
Gambar 3.1. Peta Lokasi Areal HKm di Pulau Lombok
Luas Gapoktan Desa Jumlah KK Jumlah klpk Kabupaten
: 215 Ha : KSU Maju Bersama : Santong : 268 : 1 Kelompok : Lombok Utara
Izin IUPHKm Luas Gapoktan Desa Jumlah KK Jumlah klpk Kabupaten
: 16 April 2010 : 840 Ha : Rimba Lestari : Aik Berik : 1231 : 53 : Lombok Tengah
Izin IUPHKm Luas Gapoktan Desa Jumlah KK Jumlah klpk Kabupaten
: 29 Juli 2010 : 185 Ha : KMPH Mitra Sesaot : Sesaot : 4.422 : 4 Kelompok : Lombok Barat
3.1.1 Lokasi PHBM di Sesaot, Kabupaten Lombok Barat Kawasan Hutan Sesaot terletak di bagian barat Taman Nasional Gunung Rinjani dengan
luas
5.950,15
ha.
Berdasarkan
SK
Menteri
Pertanian
No.756/Kpts/Um/1982, status dan fungsi Hutan, Kawasan Hutan Sesaot adalah termasuk hutan lindung, terletak diantara 8°15’ - 8°35’LS-116°03’ - 116°44’ BT, berada pada ketinggian 500 - 600 meter dpl, topografi datar sampai berbukit dan curah hujan rata - rata 1560 mm/tahun. Wilayah administrasi lokasi HKm di Kawasan Hutan Lindung Sesaot yang telah mendapatkan IUPHKm tersebar di empat desa, yakni : Desa Sesaot, Desa Lebah Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
24
Sempaga, Desa Pakuan dan Desa Sedau Kecamatan Narmada Kabupaten Lombok Barat. Jarak lokasi HKm dari ibukota kecamatan ± 9 km, dan jarak dari Kota Mataram ± 30 km. Pengelolaan Hutan Sesaot oleh masyarakat disekitarnya sebagai sumber mata pencaharian telah berlangsung sejak tahun 1995, melibatkan lebih kurang 6.000 KK atau 18.000 jiwa. Hutan Sesaot merupakan kawasan strategis karena wilayah ini merupakan daerah tangkapan air (catchment area) yang memasok kebutuhan air baik untuk air minum maupun untuk kebutuhan air bagi irigasi, bagi masyarakat wilayah Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Lombok Tengah. Pada tahun 1995, dikembangkan uji coba reboisasi swadaya dengan pola HKm seluas 25 ha yang difasilitasi oleh LP3ES-NTB dan Dinas Kehutanan Provinsi NTB. Uji coba tersebut kemudian dievaluasi oleh Kanwil Kehutanan Provinsi NTB pada tahun 1998, hasil evaluasi menunjukkan bahwa uji coba reboisasi swadaya dengan pola HKm dinilai cukup berhasil ditinjau dari aspek konservasi dan ekonomi. Merujuk pada hasil tersebut, uji coba reboisasi swadaya tersebut diperluas 211 ha oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Barat sehingga total luasan area uji coba reboisasi swadaya dengan pola HKm menjadi 236 ha. Pada tahun 2009, Hutan Sesaot merupakan salah satu areal yang dicadangkan sebagai areal HKm berdasarkan SK Menteri Kehutanan RI No 445/Menhut-II/2009 Tanggal 4 Agustus 2009. Dari areal yang dicadangkan tersebut, lahan seluas 185 hektar di hutan Sesaot telah mendapatkan Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) dengan masa konsesi selama 35 tahun.
Pemegang
IUPHKm di lahan seluas 185 ha ini adalah Kelompok Masyarakat Pelestari Hutan (KMPH)-Mitra Sesaot.
Adapun sebaran lokasi pelaksanaan program HKm di
Kawasan Hutan Lindung Sesaot baik yang belum dan telah mendapatkan ijin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan (IUPHKm) sebagai berikut (Tabel 3.1.). Tabel 3.1. Gambaran Umum Lokasi HKm Sesaot Kabupaten Lombok Barat. No
Uraian
1. 2.
Luas areal (Ha) Jumlah anggota (KK) Nomor dan tanggal IUPHKm
3.
KMPH 236 1.224 2130/65/Dish ut/2009 Tanggal 8 Agustus 2009
Kelompok Tani HKm Wana Lestari Wana Abadi 928 1.628 1.030 1.158 -
-
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
Wana Dharma 1.065 1.010 -
25
4.
5.
Usulan Pencadangan Areal Kerja HKm Verifikasi dan Layak ditetapkan HKm oleh Kementerian Kehutanan
-
No.522/726/dis hut/2010 tertanggal 19 Mei 2010
No.522/726/dish ut/2010 tertanggal 19 Mei 2010
No.522/726/dish ut/2010 tertanggal 19 Mei 2010
-
BA.212/BPS3/2010 dan BA.213/BPS3/2010 tanggal 29 Juli 2010
BA.212/BPS3/2010 dan BA.213/BPS3/2010 tanggal 29 Juli 2010
BA.212/BPS3/2010 dan BA.213/BPS3/2010 tanggal 29 Juli 2010
3.1.2 Lokasi PHBM di Santong, Kabupaten Lombok Utara Lokasi HKm Santong terletak di Desa Santong Kecamatan Kayangan Kabupaten Lombok Utara. Posisi Desa Santong terletak di sebelah barat laut Gunung Rinjani dan mewakili tipologi HKm hutan produksi di daerah pegunungan dengan lahan vulkan yang subur. Terletak pada ketinggian 500-650mdpl dengan curah hujan rata-rata 2.000 ml/tahun dengan topografi berbukit.
Kawasan Hutan Santong
termasuk dalam kelompok Hutan Rinjani yang meliputi: 1) hutan lindung seluas 1.530 ha, 2) hutan produksi 1.739 ha, dan 3) hutan produksi terbatas 1.976 ha. Lokasi HKm berada pada area hutan produksi terbatas dengan luas 221 ha yang berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk Dusun Santong Asli dan Dusun Weker serta lahan milik masyarakat.Kawasan hutan Santong telah memiliki status hukum tetap karena sudah ditata batas dan dibuatkan Berita Acara Tata Batas sehingga memungkinkan untuk dikelola sesuai prinsip pengelolaan hutan lestari. Penetapan kawasan hutan tetap tersebut membawa implikasi pada kepastian hukum terhadap status kawasan serta menjamin luas dan batas-batas secara permanen. Jenis tanah HKm Santong terdiri dari alluvial kelabu, regosol coklat dan regosol coklat kekelabuan dengan bahan induk endapan pasir dan abbu vulkan intermediet. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian dari wilayah HKm termasuk rawan erosi dan longsor tetapi emiliki tingkat kesuburan tanah yang subur. Tututpan
vegetasi
didominasi oleh jenis kayu-kayuan seperti Rajumas, Sentul, Garu, dan lain-lain, dimana dominasi Rajumas lebih tinggi terutama pada tingkat pohon yang mempunyai standing stock mencapai rata-rata 80 m3/ha.
Hanya areal yang
berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk keadaan penutupan lahannya sebagian besar terbuka, luas padang alang-alang 116 hektar dan semak belukar 105
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
26
hektar. Kondisi ini terjadi karena berasal dari areal eks perambahan untuk kegiatan perladangan. Pada tahun 1986 Dinas Kehutanan Provinsi NTB melaksanakan program Kopi Penyangga seluas sekitar 80 hektar.
Tujuan program ini selain untuk
mengembalikan fungsi hutan, juga sebagai daerah penyangga antara kawasan hutan dengan pemukiman warga. Areal yang kini dimanfaatkan sebagai lokasi HKm adalah lahan eks proyek reboisasi system tumpangsari Kanwil Departemen Kehutanan NTB Tahun Anggaran 1996/1997 yang dilimpahkan ke Dinas Kehutanan Provinsi NTB. Petani peserta HKm adalah masyarakat Sasak dari masyarakat setempat (30%) dan pendatang dari Lombok Tengah (70%). Kelompok pendatang ini sudah menetap sejak puluhan tahun yang lampau di Santong. Dalam kegiatan pengelolaan HKm, mereka yang terlibat telah membentuk wadah kelompok tani hutan (KTH), dan membentuk Koperasi Tani “Maju Bersama”.
3.1.3 Lokasi PHBM di Batukliang Utara, Kabupaten Lombok Tengah Kecamatan Batukliang Utara terletak di bagian utara Kabupaten Lombok Tengah dengan luas wilayah sekitar 18.196 Ha yang tersebar pada delapan desa. Wilayah yang terletak di bagian utara ini merupakan daerah yang dekat dengan Gunung Rinjani sehingga mempunyai lahan yang cukup subur untuk lahan pertanian. Disamping itu, Kecamatan Batukliang Utara juga mempunyai potensi di bidang pariwisata terutama wisata alam pegunungan. Batas-batas wilayah Kecamatan Batukliang Utara adalah sebagai berikut : Wilayah Batukliang Utara letaknya dekat dengan kaki Gunung Rinjani, ketinggian wilayah mencapai 350 - 770 meter dpl, memiliki tipe iklim menurut Oldman tipe C dengan keadaan sebagai berikut : (1) musim kemarau berlangsung selama bulan Juli dan Agustus dengan curah hujan 0 - 40 mm, (2) musim labuhan berlangsung selama bulan September s/d Oktober dengan curah hujan 40 - 140 mm, (3) musim rendengan berlangsung dari bulan November s/d Maret dengan curah hujan 140 - 420 mm, dan (4) musim maringan yang berlangsung dari bulan April s/d Juni dengan curah hujan 30 - 160 mm.
Topografi lokasi HKm Batukliang Utara dikategorikan curam sampai agak curam dengan kemiringan lereng 15-25%. Berdasarkan peta tanah tinjau, jenis tanahnya adalah Mediteran Coklat Kemerahan dan Mediteran Coklat.
Kawasan hutan
Batukliang Utara merupakan kawasan hutan lindung. Pemanfaatan HKm melalui
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
27
skema HKm yang dilaksanakan oleh Pondok Pesantren Darus-Shiddiqien mengalami banyak permasalahan dilapangan dengan semakin maraknya illegal logging. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah dimulai dengan menata kelembagaan kelompok dalam rangka mengakses perijinan HKm yang selanjutnya terbentuklah beberapa kelembagaan kelompok tani hutan. Lokasi HKm Batukliang Utara yang telah mendapatkan ijin usaha Pemanfaatan HKm. 3.2 Gambaran Responden Kegiatan dalam rangka mendapatkan informasi secara komprehensif tentang pelaksanaan program HKm di tiga lokasi studi di Pulau Lombok dilakukan melalui wawancara (indept interview) dan diskusi kelompok terarah (FGD).
Jumlah
responden untuk wawancara sebanyak tujuh orang yang berasal dari unsur pemerintah, LSM dan petani HKm.
Untuk kegiatan FGD, peserta yang terlibat
sebanyak 10 orang terdiri dari 3 orang petani HKm Sesaot Kabupaten Lombok Barat, 2 orang petani HKm Santong Kabupaten Lombok Utara, 4 orang petani HKm Batukliang Utara (Aik Berik) Kabupaten Lombok Tengah dan 1 orang Kepala Seksi HKm Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Barat. Informasi mengenai responden yang diwawancarai pada saat indept interview di Pulau Lombok disajikan pada Tabel 3.2. dibawah ini.
Tabel 3.2. Identitas Responden Kegiatan Studi di Pulau Lombok. No. 1.
Nama Ir. Andi Pramaria, M.Ec. Dev.
Institusi Dinas Kehutanan Provinsi NTB
2.
Samsyiah Samad, S.Hut., M.Si
3.
Ir. H.L. Mustajab, MM
Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Barat Pemerhati Kehutanan
4.
Ir. Priadi Utama, MM
5. 6. 7.
Rahmat Sabani, STP., MP Dwi Sudarsono, SH Marwi
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lombok Tengah Konsepsi Samanta Forum Kawasan Masyarakat Rinjani
Keterangan Kepala Bidang Pemanfaatan Rehabilitasi dan Kawasan Hutan Kepala Seksi Bina Produksi Hutan Mantan Kadishutbun Loteng Kepala Bidang Pemanfaatan Kawasan Direktur Direktur Ketua
Sumber : Data Primer, 2013.
3.3 Sejarah Pelaksanaan PHBM (HKm) 3.3.1 Lokasi Hutan Kemasyarakatan Sesaot Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
28
Masyarakat telah mengelola Hutan Sesaot sejak tahun 1957. Pada tahun tersebut, Hutan Sesaot ditanami jenis Sengon (Parasirienthes falcataria) oleh masyarakat sebagai bagian dari program reboisasi. Selain jenis Sengon, ditanami pula tanaman buah-buahan dan masyarakat diperkenankan untuk memanfaatkan tanaman tersebut. Pada tahun 1968-1969, masyarakat mulai menanam kopi dibawah tegakan pohon reboisasi tersebut. Agar penanaman kopi ini dikelola dengan baik, pihak kehutanan setempat pada tahun 1972 membentuk Koperasi Rimbawan yang menaungi pengelolaan kopi masyarakat.
Pada tahun 1982, dilakukan program
reboisasi khususnya diwilayah eks-HPH di Hutan Sesaot dengan jenis tanaman Mahoni, Sengon dan Lamtoro serta tanaman buah-buahan melalui mekanisme banjar harian dan tumpangsari. Luas tanaman kopi di Sesaot mencapai 1.662 ha sehingga diusulkan sebagai hutan kopi penyangga. Usulan ini ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya SK Gubernur No. 140 tanggal 26 Mei 1986 dan surat Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTB pada tanggal 14 Maret 1986 Nomor 522.21/5358 perihal pemanfaatan kopi dalam kawasan hutan Sesaot, dengan jumlah penggarap sebanyak 1.493 KK. Pada tahun 1995, dikembangkan uji coba reboisasi swadaya dengan pola HKm seluas 25 ha yang difasilitasi oleh LP3ES-NTB dan Dinas Kehutanan Provinsi NTB. Uji coba tersebut kemudian dievaluasi oleh Kanwil Kehutanan Provinsi NTB pada tahun 1998, hasil evaluasi menunjukkan bahwa uji coba reboisasi swadaya dengan pola HKm dinilai cukup berhasil ditinjau dari aspek konservasi dan ekonomi. Merujuk pada hasil tersebut, uji coba reboisasi swadaya tersebut diperluas 211 ha sehingga total luas area HKm menjadi 236 ha. Pada tahun 2009, Hutan Sesaot merupakan salah satu areal yang dicadangkan sebagai areal HKm berdasarkan SK Menteri Kehutanan RI No 445/Menhut-II/2009 tanggal 4 Agustus 2009. Dari areal yang dicadangkan tersebut, lahan seluas 185 hektar di hutan Sesaot telah mendapatkan Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) dengan masa konsesi selama 35 tahun.
Pemegang
IUPHKm di lahan seluas 185 ha ini adalah Kelompok Masyarakat Pelestari Hutan (KMPH)-Mitra Sesaot.
Kelompok besar lainnya yaitu Wana Lestari dan Wana
Dharma sampai dengan saat ini sedang dalam proses pengajuan IUPHKm. 3.3.2 Lokasi Hutan Kemasyarakatan Santong
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
29
Pada tahun 1997, berdasarkan hasil penjajagan, lokasi Proyek Reboisasi Dinas Kehutanan NTB dipindahkan dari Desa Rempek ke Desa Santong. Untuk menjajagi kebutuhan masyarakat dalam pengelolaan HKm dilakukan perencanaan partisipatif. Pada tahap awal ini terbentuk enam kelompok kecil. Insentif dari pemerintah berupa bantuan berbagai jenis bibit, seperti bibit sengon, mahoni, melinjo, nangka, durian dan kemiri. Tahun 1998, Dinas Kehutanan Provinsi NTB bekerjasama dengan LP3ES NTB/Konsepsi yang didukung Ford Foundation untuk menjadikan HKm Santong sebagai tempat belajar pengembangan pengelolaan hutan yang menekankan partisipasi masyarakat. Fasilitasi pembentukan kelompok menghasilkan kelompok baru berbasis “Gontoran” atau satuan hamparan lahan berdasarkan batas alam (umumnya tebing sungai atau anak sungai). Tahun 1999, diselenggarakan musyawarah semua sub kelompok dan hasilnya adalah 1) terbentuknya wadah kelompok besar yang diberi nama Koperasi Tani Maju Bersama untuk menaungi seluruh sub kelompok, 2) menetapkan besarnya iuran yaitu iuran pokok sebesar Rp 25.000,- dan iuran wajib Rp 1.000/bulan (untuk tahun I). Tahun 2000, untuk menghadapi masa pendampingan pada tahun 2000 sudah terbentuk Koptan Maju Bersama yang direspon positif oleh Departemen Koperasi dan UKM sehingga pada tanggal 17 Mei 2000 berhasil memperoleh status badan hukum.Disinilah koperasi mengajukan proposal pengadaan bibit sengon sebanyak 20.000 batang kepada Dinas Kehutanan Provinsi NTB, namun realisasinya hanya 15.000 batang dengan pendampingan kolaboratif Dinas Kehutanan dan LP3ES NTB. Jumlah anggota koperasi sebanyak 258 KK, anggota koperasi ini merupakan masyarakat penggarap HKm serta masyarakat lain yang tinggal di Desa Santong yang domisilinya berada di sekitar koperasi.
Syarat-syarat menjadi anggota
koperasi adalah: 1) mengerti hukum dan awiq-awiq, 2) sudah kawin atau sudah berusia 17 tahun, 3) prioritas anggota adalah masyarakat Desa Santong yang berdomisili di sekitar kawasan hutan/HKm, 4) membayar iuran simpok sebesar Rp 25.000,- dan simwa Rp 1.000,-, 5) setiap calon anggota mengajukan permohonan secara tertulis. Untuk menjalin komunikasi di antara sub kelompok, secara rutin diadakan pertemuan-pertemuan setiap hari Rabu dan Jum’at untuk saling tukar informasi tentang kegiatan HKm, kegiatan-kegiatan social dan musyawarah menyelesaikan Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
30
permasalahan pengelolaan HKm. Selain itu, telah terbentuk juga peran ibu-ibu dalam kelompok kegiatan HKm melalui pembentukan kelompok Belajar Usaha. Program HKm di Desa Santong merupakan salah satu likasi yang dinilai berhasil dan telah menjadi lokasi studi banding dari beberapa daerah. Keberhasilan dapat dilihat dari kondisi 215 hektar kawasan yang sebelumnya rusak sekarang sudah hijau dan rimbun kembali dengan berbagai jenis tanaman seperti: sengon, kemiri, nangka, durian, alpukat, kopi, cengkeh, dan sebagainya. Hasil-hasil tanaman juga sudah bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Pendapatan masyarakat meningkat yang sebelumnya Rp 100.000 per hari meningkat menjadi Rp 300.000 per hari (2006). Dari peningkatan pendapatan ini masyarakat telah mampu membiayai sekolah anaknya dan memenuhi kebutuhan hidup lainnya. Bahkan masyarakat juga bisa membangun kantor koperasi dengan biaya dari hasil HKm. Proses fasilitasi dari LSM Konsepsi yang didukung dan bekerjasama dengan Multistakeholder Forestry Program (MFP), Kemitraan (Partnership for Governance Reform) dan Samanta Foundation telah berhasil mendorong penetapan areal kerja HKm dari Kementrian Kehutanan pada Tahun 2009 seluas 215 hektar dengan terbitnya SK Menhut Nomor 447 Tahun 2009. Akhirnya setelah menunggu kurang lebih dua tahun pasca penetapan areal kerja HKm dari Menteri Kehutanan, terbitlah SK Bupati Lombok Utara pada Tanggal 23 September 2011 tentang IUPHKm Nomor 297/1197.b/DPPKKP/2011. 3.3.3 Lokasi Hutan Kemasyarakatan Batukliang Utara (Aik Berik) Sejarah pengelolan hutan Batukliang Utara dengan melibatkan masyarakat dimulai pada tahun 1975 melalui program reboisasi penanaman mahoni dengan skema banjar harian dan cemplongan. Pada saat itu, fungsi hutan Batukliang Utara adalah hutan produksi dan program reboisasi dengan pelibatan masyarakat melalui skema banjar harian dan cemplongan tersebut berjalan sampai dengan tahun 1980. Pada tahun 1982, berdasarkan tata guna hutan kesepakatan (TGHK) Menteri Kehutanan melakukan perubahan fungsi hutan dari hutan produksi menjadi hutan lindung. Dengan perubahan fungsi hutan tersebut, praktis masyarakat yang tinggal di sekitar hutan tidak dapat lagi mengakses sumberdaya hutan, dan kondisi ini berlangsung sampai tahun 1990. Namun demikian, sebagian masyarakat melakukan kegiatan bercocok tanam di dalam hutan lindung dengan tanaman MPTs.
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
31
Pada pertengahan tahun 1997, muncul inisiatif masyarakat untuk mengakses hutan lindung sebagai sumber mata pencaharian. Mulailah dilakukan dialog dan negoisasi antara kelompok masyarakat dengan pihak Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Tengah terkait keinginan masyarakat untuk dapat melakukan kegiatan pengelolaan hutan. Keinginan masyarakat ternyata mendapat respon positif dari pihak Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Tengah, dengan melakukan pendataan anggota masyarakat yang akan terlibat dalam kegiatan pengelolaan lahan di dalam kawasan hutan. Pada tahun 2000, kelompok masyarakat Batukliang melalui Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Darus Shidiqien mendapatkan ijin pengelolaan HKm dari Kanwil Kehutanan Provinsi NTB seluas 1.042 ha untuk jangka waktu lima tahun. Jumlah kelompok yang terlibat sebanyak 86 kelompok (1.720 KK) dengan rata-rata luas lahan garapan adalah 0,5 ha/KK. Sejak mendapatkan HKm, kelompok masyarakat yang tergabung dalam wadah Kopontren Darus Shidiqien melakukan kegiatan pengelolaan hutan melalui penanaman berbagai jenis tanaman dengan komposisi 70% tanaman MPTs dan 30% tanaman kayu.
Namun demikian dalam praktiknya, penggarap lebih dominan
menanam tanaman MPTs.
Setelah berjalan ± lima tahun, pada tahun 2004
Departemen Kehutanan melakukan kegiatan evaluasi terhadap pelaksanaan HKm di hutan lindung Batukliang oleh Kopontren Darus Shidiqien. Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan, ada dua catatan penting yang disampaikan oleh Departemen Kehutanan kepada Kopontren Darus Shidiqien. Pertama, dari aspek kelola kawasan menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan penanaman yang dilakukan oleh kelompok masyarakat diatas 75% dan biofisik hutan terlihat menjadi lebih baik dibandingkan sebelumnya. Kedua, dari aspek kelola kelembagaan menunjukkan bahwa Kopontren Darus Shidiqien sangat kurang dalam menjalankan fungsi manajemen terhadap pelaksanaan HKm dilapangan. Rekomendasi yang dikeluarkan oleh departemen kehutanan berdasarkan evaluasi tersebut, memberikan kesempatan kepada Kopontren untuk mengajukan usulan perpanjangan izin dengan catatan Kopontren harus terlebih dahulu melaksanakan rapat anggota tahunan (RAT) dan penataan batas areal HKm. Ternyata Kopontren tidak menindaklanjuti hasil evaluasi dan rekomendasi dari Departemen Kehutanan. Priode tahun 2004-2005 dapat dikatakan terjadi kevakuman. Menyikapi kondisi kevakuman tersebut, pada tahun 2005 organisasi masyarakat bernama Gumpar melakukan inisiasi untuk memfasilitasi kelompok-kelompok tani yang bernaung dibawah Kopontren untuk proses pengajuan perpanjangan izin HKm. Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
32
Beberapa bentuk fasilitasi yang dilakukan Gumpar, antara lain ; (1) pendataan kembali anggota kelompok penggarap, (2) pengukuran ulang areal HKm, (3) revitalisasi awiq-awiq, dan (4) advokasi kebijakan pemerintah daerah terkait pelaksanaan HKm. Upaya yang dilakukan Gumpar untuk memfasilitasi kelompok tani yang tergabung dalam Kopontren untuk pengajuan izin HKm menarik perhatian LSM lain seperti Konsepsi, YKSSI dan Transform yang bersama-sama Gumpar melakukan proses fasilitasi sampai terbitnya IUPHKm pada tahun 2010 dari Bupati Lombok Tengah kepada empat kelompok tani: Desa Lantan, Desa Aik Berik, Desa Setiling dan Desa Karang Sidemen. Lokasi HKm di empat desa tersebut masuk dalam Unit Pelaksana Teknis Pemangkuan Hutan (UPT-PH) Batukliang seluas 1.809,5 ha (Tabel 3.3). Tabel 3.3 Gambaran Umum Lokasi HKm Batukliang Utara Kabupaten Lombok Tengah. Desa No
Uraian
1.
Luas areal (Ha)
349
Karang Sidemen 403
2.
Jumlah kelompok
16
17
53
19
3.
Jumlah anggota (KK)
599
741
1.231
450
4.
Lembaga pemegang IUPHKm
KSU Mele Maju Desa Lantan
Gapoktan Desa Karang Sidemen
Gapoktan Rimba Lestari Desa Aik Berik
Majlis Ta’lim Darus Shidiqien Desa Setiling
5.
Nomor dan tanggal IUPHKm
38, 10 Feb 2010
39, 10 Feb2010
155, 16 April 2010
160, 12 April 2010
Lantan
Aik Berik
Setiling
840
217,5
3.4 Dukungan Instrumen Kebijakan Pemerintah Daerah mendukung pelaksanaan HKm di Pulau Lombok berupa terbitnya Peraturan Daerah (Perda) di tingkat Provinsi maupun Kabupaten. Pada tahun 2004, Pemerintah Provinsi NTB menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan HKm di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Saat ini beberapa kabupaten telah memiliki Perda yang mengatur tentang HKm antara lain di Kabupaten Lombok Barat, Perda Nomor 10 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan HKm; Kabupaten Lombok Tengah Perda Nomor 4 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan HKm. Selain Perda, di tingkat kabupaten juga telah terbit produk kebijakan berupa peraturan bupati (Perbup). Semangat diterbitkannya Perda dan Perbup tentang Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
33
HKm ini dimaksudkan sebagai rambu atau pedoman dalam mengimplementasikan program HKm dilapangan agar yang dicita-citakan program HKm yaitu “Hutan Lestari-Masyarakat Sejahtera” dapat diwujudkan.
Informasi tentang produk
kebijakan daerah dalam mendukung pelaksanaan PHBM (HKm) di Provinsi NTB disajikan pada Tabel 3.4. dibawah ini. Tabel 3.4. Bentuk Dukungan Kebijakan Daerah di Provinsi NTB Tentang HKm. No. 1.
Produk Kebijakan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi NTB Nomor 6 Tahun 2004 Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sumbawa Nomor 25 Tahun 2002 Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Lombok Barat Nomor 10 Tahun 2003 Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Lombok Barat Nomor 4 Tahun 2007
Tentang Pedoman Penyelenggaraan HKm di Provinsi NTB
Inisiator Dinas Kehutanan Provinsi NTB
Pengelolaan Sumberdaya Hutan Berbasis Masyarakat
DPRD Kabupaten Sumbawa
Penyelenggaraan HKm Kabupaten Lombok Barat
Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Barat
Pengelolaan Jasa Lingkungan Kabupaten Lombok Barat
4.
Peraturan Bupati (Perbup) Lombok Barat Nomor 5 Tahun 2008
5.
Keputusan Bupati Lombok Barat Nomor 1071/39/Dishut/2009 Keputusan Bupati Lombok Barat Nomor 2130/65/Dishut/2009
Pedoman Pelaksanaan Verifikasi Penetapan Areal Kerja HKm Kabupaten Lombok Barat Pembentukan Tim Verifikasi Penetapan Areal Kerja HKm Kabupaten Lombok Barat Pemberian Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) Kepada KMPH Mitra Sesaot Penetapan Institusi Multipihak Pengelolaan Jasa Lingkungan Kabupaten Lombok Barat Periode Tahun 2012-2014 Penyelenggaraan HKm di Kabupaten Lombok Tengah
Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Barat, WWF Indonesia Program Nusa Tenggara Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Barat
2. 2. 3.
6.
7.
Keputusan Bupati Lombok Barat Nomor 834/42/Dishut/2012
8.
Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Lombok Tengah Nomor 4 Tahun 2009 Keputusan Bupati Lombok Tengah Nomor 155 Tahun 2010
9.
Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) Kepada Gapoktan HKm Rimba Lestari
Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Barat Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Barat Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Barat Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lombok Tengah Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lombok Tengah
3.5 Para Pihak Terlibat Palaksanaan praktik PHBM di tiga lokasi studi merupakan hasil kerja kolaboratif parapihak (pemerintah, LSM, perguruan tinggi, dunia usaha) dengan kelompok masyarakat. Secara umum beberapa bentuk peran fasilitasi yang teridentifikasi telah dilakukan selama ini oleh parapihak di Provinsi NTB adalah : (1) penguatan kelembagaan di tingkat kelompok, (2) pengukuran dan pemetaan calon lokasi HKm, Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
34
(3) percepatan penerbitan IUPHKm, pertemuan-pertemuan baik di tingkat kelompok, kabupaten, pulau, provinsi maupun nasional, (4) pendampingan dengan memberikan pelatihan tentang teknis pengelolaan HKm, (5) pengolahan hasil HKm maupun penguatan kelembagaan, (6) pemasaran produk HHBK dari lahan HKm dan (7) perluasan jaringan kerjsama dengan parapihak khususnya pelaku usaha. 3.5.1 Lokasi Hutan Kemasyarakatan Sesaot Secara ringkas, parapihak yang ikut terlibat dalam pengawalan pelaksanaan program HKm di Sesaot Kabupaten Lombok Barat disajikan dalam Tabel 3.5. Tabel 3.5. Peran Parapihak dalam Pelaksanaan Program HKm di Sesaot Kabupaten Lombok Barat. No. Institusi Peranan Tahun 1. LP3ES-NTB Fasilitasi pembangunan kelembagaan di tingkat 1995masyarakat 2000 Fasilitasi penguatan kapasitas kelompok masyarakat Fasilitasi perencanaan partisipatif 2. Dinas Kehutanan Pencadangan areal kelola untuk ujicoba reboisasi swadaya 1995NTB Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Ujicoba reboisasi 1998 swadaya Fasilitasi perluasan areal kelola ujicoba reboisasi skema HKm 3. Dinas Kehutanan Fasilitasi percepatan usulan penetapan areal kerja HKm 2007Kabupaten kepada Departemen Kehutanan 2008 Lombok Barat Fasilitasi percepatan penerbitan IUPHKm Bupati Lombok 2009 Barat kepada KMPH Mitra Sesaot Fasilitasi penetapan batas blok dan petak penggarap 2010 sekaligus pendataan ulang anggota kelompok pemegang IUPHKm berdasarkan luas areal kerja HKm KMPH-Mitra Sesaot yang ditetapkan Menteri Kehutanan Pemberian Bantuan Sosial (Bansos) kepada KMPH Mitra 2011 Sesaot Fasilitasi mediasi konflik Tahura dengan KMPH Mitra 2011Sesaot 2013 Pembuatan Kebun Bibit Rakyat (KBR) untuk KMPH-Mitra 2012Sesaot 2013 Fasilitasi program pengelolaan jasa lingkungan kepada 2013 KMPH-Mitra Sesaot 4. Konsepsi Fasilitasi pengusulan IUPHKm 2001 Fasilitasi penyusunan rencana umum (RU) dan rencana sekarang operasional (RO) pemegang IUPHKm Fasilitasi pengembangan kewirausahaan (kelompok aleale perempuan) Fasilitasi pembentukan koperasi tani HKm 5. P3KM-IPB Dokumentasi proses pelaksanaan pembangunan HKm di 2000Sesaot 2003 6. Studio Driya Media Dokumentasi Praktik HKm Sesaot 2001 (SDM) Bandung Pelatihan peningkatan kapasitas pemanfaatan media, informasi dan publikasi 7. Konsorsium Pengembangan tools monitoring dan evaluasi partisipatif 2001 Pengembangan Masyarakat Nusa Tenggara 8. Transform Penguatan kapasitas kelompok tani HKm Sesaot non 2005 Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
35
No. 9.
Institusi ICRAF
10. 11.
12.
Universitas Mataram SCBFWM
Fauna&Flora InternationalIndonesia Program
Peranan program Dokumentasi (audio visual) praktik HKm di Sesaot Pelatihan perbenihan tanaman hutan Pelatihan agroforestry Studi Potensi Karbon pada Sistem Agroforestry di Kawasan Penyangga Hutan Lindung Sesaot Kajian Kondisi DAS di Kawasan Hutan Sesaot dengan Metode PaLA dan Model Flow Persistence Studi Pendapatan Petani HKm Sesaot Evaluasi Pelaksanaan Ujicoba reboisasi swadaya
Pelatihan Pengolahan Pasca Panen HHBK kepada Kelompok Perempuan Fasilitasi Mediasi Konflik Status Tahura antara Dinas Kehutanan NTB dan KMPH-Mitra Sesaot Evaluasi Sosial Ekonomi Masyarakat Hulu DAS Jangkok Pengembangan Tanaman Penghasil Energi di Lahan HKm KMPH-Mitra Sesaot
Tahun 2001 2001 2010 2010 2010 2001 2011 2011 2013 2012
3.5.2 Lokasi Hutan Kemasyarakatan Santong Praktik penyelenggaraan HKm Santong Kabupaten Lombok Utara sesungguhnya merupakan salah satu bentuk replikasi dari pelaksanaan praktik HKm Sesaot yang juga difasilitasi oleh LP3ES NTB bersama Dinas Kehutanan Provinsi NTB. Secara ringkas, parapihak yang ikut terlibat dalam pengawalan pelaksanaan program HKm di Santong Kabupaten Lombok Utara disajikan dalam Tabel 3.6 dibawah ini. Tabel 3.6. Peran parapihak dalam pelaksanaan program HKm di Santong Kab. Lombok Utara No. Institusi Peranan Tahun 1. LP3ES-NTB Fasilitasi pembangunan kelembagaan di tingkat 1997-2000 masyarakat Fasilitasi penguatan kapasitas kelompok masyarakat Fasilitasi perencanaan partisipatif 2. Dinas Kehutanan NTB Pencadangan areal kelola untuk ujicoba reboisasi 1997-2000 swadaya oleh masyarakat Bantuan bibit tanaman kehutanan dan MPTs 3. Konsepsi Fasilitasi pengusulan IUPHKm 2001 Fasilitasi penyusunan rencana umum (RU) dan sekarang rencana operasional (RO) pengelolaan HKm Fasilitasi sertifikasi pengelolaan HKm bekerjasama dengan LEI 4. Transform Dokumentasi audio visual praktik HKm Santong 2009 bekerjasama dengan Departemen Kehutanan 5. LEI Fasilitasi tahapan kegiatan sertifikasi PSDHBML 2012-2013 praktik HKm Santong
3.5.3 Lokasi Hutan Kemasyarakatan Batukliang Utara
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
36
Praktik HKm Batukliang Utara (Aik Berik) merupakan rekonstruksi dari HPHKm yang dikelola oleh Pondok Pesantren Darusshidiqien sejak tahun 2000 yang dalam perjalanannya sempat mengalami kevakuman pasca dilakukannya evaluasi oleh Departemen Kehutanan pada tahun 2003. Secara ringkas, parapihak yang ikut terlibat dalam pengawalan pelaksanaan program HKm di Batukliang Utara (Aik Berik) Kabupaten Lombok Tengah disajikan dalam Tabel 3.7. Tabel 3.7. Peran Parapihak dalam Pelaksanaan Program HKm di Batukliang Utara, Lombok Tengah. No. Institusi Peranan Tahun 1. Dinas Kehutanan dan Fasilitasi proses pengusulan 2007-sekarang Perkebunan Kabupaten IUPHKm kepada Bupati Lombok Tengah Fasilitasi pemetaan areal kelola HKm Pelatihan teknis pengelolaan HKm 2. YKSSI Fasilitasi penguatan kelembagaan 2007-2010 masyarakat Fasilitasi pendataan anggota kelompok tani HKm Fasilitasi penyusunan rencana umum (RU) dan rencana operasional (RO) pemegang IUPHKm 3. Konsepsi Fasilitasi proses penyusunan 2009-2010 peraturan daerah (Perda) Kabupaten Lombok Tengah tentang HKm 4. Transform Fasilitasi pengusulan IUPHKm 2009-2010 kepada Bupati Fasilitasi penyusunan rencana umum (RU) dan rencana operasional (RO) pemegang IUPHKm 5. BPDAS Dodokan Moyosari Fasilitasi kegiatan sekolah lapang 2011 bagi petani HKm Batukliang Utara Fasilitasi kegiatan pelatihan pengolahan hasil hutan bukan kayu 6. WWF Indonesia-Program Fasilitasi pengembangan HHBK 2012-2013 Nusa Tenggara Unggulan 7. KOICA Fasilitasi rencana implementasi 2012-2013 REDD+ 8. Fauna&Flora International Fasilitasi bantuan bibit kemiri 2012-2013 Indonesia Programme untuk pengembangan energy terbarukan
3.6 Gambaran Praktik Pengelolaan PHBM Oleh Petani 3.6.1 Teknik Pengelolaan Lahan
Selama ini petani HKm di Pulau Lombok (Sesaot, Santong dan Batukliang Utara) dalam mengelola lahan garapannya menerapkan system tanaman campuran
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
37
(agroforestry) antara tanaman kayu, buah-buahan dan tanaman semusim. Sistem ini meraka terapkan sejak awal khususnya di lokasi Sesaot dan Batukliang Utara dalam menggarap lahan HKm karena telah ada kesepakatan dengan pihak dinas kehutanan yang mengharuskan petani HKm menanam tanaman kayu disamping tanaman buahbuahan/MPTs. Secara umum, luas lahan kelola HKm di masing-masing lokasi studi cukup bervariasi dengan kisaran antara 0,15 ha - 1 ha. Untuk lokasi HKm Sesaot, rata-rata petani menggarap lahan HKm seluas ± 0,25 - 0,50 ha sedangkan untuk petani HKm Santong dan Batukliang Utara (Aik Berik) rata-rata petani menggarap lahan HKm seluas ± 0,50 ha. Luas lahan kelola tentunya akan berdampak terhadap pendapatan petani. Namun realitanya semakin luas lahan kelola, tidak menjamin pendapatan petani lebih besar dari petani yang mengelola lahan lebih sempit. Berdasarkan informasi dari responden, faktor utama yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani adalah tingginya intensitas petani dalam mengelola lahan garapannya. Jika ditinjau dari jenis-jenis tanaman yang ada di lokasi studi, lahan garapan memiliki keragaman yang cukup tinggi,
hal ini dapat berdampak pada semakin bervariasinya hasil
produk lahan HKm yang dihasilkan. Beberapa jenis tanaman yang teridentifikasi untuk tanaman kayu-kayuan adalah: mahoni, bajur, sengon, kaliandra, gamal; tanaman buah-buahan antara lain: durian, rambutan, kepundung, melinjo, aren, nangka, salak, pisang, papaya; tanaman lainnya seperti : kopi, coklat, pinang, keladi dan ubi kayu.Kombinasi tanaman inilah yang kemudian membentuk strata tanaman di lahan HKm Sesaot, Santong dan Batukliang Utara. Secara umum, strata tanaman di tiga lokasi studi disajikan pada Tabel 3.8. dibawah ini. Tabel 3.8. Strata Tanaman di Lokasi HKm Sesaot, Santong dan Batukliang Utara. No. 1. 2. 3. 4.
5.
