PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI PENDEKATAN KOOPERATIF DENGAN METODE STRUKTURAL PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS V SD NEGERI BUMIJAWA 02 TEGAL TAHUN PELAJARAN 2009/2010
LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Oleh : SUGIYEM MARGARETTA NIM X2707023
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
i
PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI PENDEKATAN KOOPERATIF DENGAN METODE STRUKTURAL PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS V SD NEGERI BUMIJAWA 02 TEGAL TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Oleh : SUGIYEM MARGARETTA NIM X2707023
Laoran Penelitian Tindakan Kelas Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Jarak Jauh Pendidikan Guru Sekolah Dasar Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
ii
PERSETUJUAN Laporan Penelitian Tindakan Kelas ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Penelitian Tindakan Kelas Faakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta,
Juni 2010
Pembimbing,
Supervisor
Drs. Chumdari, M.Pd NIP.195605121981111001
Suratmin, S.Pd NIP.197007081993031009
iii
PENGESAHAN Laporan Penelitian Tindakan Kelas ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Laporan Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari
: Rabu
Tanggal
: 23 Juni 2010
Tim Penguji Laporan PTK Nama Terang
tanda tangan
Ketua
: Dr. Riyadi, M.Si.
..................................
Sekretaris
: Taufiq Lilo, S.T, M. T.
..................................
Anggota I
: Drs. Chumdari, M.Pd.
...................................
Anggota II
: Drs. A. Dakir, M.Pd.
..................................
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,
Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP 196007271987021001
iv
ABSTRAK Sugiyem Margaretta, PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI PENDEKATAN KOOPERATIF DENGAN METODE STRUKTURAL PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS V SD NEGERI BUMIJAWA 02 TEGAL TAHUN PELAJARAN 2009/2010 Laporan Penelitian Tindakan Kelas, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juni 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model kooperatif dengan metode struktural dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa, dan untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi guru dan siswa dalam pelaksanaannya. Penelitian ini disusun dengan metode Penelitian Tindakan Kelas subyek penelitian adalah siswa kelas V SDN Bumijawa 02 Kabupaten Tegal yang terdiri dari 43 siswa. Pengumpulan data menggunakan dokumen observasi, dan wawancara. Setelah dilakukan analisis data hasil penelitian diperoleh kesimpulan pada kondisi awal, nilai rata-rata kelas 63. Dengan penggunaan menggunakan model kooperatif metode structural dengan teknik mencari pasangan disertai media elektronik nilai rata-rata kelas pada siklus I menjadi 78,43. Pada siklus II nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 84,96. Dari keseluruhan siklus yang dilakukan, dpat disimpulkan bahwa model kooperatif dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Kata kunci : Berbicara, Pendekatan Kooperatif, Metode Struktural
v
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan
“PENINGKATAN
menyusun
penelitian
KETERAMPILAN
tindakan
kelas
yang
BERBICARA
berjudul MELALUI
PENDEKATAN KOOPERATIF DENGAN METODE STRUKTURAL PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS V SD BUMIJAWA 02 TEGAL TAHUN PELAJARAN 2009/2010” Penulisan ini diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana pendidikan.Dengan segala kerendahan hati penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun material sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Terlebih lagi ucapan terima kasih ini dihaturkan kepada : 1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Dr. Rernat Sajidan, M.Si selaku Pembantu Rektor I Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Drs. Hadi Mulyono, M.Pd, selaku Pelaksana Program Studi PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS. 4. Taufiq Lilo, S.T, M.T, selaku pembimbing yang telah memberi bimbingan, sehingga penulisan tindakan kelas ini dapat selesai tepat waktu. 5. Drs. Chumdari, M.Pd, selaku pembimbing yang telah sabar memberi bimbingan, sehingga penelitian ini dapat selesai. 6. Sukirno, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SD Negeri Bumijawa 02 dan Bapak Ibu/Guru, atas segala bantuannya. 7. Siswa kelas V SD Negeri Bumijawa 02, yang dengan semangat telah membantu berhasilnya penelitian tindakan kelas.
vi
Atas segala bantuan yang telah diberikan, hanya doa yang dapat penulis panjatkan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan dan menjadikan amal ibadah yang mulia. Selanjutnya sebagai manusia biasa yang tidak lepas dari segala kekurangan, untuk itu penulis mohon maaf yang setulus-tulusnya. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun akan sangat membantu penulis dalam penyempurnaan penyusunan selanjutnya.
Penulis
vii
DAFTAR ISI SAMPUL(luar)…....………………………………………………………..............i SAMPUL (dalam)….……………………………………………………………...ii HALAMAN PERSETUJUAN . … ……………………………………………...iii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………iv ABSTRAK………………………………………………………………………...v KATA PENGANTAR……………………………………………………………vi DAFTAR ISI …………………………………………………………………....viii BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………….1 B. Rumusan dan Pemecahannya ……………………………………………..2 C. Tujuan Penelitian………………………………………………………….2 D. Manfaat Hasil Penelitian ………………………………………………….3 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori……………………………………………………………….4 B. Penelitian Yang Relevan…………………………………………………18 C. Kerangka Pikir …………………………………………………………..18 D. Hipotesis Tindakan………………………………………………………19 BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………………………20 B. Subyek Penelitian ……………………………………………………….20 C. Sumber Data……………………………………………………………..20 D. Teknik Pengumpulan Data………………………………………………20 E. Prosedur Penelitian………………………………………………………21 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian…………………………………………………………..26 B. Pembahasan………………………………………………………………35 viii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………………………………………………………………40 B. Saran……………………………………………………………………..40 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...41 LAMPIRAN - LAMPIRAN A. Curikulum Vitae…………………………………………………………42 B. Personalia………………………………………………………………...43 C. Daftar Hadir Mahasiswa………………………………………………...44 D. Daftar Hadir Siswa……………………………………………………...45 E. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I……………………………46 F. Instrumen Penilaian RPP………………………………………………..50 G. Format Penilaian Kinerja Guru………………………………………….52 H. Instrumen Pelaksanaan Pembelajaran……………………………………55 I. Lembar Observasi………………………………………………………..58 J. Nilai Siklus I……………………………………………………………..60 K. Foto Pelaksanaan Siklus I………………………………………………..66 L. Daftar Hadir Mahasiswa…………………………………………………67 M. Daftar Hadir Siswa………………………………………………………68 N. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II……………………………69 O. Instrumen Penilaian RPP………………………………………………....74 P. Format Penilaian Kinerja Guru………..…………………………………76 Q. Instrumen Pelaksanaan Pembelajaran…..………………………………..79 R. Lembar Observasi………………………………………………………..82 S. Nilai Siklus II……………………………………………………………84 T. Foto Siklus II…………………………………………………………….90 U. Pendapat Siswa…………………………………………………………..91
ix
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak-anak belajar komunikasi dengan orang lain dengan berbagai cara, namun ada hal-hal umum terjadi pada hampir setiap anak. Oleh karena itu dalam pembelajaran keterampilan berbahasa seorang guru harus mampu menggunakan model, metode, dan teknik serta strategi tertentu yang sesuai agar pembelajaran lebih efektif. Banyak siswa masih belum mampu bercerita dengan baik dan benar khususnya siswa kelas V SDN Bumijawa 02. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran keterampilan bercerita, antara lain faktor dari guru dan faktor dari siswa itu sendiri. Faktor dari guru dalam proses kegiatan belajar mengajar (PBM) hanya memberikan pembelajaran keterampilan bercerita secara teoritis, kurang praktik dan kurangnya alat peraga. Faktor dari siswa kurangnya perbendaharaan kosa kata yang akhirnya dalam merangkai bahasa secara lisan masih bercampur dengan bahasa daerah. Pengalaman empiris di akhir semester I tahun pelajaran 2009 / 2010 peserta didik kelas V di SD negeri Bumijawa 02 Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal menunjukkan adanya penguasaan Kompetensi Dasar Menanggapi cerita tentang peristiwa yang terjadi di sekitar yang disampaikan secara lisan hasilnya kurang memuaskan, artinya penguasaan pada kompetensi tersebut yang menjadi dasar dan prasarat penguasaan kompetensi dasar tidak tuntas dikuasai oleh peserta didik. Data menunjukkan dari sejumlah 43 siswa kelas V, siswa yang memperoleh nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum(KKM) 65, hanya 34 siswa (79%), sedangkan yang memperoleh nilai di atas KKM yaitu sebanyak 9 siswa (21%) Melihat hasil belajar yang demikian guru akan
mengupayakan
perbaikan pembelajaran khususnya dalam penggunaan model pembelajaran agar penguasaan keterampilan menanggapi cerita tentang peristiwa yang
2
terjadi di sekitar yang disampaikan secara lisan di kelas V semester II tahun pelajaran 2009/2010 yang akan datang menjadi lebih baik. Oleh karena itu untuk meningkatkan keterampilan berbicara dipilih pembelajaran dengan pendekatan kooperatif yang dapat menumbuhkan rasa saling asah, asih, dan asuh (saling mencerdaskan). Siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga dari sesama siswa. Sarwiji Suwandi ( http.www.pdk.go.id/ journal/ 32 ) menyimpulkan bahwa sebagian besar pembelajaran bahasa Indonesia belum mampu mewujudkan siswa mahir berbahasa Indonesia.
