LAPORAN PENELITIAN ANALISIS LANJUT
ANALISIS PENGGUNAAN ORALIT DAN ZINC PADA BALITA PENDERITA DIARE DI INDONESIA
AGUS HANDITO AJENG TIAS ENDARTI
1
2. Identitas Pengusul a. Nama
: Agus Handito, SKM, M.Epid
b. Jabatan
: Mahasiswa FKM UI
c. Instansi/ Kantor/ Lembaga
: Dept. Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
d. Alamat Kantor
: Gedung A Lt 1 – Depok
e Telp/Fax
: 081282257539, 081510709856
Email
:
[email protected]
2
Kata Pengantar Penelitian ini adalah analisis lanjut dari kegiatan Riset Kesehatan Nasional 2013 yang bertujuan untuk memperdalam hasil Riset. Topik yang diambil pada penelitian ini terkait dengan penggunaan oralit dan zinc pada balita diare di Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Laporan ini merupakan laporan akhir atas kegiatan penelitian yang sudah dilakukan sejak penerimaan proposal riset untuk dibiayai, yaitu pada bulan Oktober 2014. Laporan ini menyajikan hasil penelitian dan persiapan manuskrip untuk mempublikasi hasil penelitian dalam artikel ilmiah.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Badan Litbang Kemenkes RI atas kesempatan yang diberikan, juga kepada staf Manajemen Data dan staf Administrasi Balitbangkes.
Kami mengharapkan masukan untuk kesempurnaan/perbaikan laporan penelitian ini. Semoga apa yang Kami sampaikan dapat memberikan manfaat bagi kita semua, khususnya untuk perbaikan tatalaksana diare pada balita terutama penggunaan oralit dan zinc di Indonesia. Terima kasih.
Jakarta, 12 Desember 2014
Agus Handito, SKM. M.Epid Ketua Peneliti
3
3.
Ringkasan
Penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia hal ini dapat dilihat dari masih tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 memperlihatkan bahwa insidens diare balita sebesar 6,7%. Hasil Riskesdas tahun 2007 melaporkan bahwa diare adalah penyebab nomor satu untuk kematian bayi (31,4%) dan kematian balita (25,2%). Angka kematian diare pada balita 75,3 per 100.000 balita dan 23,2 per 100.000 penduduk semua umur (SKRT, 2001). Hasil Riskesdas 2013 juga memperlihatkan bahwa proporsi penggunaan oralit dan zinc sebesar 33,3% dan 16,9%. Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penggunaan oralit dan zinc pada balita penderita diare dengan melakukan analisis lanjut data RISKESDAS 2013.
Faktor sosiodemografi dan faktor balita merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tatalaksana pemberian oralit dan zinc pada balita diare. Variabel yang mempengaruhinya adalah sosial ekonomi, lokasi tempat tinggal dan umur bayi/balita. Diantara ketiga variabel tersebut, variabel umur balita merupakan variabel yang paling berpengaruh dengan nilai POR tertinggi, yaitu 0,634 dengan 95%CI (0,403-0,996). Hasil ini menunjukkan bahwa bayi berumur < 6 bulan memiliki risiko untuk mendapatkan oralit dan zinc saat diare 36,6% lebih rendah daripada bayi/balita yang berusia ≥ 6 bulan.
Promosi pemberian oralit dan zinc saat balita diare harus dilakukan juga pada ibu yang memiliki bayi < 6 bulan dan juga kegiatan ini harus dimasukkan dalam topik Post Natal Care. Sehingga ibu mendapatkan edukasi yang cukup intensif tentang pemberian oralit dan zinc pada saat bayi diare.
4
Abstrak Prevalensi kejadian diare pada balita masih cukup tinggi. Dampak kematian yang diakibatkannya pun cukup besar, yaitu 31,4% pada bayi dan 25,2% pada balita. Cakupan penggunaan oralit (33,3%) dan zinc (16,9%) pada balita di Indonesia masih cukup rendah, padahal oralit dan zinc dapat memberikan manfaat mengatasi dehidrasi, mengurangi keparahan, memperpendek durasi sakit dan mencegah tejadi diare berulang sampai 2-3 bulan kedepan apabila dikonsumsi sesuai dosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pemberian oralit dan zinc pada balita diare. Sebanyak 6201 sampel ibu yang memiliki bayi/balita diare dalam waktu 1 bulan terakhir diambil dari data Riskesdas 2013. Prevalensi penggunaan oralit dan zinc pada balita diare sebesar 10,9%. Hal tersebut dipengaruhi oleh variabel sosial ekonomi (kuartil 3, POR 1,344; 95%CI 1,011-1,785), lokasi tempat tinggal (POR 1,22; 95%CI 1,019-1,465) dan umur bayi/balita (POR 0,634; 95%CI 0,403-0,996). Promosi penggunaan oralit dan zinc harus dimasukkan dalam topik Post Natal Care. Sehingga ibu mendapatkan edukasi yang cukup intensif tentang pemberian oralit dan zinc pada saat bayi diare.
5
Daftar Isi Judul Penelitian Identitas Pengusul Kata Pengantar Ringkasan Abstrak Daftar Isi Daftar Tabel 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah 1.3. Pertanyaan Penelitian 1.4. Pertimbangan (justifikasi) 1.5. Tujuan 1.5.1. Tujuan Umum 1.5.2. Tujuan Khusus 1.6. Manfaat 2. Tinjauan Pustaka 3. Metode 3.1. Kerangka Pikir 3.2. Kerangka Konsep 3.3. Tempat dan Waktu Analisis 3.4. Populasi dan Sampel 3.5. Perhitungan Sampel 3.6. Keterbatasan 3.7.Analisis 3.8.Variabel dan definisi Operasional 3.9.Bahan dan Prosedur Kerja 4. Hasil 4.1. Analisis Univariat 4.2. Analisis Bivariat 4.3. Analisis Multivariat 5. Pembahasan 6. Kesimpulan dan Saran 6.1. Kesimpulan 6.2. Saran Daftar Kepustakaan Lampiran
1 2 3 4 5 6 7 8 8 9 10 10 11 11 11 11 12 14 14 15 15 15 16 16 16 17 18 19 19 22 23 26 27 27 27
6
Daftar Tabel Tabel 1. Gambaran penggunaan oralit dan zinc pada balita penderita diare Tabel 2. Gambaran faktor sosio-demografi studi penggunaan oralit dan zinc pada balita penderita diare di Indonesia Tabel 3. Gambaran faktor ibu studi penggunaan oralit dan zinc pada balita penderita diare di Indonesia Tabel 4. Gambaran faktor balita studi penggunaan oralit dan zinc pada balita penderita diare di Indonesia Tabel 5. Gambaran faktor fasilitas kesehatan studi penggunaan oralit dan zinc pada balita penderita diare di Indonesia Tabel 6. Analisis bivariat kesehatan studi penggunaan oralit dan zinc pada balita penderita diare di Indonesia Tabel 7. Kandidat Variabel untuk Analisis Multivariat Tabel 8. Tahap Penyeleksian Variabel Model Regresi Logistik Tabel 9. Model Akhir Regresi Logistik
7
I. Pendahuluan 1.1.
Latar Belakang
Diare merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian balita di negara berkembang. Di dunia, setiap tahun 10,8 juta bayi meninggal sebelum mencapai ulang tahunnya yang kelima dan merupakan 70% dari total kematian bayi. Diare menyumbang sekitar 21% dari semua kematian balita yaitu sekitar 2,5 juta kematian per tahun. (Parashar et al, 2003; Kosek et al, 2003). Hasil Riskesdas tahun 2013 memperlihatkan bahwa insidens diare balita 6,7%. Sedangkan hasil Riskesdas tahun 2007 melaporkan bahwa diare adalah penyebab nomor satu untuk kematian bayi (31,4%) dan kematian balita (25,2%). Angka kematian diare pada balita 75,3 per 100.000 balita dan 23,2 per 100.000 penduduk semua umur (SKRT, 2001). WHO-UNICEF joint statement tahun 2004 merekomendasikan pemberian oralit dan tablet zinc sebagai bagian utama dari tatalaksana diare balita. Lima Langkah Tuntaskan Diare (Lintas Diare) merupakan tatalaksana diare bagi balita sesuai standar yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan RI, bahwa penderita diare harus diberikan tatalaksana sesuai dengan derajat dehidrasinya, dengan menggunakan (1) oralit osmolaritas rendah, (2) tablet zinc selama 10 hari berturut-turut, (3) meneruskan pemberian ASI dan makanan pendamping ASI (sesuai umur), (4) pemberian antibiotik hanya atas indikasi tertentu (5) pemberian nasihat pada ibu atau pengasuh balita. Hasil kegiatan pemantauan kualitas dan cakupan tatalaksana diare di Indonesia pada tahun 2011 (Kemenkes RI, 2012) belum memperlihatkan hasil yang belum baik, terlihat dari pengunaan oralit osmolaritas rendah sebesar 80,3% (target semua penderita diare harus diberikan oralit) dan penggunaan tablet zinc sebesar 41% (semua penderita diare balita harus diberikan zinc). Pemberian oralit saat diare telah terbukti secara global dapat menurunkan kematian karena diare, walau belum mengurangi periode penyakitnya. Pemberian zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya (Black, 2003). Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa zinc mempunyai efek protektif terhadap diare dan menurunkan kekambuhan diare sebanyak 11% (Hidayat, 1998) dan menurut 8
hasil pilot studi menunjukkan bahwa zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67% (Soenarto, 2007). Hasil Riskesdas 2013 memperlihatkan bahwa proporsi penggunaan oralit dan zinc sebesar 33,3% dan 16,9%. Hal yang menjadi pertimbangan untuk melaksanakan penelitian ini adalah insidens diare yang masih cukup tinggi 6,7% (Riskesdas 2013), diare penyebab kematian bayi (31,4%) dan kematian balita (25,2%) (Riskesdas 2007), penggunaan oralit 80,3% dan tablet zinc sebesar 41% (Kemenkes, 2012), proporsi penggunaan oralit 33,3% dan zinc sebesar 16,9% (Riskesdas 2013). Sehingga peneliti tertarik untuk menganalisis lebih lanjut data RISKESDAS 2013 mengenaifaktor-faktor yang berpengaruh terhadap penggunaan oralit dan zinc pada balita penderita diare.
1.2 Perumusan Masalah Tatalaksana diare sesuai standar (WHO, 2004) mengharuskan semua penderita diare balita diberikan oralit dan tablet zinc selama 10 hari berturut-turut. Tetapi pada kenyataannya, dari data Ditjen PP dan PL tahun 2013 diketahui penggunaan oralit dan tablet zinc masih rendah (80,3% dan 41%) dari target yang merupakan semua penderita diare balita (100%). Riset Kesehatan Dasar 2013 memperlihatkan bahwa proporsi penggunaan oralit 33,3% dan zinc dalam tatalaksana diare balita sebesar 16,9%. Hasil SDKI 2012 memperlihatkan pemberian zinc pada balita diare hanya 1,1%. Angka insidens diare di Indonesia berdasarkan hasil Riskesadas 2013 yang masih cukup tinggi, yakni sebesar 6,7%. Sedangkan sebanyak 31,4% penyebab kematian bayi dan dan 25,2% kematian balita adalah diare (Riskesdas 2007). Masih tingginya insidens diare dan masih rendahnya pemberaian oralit dan zinc pada balita penderita diare merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu diketahui faktor determinannya supaya dapat diketahui upaya penanganannya dengan lebih baik. Dari uraikan tersebut diatas dirasakan penting untuk mengetahui, “faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap penggunaan oralit dan zinc pada balita penderita diare?”
9
1.3. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Faktor apa saja yang berpengaruh terhadap penggunaan oralit dan zinc pada balita penderita diare di Indonesia? 2. Faktor apa yang paling berpengaruh terhadap penggunaan oralit dan zinc pada balita penderita diare di Indonesia?
1.4. Pertimbangan (justifikasi) Penelitian ini perlu dilakukan, dengan pertimbangan bahwa penyakit diare merupakan salah satu penyebab kematian bayi dan balita terbesar di Indonesia sehingga dengan diketahuinya faktorfaktor yang mempengaruhi penggunaan oralit dan zinc pada balita penderita diare diharapkan dapat meningkatkan proporsi penggunaanya di masyarakat. Penggunaan oralit dan zinc pada tatalaksana diare balita yang sesuai standar memberikan kontribusi terhadap penurunan angka kematian bayi dan balita di Indonesia. Cakupan penggunaan oralit 80,3% dan tablet zinc sebesar 41% di Indonesia tahun 2013 masih rendah dari target 100% (Ditjen PP dan PL, 2013). Riset Kesehatan Dasar 2013 memperlihatkan bahwa proporsi penggunaan oralit dan zinc dalam tatalaksana diare balita sebesar 33,3% dan 16,9%. Hasil SDKI 2012 memperlihatkan pemberian zinc pada balita diare hanya 1,1%. Insidens diare di Indonesai masih cukup tinggi 6,7% (Riskesdas 2013), begitu juga dengan akibat diare yang berkontribusi terhadap 31,4% kematian bayi dan 25,2% kematian balita (Riskesdas 2007).
1.5. Tujuan 1.5.1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penggunaan oralit dan zinc pada balita penderita diare di Indonesia. 1.5.2. Tujuan Khusus: 1. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penggunaan oralit dan zinc pada balita penderita diare di Indonesia. 10
2. Mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap penggunaan oralit dan zinc pada balita penderita diare di Indonesia
1.6. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah perbaikan program pengendalian diare di Indonesia. Dengan diketahuinya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penggunaan oralit dan zinc pada penderita diare balita diharapkan dapat memperbaiki tatalaksana diare balita agar lebih baik yang berdampak pada penurunan angka kematian bayi dan balita.
2. Tinjauan Pustaka Diare adalah buang air besar yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (pada umumnya 3 kali atau lebih) perhari dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 7 hari. Khusus pada neonatus yang mendapat ASI, diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi lebih sering (biasanya 5-6 kali per hari) dengan konsistensi cair (Kemenkes, 2011). Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan Oralit. Bila tidak tersedia, berikan lebih banyak cairan rumah tangga yang mempunyai osmolaritas rendah yang dianjurkan seperti air tajin, kuah sayur dan air matang. Macam cairan yang digunakan bergantung pada: (1) Kebiasaan setempat dalam mengobati diare, (2) Tersedianya cairan/ sari makanan yang cocok, (3) Jangkauan pelayanan kesehatan. Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa ke petugas kesehatan atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat dengan Oralit. Tabel 2.1
Perbedaan antara oralit lama dan oralit baru NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
ORALIT LAMA ( WHO / UNICEF 1978 ) NaCl : 3,5 g NaHCO3 : 2,5 g KCl : 1,5 g Glucosa : 20 g Na+ : 90 mEq/l K+ : 20 mEq/l HCO3 : 30 mEq/l Cl: 80 mEq/l Glucose : 111 mmol/l Osmolaritas 331 mmol/l
ORALIT FORMULA BARU ( WHO / UNICEF 2004 ) NaCl : 2,6 g Na Citrate : 2,9 g KCl : 1,5 g Glucose : 13,5 g Na+ : 75 mEq/l K+ : 20 mEq/l Citrate : 10 mmol/l Cl: 65 mEq/l Glucose : 75 mmol/l Osmolaritas 245 mmol/l
11
Saat ini Oralit yang digunakan adalah Oralit kemasan 200cc dengan komposisi sebagai berikut : Natrium klorida / Sodium chloride
........... 0,52 gram
Kalium klorida / Potassium chloride
........... 0,3 gram
Trisodium sitrat dihidrat / Trisodium citrate dihydrate
........... 0,58 gram
Glukosa anhidrat / Glucose anhydrate
........... 2,7 gram
Di negara berkembang, umumnya anak sudah mengalami defisiensi Zinc. Bila anak diare, kehilangan Zinc bersama tinja, menyebabkan defisiensi menjadi lebih berat. Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Lebih dari 300 macam enzim dalam tubuh memerlukan Zinc sebagai kofaktornya, termasuk enzim superoksida dismutase (Linder, 1999). Enzim ini berfungsi untuk metabolisme radikal bebas superoksida sehingga kadar radikal bebas ini dalam tubuh berkurang. Pada proses inflamasi, kadar radikal bebas superoksida meningkat, sehingga dapat merusak berbagai jenis jaringan, termasuk jaringan epitel dalam usus (Cousins et al, 2006). Zinc juga berefek dalam menghambat enzim iNOS (inducible nitric oxide synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama sebagian besar kejadian diare. Kerusakan morfologi epitel usus antara lain terjadi pada diare karena rotavirus yang merupakan penyebab terbesar diare akut (Wapnir, 2000).
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya (Black, 2003). Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare dan menurunkan kekambuhan diare sebanyak 11% dan menurut hasil pilot studi menunjukkan bahwa zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67% (Hidayat, 1998, Soenarto, 2007). Berdasarkan bukti ini, semua anak dengan diare harus diberi zinc segera saat anak mengalami diare.
12
Zinc diberikan pada setiap diare dengan dosis, untuk anak berumur kurang dari 6 bulan diberikan 10 mg ( ½ tablet) Zinc per hari, sedangkan untuk anak berumur lebih dari 6 bulan diberikan 1 tablet zinc 20 mg. Pemberian zinc diteruskan sampai 10 hari, walaupun diare sudah membaik. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kejadian diare selanjutnya selama 3 bulan ke depan.
Zinc atau Seng (Zn) merupakan logam transisi yang termasuk kelompok 12 dalam tabel periodik. Sebagai unsur jejak penting, zinc memiliki makna biologis yang substansial bagi tanaman dan hewan. Zinc bertanggung jawab bagi sejumlah fungsi yang berbeda dalam tubuh manusia dan membantu merangsang aktivitas kurang lebih 100 enzim yang berbeda. Hanya dengan mengkonsumsi asupan yang sangat kecil dari Zinc dapat memberikan manfaat yang besar bagi tubuh. Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Zinc adalah: 9-12 mg / hari untuk wanita dan 12-17 mg / hari untuk pria (tergantung kelompok umur). Seseorang akan lebih rentan terhadap penyakit jika memiliki kadar zinc yang rendah dalam tubuhnya. Kekurangan zinc bertanggung jawab atas lebih dari 800.000 kematian anak di dunia setiap tahunnya. Unsur ini secara alami ditemukan dalam sejumlah makanan, tetapi juga tersedia dalam bentuk suplemen makanan.
Zinc (Zn) yang biasanya juga disebut dengan Seng merupakan zat gizi yang esensial dan telah mendapat perhatian yang cukup besar akhir-akhir ini. Zinc berperan di dalam bekerjanya lebih dari 10 macam enzim. Berperan di dalam sintesa Dinukleosida Adenosin (DNA) dan Ribonukleosida Adenosin (RNA), dan protein. Maka bila terjadi defisiensi zinc dapat menghambat pembelahan sel, pertumbuhan dan perbaikan jaringan (Shanker dan Prasad, 1998). Seng (Zn) berfungsi sebagai regulator, katalitik, dan struktural yang penting pada berbagai sistem biologi dimana seng (Zn) berperan pada lebih dari 300 enzim yang terdapat pada bermacam-macam species. Seng berperan dalam metabolisme karbohidrat, lipid dan protein serta sistesis dan degradasi asam nukleat.
Zinc umumnya ada di dalam otak, dimana zinc mengikat protein. Kekurangan zinc akan berakibat fatal terutama pada pembentukan struktur otak, fungsi otak dan mengganggu respon tingkah laku dan emosi (Black, 1998). Menurut Eschlemen (1996), zinc adalah suatu komponen
13
dari beberapa sistem enzim, yang berfungsi di dalam sintesa protein, transport karbon dioksida dan di dalam proses penggunaan vitamin A.
Zinc ialah zat gizi mikro yang sangat penting dalam membantu tumbuh kembang anak dan untuk menjaga kesehatannya. Zinc berperan di dalam sintesa Dinukleosida Adenosin (DNA) dan Ribonukleosida Adenosin (RNA), dan protein. Maka bila terjadi defisiensi Zinc dapat menghambat pembelahan sel, pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Zinc umumnya ada di dalam otak, dimana zinc mengikat protein. Kekurangan zinc akan berakibat fatal terutama pada pembentukan struktur otak, fungsi otak dan mengganggu respon tingkah laku dan emosi. Anak harus diberikan zinc dalam komposisi yang cukup untuk menggantikan zinc yang sudah hilang akibat diare. Ketercukupan zinc di dalam tubuh anak akan membantu proses penyembuhannya dari diare dan secara aktif menjaga supaya kondisi tubuhnya tetap sehat. Hal tersebut dilakukan karena didasarkan pada penelitian yang pernah dilakukan selama 20 tahun lebih dan hasilnya menunjukkan bahwa pengobatan dengan pemberian oralit dan zinc terbukti efektif dalam menurunkan tingginya angka kematian akibat diare sampai 40%.
Pemberian zinc juga dapat membantu mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh (imunitas) serta dapat secara aktif membantu mencegah terulangnya diare paling tidak untuk 2-3 bulan pasca sembuh dari diare. Di dalam tubuh, ada sekitar 300 enzim yang bergantung pada zinc. Jika zinc diberikan kepada anak yang sistem kekebalan tubuhnya belum terlalu baik, maka juga akan sangat bermanfaat dalam membantu menjaga dan meningkatkan sistem imun anak tersebut. Secara medis (WHO, 2010) yang didasarkan pada hasil penelitian selama 18 tahun, manfaat zinc untuk pengobatan diare ialah dengan cara mengurangi prevalensi diare sekitar 34%, dan mengurangi durasi diare yang akut sebesar 20%.
3. Metode Penelitian Metode kuantitatif dengan disain penelitian potong lintang/survei. Penelitian ini akan menggunakan data sekunder Riskesdas 2013.
14
3.1. Kerangka Pikir Keturunan
Pelayanan Kesehatan
Status Kesehatan
Lingkungan
Penggunaan Oralit dan Zinc
Faktor Predisposisi: # Karakteristik Ibu Umur Suku Agama Pendidikan Pekerjaan # Karakteristik Balita Jenis Kelamin Umur Status Gizi Status Imunisasi Infeksi Sebelumnya # Pengetahuan Ibu # Status Sosial Ekonomi # Sikap # Jenis Diare Balita
Faktor Pemungkin:
Faktor Penguat:
# Ketersediaan Obat # Kecukupan Obat # Kemasan Obat
# Komitmen penentu kebijakan dan pemerintah daerah # Tatalaksana Diare Balita # Dukungan Keluarga # Dukungan Sosial (TOMA dan TOGA) # Dukungan Petugas Kesehatan (Pendidikan, Pelatihan, Monev)
Komunikasi, Penyuluhan dan Sosialisasi Program Pengendalian Diare
Sumber: Modifikasi Teori H.L Blum dan Lawrence Green dalam Notoatmodjo, 2003
15
3.2. Kerangka Konsep Kerangka Konsep
Faktor sosio-demografi o Kepemilikan rumah/lahan o Status soaial ekonomi o Lokasi tempat tinggal o Jumlah Balita dalam satu rumah Faktor ibu o Usia o Pekerjaan o Pendidikan Faktor Balita o Jenis Kelamin o Umur Faktor Fasilitas Kesehatan o Waktu tempuh ke fasilitas kesehatan
Penggunaan oralit dan Zinc pada Balita penderita diare
3.3. Tempat dan Waktu Analisis data kuantatif dilaksanakan di Jakarta. Waktu September - Desember 2014. 3.4. Populasi dan Sampel Populasi : Seluruh ibu yang mempunyai balita (0-59 bulan) saat data Riskesdas 2013 dikumpulkan Sampel : Seluruh ibu yang mempunyai balita (0-59 bulan) penderita diare saat data Riskesdas 2013 dikumpulkan Kriteria Inklusi : Ibu yang mempunyai balita (0 – 59 bulan) penderita diare saat data Riskesdas 2013 dikumpulkan dan memiliki data yang lengkap.
16
3.5. Perhitungan sampel n P1 P2 Deff
= Besar sampel : 5%, Z1-/2 = 1,96 : 90%, Z1- = 1,28 : 0,2 (Mazumder, et al., 2010) : 0,09 (Bhutta, et.al., 2000) :2
Z1 / 2 n
2P1 P Z1 P11 P1 P21 P22 P1 P22
x
Deff
Keterangan: Dari perhitungan di atas diperoleh besar sampel minimal sebanyak 786 untuk masing-masing kelompok terpapar dan tidak terpapar
3.6. Keterbatasan penelitian Penelitian ini dilakukan hanya berdasarkan pada data sekunder Riskesdas 2013 saja dan tidak diperkuat oleh studi kualitatif karena keterbatasan dalam penelusuran identitas responden dan memerlukan kaji etik yang prosesnya membutuhkan waktu cukup lama.
3.7. Analisis Analisis data kuantitif dilakukan sampai dengan analisis multivariat yang bertujuan untuk melihat variabel yang benar-benar mempengaruhi penggunaan Penggunaan oralit dan Zinc pada Balita penderita diare. Analisis bivariat, karena semua variabel merupakan data kategorik, maka analisis dilakukan dengan menggunakan analisis chi square. Sehingga dapat diketahui hubungan antar setiap variabel dalam pada factor sosiodemografi, faktor ibu, faktor balita dan faktor fasilitas kesehatan dengan variabel penggunaan oralit dan zinc pada balita penderita diare. Kemudian dilakukan analisis multivariat dengan menggunakan analisis multiple logistic regression untuk mengetahui variabel yang paling mempengaruhi penggunaan oralit dan zinc pada balita penderita diare. 17
3.8. Variabel dan Definisi Operasional No
Variabel
Definisi
Cara ukur
Hasil ukur
1
Balita penderita Diare
Data Riskesdas 2013
0. Tidak 1. Ya
2
Balita yang mengalami buang air besar lebih dari 3 kali dalam sehari (24 jam) dengan konsistensi kotoran/ tinja lembek atau cair Balita penderita diare yang meminum oralit dan zinc saat diare
Penggunaan oralit dan zinc Kepemilikan Status kepemilikan tempat tinggal rumah/lahan
Data Riskesdas 2013
0. Tidak 1. Ya
Data Riskesdas 2013
Nominal 0. Milik pribadi 1. Bukan milik pribadi Nominal 1. Kuartil 5 2. Kuartil 4 3. Kuartil 3 4. Kuartil 2 5. Kuartil 1 Nominal 0. Kota 1. Desa
3
4
Status sosial ekonomi
Kondisi perekonomian /status ekonomi responden
Data Riskesdas 2013
5
Lokasi tempat tinggal Jumlah balita dalam satu rumah Usia Ibu
Klasifikasi wilayah tempat tinggal responden
Data Riskesdas 2013 Data Riskesdas 2013 Data Riskesdas 2013
6
7
Banyaknya anak usia 0-59 bulan yang berada tinggal bersama responden
Jumlah waktu yang telah dijalani oleh responden sejak lahir hingga saat wawancara dilakukan (berdasarkan ulang tahun terakhir) Kegiatan ibu yang dapat menghasilkan Data uang/pendapatan Riskesdas 2013
Skala ukur Nominal
Nominal
0. 1 balita 1. >1 balita
Nominal
0. ≤ 35 tahun 1. > 35 tahun
Nominal
0. Bekerja 1. Tidak bekerja
Nominal
8
Pekerjaan Ibu
9
Pendidikan Ibu
Jenjang pendidikan formal tertinggi yang berhasil ditamatkan responden
Data Riskesdas 2013
Nominal 0. Tinggi (≥Lulus SMA/Sedera jat) 1. Rendah (
10
Jenis Kelamin Balita
Gender balita
Data Riskesdas 2013
0. Laki-laki 1. Perempuan
Nominal
18
11
Umur Balita
Jumlah waktu yang telah dijalani oleh Balita sejak lahir hingga saat wawancara dilakukan (dalam bulan)
Data Riskesdas 2013
0. < 6 bulan 1. ≥ 6 bulan
Nominal
12
Waktu tempuh ke layanan kesehatan
Lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai fasilitas kesehatan (RS, Puskesmas, Klinik, RB, Posyandu, Posbindu, Polindes, Poskesdes) (dalam menit)
Data Riskesdas 2013
0. ≤ 15 menit 1. > 15 menit
Nominal
3.9. Bahan dan Prosedur Kerja Dalam penelitian ini yang menjadi bahan penelitian adalah data Riskesdas 2013. Oleh karena itu sebelum data tersebut dianalisis, perlu dilakukan pengolahan data untuk menjamin ketepatan dan kesesuaian pengisian kuesioner. Dikarenakan penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan data sekunder dari Riskesdas 2013, dimana data yang diperoleh peneliti sudah siap olah, maka prosedur kerja analisis adalah sebagai berikut: a. Cleaning data. Tahapan ini bertujuan untuk pengecekan ada tidaknya data-data outliers. Juga dilakukan cross tabulation untuk memastikan tidak ada data yang tidak logis. b. Selanjutnya dilakukan recode untuk menyesuaikan dengan data awal dengan definisi operasional penelitian ini. Misal, data awal yang berupa data numerik direcode menjadi data kategorik sesuai dengan DO. c. Dilakukan penggabungan variabel (compute) untuk variabel status sosial ekonomi, status gizi balita, dan status imunisasi balita. d. Tahapan terakhir adalah melakukan analisis bivariat dan analisis multivariat hingga didapatkan model yang robust dan parsimony
19
4. Hasil Penelitian Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi sampel. Oleh karena itu dari 82.666 populasi ibu yang memiliki balita hanya 6.201 sampel yang dapat dianalisis.
82.666 populasi ibu yang memiliki balita 0-59 bulan
Balita tidak terdiagnosis diare dalam 1 bulan terakhir 75.449
7.217 sampel ibu yang memiliki balita terdiagnosis diare dalam waktu satu bulan terakhir
336 data variabel usia ibu missing 680 data variabel jarak tempuh ke puskesmas missing
6.201 data lengkap dan dianalisis
4.1.
Analisis Univariat
a. Penggunaan Oralit dan Zinc pada Anak Diare Penggunaan oralit dan zinc secara bersama-sama pada saat anak mengalami diare hanya dilakukan oleh sekitar 10,9% ibu. Sisanya menggunakan salah satu (zinc atau oralit) dan bahkan tidak menggunakan kedua obat tersebut sama sekali.
20
Tabel 1. Gambaran penggunaan oralit dan zinc pada balita penderita diare Variabel Penggunaan oralit dan zinc pada balita diare (n=6201) - Tidak - Ya
F
%
5527 674
89,1 10,9
b. Faktor Sosio-demografik Responden Ada empat variabel yang diamati yang masuk ke dalam faktor sosiodemografik, yaitu kepemilikan rumah/lahan tempat tinggal, status sosial ekonomi, lokasi tempat tinggal dan jumlah balita di dalam rumah. Lebih dari tiga perempat responden dalam penelitian ini tinggal di rumah yang merupakan miliki mereka sendiri (76,3%). Sementara untuk status sosial ekonomi peneliti membaginya berdasarkan kuartil, dimana kuartil terendah menunjukkan kondisi sosial ekonomi yang paling buruk dan kuartil tertinggi (kuartil 5) menunjukkan status sosial ekonomi yang paling baik. Persentase responden paling banyak masuk ke dalam kategori miskin (kuartil 1) yaitu sebanyak 24,2%. Sedangkan persentase yang paling rendah adalah persentase responden yang masuk ke dalam kategori kelompok kaya (kuartil 5). Lokasi tempat tinggal responden dalam penelitian ini lebih banyak dilakukan di desa (57,3%). Pada sebagian besar rumah responden terdapat 1 balita didalamnya (77,5%). Tabel 2. Gambaran faktor sosio-demografi studi penggunaan oralit dan zinc pada balita penderita diare di Indonesia Variabel Kepemilikan rumah/lahan (n=6201) - Bukan milik pribadi - Miliki pribadi Statussosial ekonomi (n=6201) - Kuartil 1 - Kuartil 2 - Kuartil 3 - Kuartil 4 - Kuartil 5 Lokasi tempat tinggal (n=6201) - Desa - Kota Jumlah balita dalam satu rumah (n=6201) - >1 balita - 1 balita
F
%
1470 4731
23,7 76,3
1500 1214 1241 1200 1046
24,2 19,6 20,0 19,4 16,9
3554 2648
57,3 42,7
1397 4804
22,5 77,5
21
c. Faktor Ibu Faktor ibu yang menjadi pengamatan adalah variabel usia, pekerjaan dan pendidikan. Usia ibu dikategorikan menjadi ≤ 35 tahun dan di atas 35 tahun. Jumlah ibu yang berusia ≤ 35 tahun tiga kali lebih banyak dibandingkan ibu yang berusia > 35 tahun (23,2%). Berdasarkan variabel pekerjaan,jumlah ibu yang tidak bekerja hampir dua kali lebih banyak dibandingkan ibu yang bekerja (38,7%). Sementara berdasarkan tingkat pendidikan, ibu yang berpendidikan rendah (maksimal tamat SMP) dua kali lebih banyak (68,2%) daripada ibu yang berhasil menyelesaikan pendidikan sampai SMA, Akademi dan Perguruan Tinggi. Tabel 3. Gambaran faktor ibu studi penggunaan oralit dan zinc pada balita penderita diare di Indonesia Variabel Usia (n=6201) - > 35 tahun - ≤ 35 tahun Pekerjaan (n=6201) - Tidak bekerja - Bekerja Pendidikan (n=6201) - Rendah - Tinggi
F
%
1439 4762
23,2 76,8
3801 2400
61,3 38,7
4227 1974
68,2 31,8
d. Faktor Balita Variabel jenis kelamin dan umur balita merupakan variabel yang diamati pada faktor balita. Persentase balita laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan balita perempuan (53,9% vs. 46,1%). Pada variabel umur, responden yang memiliki bayi < 6 bulan hanya 4,7%. Sedangkan sisanya adalah responden yang memiliki anak ≥ 6 bulan. Tabel
4. Gambaran faktor balita studi penggunaan oralit dan zinc pada balita penderita diare di Indonesia
Variabel Jenis kelamin (n=6201) - Laki-laki - Perempuan Umur (n=6201) - < 6 bulan - ≥ 6 bulan
F
%
3342 2859
53,9 46,1
289 5912
4,7 95,3
22
e. Faktor Fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan yang menjadi pengamatan peneliti adalah keberadaan puskesmas/puskesmas pembantu. Peneliti mengamati lamanya waktu yang diperlukan oleh responden untuk menjangkau puskesmas terdekat. Jarak ini dikategorikan ke dalam >15 menit dan ≤ 15 menit. Alasan menggunakan cut off point 15 menit karena waktu 15 menit merupakan median dari lamanya waktu tempuh ke puskesmas. Sebanyak 64,2% responden tinggal di tempat yang dekat dengan puskesmas karena jarak tempuhnya ≤ 15 menit. Jumlah ini hampir dua kali lipat dari persentase responden yang tinggal di wilayah yang jauh dari puskesmas (waktu tempuh > 15 menit). Tabel 5. Gambaran faktor fasilitas kesehatan studi penggunaan oralit dan zinc pada balita penderita diare di Indonesia Variabel Waktu tempuh ke layanan kesehatan (n=6201) - > 15 menit - ≤ 15 menit
4.2.
F
%
2219 3982
35,8 64,2
Analisis Bivariat
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa hanya faktor sosiodemografik saja yang memiliki hubungan bermakna dengan penggunaan oralit dan zinc saat anak mengalami diare. Responden yang berada dalam kuartil lima memiliki risiko 25% lebih rendah untuk menggunakan oralit dan zinc saat anak mengalami diare (POR 0,745; 95%CI 0,570-0,970). Atau dapat dikatakan pada responden yang paling baik status sosial ekonominya 1,34 kali lebih berisiko untuk tidak menggunakan oralit dan zinc saat anak mengalami diare. Variabel lain yang memiliki hubungan bermakna dengan penggunaan oralit dan zinc adalah lokasi tempat tinggal responden. Penggunaan oralit dan zinc pada responden yang tinggal di kota memiliki risiko 21,4% lebih rendah daripada responden yang tinggal di desa (POR 0,786; 95%CI 0,667-0,927).
23
Tabel 6. Analisis bivariat kesehatan studi penggunaan oralit dan zinc pada balita penderita diare di Indonesia
Kepemilikan rumah dan tanah
Status sosial ekonomi
Lokasi tempat tinggal Jumlah balita di rumah Usia ibu Pekerjaan ibu
Pendidikan ibu Jenis kelamin balita Umur balita Waktu tempuh ke yankes
Milik Pribadi Bukan milik pribadi Kuartil 5 Kuartil 4 Kuartil 3 Kuartil 2 Kuartil 1 Kota Desa 1 balita >1 balita ≤ 35 tahun >35 tahun Bekerja Tidak bekerja Tinggi Rendah Perempuan Laki-laki <6 bulan ≥6 bulan ≤15 mnt >15 mnt
Penggunaan Oralit dan Zinc Ya % Tidak % 511 10,8 4220 89,2
Total n % 4731 100
163
11,1
88,9
1470
100
91 124 142 147 170 253 421 540 134 531 143 256 418
8,7 10,3 11,4 12,1 11,3 9,6 11,8 11,2 9,6 11,2 9,9 10,7 11,0
955 1076 1099 1067 1330 2394 3133 4264 1263 4231 1296 2144 3383
91,3 89,7 88,6 87,9 88,7 90,4 88,2 88,8 90,4 88,8 90,1 89,3 89,0
1046 1200 1241 1214 1500 2647 3554 4804 1397 4762 1439 2400 3801
100 100 100 100 100 100 100 100
0,745 0,902 1,011 1,078
100 100 100 100
1,137
197 477 312 362 21 653 420 254
10 11,3 10,9 10,8 7,3 11,0 10,5 11,4
1777 3750 2547 2980 268 5259 3562 1965
90,0 88,7 89,1 89,2 92,7 89 89,5 88,6
1974 4227 2859 3342 289 5912 3982 22,9
100 100 100 100 100 100 100 100
0,872
1307
POR
P value
95%CI
0,971
0,794
0,805-1,170
Ref
0,786 1,194
0,966
1,008 1,585 0,912
0,032* 0,407 0,929 0,532 ref 0,005* Ref 0,09
0.570-0,972 0,706-1,152 0,798-1,281 0,852-1,363
0,212 Ref 0,715 ref
0,936-1,382
0,135 ref 0,951 Ref 0,055 Ref 0,295 Ref
0,731-1,039
0,667-0,927 0,978-1,457
0,820-1,139
0,859-1,184 1,009-2,489 0,773-1,076
4.3. Analisis Multivariat Tahapan awal dari analisis multivariat adalah dengan melakukan seleksi variabel. Variabel yang memiliki p value < 0,25 dimasukkan ke dalam model awal seperti yang dijelaskan pada tabel 7 berikut ini.
24
Tabel 7. Kandidat Variabel untuk Analisis Multivariat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Variabel Kepemilikan rumah dan tanah Status sosial ekonomi Lokasi tempat tinggal Jumlah balita di rumah Usia ibu Pekerjaan ibu Pendidikan ibu Jenis kelamin balita Umur balita Waktu tempuh ke puskesmas
P Value 0,794 0,032 0,005 0,09 0,212 0,715 0,135 0,951 0,055 0,295
Keterangan Dikeluarkan Kandidat variabel Kandidat variabel Kandidat variabel Kandidat variabel Dikeluarkan Kandidat variabel Dikeluarkan Kandidat variabel Dikeluarkan
Tahapan selanjutnya adalah memasukkan keenam kandidiat variabel di atas ke dalam model regresi logistik. Setiap variabel yang memiliki p value yang paling besar akan dikeluarkan dari model. Model akhir adalah model yang semua variabelnya memiliki p value < 0,05. Sehingga dapat dikatakan model yang terbentuk adalah model yang robust dan parsimony.
