Edisi 4/2010
“...Bekerjalah amanah dan jawab pertanyaan serta kekecewaan publik dengan prestasi yang lebih baik…”
“
(Menteri Keuangan saat pelantikan Pejabat Eselon II DJP, 6 April 2010)
Pengarahan Menkeu saat Rapim DJP 5 April 2010
CONTENT • Editorial
2
• Laporan Utama
3
• Laporan Khusus
5
• Klinik Kinerja
7
• Profil
8
• Wawancara
10
• Artikel
12
• Selingan
14
• Lensa Peristiwa
15
• Kinerja Mereka
16
Foto| Langgeng Biro Humas
Laporan Utama PERUBAHAN ITU PERLU WAKTU Perjalanan Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan akhir-akhir ini menjadi sorotan berbagai pihak. Ini karena bombastisnya media mengangkat perkara korupsi yang dilakukan oleh oknum pegawai Ditjen Pajak, Gayus. Nila setitik, rusak susu sebelanga, menjadi peribahasa yang tepat untuk melukiskan kondisi saat ini.
Buletin Kinerja - Edisi 4/2010
Laporan Khusus MENJAGA INTEGRITAS DENGAN BALANCED SCORECARD Reformasi Birokrasi di Kementerian Keuangan sedang mengalami gempa. Proses reformasi birokrasi yang selama ini digadang dan telah menampakkan hasil, goyang oleh perbuatan segelintir oknum yang masih terbuai budaya masa lalu. 1
Editorial Edisi 4/2010
Diterbitkan Oleh :
Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan, Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan
Pelindung Menteri Keuangan Pengarah Sekretaris Jenderal Kemenkeu Penanggung J awab Kepala Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Redaktur Supendi, Eka Saputra, Herry Hernawan, Satya Susanto, Dedhi Suharto, Rachmad Arijanto, Moch. Asep Kurniawan Penyunting/Editor Andi Rachman Salasa, Puspita Idowati R., Azharuddin, Arie Fikri, Susmianti, Luthfie Akmal Muradief, Misnilawaty Sidabutar Kontributor tetap Manajer Kinerja Eselon I Desain Grafis & Dok Loka Yoga Hapsara, Pramuditya Kurniawan, Alfan Abrorul Sofyan Sekretariat Adhi Tjahjono, Budiman Distribusi dan TU Wisnu Hendarto, Ivan Kahfi Alamat Redaksi Gedung E, Lantai 5, Jl Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta 10710 Kotak Pos 21 Telp. 021 3449230 pst 6146 Fax. 021 3517020 Email :
[email protected] website : www.webpushaka.depkeu.go.id mailing list : komunitas-kinerja-depkeu @yahoogroups.com
Redaksi menerima tulisan/artikel untuk dimuat dalam buletin ini. Artikel ditulis dalam huruf Arial 11 spasi 1,5 maksimal 3 halaman. Tulisan artikel dapat dikirim ke email redaksi.
