DANA ALOKASI KHUSUS DALAM PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH
A. Latar Belakang Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara, antara lain untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara yang dilakukan untuk menjamin agar manfaat pembangunan tersebut dapat diterima semua pihak adalah melalui upaya pemberdayaan potensi SDM daerah setempat, yaitu melalui otonomi daerah. Salah satu perwujudan pelaksanaan otonomi daerah adalah pelaksanaan desentralisasi, dimana kepada daerah diserahkan urusan, tugas dan wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dengan tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Melalui desentralisasi diharapkan kemampuan pemerintah daerah untuk manajemen pembangunan menjadi lebih lincah, akurat, dan tepat. Urusan pemerintahan yang diserahkan atau didistribusikan kepada daerah tersebut disertai pula dengan penyerahan atau transfer keuangan yang terwujud dalam hubungan keuangan antara pusat dan daerah. Salah satu bentuk hubungan keuangan pusat dan daerah adalah Dana Alokasi Khusus (DAK), dimana dana yang bersumber dari pendapatan APBN, dialokasikan/ditransfer kepada daerah untuk membiayai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan merupakan prioritas nasional, sehingga dapat membantu mengurangi beban biaya kegiatan khusus yang harus ditanggung oleh pemerintah daerah. B. Permasalahan Bagaimana mekanisme penganggaran, penyaluran, pemanfaatan, dan pertanggungjawaban Dana Alokasi Khusus (DAK)? C. Desentralisasi dan Dana Alokasi Khusus (DAK) 1. Latar Belakang Pencanangan Program DAK Dua peraturan perundangan tentang desentralisasi dan otonomi daerah, yaitu UU No.32/2004 dan UU No.33/2004 saat ini menjadi dasar bagi penerapan struktur politik dan administrasi pemerintahan, khususnya keuangan (fiskal) di Indonesia. UU No. 32/2004 mengatur pelimpahan penyelenggaraan sebagian besar urusan pemerintahan menjadi kewenangan daerah, sementara UU No.33/2004 menata kebijakan perimbangan keuangan sebagai konsekuensi atas pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah didanai dari dan atas beban APBD. Namun, di lain sisi kemampuan asli sebagian
Sie Analisis Keuangan Daerah – Ditama Binbangkum
1
besar daerah yang tercermin dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mampu mengumpulkan tidak lebih dari 15% nilai APBD.1 Oleh karena itu, kekurangannya harus dibantu oleh Pemerintah Pusat melalui mekanisme dana perimbangan yang terdiri dari DBH, DAU, dan DAK yang satu sama lain saling mengisi dan melengkapi. Kajian berikut akan mendeskripsikan bagaimana penganggaran, penyaluran, pemanfaatan, dan pertanggungjawaban Dana Alokasi Khusus. Pengertian DAK diatur dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah, yang menyebutkan bahwa: “Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.”
Pasal 162 UU No.32/2004 menyebutkan bahwa DAK dialokasikan dalam APBN untuk daerah tertentu dalam rangka pendanaan desentralisasi untuk (1) membiayai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah Pusat atas dasar prioritas nasional dan (2) membiayai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu. Kebutuhan khusus yang dapat dibiayai oleh DAK adalah kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus DAU, dan kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Berdasarkan ketentuan Pasal 162 Ayat (4) UU Nomor 32 Tahun 2004 yang mengamanatkan agar DAK ini diatur lebih lanjut dalam bentuk PP, Pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Pelaksanaan DAK sendiri diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang, dan tidak termasuk penyertaan modal.2 Sebagai contoh, penggunaan DAK bidang pendidikan meliputi: 1. 2. 3. 4. 5.
1 2
Rehabilitasi gedung sekolah/ruang kelas, Pengadaan/rehabilitasi sumber dan sanitasi air bersih serta kamar mandi dan WC, Pengadaan/perbaikan meubelair ruang kelas dan lemari perpustakaan, Pembangunan/rehabilitasi rumah dinas penjaga/guru/kepala sekolah, dan Peningkatan mutu sekolah dengan pembangunan/penyediaan sarana dan prasarana perpustakaan serta fasilitas pendidikan lainnya di sekolah.
Laporan Penelitian Mekanisme dan Penggunaan DAK, Lembaga Penelitian Smeru, Hal.9 Kajian Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah “Inter-Governmental Fiscal Review, Hal.81
Sie Analisis Keuangan Daerah – Ditama Binbangkum
2
DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas3 seperti pelaksanaan penyusunan rencana dan program, pelaksanaan tender pengadaan kegiatan fisik, kegiatan penelitian dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan fisik, kegiatan perjalanan pegawai daerah dan kegiatan umum lainnya yang sejenis. Untuk menyatakan komitmen dan tanggung jawabnya, daerah penerima wajib mengalokasikan dana pendamping dalam APBD-nya sebesar minimal 10% dari jumlah DAK yang diterimanya. Untuk daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak diwajibkan menyediakan dana pendamping yakni daerah yang selisih antara Penerimaan Umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan nol atau negatif.4 Namun, dalam pelaksanaannya tidak ada daerah penerima DAK yang mempunyai selisih antara Penerimaan Umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan nol atau negatif.5 Berdasarkan penjabaran tersebut dapat diketahui bahwa latar belakang pencanangan program DAK disebabkan adanya kebutuhan untuk membiayai kegiatan khusus, yang merupakan kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumusan DAU. Dilain sisi, kemampuan asli sebagian besar daerah yang tercermin dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mampu mengumpulkan tidak lebih dari 15% nilai APBD. Unsur-unsur DAK dapat disimpulkan sebagai berikut: -
Merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN; Dialokasikan kepada daerah tertentu; Digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah; Kegiatan khusus yang didanai dengan DAK harus sesuai dengan prioritas nasional/fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN; DAK ditentukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau diusulkan oleh daerah tertentu; DAK diperuntukan guna membiayai kegiatan fisik pelayanan masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang.
2. Kebijakan Dana Alokasi Khusus Kebijakan DAK dapat dibagi menjadi 4 kelompok besar yaitu (i) penetapan program dan kegiatan, (ii) penghitungan alokasi DAK, (iii) arah kegiatan dan penggunaan DAK, dan (iv) administrasi pengelolaan DAK.
3
4
PP No.55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, Pasal 60 ayat (3) UU 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pasal 41
5
Wawancara dengan Sugimin (Kasie II.B.1.1) dan Herny Yanuarni (Kasie Konsultasi Hukum Keuangan Daerah Yang Dipisahkan), tanggal 27 Mei 2009
Sie Analisis Keuangan Daerah – Ditama Binbangkum
3
a.
Penetapan Program dan Kegiatan Pasal 52 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 menyatakan bahwa program yang menjadi prioritas nasional dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun anggaran bersangkutan. Sementara itu, menteri teknis mengusulkan kegiatan khusus yang akan di danai dari DAK dan ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, sesuai dengan RKP. Selanjutnya, menteri teknis menyampaikan ketetapan mengenai kegiatan khusus tersebut kepada Menteri Keuangan, yang akan dipergunakan oleh Menteri Keuangan untuk melakukan perhitungan alokasi DAK. Mekanisme Penetapan Program dan Kegiatan
b.
Penghitungan Alokasi DAK Pasal 54 PP Nomor 55 Tahun 2005 mengatur bahwa perhitungan alokasi DAK dilakukan melalui 2 tahap, yaitu: 1) penentuan daerah tertentu yang menerima DAK; dan 2) penentuan besaran aloksi DAK masing-masing daerah. Adapun penentuan daerah tertentu tersebut harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Sedangkan besaran alokasi untuk masing-masing daerah ditentukan dengan perhitungan indeks berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Penentuan masing-masing kriteria sebagai berikut:
Sie Analisis Keuangan Daerah – Ditama Binbangkum
4
1) Kriteria Umum Kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang tercermin dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah (Pasal 55 PP No. 55/2005). Dalam bentuk formula, kriteria umum tersebut dapat ditunjukkan pada beberapa persamaan di bawah ini: Kemampuan Keuangan Daerah =
Penerimaan Umum APBD – Belanja Pegawai Daerah
Penerimaan Umum = PAD + DAU + (DBH – DBHDR) Belanja Pegawai Daerah = Belanja PNSD Keterangan: PAD = APBD = DAU = DBH = DBHDR = PNSD =
Pendapatan Asli Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Dana Alokasi Umum Dana Bagi Hasil Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi Pegawai Negeri Sipil Daerah
Untuk menjaga peruntukan DAK agar tepat sasaran, maka alokasi DAK ditentukan dengan melihat keberadaan dana lainnya di daerah yang bersangkutan, seperti DBH, dan DAU. 2) Kriteria Khusus Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang mengatur otonomi khusus dan karakteristik daerah.6 Untuk perhitungan alokasi DAK, kriteria khusus yang digunakan yaitu:7 a) Seluruh daerah kabupaten/kota di Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan daerah tertinggal/terpencil. b) Karakteristik daerah yang meliputi: daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah rawan banjir/longsor, daerah yang masuk dalam kategori ketahanan pangan, dan daerah pariwisata. Dari hal ini, seluruh daerah kabupaten/kota di Provinsi Papua, Papua Barat, dan daerah tertinggal/terpencil diprioritaskan untuk mendapatkan alokasi DAK.
6
PP No.55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, Pasal 56 Peraturan Menteri Keuangan no.171.1/PMK.07/2008 tentang Penetapan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2009, Pasal 4 ayat (4) 7
Sie Analisis Keuangan Daerah – Ditama Binbangkum
5
Sementara itu, untuk perhitungan alokasi DAK Provinsi digunakan kriteria khusus yang perhitungan alokasi DAK kabupaten/kota sebagaimana pada huruf b di atas. 3) Kriteria Teknis Kriteria Teknis disusun berdasarkan indikator-indikator yang dapat menggambarkan kondisi sarana dan prasarana, dan tingkat kinerja pelayanan masyarakat serta pencapaian teknis pelaksanaan kegiatan DAK di daerah. Kriteria teknis kegiatan DAK dirumuskan oleh masing-masing menteri teknis terkait, yakni:8 a) Bidang Pendidikan dirumuskan oleh Menteri Pendidikan; b) Bidang Kesehatan dirumuskan oleh Menteri Kesehatan; c) Bidang Infrastruktur Jalan, Infrastruktur Irigasi dan Infrastruktur Air Minum dan Senitasi dirumuskan oleh Menteri Pekerjaan Umum; d) Bidang Prasarana Pemerintahan dirumuskan oleh Menteri Dalam Negeri; e) Bidang Kelautan dan Perikanan dirumuskan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan; f) Bidang Pertanian dirumuskan oleh Menteri Pertanian; g) Bidang Lingkungan Hidup dirumuskan oleh Menteri Lingkungan Hidup; h) Bidang Keluarga Berencana dirumuskan oleh Kepala Badan Koordinator Keluarga Berencana Nasional; i) Bidang Kehutanan dirumuskan oleh Menteri Kehutanan; j) Bidang Sarana dan Prasaranan Pedesaan dirumuskan oleh Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal; dan k) Bidang Perdagangan dirumuskan oleh Menteri Perdagangan. Berdasarkan persyarakat kriteria-kriteria di atas, dapat mekanisme alokasi DAK masing-masing daerah sebagai berikut:
