LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS
PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN MODEL KONTRUKTIVISME PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 1 SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Oleh : SULADI NIM. X8806527
PROGRAM STUDI PJJ S-1 PGSD JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA DESEMBER, 2009
ii HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TINDAKAN KELAS (CLASSROOM ACTION RESEARCH) 1. Judul Penelitian Peningkatan Motivasi Belajar IPA Melalui Penerapan Model Kontruktivisme Pada Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Sragen Tahun Pelajaran 2009/2010 2. a. Mata Pelajaran b. Bidang Kajian IPA SD Kelas IV Semester 1 Desain Pembelajaran dan Strategi Pembelajaran di kelas IV. 3. Peneliti a. Nama b. NIM c. Program Studi d. Jurusan e. Fakultas f. Universitas g. Alamat rumah Nomor telepon/HP E-mail Suladi, A. Ma. X8806527 PJJ S-1 PGSD Ilmu Pendidikan FKIP UNS Surakarta Gunungsari RT.01 RW. 06 Sragen Kulon, Sragen 081546811855
[email protected] 4. Lama Penelitian 6 bulan/dari bulan Juli sampai bulan Desember 2009 5. Biaya yang diperlukan: a. Sumber dari Ditjen Dikti b. Sumber lain, sebutkan Jumlah
Rp Rp Rp
- iii
Sragen, 20 November 2009 Mengetahui Peneliti, Kepala Sekolah
Sugiman, S.Pd. Suladi NIP. 19500911 197501 1 002 NIM. X8806527
Mengetahui a.n. Dekan Pembantu Dekan 1
Prof. Dr. rer.nat. Sajidan, M.Si. NIP. 19660415 199103 1 002
iv HALAMAN PERSETUJUAN Laporan Penelitian Tindakan Kelas dengan Judul PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN MODEL KONTRUKTIVISME PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 1 SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Telah disetujui oleh:
Dosen Pembimbing, Guru Pendamping/Supervisor,
Drs. H. Hadi Mulyono, M.Pd. Sugiman, S.Pd. NIP. 19561009 198012 1 001 NIP. 19500911 197501 1 002
v ABSTRAK Suladi. PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN MODEL KONTRUKTIVISME PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 1 SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2009 / 2010. Penelitian Tindakan Kelas Surakarta, Desember 2009 Tujuan penelitian adalah untuk : (1) meningkatkan motivasi belajar IPA di kelas 4 SD Negeri 1 Sragen melalui penerapan model KONTRUKTIVISME. (2) memaparkan model KONTRUKTIVISME pada mata pelajaran IPA untuk siswa kelas 4 SD Negeri 1 Sragen yang inovatif. Bentuk penelitian ini dengan menggunakan penelitian tindakan kelas yang dikenal dengan class action research yang terdiri dari beberapa siklus. Setiap siklus mempunyai 4 langkah yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Sebagai subyek adalah siswa kelas 4 SD Negeri 1 Sragen yang berjumlah 43 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan hasil tes, dokumentasi, observasi, dan foto dalam pelaksanaan pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tindakan pada siklus 1 dan siklus 2 menunjukkan adanya peningkatan motivasi belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri 1 Sragen dengan dibanding sebelum tindakan. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata motivasi belajar IPA yaitu nilai rata-rata sebelum tindakan adalah 61, nilai rata-rata motivasi belajar IPA pada siklus 1 adalah 74 dan nilai rata-rata motivasi belajar IPA siklus 2 adalah 76.
vi KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya Penelitian Tindakan Kelas ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagai persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan Penelitian Tindakan Kelas ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, disampaikan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Bapak Prof. Dr. rer.nat. Sajidan, M.Si. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Surakarta. 2. Bapak Drs. H. Hadi Mulyono, M.Pd. selaku Ketua Program PJJ S-1 PGSD FKIP UNS Surakarta. 3. Bapak Drs. H. Hadi Mulyono, M.Pd. selaku Pembimbing I. 4. Bapak Drs. H. Kartono, M.Pd. selaku Pembimbing II. 5. Bapak Sugiman, S.Pd. Kepala SD Negeri 1 Sragen, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen selaku Supervisor. 6. Berbagai pihak yang telah mendukung dan memberi motivasi baik dinas terkait maupun lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu. Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa. Walaupun disadari dalam Penelitian Tindakan Kelas ini masih ada kekurangan, namun diharapkan Penelitian Tindakan Kelas ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan dunia sains.
Surakarta,
Desember 2009
vii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL …………………………………………………….. HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………… HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………... ABSTRAK ………………………………………………………………. KATA PENGANTAR …………………………………………………… DAFTAR ISI …………………………………………………………….. DAFTAR TABEL ………………………………………………………..
i ii iv v vi vii ix
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………. DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……………………………………. 1 B. Rumusan Masalah dan Pemecahannya …………………….. 4 C. Tujuan Penelitian ……………………………………………. 4 D. Manfaat Hasil Penelitian ……………………………………. 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori …………………………………………………. 6 B. Kerangka Pikir ………………………………………………. 18 C. Hipotesis Tindakan …………………………………………. 19 BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………….. 20 B. Subjek Penelitian ……………………………………………. 20 C. Metodologi Penelitian ……………………………………… 20 viii BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ……………………………………………… 25 B. Pembahasan …………………………………………………. 34 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………………………………………………… 49 B. Saran ……………………………………………………….. 50 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… LAMPIRAN A. Contoh Perangkat Pembelajaran …………………………... 52 B. Instrumen Penelitian ……………………………………….. 62 C. Personalia Peneliti ………………………………………….. 69 D. Curriculum Vitac Peneliti ………………………………….. 69 E. Data Penelitian ……………………………………………... 70
ix DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Data Nilai Ulangan Harian Belajar IPA Siswa Kelas IV
x xi
51
Sebelum Tindakan ……………………………………………. 26 Tabel 2 Data Nilai Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas IV Siklus 1 ……………………………………………………….. 36 Tabel 3 Data Nilai Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas IV Siklus 2 ……………………………………………………….. 39 Tabel 4 Data Frekuensi Nilai Motivasi Belajar IPA Kelas IV Sebelum Tindakan ……………………………………………. 41 Tabel 5 Data Frekuensi Nilai Motivasi Belajar IPA Kelas IV Siklus 1 ……………………………………………………….. 43 Tabel 6 Data Frekuensi Nilai Motivasi Belajar IPA Kelas IV Siklus 2 ……………………………………………………….. 45 Tabel 7 Nilai Rata-rata Motivasi Belajar IPA Kelas IV Sebelum Tindakan dan Sesudah Tindakan …………………… 47 Tabel 8 Prosentase Jumlah Siswa Yang Mendapat Nilai Kurang Dari 70 dan Sama Atau Lebih Dari 70 ……………………….. 48
x DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Skema Implementasi Model Kontruktivisme ……………….. 17 Gambar 2 Kerangka Berpikir …………………………………………… 18 Gambar 3 Proses Analis Interaktif ……………………………………… 22 Gambat 4 Siklus PTK …………………………………………………… 23 Gambar 5 Grafik Peningkatan Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas IV Sebelum Tindakan …………………………………………… 42 Gambar 6 Grafik Peningkatan Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas IV Siklus 1 ……………………………………………. …………. 44 Gambar 7 Grafik Peningkatan Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas IV Siklus 2 ……………………………………………………….. 46 Gambar 8 Grafik Perbandingan Nilai Rata-rata Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas IV Sebelum Tindakan, Siklus 1, dan Siklus 2 …… 47
DAFTAR LAMPIRAN Halaman A. Contoh Perangkat Pembelajaran Lampiran 1 RPP Model Kuntruktivisme …………………………. 52 Lampiran 2 Lembar Kerja untuk Siswa ………………………….. 59 Lampiran 3 Instrumen Tes/Lembar Evaluasi …………………….. 61 B. Instrumen Penelitian Lampiran 4 Kisi-kisi Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas IV ……… 62 Lampiran 5 Lembar Pengamatan Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas IV ……………………………………… 63 Lampiran 6 Hasil Pengamatan Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas IV ……………………………………… 65 Lampiran 7 Lembar Penilaian Kepala Sekolah/Supervisor ………. 67 C. Personal Peneliti Lampiran 8 Personal Peneliti ………………………………………
69
D. Curriculum Vitae Peneliti Lampiran 9 Curriculum Vitae Peneliti …………………………….
69
E. Data Penelitian Lampiran 10 Pelaksanaan PTK Siklus 1 ……………………………. Lampiran 11 Daftar Hadir Guru/Mahasiswa …………………….... Lampiran 12 Absensi Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Sragen ………. Lampiran 13 Implementasi Kerja Kelompok Belajar Siklus 1 …….. Lampiran 14 Implementasi Evaluasi PTK Siklus 1 ………………..