Strata Strata 1 (Kayu-kayuan) Strata 2 (MPTs) Strata 3 (Tanaman Bawah Tegakan) Strata 4 (Empon-Empon)
Jenis Tanaman Sengon, Mahoni, Garu , Gaharu, Sonokeling, Dadap Durian, Kluwih, Kemiri, Nangka, Melinjo, Alpokat Kopi, Coklat, Vanili, Pisang
Keterangan Bermanfaat sebagai panjatan tanaman sirih Bermanfaat sebagai penaung tanaman di bawah tegakan Jenis tanaman perkebunan yang merupakan andalan petani HKm
Jahe, Kunyit, Kapulaga, Lengkuas, Laos, Lempuyang
Tumpangsari
Keladi, Cabai, Tomat, Terong, Kacang panjang, Kedelai
Jenis tanaman jamu-jamuan/obatobatan/bumbu-bumbuan yang merupakan hasil sampingan musiman Budidaya jenis tanaman ini sepanjang kanopi atau tegakan belum menutup
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
38
3.6.2 Aktivitas Kelembagaan Semangat dari program PHBM adalah penguatan kelembagaan.
Penyerahan
IUPHKm di lokasi HKm Sesaot, Santong maupun Aik Berik adalah dari Bupati kepada kelompok masyarakat, berupa wadah kelompok tani, gabungan kelompok tani atau koperasi. Oleh karenanya, aktivitas kelembagaan yang sangat menonjol di masingmasing lokasi studi pada tahap awal adalah upaya kelompok masyarakat dalam rangka mendapatkan legalitas pengelolaan HKm. Pada tahap tersebut, kelompok masyarakat disibukkan dengan urusan administrasi dan teknis seperti mengajukan usulan permohonan IUPHKm yang telah dilengkapi dengan sketsa calon lokasi HKm. Saat ini, di tiga lokasi studi (Sesaot, Santong dan Aik Berik) telah melewati tahap tersebut dan perkembangan terkini aktivitas kelembagaan yang menonjol adalah pengolahan produk hasil HKm dan pemasarannya. Pada tahap ini, berbagai upaya telah mulai dilakukan oleh kelompok tani HKm dalam rangka meningkatkan nilai tambah dari setiap komoditi yang dihasilkan dari lahan HKm. Bentuk nyata dari aktivitas tersebut, adalah produk olahan dari hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang telah siap dipasarkan seperti keripik pisang, keripik nangka, keripik talas, dan lainlain. Kegiatan yang dilakukan oleh kelompok tani pemegang IUPHKm Sesaot, yaitu : Pertemuan rutin mingguan pengurus KMPH-Mitra Sesaot, pembibitan tanaman kayu dan MPTs, kerjasama pembangunan PLTMH Mikrohidro, kerjasama dengan PDAM untuk pemanfaatan dana jasa lingkungan, pengolahan produk HHBK oleh kelompok perempuan, pemasaran hasil produk olahan. Selain kegiatan yang telah disebutkan diatas, di lokasi HKm Sesaot juga telah terbentuk Forum Masyarakat Kawasan Hutan Sesaot (FMKS) yang menaungi seluruh kelompok-kelompok tani hutan (HKm) di wilayah Sesaot. Bentuk kelembagaan lain yang telah terbentuk adalah koperasi tani HKm yang bernama Sugih Enggar. Keberadaan koperasi ini dihajatkan untuk dapat menampung hasil produk HKm dalam rangka meningkatkan posisi tawar petani HKm dalam menentukan harga jual produk. Kegiatan yang dilakukan oleh kelompok tani pemegang IUPHKm Santong, yaitu : Pertemuan rutin pengurus Koptan Maju Bersama Santong, rapat anggota tahunan (RAT) Koptan Maju Bersama Santong, kerjasama sertifikasi pengelolaan HKm lestari bersama LEI, pemanfaatan biogas untuk rumah tangga, pengembangan HHBK unggulan bekerjasama dengan WWF, pengajuan usulan IUPHHK-HKm kepada Menteri Kehutanan, pemasaran produk HHBK. Kegiatan yang dilakukan oleh Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
39
kelompok tani pemegang IUPHKm Aik Berik yaitu:Pertemuan rutin pengurus Gapoktan Rimba Lestari, pengembangan HHBK unggulan bekerjasama dengan WWF Indonesia Program Nusa Tenggara, pembangunan sekolah lapang bekerjasama dengan BPDAS Dodokan Moyosari, pengolahan pasca panen produk HHBK, pemasaran produk mentah dan olahan HHBK. Selain kegiatan yang telah disebutkan diatas, di lokasi HKm Aik Berik juga telah terbentuk Forum Masyarakat Kawasan Rinjani yang menaungi seluruh kelompokkelompok tani hutan (HKm) di wilayah Batukliang Utara. Bentuk kelembagaan lain yang telah terbentuk adalah koperasi tani HKm Rimba Lestari. Keberadaan koperasi ini dihajatkan untuk dapat menampung hasil produk HKm dalam rangka meningkatkan posisi tawar petani HKm dalam menentukan harga jual produk. 3.6.3 Program Pelatihan dan Pedampingan Beberapa program pelatihan dan pendampingan telah dilaksanakan melalui kerjasama dengan dinas terkait dan LSM. Bentuk pelatihan yang telah dilaksanakan di HKm Sesaot, Santong dan Aik Berik disajikan pada Tabel 3.9. dibawah ini. Tabel 3.9. Pelatihan yang telah dilaksanakan di Lokasi HKm Sesaot, Santong dan Aik Berik. No.
Bentuk Pelatihan
HKm Sesaot : 1. Pelatihan Teknik-Teknik PRA 2. Pelatihan Perencanaan Partisipatif 3. Pelatihan Pengelolaan Sumber Benih dan Pengumpulan Benih 4. Pelatihan Partisipatif dan Pengembangan Kapasitas 5. Pelatihan manajemen adminsitrasi kelompok 6. Pelatihan pengolahan pasca panen produk HHBK 7. Pelatihan Pengukuran Karbon Partisipatif 8. Pelatihan Penyusunan Rencana Umum dan Rencana Operasional Pengelolaan HKm HKm Santong : 9. Pelatihan Perencanaan Partisipatif 10. Pelatihan Pengelolaan Sumber Benih dan Pengumpulan Benih 11. Pelatihan Partisipatif dan Pengembangan Kapasitas 12. Pelatihan Penyusunan Rencana Umum dan Rencana Operasional Pengelolaan HKm HKm Aik Berik : 13. Pelatihan dinamika kelompok 14. Pelatihan sekolah lapang 15. Pelatihan pengolahan pasca panen produk HHBK
Lokasi Pelatihan
Tahun
Penyelenggara
Sesaot Mataram Mataram
2000 2000 2000
LP3ES NTB LP3ES NTB ICRAF/Winrock
Mataram
2001
Sesaot Sesaot
2002 2010
Dephut dan Ford Foundation Konsepsi Konsepsi
Sesaot Sesaot
2010 2010
Transform Konsepsi
Mataram Mataram
2000 2000
LP3ES NTB ICRAF/Winrock
Mataram
2001
Santong
2012
Dephut dan Ford Foundation Konsepsi
Lantan Aik Berik Aik Berik
2009 2011 2011
ykssi BPDAS DMS BPDAS DMS
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
40
16. 17.
Pelatihan pembibitan Pelatihan Penyusunan Rencana Umum dan Rencana Operasional Pengelolaan HKm
Aik Berik Batukliang Utara
2012 2010
BPTH Bali Transform ykssi
dan
Bentuk pendampingan yang dilakukan oleh parapihak di lokasi HKm Sesaot, Santong dan Aik Berik disajikan pada Tabel 3.10. dibawah ini. Tabel 3.10. Bentuk Pendampingan yang telah dilaksanakan di HKm Sesaot, Santong dan Aik Berik. No. Bentuk Pendampingan Pendamping HKm Sesaot: 1. Penguatan kelembagaan (kelompok tani HKm, Forum Konsepsi Masyarakat Kawasan Hutan Sesaot, Koperasi Tani HKm) 2. Pengusulan IUPHKm kepada Bupati Lombok Barat Konsepsi 3. Pengajuan usulan penetapan areal HKm bagi kelompok tani Konsepsi HKm yang belum mendapatkan IUPHKm 4. Pembangunan PLTMH mikrohidro Konsepsi 5. Pemasaran produk olahan HHBK Konsepsi HKm Santong: 6. Penguatan kelembagaan Konsepsi 7. Pengajuan usulan IUPHHK-HKm kepada Menteri Kehutanan Konsepsi 8. Pengembangan HHBK Unggulan WWF HKm Aik Berik: 9. Penguatan kelembagaan ykssi 10. Pengajuan usulan IUPHKm kepada Bupati Lombok Tengah Dishutbun Loteng, ykssi, Transform 11. Pengembangan HHBK Unggulan WWF
3.6.4 Akses Informasi Pasar Pemasaran komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di tiga lokasi studi merupakan produk utama yang menjadi andalan sumber penghidupan para petani HKm. Pemasaran yang dilakukan selama ini sebagian besar dilakukan dengan cara menjual langsung ke pasar baik itu melalui pedangang pengumpul maupun ke konsumen akhir. Sampai dengan saat ini, akses informasi dan pasar belum belum terlembaga dengan baik di tingkat kelompok masyarakat.
Kondisi inilah yang
menjadi salah satu penyebab masih lemahnya posisi tawar petani HKm dalam memasarkan komoditi hasil HKm/HHBK. Berikut disajikan beberapa produk HHBK dan saluran pemasarannya yang menjadi produk HHBK unggulan di tiga lokasi studi, antara lain; kemiri, durian dan nangka. Penetapan ketiga jenis HHBK tersebut sebagai produk HHBK unggulan mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.21/Menhut-II/2009 tentang Ktiteria dan Indikator Penetapan Jenis-jenis Hasil Hutan Bukan Kayu Unggulan.
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
41
Saluran pemasaran komoditi kemiri petani HKm di tiga lokasi studi di Pulau Lombok yang dilakukan selama ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Petani HKm
Pedagang Pengepul Desa/Dusun
Pedagang Besar dan Pengolah Kemiri di Pancor Dau
Pedagang Besar pengepul Hasil Olahan di Bali Pedagang Besar Pengepul di Surabaya
Pedagang Pengecer di Bertais
Saluran pemasaran komoditi Nangka yang dilakukan selama ini dapat digambarkan sebagai berikut : Petani HKm
Pedagang Pengepul Desa/Dusun
Konsumen di Pasar Keru dan Bertais
Saluran pemasaran komoditi Durian yang dilakukan selama ini dapat digambarkan sebagai berikut : Konsumen di Pasar Keru dan Bertais Petani HKm
Pedagang Pengepul Desa/Dusun
Konsumen di Bertais dan Mataram Pedagang Besar Mataram dan Lombok Timur
3.6.5 Ketersediaan Infrastruktur Pendukung Beberapa infrastruktur untuk mendukung kegiatan HKm sudah tersedia di masingmasing lokasi studi. Salah satu infrastruktur pendukung adalah prasarana jalan Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
42
menuju lokasi HKm.Selain itu, di masing-masing lokasi HKm telah memiliki koperasi untuk menampung para petani HKm dalam memasarkan produk yang dihasilkan dari lahan HKm. Meskipun, peran koperasi yang diharapkan belum dapat berjalan sebagaiamana mestinya, namun setidaknya ada upaya masyarakat memiliki wadah ekonomi sebagai bagian dari perjuangan mereka untuk meningkatkan nilai produk mereka. Gambaran umum terkait ketersediaan fasilitas pendukung pengelolaan HKm di Sesaot, Santong dan Aik Berik (Tabel 3.11). Tabel 3.11. Ketersediaan fasilitas pendukung pengelolaan HKm di Sesaot, Santong dan Aik Berik No. Fasilitas Ketersediaan keterangan 1. Penelitian Tidak tersedia Hanya saja lokasi HKm Sesaot, Santong dan Aik Berik kerap menjadi lokasi penelitian bagi para peneliti dari perguruan tinggi, LSM maupun lembaga-lembaga riset 2. Plot Percontohan Tersedia HKm Sesaot terdapat arboretum tanaman obat HKm Aik Berik dijadikan sebagai tempat dilaksanakannya sekolah lapang HKm Santong ditetapkan sebagai lahan HKm pertama di Indonesia yang telah tersertifikasi 3. Media Publikasi Tersedia Berupa leaflet, dokumentasi audio visual 4. Pengolahan Produk Tersedia 5. Pengolahan Kompos Tersedia 6. Biogas Tersedia Khusus di lokasi HKm Santong, sebagian petani HKm telah menggunakan biogas untuk keperluan memasak 7. Ruang Pertemuan Tersedia 8. Alat Pengukur Curah Tersedia Hanya dijumpai di lokasi HKm Sesaot Hujan 9. Pembibitan Tersedia
3.7 Dukungan Program dan Kolaborasi Para Pihak 3.7.1 Dukungan Anggaran Selama kurun waktu 3-4 tahun terakhir ini Dinas Kehutanan telah menganggarkan untuk mendukung pelaksanaan program HKm (Tabel 3.12.) Tabel 3.12. Alokasi Anggaran Pemerintah Daerah untuk Mendukung Pengelolaan HKm No.
Instansi
1.
Dinas Kehutanan NTB
2011
Jumlah Anggaran HKm (x Rp. 000) 200.000
2012
300.000
APBN
2013
500.000
APBN
2013
80.000
APBD
Tahun
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
Sumber Dana APBN
43
2.
3.
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lombok Tengah
Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Barat
2010
150.000
APBD
2011
150.000
APBD
2012
100.000
APBD
2013
100.000
APBD
2011
50.000
APBD
2012
50.000
APBD
2013
69.000
APBD
Selain alokasi anggaran yang bersumber dari pemerintah baik pusat, provinsi maupun kabupaten, juga ada dukungan anggaran dari lembaga donor.Beberapa lembaga donor yang teridentifikasi memberikan dukungan anggaran sampai saat ini, antara lain : Ford Foundation, MFP-DFID, World Neighbours, Kemitraan, Samanta, ITTO, UNDP, Fauna&Flora International. 3.7.2 Dukungan Program Alokasi anggaran yang bersumber dari pemerintah, lembaga donor dan LSM dipergunakan untuk mendukung beberapa program antara lain: Pengukuran dan pemetaan calon lokasi HKm, percepatan penerbitan IUPHKm, pertemuan-pertemuan baik di tingkat kelompok, kabupaten, provinsi dan nasional, pendampingan dengan memberikan pelatihan tentang teknis pengelolaan HKm, pengolahan hasil HKm maupun penguatan kelembagaan, pemasaran produk HHBK dari lahan HKm, bantuan bibit, dokumentasi dan publikasi. 3.8 Praktek PHBM
3.8.1 Aspek Budidaya (Kelola Lahan) Kegiatan pengelolaan lahan HKm yang dilakukan oleh petani HKm umumnya menerapkan sistem agroforestri. Sistem agroforestri yang dikembangkan adalah dengan menanami berbagai jenis tanaman berupa tanaman kayu, MPTs (Multi Purpose Trees Species), dan tanaman semusim. Jenis kayu-kayuan yang ditanam, antara lain ; Sengon (Falcataria moluccana), mahoni (Swietenia macrophylla); tanaman MPTs meliputi: durian (Durio zibethinus), rambutan (Nepheliium lappaceum), alpukat (Persea americana), langsat (Lansium domesticum), nangka (Artocarpus heterophyllus), mangga (Mangifera indica), kedondong (Spondias dulcis), Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
44
kemiri (Aleurites moluccana), sirsak (Annona muricata) dan gliciridia (Gliricidia sepium);tanaman perkebunan adalah kopi dan coklat; tanaman semusim : pisang, cabe, terong. Gambaran umum tentang praktik pengelolaan HKm yang dilakukan oleh petani HKm Sesaot, Santong dan Aik Berik dari aspek budidaya disajikan pada Tabel 3.13. dibawah ini. Tabel 3.13. Aspek Budidaya Tanaman yang telah dicapai Petani HKm Sesaot, Santong dan Aik Berik. No. 1.
Aspek Budidaya Penerapan Pola Tanam
2.
Pemeliharaan tanaman (pemupukan, jarak tanam, strata tanaman)
3.
Pengendalian hama dan penyakit tanaman
4.
Pembibitan
5.
Produksi dan siklus panen tanaman
Praktik yang dianggap Berhasil Keragaman tanaman dalam kawasan di lokasi HKm Sesaot, Santong dan Aik Berik cukup bervariasi dengan pola kombinasi tanaman yang hampir seragam. Beberapa jenis tanaman dibudidayakan didominasi oleh tanaman MPTs khususnya di lokasi HKm Sesaot dan Aik Berik seperti durian, nangka, alpokat, papaya, pisang, kopi, coklat, rambutan, sedangkan untuk tanaman meliputi mahoni, sengon, bajur. Komposisi tanaman dilokasi HKm Sesaot dan Aik Berik adalah 70% tanaman MPTs dan 30% tanaman kayu sedangkan di lokasi HKm Santong kmposisinya70% tanaman kayu dan 30% tanaman MPTs. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan menyangkut pengaturan jarak tanam, pemangkasan (prunning) serta penyulaman tanaman. Selain itu untuk mengoptimalkan lahan juga dikembangkan tanaman merambat dan tanaman bawah tegakan. Pemeliharaan tanaman secara rutin dengan penyulaman tanaman yang terkena hama dan penyakit dianggap telah berhasil mencegah meluasnya hama dan penyakit tanaman seperti yang terdapat pada tanaman kopi, kakao dan pisang. Petani telah mampu melakukan pembibitan sendiri di lokasi HKm untuk menunjang ketersediaan bibit tanaman yang akan digunakan dalam kegiatan penyulaman maupun untuk ditanam di lahan-lahan yang masih memungkinkan untuk ditanami. Jenis tanaman yang dikembangkan oleh petani HKm di Sesaot, Santong dan Aik Berik berorientasi pada jenis-jenis tanaman yang dapat memberikan pendapatan sepanjang tahun. Oleh karena itu, jenis yang mereka tanaman ada yang berproduksi harian, mingguan, bulanan dan tahunan.
3.8.2 Aspek Ekonomi Produksi HKm, dapat memenuhi tiga kebutuhan yaitu: (1) konsumsi rumah tangga: Keladi, pepaya, cabai, pakis; (2) dijual: Pisang, papaya, jambu batu, alpokat, durian, nangka, coklat, vanili, sirih, lada, kopi, kunyit, kepundung dijual dan (3) sebagai makanan ternak: Dadap, kaliandra, gamal. Jenis tanaman yang hasilnya untuk konsumsi rumah tangga biasanya jumlahnya sedikit, waktu panen pendek, nilai ekonominya rendah. Sedangkan yang dijual volume produksi tinggi, dan memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Tanaman gamal, kaliandra dan dadap selain untuk makanan ternak, juga diperuntukkan: tanaman pagar, kompos maupun sebagai tanaman inang/panjatan bagi lada, sirih maupun vanili. Gambaran umum tentang
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
45
praktik pengelolaan HKm yang dianggap berhasil dari aspek ekonomi disajikan pada Tabel 3.14. dibawah ini. Tabel 3.14. Aspek Ekonomi yang telah dicapai Petani HKm Sesaot, Santong dan Aik Berik. No. 1.
Aspek Ekonomi Sumbangan untuk ekonomirumah tangga
2.
Pemasaran produk
3.
Pendapatan dan Biaya Tenaga Kerja
Praktik yang dianggap Berhasil Di lokasi HKm Sesaot, rata-rata sumbangan dari pengelolaan lahan HKm untuk rumah tangga berkisar antara Rp 500.000 - 1,5 juta per bulan. Petani HKm di Aik Berik berkisar antara Rp 500.000 – 1 juta per bulan. Sedangkan untuk petani HKm Santong berkisar antara 1,5 – 3 juta perbulan. Pendapatan utama petani HKm Santong bersumber dari panen kakao, kopi dan pisang. Pemasaran produk yang dihasilkan mudah untuk dipasarkan karena terdapat pedagang pengumpul yang siap menampung hasil produksi petani. Biaya tenaga kerja pengelolaan HKm termasuk rendah dengan penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi. Umumnya petani HKm baik di Sesaot, Santong maupun Aik Berik memanfaatkan sumberdaya anggota keluarga. Selain itu, budaya gotong royong dalam pengelolaan lahan HKm masih tetap berlangsung sampai dengan saat ini yang disebut dengan istilah “besiru”.