8
digambarkan
Ibid, Pasal 4 ayat (5)
Sie Analisis Keuangan Daerah – Ditama Binbangkum
6
Mekanisme Alokasi DAK
DAERAH
(KRITERIA UMUM) KEMAMPUAN DAEAH
Ya
LAYAK
DAERAH
Ya
LAYAK
(Kriteria Teknis) Bobot Teknis (BT) = IT * IKK
Tidak
(KRITERIA KHUSUS) OTONOMI KHUSUS
Tidak (KRITERIA KHUSUS) Karakteristik Wiliyah (IKW)
Bobot DAK = BD + BT
Indes Fiskal dan Wilayah (IFW) = f (IFN, IKW)
TIDAK LAYAK
Tidak “(IFW) < 1”
INDEKS DAERAH
ALOKASI
Indes Fiskal dan Wilayah (IFW) = f (IFN, IKW)
Ya “(IFW) > 1”
LAYAK
Bobot Daerah (BD) = IFW * IKK
Sumber : Ditjen Perimbangan Keuangan9
Berdasarkan gambar di atas, terdapat sejumlah prosedur yang harus dilakukan dalam pengalokasian DAK kepada masing-masing daerah. Langkah-langkah tersebut secara sistematis adalah sebagai berikut: 1) Menentukan daerah yang memenuhi kriteria umum, yaitu daerah yang memiliki kemampuan keuangan daerah dibawah rata-rata nasional; 2) Jika memenuhi kriteria umum yang ditunjukkan dengan Indeks Fiskal Netto (IFN), maka daerah tersebut layak memperoleh alokasi DAK; 3) Jika tidak memenuhi, maka dilihat kriteria khusus yang pertama, yaitu apakah daerah tersebut merupakan daerah yang termasuk dalam pengaturan otonomi Khusus Papua dan termasuk daerah tertinggal. Jika termasuk maka secara otomatis daerah tersebut layak mendapatkan alokasi DAK; 4) Jika daerah tersebut tidak termasuk dalam kriteria khusus pada poin dua, maka lihat kembali kriteria khusus yang kedua, yaitu karakteristik kewilayahannya yang ditunjukkan dengan Indeks Karakteristik Kewilayahan (IKW); 5) Gabungkan IFN dan IKW untuk menghasilkan Indeks Fiskal dan Wilayah (IFW), jika daerah tersebut memiliki IFW lebih besar dari satu, maka daerah tersebut secara otomatis layak mendapatkan alokasi DAK.
9
Pelengkap buku pegangan 2008, Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, hal.III-88 s.d. III-89
Sie Analisis Keuangan Daerah – Ditama Binbangkum
7
Dari butir di atas, daerah yang layak mendapatkan alokasi DAK adalah: 1) Daerah yang memiliki kemampuan keuangan daerah di bawah rata-rata nasional; 2) Daerah yang termasuk otonomi khusus dan daerah tertinggal; 3) Daerah yang memiliki IFW lebih besar dari satu. Dari semua daerah yang layak memperoleh alokasi DAK, ditentukan Bobot Daerah (BD) dengan mengalikan nilai IFW dengan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK), dari semua daerah yang layak tersebut ditentukan nilai Indeks Teknis (IT) dari masingmasing bidangnya, dan kemudian dihitung Bobot Teknis (BT) dengan mengalikan IT dengan IKK. Selanjutnya, besaran alokasi DAK tiap bidangnya ditetapkan berdasarkan Bobot DAK yang merupakan penggabungan dari BD dan BT. c.
Arah Kebijakan DAK Dibandingkan dengan arah kebijakan DAK tahun 2008, untuk TA. 2009 terdapat beberapa perbedaan arah kebijakan DAK yang dapat dibandingkan sebagai berikut:10 Persandingan kebijakan DAK antara RKP 2008 dan RKP 2009 No.
RKP 200811
RKP 200912
1
Diprioritaskan untuk membantu daerahdaerah dengan kemampuan fiskal rendah atau dibawah rata-rata nasional.
Diprioritaskan untuk membantu daerahdaerah dengan kemampuan fiskal rendah atau sedang.
2
Sasaran lokasi penerima DAK relatif belum jelas.
Sasaran lokasi penerima DAK sudah jelas yang difokuskan untuk daerah tertinggal, daerah ketahanan pangan, dan daerah pariwisata.
