LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. N DENGAN STROKE NON HEMORAGIK DI RUANG NUSA INDAH RSUD Dr. DORIS SYLVANUS PALANGKARAYA
Oleh: Intan Kusuma Fabriyani 2014.B.15.0373
YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PRODI D-III KEPERAWATAN 2016
A. Konsep Dasar Penyakit 1. Pengertian Stroke Non Hemoragik Gangguan
peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA
(Cerebro Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak ( dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu. Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. Penyakit ini merupakan peringkat ketiga penyebab kematian di United State. Akibat stroke pada setiap tingkat umur tapi yang paling sering pada usia antara 75-85 tahun. 2. Etiologi Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri. 1) Emboli a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher. b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada: - Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan -
dan bagian kiri atrium atau ventrikel. Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
-
gangguan pada katup mitralis. Fibrilasi atrium Infarksio kordis akut Embolus yang berasal dari vena pulmonalis Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai: - Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis - Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
- Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”). 2) Thrombosis Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis). 3. Tanda Dan Gejala Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk,2000): 1) Kehilangan motorik Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia 2) Kehilangan komunikasi Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara) atau afasia (kehilangan berbicara). 3) Gangguan persepsi Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan kehilangan sensori. 4) Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan). 5) Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier, inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari kerusakan otak bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasiyang berlanjut (dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif). Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang terkena: 1) Penngaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah 2) Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi, gangguan penglihatan 3) Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa. Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
-
-
4.
Hemisfer kiri Mengalami hemiparese kanan Perilaku lambat dan hati-hati Kelainan lapan pandang kanan Disfagia global Afasia Mudah frustasi Patofisiologi Infark
ischemic
-
-
Hemisfer kanan Hemiparese sebelah kiri tubuh Penilaian buruk Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sehingga memungkinkan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut
cerebri sangat
dengan aterosklerosis dan arteriosklerosis.
erat
hubungannya
Aterosklerosis dapat
menimbulkan
bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara: 1) Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah. 2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan aterm. 3) Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli. 4) Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek. Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak: 1) Keadaan pembuluh darah. 2) Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak menjadi menurun. 3) Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak. 4) Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak. Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli, perdarahan
dan spasme
vaskuler)
atau
oleh
karena
gangguan
umum
(Hypoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai
faktor
penting
terhadap
otak. Thrombus dapat
berasal
dari flak
arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah
akan
lambat
atau
terjadi turbulensi.
Oklusi pada
pembuluh
darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosi t dan hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest.
Pathway
5. Komplikasi Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalami komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan: 1) Berhubungan dengan immobilisasi infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis. 2) Berhubungan dengan paralisis nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh. 3) Berhubungan dengan kerusakan otak epilepsi dan sakit kepala. 4) Hidrocephalus. 5) Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal. 6. Pemeriksaan Penunjang 1) Angiografi serebral Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri. 2) Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT). Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT). 3) CT scan Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti. 4) MRI (Magnetic Imaging Resonance) Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik. 5) EEG Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak. 6) Pemeriksaan laboratorium a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin). c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-rangsur turun kembali. e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri. 7. Penatalaksanaan Medis Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan tindakan sebagai berikut: - Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu -
pernafasan. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk
-
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
-
latihan gerak pasif. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan. Pengobatan Konservatif a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan. b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial. c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma. d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler. Pengobatan Pembedahan Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral : a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher. b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA. c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma B. Manajemen Keperawatan 1. Pengkajian Keperawatan 1) Identitas klien
2) 3) 4) 5)
Keluhan utama Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit keluarga
2. Diagnosa Keperawatan 1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral. 2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia. 3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak. 4) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan. 5) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan
sensasi,
disfungsi
kognitif,
ketidakmampuan
untuk
berkomunikasi. 3. Intervensi Keperawatan 1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral. Tujuan : Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal. Kriteria hasil : - Klien tidak gelisah - Tidak ada keluhan nyeri kepala - GCS 456 - Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit) Intervensi: a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan perfusi jaringan otak dan akibatnya b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua jam d) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis) e) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor Rasional a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan b) Untuk mencegah perdarahan ulang c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat
d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya g) Memperbaiki sel yang masih viabel. 2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia. Tujuan: klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya. Kriteria hasil: - Tidak terjadi kontraktur sendi - Bertambahnya kekuatan otot - Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas Intervensi: a) Ubah posisi klien tiap 2 jam b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit Rasional a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan b) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan 3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak. Tujuan: Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal Kriteria hasil: - Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi - Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat Intervensi: a) Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat. b) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi. c) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”. d) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien. e) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi. f) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara.
Rasional: a) Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien. b) Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain. c) Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi. d) Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif. e) Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi. f) Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar. 4) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan. Tujuan: tidak terjadi gangguan nutrisi Kriteria hasil: - Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan - Hb dan albumin dalam batas normal Intervensi: a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk b) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan c) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan d) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu e) Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang f) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air g) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan h) Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan i) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan melalui selang. Rasional a) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien b) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi c) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler d) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan e) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar f) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi g) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak h) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
i) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut 5) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi. Tujuan: klien tidak mengalami konstipasi Kriteria hasil: - Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat - Konsistensi feses lunak - Tidak teraba masa pada kolon (scibala) - Bising usus normal (7-12 kali per menit) Intervensi: a) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi b) Auskultasi bising usus c) Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema) Rasional a) Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi b) Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik c) Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler d) Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler e) Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik f) Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi 4. Implementasi Keperawatan 1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral. a) Memberikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab b) c)
gangguan perfusi jaringan otak dan akibatnya Menganjurkan kepada klien untuk bed rest total Mengobservasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan
d)
intrakranial tiap dua jam Memberikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis)
e) f) g)
Menganjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan Menciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung Melakukan kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat
neuroprotektor 2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia. a) Mengubah posisi klien tiap 2 jam. b) Mengajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit. c) Melakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit. 3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak. a) Memberikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat. b) Mengantisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi. c) Melakukan pembicaraan dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”. d) Menganjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien. e) Menghargai kemampuan klien dalam berkomunikasi. f) Melakukan kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara. 4) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan. a) Menentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk b) Meletakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan c) Menstimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan d) Meletakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu e) Memberikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang f) Memulai untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air g) Menganjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan h) Menganjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan i) Melakukan kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan melalui selang. 5) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi. a) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi b) Auskultasi bising usus c) Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi.
e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema) 5. Evaluasi 1) 2) 3) 4) 5)
Klien tidak gelisah. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat. Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan. Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
DAFTAR PUSTAKA Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika