LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU
IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL BIDANG KETENAGAKERJAAN DAN HARAPAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PEKERJA DI KOTA SURABAYA DAN KOTA PEKANBARU
HARTINI RETNANINGSIH
BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL PUSAT PENELITIAN - BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA 2016 1
EXECUTIVE SUMMARY
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Naker) merupakan undang-undang yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada pekerja, di samping UU No. 20 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS). Ketiga UU tersebut mengatur tentang hak-hak dan kewajiban pekerja, serta sanksisanksi bagi setiap pelanggaran atau kejahatan terkait ketenagakerjaan. Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Ketenagakerjaan (SJSN TK) yang merupakan amanat dari UU SJSN dan UU BPJS baru dimulai pada tanggal 1 Juli 2015, dan hingga saat ini masih terjadi transisi tata cara perlindungan sosial bagi pekerja dari sistem lama yang dikelola PT Jamsostek menuju sistem baru yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK). SJSN TK merupakan sistem baru yang diharapkan dapat memberikan perlindungan sosial kepada pekerja secara lebih baik dibanding sistem lama. Dalam hal ini SJSN TK diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja di Indonesia. 1.2. Permasalahan Penelitian SJSN TK merupakan sistem perlindungan sosial untuk pekerja di Indonesia, yaitu pekerja formal khususnya dan pekerja informal yang menghendakinya. Dalam rangka melaksanakan SJSN TK tersebut, maka BPJS TK merupakan lembaga yang diberi kewenangan untuk menangani jaminan sosial di bidang ketenagakerjaan. Secara resmi BPJS TK beroperasi sejak 1 Juli 2015 berdasarkan UU SJSN dan UU BPJS. Dengan demikian, saat ini sedang terjadi transisi penyelenggaraan jaminan sosial ketenagakerjaan dari sistem lama (yang dikelola PT Jamsotek) menuju sistem baru (yang dikelola BPJS TK). Dalam masa transisi ini ada berbagai kendala yang dihadapi BPJS TK dalam implementasi SJSN TK. Kota Surabaya dan Kota Pekanbaru merupakan wilayah yang memiliki banyak perusahaan dengan ribuan pekerja di dalamnya, sehingga implementasi SJSN TK akan 2
berdampak pada Mereka. Saat ini di Kota Surabaya terdapat 15.632 perusahaan dan di Kota Pekanbaru terdapat 2094 perusahaan, yang di dalamnya terdapat ribuan pekerja sebagai pemegang jaminan sosial ketenagakerjaan. Ada beberapa hal yang ingin dianalisis dalam penelitian ini, yang terkait dengan lima jaminan sosial bagi pekerja, yaitu: 1) Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK); 2) Jaminan Hari Tua (JHT); 3) Jaminan Pensiun (JP); 4) Jaminan Kematian (JKm). Adapun pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana implementasi perlindungan pekerja melalui SJSN TK di Kota Surabaya dan Kota Pekanbaru? 2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam implementasi SJSN TK di Kota Surabaya dan Kota Pekanbaru? 3. Bagaimana strategi SJSN TK dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja di Kota Surabaya dan Kota Pekanbaru? 1.3. Keaslian Penelitian SJSN TK merupakan babak baru dalam penyelenggaraan perlindungan sosial pekerja di Indonesia. BPJS TK merupakan bagian dari skema nasional berupa SJSN TK yang diatur penyelenggaraannya melalui UU BPJS BPJS
TK sendiri baru mulai
beroperasi pada tanggal 1 Juli 2015. Selama ini belum ditemukan penelitian tentang SJSN TK dan Kesejahteraan Pekerja. Dengan demikian, penelitian ini merupakan penelitian pertama yang dilakukan terkait SJSN TK dan Kesejahteraan Pekerja. 1.4. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan penelitian tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalis: 1. Implementasi perlindungan pekerja melalui SJSN TK di Kota Surabaya dan Kota Pekanbaru. 2. Kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi SJSN TK di Kota Surabaya dan Kota Pekanbaru. 3. Strategi SJSN TK dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja di Kota Surabaya dan Kota Pekanbaru. Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai masukan bagi DPR RI khususnya Komisi IX dalam rangka tugas pengawasan dan penganggaran terkait implementasi sistem jaminan sosial nasional khusunya di bidang ketenagakerjaan. Selain itu hasil penelitian juga diharapkan dapat menjadi masukan 3
bagi Pemerintah dan BPJS TK dalam memperbaiki implementasi SJSN TK. Dan penelitian ini juga diharapkan dapat memberi inspirasi bagi penelitian lebih lanjut tentang SJSN TK dan kesejahteraan pekerja di Indonesia. 1.5. Sistematika ▪
BAB I – PENDAHULUAN
▪
BAB II – TINJAUAN TEORI
▪
BAB III – METODE PENELITIAN
▪
BAB IV - IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL BIDANG
KETENAGAKERJAAN
KESEJAHTERAAN
PEKERJA
DI
DAN
HARAPAN
KOTA
PENINGKATAN
SURABAYA
DAN
KOTA
PEKANBARU (Temuan dan Analisis Hasil Penelitian) ▪
II.
BAB V – PENUTUP (Kesimpulan dan Rekomendasi)
TINJAUAN TEORI
2.1. Kesejahteraan Sosial Berdasarkan Midgley (1995: 14): “…. A condition of social welfare (or social well-being) is conceived of as comprising three elements. They are, first, the degree to which social problems are managed, second, the extent to which needs are met and, finally, the degree to which opportunities for advancement are provided. These three elements apply to individuals, families, groups, communities and even whole societies. The three elements thus operate at different social levels and need to apply at each level if a society as a whole is to enjoy a reasonable state of social well-being”. Berdasarkan Wibhawa, Raharjo, dan Budiarti (2010: 24-25), “Pembangunan kesejahteraan didefinisikan sebagai pendekatan pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, melalui peningkatan modal ekonomi (economic capital), manusia (human capital), kemasyarakatan (human capital), dan perlindungan (security capital) secara terintegrasi dan berkesinambungan”.
4
Kesejahteraan terkait dengan suatu kondisi yang menyenangkan yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Titmuss (dalam Huda, 2009: 72-73), melawankan kesejahteraan dengan ketidaksejahteraan. Menurutnya, lawan dari kesejahteraan adalah ‘social illfare’ (ketidaksejahteraan sosial). Apabila salah satu syarat kesejahteraan tidak terpenuhi, hal itu dapat menyebabkan ‘social illfare’ dalam masyarakat. Menurut Adi (2008: 44), “Kesejahteraan dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik. Taraf kehidupan yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisik belaka, tetapi juga ikut memerhatikan aspek sosial, mental, dan segi kehidupan spiritual”. Menurut Barker (dalam Kirst-Ashman, 2007: 6), “Social welfare is ‘a nation’s system of programs, benefits, and services that help people meet those social, economic, educational, and health needs that are fundamental to the maintenance of society’. “Social welfare, then, is a broad concept related to the general well-being of all people in a society. Inherent in the definition are two basic dimensions: (1) what people get in society (in terms of programs, benefits, and services) and (2) how well their needs (including social, economic, educational, and health) are being met”. Menurut Jordan (1998: 1), “The new politics of welfare is far more than a plan to reform the social services. It takes the moral high ground, and mobilizes citizens in a thrust for national regeneration. It deals in ethical principles, and appeals to civic responsibility and the common good. Above all, it bids to create a cohesive community, through the values of self-discipline, family solidarity and respect for lawful authority”. 2.2. Jaminan Sosial Menurut Theobold (dalam Friedlander, 1980: 256) “There are two main system s of achieving economyc security: a program of public assistance (or social assistance), which is financed by taxation, and a program of social insurance financed .... by contributions of the beneficiary and his or her employer” Menurut Warrent (dalam Irene-Quiero-Tajalli dan Campbell, 2002 : 223), ada enam dimensi dalam perubahan sosial, yaitu: 5
1. Identification of the change objective, or determination of what change is needed and at what system level. 2. Identification of the target system, or seletcion of the system in which change needs to occur, whether it is an individual, community, or organization. 3. Specifes the change-including system, or deciding what groups plans to come together to achieve a common goal. 4. The community members select strategies that will work best to bring about change, such as cooperation, media campaigns, or physical and verbal contests. 5. Resistance, involves analysing the possible reasons for the target system to resist change. 6. Stabilization of change, or developing mechanisms to ensure that change will remain stable. 2.3. Ketenagakerjaan Berdasarkan Wikipedia, tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut Bab I Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13 tahun 2003, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja. (Id.wikipedia.org., n.d.a). Menurut Hendytio dan Babari (dalam Prijono & Pranarka, 1996: 176), “Setiap usaha peningkatan kehidupan pekerja harus menyertakan pekerja itu sendiri. Pekerja baik perseorangan maupun secara kelompok seperti serikat pekerja harus dibatkan dalam semua kegiatan untuk mencapai keadaan yang lebih baik”. Menurut Midgley (dalam Payne, 2005: 219), “Social development aims to promote people’s well-being, through creating social changes so that social problems are managed, needs are met and opportunies for advancement are provided”. Menurut Karsidi (dalam Nawawie & Nurcholish, 2010: 50), perubahan sosial dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan manusia. Ruang gerak perubahan itu 6
pun juga berlapis-lapis, dimulai dari kelompok kecil atau mulai dari tingkat individu, keluarga hingga tingkat dunia. Menurut Thompson (2005: 39), “Traditionally, social policy is concerned with five main area: income mainenance, housing, education, health and personal social service. Each of these areas involves a set of policies geared towards providing a range of services to prevent or respond to social problems and to promote the welfare citizens”.
III.
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah diskriptif analitis, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Neuman (2006: 157), ciri-ciri qualitative research adalah: “(1) Capture and discover meaning once the researcher becomes immersed in data; (2) Concepts are in the form of themes, motifs, generalizations, taxonomies;(3) Measure are created in an ad hoc manner and are often specific to he individual setting or researcher; (4) Data are in the form of words from documents, observations, transcripts; (5) Theory can be causal or non causal and is often inductive; (6) Research procedures are particular, and replications is very rare; (7) Analysis proceeds by extracting themes or generalization from evidence and organizing data to present a coherent, consistent picture”. Menurut Rubin dan Babbie (2008: 417), “Qualitative research is not only a data collecting activity, but also frequently, and perhaps typically, a theory-generating activity”. Menurut Wolcott (dalam Creswell, 2003: 182) “Qualitative research is fundamentally interpretive. This means that the researcher makes an interpretation of the data. This includes developing a description of an indiidual or setting, analyzing data for themes or categories, and finally making an interpretation or drawing conclutions about its meaning personally and theoritically, stating the lessons learned, and offering further questions to be asked (Wollcot, 1994)”.
7
Terhadap gagasan Wolcott, Cresswell (2003: 182) berpendapat, “It also means that the researcher filters the data through a personal lens that situated in a specific sociopolitical and historical moment. One cannot escape the personal interpretation brought to qualitative data analysis”. Menurut Rubin dan Babbie (2008: 417), “Finally, qualtatif research is especially appropriate study of social process over time. Thus, the qualitative researcher might be in a position to examine the rumblings and final explosion of a riot as evets actually occur rather than try to reconstruct them afterward”. 3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian Secara keseluruhan penelitian ini dilakukan salama 10 bulan (Januari-Oktober 2016). Pencarian data lapangan di Kota Surabaya dilakukan pada tanggal 11-20 April 2016 dan pencarian data di Kota Pekanbaru pada tanggal 16-25 Mei 2016. 3.3. Informan Penelitian Dalam penelitian ini penentuan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling (sampel bertujuan), mengingat adanya sejumlah subjek yang telah diidentifikasi dan diasumsikan dapat menjadi informan atau nara sumber bagi penelitian ini. Sebagaimana menurut Silalahi (2012: 272), “Pemilihan sampel purposif atau bertujuan, kadang-kadang disebut sebagai judgement sampling, merupakan pemilihan siapa subjek yang ada dalam posisi terbaik untuk memberikan informasi yang dibutuhkan”. 3.4. Pengumpulan Data dan Analisis Menurut Patton (2002: 4), “Qualitative findings grows out of three kinds of data collecion: (1) in-depth, opended interviews; (2) direct observation; and (3) written documents”. Teknik pengumpulkan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan sebelum dan selama berlangsungnya proses penelitian, dalam rangka mendapatkan data dan informasi terkait implementasi SJSN TK dan kesejahteraan pekerja. 2. Studi lapangan. Studi lapangan atau pencarian data di lapangan dilakukan pada bulan April dan Mei 2016, setelah diperoleh data/informasi kepustakaan yang mencukupi untuk pembuatan proposal penelitian. 8
IV.
IMPLEMENTASI
SISTEM
JAMINAN
SOSIAL
NASIONAL
BIDANG
KETENAGAKERJAAN DAN HARAPAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PEKERJA DI KOTA SURABAYA DAN KOTA PEKANBARU (Temuan dan Analisis Hasil Penelitian) 4.1. Implementasi Perlindungan Pekerja Melalui SJSN TK di Kota Surabaya dan Kota Pekanbaru Jika dilihat operasional kelembagaannya yang telah berlangsung sejak 1 Juli 2015 sampai dengan saat ini, maka BPJS TK Kota Surabaya dan BPJS TK Kota Pekanbaru
dapat
dikatakan
telah
berupaya
menjalankan
fungsinya
untuk
menyejahterakan pekerja melalui berbagai pelayanannya. Berdasarkan Midgley (1995: 14), implementasi SJSN TK di Kota Surabaya dan Kota Pekanbaru merupakan bagian dari upaya mengatasi masalah sosial para pekerja. Dalam hal ini BPJS TK Kota Surabaya dan BPJS Kota Pekanbaru berupaya memberikan harapan bagi pekerja untuk menghadapi hari tuanya setelah pensiun. BPJS TK berupaya membuat pekerja lebih sejahtera. BPJS TK Kota Surabaya dan BPJS Kota Pekanbaru telah berupaya menjalankan SJSN Bidang Ketenagkerjaan dalam rangka kehidupan pekerja yang lebih baik. Berdasarkan Wibhawa, Raharjo, dan Budiarti (2010: 24-25), BPJS TK merupakan bagian dari pembangunan kesejahteraan, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup para pekerja melalui program-programnya. SJSN TK dapat dipandang sebagai upaya perlindungan sosial (social security) pekerja yang diselenggarakan secara sistematis dan berkesinambungan. SJSN TK seharusnya memberi manfaat yang lebih baik. SJSN TK dapat dipandang sebagai proyeksi kesejahteraan pekerja. Berdasarkan Titmuss (dalam Huda, 2009: 72-73), BPJS TK Kota Surabaya dan Kota Pekanbaru telah berupaya menghilangkan kekhawatiran pekerja menghadapi persoalan hari ini (saat bekerja)
dan
saat
nanti
(hari
tua)
untuk
menghilangkan
‘social
illfare’
(ketidaksejahteraan sosial). Tujuannya adalah untuk mencapai kesejahteraan pekerja, yaitu suatu kondisi yang membahagiakan terkait pekerjaannya, yakni ketika pekerja dapat merasakan manfaat atas pekerjaannya terkait gaji, fasilitas, bonus, jaminan pensiun, dan sebagainya. Sedangkan berdasarkan Adi (2008: 44),
BPJS TK Kota
Surabaya dan BPJS Kota Pekanbaru telah berupaya untuk mencapai kesejahteraan dan taraf kehidupan pekerja yang lebih baik. Dalam hal ini, rasa sejahtera diharapkan akan muncul dengan adanya jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan kesehatan, dan sebagainya yang mampu memenuhi kebutuhan para pekerja. 9
BPJS TK Kota Surabaya dan BPJS TK Kota Pekanbaru telah berupaya mewujudkan kesejahteraan pekerja melalui program-programnya. Program BPJS TK adalah operasionalisasi dari gagasan tentang kesejahteraan pekerja yang ditetapkan oleh negara. Berdasarkan Barker (dalam Kirst-Ashman, 2007: 6), BPJS TK Kota Surabaya dan BPJS Kota Pekanbaru telah berupaya mengoperasionalkan programprogram pelayanan sosial ketenagakerjaan, dalam rangka mewujudkan gagasan negara tentang kesejahteraan pekerja, agar masyarakat merasakan manfaatnya. Dalam hal ini BPJS TK Kota Surabaya dan BPJS TK Kota Pekanbaru berupaya mewujudkan kesejahteraan pekerja melalui dua dimensi yaitu: 1) Apa yang diperoleh pekerja sebagi konsekuensi dari kepesertaan BPJS TK; 2) Sejauh mana kebutuhan pekerja (JKK, JHT, JKm dan JP) dapat dipenuhi. Dalam hal ini SJSN TK merupakan bagian dari upaya negara dalam memberikan kesejahteraan bagi pekerja terkait keuangannya di masa depan. Berdasarkan Jordan (1998: 1), SJSN TK merupakan sistem baru dalam politik kesejhateraan sosial di Indonesia. Meskipun gagasannya telah tercantum dalam konstutisi sejak Indonesia merdeka, namun UU SJSN dan UU BPJS baru lahir setelah reformasi tahun 1998. SJSN TK merupakan pembaruan sistem pelayanan jaminan sosial pekerja, dan bahkan masyarakat yang bekerja di sektor informal (bukan penerima upah) pun bisa menjadi peserta. SJSN TK diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja. 4.2. Kendala dalam Implementasi SJSN TK di Kota Surabaya dan Kota Pekanbaru Karena BPJS TK Kota Surabaya dan BPJS Kota Pekanbaru merupakan bagian dari SJSN TK yang nota bene adalah program nasional, sehingga keduanya memiliki persoalan serupa terkait peraturan-peraturan yang belum harmonis antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Hal ini tentu akan mengurangi rasa nyaman pekerja yang sedang berusaha mendapatkan hak-haknya. Kenyataan ini juga bertentangan dengan gagasan tentang jaminan sosial yang merupakan bagian dari upaya perlindungan sosial (social security). Berdasarkan Theobold (dalam Friedlander, 1980: 256), ada dua cara pendanaan perlindungan sosial, yaitu pendanaan oleh negara melalui pajak dan pendanaan oleh iuran peserta. Dalam hal ini SJSN Ketenagakerjaan merupakan bagian dari skema perlindungan sosial yang diberlakukan untuk para pekerja. Implementasi perlindungan sosial ketenagakerjaan oleh BPJS TK Kota Surabaya dan BPJS TK Kota Pekanbaru akan lebih baik jika ada harmonisasi dan koordinasi antara Pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah. 10
BPJS TK Kota Surabaya dan BPJS TK Kota Pekanbaru selama ini mengalami masih banyak kendala sehingga kedua lembaga tersebut belum sepenuhnya mampu mewujudkan harapan bagi kesejahteraan pekerja yang menjadi pesertanya. Padahal SJSN TK yang diselenggarakan BPJS TK Kota Surabaya dan BPJS TK Kota Pekanbaru adalah skema nasional dari negara untuk mengubah kesejahteraan pekerja menjadi lebih baik. Berdasarkan Warrent (dalam Irene-Quiero-Tajalli dan Campbell, 2002 : 223), ada enam dimensi dalam perubahan sosial yaitu: 1) Identifikasi objek perubahan; 2)
Identifikasi
target
perubahan;
3)
Sistem
untuk
mencapai
tujuan;
4)
Kelompok/lembaga yang melakukan perubahan; 5) Resistensi objek yang diubah; 6) Stabilisasi perubahan. Dengan demikian, SJSN TK yang diselenggarakan oleh BPJS TK Kota Surabaya dan BPJS Kota Pekanbaru dapat dinilai telah memenuhi enam dimensi tersebut. Namun dalam praktiknya, BPJS TK Kota Surabaya dan BPJS TK Kota Pekanbaru masih mengalami banyak kendala dan tantangan karena selain masih rendahnya pemahaman terhadap sistem baru, juga karena adanya resistensi dan kekecewaan pihak yang merasa dirugikan sistem baru SJSN Bidang ketenagkerajaan. 4.3. Strategi Peningkatan Kesejahteraan Pekerja di Kota Surabaya dan Kota Pekanbaru Ke depan diperlukan strategi yang lebih baik dalam rangka peningkatan kesejahteraan pekerja. BPJS TK Kota Surabaya dan BPJS TK Kota Pekanbaru perlu bekerja keras untuk meningkatkan kualitas program-programnya, salah satu caranya adalah dengan mendengarkan masukan dan kritik dari para pekerja baik terkait pelayanan maupun substansi dari programnya. Untuk itu kedua BPJS TK perlu sering menjalin komunikasi dan koordinasi dengan Serikat Pekerja yang ada di wilayahnya. Seperti komunikasi dan koordinasi yang telah dilakukan BPJS TK Kota Surabaya dan BPJS TK Kota Pekanbaru selama ini, perlu ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya di masa depan. Hal