3.8.3 Aspek Konservasi Dari hasil survey di tiga lokasi studi terlihat bahwa system penanaman dengan beragam jenis karakteristik tanaman ternyata mampu mendukung dan menciptakan kondisi lingkungan yang baik bagi pertumbuhan tanaman lainnya.Salah satu keberhasilan kelompok tani HKm Sesaot, Santong dan Aik Berik dalam mempertahankan fungsi kawasan adalah dengan tetap menjaga kerapatan tanaman, dengan jumlah diatas 900 pohon tiap ha. Hasil-hasil penelitian sebelumnya (Markum et al., 2012; SCFBWM, 2011), juga menunjukkan bahwa limpasan permukaan pada berbagai pola agroforestri di Sesaot menunjukkan limpasan permukaan yang kecil (dibawah 5 %). 3.8.4 Aspek Kelembagaan Penguatan kelembagaan menjadi salah satu fokus dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan PHBM di lapangan. Melalui skema PHBM, masyarakat diposisikan sebagai pelaku utama dalam melakukan pengelolaan hutan. Gambaran umum tentang praktik pengelolaan HKm yang dilakukan oleh petani HKm Sesaot, Santong dan Aik Berik dari aspek kelembagaan (Tabel 3.15.) dibawah ini. Tabel 3.15. Aspek Kelembagaan yang telah dicapai Petani HKm Sesaot, Santong dan Aik Berik. No. 1.
Aspek Kelembagaan Keaktifan Kelompok Tani
Praktik yang dianggap Berhasil Petani HKm Sesaot, Santong dan Aik Berik telah mendapatkan legalitas hak kelola dengan diberikannya IUPHKm dari Bupati kepada kelompok. Selian itu, saat ini masing-masing
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
46
No.
Aspek Kelembagaan
Praktik yang dianggap Berhasil pemegang IUPHKm telah memiliki rencana umum pengelolaan HKm untuk jangka waktu 35 tahun.
2.
Pelaksanaan aturan internal
3.
Penyelesaian konflik land tenure
Petani telah memiliki aturan yang disepakati oleh kelompok. Selain itu, adanya dorongan penguatan kelembagaan dari Dinas Kehutanan dan perkebunan dan pendampingan yang intensif dari pihak LSM menjadikan pengelolaan kelembagaan cukup memberikan peran yang signifikan terhadap keberhasilan kelompok tani selama ini Kelompok tani HKm Sesaot cukup mampu melakukan penyelesaian konflik yang ada di masyarakat terutama terkait dengan sengketa tapal batas hak kelola
3.9 Persepsi dan Respon Para Pihak Tentang WB - PHBM
3.9.1 Konsep tentang WB - PHBM yang Baik Berdasarkan hasil wawancara dan FGD, beberapa hal yang harus disiapkan dalam mendukung WB - PHBM, antara lain : Ada bangunan/tempat pertemuan yang memadai,
Sarana
dan
prasarana
pendukung
(computer,
akses
internet),
Dokumentasi (foto-foto, banner, poster) dan informasi (leaflet, booklet, buku, brosur) tentang pelaksanaan HKm di lokasi tersebut, Akses jalan harus diperbaiki. Ada tiga lokasi yang dianggap layak untuk direkomendasikan sebagai WB - PHBM di Pulau Lombok, yaitu : (1) lokasi hutan kemasyarakatan Sesaot, (2) lokasi hutan kemasyarakatan Santong, dan (3) lokasi hutan kemasyarakatan Batukliang Utara di Aik Berik. Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh masing-masing lokasi HKm tersebut disajikan pada Tabel 3.16 dibawah ini. Tabel 3.16. Keunggulan Masing-Masing Lokasi HKm. No. 1.
Lokasi HKm Sesaot, Lombok Barat
2.
Santong, KLU
Keunggulan Merupakan cikal bakal praktik PHBM di NTB Pertamakali diterapkannya teknik PRA di NTB Kaya akan pengalaman dan pengetahuan Pemahaman masyarakat tentang HKm telah terbangun cukup lama Kelembagaan masyarakat cukup mendukung (Forum Masyarakat Kawasan Hutan Sesaot, Koperasi Wana Abadi) Praktik jasa lingkungan telah berjalan (air, PLTMH) Sejak tahun 2000 menjadi tempat belajar bagi parapihak dari tingkat lokal, regional, nasional dan internasional tentang penyelenggaraan HKm Kondisi biofisik hutannya bagus Kelembagaan masyarakatnya kuat (koperasi) Pemahaman masyarakat tentang HKm telah terbangun dengan baik Sertifikasi pengelolaan hutan lestari dari LEI Komitmen pemda cukup baik Potensi jasa lingkungan Sering mendapat kunjungan belajar dari parapihak
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
47
No. 3.
Lokasi HKm Aik Berik-Batukliang Utara, Loteng
Keunggulan Terdapat objek wisata alam (air terjun) Merupakan jalur trecking menuju Gunung Rinjani Akses mudah Ada lahan untuk mendirikan bangunan Terdapat seketariat FMKR Potensi jasa lingkungan Sejak tiga tahun terakhir ini sering mendapat kunjungan belajar dari parapihak
Beberapa faktor pendukung pelaksanaan WB-PHBM, antara lain : (1) Hutan kemasyarakatan telah menjadi icon pembangunan kehutanan di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan, (2) Kebijakan tentang HKm telah diatur dalam bentuk peraturan daerah, (3) Perhatian yang cukup besar dari parapihak dalam mengawal pelaksanaan HKm dilapangan, (4) Jaringan kerjasama parapihak yang telah terbangun selama ini, (5) Pemahaman yang semakin baik dari masyarakat sekitar hutan tentang arti pentingnya hutan dan HKm. Beberapa faktor penghambat pelaksanaan WB-PHBM, antara lain: (1) Dukungan anggaran dari pemerintah daerah yang sangat terbatas, (2) Praktik ganti rugi dan penelantaran lahan oleh petani HKm, (3) Praktik illegal logging yang masih kerap dijumpai di lahan HKm, (4) Kapasitas SDM yang belum merata di tingkat masyarakat terkait praktik PHBM sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. 3.9.2 Kebutuhan Implementasi WB-PHBM Guna mewujudkan pengembangan Wadah Belajar PHBM, maka diperlukan beberapa instrumen pendukung, baik berupa instrumen fisik dan non fisik (Tabel 3.17). Tabel 3.17. Deskripsi tentang kebutuhan implementasi WB-PHBM. Kebutuhan Dukungan 1. Infrastruktur
Deskripsi
2. Penguatan Kapasitas
3. Kolaborasi
Adanya bangunan atau tempat pertemuan yang memadai Sarana dan prasarana komputasi dan akses internet Perbaikan kondisi jalan Pelatihan teknis pengelolaan lahan yang memenuhi kaidahkaidah pengelolaan hutan lestari (PHL), seperti teknik silvikultur, agroforestry, konservasi tanah dan air Pelatihan pengolahan pasca panen hasil HKm Pelatihan managemen kelompok Pelatihan teknis untuk akses informasi dan pasar Pelatihan teknik komunikasi yang baik dan benar Pelatihan teknik dokumentasi dan pelaporan Kolaborasi dan kerjasama dengan pihak pers khususnya media cetak di tingkat lokal sebagai sarana publikasi Kolaborasi dan kerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian (litbang, perguruan tinggi, lembaga-lembaga studi yang terkait dengan kehutanan dan kemasyarakatan) Kolaborasi dan kerjasama dengan pelaku usaha Kolaborasi dan kerjasama dengan pemerintah (pusat, provinsi
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
48
Kebutuhan Dukungan
4. Publikasi dan pemasaran 5. Mekanisme pelayanan
6. Keberlanjutan
Deskripsi dan kabupaten) Kolaborasi dan kerjasama dengan LSM untuk advokasi dan penguatan kelembagaan Media cetak dan elektronik
Pelayanan satu pintu Best practice dalam pengelolaan lahan HKm Materi pembelajaran yang terdokumentasi secara sistematis Ada pilihan paket pembelajaran yang dikemas secara komprehensif Strategi promosi Pembagian peran parapihak yang jelas Dukungan fasilitasi dan pendanaan dari pemerintah daerah
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
49
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PHBM DI PROVINSI SULAWESI
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi HKm Kabupaten Bulukumba adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Bulukumba. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.154,67 km² dan berpenduduk sebanyak 394.757 jiwa. Kabupaten Bulukumba mempunyai 10 kecamatan, 24 kelurahan, serta 123 desa. Secara geografis Kabupaten Bulukumba terletak pada koordinat antara 5°20”- 5°40” LS dan 119°50” - 120°28” BT (Gambar 4.1.)
Gambar 4.1. Peta Kabupaten Bulu Kumba Provinsi Sulawesi Selatan
Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan tahun 2013, Luas Kawasan Hutan di Kabupaten Bulukumba 9.249,78 Ha. Sekitar 4.378,94 Ha dimanfaatkan sebagai Kawasan Hutan dengan Fungsi Lindung, Fungsi Produksi sekitar 1.440,84 Ha dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) berupa Taman Hutan Raya (Tahura) seluas 3.475 Ha, hal ini sesuai dengan SK Menhut No.434/Menhut-II/2009. Penelitian ini dilaksanakan dilokasi Hutan Kemasyarakatan (HKm) Kabupaten Bulukumba dimana berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.363/Menhut-II/2011 menetapkan areal seluas 2.265 Ha sebagai areal kerja HKm. Izin pencadangan ini terletak pada tiga kawasan hutan dengan jumlah kelompok Tani Hutan (KTH) sebanyak 12. Dari 12 KTH HKm yang terdapat di Kabupaten Bulukumba, terdapat 8 Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
50
KTH yang telah menerima SK IUPHKm, yang terdapat pada dua kawasan, yaitu Kawasan Hutan Anrang seluas 655 Ha dan Kawasan Hutan Bangkeng Bukit seluas 245 Ha ( Tabel 4.1) Tabel 4.1. Kelompok Tani Hutan (KTH) di Kabupaten Bulukumba yang telah mendapatkan IUPHKm Luas Jumlah Anggota No. Nama KTH Desa Luas KTH Wilayah KTH Kawasan Hutan Anrang 1. Mattaro Deceng Anrang 127 82 40 2. Lembang Baruttung Anrang 127 98 45 3. Ma’bulo Sibatang Bulolohe 127 141 60 4. Sipatuwo Bonto Manai 1000 94 116 5. Bunga Harapan Bukit Harapan 1.133 134 53 Kawasan Hutan Bangkeng Buki 6. Bukit Indah Bontonyeleng 1.100 127 169 7. Buhung Lali Bukit Harapan 1.133 78 49 8. Mattiro Baji Bukit Harapan 1.133 71 46 Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bulukumba, 2013.
Kondisi iklim di Kabupaten Bulukumba berdasarkan analisis Smith-Ferguson (tipe iklim diukur menurut bulan basah dan bulan kering) termasuk iklim lembab atau agak basah. Musim hujan antara Oktober-Maret dan musim kemarau antara AprilSeptember. Kabupaten Bulukumba mempunyai suhu rata-rata berkisar antara 23,82 °C-27,68 °C. Suhu pada kisaran ini sangat cocok untuk pertanian tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Terdapat 8 buah stasiun penakar hujan yang tersebar di beberapa kecamatan, yakni : Stasiun Bettu, Stasiun Bontonyeleng, Stasiun Kajang, Stasiun Batukaropa, Stasiun Tanah Kongkong, Stasiun Bontobahari, Stasiun BuloBulo dan Stasiun Herlang. Daerah dengan curah hujan tertinggi terdapat pada wilayah Barat Laut dan Timur, sedangkan pada daerah Tengah memiliki curah hujan sedang, sedangkan pada bagian selatan curah hujannya rendah (Tabel 4.2.). Tabel 4.2. Curah Hujan di Kabupaten Bulukumba No. 1.
Curah Hujan (mm/tahun) 800-1000
Kecamatan Kecamatan Ujungbulu, sebagian Gantarang, sebagian Ujung Loe dan sebagian besar Bontobahari 2. 1000-1500 sebagian Gantarang, sebagian Ujung Loe dan sebagian Bontotiro 3. 1500-2000 Kecamatan Gantarang, sebagian Rilau Ale, sebagian Ujung Loe, sebagian Kindang, sebagian Bulukumpa, sebagian Bontotiro, sebagian Herlang dan Kecamatan Kajang 4. di atas 2000 Kecamatan Kindang, Kecamatan Rilau Ale, Kecamatan Bulukumpa dan Kecamatan Herlang Sumber : BPS Kabupaten Bulukumba, 2013.
4.2 Gambaran Responden Penggalian informasi dilakukan dengan metode FGD dan Indept interview. Kegiatan FGD diikuti oleh 15 orang peserta yang terdiri dari Kepala Dinas Kehutanan dan Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
51
Perkebunan Kabupaten Bulumba, Kepala Seksi HKm Dinas Kehutanan Kab. Bulukumba, Pendamping Kelompok Tani, Staf LSM Sulawesi Community Foundation (SCF), serta Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Kabupaten Bulukumba sebanyak 8 KTH. Selain dilaksanakannya FGD, juga dilakukan Indept interview di 4 KTH yang mewakili kondisi lokasi setiap KTH di Kabupaten Bulukumba. Informasi mengenai Responden yang diwawancarai pada saat indept interview di Kabupaten Bulukumba disajikan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Identitas Responden dan Kelompok Tani Hutan (KTH) Kabupaten Bulukumba No.
Nama
1. 2.
H. Mustawa M. Tamrin, H.T
3.
Mustamin
Identitas Responden Umur Pendi (Tahun) dikan 59 SMP 40 SMA
Jumlah Tanggungan 3 3
47
SMA
5
4. Baharuddin 43 Sumber : Data Primer, 2013.
SMA
5
Nama Kelompok Tani Hutan KTH. Matiro Baji KTH. Buhung Lali KTH. Bunga Harapan KTH. Bukit Indah
Responden yang diwawancara adalahketua kelompok tani hutan yang mengetahui secara baik kondisi lahan yang ada di Kawasan masing-masing. Terdapat 4 ketua KTH yang diwawancara diantaranya ketua KTH. Matiro Baji, ketua KTH. Buhung Lali, ketua KTH. Bunga Harapan dan ketua KTH Bukit Indah.Dilihat dari luas lahan yang dikelola kelompok, KTH Bunga Harapan memiliki areal HKm yang terluas yaitu 134 Ha terletak di Kawasan Hutan Anrang. Masing-masing kelompok yang diwawancara memiliki karakteristik yang berbeda dalam pengelolaan lahan yang meliputi komposisi tanaman yang dikembangkan. Rata-rata umur responden antara 40-59 tahun dengan tingkat pendidikan SMP dan SMA. Jumlah Tanggungan keluarga responden antara 3-5 orang. Ketua KTH HKm di Kabupaten Bulukumba diangkat oleh anggota dan biasanya merangkap sebagai perangkat desa atau tokoh masyarakat/agama.Informasi mengenai Identitas Kelompok Tani Hutan (KTH) berdasarkan indept interview Kabupaten Bulukumba disajikan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Identitas Kelompok Tani Hutan (KTH) No.
Nama
Mulai Dikelola
1. 2.
H. Mustawa M. Tamrin
1982 1982
3.
Mustamin
1982
Nama KTH KTH. Matiro Baji KTH. Buhung Lali KTH. Bunga Harapan
Luas Lahan dikelola (Ha) 71 78
Jumlah Anggota (orang) 83 49
134
53
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
Bentuk Perijinan HKm HKm HKm 52
4. Baharuddin 2008 KTH. Bukit Indah Sumber : Hasil Wawancara, Juli 2013.
127
74
HKm
4.3 Sejarah dan Proses Pelaksanaan PHBM Proses pelaksanaan PHBM di Kabupaten Bulukumba dimulai pada Tahun 2002, dengan dilakukannya pemetaan untuk pencadangan areal HKm oleh Departemen Kehutanan. Beberapa pihak yang terlihat pada awal proses tersebut diantarannya LSM, Dinas Kehutanan Kabupaten Bulukumba, MFP-ID, Masyarakat yang sejak awal mengelola kawasan hutan serta dukungan DPRD Kabupaten Bulukumba. Pengelolaan HKm di Kabupaten Bulukumba mengalami beberapa fase yang tidak terlepas dari peranserta berbagai pihak diantaranya Dinas Kehutanan Kabupaten Bulukumba, Keelompok Tani HKm dan LSM. Fase sejarah terbentuknya pelaksanaan HKm disajikan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Fase Sejarah Pelaksanaan HKm Kabupaten Bulukumba Fase Fase Inisiasi Parapihak (1999-2001)
Fase Pilot Project (Tahun 2002)
Keterangan Perjalanan Hutan Kemasyarakatan di Kabupaten Bulukumba telah dimulai seiring dengan bergulirnya reformasi dan adanya peluang desentralisasi dalam pengelolaan Sumber Daya Hutan. Peluang inilah yang coba dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah Bulukumba dalam hal ini Dinas Kehutanan untuk mendorong pengelolaan kawasan hutan bersama dengan masyarakat berdasarkan kondisi sosial kemasyarakatan dan fisik kawasan yang ada, sehingga lahirlah inisiasi bersama masyarakat untuk pengelolaan hutan yang berkelanjutan di Kabupaten Bulukumba. Inisiasi ini sejalan dengan keputusan Menteri Kehutanan No.31/Kpts-II/2001 tentang penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan (HKm). Untuk merespon kebijakan tersebut maka, Pemerintah Kabupaten Bulukumba bekerjasama dengan Universitas Hasanuddin melakukan inventarisasi dan identifikasi pada kawasan hutan di Kabupaten Bulukumba untuk mendapatkan lokasi yang sesuai untuk HKm. Hasil inventarisasi dan identifikasi, dijadikan pijakan oleh pemerintah kabupaten mengusulkan pencadangan areal kepada Menteri Kehutanan. Sementara menunggu proses penetapan wilayah kelola Hutan Kemasyarakatan oleh Menteri Kehutanan, Dinas Kehutanan mengambil inisiatif melakukan penyiapan masyarakat di Kawasan Hutan Anrang. Penyiapan masyarakat di Kawasan Hutan Anrang dilakukan dengan fasilitasi dari Kelompok Pelayanan Bermutu (KPB), PACT Indonesia dan LSM melalui sebuah proyek percontohan. Dari pelaksanaan pilot project tersebut, terbentuklah 3 kelompok Tani Hutan (KTH) sebagai wadah bagi masyarakat yang mengelola kawasan hutan Anrang yaitu KTH Mattaro Deceng yang berlokasi di Desa Anrang, KTH Mabbulo Sibatang yang berlokasi di Desa Bonto Manai, dan KTH Bunga Harapan di Desa Bukit
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
Pihak Yang Terlibat 1. Universitas Hasanuddin 2. Dinas Kehutanan Kab. Bulukumba
1. Dinas Kehutanan Kab. Bulukumba 2. Kelompok Pelayanan Bermutu (KPB) 3. PACT Indonesia 4. Kelompok Tani Hutan (KTH)
53
Harapan.Kelompok yang terbentuk memiliki jumlah anggota, masing-masing kelompok ± 200 orang.
Fase Rencana Ijin Sementara (2003-2008)
Tantangan terbesar selama proses ini berlangsung adalah meyakinkan masyarakat yang telah mengelola (mengkapling) untuk mau terlibat dan ikut serta dalam proses-proses yang dilaksanakan. Salah satu strategi yang digunakan adalah dengan melibatkan “tokoh” atau “local leader”. Salah satu point penting dalam perkembangan pada fase ini ini adalah inisiasi yang dibangun bersama melalui pilot project cukup mendapatkan respon yang sangat baik dari Bupati. Dukungan pemangku kebijakan ini yang kemudian mewarnai momentum lahirnya kebijakan daerah yang memberikan ijin pengelolaan sementara kepada 3 KTH yang ada di Kawasan Hutan Anrang. Setelah melalui proses yang cukup berliku maka pada Desember 2003, setiap Kelompok Tani Hutan yang ada di kawasan Anrang mendapatkan ijin dari Bupati Bulukumba berdasarkan Keputusan (Kpts). 856/XII/2003 untuk KTH Bunga Harapan, Kpts. 857/XII/2003 untuk KTH Mattaro Deceng dan Kpts. 858/XII/2003 untuk KTH Mabbulo Sibatang. Izin pengelolaan hutan Kemasyarakatan tersebut merupakan Izin sementara yang berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang setelah adanya penetapan wilayah kelola HKm oleh Menteri Kehutanan.
1. Dinas Kehutanan Kab. Bulukumba 2. Kelompok Pelayanan Bermutu (KPB) 3. MFP-DFID
Pemberian ijin ini selain untuk memberikan kepastian pengelolaan kepada masyarakat, juga sebagai salah satu upaya agar masyarakat mau melepaskan SPPT lahan kawasan hutan yang dikelolanya dicabut. Fase selanjutnya proses penguatan kelembagaan kelompok tani dalam pengelolaan hutan dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan melalui program penguatan kelembagaan KTH Anrang untuk pengembangan agroforsetri. Program ini bertujuan untuk mengatasi beberapa permasalahan yang dihadapi oleh kelompok diantaranya, belum jelasnya batas wilayah kelompok dan desa, belum adanya aturan pengelolaan yang disepakati para pihak, masih rendahnya pengetahuan dan keterampilan anggota KTH serta dominasi tanaman perkebunan pada Kawasan Hutan Anrang. Program itu dilaksanakan selama satu tahun (2004-2005) oleh Dinas Kehutanan yang mendapatkan fasilitasi pendanaan dari MFPDFID Inggris. Selain fasilitasi pendanaan oleh MFP-DFID, Dinas Kehutanan selaku pelaksana program juga mendapat dukungan dari mitra lainnya seperti KPB dan KONSTAN (Koalisi NGO Sulsel untuk Hutan) Makassar.
Fase Drafting
Setelah dukungan MFP-DFID berakhir, aktifitas untuk pendampingan dan penguatan kelompok tani yang telah mendapat izin sementara juga melemah. Hal ini disebabkan kurangnya anggaran dan kurangnya ketersediaan tenaga lapangan.Hal ini di perparah, dengan tidak terbitnya keputusan wilayah kelola HKm sebagaimana yang diusulkan oleh Pemerintah Kabupaten Bulukumba kepada Menteri Kehutanan Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
1. Dinas Kehutanan 54
Kebijakan HKm Bulukumba (2007-2009)
di Indonesia kembali bergairah dengan diterbitkannya Permenhut P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyrakatan. Upaya-upaya penguatan kelembagaan kelompok tani yang terlibat dalam pengelolaan hutan terus dilaksanakan oleh Kelompok Pelayanan Bermutu (KPB) atas dukungan Sulawesi Community Foundation (SCF) untuk merespon permenhut tentang Hutan Kemasyarakatan yang ada.
2. Kelompok Pelayanan Bermutu (KPB) 3. Sulawesi Community Foundation (SCF) 4. DPRD Kab. Bulukumba
Fase selanjutnya adalah bagaimana inisiasi parapihak di Kabupaten Bulukumba dalam mendorong pengelolaan hutan berbasis masyarakat mendapatkan payung hukum dalam bentuk Peraturan Daerah. KPB atas dukungan dari SCF merancang draft Perda Pengelolaan Hutan Lestari Berbasis Masyarakat (PKLBM). Bentuk-bentuk kegiatan antara lain adalah kunjungan belajar/studi banding ke daerah yang telah menerapkan dan yang sedang dalam proses menyusun kebijkan yang sama. Bentuk kegiatan yang lain adalah dengan menggelar focus group discussin (FGD) pada tingkatan kawasan dan lokakarya gabungan komunitas serta FGD parapihak untuk merumuskan point-point penting pelibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan. Puncak dari berbagai kegiatan yang mendukung lahirnya perda partisipatif tentang Pengelolaan Hutan Lestari Berbasis Masyarakat adalah rapat paripurna DPRD Kabupaten .Bulukumba yang mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bulukumba Nomor 4 tahun 2009 Tentang Hutan Kemasyarakatan (HKm). Fase Penetapan Secara programatik, kerjasama antara dinas kehutanan dan Arel Kerja HKm KPB serta SCF berakhir pada bulan Maret 2010 setelah Bulukumba berlangsung dari bulan Nopember 2007. Hasil dari (2010-2011) pelaksanaan program tersebut adalah terbentuknya 12 kelembagaan kelompok tani hutan. Kelompok juga mengajukan permohonan ijin HKm pada Bupati Bulukumba seluas 2.310 Ha, dan Bupati melalaui surat Nomor 552/1599/Dishut/2009 tanggal 30 juli 2009 meneruskan kepada Menteri Kehutanan RI untuk permohonan penetapan areal kerja HKm. Pada tanggal 11 Juli 2011 keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.363/Menhut-II/2011 diterbitkan, yang menetapkan areal seluas 2.265 Ha sebagai areal kerja HKm di Kabupaten Bulukumba. Sumber : FGD dan Wawancara Kadis HutBun Kab. Bulukumba, 2013
1. Dinas Kehutanan 2. Kelompok Pelayanan Bermutu (KPB) 3. Sulawesi Community Foundation (SCF)
4.4 Dukungan Instrumen Kebijakan Sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.37/Menhut-II/2007 mengenai Hutan Kemasyarakatan serta Peraturan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor :P.07/V-Set/2009 mengenai tata cara penyelenggaraan hutan kemasyarakatan maka Pemerintah Daerah Kabupaten Bulukumba mengambil langkah membuat regulasi dengan mengeluarkan Peraturan Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
55
Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 4 Tahun 2009 tentang Hutan kemasyarakat. Pada tahun 2012 keluar Keputusan Bupati bulukumba Nomor : SK 533/XII/2012 tentang pemberian izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan (IUPHKm) kepada 8 kelompok Tani Hutan (KTH) dengan luas ± 771 Ha.
Berdasarkan
penetapan areal kerja Hutan Kemasyarakatan tersebut, saat ini terdapat 8 Kelompok Tani Hutan dari 12 Kelompok Tani Hutan yang ada, yang telah mendapatkan IUPHKm seluas dari Bupati Bulukumba seperti disajikan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Kelompok Tani Hutan yang telah mendapatkan IUPHKm No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
No IUP 530/XII/2012 531/XII/2012 381/XI/2011 382/XI/2011 383/XI/2011 533/XII/2012 384/XI/2011 532/XII/2012
Kelompok Desa Mattaro Deceng Anrang Lembang Baruttung Anrang Ma’bulo Sibatang Bulolohe Bunga Harapan Bukit Harapan Mattiro Baji Bukit Harapan Bukit Indah Bonto Nyeleng Buhung Lali Bukit Harapan Mattiro Bulu Bukit Tinggi Jumlah Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Bulukumba, 2013.
Luas (Ha) 82 98 141 134 71 127 78 40 771
Anggota 40 45 60 53 46 169 49 72 534
Dukungan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan Hutan Kemasyarakatan, salah satunya dilakukan melalui pelembagaan PHBM dalam struktur Dinas Kehutanan melalui seksi Hutan Kemasyarakatan. Hal ini merupakan bukti kongkrit Pemerintah Daerah dalam merespon Kebijakan Kementerian Kehutanan dalam mendorong pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Bentuk dukungan lainnya adalah diterbitkannya Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bulukumba Nomor 4 tahun 2009 Tentang Hutan Kemasyarakatan (HKm). Dukungan lainnya dari pemerintah daerah Kabupaten Bulukumba adalah melalui program kegiatan dan anggaran, berbagai program dan kegiatan dialokasikan pada kelompok-kelompok HKm tersebut. Sejak tahun 2011, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bulukumba rutin menganggarkan kegiatan pendampingan kepada kelompok HKm, baik dalam bentuk penguatan kelembagaan maupun dalam bentuk kegiatan pelatihan yang meningkatkan kapasitas para pelaku HKm di tingkat masyarakat seperti kegiatan pengembangan Lebah Madu maupun kegiatan fisik lainnya seperti pembuatan pondok kerja di lokasi ijin masing-masing KTH. Pada tahun 2013, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bulukumba melalui seksi HKm telah menganggarkan program Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
56
diperuntukkan kepada 8 KTH yang telah mendapatkan ijin Bupati pada 2 Kawasan Hutan yakni pada Kawasan Hutan Anrang dan Bangkeng Buki. Kegiatan utamanya adalah pengkayaan dan pemeliharaan tanaman pada 2 kawasan hutan tersebut, dimana salah satu bentuk kegiatannya adalah fasilitasi pembuatan persemaian dan pembibitan kepada masing-masing KTH.Sampai akhir tahun 2013, kegiatan tersebut masih terus berlangsung. 4.5 Gambaran Praktik Pengelolaan PHBM oleh Petani
4.5.1 Pengelolaan lahan Gambaran yang disajikan dalam pembahasan ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu berdasarkan kawasan hutan: (1)Kawasan Hutan Anrang terdiri dari lima kelompok tani hutan dan (2) Kawasan Hutan Bangkeng Bukti, terdiri dari tiga Kelompok tani (Tabel 4.7.). Tabel 4.7. Gambaran Pengelolaan Lahan di Lokasi HKm Kab. Bulukumba No.
Keterangan
1.
Kelompok Tani Hutan
2.
Jumlah kelompok
3. 4.
Luas Lahan HKm (Per Orang) Jenis Tanaman
5.
Pengelolaan Lahan
6.
Kawasan Hutan Anrang Mattaro Deceng, Lembang Baruttung, Ma’bulo Sibatang, Sipatuwo, Bunga Harapan 5
Kawasan Hutan Bangkeng Buki Bukit Indah, Buhung Lali, Mattiro Baji 3
1-2 Ha
1-1,5 Ha
Jenis kayu : Mahoni, jati lokal, jati putih, sengon, Beringin. Jenis MPTs : Cengkeh, merica, aren, kemiri, pisang, langsat, rambutan, kelengkeng, bambu.
Jenis kayu : Jati lokal, mahoni, jati putih, sengon, Asam. Jenis MPTs : kakao, kopi, aren, kemiri, kelapa, pisang, mangga, bambu, durian, nangka.
Bersifat intensif, telah dilakukan pengaturan jarak tanam dengan pemeliharaan tanaman yang intensif
Masih bersifat tradisional, pemeliharaan tanaman belum maksimal
Rata-Rata Pendapatan rata-rata 15-20 Pendapatan (Ha) juta/Bulan 7. Komoditi Andalan Cengkeh, merica (lada) Sumber : FGD dengan Ketua Kelompok Tani, 2013
Pendapatan rata-rata 416.667 /Bulan Kakao, Kopi
Berdasarkan hasil penelitian, strata tanaman yang terdapat di kawasan hutan Anrang dan Bangkeng Buki berbeda dalam haljenis tanaman yang dikembangkan. Di Kawasan Hutan Anrang, lahan didominasi oleh tanaman cengkeh dan lada. Strata tertinggi didominasi tanaman kayu seperti mahoni, jati, sengon dan beringin, strata menengah didominasi oleh tanaman cengkeh, kemiri, kelengkeng, sedangkan
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
57
stratabawah dimanfaatkan untuk tanaman pisang dan merica. Berbeda
dengan
Kawasan Hutan Bangkeng Buki, lahan didominasi oleh tanaman kakao dan kopi. Strata tertinggi didominasi tanaman kayu seperti jati lokal, mahoni, kelapa, sengon dan asam, strata menengah didominasi oleh tanaman kakao, kopi, mangga, sedangkan strata bawah sebagian besar lahan tidak dimanfaatkan karena jarak tanam sudah padat. Di salah satu lokasi HKm di Kawasan Hutan Bangkeng Buki yang dikelola oleh Kelompok Tani Bukit Indah, pengelolaan lahan dilakukan dengan komposisi tanaman MPTs sebanyak 60 % dan tanaman kayu 40 %. Proses pengolahan tanah biasanya dilakukan satu kali dalam setahun tepatnya pada awal musim hujan sekaligus membersihkan lahan. Dalam pengendalian gulma, petani biasanya melakukan penyiangan tanaman 2-3 kali dalam setahun dengan cara menggunakan sabit dan obat pembunuh gulma. Di Lokasi HKm, umumnya petani sangat jarang melakukan pemupukan pada lahan garapannya karena kondisi tanahnya yang memang sudah subur dengan unsur hara yang berasal dari seresah daun tanaman tahunan dan MPTs. Penggunaan pupuk hanya terbatas pada jenis tanaman seperti cengkeh, lada untuk meningkatkan produksi buah dengan pemberian pupuk kandang.Pengelolaan lahan dilakukan oleh masing-masing pemilik lahan dibantu oleh anggota keluarganya. Kebiasaan petani dalam pengelolaan lahan masih menjunjung tinggi ikatan kekeluargaan dengan menerapkan sistem gotong royong. Sistem gotong royong biasanya dilakukan dalam aktifitas pembersihan lahan, serta pemanenan hasil lahan. Adanya ikatan kekeluargaan yang masih kuat menjadikan sistem upah sangat jarang dilakukan. Penggunaan tenaga kerja untuk pengelolaan lahan rata-rata 5-10 orang/Ha. Pemanenan hasil dilakukan tergantung pada komoditi yang dibudidayakan dengan rutininas masa produksi sekali setahun dan 2 kali setahun. Penjualan produksi dilakukan dengan menggunakan sistem borongan terutama untuk tanaman MPTs seperti cengkeh, kopi, lada, kakao dimana petani telah memiliki hubungan jual beli dengan pedagang ditingkat desa/dusun. Selain itu, tanaman lain seperti pisang yang sifat produksinya tidak serempak, biasanya petani menjual langsung ke pedagang (tengkulak). Beberapa jenis tanaman seperti durian dan pisang selama ini tidak dijual oleh petani hanya untuk memenuhi dikonsumsi sendiri. Besarnya pendapatan yang diterima petani dari pengelolaan HKm di Kawasan Hutan Bangkeng Buki rata-rata Rp. 5.000.000/Tahun/Ha yang diperoleh dari hasil Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
58
tanaman cokelat, kopi, aren, kelapa dan pisang. Sedangkan pendapatan yang diterima petani dari pengelolaan HKm di Kawasan Hutan Anrang rata-rata Rp.10-20 Juta/Ha/tahun yang diperoleh dari hasil tanaman cengkeh dan lada. Besarnya nilai pendapatan yang diperoleh dari hasil pengelolaan HKm di Kawasan Hutan Anrang disebabkan karena sistem pengelolaan lahan bersifat intensif sehingga lokasi di Kawasan Hutan Anrang mirip dengan perkebunan. Dengan adanya izin pengelolaan lahan HKm di Kawasan Hutan Anrang dan Kawasan Hutan Bangkeng Buki telah berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani yang berada di sekitar kawasan hutan. Produk hasil hutan juga telah memberikan peluang kesempatan kerja yang lebih besar seperti pedagang, tukang kuli angkut dan lain sebagainya. Hasil yang jelas kelihatan adalah semakin sejahteranya petani dilihat dari bangunan rumahnya yang semakin baik dan kemampuan yang semakin baik untuk menyekolahkan anaknya sampai diperguruan tinggi. 4.5.2 Aktifitas Kelembagaan Setiap anggota kelompok yang ada di KTH Kabupaten Bulukumba cukup aktif melaksanakan pertemuan rutin kelompok yang dilaksanakan 1-2 kali dalam sebulan. Pertemuan rutin tersebut karena dorongan dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan yang melakukan pembinaan untuk meningkatkan peran serta petani dalam pengelolaan lahan. Dalam pelaksanaan pengelolaan lahan, masing-masing KTH memiliki aturan lokal yang disepakati bersama oleh semua anggota kelompok. DiKabupaten Bulukumba, umumnya aturan lokal
memiliki aturan yang sama.
Aturan internal tersebut mengatur hak dan kewajiban setiap anggota kelompok yang harus ditaati oleh semua anggota kelompok. Implementasi aturan lokal di tingkat kelompok tani hutan masih cukup kuat. Hal ini disebabkan adanya pembinaan secara rutin dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten
Bulukumba.
Untuk
meminimalisir
masalah
dalam
pengelolaan lahan maka setiap anggota kelompok tani menyepakati adanya sanksi/hukuman yang diberikan kepada anggota kelompok yang melanggar kewajibannya. Bentuk-bentuk aktivitas yang dilakukan secara rutin oleh kelompok diantaranya tertuang dalam rencana kerja masing-masing kelompok. Bentuk kegiatan tersebut mencakup pertemuan rutin berupa rapat anggota kelompok, evaluasi lahan, penetapan hasil evaluasi, pembibitan, penanaman, pemeliharaan (penyulaman, penyiangan, pendangiran, pemupukan, pemangkasan, penjarangan, serta pengendalian hama dan penyakit tanaman), serta pemanfaatan hasil hutan bukan kayu.Pembuatan rencana kelompok didampingi oleh Dinas Kehutanan dan Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
59
Perkebunan begitu juga dengan implementasi kegiatan tersebut selalu didampingi oleh pihak Dinas Kehutanan, Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan (BKP4) serta LSM yang memiliki kepedulian terhadap HKm seperti SCF, ICRAF. Setiap kelompok pengelola HKm (KTH) masih menjalankan aktivitas tersendiri, karenajaringan kelompok pengelola HKm belum terbentuk. Hubungan antar pengelola HKm selama ini masih terbatas pada hubungan personal antar ketua kelompok tani karena lokasi antar HKm termasuk dekat (<5 Km). Pertemuan antar ketua kelompok tani biasanya dilakukan apabila ada pembinaan dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan, atau kunjungan praktikdari luar daerah yang ingin belajar di lokasi HKm. 4.5.3
Program Pelatihan dan Pendampingan
Pemerintah Kabupaten Bulukumba dan LSM saat ini intensif melakukan program pelatihan kepada petani KTH untuk meningkatkan kapasitas petani dalam pengelolaan lahan. Pelatihan tersebut diantaranya pelatihan pembibitan untuk tanaman kayu dan MPTs yang dilakukan oleh Dinas kehutanan dengan Pendampingan dari SCF. Informasi mengenai pelatihan yang telah didapatkan oleh KTH disajikan pada Tabel 4.8. Tabel 4.8. Program Pelatihan Kelompok Tani No. 1. 2. 3. 4.
Nama Pelatihan Pelatihan petani kader GN-RHL Pelatihan Manajerial/Teknis Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa Lokalatih kehutanan Masyarakat, kewirausahaan dan perubahan Iklim Pelatihan analisis kemiskinan partisipatif fokus kehutanan (AKP-FK)
Nama Penyelenggara Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bulukumba BP DAS Jeneberang Walanae FKKM, RECOFTH
Overseas Development Institute (ODI), Center for Economic and Social Studies (CESS) 5. Pelatihan Pembibitan tanaman kayu dan Dinas Kehutanan Kabupaten Bulukumba, MPTs SCF 6. Pelatihan jaringan informasi agribisnis Departemen Pertanian Sumber : Hasil Wawancara Dengan Ketua Kelompok Tani, 2013
Selain pelatihan, dalam pengembangan KTH juga dilakukan pembinaan melalui perogram pendampingan. Dalam program pendampingan kelompok tani HKm, pihak yang secara aktif terlibat dalam proses tersebut diantaranya Dinas Kehutanan dan Perkebunan
serta
Badan
ketahanan
pangan
dan
Pelaksana
Penyuluhan.
Pendampingan dilakukan dalam rangka pembinaan administrasi dan kelembagaan KTH serta pengawasan/patroli kawasan hutan yang hampir dilaksanakan setiap Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
60
bulan. Disamping itu, beberapa pihak dari kalangan LSM yang terlibat secara aktif dalam pendampingan di KTH diantaranya SCF, ACIAR, CIFOR dan ICRAF. Program pendampingan kelompok tani hutan di Kabupaten Bulukumba dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Program Pendampingan Kelompok Tani Hutan Di Kabupaten Bulukumba No. 1. 2.
Pendampingan Pembinaan administrasi Kelompok Tani Hutan HKm, Pembinaan Pelaksanaan HKm, patroli kawasan hutan, pemberian bantuan bibit, Pembinaan Kelembagaan Kelompok Tani Hutan
3. 4. 5.
Fasilitasi penyusunan rencana kerja HKm Pembinaan penyuluh tingkat ahli di KTH Pembinaan Kelompok KTH, Inisiasi penyusunan PERDA HKm 6. Pengembangan model kemitraan petani hutan rakyat dan HKm 7. Pendampingan masyarakat dilokasi HKm yang belum mendapatkan izin 8. Pembinaan petani dalam pembibitan tanaman Sumber : Hasil FGD, 2013
Nama Penyelenggara Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bulukumba Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Bulukumba BP DAS Jenebedrang Walanae Badan Diklat Kehutanan Makasar Sulawesi Community Foudation ACIAR CIFOR ICRAF
4.5.4 Akses Informasi dan Pasar Pemenuhan akses informasi untuk petani dirasakan masih minim. Pemerintah Kabupaten Bulukumba khususnya Dinas Kehutanan dan Perkebunan saat ini berusaha melakukan koordinasi dengan BKP3 untuk memberikan penyuluhan kepada petani sehingga memudahkan akses informasi yang menyangkut aspek pengelolaan lahan sampai pemasaran. Pemasaran produksi hasil hutan masih dilakukan secara masing-masing petani ke sentra pasar terdekat dengan tempat tinggal petani. Beberapa produk HHBK yang dihasilkan petani diantaranya kakao, kopi, gula aren, kemiri, kelapa, pisang, durian, nangka, cengkeh, merica, rambutan dan kelengkeng. Pedagang lokal yang membeli hasil produk petani berasal dari beberapa desa di Kecamatan Gantarang diantaranya Desa Bukit Harapan, Desa Batunyeleng, Desa Anrang dan Desa Bukit Tinggi. Harga HHBK biasanya langsung ditentukan oleh tengkulak. Untuk memperkuat posisi tawar petani terhadap pedagang tengkulak maka petani sudah mulai berinisiatif untuk membuat kelompok usaha bersama (KUB) yang langsung dikelola oleh kelompok tani hutan. Secara umum, potensi untuk meningkatkan akses informasi cukup besar. Sebagai salah satu bukti yaitu dukungan SKPD terkait untuk mengembangkan HKm sudah mulai terlihat walaupun masih belum terkoordinasi dengan baik. Akses informasi Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
61
yang masih sulit diperoleh petani diantaranya informasi pemasaran produk dengan harga yang menguntungkan petani. Sistem pemasaran yang berlaku saat ini cenderung masih mengutungkan para tengkulak yang ada di sekitar kawasan karena petani tidak memiliki pilihan untuk menjual hasil produksinya ke tempat lain. Sementara itu, koperasi atau lembaga pemasaran lainnya masih belum terbentuk sehingga daya tawar petani memang masih lemah. 4.5.5 Infrastruktur Pendukung yang tersedia Berdasarkan hasil penelitian, infrastruktur pendukung untuk memperkuat pengelolaan HKm memang masih sangat minim. Fasilitas yang sudah ada berupa ruang pertemuan kelompok
dimana ruang pertemuan kelompok masih
menggunakan rumah ketua kelompok tani hutan. Selain itu, telah dibuat lokasi pembibitan untuk mendukung program pengkayaan tanaman dalam kawasan melalui program pembibitan dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan serta mendapatkan pendampingan dari Sulawesi Community Foundation (SCF).Salah satu yang menarik dan menjadi faktor pendukung utama yaitu akses jalan menuju kawasan hutan yang sangat dekat. Infrastruktur jalan aspal tidak terlalu jauh dari lokasi HKm sehingga mudah dijangkau oleh kendaraan. Dalam pengembangan wadah belajar PHBM di Kabupaten Bulukumba masih banyak fasilitas pendukung yang harus segera dilengkapi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran (Tabel 4.10.) Tabel 4.10. Ketersediaan fasilitas di Lokasi KTH Kabupaten Bulukumba No. 1. 2. 3. 4.
Fasilitas Lokasi Penelitian Plot Percontohan Media Publikasi Pengolahan Produk
Ketersediaan
Keterangan
√
Belum Tersedia Belum Tersedia Belum Tersedia Tersedia, masih bersifat tradisional seperti pengolahan gula aren 5. Pengolahan Kompos Belum Tersedia 6. Biogas Belum Tersedia 7. Ruang Pertemuan √ Tersedia, dengan lokasi di rumah Ketua Kelompok Tani 8. Lokasi Pembibitan √ Tersedia, Setiap KTH memiliki lokasi pembibitan sendiri 9. Alat Pengukur Curah Hujan √ Tersedia di setiap kecamatan Sumber : FGD dan Wawancara dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Bulukumba
4.6 Dukungan Program dan Kolaborasi Para Pihak
4.6.1. Dukungan Program dan Anggaran
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
62
Dukungan program yang sedang dilaksanakan di Lokasi HKm Kabupaten Bulukumba diantaranya program yang dilaksanakan oleh pemerintah dengan mengandalkan ketersediaananggaran APBD dan APBN. Kegiatan yang dilaksanakan diantaranya pelatihan, pembibitan, dukungan kelompok dan penyediaan informasi (Tabel 4.11)
Tabel 4.11. Dukungan program di KTH Kabupaten Bulukumba No.
Jenis Kegiatan
Jenis Kegiatan 1. Pelatihan budidaya lebah Madu
1.
Pelatihan dan Pembinaan
2. Pelatihan Pengembangan Gaharu (Inokulasi) 3. Pelatihan jaringan informasi agribisnis 4. Pengawasan Kawasan
Pihak yang menginisiasi BP DAS Jenebandang Malanae BPK Sulsel Dinas Pertanian Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Pembibitan Tanaman Kayu dan Dinas Kehutanan dan SCF MPTs Pembinaan dan penguatan Dinas Kehutanan dan 3. Dukungan Kelompok kelembagaan kelompok Perkebunan, BKP3, SCF Sumber : FGD dan Wawancara dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Bulukumba 2.
Pembibitan
Dalam mendukung kegiatan yang dilaksanakan pada tingkat Kelompok Tani Hutan,Dinas Kehutanan dan Perkebunan mengalokasikan dana pengelolaan yang dibebankan pada APBD Kabupaten Bulukumba. Besarnya anggaran yang dialokasikan pada tahun 2013 dari APBD sebesar Rp. 300 juta untuk 8 Kelompok. Selain itu, Dinas Kehutanan juga mendorong SKPD terkait seperti Disperindag, Dinas Peternakan, Dinas Pertanian untuk membantu petani di sekitar Kawasan Hutan melalui dukungan program pemberdayaan sehingga akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani HKm. 4.6.2 Jalinan Kerjasama Jalinan kerjasama yang dilakukan di lokasi HKm masih terbatas pada pihak yang memiliki TUPOKSI terhadap pengelolaan kawasan hutan diantaranya Dinas Kehutanan dan Perkebunan serta LSM (SCF, ICRAF, ACIAR). Jalinan kerjasama antar SKPD sudah mulai dilakukan dengan dasar SK Bupati Bulukumba No.534/XIII/2012 yang mengatur penetapan tim pembina pengelolaan kawasan HKm dengan leading sektor dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan. SKPD yang disebutkan dalam SK Bupati tersebut diantaranya Bappeda, Dinas Pertanian, Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan, Dinas peternakan, Dinas Pariwisata, Dinas Koperasi, UMKM, Perdagangan, Perindustrian, Pertambangan dan Energi, Kantor Lingkungan Hidup Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
63
serta Badan Pemerintahan Desa. Hasil Implementasi SK tersebut masih belum terlihat dengan baik dengan belum banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh SKPD tersebut di Kawasan HKm. 4.7 Praktek PHBM yang Berhasil Menurut Petani
4.7.1. Aspek Budidaya Praktik pengelolaan HKm yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Bulukumba yang dianggap berhasil dari aspek budidaya disajikan pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12. Aspek Budidaya Tanaman yang telah dicapai Petani Kabupaten Bulukumba No. 1.
Aspek Budidaya Penerapan Pola Tanam
2.
Pemeliharaan tanaman (pemupukan, jarak tanam, strata tanaman)
3.
Pengendalian hama dan penyakit tanaman
4.
Pembibitan
5.
Produksi dan siklus panen tanaman
Praktik yang dianggap Berhasil Petani telah mampu menerapkan pola tanam yang dapat mendukung kebutuhan hidup dan memiliki nilai jual yang cukup baik. Keragamantanaman dalam kawasan cukup bervariasi dengan pola kombinasi tanaman yang berbeda tergantung kebutuhan petani. Beberapa jenis tanaman dibudidayakan didominasi oleh (1) tanaman kayu seperti Jati lokal, mahoni, jati putih, sengon, asam, beringin, sedangkan (2) tanaman MPTs didominasi oleh cengkeh, lada, aren, kemiri, pisang, langsat, rambutan, kelengkeng, bambu, pisang, durian, kakao, kopi. Di Kawasan Hutan Anrang, petani lebih banyak mengembangkan tanaman yang memiliki nilai ekonomi cukup bagus seperti cengkeh dan lada. Sedangkan di kawasan hutan Bangkeng Buki, petani lebih banyak mengembangkan tanaman cokelat, kopi serta tanaman kayu dengan komposisi tanaman MPTs 60 % dan kayu 40 %. Untuk mengoptimalkan lahan maka petani melakukan pemeliharaan lahan secara rutin seperti yang disepakati bersama rapat kelompok dalam penyusunan rencana kerja kelompok. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan menyangkut pemupukan, pengaturan jarak tanam, pemangkasan (prunning) serta pengaturan jarak tanaman. Selain itu untuk mengoptimalkan lahan juga dikembangkan pakan hijauan ternak pada lahan-lahan kosong untuk mendukung ketersediaan pakan ternak khususnya sapi yang dipelihara petani. Pemeliharaan tanaman secara rutin dengan penyulaman tanaman yang terkena hama dan penyakit dianggap telah berhasil mencegah meluasnya hama dan penyakit tanaman seperti yang terdapat pada tanaman kopi, kakao dan pisang. Walaupun pengendalian hama dan penyakit ini juga tidak sepenuhnya telah berhasil. Petani telah mampu melakukan pembibitan sendiri dilokasi HKm untuk menunjang ketersediaan bibit tanaman yang akan digunakan dalam kegiatan penyulaman. Jenis tanaman yang dikembangkan memiliki rutinitas masa panen yang berkelanjutan dimana panen tanaman ada sepanjang tahun dan sebagian besar musim panen pada bulan september-januari.
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
64
a. Rutinitas masa panen di Kawasan Hutan Anrang b. Rutinitas masa panen di Kawasan Hutan Bangkeng Buki Sumber : FGD dan Wawancara Mendalam, 2013.
4.7.2 Aspek Ekonomi Praktik pengelolaan HKm yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Bulukumba yang dianggap berhasil dari aspek ekonomi dapat disajikan pada Tabel 4.13. Tabel 4.13. Aspek Ekonomi yang telah dicapai Petani Kabupaten Bulukumba No. 1.
Aspek Ekonomi Sumbangan terhadap ekonomi rumah tangga
2.
Pemasaran produk
3.
Pendapatan dan Biaya Tenaga Kerja
Praktik yang dianggap Berhasil Menurut pendapat petani, pengelolaan HKm dengan menggunakan kombinasi tanaman telah dianggap berhasil karena hasil yang diperoleh memberikan kontribusi terhadap ekonomi rumah tangga untuk pemenuhan kebutuhan seharihari. Di Kawasan Hutan Bangkeng Buki, rata-rata sumbangan dari pengelolaan lahan HKm untuk rumah tangga sebesar Rp. 416.667/Bulan/Ha. Hasil tersebut diperoleh dari beberapa komoditi diantaranya kopi, kakao, aren. Hal ini berbeda dengan pengelolaan lahan di Kawasan Hutan Anrang dimana sumbangan dari pengelolaan lahan terhadap ekonomi rumah tangga termasuk sangat besar mencapai Rp. 15.000.00020.000.000/Ha/Bulan dengan rata-rata umur tanaman cengkeh diatas 15 tahun. Pengelolaan HKm dengan kombinasi tanaman cengkeh dan lada dengan pola kebun campuran di anggap berhasil meningkatkan taraf hidup petani. Rata-rata jumlah tanaman cengkeh dilokasi tersebut 200 pohon/Ha dengan produksi ± 30 kg/Pohon dengan harga saat penelitian dilakukan sebesar Rp. 35.000. Dari nilai tersebut menghasilkan total pendapatan dalam satu tahun sebesar Rp. 210.000.000. Pemasaran produk yang dihasilkan mudah untuk dipasarkan karena terdapat pedagang lokal yang siap menampung hasil produksi petani. Selain adanya pedagang lokal (tengkulak) yang membeli hasil produksi petani, petani juga tidak mengalami kesulitan memasarkan produknya karena tersedia pasar yang siap membeli produksi petani. Biaya tenaga kerja pengelolaan HKm termasuk rendah dengan penyerapantenaga kerja yang cukup tinggi. Salah satu keunikan yang merupakan budaya petani dalam pengelolaan lahan dan masih dipertahankan sampai sekarang yaitu budaya gotong royong dalam pengelolaan lahan diantaranya pembersihan lahan dan pemanenan hasil. Rata-rata penyerapan tenaga kerja dalam satu hektar 5-10 orang.
Sumber : FGD dan Wawancara, 2013
4.7.3
Aspek Konservasi
Salah satu yang menjadi keberhasilan petani dalam pengelolaan kawasan yaitu mengembalikan fungsi Kawasan Hutan Anrang dan Bangkeng Buki menjadi hijau baik kembali. Keberhasilan tersebut menjadi nilai penting bagi Pemda Kab. Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
65
Bulukumba karena dilakukan dengan swadaya oleh petani sendiri. Praktik pengelolaan HKm yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Bulukumba yang dianggap berhasil dari aspek konservasi disajikan pada Tabel 4.14. Tabel 4.14. Aspek Konservasi yang telah dicapai Petani Kabupaten Bulukumba No 1.
Aspek Konservasi Mengembalikan fungsi hutan
Praktik yang dianggap Berhasil Pemilihan jenis tanaman yang ada saat ini merupakan jenis yang secara sosial diterima dan secara teknis sesuai dengan kondisi biofisik lokasi HKm. Di Salah satu lokasi HKm yang dikelola oleh Kelompok Tani Bukit Indah, pengelolaan lahan yang dilakukan dengan menerapkan komposisi 40% tanaman kayu dan 60% tanaman MPTs. Dilihat dari sejarah pengelolaan lahan yang dilakukan oleh petani yaitu pada tahun 1990, rata-rata umur tanaman kayu berkisar antara 10-25 tahun sedangkan umur tanaman MPTs berkisar antara 5-12 tahun. Salah satu keberhasilan kelompok tani bukit indah adalah mempertahankan fungsi kawasan dengan tetap mementingkan keberlanjutan ketersediaan air dari kawasan hutan karena pengelola HKm sebagian besar memiliki lahan sawah yang ada di bawah kawasan sehingga untuk menjamin ketersediaan air maka kawasan hutan harus dijaga dengan baik. Berbeda dengan pengelolaan kawasan hutan Anrang dimana secara sosial petani lebih mementingkan aspek ekonomi lahan sebagai sumber kehidupan petani sehingga aspek konservasi lahan tidak terlalu diperhatikan.
2.
Peningkatan ekologi kawasan
Pemberian izin pengelolaan kawasan oleh pemerintah khususnya di kawasan hutan Bangkeng Buki telah memberikan dampak pada perubahan iklim mikro kawasan seperti kawasan yang dahulunya panas, minim ketersediaan air, serta populasi fauna yang minim sehingga salah satu keberhasilan yang telah diraih petani adalah mampu merubah kondisi kawasan menjadi lebih baik. Selain itu, kesadaran petani terhadap pentingnya ketersediaan air untuk mengairi lahan sawah menjadikan petani sangat menjaga hutan lindung Bangkeng Buki. Sumber : FGD dan Wawancara, 2013
4.7.4 Aspek Kelembagaan Beberapa hal yang dianggap berhasil dari aspek kelembagaan HKm di Kabupaten Bulukumba yaitu keaktifan kelompok tani, pelaksanaan aturan iternal serta penyelesaian konflik lahan. Praktik pengelolaan HKm yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Bulukumba yang dianggap berhasil dari aspek kelembagaan disajikan pada Tabel 4.15. Tabel 4.15. Aspek Kelembagaan yang telah dicapai Petani Kabupaten Bulukumba No.
Aspek Kelembagaan
Praktik yang dianggap Berhasil
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
66
1.
Keaktifan Kelompok Tani
Aktifnya anggota kelompok tani dalam menjalankan aturanaturan yang telah disepakati bersama serta peran serta petani yang tinggi dalam menjalankan aktivitas yang disusun dalam rencana kelompok. Aktivitas kelompok yang dimaksud yang tertuang dalam rencana kelompok diantaranya pembibitan, pemberantasan hama dan penyakit tanaman. Aktifnya kelompok tani ini sebagai hasil dari pembinaan dan pendampingan dari Dinas Kehutanan serta LSM (SCF)
2.
Pelaksanaan aturan internal
3.
Penyelesaian konflik land tenure
Dilihat dari pelaksanaan aturan internal yang disepakati oleh kelompok, pelaksanaannya cukup efektif dan dipatuhi oleh anggota. Hal ini terjadi karena ketua kelompok merupakan tokoh yang dihormati oleh penduduk sekitar. Selain itu, adanya dorongan penguatan kelembagaan dari Dinas Kehutanan dan perkebunan dan pendampingan yang intensif dari pihak LSM menjadikan pengelolaan kelembagaan cukup memberikan peran yang signifikan terhadap keberhasilan kelompok tani selama ini. Konflik penguasaan atas lahan HKm yang telah dibuatkan SPPT oleh petani menjadi konflik yang lama dan akhirnya terselesaikan juga dengan adanya sosialisasi yang secara intensif dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan sekaligus bentuk kesadaran petani terhadap tanah milik negara yang tidak bisa dialihkan menjadi tanah milik.
Sumber : FGD dan Wawancara, 2013
4.7.4 Kemandirian
Praktik pengelolaan HKm yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Bulukumba yang dianggap berhasil dari aspek kemandirian kelompok adalah setiap kegiatan kelompok yang menyangkut aktivitas kelembagaan dilakukan secara swadaya (dibiayai kelompok). Saat ini, setiap KTH menjalin kerjasama dengan pihak lain terutama pembinaan dan pendampingan dari LSM dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Perhatian Dinas Kehutanan dan pendamping dari LSM dianggap petani memberikan andil yang besar terhadap pelaksanaan kegiatan-kegiatan kelompok tani. 4.8 Persepsi dan Respons Para Pihak Tentang WB-PHBM
4.8.1 Konsep WB-PHBM Menurut Petani Berdasarkan hasil FGD, Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WBPHBM) harus memenuhi kebutuhan masyarakat yang ingin mengetahui pengelolaan HKm yang ada di Kabupaten Bulukumba. Untuk menjadi pusat informasi dan pembelajaran HKm maka banyak infrastruktur yang harus dipersiapkan diantaranya ruang pertemuan, akomodasi, layanan penyedia konsumsi. Selain itu diperlukan Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
67
dukungan untuk mendorong terciptanya keunggulan yang lebih baik yang menyangkut pengelolaan lahan baik dari aspek budidaya tanaman, kelembagaan, ekonomi, pemasaran. 4.8.2 Lokasi yang layak untuk WB-PHBM Berdasarkan hasil FGD dan kesepakatan para pihak diantaranya ketua kelompok tani, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bulukumba, Kepala Seksi HKm, Pendamping Lapangan serta SCF menyepakati bahwa lokasidapat dijadikan Pusat Informasi Belajar beserta karakteristiknya disajikan pada Tabel 4.16. Tabel 4.16. Lokasi yang layak untuk WB-PHBM No. Kelompok Kawasan Hutan Anrang 1. Mattaro Deceng 2. Lembang Baruttung 3. Ma’bulo Sibatang 4. Bunga Harapan 5. Mattiro Baji Kawasan Hutan Bangkeng Buki 6. Bukit Indah 7. Buhung Lali 8. Mattiro Bulu
Status 530/XII/2012 531/XII/2012 381/XI/2011 382/XI/2011 383/XI/2011
Karakteristik lokasi Lahan didominasi oleh tanaman cengkeh dan tanaman lainnya. Tanaman MPTs yang dibudidayakan diantaranya tanaman cokelat, kopi, aren, cengkeh, pisang tanpa adanya tanaman bawah tegakan
533/XII/2012 384/XI/2011 532/XII/2012
Kombinasi tanaman kayu dan MPTs dengan komposisi 60 : 40. Jenis tanaman kayu berupa jati, mahoni, bambu, sengon sedangkan tanaman MPTs kakao, kopi, kemiri, Aren tanpa adanya tanaman bawah tegakan Sumber : Hasil FGD dengan Para Pihak di Kabupaten Bulukumba, 2013
Berdasarkan Tabel 4.16. lokasi yang layak dinominasikan pada tingkat kabupaten yaitu Kabupaten Bulukumba. Sedangkan pada tingkat kelompok, Dinas Kehutanan Kabupaten Bulukumba dan ketua kelompok tani menyimpulkan bahwa semua lokasi HKm layak dijadikan sebagai WB-PHBM. Hal ini disebabkan kondisi pengelolaan lahan HKm di Kawasan Hutan Anrang maupun di Kawasan Hutan Bangkeng Buki relatif relatif memiliki karakteristik yang unik dari aspek budidaya tanaman dan kelembagaan. 4.8.2 Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan WB-PHBM Beberapa faktoryang mendukung pelaksanaan WB-PHBM dapat dilihat dari dukungan infrastruktur jalan, dukungan pemerintah khususnya Dinas Kehutanan dan Perkebunan serta keramahan masyarakat di lokasi HKm. Informasi mengenai faktor pendukung pelaksanaan WB-PHBM disajikan pada Tabel 4.17. Tabel 4.17. Faktor Pendukung pelaksanaan WB-PHBM di Kab. Bulukumba Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
68
No.
Aspek
Faktor Pendukung Dukungan dan perhatian yang besar dari Dinas Kehutanan dan perkebunan Kabupaten Bulukumba untuk pengembangan Lokasi HKm Adanya dukungan Perda dan SK Bupati Kabupaten A. Dukungan Pemerintah Bulukumba untuk mendukung pengembangan HKm Adanya dukungan Anggaran Adanya Tim Pembina dan Pengendali pengelolaan Kawasan HKm Adanya ruang rapat pertemuan B. Infrastruktur Ketersediaan Infrastruktur jalan yang cukup baik Kelembagaan kelompok tani yang baik C. Kelembagaan Adanya dukungan LSM berupa pendampingan untuk pengembangan kawasan HKm Keramahan Masyarakat di sekitar Lokasi HKm Kondisi Sosial Budaya D. Kesadaran petani pengelola bahwa lahan yang digarap adalah Masyarakat kawasan hutan negara Sumber : Hasil FGD dengan Para Pihak di Kabupaten Bulukumba, 2013
Selain faktor pendukung, juga dilakukan analisis terhadap faktor penghambat yang kiranya dapat menjadi kendala dalam pelaksanaan pengembangan pusat informasi dan pembelajaran HKm berdasarkan kondisi lokasi HKm di Kabupaten Bulukumba saat ini. Informasi mengenai faktor pendukung pelaksanaan WB-PHBM disajikan pada Tabel 4.18. Tabel 4.18. Faktor Penghambat Pelaksanaan WB-PHBM di Kabupaten Bulukumba No.
Aspek
A.
Informasi
B.
Infrastruktur
C.
SDM
Faktor Penghambat Belum adanya perlengkapaninformasi (media publikasi) yangdiperlukan diantaranya policybrief,leaflet,booklet,poster,displayfoto,website Belum adanya database potensi HKm Belum adanya modul pelatihan Belum adanya pusat informasi dan kesekretariatan Khusus WBPHBM Belum adanya jasa layanan akomodasi Belum adanya jasa layanan penyedia konsumsi Belum adanya Plot Percontohan Belum adanya Lokasi khusus Penelitian Belum adanya pengolahan hasil untuk produk Belum adanya pengolahan kompos dan biogas Belum mampunya ketua kelompok tani HKm sebagai fasilitator/narasumber
4.9 Kebutuhan Implementasi WB-PHBM
4.9.1 Kebutuhan Infrastruktur Untuk mendukung implementasi WB-PHBM di Kabupaten Bulukumba maka berbagai infrastruktur harus terpenuhi diantaranya sarana penelitian,pelatihan, sarana budidaya serta sarana informasi. Beberapa jenis kegiatan untuk mendukung implementasi tersebut disajikan pada Tabel 4.19. Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
69
Tabel 4.19. Jenis Kegiatan untuk Pemenuhan Kebutuhan Infrastruktur No.
Sarana
Jenis Kegiatan Pembuatan site Khusus Penelitian Pembuatan database Flora dan Fauna Kawasan hutan HKm Penelitian Cadangan Karbon 1. Penelitian Penelitian kondisi Biofisik dan Kelembagaan DAS Penelitian sosial ekonomi masyarakat kawasan hutan Studi Pengembangan Jasa Lingkungan Penyediaan modul/bahan pelatihan 2. Pelatihan Penyediaan sarana pelatihan (LCD, Laptop, dll) Dukungan alat pengolahan pasca panen Pembuatan site percontohan budidaya lebah madu Pembuatan Lokasi Pembibitan 3. Budidaya Pembuatan Plot percontohan model pengembangan agroforestri di lokasi HKm 1. Penyusunan potensi lokal Kawasan HKm 2. Penyusunan Policybrief, Leaflet, Booklet, Poster dan DisplayFoto 4. Informasi berkaita dengan pengelolaan HKm 3. Pembuatan dan pengelolaan website yang memuat aktivitas pengelolaan HKm Sumber : Hasil FGD dengan Para Pihak di Kabupaten Bulukumba, 2013 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 1. 2. 3.
4.9.2 Kebutuhan Penguatan Kapasitas Penguatan kapasitas WB-PHBM merupakan program utama selain infrastruktur yang harus terpenuhi. Dalam meningkatkan WB-PHBM, maka harus dilakukan penguatan kapasitas petani yang menyangkut kelola lahan, kelola kelompok dan kelola produk. Beberapa jenis kegiatan yang dilakukan untuk peningkatan penguatan kapasitas disajikan pada Tabel 4.20. Tabel 4.20. Kegiatan Penguatan Kapasitas dalam Implementasi WB-PHBM No. Jenis Kegiatan Jenis Kegiatan 1. Penguatan kelembagaan pengawasan kawasan 2. Penguatan Kelembagaan untuk peningkatan efektifitas kelompok 3. Pembentukan Forum Kawasan 1. Kelola lahan 4. Peningkatan peran BKP3 dan melaksanakan penyuluhan kepada kelompok tani hutan 5. Peningkatan peran LSM dan Dinas Kehutanan dalam pembinaan Kelompok Tani Hutan 6. Pelatihan pemberantasan hama penyakit 1. Penyusunan Rencana Kelompok 2. Pelatihan menajerial kelembagaan Kelompok Tani Kelola 3. Pelatihan Peningkatan kapasitas petani dalam 2. Kelembagaan/kelompok membangun networking dengan pihak lain 4. Melakukan TOT (Training of Trainer) kepada petani lokal untuk menjadi fasilitator, narasumber dan guider 1. Pelatihan Pengolahan Pasca panen 2. Pemasaran produk 3. Kelola Usaha 3. Pelatihan pengemasan produk 4. Analisis usaha pengelolaan lahan Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
70
Sumber : Hasil FGD dengan Para Pihak di Kabupaten Bulukumba, 2013
4.9.3 Kebutuhan Kolaborasi dan Kerjasama Terwujudnya pusat informasi dan pembelajaran memerlukan dukungan, kerjasama dan kolaborasi berbagai pihak baik Satuan Kerja Perangkat (SKPD), Kerjasama dengan Universitas, NGO maupun pihak perbankan. Kolaborasi dan kerjasama para pihak yang dapat dilakukan beserta perannya disajikan pada Tabel 4.21. Tabel 4.21. Kerjasama dan Kolaborasi antar Pihak Lembaga
Instansi Kementrian Kehutanan, Dinas Kehutanan Prov. Sulsel Balai Pengelolaan DAS Jenebandang Malanae BPK Sulsel
Peran yang diharapkan Pembinaan dan dukungan program Pelatihan budidaya lebah Madu
Pelatihan Pengembangan Gaharu (Inokulasi) Pemberdayaan petani melalui pelatihan industri kecil Disperindag Kabupaten dan menengah, dukungan peralatan usaha, dan Bulukumba pendampingan Pembentukan Koperasi di Kawasan HKm serta Dinas Koperasi pendampingan koperasi Pembinaan kelompok tani peternak di sekitar Lokasi Dinas Peternakan HKm dan pemberian bibit ternak Perguruan Penelitian, penguatan kapasitas petani HKm melalui Universitas Hasanuddin Tinggi program pengabdian pada masyarakat SCF Pembinaan dan penguatan kelembagaan kelompok NGO Pemberdayaan petani melalui program pembibitan ICRAF dan penelitian Pemberdayaan petani melalui program pinjaman Perbankan Bank BRI modal usaha pengembangan produk HKm Sumber : Hasil FGD dengan Para Pihak di Kabupaten Bulukumba, 2013 Instansi Pemerintah
4.9.5 Dukungan Akses Informasi Salah satu upaya untuk memasarkan WB-PHBM maka diperlukan media informasi sehingga stakeholder yang ingin belajar mengenai pengelolaan HKm di Kabupaten Bulukumba dapat memperoleh informasi dengan cepat dan lengkap. Untuk mendukung implementasi WB-PHBM maka diperlukan dukungan
media cetak
maupun elektronik (Tabel 4.22.). Tabel 4.22. Perlengkapan informasi yang diperlukan dalam Implementasi WB-PHBM. No
Media
Media Publikasi Buletin Booklet 1 Cetak Policybrief Poster DisplayFoto Leaflet 2 Elektronik Website Sumber : Hasil FGD dengan Para Pihak di Kabupaten Bulukumba, 2013
4.9.6 Bentuk Pelayanan Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
71
Bentuk pelayanan yang akan diberikan kepada pengguna WB-PHBM mencakup aspek tata kelola kawasan yang baik, kelembagaan kelompok, produk yang dihasilkan serta jasa lingkungan. Dalam proses penyampaian informasi, bisa dilakukan melalui media cetak (buletin, policybrief, leaflet, booklet, poster, display foto) dan media elektronik (website). 4.9.7 Aspek Keberlanjutan Dalam mengimplementasikan WB-PHBM maka diperlukan
kolaborasi dan
kerjasama para pihak termasuk pemerintah daerah Kabupaten Bulukumba, NGO, swasta maupun Universitas Hasanuddin. Dalam pengelolaan pusat informasi dan Pembelajaran HKm, walaupun peran pemerintah cukup besar pada semua aspek (aspek kelola, aspek kelembagaan, aspek usaha) namun tanpa dukungan NGO, Swasta dan Universitas maka setiap kegiatan tidak akan dapat terlaksana dengan baik. Selain itu, keterbatasan anggaran dan Sumber daya manusia juga merupakan faktor penghambat sehingga peran pihak lain untuk mendukung implementasi WBPHBM sangatlah urgen. Beberapa hal yang harus dilakukan untuk mendukung keberlanjutan antara lain adalah: a. Peningkatan kapasitas sumberdaya
memadai yaitu petani, fasilitator, narasumber
sehingga pengelolaan PHBM dapat dilakukan dengan profesional b. Mengoptimalkan dukungan SKPD terkait melalui kolaborasi dan kerjasama dengan program nyata di lokasi HKm c. Peningkatan dukungan anggaran melalui kolaborasi berbagai pihak baik anggaran dari Pemda Kabupaten Bulukumba melalui APBD maupun dukungan APBN serta sektor swasta d. Peningkatan
infrastruktur
pendukung
paketpelayananinformasi/belajar,
penyediaan
(akomodasi, fasilitator,
ruang narasumber,
pertemuan, akomodasi,
konsumsi, modul) e. Peningkatan pengelolaan kawasan (kelola kawasan, kelola kelembagaan dan kelola usaha) f. Meningkatkan peran swasta baik ditingkat Kabupaten Bulukumba maupun Provinsi Sulawesi Selatan
4.10 Kesimpulan dan Rekomendasi 4.10.1 Lokasi dinominasikan untuk WB-PHBM
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
72
Berdasarkan hasil penelitian, Kabupaten Bulukumba layak dijadikan sebagai salah satu lokasi WB-PHBM dengan pertimbangan beberapa faktor pendukung diantaranya adanya dukungan pemerintah Kabupaten Bulukumba serta dukungan dari lembaga lain seperti NGO, dan Universitas Hasanuddin. Selain itu, dukungan yang diberikan oleh Kementerian Kehutanan dengan adanya beberapa kunjungan belajar HKm dari berbagai lembaga diantaranya ASFN, Dinas Kehutanan Provinsi lain dan Lembaga NGO ke Kabupaten Bulukumba. 4.10.2 Lokasi yang dipilih sebagai WB-PHBM
Lokasi yang terpilih untuk lokasi PHBM berdasarkan hasil FGD dan wawancara adalah Kawasan Hutan Anrang dan Kawasan Hutan Bangkeng Buki. Untuk Kawasan Hutan Anrang, dapat mengambil lokasi di 5 Kelompok Tani Hutan diantaranya Mattaro Deceng, Lembang Baruttung, Ma’bulo Sibatang, Sipatuwo, Bunga Harapan. Karakteristik lokasi HKm di 5 KTH tersebut hampir sama menyangkut aspek budidaya, dan kelembagaan. Sedangkan untuk Kawasan Hutan Bangkeng Buki, lokasi PHBM dapat mengambil lokasi di 3 Kelompok Tani Hutan diantaranya Bukit Indah, Buhung Lali, Mattiro Baji. Karakteristik lokasi 3 Kelompok Tani Hutan di Kawasan Hutan Bangkeng Buki juga sama menyangkut aspek pengelolaan lahan dan kelembagaan. 4.10.3 Faktor-Faktor Pendukung Lokasi Terpilih
Terpilihnya lokasi PHBM diatas dengan pertimbangan empat aspek diantaranya aspek dukungan pemerintah, infrastruktur, kelembagaan dan kondisi sosial budaya masyarakat. Dukungan pemerintah menyangkut adanya PERDA dan SK Bupati dalam mendukung pengembangan HKm, dukungan anggaran, adanya tim pembina dan pengendali pengelolaan kawasan HKm yang terdiri dari beberapa SKPD serta dukungan dan perhatian yang besar dari Dinas Kehutanan dan perkebunan untuk pengembangan lokasi HKm. Dari sisi infrastruktur, adanya ruang rapat pertemuan dan ketersediaan infrastruktur jalan yang cukup baik, sedangkan dari sisi kelembagaan, adanya kelembagaan kelompok tani yang cukup baik serta dukungan LSM berupa pendampingan untuk pengembangan kawasan HKm. Sedangkan dari sisi sosial budaya, keterbukaan dan keramahan masyarakat di sekitar Kawasan HKm sangat mendukung pelaksanaan WB-PHBM. 4.10.4 Bentuk Dukungan yang Diperlukan
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
73
Beberapa aspek yang harus segera dibenahi dalam mendukung pelaksanaan WBPHBM di Kabupaten Bulukumba yaitu aspek informasi menyangkut ketersediaan perlengkapan informasi (media publikasi) diantaranya policybrief, leaflet, booklet, poster, display foto, website dan database potensi HKm. Dari sisi infrastruktur, bentuk dukungan yang harus diberikan yaitu pusat informasi dan kesekretariatan, layanan jasa akomodasi dan konsumsi, plot percontohan, infrastruktur pengolahan hasil produk, pengolahan kompos dan biogas. Sedangkan dari sisi SDM, perlunya penguatan kapasitas ketua kelompok tani sebagai narasumber maupun fasilitator kegiatan pelatihan.
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
74
BAB V. BENTUK KELEMBAGAAN WB-PHBM (Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat)
5.1 Konsep dan Tujuan Kelembagaan WB-PHBM Berdasarkan hasil penelitian di dua lokasi PHBM (Pulau Lombok dan Bulukumba), menunjukkan bahwa masing-masing wilayah memiliki karakteristik tersendiri dalam penerapan PHBM. Karakteristik tersebut bisa dilihat dari beberapa ciri diantaranya adalah sistem kelembagaan, teknik pengelolaan lahan, hubungan kerjasama dengan para pihak dan dukungan kebijakan lokal. Ciri ini tentu menjadi hal menarik, karena berdampak pada hasilyang beragam yaituberupa penghasilan petani, sumbangan konservasi, dan efek ganda pada dinamika masyarakat. Keragaman ini selain menjadikan kekayaan pengalaman pengelolaan PHBM, juga sekaligus menjadi pilihan bagi para pihak untuk kemungkinan bisa diadopsi pada wilayah yang berbeda, disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik lokal masingmasing. Secara konseptual wadah belajar inimerupakan tempat yang dinilai memiliki keunggulan dan pelajaran-pelajaran positip dalam mengelola PHBM, untuk disebar luaskan kepada para pihak yang memiliki kepedulian dan kepentingan, agar mereka bisa berhasil lebih baikdalam pengelolaan PHBM. Meskipun WB-PHBM secara harfiah merujuk pada suatu tempat atau lokasi dimana PHBM dilaksanakan, namun makna lebih luas WB-PHBM juga mencakup wadah pembelajaran non fisik antara lain metode, proses, penggunaan media tutorial, dan penggunaan media publikasi. Oleh karena itu, untuk menjalankan fungsi dan peran yang optimal terhadap WBPHBM, maka kelembagaan adalah hal yang sangat penting yang harus ada. Tujuan dibentuknya WB-PHBM adalah menyediakan tempat belajar bagi para pihak tentang praktik PHBM, terutama mengenai praktik yang dinilai berhasil, sehingga sehingga bisa dipetik sebagai pelajaran penting, untuk kemungkinan bisa diterapkan di tempat lain. Dalam bab ini akan dibahas mengenai pemikiran perlunya wadah kelembagaan WB-PHBM di Pulau Lombok dan Kabupaten Bulu Kumba, yang berperan untuk mengorganisir tata kelola kelembagaan, kawasan dan kelola usaha, sehingga WB-PHBM dapat berjalan secara optimal dan berkelanjutan. Konteks yang dibahas terkait dengan kelembagaan diantaranya adalah prinsip kelembagaan, cakupan kegiatan, bentuk kelembagaan, mekanisme pelayanan, sistem kolaborasi dan strategi keberlanjutan. Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
75
5.2 Prinsip Pengelolaan WB-PHBM Agar implementasi WB-PHBM mampu berberan secara optmal, maka dalam pengelolaanya perlu menerapkan beberapa prinsip dasar. Beberapa prinsip dasar tersebut adalah : (1) kolaboratif, (2) transparan, (3) partisipatif, (4) keberlanjutan. Prinsip kolaboratif adalah WB-PHBM dikelola melalui kerjasama dengan para pihak yang terkait, sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Pihak yang dimaksud adalah LSM, Pemerintah Daerah, Swasta dan masyarakat. Prinsip transparansi adalah sistem pengelolaan dilakukan melalui mekanisme kerja yang disepakati bersama, termasuk dalam hal pertanggungjawaban
program dan anggaran.
Prinsip
partisipasi adalah dalam proses pengambilan keputusan selalu melibatkan unsurunsur terkait, khususnya yang menjadi mitra WB-PHBM. Prinsip keberlanjutan menekankan bahwa dalam pengelolaan WB-PHBM berusaha mampu menjadi mandiri, dengan mengutamakan sumber pendanaan melalui pendayagunaan dan eksplorasi kekuatan sumber daya lokal. 5.3 Ruang Lingkup Pelayanan WB-PHBM Secara umum pelayanan WB-PHBM meliputi : (1) pelayanan mendapatkan informasi. Pelayanan mendapatkan informasi adalah bentuk publikasi yang disediakan oleh WB-PHBM sebagai bagian promosi pasar kepada para pihak yang berminat untuk belajar. Bentuk publikasi yang disediakan berupa penyebarluasan informasi melalui website, email dan leaflet. (2) pelayanan mendapatkan pelatihan indoor dan outdoor (lapangan) , (3) pelayanan akomodasi dan konsumsi, (4) pelayanan
mendapatkan materi tutorial (video, leaflet, manual fasilitasi dan
training). Bentuk pelayanan akan dikemas melalui paket-paket tertentu, sehingga para pengguna bisa menentukan pilihan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anggaran yang dimiliki. 5.4 Bentuk Kelembagaan WB-PHBM Berdasarkan hasil diskusi dengan para pihak di Bogor maka kelembagaan adalah sebuah prasyarat yang harus ada untuk bisa terwujudnya operasional WB-PHBM. Ada dua pilihan kelembagaan yang dinilai layak untuk mengelola WB-PHBM yaitu : (1) membentuk kelembagaan mandiri, atau (2) menjadi bagian dari kelembagaan yang sudah ada. Tentu pilihan ini memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri. 5.4.1 Membentuk Lembaga Mandiri Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
76
Lembaga mandiri adalah lembaga yang secara otonom mengelola WB-PHBM, dengan struktur kepengurusan dan bentuk organisasi sesuai dengan bentuk organisasi atau badan hukum yang dipilih. Beberapa pilihan bentuk badan hukum antara lain : Perseroan Terbatas, yayasan, perkumpulan , koperasi ataupun CV. Bentuk kelembagaan yang memungkinkan diambil dapat berupa konsorsium.
Berapa alasan kekuatannya antara lain, :
prinsip
organisasi konsorsium adalah kolaborasi, yaitu gabungan beberapa pihak yang memiliki kompetensi tertentu, terafiliasi ke dalam satu wadah (konsorsium), garis komando perintah lebih jelas, memiliki kator sendiri, kebijakan-kebijakan pengelolaan lebih mandiri. Tema PHBM tentu tidak terlepas dari keterlibatan para pihak dengan kompetensi yang saling terkait (masyarakat, LSM, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi). Dengan konsorsium, keberadaan mereka bisa terakomodasi sebagai satu sumber daya yang bisa mengawal WBPHBM. Struktur kelembagaan konsorsium bisa beragam, namun dalam konteks WB-PHBM, kebutuhan struktur adalah sebagai berikut (Gambar 5.1):
Anggota Konsorsium
Ketua
Divisi Fastrain
Divisi Marketing
Admin
Divisi Infopubdo
Divisi Lapangan
Gambar 5.1. Struktur Kelembagaan Konsorsium WB-PHBM
Namun konsorsium memiliki kelemahan, yaitu : Butuh investasi besar, perlu waktu untuk membangun jaringan kerja, sering terjadi konflik antar anggota konsorsium, komitmen lemah, daya ikat wadah ini ditentukan oleh komitmen dan kesepakatan anggota konsorsium, tidak diikat oleh satu bentuk badan hukum tertentu yang menjadi jaminan bagi mekanisme pertanggungjawaban lembaga. Dengan kata lain konsorsium cenderung bersifat voluntari, tidak memiliki kekuatan hukum tetap. Selain itu, pembentukan lembaga baru, konsekuensinya adalah memerlukan dukungan pembiayaan yang cukup banyak, paling tidak untuk operasional lembaga.
5.4.2 WB-PHBM menjadi bagian kelembagaan yang sudah ada Pada opsi ini keberadaan WB-PHBM menjadi salah satu divisi/bidang di suatu lembaga NGO yang sudah ada, yang memiliki pengalaman dan komitmen dalam pengembangan PHBM di daerah. Kelebihan dari pilihan ini adalah memiliki Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
77
kejelasan dalam hal keterikatan hukum, tidak membutuhkan pembiayaan ekstra dalam operasionalnya, telah ada SDM siap pakai, sarana prasarana kantor terlah tersedia (ruangan kerja, komputer, meja, kursi, web, email, dll), jaringan terbentuk, dana operasional dan inverstasi lebih kecil, konflik kepentingan lebih kecil, Sedangkan kelembahannya adalah : Mengikuti kebijakan lembaga bersangkutan, bila tidak piayai bangun kolaborasi bisa terjebak menjadi ekslusif. Kelemahannya adalah jika lembaga yang ada tidak punya kemampuan membangun kolaborasi yang baik, maka keberadaan WB-PHBM akan menjadi eksklusif. Berdasarkan hasil penelitian, opsi ini menjadi pilihan yang lebih tepat dalam implementasi terbentuknya wadah belajar pengelolaan hutan berbasis masyarakat (WB-PHBM) baik di Provinsi NTB maupun di Provinsi Sulawesi Selatan dari pada kelembagaan WB-PHBM dalam bentuk konsorsium. Gambaran tentang struktur WBPHBM disajikan pada Gambar 5.2. Direktur Admin
Divisi WB-PHBM*)
Divisi LSM
Bidang Fastrain
Bidang Marketing
Bidang Pubdok
Bidang Lapangan
Keterangan *): Bidang yang sudah ada di LSM tidak perlu ada dalam kelembagaan WB-PHBM
Gambar 5.2. WB-PHBM menjadi salah satu divisi di kelembagaan yang sudah ada
5.4.3 Mekanisme Kerja WB-PHBM Mekanisme kerja mencakup alur kerja terkait dengan beberapa bentuk kegiatan yang dilakukan oleh WB-PHBM meliputi : (1) penyebarluasan informasi dan pemasaran, (2) pelayanan kegiatan, (3) mekanisme kerjasama, dan (4) mekanisme pertanggungjawaban. (1) Penyebarluasan Informasi dan pemasaran dilaksanakan melalui media elektronik Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
78
(website) dan media cetak (leaflet). Calon pengguna yang berminat, bisa menghubungi melalui email, telepon maupun sms yang telah cantumkan pada website dan leaflet. Pengelola kemudian membuat kesepakatan dengan pengguna tentang : paket yang dipilih, waktu pelaksanaan dan sistem pembayaran. (2) Mekanisme pelayanan kegiatan secara rinci akan di susun dengan SOP tersendiri. Namun secara umum mekanisme pelayanan yang diberikan adalah pengguna diberikan penjelasan tentang PHBM (proses, metode, sejarah, pengelolaan, hasil) di dalam kelas. Pengguna juga diberikan bahan-bahan tutorial. Setelah selesai di dalam kelas, pengguna akan difasilitasi untuk melihat lokasi PHBM, dan berdialog langsung dengan petani di tempat praktik PHBM. Diskusi lebih mendalam dengan petani dilanjutkan di sekretariat kelompok. Setelah pengguna cukup mendapat informasi mengenai kegiatan PHBM, kemudian masyarakat akan memandu simulasi beberapa teknik antara lain : pengukuran cadangan karbon, pemetaan partisipatif, pengukuran erosi dan lain-lain. (3) Mekanisme kerjasama adalah terkait dengan bentuk dan alur kerjasama yang dibangun antara pengelola WB-PHBM yaitu LSM dan Masyarakat. Mekanisme yang dibangun adalah LSM melakukan peran: publikasi, fasilitasi, training, penyediaan material tutorial, sedangkan masyarakat menyediakan jasa pemandu dan fasilitasi lapangan, penyediaan jasa akomodasi dan konsumsi. Bentuk kerjasama akan dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MOU).
(4) Mekanisme
pertanggungjawaban yang dimaksud
adalah
mekanisme
pertanggungjawaban hasil pengelolaan (program dan anggaran). Mekanisme ini merupakan bagian dari upaya menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas lembaga. Paling tidak setiap akhir tahun mekanisme pertanggungjawaban harus dilaksanakan.
Pengguna/ Peminat PHBM
Pelayanan Informasi
Syarat -Syarat
Pelayanan Administrasi (Persetujuan)
Tida k
Ya
Fasilitasi Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
Indoor
Interaksi
Site
79
Gambar 5.3. Mekanisme Pelayanan WB-PHBM
5.5 Strategi Pemasaran dan Keberlanjutan
5.5.1 Strategi Pemasaran Dalam rangka mempromosikan keberadaan WB-PHBM kepada para pihak maka salah satu fokus perhatian dari kelembagaan WB-PHBM adalah pemasaran. Oleh karena itu, kecermatan dalam menentukan dan mengembangkan strategi pemasaran merupakan hal yang sangat penting dan menentukan bagi keberlanjutan WB-PHBM. Beberapa strategi pemasaran yang dapat digunakan adalah melalui website, pembuatan leaflet, melalui lobi dan negosiasi dengan penyandang dana, pembuatan showroom untuk hasil-hasil PHBM, dan terlibat pada kegiatan pameran. 5.5.2 Strategi Keberlanjutan g. Sumber Pendanaan
Sumber pendanaan untuk keberlangsungan WB-PHBM
bersumber dari
pendapatan yang diperoleh dari pengguna WB-PHBM. Selain itu, pengelola juga akan mengakses sumber-sumber pendanaan yang tidak mengikat dari para pihak, baik itu pemerintah, lembaga donor maupun dunia usaha untuk mendukung penguatan dan keberlangsungan WB-PHBM. h. Kapasitas Pengelola (SDM) Pengelola WB-PHBM secara periodik melaksanakan upaya penguatan kapasitas (capacity building) untuk pelaksana WB-PHBM baik itu di tingkat kelompok masyarakat maupun pengurus WB-PHBM sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan anggaran.
Tujuan
utama dari penguatan kapasitas ini adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada pengguna WB-PHBM. i. Partisipasi Masyarakat Dalam proses penyelenggaraan paket pembelajaran, pengelola WB-PHBM melibatkan peran serta aktif dari kelompok masyarakat yang terlibat langsung dengan praktik PHBM. Pelibatan masyarakat meliputi: 1) penyampaian materi belajar, 2) penyiapan akomodasi, konsumsi, dan transportasi lokal, 3) produksi media dan tools paket pembelajaran. j. Kerjasama Multipihak Salah satu strategi untuk mendukung keberlanjutan WB-PHBM adalah dengan mengembangkan kerjasama multipihak. Ruang lingkup kerjasama multipihak meliputi : 1) pengkayaan materi pembelajaran, 2) jasa fasilitasi sebagai fasilitator, tutor, Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
80
narasumber, 3) dukungan sarana dan prasarana. k. Dukungan Infrastruktur Untuk memperlancar dan membangun suasana kondusif dalam penyelenggaraan paket pembelajaran, WB-PHBM melengkapi infrastruktur pendukung berupa : 1) tempat belajar di lokasi PHBM, 2) tersedianya tempat penginapan yang ada atau dikelola oleh penduduk 3) alat-alat peraga yang dapat mendukung kegiatan pembelajaran berjalan efektif.
l. Dukungan Kebijakan Pengelola WB-PHBM secara aktif memanfaatkan peluang untuk mendapatkan dukungan kebijakan berupa alokasi anggaran dari pemerintah terhadap keberadaan WB-PHBM. Salah satu strategi yang ditempuh dalam rangka mendapatkan dukungan kebijakan tersebut adalah dengan mensinergikan WB-PHBM pada saat penyusunan perencanaan program dan kegiatan di institusi kehutanan.
5.6 Target Pasar (pengguna) WB-PHBM ini dibangun dengan semangat untuk mengakomodir para pihak yang ingin belajar dan mendapatkan pembelajaran (lesson learn) tentang praktik (best practice) kehutanan masyarakat di lapangan. Adapun target pasar dari WB-PHBM, antara lain : 1) pemerintah pusat dan daerah khususnya institusi kehutanan, LSM lokal, nasional dan internasional yang bergerak dibidang sumberdaya alam, dunia usaha, perguruan tinggi dan kelompok masyarakat.
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
81
PEDOMAN WAWANCARA PENELITIAN WADAH BELAJAR PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (WB-PHBM) Lokasi Studi : Provinsi Nusa Tenggara Barat Provinsi Sulawesi Selatan
Nama Responden
:
……………………………………………………….
Tanggal Wawancara
:
……………………………………………………….
Nama Pewawancara
:
……………………………………………………….
PENELITIAN KERJASAMA LEMBAGA TRANSFORM DENGAN KEMITRAAN JUNI – JULI 2013
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
82
IDENTITAS RESPONDEN A. IDENTITAS RESPONDEN Identitas Responden Nama Responden Umur Pendidikan Jumlah Tanggungan Keluarga
: : : :
Kawasan Kelola Luas lahan awal dikelola Mulai dikelola Luas lahan dikelola Saat ini Status Pengelolaan Bentuk Ijin
: : : : Program/Non Program : HKm/HTR/Hutan Desa
Kelompok Pengelola Nama Kelompok Status dalam Kelompok Luas lahan dikelola kelompok Jumlah anggota kelompok
: : : :
Ha
B. PERTANYAAN KUNCI UNTUK UNSUR PENGELOLA 1. Bagaimana sejarah praktik PHBM yang ada di kawasan tempat responden ? (kapan, proses, keterlibatan para pihak, kelompok, jml kelompok, luas, dsb) Peneliti memulai dengan pertanyaan kapan mulainya dilaksanakan praktik PHBM oleh masyarakat, dan kapan mulai mendaptkan ijin secara resmi dari pemerintah. Bagaimana proses yang dilalui sampai mendapatkan ijin, siapa saja yang terlibat, dan siapa yang memfasilitasi prosesnya. Sampai saat ini sudah ada berapa orang pengelola, berapa kelompok. Apa tujuan besar yang ingin dicapai oleh masyarakat ? 2. Bagaimana cara masyarakat mengelola PHBM dalam upaya untuk mencapai tujuan ? Pertanyaan ini untuk menekankan bagaimana cara masyarakat untuk memenuhi tujuan/keinginannya agar pengelolaan PHBM berhasil dengan baik. Peneliti bisa mengeksplorasi beberapa informasi terkait dengan : kegiatan apa saja yang dilakukan petani di lahan kelolanya, apa saja aktivitas kelompok, bagaimana cara mengelola hasil produk dan bagaimana cara memasarkannya. 3. Apa saja yang bisa dibanggakan oleh masyarakat dalam hubungan dengan pelaksanaanPHBM yang ada di kawasan ini ?
Peneliti menggali keunggulan-keunggalan apa saja yang dimiliki oleh petani dalam implementasi PHBM baik oleh petani sendiri, maupun kelompoknya. Peneliti bisa memilahkan pertanyaan menjadi beberapa aspek misalnya dari aspek budidaya (tanamPengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
83
menanam), aktivitas kelompok (kelembagaan), dukungan program yang telah diterima, kerjasama dengan pihak lain, dan hasil-hasil apa saja yang selama ini sudah diakui baik oleh pihak lain. 4. Manfaat apa yang sudah diperoleh dari praktik PHBM untuk petani, dan masyarakat luas ? Silahkan di eksplorasi hasil-hasil apa saja yang sudah dianggap menguntungkan oleh petani dari aspek budidaya dan nilai ekonomi untuk keluarga. Siapa saja yang bisa terlibat bekerja di lahan mereka baik dari anggota keluarga maupun luar keluarga. Untuk apa saja penghasilan yang diperoleh dari PHBM, berapa nilai penghasilan dari praktik PHBM, dan berapa proposinya dibandingkan dengan penghasilan keluarga. Eksplorasi juga apa dampaknya PHBM bagi masyarakat yang lain (ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan lingkungan). 5. Apakah masyarakat selama ini mendapatkan akses yang memadai dalam memperoleh informasi dan dukungan programagar praktik PHBM menjadi lebih baik? Apa saja akses yang selama ini masyarakat dapatkan misalnya informasi mengenai budidaya, memasarkan produk, dari mana akses tersebut diperoleh, apakah hal itu diperoleh secara kontinyu. Selain informasi, adakah akses lain, seperti pelatihan, pendampingan, dan dukungan media publikasi yang tersedia ? Siapa pihak-pihak yang selama ini membantu penyediaan akses tersebut. 6. Apakah menurut masyarakat, lokasi di sini layak untuk dijadikan sebagai tempat belajar petani lain ? Peneliti sebelumnya harus menjelaskan terlebih dahulu yang dimaksud sebagai tempat belajar petani, yaitu petani bisa belajar di lokasi tersebut terhadap hal-hal yang positip mengenai praktik PHBM yang bisa ditularkan kepada masyarakat lain. Ditelusuri lebih mendalam, apa saja yang layak bisa ditiru oleh petani lain> 7. Jika dijadikan tempat belajar, bagaimana agar pelaksanaanya bisa lebih baik, prasyarat apa yang seharusnya dilengkapi ? Perdalam informasi yang terkait dengan harus seperti apa kondisinya supaya lokasi PHBM yang bersangkutan dikatakan baik, perlengkapan apa saja yang harus disediakan agar petani lain menjadi lebih mudah bisa belajar di sini, apakah kebutuhan-kebutuhan tersebut bisa dipenuhi oleh masyarakat sendiri, ataukah harus ada keterlibatan pihak lain. 8. Pelayanan apa yang bisa diberikan oleh masyarakat jika lokasi dijadikan sebagai WBPHBM ?
Pelayanan dimaksud di sini terkait dengan ketersediaan akomodasi, konsumsi, pemandu, tempat pertemuan, media publikasi (modul, leaflet), data dan foto. Hal lain Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
84
adalah bagaimana sikap keramahan/penerimaan masyarakat disekitar terhadap tamu. 9. Apakah masyarakat perlu menjalin kemitraan dengan pihak lain untuk memperkuat pelaksanaan WB-PHBM, kerjasama seperti apa yang diinginkan ? Perlukah ada kerjasama dengan pihak lain untuk mendukung implementasi WB-PHBM, siapa saja pihak yang dianggap penting untuk bisa diajak kerjasama, peran dan tanggungjawab apa yang diharapkan dari pihak-pihak tersebut ? 10. Siapa petani yang menjadi panutan atau petani yang dianggap berhasil dalam mengelola PHBM ? Ini sebenarnya pertanyaan penutup untuk memandu peneliti, kemana seharusnya wawancara dilanjutkan. Peneliti bisa lebih mendalam menanyakan, mengapa petani tersebut dikatakan berhasil, dan sisi baik apa saja yang dimiliki oleh petani tersebut. Jangan lupa, tanyakan alamatnya untuk wawancara selanjutnya. C. PERTANYAAN KUNCI UNTUK UNSUR PEMERINTAH 1. Bagaimana respons pemerintah dalam menyikapi adanya PHBM ? Respon ini terkait dengan penerimaan adanya PHBM, apakah dianggap positip atau negatif, apakah lebih banyak memberikan hal positip atau sebaliknya. Gali lebih mendalam alasan-alasanya. 2. Inisiatif dan dukungan apa saja yang telah diberikan terkait dengan PHBM ? Dukungan bisa di identifikasi lebih detail terkait dengan proses pengusulan perijinan, pelaksanaan, pendampingan, dan penyediaan anggaran rutin. 3. Bagiamana respons pemerintah terkait dengan rencana WB-PHBM ? Peneliti menjelaskan terlebih dahulu apa itu PIB, kemudian gali pendapat rensponden mengenai hal tersebut, apakah responden punya respons positip, datar, atau justru negatif. Telusuri lebih mendalam, mengapa responya seperti itu. 4. Lokasi mana yang dianggap layak sebagai WB_PHBM ? Menurut responden lokasi-lokasi mana saja yang dianggap layak dijadikan WB-PHBM, apa keunggulan-keunggulan atau kekhasan yang dimiliki lokasi tersebut sehingga dianggap layak oleh responden. 5. Komitmen dukungan apa yang akan diberikan jika diterapkan WB_PHBM ? Peneliti menggali pendapat responden bagaimana seharusnya lokasi-lokasi yang dirujuk bisa lebih baik dan ideal sebagai PIB, apa yang harus ada di lokasi tersebut, dan komitmen apa yang dimiliki oleh responden/lembaga untuk mendukung terwujudnya WB-PHBM dimaksud.
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
85
LAMPIRAN
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
86
Lampiran 1. Kegiatan Penggalian Data di Kabupaten Bulukumba
Gambar 1. Wawancara dengan Kepala DISHUT Kabupaten Bulukumba
Gambar 2. Wawancara dengan Sulawesi Community Foundation (SCF)
Gambar 3. Wawancara dengan Ketua KTH Mattiro Baji
Gambar 4. Wawancara dengan Ketua KTH Bukit Indah
Gambar 5. Kondisi Kawasan HKm Buhung Lali
Gambar 6. Kegiatan FGD di Kabupaten Bulukumba
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
87
Lampiran 2. Kegiatan Penggalian Data di Lombok
Gambar 7. Kegiatan FGD dengan Kelompok HKm Santong
Gambar 8. Kegiatan FGD dengan Kelompok HKm Aik Berik
Gambar 9. Kegiatan FGD dengan Kelompok HKm Sesaot
Pengembangan Wadah Belajar Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (WB-PHBM)
88