1
ii
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
RINGKASAN EKSEKUTIF
1.
SILPA daerah yang besar merupakan indikasi masih adanya permasalahan dan kendala yang dihadapi oleh daerah dalam pengelolaan keuangannya. SILPA yang timbul di akhir tahun anggaran antara lain dapat berasal dari adanya penghematan anggaran pelaksanaan kegiatan, kegiatan yang tidak bisa dilaksanakan sehingga dananya tidak terserap, adanya pelampauan pendapatan, ataupun transfer pemerintah pusat ke daerah yang dilakukan mendekati akhir tahun anggaran sehingga tidak dapat diserap oleh daerah dalam kegiatannya. Kondisi demikian perlu diteliti lebih mendalam karena memang faktanya daerah-daerah masih memiliki SILPA yang sangat tinggi.
2. Besaran SILPA yang masih tinggi setiap tahunnya perlu mendapat perhatian dari Pemerintah Pusat. Dari tahun ke tahun SILPA daerah terus mengalami kenaikan, hal ini berarti pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan dalam anggaran belanja publik pada APBD tidak optimal. Salah satu yang menjadi penyebab munculnya SILPA yang besar antara lain adalah sisa penyerapan dana transfer yang bersifat spesifik, yang tidak dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan pada tahun berkenaan. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh karena penyalurannya lebih banyak dilakukan di akhir tahun, serta sifat penggunaannya yang telah diatur dalam petunjuk teknis dan tidak dapat digunakan dalam kegiatan lain di luar petunjuk teknis. 3.
SILPA tahun berkenaan (harga berlaku) menunjukkan tren peningkatan yakni dari Rp52,2 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp99,3 triliun di tahun 2013. Tren peningkatan SILPA ini disebabkan oleh sikap pemerintah daerah yang terlalu pesimis dalam menetapkan target pendapatan dalam APBD (rata-rata realisasi pendapatan daerah mencapai 109,4% dari yang
Ringkasan Eksekutif
iii
dianggarkan dalam APBD). Dalam kajian ini hanya akan dilihat SILPA yang berasal dari transfer ke daerah yang bersifat spesifik, terutama dari Dana Alokasi Khusus (DAK). 4. Berdasarkan monitoring yang dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : a. Besaran sisa penyerapan Dana Alokasi Khusus (DAK) di 489 daerah yang merupakan bagian SILPA yang bersumber dari dana transfer yang bersifat earmarked berkisar Rp8,02 triliun atau sebesar 8,3% total SILPA pada realisasi APBD TA 2013 dari daerah tersebut. b. Besaran SILPA yang berasal dari pendapatan yang bersifat earmarked tidak cukup signifikan dalam porsi SILPA keseluruhan sehingga kontribusi pemerintah dalam kaitan kebijakan transfer bersifat earmarked tidak terlalu besar. c. Kendala utama dalam penyerapan DAK yang menyebabkan meningkatnya SILPA adalah kendala DAK pada bidang pendidikan, dimana sisa DAK bidang pendidikan mendominasi sisa DAK Tahun Anggaran 2010-2013 yakni sebesar 56,8%. 5. Dari kesimpulan di atas, diusulkan rekomendasi sebagai berikut : a. Untuk memperkecil atau bahkan meniadakan kontribusi transfer bersifat earmarked dalam SILPA daerah, Pemerintah perlu mempersiapkan perangkat peraturan untuk mendukung pelaksanaan DAK, yakni dengan menyediakan petunjuk teknis dan peraturan lainnya secara lebih dini, sehingga pelaksanaan DAK dapat dilaksanakan secara lebih awal di daerah. b. Perlu dipertimbangkan untuk mengubah penyaluran DAK, misalnya: - penyaluran DAK tidak berdasarkan tahapan namun berdasarkan kurun waktu, misalnya triwulan ataupun semester, mengingat tahun anggaran berlaku selama satu tahun. Hal ini untuk memberikan keleluasaan bagi daerah untuk menyelesaikan “pekerjaan rumah” selama satu tahun anggaran.
iv
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
- penyaluran DAK berdasarkan bidang, mengingat DAK per bidang dilaksanaan oleh Satuan Perangkat Pemerintah Daerah (SKPD) sendiri-sendiri di daerah, sehingga pelaksanaan yang lambat DAK bidang tertentu oleh SKPD tertentu tidak membebani DAK bidang oleh SKPD lainnya.
Ringkasan Eksekutif
v
KATA PENGANTAR
Desentralisasi fiskal telah membawa perubahan yang cukup signifikan dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan negara dan daerah. Salah satu tujuan kebijakan desentralisasi fiskal adalah memberikan kewenangan kepada pemda untuk mengelola keuangannya secara lebih optimal agar dapat memberikan output berupa layanan publik yang sesuai prioritas negara dan daerah, serta sesuai dengan kebutuhan. Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemerintah Pusat mengalokasikan dana transfer untuk daerah. Besaran dana transfer ke daerah yang bersumber dari APBN terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kemampuan daerah untuk mengelola APBD menggambarkan kapabilitas pemerintah daerah dalam membiayai pelaksanaan tugas pemerintahan, pembangunan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Namun demikian, faktanya masih terdapat kendala dan permasalahan dalam pengelolaan keuangan daerah. Hal ini ditandai dengan masih besarnya jumlah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) dalam Realisasi APBD. Jumlah SILPA daerah secara agregat nasional terus mengalami peningkatan hingga Realisasi APBD tahun anggaran 2013 telah mencapai Rp99,3 triliun. SILPA yang timbul di akhir tahun anggaran berkenaan antara lain merupakan penjumlahan dari adanya penghematan anggaran pelaksanaan kegiatan, tidak dilaksanakannya kegiatan sehingga dananya tidak terserap, adanya pelampauan pendapatan, dan penyaluran dana Transfer ke Daerah yang mendekati akhir tahun anggaran sehingga dananya tidak dapat terserap seluruhnya dalam kegiatannya. Besaran SILPA yang masih tinggi setiap tahunnya perlu mendapat perhatian dari Pemerintah Pusat. Dari tahun ke tahun SILPA daerah terus mengalami kenaikan, yang berarti pelaksanaan
vi
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
kegiatan yang telah direncanakan dalam anggaran belanja publik pada APBD tidak optimal. Monitoring dan evaluasi pembiayaan daerah ini difokuskan untuk melakukan evaluasi atas Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) yang berasal dari transfer earmarked, khususnya Dana Alokasi Khusus (DAK). Beberapa hal yang dikaji adalah kinerja penyaluran dan penyerapan DAK, evaluasi atas besaran sisa DAK pada akhir tahun anggaran yang tidak terserap oleh Daerah yang kemudian menjadi SILPA dalam Rekening Kas Umum Daerah (RKUD), serta melakukan evaluasi penyebab timbulnya SILPA yang berasal dari transfer earmarked. Laporan ini disusun untuk memberikan kontribusi dalam upaya perbaikan kebijakan pengelolaan dana transfer earmarked dalam kontribusinya terhadap pembentukan SILPA yang cukup tinggi. Penyajian laporan ini menggunakan skema pembahasan analisis deskriptif berdasarkan data kualitatif dan kuantitatif. Akhir kata, kami mengharapkan kiranya laporan ini bermanfaat sebagai bahan masukan bagi semua pihak yang berkepentingan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan keuangan negara dan daerah.