3
Jumlah Bidang DAK sebanyak 11 Bidang, meliputi:
Jumlah bidang DAK meningkat menjadi 13 Bidang. , meliputi:
1.
Pendidikan
1)
Pendidikan
2.
Kesehatan
2)
Kesehatan
3.
Prasarana Jalan
3)
Infrastruktur Jalan
4.
Prasarana Irigasi
4)
Infrastruktur Irigasi
5.
Prasarana Air Minum Penyehatan Lingkunga
5)
Infrastruktur Air Minum dan Sanitasi
6)
Prasarana Pemerintahan
dan
10 Lokakarya Penyusunan Kebijakan dan Kegiatan DAK Per Bidang Tahun 2009 Oleh Dr.Ir.Hirmawan Hariyoga,M.Sc 11 Peraturan Menteri Keuangan No.142/PMK.07/2007 tentang Penetapan Alokasi DAK Tahun Anggaran 2008, Pasal 4. 12
Peraturan Menteri Keuangan No.171.1/PMK.07/2008 tentang Penetapan Alokasi DAK Tahun Anggaran 2009, Pasal 5.
Sie Analisis Keuangan Daerah – Ditama Binbangkum
8
6.
Kelautan dan Perikanan
7)
Kelautan dan Perikanan
7.
Prasarana Pertanian
8)
Pertanian
8.
Prasarana Pemerintahan
9)
Lingkungan Hidup
9.
Lingkungan Hidup
10) Keluarga Berencana
10. Kependudukan
11) Kehutanan
11. Kehutanan.
12) Sarana dan Prasarana Pedesaan 13) Perdagangan
4
d.
Tidak ada prioritas daerah penerima DAK dalam pengalokasian DAK berdasarkan kriteria umum (kinerja pelayanan belum digunakan sebagai indikator alokasi).
Adanya prioritas daerah penerima DAK dalam pengalokasian DAK berdasarkan kriteria umum (kinerja pelayanan sudah mulai digunakan sebagai indikator alokasi).
Administrasi Pengalokasian DAK Administrasi pengelolaan DAK dimulai dari penetapan prioritas nasional dalam RKP sampai dengan pertanggungjawaban atas pelaksanaan DAK. 1) Proses Penetapan Alokasi DAK Dalam rangka pelaksanaan penetapan DAK, terdapat sejumlah proses yang secara sistematis dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), dilakukan perumusan kebijakan umum DAK di APBN, termasuk didalamnya bidang-bidang yang akan di danai dari DAK. b) Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan koordinasi dalam rangka pembahasan kegiatan khusus yang diusulkan oleh Menteri Teknis. c) Menteri Keuangan melakukan penghitungan alokasi DAK berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. d) Menteri keuangan menetapkan alokasi DAK untuk masing-masing daerah melalui Peraturan Menteri Keuangan. Berkaitan dengan penetapan alokasi DAK oleh Menteri Keuangan, rincian alokasi kepada masing-masing daerah ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan. Penetapan ini kemudian disampaikan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan kepada kepala daerah penerima DAK, Menteri Teknis, Menteri Dalam Negeri, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Sie Analisis Keuangan Daerah – Ditama Binbangkum
9
2) Penyaluran Sama seperti penganggaran di daerah, pelaksanaan penyaluran DAK juga mengalami perubahan mendasar. Jika pada tahun-tahun sebelumnya penyaluran dilakukan melalui KPPN, maka sejak tahun 2008 dilaksanakan dari Pusat, yaitu melalui BUN yang akan memindahbukukan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah. Sehubungan dengan penyalurannya, sesuai dengan Pasal 23 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 04 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer Ke Daerah, tahapan penyaluran DAK untuk tahun anggaran 2008 adalah sebagai berikut: a) Tahap I sebesar 30%, dilaksanakan setelah Perda mengenai APBD diterima oleh Dirjen