2
REFORMASI INTEGRITAS
I
mplementasi Balanced Scorecard (BSC) di Kementerian Keuangan telah memasuki tahun ketiga. Ibarat manusia, usia tersebut boleh dikatakan masih dalam kategori bayi yang sedang senang berlari namun sesekali terjatuh. Untuk mengawal agar bayi BSC ini dapat berjalan dan berlari menjadi lebih sempurna, Kementerian Keuangan telah melaksanakan penandatanganan kontrak kinerja Depkeu-One-Two sebagai perwujudan komitmen penanggung jawab Indikator Kinerja Utama (IKU). Bahkan, proses penandatanganan kontrak kinerja Depkeu-One antara Menteri Keuangan dengan masing-masing pimpinan unit eselon I tanggal 19 Februari 2010, dilaksanakan dengan mengundang sejumlah wartawan media cetak dan elektronik sebagai perwujudan transpa ransi. Hal tersebut tentunya berimplikasi terhadap semakin luasnya cakupan pihak eksternal (publik) yang mengetahui dan memantau komitmen Kementerian Keuangan dalam meningkatkan kinerjanya. Salah satu Sasaran Strategis (SS) dalam peta strategi Depkeu-Wide-OneTwo adalah “Pembentukan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi.” Integritas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga, 2005) didefinisikan sebagai mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran. Masalah integritas inilah yang belakangan menjadi sorotan tajam berbagai media dan lapisan masyarakat terkait kasus Gayus Tambunan. Kasus ini mendapat perhatian yang luar biasa dari level “warung kopi” sampai level presiden dan DPR. Bahkan, kasus ini seolah-olah telah menutup sejumlah keberhasilan peran Kementerian Keuangan dalam hal peningkatan penerimaan negara secara signifikan dalam 3 tahun terakhir, penurunan rasio utang terhadap PDB, pengelolaan rasio defisit terhadap PDB yang
relatif tidak terlalu besar dibandingkan rata-rata emerging market countries, ataupun dalam hal minimalisasi dampak krisis global tahun 2009. Seorang Editor New York Sun, John B. Bogart (1848-1921) pernah menyampaikan suatu ungkapan yang sangat terkenal ya itu “When a dog bites a man that is not news, because it happens so often. But if a man bites a dog, that is a news. ”Media memang memainkan peranan sangat penting di alam demokrasi. Masyarakat lebih mudah menjustifikasi dan menggeneralisasi suatu permasalahan melalui pemberitaan media. Perlu kerja keras kita semua untuk meningkatkan Citra Kementerian Keuangan di mata masyarakat. Tidak cukup sekadar doing business as usual. Pegawai tidak hanya dituntut memiliki kompetensi tinggi, melainkan harus didukung dengan integritas yang tinggi. Sehingga, sudah saatnya perlu dilakukan reformasi integritas. Mengelola 62 ribu lebih pegawai Kementerian Keuangan memang sebuah tantangan besar. Tuntutan masyarakat atas integritas pegawai Kementerian Keuangan perlu dijawab melalui pengawasan yang lebih baik lagi antara atasan dan bawahan. Setiap atasan harus mampu menjadi “bapak/ibu” yang baik bagi bawahannya. Atasan harus mampu membimbing bawahannya agar menjadi pegawai yang berintegritas dan berkompetensi tinggi. Media sudah terlanjur marak memberitakan sisi negatif Kementerian Keuangan. Seharusnya, itu bisa dijadikan momentum perbaikan bagi kita semua. Pakta integritas dan kontrak kinerja telah ditandatangani. Kedua hal tersebut harus mampu dijadikan sebagai landasan untuk meningkatkan kinerja. Bukan sekadar kinerja baik, tetapi kinerja fantastis oleh seluruh pegawai Kementerian Keuangan yang berintegritas dan berkompetensi tinggi dimana dampaknya dapat dirasakan oleh segenap lapisan masyarakat. Kita pasti bisa! Herry Hernawan Buletin Kinerja - Edisi 4/2010
Laporan Utama
Foto| Yoga Pushaka
PERUBAHAN ITU PERLU WAKTU Nila setitik, rusak susu sebelanga
P
erjalanan Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan akhirakhir ini menjadi sorotan berbagai pihak. Ini karena bombastisnya media mengangkat perkara korupsi yang dilakukan oleh oknum pegawai Ditjen Pajak, Gayus. Nila setitik, rusak susu sebelanga, menjadi peribahasa yang tepat untuk melukiskan kondisi saat ini. Ulah seorang Gayus, telah menggelitik para pengamat dan politisi untuk menafikkan semua upaya yang dilakukan Kementerian Keuangan dengan program Reformasi Birokrasinya. Justifikasi bahwa reformasi birokrasi telah gagal, begitu