Jakarta,
Desember 2014
Direktur Evaluasi Pendanaan dan Informasi Keuangan Daerah,
Adijanto
Kata Pengantar
vii
Daftar Isi
RINGKASAN EKSEKUTIF...........................................................................iii KATA PENGANTAR...................................................................................vi DAFTAR ISI............................................................................................viii DAFTAR TABEL..........................................................................................x DAFTAR GRAFIK.......................................................................................xi BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1 1.1. Latar Belakang.........................................................................1 1.2. Tujuan Penelitian......................................................................5 1.3. Manfaat Penelitian...................................................................5 1.4. Ruang Lingkup Penelitian.........................................................5 1.5. Metode Penelitian....................................................................6 BAB II LANDASAN TEORI........................................................................ 7 2.1. Kebijakan Transfer ke Daerah...................................................7 2.2. Kebijakan Dana Alokasi Khusus................................................8 2.2.1. Kebijakan Umum Dana Alokasi Khusus..............................8 2.2.2. Mekanisme Penyaluran Dana Alokasi Khusus...................10 2.2.3. Optimalisasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus................13 2.3. Pembiayaan Daerah...............................................................13 2.4. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA)...............................14 2.5. SILPA Dalam Konteks Dana Alokasi Khusus (DAK)...................15 BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN.................................................... 17 3.1. Tren Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA)........................17 3.2. Tren Dana Alokasi Khusus......................................................19 3.3. Kinerja Penyaluran DAK dan Penyerapan DAK TA 2010-2013.. 22
viii
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
3.3.1. Kinerja Penyaluran DAK dan Penyerapan DAK Tahun 2011..............................................................................22 3.3.2. Kinerja Penyaluran DAK dan Penyerapan DAK Tahun 2012..............................................................................25 3.3.3. Kinerja Penyaluran DAK dan Penyerapan DAK Tahun 2013..............................................................................27 3.4. Sisa Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam RKUD.........................29 BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI............................................ 34 4.1. Kesimpulan............................................................................34 4.2. Rekomendasi.........................................................................34 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 36 UCAPAN TERIMA KASIH......................................................................... 39
Daftar Tabel
ix
Daftar Tabel
Tabel 3.1
Penyaluran DAK Tahun 2011.......................................................24
Tabel 3.2 Penyaluran DAK Tahun 2012.......................................................26 Tabel 3.3 Penyaluran DAK Tahun 2013.......................................................28
x
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
Daftar GRAFIK
Grafik 1.1 Tren Transfer ke Daerah Tahun 2010 – 2013..................................2 Grafik 1.2 Tren SILPA Tahun Berkenaan .........................................................4 Grafik 3.1 Tren SILPA Tahun Berkenaan Tahun 2009-2013............................18 Grafik 3.2 Perkembangan Dana Alokasi Khusus Tahun 2009-2013...............21 Grafik 3.3 Peta Dana Alokasi Khusus Agregat se-Provinsi di Indonesia, 2012-2013................................................................................22 Grafik 3.4 Sisa Penyerapan DAK Agregat Per Provinsi...................................31 Grafik 3.5 Sisa Penyerapan DAK 2010-2013 Perbidang ...............................32
Daftar Grafik
xi
xii
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kebijakan desentralisasi fiskal telah berjalan selama lebih dari satu dasawarsa. Tujuan pelaksanaan desentralisasi fiskal yaitu mengurangi kesenjangan pelayanan publik antar daerah, meningkatkan kualitas pelayanan publik, meningkatkan efisiensi sumber daya nasional, dan mendukung fiscal sustainability. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai salah satu instrumen fiskal bagi pemerintah daerah memegang peranan penting dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah. Dalam APBD tercantum prioritas pembangunan daerah yang akan dicapai melalui pelaksanaan belanja daerah sesuai sumber daya yang tersedia. Sumber pendapatan utama daerah adalah dari APBN dalam bentuk Transfer ke Daerah sebagai Dana Perimbangan (Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus), Dana Otonomi Khusus, Dana Keistimewaan DIY, dan Dana Transfer Lainnya. Dana perimbangan dialokasikan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (vertical imbalance) dan mengurangi ketimpangan pendanaan urusan pemerintahan antar daerah (horizontal imbalance). Untuk mendanai penyelenggaraan daerah otonomi khusus dialokasikan Dana Otonomi Khusus untuk Provinsi Aceh, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat, sedangkan Dana Keistimewaan DIY dialokasikan untuk mendanai keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi bidang kebudayaan, pertanahan, kelembagaan, dan tata ruang. Adapun Dana
Bab I | Pendahuluan
1
Transfer Lainnya (d/h dana penyesuaian) meliputi Tunjangan Profesi Guru PNSD, Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD, dan Bantuan Operasional Sekolah yang disalurkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan serta Dana Insentif Daerah, dan Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi. Besaran Transfer ke Daerah untuk mendukung pelaksanaan desentralisasi fiskal menunjukkan tren yang terus meningkat sebagaimana ditunjukkan pada grafik 1.1 berikut ini. Grafik 1.1 Tren Transfer ke Daerah Tahun 2010 – 2013 600,0 480,6
Triliun Rupiah
500,0 400,0
513,1
411,3 344,7
300,0 200,0 100,0 -
Dana Penyesuaian Dana Otsus & DIY DBH DAK DAU Series6
2010 29,9 9,1 92,2 21,0 192,6 344,7
2011 53,7 10,4 96,9 24,8 225,5 411,3
2012 57,4 12,0 111,5 25,9 273,8 480,6
2013 69,3 13,4 88,5 30,8 311,1 513,1
Sumber: DJPK, diolah
Grafik 1.1 di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2013 alokasi Transfer ke Daerah mencapai Rp513,1 triliun, meningkat sekitar 6,8 persen dari tahun 2012. Komposisi terbesar Transfer ke Daerah untuk tahun 2013 adalah Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp311,1 triliun, kemudian diikuti Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp88,5 triliun, Dana Penyesuaian sebesar Rp69,3 triliun, Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp30,8 triliun serta Dana Otonomi
2
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
Khusus dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebesar Rp13,4 triliun. Mekanisme penyaluran dari masing-masing jenis transfer tersebut berbedabeda. Transfer ke Daerah yang bersifat specific atau earmarked dialokasikan kepada daerah dengan kriteria tertentu serta penggunaan dananya pun ditentukan oleh Pemerintah Pusat seperti DAK, DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT), DBH minyak dan gas (Migas). Demikian halnya transfer dari pemerintah provinsi kepada pemerintah daerah juga terdapat penyaluran dana yang bersifat earmarked karena peruntukkannya sudah ditentukan oleh pemerintah provinsi. Dana Alokasi Khusus merupakan transfer yang bersifat earmarked disalurkan ke daerah (Rekening Kas Umum Daerah/RKUD) secara bertahap dalam persentase tertentu dari pagunya. Setelah tahap pertama disalurkan, maka untuk tahap berikutnya penyalurannya akan dilakukan berdasarkan tingkat penyerapan dana pada tahap sebelumnya. Apabila dana yang disalurkan secara tahapan tersebut terserap seluruhnya (sesuai pagu) dalam pelaksanaan kegiatan, maka sisa DAK tidak akan muncul di RKUD akhir tahun anggaran. Akan tetapi, sebaliknya jika terdapat pelaksanaan kegiatan yang penyerapan dananya kurang optimal maka akan timbul sisa DAK di RKUD yang akan menjadi bagian dari SILPA daerah sebagai SILPA yang bersifat earmarked. Transfer dana dari Pemerintah Pusat yang diterima oleh daerah mendekati akhir tahun anggaran tentunya juga dapat berpotensi penumpukan SILPA di akhir tahun karena daerah tidak dapat melakukan penyerapan dana tersebut. Besaran SILPA yang masih tinggi setiap tahunnya perlu mendapat perhatian dari Pemerintah Pusat. Dari tahun ke tahun, SILPA daerah terus mengalami kenaikan, hal ini berarti pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan dalam anggaran belanja publik pada APBD tidak optimal. SILPA yang besar tersebut
Bab I | Pendahuluan
3
Transfer dana dari Pemerintah Pusat yang diterima oleh daerah mendekati akhir tahun anggaran tentunya juga dapat berpotensi penumpukan SILPA di akhir tahun karena daerah tidak dapat melakukan penyerapan dana tersebut. Besaran SILPA yang masih tinggi setiap tahunnya perlu mendapat perhatian dari
merupakan akumulasi SILPA dari tahun-tahun anggaran sebelumnya. Tren Pemerintah Pusat. Dari tahun ke tahun, SILPA daerah terus mengalami kenaikan, hal ini berarti SILPA dapat dilihat dalam grafik berikut. pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan dalam anggaran belanja publik pada APBD tidak
optimal. SILPA yang besar tersebut merupakan akumulasi SILPA dari tahun-tahun anggaran
Grafik 1.2 Tren SILPA Tahun Berkenaan
sebelumnya. Tren SILPA dapat dilihat dalam grafik berikut. Grafik 1.2
Tren SILPA Tahun Berkenaan
Sumber: DJPK (data diolah)
Sumber: DJPK (data diolah)
SILPA daerah yang besar merupakan indikasi masih adanya permasalahan dan kendala
yang dihadapi oleh daerah dalam pengelolaan keuangannya. SILPA yang timbul di akhir tahun
SILPA daerah yang besar merupakan indikasi masih adanya permasalahan anggaran antara lain dapat berasal dari adanya penghematan anggaran pelaksanaan kegiatan, dan kendala yang dihadapi oleh daerah dalam pengelolaan keuangannya. 3|Page SILPA yang timbul di akhir tahun anggaran antara lain dapat berasal dari adanya penghematan anggaran pelaksanaan kegiatan, kegiatan yang tidak bisa dilaksanakan sehingga dananya tidak terserap, adanya pelampauan pendapatan, ataupun transfer pemerintah pusat ke daerah yang dilakukan mendekati akhir tahun anggaran sehingga tidak dapat diserap oleh daerah dalam kegiatannya. Kondisi demikian perlu diteliti lebih mendalam karena memang faktanya daerah-daerah masih memiliki SILPA yang sangat tinggi. Dari data yang dikumpulkan, terdapat indikasi bahwa transfer earmarked dari Pemerintah pusat ke daerah tidak terserap dalam kegiatan dengan baik sehingga menjadi SILPA earmarked di akhir tahun. Besaran transfer
4
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
earmarked yang menjadi SILPA di akhir tahun anggaran ditengarai jumlahnya cukup signifikan. Berdasarkan kondisi tersebut maka dilakukan monitoring dan evaluasi (monev) untuk mengetahui seberapa besar transfer earmarked dari Pemerintah pusat yang tidak dapat digunakan daerah yang kemudian menjadi SILPA pada akhir tahun.
1.2. Tujuan Penelitian Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, maka monev yang dilakukan bertujuan untuk: 1.
Mengidentifikasi besaran dana transfer earmarked dari Pemerintah Pusat yang belum dapat digunakan oleh daerah sehingga menjadi SILPA di akhir tahun dan
2. Mengevaluasi penyebab timbulnya SILPA yang berasal dari transfer earmarked.
1.3. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Pemerintah Pusat maupun pemerintah daerah dalam upaya mengendalikan besaran SILPA yang terus meningkat dari tahun ke tahun, sehingga penerimaan daerah khususnya yang berasal dari transfer yang bersifat earmarked dapat segera diserap dan dimanfaatkan secara optimal untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup monitoring dan evaluasi pembiayaan daerah untuk tahun 2014 ini akan difokuskan untuk mengetahui besaran SILPA pada tahun anggaran 2013 yang berasal dari transfer earmarked. Hal yang dibahas dalam
Bab I | Pendahuluan
5
penelitian ini dibatasi hanya terkait dengan transfer earmarked dari DAK. Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan cara melihat besaran sisa DAK untuk seluruh bidang dalam RKUD tahun 2010 sampai dengan tahun 2013.
