LAPORAN ANALISIS LANJUT RISET KESEHATAN NASIONAL TAHUN 2014
KERASIONALAN OBAT DIARE YANG DISIMPAN DI RUMAH TANGGA DI INDONESIA
Oleh Mariana Raini Indri Rooslamiati Winarsih
Pusat Biomedis danTeknologi Dasar Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 2014
KATA PENGANTAR
Laporan yang berjudul Kerasionalan Obat Diare yang Disimpan Di Rumah Tangga Di Indonesia merupakan analisis lanjut dari laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pola penggunaan obat diare dan kerasionalan obat diare di rumah tangga. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan Program Pengendalian Diare untuk mempermudah dalam membuat perencanaan program pengendalian diare yang disesuaikan dengan sasaran. Data dikumpulkan dari 300.000 rumah tangga di seluruh Indonesia. Kerasionalan dinilai terhadap profil obat diare yang disimpan di rumah tangga. Selanjutnya kerasionalan ini dihubungkan dengan pendidikan ibu dan status ekonomi. Keberhasilan ini tidak terlepas dari kerja keras peneliti, tim manajemen data Riskesdas 2013 dan administrasi dalam menyelesaikan pekerjaan bersama. Semoga laporan ini dapat dimanfaatkan dan berguna bagi program kesehatan dan masyarakat.
Jakarta, Desember 2014 Penulis
i
Ringkasan Eksekutif Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan merupakan penyebab kematian utama pada balita dan bayi usia di bawah satu tahun. Penyakit diare tidak selalu berbahaya, namun diare berat dapat menimbulkan dehidrasi dan sangat berbahaya terutama bagi balita, orang tua dan penderita dengan imunitas rendah. Masyarakat banyak melakukan swamedikasi dengan menggunakan obat-obat bebas yang mudah diperoleh di pasaran untuk pengobatan diare. Di samping itu, sebagian masyarakat dan tenaga kesehatan juga menggunakan antibiotik untuk mengobati diare. Hal ini, selain merupakan pemborosan, juga dapat merugikan kesehatan karena dapat menimbulkan efek samping dan memicu resistensi kuman. Timbulnya resisten kuman terutama disebabkan karena pembelian antibiotik secara bebas atau antibiotic yang berasal dari obat resep yang tidak dihabiskan. Penelitian ini merupakan analisis lanjut dari data riskesdas 2013. Analisis ini bertujuan untuk menilai kerasionalan obat diare yang disimpan di rumahtangga dan diuraikan dalam profil obat diare. Kerasionalan obat diare ini dikaitkan dengan tingkat pendidikan ibu dan kuintil kepemilikan rumah tangga. Data dikumpulkan dari 300.000 sampel rumah tangga di seluruh Indonesia. Jumlah rumah tangga yang menyimpan obat diare adalah 8377 RT. Sedangkan data obat yang disimpan di rumah tangga adalah 10289 item. Sebagian besar rumah tangga menyimpan 1 jenis obat diare (81,2%), hanya 15,7% rumah tangga yang menyimpan 2 jenis obat diare. Sedangkan rumah tangga yang menyimpan obat diare di pedesaan (68,9%) lebih banyak daripada perkotaan (31,1%). Hal ini sesuai dengan Laporan Riskesdas 2013 yang menyatakan period prevalence diare lebih tinggi di pedesaan (7,3%) dibandingkan dengan di perkotaan (6,8%). Umumnya daerah pedesaan mempunyai akses jauh dari pelayanan kesehatan atau apotek/took, sehingga banyak rumah tangga menyimpan obat diare untuk digunakan bila perlu. Obat diare yang paling banyak disimpan di rumah tangga adalah adsorbans (39%) diikuti antimikroba (19,9%) dan obat tradisional (19%). Adsorbans dan obat tradisional merupakan obat bebas yang mudah didapat. Sebagian obat yang disimpan di rumh tangga berasal dari apotek (34,1%) dan took obat/warung (33,8%) serta tenaga kesehatan (18,6%). Status obat yang disimpandi rumah tangga, yang paling banyak merupakansisa pengobatan sebelumnya (47,7%), diikuti dengan untuk persediaan jika sakit (43,6%). Obat diare untuk persediaan ini digunakan sebagai swamedikasi pengobatan diare yang diperoleh sebagian besar tanpa resep dokter (75,8%). Survey morbiditas diare tahun 2010 menunjukkan 17,62 % penderita diare melakukan swamedikasi diare. Sebagian rumah tangga (44,4%) melakukan pengobatan diare selama 1-3 hari dan menggunakan obat diare kalau perlu saja (41%) serta mengobati diare selama 4-7 hari (9,9%). Sedangkan, pada umumnya obat diare disimpan dengan baik (94,1%), hanya sedikit obat dengan kondisi tidak baik (5,9%). Sebagian besar obat diare yang disimpan pada rumah tangga digunakan secara rasional 74,5%. Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh bahwa obat diare yang paling banyak ii
disimpan adalah obat bebas yang tidak memerlukan resep. Obat diare dengan jenis anti mikroba adalah paling banyak digunakan yang menimbulkan tidak rasional (87,5%), diikuti antidiare/obstipasi (10,7%). Hasil uji statistic odds ratio menunjukkan ada hubungan antara status ekonomi dan pendidikan dengan kerasionalan obat yang disimpan di rumah tangga. Masyarakat dengan kategori mampu (kuintil 4,5) 1,95 kali lebih rasional melakukan pengobatan diare dibandingkan dengan masyarakat kurang mampu (kuintil 1,2,3). Ibu-ibu yang mempunyai pendidikan tinggi (SMA keatas) akan 1,175 kali lebih rasional menggunakan obat diare dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah (SMP kebawah). Hasil uji statistic logistic regresi untuk status ekonomi dan pendidikan ibu menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kerasionalan obat dengan status ekonomi dan pendidikan ibu. Hubungan antara kerasionalan dengan status ekonomi lebih kuat dibandingkan dengan pendidikan. Penggunaan anti mikroba untuk pengobatan diare sangat tinggi. Hal ini mengindikasikan mudahnya obat anti mikroba diperoleh. Ini juga menunjukkan mudahnya tenaga kesehatan, apotek memberikan anti mikroba untuk pengobatan diare tanpa indikasi. Perlu adanya penyuluhan untuk tenaga kesehatan agar memberikan anti mikroba sesuai dengan indikasi. Juga perlu adanya regulasi untuk memperketat penggunaan anti mikroba pada pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Apotek dan lain-lain) sehingga penggunaan anti mikroba khususnya untuk diare, digunakan sesuai indikasi agar resistensi bakteri terhadap anti mikroba dapat dikendalikan.
