ANALISIS PENGGUNAAN JARGON PADA KARIKATUR POLITIK INDONESIA Agus Suhartono Putra Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia
Abstrak:Bahasa sangat penting dalam politik, sebagai aspek yang kuat sekali, juga terbuka, bisa digunakan baik oleh orang yang berkuasa maupun orang biasa yang melawannya. Alasan kekuatan adalah bahasa karena bahasa bisa merubah pendapat orang. Bahasa bisa digunakan untuk mendalangi masyarakat, terutama dalam bidang politik sebab pidato atau argumen yang bagus bisa menyakinkan penduduk khalayak tentang isu-isu penting. Dalam suatu masyarakat tidak terdapat adanya keseragaman bahasa, meskipun dalam masyarakat yang monoligual (masyarakat yang hanya menggunakan satu macam bahasa dalam segala kegiatan hidup). Dengan demikian jelas bahwa bahasa itu tidak hanya ada dalam satu “bentuk”, melainkan dalam berbagai “bentuk”. Bahasa yang masih ada di dalam ruang lingkup sistem bahasa yang sama (langue) itu disebut varian-vaian bahasa. Kata Kunci : jargon, karikatur politik Membayangkan, pemimpin politik berdiri di depan orang banyak, berpidato tentang hal yang sangat penting, pidato yang bisa merubah pikiran massanya. Suaranya penuh dengan emosi, katanya dapat merangsang masyarakat dan segera mereka bersorak untuk dia. Berpikir mengenai banyak efimisme yang digunakan pemerintah supaya melukiskan tindakannya yang kurang baik.Ini menunjukkan bagaimana pentingnya bahasa berkaitan dengan politik. Bahasa politik dirancang untuk membuat kebohongan kelihatan jujur, tetapi bahasa dalam politik tidak selalu jadi jahat karena bahasa sebagai alat yang sama digunakan baik oleh politikus maupun aktivis.
Alat ini bisa digunakan untuk membujuk, memberitahu dan mencela. Hal ini berkaitan dengan bagaimana pemerintah menyakinkan masyarakat tentang kebijaksanaannya, dan juga bagaimana masyarakat menanggapi keputusan itu. Bahasa sangat penting dalam politik, sebagai aspek yang kuat sekali, juga terbuka, bisa digunakan baik oleh orang yang berkuasa maupun orang biasa yang melawannya. Alasan kekuatan adalah bahasa karena bahasa bisa merubah pendapat orang. Bahasa bisa digunakan untuk mendalangi masyarakat, terutama dalam bidang politik sebab pidato atau argumen yang bagus bisa menyakinkan
NOSI Volume 1, Nomor 5, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 470
penduduk khalayak tentang isu-isu penting. Masyarakat sebagai pemakai bahasa, selalu tumbuh dan berkembang. Hal ini mempengaruhi juga terhadap perkembangan bahasa sehingga bahasa pun ikut berkembang seperti suatu yang hidup. Pertumbuhan dan perkembangan bahasa sejalan dengan perkembangan kebudayaan bangsa, bahasa merupakan salah satu atau bagian dari sejumlah cipta, rasa dan karya manusia. Wajarlah apabila suatu bahasa relevan dengan tingkat dan kualitas bahasa dari bangsa itu. Di sisi lain bahasa alat komunikasi dan penjelmaan pikiran yang menyatukan masyarakat dengan kebudayaan. Setiap anggota masyarakat terlibat dalam komunikasi. Di satu pihak ia sebagai pihak pembicara dan di pihak lain sebagai penyimak. Dengan demikian akan terjadi interaksi sosial antara individu atau antara kelompok dalam suatu masyarakat dengan bahasa sebagai alatnya. Keanekaragaman yang terjadi dalam bahasa, yang sangat mudah diamati adalah perubahan yang meyangkut lafal dan kosakata. Hal ini dapat dirasakan melalui kata-kata yang diucapkan secara berbeda-beda dan adanya kata-kata atau ungkapan baru yang tiba-tiba muncul untuk memenuhi kepentingan masyarakat pemakai bahasa. Selain itu, masyarakat Indonesia secara garis besar dapat dilukiskan sebangai masyarakat dwi bahasa, artinya disatu pihak memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, di lain pihak memiliki bahasa daerah sebagai bahasa ibu. Bahasa daerah yang menjadi bahasa ibu, antara lain bahasa Jawa, Bali, Sunda, Batak, Madura dan sebagainya. Semuanya
memiliki tradisi dan ciri khas tersendari, berpenutur asli cukup besar dan daerah pemakainya cukup luas. Dalam suatu masyarakat tidak terdapat adanya keseragaman bahasa, meskipun dalam masyarakat yang monoligual (masyarakat yang hanya menggunakan satu macam bahasa dalam segala kegiatan hidup). Dengan demikian jelas bahwa bahasa itu tidak hanya ada dalam satu “bentuk”, melainkan dalam berbagai “bentuk”. Bahasa yang masih ada di dalam ruang lingkup sistem bahasa yang sama (langue) itu disebut varian-vaian bahasa. Di sisi lain, sebagaimana dinyatakan di atas bahwa bahasa memiliki sifat arbiter, yakni hubungan yang sifatnya semenamena antara siknifi dan siknifiant. Namun demikian kesemena-menaan itu dibatasi oleh kesepakatan antar penutur. Ciri kesepakatan antar penutur itulah yang merupakan ciri bahwa bahasa bersifat konvensional. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa bahasa sebagai alat komunikasi sosial juga dibatasi oleh aturan-aturan konvensional di antara para penuturnya. Fenomena bahasa selain bisa diamati sebagai fenomena sistem atau struktur bahasa bisa diamati sebagai fenomena sosial. Sebagai fenomena sosial, pemakaian bahasa dalam masyarakat dipengaruhi oleh faktor situasional. Bukti bahasa bersifat arbiter dan konvensional sebagaimana berikut ini: ”nanti malam kita nonton film di permata”. Namun untuk maksud tertentu, misalnya agar kerahasiaan kencan mereka tetap terjaga, menurut dapat mengubah sistem bahaasa secara semena-mena tetapi tetap
NOSI Volume 1, Nomor 5, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 471
mendapat kesepakatan dari lawan bicaranya. Berdasarkan fenomena perubahan bahasa di atas, jelas bahwa bahasa tidak bersifat statis, tetapi dinamis, dampak nyata adalah terjadi perubahan-perubahan terhadap bahasa, misalnya penambahan kosa kata atau aspek-aspek lain dari bahasa tersebut. Perubahanperubahan itulah yang disebut variasi bahasa. Hartman dan Stork (dalam Agustina, 2010:62) menyebutkan variasi bahasa adalah keanekaragaman bahasa yang disebabkan oleh faktor tertentu. Ada beberapa macam variasi bahasa,antara lain: (a) variasi kronologis, yakni variasi bahasa yang disebabkan oleh faktor keurutan waktu atau masa, (b) variasi geografis, yakni variasi bahasa yang disebabkan oleh perbedaan geografis atau faktor regional, (c) variasi sosial, yakni variasi bahasa yang disebabkan oleh faktor sosial, (d) variasi fungsional, yakni variasi yang disebabkan oleh perbedaan fungsi pemakain bahasa, (e) variasi/style, yakni variasi yang disebabkan oleh perbedaan gaya, (f) variasi kultural, yakni variasi bahasa yang disebabkan oleh perbedaan budaya masyarakat penuturnya, dan (g) variasi individual, yakni variasi bahasa yang disebabkan oleh perbedaan perseorangan. Di masyarakat dalam kenyataannya terdapat bermacammacam mamfaat pemakain bahasa, akibatnya akan timbul keragaman bahasa yang sudah pasti disesuaikan dengan situasi dan kebutuhan. Menurut Agustina (2010:71) terdapat empat kriteria yang berkaitan dengan ragam bahasa tertentu, yakni (1) segi penutur, (2)
Segi pemakaian, (3) segi keformalan, dan (4) segi sarana. Berdasarkan media digunakan dikenal ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis. Dari segi penurut ragam bahasa dibedakan menjadi ragam daerah (dialek), ragam bahasa terpelajar, ragam bahasa resmi, dan ragam bahasa tidak resmi. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji penggunaan jargon politik pada karikatur politik Indonesia. Kajian ini semoga dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembaca serta dapat mengambil hikmah dengan judul penelitian “Analisis Penggunaan Jargon pada Karikatur Politik Indonesia”. Ada lima cakupan masalah yang menjadi fokus dalam rumusan maslah dalam penelitian ini meliputi. (1) penggunaan diksi, (2) penggunaan frase, (3) penggunaan akronim, (4) penggunaan kalimat, dan (5) makna jargon politik pada karikatur politik Indonesia?. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan diksi, penggunaan frase, penggunaan akronim, penggunaan kalimat, untuk memperoleh deskripsi objektif tentang makna jargon pada karikatur politik Indonesia. METODE PENELITIAN Peneilitain ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu metode yang berusaha memberikan gambaran tentang gejala-gejala kebahasaan sebagaimana adanya secara sistematis tentang wujud jargon karikatur politik Indonesia.Teknik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi (1) teknik pengumpulan data, yaitu teknik pengelompokan data berdasarkan fokus kajian, dan (2) teknik analisis data melalui
NOSI Volume 1, Nomor 5, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 472
langkah-langkah, yaitu: (a) identifikasi data, (b) klasifikasi data, (c) deskripsi data, dan (d) deskripsi kualitatif jargon pada karikatur politik indonesia. Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut. (1) Penyusunan data, yaitu menentukan atau menetapkan data. (2) Klasifikasi data, yaitu menggolongkan data sesuai dengan jenisnya. (3) Pemrosesan/pengolahan data, yaitu mengolah data temuan yang dipapar atau diuraikan data dengan kata-kata secara terperinci. (4) Penafsiran dan penyimpulan, yaitu analisis data secara kualitatif . HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan diksi pada jargon politik Indonesia yang terdapat dalam situs http://kartun.inilah.com dari lima puluh data yang dianalisis terdapat dua puluh dua karikatur yang penggunaan diksinya lebih dominan. Misalnya penggunaan kata: Meteorit, Mandiri, Nabok, Blunder, Dicariin, Kutu Loncat, Kapok, Kehabisan Tenaga, Disodorin, Baru Lahir, Lebih Oke, Langka, Stress, tumbuh, diturunin, ber 2 1 7 an, Ikutan, Memantau, Jeggeeerr, dan Bijak. Penggunaan frase pada jargon politik Indonesia yang terdapat dalam situs http://kartun.inilah.com dari lima puluh data yang dianalisis terdapat Sembilan belaskarikatur yang penggunaan frasenya lebih dominan. Misalnya seperti penggunaan: Akhrnya … Ikut Juga,
Perlu Kerja Keras Nih .., Sedih bener ya??, dan Ditinggal ya Pak? Penggunaan akronim pada jargon politik Indonesia yang terdapat dalam situs http://kartun.inilah.com dari lima puluh data yang dianalisis terdapat empat karikatur. Misalnya penggunaan kata: KPK, PLORI, SBY, dan DPR. Penggunaan kalimat pada jargon politik Indonesia yang terdapat dalam situs http://kartun.inilah.comdari lima puluh data yang dianalisis terdapat lima karikatur. Misalnya penggunaan kalimat: Kok Nggak Ada Tajinya Pak?, Emangnya Kendaraan Yang Lama Nggak Nyaman Ya…?, Kita Dukung Bu Ani atau Pak SBY Jadi Ketua Umum..!!, Mau dibawa kemana Pak?, dan Awas jangan salah pilih! Bentuk-bentuk Jargon Jargon yang berbentuk kata artinya jargon yang digunakan oleh suatu kelompok sosial, bentuk kebahasaannya berupa kata. Jargon yang berbentuk kata ini selanjutnya dapat diperinci menjadi beberapa jenis kata, yaitu kata benda, kata kerja, dan kata sifat.Kata adalah satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri dengan makna yang bebas. Kata atau kelompok kata yang pemakaiannya terbatas pada bidang tertentu (Kosasih, 2003:114) Jargon bentuk singkatan dan akronimadalah jargon yang dibentuk dengan cara memendekkan suatu kata dengan cara menanggalkan beberapa bagian yang terdapat dalam kata tersebut. Bagian yang dihilangkan biasanya bentuk-bentuk vokal, dan yang dipertahankan adalah konsonan awal pada masingmasing suku kata.Sedangkan jargon yang berbentuk akronim adalah
NOSI Volume 1, Nomor 5, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 473
jargon singkatan yang dibentuk dengan cara menggabungkan huruf awal, suku kata, atau mengkombinasikan huruf dengan suku kata, sehingga dapat dilafalkan secara wajar. Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional yang muda dan rupanya orang-orang yang mengunakan bahasa Indonesia suka sekali merubah dan mengadakan eksperimen bahasa ini. Bahasa Indonesia terkenal berisi banyak akronim dan singkatan, yang digunakan sehari-hari.Kebanyakan orang tahu artinya akronim-akronim itu, dan tersebar luas di seluruh Indonesia. Bisa dilihat di dalam koran, plakat besar, dan dilihat dari televisi. Ada banyak akronim resmi dari media massa dan dimengerti oleh masyarat luas, itu hanya karena kebiasaan sehari-hari. Dengan membuka koran saja, banyak akronim bisa dilihat. Bukan kata politik saja, tetapi juga dari bidang olah raga dan bisnis.Kebanyakan kata ini menurut editor sudah diketahui oleh banyak orang, tetapi kadang-kadang ada juga yang memerlukan keterangan (Barnes, 2004:8).Banyak singkatan dalam Bahasa Indonesia tidak perlu menjadi masalah karena kebanyakan orang sudah tahu artinya. Tetapi setiap bidang mempunyai singkatan sendiri, misalnya militer, mahasiswa, binis dan lain-lain.Mungkin ada masalah untuk seseorang yang di luar bidang ini karena mereka belum tentu memahaminya. Beberapa contoh akronimakronim dan singkatan adalah sebagai berikut: Bidang Politik SBY = Susilo Bambang Yudoyono PNS = Pegawai Negeri Sipil HAM = Hak Asasi Manusia
