EXECUTIVE SUMMARY
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENGELOLAAN TEKNOLOGI MIKROHIDRO BERBASIS MASYARAKAT
TAHUN ANGGARAN 2011
I.
PENDAHULUAN Pemanfaatan aliran air sungai sebagai sumber energi di pedesaan telah menjadi alternatif ditengah keterbatasan kemampuan PLN. Diperkirakan hingga 10 tahun ke depan penyediaan energi listrik nasional masih belum mampu menjangkau daerah-daerah terpencil. Pada akhir tahun 2009, kapasitas pembangkit di seluruh Indonesia ada 30.500 MW. Rata-rata listrik ini hanya tercapai 65%, dan ini tidak terdistribusi secara proporsional pada Pulau Jawa dan Bali. Rendahnya rata-rata tenaga listrik ini terefleksi dalam konsumsi per kapita yang hanya di bawah 600kWh. Dalam rangka untuk menaikkan area pelayanan dan meningkatkan rata-rata kelistrikan, Indonesia harus membangun kapasitas dengan 9,2% setiap tahunnya naik sampai dengan 2027. Sementara rencana nasional kelistrikan berlangsung, pertumbuhan konsumsi menghadapi 6-7% per tahun. Untuk mengatasi program transmisi, ada banyak investasi potensial untuk bangunan lokal/ pembangkit tenaga listrik regional memakai sumber daya lokal / pembangkit tenaga listrik mikro/ minihidro. Indonesia mencoba untuk menciptakan ekonomi karbon-rendah dan Pesiden Yudhoyono telah mengambil sebuah komitmen untuk memangkas emisi karbon sebesar 26% dari segi industri secara umum sampai dengan 2020. Dalam strategi energi nasional, Indonesia juga berkomitmen untuk mengalokasikan 20% dari gabungan total energi untuk sumber daya terbarukan sampai dengan tahun 2025. Potensi mikro/ minihidro dari 500 MW, baru terpasang 86,1 MW. Artinya, tenaga potensial pemasangan masih 17,56 %. Saat ini terdapat lebih dari 14.198 jumlah desa yang masih belum memiliki akses listrik yang memadai. Penerapan teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) telah banyak dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia pada tahun 1992-2005 oleh Puslitbang SDA, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pekerjaan Umum, utamanya di wilayah terpencil seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua dan Lampung. Dalam penerapan TTG mikrohidro tersebut pasti ada yang sukses dan gagal (baik TTG PLTMH dari Pusair/ lainnya). Penggunaan PLTMH sebagai energi alternatif yang cost friendly, user friendly, environment friendly, and material friendly diharapkan dengan peran Puslitbang Sosekling dapat lebih besar lagi pemanfaatannya menjadi solusi atas kurangnya aksesibilitas masyarakat pedesaan terhadap PLTMH tersebut dapat dikembangkan untuk sumber energi listrik terbarukan dari sumber air saluran irigasi di samping teknis untuk penerangan rumah tangga atau industri Rumah Tangga/ pengolahan produksi / tingginya biaya listrik, memompa air irigasi (di beberapa daerah) dapat membawa perubahan sosial dan kondisi ekonomi termasuk, perubahan pola tingkah laku dan pola interaksi penduduk setempat. Sumber Daya Air, merupakan salah satu energi primer pembangkit energi listrik, potensi yang ada sangat besar yaitu 75000 MW, 500 MW diantaranya adalah potensi untuk PLT-Mikro Hidro, Keputusan Menteri ESDM No. 1122 K/30/MEM/2002, Pembangkit Listrik Tenaga Air<1000 kW, digolongkan tenaga Mikrohidro. Dengan semakin berkurangnya jumlah baku sawah yang diari, maka potensi sumber air irigasi yang tersisa inilah yang dijadikan sumber energi. Apabila sistem pemasangan turbin di saluran irigasi sedemikian rupa sehingga air penggerak turbin dapat dialirkan kembali ke salurannya, maka efisiensi menjadi lebih besar, karena dengan demikian air irigasi dapat ditingkatkan daya gunanya. Dari segi lingkungan, teknologi mikrohidro juga dapat menurunkan
2
laju emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global. Pemanasan global inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim berikut dampak ikutannya seperti kegagalan panen, kelangkaan air, tenggelamnya daerah pesisir, banjir, dan kekeringan. Mikrohidro berkapasitas 100kW, secara tidak langsung akan mereduksi sekitar 560 ton gas karbondioksida per tahun karena pembangkit tidak menggunakan bahan bakar fosil (EPA, dalam makalah kolokium 2011). Beberapa desa yang menggunakan teknologi PLTMH Puslitbang SDA PU antara lain adalah kawasan wisata Way Lalaan, Desa Kampung Baru, Kec. Kota Agung, Kab. Tanggamus, Lampung dan Desa Sukarame Kec. Leles Kab. Garut Jawa Barat (Tahun 2004). Sebagai studi pembanding diteliti desa di Subang (Jawa Barat), Tanggamus (Lampung), Malang (Jawa Timur) dan Banyumas (Jawa Tengah). Peneliti dapat melaksanakan identifikasi masalah sosial, ekonomi dan lingkungan dengan memperhatikan apa yang tampak di permukaan (above the surface) seperti apa yang menjadi pemberitaan dan apa yang banyak disuarakan oleh masyarakat. Penelitian juga dapat memperhatikan apa yang ada di bawah permukaan (bellow the surface) yaitu mengamati fenomena sosial seperti pertambahan jumlah pengguna/ konsumen PLTMH, kasus-kasus kriminalitas lingkungan masyarakat, mahalnya tarif pemasangan listrik, dan semacamnya. Dalam observasi pendahuluan telah dilakukan wawancara mendalam (interdepth interview) pada kepala Pekon Kampung Baru, pengelola PLTMH Puslitbang SDA PU di kawasan wisata Way Lalaan, Desa Kampung Baru, Kec. Kota Agung, Kab. Tanggamus, Lampung, dan Kepala Dinas SDAP Kabupaten Garut, informasi awal menunjukkan bahwa faktor kemanfaatan (utilitas), jumlah layanan pelanggan, lembaga pengelola, kebijakan, aspek lingkungan fisik, dan aspek ekonomi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan keberlanjutan pengelolaan mikrohidro. Terutama dalam analisis kelayakan dan penyempurnaan indikator pengelolaan mikrohidro, meliputi kriteria lokasi penerapan mikrohidro aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan sangatlah penting mempertimbangkan faktor-faktor tersebut karena terbukti di lapangan bahwa keberlanjutan (sustainability) pengelolaan tidak dapat berjalan lagi saat ini. Untuk lokasi di kawasan wisata Way Lalaan, nampak adanya benih-benih konflik antar petani pengguna air di hilir yang merasa debit air berkurang karena adanya saluran pengambilan mikrohidro di hulu. Hal ini, perlu upaya mensinergiskan persepsi antara pengelola dan kelompok P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air) yang memanfaatkan saluran irigasi tersebut. Sehingga diharapkan terdapat konektivitas yang berkesinambungan agar kedepan dapat terbangun kolaborasi antara P3A, pengelola, dan pengguna sehingga pengoperasian teknologi mikrohidro dapat digunakan seefisien mungkin dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar (misal: untuk pengeringan padi, kerajinan kecil, dsb). Dari situasi dan kondisi tersebut, penelitian ini penting dilakukan untuk menyiapkan kriteria lokasi penerapan mikrohidro dan tahap pengelolaannya melalui pemetaan agar suatu lokasi memenuhi kelayakan aspek sosekling bagi penerapan mikrohidro yang berkelanjutan tersebut.
3
II.
METODOLOGI Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang mengikuti logika penalaran induktif dengan metode primary and secondary data analysis, melalui metode pengumpulan data secara kualitatif (FGD, wawancara mendalam tokoh/ pengelola/ instansi,dokumentasi) yang didukung oleh data-data kuantitatif melalui metode survei/ penyebaran kuesioner. Pendekatan ini dapat digunakan untuk melengkapi data yang akan diperoleh dan kedalaman informasi yang digali dari subyek penelitian. Metode pemetaan sosial yang dipakai adalah Rapid Appraisal Metods dan Participatory Rural Appraisal (PRA) dengan pengumpulan data melalui FGD, wawancara mendalam, dan dokumentasi institusi, yang dilengkapi dengan metode survei/ penyebaran kuesioner. Penganalisisan data kuantitatif hasil survey menggunakan analisis deskriptif dan uji statistik dengan program SPSS (Statistical Programme for Social Science). Sedangkan penganalisisan data kualitatif yang diperlukan melalui FGD dilakukan dengan identifikasi pengkategorian data, dan wawancara mendalam dengan pertanyaan terfokus kepada tokoh kunci dan pengelola, dan dokumentasi institusi dengan pelaksanaan/ studi pustaka kebijakan Peraturan Pemerintah dan profil daerah (demografi, sosial budaya, ekonomi, dan lingkungannya). Pendekatan PRA menurut JC. Tukiman Tarono Sayogo adalah pendekatan proses belajar bersama (shared learning) antara masyarakat lokal dan para praktisi pembangunan untuk merencanakan secara bersama-sama berbagai aspek dari pembangunan masyarakat lokal. Terdapat enam prinsip yang digunakan dalam PRA, 1) masyarakat lokal menjadi mitra sekaligus pelaku utama dalam pengumpulan data dan analisa, 2) fleksibilitas, metodologi disesuaikan dengan tujuan, sumberdaya yang ada, skill dan waktu. 3) kerja tim, antara masyarakat lokal dan praktisi pembangunan, lelaki dan perempuan, keterlibatan berbagai ilmu. 4) Optimalisasi dan efisiensi dalam penggunaan waktu dan biaya serta memanfaatkan beragam peluang yang ada. 5) keingintahuan pada hal-hal yang baru. 6) sistematis dalam mengembangkan sistem yang mengandung validitas dan reabilitas misalnya stratified sampling dan cross-checking. Sedangkan kajian kelayakan aspek sosekling dalam pengelolaan PLTMH digunakan metode penilaian (Subagyo, 2007). Studi kelayakan bermaksud menilai apakah sebuah proyek layak untuk dilaksanakan pada suatu kondisi dan konteks tertentu. Bagi organisasi sosial, alasan utama melaksanakan sebuah proyek adalah keberadaan masalah sosial yang perlu untuk diatasi. Pada sisi lain juga harus ada potensi-potensi lokal yang dapat dipergunakan sebagai modal awal untuk mengembangkan proyek.
4
III.
HASIL KEGIATAN 3.1
Gambaran Hasil Pemetaan Sosekling pada Lokasi Pengelolaan
Tabel 1. Gambaran Hasil Pemetaan Sosekling pada Lokasi Pengelolaan Nama PLTMH/ Lokasi
Pemanfaatan
1. Waymarhabung, Tanggamus (6.66 kW)
Penerangan
2. Waylalaan, Tanggamus (2.30 kW)
Penerangan
3. UMM
Tambahan Tenaga Listrik
4. Desa Cintamekar, Segalaherang, Subang(120 kW)
5. Leles, kW)
Garut(6,66
6. Bendung Surakarta
Colo,
7. Desa Kalisalak, Kedung Banteng,
Aspek Sosial Jumlah Layanan & Potensi 55 KK; Potensi: 500 KK
Lembaga Pengelola
Investor
Kelompok Pengguna
Dinas Pertambangan dan Energi & Puslitbang SDA
0; Potensi: Pengunjung Wisata -
Tidak ada (operator)
Puslitbang SDA
Kampus UMM
JTS- FT UMM
Penerangan (pemasangan kWh meter 122 rumah (62,5%), interkoneksi PLN
220 KK; Potensi: 1047 KK
Swasta (HIBS) & koperasi listrik cintamekar
Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas SDAP, IBEKA, HIBS, PT. PLN
Sumber air baku (cuci alat RT,masak)
11 KK; Potensi: 1511 KK
Kelompok Pengguna
Pemerintah (Kemen. ESDM, Kemen. KUKM), PBB(UNESCAP), swasta (IBEKA, HIBS, PT. PLN) Puslitbang SDA
Pompa Pengairan Irigasi
65 KK
Kelompok Penguna (Gapoktan)
Puslitbang SDA
Penerangan
38 KK (dulu)
Kelompok Masyarakat
Puslitbang SDA dan Dinas
Kabupaten Boyolali (alat), Kab. Wonogiri (masyarakat), dan Puslitbang SDA belum diserahterima Dinas ESDM
Aspek Lingkungan Fisik
Aspek Ekonomi
Instansi Pembina/ Pendamping Bidang Energi & Krlistrikan, Dinas Pertambangan & Energi Kab. Tanggamus
Kondisi & Potensi
Bidang Energi & Krlistrikan, Dinas Pertambangan & Energi Kab. Tanggamus Jurusan Teknik Sipil, Fak.Teknik Kampus UMM
Masyarakat tidak setuju karena tidak difungsikan karena merasa debit muka air turun instalasi listrik rusak & debit turun; tak ada lembaga pengelola -Telah ada MoU meski Menunjang, ada debit air konvensi dg masyarakat yang besar di Sal. Irigasi -Tinggi muka air dipantau dg sengkaling kiri dan kanan papan ukur Akan dilakukan penggantian Debit air besar turbin baru sehingga daya (memakai saluran akan bertambah irigasi sekunder)
Kawasan wisata pengunjung
-Masyarakat masih minat asal ada stimulan turbin crossflow (yang ada sering rusak), sudah beralih ke pompa -Kelompok yang aktif tinggal 11 orang -Ketokohan ketua kelompok pengguna menentukan
Masih ada minat, karena kondisi prasarana penyaringan air yang gratis dan bersih
Dinas SDAP, Pertacip
1
Dinas
Kelompok Pengelola cukup berperan, ka.desa menjadi figur pemersatu
Debit air besar (memakai saluran irigasi sekunder)
PLTMH tidak difungsikan secara kontinyu (masyarakat sudah memakai sumur pompa) P3A tidak jalan. Pengurus P3A juga pengguna PLTMH
Luas Layanan Pengguna relatif masih besar
Tempat program domestik,
sepi
pelatihan kemitraan
Tempat pelatihan program kemitraan internasional
Banyumas(10 kW) 8. Dusun Kubangan, Desa Sokawera, Kecamatan Cilongok (10kW)
Penerangan
50 KK
Hutan Lindung Kelompok Pengguna Mikrohidro (Tingkat RW)
ESDM Dinas ESDM
Dinas ESDM
2
3.2. Faktor-Faktor Keberhasilan atau Ketidakberhasilan Pengelolaan Dari hasil observasi dan survei, jumlah layanan pengguna dan jumlah potensi layanan pelanggan, sangat berpengaruh dengan keberlanjutan pengelolaan karena untuk kasus berbagai lembaga pengelola, animo/ kemauan masyarakat non-pengguna atau belum memanfaatkan teknologi mikrohidro sangat besar. Dari hasil itu, bentuk kelompok pengguna mikrohidro masih banyak yang mau menggunakan listrik mikrohidro/ hasil lain pembangkit karena dikalkulasi iuran bulanan mikrohidro yang Rp 30.000,- masih jauh lebih murah daripada harus membayar tagihan bulanan ke PLN yang minimal abonemennya Rp 50.000,-. Dari faktor kemanfaatan (utilitas), perlu disesuaikan fungsi penerapan mikrohidro dengan kebutuhan masyarakat sekitar sehingga masyarakat mempunyai persetujuan persepsi terhadap manfaat mikrohidro tersebut di lingkungan mereka. Investasi dibiayai dari dana pemerintah, swasta, dan bantuan luar negeri. Pembiayaan oleh pemerintah yang bersumber dari APBN dan APBD sesuai dengan Permen ESDM No. 002/ 2006 pasal 11 ayat 2 disebutkan:“ Direktur Jenderal, Gubernur atau Bupati/ Walikota sesuai dengan kewenangannya dalam pemberian perizinan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengusahaan pembangkit listrik tenaga energi terbarukan” melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap operasi dan pengelolaan tenologi mikrohidro. Pengelolaan banyak yang tidak berhasil karena finansial OP mikrohidro sering tidak diprogramkan dalam rencana program instansi terkait di atas. Sementara dari studi untuk kasus di desa Cinta Mekar yang sudah diinterkoneksikan ke PLN, profit sharing dilakukan antara lembaga donor dan koperasi, sehingga masyarakat sudah tidak dibebani untuk OP, tetapi malah diberikan keuntungan dalam variasi kompensasi dari koperasi berupa bantuan simpan pinjam, beasiswa, dsb. Kebijakan dari PLN untuk tidak memasukkan sambungan PLN bagi daerah yang sudah teraliri listrik mikrohidropun ikut berperan (sesuai studi kasus di Kec. Kedung Banteng, Banyumas). Selain kebijakan, SOP dan legalitas lembaga pengelola baik masih berupa AD/ Anggaran Rumah Tangga ataupun sudah berupa akte notaris menjadi hal yang penting di dalam pengelolaan teknologi mikrohidro berbasis masyarakat. Ditinjau dari aspek sumber daya (alam dan bentuk lembaga pengelola), disesuaikan dengan lembaga yang sudah ada dan tumbuh di masyarakat, Embrio kemudian dikembangkan menjadi lembaga mikrohidro berbasis masyarakat yang mandiri berupa kelompok pengguna mikrohidro/ koperasi mikrohidro. Aspek lingkungan fisik biasanya berkenaan dengan penyelamatan lingkungan (konservasi) dan dampaknya bagi lingkungan. Sementara aspek lingkungan ekonomi berkaitan dengan kesejahteraan ekonomi, ekonomi keluarga, ekonomi sumber daya, dan potensi ekonomi lokal, Dari studi kasus Subang dan Malang, tempat mikrohidro yang ada sering digunakan untuk pelatihan program kemitraan domestik dan internasional, sementara untuk mikrohidro Waylalaan, Kota Agung Timur potensi wisata sebagai lingkungan ekonomi yang ada mati, sehingga pengelolaan ikut terhambat karena tidak dapat memperbaiki kerusakan instalasi yang ada.
1
3.3. Pengelolaan oleh Kelompok Pengguna Mikrohidro A. Pekon Talang Beringin, Kec. Pulau Panggung, Kab. Tanggamus, Lampung a. Aspek sosial: -
Tingkat kepadatan penduduk: 66 org/km2
-
Jumlah KK: ± 500 KK
-
Jumlah pelanggan : 55 KK
-
Kelembagaan pengelola mikrohidro : kelompok pengguna mikrohidro
-
Modal sosial (nilai) kelompok pengajian, norma (kepemimpinan kepala pekon berupa konvensi /instruksi tak tertulis kuat), jaringan (gotong royong)
b. Aspek ekonomi: -
Tingkat pendapatan keluarga:
-
Pengeluaran: ± 500.000/bulan (dari hasil kuesioner)
-
Iuran: Rp 20.000/bulan
-
Mata pencaharian masyarakat: Petani (dari hasil kuesioner)
c. Aspek lingkungan: -
Kondisi SDA
: Saluran irigasi primer
-
Kondisi jaringan listrik
:
PLN
telah masuk
awal
Th.2011,tapi
biaya
pemasangan masih mahal (Rp 5 juta/ sambungan) -
Kondisi lingkungan permukiman
: Padat permukiman
d. Sejarah Keberadaan : Untuk Way Marhabung, dalam Tahun Anggaran 2004, Puslitbang Air, Balitbang, Kementerian PU berencana mengadakan penerapan mikrohidro dan telah membuat pra desain bangunan air utama di sungai, saluran pembawa, sistem pompa hidro dan pembangkit listrik. Pompa hidro akan dimanfaatkan untuk menaikkan air dari sungai guna memenuhi kebutuhan air baku bagi masyarakat sedangkan energi listrik yang
dihasilkan akan dimanfaatkan untuk
masyarakat Kampung Talang Beringin yang belum terjangkau oleh jaringan listrik dari PLN. Pada saat pembangunan, Puslitbang Air mendapatkan donor dari Dinas ESDM Kab. Tanggamus. Keterlibatan Pemda pada masa pengoperasiannya, Bupati Kabupaten Tanggamus memberikan bantuan 1 (satu) set turbin mikrohidro ex. China sebagai backup apabila mesin utama rusak. Pendampingan dan sosialisasi oleh Pemda juga pernah dilakukan. e. Pengelolaan Mikrohidro Status
: Berjalan dengan baik
Operator
: Kelompok Pengguna Mikrohidro Pekon Talang Beringin
Dana Operasional
:-
Besar Iuran
: Rp 20.000/bulan
Cara Pemungutan
: Melalui pertemuan pengajian tiap malam jumat
Pemungut Iuran
: Pengurus Kelompok Pengguna
Komponen Pendanaan : Ganti van-belt, oli, las-las bagian yg rusak/cacat
2
B. Way Lalaan, Pekon Kampung Baru, Kec. Kota Agung Timur, Kab. Tanggamus, Lampung a. Aspek sosial: -
Tingkat kepadatan penduduk: 248,89 org/km2
-
Jumlah KK: -
-
Jumlah pelanggan : Listrik penerangan Kawasan Wisata Way lalaan
-
Kelembagaan pengelola mikrohidro : tidak ada (hanya operator mikrohidro)
b.
Aspek ekonomi: -
Tingkat pendapatan keluarga:
-
Pengeluaran: ± 500.000/bulan
-
Iuran: -
-
Mata pencaharian masyarakat: Petani
c.
Aspek Lingkungan: -
Kondisi SDA
: Saluran irigasi tersier
-
Kondisi jaringan listrik
: PLN telah masuk. Listrik hanya digunakan sebagai penerangan jalan ke kawasan wisata air terjun.
-
Kondisi lingkungan permukiman
: Hanya rumah operator yang menggunakan listrik mikrohidro
d. Sejarah Keberadaan : Untuk Way Lalaan, dalam Tahun Anggaran 2004, Puslitbang Air, Balitbang, Kementerian PU berencana mengadakan uji coba mikrohidro untuk pengadaan air baku, sedangkan tujuannya adalah mendapatkan suatu bentuk prototip pompa hidro yang tepat guna dengan suatu rumusan hubungan antara tinggi head dan debit nyang tersedia dengan daya pompa dan listrik yang dihasilkan dan selain itu juga hasil pengkajian dan penerapan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk penyusunan NSPM.Dalam Tahun Anggaran 2004 ini Penerapan Pompa Hidro hanya dilakukan di 1 (satu) lokasi yaitu di Kawasan Wisata Way Lalaan, dimana pompa hidro akan dimanfaatkan untuk menaikkan tinggi tekan distribusi air baku ke MCK yang ada di dalam kawasan wisata dan rumah penduduk disekitar lokasi disamping itu energy listrik yang dihasilkan akan dimanfaatkan untuk menerangi lingkungan kawasan wisata, pos jaga kawasan wisata, rumah dinas pengamat pengairan dan rumah penduduk yang letaknya di sekitar rumah turbin. Keterlibatan Pemda pada penyerahterimaan, dilaksanakan secara administratif dengan Berita Acara Serah Terima No. 09/BA/La/2004, Tanggal 13 Desember 2004 yang ditandatangani oleh Kepala Pusat Litbang Sumber Daya Air sebagai pihak yang menyerahkan dan Camat Kota Agung, Kabupaten Tanggamus sebagai pihak yang menerima. e. Pengelolaan Mikrohidro Status
: Tidak berjalan
Operator
: Penjaga Kawasan Wisata Way Lalaan
Dana Operasional
:
Besar Iuran
: Tidak Ada
Cara Pemungutan
: Tidak Ada
3
Pemungut Iuran
: Tidak Ada
Komponen Pendanaan : Ganti van-belt, oli, las-las bagian yg rusak/cacat C. Desa Sukarame, Kec. Leles, Kab. Garut a. Aspek Sosial 2
-
Tingkat kepadatan penduduk: 792.95 jiwa/km
-
Jumlah KK: 1511 KK
-
Jumlah pelanggan : ± 11 KK
-
Kelembagaan pengelola mikrohidro : kelompok pengguna mikrohidro
-
Modal sosial (nilai) “silih asah,asih,asuh”, norma (kepemimpinan ketua kelompok kuat), jaringan (gotong royong)
b. Aspek Ekonomi -
Tingkat pendapatan keluarga: < Rp 500.000
-
Pengeluaran: ± 500.000/bulan
-
Iuran: Rp 10.000 – Rp 15.000/ KK
-
Mata pencaharian masyarakat: Petani
c. Aspek Lingkungan -
Kondisi SDA
: Saluran irigasi sekunder
-
Kondisi jaringan listrik
: dipakai untuk sumber air baku
-
Kondisi lingkungan permukiman
: tidak terdapat air baku yang bersih untuk air
minum,cuci kakus,sanitasi,dsb sehingga mikrohidro digunakan untuk mendorong air baku ke bak filterisasi di atas. d. Sejarah Keberadaan : Untuk pompa hidro di Saluran Irigasi Cineang, Desa Sukarame, Kabupaten Garut, yang telah dilaksanakan dalam Tahun Anggaran 2003 yang lalu namun kinerjanya belum optimal akan dilakukan pengkajian terhadap desain hidrolisnya, perbaikan dan penyempurnaan terhadap bangunan pompa hidronya. Keterlibatan Pemda pada penyerahterimaan pengelolaan hasil pelaksanaan kegiatan di Desa Sukarame, Kecamatan Leles telah dilaksanakan dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima No. 08/BA/La/2004, pada Tanggal 5 November 2004 yang lalu oleh Kepala Pusat Litbang Sumber Daya Air dan Camat Leles, dengan disaksikan oleh Kepala Badan Litbang PU. Selanjutnya oleh Camat Leles pengelolaannya ditandatangani oleh Kepala Pusat Litbang Sumber Daya Air sebagai pihak yang menyerahkan dan Camat Kota Agung, Kabupaten Tanggamus sebagai pihak yang menerima. D. PLTMH Bendung Colo, Desa Sendang Ijo, Kecamatan Selogiri, Surakarta a. Aspek Sosial : 2
-
Tingkat kepadatan penduduk: 10,26 /km
-
Jumlah KK: 1299 KK
-
Jumlah pelanggan (yang dibantu sawahnya) : ± 65 KK (± 25 Ha)
4
-
Kelembagaan pengelola mikrohidro : kelompok pengguna mikrohidro Gapoktan Sendang Ijo
-
Secara sosial, keberadaan mikrohidro dapat dipandang sangat layak karena hingga saat ini belum ada pihak yang berindikasi ataupun secara terang-terangan menolak keberadaan kegiatan tersebut. Sebaliknya, masyarakat justru sangat mengharapkan agar kapasitas pompa mikrohidro dapat ditingkatkan.
b. Aspek ekonomi: -
Tingkat pendapatan keluarga: Rp 2.600.000.- / 0.5 bahu
-
Pengeluaran: Rp 2.900.000,-/ Ha, jadi sekitar Rp 725.000,-/bulan/KK
-
Iuran: Rp 30.000,-/ orang per jam. Artinya, petani yang membutuhkan air diwajibkan membayar iuran sesuai dengan lamanya (durasi) jam penggunaan air.
-
Mata pencaharian masyarakat: Petani
: 658 orang
Buruh Tani
: 80 orang
Pedagang
: 1159 orang
PNS
: 52 orang
TNI/Polri
: 20 orang
Karyawan swasta
: 299 orang
c. Aspek lingkungan: -
Kondisi SDA : lokasi pembangunan saluran irigasi yang potensial ini dapat mengairi ±2025 Ha sawah, sehingga pemanfaatannya setelah digunakan untuk PLTMH ini dirasakan cukup besar . Manfaat yang dirasakan petani sejak adanya mikrohidro adalah mampu menyelamatkan tanaman padi khususnya pada akhir musim tanam ke-2. Pada masa itu, sudah mulai memasuki musim kemarau sehingga jika tidak ada bantuan pompa air dari mikrohidro diperkirakan petani akan gagal panen karena pada akan puso. Kendala utama yang dirasakan oleh pengelola adalah kurangnya suplai air dari Bendung Colo. Terbatasnya debit air yang masuk ke saluran (turbin) menyebabkan lemahnya tenaga untuk memompa air ke bak penampungan untuk kemudian disalurkan ke sawahsawah petani. Kendala lain adalah adanya kerusakan pada peralatan pompa sehingga pompa air tidak dapat berfungsi secara maksimal. Dampaknya adalah semakin berkurangnya debit air yang dapat disuplai ke bak penampungan.
-
Kondisi jaringan listrik : sudah ada
-
Kondisi lingkungan permukiman : padat permukiman
E. Desa Kalisalak, Kec. Kedung Banteng, Banyumas, Jawa Tengah a. Aspek Sosial -
Tingkat kepadatan penduduk: 1042 org/km
-
Jumlah KK: 728 KK
5
2
-
Jumlah pelanggan : sampai dengan awal 2011 ± 38 KK
-
Kelembagaan pengelola mikrohidro : kelompok pengguna mikrohidro “Lembaga Masyarakat Desa Hutan”
-
Modal sosial : Semangat gotong royong menjadi kekuatan untuk pembangunan Desa Karang Gondang. Para pengurus desa menyatakan bahwa semangat ini sebagai salah satu sumberdaya masyarakat melalui swadaya tenaga kerja dan penggalangan dana untuk pengadaan lampu-lampu. Gotong royong juga masih dianut juga oleh anggota masyarakat yang telah merantau. Para perantau yang tergabung dalam perkumpulan anak muda merantau setiap kali menggalang dana dari para anggotanya untuk kemajuan dan perkembangan desanya. Dana-dana yang dikumpulkan dapat digunakan untuk membeli tanah yang dipakai untuk PLTMH dan mendirikan Mushola yang diharapkan selesai pada hari raya tahun baru Islam. Keterikatan para perantau dengan desanya ditandai dengan KTP yang masih tetap sebagai warga desa Karang Gondang walau mereka merantau sehingga selalu ada alasan untuk kembali ke desanya, mereka paling sering pulang saat hari-hari raya dan acara hajatan keluarganya. Pengurus desa sebagai penggerak dan sekaligus pengurus Program Mikrohidro. Hal ini dinyatakan sebagai harmonisasi kehidupan di Desa Kalisalak untuk pembangunan. Harmonisasi muncul dari semangat gotong royong dari masyarakat desa dan para perantau yang kemudian digerakkan dan dipimpin oleh para pengurus untuk membangun PLTMH. Para pengurus selalu melakukan konsultasi, koordinasi dan komunikasi, mereka selalu mengadakan pertemuan rutin untuk rembug desa. Guna menjaga hubungan ini para pengurus selalu membuat laporan pelaksanaan bantuan. Koordinasi juga dilakukan dengan pembagian tugas jaga di PLTMH misalnya jaga pompa, saluran air. Para pengurus dan para tetua bersikap sebagai panutan, mereka akan mendahului untuk menyapa kepada setiap orang yang dijumpainya. Salah satu kendala yang diungkapkan oleh para pengurus yaitu dari pihak PTP, mereka tidak mendukung adanya perbaikan jalan desa yang melintasi area perkebunan. Mernurut para pengurus pihak PTP kawatir bila jalanan menjadi bagus maka kemungkinan terjadinya pencurian kayu akan bertambah besar.
b. Aspek ekonomi: -
Tingkat pendapatan keluarga:
-
Pengeluaran:
-
Iuran mikrohidro: Rp 30.000 per KK
-
Mata pencaharian masyarakat: Petani
: 570 orang
Buruh tani
: 214 orang
Buruh/swasta
: 102 orang
PNS
: 17 orang
Pengrajin
: 54 orang
6
Pedagang
: 24 orang
Peternak
: 82 orang
Montir
:
3 orang
Perawat Kesehatan:
2 orang
c. Aspek lingkungan: -
Kondisi SDA : Jumlah Panjang saluran primer
: 2500 m
Panjang saluran sekunder
: 3540 m
Panjang saluran tersier
: 4750 m
Kondisi Panjang saluran primer rusak
: 2000 m
Panjang saluran sekunder rusak
: 2500 m
Panjang saluran tersier rusak
: 3525 m
-
Kondisi jaringan listrik
: sudah masuk sejak 2006
-
Kondisi lingkungan permukiman
: padat permukiman
F. Dusun Kubangan, Desa Sokawera, Kec. Cilongok, Kab. Banyumas Jawa Tengah a. Aspek Sosial -
Jumlah KK: 209 KK
-
Jumlah pelanggan : 50 KK
-
Kelembagaan pengelola mikrohidro : kelompok pengguna mikrohidro
b. Aspek ekonomi: -
Tingkat pendapatan keluarga: < 500.000
-
Pengeluaran: ±500.000
-
Iuran mikrohidro: Rp 15.000 per KK
-
Mata pencaharian masyarakat:
-
Petani
: 205 orang
Saat ditanyakan apa perbedaan antara menggunakan listrik melalui PLTMH dan PLN mereka menyatakan bahwa lebih murah bayarnya bila menggunakan listrik melalui PLTMH dibandingkan melalui PLN. Setiap bulannya mereka dulu membayar Rp. 30.000,- kini melalui PLN mereka harus membayar sebesar Rp. 60.000,-. Mereka mengharapkan agar segera dapat diperbaiki kerusakan mesin PLTMH agar mereka dapat menggunakan kembali dan pengeluaran untuk listrik dapat lebih murah. c. Aspek lingkungan: -
Kondisi SDA :
-
Luas saluran irigasi : ±6000 ha
-
Kondisi jaringan listrik : sudah masuk sejak 2006
-
Kondisi lingkungan permukiman : padat permukiman
-
Modal sosial :
7
Adat kebiasaan yang berkaitan dengan pertanian adalah saat mereka akan memulai menanam di ladang. Para petani akan mengadakan doa dan membuat sesaji untuk memohon pada Tuhan agar berhasil panennya, selin itu juga mereka terhindar dari gangguan para roh penunggu ladang. Namun kebiasaan ini sudah mulai tidak mengikat seluruh warga desa, salah satu ibu mengungkapkan bahwa menurut dia sesaji tersebut tidak sesuai dengan ajaran agama Islam, dan mereka juga tidak takut akan adanya gangguan roh-roh di ladang. d. Sejarah Keberadaan : Hampir seluruh kegiatan pertanian yang saat ini dilakukan oleh masyarakat yang ada di desa Sokawera sangat tergantung oleh kelangsungan dari sebuah Irigasi yang bersumber dari sungai mengaji tersebut, juga nantinya kelangsungan Potensi PTAMH pada Dusun Kubangan ini sangat tergantung dari kelangsungan irigasi ini. 3.4. PENGELOLAAN OLEH KOPERASI A. Desa Cinta Mekar, Kec. Sagalaherang, Kab. Subang a. Aspek Sosial -
Tingkat kepadatan penduduk: 236 org/km2
-
Jumlah KK: 1047 KK
-
Jumlah pelanggan (yang dibantu koperasi) : ± 200 KK
-
Kelembagaan pengelola mikrohidro : koperasi cintamekar
-
Modal sosial (nilai) silih asah,asih,asuh, norma (akta pendirian dari Kemenkop dan UKM), jaringan (gotongroyong)
b. Aspek ekonomi: -
Tingkat pendapatan keluarga pelanggan: < Rp 600.000,-/bulan (64%), Rp 600.000-Rp 1.000.000 (36%)
-
Pengeluaran keluarga pelanggan: < Rp 600.000,-/bulan (73%), Rp 600.000-Rp 1.000.000 (27%)
-
Iuran: langsung interkoneksi PLN
-
Mata pencaharian masyarakat: Petani, PNS, dan Peternak
c. Aspek lingkungan: -
Kondisi SDA
: Lokasi pembangunan saluran irigasi yang potensial ini
dapat
mengairi
±70
Ha
sawah,
sehingga
pemanfaatannya setelah digunakan untuk PLTMH ini dirasakan cukup besar dan tidak rugi untuk membuat saluran pengambilan khusus untuk PLTMH Cinta Mekar. -
Kondisi jaringan listrik
-
Kondisi lingkungan permukiman : padat permukiman (desa IDT)
: sudah ada
8
3.5. PENGELOLAAN LAINNYA A. PLTMH UMM (Dikelola Perguruan Tinggi UMM) a. Aspek sosial: -
Kelembagaan pengelola mikrohidro : Universitas Muhammadiah Malang b. Aspek lingkungan: Kondisi SDA : lokasi pembangunan saluran irigasi sengkaling kiri yang dapat mengairi sawah.
3.6. KELAYAKAN SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN
Model pengelolaan teknologi mikeohidro berhasil masyarakat dihasilkan dari wawancara terstruktur dengan stakeholders,pengurus maupun anggota kelompok mikrohidro yang ada, dan menggunakan pendekatan kualitatif yang didukung metode kuantitatif. Responden dikumpulkan di suatu tempat dan dipandu oleh fasilitator untuk mengisi kuesioner yang disediakan. Fasilitator membacakan pertanyaan – pertanyaan yang tertera dalam kuesioner dan member penjelasan seperlunya tentang maksud pertanyaan. Penjelasan tambahan diberikan kepada responden yang bertanya atau memerlukan klarifikasi tambahan terhadap pertanyaan yang dibacakan. Hasil isian kuesioner dianalisa dengan menggunakan program SPSS atau excel. Hasil analisis dibahas sebagai berikut. 3.6.1.
Nilai variabel sosial kelembagaan, ekonomi, dan lingkungan Nilai variabel sosial kelembagaan, ekonomi, dan lingkungan dinilai dari 8 (delapan) indikator yaitu: a) Faktor-faktor demografi dan persepsi terhadap keberadaan alat, keberadaan kelompok, peran kelompok, kinerja kelompok, manfaat kelompok, penambahan penghasilan, dan pengembangan ekonomi kelembagaan serta iuran yang mempengaruhi kesejahteraan kelompok masyarakat pengguna Mikrohidro. b) Dinamika Lembaga Sosial (Pengakuan AD/ART/Akte, kepengurusan, program-program, dan sumber daya) dan Modal Sosial yang telah terbangun (nilai,norma,doktrin (visi misi), hubungan, dan jaringan). c) Kemanfaatan Ekonomi (yang bersifat langsung/ direct). d) Kajian Investasi. e) Konservasi. f)
Kesetaraan Dampak.
g) Penilaian Kesiapan Teknologi Hasil Litbang Untuk Keberlanjutan Oleh Masyarakat. 3.6.1.1. Faktor Demografi dan Persepsi Hasil Uji Tabulasi Silang studi kasus di Waylalaan, Pekon Talang Bringin, Kecamatan Pulau Panjang, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung
9
Tabel 4.8. Faktor Demografi di Desa Talang Beringin Indikator Sub Indikator Pendidikan
SD SLTP SMU Gender Pria Wanita Jenis Pekerjaan Perangkat Desa Petani Wiraswasta Akses Listrik Sumber air terlindung Bahan Bakar memasak bukan kayu bakar/arang/minyak tanah Pakaian baru /tahun Makan > 1/2x sehari Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga di atas SD (Sumber : Kuesioner masyarakat di lapangan 2011)
Jumlah (Orang) 20 6 4 3 27 2 27 1 30 25 17
Persentase (%) 66,67 20,00 13,33 10,00 90,00 6,67 90,00 3,33 100 83,33 56,67
6 8 13
20,00 26,67 43,33
Kolerasi kesejahteraan dan pendidikan juga terlihat pada jumlah siswa yang melanjutkan sekolah dari SD ke SMP lalu ke SMA yang relatif semakin kecil di tabel. Dari tabel diketahui, 66,67 persen menamatkan SD, hanya 20,00 persen yang menamatkan SMP dan 13,33 persen yang menamatkan SMA. Dapat diketahui, responden kelompok pengguna dengan tingkat pendidikan SMP dan SMA, 100,00 persen setuju terhadap keberadaan alat, keberadaan kelompok, peran kelompok, kinerja kelompok, manfaat kelompok, dan pengembangan ekonomi kelembagaan, sementara responden dengan tingkat pendidikan SD hanya sekitar 65,00 – 95,00 persen terhadap keseluruhan variabel. Dari tabel diketahui tingkat pendapatan (ekonomi) yang diwakili oleh besaran penghasilan per bulan yaitu 2 orang (50 persen) di tingkat SMA, 1 orang (16,67 persen) di tingkat SMP, 2 orang (10 persen). Dari data tersebut juga dapat dikatakan bahwa semakin baik tingkat pendidikan seseorang, maka semakin baik pula tingkat persetujuan terhadap variabel keberadaan pembangkit, keberadaan kelompok pengguna, peran kelompok pengguna, kinerja kelompok, manfaat kelompok, pengembangan ekonomi kelompok, dan pendapatan (ekonomi) yang diwakili oleh besaran penghasilan per bulan. Diketahui bahwa 90 persen kelompok pengguna adalah petani. Kemiskinan juga selalu dihubungkan dengan jenis pekerjaan tertentu. Di Indonesia kemiskinan selalu terkait dengan sektor pekerjaan di bidang pertanian untuk daerah pedesaan dan perkotaan. Pada tahun 2004, 68,7 persen dari 36,10 juta orang miskin tinggal dipedasaan dan 60 persen diantaranya memiliki kegiatan utama di sektor pertanian (Sudaryanto dan Rusastra 2006). Hal ini diperkuat oleh studi dari Suryahadi et.al (2006), yang menemukan bahwa selama periode 1984 dan 2002, baik di wilayah desa maupun kota, sektor pertanian merupakan penyebabkan
utama
kemiskinan.
Tingginya
tingkat
kemiskinan
disektor
pertanian
menyebabkan kemiskinan diantara kepala rumah tangga yang bekerja disektor pertanian menjadi lebih tinggi dibandingkan mereka yang bekerja disektor lain. Dapat dilihat dari tabel 2
10
bahwa responden yang memiliki pendapatan di atas Rp 600.000,00 per bulan hanya 4 orang (13,33 persen). Korelasi ketiga dari kemiskinan adalah gender. Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa hanya 10 persen perempuan yang hadir dalam pengisian kuesioner PRA. Kegiatan PRA itu sendiri baru dapat terlaksana setelah para pria pulang dari pekerjaannya pada sore hari. Laporan Pembangunan Manusia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka Human Development index (HDI) lebih tinggi dari angka Gender-related Development Index (GDI) dan angka Gender Empowerment Measurement (GEM) (MDGs Report 2005). Besarnya HDI dibandingkan dengan dua indikator kesetaraan gender menunjukkan bahwa secara umum masih terdapat kesenjangan gender yang diikuti oleh rendahnya partisipasi dan kesempatan perempuan di bidang politik, ekonomi, dan pengambilan keputusan. Laporan MDGs ini juga menulis bahwa dalam perolehan angka GDI Indonesia menepati posisi ke-90 dan masih sangat tertinggal jika dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN lainnya. Kemudian salah satu penjelasan dari konsep kemiskinan adalah kurangnya akses terhadap berbagai pelayanan dasar dan infrastuktur dan ini merupakan kolerasi kemiskinan yang keempat. Sistem infrastuktur yang baik akan meningkatkan pendapatan orang miskin secara langsung dan tidak langsung melalui penyediaan layanan kesehatan, pendidikan, transportasi, telekomunikasi, akses energi, air dan kondisi sanitasi yang lebih baik (Sida 1996). Studi yang dilakukan oleh World Bank (%) (2006) mengindikasikan bahwa perbaikan infrastuktur di desa, khususnya pembangunan jalan. Studi ini juga menegaskan bahwa infrastuktur didaerah pedesaan memerlukan lebih banyak perhatian karena hanya 48 persen orang miskin di desa yang memiliki akses terhadap air bersih sementara akses orang miskin di kota mencapai 78 persen. Dari hasil wawancara mendalam dengan Kepala Pekon Talang Bringin, Bapak Herman diketahui bahwa ditinjau dari aspek Land, sesuai dengan Kepmen PU No. 534/KPTS/M/2001 tentang standar pelayanan minimal pelayanan 50 – 70 % penduduk terlayani fasilitas buang air besar/ tidak bersama-sama denga rumah tangga lain yaitu, 50 %, artinya penduduk terlayani untuk standar minimal dalam hal fasilitas buang air besar. Setelah sumber penerangan rumah tangga menggunakan listrik mikrohidro beroperasi (100%), maka mereka mempunyai keberanian membeli barang-barang elektronik seperti pompa air, televisi, radio, DVD baik secara kredit/ non-kredit (93,33%). Akses terhadap air bersih pun telah tersedia oleh jaringan pipa baik dibangun secara swadaya, PNPM mandiri ataupun dari Dinas PU (83,33%) Sesuai dengan Kepmen PU No. 534/KPTS/M/2001 tentang standar pelayanan minimal pelayanan air bersih yaitu, 55 % - 75 %, sehingga akses ke sumber air minum tidak berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan sebesar 83,33% memenuhi. Selain lampu minyak yang berganti ke bohlam dan neon, alat memasak pun mulai beralih dari semula kayu bakar/ arang/ minyak tanah menjadi penanak nasi elektrik (56,67%). Seorang responden menyatakan bahwa adanya kenaikan penghasilan sebesar 15 % karena dapat berbisnis toko/warung makan.
11
Tabel 3. Persepsi di Desa Talang Beringin No.
Sub Indikator Sangat Kurang
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3
A. Sosial Kelembagaan Keberadaan Alat Keberadaan Kelompok Peran Kelompok Kinerja Kelompok Manfaat Kelompok B.Ekonomi Penambahan Penghasilan Sarana Pemungutan Iuran Pengembangan Kelembagaan Kecukupan Income C.Lingkungan Mengakibatkan Kebisingan Penurunan Kualitas Air Kepedulian Pemanfaat Air Rata-rata Bobot Rata-rata Persepsi
Kategori Persetujuan Kurang Cukup Baik
Sangat Baik
Indeks Persepsi
0,033 0,067 0,100 0,000 0,000
0,000 0,100 0,100 0,233 0,033
0,000 0,100 0,067 0,000 0,033
0,033 0,000 0,267 0,300 0,267
0,933 0,733 0,467 0,467 0,667
5,130 4,233 3,900 4,000 4,567
0,133 0,033 0,000
0,133 0,133 0,033
0,100 0,033 0,000
0,100 0,233 0,200
0,533 0,567 0,767
3,767 4,167 4,700
0,000
0,867
0,133
0,000
0,000
2.133
0,100 0,133 0,000 0,050
0,033 0,100 0,066 0,153
0,000 0,000 0,133 0,050
0,167 0,233 0,233 0,169
0,700 0,533 0,567 0,578
4,234 3,797 4.298 4,077 0,9110
(Sumber : Kuesioner masyarakat di lapangan 2011) Bobot rata-rata persepsi persetujuan pada KPM Desa Talang Beringin adalah 91,10 % atau termasuk kategori sangat baik karena berada pada kisaran 75-100%. Hal tersebut memberi indikasi masih perlunya peningkatan di sektor ini 8,90 %. Indikator-indikator yang masih memerlukan perbaikan adalah : Peran Kelompok, Kinerja Kelompok, Penambahan Penghasilan, Kecukupan income, dan Penaikan Kualitas Air.
12
3.6.1.2. Dinamika Lembaga Sosial dan Modal Sosial Indikator-indikator dinamika lembaga sosial dan modal sosial pengelolaan mikrohidro berbasis masyarakat dapat dianalisis dalam konsep sosial kelembagaan sebagai berikut: Tabel 4. Rekapitulasi Dinamika Lembaga Sosial dan Modal Sosial Pengelolaan Mikrohidro Berbasis Masyarakat Koperasi (Semi-Masyarakat)
ASPEK
Kelompok Pengguna Mikrohidro
Tidak ada lembaga pengelola
(Murni Masyarakat) Desa Cinta Mekar, Subang
A. KEPEMIMPINAN
Way Marhabung
Desa Sukarame, Kec.Leles
= 9/26 x 100% =34,62 %
= 7/26 x 100% =26,92 %
Way Lalaan
= 5/26 x 100% =19,23 %
= 0/26 x 100% = 0 %
DINAMIKA LEMBAGA SOSIAL 1. 2. 3.
Cara
Rapat umum badan penasehat dengan
Pemilihan
komunitas
pemilihan
ketua/
pengurus
pengurus.
musyawarah.
pemimpin
dilakukan
melalui
Pemilihan ketua/pengurus melalui musyawarah
dilakukan
Tidak Ada (hanya operator)
Pengakuan dari pihak pemerintah atau
Ada Akte Notaris Pendirian Koperasi
Belum ada pengakuan dari pemerintah, hanya
Belum ada pengakuan dari pemerintah
Tidak Ada (hanya operator)
lembaga lainnya
dari Kemenkop&UKM
ada rekomendasi dari kepala desa.
Kehadiran pemimpin/ pengurus dalam
Aktif
Aktif
Kurang
Tidak Ada (hanya operator)
Rapat rutin diadakan setiap 2 – 3 bulan sekali.
Kurang
Tidak Ada (hanya operator)
Baik Sekali
Baik sekali
Kurang
Tidak Ada (hanya operator)
Jelas
Pembagian tugas jelas
Kurang
Tidak Ada (hanya operator)
Ada
Ada, teguran secara lisan / tulisan
Ada, teguran secara lisan / tulisan kalau
Tidak Ada (hanya operator)
rapat-rapat rutin 4. 5.
Rapat rutin sebagai ajang pertemuan
Rapat
dengan pemimpin/ pengurus
Penasehat 2x/th, Rapat rutin /3 bulanan
Kemampuan
pemimpin
dalam
Umum
Koperasi-Badan
menyalurkan aspirasi anggota 6.
Kejelasan
pemberian
tugas
dan
tanggung jawab 7.
8.
Kemampuan
pemimpin
kelompok
untuk memberikan dorongan atau
tidak membayar iuran akan dilepas
teguran (reward & punishment)
sambungan mikrohidro ke rumahnya
Keseringan
pemimpin
menjadi
Selalu
Selalu
Selalu
Tidak Ada (hanya operator)
Tidak Ada
Tidak Ada (hanya operator)
perwakilan kelompok dalam rapatrapat MODAL SOSIAL 1. Pengaruh
pengakuan
dari
pihak
karena
dg
legalitas
Koperasi dpt mengajukan kredit &
kinerja pengelola
membuka rekening bank
B. VISI & MISI 1.
Berpengaruh,
pemerintah atau lembaga lainnya pada
Alasan
bergabung
kelompok/koperasi
dalam
Pengakuan
pemerintah belum berpengaruh
terhadap kinerja komunitas.
= 3/26 x 100% =11,54 %
= 2/26 x 100% =7,69 %
= 2/26 x 100% =7,69 %
= 0/26 x 100% =0,00 %
Ingin mendapat bantuan Dana Hasil
Kebutuhan Listrik
Kebutuhan Sumber Air Baku
Tidak Ada (hanya operator)
Penjualan Listrik Ke PLN
13
2.
Manfaat
yang
dirasakan
oleh
Sangat Besar
Sangat Besar
Sangat Besar
Tidak Ada (hanya operator)
Silih Asah, Asih, Asuh
Tidak Ada
Silih Asah, Asih, Asuh
Tidak Ada (hanya operator)
= 2/26 x 100% =11,54 %
= 0/26 x 100% = 0 %
= 0/26 x 100% = 0 %
Rapat rutin 2-3 bulan
Tidak Ada
Tidak Ada (pengelola hanya operator)
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada (hanya operator)
Ada, setiap bulan
Ada, setiap 3 bln 1x
Tidak Ada
Tidak Ada (hanya operator)
= 8/26 x 100% = 30,77 %
= 7/26 x 100% =26,92 %
= 6/26 x 100% = 23,08 %
= 3/26 x 100% = 11,54 %
2 orang
1 orang (Bpk. Nia)
1 orang (Bpk. Matsibi)
Tidak ada. Operator dari kelompok pengguna
Tidak ada. Operator dari kelompok
Belum ada kesepakatan dengan kelompok
mikrohidro sendiri
pengguna mikrohidro sendiri. Walau
lain (P3A/GP3A/Gapoktan, dll), sehingga
lokasi,pekerjaan, dan kekurangaktifan
Kelompok P3A bagian dari pengguna
ada keluhan ketika debit dirasakan turun
kelompok lain
MH,tapi P3A sudah tidak aktif
masyarakat setelah bergabung dalam kelompok 3.
Prinsip atau semboyan yang digunakan dalam pelaksanaan tugas
C.
PROGRAM-PROGRAM
= 3/26 x 100% =11,54 %
1.
Pertemuan rutin
Rapat
Umum
Koperasi-Badan
Penasehat 2x/th, Rapat rutin /3 bulanan 2.
Rencana jadwal tugas, petugas yang bertanggung
jawab
dan
yang
memberikan informasi 3.
Laporan-laporan tentang pelaksanaan tugas
D. SUMBER DAYA D.1 SDM 1.
Jumlah operator
2 orang anjir, 2 shift
2.
Keperluan keterlibatan kelompok lain
Berdasarkan
(P3A/GP3A/Gapoktan, dll)
masy,difungsikan
3.
Peningkatan kemampuan SDM
kesepakatan anjir
awal karena
Ada, pelatihan ke pabrikan di Subang
Ada, pelatihan ke pabrikan di Bandung
Ada, pelatihan ke pabrikan di Bandung
Ada, pelatihan ke pabrikan di Bandung
Jumlah, jenis dan kondisi peralatan
2 Buah Jaringan Teknologi Mikrohidro, 2
1 Buah Jaringan Teknologi Mikrohidro, 2 Buah
1 Buah Jaringan Teknologi Mikrohidro
1 Buah Jaringan Teknologi Mikrohidro
serta kecukupannya
Buah Turbin
Turbin
Rencana perbaikan dan pengadaan
Penggantian 1 turbin, sedang dilakukan
Perbaikan & pembuatan buis beton tambahan
Perbaikan & Pelasan Turbin Crossflow
Belum Ada
test commissioning dg pipa terjunan
saluran pengambilan
Cukup, pengaruhnya pelaksanaan tugas menjadi
Kurang,
pelaksanaan
Tidak Cukup, pengaruhnya pelaksanaan
swadaya & sukarela
tugas menjadi sukarela & MH tidak
tugas menjadi tidak berjalan & MH tidak
D.2 Peralatan 1. 2.
khusus D.3 Finansial 1.
2.
Kecukupan pembiayaan OP peralatan,
Sangat
pengaruhnya terhadap pelaksanaan
diinterkoneksi ke PLN sehingga biaya OP
tugas
dari penjualan /
Bentuk-bentuk
atau
pola-pola
Baik,
karena
listrik
telah
pengaruhnya
selalu difungsikan karena sering rusak
difungsikan lagi
Dari Hasil Penjualan Listrik ke PLN
Iuran / bulan / KK Rp20.000
Iuran / bulan / KK Rp10.000- Rp15.000
Tidak Ada
Ya, dana simpanan koperasi
Ya, dari kas Desa
Ya, dari individu pengurus
Tidak Ada Pengelola
pembiayaan OP peralatan 3.
Jika pembiayaan OP belum dapat dibantu oleh pemerintah, kesanggupan untuk menanggulangi oleh pengelola
14
E.
STRUKTUR ORGANISASI
= 2/26 x 100% =11,54 %
= 1/26 x 100% = 3,85 %
= 0/26 x 100% = 0 %
= 0/26 x 100% = 0 %
Bekerjasama dg pemda & pusat
Cukup baik dg pemda & pusat
Belum terjalin dengan Pihak Pemda
Belum terjalin dengan Pihak Pemda
MODAL SOSIAL Ekstern (Jaringan) 1.
Hubungan
dengan
lembaga
pemerintah 2.
Hubungan dengan pihak Swasta
Bekerjasama dg PT. HIP, UNESICAP, JICA
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
3.
Pihak LSM
Bekerjasama
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
dg
Institut
Bisnis
Kerakyatan Persentase Keberhasilan
88.47 %
76.92 %
50.00 %
11.54 %
Keberlanjutan Pengelolaan
SANGAT BAIK
SANGAT BAIK
KURANG
SANGAT KURANG
Formulasi Model Simbolik Kuantitatif TK = ((BV-1) + (BV-2)+ (BV-3) + (BV-4) + (BV-5)
Di mana :
Kategori (%) :
TK = Tingkat Keberhasilan
75-100 : Sangat Baik
BV-1 = Bobot Variabel ke-
51-75 : Baik 26-50 : Kurang 0-25 : Sangat Kurang
Dari rekapitulasi dinamika lembaga sosial dan modal sosial pengelolaan mikrohidro berbasis masyarakat, didapatkan keberhasilan keberlanjutan pengelolaan adalah lembaga pengelola berbentuk koperasi Mekarsari, Desa Cinta Mekar dengan tingkat keberhasilan 88,47 persen dan bentuk kelompok pengelola Waymarhabung, Desa Talang Beringin dengan tingkat keberhasilan 76,92 persen, kategori agak berhasil dengan bentuk pengelolaan kelompok pengelola Desa Sukarame dengan tingkat keberhasilan 50,00 persen, dan kategori gagal untuk non-pengelola (hanya operator) untuk Kawasan Wisata Waylalaan, Desa Kampung Baru dengan tingkat ketidakberhasilan 11,54 persen. Merujuk pada Sugiyanto (2002), “…. kepemimpinan dipandang sebagai satu-satunya unsur yang paling kritis dalam pembangunan lembaga karena proses perubahan yang dilakukan dengan sengaja itu memerlukan manajemen yang intensif, terampil, dan yang telah mengikat dirinya secara mendalam baik dalam hubungan intern maupun dalam lingkungan….”. Karena itu, untuk Koperasi Mekarsari, Desa Cinta Mekar hasil analisis modal sosial variabel kepemimpinan (34,62%) menempati variabel terpenting, disusul berturut-turut dengan sumber daya (30,77%), Visi dan Misi (11,54%), Program-Program (11,54%), dan Struktur Organisasi (11,54%).
15
Tetapi, merujuk Marpaung (2010), dalam penelitian sosial ekonomi komunitas SABO di DAS Jeneberang (suatu kajian kelembagaan), dari hasil penelitian di 8 (delapan) lokasi komunitas masyarakat penerapan teknologi tepat guna didapat bahwa variabel : 1
Sumber Daya adalah variabel yang paling penting untuk seluruh komunitas. Komunitas mengusulkan (100%) perlunya adanya peningkatan keterampilan para petugas posko, terutama untuk keterampilan.
2
Sumber Daya Peralatan dan Posko. Oleh karena itu, untuk bentuk Kelompok Pengguna Mikrohidro Waymarhabung, Pekon
Talang Beringin, Kec. Pulau Panggung, Kab. Tanggamus, Lampung menghasilkan analisis modal sosial yaitu variabel sumber daya (26,92 %) dan kepemimpinan (26,92%) adalah yang terpenting, diikuti berturut-turut oleh Program-Program (11,54 %), Visi dan Misi (7,69 %) dan Struktur Organisasi (3,85 %). Jadi dapat disimpulkan untuk pelayanan kelembagaan masyarakat yang standar/ minimum dapat dipenuhi oleh dua unsur yang sama-sama penting yaitu kepemimpinan dan sumber daya, sedangkan untuk kelembagaan yang sudah advance (koperasi), kondisi idealnya adalah variabel kepemimpinan merupakan unsur yang paling penting, diikuti oleh sumber daya, Visi dan Misi, Program-Program, dan Struktur Organisasi. 3.6.1.3. Kemanfaatan Ekonomi (Yang Bersifat Langsung/ Direct)
Analisis secara kelayakan ekonomi dikategorikan perhitungan kemanfaatan langsung (direct) (biasanya jika dipergunakan untuk pompa hidro sehingga kemanfaatannya langsung berkenaan dengan pengairan lahan dapat dihitung). Kemanfaatan ekonomi dapat dikatakan layak dengan indikasinya adalah keberadaan mikrohidro dapat menyelamatkan petani dari bahaya puso sehingga terhindar dari kerugian gagal panen. Selain itu, kalkukasi awal menujukkan bahwa mikrohidro yang digunakan sebagai pompa air hidraulik untuk studi kasus wilayah Bendung Colo, Surakarta dapat mereduksi pengeluaran petani sebesar Rp 240.000 – Rp 600.000 per masa tanam dibanding dengan seandainya petani menggunakan pompa pantek dari sumur galian. 3.6.1.4. Kajian Investasi Hasil analisis studi kasus di Dusun Kubangan, Desa Sokawera, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah ditunjukkan dalam tabel berikut. Tabel 5. Kajian Investasi
16
3.6.1.5.
Konservasi Dari hasil uji tabulasi silang
SPSS-16 hasil kuesioner di kelompok pengguna
mikrohidro Waylalaan, Pekon Talang Beringin, Kec. Pulau Panggung, Kab. Tanggamus, lampung , didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 6. Dampak_Kebisingan * GENDER Crosstabulation Count GENDER
Dampak_Kebisingan
P
W
Total
1
18
3
21
2
5
0
5
4
1
0
1
5
3
0
3
Total
27
3
30
Sebanyak 21 (dua puluh satu) orang atau 70 % responden menyatakan bahwa sangat tidak setuju jika Mikrohidro dikatakan menimbulkan dampak kebisingan bagi masyarakat, 5 (lima) orang atau 16,67 % responden menyatakan bahwa tidak setuju jika Mikrohidro dikatakan menimbulkan dampak kebisingan bagi masyarakat, sisanya yang mengatakan menimbulkan kebisingan sebesar 4 orang atau 13,33%. Tabel 7. Dampak_Kebisingan * PEKERJAAN Crosstabulation Count PEKERJAAN
Dampak_Kebisingan
PERANGKAT DESA
PETANI
Total
1
4
17
21
2
0
5
5
4
0
1
1
5
0
3
3
Total
4
26
30
Sebanyak 17(dua puluh dua) orang petani dan 4 (empat) orang perangkat desa menyatakan bahwa sangat tidak setuju
jika Mikrohidro dikatakan menimbulkan dampak kebisingan bagi
masyarakat, 5 (lima) orang atau 16,67 % responden petani menyatakan bahwa tidak setuju jika Mikrohidro dikatakan menimbulkan dampak kebisingan bagi masyarakat, sisanya yang mengatakan menimbulkan kebisingan sebesar 4 orang petani atau 13,33%.
17
Tabel 8. Penurunan_Kualitas_Air * GENDER Crosstabulation Count GENDER Penurunan_Kualitas_Air
P
W
Total
1
13
3
16
2
7
0
7
4
3
0
3
5
4
0
4
Total
27
3
30
Sebanyak 16 (enam belas) orang atau 53,33 % responden menyatakan bahwa sangat tidak setuju jika Mikrohidro dikatakan menimbulkan penurunan kualitas air bagi masyarakat, 7 (tujuh) orang atau 23,33 % responden menyatakan bahwa tidak setuju jika Mikrohidro dikatakan menimbulkan penurunan kualitas air, sisanya yang mengatakan menimbulkan penurunan kualitas air sebesar 9 orang atau 23,33%. Tabel 9. Penurunan_Kualitas_Air * PEKERJAAN Crosstabulation Count PEKERJAAN
Penurunan_Kualitas_Air
PERANGKAT DESA
PETANI
Total
1
3
13
16
2
1
6
7
4
0
3
3
5
0
4
4
Total
4
26
30
Sebanyak 13(tiga belas) orang petani dan 3 (tiga)atau 43,33% orang perangkat desa menyatakan bahwa sangat tidak setuju jika Mikrohidro dikatakan menimbulkan dampak kebisingan bagi masyarakat, 6 (enam) orang atau 20 % responden petani dan 1 orang atau 3,33% perangkat desa menyatakan bahwa tidak setuju jika Mikrohidro dikatakan menimbulkan penurunan kualitas air bagi masyarakat, sisanya yang mengatakan menimbulkan penurunan kualitas air sebesar 7 orang petani atau 23,33%. 3.6.1.6.
Kesetaraan Dampak Studi kelayakan lingkungan ini dimaksudkan untuk mengkaji tentang dampak
keberadaan rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) terhadap lingkungan setempat. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik.Setiap pembangunan yang dilaksanakan adalah melakukan eksplorasi maupun modifikasi terhadap lingkungan, sehingga pada akhirnya
akan
mempengaruhi
keseimbangan
dan
daya
dukung
lingkungan.
Pencapaiankeseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan makaperlu dilakukan pembangunan yang berwawasan lingkungan.Berdasarkan sebab itu setiap pemrakarsa rencana atau kegiatanselayaknya harus mampu mengenali dengan dini dampak yang akan timbul dari rencana
18
usaha yang akan dilakukan sehingga dapat dikelola sedemikian rupa sehingga tidak melanggar hakhak orang lain untukmendapatkan lingkungan yang baik dan sehat. Analisis terhadap dampak lingkungan dari pembangunan mikrohidro tersebut diperlukan untuk mengetahui perubahan kondisi lingkungan. Berdasarkan analisis dampak tersebut, akan diperoleh hasil analisis yang bisa membantu memperkecil segala resiko perubahan lingkungan. Resiko sosial yang perlu dihindari antara lain perubahan kondisi aliran, perubahan kondisi sumberdaya alam dan resiko teknis dari pelaksanaan terhadap masyarakat di sekitar. Apabila hal tersebut tidak dapat dihindari maka harus tersedia kompensasi yang adil dalam bentuk langsung maupun tidak langsung. Secara umum persyaratan kelayakan lingkungan dinilai dengan tidak adanya nilai negatif dari berbagai aspek. Apabila terdapat nilai negatif maka harus diupayakan modifikasi atau tindakan sedemikian rupa sehingga rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga mikrohidro menjadi bernilai positif. Dari segi lingkungan, teknologi mikrohidro juga dapat menurunkan laju emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global. Pemanasan global inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim berikut dampak ikutannya seperti kegagalan panen, kelangkaan air, tenggelamnya daerah pesisir, banjir, dan kekeringan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut, berdasarkan Environmental Protection Agency (EPA) Amerika Serikat. Tabel 10. Kesetaraan Produksi Listrik PLTMH , berdasarkan persamaan EPA US Pembangkit Daya Karbon Bahan Bakar Fosil (L) Mobil Penghijauan (kW) (buah) Kembali UMM Kedung Banteng Sokawera Way Marhabung Way Lalaan Leles Cinta Mekar
100 10 10 6.66 2.3 6.66 120
570Ton/th 57 Ton/th 57 Ton/th 37.96 Ton/th 13.11 Ton/th 37.96 Ton/th 684 Ton/th
200.000 20.000 20.000 13.320 4.600 13.320 240.000
100 10 10 6 10 6 120
50 Ha 5 Ha 4 Ha 3.33 Ha 1.15 Ha 3.33 Ha 60 Ha
3.6.1.7. Penilaian Kesiapan Teknologi Hasil Litbang Untuk Keberlanjutan Oleh Masyarakat Dari hasil kuesioner di atas, maka dihasilkan kesimpulan tingkat kesiapan teknologi mikrohidro untuk keberlanjutan pemanfaatan oleh masyarakat dari Puslitbang SDA, Balitbang, Kementerian PU adalah 88,23% (Sangat siap). Sementara, Penilaian ketidaksiapan terdapat pada kriteria : Penelitian Dasar - Pembuktian konsep, fungsi, dan/ atau karakteristik penting secara analitis dan eksperimental parameter biaya investasi teknologi tentang pengkajian perhitungan nilai investasi teknologi tidak dilakukan; Penelitian Terapan - Validasi Konsep Inovasi Teknologi di laboratorium parameter modal sosial masyarakat, - Parameter : - Kesesuaian teknologi dengan kebutuhan masyarakat (keberterimaan masyarakat) tentang antisipasi potensi konflik yang dapat terjadi antara masyarakat dengan pemerintah dan antar masyarakat tidak dilakukan; - Modal sosial masyarakat tentang jaringan sosial antar kelompok masyarakat sudah berjalan tidak dilakukan baik; 19
-
-
Penelitian Pengembangan (Pelayanan Teknologi)
-
-
-
Rantai pengadaan komponen teknologi tentang keberadaan suplier di lokasi/dekat lokasi kegiatan tidak dilakukan; Demonstrasi model atau prototipe sistem/sub sistem dalam lingkungan yang relevan, Parameter : - Kaji ulang kebutuhan investasi tentang kaji ulang biaya investasi teknologi dan nilai untung/rugi investasi teknologi tidak dilakukan; - Kaji ulang kelayakan teknis-ekonomis tentang kaji ulang nilai jual teknologi yang terjangkau oleh user dan teknologi yang lebih applicable tidak dilakukan; - Kaji ulang keberterimaan masyarakat tentang umpan balik yang membangun dari masyarakat tidak dilakukan ; Demonstrasi propotipe dalam lingkungan yang sebenarnya Parameter : - Dukungan dari Pemda tentang : Kekonsistenan kebijakan Pemda meskipun terjadi pergantian pejabat daerah tidak dilakukan; Pemberian penyuluhan atau bimbingan kepada masyarakat pengguna teknologi dari Pemda tidak dilakukan. Pemberian stimulus/insentif bagi masyarakat yang mendukung penerapan teknologi oleh Pemda tidak dilakukan - Pembuatan as-built drawing tentang : As built drawing belum dibuat tidak dilakukan; Sistem telah lengkap dan memenuhi syarat melalui pengujian lapangan Parameter : - Konsep SOP Operasi & Pemeliharaan tentang : Prosedur dan tata cara pengoperasian dan pemeliharaan teknologi sudah disusun tidak dilakukan; Pembagian peran dalam pengoperasian dan pemeliharaan teknologi tidak dilakukan; Kelembagaan pengelolaan tentang: Keberadaan AD/ART lembaga masyarakat yang mengelola teknologi tidak dilakukan Keberadaan susunan kepengurusan pokmas pengelola teknologi yang jelas tidak dilakukan - Kebutuhan pelatihan tentang : Identifikasi fasilitas pelatihan (dana, tempat pelatihan dan alat-alat pelatihan) tidak dilakukan Sistem benar-benar teruji/terbukti melalui keberhasilan pengoperasian Parameter : - Validasi SOP OP - SOP belum dikonsultasikan dengan Ditjen, Pemda dan masyarakat pengguna - Kaji Ulang Biaya Investasi, dan O & P tentang : Perhitungan keuntungan yang diperoleh tidak dilakukan Perhitungan anggaran OP tidak dilakukan Mekanisme sharing pendanaan OP pemerintah – masyarakat tidak dilakukan - Estimasi Harga Produksi dibandingkan dengan kompetitor tentang: Penyusunan estimasi harga produksi teknologi tidak dilakukan - Pengelolaan teknologi secara partisipasi tentang: Role sharing antara masyarakat dan pemerintah tidak dilakukan 2
3.7. ANALISIS KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN (INSTITUTIONAL AND DEVELOPMENT ANALYSIS) A. Analisis Kebijakan Berdasarkan Peraturan Presiden No. 5/ 2006 tentang optimasi energi, maka perlu segera dikembangkan potensi-potensi energy terbarukan seperti …., mikrohidro,… Berdasarkan analisis kebijakan Permen ESDM No. 002/ 2006 pasal 11 ayat 2 disebutkan: “ Direktur Jenderal, Gubernur atau Bupati/ Walikota sesuai dengan kewenangannya dalam pemberian perizinan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengusahaan pembangkit listrik tenaga energi terbarukan”. Keputusan Menteri ESDM No. 1122 K/30/MEM/2002, Pembangkit Listrik Tenaga Air<1000 kW, digolongkan tenaga Mikrohidro. Kepmen ESDM No 31/2009 tentang Harga Pembelian Tenaga Listrik Oleh PT. PLN (Persero) dari Pembangkit Tenaga Listrik Yang Menggunakan energi Terbarukan Skala Kecil Dan Menengah Atau Kelebihan Tenaga Listrik, Pasal 2 (1) : Harga pembelian tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ditetapkan sebagai berikut: a. Rp 656/kWh x F, jika terinterkoneksi pada Tegangan Menegah; b. Rp 1.004/kWh x F, jika terinterkoneksi pada Tegangan Rendah. (2) F sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan faktor insentif sesuai dengan lokasi pembelian tenaga listrik oleh PT. PLN (Persero) dengan besaran sebagai berikut: (i) Wilayah Jawa dan Bali, F=1; (ii) Wilayah Sumatera dan Sulawesi, F=1,2; (iii) Wilayah Kalimantan, NTB dan NTT, F=1,3; (iv) Wilayah Maluku dan Papua, F=1,5.
Dari segi lingkungan, lingkup kegiatan yang memerlukan kajian antara lain : a. Pelaksanaan pembangunan PLTMH di kawasan lindung dengan mengunakan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). b. Pelaksanaan pembangunan PLTMH di luar kawasan lindung berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no. 86 tahun 2002.
Lingkup kegiatan akan diutamakan sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no. 86 tahun 2002 yang memberikan kemudahan dalam pembangunan PLTMH kapasitas < 10 MW dimana kajian detail hanya melakukan upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL) dengan kegiatan studi meliputi : a. Menginventarisasi tentang kondisi lingkungan fisik dan pemanfaatannya oleh masyarakat. b. Identifikasi dampak rencana pembangunan pembangkit tenaga listrik tenaga mikrohidro. c. Analisis parameter yang dikelola berdasarkan aspek fisika, biologi dan kimia dengan metode sederhana. 3
d. Pembobotan dan tolok ukur dampak kepentingan yang bersifat kuantitatif dan kualitatif.
B. Analisis Stakeholder, Potensi dan Kekuatan Relasi di antara Stakeholder Subject Kelompok Pengguna Mikrohidro / Koperasi Mikrohidro
1 a, 1 c Players Kecamatan, Desa, Dinas Pertambangan dan Energi/ESDM, Dinas Koperasi dan UKM, Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian ESDM, Investor/Donor, PLN) dan Pemerintah Pusat (Puslitbang Air, Ditjen SDA)
Contest Setter
1 a, 1 b, 1 c
PENGELOLAAN TEKNOLOGI MIKROHIDRO BERBASIS MASYARAKAT
Bappeda
1b ,2a
2a,2b, 2c,2d Crowed Masyarakat yang tidak memerlukan dan tidak peduli dengan adanya koperasi / kelompok pengguna teknologi mikrohidro
Dukungan : 1. Besar 2.
Kecil
Sumber Daya : a. Interest b. Power c. Capital/modal d. Akses & Informasi
Gambar 4. Bagan Tata Hubungan Kelembagaan Stakeholders tentang Potensi, Sikap dan Persepsi dalam Pengelolaan Teknologi Mikrohidro Berbasis Masyarakat (Kondisi Ideal) Sumber : dikembangkan dari Alimudarto, S. (2007)
4
Subject Kelompok Pengguna Mikrohidro / Koperasi Mikrohidro
1 a, 1 c Players Kecamatan, Desa, Investor (Donor/ PLN/ Pemerintah Pusat (Puslitbang Air, Ditjen SDA))
1 a, 1 b, 1 c
PENGELOLAAN TEKNOLOGI MIKROHIDRO BERBASIS MASYARAKAT
Contest Setter
1b, 2a
Bappeda, Dinas KUKM
Dinas PE & PMD ->
Dinas SDAP, Dinas
Tanggamus
Pertacip dan Bappeda -> Garut
2a,2b, 2c,2d Crowed Masyarakat yang tidak memerlukan dan tidak peduli dengan adanya koperasi / kelompok pengguna teknologi mikrohidro
Dukungan : 1. Besar 2.
Sumber Daya : a. Interest b. Power c. Capital/modal
Kecil
d. Akses & Informasi
Sumber : dikembangkan dari Alimudarto, S. (2007)
Gambar 5. Bagan Tata Hubungan Kelembagaan Stakeholders tentang Potensi, Sikap dan Persepsi dalam Pengelolaan Teknologi Mikrohidro Berbasis Masyarakat (Kondisi Standar/ Minimum Operasi) Kondisi standar / minimum operasi yang harus ada agar pengelolaan kelemmbagaan teknologi mikrohidro berbasis masyarakat adalah pada Players harus ada komponen Kecamatan, Desa, Investor (Donor/ PLN/ Pemerintah Pusat (Puslitbang Air, Ditjen SDA)) yang ada. Sedangkan untuk kondisi ideal yang harus ada adalah Kecamatan, Desa, Dinas Pertambangan dan Energi/ESDM, Dinas Koperasi dan UKM, Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian ESDM, Investor/Donor, PLN) dan Pemerintah Pusat (Puslitbang Air, Ditjen SDA).
5
Gambar 6. Bagan Alir Model Pengelolaan Teknologi Mikrohidro Berbasis Masyarakat
HASIL PENELITIAN : 1. Pemetaan aspek sosekling 2. Analisis Stakeholders 3. Kemanfaatan Ekonomi (direct) 4. Kesejahteraan Ekonomi (indirect) 5. Uji Persepsi 6. Investasi 7. Konservasi 8. Kesetaraan Dampak 9. Kesiapan Teknologi
SOSIAL
Teknis
Gagal
Sosekling
Berbasis Masyarakat
2.
Persepsi aspek : sosial, ekonomi, dan lingkungan
3.
Dinamika Lembaga & Modal Sosial : Kepemimpinan, Visi Misi, Program, Sumber Daya, Struktur Organisasi
4.
Kebijakan dan Peran stakeholders
Inisiatif Masyarakat (standar/advanc e)) Berjalan
Inisiatif Masyarakat (standar)
Ya Terbentuknya Pengelola
Tidak
Perkuatan Pengelola Teknologi Mikrohidro
Data Demografi : Pekerjaan, Pendidikan, Gender, Aksesibilitas
EKONOMI,
Infrastruktur dari pemerintah/swasta,dll
Inisiatif Masyarakat+ Pemerintah-Swasta
1.
KELEMBAGAAN, LINGKUNGAN
Berhasil
: Subject, Players,
Penyiapan Bentuk Pengelola (Kelomp Pengguna/Koperasi)
Identifikasi Permasalahan
Identifikasi Cikal Bakal Pengelola
Hipotesis&Prioritas Permasalahan
Crowded, Contest Setter 5.
Kemanfaatan Ekonomi (direct) : statistik deskriptif
6.
Kajian Investasi : NPV, IRR, B?C, P/R
7.
Konservasi : Persepsi
8.
Kesetaraan Dampak : EPA
9.
Penilaian Kesiapan Teknologi Hasil Litbang Utk Keberlanj. Oleh
Sosialisasi Rencana Kegiatan
Usulan Solusi dari Pengelola
Pembentukan Pengelola
Pembahasan Usulang dg Stakeholders
Masyarakat
Pemetaan Partisipatoris
Perumusan Solusi
Kesepakatan & Persetujuan
Peningkatan Pengetahuan&Kesada ran
Pelatihan, pendampingan & stimulan
Pelatihan
Ujicoba & Perbaikan
1
Evaluasi & Perbaikan
Kelembagaan Pengelola bm : Tipe 1: Kelompok Pengguna Tipe 2: Koperasi Tipe 3: Non Pengelola yang Kuat dan Berkelanjutan
Gambar 6. Interaksi Lembaga Pengelola Lampung dan Banyumas
Gambar 7. Interaksi Lembaga Pengelola Subang Hasil pemetaan juga menemukan 2 (dua) model pengelolaan mikrohidro berbasis masyarakat yaitu: (i) Dikelola oleh masyarakat langsung, artinya ketua kelompok dan operator dipilih oleh anggota masyarakat pemanfaat dan mengingat kapasitas layanannya terbatas pada beberapa KK maka juru pungut iuran kadang-kadang dirangkap oleh operator atau sekretaris, bahkan seringkali dirangkap oleh ketua. (ii) Dikelola oleh masyarakat melalui koperasi yang kemudian melaksanakan OP (dengan pendampingan LSM, termasuk teknisinya) dan koperasi tersebut menerima ongkos pengelolaan mikrohidro, karena tenaga listrik yang dihasilkan dibeli oleh PLN untuk kemudian diinterkoneksikan dengan jaringan listrik PLN sebagai suplai/ tambahan.
1
IV. SIMPULAN DAN REKOMENDASI A.
SIMPULAN
Penyiapan kriteria lokasi penerapan mikrohidro dan tahap pengelolaannya melalui pemetaan agar memenuhi kelayakan aspek sosekling bagi penerapan mikrohidro yang berkelanjutan adalah sebagai berikut: 1. Hasil pemetaan di beberapa lokasi menunjukkan bahwa selain untuk listrik, tenaga yang dihasilkan mikrohidro dimanfaatkan untuk mengangkat air irigasi/ baku 2. Berdasarkan analisis, kondisi mikrohidro cenderung banyak tidak terkelola dengan baik (tidak berkelanjutan), jika ditinjau dari aspek dan indikator sosekling, mengingat: (i)
Layanan mikrohidro umumnya terbatas pada beberapa KK saja (tidak semua warga desa terlayani), sehingga pelaksanaan OP terkendala. Studi kasus di Desa Talang Beringin
(ii)
Iuran yang dikumpulkan dari kelompok pemanfaat seringkali kurang sebanding dengan biaya perbaikan berkala tahunan dan 5 (lima) tahunan yang membesar seiring berbanding lurus dengan waktu (kerusakan semakin berat), sedangkan kejelasan kewajiban kewenangan, perhatian dan dukungan dari pihak-pihak terkait (Desa, Kecamatan, Dinas-Dinas Kabupaten) sangat kurang.
(iii)
Perkembangan lingkungan, program listrik masuk desa, dan lain-lain membuat masyarakat beralih menggunakan listrik dari PLN.
3. Listrik dari PLN sudah masuk tetapi tetap memperhatikan kelangsungan mikrohidro terjadi di Desa Cinta Mekar, Kab. Subang dengan interkoneksi PLN. Hal ini sangat menarik, karena investasi mikrohidro didapat dari negara donor dan konstruksinya dilaksanakan oleh LSM bersama masyarakat. 4. Hasil analisis aspek kelayakan sosial, ekonomi dan lingkungan adalah sebagai berikut: (i) Faktor demografi hasil uji tabulasi silang Desa Talang Beringin, Kec. Pulau Panggung, Kab. Tanggamus a. Pendidikan : semakin baik tingkat pendidikan, semakin baik tingkat persetujuan/ penerimaannya. b. Jenis Pekerjaan : tingkat persetujuan/ penerimaan dan ketidakbersetujuan/ ketidakberterimaan terbesar adalah petani, diikuti dengan perangkat desa, wiraswasta, dan lainnya. c.
Gender : tingkat persetujuan/ penerimaan pria lebih besar dari pada wanita.
d. Akses terhadap listrik paling tinggi (100%), diikuti berturut-turut oleh sumber air yang terlindung (83,33%), bahan bakar memasak bukan kayu bakar/arang/minyak tanah (56,67%), pendidikan tertinggi kepala rumah tangga (43,33%), makan lebih dari satu atau dua kali sehari (26,67 %), jumlah pakaian baru per tahun (20%). Desa Cinta Mekar, Kec. Segalaherang, Kab. Subang, Jawa Barat
e. Pendidikan : kecenderungan semakin baik tingkat pendidikan, semakin baik tingkat persetujuan/ penerimaannya. f.
Jenis Pekerjaan : tingkat persetujuan/ penerimaan dan ketidakbersetujuan/ ketidakberterimaan terbesar adalah petani, diikuti dengan perangkat desa, wiraswasta, dan lainnya.
g. Gender : tingkat persetujuan/ penerimaan wanita lebih besar dari pada pria. h. Akses terhadap listrik paling tinggi (86,67%), diikuti berturut-turut oleh bahan bakar memasak bukan kayu bakar/arang/minyak tanah (66,67%), jumlah pakaian baru per tahun (60%), makan lebih dari satu atau dua kali sehari (26,67 %), pendidikan tertinggi kepala rumah tangga (43,33%), dan sumber air yang terlindung (0 %).
(ii) Persepsi Desa Talang Beringin, Kec. Pulau Panggung, Kab. Tanggamus a. Untuk indikator sosial kelembagaan, indeks persetujuan / penerimaan terendah ada pada peran kelompok. Hal ini terjadi akibat ada keterkaitan dengan sub indikator/parameter dalam indikator sosial kelembagaan yang lain yang indeks persetujuan/ penerimaan dibawah rata-rata yaitu mengenai kinerja kelompok yang dirasakan kurang. b.
Untuk indikator ekonomi, sub indikator/ parameter kecukupan income memiliki indeks persetujuan/ penerimaan paling rendah. Hal ini terkait dengan rendahnya indeks penerimaan/ persetujuan sub indikator/ parameter lain yaitu penambahan penghasilan dengan adanya pembangkit mikrohidro di daerah tersebut.
c.
Untuk indikator lingkungan, sub indikator/ parameter pembangkit mikrohidro sebagai penyebab penurunan kualitas air memiliki indeks persetujuan/ penerimaan lebih rendah dari parameter-parameter lainnya yaitu akibat kebisingan yang ditimbulkan dan kepedulian pemanfaat air di hulu, tengah dan hilir.
Desa Cinta Mekar, Kec. Segalaherang, Kab. Subang, Jawa Barat a. Untuk indikator sosial kelembagaan, indeks persetujuan / penerimaan kinerja kelompok lebih rendah dari sub indikator/ parameter lainnya. Walaupun demikian indeks persetujuan/ penerimaan indikator sosial kelembagaan tidak ada yang dibawah rata-rata. b. Untuk indikator ekonomi, sub indikator/ parameter kecukupan income memiliki indeks persetujuan/ penerimaan paling rendah. Hal ini terkait dengan rendahnya indeks penerimaan/ persetujuan sub indikator/ parameter lain yaitu sarana pemungutan iuran karena masih banyak anggota koperasi mikrohidro yang sudah membayar iuran tetapi belum dapat menikmati pinjaman, beasiswa, listrik, dll. c.
Untuk indikator lingkungan, sub indikator/ parameter kepedulian pemanfaat air di hulu, tengah dan hulu memiliki indeks persetujuan/ penerimaan lebih rendah dari
2
parameter-parameter lainnya yaitu akibat kualitas air yang terjaga dan kebisingan yang ditimbulkan. (iii) Dinamika Lembaga Sosial dan Modal Sosial a. Kepemimpinan diperlukan paling besar (34,62%) di Koperasi Mekarsari, Desa Cinta Mekar dan berada teratas pula (setara dengan faktor sumber daya) sebesar 26,92% di Kelompok Pengguna Mikrohidro Desa Talang Beringin. Sementara di Kelompok Pengguna Mikrohidro Desa Sukarame menempati urutan kedua (19,23%), sementara pada non-pengelola Desa Kota Agung Timur tidak mempengaruhi. b. Visi dan Misi menempati peringkat ketiga (11,54%) di Koperasi Mekarsari, Desa Cinta Mekar, (7,69%) di Kelompok Pengguna Mikrohidro Desa Talang Beringin, (7,69%) di Kelompok Pengguna Mikrohidro Desa Sukarame, dan pada non-pengelola Desa Kota Agung Timur tidak mempengaruhi. c.
Program-program menempati peringkat ketiga (11,54%) di Koperasi Mekarsari, Desa Cinta Mekar, (11,54%) di Kelompok Pengguna Mikrohidro Desa Talang Beringin, sedangkan pada Kelompok Pengguna Mikrohidro Desa Sukarame dan pada nonpengelola Desa Kota Agung Timur tidak mempengaruhi.
d. Sumber Daya menempati peringkat pertama setara dengan kepemimpinan (26,92%) di di Kelompok Pengguna Mikrohidro Desa Talang Beringin, peringkat kedua (30,77%) di Koperasi Mekarsari, Desa Cinta Mekar, peringkat pertama (23,08%) di Kelompok Pengguna Mikrohidro Desa Sukarame, dan urutan pertama (11,54%) pada non-pengelola Desa Kota Agung Timur tidak mempengaruhi. (iv) Kemanfaatan Ekonomi Selain menjadikan sumber penerangan listrik, mikrohidro yang difungsikan untuk menaikkan air irigasi seperti di wilayah Bendung Colo, Surakarta dapat mereduksi pengeluaran sebesar Rp 240.000,00 sampai dengan Rp 600.000,00 per masa tanam dibanding menggunakan pompa pantek dari sumur galian. (v) Kajian Investasi Hasil dari studi kasus di Dusun Kubangan, Desa Sokawera Kecamatan Cilongok Kab. Banyumas, Jawa Tengah dihasilkan Net Present Value Rp 179.526.180, Internal Rate of Return 12,88%, Benefit Cost Ratio (BCR) 1,31 % berarti memenuhi kelayakan, sementara Profitabilitas Ratio (P/R) 0,4226 berarti dinyatakan profitabilitas tidak sehat. (vi) Konservasi Desa Talang Beringin, Kec. Pulau Panggung, Kab. Tanggamus Sebanyak 86,67% responden menyatakan persetujuan/ penerimaan mikrohidro tidak menimbulkan dampak kebisingan, 76,66% responden menyatakan persetujuan/ penerimaan bahwa mikrohidro tidak menimbulkan penurunan kualitas air, dan 80% responden menyatakan persetujuan/ penerimaan bahwa telah ada kepedulian pemanfaat air lainnya di hulu, tengah, dan hilir saluran irigasi. Desa Talang Beringin, Kec. Pulau Panggung, Kab. Tanggamus Sebanyak 66,67% responden menyatakan persetujuan/ penerimaan mikrohidro tidak menimbulkan dampak kebisingan, 63,40% responden menyatakan persetujuan/ penerimaan bahwa mikrohidro tidak menimbulkan penurunan kualitas air, dan 69,00% responden menyatakan persetujuan/ penerimaan bahwa telah ada kepedulian pemanfaat air lainnya di hulu, tengah, dan hilir saluran irigasi.
3
Hal ini berarti tingkat persetujuan/ penerimaan bentuk pengelola Kelompok Pengguna Mikrohidro lebih besar dari Koperasi Mikrohidro. (vii) Kesetaraan Dampak Dari seluruh lokasi, dihasilkan semakin besar daya yang dihasilkan pembangkit mikrohidro, maka semakin besar pula nilai positif dari berbagai aspek (pembakaran karbon, bahan bakar fosil, polutan, dan penghijauan kembali). (viii) Penilaian Kesiapan Teknologi Hasil Litbang Secara total, kesiapan pihak pemerintahan pusat dan dinas-dinas kabupaten ratarata di atas 80%, berarti dalam kondisi sangat siap. Walaupun demikian ada beberapa hal yang masih memerlukan perhatian (dalam kondisi ketidaksiapan) dalam aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan, yaitu : dari kriteria riset dasar tentang kajian biaya investasi, manfaat lingkungan; kriteria riset terapan (kelayakan teknologi) tentang kebutuhan masyarakat, modal sosial, ketersediaan bahan lokal, kemudahan operasional, rantai pengadaan komponen, kondisi lapangan, riset pasar, kebutuhan investasi, kelayakan teknis, keberterimaan masyarakat; dan Kriteria riset pengembangan (pelayanan teknologi) tentang dukungan pemda, validasi perkiraan biaya, draft SOP OP, kelembagaan pengelola, kebutuhan pelatihan, biaya investasi dan OP, estimasi harga produksi, pengelolaan teknologi partisipatif. 5. Hasil pemetaan juga menemukan 2 (dua) model pengelolaan mikrohidro berbasis masyarakat yaitu: (i) Dikelola oleh masyarakat langsung, artinya ketua kelompok dan operator dipilih oleh anggota masyarakat pemanfaat dan mengingat kapasitas layanannya terbatas pada beberapa KK maka juru pungut iuran kadang-kadang dirangkap oleh operator atau sekretaris, bahkan seringkali dirangkap oleh ketua. (ii) Dikelola oleh masyarakat melalui koperasi yang kemudian melaksanakan OP (dengan pendampingan LSM, termasuk teknisinya) dan koperasi tersebut menerima ongkos pengelolaan mikrohidro, karena tenaga listrik yang dihasilkan dibeli oleh PLN untuk kemudian diinterkoneksikan dengan jaringan listrik PLN sebagai suplai/ tambahan. B.
REKOMENDASI
4.2.1. Memperhatikan masih adanya beberapa mikrohidro yang berjalan dan persepsi masyarakat tentang lebih rendahnya tarif yang harus mereka bayarkan untuk mikrohidro dibanding dengan tariff PLN, berarti keberadaan mikrohidro masih dibutuhkan. 4.2.2. Kebutuhan tenaga dari mikrohidro harus diidentifikasi lokasi-lokasinya berdasar aspek teknis dan non-teknis. 4.2.3. Aspek non teknis ditujukan untuk lebih menjamin keberlangsungan dan keberlanjutan mikrohidro, terutama pada pelaksanaan OP, antara lain : (i) Apakah betul-betul dibutuhkan oleh masyarakat setempat. (ii) Apakah masyarakat mau/berkeinginan untuk membentuk kelompok pemanfaatan sekaligus sebagai pengelola mikrohidro. (iii) Adakah dukungan pemangku kepentingan (pusat dan atau lokal) baik mulai investasinya maupun OP nya.
4
DAFTAR PUSTAKA
Bermanfaat Tetapi Program Mikrohidro Masih Minim, diakses dari: http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/05/09/00553757/, 23 Februari 2009 pukul 13.00, Bryson, John M, “What to do When Stakeholders Matters: Stakeholder Indentification and Analysis Techniques.” Dalam Public Management Review, Vol 6 Issue 1 2004. Energi Alternatif Jangka Ribuan Warga Pesisir, http://kompas.co.id/read/xml/2008/09/09/15001951, diakses 26 Februari 2009, pukul 15:30 WIB Herman Darnel Ibrahim, “Akses Listrik Perdesaan di Vietnam: Kebijakan Pemerintah, Model Pengelolaan dan Keberhasilannya”, dalam Workshop Listrik Untuk Semua: Alternatif Peningkatan Akses di Indonesia , World Bank bekerja sama dengan Ditjen LPE dan PLN. Jakarta, 25 Oktober 2005. Jabar Perlu Bangun PTLMH, diakses dari http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/05/19/12024393/ 26 Februari 2009, pukul 15:33 WIB Tanggamus Dalam Angka (Tanggamus In Figure) 2010. BPS Kabupaten Tanggamus, 2010. Kecamatan Leles Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut. Garut, Januari 2011. Kodoatie, R.J., dan Sjarief, R.,2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (Edisi Revisi). Yogyakarta : Penerbit Andi. Sugiyanto, 2002. Lembaga Sosial. Jogjakarta : Penerbit Global Pustaka Utama. Suharto, Edi, 2003. Metode dan Teknik Pemetaan Sosial, www.policy.hu . Zainal Aliyy Musthofa, Selamatkan Hutan dari Energi Mikrohidro, www.kabarindonesia.com diakses 29 September 2008 pukul 17:22 WIB http://www.bkpm.go.id/contents/general/22/energy, Suharto, Edi, 2003. Metode dan Teknik Pemetaan Sosial, www.policy.hu .
5