1.5. Metode Penelitian i. Sumber Data Data-data yang digunakan untuk mendukung monev ini yaitu Ringkasan dan Rincian APBD dan Realisasi APBD, serta data penyaluran Transfer ke Daerah. Sumber data tersebut berasal dari Subdirektorat Data Keuangan Daerah, Direktorat Evaluasi Pendanaan dan Informasi Keuangan Daerah dan Subdirektorat Pelaksanaan Transfer I, Direktorat Dana Perimbangan, Direktorat Jenderal Perimbangan keuangan.
ii. Metode Analisis Data Laporan monitoring dan evaluasi ini akan menyajikan hasil analisis secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil pengumpulan informasi dan data akan dianalisis secara deskriptif. Data SILPA akan diidentifikasi dengan cara membandingkan data APBD dan Realisasi APBD. Selanjutnya, akan dibandingkan data dana transfer DAK yang sudah disalurkan Pemerintah Pusat dengan data dana yang sudah digunakan dan dilaporkan daerah dalam laporan penyerapan sehingga diketahui besaran dana yang masih tersisa dalam RKUD.
6
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Kebijakan Transfer ke Daerah Payung hukum kebijakan desentralisasi fiskal adalah UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam UU tersebut diatur penyerahan tugas dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah yang diikuti dengan pendanaannya untuk pelaksanaan tugas tersebut. Instrumen fiskal yang utama dalam penyerahan tugas dari Pemerintah Pusat kepada daerah yaitu pemberian dana dalam bentuk transfer ke daerah serta pemberian kewenangan kepada Pemda untuk melakukan pemungutan pajak (local taxing power). Transfer ke Daerah bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal horisontal (horizontal fiscal imbalance) dan kesenjangan fiskal vertikal (vertical fiscal imbalance). Kesenjangan tersebut terjadi akibat pembagian kewenangan antara tingkat pemerintahan yakni Pemerintah Pusat, pemerintah Provinsi, dan pemerintah Kabupaten/Kota. Ada dua jenis transfer dari Pemerintah Pusat ke daerah yaitu transfer yang bersifat block grant dan bersifat specific grant. Transfer yang bersifat block grant merupakan transfer dari Pemerintah Pusat kepada Daerah yang kewenangan penggunaannya dalam APBD diserahkan kepada daerah. Sementara specific transfer merupakan transfer dari Pemerintah Pusat kepada Daerah yang tujuan penggunaannya ditentukan oleh Pemerintah Pusat. Specific transfer ini berguna untuk mendorong pencapaian prioritas nasional di tingkat daerah.
Bab II | Landasan Teori
7
Beberapa jenis transfer dalam APBN yang bersifat block grant yaitu DAU, DBH Pajak, DBH Sumber Daya Alam (SDA), sedangkan yang bersifat specific grant adalah DBH CHT dan DBH Migas 0,5% untuk Pendidikan, serta DAK. Kesemua jenis transfer di atas merupakan bagian dari dana perimbangan yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal. Selain dana tersebut, juga terdapat dana otonomi khusus dan Dana Transfer Lainnya. Dana otonomi khusus dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus di suatu daerah sesuai UU Otonomi Khusus dan Dana Transfer Lainnya dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2.2. Kebijakan Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Khusus merupakan dana yang bersumber dari Pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional. Transfer DAK yang diberikan kepada daerah bertujuan untuk membantu daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat, untuk mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran prioritas nasional.
2.2.1. Kebijakan Umum Dana Alokasi Khusus Kebijakan umum Dana Alokasi Khusus yang ditetapkan Pemerintah Pusat, sebagai berikut: 1.
8
mendukung pencapaian prioritas nasional, termasuk program-program prioritas nasional yang bersifat lintas sektor/kewilayahan sesuai dengan kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework) dan penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting);
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
2.
membantu daerah-daerah yang kemampuan keuangannya relatif rendah untuk membiayai pelayanan publik dalam rangka pemerataan pelayanan dasar dan mendorong pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM);
3. meningkatkan kualitas perhitungan alokasi DAK, serta mempercepat penyusunan petunjuk teknis penggunaan DAK yang ditujukan untuk mendorong penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang efektif, efisien, dan tepat waktu; 4.
meningkatkan koordinasi pengelolaan DAK secara utuh dan terpadu di pusat dan daerah sehingga terwujud sinkronisasi kegiatan DAK dengan kegiatan lain yang didanai dari sumber-sumber pendanaan lainnya;
5. meningkatkan penyediaan data-data teknis yang lebih akurat sebagai basis kebijakan kementerian dan lembaga dalam rangka meningkatkan keserasian serta menghindari duplikasi kegiatan antar Bidang DAK; dan 6. mendorong penggunaan kinerja pelaporan sebagai salah satu pertimbangan dalam penyusunan kriteria pengalokasian DAK. DAK dialokasikan untuk membantu daerah mendanai kebutuhan fisik sarana dan prasarana dasar yang merupakan prioritas nasional di bidang: 1. Pendidikan; 2. Kesehatan; 3. Infrastruktur Jalan; 4. Infrastruktur Irigasi; 5. Infrastruktur Air Minum; 6. Infrastruktur Sanitasi; 7. Prasarana Pemerintahan Daerah; 8. Kelautan dan Perikanan; 9. Pertanian; 10. Lingkungan Hidup; 11. Keluarga Berencana;
Bab II | Landasan Teori
9
12. Kehutanan; 13. Sarana Perdagangan; 14. Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal; 15. Energi Perdesaan; 16. Perumahan dan Permukiman; 17. Keselamatan Transportasi Darat; 18. Transportasi Perdesaan; dan 19. Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan.
2.2.2. Mekanisme Penyaluran Dana Alokasi Khusus Mekanisme penyaluran Dana Alokasi Khusus kepada daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Transfer ke Daerah dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Penyaluran DAK ke daerah dilaksanakan secara bertahap dengan ketentuan sebagai berikut: a. Tahap pertama disalurkan paling cepat pada bulan Februari tahun anggaran berkenaan setelah Ditjen Perimbangan Keuangan menerima dokumen persyaratan sebagai berikut: 1. Peraturan Daerah mengenai APBD tahun anggaran berkenaan; 2. Laporan Realisasi Penyerapan DAK Tahap III tahun anggaran sebelumnya; 3. Laporan Penyerapan Penggunaan DAK tahun anggaran sebelumnya; dan 4. Surat Pernyataan Penyediaan Dana Pendamping dari Kepala Daerah penerima DAK. b. Tahap kedua disalurkan paling lambat 15 hari kerja setelah Ditjen Perimbangan Keuangan menerima Laporan Realisasi Penyerapan
10
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
DAK Tahap I tahun anggaran berkenaan dari Kepala Daerah penerima DAK. c. Tahap ketiga disalurkan paling lambat 15 hari kerja setelah Ditjen Perimbangan Keuangan menerima Laporan Realisasi Penyerapan DAK Tahap II tahun anggaran berkenaan dari Kepala Daerah penerima DAK. 2. Penyaluran DAK dilakukan dengan rincian sebagai berikut: a. Tahap 1: 30% dari pagu alokasi DAK (seluruh bidang DAK); b. Tahap 2: 45% setelah sisa dana Tahap 1 < 10%; dan c. Tahap 3: 25% setelah sisa di Kas Daerah < 10%. 3. Pemindahbukuan ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD)
Penyaluran DAK dilakukan dengan cara pemindah bukuan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke RKUD.
4.
Laporan Realisasi Penyerapan DAK Tahap I atau Tahap II diterima paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum tahun anggaran berjalan berakhir. Jika DAK Tahap II dan/atau Tahap III tidak dapat tersalurkan karena terlampauinya batas waktu pencairan, maka pendanaan dan penyelesaian kegiatan DAK dan/atau kewajiban kepada pihak ketiga atas pelaksanaan kegiatan DAK menjadi tangggung jawab pemerintah daerah.
Selain tahapan penyaluran tersebut, terdapat beberapa peraturan yang disempurnakan guna mendukung pencapaian target nasional penyaluran dan penyerapan DAK. Penyesuaian dilakukan untuk mengatasi kendala dalam penyerapan DAK Bidang Pendidikan. Peraturan dimaksud antara lain: 1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.07/2011 tentang Pelaksanaan Penyaluran Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2011.
Pelaksanaan penyaluran DAK TA 2011 mengalami perubahan yakni pencairan Tahap II dan III dilaksanakan setelah diterima Laporan Realisasi Penyerapan DAK TA 2011 dengan capaian penyerapan 90% dari DAK tahap sebelumnya. Namun, tidak memperhitungkan porsi dan
Bab II | Landasan Teori
11
penyerapan DAK Bidang Pendidikan TA 2011 bagi daerah yang belum melaksanakan penyerapan DAK Bidang Pendidikan TA 2011. 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.07/2012 tentang Pelaksanaan Penyaluran Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2012.
Penyaluran DAK pada TA 2012 masih menggunakan mekanisme yang sama dengan penyaluran DAK pada tahun 2011. Untuk pencairan Tahap II dan III tidak memperhitungkan porsi dan penyerapan bidang Pendidikan TA 2012. Kegiatan yang dibiayai dari DAK Bidang Pendidikan yang telah tercantum dalam APBD perubahan TA 2012 tetap dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundangan.
3.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK/2013 tentang Pelaksanaan Penyaluran Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2013.
Pada TA 2013 terdapat keterlambatan penyerapan DAK Bidang Pendidikan sebagai akibat adanya revisi petunjuk teknis. Atas dasar hal tersebut, Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) merekomendasikan agar penyaluran DAK seyogianya tidak memperhitungkan porsi dan penyerapan DAK Bidang Pendidikan TA 2013. Hal ini dilakukan agar target nasional penyaluran dan penyerapan DAK TA 2013 tercapai. Beberapa hal yang diatur dalam PMK Nomor 165 Tahun 2013, sebagai berikut: - Apabila terjadi keterlambatan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari DAK TA 2013 yang mengakibatkan penyerapan Tahap I dan II tidak mencapai 90%, maka penyaluran dan pelaporan realisasi penyerapan DAK Tahap II atau III dilaksanakan dengan memisahkan antara DAK Bidang Pendidikan dan DAK Non Bidang Pendidikan. - Penyaluran DAK tahap II atau III untuk Bidang Pendidikan maupun Non Bidang Pendidikan dilakukan sebesar porsi dari alokasi DAK Bidang Pendidikan ataupun Non Pendidikan.
12
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
2.2.3. Optimalisasi Penggunaan Dana Alokasi Khusus Optimalisasi penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 126/PMK.07/2010, PMK Nomor 06/PMK.07/2012, dan PMK Nomor 183/PMK.07/2013 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. Berdasarkan PMK tersebut, daerah dapat melakukan optimalisasi penggunaan DAK dengan ketentuan sebagai berikut: 1.
Daerah Penerima DAK dapat melakukan optimalisasi penggunaan DAK dengan merencanakan dan menganggarkan kembali kegiatan DAK dalam APBD Perubahan tahun berjalan apabila akumulasi nilai kontrak pada suatu bidang DAK lebih kecil dari pagu bidang DAK tersebut.
2. Optimalisasi penggunaan DAK dilakukan untuk kegiatan pada bidang DAK yang sama sesuai dengan petunjuk teknis yang ditetapkan. Apabila terdapat sisa DAK pada kas daerah saat tahun anggaran berakhir, daerah dapat menggunakan sisa DAK tersebut untuk mendanai kegiatan DAK pada bidang yang sama tahun anggaran berikutnya dengan menggunakan petunjuk teknis TA sebelumnya dan/atau TA berjalan, dan sisa DAK tersebut tidak dapat digunakan sebagai dana pendamping DAK.
2.3. Pembiayaan Daerah Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Pos penerimaan pembiayaan meliputi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) tahun sebelumnya, Pencairan Dana Cadangan, Hasil Penjualan Kekayaan yang Dipisahkan,
Bab II | Landasan Teori
13
Penerimaan Pinjaman dan Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman. Pengeluaran pembiayaan terdiri dari penyertaan modal, pembayaran pokok utang, pemberian pinjaman daerah kepada daerah lain, pembayaran kegiatan lanjutan, dan pengeluaran perhitungan pihak ketiga.
2.4. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) merupakan selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. Pada realisasi APBD terdapat dua jenis SILPA, yaitu: 1. SILPA tahun sebelumnya yang merupakan sisa penggunaan anggaran tahun sebelumnya dan merupakan bagian dari penerimaan pembiayaan. 2.
SILPA tahun berkenaan yang merupakan sisa penggunaan anggaran pada tahun berjalan dan akan menjadi salah satu penerimaan pembiayaan pada tahun berikutnya.
Nilai SILPA yang sangat besar mengindikasikan masih kurang tepatnya perencanaan anggaran atau masih belum optimalnya penyerapan anggaran. Jika dilihat secara nasional jumlah SILPA daerah mempunyai nilai yang cukup besar, namun berdasarkan data APBD yang ada menunjukkan bahwa terdapat beberapa daerah yang mempunyai SILPA negatif. Adanya daerah yang memiliki SILPA negatif menunjukkan bahwa Pemda belum dapat menutup belanja dan/atau pengeluaran pembiayaannya pada tahun tersebut, sehingga nilai tersebut akan menjadi beban pada tahun berikutnya. Kondisi ini mencerminkan masih belum optimalnya proses pengelolaan keuangan daerah, sehingga pemerintah pusat dan daerah harus berupaya memperbaiki kondisi ini.
14
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
2.5. SILPA Dalam Konteks Dana Alokasi Khusus (DAK) Sisa DAK adalah selisih DAK yang telah disalurkan oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah pada tahun anggaran berkenaan dengan dana DAK yang tidak terserap dalam pelaksanaan kegiatan dan/atau dengan dana kegiatan yang tidak dapat direalisasikan. Apabila terdapat sisa DAK, maka daerah penerima DAK dapat melakukan optimalisasi penggunaan DAK dengan merencanakan dan menganggarkan kembali kegiatan DAK dalam APBD pada tahun anggaran berjalan dengan ketentuan akumulasi nilai kontrak pada suatu bidang DAK lebih kecil dari pagu DAK bidang bersangkutan. Optimalisasi penggunaan DAK dilakukan untuk kegiatan-kegiatan pada bidang DAK yang sama dan sesuai dengan petunjuk teknis yang ditetapkan. Penggunaan sisa DAK sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 183 Tahun 2013 adalah sebagai berikut: 1. Dalam hal pada akhir tahun anggaran terdapat sisa DAK dari bidangbidang DAK yang output kegiatannya sudah tercapai, maka sisa DAK tersebut dapat digunakan untuk mendanai kegiatan DAK dengan ketentuan: a. sisa DAK dari bidang-bidang tersebut digunakan untuk mendanai kegiatan DAK di bidang yang sama pada tahun anggaran berikutnya; dan/atau b. akumulasi sisa DAK dari bidang-bidang tersebut dapat digunakan untuk mendanai kegiatan DAK di bidang tertentu pada tahun anggaran berikutnya (poin b ini baru dapat dilaksanakan mulai TA 2015, dan berlaku untuk DAK TA 2013 dan tahun-tahun anggaran berikutnya), dengan memperhatikan prioritas nasional dan menggunakan petunjuk teknis tahun anggaran berjalan. 2. Sisa DAK tidak dapat digunakan sebagai dana pendamping.
Bab II | Landasan Teori
15
3. Pelaksanaan kegiatan yang didanai dari sisa DAK harus selesai dan dapat dimanfaatkan pada akhir tahun anggaran berkenaan. 4. Kepala Daerah menyampaikan laporan Penggunaan Sisa DAK kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan c.q. Direktur Dana Perimbangan setelah kegiatan yang didanai dari sisa DAK selesai. Dari sisi pembukuan Pemerintah Pusat, besaran SILPA yang bersumber dari DAK di daerah tidak dapat diketahui seluruhnya dengan mudah, hal ini tergantung besaran persentase penyalurannya. Apabila penyaluran DAK per bidang dari RKUN ke RKUD mencapai 100% dari pagu, maka DAK per bidang di RKUD dapat diketahui, namun apabila penyaluran DAK tidak mencapai 100% dari pagu, maka sisa DAK per bidang pada RKUD sulit diketahui, mengingat jumlah sisa DAK di RKUD merupakan akumulasi sisa DAK untuk keseluruhan bidang. Informasi sisa DAK per bidang pada RKUD hanya dapat diperoleh di daerah.
16
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN
SILPA merupakan salah satu concern pemerintah dalam tiap tahunnya, karena nilainya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. SILPA tersebut terbagi menjadi dua, yaitu SILPA yang berasal dari pendapatan yang bersifat earmarked dan berasal dari penerimaan yang bersifat non earmarked. Semakin besar SILPA yang berasal dari pendapatan yang bersifat earmarked, maka dapat dindikasikan bahwa hal tersebut terjadi karena kebijakan pemerintah yang kurang implementatif, sedangkan sebaliknya jika semakin besar SILPA yang berasal dari penerimaan non earmarked, maka hal tersebut mengindikasikan kurang optimalnya kinerja pemerintah daerah dalam pelaksanaan kegiatan.
3.1. Tren Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) Tren SILPA tahun berkenaan pada periode tahun 2009-2013 dapat dilihat pada Grafik 3.1. Grafik tersebut menunjukkan pola SILPA tahun berkenaan dengan menggunakan dua pendekatan berbeda. Pendekatan pertama adalah pendekatan harga berlaku yang tidak memperhitungkan faktor perubah harga seperti inflasi pada tahun 2009-2013. Pendekatan kedua adalah pendekatan harga dasar tahun 2000 yang memperhitungkan faktor perubah harga pada tahun 2009-2013.