Tabel 8. Tahap Penyeleksian Variabel Model Regresi Logistik Variabel yang masuk ke dalam model Tahap 1. Status sosial ekonomi, lokasi tempat tinggal, jumlah balita, usia ibu, pendidikan ibu, umur balita Tahap 2. Status sosial ekonomi, lokasi tempat tinggal, jumlah balita, usia ibu, umur balita Tahap 3. Status sosial ekonomi, lokasi tempat tinggal, jumlah balita, umur balita Tahap 4. Status sosial ekonomi, lokasi tempat tinggal, usia ibu, umur balita
Variabel yang dikeluarkan
P value
Pendidikan ibu
0,728
Usia ibu
0, 167
Jumlah balita
0,095
Tidak ada
Setelah melalui empat tahap penyeleksian variabel, model akhir yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
25
Tabel 9. Model Akhir Regresi Logistik Variabel Status ekonomi - Kuartil 5 - Kuartil 4 - Kuartil 3 - Kuartil 2 - Kuartil 1 Lokasi tempat tinggal - Kota - Desa Umur balita - < 6 bulan - ≥6 bulan Konstan
B
Pvalue
POR
95%CI
0,178 0,270 0,295 0,181 Ref
0,219 0,058 0,042* 0,214
1,195 1,310 1,344 1,198
0,899-1,589 0,991-1,732 1,011-1,785 0,901-1,595
0,200 Ref
0,031*
1,222
1,019-1,465
-0,456 Ref -2,400
0,048*
0,634
0,403-0,996
0,000
0,091
Dari model di atas dapat diketahui bahwa variabel yang mempengaruhi penggunaan oralit dan zinc adalah status sosial ekonomi responden kuartil 3, lokasi tempat tinggal responden dan umur balita. Persamaan dari model ini adalah sebagai berikut: Penggunaan Oralit dan Zinc pada balita penderita diare = -2,400 + 0,178*kuartil5-1 + 0,270*kuartil5-1 + 0,295*kuartil3-1+ 0,181*kuartil2-1 + 0,200*Lokasi tempat tinggal – 0,456* kategori umur balita.
5. Pembahasan Status sosial ekonomi Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa pada analisis multivariate sosial ekonomi berpengaruh pada pemberian oralit dan zinc saat diare bersamaan dengan umur balita dan lokasi tempat tinggal [pv=0.042; POR=1.344 95%CI (1.011-1.785)]. Status sosial ekonomi pada kuartil 3 termasuk dalam status sosial eknomi rendah menengah dan bias dikatakan miskin. Hubungan antara kemiskinan dan status kesehatan anak telah lama dikenal, dan status kesehatan anak di bawah usia lima tahun sering digunakan sebagai indikator pembangunan sosial ekonomi. Masyarakat miskin seringkali sangat bergantung pada asupan makanan monoton yang rendah protein hewani dan tinggi fitat, sehingga kemiskinan pasti akan terkait dengan defisiensi seng (Zn) yang rendah. (Hotz and Brown eds, 2004). Masalah-masalah sosial dapat diartikan sebagai sesuatu kondisi yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan sebagian besar warga masyarakat dan merupakan sesuatu yang tidak diinginkan atau tidak disukai akan tetapi dirasakan perlu 26
untuk diatasi atau diperbaiki. Faktor sosial ekonomi dapat digambarkan oleh pekerjaan, pendapatan keluarga, dan pengeluaran (Supariasa, 2001). Berbagai faktor sosial ekonomi ikut memengaruhi pertumbuhan dan status kesehatan anak. Faktor tersebut diatas akan berinteraksi satu dengan yang lainnya sehingga dapat memengaruhi infeksi pada anak (Supariasa, 2001) sehingga mudah terkena diare. Saat balita menderita diare akan diberikan oralit dan zinc dalam tatalaksana penderita diare balita sesuai standar.
Lokasi tempat tinggal responden Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di daerah sub tropik diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Di daerah tropik (sebagian besar kota di Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa pada analisis multivariate lokasi tempat tinggal berpengaruh pada pemberian oralit dan zinc saat diare bersamaan dengan umur balita dan status sosial ekonomi [pv=0.031; POR=1.222 95%CI (1,019-1,465)]. Balita yang tinggal di kota mempunyai akses dan informasi pelayanan kesehatan yang lebih baik dibandingkan yang tinggal di pedesaan sehingga saat balita menderita diare akan diberikan oralit dan zinc dalam tatalaksana penderita diare balita sesuai standar. Pembangunan kesehatan dihadapkan pada berbagai permasalahan penting antara lain disparitas status kesehatan di perkotaan dan pedesaan; beban ganda penyakit; kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan; perlindungan masyarakat di bidang obat dan makanan; serta perilaku hidup bersih dan sehat. Sebagai tindak lanjut, pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan antara kota dan desa; meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan; meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat; meningkatkan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit; meningkatkan keadaan gizi masyarakat; dan meningkatkan penanganan masalah kesehatan. Permasalahan utama pembangunan kesehatan saat ini antara lain adalah masih tingginya disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antara perkotaan 27
dengan perdesaan. Secara umum status kesehatan penduduk dengan tingkat sosial ekonomi tinggi, di kawasan perkotaan, cenderung lebih baik. Sebaliknya, status kesehatan penduduk dengan sosial ekonomi rendah di daerah perdesaan masih tertinggal. Di sisi lain, kualitas, pemerataan, dan keterjangkauan pelayanan kesehatan juga masih rendah. Kualitas pelayanan menjadi kendala karena tenaga medis sangat terbatas dan peralatan kurang memadai. Dari sisi jumlah, rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk yang harus dilayani masih rendah. Keterjangkauan pelayanan terkait erat dengan jumlah dan pemerataan fasilitas kesehatan. Sebagian penduduk, terutama yang tinggal daerah terpencil, tidak memanfaatkan Puskesmas karena keterbatasan sarana transportasi dan kendala geografis.
Umur balita Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Pola ini menggambarakan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa. Bayi dan balita yang diare membutuhkan lebih banyak cairan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang melalui tinja dan muntah. Pemberian cairan yang tepat dengan jumlah memadai merupakan modal utama mencegah dehidrasi. Cairan harus diberikan sedikit demi sedikit dengan frekuensi sesering mungkin. Oralit merupakan salah satu cairan pilihan untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Oralit sudah dilengkapi dengan elektrolit, sehingga dapat mengganti elektrolit yang ikut hilang bersama cairan. Baca aturan penggunaan oralit dengan baik, berapa jumlah air yang harus disiapkan untuk membuat larutan oralit, sehingga takaran oralit dapat tepat diberikan. Larutan sup maupun air biasa cukup praktis dan hampir efektif sebagai upaya rehidrasi oral untuk mencegah dehidrasi. Cairan yang biasa disebut sebagai cairan rumah tangga ini harus segera diberikan pada saat anak mulai diare. Berikan cairan dengan sendok, sesendok tiap 1-2 menit. Untuk anak yang lebih besar dapat diberikan minum langsung dari gelas/cangkir dengan tegukan yang sering. Jika
28
terjadi muntah, ibu dapat menghentikan pemberian cairan selama kurang lebih 10 menit, selanjutnya cairan diberikan perlahan-lahan (misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit). Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa pada analisis multivariate umur balita berpengaruh pada pemberian oralit dan zinc saat diare bersamaan dengan status social ekonomi dan lokasi tempat tinggal [pv=0.048; POR=0.634 95%CI (0.403-0.996)]. Umur balita < 6 bulan merupakan umur yang sangat kritis karena imunitas yang masih rendah sehingga mudah sakit termasuk diare. Saat balita menderita diare akan diberikan oralit dan zinc dalam tatalaksana penderita diare balita sesuai standar. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Zulkifli (2003) dengan desain cross sectional menunjukkan bahwa diare terbanyak pada anak balita dengan kelompok umur < 24 bulan. Kebanyakan kejadian diare muncul pada dua tahun pertama umur anak. Angka kejadian tertinggi terdapat pada kelompok kurang dari 11 bulan setelah kelahiran (Budiman, 2010).
6. Kesimpulan dan Saran 6.1.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dari 82.666 populasi ibu yang memiliki anak balita, yang menjadi sampel hanya sebesar 6201 responden saja. Pengurangan responden ini dikarenakan: a. Sebanyak 7217 responden memiliki anak yang terdiagnosis diare dalam 1 bulan terakhir. b. Ada data missing pada variabel usia ibu dan waktu tempuh ke puskesmas Penggunaan oralit dan zinc pada saat anak mengalami diare adalah sebesar 10,9 persen. Hal ini dipengaruhi oleh variabel status sosial ekonomi, lokasi tempat tingal responden dan umur balita. Ibu yang berada pada dalam staus sosial ekonomi menengah (kuartil 3) memiliki risiko 1,344 lebih tinggi dibandingkan mereka yag berada pada kuartil terendah untuk memberikan oralit dan zinc kepada balita diare (95%CI 1,011-1,785). Risiko untuk memberikan oralit dan zinc pada anak diare 1,22 kali lebih besar pada responden yang tinggal di perkotaan dibandingkan responden yang tinggal di pedesaan. Sedangan pada responden yang memiliki bayi < 6 bulan, risiko pemberian oralit dan zinc saat diare 36,6% lebih rendah dibandingkan dengan responden yang memiliki bayi/balita ≥ 6 bulan.
29
Dari ketiga variabel tersebut, variabel usia bayi merupakan variabel yang paling mempengaruhi pemberikan oralit dan zinc saat diare, dengan nilai POR sebesar 0,634. Atau dapat dikatakan pada responden yang memiliki bayi < 6 bulan, risiko untuk tidak memberikan oralit dan zinc 1,57 kali lebih besar daripada responden yang memililki bayi/balita ≥ 6 bulan.
6.2.
Saran
Tatalaksana pemberian oralit dan zinc pada bayi < 6 bulan masih rendah, padahal pada usia ini tatalaksana yang tidak tepat pada saat diare dapat menyebabkan kondisi yang fatal bagi bayi, yaitu kematian. Dari hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa promosi penggunaan oralit dan zinc harus dimasukkan dalam program Post Natal Care sehingga ibu-ibu mendapatkan edukasi bahwa pemberian oralit dan zinc pada bayi yang berusia kurang dari 6 bulan adalah aman.
Daftar Kepustakaan Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI-2012). 2013 Black RE. Zinc deficiency, infectious disease and mortality in the developing world J Nutr 2003;133:1485S-1489S Bresee JS, Hummelman E, Nelson EA, et al. Rotavirus in Asia: the value of surveillance for informing decisions about the introduction of new vaccines J Infect Dis 2005;192:1S-5S. Bhutta, et al. Therapeutic effects of oral zinc acute and persistent diarrhea in children in developing countries: pooled analysis of randomized controlled trials. Am J Clin Nutr 2000;72:1516-22. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2007. Elvira J, Firmansyah A, Akib AAP. Shigellosis in children less than five years in urban slum area: a study at primary health care in Jakarta. Pediatr Indones 2007;47:42-46 Hidayat A, Achadi A, Sunoto, Soedarmo SP.. The effect of zinc supplementation in children under three years of age with acute diarrhea in Indonesia. Med J Indonesia. 1998; 7(4): 237 - 241 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare. 2011. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2013. Kementeriaan Kesehatan Republik Indonesia. Indonesia Health Profile 2010. 2011. 30
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar. 2010. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar. 2013. Kosek M, Bern C, Guerrant RL. The global burden of diarrhoeal disease, as estimated from studies published between 1992 and 2000. Bull World Health Organ. 2003;81(3):197-204. Linder MC. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme (terjemahan) UI Press, Jakarta, 1999. Mazumder, et al. Effectiveness of zinc supplementation plus oral rehydration salts for diarrhoea in infants aged less than 6 months in Haryana state, India. Bull World Health Organ 2010;88:754-760. Parashar UD, Hummelman EG, Bresee JS, et al. Global illness and deaths caused by rotavirus disease in children Emerg Infect Dis 2003;9(5):565-572. Putnam et.al. Enteric pathogens causing acute diarrhea among children in Indonesia. Unpublished. 2007 Sarosa SJ. Child health problems in Indonesia. Pediatrica Indonesiana 1975;15: 8 - 18 Sebodo T, Sadjimin T, Soenarto Y, Sanborn WR. Study on the aetiology of diarrhea. Trop Pediatr Env Child Health. 1977 Soenarto Y, Sebodo T, Suryantoro P et al. Bacteria, parasitic agents and rotaviruses associated with acute diarrhea in hospital inpatient Indonesian children. Trans Roy Soc Trop Med Hyg. 1983; 5: 724 – 730 Soenarto Y , Aman AT, Bakri A. Et al. Extention for hospital-based surveillance and strain characterization of rotavirus diarrhea in Indonesia. Report to PATH. 2007. Soenarto, Y, et al. Pilot studi efektivitas suplemen zinc pada terapi diare. Unpublished. 2007 Szajewska H & Mruckwicz. Evidence-based management of acute diarrheal syndrome in children. J Neonatal 2005;2(2):IR8-20 Wapnir RA. Zinc deficiency, malnutrition and the gastrointestinal tract J Nutr 2000;130:1388S1392S. WHO (a). House Hold Survei Manual. Morbidity and Treatment. 1989 WHO (b). Pocket book of hospital care for children. Guidelines for the management of common illnesses with limited resources. 2005 WHO (c) Guidelines for the control of shigellosis, including epidemics due to Shigella dysenteriae type 1. 2005
31