LAPORAN PENELITIAN PENELITIAN INDIVIDU BIDANG EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK
PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI SUMATERA UTARA DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Oleh: Ari Mulianta Ginting, SE., M.SE. Peneliti Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik
PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN DPR RI 2016 1
RINGKASAN EKSEKUTIF
1. Pendahuluan Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat akan mentrasfer dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan bagian daerah dari dana bagi hasil yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam. Dana tersebut diberikan dengan harapan bahwa pemerintah daerah dapat menggunakan dana tersebut untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat secara efektif dan efesien. Terkait dengan DAU, dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Hal ini menunjukkan bahwa DAU diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sebagai salah satu alat untuk pemerataan antara ketidakmampuan daerah untuk membiaya kebutuhan pengeluaran dengan pemasukannya. Transfer ke daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah yang ada di seluruh Indonesia mengalami tren pertumbuhan yang cukup signifikan. Berdasarkan Gambar 1. Transfer ke daerah dalam bentuk DAU pada tahun 2004 hanya sebesar Rp 72,6 triliun, akan tetapi terus mengalami peningkatan setiap tahun dengan rata-rata persentase peningkatan sebesar 17,74 % per tahun. Pada tahun 2014 jumlah transfer DAU ke daerah adalah sebesar Rp 341,3 triliun, jumlah meningkat sebesar 369,97 % dibandingkan dengan jumlah transfer dana DAU pada tahun 2004. Peningkatan jumlah transfer dana DAU diproyeksikan juga akan mengalami peningkatan setiap tahun. Bahkan pada tahun 2016, rencana transfer dana DAU yang akan diberikan pemerintah pusat adalah sebesar Rp 495,5 triliun. Terkait dengan ketergantungan pemerintah daerah kepada Pemerintah Pusat, terdapat kondisi yang cukup kontradiktif terdapat dalam objek penelitian ini. Yaitu terhadap dua provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Provinsi D.I. Yogyakarta secara tegas menekankan akan melakukan pengurangan dana transfer fiskal yang berupa DAU secara perlahan. Hal ini ditujukan untuk mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap dana transfer fiskal yang
2
berasal dari pemerintah pusat.1 Kondisi sebaliknya terjadi pada pemerintah Provinsi Sumatera Utara, dimana dari 33 Kabupaten/ Kota yang ada di Provinsi Sumatera utara hampir semua mengalami kecanduan dana alokasi umum. Berdasarkan kondisi yang terjadi di lapangan, hampir 81% keuangan pemerintah-pemerintah daerah yang ada di Sumatera Utara ditopang oleh dana transfer fiskal yang berasal dari pemerintah pusat.2 Kondisi ini jelas tidak sehat bagi pemerintah daerah terutama dalam kaitannya dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi pemerintah daerah. Dalam kerangka pemahaman diatas, penelitian ini akan diarahkan untuk melihat sejauh mana DAU dapat memacu perkembangan pertumbuhan ekonomi daerah. Berdasarkan cantolan dua variabel di atas dengan fokus beberapa isu atau indikator sebagai berikut: (1) bagaimana pengaruh pertumbuhan DAU tersebut terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi D.I . Yogyakarta; (2) kendala dan permasalahan yang dihadapi daerah dalam memacu pertumbuhan ekonomi daerah di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi D.I . Yogyakarta. B.
Metodologi Penelitian ini menggunakan dua pendekatan sekaligus untuk melakukan analisis
terhadap permasalahan. Pendekatan yang dipakai yaitu metode metode kualitatif dan kuantitatif untuk menjawab permasalahan penelitian diatas. Dalam konteks penelitian ini maka yang akan diangkat dan disajikan adalah tentang pengaruh DAU yang diterima oleh pemerintah Kabupaten/ Kota terhadap pertumbuhan ekonomi daerah studi di Provinsi D.I. Yogyakarta dan Provinsi Sumatera Utara. Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan teknik: (1) wawancara mendalam; (2) observasi; dan (3) studi dokumentasi. Data yang telah terkumpul melalui serangkaian teknik pengumpulan data di atas akan dilakukan analisis data dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Tahap pertama adalah analisis dengan metode kualitatif, ada tiga langkah yang dilakukan dalam analisis data kualitatif ini, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan simpulan. Reduksi data dilakukan agar data yang berasal dari berbagai sumber tersebut dapat dipahami. Oleh karena itu dalam reduksi data ini, peneliti berupaya melakukan editing dan kategorisasi data sesuai dengan masalah dan tujuan yang telah ditetapkan
1Badan
Pusat Statistik. (2015). Statistik Keuangan Daerah Provinsi D.I. Yogyakarta 2013-2014. Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2 Bank Indonesia. (2016). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara.