B. Rumusan Masalah dan Pemecahannya 1. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah penerapan pendekatan kooperatif dengan metode struktural dapat
meningkatkan keterampilan berbicara
pada siswa kelas V SD Negeri Bumijawa 02 Tegal ?
2. Pemecahan Masalah Pembelajaran yang sesuai dengan proses berpikir siswa, tentunya akan membuat siswa menyenangi proses pembelajaran tersebut. Dengan melakukan pembelajaran Bahasa Indonesia menggunakan pendekatan Kooperatif
secara baik paling tidak akan mampu mendekatkan siswa
dengan ide dan keterampilan berbicara dalam menanggapi cerita tentang peristiwa yang terjadi di sekitar siswa. Demikian halnya dengan guru melakukan pembelajaran Bahasa Indonesia melalui pendekatan kooperatif, dengan harapan keterampilan berbicara siswa meningkat.
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbicara dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan pendekatan
3
kooperatif metode struktural pada siswa kelas V SD Negeri Bumijawa 02 Tegal.
D. Manfaat Hasil Penelitian Hasil penelitian ini dihaharapkan bermanfaat bagi: 1. Siswa: a.
Siswa lebih lancar dalam berbahasa Indonesia secara lisan.
b.
Meningkatkan kemampuan berpikir siswa
dalam menanggapi
peristiwa yang terjadi di sekitarnya. c.
Meningkatkan kreatifitas siswa
d.
Menambah perbendaharaan kosa kata
2. Guru: a.
Dapat
membantu
keterampilan b.
guru
memperbaiki
proses
pembelajaran
berbicara ( berbahasa Indonesia ).
Dapat menambah wawasan guru mengenai pembelajaran berbicara dengan teknik bermain peran
3. SD Negeri Bumijawa 02: a.
Mmbantu tercapainya tujuan pendidikan di sekolah.
b.
Meningkatkan profesionalisme dan kinerja guru secara umum
c.
Meningkatkan kredibilitas sekolah.
4
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1.
Hakikat Pengajaran Bahasa Indonesia Pengajaran bahasa Indonesia bertujuan untuk mengembangkan kemampuan menggunakan bahasa Indonesia dalam segala fungsinya, yaitu sebagai sarana komunikasi, sarana berpikir/bernalar, sarana persatuan, dan sarana kebudayaan. Kurikulum Bahasa Indonesia tahun 1984 ditekankan pada pengembangan kemampuan berkomunikasi dengan bahasa. Kemampuan ini dikaitkan dengan factor-faktor penentu di dalam berkomunikasi. Faktor-faktorini mencakup:……siapa yang berbahasa dengan siapa; untuk tujuan apa; dalam situasi apa; dalam konteks apa; dan dengan jalur mana (lisan atau tulisan); media apa (tatapnya); dalam peristiwa apa (bercakap-cakap, ceramah, upacara, laporan, lamaran kerja, pernyataan cinta, dan sebagainya). (GBPP Bahasa Indonesia, 1986). Untuk mencapai tujuan ini dalam pengajaran bahasa Indonesia menurut Kurikulum 1984 itu diterapkan pendekatan komunikatif. Sehubungan dengan tujuan pengajaran bahasa Indonesia di SD, di dalam Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Program Prajabatan Guru Sekolah Dasar (D-II) melalui LPTK terpadu dinyatakan sebagai berikut: 1.
Pendidikan bahasa di SD bertujuan untuk mengembangkan kemampuan/keterampilan serta sikap berbahasa yang menyangkut fungsinya sebagai alat komunikasi dan penalaran.
2.
Pendidikan bahasa di SD tidak hanya sekedar memberikan kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga harus dapat mengembangkan
kemampuan
berpikir
siswa,…(Direktorat
Pendidikan Tinggi 1990: 9) Pernyataan ini menyatakan bahwa guru-guru SD harus dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa melalui kegiatan belajar
5
mengajar bahasa Indonesia. Di samping mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa yang baik dan benar, guru harus dapat mengembangkan kebiasaan serta kemampuan berpikir nalar dan kreatif secara tertip melalui bahasa yang tertip pula. Pengajaran bahasa di SD mendapat jatah yang besar. Untuk mencapai kemampuan berkomunikasi seperti yang telah disinggung bagian terdahulu, melalui pengajaran itu diberikan pengetahuan dan keterampilan umum bahasa Indonesia yang dijabarkan ke dalam (1) unsur-unsur bahasa, yang mencakup lafal, ejaan, struktur dan kosa kata dalam berbagai ranah kebahasaaan yang diperlukan untuk dapat berkomunikasi dengan lancar, (2) kegiatan bahasa yang meliputi membaca, menulis/mengarang, berbicara dan fragmatik (Kurikulum Sekolah Dasar 1986). Dari uraian di atas jelas bahwa Kurikulum SD tidak mencantumkan kegiatan menyimak dan berbicara. Ini tidak berarti bahwa keterampilan menyimak dan berbicara tidak perlu dilatihkan melalui pengajaran bahasa Indonesia. Namun, latihan ini tidak dilakukan secara khusus seperti keterampilan membaca dan menulis, melainkan secara terpadu dalam semua kegiatan belajar.
2.
Kedudukan , fungsi, dan Nilai Pengajaran Bahasa Indonesia Pengajaran bahasa Indonesia wajib diberikan ke semua lembaga pendidikan formal. Dalam mata pelajaran ini siswa tidak boleh mendapat nilai kurang dari 6. Artinya, semua siswa sekurang-kurangnya harus mempunyai kemampuan sedang dalam penggunaan bahasa Indonesia. Ini tentu saja menuntut upaya guru dan siswa serta perhatian orang tua di rumah. Pengajaran bahasa di SD mempunyai peranan yang sangat penting dalam membentuk kebiasaan, sikap, serta kemampuan dasar yang diperlukan siswa. Untuk perkembangan selanjutnya. Selain itu pengajaran tersebut harus dapat membantu siswa dalam pengembangan
6
kemampuan
berbahasa
yang
diperlukannya,
bukan
saja
untuk
berkomunikasi , melainkan juga untuk menyerap berbagai nilai serta pengetahuan yang dipelajarinya. Bukankah melalui bahasa ini siswa itu mempelajari nilai-nilai moral/agama, serta nilai-nilai sosial yang berlaku pada masyarakat bangsanya. Bukankah melalui bahasa itu pula ia mempelajari berbagai cabang ilmu? Pembinaan bahasa yang baik di tingkat
SD
akan
memberikan
sumbangan
yang
besar
dalam
pengembangan siswa pada taraf selanjutnya. Sasaran pembinaan bahasa Indonesia bagi siswa SD ialah (1) agar siswa memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, (2) dapat menghayati bahasa dan sastra Indonesia. Sasaran tersebut sesuai dengan (1) situasi dan tujuan berbahasa, (2) tingkat pengalaman anak sekolah dasar, dan (3) fungsi utama pendidikan sekolah dasar dalam mengindonesiakan ank-anak Indonesia yang pada umumnya lahir dan besar sebagai insan daerah. Dalam proses pengindonesiaan di atas sangat besarlah perana bahasa. Hal ini harus benar-benar disadari oleh para guru SD khususnya.
3.
Berbicara Berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Peranan berbicara merupakan kegiatan berbahasa yang berhubungan erat dengan menyimak,menulis,dan membaca. Kemampuan berbicara perlu dimiliki oleh setiap anggota masyarakat,apapun profesinya. Namun kemampuan ini terutama harus dimiliki oleh pelajar, guru, dramawan, pemimpin, penyuluh, juru penerang, dan lain-lain yang profesinya memang berhubungan erat dengan kegiatan berbicara.
4.
Aspek Berbicara. Di dalam GBPP Bahasa Indonesia aspek berbicara tidak dicantumkan sebagai pokok bahasan tersendiri. Ini tidak berarti bahwa keterampilan berbicara tidak dibina melalui pengajaran Bahasa
7
Indonesia. Di dalam GBPP tersebut jelas bahwa guru SD bertanggung jawab atas pembinaan oleh guru antara lain ialah lafal, intonasi, serta penggunaan kata. Jenis berbicara yang perlu dikembangkan pada siswa SD ialah a. berbicara dalam bentuk mengemukakan gagasan b. menjawab pertanyaan c. bercakap-cakap /berdialog d. bercerita
5.
