ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAN BELANJA MODAL TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH (Studi Kasus Pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur Periode 2010-2014)
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Hestu Pradipta Megariski 125020100111024
KONSENTRASI KEUANGAN NEGARA DAN DAERAH PROGAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016
1
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL Artikel Jurnal dengan judul : ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAN BELANJA MODAL TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH (Studi Kasus Pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur Periode 2010-2014)
Yang disusun oleh : Nama
:
Hestu Pradipta Megariski
NIM
:
125020100111024
Fakultas
:
Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
:
S1 Ilmu Ekonomi
Konsentrasi
:
Keuangan Negara dan Daerah
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 30 Januari 2015.
Malang, 10 Mei 2016 Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Chandra Fajri A, SE.,MSc.,Ph.D NIP.
2
19641029 198903 1 001
Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Belanja Modal terhadap Tingkat Kemandirian Daerah (Studi Kasus Pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur Periode 2010-2014) Hestu Pradipta Megariski Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email:
[email protected]
ABSTRACT The main objective of the regional autonomy is an area in which financial independence is able ti finance all development needs to explore the potential of their respective regions to increase local revenue. Financial independence of this region can be measured by the ratio of local financial independence. The degree of independence of East Java province tends to increase every year and are in less position because the average is less tahn 20%. The level of financial independence this area can be describe the condition of the economy of a region.With a few variables have been determined, the study aims to : (1) know how to influence local revenue on the level of financial independence in East Java province, (2) know how to influence the general allocation fund on the level of local financial independence East Java Province, (2) determine how the effects of capital spending to the level of local financial indeppendence of local financial independence of East Java Province. The case study research in all counties and cities in East Java in 2010-2014. The analytical method used is the panel data regression. Result of the study using a fixed effect model showed that the local revenue and capital expenditure significant positive effect on the level of local financial independence while the general allocation fund also has significant effect and negative direction on the level of local financial independence in East Java. Key Words : Level of Regional Financial Independence, Local Revenue, General Allocation Fund, Capital Expenditure
A. PENDAHULUAN Salah satu tujuan dari reformasi yang dicita-citakan untuk dicapai adalah pemberian otonomi daerah yang seluas-luasnya. Kemandirian keuangan daerah merupakan salah satu tujuan dari otonomi daerah. Adanya otonomi daerah ini diharapkan setiap daerah dapat berusaha mandiri dalam memenuhi kebutuhan daerahnya masing-masing. Dalam menyelenggarakan otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab, diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali potensi dan sumber keuangannya sendiri yang didukung oleh perimbangan pemerintah pusat serta antara provinsi dan kabupaten/kota yang merupakan prasyarat dalam sistem pemerintahan daerah (Bratakusumah dan Solihin, 2001 : 169) Kemandirian keuangan daerah juga ditunjukkan oleh besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain seperti bantuan pemerintah pusat ataupun dari pinjaman, selain PAD kemandirian keuangan daerah juga disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus Halim (2007:232).Menurut Salampessy (2011), diantara ketiga komponen sumber pendapatan, komponen transfer dari pusat merupakan cerminan atau indikator dari ketergantungan pendanaan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat.Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal ini meliputi belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan dan aset tak berwujud. Provinsi Jawa Timur adalah salah satu Provinsi yang berada di Indonesia yang berada diantara Propinsi Jawa Tengah dan Provinsi Bali. Wilayah administrasi Jawa Timur yang terdiri
3
dari 29 Kabupaten dan 9 Kota memiliki wilayah terluas diantara 6 Provinsi di Pulau Jawa dan memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Barat. Jawa Timur dikenal sebagai pusat Kawasan Timur Indonesia Indonesia dan memiliki signifikansi perekonomian yang cukup tinggi yakni sekitar 14, 85% tahun 2014 terhadap Produk Domestik Bruto Nasional (Kemendagri). Grafik 1 :Rata-rata Pendapatan Daerah Kab./Kota di Provinsi Jawa Timur
Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur 2010-2014 2010 PAD 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 -
DAU
930,287 586,660 88,693 1
1,128,435 586,760 148,375
2010
2011
Total Pendapatan
1,321,843
1,481,487
725,729 186,975
814,290 230,305
1,314,031 745,267 227,369
2012
2013
2014
Sumber : DJPK 2010-2014, 2014, data diolah Perkembangan pendapatan Jawa Timur dari tahun ke tahun terlihat bahwa dari periode 20102010 2014 realisasi total pendapatannya mengalami peningkatan secara bertahap meskipun di tahun 2014 terlihat mengalami penurunan. Dengan potensi yang sangat besar, Provinsi Jawa Timur diharapkan mampu membiayai segala kebutuhan daerahnya sendiri agar tercapai kemandirian sebagai tujuan dari adanya otonomi daerah. daerah Grafik 2 :Rata-rata rata Tingkat Kemandirian Kab./Kota di Jawa Timur
Sumber : DJPK 2010-2014, 2014, data d diolah Tingkat ingkat kemandirian kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur tahun 2010 sampai tahun 2014 pergerakannya di bawah 20% cukup stabil, di tahun 2014 tingkat kemandirian Provinsi Jawa Timur menempati posisi tertinggi yakni sekitar 19% termasuk kategori rendah karena artinya bahwa campur tangan pemerintah masih ada, karena daerah telah benar-benar benar benar belum mampu dan mandiri dalam melaksanakan otonomi daerah. Terlihat ada suatu gap yang terjadi, karena ternyata peningkatan PAD tidak diikuti dengan naiknya tingkat tingkat kemandirian Provinsi Jawa Timur yang terjadi di tahun 2014 dengan pendapatan asli daerah yang menurun justru kemandirian keuangan di Provinsi Jawa Timur semakin naik, dengan demikian terjadi ketidaksesuaian antara teori dengan fakta yang terjadi khususnya usnya pada Provinsi Jawa Timur periode 2010-2014. 2010
4
B. TINJAUAN PUSTAKA Fiscal Federalism Theory Konsep federalisme fiskal maksudnya adalah pemerintah daerah (kabupaten/kota) merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah pusat atau dengan kata lain di beberapa negara yang berbentuk federal dimana pemerintahan negara bagian bukan sebagai pelaku otonom.Implikasi dari hubungan fiskal dari model federalisme fiskal ini adalah berbagai bentuk transfer dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam rangka untuk menggalakan ekonomi regional dan infrastruktur lokal. Otonomi Daerah Undang-undang No. 23 tahun 2014 mengartikan, “Daerah otonom sebagai hak wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Kemandirian Keuangan Daerah Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 bahwa, “Kemandirian keuangan daerah berarti pemerintah dapat melakukan pembiayaan dan pertanggungjawaban keuangan sendiri, melaksanakan sendiri, dalam rangka asas desentralisasi”. Halim (2007:232) mengemukakan bahwa, “Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain, misalnya bantuan pemerintah pusat ataupun dari pinjaman. ℎ (
=
ℎ
)
x 100%
(Halim, 2007:232) Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Mardiasmo (2002), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain pendapatan yang sah. Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Umum adalah salah satu bagian dana perimbangan yang juga termasuk dalam dana transfer pemerintah pusat kepada daerah yang sumbernya berasal dari pendapatan APBN, kemudian dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah. DAU = Alokasi Dasar + Celah Fiskal
Belanja Modal Belanja Modal merupakan salah satu jenis Belanja Langsung dalam APBN/APBD. Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk aset tetap berwujud yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Besaran nilai pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset (Permendagri 13 Tahun 2006). Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang pertama, penelitian dari Suhandarini Sugiono (2011) dari Universitas Negeri Surabaya yang berjudul “Analisis Pengaruh Moderasi Pendapatan Asli Daerah terhadap Hubungan Belanja Modal dan Kemandirian Keuangan Daerah”, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh moderasi terhadap hubungan belanja modal dan kemandirian keuangan daerah, penelitian ini menggunakan data sekunder mulai periode 2009 sampai dengan
5
2013 dan sampel penelitiannya berjumlah 180 dari 28 kabupaten dan 8 kota dan memperoleh hasil analisis bahwa secara parsial, belanja modal berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah dan pendapatan asli daerah mampu memoderasi hubungan antara belanja modal dan kemandirian keuangan daerah. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Erselita Tria Ramadhani Darwis (2012) yang berjudul “Analisis Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Pegawai terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat”, penelitian ini bertujuan untuk menguji besarnya pengaruh belanja modal terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah dan besarnya pengaruh belanja pegawai terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Penelitian ini dilakukan pada 19 kabupaten dan kota Provinsi Sumatera Barat tahun 2009-2013. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa belanja modal sebagai variabel (X1) berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah (Y) yang merupakan variabel dependen, kemudian variabel independen yang lainnya yaitu belanja pegawai (X2) berpengaruh signifikan negatif terhadap kemandirian keuangan daerah. Ketiga, penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kota Bandung”, penelitian ini merupakan karya dari Nyoman Trisna Erawati dan Leny Suzan (2012) yang tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh pendapatan asli daerah terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah Kota Bandung periode 2009-2013. Hasil dari penelitian tersebut menerangkan bahwa pendapatan asli daerah hanya berpengaruh sebesar 41,9% terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah sedangkan sebesar 58,1% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Namun, dari hasil uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa pendapatan asli daerah secara simultan berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Reza Marizka (2013) yang berjudul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat tahun 2006-2011”. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pendapatan asli daerah, DBH, BAU dan DAK terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada kabupaten dan kota di Sumatera Barat dalam kurun waktu 2006-2011. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa PAD berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah, dana bagi hasil tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah dan dana alokasi umum tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah dan yang terakhir adalah dana alokasi khusus berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Kerangka Pikir Kerangka penelitian ini sangat menentukan alur pemikiran peneliti dari awal penelitian sampai dengan hasil yang ingin dicapai. Oleh sebab itu, maka berikut inipeneliti menampilkan alur pemikiran dalam penelitian ini:
6
Gambar 1 : Kerangka Pikir Penelitian
Otonomi daerah
Pendapatan Asli Daerah
Wewenang daerah menggali dan mengelola sumber pendapatan sendiri
Transfer Pemerintah (DAU√, DAK, DBH)
Pendapatan Lain-lain yang sah
Belanja Daerah
Kemandirian Keuangan Daerah
Belanja Modal
Sumber : Diolah Peneliti dari berbagai sumber 2016 Hipotesis Dari latar belakang yang telah dijelaskan dalam penelitian ini dan setelah ditarik rumusan masalah.Adapun hipotesis dari peneliti, yang mana hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah dari penelitian yang dilakukan. Sehingga hipotesis dalam penelitian ini adalah diduga PAD, DAU dan Belanja Modal berpengaruh signifikan terhadap Tingkat kemandirian keuangan daerah (Kab./Kota di Provinsi Jawa Timur 2010-2014).
C. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kuantitatif, karena data yang diperoleh nantinya berupa angka. Populasi Penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.Berdasarkan pengertian di atas, maka yang menjadi populasi penelitian ini adalah
7
seluruh kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jawa Timur periode 20010-2014. Jumlah populasi pada penelitian ini sebanyak 38 kabupaten/kota, 29 kabupaten dan 9 kota. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu, observasi tidak langsung dan studi kepustakaan, yaitu dilakukan dengan membuka website dari objek yang diteliti yaitu www.djpk.depkeu.go.id dan www.bps.go.id sehingga dapat diperoleh laporan keuangan daerah berupa APBD dan Realisasinya serta gambaran pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah yang kemudian digunakan penelitian. Studi Kepustakaan (Library Research), yaitu penulis mengumpulkan dan mempelajari berbagai teori dan konsep dasar yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan peneliti adalah data documenter. Penelitian ini menggunakan Data panel atau panel data atau pooled data yang artinya adalah gabungan dari data time series (antar waktu) dan data cross section (antar individu/ruang) (Gujarati, 2003:637). Sumber data dalam penelitian ini seluruhnya diperoleh dari pihak kedua yaitu dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Keuangan (DJPK) Departemen Keuangan. Metode Analisis Data Dalam penelitian ini, pengujian dilakukan dengan menggunakan alat analisis regersi dengan data panel yang merupakan gabungan data dalam bentuk time series dengan data cross section.dengan tujuan untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependennya, dengan bentuk persamaannya sebagai berikut : RK = f(PAD,DAU,BM) Kemudian model tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk log linier melalui transformasi terhadap variabelnya. Transformasi dilakukan dengan melogaritma persamaan diatas, sehingga model persamaan diatas berubah menjadi bentuk linier sebagai berikut : Log (RKit) = α + β1 log (PADit) + β2 log (DAUit) + β3 log (BMit) + ℮it Dimana : RK
= Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
α βK i t β1 β2 β3 PAD DAU BM ℮
= konstanta = elastisitas variabel ke-k, dengan k = 1,2,3 = kabupaten / kota ke - i (1,2,…,38) = tahun pengamatan (2010, 2011, 2012, 2013, 2014) = koefisien regresi dari PAD = koefisien regresi dari DAU = koefisien regresi dari BM = Pendapatan Asli Daerah = Dana Alokasi Umum = Belanja Modal = kesalahan pengganggu (error of term) Uji signifikansi variabel bebas dilakukan dengan melihat tabel hasil regresi. Jika probabilitasnya di bawah α = 5% maka dapat dikatakan bahwa variabel bebas tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Penentuan Model Pendekatan Pada data panel, sebelum dilakukannya regresi data panel, langkah awal yang harus dilakukan adalah penentuan model yang tepat yang sesuai dengan data panel yang dimiliki. Terdapat tiga pendekatan dalam menggunakan data panel ini yaitu model Pooled Least Square (PLS), model Fixed Effect, atau model Random Effect.
8
Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik terdiri dari Uji Normalitas, Multikolinieritas, Heteroskedastisitas dan Autokorelasi. Namun dalam penelitain data panel, tidak semua uji asumsi klasik harus dimasukkan dalam regresi linier berganda dengan pendekatan OLS. Autokorelasi dan Normalitas tidak diujikan dalam regresi data panel karena autokorelasi hanya terjadi pada data time series. Dengan demikian pada penelitian ini uji asumsi klasik yang digunakan adalah uji multikolinieritas dan heteroskedastisitas saja. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas bertujuan menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Untuk melihat gejala multikolinieritas dapat dilihat dari R2yang tinggi dalam model tetapi tingkat signifikansi t statistiknya sangat kecil dari hasil regresi tersebut dan cenderung tidak signifikan. Jika nilai korelasi lebih besar dari nilai mutlak 0,8 antar variabel maka terdapat multikolinieritas positif, tetapi jika kurang dari 0,8 maka tidak terdapat multikolinieritas. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas ditandai dengan varian dari residual atau pengamatan ke pengamatan lain berbeda dalam model regresi. Masalah heteroskedastisitas akan mengakibatkan pengambilan keputusan menjadi tidak valid. Metode analisis dalam mendeteksinya menggunakan uji glejser. Hipotesis dari uji glejser yakni : a. Jika nilai n.R2> α = 0,05 maka H0ditolak (tidak terjadi heteroskedastisitas) b. Jika nilai n.R2< α = 0,05 maka H1 diterima (terjadi heteroskedastisitas) D. PEMBAHASAN Pemilihan Model Regresi Tabel 1: Hasil Pemilihan Model Regresi Panel Pengujian Chow Test Lagrange Multiplier (LM) Test Redundant Fixed Effect Test Correlated Random Effects – Hausman Test Sumber: Data Diolah (2016)
Hasil F hit = 7.199 > F tabel = 1.491 LM = 22.403 > χ2 tabel = 7.815 Prob = 0.000 < Alpha = 0.050
Keputusan Fixed Effect Random Effect Fixed Effect
Prob = 0.003 < Alpha = 0.050
Fixed Effect
Pemilihan model regresi menggunakan Chow Tests didapatkan nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel menunjukkan bahwa model regresi yang digunakan adalah Fixed Effect Model (FEM). Selanjutnya LM Test didapatkan nilai χ2 hitung lebih besar dari nilai χ2 tabel menunjukkan bahwa model regresi yang digunakan adalah Random Effect Model (REM). Selanjutnya Redundant Fixed Effects Test dan Correlated Random Effects - Hausman Test didapatkan nilai probabilitas lebih kecil dari alpha 5% menunjukkan bahwa model regresi yang digunakan adalah Fixed Effect Model (FEM). Hasil Uji Asumsi Klasik Uji Asumsi Multikolinieritas Tabel 2:Hasil Pengujian Multikolinieritas X1
X2
X3
X1
1.000000
0.835977
0.273989
X2
0.835977
1.000000
0.334589
X3
0.273989
0.334589
1.000000
Sumber: Data Diolah (2016)
9
Berdasarkan hasil pengujian didapatkan nilai korelasi antar variabel bebas yang tidak lebih besar dari 0,80 sehingga model tidak menunjukkan gejala multikolinieritas sehingga asumsi terpenuhi. Uji Asumsi Heterokedastisitas Tabel 3:Hasil Pengujian Heterokedastisitas Glejser Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
-0.130317
0.369316
-0.352860
0.7246
X1
0.029702
0.023056
1.288220
0.1993
X2
0.022368
0.018240
1.226259
0.2217
X3
0.015671
0.029499
0.531220
0.5959
Sumber: Data Diolah (2016) Asumsi heterokedastisitas menggunakan uji Glejser yang ditunjukkan pada tabel 3. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan nilai signifikansi (p-value) dari setiap variabel bebas lebih besar dari alpha 5% menunjukkan bahwa residual model tidak menunjukkan gejala heterokedastisitas sehingga asumsi terpenuhi. Hasil Analisis Data Setelah dilakukannya pemilihan model, maka didapatkan hasil estimasi pada data panel dalam penelitian sebagaimana pada tabel 4 Lampiran 1, dimana model yang digunakan adalah model Fixed Effect. Variabel dependen pada hasil uji regresi panel adalah Tingkat kemandirian (Y) dan variabel independennya adalah Kontribusi PAD (X1), Kontribusi DAU (X2), dan Alokasi belanja modal (X3). Model regresi berdasarkan hasil analisis di atas adalah : Y = 0.188 + 1.804 X1 - 0.122 X2 + 0.129 X3 Uji F (F-test) Untuk menguji hipotesis pengaruh simultan dari variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y), digunakan uji statistik F. Berdasarkan hasil didapatkan F hitung sebesar 245.798 (lebih besar dari F tabel 2.653) dengan signifikansi sebesar 0.000 (lebih kecil dari 0.050) menunjukkan bahwa H1 diterima dan H0 ditolak yang berarti bahwa secara bersama-sama variabel Kontribusi PAD (X1), Kontribusi DAU (X2), Alokasi belanja modal (X3), mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel Tingkat kemandirian (Y). Uji Pengaruh Parsial (Uji t) Untuk menguji hipotesis pengaruh parsial dari variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y), digunakan uji statistik t. Berdasarkan hasil uji t pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen, dijelaskan sebagai berikut : Variabel Kontribusi PAD (X1) Variabel Kontribusi PAD (X1) dengan nilai t hitung 30.170 (lebih besar dari t tabel 1.973) atau nilai probabilitas 0.000 (lebih kecil dari alpha 0.050) artinya bahwa variabel Kontribusi PAD (X1) berpengaruh positif signifikan terhadap Tingkat kemandirian (Y). Variabel Kontribusi DAU (X2) Variabel Kontribusi DAU (X2) dengan nilai t hitung 2.956 (lebih besar dari t tabel 1.973) atau nilai probabilitas 0.004 (lebih kecil dari alpha 0.050) artinya bahwa variabel Kontribusi DAU (X2) berpengaruh signifikan terhadap Tingkat kemandirian (Y). Variabel Alokasi belanja modal (X3) Variabel Alokasi belanja modal (X3) dengan nilai t hitung 2.467 (lebih besar dari t tabel 1.968) atau nilai probabilitas 0.015 (lebih kecil dari alpha 0.050) artinya bahwa variabel Alokasi belanja modal (X3) berpengaruh positif signifikan terhadap Tingkat kemandirian (Y).
10
Koefisien Determinasi Berdasarkan hasil dapat diketahui nilai R Square sebesar 0,985 atau 98,5%. Artinya kontribusi terhadap variabel Tingkat kemandirian (Y) dijelaskan sebesar 98,5% oleh variabel Kontribusi PAD (X1), Kontribusi DAU (X2), Alokasi belanja modal (X3), serta pengaruh fixed dari masing-masing kota. Sedangkan kontribusi pengaruh terhadap variabel Tingkat kemandirian (Y) lainnya sebesar 1,5% dijelaskan oleh variabel lain atau variabel independen di luar persamaan regresi. Implikasi dan Pembahasan Hasil Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah di Provinsi Jawa Timur Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki pengaruh positif signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah di Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan hasil olah data statistik dapat dilihat bahwa variabel PAD (X1) dengan nilai t hitung 30.170 (lebih besar dari t tabel 1.973) atau nilai probabilitas 0.000 (lebih kecil dari alpha 0.050) artinya bahwa variabel Kontribusi PAD (X1) berpengaruh positif signifikan terhadap Tingkat kemandirian (Y). Koefisien regresi sebesar 1.804 menjelaskan bahwa apabila peningkatan Kontribusi PAD (X1) sebesar 1 satuan akan meningkatkan Tingkat kemandirian (Y) sebesar 1.804 satuan artinya bahwa variabel PAD (X1) berpengaruh positif signifikan terhadap Tingkat kemandirian (Y), ini berarti perubahan dari PAD sangat berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur tahun 2010-2014.Jika PAD suatu daerah lebih besar dibandingkan dengan bantuan pemerintah pusat/provinsi dan pinjaman maka daerah tersebut bisa dikatakan mandiri dari segi finansialnya sehingga pemerintah daerah bisa mengurangi pengalokasian dana perimbangan kepada daerah tersebut. Sebaliknya jika PAD suatu daerah lebih kecil dibandingkan dengan pinjaman daerah serta bantuan pemerintah pusat/provinsi seperti DBH, DAU dan DAK maka daerah tersebut dikatakan belum mandiri dari segi finansialnya karena daerah tersebut dikatakan masih bergantung pada pendanaan yang berasal dari pemerintah pusat. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, sumber keuangan yang berasal Pendapatan Asli Daerah (PAD) lebih penting dan diutamakan dibandingkan dengan sumber-sumber pendapatan lain karena PAD merupakan sumber keuangan daerah yang digali berdasarkan segala potensi atau sumber daya yang ada di daerah yang bersangkutan sehingga optimalisasi sumber-sumber pendapatan asli daerah seperti pajak dan retribusi perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah sehingga daerah bisa dikatakan mandiri sebagaimana tujuan utama adanya otonomi daerah. Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah di Provinsi Jawa Timur Penggunaan DAU diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. DAU memberikan pendapatan dalam jumlah besar untuk sebagian besar pemerintah daerah. Jumlah aktual transfer DAU diatur sesuai dengan beberapa kriteria, termasuk jumlah penduduk, luas wilayah, angka indeks pembangunan SDM, kapasitas fiskal dan kebutuhan fiskal (dihitung terutama berdasarkan gaji pegawai negeri sipil).Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU)memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan di kabupaten dan kota di Povinsi Jawa Timur selama kurun waktu 2010-2014,dengan nilai t hitung 2.956 (lebih besar dari t tabel 1.973) atau nilai probabilitas 0.004 (lebih kecil dari alpha 0.050) artinya bahwa variabel Kontribusi DAU (X2) berpengaruh signifikan terhadap Tingkat kemandirian (Y). Koefisien regresi sebesar -0.122 menjelaskan bahwa apabila peningkatan Kontribusi DAU (X2) sebesar 1 satuan akan menurunkan Tingkat kemandirian (Y) sebesar 0.122 satuan. Berdasarkan hasil yang diperoleh terlihat bahwa DAU memiliki pengaruh yang signifikan dan arahnya negatif. Ini berarti DAU berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan di seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur tahun 2010-2014, pengaruh DAU yang signifikan ini mengindikasikan bahwa daerah sebenarnya masih mengandalkan transfer dari
11
pemerintah pusat sebagai sumber dana untuk membiayai pembangunan daerah, DAU ini memang diberikan oleh pemerintah pusat sebagai dana perimbangan untuk mengurangi ketimpangan antar daerah dan merangsang pembangunan daerah guna memajukan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, arahkoefisien DAU ini yang negatif berarti ketika DAU meningkat maka kemandirian keuangan daerah akan turun karena besaran DAU ini merupakan cerminan ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat. Alasan mengapa DAU ini berpengaruh signifikan dan arahnya negatif adalah sebagai berikut, Pertama, Dana transfer dari pemerintah khususnya Dana Alokasi Umum peruntukannya tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan atau terserah kebutuhan daerah masing-masing. Kedua, Adanya fenomena flypaper effect yaitu sebuah kondisi dimana Pemerintah Daerah merespon belanja daerahnya lebih banyak berasal dari transfer/grants atau spesifikasinya pada transfer tidak bersayarat atau unconditional grants dari pada pendapatan asli daerahnya tersebut sehingga akan mengakibatkan pemborosan dalam belanja daerah. Pendekatan flypaper effect yang diresmikan oleh Bradford dan Oates pada tahun 1971 memberikan gambaran bahwa setiap kenaikan transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat untuk daerah otonom adalah sepadan dengan kenaikan pendapatan masyarakat dari daerah tersebut. Alasannya adalah setiap penerimaan pemerintah yang berasal dai masyarakat harus dialokasikan kepada masyarakat secara sepadan. Walaupun dalam kenyataannya dalam memenuhi kebutuhan publik, pemerintah daerah masih sangat mengandalkan trasfer yang berasal dari dana alokasi umum untuk pengeluaran belanjanya sehingga seolah menciptakan sebuah ilusi fiskal yaitu dimana masyarakat tetap membayar pajak dan mengharapkan pengembalian tidak langsung yang sepadan akan tetapi pemerintah daerah cenderung menggunakan dana alokasi umum bukan dari pendapatan asli daerahnya sendiri sehingga belanja daerahnya selalu melebihi pendapatan asli daerahnya masing-masing. Ketiga, Pengalokasian Dana Alokasi Umum (DAU) yang dilakukan oleh pemerintah pusat belum digunakan dan dimanfaatkan secara efektif dan efisien sehingga penggunaan dana tersebut belum mencapai target atau tujuan sebagaimana diatur yakni tujuan utamanya adalah untuk kepentingan publik dan berdaya guna. Hal ini dibuktikan dengan masih rendahnya pendapatan asli daerah ditunjukkan dengan ratarata tertinggi antara periode 2010-2014 yaitu sebesar 14,26% yang belum sebanding atau lebih besar jika dibandingkan dengan kontribusi dari dana alokasi umum dengan rata-rata tertinggi yaitu 58,96% di tahun 2013. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan dana alokasi umum yang ditransfer oleh pemerintah pusat kepada daerah belum dimanfaatkan untuk sektor-sektor produktif yang dapat memberikan kontribusi yang besar kepada pendapatan asli daerah dan dana tersebut lebih banyak digunakan untuk kegiatan yang bersifat konsumtif dan spekulatif seperti membiayai gaji pegawai oleh sebab itu dana alokasi umum tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Pengaruh Belanja Modal terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan hasil olah data dapat dilihat bahwa belanja modal berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah dengan nilai t hitung 2.468 (lebih besar dari t tabel 1.973) atau nilai probabilitas 0.015 (lebih kecil dari alpha 0.050) artinya bahwa variabel Alokasi belanja modal (X3) berpengaruh positif signifikan terhadap Tingkat kemandirian (Y). Koefisien regresi sebesar 0.129 menjelaskan bahwa apabila peningkatan Alokasi belanja modal (X3) sebesar 1 satuan akan meningkatkan Tingkat kemandirian (Y) sebesar 0.129 satuan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Darsono (2013) yang menyatakan bahwa alokasi belanja modal dan pendapatan asli daerah secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemandirian keuangan pemerintah daerah kabupaten dan kota di Pulau Jawa pada tahun 2011. Ariani (2010) juga menyatakan hal yang sama bahwa hasil penelitian berhasil membuktikan adanya pengaruh yang signifikan positif dari variabel independen belanja modal dan pengaruh signifikan negatif dana alokasi umum terhadap tingkat kemandirian daerah. Pada penelitian ini sama halnya dengan penelitian yang dilakukan dua orang yang telah melakukan penelitian dengan tema yang sama. Pada kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur tahun 2010-2014 belanja modal memiliki pengaruh signifikan positif terhadap tinngkat kemandirian keuangan daerah ini artinya bahwa jika pengalokasian belanja modal ditingkatkan maka kemandirian keuangan daerah juga akan naik dan daerah bisa dikatakan mampu untuk membiayai kebutuhannya sendiri. Adanya kemandirian daerah, daerah diberikan wewenang untuk
12
menggali sumber-sumber keuangan yang ada di daerahnya masing-masing sehingga mampu untuk membiayai sendiri belanja daerahnya yang terdiri dari dari belanja langsung dan belanja tidak langsung termasuk didalamnya belanja modal yang tergilong belanja langsung. Jika belanja modal naik maka kemandirian keuangan juga akan naik karena belanja modal ini lebih besar dibiayai oleh pendapatan asli daerah sehingga daerah tersebut bisa dikatakan mandiri. Keberadaan anggaran belanja modal yang bersumber dari bantuan pusat dan pendapatan asli daerah, apabila dibandingkan dengan investasi swasta mempunyai nilai yang relatif kecil, namun belanja modal tersebut mempunyai peranan strategis karena sasaran penggunaannya untuk membiayai pembangunan di bidang sarana dan prasarana yang dapat menunjang kelancaran usaha swasta dan pemenuhan pelayanan masyarakat sehingga kemandirian keuangan daerah sebagaimana menjadi tujuan utama dari adanya otonomi daerah bisa tercapai. E. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana Pengaruh dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Belanja Modal terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Timur tahun 2010-2014. Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan dengan menggunakan eviews 8 sebagaimana yang dijelaskan dalam bab 4, beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh dan signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur tahun 2010-2014. Dengan demikian hipotesis pertama( ) diterima. 2. Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh signifikan dan arahnya negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2010-2014. Dengan demikian hipotesis kedua ( ) diterima. 3. Belanja Modal berpengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur tahun 20102014. Dengan demikian hipotesis ketiga ( ! ) diterima. 4. Secara serentak atau bersama-sama Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Belanja Modal berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur tahun 2010-2014. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan analisis data yang diperoleh, sehingga dapat diberikan saran sebagai berikut: 1.
2.
3.
Untuk membiayai kebutuhan belanja pemerintah yang semakin lama semakin meningkat, untuk itu tentu pemerintah daerah perlu meningkatkan penerimaan daerah. Satu-satunya cara meningkatkan penerimaan daerah hanyalah dengan menggali secara optimal potensi dari pendapatan asli daerah supaya kemandirian keuangan sebagai tujuan dari otonomi daerah bisa tercapai. Dana alokasi umum sebagai salah satu dana yang diberikan oleh pemerintah pusat sebagai penyeimbang kebutuhan fiskal daerah melalui formulasi yang telah ditentukan sebelumnya, namun dengan adanya DAU ini bukan berarti daerah terus bergantung kepada pemerintah pusat, tetapi daerah harus tetap berusaha menggali sumber daya yang ada untuk memperoleh pendapatan asli daerah sehingga dapat membiayai sendiri kebutuhan daerahnya masing-masing. Pemerintah daerah di Provinsi Jawa Timur diharapkan selalu menjaga efisiensi belanja yang akan dikeluarkan. Pemerintah perlu teliti dalam membatasi pengeluaran / belanja yang dirasa kurang memiliki dampak pada peningkatan kesejahteraan. Belanja Modal sebagai salah satu unsur penentu kemandirian keuangan daerah perlu menjadi perhatian lebih dalam pengalokasian anggaran
13
4.
karena dengan peningkatan belanja modal maka kemandirian keuangan daerah juga akan menigkat yang menjadi gambaran bahwa masyarakat hidup sejahtera. Pada dasarnya semua kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur masih jauh dikatakan mandiri dari segi finansialnya jika dilihat dari rata-rata tingkat kemandirian keuangan daerah dari tahun 2010-2014 yang berkisar sekitar 14%. Hal ini berarti pemerintah daerah di Provinsi Jawa Timur masih bergantung dari pemerintah pusat untuk membiayai segala aktifitas daerahnya. Seharusnya pemerintah daerah tidak hanya mengandalkan bantuan berupa dana transfer dari pemerintah pusat ataupun pinjaman semata namun hendaknya pemerintah daerah terus berupaya meningkatkan penerimaan melalui penggunaan anggaran secara efektif, efisien serta bertahap sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat.
14
DAFTAR PUSTAKA
Bratakusumah dan Solihin. 2001. Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Darwis. 2012. Analisis Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Pegawai terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat. http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/viewFile/1605/1228. Diakses pada tanggal 20 Januari 2016. Erawati dan Suzan 2012. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kota Bandung.http://www.academia.edu/12335578/Analisis_Kemandirian_Keuangan_Dae rah_Kota_Bandung. Diakses pada tanggal 20 Januari 2016. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. 2015. Dana Transfer. http://www.djpk.depkeu.go.id/. Diakses pada tanggal 12 Februari 2016 Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. 2015. Data Keuangan Daerah Setelah Tahun 2006. http://www.djpk.depkeu.go.id/?page_id=316diakses tanggal 6 Januari 2016. Gujarati, Damodar, 2003, Ekonometri Dasar. Terjemahan: Sumarno Zain, Jakarta: Erlangga. Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Sektor Publik Akuntansi keuangan daerah, Edisi Revisi. Jakarta: Salemba Empat. Salampessy, Zulkarim. 2011. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Daerah.Jurnal Ekonomi dan Manajemen, Vol 2 No 1, Oktober, hal 19-29, Universitas Pattimura, Ambon. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Standar Akuntansi Pemerintah. https://staff.blog.ui.ac.id/martani/files/2014/02/PP_71_TAHUN_2010.pdf. Diakses pada tanggal 20 Februari 2016. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006. Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Sekretariat Negara. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Sekretariat Negara. Jakarta. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : Penerbit Andi. Sugiono. 2011. Analisis Pengaruh Moderasi Pendapatan Asli Daerah terhadap Hubungan Belanja Modal dan Kemandirian Keuangan Daerah.https://www.scribd.com/doc/237087806/PENGARUH-MODERASIPENDAPATAN-ASLI-DAERAH-TERHADAP-HUBUNGAN-BELANJA-MODALDAN-KEMANDIRIAN-KEUANGAN-DAERAH. Diakses pada tanggal 20 Februari 2016. Marizka. 2013. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat tahun 2006-2011. Jurnal Akuntansi Vol.1, No.3 (2013): Seri G. Universitas Negeri Padang.
15
LAMPIRAN Tabel 4 :Hasil Uji Regresi Panel Fixed Effect Model Variable C X1? X2? X3? Fixed Effects (Cross) KAB BANGKALAN KAB BANYUWANGI KAB BLITAR KAB BOJONEGORO KAB BONDOWOSO KAB GRESIK KAB JEMBER KAB JOMBANG KAB KEDIRI KAB LAMONGAN KAB LUMAJANG KAB MADIUN KAB MAGETAN KAB MALANG KAB MOJOKERTO KAB NGANJUK KAB NGAWI KAB PACITAN KAB PAMEKASAN KAB PASURUAN KAB PONOROGO KAB PROBOLINGGO KAB SAMPANG KAB SIDOARJO KAB SITUBONDO KAB SUMENEP KAB TRENGGALEK KAB TUBAN KAB TULUNGAGUNG KOTA BLITAR KOTA KEDIRI KOTA MADIUN KOTA MALANG KOTA MOJOKERTO KOTA PASURUAN KOTA PROBOLINGGO KOTA SURABAYA KOTA BATU t tabel (t5%,186) 2 R 2 Adj R F hitung Sig. F. F tabel (F5%,3,186) Sumber: Data Diolah (2016)
Coefficient 0.188045 1.804258 -0.121653 0.129317
Std. Error 3.067380 0.059802 0.041152 0.052398
1.682440 -0.786851 1.379994 -1.894852 2.164561 -6.448395 -1.332840 -0.910468 0.157098 -0.945718 0.562829 1.740369 1.468367 -0.283807 -1.705186 0.273332 3.745828 2.736582 0.757438 -2.305826 1.390734 1.455053 2.319898 -6.558321 1.967302 2.519752 1.528710 -2.928108 0.429066 -1.888489 -2.600229 0.351415 -4.649602 -0.834309 0.004478 -1.355242 8.387930 0.405065 1.973 0.985 0.981 245.798 0.000 2.653
16
t-Statistic 0.061305 30.17045 -2.956196 2.467976
Prob. 0.9512 0.0000 0.0036 0.0147