Buletin Kinerja - Edisi 4/2010
ringan dilontarkan mengabaikan berbagai realitas tentang keberhasilan reformasi birokrasi itu sendiri. Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan tidak serta merta dicanangkan begitu saja. Berbagai kajian dilakukan untuk menjalankan roda reformasi birokrasi dengan mengambil pelajaran dari berbagai negara yang telah sukses melaksanakan program tersebut. Mesin-mesin reformasi yang dinyalakan pun merupakan best practices dari negara lain dalam menjalankan reformasi birokrasi. Penataan organisasi, peningkatan
manajemen SDM, perbaikan proses bisnis, pengembangan manajemen kinerja, dan remunerasi adalah mesin-mesin yang menggerakkan reformasi birokrasi di berbagai negara. Dengan menyalanya mesin-mesin itu, perubahan paradigma dan tata nilai birokrasi berhasil diwujudkan. Namun, satu hal yang banyak dilupakan orang adalah, bahwa semua negara yang pernah melaksanakan reformasi birokrasi, memerlukan waktu yang cukup panjang untuk berhasil. Karena hakekat reformasi berbeda dengan revolusi. Reformasi adalah sebuah proses top down, dengan perubahan yang dilakukan se3
Laporan Utama cara sistematis, terencana, targeted, sehingga memerlukan banyak waktu serta berkesinambungan. Berbeda dengan re volusi yang merupakan bottom up process, merupakan perubahan yang berlangsung cepat, dan sporadis. Jika kita flashback memotret wajah birokrasi Indonesia, dimana di masa lalu tumbuh secara vertikal linier dalam arti arah kebijakan dan perintah dari atas kebawah, dan pertanggunjawaban berjalan dari bawah keatas, demikian juga loyalitas, serta dipengaruhi sikap budaya feodalistik, tertutup, sentralistik. Diwarnai dengan arogansi kekuasaan, anti kritik, sehingga sulit dikontrol efektivitas dan efisiensinya. Semua ini menyuburkan praktek KKN dimasa lalu sehingga sulit mewujudkan clean and good governance. Kondisi inilah yang akan diubah melalui proses reformasi birokrasi yang dilakukan dengan memperhatikan tantangan lingkungan stratejik internal dan eksternal yang dihadapi. Titik beratnya terletak pada peningkatan daya guna, hasil guna, bersih, transparan dan bertanggung jawab. Ini harus disertai pula dengan upaya-upaya perubahan perilaku secara mantap. Pelaksanaan reformasi birokrasi memerlukan strategi dan program aksi yang terarah pada proses perubahan dan pencapaian sasaran yang pada pokoknya meliputi, (a) aktualisasi tata nilai, yang melandasi dan menjadi acuan perilaku sistem dan proses adminsitrasi negara dan birokrasi, yang terarah pada pencapaian tujuan bangsa dalam bernegara, (b) struktur (tatanan kelembagaan ne gara dan masyarakat pada setiap satuan wilayah), (c) proses [manajemen dalam keseluruhan fungsinya, dalam dinamika kegiatan dan entitas publik dan private (business and society), dan (d) sumber daya aparatur yang berada pada struktur dengan posisi, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu. Semua itu dikembangkan dalam rangka mengemban perjuangan bangsa mewujudkan citacita dan tujuan NKRI, terwujudnya peme
4
Reformasi adalah sebuah proses top down, dengan perubahan yang dilakukan secara sistematis, terencana, targeted, sehingga memerlukan banyak waktu serta berkesinambungan. rintahan yang baik, berdaya guna, berhasil guna, bersih, bertanggung jawab, dan bebas KKN. Sehingga, perubahan itu sendiri berlangsung secara bertahap, sistematis dan kontinu. Perubahan yang dilakukan melalui proses reformasi adalah seperti perubahan seorang bayi menuju proses pendewasaan diri. Maka pertanyaannya adalah, adakah perubahan seorang bayi menjadi dewasa terlaksana hanya dalam waktu dua atau tiga tahun saja? Sebagai contoh, untuk menggerakkan mesin manajemen kinerja, dimana Kementerian Keuangan memanfaatkan Balanced Scorecard (BSC) sebagai tools pengukurannya, tidak mungkin diselesaikan dan mencapai hasil yang diharapkan dalam waktu satu/dua tahun saja. Penyusunan peta strategi level Kementerian Keuangan saja, perlu dua tahun hingga melahirkan kontrak kinerja pejabat eselon I. Hal ini bukan semata-mata karena kekurangpahaman tentang teknik penyusunan peta strategi, melainkan lebih kepada sulitnya merubah culture yang sebelumnya bekerja tanpa diukur kinerjanya, menjadi bekerja dengan ki nerja yang terukur, sesuai sasaran stra tegis dan di pacu dengan target. Selain itu, budaya anti kritik yang berkembang subur dimasa lalu, secara sistematik di kikis dengan adanya laporan capaian kinerja triwulanan yang merupakan ajang evaluasi diri. Dan ini tidak mudah, karena resistensi terhadap perubahan, membutuhkan
energi yang luar biasa dari pucuk pim pinan dalam wujud komitmen yang tinggi dan pantang kendor. Ditahun ketiga pemanfaatan BSC, telah dihasilkan kontrak kinerja hingga level eselon II dan sedang dikembangkan kontrak kinerja pada level eselon III. Dengan jumlah pegawai mencapai 62 ribu, dan tersebar di seluruh antero nusantara, mengawal agar tool ini ter arah menuju sasaran yaitu perubahan tata nilai kerja menjadi berbasis pada kinerja, bukanlah perkara mudah. Dan proses perubahan tata nilai inilah yang memerlukan waktu relatif lama. Ini hanyalah sebuah gambaran pelaksanaan salah satu mesin reformasi birokrasi saja. Padahal, berbagai agenda, harus dilaksanakan secara simultan seperti penyusunan Standard Operating Procedures (SOP) yang benar-benar implementatif, efektif, efisien, akuntabel dan transpa ran, penyusunan uraian jabatan, standar kompetensi jabatan, assesment, sehingga dihasilkan job person macth, kemudian analisis terhadap beban kerja, dan sebagainya semuanya memerlukan waktu karena merupakan proses. Ini yang ha rus disadari oleh masyarakat, bahwa menjalankan reformasi birokrasi, tidak seperti seorang pesulap yang beraksi diatas panggung. Karena perubahan yang dilakukan oleh pesulap, misalnya merubah sapu tangan menjadi burung, dan sebagainya, pada hakekatnya adalah kamuflase belaka. Sedangkan reformasi birokrasi, menghendaki perubahan paradigma, budaya, dan tata nilai secara permanen. Maka sangat tidak bijak, jika reformasi birokrasi harus terhenti hanya karena setitik nila. Satya Susanto
Buletin Kinerja - Edisi 4/2010
Laporan Khusus
MENJAGA INTEGRITAS DENGAN BALANCED SCORECARD
R
eformasi Birokrasi di Kementerian Keuangan sedang mengalami gempa. Proses reformasi birokrasi yang selama ini digadang dan telah menampakkan hasil, goyang oleh perbuatan segelintir oknum yang masih terbuai budaya masa lalu. Padahal, dalam sebuah kesempatan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati pernah mengatakan bahwa ”Masa honeymoon bagi PNS telah berakhir. Rakyat membutuhkan kerja keras dan komitmen nyata kita.”
Proses reformasi birokrasi bukan hanya bertujuan merubah sistem birokrasi yang koruptif. Reformasi juga memiliki tujuan untuk merubah mindset ’punggawa’ pemerintahan agar memiliki integritas yang mumpuni, terutama dalam menjalankan kewajibannya sebagai pelayan publik. Harapannya, masyarakat terlayani dengan baik dan secara tidak langsung akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan. Untuk menjaga integritas pegawai dan pejabat publik, telah tersedia sarana pengawasan yang cukup ba nyak. Dimulai dari Daftar Penilaian Pekerjaan Pegawai (DP3),penegakan kode etik, pemberlakuan kartu pengawasan pegawai, hingga yang teranyar adalah aturan tentang evaluasi grading pegawai Kementerian Keuangan. Hal-hal tersebut sejatinya bertujuan untuk menjaga seluruh pegawai agar dapat berkinerja dengan baik dan terjaga integritasnya. Namun pada kenyataannya penilaian Buletin Kinerja - Edisi 4/2010
tersebut bersifat kualitatif yang sulit diukur dengan objektif, bahkan do minan ’ feeling’ pimpinan saja.
Kejelasan pengukuran dan objektivitas penilaian yang ditawarkan BSC itulah yang diharapkan mampu menjaga dan memelihara integritas para pegawai. Untuk menutup gap tersebut, Kementerian Keuangan telah menerapkan Balanced Scorecard (BSC) sejak 2008 lalu. Dipilihnya BSC karena konsep ini mampu mengkuantita tifkan setiap kinerja pegawai, sehingga pola pengawasan yang dilakukan akan lebih mudah, lebih objektif dan transparan. Kejelasan pengukuran dan objektivitas penilaian yang ditawarkan BSC itulah yang diharapkan mampu menjaga dan memelihara integritas para pegawai. Karena setiap kinerja pegawai dapat dilihat dengan nyata, diukur secara objektif dan secara otomatis akan menutup peluang manipulasi kinerja. Terlebih lagi, penerapan BSC kedepan akan berbasis IT dengan aplikasi khusus yang akan semakin mempermudah monitoring pencapaian kinerja. Harapannya tentu agar setiap penilaian kinerja berjalan dengan fair dan dapat dikonversi secara kuantitatif.
kinerja pegawai secara objektif. Dengan begitu, setiap individu (pegawai) akan terlatih untuk berpikir secara definitif, tidak lagi berpikir secara normatif semata. Oleh karena itu, BSC yang pada mulanya akan menerjemahkan visi organisasi yang bersifat normatif ke dalam strategi yang bersifat actionable dalam bentuk pengukuran secara objektif berupa Indikator Kinerja Utama (IKU), akan terus di turunkan (cascading) hingga tingkat individu atau yang dikenal dengan personal scorecard. Pada kondisi tersebut, kinerja setiap individu dimonitoring setiap saat oleh pimpinannya, sehingga dapat mengurangi kesalahan-kesalahan yang mungkin akan terjadi. Adapun alasan pentingnya penerapan BSC dalam menjaga dan meningkatkan integritas pegawai yakni menciptakan IKU yang mengukur tingkat integritas pegawai. Hingga saat ini, seluruh unit eselon I di Kementerian Keuangan telah memiliki IKU tersebut, yaitu ”Jumlah Pegawai yang mendapatkan hukuman disiplin berat dan sedang” sebagai penerjemahan dari Sasaran Strategis ”Pembentukan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi”.
Walaupun rumusan IKU dan target ditetapkan secara top down dan dicascade ke level unit di bawahnya, setiap unit diberikan peluang untuk Anggapan bahwa kinerja pega- menerjemahkan IKU tersebut secara wai sulit diukur dengan objektif tentu lebih spesifik dan tajam sebagai IKU tidak tepat lagi untuk saat ini. Karena complement dengan penyesuaian BSC menawarkan metode pengukuran yang diperlukan berdasarkan 5
Laporan Khusus karakteristik unitnya masing-masing. Syaratnya, setiap unit harus memiliki mindset sama, khususnya terkait definisi dan metode pengukurannya. Hal ini diperlukan agar ketika proses cascading berjenjang ke level unit lebih rendah dapat lebih mudah dan seragam. Selain mengukur integritas dengan indikator yang jelas, BSC dapat menjadi sarana proses akun tabilitas yang memadai. Dalam pengelolaan IKU, proses pengisian IKU, baik penentuan target maupun rea lisasi capaiannya, dapat dipantau secara berjenjang oleh atasan langsung bahkan hingga level top manager. Apalagi saat ini sudah tersedia aplikasi BSC yang dapat dipasang disetiap level, sehingga secara real time setiap jenjang pimpinan dapat memantau hasil capaian IKU unitnya melalui dashboard aplikasi yang terpasang di komputer masing-masing pimpinan. Dengan demikian, kinerja setiap unsur organisasi tidak saja level pelaksana, bahkan kinerja pimpinan juga dapat dipantau setiap