70 71 72 73 83 xii
Lampiran 15 Hasil Pengamatan Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas IV Siklus 1 …………………………….. 88 Lampiran 16 Penilaian Kepala Sekolah/Supervisor Siklus 1 ………. 90 Lampiran 17 Foto atau Bukti Pelaksanaan PTK Siklus 1 ………….. 91 Lampiran 18 Pelaksanaan PTK Siklus 2 …………………………… 94 Lampiran 19 Daftar Hadir Guru/Mahasiswa ……………………… 95 Lampiran 20 Absensi Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Sragen ………. 96 Lampiran 21 Implementasi Kerja Kelompok Belajar Siklus 2 …… 97 Lampiran 22 Implementasi Lembar Evaluasi PTK Siklus 2 ……… 107 Lampiran 23 Hasil Pengamatan Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas IV Siklus 2 .…………………………… 112 Lampiran 24 Penilaian Kepala Sekolah/Supervisor Siklus 2 ……... 114 Lampiran 25 Foto atau Bukti Pelaksanaan PTK Siklus 2 ………… 115
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah SD Negeri 1 Sragen masuk dalam kategori SD inti di wilayah Sragen Wetan. Sedangkan SD imbasnya terdiri dari SD Negeri 7 Sragen, SD Negeri 16 Sragen, SD Negeri Nglorog 1, SD Negeri Nglorog 2, SD Negeri Nglorog 3, SD Negeri Nglorog 4, SD Negeri Nglorog 5, SDIT AZ Zahra, dan SD Muhammadiyah Sragen. Sekolah-sekolah dasar tersebut telah dikelompokkan menjadi gugus. yaitu membentuk Gugus Garuda di jajaran Unit Pelaksana Teknik Dinas Pendidikan Kecamatan Sragen Kabupaten Sragen. Sistem gugus tersebut dianggap sangat penting dalam pembinaan profesional guru. Namun program-program kegiatan yang telah dirancang pada KKG di gugus tersebut tidak ada tindak lanjutnya. Sehingga para guru jarang sekali mengadakan pertemuan untuk membahas kesulitan-kesulitan atau kendalakendala pada waktu proses pembelajaran di kelas. Berdasarkan hasil pengalaman guru kelas dalam pembelajaran IPA di SD Negeri 1 Sragen, bahwa pembelajaran IPA masih menekankan pada konsep-konsep yang terdapat di dalam buku, dan juga dalam konteks pembelajaran di kelas belum menggunakan pendekatan model pembelajaran yang inovatif. Berbagai pendekatan model pembelajaran yang ada belum diterapkan. Guru-guru di sekolah dasar secara umum masih memilih pembelajaran yang konvensional dan masih menganggap bahwa pembelajaran yang inovatif banyak menyita waktu dalam penerapan di kelas. Guru kelas dalam mengajar IPA sebagian masih mempertahankan urutanurutan dalam buku tanpa memperdulikan kesesuaian dengan kondisi siswa sekarang ini. Hal ini membuat pembelajaran tidak efektif, karena siswa kurang merespon terhadap pelajaran yang disampaikan. Maka pembelajaran 2 semacam ini cenderung menyebabkan kebosanan kepada siswa sehingga pembelajaran tidak bermakna. Pada hal para siswa telah memiliki kemampuan awal yang telah diterima di kelas sebelumnya atau pengalaman yang diperoleh dari lingkungan keluarga maupun di masyarakat. Kemampuan awal siswa ini harus digali agar siswa lebih belajar mandiri dan kreatif, khususnya ketika mereka akan mengkaitkan dengan pelajaran baru. Oleh karena itu peranan guru SD sangat dibutuhkan. Menurut Piet. A. Sahertian (1992) dalam H. Martinis Yamin (2009:103) yang dimaksud dengan peranan guru ialah keterlibatan aktif seseorang dalam suatu proses kerja dalam proses penampilan itu ia tampil sebagai sesuatu yang dimainkan. Peran guru sebagai sumber belajar merupakan peran yang sangat penting. Peran sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan
materi pelajaran. Dikatakan guru yang baik manakala ia dapat menguasai materi pelajaran dengan baik, sehingga benar-benar ia berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya. Sebaliknya dikatakan guru yang kurang baik manakala ia tidak paham tentang materi pelajaran yang diajarkan dan cara menyampaian pelajaran, misalnya menggunakan metode pembelajaran yang monotun, ia sering berceramah sambil duduk di kursi, tidak menggunakan media pembelajaran/media riil, dan tidak mau mendesain pembelajaran yang inovatif. Siswa hanya diberi tugas kemudian guru meninggalkan kelas. Guru mengajar masih menggunakan cara konvensional. Sehingga kelas menjadi gaduh dan pembelajaran tidak bermakna. Maka guru hendaknya menyusun atau mendesain strategi pembelajaran yang efektif dan efesien, guna untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Dari hasil observasi dan juga hasil wawancara dari beberapa guru yang mengajar di kelas 4 SD Negeri 1 Sragen dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut: 1. Siswa kurang memperhatikan penjelasan guru. 3 2. Siswa pada waktu pembelajaran asyik bermain sendiri, sehingga pembelajaran tidak bermakna. 3. Siswa bila diberi tugas tidak segera mengerjakan, karena diajak berbicara dengan temannya sebangku. 4. Siswa kurang berani mengemukakan pendapatnya pada waktu proses pembelajaran. 5. Siswa tidak mau bertanya bila ada kesulitan dalam belajar. 6. Siswa bila mengerjakan tugas dari guru lambat sehingga waktu yang tersedia habis, akhirnya tugas tidak selesai pada jam pelajaran itu. SD Negeri 1 Sragen memiliki media pembelajaran, misalnya SEQIP IPA, KIT IPA, alat peraga Matematika, alat peraga Bahasa Indonesia membaca permulaan, tosur tubuh manusia, VCD pembelajaran Matematika, IPA, IPS, OHV Proyektor, LCD Proyektor, VCD-VCD pembelajaran interaktiv ITC. Namun media-media pembelajaran tersebut jarang digunakan dalam proses pembelajaran. Media-media pembelajaran tersebut disimpan dalam almari kaca/kardus di perpustakaan. Pada waktu siswa didik mengunjungi ruang perpustakaan, ada siswa didik yang mengamati mediamedia pembelajaran tersebut sambil mengatakan dengan temannya. “Bagaimana cara menggunakan alat ini, ya ?”, teman sebaya pun menjawabnya tidak tahu. Dari uraian tersebut di atas, dapat diidentifikasi permasalahan tentang media pembelajaran sebagai berikut: 1. Media pembelajaran yang ada di SD Negeri 1 Sragen disimpan di almari kaca hanya sebagai pajangan dan jarang digunakan dalam proses pembelajaran. 2. Siswa belum melakukan kegiatan eksplorasi pada proses pembelajaran terkait media pembelajaran yang jarang digunakan. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk pemecahan masalah dan belajar menjadi bermakna adalah menggunakan pendekatan pembelajaran
model KONTRUKTIVISME. Dengan model pembelajaran ini, diharapkan 4 dalam proses pembelajaran siswa dapat menggunakan media pembelajaran/benda riil. Sehingga siswa mampu bereksplorasi melalui proses pembelajaran, akhirnya siswa dapat menemukan sendiri, menyimpulkan, dan merefleksi hasil pengalaman yang mereka pelajari selama ini. Namun pendekatan pembelajaran model KONTRUKTIVISME masih belum dikenal di sekolah SD Negeri 1 Sragen sehingga guru belum pernah menggunakan pendekatan ini. Dengan mempertimbangkan usaha-usaha agar siswa dapat belajar sambil bermain serta berkolaborasi sesama teman, menyenangkan, dan memperoleh manfaat besar sesuai dengan kebutuhan kurikulum maka perlu dilakukan penelitian tentang peningkatan motivasi belajar IPA melalui penerapan model KONTRUKTIVISME pada siswa kelas 4 SD Negeri 1 Sragen. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana tersebut di depan, maka rumusan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah penerapan model kontruktivisme dapat meningkatkan motivasi belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri 1 Sragen ? 2. Kendala apa yang ditemui dalam penggunaan model kontruktivisme untuk meningkatkan motivasi belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri 1 Sragen ? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya: Pengaruh peningkatan motivasi belajar IPA melalui penerapan Model Kontruktivisme pada siswa kelas 4 SD Negeri 1 Sragen. F. Manfaat Hasil Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian secara teoritis diharapkan dapat memberikan solusi yang berarti bagi pengembang pendidikan dan ilmu pengetahuan khususnya 5 yang berkaitan dengan Peningkatan Motivasi Belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Melalui Penerapan Model Kontruktivisme untuk bahan acuan penelitian yang akan datang. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Bermanfaat menentukan solusi untuk meningkatkan motivasi belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan menggunakan Model Kontruktivisme. b. Bagi Siswa Bermanfaat untuk meningkatkan motivasi dalam belajar Ilmu Pengetahuan Alam. c. Bagi Sekolah Guru-guru SD Negeri 1 Sragen dapat termotivasi untuk melaksanakan model konstruktivisme sebagai strategi pembelajaran yang inovatif,
dengan memanfaatkan media-media pembelajaran yang ada. Untuk meningkatkan mutu dan prestasi siswa. 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori Teori pendukung yang tepat/relevan yang mendasari dalam menyelesaikan masalah PTK : 1. Motivasi Belajar a. Hakekat Motivasi 1) Pengertian Motivasi Istilah motivasi berasal dari bahasa latin movere yang bermakna bergerak, istilah ini bermakna mendorong, mengarahkan tingkah laku manusia. Motivasi berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterprestasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu. Menurut Mc. Donald dalam Iskandar (2009:184), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan di dahului dengan tanggapan adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan oleh Mc. Donald ini mengandung tiga elemen/ciri pokok dalam motivasi itu, yakni motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi, ditandai dengan adanya feeling dan dirangsang karena adanya tujuan. Namun pada intinya bahwa motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam 7
kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, motivasi adalah a) Dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. b) Usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan
perbuatannya. Atkinson dalam Hamzah B. Uno (2008:8) mengemukakan bahwa kecenderungan sukses ditentukan oleh motivasi, peluang, serta intensif; begitu pula sebaliknya dengan kecenderungan untuk gagal. Motivasi dipengaruhi oleh keadaan emosi seseorang. Guru dapat memberikan motivasi siswa dengan melihat suasana emosional siswa tersebut. Menurutnya, motivasi berprestasi dimiliki oleh setiap orang, sedangkan intensitasnya tergantung pada kondisi mental orang tersebut. Berdasarkan teori-teori motivasi yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan, motivasi adalah dorongan seseorang untuk melakukan suatu tindakan yang diikuti tingkah laku, ditandai adanya perubahan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 2) Dasar-dasar Pemberian Motivasi Petunjuk praktis yang perlu dilakukan oleh guru (pendidik) dalam membangkitkan motivasi siswa (peserta didik) belajar di kelas, sebagai berikut: 8
a) Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan indikator yang akan dicapainya kepada siswa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar. b) Hadiah/Reward. Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa menjadi siswa yang berprestasi. c) Saingan/kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya. berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya. d) Pujian. Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun. e) Hukuman. Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya. f) Membangkitkan dorongan kepada siswa didik untuk belajar. Strategi nya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik. g) Membentuk kebiasaan belajar yang baik. h) Membantu kesulitan belajar siswa didik secara individual maupun kelompok. i) Menggunakan metode yang bervariasi. j) Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan
pembelajaran. 9
b. Hakekat Belajar 1) Pengertian Belajar Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, ketrampilan, dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat. Belajar, sebagai karakteristik yang membedakan manusia dengan makhluk kain, merupakan aktivitas yang selalu dilakukan sepanjang hayat manusia, bahkan tiada hari tanpa belajar. Dengan demikian, belajar dapat membawa perubahan bagi si pelaku, baik perubahan pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan. Dengan perubahan -perubahan tersebut, tentunya si pelaku, juga akan terbantu dalam memecahkan permasalahan hidup dan bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar memilki arti “berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Di sini, usaha untuk mencapai kepandaian atau ilmu merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya mendapatkan ilmu atau kepandaian yang belum dipunyai sebelumnya. Sehingga dengan belajar itu manusia menjadi tahu, memahami, mengerti, dapat melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu (Fudyartanto, 2002). Sedangkan menurut Hilgrad dan Bower (Fudyartanto, 2002) dalam H. Baharuddin, (2008:13), belajar (to lern) memiliki arti: 1) to gain knowledge, comprehension, or mastery of trough experience or study, 2) to fix in the mind or memory, memorize, 3) to acquaire trough experience, 4) to become in forme of to find out. Menurut definisi tersebut, belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui 10
pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan. Dengan demikian, belajar memiliki arti dasar adanya aktivitas atau kegiatan dan penguasaan tentang sesuatu. 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal meliputi faktor fisiologis dan psikologis. a) Faktor Fisiologis Faktor fisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. b) Faktor Psikologis Faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang mempengarui belajar. 3) Ciri-ciri belajar Dari beberapa definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan adanya beberapa ciri-ciri belajar, yaitu: a) Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku. b) Perubahan perilaku. c) Perubahan tingkah laku tidak harus dapat segera diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung. d) Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman. e) Pengalaman atau latihan itu dapat memberi pengaruh. c. Motivasi Belajar Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling memengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan 11
(reinforced practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keingingan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik. Tetapi harus diingat, kedua faktor tersebut disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktivitas belajar yang lebih giat dan semangat. Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Hal itu mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil. 2) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar. 3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan. 4) Adanya penghargaan dalam belajar. 5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar. 6) Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan baik.
(Hamzah B. Uno, 2008:23) Secara umum munculnya motivasi seseorang individu disebabkan adanya hirarki kebutuhan (need). Kebutuhan akan pembelajaran bagi seseorang yang menyebabkan seseorang berusaha untuk menyelenggarakan kegiatan untuk mencapai tujuan pembelajaran, untuk mencapai tujuan diperlukan proses pembelajaran. 12
Dengan demikian, motivasi belajar merupakan kekuatan yang mendorong seseorang siswa (peserta didik) dan guru (pendidik) melakukan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. 2. Strategi Pendidik Memotivasi Siswa Didik untuk Belajar Beberapa strategi motivasi yang dapat dilakukan dalam pembelajaran sebagai berikut: a. Memberikan penghargaan dengan menggunakan kata-kata seperti ucapan bagus sekali, hebat, dan menakjubkan. b. Memberikan nilai ulangan sebagai pemacu hasil yang diperolehnya. c. Menumbuhkan dan menimbulkan rasa ingin tahu dalam diri siswa. d. Mengadakan permainan dan menggunakan simulasi. e. Menumbuhkan persaingan dalam diri siswa didik. f. Memberikan contoh yang positif, artinya dalam memberikan pekerjaan kepada siswa didik guru tidak dibenarkan meninggalkan ruangan kelas untuk melaksanakan pekerjaan lainnya. g. Penampilan guru: penampilan guru yang menarik, bersih, rapi, dan sopan serta tidak berlebihan akan memotivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Menurut Sardiman (2003) dalam Iskandar, (2009:192): Kegiatan belajar sangat memerlukan motivasi. Motivation is an assential condtion of learning. Hasil belajar akan menjadi optimal, kalau ada motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran yang dipelajarinya. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi para siswa (peserta didik). 3. Belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Secara ringkas dapat dikatakan IPA merupakan usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat (correct) 13
pada sasaran, serta menggunakan prosedur yang benar (true), dan dijelaskan dengan penalaran yang sahih (valid) sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul (truth). Jadi, IPA mengandung tiga hal: proses (usaha manusia memahami alam semesta), prosedur (pengamatan yang tepat dan prosedurnya benar), dan produk (kesimpulannya betul). Proses belajar siswa sesungguhnya mirip dengan yang dilakukan
para ilmuwan IPA, yaitu melalui pengamatan dan percobaan. Penelitian IPA adalah penelitian empiris. Siswa Sekolah dasar juga belajar IPA melalui investigasi yang mereka lakukan sendiri. Jika pengalamannya tidak memadai, maka pemahamannya juga tidak lengkap. Investigasi merupakan cara normal bagi siswa yang belajar. Belajar Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar mencangkup materi pembelajaran tentang unsur pengetahuan alam, teknologi, lingkungan, dan masyarakat. a. Tujuan pembelajaran IPA: Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaanNya. 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadarn tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. 4) Mengembangkan ketampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan maslah dan membuat keputusan. 5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam. 14
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. b. Strategi Pembelajaran IPA Strategi pembelajaran IPA yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi pembelajaran kolaboratif. Kolaboratif merupakan kegiatan kerjasama yang setiap siswa menyumbangkan kemampuan masing-masing. Dengan kolaboratif siswa dapat menumbuhkan peningkatan kemandirian, kolaboratif, dan motivasi diri di dalam lingkungan belajarnya. c. Media Pembelajaran IPA Media pembelajaran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran, oleh karena itu sebelum proses pembelajaran dilaksanakan seorang guru seharusnya sudah merencanakan dan menyiapkan media apa akan dipergunakan dalam pembelajaran tersebut. Oleh karenanya dalam perencanaan pembelajaran harus dicantumkan daftar kebutuhan media, yang berisi daftar alat, benda, dan media lain yang akan digunakan disertai dengan keterangan jumlah dan jenisnya
d. Evaluasi Pembelajaran IPA Pre test adalah salah satu jenis alat evaluasi yang digunakan guru sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Postest adalah jenis alat evaluasi yang digunakan guru setelah kegiatan pembelajaran dilaksanakan.
15
5. Tinjauan Tentang Model Kontruktivisme a. Pengertian Model Kontruktivisme Konstruktivisme adalah suatu pendekatan terhadap belajar yang berkeyakinan bahwa orang secara aktif membangun atau membuat pengetahuannya sendiri dan realitas ditentukan oleh pengalaman orang itu sendiri pula. Dengan kata lain, manusia tak kenal objektif., kenyataan yang benar merupakan bagian dari interpretasi mereka sendiri tentang hal itu karena semua pengetahuan disaring dan diinterpretasi berdasarkan pengalaman yang lampau dan apa yang telah diketahui. Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer begitu saja dari pikiran yang pempunyai pengetahuan ke pikiran orang yang belum mempunyai pengetahuan. Bahkan bila seorang guru bermaksud mentransfer konsep, ide, dan pengertiannya kepada seorang murid, pemindahan itu harus diinterprestasikan dan dikontruksikan oleh si murid lewat pengalamannya (Glasersfeld dalam Bettencourt, 1989) dalam Paul Suparno (1997:20) b. Alasan Penerapan Kontruktivisme Alasan penerapan Model Kontruktivisme adalah 1) Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkontruksikan pengetahuan di benak sendiri. Siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi komplek ke situasi lain. 2) Guru tidak begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswalah yang aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri. Cara membangun pengetahuan sedikit demi sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. 16
3) Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep-konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil atau diingat. Siswa didik harus mengontruksikan pengetahuan itu dan memberi makna
melalui pengalaman nyata. 4) Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkontruksi”, bukan “menerima” pengetahuan. c. Implementasi Model Kontruktivisme Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996:20) dalam Labisi Lapono (2008:29) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki peserta didik, (5) mendorong peserta didik untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu pada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan peserta didik dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan peserta didik dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, peserta didik lebih didorong untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui kegiatan asimilasi dan akomodasi. 17
Gambar 1 Skema Implementasi Model Kontruktivisme
18
B. Kerangka Pikir Kerangka berpikir pada dasarnya merupakan arahan penalaran untuk dapat menemukan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan. Maka karangka berpikirnya dapat dibuat sebuah bagan/skema, agar peneliti mempunyai gambaran yang jelas dalam melakukan penelitian.
Gambar 2 Kerangka Berpikir
1. 2. 3. 4.