3
dalam penelitian ini. Setelah dilakukan reduksi data, langkah selanjutnya penyajian data dan penarikan simpulan. Provinsi D.I. Yogyakarta dipilih menjadi salah satu objek penelitian didasarkan kepada data realisasi DAU yang diterima oleh Provinsi Yogyakarta hampir seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi D.I. Yogyakarta secara pelan tapi pasti mengurangi persentase DAU walaupun relatif kecil pengurangannya. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah kabupaten/kota yang ada di D.I. Yogyakarta secara perlahan telah berusaha mandiri otonom dan mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat dalam hal keuangan. Walaupun komitmen D.I. Yogyakarta untuk menurunkan secara pelahan persentase DAU yang diterimanya akan tetapi pertumbuhan ekonomi regional D.I. Yogyakarta secara rata-rata justru berada diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi secara nasional. Sehingga kombinasi hal tersebut menjadi menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Provinsi Sumatera Utara menjadi salah satu lokasi objek penelitian karena didasarkan kepada alasan bahwa berdasarkan laporan kajian ekonomi regional Provinsi Sumatera Utara yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, menunjukkan bahwa rasio kemandirian fiskal (rasio antara Pendapatan Asli Daerah dibandingkan dengan Total Pendapatan) menunjukkan tahun 2014 sebesar 3,3% sedangkan tahun 2015 menjadi 3,9% dari 17 Kabupaten/ Kota yang ada di Sumatera Utara. Hal ini mengindikasikan bahwa rendahnya rasio ini bertanda masih besarnya ketergantungan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara terhadap dana transfer dari Pemerintah Pusat, khususnya dana DAU. Ketergantungan akan dana transfer fiskal bagi daerah menunjukkan pemerintah daerah Kabupaten/ Kota yang kurang kreatif untuk menggali potensi-potensi PAD yang ada. Komposisi realisasi pendapatan tahun 2015 untuk Provinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa 81% ditopang oleh transfer dana perimbangan yang diperoleh dari Pemerintah Pusat. 3Sehingga untuk menggerakkan perekonomian daerah, Pemerintah Sumatera Utara masih menggandalkan dana transfer fiskal. Padahal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melaju lebih cepat lagi, pemerintah daerah tidak dapat hanya bergantung kepada dana transfer fiskal dari Pusat. C.
Hasil Penelitian
1. Gambaran Pertumbuhan Ekonomi Provinsi D.I. Yogyakarta
Bank Indonesia. (2016). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara. 3
4
Kondisi
perekonomian
Pemerintah
DIY
juga
dipengaruhi
oleh
kondisi
perekonomian Global yang terjadi. Kondisi global yang terjadi saat ini adalah pemulihan perekonomian Amerika Serikat yang belum solid, kondisi perekonomian Cina yang memiliki resiko tinggi, Jepang mengalami tekanan dalam perekonomian dan Eropa yang masih mengalami perlambatan perekonomian. Kondisi berdampak terhadap perekonoian domestik. Pertumbuhan ekonomi DIY tahun 2016 pada triwulan I, ekonomi DIY tumbuh melambat (5,04%) dibandingkan triwulan sebelumnya pada 2015. Akan tetapi secara nasional, pertumbuhan ekonomi DIY pada periode tahun 2014 sampai dengan quartal I Tahun 2016 berada diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi secara nasional. Kodisi ini dapat dilihat pada Gambar 4. dibawah, pertumbuhan ekonomi DIY pada tahun 2014 sebesar 5,16% sedangkan pertumbuhan ekonoi secara nasional sebesar 5,02%. Kondisi ini terus berlanjut hingga triwulan I tahun 2016, dimana pertumbuhan ekonomi DIY sebesar 5,04% sedangkan pertumbuhan ekonomi nasional pada periode yang sama sebesr 4,92%. Pertumbuhan ekonomi DIY didorong oleh berbagai sektor yang ada dengan kontribusi yang merata. Sektor industri dalam skala UMKM memberikan kontribusi terbesar 13% dari PDRB, sementara itu sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 11%, sektor hotel dan restoran memberikan kontribusi 10% dan sektor kontruksi sebesar 9%. Namun salah satu sektor yang juga memegang peranan penting dalam perekonomian DIY adalah sektor Pariwisata. Sektor pariwisata dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 menunjukkan tren yang meningkat. Pada tahun 2011 kontribusi sektor pariwisata terhadap PDRB sebesar 9,1% mengalami peningkatan hinggapada tahun 2015 kontribusi sektor pariwisata menjadi sebesar 10,2%. 2. Gambaran Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi D.I. Yogyakarta Besaran sumbangan PAD terhadap pendapatan pemerintah baik kabupaten maupun kota di Provinsi DIY pada tahun 2014 cukup bervariasi. Dari 5 kabupaten/kota yang ada di DIY, Kota Yogyakarta mempunyai persentase PAD terbesar yaitu mencapai 32,2%, disusul oleh Kabupaten Sleman dengan 27,6%. Kabupaten/ kota dengan persentase PAD terendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu dengan besaran hanya 11,6%. Sementara itu besaran persentase PAD Pemerintah Provinsi DIY memiliki proporsi yang cukup besar yaitu mencapai 46,6% terhadap realisasi pendapatannya. Dalam periode tahun 2010-2014 terlihat ada progres peningkatan signifikan dari PAD terhadap pendapatan daerahnya di hampir semua realiasi anggaran pemerintah 5
daerah kabupaten/kota di Provinsi DIY. Berdasarkan Gambar. ... terlihat tren yang meningkat dari realiasi PAD dalam lima tahun terakhir, Kota Yogyakarta dalam periode tahun 2010-2014 meningkat dari 22% pada tahun 2010 menjadi 32,24% pada tahun 2014. Hal yang sama dengan Kabupaten Slemen mengalami peningkatan dari 14,88% pada tahun 2010 menjadi 27,61% pada tahun 2014. Kondisi sebaliknya terjadi pada Pemerintah Provinsi DIY yang mengalami penurunan persentase PAD pada tahun 2014 jika dibandingkan dengan tahun 2014. Dilihat dari realiasi belanja menurut fungsi belanjanya, Kabupaten/Kota di Provinsi DIY paling banyak membelanjakan anggarannya di sektor pendidikan. Hal ini bisa terlihat dari persentase belanja di sektor pendidikan yang paling tinggi dibandingkan sektor lainnya, bahkan Kabupaten Gunung Kidul lebih dari separuh membelanjakan anggarannya untuk sektor pendidikan. Tiga kabupaten lainnya yang membelanjakan anggaran terbesarnya di sektor pendidikan adalah Kabupten Bantul, Kabupaten Kulonprogo dan Kota Yogyakarta. Sektor berikutnya yang cukup besr persentase belanjanya adalah sektor pelayanan umum, sektor kesehatan dan sektor perumahan dan fasilitas umum. 3. Gambaran Umum Perekonomian Provinsi Sumatera Utara Pertumbuhan ekonomi yang tercermin melalui PDRB, dalam 5 tahun terakhir menunjukkan fluktuasi dengan tren perlambatan yang dimulai sejak tahun 2012. Perlambatan disebabkan oleh beberapa faktor. Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekonomi global yang melambat disebabkan oleh perlambatan pemulihan ekonomi beberapa negara yang menjadi tujuan ekspor dari Provinsi Sumatera Utara seperti Jepang, Amerika Serikat, Cina, Belanda dan Rusia. Dari sisi internal dipengaruhi oleh menurunya kinerja sektor industrri pengolahan dan sektor perdagangan besar dan eceran serta meningkatknya impor konsumsi. Meskipun begitu, pertumbuhan ekonomi masih akan membaik dipengaruhi oleh membaiknya kinerja sektor ekspor serta membaiknya produksi sektor pertanian. Menurut sektor lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara dipengaruhi oleh 3 sektor utama yaitu : (1) sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (23,18%); (2) Industri Pengolahan (19,90%); dan (3) Pedagang Besar dan Eceran (17,11%). Sedangkan menurut pengeluaran, sektor yang mempengaruhi adalah Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga sebesar 53,21% masih mendominasi pola konsumsi masyarakat Sumatera Utara. Sedangkan untuk pengeluaran pemerintah atau 6
government expenditure masih memiliki porsi yang kecil terhadap total PDRB Provinsi Sumatera Utara, yaitu sebesar 6,63%. Akan tetapi secara kuantitatif menunjukkan peningkatan setiap tahunnya.
4. Gambaran Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Provinsi Sumatera Utara, realisasi penerimaan pendapatan Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari Pendapatan Provinsi, Kabupaten dan Kota periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2014 mengalami tren yang cukup meningkat. Jika pada tahun 2004 besaran realisasi pendapatan Provinsi Sumatera Utara adalah sebesar Rp4,85 triliun maka pada tahun 2014 mengalami peningkatan yang sangat signifikan sebesar 675% menjadi Rp37,6 trilun (Lihat Gambar 10). Dalam kurun waktu 13 tahun, rata-rata pertumbuhan pendapatan daerah total Provinsi, Kabupaten dan Kota Sumatera Utara sebesar 51.9% / tahun. Sedangkan jika ditelisik lebih lanjut mengenai pendapatan Provinsi Sumatera Utara khususnya yang berasal dari Dana Perimbangan, juga mengalami pertumbuhan yang sangat tinggi dari awal otonomi daerah tahun 2001. Pada tahun 2001 dana perimbangan yang diberikan kepada Provinsi, Kabupaten dan kota di Sumatera Utara sebesar Rp3,88 triliun, akan tetapi mengalami peningkatan yang cukup tinggi mencapai 650% pada tahun 2014 menjadi sebesar Rp29,12 triliun. Maka secara rata-rata pertumbuhan dana perimbangan untuk Sumatera Utara dapat diperoleh sebesar 18,35% / tahun Sementara itu, data tahun 2015 menunjukkan bahwa realisasi pendapatan tahun 2015 masih belum banyak berubah dari periode yang sama tahun yang lalu, yaitu 81% ditopang oleh transfer berupa dana perimbangan. Realisasi dari PAD 17 dari 33 Pemerintah Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara mencapai Rp1,4 triliun atau hanya 89% dari targetnya. Realisasi PAD tertinggi dicapai Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 137% dari target, sementara terendah dicapai oleh Pemerintah Kabupaten Asahan hanya sebesar 46% dari targetnya. Realisasi PAD tersebut tidak lepas dari penerimaan pajak yang merupakan komponen utama dari PAD tersebut. Dari sisi belanja daerah, pada tahun 2015 17 dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara telah membelanjakan Rp17,1 triliun atau 95,7% dari anggaran belanja 2015. Sebagaimana pendapatannya, realisasi belanja tersebut juga secara nominal juga lebih tinggi dibandingkan dari tahun 2014 yang secara nominal tercatat Rp15,2 triliun. Namun 7
secara persentase masih dibawah realisasi tahun 2014 yang mencapai 97,1% dari pagu anggaran. Rendahnya realisasi belanja tahun 2015 tidak terlepas dari kondisi politik terkait pelaksanaan pilkada serentak tahun 2015 dan terlambatnya persetujuan Perubahan APBD tahun 2015. Komponen belanja yang terbesar adalah belanja pegawai yang mencapai Rp9 triliun (52,7% dari total anggaran), diikuti oleh belanja modal Rp3,6 triliun (21,5% dari total anggaran) dan belanja barang dan jasa yang mencapai Rp2,8 triliun (16,8% dari total angaran). Dari sisi kualitas belanja seperti yang telah diuraikan diatas, hampir semua baik Provinsi, Kabupaten dan kota yang ada di Sumatera Utara sebagian besar belanja pemerintah masih terfokus kepada belanja operasional dan proporsi belanja modal yang masih relatif rendah. Dalam kurun waktu tahun 2012 sampai dengan 2014 sebanyak 15 daerah menaikkan belanja operasionalnya, 14 daerah menurun dan 5 daerah relatif stabil. Hanya beberapa kabupaten seperti Nias Barat, Labusel, Gunung Sitolo, Nias Utara, dan Nias memiliki rasio belanja operasional dibawah 65%. Kondisi ini secara general menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara masih berkutat hanya kepada belanja operasional seperti Gaji Pegawai, Belanja Barang dan belum fokus kepada belanja modal. 5. Pengaruh Dana Alokasi Umum Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Sumatera Utara dan D.I. Yogyakarta Berdasarkan hasil estimasi persamaan diatas, fungsi pertumbuhan ekonomi untuk Provinsi D.I.Yogyakarta dan Sumatera Uara adalah sebagai berikut : Provinsi D.I. Yogyakarta
Provinsi Sumatera Utara
Berdasarkan estimasi persamaan pada Provinsi D.I. Yogyakarta dengan Provinsi Sumatera utara, dimana variabel dummy serta dummy*log(DAU) adalah signifikan, maka dapat diintepretasikan bahwa terdapat perbedaan pengaruh DAU terhadap pertumbuhan ekonomi untuk masing-masing Provinsi. Intersep atau konsntanta pada menurun, artinya besaran pertumbuhan ekonomi pada saat DAU, PAD dan BM besaranya adalah nol, maka
8
pertumbuhan ekonomi Provinsi D.I. Yogyakarta lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara. Hasil analisis regresi panel data menunjukkan bahwa untuk Provinsi D.I. Yogyakarta menunjukkan bahwa pertumbuhan DAU
1%
berdampak terhadap
peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,043%, ceteris paribus. Sementara itu Belanja Modal terbukti memberikan dampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dengan besaran 0,071% untuk setiap peningkatan belanja modal 1%. Sedangkan variabel pertumbuhan PAD tidak signifikan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil analisa regresi panel data terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara juga memberikan hasil yang kurang lebih sama dengan hasil regresi panel data Provinsi D.I. Yogyakarta. Variabel pertumbuhan DAU dan pertumbuhan belanja modal memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Namun perbedaan terletak pada besaran dampak yang dinyatakan dalam besaran koefisien dampak pertumbuhan DAU 1 persen memberikan dampak terhadap peningkatan 0,117% pertumbuhan ekonomi. Artinya dampak pertumbuhan besaran DAU terhadap ekonomi untuk Provinsi Sumatera Utara lebih besar dibandingkan dengan Provinsi D.I. Yogyakarta. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilkukan oleh N.Akai et al. (2007) yang melakukan penelitian terhadap 50 negara bagian di Amerika Serikat dengan periode waktu 1992-1997. Hasil penelitian menemukan bahwa fiscal decentralization melalui pemberian dana kepada pemerintah daerah terbukti dapat mendorong pertumbuhan ekonomi negara bagian di Amerika Serikat.4 Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Pepinksky dan Maria (2011) tentang desentralisasi dan kinerka ekonomi perekonomian di Indonesia memberikan bahwa desentralisasi fiskal yang diberikan kepada daerah ternyata memberikan dampak yang beragam terhadap kinerja perekonomian daerah. Ada daerah yang setelah diberikan dana transfer fiskal ternyata dapat memacu pertumbuhan ekonomi, namun ada juga daerah yang setelah diberikan transfer fiskal tidak berdampak terhadap kinerja perekonomiannya.5 Pemerintah D.I. Yogyakarta dan Pemerintah Sumatera Utara berdasarkan hasil regresi panel diatas terbukti positif pemberian dana transfer fiskal dalam bentuk DAU dapat menstimulus
Nobou Akai, Yukihiro Nishimura, dan Masayo Sakata. (2007). Complementary, Fiscal Decentralization and Economic Growth. Economics of Governance. Vol.8(4). Hlm. 339-362. 5 Pepisky, Thomas B dan Wihardja, Maria. (2011). Decentralization and Economic Performance in Indonesia. Journal of East Asian Studies. Vol 11(3). Hlm 337-371. 4
9
perekonomian daerah, namun dengan besaran yang berbeda dampak pemberian DAU terhadap masing-masing pertumbuhan ekonomi daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Jorge dan Robert (2003) menemukan bahwa pemberian desentralisasi fiskal terbukti memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.6 Akan tetapi lebih lanjut Celine dan Jaime (2012) mengemukakan bahwa dampak positif desentralisasi fiskal tersebut terletak kepada keputusan fiscal spending yang tepat yang dapat mendorong perekonomian. Berdasarkan data dari 140 negara dari periode tahun 1972-2005 belanja fiskal pemerintah daerah harus kepada alokasi yang tepat sasaran untuk dapat memacu pertumbuhan ekonomi daerah.7 Hal ini berlaku juga untuk kedua provinsi, yaitu Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Sumatera Utara. Pemberian dana desentralisasi fiskal dapat memberikan dampak yang positif bagi pertumbuhan ekonomi daerah dengan syarat bahwa alokasi belanja pemerintah daerah harus tepat sasaran mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Salah satu kata kunci bagi belanja yang tepat sasaran dan tepat guna adalah pemerintah daerah harus lebih banyak melakukan belanja kepada belanja publik atau public investment. Berdasarkan peneliti yang dilakukan oleh Zhand dan Zou (1998) mengemukakan bahwa belanja kepada belanja publik terutama belanja infrastruktur memberikan dampak yang sangat besar dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.8 Namun jika melihat struktur belanja pada pemerintah Sumatara Utara, berdasarkan paparan diatas maka menunjukkan bahwa belanja pemerintah daerah Sumatera Utara masih berkutat kepada belanja operasional seperti gaji pegawai dan belanja barang sedangkan belanja modalnya relatif kecil. Pada saat yang bersamaan pemerintah D.I. Yogyakarta juga mengalami masalah yang relatif mirip, dimana proporsi belanja langsung masih relatif lebih besar dibandingkan belanja tidak langsung.