DPR = Dewan Pewakilan Rakyat GolKar = Golongan Karya Pilkadal = Pemilihan Kepala Daerah Langsung Bidang Pendidikan DPC = Dewan Pimpihan Cabang PTN = Perguruan Tinggi Negeri PTS = Perguruan Tinggi Swasta OrMah = Organisasi Mahasiswa UKM = Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Bisnis dan Eknomik BNI = Bank Nasional Indonesia BPK = Badan Pemeriksa Keuangan Kadin = Kamar Dagang dan Industri REI = Real Estate Indonesia Bidang Olah raga KONI = Komite Olah raga Nasional Indonesia Arema = Arek Malang PSSI = Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia PBSI = Persatuan Bulu tangkis Seluruh Indonesia Bidang Militeris dan Polisi TNI = Tentara Nasional Indonesia Polri = Polisi Republik Indonesia Kodam = Komando Daerah Militer SIMPULAN DAN SARAN Dari paparan data dan temuan penelitian serta pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
NOSI Volume 1, Nomor 5, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 474
(5) Wujud jargon karikatur politik Indonesia direpresentasikan dalam bentuk (1) diksi, (2) frase, (3) akronim, dan (4) kalimat. (6) Makna jargon karikatur politik Indonesian sebagai (1) jargon tentang harapan masa depan, (2) jargon yang berisi ajakan secara langsung, (3) jargon yang berisi permintaan secara tidak langsung, dan (4) jargon yang berisi profil (pencitraan). Dengan fungsi (1) simbol politik, (2) pengakraban, (3) pengungkapan jati diri, (4) paparan prioritas program kerja, (5) permintaan dukungan secara langsung, dan (6) permintaan dukungan secara tidak langsung. Melalui penelitian ini, rekomendasi yang dapat diberikan yakni (1) penelitian mengenai jargon karikatur politik Indonesia dapat dijadikan salah satu referensi bagi kajian mengenai jargon politik dalam konteks situasi dan tempat yang lain, dan (2) analisis mengenai jargon karikatur politik Indonesia dapat ditindaklanjuti sebagai kajian strategi kampanye politik, dan strategi pemanfaatan bahasa dalam mediamedia kampanye politik DAFTAR RUJUKAN Agustina, Leonie, Abdul Chaer. 2010. Soiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Ali, Muhammad. 1985. Penelitian Kependidikan Proserdur dan Strategi. Bandung: Angkasa. Arikunto, Suharsimi. 1987. Prosedur Penelitian Suatu Pengantar Praktik. Jakarta: Bina Aksara. Barnes, Melanie. 2004. Bahasa dan Politik: wacana Politik dan Plesetan.
Budiardjo, Miriam. 2008. DasarDasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Chaer, Abdul, Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Depdikbud. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Hasyim, Muchlis. 2013.Editorial. (Online). (http://kartun.inilah.com, diakses 01 Maret 2013) http://idtesis.com/penggunaanjargon-studi-kasus-mahasiswamoskow-state-university-rusia/ Ibrahim, Abd. Syukur. 1995. Sosiolinguistik: Sajian, Tujuan, Pendekatan, dan Problem. Surabaya: Usaha Nasional Kosasih, E. 2003. Kompetensi Ketatabahasaan dan Kesusastraan. Bandung: Yrama Widya. Moleong, Lexy J. 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya. Narbuko, Kholid. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara. Nasution, S. 1988. Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Pateda, Mansoer. 1990. Sosiolinguistik. Bandung: Penerbit Angkasa. Sibarani, Robert. 1992. Hakekat Bahasa. Bandung: Citra Aditya Bakti. Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara. Surbakti, Ramlan. 2010. Memahai Ilmu Politik.Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
NOSI Volume 1, Nomor 5, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 475
Tarigan, Henry Guntur. 1990. Teori Belajar Bahasa. Bandung: Angkasa. Tim Musyawarah Guru Bina Kewarganegaraan. 2004. Kewarganegaraan untuk Madrasah Aliyah / yang Sederajat Kelas I. Jakarta: JP. Pres
NOSI Volume 1, Nomor 5, Agustus 2013 ___________________________Halaman | 476