Proses Berbicara Kegiatan berbicara dilakukan untuk mengadakan hubungan sosial dan untuk melaksanakan suatu layanan. Yang termasuk golongan yang pertama misalnya percakapan dalam suatu pesta, di kafetaria, pada saat antre di bank, dan sebagainya. Sedangkan yang termasuk kelompok kedua misalnya mengikuti wawancara untuk memperoleh pekerjaan, memesan makanan di rumah makan, membeli perangko, mendaftarkan sekolah, dan sebagainya. Dalam
proses
belajar
berbahasa
di
sekolah,
anak-anak
mengembangkan kemampuan secara vertikal tidak secara horizontal. Maksudnya, Mereka sudah dapat mengungkapkan pesan secara lengkap meskipun belum sempurna. Makin lama kemampuan tersebut menjadi semakin sempurna dalam arti strukturnya menjadi benar, pilihan katanya semakin tepat, kalimat-kalimatnya semakin bervariasi, dsb. Dengan kata lain perkembangan tersebut tidak secara horizontal mulai fonem, kata, fase, kalimat, dan wacana seperti halnya jenis tatana linguistic. Ellis (lewat Numan, 1991: 46) mengemukakan adanya tiga cara untuk mengembangkan secara vertikal dalam meningkatkan kemampuan berbicara : 1. menirukan pembicaraan orang lain (khususnya guru) 2. mengembangkan bentuk-bentuk ujaran yang dikuasai ; dan
8
3. mendekatkan atau menyejajarkan dua bentuk ujaran, yaitu bentuk ujaran sendiri yang belum benar dan ujaran orang dewasa (terutama guru) yang sudah benar. Kesulitan dalam berbicara, seperti halnya kesulitan dalam menyimak, disebabkan oleh berbagai faktor, salah satu faktor yang menimbulkan kesulitan dalam berbicara adalah yang datang dari teman bicara. Seperti kita ketahui , dalam setiap kegiatan berbicara teman bicara menapsirkan makna pembicaraan agar komunikasi dapat berlangsung terus sampai tujuan pembicaraan tercapai. Berikut ini proses pembelajaran berbicara dengan berbagai jenis kegiatan,
yaitu
percakapan
berbicara
estetik,
berbicara
untuk
menyampaikan informasi atau untuk mempengaruhi, dan kegiatan dramatik (Tompkins dan Hoskisson, 1995: 124-147). 6.
Berbicara Estetik (mendongeng) : Ahmad Rofiuddin, Darmiyati Zuhdi (14-17) Salah satu bentuk kegiatan berbicara estetik ialah bercerita, guru menyajikan karya sastra kepada murid-muridnya dengan teknik bercerita, dan murid juga diminta untuk bercerita mengenai karya sastra yang telah dibaca : a. Memilih cerita Cerita-cerita tradisional, misalnya cerita rakyat, sering dipilih untuk kegiatan bercerita (mendongeng). Namun bentuk karya sastra anak-anak yang lama juga dapat digunakan. Hal yang paling penting dalam memilih cerita adalah memilih cerita yang menarik. Pertimbangan yang lain: (1) cerita tersebut sederhana, dengan alur cerita yang jelas; (2) cerita tersebut memiliki awal, pertengahan, dan akhir yang jelas; (3) tema cerita jelas; (4) jumlah pelaku cerita tidak
banyak;
menggunakan
(5) gaya
cerita bahasa
menggunakan gaya keindahan.
mengandung
dialog;
pengulangan;
dan
(6)
cerita
(7)
cerita
9
b. Menyiapkan diri untuk bercerita Murid- murid hendaknya membaca kembali dua atau tiga kali cerita yang akan diceritakan untuk memahami perwatakan pelakupelakunya dan dapat menceritakan secara urut. Kemudian muridmurid memilih frasa-frasa atau kalimat yang akan diambil untuk membuat ceritanya nanti secara hidup, sehingga lebih menarik perhatian pendengar, termasuk penggunaan suara yang bervariasi. c.
Menambah barang-barang yang diperlukan Murid-murid dapat menggunakan beberapa teknik untuk membuat ceritanya lebih hidup. Tiga barang yang dapat digunakan untuk cerita lebih menarik ialah gambar-gambar yang ditempelkan di papan planel, boneka, dan benda-benda yang menggambarkan pelaku binatang atau barang-barang yang diceritakan.
7.
Strategi Meningkatkan Kemampuan Berbicara dan Berpikir Kesempatan yang baik untuk mengembangkan keterampilan berbicara ialah pada tahap publikasi dalam proses menulis. Banyak anak yang senang mengubah karangannya dalam bentuk drama pendek yang diperankan di kelas. Pada kesempatan memerankan adegan inilah anak-anak memiliki kesempatan untuk berlatih berbicara. Mereka dapat pula memperlihatkan dan mempelajari keterampilan berakting dari teman-temannya. Untuk mengembangkan keterampilan berpikir, di kelas seharusnya anak-anak tidak hanya dilatih mengemukakan fakta tetapi perlu ditekankan pada kemampuan untuk menjelaskan dan mengevaluasi. Hal ini biasanya kurang memperoleh perhatian guru dalam proses pembelajaran. Langkah pertama untuk meningkatkan keterampilan berpikir anakanak ialah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka kepada mereka, misalnya ketika membaca bacaan tentang suatu ekspedisi, lebih baik diajukan pertanyaan “Apa yang ingin anda bawa dalam ekspedisi
10
tersebut seandainya ikut di dalamnya?”. Dengan demikian anak-anak akan terpacu untuk memikirkan berbagai kemungkinan, tidak hanya sekedar mencari jawaban yang benar dalam teks (Yeager,1991:102) Setelah beberapa minggu, guru mulai mengenal perubahan pada murid-murid dalam saling menanggapi pertanyaan sesama murid atau pertanyaan guru. Murid-murid memikirkan dengan sungguh-sungguh jawaban yang akan mereka sampaikan dan mengungkapkan jawaban dengan lebih jelas. Mereka tidak menjawab secara tepat tetapi bernada memprotes, sebaliknya mengemukakan jawaban dengan hati-hati dan jujur. Segera setelah anak-anak mulai dapat berpikir tentang proses mereka sendiri dalam berpikir ( metakognisi ), mereka siap untuk menggunakan strategi berpikir yang khas, misalnya membedakan fakta dan pendapat, mengenal hubungan sebab akibat, dan melakukan kegiatan berpikir yang lebih sulit, yaitu menilai hasil, mengevaluasi argumen, dan menyelidiki hal-hal yang melandasi tanggapan emosional ( Yeager, 1991:102 ). Keterampilan berbicara lebih mudah dikembangkan apabila muridmurid memperoleh kesempatan untuk mengkomunikasikan sesuatu secara alami kepada orang lain, dalam kesempatan-kesempatan informal. Selama kegiatan belajar di sekolah, guru menciptakan berbagai lapangan pengalaman
yang
memungkinkan
murid-murid
mengembangkan
kemampuan berbicara. Kegiatan-kegiatan untuk melatih keterampilan berbicara itu antara lain menyajikan informasi, berpartisipasi dalam diskusi, dan berbicara untuk menghibur atau menyajikan pertunjukan ( Ross dan Roe, 1990: 133-143 ), seperti yang disajikan berikut ini. Salah satu bentuk kegiatan penyajian informasi yang sesuai bagi anak-anak kelas 3-6 SD ialah menyampaikan laporan secara lisan. Untuk mengingatkan agar anak-anak menggunakan cara-cara yang efektif dalam menyajikan laporan secara lisan, masalah mereka menceritakan hal-hal yang mereka inginkan dari seorang pembicara.
11
8.