Perimbangan Keuangan; b) Tahap II sebesar 30%, dilaksanakan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja setelah laporan penyerapan DAK tahap I diterima oleh Dirjen Perimbangan Keuangan; c) Tahap III sebesar 30%, dilaksanakan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja setelah laporan penyerapan DAK tahap II diterima oleh Dirjen Perimbangan Keuangan; dan d) Tahap IV sebesar 10%, setelah laporan penyerapan DAK tahap III diterima oleh Dirjen Perimbangan Keuangan. Pelaksanaan penyaluran secara bertahap tersebut tidak dapat dilakukan sekaligus. Sementara itu, laporan penyerapan DAK untuk masing-masing tahap tersebut disampaikan setelah penggunaan DAK telah mencapai 90% dari penerimaan DAK sampai dengan tahap sebelumnya. Untuk tahun 2009, berdasarkan PMK Nomor 21 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Transfer ke Daerah, tahapan penyaluran DAK adalah sebagai berikut:13 1) Tahap I sebesar 30% (tiga puluh persen) dari alokasi DAK, paling cepat dilaksanakan pada bulan Februari, setelah peraturan daerah mengenai APBD, laporan penyerapan penggunaan DAK tahun anggaran sebelumnya, dan surat pernyataan penyediaan dana pendamping diterima oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan;
13
PMK Nomor 21/PMK.07/2009 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Transfer ke Daerah, Pasal 24 ayat (1)
Sie Analisis Keuangan Daerah – Ditama Binbangkum
10
2) Tahap II sebesar 45% (empat puluh lima persen) dari alokasi DAK, dilaksanakan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja setelah laporan penyerapan penggunaan DAK tahap I, diterima oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan; 3) Tahap III sebesar 25% (dua puluh lima persen), dilaksanakan selambatlambatnya 15 (lima belas) hari kerja setelah laporan penyerapan penggunaan DAK tahap II, diterima oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. Secara singkat, perbedaan penyaluran DAK untuk tahun 2008 dan tahun 2009 adapat diuraikan sebagai berikut: No
Penyaluran DAK Tahun 2008
1.
Penyalurannya dalan 4 tahapan, yakni:
Penyalurannya dalan 3 tahapan, yakni:
- Tahap I sebesar 30%
- Tahap II sebesar 45%
- Tahap II sebesar 30% - Tahap III sebesar 30%
Penyaluran DAK Tahun 2009 - Tahap I sebesar 30% - Tahap III sebesar 25%
- Tahap IV sebesar 10% 2.
Penyaluran tahap I dilaksanakan setelah Perda mengenai APBD diterima oleh Dirjen Perimbangan Keuangan
Penyaluran tahap I paling cepat dilaksanakan pada bulan Februari, setelah Perda mengenai APBD, Laporan penyerapan penggunaan DAK tahun anggaran sebelumnya, dan surat pernyataan penyediaan dana pendamping diterima oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan
Mekanisme pencairan dana pendamping sama dengan pencairan dana lainnya dalam APBD dengan berpedoman pada PP No.59 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Permendagri 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. 3) Pelaporan Kepala daerah penerima DAK wajib menyampaikan laporan triwulan yang memuat laporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir kepada: a) Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dan Direktur Jenderal Perbendaharaan, dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini; b) Menteri Teknis; dan c) Menteri Dalam Negeri.