iii
Abstrak
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang. Menurut WHO, diare mengakibatkan 2,5 juta kematian setiap tahun dengan 80% korban di antaranya adalah balita.Laporan Riskesdas 2013 menyatakan prevalensi diare di Indonesia adalah 7%, pada balita 12,2%.Masyarakat banyak melakukan swamedikasi dengan menggunakan obat-obat bebas yang mudah diperoleh di pasaran untuk pengobatan diare.Analisis ini bertujuan untuk menilai kerasionalan obat diare yang disimpan di rumah tangga yang diungkapkan dalam profil obat dan disusun berdasarkan jenis, jumlah, status obat, lama pengobatan, kondisi obat baik sisa resep maupun untuk swamedikasi.Kerasionalan obat dikaitkan dengan tingkat pendidikan ibu dan kuintil kepemilikan rumah tangga. Hasil analisis menunjukkan bahwa Obat diare yang disimpan di Rumah Tangga terbanyak adalah adsorbans (39,7%), diikuti anti mikroba (19,9%) dan obat tradisional (19%). Sebaran rumah tangga yang menyimpan obat diare terbanyak adalah di desa (68,9%) dan rata-rata rumah tangga menyimpan 1 jenis obat diare (81,2%). Persentase obat-obatan yang disimpan rumah tangga sebanyak 34,1% berasal dari apotek, toko obat/warung (33,8%), dan dibeli tanpa menggunakan resep (75,8%). Status obat yang disimpan di rumah tangga adalah sisa pengobatan sebelumnya (47,7%) dan untuk persediaan jika sakit (43,6%). Lama pengobatan obat diare, rata-rata 1-3 hari (44,4%) dan rumah tangga menggunakan obat diare yang disimpan kalau perlu saja sebanyak 41%. Sebanyak 94,1% obat yang disimpan dalam kondisi baik.Persentase kerasionalan obat diare yang disimpan di rumah tangga adalah 74,5% rasional dan 25,5% tidak rasional. Masyarakat dengan kategori mampu (kuintil 4,5) 1,95 kali lebih rasional melakukan pengobatan diare dibandingkan dengan masyarakat kurang mampu (kuintil 1,2,3). Ibu-ibu yang mempunyai pendidikan tinggi (SMA ke atas) 1,175 kali lebih rasional menggunakan obat diare dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah (SMP ke bawah). Hasil uji statistik log regresi menunjukkanhubungan antara kerasionalan obat dengan status ekonomi lebih kuat dibandingkan dengan pendidikan.
Kata kunci : diare, analisis, rasional, obat diare, anti mikroba.
iv
Abstract
Diarrhea is a major health problem in developing countries. WHO data shown diarrhea caused 2.5 million deaths each year with 80% of victims are children. Riskesdas 2013 stated the prevalence of diarrhea in Indonesia is 7%, whereas 12.2% is the prevalence in infants. Self-medication is common and access for the medicine is easy. This analysis aims to assess the rationality of diarrhea medication stored in households disclosed in drug profiles and by type, number, medication status, and duration of treatment, the condition drugs prescription as well as self-medication. The rationale for the drug is associated with the mother's education level and household ownership quintile. The analysis showed that the highest percentage of diarrhea drugs stored at householdisadsorbans (39.7%), followed by antimicrobial (19.9%) and traditional medicine (19%). Distribution of households that stored diarrhea drugs are found in villages (68.9%) and the average household that stored one type of diarrhea is 81.2%.Percentage of drug that stored in househould that bought from pharmacy (34.1%), drug stores / stalls (33.8%), and most of it purchased without a prescription (75.8%). Drug status that is stored in the household comes from the previous treatment (47.7%) and for stock for pain killer is 43.6%. Average duration of treatment for diarrhea is 1-3 days (44.4%) and percentage of household using stored diarrhea medication if neededis 41%. Most drugs are kept in good condition (94.1%). Rasionalityof diarrhea medications stored in households is 74,5% rational and irrational (25.5%). People with good financial situation (quintiles 4.5) are 1.95 times more rational in treatment of diarrhea compared with the poor (quintiles 1,2,3), whilemothers with higher education (high school and above) are 1,175 times more rational in using medicine for diarrhea treatment compared with mothers with low education (below junior high). The results of the statistical test log regression shows the relationship between the rational use of medicine and economic status is more significant compared with education.
Keywords: diarrhea, analytical, rational, diarrhea medicine, anti-microbial.
v
DAFTAR ISI Halaman Kata pengantar
...................................................
i
Ringkasan Eksekutif
...................................................
ii
Abstrak
…………………………………
iv
Daftar Isi
…………………………………
vi
I
PENDAHULUAN
...................................................
1
II
TUJUAN DAN MANFAAT
..................................................
1
A. Tujuan Umum
..................................................
1
B. Tujuan Khusus
.................................................
2
C. Manfaat
.....................................................
2
TNJAUAN PUSTAKA
………………………………….
3
A. Jenis Diare
………………………………….
3
B. Obat Diare
…………………………………
3
METODE
…………………………………
5
Kerangka Konsep
…………………………………
5
Tempat dan Waktu Penelitian
………………………………....
5
Jenis Penelitian
...................................................
6
Desain
…………………………………
6
Populasi dan Besar Sampel
.....................................................
6
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
....................................................
6
Variabel
...................................................
6
Prosedur Kerja
.....................................................
7
Definisi Operasional
...................................................
7
Analisis Data
....................................................
8
Keterbatasan Penelitian
......................................................
8
V
HASIL DAN PEMBAHASAN
........................................................
9
VI
KESIMPULAN
......................................................
16
VII
SARAN
......................................................
17
VIII
UCAPAN TERIMAKASIH
…………………………………..
17
IX
DAFTAR PUSTAKA
.....................................................
17
III
IV
vi
DAFTAR TABEL Halaman DAFTAR TABEL
............................ .......................
vii
1
Profil obat diare yang disimpan di RT
............................ .......................
9
2
Tabel 2 : Sebaran responden obat diare yang disimpan di RT
............................ .....................
10
3
Rumah Tangga yang menyimpan jenis obat diare
............................ ......................
10
4
Asal obat yang disimpan di RT
............................ ......................
11
5
Cara rumah tangga memperoleh obat yang disimpan
............................ ......................
11
Status obat yang disimpan di RT
............................ .....................
11
7
Lama pengobatan diare di RT
............................ .........................
12
8
Kondisi obat diare yang disimpan di RT
............................ .......................
12
9
Kerasionalan obat diare yang disimpan di RT
............................ ...........................
13
10 Jenis obat diare (tidakrasional) yang disimpan di RT
............................ .........................
13
11 Hasil uji statistik pendidikan ibu dan kemampuan ekonomi responden yang menyimpan obat diare di RT
............................ ........................
14
12 Hasil uji statistic logistik regresi pendidikan ibu dan kemampuan ekonomi responden yang menyimpan obat diare di RT
............................ ..........................
15
6
vii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
DAFTAR GAMBAR
...................................................
viii
Kerangka Konsep
...................................................
5
viii
I. PENDAHULUAN
Swa-medikasi adalah pemilihan dan penggunaan obat modern, herbal, maupun obat tradisional oleh individu untuk mengatasi penyakit atau gejala penyakit
(1)
. Hal ini banyak
dilakukan oleh masyarakat dengan menggunakan obat-obat bebas yang mudah diperoleh di pasaran. Riskesdas 2013 mengungkapkan proporsi penduduk Indonesia yang mengobati sendiri dalam satu bulan terakhir sebanyak 26,4% dan sebanyak 35,2% rumah tangga (RT) menyimpan obat di rumahnya untuk swamedikasi, diantaranya 27,8% antibiotik dan 47% merupakan obat sisa(2). Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang. Menurut WHO, diare mengakibatkan 2,5 juta kematian setiap tahun dengan 80% korban di antaranya adalah balita
(3)
. Di Indonesia, penyakit ini sering menimbulkan
Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan kematian tinggi terutama di Indonesia Timur. Riskesdas tahun 2007 melaporkan bahwa diare masih merupakan penyebab kematian utama pada bayi usia 29 hari – 11 bulan (31,4%) dan anak balita usia 12 – 59 bulan (25,2%)(4). Sedangkan, laporan Riskesdas 2013 menyatakan period prevalence diare di Indonesia adalah 7%, pada balita 12,2% (2). Sekitar 70% diare, disebabkan virus yang tidak memerlukan pengobatan(1).Meskipun demikian, masyarakat sering mengobati diare dengan antibiotik
(5)
. Pemerintah telah
mensosialisakan penanggulangan diare dengan oralit, pemberian obat zink, pemberian ASI/makanan dan antibiotik jika ada indikasi
(3,5,6)
. Penggunaan antibiotik yang tidak
rasional dapat merugikan kesehatan antara lain kemungkinan terjadinya efek sampingdan memicu resistensi kuman. Analisis ini bertujuan untuk menilai kerasionalan obat diare yang disimpan di rumah tangga yang diungkapkan dalam profil obat diare (jenis, jumlah, sumber obat/perolehan, status, lama pengobatan, indikasi, kondisi obat). Kerasionalan obat ini dikaitkan dengan, tingkat pendidikan ibu dan tingkat kuintil kepemilikan rumah tangga.
II. TUJUAN DAN MANFAAT A. Tujuan Umum Menilai kerasionalan obat diare yang disimpan di rumah tangga.
1
B. Tujuan Khusus 1. Menyusun profil obat diare di rumah tangga berdasarkan jenis, jumlah, sumber/perolehan, status, lama pengobatan, kondisi obat, baik sisa resep maupun untuk swamedikasi. 2. Menilai kerasionalan obat diare di rumah tangga berdasarkan persyaratan tertentu (obat keras harus dibeli di apotek, dengan resep dokter), tepat indikasi (digunakan sesuai dengan indikasi), tepat obat, tepat dosis. 3. Menghubungkan
kerasionalan
penggunaan
obat
diare
dengan
tingkat
pendidikan ibu dan kuintil kepemilikan.
C. Manfaat
1. Kontribusi pada Pemecahan Masalah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pola penggunaan obat diare dan kerasionalan obat diare di rumah tangga. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan Program Pengendalian Diare untuk mempermudah dalam membuat perencanaan program pengendalian diare yang disesuaikan dengan sasaran. 2. Kontribusi bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat dipakai untuk penelitian lebih lanjut yang terkait dengan program penggunaan obat rasional III.
Tinjauan Pustaka Diare merupakan suatu kondisi seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, atau air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya 3 kali atau lebih) dalam satu hari (3,5). Secara klinis diare dapat disebabkan dalam 6 golongan yaitu infeksi [(bakteri antara lain Campylobacter, Salmonella, Shigella, and Escherichia coli (E. coli), Vibrio cholera, virus (rotavirus, norovirus, cytomegalovirus, herpes simplex, dan viral hepatitis), parasit (Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, and Cryptosporidium)], malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan lain lain
(3,5)
. Di lapangan
penyebab yang sering ditemukan adalah infeksi dan keracunan. Pada anak-anak infeksi yang disebabkan rotavirus paling sering terjadi. Gejala penyakit diare dapat bervariasi tergantung dari penyebabnya, jika penyebabnya infeksi, sering gejala yang 2
timbul adalah sakit perut, kram, kadang-kadang disertai demam, menggigil, tinja berdarah. Biasanya, diare bisa sembuh sendiri dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Pada orang dewasa, dapat sembuh dalam 2–4 hari, sedangkan pada anak-anak sering lebih lama antara 5-7 hari. Diare yang lebih dari 2 hari dapat menimbulkan masalah serius(7). A. Jenis diare Ada dua jenis diare yaitu diare akut dan diare persisten atau kronis. Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari dandiare kronis atau persisten adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari (7). Diare tidak selalu berbahaya, namun diare berat dapat menimbulkan dehidrasi dan ini sangat berbahaya terutama bagi balita, orang tua dan penderita dengan imunitas rendah karena dapat menimbulkan masalah serius seperti kerusakan organ, syok hingga koma. Derajat diare dapat digolongkan menjadi 3 yaitu 1). Diare tanpa dehidrasi, 2) Diare dengan derajat dehidrasi ringan-sedang 3) Diare dengan derajat dehidrasi berat. Pada diare dengan dehidrasi, tubuh akan kekurangan cairan dan elektrolit sehingga untuk mengatasinya diperlukan cairan pengganti. Pada dewasa mempunyai gejala : Haus, urin lebih sedikit dari seperti oralit (cairan peroral pengganti elektrolit). Dehidrasi biasanya dapat menyebabkan urin berwarna gelap, kulit kering, lelah, pusing, pusing. Pada anak-anak dehidrasi memberikan gejala mulut dan lidah kering, tidak ada air mata ketika menangis, tidak buang air kecil selama 3 jam atau lebih, mata dan pipi cekung, demam tinggi, lesu(3,6). B. Obat diare Ada beberapa jenis obat diare di antaranya larutan pengganti cairan tubuh seperti oralit, tablet zink, adsorbans, anti diare/obstipansia, spasmolitik, antibiotik(8). 1.
Oralit Larutan pengganti cairan tubuh seperti oralit harus diberikan untuk mencegah terjadinya dehidrasi
(3)
. WHO dan Unicef menganjurkan pemberian oralit formula
baru. Oralit formula baru ini merupakan garam dengan osmolaritas rendah sehingga lebih efektif dibandingkan dengan formula lama.
3
2. Tablet Zink Selain pemberian oralit, diperlukan pemberian tablet Zink yang merupakan mikronutrien esensial untuk mengatasi kekurangan gizi mikro terutama pada balita(9). Zink sangat diperlukan untuk tumbuh kembang anak yang banyak terbuang ketika balita diare. Pemberian Zink selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya(6,7). 3. Adsorbans Adsorbans digunakan sebagai terapi simptomatik untuk pengobatan diare. Ada bermacam-macam adsorbans di antaranya adalah karbon aktif, atapulgit, kaolin, pectindan lain-lain.Obat ini dapat menyerap, mengikat dan menginaktivasi toksin, bakteri dan obat-obat penyebab diare lainnya. 4. Antidiare/obstipansia Antidiare/obstipansia seperti loperamidjuga sering digunakan meskipun tidak dianjurkan karena ketika terkena diare tubuh akan memberikan reaksi dengan meningkatkan motilitas usus untuk mengeluarkan kotoran dan racun. Antidiare akan menghambat proses itu sehingga kotoran akan dihambat keluar. Anti diare juga akan menyebabkan komplikasi yang disebut prolapsus pada usus (suatu keadaan usus terlipat atau terjepit)(11). 5. Spasmolitik Spasmolitik adalah zat-zat untuk mengatasi kejang otot di sekitar perut yang mengakibatkan nyeri seperti papaverin, hiosian, mopenzolat, sidinum, butropium dan lain-lain. 6. Antibiotika Antibiotika seharusnya digunakan pada pengobatan diare berdasarkan biakan bakteri yang menunjukkan positif terinfeksi bakteri, diare berat mungkin disebabkan infeksi. Antibiotika diperlukan jika diare gisebabkan bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae,
Streptococcus,
Staphylococcus
dan
Pseudomonas
aeruginosa.
Obat ini diindikasikan untuk dire akut, diare yang disebabkan oleh E. coli &Staphylococcus, kolopatis spesifik dan non spesifik, baik digunakan untuk anakanak maupun dewasa. 4
Antibiotika tidak boleh diberikan secara rutin pada balita karena jarang diare yang disebakan oleh bakteri pada balita. Antibiotik hanya diberikan pada diare dengan gejala tinja berdarah yang sebagian besar disebabkan oleh shigellosis, suspek kolera.Obat diare lainnya 7. Probiotik Probiotik di antaranya L reuteri ATCC 55730, L rhamnosus GG, L casei DN dan Saccharomyces cerevisiae (boulardii) bermanfaat dalam mengurangi keberatan dan lama infeksi akut diare pada anak. Pemberian secara oral probiotik dapat mengurangi akut diare sekitar 1 hari(8,10). Pada umumnya obat-obat diare ini diperoleh dengan resep dokter kecuali karbon aktif, atapulgit, kaolin, pectin, obat tradisional dan yang sejenis, sering disimpan di rumah tangga untuk persediaan(9).Anti infeksi diperlukan untuk memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasite.