Tes Keterampilan Berbahasa Tes keterampilan berbahasa dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu: tes menyimak, tes berbicara, tes membaca, dan tes menulis. Tes kemampuan berbicara merupakan tes berbahasa yang difungsikan untuk mengukur kemampuan testi dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan (Akhadiyah, 1988). Seperti halnya tes menyimak, tes kemampuan berbicara dapat dikategorikan sebagai tes diskrit atau tes nondiskrit. Beberapa model tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan berbicara adalah : tes kemampuan berbicara berdasarkan gambar (termasuk “ The Bilingual Syntax Meassure”) dan “ The Illyin Oral Interview” (Oller, 1979), wawancara, bercerita, dskusi, ujaran terstruktur (mengatakan kembali, membaca kutipan, mengubah kalimat, dan membuat kalimat, Akhadiyah, 1988). Madsen (1981)telah mengidentifikasi adanya 25 teknik tes yang digunakan dalam tes berbicara. Dari 25 teknik tes ini selanjutnya dikelompokkan ke dalam 5 kategori (berdasarkan strategi dan fokus penilaiannya), yaitu: (1) wacana komunikatif yang bersifat langsung dan alami, (2) wacana komunikatif semu yang bersifat kurang langsung tapi masih alami, (3) wacana yang berhubungan yang bersifat tidak langsung dan kurang alami, dan (4) respon terkontrol bersifat diskrit, (5) keterampilan
linguistik
yang
bertujuan
untuk
mengukur
aspek
keterampilan linguistik: sintak, fonologi, dan kosakata. Dalam tes diskrit, pengetesan kemampuan menyimak dilakukan terpisah dengan pengetesan kemampuan berbicara. Fokus pengetesan diarahkan pada aspek: pengucapan, kelancaran, gramatika, dan kosa kata. Dalam tes yang menggunakan pendekatan nondiskrit, juga dapat dijumpai adanya tes menyimak dan berbicara yang dilakukan secara terpisah, serta tes kemampuan menyimak dan berbicara yang dilakukan secara serentak, seperti dalam tes interaksi lisan. Pembedaan antara tes menyimak dan berbicara kemungkinan besar dapat menghilangkan karakteristik komunikasi, yang mengharuskan
12
adanya interaksi, inisiasi, dan perkembangan tema yang koheren. Dalam berkomunikasi, seseorang harus dapat menyimak dan berbicara dengan baik, dan dalam interaksi lisan dijumpai adanya pergantian peran yang bersifat konstruktif dengan stimuli yang tidak dapat diprediksi. Ada beberapa upaya yang dilakukan untuk menstandarkan alat penilaian kemampuan (kelancaran) berbicara, tetapi seringkali terbentur pada masalah tuntutan keotentikan dan keilmiahan pengukuran. Misalnya metode pengukuran yang berupa perekaman percakapan di laboratorium dan respon testi. Teknik ini tetap dipandang kurang bersifat interaktif, sebab rangsangan suara yang telah direkam sebelumnya tidak memungkinkan testi untuk turut serta mengarahkan percakapan atau mengembangkan tema. Upaya lain berupa penilaian lisan didasarkan pada kegiatan membaca teks dialog dan testi diminta untuk meresponnya secara bebas. Jenis ini pun terbentur pada masalah yang sama, yakni tidak adanya interaksi lisan yang sebenarnya (Carrol, 1980:54). Berdasarkan hal inilah, maka penggunaan tes interaksi lisan dipandang lebih tepat untuk mengukur kemampuan komunikasi lisan. Fokus penilaian dalam tes interaksi lisan tidak pada aspek: pengucapan, kelancaran, gramatika, kosa kata, efektifitas dan ketepatan komunikasi. Skala penilaian seharusnya mendasarkan diri pada faktor kewacanaan dan ciri komunikasi yang didasarkan pada: ukuran kemampuan,
kekomplekan,
rentangan,
ketepatan,
keflesibelan,
kecermatan, ketepatan, kemandirian, pengulangan dan keraguan. Penilaian seharusnya tidak memprioritaskan aspek performansi bahasa, seperti: kosa kata, gramatika, dan ketepatan pengucapan (Carrol, 1980:54). Penilaian kemampuan interaksi lisan akan lebih efektif jika dilakukan dalam latar interaksi yang otentik, dengan melukiskan topik secara spesifik, menggunakan beberapa macam pelaku interaksi, dengan menggunakan secara detail, kriteria didasarkan pada keefektifan dan ketepatan komunikasi.
13
Dari karakteristik tes interaksi lisan yang dipaparkan di atas, dapat dikatakan bahwa tes interaksi lisan termasuk kategori tes bahasa komunikatif. Porter (1991). Menyatakan adanya 3 ciri tes bahasa yang bersifat komunikatif, yaitu: (1) Tes didasarkan pada kebutuhan pembelajar; penilaian kemampuan berbahasa pembelajar yang tidak didasarkan
pada
kebutuhan
pembelajar
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan. Perbedaan kebutuhan pembelajar akan sangat menentukan tingkat penguasaan linguistik dan tingkat kelancaran yang harus dikuasainya. Dan ini
akan sangat mempengaruhi tingkat
kekomplekan isi tes, criteria penilaian, dan format laporannya. (2) Tes harus didasarkan pada penggunaan bahasa dalam konteks dan relevan dengan tujuan pembelajar. Setiap konteks menuntut penggunaan kemampuan linguistik yang berbeda, dan tujuan yang berbeda akan menghadirkan konteks yang berbeda pula. Jika macam-macam konteks dan tujuan merupakan cirri pokok dalam komunikasi yang alami, maka disarankan bahwa konteks dan tujuan menuntut kemampuan linguistik yang berbeda-beda. Konteks dan tujuan ini perlu dipadukan dalam tes. (3) Tes harus menggunakan teks yang otentik atau teks yang memiliki atau memenuhi ciri-ciri otentik. Ketiga ciri tes komunikatif tersebut dapat dijumpai dalam tes interaksi lisan. Kegiatan pengetesan dalam interaksi lisan dapat dipilah menjadi 3 tahap: tahap pemanasan, kegiatan utama, dan tahap penutup. Tahap pemanasan dimaksudkan untuk menciptakan hubungan yang akrap; kegiatan utama dimaksudkan untuk melakukan penilaian terhadap kompetensi lisan yang dimiliki testi; dan tahap penutup dimaksudkan untuk memberikan penilaian akhir. Format ini dapat digunakan untuk interaksi lisan perorangan maupun untuk kelompok (Carrol dan Hall, 1985).
14
9.
Tes Berbicara Berbicara menggunakan
merupakan bahasa
lisan.
aktifitas Berbicara
berkomunikasi merupakan
dengan
keterampilan
berbahasa yang bersifat produktif yang melibatkan aspek kebahasan (pelafalan, kosa kata, dan struktur) dan aspek nonkebahasan (siapa lawan bicaranya, bagaimana situasinya, latarnya, peristiwanya, serta tujuannya) (Harris, 1969, Oller, 1979; Akhadiyah, 1988). Untuk dapat berbicara dengan baik, seorang pembicara harus menguasai komponen-komponen yang menetukan kegiatan berbicara, baik yang berkenaan dengan faktor kebahasan maupun faktor nonkebahasan. Tes kemampuan berbicara merupakan tes berbahasa yang difungsikan untuk mengukur kemampuan testi dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan. Tes kemampuan berbicara bukan hanya mengukur aspek penguasaan bahasa lisan, tetapi juga factor lain yang terlibat dalam kegiatan berkomunikasi lisan, seperti: pemahaman tentang tujuan berbicara, lawan berbicara, situasi pembicaraan, latar pembicaraan, serta peristiwa pembicaraan. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa tes kemampuan berbicara merupakan tes yang difungsikan untuk mengukur kemampuan testi dalam menggunakan bahasa lisan. Secara umum, bentuk tes yang digunakan dalam tes kemampuan berbicara adalah tes subyektif yang berisi perintah melakukan kegiatan berbicara. Beberapa tes yang dapat digunakan untuk mrngukur kemampuan berbicara dapat dikemukakan seperti berikut (Harris, 1969, Akhadiyah, 1988; Crrol dan Hall, 1983).
10. Pembelajarans Banyak definisi para ahli berkaitan dengan pembelajaran, diantaranya Winkel (M. Sobry Sutikno, 2009: 31) mengartikan pembelajaran sebagai seperangkat tindakan yang dirancang untuk
15
mendukung proses belajar peserta didik, dengan memperhatikan kejadian-kejadian eksternal
yang berperanan terhadap rangkaian
kejadian-kejadian internal yang berlangsung di dalam diri peserta didik. Dimyati dan Mujiono (M. Sobry Sutikno, 2009: 31) mengartikan pembelajaran sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa. Lindgren (M.Sobry Sutikno, 2009: 32) menyebutkan bahwa focus system pembelajaran mencakup tiga aspek, yaitu: siswa, proses belajar, dan situasi belajar. Dalam proses pembelajaran, kedudukan guru sudah tidak dapat dipandang sebagai penguasa tunggal dalam kelas atau sekolah, tetapi dianggap sebagai manager of learning (pengelola belajar) yang perlu senantiasa siap membimbing dan membantu para siswa dalam menempuh perjalanan menuju kedewasaan mereka sendiri yang utuh menyeluruh. Dalam mengelola pembelajaran, pendidik lebih dituntut untuk berfungsi dalam melaksanakan empat macam tugas sebagai berikut 1. Merencanakan, baik untuk jangka panjang (satu semester) maupun jangka pendek (satu) 2. Mengatur, yang dilakukan pada waktu implementasi, tugas ini adalah mengenai apa yang mencakup rencana dan pengetahuan tentang bentuk dan macam kegiatan yang harus dilaksanakan dan bagaimana semua komponen dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. 3. Mengarahkan, karena memang salah satu tugas pendidikan dalam memberikan motivasi, mengarahkan, dan memberikan inspirasi kepada siswa untuk belajar. 4. Mengevaluasi, untuk mengetahui apakah perencanaan, pengaturan, dan pengarahan dapat berjalan dengan baik atau masih perlu diperbaiki. Untuk itu pendidik harus mempunyai patokan mengenai penampilan para siswa yang dianggap telah memadai, baik selama maupun setelah ia mendidik mereka.
16
Ciri-ciri pembelajaran menurut Oemar Hamalik (M. Sobry Sutikno,2009: 34) : 1. Rencana ialah penataan ketenagaan, materi, dan prosedur, yang merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran dalam rencana khusus. 2. Kesalingtergantungan antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat esensial, dan masing-masing
memberikan
sumbangannya
kepada
sistem
pembelajaran. 3. Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai. Sistem ini menjadi dasar perbedaan antara sistem yang dibuat oleh manusia dan sistem yang alami. Menurut kamus Bahasa Indonesia model berarti pola acuan ragam, macam dan sebagainya, barang tiruan yang kecil dan tepat seperti yang ditiru.
11. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Kooperatif (Cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang terfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat
elemen-elemen
yang
saling
berkaitan,
elemen-elemen
pembelajaran kooperatif menurut Lie ( 2004 ) adalah (1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap muka; (3) akuntabilitas individual; (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang sengaja diajarkan. Keuntungan Penggunaan Pembelajaran Kooperatif: A. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial. B. Memungkinkan
para
siswa
saling
belajar
mengenai
sikap,
keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.
17
12. Metode Struktural Metode ini dikembangkan oleh Spencer Kagan dan kawan-kawan. Meskipun memiliki banyak kesamaan dengan metode lainnya, metode struktural menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Berbagai struktur tersebut dikembangkan oleh Kagan dengan maksud menjadi alternatif metode resitasi, yang ditandai dengan pengajuan pertanyaan oleh guru kepada siswa dalam kelas dan para siswa mengacungkan tangan dan ditunjuk oleh guru. Struktur-struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerjasama saling bergantung struktur yang memiliki tujuan umum untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan ada pada struktur tujuannya untuk mengerjakan keterampilan sosial. 13. Pengertian Mencari Pasangan Teknik belajar mengajar mencari pasangan (make a Mattch) dikembangkan oleh Larana Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Langkah teknik pembelajaran mencari pasangan: a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topic yang mungkin cocok untuk sesi revieu (persiapan menjelang tes atau ujian). b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu. c. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya, pemegang kartu yang bertuliskan Lima akan berpasangan dengan pemegang kartu PERU. Atau pemegang kartu yang berisi nama KOFI ANNAN akan berpasangan dengan pemegang kartu SEKRETARIS JENDRAL PBB.
18
d. Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang memegang kartu yang cocok. Misalnya, pemegang kartu 3+9 akan membentuk kelompok dengan kartu pemegang kartu 3x4 dan 6x2. e. Dalam setiap para siswa mendiskusikan menyelesaikan tugas secara bersama – sama. f. Presentasi hasil kelompok B. Temuan Hasil Penelitian Yang Relevan Dalam penelitian ini menggunakan kajian empiris/penelitian yang relevan yang dilakukan oleh Muhammad Arifin (Skripsi Program Studi S1PGSD Jurusan Kependidikan Sekolah Dasar & Prasekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang) tahun 2009 dengan judul penelitian Meningkatkan Kemampuan Berbicara dengan Pembelajaran Kooperatif Model Struktural pada Siswa Kelas IV SDN Rebalas Grati Pasuruan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif model struktural dapat meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa kelas IV SDN
Rebalas
Grati
Pasuruan.
(http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php
/KSDP/article/view/4557) C.
Kerangka Berpikir Keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang sulit karena kurangnya perbendaharaan kosa kata yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, dalam pembelajarannya berbicara perlu dicari inovasi baru yang mampu merangsang siswa untuk mengembangkan perbendaharaan kosa kata. Di samping siswa dapat mengalami dan menemukan sendiri yang ia pelajari juga dapat bekerja sama dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Teknik
mencari
pasangan
bisa
digunakan
untuk
meningkatkan keterampilan berbicara. Dengan begitu, materi berbicara dekat dengan kehidupan siswa, dialami siswa, dapat merangsang siswa belajar berbicrara. Pembelajaran yang sarat dengan kriteria di atas adalah
19
pembelajaran keterampilan berbicara berbasis kooperatif melalui teknik mencari pasangan (bermain peran).
Kerangka Berpikir:
KONDISI AWAL
GURU BELUM GURUMENGGUNAKAN BELUM MODEL KOOPERATIF MENGGUNAKAN
PENDEKATAN KOOPERATIF
HASIL SISWA MASIH KURANG SIKLUS I
TINDAKAN
GURU MENGGUNAKAN PENDEKATAN KOOPERATIF
KONDISI AKHIR
SKLUS II
KETERAMPILAN BERBICARA MENINGKAT
D. Hipotesis Tindakan Jika Pendekatan Kooperatif metode Struktural dengan teknik mencari pasangan ( bermain peran ) diterapkan pada pembelajaran berbicara maka dapat meningkatkan keterampilan berbicara Bumijawa 02 tahun pelajaran 2009 / 2010.
siswa kelas V SD Negeri
20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri Bumijawa 02, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal. Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2010. B. Subjek Penelitian Subjek dalam Penelitian yaitu siswa kelas V SD Negeri Bumijawa 02, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal.
C. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah: 1. Informan dalam penelitian yaitu guru yang mengampu kelas V dan siswa kelas V SD Negeri Bumijawa 02 2. Tempat dan kegiatan berupa pembelajaran yang menggunakan Pendekatan kooperatif metode struktural teknik mencari pasangan dengan bermain peran menggunakan media elektronik berlangsung didalam kelas V SD N Bumijawa 02 3. Dokumen
yang
ada
meliputi
kurikulum,
rencana
pelaksanaan
pembelajaran, foto kegiatan pembelajaran, hasil tes siswa. D. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang dipakai untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah catatan lapangan (lembar observasi), dan tes, serta penugasan. 1. Teknik Analisis data Penelitian Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis diskriptif kuantitatif untuk mengetahui adanya perbedaan tingkat pemahaman siswa terhadap materi berbicara antara sebelum dan sesudah tindakan. Selain itu digunakan juga teknik analisis deskriptif
21
kualitatif untuk mengetahui secara lebih memadai proses pembelajaran Bahasa Indonesia.
2. Kriteria Keberhasilan Pembelajaran Bahasa Indonesia Indikator keberhasilan penelitian tindakan ini dikelompokkan menjadi dua aspek, yaitu indikator keberhasilan proses dan indikator keberhasilan produk.
Indikator keberhasilan proses dilihat dari
perkembangan proses pembelajaran berbicara pada mata pelajaran Bahasa Indonesia yang dilakukan oleh guru dan siswa. Keberhasilan proses tersebut didasarkan atas temuan dari tahapan pemantauan (tahapan observasi dan monitoring). Sementara itu, indikator keberhasilan produk didasarkan atas keberhasilan siswa dalam berbicara yang merupakan refleksi tingkat pemahaman dan keterampilan siswa dalam pembelajaran berbicara dengan bermain peran.
E. Prosedur Penelitian Penelitian tindakan ini dilakukan melalui dua siklus. Adapun mengenai pelaksanaan tindakan seecara umum melalui tahapan sebagai berikut :
SIKLUS I a. Tahap Persiapan Dalam tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan adalah : 1) Mengidentifikasi
Masalah
(mendiskusikan
permasalahan)
yang
muncul berkaitan dengan rendahnya kemampuan keterampilan berbicara siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. 2) Merancang pelaksanaan tindakan untuk memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan materi pembelajaran “ menanggapi cerita tentang peristiwa yang terjadi di sekitar yang disampaiakan secara lisan “
22
3) Menyusun
format
observasi
dan
instrumen
penelitian
untuk
mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia, keterampilan berbicara. 4) Menetapkan jenis data yang akan dikumpulkan dan teknis analisis data yang digunakan dalam PTK ini.
b. Tahap Implementasi Tindakan Adapun tindakan yang disepakati adalah sebagai berikut : 1) Membuka pertemuan 2) Mengabsen kehadiran siswa 3) Guru menjelaskan teknik pembelajaran . 4) Guru memutar CD berisi cerita “Sangkuriang” 5) Guru membagikan kartu yang isinya tokoh- tokoh dalam cerita. 6) Setiap siswa mendapatkan satu kartu. 7) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu cocok dengan kartunya. 8) Setiap kelompok berdiskusi tentang cerita yang telah ditampilkan melalui CD agar dibuat sekenario drama untuk meningkatkan perbendaharaan kata. Dalam satu kelompok saling membantu. 9) Setiap kelompok mempraktikkan peran tokoh sesuai skenario drama yang telah dibuat, dan kelompok lain menyimak. 10) Kegiatan evaluasi. 11) Melaksanakan tugas sesuai petunjuk guru.
c. Tahap Observasi. Dilakukan
observasi dan monitoring, serta evaluasi terhadap
pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan. Kriteria keberhasilan tindakan adalah bahwa para siswa memiliki keterampilan berbicara dengan bermain peran. Evaluasi dilakukan dengan wawancara agar siswa dapat berbicara dengan bahasa yang baik dan benar. Tes digunakan untuk mengungkap tingkat pemahaman siswa mengenai konsep berbicara. Cara berbicara yang
23
baik atau tepat antara sebelum dan sesudah tindakan ada pada siklus satu dan dua.
d. Tahap Analisis dan Refleksi. Pada tahap ini dilakukan analisis, sintesis dan memaknai hasil tindakan pertama untuk kemudian disimpulkan apakah perlu merevisi gagasan umum atau mungkin memikirkan dan merencanakan kembali jenis tindakan berikutnya yang perlu diterapkan agar siswa dapat memiliki keterampilan berbicara dengan baik. Begitu seterusnya sampai tindakan ini dapat tercapai. Dalam implementasi tindakan ini guru menggunakan metode Struktural dan teknik pembelajaran mencari pasangan, tanya jaewab, ceramah, observasi, tugas, kerja kelompok, diskusi, presentasi.
SIKLUS II A. Tahap Persiapan Dalam tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan adalah : 1) Mengidentifikasi Masalah pada siklus I. 2) Merancang pelaksanaan tindakan untuk memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan materi pembelajaran “ menanggapi cerita tentang peristiwa yang terjadi di sekitar yang disampaiakan secara lisan “ 3) Menyusun
format
observasi
dan
instrumen
penelitian
untuk
mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia , keterampilan berbicara. 4) Menetapkan jenis data yang akan dikumpulkan dan teknis analisis data yang digunakan dalam PTK ini.
B. Tahap Implementasi Tindakan 1) Membuka pertemuan 2) Mengabsen kehadiran siswa 3) Guru menjelaskan teknik pembelajaran .
24
4) Guru memutar CD berisi cerita “Timun Emas” 5) Guru membagikan kartu yang isinya tokoh- tokoh dalam sebuah cerita. 6) Setiap siswa mendapatkan satu kartu. 7) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu cocok dengan kartunya. 8) Setiap kelompok berdiskusi tentang cerita yang telah ditampilkan melalui CD agar dibuat sekenario drama untuk meningkatkan perbendaharaan kata Dalam satu kelompok saling membantu. 9) Setiap kelompok mempraktikkan peran tokoh sesuai skenario drama yang telah dibuat, dan kelompok lain menyimak. 10) Kegiatan evaluasi. 11) Melaksanakan tugas sesuai petunjuk guru.
C. Tahap Observasi. Dilakukan
observasi dan monitoring, serta evaluaisi tehadap
pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan. Kriteria keberhasilan tindakan adalah bahwa para siswa memiliki keterampilan berbicara dengan bermain peran. Evaluasi dilakukan dengan wawancara agar siswa dapat berbicara dengan bahasa yang baik dan benar. Tes digunakan untuk mengungkap tingkat pemahaman siswa mengenai konsep berbicara. Cara berbicara yang baik atau tepat antara sebelum dan sesudah tindakan ada pada siklus satu dan dua.
D. Tahap Analisis dan Refleksi. Pada tahap ini dilakukan analisis, sintesis dan memaknai hasil tindakan pertama untuk kemudian disimpulkan apakah perlu merevisi gagasan umum atau mungkin memikirkan dan merencanakan kembali jenis tindakan berikutnya yang perlu diterapkan agar siswa dapat memiliki keterampilan berbicara dengan baik. Begitu seterusnya sampai tindakan ini dapat tercapai. Dalam implementasi tindakan ini guru menggunakan
25
metode Struktural dan teknik pembelajaran mencari pasangan, tanya jawab, ceramah, observasi, tugas, kerja kelompok, diskusi, presentasi. Dari uraian tersebut dapat dibuat bagan menurut Suharsimi Arikunto, Sugiyanto, (2009: 12) sebagai berikut : Perencanaan
Refleksi
SIKLUS I
Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan
Refleksi
SIKLUS II
Pengamatan
Tindakan Selanjutnya
BAB IV
Pelaksanaan
26
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Kondisi Awal Keterampilan berbicara secara lisan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia masih kurang baik dan benar khususnya siswa SD Negeri Bumijawa 02 Tegal. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran keterampilan bercerita, antara lain faktor dari guru dan faktor dari siswa itu sendiri. Faktor dari guru dalam proses kegiatan belajar mengajar (PBM) hanya memberikan pembelajaran keterampilan bercerita secara teoritis, kurang praktik dan kurangnya alat peraga. Faktor dari siswa kurangnya perbendaharaan kosa kata yang akhirnya dalam merangkai bahasa secara lisan masih bercampur dengan bahasa daerah. Pengalaman empiris di akhir semester I tahun pelajaran 2009/2010 peserta didik kelas V di SD negeri Bumijawa 02 Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal menunjukan adanya penguasaan Kompetensi Dasar Menanggapi cerita tentang peristiwa yang terjadi di sekitar yang disampaikan secara lisan hasilnya kurang memuaskan, artinya penguasaan pada kompetensi tersebut yang menjadi dasar dan prasarat penguasaan kompetensi dasar berikut tidak tuntas dikuasai oleh peserta didik. Data menunjukkan dari sejumlah 43 siswa kelas V , siswa yang memperoleh nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum(KKM) 65, hanya 34 siswa (79%), sedangkan yang memperoleh nilai di atas KKM yaitu sebanyak 9 siswa (21%) Melihat hasil belajar yang demikian guru akan perbaikan
pembelajaran
khususnya
dalam
mengupayakan
penggunaan
model
pembelajaran agar penguasaan keterampilan menanggapi cerita tentang peristiwa yang terjadi di sekitar yang disampaikan secara lisan di kelas V
27
semester II tahun pelajaran 2009/2010 yang akan datang menjadi lebih baik. Maka untuk meningkatkan keterampilan berbicara dipilih pembelajaran dengan model kooperatif yang dapat menumbuhkan rasa saling asah, asih, dan asuh (saling mencerdaskan). Siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga dari sesama siswa. Sarwiji Suwandi (http.www.pdk.go.id/ journal/32) menyimpulkan bahwa sebagian besar pembelajaran bahasa Indonesia belum mampu mewujudkan siswa mahir berbahasa Indonesia.
2. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian Siklus I a. Perencanaan 1) Dilaksanakan selama 105 menit. 2) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 3) Rancangan RPP tentang materi pokok berbicara 4) Mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung: a) Ruang belajar yang digunakan adalah ruang kelas V SD Negeri Bumijawa 02 b) Buku Pelajaran : i.
Buku Bahasa Indonesia Kelas V (BSE), Umri Nuraini, Indriyani halaman 15 s/d 18.
ii.
Buku
Saya
Senang
Berbahasa
Indonesia
Kelas
(ERLANGGA), Hanif Nurcholis,Mafrukhi, halaman 105. c) Alat Peraga i.
Televisi, DVD, CD cerita, Kartu nama
5) Menyiapkan lembar penilaian
5
28
6) Menyiapkan lembar observasi untuk supervisor. 7) Supervisor melakukan observasi terhadap proses pembelajaran pada siklus I. b.
Pelaksanaan 1) Pra Pembelajaran a) Siswa dan guru berdo’a bersama. b) Guru mengabsen siswa c) Guru dan siswa mempersiapkan media dan alat peraga yang diperlukan 2) Kegiatan Awal Apersepsi : Motivasi (Menanyakan pada peserta didik) “Mengapa kita harus mempunyai perbendaharaan kosa kata (Bahasa Indonesia) yang banyak? Pengetahuan prasarat “Apa yang dimaksud bercerita? 3) Kegiatan Inti a) Guru menjelaskan teknik pembelajaran. b) Anak di ajak memperhatikan sebuah cerita rakyat lewat layar televisi / DVD. c) Siswa mencatat pokok – pokok cerita yang didengar. d) Guru membagi kartu ke semua siswa masing – masing satu kartu yang berisi nama tokoh dalam cerita. e) Siswa mencari pasangan tokoh - tokoh yang bisa membentuk kelompok cerita. f)
Penjelasan guru langkah-langkah bermain peran.
g) Siswa berdiskusi dengan kelompoknya membuat scenario cerita
29
h) Setiap kelompok memainkan drama sesuai scenario yang dibuat. i)
Guru menilai peran siswa dalam memainkan drama.
4) Kegiatan Akhir a) Siswa
dengan
bimbingan
guru
menyimpulkan
hasil
pembelajaran. b) Guru memberi penegasan materi yang telah dipelajari bersama. c) Guru memberi penghargaan kelompok berupa predikat kejuaraan dan hadiah sesuai dengan hasil penilaian. d) Guru memberi pengarahan tentang pentingnya
mempunyai
banyak perbendaharaan kata. e) Guru memberi tugas agar selama di lingkungan sekolah (Jam sekolah)
anak diharuskan menggunakan bahasa Indonesia
dalam berkomunikasi dengan guru maupun dengan teman agar anak memiliki banyak perbendaharaan kata (bahasa Indonesia)
c.
