ORASI ILMIAH DANA PERIMBANGAN DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH Disampaikan pada Upacara Wisuda Sarjana SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK AMAL ILMIAH WAMENA Tahun Akademik 2012/2013 13 Maret 2013 *
H. Hamzah Hafied, SE.,MSi.,Ph.D.
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat Pagi, dan Salam Sejahtera Buat Kita Semua. Yang terhormat:
Ketua Pengurus Yayasan Pendidikan Islam Cabang Jayawijaya dan segenap pengurusnya;
Bupati Kabupaten Wamena
Ketua DPRD Kabupaten Wamena dan anggotanDPRD
Ketua Kopertis XII atau yang mewakilnya;
Pejabat Sipil, TNI, dan POLRI;
Para Pimpinan, Dosen, Karyawan, dan Pimpinan Lembaga Kemahasiswaan;
Para orangtua Wisudawan dan anak-anakku para Wisudawan Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, serta hadirin yang berbahagia. Sebagai insan yang senantiasa beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa, sudah sepantasnya kita bersama sama mengucapkan puji syukur kepada Tuhan, karena dengan perkenan-Nya kita semua dapat hadir dalam keadaan sehat wal afiat pada acara Wisuda Sarjana Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Amal Ilmiah Wamena. Pada kesempatan ini, saya juga ingin mengucapkan selamat kepada segenap civitas academica Sekolah Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah berhasil menghasilkan sarjana-sarjana baru yang akan menambah modal bagi bangsa Indonesia khususnya di Provinsi Sulawesi Papua dalam *Disampaikan
pada Orasi Ilmiah Dalam Wisuda STISIP Amal Ilmiah Wamena
Page 1
membangun masa depan yang lebih baik. Semoga Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dapat terus meningkatkan kualitas perannya dalam mengemban amanah Tridharma Perguruan Tinggi; mencetak manusiamanusia Indonesia yang berilmu, berintegritas tinggi, dan berwawasan luas; melakukan penelitian yang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat; dan melakukan pengabdian kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas kesejahteraannya. Dalam dunia yang berubah dengan cepat di era globalisasi ini diperlukan
pengembangan
dan
pemahaman
paradigma
baru
untuk
membangun sumberdaya manusia yang unggul. Pengembangan dan pemberdayaan sumberdaya manusia itu bukan merupakan suatu produk manufaktur, tetapi seperti layaknya pengembangan tanaman yang harus dipilih bibitnya dengan tekun, dipilih tanahnya yang subur, atau kalau perlu dikerjakan tanahnya lebih dulu agar tanamannya bisa tumbuh subur, dan secara telaten harus disiram, dipupuk, dan dijauhkan dari tanaman liar yang bisa mengganggunya. Karena itu, sumberdaya manusia harus dikembangkan dengan pemeliharaan sejak dini dengan sebaikbaiknya, dibangkitkan motivasi dan kemauannya untuk maju, dipompa kemampuannya, dan diberikan dorongan yang positif untuk sanggup membangun dan bekerja keras. Mereka harus sadar bahwa hanya dengan bekerja keras mereka berhak mendapatkan tingkatan kesejahteraan untuk masa depan pribadi, anak cucu, dan bangsanya. Saya menaruh harapan yang besar sekali kepada para peserta wisuda dan segenap civitas academica, untuk tidak sekedar mengalir melalui proses dalam menekuni profesi dan membangun kualitas diri, namun lebih dari itu, kita harus mampu menangkap nuansa baru dari perubahan sosial yang sekaligus disertai dengan arus globalisasi yang sangat cepat tersebut. Kita harus secara dinamis menguasai, bahkan menciptakan masa depan dan tidak mengambil sikap menunggu untuk sekedar menjawab tantangan yang dikeluarkannya. Kita harus menciptakan masa depan kita sendiri.
*Disampaikan
pada Orasi Ilmiah Dalam Wisuda STISIP Amal Ilmiah Wamena
Page 2
Para Civitas Academica dan hadirin yang berbahagia, Pada kesempatan yang baik ini saya mendapat kehormatan untuk menyampaikan Orasi Ilmiah berkaitan dengan “Dana Perimbangan dan Kemandirian Keuangan Daerah. Tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh seluruh masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir-akhir ini membawa dampak terhadap hubungan keuangan antar pemerintah pusat dan daerah. Otonomi yang luas serta perimbangan keuangan yang lebih adil, proporsional dan transparan antar tingkat pemerintah menjadi salah satu tuntutan daerah dan masyarakat. Oleh karena itu, MPR sebagai wakil-wakil rakyat menjawab tuntutan tersebut dengan menghasilkan beberapa ketetapan yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah. Salah satu ketetapan MPR dimaksud adalah Ketetapan MPR Nomor
XV/MPR/1998
tentang
Penyelenggaraan
Otonomi
Daerah:
Pengaturan dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Berdasarkan Ketetapan MPR tersebut pemerintah telah mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah dan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Sekarang UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 disempurnakan menjadi
Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai pengganti UndangUndang Nomor 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan antara Negara dengan Daerah-Daerah yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Sekarang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tersebut disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Konsekuensi dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 dan Undang-Undang 33 Tahun 2004 tersebut adalah bahwa daerah harus mampu
mengembangkan
*Disampaikan
otonomi
daerah
secara
luas,
pada Orasi Ilmiah Dalam Wisuda STISIP Amal Ilmiah Wamena
nyata
dan Page 3
bertanggung jawab dalam rangka pemberdayaan masyarakat, lembaga ekonomi, lembaga politik, lembaga hukum, lembaga keagamaan, lembaga adat dan lembaga swadaya masyarakat serta seluruh potensi masyarakat dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di sisi lain, saat ini kemampuan
keuangan
beberapa
Pemerintah
Daerah
masih
sangat
tergantung pada penerimaan yang berasal dari Pemerintah Pusat. Oleh karena itu bersamaan dengan semakin sulitnya keuangan negara dan pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri, maka kepada setiap daerah dituntut harus dapat membiayai diri melalui sumber-sumber keuangan yang dikuasainya.
Peranan
Pemerintah
Daerah
dalam
menggali
dan
mengembangkan berbagai potensi daerah sebagai sumber penerimaan daerah
akan
sangat
menentukan
keberhasilan
pelaksanaan
tugas
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat di daerah. Pelaksanaan Undang-undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 22 dan 25 Tahun 1999 telah menyebabkan terjadi perubahan yang sangat mendasar mengenai pengaturan hubungan Pusat dan Daerah, khususnya dalam bidang administrasi pemerintahan maupun dalam hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang dalam banyak literatur disebut intergovernment fiscal relation atau
dalam Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1999 disebut perimbangan keuangan. Sesuai Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan seluruh fungsi pemerintahan, kecuali kewenangan pemerintahan dalam bidang pertahanan keamanan, politik luar negeri, fiskal dan moneter, peradilan, agama, dan adminsitrasi pemerintahan yang bersifat strategis. Dengan pembagian kewenangan/fungsi tersebut pelaksanaan pemerintahan di daerah dilaksanakan berdasarkan asas desentralisasi, asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Implikasi langsung dari kewenangan/fungsi yang diserahkan kepada daerah sesuai Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah kebutuhan dana yang cukup besar. Untuk itu, perlu diatur hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah
*Disampaikan
pada Orasi Ilmiah Dalam Wisuda STISIP Amal Ilmiah Wamena
Page 4
yang dimaksudkan untuk membiayai pelaksanaan fungsi yang menjadi kewenangannya. Dengan adanya pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah dengan diikuti perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, diharapkan pengelolaan
dan penggunaan anggaran sesuai dengan prinsip “money
follows function” yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Tetapi mengingat desentralisasi di bidang administrasi juga berarti transfer personal (Pegawai Negeri Sipil) yang penggajiannya menjadi tanggung jawab daerah, prinsip “money follows function” atau penggunaan anggaran sesuai fungsinya, tidak mungkin berlangsung. Menurut Lewis (2001), hal ini terjadi karena Dana Alokasi Umum (DAU) yang menjadi sumber utama pendapatan daerah pada umumnya sebagian besar akan digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin, sehingga anggaran untuk pembangunan menjadi kecil. Secara umum menurut Musgrave (1991), penerimaan pemerintah (termasuk pemerintah daerah) dapat bersumber dari pajak (taxes), retribusi (user charges) dan pinjaman. Hal ini secara eksplisit diatur pada pasal 5 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004. Khusus untuk pinjaman daerah, Peraturan Pemerintah No. 107/2000 telah memuat ketentuan-ketentuan yang terkait dengan kapasitas keuangan daerah untuk meminjam. Semua pinjaman yang dilakukan oleh pemerintah daerah harus lewat (dan seizin) pemerintah pusat, baik itu pinjaman dalam negeri maupun pinjaman luar negeri. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Dalam hal ini, kewenangan keuangan yang melekat pada setiap kewenangan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah. Dalam menjamin terselenggaranya otonomi daerah yang semakin mantap, maka diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan keuangan sendiri yakni dengan upaya peningkatan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), baik dengan meningkatkan penerimaan sumber PAD
*Disampaikan
pada Orasi Ilmiah Dalam Wisuda STISIP Amal Ilmiah Wamena
Page 5
yang sudah ada maupun dengan penggalian sumber PAD yang baru sesuai dengan ketentuan yang ada serta memperhatikan kondisi dan potensi ekonomi masyarakat. Kondisi
dan
permasalahan
yang
ditemui
dalam
pengelolaan
keuangan dan pendapatan daerah pada masing-masing daerah adalah tidak sama, karena menyangkut tersedianya sumber, tingkat kemajuan serta kemampuan
sumber-sumber
yang
ada.
Dalam
rangka
upaya
pendayagunaan aparatur, termasuk di dalamnya para pejabat dan staf yang mengelola keuangan dan pendapatan daerah, perlu diberikan peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk menggali potensi sumber pendapatan daerah yang ada serta mengelola administrasi keuangan daerah secara baik sehingga dapat digunakan secara efisien dalam pembangunan daerah. Ditinjau dari kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sampai saat ini distribusi kewenangan perpajakan antara Daerah dengan Pusat terjadi
ketimpangan
yang relatif besar. Demikian pula halnya dengan
Daerah, dimana terjadi ketimpangan yang sangat tinggi dan bervariasi. Peranan pajak dalam membiayai Daerah yang sangat rendah dan sangat bervariasi juga terjadi karena adanya perbedaan yang cukup besar dalam jumlah penduduk, keadaan geografis (berdampak pada biaya yang relatif mahal), dan kemampuan masyarakat. Untuk mengurangi ketimpangan vertikal (vertical imbalance) antara Pusat dan Daerah dilakukan sistem bagi hasil penerimaan pajak dan bukan pajak. Pola bagi hasil penerimaan pajak ini dilakukan dengan prosentase tertentu yang didasarkan
atas daerah penghasil (by origin).
Bagi hasil
penerimaan pajak tersebut meliputi bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah Bangunan (BPHTB), dan Bagi Hasil Sumber Daya Alam (SDA) yang terdiri dari sektor kehutanan, pertambangan umum, minyak bumi dan gas alam. Bagi hasil penerimaan tersebut kepada Daerah
dengan prosentase tertentu yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2001, namun masih dipandang belum optimal.
*Disampaikan
pada Orasi Ilmiah Dalam Wisuda STISIP Amal Ilmiah Wamena
Page 6
UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah antara lain PBB Perkotaan dan Perdesaan serta BPHTB dialihkan menjadi Pendapatan Asli Daerah sebagai pajak daerah. Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang PPh yang baru (UndangUndang Nomor 17 Tahun 2000), mulai Tahun Anggaran 2001 Daerah memperoleh bagi hasil dari Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi (person income tax), yaitu PPh karyawan (pasal 21) serta PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi.
Ditetapkannya
PPh
Perorangan
sebagai
objek
bagi
hasil
dimaksudkan sebagai kompensasi dan penyelaras bagi daerah-daerah yang tidak memiliki SDA, tetapi memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan negara (APBN). Selain pajak daerah dan resribusi daerah, bagian laba perusahaan milik daerah (BUMD) merupakan salah satu sumber yang cukup potensial untuk dikembangkan. Beberapa kendala yang dihadapi oleh perusahaan milik daerah seperti kelemahan manajemen, masalah kepegawaian, terlalu banyak
campur
tangan
pejabat
menyebabkan kebanyakan
daerah,
dan
sebagainya,
telah
perusahaan daerah berjalan tidak efisien.
Dengan demikian kebanyakan mereka mengalami kerugian dan menjadi beban APBD. Ditinjau dari sisi penerimaan, kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan penerimaan daerah secara berkesinambungan masih lemah. Masalah yang seringkali muncul adalah rendahnya kemampuan pemerintah daerah untuk menghasilkan prediksi penerimaan daerah yang akurat dan jujur. Sedangkan di sisi
pengeluaran, metode penentuan prioritas
dan
besarnya alokasi dana untuk setiap kegiatan pemerintah daerah masih belum baik. Pemerintah daerah umumnya belum melakukan identifikasi kegiatan yang menjadi prioritas kebutuhan daerahnya sendiri, tetapi lebih banyak menyesuaikan dengan arahan prioritas kebijakan pemerintah pusat. Situasi tersebut menyebabkan
banyak layanan publik
secara tidak efisien dan kurang sesuai dengan publik, sementara dana
pada anggran daerah
yang dijalankan
tuntutan dan kebutuhan yang pada dasarnya
merupakan dana publik, habih dibealanjakan seluruhnya. Pada akhirnya,
*Disampaikan
pada Orasi Ilmiah Dalam Wisuda STISIP Amal Ilmiah Wamena
Page 7
kondisi seperti itu akan menurunkan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah dalam mendorong proses peningkatan taraf hidup masyarakat secara berkesinambungan. Selanjutnya, berkaitan dengan hakekat otonomi daerah yaitu berupa pelimpahan wewenang pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik
dan
pengaturan
kegiatan
dalam
rangka
penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan masyarakat, maka peranan data keuangan daerah
sangat
dibutuhkan
untuk mengidentifikasikan
sumber-sumber
pembiayaan daerah serta jenis dan besar belanja yang harus dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Data keuangan daerah yang memberikan gambaran statistik perkembangan anggaran dan realisasi, baik penerimaan maupun pengeluaran dan analisa terhadapnya merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah dan melihat kemampuan atau tingkat kemandirian daerah. Para Civitas Academica dan hadirin yang berbahagia, Akhirnya, dari paparan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa dana perimbangan yang meliputi dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana-dana bagi hasil dan dana otonomi khusus (khusus Provinsi Papua, Papua Barat, Aceh) masih sangat dibutuhkan dalam mengantarkan kemandirian keuangan daerah terutama pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pada gilirannya dapat mendorong peningkatan penerimaan pajak daerah, penerimaan retribusi daerah, dan penerimaan lainnya yang termasuk sebagai penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Sekian Assalamu Alaikum Wr.Wb
*Disampaikan
pada Orasi Ilmiah Dalam Wisuda STISIP Amal Ilmiah Wamena
Page 8
DAFTAR REFERENS Anonim, 1999, Undang-Undang Otonomi Daerah 1999, Sinar Grafika, Jakarta Aronson, J.R., and Schwartz, E., 1996. Management Policies in Local Government Finance., The International City Management Association. Washington D.C Bernar,M. jones, 1996, Financial Management in The Public Sector, Penerbit McGraw-Hill Publishing Company, England.
Bird, Richard, M., and Smart, Michael, 2001. Intergovernmental Fiscal Transfers : Some Lessons from International Experience, International Tax Program, Rotman School of Management, University of Toronto, Toronto, Canada. Davey K.J., 1988, Pembiayaan Pemerintah Daerah, Terjemahan Amanullah, Penerbit UI Press, Jakarta. Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Republik Indonesia, 2000, Himpunan Pearaturan Pemerintah No. 104, 105, 106 dan 107 Tahun 2000, Jakarta Direktorat Keuangan dan Peralatan Daerah Direktorat Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Departemen, 1981, Manual Administrasi Keuangan Daerah, Jakarta.Guritno Mangkoesoebroto, 1999, Ekonomi Publik, Edisi Ketiga, Penerbit BPFE, Yogyakarta. Elmi, Bachrul, 2002. Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia, Universitas Indonesia (UI) Press, Jakarta Hamzah Hafied, 2010. Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan PAD Kabupaten Mamuju Utara, Economic Resources, Vol II UMI-Thoha Makassar Hadi Setia T, 2009. Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU No. 28 Tahun 2009), Harvarindo, Jakarta Halim, Abdul, 2001, Mengenal Akuntansi dan Neraca Awal Dalam Kaitannya Dengan Reformasi Keuangan Daerah, UPP AMP YKPN, Yogyakarta Halim, Abdul, 2001, Manajemen Keuangan Daerah, Edisi Pertama, UPP AMP YKPN, Yogyakarta
Hyman, David N., 1993. Public Finance: A Contemporary Application of Theory to Policy, Fourth Edition, Irwin, Boston.
*Disampaikan
pada Orasi Ilmiah Dalam Wisuda STISIP Amal Ilmiah Wamena
Page 9
Kerjasama Menteri Negara Otonomi Daerah dengan Pusat Antar Universitas, Studi Ekonomi Universitas Gajah Mada, 2000, Teknik Penganggaran dan Keuangan Bagi Anggota DPRD dan Pejabat Pemda. Yogyakarta Kirana Jaya, Wihana, Modul Analisis Potensi Keuangan Daerah, Kerjasama Ditjen PUOD Depdagri dan Pusat Penelitian dan Pengkajian Ekonomi dan Bisnis, UGM, Yogyakarta. Lewis, B.D., 2001. The New Indonesian Equalisation transfer, Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. 37 No. 3 (December 2001)
Litvack, Jennie, Ahmad, Jundid, and Bird, Richard, 1998. Decentralization in Developing Country. The World Bank, Washington, DC. Litvack, Jennie, Seddon, Jessica, at al, 1998, Decentralization Briefing Notes, The World Bank, Washington, D.C. Mardioasmo, 2000, Paradigma Baru Pengelolaan Keuangan Menyongsong Pelaksanaan Otonomi Daerah, Yogyakarta
Daerah
Mahi, Raksaka, Karyaman Muchtar, 2000, Kebijakan Desentralisasi Dalam Masa Transisi, LPEM FE-UI, Jakarta. Mahi, Raksaka, 2000, Prospek Desentralisasi di Indonesia Ditinjau dari Segi Pemerataan Antar Daerah dan Peningkatan Efisiensi, CSIS, Jakarta. Makhfath, Ahmad 2000. Pendanaan Pembangunan Daerah, Bahan Kuliah Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Universitas Gajahmada, Yogyakarta. Mamesah D.J., 1995, Sistem Gramedia, Jakarta.
Adminisrtasi
Keuangan Daerah, Penerbit
Musgrave, R.A., (1991). Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek, Penerbit Salemba, Jakarta.
Shah, Anwar, 2000. The Reform of Intergovernmental Fiscal Relations in Developing and Emerging Market Economics. World Bank Policy Research Series 23. Washington, DC : The World Bank June. Sidik, Machfud, 2000, Kebijakan Fiskal Nasional Untuk Mendukung Otonomi Daerah, Makalah Seminar Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan, Yogyakarta. Sidik, Machfud, 2002, Format Hubungan Keuanagan Pemerintah Pusat dan Daerah yang Mengacu Pada Pencapaian Tujuan Nasional, Makalah Seminar Nasional, Public Sector Scorecard, Jakarta.
*Disampaikan
pada Orasi Ilmiah Dalam Wisuda STISIP Amal Ilmiah Wamena
Page 10
Soekarwo, 2003. Berbagai Permasalahan Keuangan Daerah, Cetakan Pertama, Airlangga University Press, Surabaya.
*Disampaikan
pada Orasi Ilmiah Dalam Wisuda STISIP Amal Ilmiah Wamena
Page 11