Kondisi Awal : Siswa mengalami kesulitan belajar IPA. Rendahnya motivasi belajar IPA. Siswa hanya menerima ilmu pengetahuan, pasif, textbooks. Kurang tepatnya pemilihan strategi pembelajaran. 19
Tindakan melalui penerapan Model Kontruktivisme: 1. Guru memberi motivasi. 2. Guru menyampaikan pembelajaran dengan model Kontruktivisme untuk meningkatkan motivasi belajar IPA. 3. Siswa belajar IPA dengan model Kontruktivisme. Kondisi Akhir: 1. Motivasi siswa untuk belajar IPA tinggi. 2. Senang aktif, kreatif, dan senang mengikuti pembelajaran IPA. 3. Hasil nilai meningkat. C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan perumusan masalah, kajian teori, dan kerangka berpikir di atas maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut: Penerapan Model Kontruktivisme dapat meningkatkan motivasi belajar IPA pada siswa kelas 4 SD Negeri 1 Sragen. 20 BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kelas 4 SD Negeri 1 Sragen, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen beralamat di Jalan Raya Sukowati 435, Telepon (0271) 894465 Sragen 57214. 2. Waktu Penelitian Rencananya tahap persiapan hingga pelaporan hasil pengembangan akan dilakukan selama 6 bulan, yakni mulai bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2009. Tahap perencanaan dilaksanakan pada bulan Juli, pelaksanaan pada bulan Agustus, sedangkan tahap pelaporan pada bulan September s.d. Desember 2009 B. Subjek Penelitian 1. Subjek penelitian adalah siswa kelas 4 SD Negeri 1 Sragen tahun pelajaran 2009/2010.
2. Objek penelitian adalah Peningkatan Motivasi Belajar IPA Melalui Penerapan Model Kontruktivisme. C. Metodologi Penelitian 1. Teknik Pengumpulan Data Untuk mengetahui keakuratan data dan relevansinya dengan bentuk penelitian maka penelitian menggunakan teknik pengumpulan data yaitu dokumen, observasi, tes hasil belajar (berupa soal-soal lembar pengamatan motivasi belajar IPA yang disajikan guna mengetahui nilai motivsi siswa dalam pembelajaran IPA. Lembar Pengamatan lampiran 5. Alat perekam /kamera foto digunakan dalam penelitian karena bisa membantu di dalam pengumpulan data terutama untuk memperjelas pengumpulan data pada 21 saat tindakan pada siklus 1 dan siklus 2 pembelajaran IPA dengan model Kontruktivisme. 2. Validitas Data Cara untuk mengembangkan validitas data penelitian. Trianggulasi merupakan cara yang paling umum digunakan bagi peningkatan validitas data dalam penelitian. Trianggulasi yang digunakan yaitu: a. Trianggulasi data b. Tianggulasi sumber c. Trianggulasi metode Validitas data PTK ini menggunakan: a. Trianggulasi data yaitu data yang sama akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. b. Trianggulasi sumber yaitu mengkrocekkan data yang diperoleh dengan informasi atau nara sumber yang lain baik dari siswa, guru lain atau pihak-pihak terkait (Kepala Sekolah, rekan guru, orang tua/wali murid) c. Tranggulasi metode yaitu mengumpulkan data dengan metode yang berbeda agar hasilnya lebih mantap (metode observasi, tes) sehingga didapat hasil yang akurat mengenai subyek. 3. Analisis data Dalam penelitian tindakan kelas, teknik analisis data pada umumnya adalah teknik diskriptif , antara lain rata-rata persentase dan sebagainya. Pada teknik diskriptif pada umumnya ada 3 langkah, yaitu: (1) reduksi data, (2) penyajian data, (3) menarik kesimpulan dan verifikasi. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pengklasifikasian, pengurangan, dengan membuang yang tidak perlu, penyederhanaan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari lapangan. Penyajian data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi yang memberikan kemungkinan 22 adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Lebih jelasnya lihat skema analisis diskriptif sebagai berikut:
Gambar 3 Proses Analisis Interaktif 4. Indikator kinerja Penelitian dikatakan berhasil jika indikator kinerja dengan peningkatan motivasi belajar siswa kelas 4, dapat terdorong melakukan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan nilai motivasi belajar IPA di atas nilai rata-rata 65. 5. Prosedur Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metodologi class action research mengacu pada panduan E-Tugas Akhir PJJ S-1 PGSD (Sukamto, 2009:6). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan suatu penelitian bersiklus yang dilakukan oleh guru berdasarkan permasalahan riil yang ditemui di kelas. Dari prosedur penilaian di atas dapat digambarkan dalam alur siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sebagai berikut:
Reduksi Data Pengumpulan Data Penarikan Kesimpulan Sajian Data 23
Gambar 4 Siklus PTK Adapun penjelasan alur siklus PTK adalah: a. Perencanaan (Plan) Meliputi membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), memberi informasi kepada peserta didik tentang pembagian kelompok belajar serta penataan formasi tempat duduk peserta didik (siswa), menyiapkan bahan pembelajaran dan media pembelajaran, penyampaian materi pembelajaran, membagi lembar kerja kelompok, siswa mengerjakan lembar kerja/tugas kelompok dengan berdiskusi kelompok, siswa menyampaikan hasil tugas kelompok, evaluasi (berupa soal-soal lembar pengamatan motivasi belajar IPA yang disajikan guna mengetahui nilai motivasi siswa dalam pembelajaran IPA, refleksi, dan penilaian. 24 Perencanaan tersebut di atas selengkapnya tersusun dalam implementasi RPP (lampiran 1). b. Tindakan (Action) / Kegiatan, mencakup : Siklus I, meliputi : Kegiatan awal, Kegiatan Inti, dan Kegiatan Akhir. 1) Pembuatan skenario pembelajaran model kontruktivisme yang berisikan langkah-langkah kegiatan dalam pembelajaran, serta bentuk-bentuk kegiatan yang akan dilakukan. 2) Penyediaan sarana pembelajaran yang mendukung terlaksananya tindakan. 3) Pembuatan instrumen penelitian. 4) Pelaksanaan simulasi tindakan. Siklus II: 1) Apabila pada Siklus I belum tercapai hasil yang diharapkan, maka diperlukan langkah lanjutan pada Siklus II. 2) Untuk langkah lanjutan tetap mengacu pada kegiatan Siklus I. 3) Apabila dalam Siklus 1 tersebut di atas sudah mendekati sempurna menurut peneliti maka tidak dilaksanakan siklus berikutnya. c. Observasi Objek observasi adalah siswa kelas 4 SD Negeri 1 Sragen. Cara pengamatannya adalah peneliti secara kolaborasi dengan guru pembimbing/supervisor mengamati secara langsung di ruang kelas 4 SD Negeri 1 Sragen Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen. d. Analisis dan Refleksi, dimana perlu adanya pembahasan antara siklussiklus tersebut untuk dapat menentukan kesimpulan atau hasil dari penelitian. 25 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Situasi Kondisi Kelas 4 SD Negeri 1 Sragen
Siswa kelas 4 SD Negeri 1 Sragen terdiri dari laki-laki 16 dan perempuan 27, sehingga jumlah siswa seluruhnya adalah 43 siswa. Situasi siswa kelas 4 SD Negeri 1 Sragen tahun pelajaran 2009/2010 sebagai berikut: a. Situasi siswa kelas 4 di dalam kelas: 1) Pada waktu guru menyampaikan materi pembelajaran: ada siswa yang diam memperhatikan, ada siswa yang memperhatikan penjelasan guru tetapi sambil berbicara dengan teman sebangku, ada siswa asyik bermain sendiri pada waktu pembelajaran, ada siswa yang aktif bertanya, ada siswa yang menulis keterangan dari guru, ada siswa yang menyambung/menyaut penjelasan guru dengan alur kalimat yang disampaikan tidak sesuai situasi pembelajaran sehingga membuat lelucon teman-teman se kelas tetapi siswa itu merasa senang. 2) Dengan jumlah 43 siswa, situasi pembelajaran ramai/bising dan guru sulit menguasai kelas. b. Situasi siswa kelas 4 di luar kelas waktu istirahat: 1) Kebanyakan siswa kelas 4 pada waktu istirahat 15 menit, langsung menuju kantin sekolah untuk jajan. 2) Setelah jajan baru bermain-main di halaman sekolah berbaur mencari pasangan untuk bermain. 3) Kalau saya amati pada waktu istirahat tidak ada siswa yang menyendiri, semua bersosialisasi. 4) Bagi siswa yang tidak jajan biasanya menuju ke perpustakaan SD untuk membaca-baca buku perpustakaan. 26 2. Deskripsi Permasalahan Penelitian Berdasarkan hasil observasi dan sebelum penelitian dilaksanakan di kelas 4 SD Negeri 1 Sragen bahwa KKM mata pelajaran IPA adalah 63. Sedangkan perolehan nilai ulangan harian atau nilai formatif pada mata pelajaran IPA Semester 1 tahun pelajaran 2009/2010 di kelas 4 masih di bawah rata-rata nilai KKM adalah sebagai berikut: Tabel 1 Data Nilai Ulangan Harian Belajar IPA Siswa Kelas IV Nomor Nama Sebelum Tindakan Urut Induk 1 4258 Raka Yudha Perm 53 2 4263 Shahnas Guruh A 55 3 4282 Ana Amirul Khotimah 60 4 4283 Anissa Wahyu.U 60 5 4284 Ayu Oktavia 60 6 4285 Alifiah Rustri. P 62 7 4286 Aprilia Saputri 60 8 4287 Alma Nur Hazizah 60
9 4288 Afifah Candra Novia 65 10 4289 Berliana Sholekhah 62 11 4290 Dhimas Ikmal G. 58 12 4291 Ditya Nur Nanda 60 13 4292 Disma Damayanti 60 14 4293 Etika Uswatun C. 63 15 4294 Elys Putri Karisma 60 16 4295 Hanifa Nur Fadhila 65 17 4296 Halimah Fajar Febri 65 18 4297 Halimah Riyan Febri 65 19 4298 Imam Haidar. P 60 20 4299 Ihmawati Nurlaily 65 21 4300 Ignatius Adi Wijaya 60 22 4301 Istiana Novi. A 60 23 4302 Irfan Prasetyo 62 24 4303 Millenia Firda Juang 65 25 4304 Muliawan Prasetya 60 26 4305 Pramuditya Wicak. 60 27 4306 Puru Hasan Arifai 65 28 4307 Qori Mutmainah Aziz 60 29 4308 Risma Agustina DW 60 30 4309 Raihan Renggi. S 60 27 31 4310 Rahmadin Akbar J. 65 32 4311 Rizka Nur Rahmawati 60 33 4312 Rahmawati 60 34 4313 Rayhan Arif Krishna 62 35 4314 Rima Rivanka. M 65 36 4315 Sukris Giyanti 60 37 4316 Sabrina Nur Rahma 62 38 4318 Widhang Windhu W. 63 39 4319 Yonathan Hut Ri 60 40 4320 Melin Adi Wijaya 60 41 4379 Liko Mahendra Putra 55 42 4463 Denny Hartanto 60 43 4464 Caroline Ve Humble 63 Rata-rata Kelas 61 Data nilai belajar IPA yang masih di bawah KKM sebanyak 31 siswa atau dalam prosentase 72 %. Sedangkan nilai belajar IPA yang telah tuntas berdasarkan nilai KKM sebanyak 12 siswa atau dalam prosentase 28 %. Dari hasil pengamatan itu menunjukkan bahwa dalam belajar IPA mengalami hambatan atau kesulitan. Hambatan atau kesulitan siswa untuk belajar IPA ada beberapa hal penyebabnya antara lain pembelajaran monoton (tidak variasi) siswa mudah bosan, banyak ceramah, pemilihan media dan model pembelajaran kurang tepat, penanaman konsep belajar
tidak tepat, sehingga siswa tidak ada motivasi belajar untuk mengikuti pembelajaran IPA, akhirnya hasil belajar kurang maksimal dan belum tuntas. Peniliti menyusun permasalahan dan mencari solusinya. Mengacu dari kenyataan tersebut di atas, maka peneliti mengadakan konsultasi dengan Kepala SD Negeri 1 Sragen untuk mengatasi hambatan dan kesulitan belajar IPA kelas 4. Adapun caranya mengadakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan kajian Peningkatan Motivasi Belajar IPA Melalui Penerapan Model Montruktivisme pada Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Sragen. 28 3. Pelaksanaan Pembelajaran PTK siklus 1: Pelaksanaan pembelajaran untuk siklus 1 dilaksanakan pada hari Kamis, 5 November 2009 mulai pukul 09.00-10.10 di kelas 4 SD Negeri 1 Sragen, yang beralamat Jalan Raya Sukowati 435, Telepon (0271) 894465 Sragen 57214. Adapun tahap-tahap pelaksanaannya adalah sebagai berikut: a. Tahap Persiapan/Pra Kegiatan: 1) Mempersiapkan / print out RPP Model Pembelajaran Kontruktivisme IPA Kelas 4 Semester 1. 2) Menyiapkan bahan pembelajaran dan media pembelajaran. 3) Menyiapkan lembar kerja kelompok siswa. 4) Menyiapkan lembar pengamatan siswa. 5) Menyiapkan instrumen tes/lembar evaluasi. 6) Menyiapkan instrumen penelitian PTK untuk Supervisor. 7) Penataan formasi tempat duduk untuk kerja kelompok. 8) Membagi siswa dalam kelompok atau menjadi 5 kelompok. b. Tahap Tindakan (Action) / Kegiatan: Siklus I, dimulai pukul 09.00-10.10 meliputi : Kegiatan awal, Kegiatan Inti, dan Kegiatan Akhir. Adapun uraian kegiatan adalah sebagai berikut: 1) Kegiatan Awal/Fase Start (Fase 1) : 10 menit Pada kegiatan awal ini, guru memaparkan bahan pembelajaran dengan menggunakan LCD Proyektor dan Laptop yang telah disetting dengan program power point. Guru memberikan apersepsi dengan memaparkan gambar organ tubuh manusia. Melalui paparan ini, Guru memulai dengan pertanyaan umum, misal: Apa saja anggota organ tubuh kita? Sambil memberikan pertanyaan, guru memberi motivasi kepada siswa. Diharapkan dengan memberi motivasi ini siswa mempunyai keberanian dan percaya diri untuk menjawab bertanyaan dari guru. 29 Dengan mengacungkan jari siswa menjawab pertanyaan guru secara bergantian. Kemudian guru memberikan suatu permasalahan yang disesuaikan dengan topik materi pembelajaran :
a) Mengapa apabila kita mencium aroma yang menyengat hidung kita langsung bersin ? (Sambil memberikan pertanyaan, guru memberi motivasi kepada siswa) b) Kemudian siswa mulai berpikir mencari jawabannya, namun siswa masih ragu, tidak berani menjawab. c) Karena masalah tidak terjawab kemudian guru memperkenalkan alat indera pencium/hidung dengan menggunakan media pembelajaran dengan paparan LCD Proyektor. Siswa memperhatikan/mengamati alat indera pencium/hidung melalui media pembelajaran. d) Guru berusaha membuat siswa menemukan berbagai aturan atau definisi dan menetapkan sebuah kegiatan yang memungkinkan siswa untuk melakukan hal itu. 2) Kegiatan Inti / Fase Eksplorasi (Fase 2) : 35 menit Pada kegiatan inti ini, posisi siswa telah menempati meja kelompok sesuai dengan kelompok masing-masing ( guru telah membagi menjadi 5 kelompok) Guru membagi media riil/kongkrit yang berupa 10 buah bungkusan dari kertas tisu yang telah dimasukkan dalam plastik klip. Masing-masing bungkusan diberi kode A, B, C, D, E, F, G, H, I, dan J. Pada saat guru membagi bungkusan tersebut, mungkin dalam bathin siswa bertanya, apa isi bungkusan tersebut. Kemudian guru membagi lembar kerja kelompok. Masing-masing kelompok kemudian membaca lembar kerja. Setelah dipahami langkah-langkahnya, anggota kelompok (siswa) mendemontrasikan dengan mencium/membahu bungkusan A secara bergantian. 30 Setelah semua anggota kelompok mencium/membau bahan A, kelompok tersebut berdiskusi mengidentifikasi bau yang berasal dari bahan A. Hasil dari berdiskusi dapat menentukan bahwa bahan A berisi bawang putih. Jawaban tersebut kemudian ditulis pada Tabel Hasil Pengujian Indra Pembau/Hidung yang tersedia pada lembar kerja kelompok. Begitu seterusnya sampai bahan berikutnya. Posisi guru/peneliti berperan sebagai moderator: Guru memandu, memantau dan mendekati masing-masing kelompok siswa. Apabila ada siswa yang kesulitan mengidentifikasi benda riil tersebut, guru memberi motivasi agar siswa tetap bersemangat. Pada proses kegiatan inti ini, Peneliti mengamati kerja kelompok siswa yang terdiri dari 5 kelompok dengan menggunakan blangko pengamat. Dari pengamatan peneliti bahwa semua siswa terlibat aktif melakukan demonstrasi (mencium/membau benda), mengidentifikasi, berdiskusi, membuat hipotesis, dan membuat kesimpulan. 3) Kegiatan Akhir / Fase Refleksi (Fase 3) : 25 menit Selama fase ini, murid diminta untuk menengok kembali kegiatan itu
dan menganalisis serta mendiskusikan apa yang telah mereka kerjakan. Guru memaparkan pertanyaan melalui program Microsoft Word yang telah dirancang dengan media LCD Proyektor untuk mencatat hasil refleksi. Guru dalam memberi pertanyaan mengaitkan ekplorasi itu dengan konsep kata kunci yang sedang diekplorasikan. Siswa menanggapi apa yang diminta guru dan masing-masing kelompok berdiskusi untuk memberi komentar hasil kerja. Fase Aplikasi dan Diskusi (Fase 4), Guru meminta seluruh kelas untuk mendiskusikan berbagai temuan dan masing-masing siswa 31 dalam kelompok untuk melaporkan hasil temuannya. Langkah berikutnya hasil temuannya diidentifikasi oleh guru atau murid. Akhirnya siswa bersama guru menarik kesimpulan dan dicatat hasil kesimpulannya. 4. Pelaksanaan pembelajaran untuk Siklus 2: Pelaksanaan pembelajaran untuk siklus 2 dilaksanakan pada hari Kamis, 12 November 2009 mulai pukul 07.00 – 08.10 di kelas 4 SD Negeri 1 Sragen, yang beralamat Jalan Raya Sukowati 435, Telepon (0271) 894465 Sragen 57214. Adapun tahap-tahap pelaksanaannya adalah sebagai berikut: a. Tahap Persiapan/Pra Kegiatan: 1) Mempersiapkan/print out RPP Model Pembelajaran Kontruktivisme IPA Kelas 4 Semester 1, yang telah dirancang. 2) Menyiapkan bahan pembelajaran dan media pembelajaran. 3) Menyiapkan lembar kerja kelompok siswa. 4) Menyiapkan lembar pengamatan siswa, 5) Menyiapkan instrumen tes/lembar evaluasi. 6) Menyiapkan instrumen penelitian PTK untuk Supervisor. 7) Penataan formasi tempat duduk untuk kerja kelompok. 8) Membagi siswa dalam kelompok atau menjadi 5 kelompok. b. Tahap Tindakan (Action) / Kegiatan: Siklus 2, dimulai pukul 07.00 – 08.10 meliputi : Kegiatan awal, Kegiatan Inti, dan Kegiatan Akhir. Adapun uraian kegiatan adalah sebagai berikut: 1) Kegiatan Awal/Fase Start (Fase 1) : 10 menit Pada kegiatan awal ini, guru memaparkan bahan pembelajaran dengan menggunakan LCD Proyektor dan Laptop yang telah disetting dengan program power point. Guru memberikan apersepsi dengan memaparkan gambar organ tubuh manusia. Melalui paparan ini, Guru memulai dengan pertanyaan umum, misal: 32 Sebutkan dan tunjukkan panca indera yang terdapat pada tubuh
kita? Sambil memberikan pertanyaan, guru memberi motivasi kepada siswa. Diharapkan dengan memberi motivasi ini siswa mempunyai keberanian dan percaya diri untuk menjawab bertanyaan dari guru. Dengan mengacungkan jari siswa menjawab pertanyaan guru secara bergantian. Kemudian guru memberikan suatu permasalahan yang disesuaikan dengan topik materi pembelajaran : a) Anak-anak kita sering merasakan bau-bau/aroma yang ada di sekitar kita baik bau yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan. Dapatkah anak-anak mengidentifikasi atau membedakan bau-bau/aroma bersumber dari bahan apa? Coba ambilah salah satu benda yang ada di sekitarmu itu! Ciumlah benda tersebut! Adakah aroma/bau yang bersal dari benda tersebut? Mengapa indera pembau kita mampu merasakan bau-bau/aroma yang berasal dari benda-benda yang ada di sekitar kita? (Sambil memberikan pertanyaan, guru memberi motivasi kepada siswa) b) Kemudian siswa mulai berpikir mencari jawabannya, namun siswa masih ragu, tidak berani menjawab. c) Karena masalah tidak terjawab kemudian guru memperkenalkan alat indera pencium/hidung dengan menggunakan media pembelajaran dengan paparan LCD Proyektor. Siswa memperhatikan/mengamati alat indera pencium/hidung melalui media pembelajaran. d) Guru berusaha membuat siswa menemukan berbagai aturan atau definisi dan menetapkan sebuah kegiatan yang memungkinkan siswa untuk melakukan hal itu.
33 2) Kegiatan Inti / Fase Eksplorasi (Fase 2) : 35 menit Pada kegiatan inti ini, posisi siswa telah menempati meja kelompok sesuai dengan kelompok masing-masing ( guru telah membagi menjadi 5 kelompok). Guru membagi media riil/kongkrit yang berupa 10 buah bungkusan dari kertas tisu yang telah dimasukkan dalam plastik klip. Masing-masing bungkusan diberi kode A, B, C, D, E, F, G, H, I, dan J. Pada saat guru membagi bungkusan tersebut, mungkin dalam bathin siswa bertanya, apa isi bungkusan tersebut. Kemudian guru membagi lembar kerja kelompok. Masing-masing kelompok kemudian membaca lembar kerja. Setelah dipahami langkah-langkahnya, anggota kelompok (siswa) mendemontrasikan dengan mencium/membahu bungkusan A s.d. J secara bergantian. Setelah semua anggota kelompok mencium/membau bahan A, kelompok tersebut berdiskusi mengidentifikasi bau yang berasal dari bahan A. Hasil dari
berdiskusi dapat menentukan bahwa bahan A misalnya berisi bawang putih. Jawaban tersebut kemudian ditulis pada Tabel Hasil Pengujian Indra Pembau/Hidung yang tersedia pada lembar kerja kelompok. Begitu seterusnya sampai bahan berikutnya. Posisi guru/peneliti berperan sebagai moderator: Guru memandu, memantau dan mendekati masing-masing kelompok siswa. Apabila ada siswa yang kesulitan mengidentifikasi benda riil tersebut, guru memberi motivasi agar siswa tetap bersemangat. Pada proses kegiatan inti ini, Peneliti mengamati kerja kelompok siswa yang terdiri dari 5 kelompok dengan menggunakan blangko pengamat. Dari pengamatan peneliti bahwa semua siswa terlibat aktif melakukan demonstrasi (mencium/membau benda), mengidentifikasi, berdiskusi, membuat hipotesis, dan membuat kesimpulan. 34 3) Kegiatan Akhir / Fase Refleksi (Fase 3) : 25 menit Selama fase ini, murid diminta untuk menengok kembali kegiatan itu dan menganalisis serta mendiskusikan apa yang telah mereka kerjakan. Guru memaparkan pertanyaan melalui program Microsoft Word yang telah dirancang dengan media LCD Proyektor untuk mencatat hasil refleksi. Guru dalam memberi pertanyaan mengaitkan ekplorasi itu dengan konsep kata kunci yang sedang diekplorasikan. Siswa menanggapi apa yang diminta guru dan masing-masing kelompok berdiskusi untuk memberi komentar hasil kerja. Fase Aplikasi dan Diskusi (Fase 4), Guru meminta seluruh kelas untuk mendiskusikan berbagai temuan dan masing-masing siswa dalam kelompok untuk melaporkan hasil temuannya. Langkah berikutnya hasil temuannya diidentifikasi oleh guru atau murid. Akhirnya siswa bersama guru menarik kesimpulan dan dicatat hasil kesimpulannya. B. Pembahasan 1. Refleksi Siklus 1 Dalam refleksi siswa diminta untuk menengok kembali kegiatan yang telah dilaksanakan dan menganalisis serta mendiskusikan apa yang telah mereka kerjakan. Guru memberi pertanyaan mengaitkan ekplorasi itu dengan konsep kata kunci yang sedang diekplorasikan. Siswa menanggapi apa yang diminta guru dan masing-masing kelompok berdiskusi untuk memberi komentar hasil kerja. Adapun hasilnya dapat dirangkum sebagai berikut: a. Indra pada manusia ada lima, disebut juga panca indra yaitu indra penglihat (mata), indra pendengar (telinga), indra pencium (hidung),
indra pengecap (lidah) dan indra peraba (kulit). b. Hidung terdiri atas dua bagian, yaitu lubang hidung dan rongga hidung. 35 c. Proses bau tercium hidung adalah udara akan masuk ke dalam hidung melalui lubang hidung sehingga udara yang bau akan tercium oleh hidung karena bagian rongga hidung peka terhadap bau. Dalam rongga hidung terdapat ujung-ujung saraf yang menerima bau, kemudian oleh saraf-saraf tersebut disampaikan ke otak sehingga kita dapat mencium berbagai macam bau. d. Bahwa kita telah menguji kepekaan hidung dengan membau bendabenda. Apabila anak-anak mampu membau benda-benda yang diujicobakan dalam kegiatan berarti hidung anak-anak sehat dan normal. e. Apakah yang menyebabkan bersin? Jika lubang hidung kemasukan suatu kotoran, maka selaput lendir akan terangsang sehingga menimbulkan rasa geli. Oleh karena itu, terjadilah bersin sehingga kotoran akan terbawa keluar. Kesimpulan: a. Indera Pencium/Hidung peka terhadap rangsangan dari luar. b. Hidung merupakan alat indera untuk mencium bau.. c. Rongga hidung ditumbuhi rambut berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke hidung. d. Agar hidung dapat berfungsi dengan baik sebagai indra pencium, kamu harus selalu menjaganya. Antara lain menutup hidung ketika melewati tempat yang penuh debu dan berbau tidak sedap. Dari hasil refleksi siklus 1, Peneliti dalam menerapkan model pembelajaran kontruktivisme dengan kerja kelompok, ada sebagian siswa dalam kerja kelompok kurang aktif hal ini disebabkan masing-masing anggota kelompok belum tahu tugasnya sehingga mereka hanya menunggu teman lainnya. Setelah peneliti memberi penjelasan dan memotivasi akhirnya masing-masing anggota kelompok melalui media 36 pembelajaran/benda riil timbul berpikir kritis, timbul gagasan baru dan ide, akhirnya pembelajaran jadi bermakna. Hal ini berarti menunjukkan adanya peningkatan motivasi belajar IPA setelah ada pembelajaran model KONTRUKTIVISME. Dari hasil pengamatan untuk mengetahui motivasi belajar IPA kelas 4 adalah sebagai berikut: Tabel 2 Data Nilai Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas IV Siklus 1 Nomor Nama Siklus 1 Urut Induk
1 4258 Raka Yudha Permana 66 2 4263 Shahnas Guruh Adi 65 3 4282 Ana amirul Khotimah 71 4 4283 Anissa Wahyu Utami 76 5 4284 Ayu Oktavia 74 6 4285 Alifiah Rustri Pengajeng 76 7 4286 Aprilia Saputri 73 8 4287 Alma Nur Hazizah 74 9 4288 Afifah Candra Novia 74 10 4289 Berliana Sholekhah 74 11 4290 Dhimas Ikmal Ghulamy 76 12 4291 Ditya Nur Nanda 78 13 4292 Disma Damayanti 75 14 4293 Etika Uswatun Casanah 73 15 4294 Elys Putri Karisma 75 16 4295 Hanifa Nur Fadhila 71 17 4296 Halimah Fajar Febriana 76 18 4297 Halimah Riyan Febriani 78 19 4298 Imam Haidar P. 74 20 4299 Ihmawati Nurlaily 73 21 4300 Ignatius Adi Wijaya 74 22 4301 Istiana Novi Andarwati 74 23 4302 Irfan Prasetyo 73 24 4303 Millenia Firda Juang 74 25 4304 Muliawan Prasetya 71 26 4305 Pramuditya Wicaksono 79 27 4306 Puru Hasan Arifai 76 28 4307 Qori Mutmainah Aziz 74 37 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
4308 4309 4310 4311 4312 4313 4314 4315 4316 4318 4319 4320 4379 4463 4464
Risma Agustina DW 76 Raihan Renggi Santika 73 Rahmadin Akbar Jannata 76 Rizka Nur Rahmawati 71 Rahmawati 73 Rayhan Arif Krishna M. 71 Rima Rivanka M. 74 Sukris Giyanti 74 Sabrina Nur Rahmawati 75 Widhang Windhu Widhia 74 Yonathan Hut RI 75 Melin Adi Wijaya 78 Liko Mahendra Putra P. 69 Denny Hartanto 74 Caroline Ve Humble B 78
Rata-rata Kelas 74
Bila dianalisis data tersebut di atas, dari 43 siswa yang mendapat nilai motivasi belajar IPA ≥ 70 ada 40 siswa atau dalam prosen 93 % . Jumlah nilai = 2.978 : 40 siswa, nilai rata-rata 74. Sedangkan siswa yang mendapatlkan nilai motivasi belajar IPA ≤ 70 ada 3 siswa atau dalam prosen 7 % . Jumlah nilai = 200 : 3 siswa, nilai rata-rata 67. Dengan demikian rata-rata kelas nilai motivasi belajar IPA kelas 4 pada siklus 1 mencapai 74 (Lampiran 15). Berdasarkan hasil pengamatan motivasi belajar IPA kelas 4 yang dilakukan selama proses pelaksanaan tindakan, ternyata siswa sudah dapat menunjukkan adanya peningkatan motivasi belajar dalam pembelajaran IPA. 2. Refleksi Siklus 2 Dalam refleksi siswa diminta untuk menengok kembali kegiatan itu dan menganalisis serta mendiskusikan apa yang telah mereka kerjakan. Guru memberi pertanyaan mengaitkan ekplorasi itu dengan konsep kata kunci yang sedang diekplorasikan. Siswa menanggapi apa yang diminta 38 guru dan masing-masing kelompok berdiskusi untuk memberi komentar hasil kerja. Adapun hasilnya dapat dirangkum sebagai berikut: a. Hidung terdiri atas dua bagian, yaitu lubang hidung dan rongga hidung. b. Pada rongga hidung terdapat selaput lendir dan rambut halus yang disebut bulu hidung. c. Bulu hidung dan selaput lendir berguna untuk menyaring kotoran yang masuk hidung bersama dengan udara pernapasan. Kotoran tersebut dapat berupa debu, kuman, dan cairan. d. Kita telah menguji kepekaan hidung dengan cara membau benda-benda. Apabila anak-anak mampu membau benda-benda yang ada di dalam bungkusan dan mengidentifikasi nama benda tersebut (diujicobakan dalam kegiatan) berarti hidung anak-anak sehat dan normal. e. Anak-anak harus menutup hidung bila mencium bau busuk, bau yang menyengat hidung, atau udara kotor agar terjaga kesehatan kita. Kesimpulan: a. Indera Pencium/Hidung peka terhadap rangsangan dari luar. b. Hidung berfungsi sebagai indra penciuman. c. Agar hidung dapat berfungsi dengan baik sebagai indra pencium, kamu harus selalu menjaganya. Antara lain menutup hidung ketika melewati tempat yang penuh debu dan berbau tidak sedap. d. Rongga hidung ditumbuhi rambut berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke hidung. Dari hasil refleksi siklus 2, Motivasi belajar siswa meningkat setelah pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran kontruktivisme. Siswa sangat antusias membahas topik dalam diskusi, dan berusaha menjawab dan menemukan informasi tentang topik tersebut.
Siswa saling bergantian dalam mengidentifikasi benda dengan cara mencium bau benda itu dengan indera pencium/hidung. Setelah semua anggota kelompok mencium bau benda itu maka siswa tersebut berebut 39 mengemukakan informasi (apa yang mereka ketahui/ekplorasi), melalui media pembelajaran/benda riil timbul berpikir kritis, timbul gagasan baru dan ide, untuk menyatukan pendapat tentang topik kemudian disimpulkan bersama dan hasilnya dilaporkan. Dengan demikian pembelajaran jadi bermakna. Hal ini berarti menunjukkan adanya peningkatan motivasi belajar IPA setelah ada pembelajaran model KONTRUKTIVISME. Dari hasil pengamatan untuk mengetahui motivasi belajar IPA kelas 4 adalah sebagai berikut: Tabel 3 Data Nilai Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas IV Siklus 2 Nomor Nama Siklus 2 Urut Induk 1 4258 Raka Yudha Permana 70 2 4263 Shahnas Guruh Adi 69 3 4282 Ana amirul Khotimah 74 4 4283 Anissa Wahyu Utami 79 5 4284 Ayu Oktavia 75 6 4285 Alifiah Rustri Pengajeng 79 7 4286 Aprilia Saputri 79 8 4287 Alma Nur Hazizah 75 9 4288 Afifah Candra Novia 76 10 4289 Berliana Sholekhah 76 11 4290 Dhimas Ikmal Ghulamy 78 12 4291 Ditya Nur Nanda 79 13 4292 Disma Damayanti 76 14 4293 Etika Uswatun Casanah 80 15 4294 Elys Putri Karisma 76 16 4295 Hanifa Nur Fadhila 76 17 4296 Halimah Fajar Febriana 76 18 4297 Halimah Riyan Febriani 79 19 4298 Imam Haidar P. 75 20 4299 Ihmawati Nurlaily 76 21 4300 Ignatius Adi Wijaya 75 22 4301 Istiana Novi Andarwati 75 23 4302 Irfan Prasetyo 76 24 4303 Millenia Firda Juang 76 40
25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
4304 4305 4306 4307 4308 4309 4310 4311 4312 4313 4314 4315 4316 4318 4319 4320 4379 4463 4464
Muliawan Prasetya 80 Pramuditya Wicaksono 80 Puru Hasan Arifai 76 Qori Mutmainah Aziz 75 Risma Agustina DW 79 Raihan Renggi Santika 78 Rahmadin Akbar Jannata 78 Rizka Nur Rahmawati 74 Rahmawati 74 Rayhan Arif Krishna M. 75 Rima Rivanka M. 75 Sukris Giyanti 76 Sabrina Nur Rahmawati 79 Widhang Windhu Widhia 76 Yonathan Hut RI 78 Melin Adi Wijaya 79 Liko Mahendra Putra P. 71 Denny Hartanto 76 Caroline Ve Humble B 78
Rata-rata 76 Bila dianalisis data tersebut di atas, dari 43 siswa yang mendapat nilai motivasi belajar IPA ≥ 80 ada 3 siswa atau dalam prosen 7 % . Jumlah nilai = 240 : 3 siswa, nilai rata-rata 80. Sedangkan siswa yang mendapatlkan nilai motivasi belajar IPA ≥ 70 ada 39 siswa jumlah nilai = 3.213 : 39 siswa, nilai rata-rata 77 atau dalam prosen 91 % . Jumlah nilai = 69 : 1 siswa dengan prosentase 2 % nilai rata-rata 69. Dengan demikian rata-rata kelas nilai motivasi belajar IPA kelas 4 pada siklus 2 mencapai 76 (Lampiran 23). Berdasarkan hasil pengamatan motivasi belajar IPA kelas 4 yang dilakukan selama proses pelaksanaan tindakan, ternyata siswa sudah dapat menunjukkan adanya peningkatan motivasi belajar dalam pembelajaran IPA. Dari tahap tindakan pada siklus I dan II, ada beberapa hasil temuan yang dapat dihubungkan dengan kajian teori dan dapat dilihat adanya peningkatan motivasi belajar IPA: 41 1) Siswa kelas 4 memiliki kemampuan dan kreativitas serta selalu aktif terlibat dalam proses pembelajaran IPA. 2) Setelah peneliti memberi penjelasan serta memotivasi kepada siswa dalam proses pembelajaran dan melalui media pembelajaran/benda riil siswa timbul berpikir kritis, antusias, timbul gagasan baru dan ide, berani mengemukakan pendapatnya, berusaha menjawab pertanyaan,
bertanggungjawab menyelesaikan tugasnya, dan akhirnya pembelajaran jadi bermakna. 3) Melalui kerja kelompok dalam pembelajaran IPA, secara kolaboratif, siswa kelas 4 mampu mengidentifikasi, menganalisis, merefleksi menyimpulkan, serta berdiskusi untuk menyampaikan pendapat dari hasil temuan (berekplorasi) melalui media pembelajaran/benda riil. Hal ini berarti menunjukkan adanya peningkatan motivasi belajar IPA setelah penerapan pembelajaran model KONTRUKTIVISME. Dari hasil peningkatan itu dapat dilihat dalam tabel frekkuensi nilai di bawah ini. Tabel 4 Data Frekuensi Nilai Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas IV Sebelum Tindakan No. Interval Frekuensi Prosentase Keterangan 1 90 – 100 - - Istimewa 2 80 – 89 - Baik Sekali 3 70 – 79 - Baik 4 60 – 69 39 91 Cukup 5 50 – 59 4 9 Kurang 6 0 – 49 Kurang Sekali Jumlah 43 100 42 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% 0 - 49 50 - 59 60 - 69 70 - 79 80 - 89 90 - 100 Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa sebelum tindakan dilaksanakan, siswa kelas 4 SD Negeri 1 Sragen nilai motivasi belajar IPA di atas dengan interval ≥ 60 ada 39 siswa dengan prosentase 91 %. Siswa yang mendapat interval ≤ 60 ada 4 siswa dengan prosentase 9 %. Nilai rata-rata kelas 61. Siswa yang mendapat nilai kategori istimewa 0 %, siswa yang mendapatkan nilai kategori baik 0 %, siswa yang mendapatkan nilai
kategori cukup 91 %, siswa yang mendapatkan nilai kategori kurang 9 %, dan siswa yang mendapatkan nilai katergori kurang sekali 0 %. Untuk jelasnya data siswa pada tabel 4 dapat digambarkan dalam bentuk grafik seperti:
Gambar 5 Grafik Peningkatan Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas IV Sebelum Tindakan Dari data di atas kemudian peneliti mengadakan tindakan sesuai dengan hipotesis yang dipilih. Setelah diadakan pada siklus 1 dengan penerapan model Kontruktivisme pada pembelajaran IPA dengan materi Panca Indera Pencium/Hidung dan melalui media pembelajaran/benda riil ternyata nilai motivasi belajar siswa kelas 4 mengalami peningkatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel 5 di bawah ini. 43 Tabel 5 Data Frekuensi Nilai Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas IV Siklus 1 No. Interval Frekuensi Prosentase Keterangan 1 90 – 100 - - Istimewa 2 80 – 89 - - Baik Sekali 3 70 – 79 40 93 Baik 4 60 – 69 3 7 Cukup 5 50 – 59 - - Kurang 6 0 – 49 - - Kurang Sekali Jumlah 43 100
Dari tabel 5 siklus 1, dapat dilihat bahwa siswa yang mendapat nilai ≥70 berjumlah 40 siswa dengan prosentase 93 % dan yang mendapat nilai < 70 berjumlah 3 siswa dengan prosentase 7 %. Rata-rata pada siklus 1 adalah 74. Siswa yang mendapat nilai kategori istimewa tidak ada dengan prosentase 0 %, siswa yang mendapat nilai kategori baik sekali tidak ada dengan prosentase 0 %, siswa yang mendapat nilai kategori baik 40 siswa
dengan prosentase 93 %, siswa yang mendapat nilai kategori cukup 3 siswa dengan prosentase 7 %, siswa yang mendapat nilai kategori kurang tidak ada dengan prosentase 0 %, siswa yang mendapat nilai kurang sekali tidak ada dengan prosentase 0 %. Untuk jelasnya tabel siklus 1 dapat digambarkan bentuk grafik sebagai berikut:
44 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% 0 - 49 50 - 59 60 - 69 70 - 79 80 - 89 90 - 100
Gambar 6 Grafik Peningkatan Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas IV Siklus 1 Dari hasil pengamatan sebelum tindakan dengan sesudah tindakan pada siklus 1 nilai motivasi belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri 1 Sragen mengalami peningkatan pada nilai kategori kurang. Sebelum tindakan ada 4 siswa dengan prosentase 9 % menjadi tidak ada dengan prosentase 0 %, sebelum tindakan siswa yang mendapat nilai cukup 39 siswa dengan prosentase 91 %, setelah tindakan (siklus 1) mengalami peningkatan yang mendapat nilai cukup ada 3 siswa dengan prosentase 7 % mengalami peningkatan menjadi nilai baik 40 siswa dengan prosentase 93 %, nilai kategori baik sebelum tindakan tidak ada dengan prosentase 0 %. Dapat juga dilihat pada siklus 1 yang mendapatkan nilai kurang tidak ada dengan
prosentase 0 %. Berdasarkan hasil pengamatan siklus 1 nilai motivasi belajar IPA kelas 4 SD Negeri 1 Sragen ada peningkatan motivasi belajar dibandingkan sebelum tindakan. Namun peneliti masih ingin melanjutkan 45 lagi pada siklus 2 sebagai pembanding adanya peningkatan motivasi belajar. Setelah diadakan tindakan pada siklus 2 pada pembelajaran IPA dengan penerapan model Kontruktivisme dengan konsep pembelajaran yang sama (Kepekaan Panca Indra Pencium/Hidung), tetapi materi ajar yang dipaparkan mengambil dari sumber yang lain. Pada siklus 2 ini, masih nampak peningkatan motivasi belajar IPA. Siswa kelas 4 masih antusias mengikuti pembelajaran IPA, untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut: Tabel 6 Data Frekuensi Nilai Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas IV Siklus 2 No. Interval Frekuensi Prosentase Keterangan 1 90 – 100 - - Istimewa 2 80 – 89 3 7 Baik Sekali 3 70 – 79 39 91 Baik 4 60 – 69 1 2 Cukup 5 50 – 59 - - Kurang 6 0 – 49 - - Kurang Sekali Jumlah 43 100
Siswa yang mendapat nilai motivasi belajar IPA pada siklus 2 kategori istimewa tidak ada dengan prosentase 0 %, siswa yang mendapat nilai kategori baik sekali 3 siswa dengan prosentase 7 %, siswa yang mendapat nilai kategori baik 39 siswa dengan prosentase 91 %, siswa yang mendapat nilai kategori cukup 1 siswa dengan prosentase 2 %, siswa yang mendapat nilai kategori kurang tidak ada dengan prosentase 0 %, siswa yang mendapat nilai kategori kurang sekali tidak ada dengan prosentase 0 46 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%
100% 0 - 49 50 - 59 60 - 69 70 - 79 80 - 89 90 - 100 %. Untuk jelasnya data siswa pada tabel 6 dapat digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut:
Gambar 7 Grafik Peningkatan Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas IV Siklus 2 Dibanding siklus 1 maka siklus 2 mengalami peningkatan pada jumlah siswa yang mendapat nilai kategori baik sekali 3 siswa dengan prosentase 7 %, siswa yang mendapat nilai kategori baik 39 siswa dengan prosentase 91 %, siswa yang mendapat nilai kategori cukup 1 siswa dengan prosentase 2 %. Hasil siklus 1 dibanding siklus 2 mengalami peningkatan motivasi belajar IPA. Dari hasil siklus 1 dan siklus 2 telah memenuhi standar atau target yang diharapkan peneliti dengan pencapaian nilai motivasi belajar di atas rata-rata 65. Dari data pada tabel 1 sampai dengan tabel 6 dapat dilihat hasil ratarata kelas nilai motivasi belajar IPA kelas 4 sebelum tindakan 61, rata-rata kelas nilai motivasi belajar IPA siklus 1 adalah 74, dan siklus 2 rata-rata 47 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Sebelum Tindakan Siklus 1 Siklus 2
Nilai rata-rata 76 Nilai rata-rata 74 Nilai rata-rata 61 kelas nilai motivasi belajar IPA adalah 76. Lebih jelasnya lihat tabel perbandingan nilai rata-rata sebelum tindakan, siklus 1, dan siklus 2. Tabel 7 Nilai Rata-rata Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas IV Sebelum Tindakan dan Sesudah Tindakan No. Kegiatan Pembelajaran Materi Pembelajaran Nilai Ratarata Keterangan 1. Sebelum tindakan Panca Indera 61 Terjadi peningkatan dari sebelum tindakan hingga siklus 2 2. Siklus 1 Kepekaan InderaPencium/Hidung 74 3. Siklus 2 Kepekaan InderaPencium/Hidung 76 Akan nampak lebih jelas tabel 7 bila perbandingan nilai rata-rata sebelum tindakan, siklus 1, dan siklus 2 dilihat melalui grafik di bawah ini.
Gambar 8 Grafik Perbandingan Nilai Rata-rata Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas IV Sebelum Tindakan, Siklus 1, dan Siklus 2 Selain rata-rata kelas nilai motivasi belajar IPA dapat dilihat dengan prosentase sebagai berikut: 1. Sebelum tindakan, prosentase siswa yang mendapatkan nilai kurang dari 70 berjumlah 43 siswa dengan prosentase 100 % dan prosentase siswa yang mendapat nilai ≥ 70 adalah 0 %. 48 2. Siklus 1, prosentase siswa yang mendapat nilai kurang dari 70 berjumlah 3 siswa dengan prosentase 7 %, dan prosentase siswa yang mendapat nilai ≥ 70 berjumlah 40 siswa dengan prosentase 93 %. 3. Siklus 2, prosentase siswa yang mendapat nilai kurang dari 70 berjumlah 1 siswa dengan prosentase 2 %, dan prosentase siswa yang mendapat nilai ≥ 70 berjumlah 42 dengan prosentase 98 %. Untuk lebih jelasnya lihat tabel di bawah ini. Tabel 8 Prosentase Jumlah Siswa Yang Mendapat Nilai Kurang Dari 70 Dan Sama Atau Lebih Dari 70 No. Kegiatan Prosentase Jumlah Siswa Yang Mendapat Nilai Keterangan < 70 ≥ 70 1. Sebelum tindakan 100 % 0 % Prosentase jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ 70 terjadi peningkatan 2. Siklus 1 7 % 93 % 3. Siklus 2 2 % 98 % Dari sebelum tindakan dan sesudah tindakan (siklus 1 dan siklus 2) yang telah dilaksanakan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa peningkatan motivasi belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri 1 Sragen dapat dilakukan melalui penerapan model Kontruktivisme. Hal tersebut dapat dilihat jelas
pada tabel. Berdasarkan data-data di atas, maka dapat direkomendasikan pembelajaran IPA di sekolah dasar melalui penerapan model Kontruktivisme dapat meningkatkan motivasi belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri 1 Sragen, Tahun Pelajaran 2009 - 2010.