Bab III | Analisis dan Pembahasan
17
memperhitungkan faktor perubah harga seperti inflasi pada tahun 2009-2013. Pendekatan kedua adalah pendekatan harga dasar tahun 2000 yang memperhitungkan faktor perubah harga pada tahun 2009-2013. Grafik Grafik 3.13.1 Tren Tahun Berkenaan Tahun 2009-2013 TrenSILPA SILPA Tahun Berkenaan Tahun 2009-2013
Sumber: DJPK (data diolah)
14 | P a g e
SILPA tahun berkenaan (harga berlaku) menunjukkan tren peningkatan yakni dari Rp52,2 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp99,3 triliun di tahun 2013. Tren peningkatan SILPA ini disebabkan oleh sikap pemerintah daerah yang terlalu pesimis dalam menetapkan target pendapatan dalam APBD (ratarata realisasi pendapatan daerah mencapai 109,4% dari yang dianggarkan dalam APBD). Jika dilihat dari nominal harga dasar, SILPA tahun berkenaan periode 20092013 menunjukkan tren fluktuatif. Jika pada tahun 2009 SILPA tahun berkenaan sebesar Rp20,7 triliun, selanjutnya di tahun 2010 nilainya relatif sama sebesar Rp20,7 triliun. Pada tahun 2011 dan 2012, SILPA tahun berkenaan meningkat menjadi masing-masing sebesar Rp26,8 triliun dan Rp31,7 triliun. Adapun di tahun 2013, SILPA tahun berkenaan mengalami penurunan menjadi Rp31,1 triliun atau sebesar 1,9% dari tahun 2012. Penurunan ini merupakan indikasi adanya perbaikan kinerja pengelolaan keuangan oleh pemerintah daerah, khususnya terkait penetapan anggaran pendapatan daerah yang lebih optimis. Selisih realisasi pendapatan daerah TA 2013 dengan yang dianggarkan adalah 6,4%, menurun dari rata-rata periode 2009-2012 yang sebesar 10,2%. 18
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
3.2. Tren Dana Alokasi Khusus Pendapatan daerah yang bersumber dari transfer pemerintah pusat yang besifat earmarked atau sudah ditentukan peruntukannya antara lain adalah Dana Bagi Hasil Pajak–Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT), Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam-Dana Reboisasi (DBH SDA–DR), Dana penyesuaian, dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Khusus untuk transfer DBH (DBH-CHT dan DBH SDA-DR), tidak semua daerah memperoleh transfer DBH ini, mengingat transfer dana tersebut hanya didasarkan pada daerah penghasil. Transfer lainnya dari pemerintah yang bersifat earmarked adalah dana penyesuaian. Dana Penyesuaian disalurkan ke daerah melalui pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD. Dana penyesuaian ini mempunyai perlakuan yang berbeda dengan DAK. Jika DAK tidak terserap seluruhnya pada tahun anggaran berjalan, penyerapan dapat dilakukan pada kegiatan tahun anggaran berikutnya. Namun, tidak demikian halnya untuk Dana Penyesuaian. Apabila dana ini diperkirakan tidak terserap seluruhnya hingga akhir tahun anggaran berjalan, maka sisa dana tersebut harus dikembalikan kepada Pemerintah. Mengingat daerah tidak dapat dengan serta merta mengembalikan sisa dana ini pada akhir tahun anggaran kepada Pemerintah, akhirnya dana ini akan memperbesar jumlah SILPA. Mengingat, jika terdapat sisa dana penyesuaian harus dikembalikan pada akhir tahun, maka seyogianya transfer dana penyesuaian ini ditampung dalam rekening tersendiri yang merupakan bagian dari RKUD, sehingga ketika di akhir tahun anggaran terdapat sisa dana, dapat segera dikembalikan ke RKUN sehingga tidak menjadi SILPA. DAK mulai dialokasikan pada tahun 2001 yakni berupa Dana Alokasi Khusus-Dana Reboisasi (DAK-DR). Selanjutnya, pada tahun 2003 Pemerintah mulai mengalokasikan DAK selain Dana Reboisasi (DAK Non DR) sebesar Rp2,3 triliun untuk bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan prasarana pemerintahan. Pada tahun 2005, DAK Non DR mengalami penambahan
Bab III | Analisis dan Pembahasan
19
bidang DAK yakni bidang kelautan dan perikanan, serta bidang pertanian. Selanjutnya pada tahun 2006, DAK-DR dihapus dan diubah menjadi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) Kehutanan, sedangkan DAK Non DR tahun 2006 yang selanjutnya disebut DAK mengalami penambahan bidang yakni bidang lingkungan hidup. Pada tahun 2008, jumlah bidang DAK kembali bertambah yakni penambahan bidang kehutanan dan bidang infrastruktur dipecah menjadi 3 bidang yakni bidang prasarana jalan, bidang prasarana irigasi, serta bidang prasarana air minum dan penyehatan lingkungan. Selanjutnya, pada tahun 2009 DAK mengalami penambahan bidang dan perubahan nomenklatur bidang. Bidang DAK yang ditambah adalah bidang sarana dan prasarana perdesaan serta bidang perdagangan. Adapun bidang DAK yang berubah nomenklatur adalah bidang prasarana jalan menjadi bidang infrastruktur jalan, bidang prasarana irigasi menjadi bidang infrastruktur irigasi, serta bidang prasarana air minum dan penyehatan lingkungan menjadi bidang infrastruktur air minum dan sanitasi. Tahun 2010, bidang DAK mengalami banyak penambahan bidang yakni bidang listrik pedesaan, bidang perumahan dan permukiman, bidang keselamatan transportasi darat, bidang transportasi perdesaan, serta bidang sarana dan prasarana kawasan perbatasan. Kemudian, pada tahun 2011 bertambah satu bidang lagi yakni bidang sarana dan prasarana daerah tertinggal sehingga total seluruh bidang DAK adalah sebanyak 19 (sembilan belas) bidang. Pada tahun 2012, tidak ada penambahan bidang DAK. Selanjutnya pada tahun 2013, guna memberikan affirmative policy bagi daerah tertinggal, pemerintah mulai mengalokasikan DAK Tambahan di bidang infrastruktur dasar dengan kewajiban penyediaan dana pendamping yang relatif lebih kecil dari DAK.
20
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah 2014 SILPA yang Berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
Tambahan di bidang infrastruktur dasar dengan kewajiban penyediaan dana pendamping yang relatif lebih kecil dari DAK.
Grafik 3.2 Grafik 3.2 Perkembangan Dana Alokasi Khusus Tahun 2009-2013 Perkembangan Dana Alokasi Khusus Tahun 2009-2013
Sumber : DJPK, diolah Sumber : DJPK, diolah
Pada grafik menunjukkan tren perkembangan pada periode Pada grafik3.2. 3.2. di di atas atas menunjukkan tren perkembangan DAK padaDAK periode tahun 2009tahun 2009-2013. Pada tahun 2009, alokasi DAK mencapai Rp24,7 triliun. Di 2013. Pada tahun 2009, alokasi DAK mencapai Rp24,7 triliun. Di tahun selanjutnya, DAK mengalami penurunan DAK sebesar 15,2% menjadi Rp21,0 triliun. Pada 15,2% tahun 2011 hinggaRp21,0 2013, tahun selanjutnya, mengalami penurunan sebesar menjadi pemerintah terus meningkatkan alokasi 2013, DAK masing-masing Rp24,8 triliun tahun 2011, triliun. Pada tahun 2011 hingga pemerintah sebesar terus meningkatkan alokasi Rp25,9 triliun tahun 2012, dan Rp30,8 triliun tahun 2013. DAK masing-masing sebesar Rp24,8 triliun tahun 2011, Rp25,9 triliun tahun Jika melihat DAK yang2013. diterima masing-masing daerah dalam provinsi, daerah 2012, dan Rp30,8besaran triliun tahun yang mendapatkan alokasi DAK tahun 2013 terbesar secara berurutan adalah daerah-daerah se-
Jika melihat besaran diterima masing-masing daerah dalam Provinsi Papua, Provinsi JawaDAK Timur,yang Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Jawa Tengah, dan
provinsi, daerah yangTimur. mendapatkan DAKmendapatkan tahun 2013 terbesar Provinsi Nusa Tenggara Sementara itu,alokasi daerah yang alokasi terkecilsecara secara berurutan adalah daerah-daerah se-Provinsi Papua, Provinsi Jawa Timur, berurutan adalah daerah-daerah di Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi DI Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Tengah, dan Provinsi Nusa Yogyakarta, Provinsi Kepulauan Riau, danJawa Provinsi Bali. Alokasi DAK tahun 2012Tenggara dan 2013 untuk daerah per wilayahitu, provinsi dapatyang dilihat pada Grafik 3.3. alokasi terkecil secara Timur. Sementara daerah mendapatkan berurutan adalah daerah-daerah di Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Kalimantan 17 | P aBali. ge Timur, Provinsi DI Yogyakarta, Provinsi Kepulauan Riau, dan Provinsi Alokasi DAK tahun 2012 dan 2013 untuk daerah per wilayah provinsi dapat dilihat pada Grafik 3.3.
Bab III | Analisis dan Pembahasan
21
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah 2014 SILPA yang Berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
Grafik 3.3 Grafik 3.3 Peta Dana Alokasi Khusus Agregat diIndonesia, Indonesia, 2012-2013* Peta Dana Alokasi Khusus Agregatse-Provinsi se-Provinsi di 2012-2013*
Sumber : DJPK, Diolah
Sumber : DJPK, Diolah 3.3. Kinerja Penyaluran DAK dan Penyerapan DAK TA 2010-2013
3.3. Kinerja Penyaluran DAK 3.3.1. Kinerja Penyaluran DAK dan Penyerapan DAK Tahundan 2011 Penyerapan DAK 2010-2013dari DAK tahun 2011 dialokasikan ke 520TA provinsi/kabupaten/kota
total 524 daerah
seluruh Indonesia. Daerah yang tidak memperoleh alokasi DAK tahun 2011 adalah Provinsi DKI
3.3.1. Kinerja Penyaluran DAK Daerah dan tersebut Penyerapan Jakarta, Kota Bontang, Kota Dumai, dan Kota Tarakan. tidak mendapatkan DAK Tahun 2011 alokasi DAK tahun 2011 karena memiliki kemampuan keuangan daerah di atas rata-rata nasional serta tidak memenuhi kriteria khusus dan kriteria teknis.
DAK tahun 2011 dialokasikan ke 520 provinsi/kabupaten/kota dari total Daerah yang menerima penyaluran tahap I DAK tahun 2011 sebanyak 520 daerah (100%). 524 daerah seluruh Indonesia. Daerah yang tidak memperoleh alokasi DAK Penyaluran tahap I sebesar 100% ini tercapai karena syarat penyaluran tahap I DAK tahun 2011 tahun 2011 adalah Provinsi DKI Jakarta, Kota Bontang, Kota Dumai, dan Kota relatif mudah yakni daerah menyampaikan Perda APBD tahun 2011, laporan Penyerapan
Tarakan. Daerah tersebut tidak mendapatkan alokasi DAK tahun 2011 karena Penggunaan DAK tahun 2010, Laporan Realisasi Penyerapan DAK Tahap III tahun 2010, dan memiliki kemampuan keuangan daerah di atas rata-rata nasional serta tidak Surat Pernyataan Penyediaan Dana Pendamping. Penyaluran Tahap I DAK 2011 pada triwulan I memenuhi kriteria khusus dan kriteria teknis. 18 | P a g e
22
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
Daerah yang menerima penyaluran tahap I DAK tahun 2011 sebanyak 520 daerah (100%). Penyaluran tahap I sebesar 100% ini tercapai karena syarat penyaluran tahap I DAK tahun 2011 relatif mudah yakni daerah menyampaikan Perda APBD tahun 2011, laporan Penyerapan Penggunaan DAK tahun 2010, Laporan Realisasi Penyerapan DAK Tahap III tahun 2010, dan Surat Pernyataan Penyediaan Dana Pendamping. Penyaluran Tahap I DAK 2011 pada triwulan I tahun 2011 diterima oleh 292 daerah (56,2%), pada triwulan II diterima oleh 193 daerah (37,1%), dan pada triwulan III diterima oleh 35 daerah (6,7%). Daerah yang menerima penyaluran tahap II DAK tahun 2011 adalah sebanyak 519 daerah dari semestinya 520 daerah. Adapun daerah yang tidak mendapatkan penyaluran DAK tahap II tersebut adalah Kabupaten Tana Tidung karena daerah tersebut tidak menyampaikan persyaratan penyaluran tahap II DAK tahun 2011 yakni Laporan Realisasi Penyerapan DAK Tahap I tahun 2011. Penyaluran tahap II DAK tahun 2011 sebagian besar dilaksanakan pada bulan November 2011 yakni sebanyak 221 daerah (42,6%). Penyaluran tahap II DAK ke daerah dapat dijadikan sebagai indikator bagi kinerja penyerapan tahap I DAK. Semakin dini daerah menerima penyaluran tahap II DAK, maka hal itu menandakan semakin baiknya penyerapan tahap I DAK di daerah tersebut ditandai dengan pelaksanaan kegiatan yang dimulai dari lelang selesai tepat waktu hingga progres pembangunan fisik DAK sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Demikian sebaliknya, dapat dipastikan bahwa daerah yang terlambat memperoleh penyaluran tahap II DAK dari Pemerintah merupakan daerah yang penyerapan tahap I DAK-nya tidak begitu baik. Hal ini ditengarai terjadi karena lambatnya proses lelang dan/atau progress pembangunan fisik DAK yang terlambat dari jadwal. Pada tahap III DAK tahun 2011, daerah yang menerima penyaluran sebanyak 479 daerah (92,1%) atau berkurang sebanyak 40 daerah dari jumlah yang menerima tahap II DAK tahun 2011 yakni 519 daerah. Dari 40 daerah dimaksud, sebagian besar menerima penyaluran tahap II DAK 2011
Bab III | Analisis dan Pembahasan
23
pada bulan terakhir yakni Desember 2011 sehingga tidak dapat menyerap dana tahap II DAK (45% dari total alokasi) dalam waktu yang relatif singkat. Akibatnya daerah-daerah tersebut tidak dapat menyampaikan Laporan Realisasi Penyerapan DAK Tahap II tahun 2011, sisa dana tahap III DAK tahun 2011 sebanyak 25% dari alokasi hangus. Ringkasan kinerja penyaluran DAK tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.1 Penyaluran DAK Tahun 2011 No
1
Bulan
Januari 2011
Jumlah Daerah Penyaluran Tahap 1
Penyaluran Tahap 2
Penyaluran Tahap 3
-
-
-
2
Februari 2011
97
-
-
3
Maret 2011
195
-
-
4
April 2011
73
-
-
5
Mei 2011
80
-
-
6
Juni 2011
40
6
-
7
Juli 2011
18
10
-
8
Agustus 2011
12
17
-
9
September 2011
5
46
1
10
Oktober 2011
-
77
1
11
November 2011
-
221
23
12
Desember 2011
-
142
454
520
519
479
Jumlah Sumber : DJPK
Daerah secara agregat nasional hanya dapat menyerap DAK tahun 2011 sebesar Rp17,3 triliun atau 69,7% dari realisasi DAK tahun 2011 sebesar Rp24,8 triliun. Tingkat penyerapan DAK tahun 2011 ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan tingkat penyerapan DAK tahun 2010 sebesar 75,8%. Penurunan tingkat penyerapan DAK tahun 2011 ini ditengarai disebabkan 24
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
rendahnya penyerapan DAK bidang pendidikan yang hanya mencapai 34,3%, jauh di bawah rata-rata keseluruhan bidang DAK yang mencapai 75,8%. Rendahnya penyerapan DAK bidang pendidikan ini disebabkan terlambatnya penetapan petunjuk teknis (juknis) DAK bidang pendidikan yakni baru ditetapkan pada bulan Agustus 2011. Penetapan juknis DAK yang terlambat menyebabkan keterlambatan proses lelang (pengadaan barang dan jasa) yang berdampak pada rendahnya penyerapan DAK.
3.3.2. Kinerja Penyaluran DAK dan Penyerapan DAK Tahun 2012 Jumlah daerah yang menerima alokasi DAK tahun 2012 sama dengan penerima alokasi DAK tahun 2011, yakni sebanyak 520 provinsi/kabupaten/ kota. Daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAK di tahun 2011 sama dengan keadaan pada DAK di tahun 2012 yaitu tidak memenuhi kriteria khusus dan kriteria teknis yang meliputi: Provinsi DKI Jakarta, Kota Bontang, Kota Dumai, dan Kota Tarakan. Daerah penerima penyaluran tahap I DAK tahun 2012 adalah sebanyak 520 daerah terdiri dari 215 daerah (41,4%) di triwulan I tahun 2012, 272 daerah (52,3%) di triwulan II tahun 2012, dan 33 daerah (6,3%) pada triwulan III tahun 2012. Daerah penerima penyaluran tahap II DAK tahun 2012 sebanyak 516 daerah dari yang seharusnya 520 daerah. Terdapat 4 daerah yang tidak menyampaikan Laporan Realisasi Penyerapan DAK Tahap I tahun 2012 sebagai persyaratan penyaluran tahap II tahun 2014 yakni Kota Bogor, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Penajam Paser Utara, dan Kabupaten Tana Tidung. Penyaluran tahap II DAK tahun 2012 sebagian besar dilaksanakan pada bulan Oktober dan November 2012 yakni masing-masing sebanyak 142 daerah (27,5%) dan 183 daerah (35,5%).
Bab III | Analisis dan Pembahasan
25
Daerah penerima penyaluran tahap III DAK tahun 2012 sebanyak 503 daerah (96,7%), berkurang 13 daerah dari 520 daerah penerima tahap II DAK tahun 2012. Dari 13 daerah tersebut, bahkan lebih dari setengahnya baru mampu memenuhi persyaratan penyaluran tahap II DAK 2012 pada bulan akhir Desember 2012 sehingga tidak mampu menyerap minimal 90% dari penyaluran tahap II DAK (sebesar 45% dari total alokasi DAK tahun 2012) dalam waktu yang relatif singkat. Akibatnya daerah-daerah tersebut tidak dapat menyampaikan Laporan Realisasi Penyerapan DAK Tahap II tahun 2012, sisa dana tahap III DAK tahun 2012 sebanyak 25% dari alokasi menjadi hangus. Ringkasan kinerja penyaluran DAK tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.2 Penyaluran DAK Tahun 2012 Jumlah Daerah No
Bulan
Penyaluran Tahap 1
Penyaluran Tahap 2
Penyaluran Tahap 3
1
Januari 2012
-
-
-
2
Februari 2012
62
-
-
3
Maret 2012
153
-
-
4
April 2012
139
-
-
5
Mei 2012
87
1
-
6
Juni 2012
46
1
-
7
Juli 2012
30
14
-
8
Agustus 2012
2
42
-
9
September 2012
1
69
2
10
Oktober 2012
-
142
6
11
November 2012
-
183
50
12
Desember 2012
-
64
445
520
516
503
Jumlah Sumber : DJPK
26
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
Pada akhir tahun anggaran 2012, secara nasional daerah dapat menyerap DAK tahun 2012 sebesar Rp22,4 triliun atau 86,4% dari realisasi DAK tahun 2012 sebesar Rp25,9 triliun. Tingkat penyerapan DAK tahun 2012 jauh di atas tahun 2011 yang hanya sebesar 69,7%. Kenaikan tingkat penyerapan DAK tahun 2012 ditopang oleh peningkatan kinerja penyerapan DAK bidang pendidikan. Jika pada tahun 2011, penyerapan DAK bidang pendidikan hanya sebesar 34,3%, maka pada tahun 2012 naik signifikan menjadi sebesar 76,8%. Salah satu faktor penunjang kenaikan penyerapan DAK bidang pendidikan ini adalah penetapan petunjuk teknis (juknis) DAK bidang pendidikan tepat waktu yakni dilakukan pada bulan Desember 2011.
3.3.3. Kinerja Penyaluran DAK dan Penyerapan DAK Tahun 2013 DAK tahun 2013 dialokasikan ke 518 provinsi/kabupaten/kota dari total 524 daerah seluruh Indonesia. Daerah yang tidak memperoleh alokasi DAK tahun 2013 adalah Provinsi DKI Jakarta, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Tabalong, Kota Bontang, Kota Dumai, dan Kota Tarakan karena tidak memenuhi kriteria khusus dan/atau kriteria teknis. Jumlah daerah yang menerima penyaluran tahap I DAK tahun 2013 sebanyak 518 daerah (100%). Penyaluran tahap I DAK tahun 2013 disalurkan pada triwulan I tahun 2013 sebanyak 323 daerah (62,4%), pada triwulan II tahun 2013 sebanyak 184 daerah (35,5%), pada triwulan III tahun 2013 sebanyak 10 daerah (1,9%) dan pada triwulan IV tahun 2013 sebanyak 1 daerah yaitu Kabupaten Penajam Paser Utara. Adapun jumlah daerah yang menerima penyaluran tahap II DAK tahun 2013 berkurang menjadi 513 daerah. Daerah yang tidak menyampaikan Laporan Realisasi Penyerapan DAK Tahap I tahun 2013 sebagai persyaratan penyaluran tahap II DAK tahun 2013 adalah Kabupaten Berau, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kota Semarang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan. Penyaluran tahap II DAK tahun 2013 sebagian besar dilaksanakan Bab III | Analisis dan Pembahasan
27
pada bulan Oktober dan November 2013 masing-masing sebanyak 117 daerah (22,8%) dan 180 daerah (35,1%). Pada tahap III DAK tahun 2013, daerah yang menerima penyaluran sebanyak 473 daerah (91,7%), berkurang sebanyak 38 daerah dari jumlah yang menerima tahap II DAK tahun 2013. Dari 38 daerah dimaksud, sebanyak 27 daerah menerima penyaluran tahap II DAK 2013 pada bulan Desember 2013 sehingga daerah tersebut tidak mampu menyerap minimal 90% dari penyaluran tahap II DAK (sebesar 45% dari total alokasi DAK tahun 2013) dalam waktu yang relatif singkat. Sisa dana tahap III DAK tahun 2013 (25% dari total alokasi) untuk 38 daerah dimaksud hangus. Ringkasan kinerja penyaluran DAK tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 3.3. Tabel 3.3 Penyaluran DAK Tahun 2013 No.
