penelitian sebelumnya yang dipakai sebagai acuan dalam penulisan laporan penelitian ini dan menyajikan hipotesis.
Bab III :
Metode Penelitian Metode penelitian, menjelaskan mengenai metode penelitian yang menyajikan lokasi dan objek penelitian, identifikasi variabel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data.
Bab IV :
Pembahaan Hasil Penelitian Pembahasan menguraikan tentang gambaran umum daerah penelitian yaitu Kota Denpasar, serta pembahasan yang menggunakan teknik analisis regresi linier berganda yang selanjutnya dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang telah dirumuskan.
Bab V :
Simpulan dan Saran Merupakan bab terakhir dimana akan dirangkum kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan bab empat yang kemudian diikuti saran sesuai dengan kesimpulan yang diperoleh.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
12
2.1 2.1.1
Landasan Teori Konsep Tenaga Kerja Istilah employment dalam bahasa inggris berasal dari kata to employ yang
berarti menggunakan dalam suatu proses atau usaha memberikan pekerjaan atau sumber penghidupan. Jadi employment berarti keadan orang yang sedang mempunyai pekerjaan. Penggunaan istilah employment sehari-hari biasa diyatakan dengan jumlah orang dan yang dimaksudkan adalah sejumlah orang yang ada dalam pekerjaan atau mempunyai pekerjaan. Pengertian ini memiliki dua unsur yaitu lapangan atau kesempatan kerja dan orang yang dipekerjakan atau yang melakukan pekerjaan tersebut. Jadi pengertian employment dalam bahasa inggris sudah jelas yaitu kesempatan kerja yang sudah diduduki (Soeroto, 1983:67). Menurut Simanjuntak (1998:1) tenaga kerja (man power) mengandung dua pengertian. Pertama tenaga kerja mengandung pengertian usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi. Dalam hal ini tenaga kerja mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. Kedua, tenaga kerja mencakup orang yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut, mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis, yaitu kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
13
Tenaga kerja atau man power terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Menurut Simanjuntak (1998:16) angkatan kerja dibedakan dalam tiga golongan seperti berikut: (1) Pengangguran (open unemployment), yaitu orang sama sekali tidak bekerja dan berusaha mencari pekerjaan. (2)
Setengah pengangguran (underemployment), yaitu mereka yang kurang dimanfaatkan dalam bekerja dilihat dari segi kerja, produktivitas kerja dan pendapatan. Setengah pengangguran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a.
Setengah pengangguran kentara yakni mereka yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu, dan
b.
Setengah pengangguran tidak kentara yakni mereka yang produktivitas kerjanya dan pendapatannya rendah.
(3)
Bekerja penuh, yaitu keadaan dimana permintaan kerja sama dengan penawaran tenaga kerja.
a)
Penawaran Tenaga Kerja Konsep penawaran dapat menyangkut penawaran terhadap barang dan jasa,
maupun penawaran terhadap tenaga kerja. Menurut Bellante dan Jackson, dalam Marhaeni dan Manuati (2004:9) penawaran adalah suatu hubungan antara harga dan kuantitas. Apabila yang dibicarakan adalah penawaran suatu barang/komoditi, maka penawaran merupakan hubungan antara harga dan kuantitas komoditi tersebut yang siap disediakan oleh para pemasok. Sehubungan dengan tenaga kerja, penawaran adalah hubungan antara tingkat upah (harga tenaga kerja) dan jumlah tenaga kerja yang para pemilik tenaga kerja siap untuk menyediakannya.
14
b)
Permintaan Tenaga Kerja Konsep permintaan dapat menyangkut permintaan terhadap barang dan
jasa, maupun permintaan tenaga kerja. Menurut Bellante dan Jackson, dalam Marhaeni dan Manuati (2004:48) permintan adalah suatu hubungan antara harga dan kuantitas. Apabila yang dibicarakan adalah permintaan suatu komoditi, maka permintaan merupakan hubungan antara harga dan kuantitas komoditi yang para pembeli bersedia untuk membelinya. Sehubungan dengan tenaga kerja, permintaan adalah hubungan antara tingkat upah (harga tenaga kerja) dan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki oleh majikan untuk dipekerjakan (dapat dikatakan dibeli).