IV.
METODE
A. Kerangka Konsep Obat diare yang disimpan di rumah tangga Jenis obat Jumlah obat Indikasi obat Sumber obat Cara mendapatkan obat Status obat Lama penggunaan Kondisi obat
Kerasionalan Profil
Pendidikan Kuintil indeks kepemilikan
Gambar 1 : Kerangka Konsep
B. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan Jakarta selama 3 bulan
5
C. Jenis Penelitian Observasional D. Disain Cross-sectional, menganalisis data sekunder hasil Riskesdas 2013 E. Populasi dan besar sampel Rumah tangga di seluruh Indonesia yang menyimpan obat diare Besar sampel 300.000 rumah tangga, mengikuti sampel rumah tangga Riskesdas 2013. F. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Sampel Kriteria inklusi: Data rumah tangga Blok Farmasi (Blok VI A) yang telah cleaned Kriteria eksklusi: Data obat selain obat diare, data obat tidak lengkap. G. Variabel Variabel independen : data obat di rumah tangga (jenis, indikasi, lama penggunaan, status obat, sumber, kondisi), yang berasal dari data rumah tangga Blok VIA (Farmasi dan Pelayanan Kesehatan Tradisional) Riskesdas 2013, kuintil indeks kepemilikan, dan tingkat pendidikan ibu Variabel dependen : kerasionalan obat. Variabel
Keterangan
--------------------------------------------------B6AR1
Rumah tangga menyimpan obat
B6AK2
Nama obat
B6AK3
Jenis obat
B6AK4
Indikasi obat
B6AK5
Asal obat
B6AK6
Cara mendapatkan obat
B6AK7
Status obat di RT
B6AK8
Lama penggunaan obat
B6AK9
Kondisi penyimpanan
Blok 4K8
Pendidikan ibu
Blok 9
Status ekonomi
6
H. Prosedur Kerja 1. Dilakukan pengelompokan (klasifikasi) data nama obat diare yang disimpan di rumah tangga (variabel B6AK2) berdasarkan kelas terapi obat sesuai ATC classification (ATC = Anatomical Therapeutic Chemical Classification) 2. Berdasarkan data kelas terapi tersebut, dilakukan pengkodean-ulang (re-code) variabel jenis obat (Variabel B6AK3). 3. Dilakukan penggabungan beberapa variabel yaitu: jenis obat, jumlah obat, indikasi, asal obat, status obat dan lama penggunaan menjadi satu variabel sebagai salah satu indikator ’kerasionalan’. 4. Dilakukan analisis frekuensi dan tabulasi silang data jenis obat (yang telah di kode ulang) versus data indikasi, asal obat, status obat, dan lama penggunaan obat 5. Kerasionalan dihubungkan dengan pendidikan ibu dan status ekonomi.
I. Definisi Operasional Swamedikasi ’rasional’: yang dimaksudkan dalam studi ini adalah melakukan swamedikasi secara bertanggung-jawab (responsible self-medication), dengan memperhatikan jenis produk obat yang digunakan (mencakup semua aspek antara lain keamanan produk, sumber obat, bagaimana obat digunakan, lama penggunaan), serta indikasi penggunaan (hanya untuk gejala yang mudah dikenali/didiagnosis sendiri). Pada studi ini ’kerasionalan’ swamedikasi terbatas pada jenis obat, sumber obat, lama penggunaan dan indikasi obat. Profil obat diare adalah gambaran obat diare yang ada di rumah tangga yang mencakup jenis, sumber/perolehan, apakah melalui resep dokter, status (obat sisa, untuk
persediaan atau
sedang
digunakan),
lama
pengobatan dan kondisi
penyimpanan. Anti infeksi: Obat untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri, parasit, jamur dan virus. Nama obat: nama obat yang tercantum pada kemasan obat, baik nama merek dagang ataupun nama generik Jenis Obat: Penggolongan obat berdasarkan kelas terapi sesuai ATC classification. Indikasi Obat: indikasi obat adalah indikasi penggunaan obat sesuai yang dinyatakan oleh responden rumah tangga. 7
Asal Obat: adalah tempat responden memperoleh obat, baik dengan cara membeli bebas, membeli dengan resep atau diberi langsung oleh tenaga-kesehatan atau orang lain. Status Obat: yang dimaksudkan adalah status keberadaan obat tersebut di rumah tangga, yaitu apakah obat tersebut sedang digunakan saat itu, atau obat sisa/sisa resep, atau obat yang disimpan untuk persediaan jika sakit. Kondisi obat: baik (secara visual : kemasan baik, warna tidak berubah), buruk. Kerasionalan adalah penggunaan obat yang tepat secara medik dan memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu di antaranya tepat indikasi (setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik, misalnya antibiotik diindikasikan untuk infeksi bakteri), tepat obat (obat yang dipilih haruslah memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit), tepat dosis (Jumlah atau takaran tertentu dari suatu obat yang memberikan efek tertentu).Dalam penelitian ini yang dimaksud kerasionalan obat diare adalah obat diare yang memenuhi persyaratan tertentu (obat keras seperti loperamid, antibiotika harus dibeli di apotek, dengan resep dokter), tepat indikasi (digunakan sesuai dengan indikasi misalnya diare karena bakteri, diberi antibiotik yang sesuai), tepat obat (diare karena virus tidak perlu diberi antibiotik), tepat dosis (antibiotik harus diminum habis). Rumah tangga yang menyimpan lebih dari satu jenis obat diare maka untuk kerasionalannya ditentukan dengan obat yang kategori tidak rasional.
J. Analisis Data Analisis secara deskriptif [univariat (jenis, jumlah, sumber/perolehan, dibeli dengan resep dokter, status, lama pengobatan, kondisi obat) dan dummy tabel] menggunakan program SPSS. Dummy tabel antara kerasionalan obat dengan pendidikan ibu, kuintil indeks kepemilikan.
K. Keterbatasan Penelitian Kajian ini dilakukan dengan menganalisis data sekunder dari obat yang terdapat di rumah tangga pada penelitian Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013). Data yang dianalisis terbatas pada pertanyaan yang terdapat pada Riskesdas 2013, sehingga analisis yang lebih mendalam tidak dapat dilakukan. 8
V.
HASILDAN PEMBAHASAN Jumlah rumah tangga yang menyimpan obat diare adalah 10309 RT. Setelah dikoreksi jumlah rumah tangga yang menyimpan obat diare adalah 8377 RT. Sedangkan data obat yang disimpan di rumah tangga adalah 13097 item, setelah dikoreksi menjadi 10289 item. Adanya pengurangan ini karena observasi yang dilakukan enumerator berdasarkan pengakuan responden. Keterbatasan pengetahuan enumerator tentang jenisobat diare sehingga banyak obat yang bukan diare dikelompokkan dalam obat diare. Obat diare di rumah tangga dikelompokkan berdasarkan jenisnya terdiri dari obat pengganti cairan tubuh, tablet zink, adsorbans, obstipansia, anti mikroba, anti spasmodik, anti emetik, obat tradisional dan lain-lain. Profil obat diare dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 : Profil obat diare yang disimpan di RT No.
Jenis obat diare
Jumlah
%
1
Pengganti cairan tubuh
994,5
9,7
2
Tablet Zink
321,5
3,1
3
Adsorbans
4016,9
39
4
Antidiare/obstipansia
631
6,1
5
Antimikroba
2043,8
19,9
6
Antispasmodik
51,3
0,5
7
Anti emetic
66,4
0,6
8
Obat tradisional
1958,3
19
9
Lain-lain
205,3
2
Jumlah
10289
100
Obat diare berjenis adsorbans (39%) yang paling banyak disimpan di runah tangga, diikuti dengan anti mikroba (19,9%) dan obat tradisional (19%). Adsorbans dan obat tradisional merupakan obat bebas yang mudah didapat, ini sesuai dengan pernyataan rata-rata responden yang menyatakan obat diare yang disimpan diperoleh tanpa resep (75,8%). Sebaran responden rumah tangga yang menyimpan obat diare dapat dilihat pada tabel 2. 9
Tabel 2 : Sebaran responden obat diare yang disimpan di RT No 1 2
Desa/Kota Desa Kota Jumlah
Jumlah
%
5825 2552 8377
68,9 31,1 100
Rumah tangga yang menyimpan obat diare, paling banyak berada di pedesaan (68,9%). Obat diare yang disimpan di rumah tangga di pedesaan lebih tinggi dari di perkotaan. Hal ini sesuai dengan Laporan Riskesdas 2013 yang menyatakan period prevalence diare lebih tinggi dipedesaan (7,3%) dibandingkan dengan diperkotaan (6,8%). Juga dapat menunjukkan pedesaan jauh dari apotek/toko obat sehingga banyak rumah tangga menyimpan obat diare untuk digunakan bila perlu. Berdasarkan banyaknya jenis obat diare yang disimpan di rumah tangga,dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 : Rumah Tangga yang menyimpan jenis obat diare No. RT menyimpan jenis obat diare 1 1 jenis obat 2 2 jenis obat
Jumlah
%
6803,9
81,2
1316,5
15,7
3
3 jenis obat
209,4
2,5
4
> 3 jenis obat
47,2
0,6
Jumlah
8377
100
Pada umumnya rumah tangga menyimpan 1 jenis obat diare (81,2%), hanya 15,7 rumah tangga yang menyimpan 2 jenis obat diare.
10
Berdasarkan asal obat yang disimpan di rumah tangga dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4 : Asal obat yang disimpan di RT No. Asal obat
Jumlah RT
%
1
Apotek
2853
34,1
2
Toko obat/warung
2828
33,8
3
Pemberian orang lain
53
0,6
4
Yankes formal
1062
12,7
5
Nakes
1561
18,6
6
Yankes tradisional
11
0,1
7
Penjual jamu/OT keliling
8
0,1
8377
100
Jumlah
Rumah tangga paling banyak membeli obat dari apotek (34,1%), diikuti toko obat/warung (33,8%) dan tenaga kesehatan (18,6%). Cara rumah tangga memperoleh obat dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5 : Cara rumah tangga memperoleh obat yang disimpan No. 1
Resep/tidak Resep
Jumlah RT
%
2028
24,2
2
Tidak
6349
75,8
Jumlah
8377
100
Sebagian besar rumah tangga membeli obattanpa menggunakan resep (75,8%). Sedangkan status obat yang disimpan di rumah tangga dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6 : Status obat yang disimpan di RT
No.
Status obat
Jumlah RT
%
1
Sedang digunakan
722
8,6
2
Sisa pengobatan sebelumnya
3999
47,7
3
Untuk persediaan
3656
43,6
Jumlah
8377
100
11
Status obat yang disimpan di rumah tangga, yang paling banyak merupakan sisa pengobatan sebelumnya (47,7%), diikuti dengan untuk persediaan jika sakit (43,6%). Obat diare untuk persediaan ini digunakan sebagai swamedikasi diare. Pada diare swamedikasi cukup tinggi. Survey morbiditas diare tahun 2010 menunjukkan 17,62 % penderita diare melakukan swamedikasi diare(11). Analisis ini menunjukkan sebagian besar swamedikasi dilakukan tanpa menggunakan resep dokter. Swamedikasi tidak dapat diuraikan lebih lanjut karena keterbatasan data. Dalam Riskesdas 2013, swamedikasi pengobatan diare tidak ditanyakan secara rinci. Lama pengobatan diare untuk responden yang menyimpan obat diare di rumah tangga dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7 : Lama pengobatan diare diRT No. 1
Lama pengobatan 1-3 hari
2
Jumlah RT
%
3716
44,4
4-7 hari
829
9,9
3
Lebih dari 7 hari
239
2,8
4
Lebih dari sebulan/rutin
104
1,2
5
Kalau perlu saja
3431
41
6
Tidak tahu
58
0,7
7
Jumlah
8377
100
Rata-rata lama pengobatan diare pada rumah tangga adalah 1-3 hari (44,4%), diikuti dengan penggunaan obat diare, kalau perlu saja (41%) dan kemudian 4-7 hari (9,9%). Kondisi obat diare yang disimpan di rumah tangga dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8 : Kondisi obat diare yang disimpan di RT No.
Kondisi
Jumlah
%
1
Baik
7883,4
94,1
2
Tidak baik
493,6
5,9
Jumlah
8377
100,0
Pada umumnya rumah tangga meyimpan obat diare dengan baik (94,1%), hanya sedikit obat dengan kondisi tidak baik (5,9%).
12
Kerasionalan obat diare yang disimpan di rumah tangga dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9 : Kerasionalan obat diare yang disimpan di RT No. 1
Kerasionalan Rasional
Jumlah RT
%
6238,6
74,5
2
Tidak rasional
2138,4
25,5
Jumlah
8377
100.0
Sebagian besar obat diare yang disimpan pada rumah tangga digunakan secara rasional 74,5%, sedangkan yang tidak rasional adalah 25,5%. Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh bahwa obat diare yang paling banyak disimpan adalah obat bebas yang tidak memerlukan resep. Rumah tangga menyimpan obat diare yang tidak rasional ini, jika diperinci lagi menurut jenis obatnya dapat dilihat pada tabel 10 Tabel 10 : Jenis obat diare (tidak rasional) yang disimpan di RT No. 1 2 3 4
Jenis obat diare Obstipansia Anti mikroba Anti spasmodic Anti emetic Jumlah
Jumlah 276,7 2263,3 18,9 28,1 2587
% 10,7 87,5 0,7 1,1 100
Obat diare dengan jenis anti mikroba adalah paling banyak digunakan yang menimbulkan tidak rasional menunjukkan
tingginya
(87,5%), diikuti antidiare/obstipasi (10,7%). Ini
penggunaan
anti
mikroba
khususnya
antibiotika
untuk
pengobatan diare di masyarakat. Hasil pantauan cakupan kualitas dan tata laksana diare tahun 2011 menunjukkan pemberian antibiotik untuk pengobatan diare di Puskesmas tanpa indikasi tahun 2010 cukup tinggi yaitu 72%(12). Seharusnya pemberian antibiotika sesuai dengan indikasi (diare berdarah, kolera, diare disertai penyakit lain). Pemberian antibiotika ini juga harus habis diminum sesuai dosis, jika tidak dihabiskan akan menimbulkan resistensi kuman terhadap antibiotika tersebut.
Di samping itu,
pemberian antibiotika yang tidak tepat dapat membunuh flora normal yang justru dibutuhkan tubuh, juga dapat menimbulkan efek samping khususnya pada anak seperti gangguan fungsi ginjal dan hati(3). 13
Selain antibiotika, obat antidiare seperti obstipansia (loperamid) juga merupakan obat yang tidak rasional. Ini sesuai dengan hasil pantauan cakupan kualitas dan tata laksana diare tahun 2011 yang menunjukkan pemberian antidiare (walaupun tidak dianjurkan) sekitar 12%(12). Seharusnya obat ini tidak diperlukan karena ketika terkena diare, tubuh akan memberikan reaksi dengan meningkatkan motilitas usus untuk mengeluarkan kotoran atau racun, sehingga perut akan banyak gerakan dan berbunyi. Antidiare akan menghambat gerakan tersebut sehingga pengeluaran kotoran dihambat
(2,13)
Hasil uji statistik crosstab obat diare yang disimpan di rumah tangga antara status ekonomi dan pendidikan ibu terhadap kerasionalan dapat dilihat pada tabel 11
Tabel 11 : Hasil uji statistik pendidikan ibu dan kemampuan yang menyimpan obat diare di RT CI 95% No. Uji Statistik Estimate 1 Odds Ratio Status Ekonomi 1,95 1 Odds Ratio Pendidikan 1,175
ekonomi responden
Lower 1,704 1,136
Upper 2,23 1,216
Status ekonomi dikelompokkan berdasarkan kuintil indeks kepemilikan. Kuintil indeks kepemilikan, menengah (3), menegah bawah (2) dan terbawah (1) dikelompokkan sebagai status ekonomi kurang mampu, sedangkan kuintil ekonomi menengah atas (4) dan teratas (5) dikelompokkan sebagai status ekonomi mampu. Sukar untuk menentukan kelompok mampu dan kurang mampu karena Laporan Riskesdas 2013 tidak menjelaskan secara spesifik tentang indeks kepemilikan masing-masing kuintil. Penentuan status ekonomi juga mempertimbangkan persentase rumah tangga yang mendapat raskin (beras miskin) kuintil 1,2 dan 3 mendapat raskin ≥ 60%. Hasil uji statistik odds ratio menunjukkan ada hubungan antara status ekonomi dengan kerasionalan obat yang disimpan di rumah tangga. Masyarakat dengan kategori mampu (kuintil 4,5) 1,95 kali lebih rasional melakukan pengobatan diare dibandingkan dengan masyarakat kurang mampu (kuintil 1,2,3). Pendidikan dikelompokkan menjadi dua yaitu tinggi (SMA ke atas) dan rendah (SMP ke bawah). Hal ini berdasarkan dengan wajib belajar yang ditentukan oleh pemerintah adalah 12 tahun. Ibu rumah tangga yang berpendidikan di bawah SMA dikelompokkan dengan
pendidikan
rendah,
sedangkan
yang
berpendidikan
SMA
ke
atas
dikelompokkan berpendidikan tinggi. Hasil uji statistik odds ratiomenunjukkan ada 14
hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kerasionalan obat yang disimpan di rumah tangga. Ibu-ibu yang mempunyai pendidikan tinggi (SMA ke atas) akan 1,175 kali lebih rasional menggunakan obat diare dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah (SMP ke bawah). Hasil uji statistik logistik regresi untuk status ekonomi dan pendidikan ibu dapat dilihat pada tabel 12. Tabel 12 : Hasil uji statistik logistik regresi pendidikan ibu dan kemampuan ekonomi responden yang menyimpan obat diare di RT Rasional 95% CI Parameter B SE Sig. Lower Upper 1 (Intercept) 2,504 0,14 2,23 2,778 0 Ekonas -0.513 0,079 -0.668 -0,357 0 Pddkn ibu -0.459 0,081 -0.618 -0,3 0
Hasil uji statistik logistik regresi untuk status ekonomi dan pendidikan ibu menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kerasionalan obat dengan status ekonomi dan pendidikan ibu. Hubungan antara kerasionalan denganstatus ekonomi lebih kuat dibandingkan dengan pendidikan.
15
VI.
KESIMPULAN • Obat diare yang disimpan di RT terbanyak adsorbans (39,7%), diikuti anti mikroba (19,9%) dan obat tradisional(19%). Sebaran rumah tangga yang menyimpan obat diare terbanyak adalah di desa (68,9%) dan rata-rata rumah tangga menyimpan 1 jenis obat diare (81,2%). Asal obat yang disimpan adalah dari apotek (34,1%) dan toko obat/warung (33,8%), dibeli tanpa menggunakan resep (75,8%). Status obat yang disimpan di rumah tangga adalah sisa pengobatan sebelumnya (47,7%) dan untuk persediaan jika sakit (43,6%). Lama pengobatan obat diare, rata-rata 1-3 hari (44,4%) dan rumah tangga menggunakan obat diare yang disimpan kalau perlu saja (41%). Sebagian besar obat yang disimpan dalam kondisi baik (94,1%). • Kerasionalan obat diare yang disimpan di rumah tangga adalah rasional (74,5%) dan tidak rasional (25,5%) • Ada hubungan antara status ekonomi dengan kerasionalan obat yang disimpan di rumah tangga. Masyarakat dengan kategori mampu (kuintil 4,5) 1,95 kali lebih rasional melakukan pengobatan diare dibandingkan dengan masyarakat kurang mampu (kuintil 1,2,3) • Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kerasionalan obat yang disimpan di rumah tangga. Ibu-ibu yang mempunyai pendidikan tinggi (SMA ke atas) akan 1,175 kali lebih rasional menggunakan obat diare dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah (SMP ke bawah). • Hasil uji statistik log regresi untuk status ekonomi dan pendidikan ibu menunjukkan hubungan antara kerasionalan dengan status ekonomi lebih kuat dibandingkan dengan kerasionalan dengan pendidikan.
16
VII. SARAN Penggunaan
anti
mikroba
untuk
pengobatan
diare
sangat
tinggi.
Hal
ini
mengindikasikan mudahnya obat anti mikroba diperoleh. Ini juga menunjukkan mudahnya tenaga kesehatan, apotek memberikan anti mikroba untuk pengobatan diare tanpa indikasi. Perlu adanya penyuluhan untuk tenaga kesehatan agar memberikan anti mikroba sesuai dengan indikasi. Juga perlu adanya regulasi untuk memperketat penggunaan anti mikroba pada pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Apotek dan lain-lain) sehingga penggunaan anti mikroba khususnya untuk diare, digunakan sesuai indikasi agar resistensi bakteri terhadap anti mikroba dapat dikendalikan.
VIII. UCAPAN TERIMA KASIH Laporan penelitian analisis lanjutini telah diselesaikan atas kerja sama tim peneliti, tim manajemen data Riskesdas 2013, tim administrasi, untuk itu kami mengucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan yang membantu terselenggaranya penelitian ini dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan selaku penyandang dana.
IX.
DAFTAR PUSTAKA 1. WHO, 1998, The Role of Pharmacist in Self-Care and Self Medication. The Hague. The Netherlands : WHO, p 1-11 2. Kementerian Kesehatan, 2014, Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 3. Unicef/Who, 2009, Diarrhoea : Why children are still dying and what can be done. Diperoleh dari http://whqlibdoc.who.int/publications, 16 Mei 20014 4. Kementerian Kesehatan, 2008, Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 5. Kementerian Kesehatan, 2011, Panduan Sosialisasi Tata Laksana Diare Untuk PetugasKesehatan 6. Kementerian Kesehatan, 2011, Lima Langkah tuntaskan Diare. 7. US Departement of Health and Human Services, Diarrhea diperoleh dari http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/diarrhea, 16 Mei 2014 8. Monthly Index of Medical Specialities Indonesia, 2001, Antidiarrheals. 9. The USAID Micronutrient Program, WHO, 2005. 10. Web.MD., Using Probiotics for Diarrhea, diperoleh dari www.webmd.com/diegstivedisorders/probiotics-diarrhea, 2 Januari 2015.
17
11. Kementerian Kesehatan, 2011, Pengendalian Diare di Indonesia, dan Informasi Kesehatan, Vol. 2, triwulan 2, Hal. 19-2
Buletin Jendela
12. Situasi Diare Di Indonesia, 2011, dalam Buletin Data dan Jendela Informasi Kesehatan, Vol. 2, triwulan 2, Hal. 1 – 18. 13. Kementerian Kesehatan RI, Subdit Pengendalian Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan, dalam Buletin Jendela dan Informasi Kesehatan, Vol. 2, triwulan 2, Hal 19 – 20.
18