Sie Analisis Keuangan Daerah – Ditama Binbangkum
11
Selanjutnya, Menteri Teknis menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan DAK pada akhir tahun anggaran kepada Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Menteri Dalam Negeri. 3. Penganggaran DAK dalam APBD dan Pertanggungjawabannya Sebagaimana telah diuraikan di atas, DAK merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan merupakan prioritas nasional. Dari sudut pandang daerah yang menerima pengalokasian tersebut, DAK ini merupakan pendapatan daerah yang merupakan hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Sebagai pendapatan daerah, sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2003, maka alokasi DAK kepada daerah harus dianggarkan dalam APBD daerah yang bersangkutan, yaitu pada pendapatan daerah yang berasal dari penerimaan dana perimbangan. Lebih jauh lagi, pengganggaran alokasi DAK dalam APBD ini dipertegas lagi dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan yang menentukan bahwa penyaluran DAK baru dapat dilakukan setelah diterimanya Perda APBD oleh Dirjen Perimbangan Keuangan. Sehubungan dengan pertanggungjawaban penggunaan DAK, mengingat DAK dialokasikan untuk membiayai kegiatan khusus yang telah ditentukan sebelumnya, maka penggunaan DAK tersebut harus dipertanggungjawabkan. Selain dalam bentuk laporan triwulan yang memuat laporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK, sebagaimana telah diuraikan di atas, daerah penerima DAK wajib mempertanggungjawabkan penggunaan DAK ini dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). D. Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas, disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Penganggaran DAK dilakukan dengan cara Menteri Teknis mengusulkan kegiatan khusus yang akan di danai dari DAK dan ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, sesuai dengan RKP. Selanjutnya, Menteri Teknis menyampaikan ketetapan mengenai kegiatan khusus tersebut kepada Menteri Keuangan, yang akan dipergunakan oleh Menteri Keuangan untuk melakukan perhitungan alokasi DAK. Perhitungan alokasi DAK per daerah harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. 2. Pelaksanaan DAK di daerah, dilakukan melalui mekanisme dipertanggungjawabkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
APBD
dan
3. Penyaluran DAK sejak tahun 2008 dilaksanakan melalui BUN dengan cara memindahbukukan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah.
Sie Analisis Keuangan Daerah – Ditama Binbangkum
12
Ketentuan penyaluran DAK untuk tahun anggaran 2008 dan tahun 2009, adalah sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut: No
Penyaluran DAK Tahun 2008
Penyaluran DAK Tahun 2009
1.
Penyalurannya dalan 4 tahapan, yakni: 1) Tahap I sebesar 30% 2) Tahap I sebesar 30% 3) Tahap I sebesar 30% 4) Tahap I sebesar 10%
Penyalurannya dalan 3 tahapan, yakni: 1) Tahap I sebesar 30% 2) Tahap I sebesar 45% 3) Tahap I sebesar 25%
2.
Penyaluran tahap I dilaksanakan setelah Perda mengenai APBD diterima oleh Dirjen Perimbangan Keuangan
Penyaluran tahap I paling cepat dilaksanakan pada bulan Februari, setelah Perda mengenai APBD, Laporan penyerapan penggunaan DAK tahun anggaran sebelumnya, dan surat pernyataan penyediaan dana pendamping diterima oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan
4. Pemanfaatan DAK diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, dan/atau peningkatan, dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang, dan tidak termasuk penyertaan modal (DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas). 5. Pertanggungjawaban penggunaan DAK dilaksanakan melalui menyampaikan laporan triwulan Kepala Daerah penerima DAK kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dan Direktur Jenderal Perbendaharaan, Menteri Teknis, dan Menteri Dalam Negeri yang memuat laporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir. Selanjutnya, Menteri Teknis menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan DAK pada akhir tahun anggaran kepada Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Menteri Dalam Negeri. Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; PP No.6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah; PP No.55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan; Permenkeu No. 04 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer Ke Daerah; Permenkeu No.171.1/PMK.07/2008 tentang Penetapan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2009; Laporan Penelitian Mekanisme dan Penggunaan DAK, Lembaga Penelitian Smeru; Pelengkap buku pegangan 2008, Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, Depkeu; Lokakarya Penyusunan Kebijakan dan Kegiatan DAK Per Bidang Tahun 2009 Oleh Dr.Ir.Hirmawan Hariyoga,M.Sc; Kajian Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah “Inter-Governmental Fiscal Review”; Wawancara dengan Sugimin (Kasie II.B.1.1) dan Herny Yanuarni (Kasie Konsultasi Hukum Keuangan Daerah Yang Dipisahkan), tanggal 27 Mei 2009.
Sie Analisis Keuangan Daerah – Ditama Binbangkum
13