2.1.2 Konsep Pengangguran Menurut Undang-Undang R.I No. 25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan, tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau wanita yang sedang dalam dan atau akan melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (Taliziduhu, 1997:207). Sedangkan yang dimaksud pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak memperoleh pekerjaan
yang
diinginkan
(Sukirno,
2000:472).
Nanga
(2001:254)
mendefinisikan pengangguran sebagai keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan kerja, tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif sedang mencari pekerjaan. Angkatan kerja adalah jumlah orang-orang yang bekerja dan tidak bekerja yang berada pada kelompok umur tertentu (15-64 tahun). Pada
15
prinsipnya pengangguran berarti hilangnya output dan kesengsaraan bagi orang yang tidak bekerja, pemborosan terhadap sumber daya ekonomi dan meningkatkan pengeluaran pemerintah untuk kompensasi pengangguran dan kesejahteraan. Simanjuntak (2002:5) mendefinisikan pengangguran sebagai orang yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari dalam seminggu sebelum pencacahan dan sedang berusaha memperoleh pekerjaan. Pengertian pengangguran berbeda di setiap negara. Seseorang digolongkan sebagai penganggur di Amerika Serikat apabila (i) sedang mencari pekerjaan, tetapi selama 4 minggu sebelumnya tidak mempunyai pekerjaan, (ii) masih belum bekerja tetapi akan mulai bekerja dalam masa 4 minggu, dan (iii) untuk sementara diberhentikan kerja akan tetapi akan digunakan lagi oleh majikannya dalam waktu 4 minggu (Sukirno,2000:473). Dalam membicarakan mengenai pengangguran yang diperhatikan bukanlah mengenai jumlah pengangguran, tetapi tingkat pengangguran yang dinyatakan sebagai persentase dari angkatan kerja. Golongan penduduk yang tergolong sebagai angkatan kerja adalah penduduk berusia 15 sampai 64 tahun, kecuali (i) ibu rumah tangga yang lebih suka menjaga keluarganya daripada bekerja, (ii) penduduk muda dalam lingkungan umur tersebut yang masih meneruskan pelajarannya di sekolah dan universitas, (iii) orang yang belum mencapai umur 65 tahun tetapi sudah pensiun dan tidak mau bekerja lagi, dan (iv) pengangguran sukarela, yaitu golongan penduduk dalam umur tersebut yang tidak secara aktif mencari pekerjaan. Penduduk dalam lingkungan umur 15-64 tahun dapat dipandang sebagai tenaga kerja potensial. Mereka sudah dapat digolongkan
16
sebagai tenaga kerja apabila benar-benar memilih untuk bekerja atau mencari kerja (Sukirno, 2000:474). Untuk di Indonesia, pada periode sebelum pencacahan tahun 2000 digunakan batasan 10+ - 64+. Indonesia baru menggunakan konsep 15+ pada tahun 2000 yang disebabkan adanya Program Wajib Belajar 9 tahun. Menurut Marhaeni, dkk (2004) terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pengangguran, yaitu sebagai berikut : 1)
Tingkat upah, dimana tingkat upah memegang peranan yang sangat besar dalam kondisi ketenagakerjaan. Tiingkat upah yang berlaku akan mempengaruhi permintaan dan penawaran tenaga kerja.
2)
Teknologi, penggunaan teknologi yang tepat guna akan mengurangi permintaan
tenaga
kerja
sehingga
akan
meningkatkan
jumlah
pengangguran. 3)
Fasilitas modal, fasilitas modal mempengaruhi permintaan tenaga kerja melalui 2 sisi. Pengaruh substitutif, dimana bertambahnya modal akan mengurangi permintaan tenaga kerja. Pengaruh komplementer, dimana bertambahnya modal akan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak untuk mengelola modal yang tersedia.
4)
Stuktur
perekonomian,
perubahan
struktur
ekonomi
menyebabkan
penurunan permintaan tenaga kerja, terutama tenaga kerja anak dan tenaga kerja tidak terdidik. Kesempatan kerja penuh adalah keadaan dimana 95 persen dari angkatan kerja dalam suatu waktu tertentu sepenuhnya bekerja. Pengangguran yang terdapat dalam kesempatan kerja penuh ini disebut tingkat pengangguran alamiah
17
(natural rate of unemployment). Sebagian ahli ekonomi lebih suka menggunakan istilah NAIRU (Non-Accelerated Inflation Rate of Unemployment ), yang dapat diartikan pengangguran yang tidak akan mempercepat inflasi. Menurut Nanga (2001:256), dilihat dari sebab timbulnya, pengangguran dapat dibedakan menjadi : 1)
Pengangguran friksional atau transisi adalah pengangguran yang timbul karena adanya perubahan dalam syarat-syarat tenaga kerja yang terjadi karena berkembangnya perekonomian. Pengangguran jenis ini dapat juga disebabkan karena berpindahnya orang-orang dari satu daerah ke daerah lain, dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain, maupun melalui siklus kehidupan yang berbeda.
2)
Pengangguran struktural adalah pengangguran yang terjadi karena adanya perubahan struktur pasar tenaga kerja sehingga terjadi ketidakesesuaian antara penawaran dan permintaan tenaga kerja. Salah satu penyebab pengangguran
struktural
adalah
kemajuan
teknologi
sehingga
pengangguran ini sering disebut dengan pengangguran teknologi. 3)
Pengangguran alamiah adalah tingkat pengangguran yang terjadi pada kesempatan kerja penuh atau tingkat pengangguran dimana inflasi yang diharapkan sama dengan tingkat inflasi aktual. Friedman (Nanga, 2001:255) mendefinisikan tingkat pengangguran alamiah sebagai tingkat pengangguran dimana baik tekanan ke atas maupun ke bawah terhadap inflasi dan upah berada dalam keadaan keseimbangan. Pengangguran
18
alamiah terdiri atas pengangguran friksional dan pengangguran struktural. Para ahli ekonomi memperkirakannya berkisar antara 4,0-6,5 persen. 4)
Pengangguran konjungtur dan siklis adalah jenis pengangguran yang terjadi karena merosotnya kegiatan perekonomian atau karena permintaan agregatif lebih kecil dibandingkan penawaran agregat. Para ahli ekonomi menyebut pengangguran ini sebagai demand deficient unemployment. Pengangguran ini akan berkurang apabila tingkat kegiatan ekonomi mengalami peningkatan (boom). Dengan kata lain, pengangguran siklis adalah pengangguran diatas tingkat alamiah atau pengangguran yang terjadi ketika output berada di bawah tingkat kesempatan kerja penuh. Menurut Nanga (2001:259), jenis pengangguran di negara-negara sedang
berkembang dapat pula dibedakan sebagai berikut. 1)
Pengangguran terselubung Pengangguran terselubung terjadi karena dalam suatu perekonomian jumlah tenaga kerja sangat berlebihan. Pengangguran jenis ini disebut juga pengangguran tidak kentara. Sebagai akibat kelebihan tenaga kerja tersebut, sebagian tenaga kerja dari kegiatan bersangkutan dialihkan ke kegiatan lain. Pengangguran
terselubung
banyak
ditemukan
berkembang, terutama di sektor pertanian.
2)
Pengangguran musiman
19
di
negara
sedang
Pengangguran musiman banyak ditemukan di sektor pertanian di sedang berkembang. Pengangguran musiman adalah pengangguran
negara yang
terjadi pada waktu-waktu tertentu di dalam waktu satu tahun. 3)
Setengah pengangguran Kelebihan penduduk di sektor pertanian dan tingkat pertambahan penduduk yang tinggi telah mempercepat prose urbanisasi. Kecepatan migrasi yang lebih tinggi dari kemampuan kota-kota di negara sedang berkembang untuk menciptakan lapangan kerja baru akan menyebabkan tidak semua orang memperoleh pekerjaan di kota. Hal ini menyebabkan banyak diantara mereka yang menganggur dalam waktu yang cukup lama atau memperoleh kerja dengan jam kerja yang lebih rendah dari jam kerja seharusnya. Pengangguran jenis ini disebut dengan setengah pengangguran. Menurut Simanjuntak (2001:22), karakteristik pengangguran di Indonesia
dapat dibedakan sebagai berikut : 1)
Sebagian besar tenaga kerja terserap di sektor pertanian dan sektor informal. Mereka yang tidak tahan lama menganggur untuk terserap di sektor formal, terpaksa menerima pekerjaan apa adanya di sektor informal.
2)
Tingkat setengah pengangguran cukup tinggi, berkisar antara 35 sampai 40 persen. Kondisi ini juga merupakan ciri negara agraris dan negara berkembang. Sebagian besar petani Indonesia memiliki lahan pertanian yang sempit, kurang dari satu hektar. Untuk mengolah lahan seperti itu, tidak perlu seluruh waktu kerja dicurahkan. Demikian juga para pekerja di sektor informal, pada umumnya mempunyai waktu kerja yang relatif pendek.
20
3)
Tingkat pengangguran yang tinggi terdapat di kalangan kelompok berusia muda berumur 10-24 tahun. Sebagian besar mereka merupakan angkatan kerja baru yang belum memiliki pengalaman kerja.
4)
Tingkat pengangguran di kota lebih tinggi daripada tingkat pengangguran di desa, baik di kalangan laki-laki maupun di kalangan perempuan. Penduduk kota pada umumnya mencari pekerjaan di sektor formal dan untuk itu diperlukan waktu menunggu yang relatif lama. Penduduk desa pada umumnya dapat cepat bergabung dengan usaha keluarga sehingga tidak perlu lama menganggur.
5)
Tingkat pengangguran di kalangan tenaga terdidik lebih tinggi daripada tingkat pengangguran di kalangan tenaga berpendidikan rendah. Tenaga berpendidikan tinggi mengusahakan bekerja di sektor formal, sementara tenaga berpendidikan rendah pada umumnya rela atau pasrah menerima pekerjaan di usaha keluarga, sektor pertanian dan sektor informal
6)
Tingkat pengangguran di kalangan perempuan lebih tinggi daripada tingkat pengangguran di kalangan laki-laki untuk semua kelompok umur dan tingkat pendidikan. Hal ini disebabkan mobilitas laki-laki lebih tinggi daripada mobilitas perempuan terutama untuk mencari pekerjaan di luar daerah tempat tinggal. Pengangguran memiliki dampak yang buruk terhadap perekonomian
maupun kepada individu. Menurut Nanga (2001:260) dampak yang ditimbulkan akibat pengangguran adalah sebagai berikut. 1)
Dampak pengangguran terhadap perekonomian
21
Tingkat pengangguran yang tinggi tidak memungkinkan masyarakat untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang mantap. Akibat buruk pengangguran terhadap perekonomian adalah sebagai berikut. a)
Pengangguran
menyebabkan
masyarakat
tidak
dapat
memaksimumkan kesejahteraan yang dicapai, karena pengangguran menyebakan pendapatan nasional yang sebenarnya dicapai lebih rendah dari pendapaan nasional potensial. b)
Pengangguran menyebakan pendapatan pajak pemerintah berkurang sehingga akan menghambat pembangunan.
c)
Pengangguran
tidak
menggalakkan
perekonomian
karena
menyebabkan perusahaan kehilangan keuntungan dan tidak akan mendorong perusahaan untuk berinvestasi. 2)
Dampak pengangguran terhadap individu dan masyarakat Selain berdampak buruk terhadap perekonomian, pengangguran juga berdampak buruk terhadap individu dan masyarakat sebagai berikut. a)
Pengangguran menyebabkan hilangnya mata pencaharian dan pendapatan.
b)
Pengangguran menyebabkan hilangnya keterampilan.
c)
Pengangguran menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik.
Melihat berbagai dampak yang ditimbulkan oleh pengangguran, maka perlu ditetapkan kebijakan untuk mengatasi pengangguran. Ada beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk mengatasi pengangguran (Marhaeni, 2004:161), yaitu :
22
1)
Memperbaiki sistem informasi sehingga dapat mempercepat pertemuan antara pencari kerja dengan perusahaan-perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja.
2)
Dengan meringankan tarif pajak, sehingga akan memotivasi investasi.
3)
Mengadakan pelatihan untuk meningkatkan ketampilan para penganggur.
4)
Adanya program transmigrasi, sehingga penyebaran penduduk menjadi lebih merata.
5)
Mengembangkan usaha di sektor informal.
2.1.3 Konsep Pasar Kerja Pasar
kerja
adalah
seluruh
aktivitas
dari
pelaku-pelaku
yang
mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja. Pelaku-pelaku ini terdiri atas (1) pengusaha yang membutuhkan tenaga, (2) pencari kerja, dan (3) perantara atau pihak ketiga yang memberikan kemudahan bagi pengusaha dan pencari kerja untuk saling berhubungan. Pasar kerja menyangkut seluruh penawaran dan seluruh permintaan akan tenaga kerja. Penawaran mencakup yang sudah bekerja dan pencari kerja. Permintaan mencakup jumlah pekerjaan yang sudah terisi dan lowongan pekerjaan yang belum terisi. Pasar kerja membicarakan hubungan penawaran dan permintaan akan tenaga kerja. Dimana mencakup aspek proses pengisian lowongan kerja dan orang-orang yang bekerja serta pekerjaan yang sudah terisi itu sendiri (Simanjuntak,2002).
23
Proses mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja ternyata memerlukan waktu yang lama. Dalam proses ini, baik pencari kerja maupun pengusaha dihadapkan kepada kenyataan bahwa : 1)
Pencari kerja mempunyai tingkat pendidikan, keterampilan, kemampuan dan sikap pribadi yang berbeda. Pada pihak lain setiap lowongan yang tersedia mempunyai sifat pekerjaan yang berlainan. Oleh sebab itu, untuk mengisi lowongan yang berlainan, pengusaha memerlukan pekerja dengan pendidikan, keterampilan, kemampuan, bahkan mungkin sikap pribadi yang berbeda. Tidak semua pelamar kerja akan cocok untuk satu lowongan tertentu. Dengan demikian, tidak semua pelamar mampu dan dapat diterima untuk satu lowongan tertentu.
2)
Setiap perusahaan atau unit usaha menghadapi lingkungan yang berbeda baik untuk keluaran (output), masukan (input), manajemen, teknologi, lokasi, pasar, dan lain-lain, sehingga mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memberikan tingkat upah, jaminan sosial, dan lingkungan pekerjaan. Pencari kerja juga mempunyai produktivitas yang berbeda dan harapan-harapan mengenai tingkat upah dan lingkungan pekerjaan. Oleh sebab itu, tidak semua pencari kerja bersedia menerima pekerjaan dengan tingkat upah yang berlaku di suatu perusahaan. Sebaliknya, tidak semua pengusaha mampu dan bersedia mempekerjakan seorang pelamar dengan tingkat upah dan dan harapan-harapan yang dikemukakan oleh pelamar tersebut.
24
3)
Baik pengusaha maupun pencari kerja sama-sama mempunyai informasi yang terbatas mengenai hal-hal yang dikemukakan sebelumnya. Dari sekian banyak pelamar, pengusaha biasanya menggunakan waktu yang cukup lama melakukan seleksi guna mengetahui calon yang paling tepat mengisi lowongan yang ada.
2.1.4
Pengertian Lama Menganggur dan Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Lama Menganggur Menurut Tjiptoherijanto (1989 :153) lama menganggur berarti waktu
menunggu seorang angkatan kerja untuk memperoleh pekerjaan. Dalam penelitian ini lama menganggur yang digunakan adalah lama menganggur secara terbuka, yaitu waktu menunggu seorang penganggur terbuka untuk memperoleh pekerjaan. Jangka waktu menunggu untuk memperoleh pekerjaan bagi seseorang dapat dipakai sebagai indikator kasar mengenai tingkat kekurangan tenaga kerja di bidang tertentu. Jangka waktu yang pendek menunjukkan permintaan yang cukup tinggi untuk pekerjaan tertentu dibandingkan dengan tenaga kerja yang tersedia. Sebaliknya, bila jangka waktu menuggu untuk memperoleh pekerjaan cukup lama, berarti bahwa permintaan untuk tenaga kerja jenis tertentu lebih kecil dibandingkan dengan persediaan yang ada (Tjiptoherijanto, 1989 : 156). Faktorfaktor yang berpengaruh terhadap lama menganggur seorang pencari kerja adalah pengalaman kerja, umur, status perkawinan, pendidikan, status migran, jenis kelamin, pendapatan rumah tangga, dan jenis pekerjaan (Tjiptoherijanto, 1989 : 305).
25
2.1.5
Konsep Pendidikan Pendidikan dapat dikatakan sebagai katalisator utama pengembangan
sumber daya manusia, dengan asumsi bahwa semakin terdidik seseorang, semakin tinggi pula kesadarannya terhadap pembentukan keluarga sejahtera. Dengan pendidikan yang cukup maka pengembangan investasi sumber daya manusia dapat dikembangkan dengan cepat. Selain pendidikan, perbaikan kesehatan dan program kependudukan diperlukan untuk pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan amanat yang telah dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Hal tersebut merupakan landasan yang kuat bagi pemerintah untuk mencanangkan program wajib belajar. Program wajib belajar trsebut dimaksudkan untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk
memperoleh
pendidikan.
Program
pendidikan
tidak
selamanya
terselenggara di lingkungan sekolah, tetapi juga pendidikan berkelanjutan seperti kursus-kursus, pelatihan kerja, pendidikan dalam jabatan yang sejenisnya (Bappeda, 2007). Pendidikan berorientasi pada penyiapan tenaga kerja terdidik, terampil, dan terlatih sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Pendidikan dalam kaitannya dengan penyiapan tenaga kerja harus selalu lentur dan berwawasan lingkungan agar pendidikan keterampilan dan keahlian dapat disesuaikan dengan kebutuhan akan jenis-jenis keterampilan serta keahlian profesi yang selalu berubah (Soeroto, 1992).
26
Pendidikan memberikan sumbangan langsung terhadap pertumbuhan pendapatan nasional melalui peningkatan keterampilan dan produktivitas kerja. Pendidikan diharapkan dapat mengatasi keterbelakangan ekonomi lewat efeknya pada peningkatan kemampuan manusia dan motivasi manusia untuk berprestasi. Pendidikan berfungsi menyiapkan salah satu input dalam proses produksi, yaitu tenaga kerja, agar dapat bekerja dengan produktif karena kualitasnya. Hal ini selanjutnya akan mendorong peningkatan output yang diharapkan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteran penduduk. Titik singgung antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi adalah produktivitas tenaga kerja. Dengan asumsi bahwa semakin tinggi mutu pendidikan, semakin tinggi produktivitas tenaga kerja, dan semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat (Mulyadi, 2003). Pendidikan adalah suatu proses dalam suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif. Pendidikan sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari seseorang individu dan pendidikan itu juga sudah merupakan investasi yang terpadu pada diri seseorang. Seseorang dapat menjadi lebih efektif di dalam suatu komunitas masyarakat, baik sebagai produsen maupun konsumen, karena adanya investasi pendidikan tersebut. Pendidikan merupakan unsur penting yang menyusun serta dapat membangun kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, tingkat pendidikan sering kali dipakai sebagai standar komponen penentu bagi standar hidup manusia. Pendidikan akan berdampak pada kualitas pekerja itu sendiri dan prose produksi yang dikerjakan. Hal ini terjadi karena pendidikan mempengaruhi
27
kemampuan tenaga kerja secara mendalam bukan hanya secara fisik belaka (Simanjuntak, 2002).
2.1.6
Hubungan Pendidikan Terhadap Lama Menganggur Pekerja Dalam proses pengisian lowongan, pengusaha memerlukan lebih banyak
waktu seleksi untuk tenaga kerja terdidik daripada untuk tenaga kerja tak terdidik. Tenaga kerja terdidik berasal dari lulusan pendidikan yang lebih tinggi yaitu lulusan SMA dan Perguruan Tinggi. Sedangkan tenaga kerja tak terdidik berasal dari lulusan pendidikan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, lamanya menganggur lebih panjang di kalangan tenaga terdidik daripada di kalangan tenaga tak terdidik. Pencari kerja terdidik selalu berusaha mencari pekerjaan dengan upah, jaminan sosial, dan lingkungan kerja yang lebih baik. Sebaliknya pencari kerja tenaga tak terdidik yang biasanya datang dari keluarga miskin, tidak mampu menganggur lebih lama dan terpaksa menerima pekerjaan apa saja yang tersedia (Simanjuntak, 2002). Dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan positif antara pendidikan dan lama menganggur.