saat. Alasan terakhir yakni BSC mampu membentuk proses check and ba lances didalam organisasi. Mengutip buku terbaru Robert S. Kaplan dan David P. Norton yang berjudul “The Execution Premium, Linking Strategy to Operations for Competitive Advantage,” dikatakan bahwa salah satu peran utama Strategic Management Office (SMO) atau lebih dikenal dengan Unit Pengelola IKU yakni mengontrol proses pengukuran IKU dalam bentuk validasi data capaian IKU yang disusun oleh masing-masing Person In Charge (PIC). Bahkan pada organisasi yang sudah mapan dalam implementasi BSC, peran validasi data dapat 6
Perlu dipahami bahwa BSC ha nyalah tool dalam mengelola kinerja. Meskipun secara konsep Meskipun secara konsep cukup baik, cukup baik, namun kenamun keberadaan BSC tidak dapat beradaan BSC tidak dapat menjamin 100% hilangnya penyimmenjamin 100% hilangnya pangan kerja yang dilakukan pegawai. penyimpangan kerja yang BSC hanya dapat meminimalisir sedilakukan pegawai. cara signifikan setiap penyimpangan yang ada. Itupun dengan syarat dite dilakukan pula oleh auditor internal rapkannya risk management dengan agar lebih independen, sehingga se- baik, pembentukan sistem pengelotiap ada kesalahan data capaian IKU laan SDM yang komprehensif, dan dapat ditelusuri penyebabnya (audit sistem law in forcement yang adil dan trail). Apabila hal ini dapat dilakukan, konsisten. maka setiap pegawai akan berusaha Orang bijak mengatakan bahmengisi capaian IKU dengan jujur, tanpa ada rekayasa data capaian (win- wa “Jika suatu hal yang memiliki kedow dressing) atau melakukan ‘reboi baikan, namun tidak dapat berjalan sasi’ (penghijauan) IKU. Agar proses dengan baik tanpa sarana yang meini dapat berjalan dengan baik, diper- madai, maka pengadaan sarana terselukan penguatan struktur pengelolaan but menjadi wajib dipenuhi (mandatory)”. Demikian pula dengan BSC, IKU hingga level unit terbawah. berbagai manfaat yang secara teorikal Dari beberapa alasan diatas, dapat membantu peningkatan kinerja maka cukup argumen bagi Kemen- organisasi dan pegawai serta telah diterian Keuangan untuk konsisten buktikan secara empiris oleh banyak menerapkan BSC sebagai penjaga in- organisasi, maka penggunaan dan tegritas pegawainya. Meskipun terjadi pengembangan BSC di lingkungan beberapa kasus terkait penyimpangan Kementerian Keuangan menjadi se kerja yang dilakukan oleh segelintir suatu yang bersifat mandatory pula. pegawai Kementerian Keuangan, angTerlepas dari kasus yang akhirgap saja hal tersebut sebagai batu uji- an bagi segenap jajaran Kementerian akhir ini terjadi, kita semua percaya Keuangan. Bahkan seharusnya, ujian bahwa masih sangat banyak pegawai tersebut semakin menguatkan tekad Kementerian Keuangan yang memijajaran Kementerian Keuangan untuk liki good integrity. Untuk menjaga hal mengimplementasikan BSC hingga tersebut, maka salah satu pilihan pa level terbawah yakni tingkat pelak- ling tepat yang tersedia saat ini adalah sana. Kalaupun ada anggapan bahwa menerapkan konsep BSC hingga level penerapan BSC telah gagal dengan terbawah. Dengan akuntabilitas ki ditemukannya kasus penyimpangan nerja yang jelas, nyata dan terukur, tersebut, maka kondisi tersebut dapat maka integritas pegawai secara berdipahami sebagai proses pembangu- kesinambungan akan terbina dan ter nan dan pengembangan, baik dari jaga dengan baik. Arif Kurniadi sisi cascading maupun pembentukan dukungan infrastrukturnya.
Buletin Kinerja - Edisi 4/2010
Klinik Kinerja
MENGENAL TAMPILAN LOGIN DAN HALAMAN MUKA
P
ada edisi yang lalu, sudah dijelaskan pentingnya otomasi Manajemen Kinerja dengan menggunakan software. Sudah dijelaskan juga sekilas kegunaan dari software aplikasi Ba lanced Scorecard (BSC) ini. Sekarang kita akan memulai menjelajahi software aplikasi BSC. Kita akan mulai tahapan-tahapannya dari awal. Aplikasi ini menggunakan browser Internet Explorer (IE) versi 6 ke atas. Jangan lupa untuk memberi centang pada kotak pilihan “Bypass proxy server for local addresses”, atau set no proxy dengan cara menghilangkan centang pada semua pilihan LAN Settings browser Anda. LAN Settings dapat dibuka dengan cara meng-klik Tools–Internet Options-ConnectionsLAN Settings. Ketik http://iku.depkeu. go.id/views jika Anda menggunakan jaringan intranet Kementerian Keuangan yang dikelola Pusintek. Apabila Anda menggunakan intranet unit Anda sendiri, gunakan alamat yang diberikan oleh pengelola
Buletin Kinerja - Edisi 4/2010
kinerja unit Anda. Sebagai contoh, Ditjen Perbendaharaan mengguna kan alamat http://iku.perbendaharaan.go.id/views. Untuk pengguna IE 8, kadang-kadang akan muncul pesan error. Jangan khawatir, klik saja “OK”, koneksi akan kembali berjalan seperti biasa. Setelah itu akan tampil halaman Login.
pilih Database yang dikehendaki. Default database sudah mengarahkan Anda pada database terbaru yang digunakan. Biasanya database lain yang tersedia berkaitan dengan peta strategi dan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang sudah direvisi dan digantikan dengan yang terbaru serta database bawaan software. Apabila Anda mengisi halaman Login ini dengan
Isikan Login Name dan Password yang sudah Anda miliki. Kemudian
benar, Anda akan diantarkan menuju Halaman Muka. Halaman Muka adalah dashboard software aplikasi yang menampilkan menu-menu yang ada pada aplikasi, yaitu: Views, Maps, Books, Reports, Information Links, dan Links. Penjelasan tentang masing-masing fitur telah dimuat pada Buletin Kinerja edisi 2 yang lalu. Menu-menu ini akan dibahas secara detil pada edisi-edisi yang akan datang. Luthfie Akmal M
7
Profil
Arif Kurniadi, Manajer Kinerja DJPB TRANSFER OF KNOWLEDGE PENTING UNTUK MEMASTIKAN KESINAMBUNGAN IMPLEMENTASI BSC
P
ada awal penerapan Balanced Scorecard (BSC) di tahun 2008, kami, para pengelola BSC, masih bingung karena yang menyusun pertama kali adalah para pejabat eselon I dan konsultan. Apalagi, BSC juga merupakan ilmu baru di sektor pemerintahan, sehingga cukup sulit bagi kami untuk memahaminya. Saat itu, kami masih ragu apakah Indikator Kinerja Utama (IKU) yang ditetapkan sudah mencerminkan lag indicators (output/outcome) atau bukan, bagaimana mekanisme penyampaian pelaporannya, bagaimana cara mengisi capaian kinerja, serta bagaimana cara mengukurnya. Karena belum ada Tim Pengelola IKU, pengelolaan implementasi BSC pun lebih bersifat informal. Dari sisi internal Ditjen Perbendaharaan (DJPB), di awal implementasinya, masih banyak yang belum menyadari bahwa BSC ini dimonitoring setiap kuartal. Pelaporan monitoring masih dilakukan seadanya karena belum ada prosedur yang tetap terkait pelaporan dari bawah. Secara umum, pada tahun 2008, kami sendiri masih mencari bagaimana bentuk Depkeu-One DJPB yang benar. Awalnya kita serahkan dan percaya saja dengan konsultan untuk menyusun Depkeu-One dan Two. Setelah selesai disusun, kemudian dipresentasikan hasilnya melalui Focus Group Discussion (FGD) ke Direktur Jenderal Perbendaharaan dan para direktur. Hasilnya, ternyata banyak terdapat kelemahan di sana-sini, tidak align, serta secara substansi kurang co-
8