Bulan
Jumlah Daerah Penyaluran Tahap 1
Penyaluran Tahap 2
Penyaluran Tahap 3
1
Januari 2013
-
-
-
2
Februari 2013
195
-
-
3
Maret 2013
128
-
-
4
April 2013
104
-
-
5
Mei 2013
59
1
-
6
Juni 2013
21
3
-
7
Juli 2013
8
19
-
8
Agustus 2013
1
27
-
9
September 2013
1
99
2
10
Oktober 2013
1
117
6
11
November 2013
-
180
24
12
Desember 2013 Jumlah
-
67
443
518
513
475
Sumber: DJPK
28
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
Hingga berakhirnya tahun anggaran 2013, secara nasional daerah dapat menyerap DAK tahun 2013 Rp25,1 triliun atau 81,6% dari realisasi DAK tahun 2013 sebesar Rp30,8 triliun. Tingkat penyerapan DAK tahun 2013 ini lebih rendah apabila dibandingkan tingkat penyerapan DAK tahun 2012 sebesar 86,4%. Penurunan tingkat penyerapan DAK tahun 2013 disebabkan penurunan tingkat penyerapan pada hampir seluruh bidang DAK, kecuali pada bidang Pendidikan, naik sebesar 1,1% menjadi 77,9%. Bidang DAK yang tingkat penyerapannya mengalami penurunan terbesar adalah bidang Perumahan dan Pemukiman (turun 15,0%), bidang Kesehatan (turun 5,1%), dan bidang Pertanian (turun 5,0%).
3.4. Sisa Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam RKUD Penggunaan sisa DAK di daerah yang tidak terserap belum pernah diatur hingga ditetapkannya PMK 126 tahun 2010 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. Dalam PMK tersebut diatur bahwa sisa DAK yang tidak terserap pada tahun anggaran berjalan dapat digunakan pada tahun anggaran berikutnya untuk bidang yang sama dengan menggunakan petunjuk teknis tahun berkenaan atau tahun sebelumnya. Sebagai salah satu syarat pencairan DAK Tahun Anggaran 2014 (TA 2014) adalah daerah harus menyampaikan Laporan sisa DAK TA 2010 hingga 2012 pada Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) kepada Pemerintah. Sisa DAK dalam laporan dimaksud merupakan gambaran Sisa Perhitungan Anggaran (SILPA) transfer yang bersifat earmarked tahun berkenaan APBD TA 2013. Namun, pada beberapa daerah, besaran sisa penggunaan DAK tidak sinkron dengan laporan realisasi APBD tahun 2013. Hal tersebut disebabkan adanya laporan realisasi APBD 2013 yang disampaikan bukan merupakan laporan realisasi APBD yang telah diaudit oleh BPK sehingga dimungkinkan terjadi selisih. Guna menjaga tingkat akurasi dalam analisis, maka daerah
Bab III | Analisis dan Pembahasan
29
yang data realisasi APBD dan laporan penyerapan DAK-nya tidak sinkron tidak digunakan dalam penyusunan laporan ini. Kendala data tersebut diatas menyebabkan jumlah daerah yang dapat dianalisis berkurang menjadi 489 daerah (93,3%) dari 524 kabupaten/kota/ provinsi. Dengan jumlah daerah 93%, diharapkan hasil kajian ini cukup memadai sebagai representasi daerah di Indonesia. Besaran sisa DAK tahun 2010 hingga tahun 2013 yang kemudian menjadi SILPA dalam APBD adalah sebesar Rp8,02 triliun (8,3%) dari Rp97,02 triliun (total SILPA APBD 2013, 489 daerah). Besaran persentase tersebut dapat menjawab pertanyaan selama ini bahwa yaitu “Apakah SILPA pemda yang cukup besar dikarenakan adanya sisa pendapatan earmarked yang cukup besar dan tidak dapat diserap oleh pemerintah daerah?”. Dengan demikian diketahui bahwa SILPA yang berasal dari pendapatan yang bersifat earmarked ternyata tidak terlalu besar (kurang dari 10% dari total SILPA) menunjukkan bahwa kontribusi transfer pemerintah yang bersifat earmarked bukanlah kendala utama SILPA. Kontribusi terbesar dalam SILPA adalah bersumber dari Penerimaan yang bersifat non earmarked antara lain berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan selain DAK, penerimaan pinjaman, pencairan dana cadangan, dan pendapatan lainnya yang peruntukannya belum ditetapkan pemerintah. Jika dilihat per provinsi (total kabupaten, kota, dan provinsi), akan terlihat sebaran sisa penggunaan DAK dan persentase penyerapan yang beragam sebagaimana tampak dalam grafik 3.4 berikut:
30
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
Mas Lukman, ini yang untuk Grafik 3.4 (supaya di tabel muncul nama tiap provinsinya).
200
35,0% 30,0% 13,9% 9,4% 12,4% 12,7%
400
3,7%
600
13,1% 11,9% 8,3% 7,4% 4,1% 7,6% 3,5% 15,8% 16,6% 10,5% 16,9% 4,8% 9,7% 14,9% 15,9% 2,6% 5,6% 11,6% 8,4% 8,7% 20,7%
25,9%
800
1,0%
1.000
17,9%
13,2% 18,0%
1.200
0,0%
Milyar Rupiah
1.400
29,8%
Grafik 3.4 Grafik 3.4 Sisa Penyerapan DAK Agregat Per Provinsi Sisa Penyerapan DAK Agregat Per Provinsi
25,0% 20,0% 15,0% 10,0% 5,0%
-
Sisa penggunaan DAK TA 2010-2013
Prov. Jatim
Prov. Jateng
Prov. NTT
Prov. Jawa Barat
Prov. Sumut
Prov. Sumbar
Prov. Papua
Prov. Kalteng
Prov. Riau
Prov. Sulsel
Prov. Jambi
Prov. Kalsel
Prov. Aceh
Prov. Sulut
Prov. Kalbar
Prov. Bengkulu
Prov. Babel
Prov. Sumsel
Prov. Banten
Prov. Lampung
Prov. DIY
Prov. Bali
Prov. Sultra
Prov. Kepri
Prov. Papbar
Prov. Maluku
Prov. Sulteng
Prov. NTB
Prov. Kaltim
Prov. Gorontalo
Prov. DKI
Prov. Malut
Prov. Sulbar
0,0%
% sisa DAK thd SILPA realisasi APBD 2013
Sumber: DJPK, diolah
Sumber: DJPK, diolah
Tiga provinsi di pulau Jawa (Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat) mempunyai sisa DAK yang paling tinggi dibanding provinsi lainnya. Total ketiganya mencapai Rp3,3 triliun atau sebesar 41,86% total sisa DAK. Jika dibandingkan dengan alokasi, agregat alokasi DAK ketiga provinsi tersebut adalah berkisar 24% total alokasi DAK dalam kurun waktu tahun 2010-2013. Perbandingan porsi alokasi dan sisa penggunaan DAK ketiga provinsi tersebut menggambarkan penyerapan DAK secara nominal di daerah tersebut masih lebih rendah dibanding dengan provinsi lainnya. Jika dirata-rata per daerah dengan membagi nominal dengan jumlah daerah, maka ketiga provinsi 1 | P a g e DAK per tersebut masih mendominasi dengan rata-rata sisa penyerapan daerah sebesar Rp33 miliar rupiah. Sisa DAK ketiga provinsi tersebut lebih tinggi dari provinsi lainnya, namun karena ketiga daerah tersebut mempunyai SILPA yang berasal dari sumber lainnya maka persentase sisa DAK terhadap total SILPA ketiga provinsi tersebut tidak terlalu besar, hanya berkisar 10-12%. Daerah dengan sisa DAK lebih dari 20% antara lain adalah provinsi NTT (29,8%), Provinsi Gorontalo (25,9%), dan Provinsi Sumatera Utara (20,7%). Persentase sisa DAK pemda di provinsi Gorontalo cukup tinggi dibanding dengan Provinsi Sumatera Utara dan daerah lainnya, namun secara nominal Bab III | Analisis dan Pembahasan
31
sisa DAK agregat daerah di Provinsi Gorontalo hanya sebesar Rp38,1 miliar jauh lebih kecil jika dibanding dengan Provinsi Sumatera Utara yang sebesar Rp375,3 miliar. Berdasarkan DAK per bidang, maka DAK bidang pendidikan merupakan bidang penyumbang terbesar sisa DAK. Bidang pendidikan menyumbang 56,8% dari total sisa DAK. Besaran sisa DAK bidang pendidikan tersebut merupakan kumulatif dari bidang pendidikan SD, SMP, SMA dan SMK. Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa untuk DAK bidang pendidikan dari tahun 2010 terdapat kendala dalam hal pelaksanaan di daerah. Untuk tahun 2010 hingga tahun 2012 DAK bidang pendidikan ditransfer 100% ke daerah walaupun penyerapan DAK bidang pendidikan tidak mencapai syarat yang ditentukan. Kendala yang ada antara lain adanya perubahan mekanisme pengadaan barang dan jasa, dari sistem kontraktual ke swakelola dan sebaliknya. Perubahan mekanisme tersebut sangat mengganggu kinerja daerah. Untuk sistem kontraktual, pemerintah daerah perlu melakukan beberapa mekanisme yang harus dilalui seperti lelang pengadaan yang menyita waktu. Sedangkan untuk pelaksanaan swakelola, pemerintah daerah Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah 2014 SILPA yang Berasal darikebijakan Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus) dengan sistem akuntansi menganggap tersebut berbenturan pemerintahan. terpisah, sisaberbenturan DAK perbidang dapat dilihat pemerintah daerah Secara menganggap kebijakanporsi tersebut dengan sistem akuntansi dalam grafikSecara berikut: pemerintahan. terpisah, porsi sisa DAK perbidang dapat dilihat dalam grafik berikut: Grafik 3.5
GrafikDAK 3.52010-2013 Sisa Penyerapan Perbidang Sisa Penyerapan DAK 2010-2013 Perbidang
Sumber : DJPK, diolah
Sumber : DJPK, diolah Bidang infrastruktur merupakan bidang DAK yang mempunyai sisa DAK terbanyak kedua,Laporan yaitu sebesar 12,59%dan total sisa DAK. Bidang infrastruktur terdiri dari infrastruktur jalan, Monitoring Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA irigasi yang berasal dari Transfer (Dana Alokasi air minum, dan sanitasi. Porsi Bersifat bidang Earmarked infrastruktur tersebut jauhKhusus) dibawah bidang
32
pendidikan meskipun dalam alokasinya, bidang infrastruktur berkisar 23% dan bidang pendidikan berkisar 38% total pagu DAK dalam kurun waktu 2010-2013. Dengan selisih alokasi
Bidang infrastruktur merupakan bidang DAK yang mempunyai sisa DAK terbanyak kedua, yaitu sebesar 12,59% total sisa DAK. Bidang infrastruktur terdiri dari infrastruktur jalan, air minum, irigasi dan sanitasi. Porsi bidang infrastruktur tersebut jauh dibawah bidang pendidikan meskipun dalam alokasinya, bidang infrastruktur berkisar 23% dan bidang pendidikan berkisar 38% total pagu DAK dalam kurun waktu 2010-2013. Dengan selisih alokasi sebesar berkisar 15 % namun dalam sisa penggunaan terdapat selisih mencapai 44% maka dapat dinyatakan bahwa kinerja penyerapan DAK bidang pendidikan tidak sebaik bidang lainnya. Jika pelaksanaan DAK bidang pendidikan disamakan dengan bidang lainnya, maka kemungkinan besaran sisa DAK tidak sebesar yang ada saat ini.