D. Kesimpulan
Jorge Martinez-Vazquez dan Robert M. McNab. (2003). Fiscal Decentralization and Economic Growth. World Development. Vol.31(9). Hlm 1597-1616. 7 Celine Carrere dan Jaime de Melo. (2012). Fiscal Spending and Economic Growth : Some Stylized Facts. World Development. Vol.40(9). Hlm 1750-1761. 8 Tao Zhand dan Heng-fu Zou. (1998). Fiscal decentralization, public spending, and economic growth in China. Journal of Public Economics. Vol.67. Hlm. 224-240. 6
10
Dana Alokasi Umum (DAU) sebagai salah satu bentuk desentralisasi fiskal yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah selama ini menjadi komponen yang vital bagi keuangan Pemerintah Daerah. Tidak terkecuali Pemerintah D.I. Yogyakarta dan Pemerintah Sumatera Utara, masih mengandalkan DAU sebagai salah satu komponen utama bagi penerimaan pemerintah daerah. Berdasarkan hasil penelitian ini menemukan untuk Pemerintah D.I. Yogyakarta dan Pemerintah Sumatera, pertumbuhan DAU memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Hal ini berarti Pemerintah D.I. Yogyakarta dan Sumatera Utara masih mengandalkan penerimaan yang berasal dari DAU sebagai modal utama bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Dalam proses perjalanan waktu, terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh Pemerintah D.I. Yogyakarta dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Beberapa kendala tersebut diantaranya adalah
masih adanya beberapa pemerintah Kabupaten yang
memiliki tingkat kemandirian fiskal yang relatif rendah sehingga untuk memacu pertumbuhan masih mengandalkan transfer fiskal, tidak dapat dipungkiri bahwa aspek sumber daya manusia khususnya sumber daya manusia tenaga kerja yang masih relatif rendah, tingkat kemiskinan yang masih tinggi, pembangunan infrastruktur yang masih menjadi kendala. Sedangkan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memiliki kendala dalam memacu pertumbuhan ekonomi, yaitu masalah utama adalah kualitas belanja pemerintah daerah yang masih kurang berkualitas, kondisi infrastruktur yang relatif belum memadai untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dan sumber daya manusia (SDM) yang relatif rendah serta daya dukung lingkungan yang semakin berkurang. D.2
Saran Pemberian transfer fiskal pada awalnya merupakan konsep yang diberikan oleh
pemerintah pusat untuk menutupi celah fiskal antara perbedaan kapasitas fiskal dengan kebutuhan fiskal pemerintah daerah. Transfer fiskal diberikan untuk dapat memacu pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pelayanan publik terhadap masyarakat. Untuk itu maka dalam pengelolaan keuangan daerah ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian bagi pemerintah daerah. Pertama, DAU yang berikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerntah Daerah sudah selayaknya dijadikan sumber penerimaan untuk dapat dibelanjakan dalam bentuk belanja yang berkualitas. Belanja yang berkualitas yang dimaksud adalah belanja daerah yang manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat, contohnya adalah belanja modal. 11
Kedua, DAU yang diberikan juga harus dapat menjadi stimulus bagi daerah bukan untuk hanya berpangku tangan akan tetapi harus dapat menjadi alat stimulus bagi daerah untuk dapat meningkatkan kapasitas fiskal pemerintah daerah. Khusus kepada Pemerintah Provinsi D.I. Yogyakarta dan Pemerintah Sumatera Utara maka sudah waktunya bagi pemerintah daerah tersebut maka sudah selayaknya DAU yang berikan oleh pemerintah pusat harus digunakan untuk membiayai belanja yang berkualitas. Dan DAU yang diberikan harus dapat menstimulus bagi daerah untuk memacu pertumbuhan ekonomi daerah.
12