2.1.7
Pengertian Pendapatan Pada dasarnya pendapatan dibedakan menjadi 2(dua) yaitu : Pendapatan
Nasional dan Pendapatan Perorangan. Pendapatan Nasional merupakan nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan suatu perekonomian (negara dalam waktu setahun). Pendapatan perorangan merupakan pendapatan yang
28
diterima seluruh rumah tangga dalam perekonomian dari pembayaran atas faktorfaktor produksi yang dimiliki dan dari sumber lain. Dalam penelitian ini pendapatan yang digunakan adalah pendapatan rumah tangga, menurut Nanga (2001:17) pendapatan perorangan (personal income,PI) adalah merupakan pendapatan agregat (yang berasal dari berbagai sumber) yang secara aktual diterima oleh seseorang atau rumah tangga (household). Menurut Sukirno (1994:34), pendapatan dapat dihitung melalui tiga cara yaitu: 1)
Cara pengeluaran. Dengan cara ini pendapatan dihitung dengan menjumlahkan nilai pengeluaran/ perbelanjaan ke atas barang-barang dan jasa.
2)
Cara produksi. Dengan cara ini pendapatan dihitung dengan menjumlahkan nilai barang dan jasa yang dihasilkan.
3)
Cara pendapatan. Dalam perhitungan ini pendapatan diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan yang diterima.
2.1.8
Hubungan Pendapatan Menganggur Pekerja
Rumah
Tangga
Terhadap
Lama
Perbedaan pendapatan masyarakat mengakibatkan perbedaan dalam kesempatan
mengenyam
pendidikan.
Bila
satu
keluarga
telah
mampu
menyekolahkan anaknya beberapa tahun di Perguruan Tinggi, biasanya keluarga tersebut juga mampu membiayai anaknya menganggur selama satu sampai dua tahun lagi dalam proses mencari pekerjaan yang lebih baik. Dapat dikatakan bahwa semakin besar pendapatan rumah tangga pekerja, maka lama menganggur
29
pekerja tersebut semakin lama. Dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan positif antara pendapatan rumah tangga dan lama menganggur.
2.1.9 Hubungan Pengalaman Kerja terhadap Lama Menganggur Pekerja Untuk mengisi suatu lowongan pekerjaan, pengalaman kerja sering kali menjadi prasyarat utama yang harus dimiliki pencari kerja. Hal ini mengakibatkan perbedaan lama menganggur antara pencari kerja baru yang belum memiliki pengalaman kerja dan pencari kerja lama yang sebelumnya telah memiliki pengalaman kerja. Mazumdar dalam Tadjuddin dan Effendi (1996 : 36) mengatakan bahwa masa menganggur bagi mereka yang pernah bekerja sebelumnya lebih pendek daripada bagi pencari kerja pertama kali. Dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara pengalaman kerja dan lama menganggur.
2.1.10 Hubungan Status Perkawinan Terhadap Lama Menganggur Pekerja Setelah seseorang menikah, tanggung jawab terhadap keluarga menjadi semakin besar. Banyak penduduk dalam usia muda terutama yang belum menikah, menjadi tanggungan orang tuanya walaupun tidak sedang bersekolah. Sebaliknya orang yang lebih dewasa, terutama yang sudah menikah pada dasarnya harus bekerja (Simanjuntak, 2002 : 48). Hal ini mengakibatkan pencari kerja yang telah menikah lama menganggurnya lebih pendek daripada orang yang belum menikah (Tadjuddin dan Effendi, 1996:201). Dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara pengalaman kerja dan lama menganggur. Dapat
30
dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara status perkawinan dan lama menganggur.
2.1.11 Hubungan Umur Terhadap Lama Menganggur Pekerja Umur seorang pekerja sangat mempengaruhi lama menganggur pekerja. Dalam penelitian ini umur yang dimaksud adalah umur penduduk yang tergolong sebagai angkatan kerja, yaitu penduduk berusia 15 sampai 64 tahun. Pengangguran di kota-kota Indonesia merupakan suatu gejala yang terutama dialami kaum muda. Hal ini karena setelah menyelesaikan sekolah kaum muda yang menjadi angkatan kerja baru harus mencari pekerjaan dalam suatu pasar kerja yang kelebihan tenaga kerja. Akibat dari pertumbuhan angkatan kerja di kota yang pesat maka pencari kerja baru tersebut harus menunggu sampai mereka memperoleh pekerjaan. Mazumdar dalam Tadjuddin dan Effendi (1996 : 304) mengatakan bahwa masa menganggur paling lama terdapat pada kalangan usia muda. Dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara umur dan lama menganggur.
2.1.12 Hubungan Jenis Kelamin Terhadap Lama Menganggur Pekerja Lama menganggur juga dipengaruhi oleh jenis kelamin pekerja. Dalam masyarakat, seorang laki-laki bertugas untuk mencari nafkah dalam keluarga, sedangkan wanita dipandang sebagai pekerja sekunder/ marginal/ pekerja tambahan dalam keluarga. Hal ini mengakibatkan wanita akan lebih cenderung memilih pekerjaan, dimana mereka dapat bebas keluar masuk dari pekerjaan
31
tersebut. Bebas keluar atau masuk lagi ke pasar kerja berhubungan erat dengan siklus/ masa reproduksi dalam keluarga. Mazumdar dalam Tadjuddin dan Effendi (1996 : 305) mengatakan bahwa wanita mengalami masa menganggur lebih lama daripada laki-laki. Dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara jenis kelamin dan lama menganggur.
2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Dalam melakukan penelitian ini peneliti mengacu kepada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, hal ini dilakukan agar memberi dasar yang kuat dalam penyajian materi, pemantapan variabel maupun konsep-konsep yang dipakai peneliti dalam penelitian ini. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Yaya Jakaria (2007) dengan judul penelitian ”Meningkatkan kualitas Lulusan Perguruan Tinggi Dalam Mengantisipasi Peluang Kerja”. Penelitian ini meneliti tentang rata-rata waktu menunggu hingga mendapat pekerjaan pertama pencari kerja yang merupakan lulusan Perguruan Tinggi. Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa untuk rata-rata waktu menunggu yang diperlukan para lulusan hingga memperoleh pekerjaan pertama mereka, 70 persen menjawab mereka memperoleh pekerjaan setelah 3 bulan. Sedangkan sisanya 30 persen memperoleh pekerjaan pertama mereka sebelum 3 bulan setelah kelulusan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Yaya Jakaria adalah penelitian ini meneliti tentang pengaruh pendidikan, pendapatan rumah tangga, pengalaman kerja, status kawin, umur, dan jenis kelamin terhadap
32
lama menganggur secara terbuka pekerja di Kota Denpasar baik secara serempak maupun parsial. Selain itu teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis regresi linier berganda. Sedangkan persamaan penelitian ini dengan penelitian Yaya Jakaria, adalah kedua penelitian ini menggunakan lama menganggur sebagai variabel terikat. Penelitian kedua dilakukan oleh Astri (2008) dengan judul penelitian ” Analisis beberapa Variabel yang Berpengaruh Terhadap Pekerjaan yang Diinginkan Pencari Kerja di Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar”. Penelitian ini meneliti tentang pengaruh pendidikan, pendapatan rumah tangga, keterampilan, umur, dan jenis kelamin secara serempak dan parsial terhadap pekerjaan yang diinginkan pencari kerja di Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa pendidikan, pendapatan rumah tangga, keterampilan, umur, dan jenis kelamin berpengaruh secara serempak terhadap pekerjaan yang diinginkan pencari kerja di Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. Pendapatan rumah tangga, umur, dan keterampilan berpengaruh secara parsial terhadap pekerjaan yang diinginkan pencari kerja di Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah terdapat pada variabel terikat yang digunakan, dimana penelitian ini menggunakan variabel lama menganggur secara terbuka sebagai variabel terikat. Persamaannya, kedua penelitian ini menggunakan variabel pendidikan, pendapatan rumah tangga, umur, dan jenis kelamin sebagai variabel bebas.
33
2.3
Hipotesis Berdasarkan pokok masalah dan landasan teori yang telah dipaparkan maka
dapat dirumuskan hipotesis yang akan diuji penelitian ini sebagai berikut. 1)
Bahwa pendidikan, pendapatan rumah tangga, pengalaman kerja, status perkawinan, umur, dan jenis kelamin berpengaruh signifikan secara simultan terhadap lama menganggur secara terbuka pekerja di Kota Denpasar.
2)
Bahwa pendidikan dan pendapatan rumah tangga berpengaruh signifikan dan positif terhadap lama menganggur secara terbuka pekerja di Kota Denpasar.
3)
Bahwa pengalaman kerja, status perkawinan, umur, dan jenis kelamin berpengaruh signifikan dan negatif terhadap lama menganggur secara terbuka pekerja di Kota Denpasar.
34