Bab III | Analisis dan Pembahasan
33
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Besaran sisa penyerapan Dana Alokasi Khusus (DAK) di 489 daerah yang merupakan bagian SILPA yang bersumber dari dana transfer yang bersifat earmarked berkisar Rp8,02 triliun atau sebesar 8,3% total SILPA pada realisasi APBD TA 2013 dari daerah tersebut, b. Besaran SILPA yang berasal dari pendapatan yang bersifat earmarked tidak cukup signifikan dalam porsi SILPA keseluruhan sehingga kontribusi pemerintah dalam kaitan kebijakan transfer bersifat earmarked tidak terlalu besar, dan c.
Kendala utama dalam penyerapan DAK yang menyebabkan meningkatnya SILPA adalah kendala DAK pada bidang pendidikan, dimana sisa DAK bidang pendidikan mendominasi sisa DAK TA 2010-2013 yakni sebesar 56,8%.
4.2. Rekomendasi a.
Untuk memperkecil atau bahkan meniadakan kontribusi transfer bersifat earmarked dalam SILPA daerah, Pemerintah perlu mempersiapkan perangkat peraturan untuk mendukung pelaksanaan DAK yakni dengan menyediakan petunjuk teknis dan peraturan lainnya secara lebih dini, sehingga Pemerintah tidak menjadi kendala dalam pelaksanaannya.
34
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
b. Perlu dipertimbangkan untuk mengubah penyaluran DAK secara tahapan menjadi penyaluran DAK berdasarkan kurun waktu misalnya triwulan ataupun semester, mengingat tahun anggaran berlaku selama satu tahun. Hal ini untuk memberikan keleluasaan bagi daerah untuk menyelesaikan “pekerjaan rumah” selama satu tahun anggaran. c.
Perlu dipertimbangkan untuk melakukan penyaluran DAK berdasarkan bidang, mengingat DAK per bidang dilaksanaan oleh Satuan Perangkat Pemerintah Daerah (SKPD) sendiri-sendiri di daerah, sehingga pelaksanaan yang lambat DAK bidang tertentu oleh SKPD tertentu tidak membebani DAK bidang oleh SKPD lainnya.
Bab IV | Kesimpulan dan Rekomendasi
35
DAFTAR PUSTAKA
DJPK, (2011), “Laporan Keuangan Transfer ke Daerah (BA 999.05) Tahun 2010 (Audited)”, Jakarta: DJPK (www.djpk.depkeu.go.id). _____, (2012), “Laporan Keuangan Transfer ke Daerah (BA 999.05) (Audited) TA. 2011”, Jakarta: DJPK (www.djpk.depkeu.go.id). _____, (2013), “Laporan Keuangan Transfer ke Daerah (BA 999.05) (Audited) TA. 2012”, Jakarta: DJPK (www.djpk.depkeu.go.id). _____, (2014), “Laporan Keuangan Transfer ke Daerah (BA 999.05) (Audited) TA. 2013”,Jakarta: DJPK (www.djpk.depkeu.go.id). _____, Surat Edaran Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Nomor SE-06/ PK/2011 tentang Langkah-langkah Penyaluran Anggaran Transfer ke Daerah dalam Menghadapi Akhir Tahun Anggaran 2011. _____, Surat Edaran Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Nomor SE-05/ PK/2012 tentang Langkah-langkah dalam Rangka Penyaluran Anggaran Transfer ke Daerah Menjelang Akhir Tahun Anggaran 2012. _____, Surat Edaran Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Nomor SE-05/ PK/2013 tentang Langkah-langkah Menghadapi Akhir Tahun Anggaran 2013 dalam Rangka Penyaluran Anggaran Transfer ke Daerah. Laporan Dana Transfer (LDT), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan. Kementerian Keuangan, (2010), “Nota Keuangan & Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010, Jakarta: Kemenkeu (www. kemenkeu.go.id). _____, (2011), “Nota Keuangan & Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
36
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
Tahun Anggaran 2011, Jakarta: Kemenkeu (www.kemenkeu.go.id). _____, (2012), “Nota Keuangan & Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012, Jakarta: Kemenkeu (www.kemenkeu.go.id). _____, (2013), “Nota Keuangan & Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013, Jakarta: Kemenkeu (www.kemenkeu.go.id). _____, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.07/2009 tentang Alokasi dan Pedoman Umum Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2010. _____, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.07/2010 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. _____, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.07/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.07/2009 tentang Pelaksanaan dan PertanggungjawabanAnggaran Transfer Ke Daerah. _____, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 126/PMK.07/2010 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. _____, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.07/2010 tentangPelaksanaan Penyaluran Dana AlokasiKhusus Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2010. _____, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216/PMK.07/2010 Tentang Pedoman Umum Dan Alokasi DanaAlokasi Khusus Tahun Anggaran 2011 _____, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.07/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216/PMK.07/2010 Tentang Pedoman Umum Dan Alokasi DanaAlokasi Khusus Tahun Anggaran 2011 _____, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.07/2011 tentang Pelaksanaan Penyaluran Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2011.
Daftar Pustaka
37
_____, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.07/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.07/2011 tentang Pelaksanaan Penyaluran Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2011. _____, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.07/2011 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2012. _____, Peraturan Menteri KeuanganNomor 06/PMK.07/2012 tentang Pelaksanaan danPertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah _____, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.07/2012 tentang Pelaksanaan Penyaluran Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2012. _____, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.07/2012 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2013. _____, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.07/2012 tentang Pelaksanaan Penyaluran Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2013. _____, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK.07/2013 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. _____, Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan.
38
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyusunan buku Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah yang dikhususkan pada evaluasi atas Sisa Lebih Penghitungan Anggaran (SILPA) yang bersifat earmarked dari transfer Dana Alokasi Khusus, merupakan hasil kerja sama dari seluruh pihak yang berkontribusi. Untuk itu, ungkapan rasa terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tulisan ini, yaitu: -
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan-DR. Boediarso Teguh Widodo, M.E., dan Direktur Evaluasi Pendanaan dan Informasi Keuangan DaerahIr. Adijanto, M.P.A., yang telah memberikan arahan dan bimbingan hingga diselesaikannya penyusunan buku ini.
-
Subdirektorat Data Keuangan Daerah, Direktorat Evaluasi Pendanaan dan Informasi Keuangan Daerah yang telah menyediakan data APBD dan Realisasi APBD TA 2010 s.d. 2013.
-
Subdirektorat Pelaksanaan Transfer I, Direktorat Dana Perimbangan yang telah menyediakan data Realisasi Transfer Dana Alokasi Khusus TA 2010 s.d. 2013.
-
Seluruh pejabat dan staf pada Subdirektorat Evaluasi Dana Desentralisasi dan Perekonomian Daerah (Ubaidi Socheh Hamidi, S.E., M.M., Armansyah Sinaga, S.E., Ahmad Iskandar, S.E., M.Fin.Mgt., Prasetyo Indro Soejono, S.E., M.E., Faisal, S.E., Ak., Chrisliana Tri Ferayanti, S.E., M.E., Nanag Garendra Timur, S.Si., Bondan Widyatmoko, S.E., Edi Soeprijono, S.Sos., Maryadi, S.E., M.M., Rika Hijriyanti, S.Si., Ganjar Prihatmoko, S.E., Desain Kristian Gulo, S.E., dan Virgin Marthalia, A.Md. yang telah melakukan pengolahan data dan sekaligus mendukung penulisan buku ini, serta Lukman Adi Santoso, S.E., M.E., yang telah membantu melakukan editing hingga melakukan setting layout pencetakan buku ini. Terima kasih atas kontribusi dan kerja kerasnya.
Ucapan Terima Kasih
39
40
Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN