PENGARUH PENDAPATAN DAERAH (PAD) DAN DANA PERIMBANGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAN BELANJA MODAL (Studi Kasus di Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur) Oleh Rian Septia Aditya Pradana 115020307111073 Dosen Pembimbing Dr. Erwin Saraswati,AK.,CPMA.,CSRS.,CA. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dana perimbangan terhadap kinerja keuangan dan belanja modal dalam upaya untuk meningkatkan kinerja keuangan dan anggaran belanja modal. Data yang digunakan adalah laporan APBD dan Laporan Realisasi APBD kabupaten dan kota provinsi Kalimantan Timur dari tahun 2009-2012 yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Timur. Metode analisis data yang digunakan adalah statistik dengan regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PAD dapat meningkatkan kinerja keuangan daerah tetapi, tidak meningkatkan belanja modal, karena PAD secara rata-rata hanya memberikan kontribusi antara 5% - 10% terhadap penerimaan daerah, sedangkan dana perimbangan dapat meningkatkan kinerja keuangan dan belanja modal. Kata kunci: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Belanja Modal, Kinerja Keuangan.
PENDAHULUAN Adanya kewenangan otonomi daerah diharapkan daerah di Indonesia mampu melaksanakan semua kegiatan pemerintah mulai dari pembiayaan hingga pembangunan dapat dilakukan dengan bertumpu pada Pendapatan Asli Daerah (PAD). Meskipun pelimpahan kewenangan telah diserahkan kepada daerah otonom, namun pemerintah pusat tetap berkewajiban untuk mengontrol pertumbuhan, serta kesejahteraan daerah yang nantinya berpengaruh terhadap perekonomian nasional. Kinerja pemerintah daerah dalam keuangan daerah dituntut untuk mampu memenuhi semua kegiatan atau aktivitas daerah berdasarkan penggunaan sumber daya atau kekayaan asli masing-masing tiap daerah (Mahmudi, 2010). Kemampuan suatu daerah dalam menggali potensi sumber PAD tiap daerah akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan pembangunan suatu daerah. Semakin besarnya kontribusi PAD suatu daerah terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), tentunya akan semakin kecil pula ketergantungan pemerintah daerah terhadap transfer dana atau bantuan pemerintah pusat.
Ironisnya, ketergantungan pemerintah daerah terhadap dana transfer oleh pemerintah pusat cukup tinggi, sehingga bisa terlihat, pendapatan daerah yang berasal dari dana bantuan jauh melampaui nilai dari PAD (Mahmudi, 2010). Di sisi lain, proses implementasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masih memiliki berbagai permasalahan, salah satunya adalah pengalokasian sumber-sumber pendapatan daerah yang seharusnya diperuntukkan untuk kepentingan publik, baik alokasi dana untuk belanja langsung maupun tidak langsung. Belanja modal merupakan salah satu komponen belanja langsung dalam anggaran pemerintah yang menghasilkan output berupa aset tetap. Dalam pemanfaatannya, hal ini akan bersinggungan langsung dengan pelayanan publik atau dipakai oleh masyarakat. Pada perinsipnya alokasi belanja modal dibuat untuk menghasilkan aset tetap milik pemerintah daerah yang sesuai dengan kebutuhan pemerintah daerah dan atau masyarakat di daerah bersangkutan. Dalam perspektif penganggaran partisipatif, keterlibatan masyarakat diharapkan dapat memberikan masukan penting dalam memilih aset tetap yang akan diperoleh dari pelaksanaan anggaran belanja modal. Pada kenyataannya, praktek penganggaran belanja modal di pemerintah daerah cenderung berkaitan dengan korupsi atau pencarian rente (rent-seeking) oleh para pembuat keputusan anggaran (budget actors). Berdasarkan kutipan media antara news masih terdapat beberapa kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan timur yang masih terhambat dalam proses pengumpulan dan realisasi PAD, seperti pada Kabupaten Penajam Paser Utara masih terkendala dengan pengumpulan PAD yang disebabkan oleh tidak akuratnya data para wajib pajak, serta masih terdapat objek pajak yang belum dikelola secara optimal. Realisasi PAD selama periode Januari hingga Maret 2015 baru terealisasi Rp11 miliar atau sekitar 16,73 persen dari target yang telah ditetapkan sebesar Rp70 miliar, rendahnya realisasi dari target PAD tersebut karena belum optimalnya upaya pemanfaatan sumber-sumber pendapatan. Realisasi penyerapan keuangan APBD pada tahun 2012 Kabupaten Penajam Paser Utara juga sempat mengalami masalah, sampai triwulan ketiga realisasi yang baru dicapai sekitar 37 persen dari total APBD Rp1,6 triliun atau sekitar Rp517 miliar. Kurangnya serapan anggaran sampai triwulan ketiga karena ketidaksiapan sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyiapkan dokumen lelang untuk selanjutnya diserahkan kepada Unit Lelang Pengadaan (ULP). Selain ketidaksiapan penyerahan dokumen lelang, hal lain disebabkan oleh sejumlah proyek yang sudah dianggarkan di APBD, ternyata belum memiliki perencanaan. Bukan hanya masalah proyek yang menjadi penghambat, namun penyaluran bantuan sosial (bansos) dan hibah menjadi pemicu karena untuk menyalurkan bansos dan hibah harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selanjutnya di Pemerintah Kabupaten Kutai Timur juga terancam mengalami penurunan bahkan kehilangan PAD yang bersumber dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang disebabkan oleh penghapusan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Hal ini tentunya akan berimbas terhadap PAD Kutai Timur sebab pamasukan dari sektor ini merupakan komponen penting PAD yang bertujuan untuk pembangunan di daerah tersebut. Sementara itu, berdasarkan temuan panitia
khusus DPRD Kota Bontang tentang Pertanggungjawaban Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bontang, pada tahun 2014 sempat ditemukan laporan tunggakan pajak penerangan jalan Badak LNG senilai Rp12,5 miliar. Proyek infrastruktur yang dibiayai APBD tahun 2014, dari 48 SKPD yang di periksa masih terdapat 12 SKPD yang realisasi kegiatannya masih rendah. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab besaran SiLPA pada APBD 2014 mencapai angka Rp345 miliar. Umumnya SiLPA terjadi akibat peningkatan pendapatan, adanya efesiensi dari program yang dilelang, dan ada program yang tidak berjalan atau proses kegiatannya tidak selesai. Namun sangat ironis apabila terjadi SiLPA yang diakibatkan banyaknya kegiatan yang tidak terlaksana dengan baik. Pengelolaan APBD di berbagai daerah masih belum efektif. Hal tersebut ditunjukkan dengan alokasi belanja pegawai yang terus meningkat dibandingkan dengan belanja modal untuk pembangunan daerah yang justru menurun. Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan belanja modal yang digunakan untuk pembangunan rumah dinas, pengadaan mobil dinas, dan pembelanjaan lain yang tidak tepat sasaran. Seharusnya, belanja modal digunakan untuk pembangunan infrastruktur, seperti jalan dan jembatan yang perlu ditingkatkan. Perbedaan nilai PAD dan dana perimbangan tiap daerah tentunya memiliki dampak yang berbeda pula pada pertumbuhan ekonominya. Salah satu cara untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah menggunakan capaian nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan data PDRB provinsi seluruh Indonesia untuk tahun 2009-2012 menurut Badan Pusat Statistik, posisi PDRB tertinggi dicapai oleh Provinsi DKI Jakarta dan Kalimantan Timur berada di posisi 6 di bawah Provinsi Riau. TINJAUAN PUSTAKA Teori keagenan (Agency Theory) Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Agency. Dalam teori Agency terdapat dua pihak yang melakukan kesepakatan atau kontrak, yakni pihak yang memberikan kewenangan yang disebut principal dan pihak yang menerima kewenangan yang disebut agent (Jensen & Meckling, 1976). Hubungan rakyat dengan pemerintah dapat dikatakan sebagai hubungan keagenan, yaitu hubungan yang timbul karena adanya kontrak yang ditetapkan oleh rakyat (sebagai principal) yang menggunakan pemerintah (sebagai agent) untuk menyediakan jasa yang menjadi kepentingan rakyat (Halim dan Abdullah, 2006). Masyarakat akan mengawasi kegiatan pemerintah dan menyelaraskan tujuan yang diinginkan bersama. Dalam melakukan pengawasan, masyarakat menuntut pemerintah untuk mempertanggungjawabkan pengolalaan sumber daya yang dikelola pemerintah untuk melakukan pelaporan keuangan secara periodik. Legislatif sebagai wakil rakyat, diwajibkan untuk menilai dan mengawasi kinerja pemerintah, sehingga dapat dilihat sejauh mana pemerintah telah bertindak dalam mengelola sumber daya dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tuntutan masyarakat terhadap pemerintah dalam memberikan informasi hasil kinerja kepada publik dengan melakukan banyak kegiatan guna memenuhi tuntutan tersebut. Penyusunan Anggaran merupakan kegiatan penting yang harus dilakukan untuk memaksimalkan kinerja pemerintah.
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kinerja keuangan pemerintah adalah gambaran tingkat capaian suatu kegiatan yang meliputi anggaran dan realisasi PAD dengan indikator keuangan, yang ditetapkan perundang-undangan selama satu periode anggaran. Pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah dapat diukur dengan menilai efesiensi realisasi alokasi anggaran yang dilakukan pemerintah. salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dijalankan. Keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi, serta pihak-pihak lain sesuai dengan ketentuan atau peraturan perundangan yang berlaku (Halim, 2007:23). Pengukuran kinerja sektor publik bukan hanya bagaimana kemampuan uang publik dibelanjakan, tetapi dilihat juga dari segi ekonomis, efesiensi, dan efektivitas, dan tentunya dari segi outcome. Pengukuran kinerja sektor publik dilaksanakan untuk menilai pencapaian organisasi melalui alat ukur keuangan dan nonkeuangan. Pengukuran kinerja bisa dilakukan dengan melihat variabel kunci, kemudian dikembangkan pada unit kerja yang bersangkutan untuk dapat diketahui tingkat pencapaian kinerja. Pendapatan Daerah Pengertian pendapatan daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 1 angka 15 adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran bersangkutan. Pendapatan daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan serta lain-lain pendapatan yang sah. 1. Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah pasal 1 angka 18 Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan asli daerah berdasarkan pasal 6 Undang-Undang No.33 Tahun 2004 bersumber dari: a. Pajak daerah Hasil pajak daerah merupakan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah yang bersifat wajib atau memaksa berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku ditetapkan melalui peraturan daerah. Pungutan ini dikenakan kepada semua objek seperti orang atau badan dan benda bergerak atau tidak bergerak, misalnya seperti pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame, pajak parkir, dan pajak hiburan yang nantinya akan digunakan untuk keperluan daerah dan kemakmuran rakyat. b. Retribusi Daerah Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau izin yang diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Dengan kata lain
retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang diberikan secara nyata dan langsung, seperti pelayanan kesehatan, pelayanan kebersihan,dan pelayanan pemakaman. c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Peneriman ini antara lain dari BPD, perusahaan daerah, dividen BPR-BKK dan penyertaan modal daerah kepada pihak ketiga. d. Lain-lain PAD yang sah Penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah, seperti hasil penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro,dan pendapatan bunga. 2. Dana Perimbangan Dana perimbangan bertujuan untuk menciptakan keseimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dana perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil dari penerimaan pajak dan SDA, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus merupakan sumber pendanaan bagi daerah dalam pelaksanaan desentralisasi, yang alokasinnya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain mengingat tujuan masing-masing jenis penerimaan tersebut saling mengisi dan melengkapi. a. Dana Bagi Hasil Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari APBN berupa pajak dan sumber daya alam, yang dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu dengan memperhatikan potensi daerah penghasil. b. Dana alokasi umum Dana alokasi umum bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan belanja pegawai, kebutuhan fiskal, dan potensi daerah. Kebutuhan daerah dicerminkan dari luas daerah, keadaan geografis, jumlah penduduk, tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat di daerah, dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah. Sedangkan kapasitas fiskal dicerminkan dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Sumber Daya Alam. c. Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Kebutuhan khusus yang dapat dibiayai oleh DAK adalah kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus DAU, dan kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.
Belanja Modal Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapatalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. aset tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja bukan untuk dijual. Berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006 pasal 53 ayat 1, belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat labih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Kerangka Pemikiran Kinerja keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah untuk menghasilkan keuangan daerah melalui penggalian kekayaan asli daerah yang disebut sebagai pendapatan asli daerah yang harus terus dipacu pertumbuhannya oleh pemerintah daerah. Jumlah dan kenaikan kotribusi PAD, serta Dana Perimbangan akan berperan penting dalam kemandirian suatu pemerintah daerah dan dalam pengalokasian anggaran Belanja Modal pemerintah daerah. Kinerja ini dapat melalui sasaran yang telah dicapai dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat melalui pemanfaatan PAD dan Dana Perimbangan. Kerangka Konseptual PAD
PAD Kinerja Keuangan
Dana Perimbangan
Belanja Modal
Dana Perimbangan
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan pendekatan kuantitatif dan studi pengujian hipotesis. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik. Pengujian hipotesis akan diolah secara statistik berdasarkan data empiris yang sudah dikumpulkan. Populasi dalam penelitian ini adalah penerimaan Pemerintah Kabupaten dan Kota Kalimantan Timur yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan mulai tahun 2009 sampai dengan tahun 2012. dan Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ada 14 daerah yang terdiri dari 10 pemerintah kabupaten dan 4 pemerintah kota di Provinsi Kalimantan Timur. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Timur. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi dari sumber data sekunder dengan mengumpulkan, mencatat, mengunduh, dan mengelola data, untuk kemudian dilakukan analisis dan
penyajian data yang berkaitan dengan penelitian. Selain dari data sekunder yang berasal dari dokumen, data penelitian ini juga diambil melalui studi pustaka yang berasal dari berbagai penelitian terdahulu yang sejenis, litelatur, jurnal, artikel dan pengetahuan yang dianggap relevan dengan pembahan. Variabel bebas (independent variable) dalam penelitian ini adalah PAD dan Dana Perimbangan Pemerintah dan Kota Provinsi Kalimantan Timur sedangkan Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah Kinerja Keuangan dan Belanja Modal Pemerintah dan Kota Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh PAD dan Dana Perimbangan dalam meningkatkan Kinerja Keuangan dan Belanja Modal Pemerintah Kabupaten dan Kota Provinsi Kalimantan Timur. Tenik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Sebelum data dianalisis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik. 1.
Uji Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik ini digunakan agar variabel bebas sebagai estimator atas variabel terikat tidak bias. Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari uji Normalitas, uji Autokorelasi, uji Heteroskedastisitas, dan uji Multikolonieritas.
2.
Pengujian Hipotesis Analisa regresi berganda digunakan untuk mengukur pengaruh antara lebih dari satu variabel independen terhadap variabel dependen. Persamaan regresi berganda ditunjukkan sebagai berikut : Y = a+b1 X1+b2 X2 Keterangan: Y
= Kinerja Keuangan/Belanja Modal
a
= Bilangan konstanta
b1, b2
= Koefisien regresi masing-masing variabel
X1
= Pendapatan Asli Daerah
X2
= Dana Perimbangan
a. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol (0) dan satu (1). b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat (Kuncoro, 2011:106). c. Uji Signifikansi Individual (Uji Statistik t) Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel Independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel Dependen (Kuncoro, 2011:105).
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Penelitian ini mengambil populasi pada seluruh kabupaten dan kota di provinsi Kalimantan Timur sebanyak 14 kabupaten dan kota, dengan periode waktu dari tahun 2009 hingga 2012. Kriteria yang dijadikan pemelihan populasi adalah kabupaten dan kota yang telah memiliki laporan APBD. Berdasarkan hal tersebut maka diperoleh total sampel sebanyak 56 observasi. Daftar Sampel Kabupaten dan Kota No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kabupaten/Kota Kabupaten Paser Kabupaten Kutai Barat Kabupaten Kutai Kartanegara Kabupaten Kutai Timur Kabupaten Berau Kabupaten Malinau Kabupaten Bulungan Kabupaten Nunukan Kabupaten Panajam Paser Utara Kabupaten Tana Tidung Kota Balikpapan Kota Samarinda Kota Tarakan Kota Bontang
Statistik Deskriptif Descriptive Statistics Variabel
N
Minimum Maximum
Kinerja Keuangan
56
.014
Belanja Modal
56
Dana Perimbangan
.131
Mean
Std. Deviation
.04970
.025406
67.85
1818.51 558.6934
330.25566
56
362.80
5172.12 1292.4152
920.77102
PAD
56
12.14
Valid N (listwise)
56
350.60
98.8475
66.97785
1. Kinerja Keuangan mempunyai nilai minimum 0,014 yang diperoleh Kabupaten Tana Tidung pada tahun 2010. Nilai maksimum untuk variabel Kinerja Keuangan sebesar 0,131 yang diperoleh Kota Balikpapan pada tahun 2012. Nilai mean 0,04970, dan nilai standar deviasi 0,025406. 2. Belanja modal mempunyai nilai minimum sebesar 67,85 atau sama dengan Rp. 67.845.468 yang diperoleh Kabupaten Tana Tidung pada tahun 2009, dan nilai maksimum sebesar 1818,51 atau sama dengan Rp. 1.818.512.586 yang diperoleh Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2012. Nilai mean 558,6934, dan nilai standar deviasi 330,25566. 3. Pendapatan Asli Daerah mempunyai nilai minimum sebesar 12,14 atau sama dengan Rp. 12.137.346 yang diperoleh Kabupaten Tana Tidung pada tahun 2010, dan nilai maksimum sebesar 350,60 atau sama dengan Rp. 350.604.744
yang diperoleh Kota Balikpapan pada tahun 2012. Nilai mean 98,8475, dan nilai standar deviasi 66,97785. 4. Dana Perimbangan mempunyai nilai minimum sebesar 362,80 atau sama dengan Rp. 362.802.656 yang diperoleh Kabupaten Tana Tidung pada tahun 2009, dan nilai maksimum sebesar 5172,12 atau sama dengan Rp. 5.172.121.860 yang diperoleh Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2012. Nilai mean 1292,4152, dan nilai standar deviasi 920,77102. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Nilai signifikansi Kolmogorov-smirnov untuk variabel Kinerja Keuangan sebesar 0,168 dan nilai signifikansi Kolmogorov-smirnov untuk variabel Belanja Modal sebesar 0,057. Hal ini menunjukkan sig > a=0,05 dengan demikian data terdistribusi secara normal baik variabel Kinerja Keuangan maupun Belanja Modal. Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova
Unstandardized Residual
Shapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
.107
56
.168
.926
56
.002
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova
Unstandardized Residual
Shapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
.116
56
.057
.963
56
.081
2. Uji Autokorelasi nilai DW hitung sebesar 1,835 dan 1,629. angka ini lebih besar dari dU dan lebih kecil dari 4-dU dengan sampel penelitian (n) sebesar 56 dan variabel independen (k) sebanyak 2. jika ditranformasi ke hasil pengujian maka didapat 1,6430<1,835<2,357 dan 1,6430<1,650<2,357. Kinerja Keuangan
nilai durbin watson 1,835
Belanja Modal k= 2 n= 56
1,650 dL= 1,4954 dU= 1,6430 4-dU= 2.357
3. Uji heteroskedastisitas Kinerja keuangan menunjukkan nilai signifikasi sebesar 0,105. Hal ini menunjukkan sig > a=0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model.
ANOVAb Model
1
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Regression
.000
2
.000
2.352
.105a
Residual
.003
53
.000
Total
.003
55
Belanja modal menunjukkan nilai signifikasi sebesar 0,065. Hal ini menunjukkan sig > a=0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model. ANOVAb Model
1
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Regression
85601.901
2
42800.951
2.887
.065a
Residual
785640.993
53
14823.415
Total
871242.895
55
4. Uji multikolinearitas nilai tolerance value untuk seluruh variabel independen lebih besar dari 0,10 dan nilai dari VIF untuk seluruh variabel independen memiliki nilai dibawah 10. Hal ini dapat berarti bahwa model regresi bebas dari gejala multikolinieritas. Variabel PAD Dana Perimbangan
Kinerja Keuangan Belanja Modal Statistik Kolinearitas Tolerance VIF Tolerance VIF 0,841 1,189 0,841 1,189 0,841 1,189 0,841 1,189
Pengujian Hipotesis Hasil Analisis Regresi Berganda Kinerja Keuangan Model konstanta Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan
Koefisien 0,037 0,000 -1.73E-05
t-value 12,106 14,291 -9,556
Sig 0,000* 0,000* 0,000*
nilai F= 110,963 sig. F= 0,000 R2= 0,800 R= 0,898 *)signifikansi pada level 5% atau 0,05
nilai R sebesar 0,898. Hal ini menunjukkan korelasi antara variabel kinerja keuangan dengan variabel independennya (Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan) sangat kuat, sedangkan nilai R2 sebesar 0,800 atau sebesar 80%. jumlah F hitung dalam penelitian ini sebesar 110,963 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000. Tingkat signifikansi hasil uji F dalam penelitian ini sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 yang artinya bahwa secara bersama-sama variabel
independen yaitu pendapatan asli daerah dan dana perimbangan mempengaruhi variabel dependen yaitu kinerja keuangan. probalitas signifikan untuk variabel pendapatan asli daerah dan dana perimbangan sebesar 0,000, yang berarti lebih kecil dari tingkat signifikansi sebesar 0,05. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan dipengaruhi oleh pendapatan asli daerah dan dana perimbangan. Persamaan penelitian yang dihasilkan dari pengujian terhadap koefisien regresi keseluruhan sampel adalah sebagai berikut: Kinerja Keuangan= 0,037 + 0,000PAD – (-1.73E-05)DP + e Berdasarkan hasil uji parameter T diatas, koefisien regresi dari pendapatan asli daerah memiliki koefisien positif sebesar 0,000. Secara statistik, variabel pendapatan asli daerah ini signifikan Karena memiliki nilai probalitas lebih kecil dari a: 5% yaitu 0,000 dengan korelasi positif dengan variabel dependen. Sedangkan variabel dana perimbangan memiliki nilai koefisien negatif sebesar 1.73E-05. Secara statistik, variabel dana perimbangan ini signifikan karena memiliki nilai probalitas lebih kecil dari a: 5% yaitu 0,000 dengan korelasi positif dengan variabel dependen. Hasil Analisis Regresi Berganda Belanja Modal Model Konstanta Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan
Koefisien 174,889 0,109 0,289
t-value 3,338 0,253 9,246
Sig 0,002* 0,801* 0,000*
nilai F= 51,977 sig. F= 0,000 R2= 0,662 R= 0,814 *)signifikansi pada level 5% atau 0,05
nilai R sebesar 0,814. Hal ini menunjukkan korelasi antara variabel belanja modal dengan variabel independennya (Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan) sangat kuat. Sedangkan nilai R2 sebesar 0,662 atau sebesar 66%. jumlah F hitung dalam penelitian ini sebesar 51,977 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000. Tingkat signifikansi hasil uji F dalam penelitian ini sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 yang artinya bahwa secara bersama-sama variabel independen yaitu pendapatan asli daerah dan dana perimbangan mempengaruhi variabel dependen yaitu belanja modal. probalitas signifikan untuk variabel pendapatan asli daerah sebesar 0,801, yang berarti lebih besar dari tingkat signifikansi sebesar 0,05, sehingga dapat disimpulkan pendapatan asli daerah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal. Variabel dana perimbangan berpengaruh signifikan terhadap belanja modal karena probabilitas signifikan untuk variabel dana perimbangan lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,000. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa belanja modal dipengaruhi oleh dana perimbangan namun tidak dipengaruhi oleh pendapatan asli daerah. Persamaan penelitian yang dihasilkan dari pengujian terhadap koefisien regresi keseluruhan sampel adalah sebagai berikut:
Belanja Modal = 174,889 + 0,109PAD + 0,289DP + e Berdasarkan hasil uji parameter T diatas, koefisien regresi dari pendapatan asli daerah memiliki koefisien positif sebesar 0,109. Secara statistik, variabel pendapatan asli daerah ini tidak signifikan Karena memiliki nilai probalitas lebih besar dari a: 5% yaitu 0,801. dengan korelasi positif dengan variabel dependen. Sedangkan variabel dana perimbangan memiliki nilai koefisien positif sebesar 0,289. Secara statistik, variabel dana perimbangan ini signifikan karena memiliki nilai probalitas lebih kecil dari a: 5% yaitu 0,000 dengan korelasi positif dengan variabel dependen. PENUTUP Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. Dana perimbangan dapat meningkatkan kinerja keuangan dan alokasi anggaran belanja modal pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Kalimantan Timur. Dengan demikian, terlihat Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Kalimantan Timur masih bergantung terhadap pemerintah pusat dalam memenuhi kebutuhan daerah. 2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat meningkatkan kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Kalimantan Timur. Peningkatan PAD dapat meningkatkan kinerja keuangan pemerintah. Semakin tinggi PAD suatu daerah, maka tingkat ketergantungan fiskal daerah terhadap pemerintah pusat akan semakin berkurang. 3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak dapat meningkatkan alokasi anggaran belanja modal pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Kalimantan Timur. Hal ini disebabkan pendapatan daerah yang masih didominasi oleh dana perimbangan yang mencapai 90% - 95% dari total penerimaan daerah. Sementara itu PAD secara rata-rata hanya memberikan kontribusi antara 5% - 10% penerimaan daerah. Adapun keterbatasan yang dapat dijelaskan yaitu: 1. Penelitian atau data observasi yang digunakan hanya pada kabupaten dan kota di provinsi Kalimantan timur, sehingga belum dapat mewakili seluruh kabupaten dan kota di Indonesia. 2. Penelitian ini menggunakan data yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) sehingga Temuan penelitian belum dapat mendeteksi variabel-variabel yang mempengaruhi kebijakan pengalokasian belanja modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten dan kota di provinsi Kalimantan timur, seperti belanja tanah, belanja peralatan dan mesin, belanja gedung dan bangunan, belanja jalan, irigasi, dan jaringan, dan belanja aset lainnya. 3. Temuan penelitian ini juga belum memberikan penjelasan rinci tentang alokasi penggunaan dana perimbangan oleh pemerintah daerah kabupaten dan kota di provinsi Kalimantan timur, dan jenis belanja modal manakah yang mengkonsumsi sumberdaya keuangan, sehingga perlu dilakukan analisis sektoral untuk melihat sektor belanja manakah yang lebih banyak mengkonsumsi sumberdaya keuangan.
Saran yang dapat diberikan oleh peneliti untuk penelitian berikutnya adalah: 1. Peneliti selanjutnya dapat menggunakan metode lain seperti tingkat kemandirian pembiayaan dan tingkat pembiayaan untuk mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah. 2. Bagi pemerintah kabupaten dan kota di provinsi Kalimantan timur, sebaiknya berkonsentrasi untuk terus dapat lebih meningkatkan dan menggali sumbersumber pendapatan asli daerah terutama pendapatan yang bersumber dari pajak dan retribusi daerah dengan tujuan agar dapat membiayai belanja daerahnya sendiri. Semakin meningkatnya penerimaan asli daerah tentunya akan menunjukkan kinerja keuangan pemerintah daerah yang semakin baik. 3. Manajemen pengeluaran pemerintah daerah dalam bentuk belanja modal perlu lebih memprioritaskan pada peningkatan kesejahteraan rakyat yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. DAFTAR PUSTAKA Alfarish, H Salman. (2015). Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Dana Perimbangan Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris Pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat). Skripsi. Padang: Universitas Negeri Padang. Anggara, Feri. (2014). pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Belanja Modal (Studi pada Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kota dan Pemerintah Provisi di Sumatera Barat). Jurnal Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat. Arief, Afandi. (2013). Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur Tahun Anggaran 2009-2012. Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman. Fisanti, Atni. (2013). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendaptan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Rokan Hulu. Skripsi. Riau: Universitas Pasir Pengaraian. Florida, Asha. (2006). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara. Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21 Update PLS Regresi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gibson, J.L. 2003. Struktur Organisasi dan Manajemen 5. Jakarta : Erlangga. Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat. Halim, Abdul. dan Syukriy Abdullah, (2006). Hubungan dan Masalah Keagenan di Pemerintah Daerah (Sebuah Peluang Anggaran dan Akuntansi). Jurnal Akuntansi Pemerintah. Haukilo, Emaunuel Be. (2011). Evaluasi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Timor Tengah Utara (Studi Kasus Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah). Tesis. Surakarta: Universitas Negeri Sebelas Maret.
Indrawan, M. Yusuf. (2013). Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja Keuangan pada Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Sulawesi Selatan. Skripsi. Makasar: Universitas Hasanuddin. ___, Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Irawan, Handi 2002. 10 prinsip kepuasan pelanggan, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Jensen, M. C dan Meckling, W.H. (1976). Theory of the firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Owenership Structure. Journal of Financial Economics. Julitawati, Ebit. Darwanis. Jalaludin. (2012). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Aceh. Tesis. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala. Khadafi, Muhammad Edwin, (2013) Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Dana Perimbangan Terhadap Belanja Modal. Skripsi. Bandung: Universitas Widyatama. Kuncoro, Mudrajad. 2011. Metode Kuantitatif. Teori dan Aplikasi Untuk Bisnis dan Ekonomi Edisi 4. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Mahmudi. 2010. Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Erlangga Mamonto. Dkk. (2015). Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Belanja Modal (Studi pada Kabupaten Bolaang Mongondow Periode 20042013). Jurnal Ekonomi Universitas Sam Ratulangi Manado. Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik, Yogyakarta: ANDI. Martini. Dkk. (2014). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Modal pada Kabupaten Buleleng Tahun 2006-2012. Jurnal Ekonomi Universitas Pendidikan Ganesha. Maryadi. (2014). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana ALokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Modal pada Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2012. Jurnal Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang. ___, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. ___, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomot 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. ___, Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.02/2011 tentang Klasifikasi Anggaran. ___, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Purwanto, Fiona Puspita Devi. (2013). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap
Belanja Modal (studi kasus pada kabupaten dan kota provinsi jawa tengah tahun 2008-2011). Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Puspitasari. Ayu febriyanti. (2012). Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota Malang Tahun Anggaran 2007-2011. Skripsi. Malang: Universitas Brawijaya. Romario, R.F. (2012). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Bagi Hasil terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara. Rukmana, Wan Vidi. (2013). Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Dana Perimbangan Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Skripsi. Riau: Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjung Pinang. Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta: FE UI. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia jilid II. 1994. Jakarta: CV Haji Masagung. Swastika, Lingga. (2013). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Belanja Modal di Kabupaten Boyolali Periode Tahun 2005-2012. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Syamni, Ghazali. Nurliana. Mutia. (2013). Pengaruh Komponen Pendapatan Asli Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Lhokseumawe. Jurnal Ekonomi Universitas Almuslim Bireuen. Tuasikal, Askam. (2008). Pengaruh DAU, DAK, PAD, dan PDRB Terhadap Belanja Modal Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia. Jurnal Ekonomi Universitas Pattimura Ambon. ___, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. ___, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah. ___, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. ___, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Wenny, Cherrya Dhia. (2012). Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Kinerja Keuangan Pada Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Ilmiah STIE MDP.