Pengamatan/observasi Selama
pelaksanaan
pembelajaran
siklus
I
peneliti
berkolaborasi dengan supervisor sebagai pengamat/observer. Tugas observer adalah mengamati jalannya pembelajaran pada siklus I dengan panduan lembar observasi yang telah tersedia. Adapun hal-hal yang dinilai dalam pengamatan meliputi : 1. Pra Pembelajaran 2. Kegiatan Membuka Pelajaran 3. Kegiatan Inti Pembelajaran 4. Pelaksanaan materi pelajaran 5. Strategi pola pembelajaran 6. Pemanfaatan media pembelajaran 7. Penilaian proses dan hasil belajar
30
8. Penggunaan bahasa 9. Penutup Adapun hal-hal yang diobservasi tentang kegiatan siswa dalam proses belajar mengajar meliputi : 1. Keaktifan siswa 2. Kerjasama dalam diskusi 3. Penggunaan bahasa 4. Banyak siswa yang mengerjakan tugas lain 5. Banyak siswa yang mengganggu teman
d.
Refleksi Pengumpulan data dilakukan bersama oleh guru sebagai peneliti dan supervisor yang diperoleh melalui observasi selama proses pembelajaran pada siklus I. Pembelajaran pada siklus I setelah diadakan penilaian pengamatan dan penilaian perbuatan sudah menunjukkan kemajuan bila dibandingkan nilai yang dicapai oleh siswa kelas V pada tahun pelajaran 2008/2009.
SIKLUS II a. Tahap Persiapan 1) Mengidentifikasi Masalah pada siklus I. 2) Merancang pelaksanaan pembelajaran.( RPP ) 3) Menyusun format observasi dan instrumen penelitian untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia tentang ketrampilan berbicara. 4) Menetapkan jenis data yang akan dikumpulkan dan teknis analisis data yang digunakan dalam PTK ini. b. Tahap Implementasi Tindakan 1) Membuka pertemuan 2) Mengabsen kehadiran siswa
31
3) Guru menjelaskan teknik pembelajaran . 4) Guru memutar CD berisi cerita berjudul “Timun Emas” 5) Guru membagikan kartu yang isinya tokoh- tokoh dalam sebuah cerita. 6) Setiap siswa mendapatkan satu kartu. 7) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu cocok dengan
kartunya.
8) Setiap kelompok berdiskusi tentang cerita yang telah ditampilkan melalui CD agar dibuat sekenario drama untuk meningkatkan perbendaharaan kata Dalam satu kelompok saling membantu. 9) Setiap kelompok mempraktikkan peran tokoh sesuai skenario drama yang telah dibuat, dan kelompok lain menyimak. ( Guru melakukan penilaian ) 10) Anak mengisi angket
c. Tahap Observasi. Dilakukan observasi dan monitoring, serta evaluaisi tehadap pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan. Kriteria keberhasilan tindakan adalah bahwa para siswa memiliki keterampilan berbicara dengan bermain peran. Evaluasi dilakukan dengan wawancara agar siswa dapat berbicara dengan bahasa yang baik dan benar. Tes digunakan untuk mengungkap tingkat pemahaman siswa mengenai konsep berbicara. Cara berbicara yang baik atau tepat antara sebelum dan sesudah tindakan ada pada siklus satu dan dua.
d.
Tahap Analisis dan Refleksi. Dalam kegiatan refleksi pembelajaran, peneliti berdiskusi dengan supervisor dan teman sejawat mengenai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah diimplementasikan di kelas pada proses pembelajaran siklus
II. Refleksi Pembelajaran sangat
diperlukan sebagai upaya untuk mengkaji apa yang telah dan belum
32
terjadi, apa yang dihasilkan, mengapa hal tersebut terjadi, dan apa yang perlu dilakukan selanjutnya. Untuk itu selama proses pembelajaran, observer baik supervisor maupun teman sejawat
harus melakukan pengamatan
secara teliti terhadap interaksi antar siswa, siswa dan bahan ajar, siswa dengan guru dan siswa dengan lingkungannnya. 1) Adapun hasil dari refleksi adalah : a) Kegiatan pembelajaran berlangsung dengan baik , hal ini terbukti dari keaktifan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran. b) Siswa merasa senang ketika bermain peran. c) Siswa merespon pertanyaan dan tugas dari guru dengan baik . d) Masih ada siswa yang kurang kurang percaya diri dalam berbicara.
2) Hal-hal yang perlu dilaksanakan untuk menindaklanjuti hasil refleksi adalah : a) Guru harus senantiasa mengkondisikan siswa agar siap melakukan aktivitas belajar. b) Pertanyaan yang bersifat umum lebih dahulu baru ke individu supaya semua siswa aktif berfikir. c) Guru lebih intensif dalam
memotivasi
siswa untuk berani
menyatakan gagasan.
3. Deskripsi Hasil Penelitian a.
Siklus I 1) Deskriptif Kuantitatif Analisis deskriptif kuantitatif untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa terhadap materi pokok berbicara melalui model Kooperatif metode Struktural Teknik Mencari Pasangan.
33
Dari 43 anak pada mata pelajaran Bahasa Indonesia tentang berbicara dengan KKM 65 diperoleh nilai rata-rata 78,43. 40 anak (93 %) mencapai nilai ketuntasan,sedangkan 3 anak (7%) belum mencapai nilai ketuntasan. 2) Deskriptif Kualitatif Analisis deskriptif kualitatif untuk mengetahui tingkat kualitas proses pembelajaran melalui Pendekatan Kooperatif metode Struktural Teknik Mencari Pasangan. Dari data hasil angket diketahui bahwa sebagian besar siswa menyukai mata pelajaran Bahasa Indonesia tentang berbicara yang dilakukan dengan cara bermain peran, karena bisa menambah perbendaharaan bahasa Indonesia, kerjasama terjalin, saling tukar pendapat dengan teman. Secara kualitatif semua kelompok diskusi melaksanakan tugas diskusi dengan baik. Hal ini diketahui dari rata-rata nilai semua indikator yang mencapai 78,43 serta dari 43 anak 36 anak (84 %) menyukai pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan pendekatan kooperatif. 3) Penetapan Skala Penilaian Pada Siklus I Rentang
Huruf
Kategori
Frekuensi
Persentase
Nilai 80 – 100
A
Sangat Baik
24
56 %
70 – 79
B
Baik
13
30 %
60 – 69
C
Cukup Baik
6
14 %
50 – 59
D
Buruk
0
0
10 - 49
E
Sangat Buruk
0
0
34
b. Siklus II 1) Hasil Pelaksanaan SIKLUS II Pelaksanaan pembelajaran untuk siklus II berjalan sesuai rencana tanpa hambatan yang berarti. Seluruh siswa kelas V yang berjumlah 43 anak (laki-laki 23 dan perempuan 20) semuanya hadir.
Siswa
juga
mengikuti
pembelajaran
dengan
baik,
bersemangat, dan semakin bergembira yang dikuatkan dengan pendapat siswa yang telah dihimpun. Adapun hasil evaluasi yang dilaksanakan juga meningkat. Pada siklus I tercatat nilai belum tuntas (di bawah KKM) 3 anak (7 %) dan yang tuntas 40 anak (93 %). Namun, setelah diadakan tindakan pada siklus II tercatat nilai belum tuntas 1 anak (2 %) dan yang mencapai nilai ketuntasan 42 anak (98 %). Proses pembelajaran juga bisa dikatakan memuaskan, meskipun masih ada kekurangan yang masih perlu untuk disempurnakan. Berdasarkan hasil observasi dari kepala sekolah dan teman sejawat, guru dalam mempersiapakan maupun melaksanakan pembelajaran sudah cukup baik, apersepsi sudah dapat menarik perhatian siswa, siswa sudah tidak pasip lagi, tetapi siswa sudah mau menyampaikan pendapatnya dalam berdiskusi, siswa saling bekerja sama tukar pendapat. 4. Hasil Perbandingan Nilai Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II
Uraian
Pra Siklus Siklus I Siklus II
KKM
65 65 65
Jml Rata- Tuntas Anak Rata Jml kelas Anak 43 43 43
61,00
78,43 84,96
9 40 42
%
21 93 98
Tidak Tuntas Jml anak 34 3 1
%
79 7 2
35
5. Diagram Perbandingan Nilai Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II 50
Pra Siklus
40
Siklus I
30
Siklus II
20 10 0 < 69
70-79 80-100 Hasil Nilai
B. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yangt telah dilaksanakan yang terdiri dari dua siklus, terdapat peningkatan dalam kegiatan belajar mengajar dari siklus I ke siklus II, seperti yang terlihat dalam rata-rata hasil belajar dan lembar pengamatan. Dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kooperatif metode structural dengan menggunakan teknik mencari pasangan keterampilan berbicara siswa meningkat. Hal tersebut dapat terlihat dalam kegiatan pembelajaran dapat membuat siswa lebih senang dan aktif dalam belajar sehingga siswa mampu memahami konsep menanggapi cerita tentang peristiwa yang terjadi di sekitar yang disampaikan secara lisan. 1. Pembahasan Siklus 1 Dari penelitian pada siklus 1 (pertama), hasil yang didapat kurang memuaskan. Dari hasil pembelajaran dapat dilihat bahwa masih ada siswa yang belum menguasai materi. Walaupun nilai rata-rata kelas sudah 78,43 ini dirasa masih belum maksimal, karena masih ada siswa yang nilainya di bawah KKM
36
Refleksi
dilakukan
oleh
peneliti
dan
supervisor
dengan
memperhatikan saran guru teman sejawat serta kepala sekolah. Adapun hasill refleksi yang dilakukan oleh peneliti dan supervisor yaitu melalui penilaian proses dan hasil belajar dapat diketahui bahwa siswa lebih meningkat pemahamannya tentang materi berbicara. a. Berdasarkan kriteria 1) Indikator Keberhasilan Proses. a) 75 % siswa mampu memahami materi berbicara. b) 75 % siswa aktif dalam pembelajaran dan kerja kelompok. 2) Indikator Keberhasilan Hasil Indicator keberhasilan hasil penelitian ini yaitu jika 93 % hasil evaluasi siswa mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM 65) b. Aktifitas belajar siswa Aktifitas belajar siswa dan aktifitas diskusi kelompok dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa aktif dalam mengikuti proses pembelajaran dan melaksanakan semua tugas dengan baik. Hal ini menunjukkan siswa antusias dan menyukai pembelajaran dengan menggunakan Pendekatan Kooperatif metede Struktural dengan teknik Mencari Pasangan . c. Kekurangan pada siklus I Dari
semua
keberhasilan
tersebut,
ada
pula
beberapa
kekurangan yang muncul selama pelaksanaan siklus I. Kekurangan atau kelemahan tersebut antara lain : 1) Masih ada beberapa siswa yang hasil nilainya masih di bawah KKM.
37
2) Waktu yang tersedia terbatas sehingga ada aktifitas belajar yang pelaksanaannya kurang maksimal. 3) Penggunaan media dan alat peraga kurang optimal 4) Kehadiran supervisor sedikit mempengaruhi aktifitas belajar siswa, karena perhatian siswa terbagi oleh keberadaan supervisor. 5) Masih ada beberapa siswa yang kurang aktif dan kreatif dalam mengikuti aktifitas belajar. d. Rekomendasi untuk pembelajaran pada siklus II : 1) Perlu
disusun
RPP
perbaikan
untuk
siklus
II
dengan
memperhatikan semua kekurangan yang muncul pada siklus I. 2) Peneliti harus memperbaiki alokasi waktu untuk setiap poin kegiatan belajar. 3) Siswa perlu lebih dipersiapkan dengan menjelaskan tentang kehadiran supervisor dan adanya pemotretan.
e. Perbaikan rancangan pembelajaran untuk siklus II : Rancangan pembelajaran untuk suklus II disusun berdasarkan hasil refleksi pada siklus I dengan mengacu pada kendala dan masalah yang ditemukan pada siklus I serta usulan dari supervisor dengan tetap menerapkan Pendekatan Kooperatif metode structural teknik Mencari Pasangan pada pembelajarannya. 2.
Pembahasan Siklus II a. Penetapan Skala Penilaian Pada Siklus II Rentang Nilai
Huruf
80 – 100
A
70 – 79
B
Kategori
Frekuensi
Persentase
Sangat Baik
30
70 %
Baik
12
28 %
38
60 – 69
C
Cukup Baik
1
2%
50 – 59
D
Buruk
0
0
10 - 49
E
Sangat Buruk
0
0
b. Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Belajar Siklus II Hasil dari siklus II jumlah anak mencapai ketuntasan 42 anak (98%), sedangkan yang tidak tuntas 1 anak (2 %),nilai rata-rata kelas 84,9. Dari data yang diperoleh bahwa siswa cukup berhasil dalam menguasai materi karena persentase untuk perolehan rentang nilai 80 – 100 mencapai 70 % (kategori sangat baik/A). c. Kendala dan masalah yang muncul dalam pelaksanaan pembelajaran untuk siklus II Pada siklus II masih ada 1 siswa yang masih kesulitan dalam penggunaan bahasa Indonesia secara benar dan santun (secara lisan). Siswa yang masih kesulitan dalam penggunaan bahasa Indonesia secara lisan, dikarenakan hal-hal sebagai berikut : 1) Siswa kurang aktif dalam berdiskusi 2) Siswa dalam berkomunikasi kurang percaya diri
d. Upaya Perbaikan Upaya – upaya guru di dalam mengatasi masalah – masalah tersebut di atas, agar siswa kelas V SD Negeri Bumijawa 02 mampu berkomunikasi memakai bahasa Indonesia secara lisan dengan benar dan santun, guru mewajibkan siswa menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi di sekolah baik di dalam kelas maupun di luar
39
kelas ( kecuali dalam mata pelajaran bahasa daerah). Siswa harus banyak bertanya seandainya mengalami kesulitan dalam penggunaan bahasa Indonesia (baik kepada guru maupun kepada teman ) agar mempunyai banyak perbendaharaan bahasa Indonesia. Siswa juga disarankan agar gemar membaca buku.
40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penerapan pendekatan kooperatif metode struktural dengan teknik mencari pasangan dapat meningkatkan keterampilan berbicara pada SD Negeri Bumijawa 02 kabupaten Tegal. B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, beberapa hal yang sebaiknya di lakukan oleh guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran untuk memperoleh hasil yang memuaskan, di antaranya: 1. Guru perlu mengadakan evaluasi dalam setiap pembelajaran Bahasa Indonesia guru mengetahui kekurangan-kekurangan untuk di perbaiki dan keberhasilan-keberhasilan yang di capai untuk di pertahankan. 2. Guru hendaknya memiliki kemampuan yang baik dalam menganalisa permasalahan yang terjadi dalam suatu pembelajaran Bahasa Indonesia. 3. Guru harus pandai menumbuhkan minat, daya tarik dan motivasi siswa terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya materi berbicara. 4. Guru harus dapat memberi kesempatan siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. 5. Guru hendaknya menggunakan alat peraga / media dalam pembelajaran 6. Guru harus menciptakan lingkungan yang kondusif guna mendukung keberhasilan pembelajaran.
41
DAFTAR PUSTAKA Akhmad Rofi’udin, Darmiyati Zuhdi, 2001 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tingg,. Universiatas Negeri Malang H Martinis Yamin, Gaung Persada Press, Komplek Kejaksaan Agung Blok E1/ 3, Cipayung Ciputat 15419. Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP. Sabarti Akhadiyah M.K, dkk 1991/199. Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan, Bahasa Indonesia I dan III, Depdikbud.Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Sugianto, 2008, Panitia Sertifikasi Guru ( PSG ), untuk Rayon 13 Surakarta. Isjoni, 2009, Cooperatif Learning, Alfabeta Bandung, Marthinis Yamin, 2007,Kiat Membelajarkan siswa, Jakarta,Gaung Persada Press Jakarta Oemar Hamalik, 2009, Proses Belajar Mengajar, Bumi Aksara Jakarta, Sobry Sutikno, 2009, Belajar Dan Pembelajaran, Prospect Bandung, Pupuh Fathurohman, 2009, Strategi Belajar Mengajar, Refika Aditama Bandung Muhammad Arifin, 2009, Meningkatkan Kemampuan Berbicara dengan Pembelajaran Kooperatif Model Struktural pada Siswa Kelas IV SDN Rebalas Grati Pasuruan, diakses pada tanggal 29 Juni 2010 pukul 19.48, dari http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/KSDP/article/view/4557
42
LAMPIRAN CURIKULUM VITAE 1. Nama Lengkap dan Gelar
: Sugiym Margaretta
2. NIP
: 196603201991032011
3. Tempat tanggal lahir
: Klaten,20 Maret 1966
4. Jenis Kelamin
: Perempuan
5. Pangkat Golongan
: Penata, IIIc
6. Jabatan
: Guru SD
7. Alamat Kantor
: SD Negeri Bumijawa 02
8. Alamat Rumah
: Bumijawa RT.03 RW.02 Kabupaten Tegal
9. Riwayat Pendidikan
: a. SD lulus tahun 1979 b. SMP lulus tahun 1982 c. SPG lulus tahun 1985 d. PGSD/D2 lulus tahun 2000
Surakarta, Juni 2010
Peneliti
Sugiyem Margaretta
43
PERSONALIA
Personalia Penelitian terdiri dari : 1.
2.
3.
Nama
: SUGIYEM MARGARETTA
NIM
: X2707023
Pekerjaan
: Guru SD Negeri Bumijawa 02
Sebagai
: Peneliti
Nama
: SUKIRNO
NIM
: 195202011975011001
Pekerjaan
: Kepala Sekolah
Sebagai
: Kepala Sekolah
Nama
: SURATMIN, S.Pd,SD
NIP
: 197007081993031009
Pekerjaan
: Guru SD Negri Bumijawa 02
Sebagai
: Teman Sejawat / Supervisor
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
FOTO PELAKSANAAN SIKLUS I
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
FOTO PELAKSANAAN SIKLUS II
91
92