ini sejalan dengan Hendytio dan Babari (dalam Prijono & Pranarka, 1996: 176), bahwa setiap usaha peningkatan kehidupan pekerja harus menyertakan pekerja itu sendiri. Pekerja baik perseorangan maupun secara kelompok seperti serikat pekerja harus dibatkan dalam semua kegiatan untuk mencapai keadaan yang lebih baik. Dalam hal ini SJSN TK diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja. Berdasarkan kenyataan yang terjadi Kota Surabaya dan Kota Pekanbaru bahwa masih terdapat banyak kendala dalam implementasi SJSN TK, maka ke depan perlu ditingkatkan lagi kualitas pelayanan dan juga perluasan kepesertaan BPJS TK. Banyak cara yang dapat dilakukan yang salah satunya adalah merangkul pemerintah setempat 11
(Dinas Tenaga Kerja) untuk bekerja sama. Selain itu kedua BPJS TK juga perlu memanfaatkan berbagai celah dalam memperluas kepesertaan misalnya dengan sosialisasi bersama BPJS Kesehatan yang memiliki banyak jaringan sosial hingga ke pelosok nusantara. Selain itu kedua BPJS TK juga perlu meningkatkan kualitas pelayanan JKK melalui kerja sama dengan RS. Berdasarkan Midgley (dalam Payne, 2005: 219), SJSN TK didesain untuk melindungi para pekerja sejak dia aktif bekerja hingga berhenti nantinya. Ke depan, implementasi SJSN TK harus lebih baik, agar lebih mampu meningkatkan kesejahteraan pekerja. Upaya meningkatkan kesejahteraan pekerja merupakan bagian dari perubahan sosial yang direncanakan, untuk menciptakan pekerja yang lebih sejahtera. Berdasarkan Karsidi (dalam Nawawie & Nurcholish, 2010: 50), perubahan sosial dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan manusia. Ruang gerak perubahan itu pun juga berlapis-lapis, dimulai dari kelompok kecil atau mulai dari tingkat individu, keluarga hingga tingkat dunia. Dalam hal ini BPJS TK Kota Surabaya dan BPJS TK Kota Pekanbaru menjadi bagian dari upaya mewujudkan SJSN TK yang lebih banyak manfaatnya bagi pekerja. Hal ini juga sejalan dengan Thompson (2005: 39), bahwa kebijakan sosial mencakup lima area yaitu masalah pendapatan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial. Dalam hal ini kedua BPJS TK harus mampu mewujudkan SJSN TK yang dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja.
V.
PENUTUP (Kesimpulan dan Rekomendasi)
5.1. Kesimpulan Sejak berlakunya BPJS TK tanggal 1 Juli 2015, sebagaimana di daerah lainnya BPJS TK Kota Surabaya dan BPJS TK Kota Pekanbaru mulai melayani SJSN TK di wilayahnya. Karena masih dalam masa transisi kelembagan dari PT Jamsostek, masih ada beberapa kendala yang dialami BPJS TK misalnya masalah tempat/kantor dan jumlah SDM. Selain itu, BPJS TK di Kota Surabaya dan Kota Pekanbaru juga mengalami persoalan yang sama terkait cash flow dan pelayanan pencairan JHT. Salah satu penyebab kacaunya pengelolaan dana jaminan sosial adalah PP No. 60 Tahun 2015 yang merupakan revisi atas PP No. 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JHT. Revisi tersebut mengakibatkan BPJS TK mengalami kekacauan cash flow yang terjadi terus menerus sehingga berbahaya bagi kelanjutan operasional BPJS TK ke depan. Jika dulu pada masa Jamsostek dana pekerja disimpan sampai lama (diambil ketika pensiun atau setidaknya 5 tahun setelah berhenti bekerja bagi yang belum 12
berusia pensiun), kini dengan Perpres No. 60 Tahun 2015 setiap pekerja yang mengalami PHK dapat mengambil uangnya sebulan setelah berhenti bekerja. Hal ini menyebabkan aliran dana keluar sangat banyak dan BPJS TK tidak memiliki kesempatan untuk mengelola dana para pekerja, karena sebagian besar pekerja mengambil JHT walau belum mencapai usia pensiun. Hal ini mengakibatkan uang yang ada di BPJST TK tidak dapat diinvestasikan dalam jangka panjang, karena khawatir setiap saat orang mencairkan JHT. Perpres 60 Tahun 2015 mengakibatkan hilangnya roh dari urgensi JHT yang sebenarnya dimaksudkan untuk mempersiapkan keuangan masa depan pekerja. Di Kota Surabaya, BPJS TK berjalan relatif lebih baik dan lebih sedikit kendala yang dialami dalam memperluas kepesertaan. Sejak berlakunya BPJS TK tanggal 1 Juli 2015 hingga sekarang, hubungan antara pekerja dan BPJS TK di Kota Surabaya cukup baik, demikian juga hubungan antara pekerja dengan Dinas Tenaga Kerja. Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi dan Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota cukup responsif menampung aspirasi pekerja. Dinas Tenaga Kerja Provinsi dan Dinas Tenaga Kerja Kota membuka luas kesempatan bagi pekerja untuk mendukung upaya peningkatan kesejahteraan pekerja. Selama ini Dinas Tenaga Kerja Kota Surabaya sudah 2x mengirim surat kepada Presiden, dalam rangka menyalurkan aspirasi pekerja yang menghendaki dikembalikannnya peraturan iuran JHT seperti semula (semasa PT Jamsostek), di mana semua iuran dibayar oleh pengusaha. Berbeda dengan kondisi di Kota Surabaya, BPJS TK di Kota Pekanbaru mengalami relatif lebih banyak kendala terutama terkait masalah koordinasi dengan pemerintah setempat yang kurang harmonis. Hal ini berdampak pada upaya BPJS TK memperluas kepesertaan. Selain itu, sosialisai BPJS TK di Kota Pekanbaru belum berjalan dengan baik, karena masih terjadinya kerancuan pemahaman masyarakat tentang BPJS TK. Masyarakat masih sulit membedakan BPJS TK dan BPJS Kesehatan, sehingga berdampak pada lambannya BPJS TK dalam menggali potensi kepesertaan. Jika hubungan antara BPJS TK dan Dinas Tenaga Kerja masih kurang harmonis, sebaliknya hubungan antara pekerja dan BPJS TK di Kota Pekanbaru selamma ini justru lebih baik, artinya terjadi komunikasi di mana tidak banyak kesalahpahaman terjadi di antara mereka. Dalam pandangan pekerja, justru Dinas Tenaga Kerja tidak memahami tugasnya sebagai pembina pekerja. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pekerja, ke depan perlu dilakukan berbagai perbaikan dalam penyelenggaraan BPJS TK. Berbagai permasalahan yang 13
menjadi kendala selama ini perlu dievaluasi agar implementasi SJSN TK semakin baik dan bermanfaat bagi kesejahteraan pekerja. . 5.2. Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan di atas, maka rekomendasi yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kembalikan peraturan JHT seperti sebelumnya (PP No. 46 tentang penyelenggaraan Program JHT), agar uang pekerja dapat diinvestasikan dalam jangka panjang, agar keuntungan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan jaminan sosial tenaga kerja. 2. Masalah branded BPJS TK perlu ditinjau kembali, perlu diubah nama (nomenklatur) BPJS TK, agar tidak terjadi kerancuan dengan BPJS Kesehatan. 3. Perlu peningkatan anggaran sosialisasi, untuk menjangkau kepesertaan yang luas hingga ke pelosok Indonesia. Selama ini sosialsiasi dirasa kurang, sehingga banyak masyarakat kurang memahami BPJS TK 4. Perlu revisi UU Pajak khususnya tekait pajak JHT, agar pekerja tidak dibebani pajak yang tinggi, karena JHT adalah progam jaminan sosial, bahkan jika bisa negara membebaskan sama sekali pekerja dari pajak JHT.
14