cok. Akhirnya, Bagian Organisasi dan Tata Laksana (OTL) ditunjuk oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk
mengawaki pengelolaan IKU di DJPB. Tim pengelola IKU juga telah menjadi solid dan konsultan akhirnya “ngikut” saja. Berkat jasa tim tersebut, akhirnya kita dapat menyusun Depkeu-One dan Depkeu-Two. Tetapi pada waktu itu, IKU kami masih terlalu banyak, karena kami belum berbicara efektivitasnya, yang penting scorecard-nya ada dulu. Tahun 2009, Tahun Penyempurnaan Pada awal tahun 2009, berdasarkan hasil evaluasi, para pengelola BSC, baik pengelola di Pushaka selaku Strategy Management Office (SMO) maupun para manajer kinerja unit eselon I, menyadari bahwa banyak IKU yang sudah tidak relevan dan tumpang tindih. Akhirnya, dilakukanlah penyempurnaan (refinement) Depkeu-Wide.Implikasinya adalah, IKU DJPB di Depkeu-Wide mengalami penyempurnaan juga diantaranya dengan memunculkan IKU baru seperti “persentase tingkat akurasi
Profile Manajer Kinerja Nama
Arif Kurniadi
Tempat tanggal lahir
Jakarta/ 2 November 1972
Nama Isteri
Chaeriyah
Nama Anak
1. Hayatuhzzahrah Taqiyyah 2. Fithra Arkan 3. Moh. Fatih Farhan
Riwayat Pendidikan
D III Akuntansi, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara D IV Akuntansi, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
Pengalaman Kerja
1. Pelaksana pada Seksi Verifikasi dan Pelaporan Keuangan, KAR, Jayapura (2000-2002) 2. Pelaksana pada Subbag Pembakuan Prestasi dan Sarana Kerja (PPSK) Bagian OTL, SetDitjen Perbendaharaan (2005-2009) 3. Kasubbag Evaluasi Hasil Pemeriksaan dan Kinerja, Bagian OTL, SetDitjen Perbendaharaan (2009-sekarang)
Hobby
Membaca, Futsal, dan Diskusi
Buletin Kinerja - Edisi 4/2010
Profil perencanaan kas” dan “jumlah penerimaan remunerisasi atas penyimpa nan, penempatan, dan investasi jangka pendek (Idle Cash KUN)”. DJPB juga telah melaksanakan pelatihan BSC baik di level Kanwil maupun KPPN.Ini merupakan antisipasi penyiapan SDM, karena pada tahun 2011 BSC harus di-cascade sampai dengan level individu. Manajer Kinerja tidak hanya bertugas memantau pengukuran kinerja saja tetapi juga harus berfikir sebagai perencana strategis, bagaimana menerjemahkan visi ke dalam aktivitas. Pengelolaan IKU di Lingkungan DJPB telah ditetapkan melalui KepDirjen Nomor 202/PB/2009 dan di-launching pada saat Rapim bulan Oktober 2009 yang dihadiri oleh seluruh pejabat eselon II dan kepala KPPN. Didalam KepDirjen tersebut diatur lebih rinci tentang mekanisme dan struktur pengelola IKU. Lebih lanjut, keputusan tersebut diperbaharui dengan KepDirjen Nomor 70/ PB/2010. Target Implementasi BSC Tahun 2010 Untuk mengejar target penyelesaian Depkeu-Three di bulan Juli 2010, kami terus meningkatkan capacity building di seluruh unit eselon III. Kami bekerja sama dengan Bagian Pengembangan SDM untuk membuat program Capacity Building BSC. Program tersebut dilaksankan sejak akhir bulan Maret 2010 sampai dengan Bulan Mei 2010. Selain itu, kami juga telah menyusun buku laporan perkembangan BSC dan didistribusikan pada saat Rapim DJPB tanggal 8 - 9 April 2010. Pada Rapim tersebut juga dilakukan sosialisasi BSC dalam rangka meningkatkan awareness pimpinan terhadap implementasi BSC.
Pengelolaan IKU di Lingkungan DJPB telah ditetapkan melalui KepDirjen Nomor 202/PB/2009 dan di-launching pada saat Rapim bulan Oktober 2009 yang dihadiri oleh seluruh pejabat eselon II dan kepala KPPN bahwa dalam bekerja itu ada targetnya, kemudian diukur, dievaluasi, dan di laporkan maka Kementerian Keuangan telah selangkah menuju Strategy Focus Organization. Dari sisi skill set, diharapkan setiap pegawai mengerti bahwa BSC itu berbeda dari alat ukur kinerja lainnya, lebih mudah, lebih komprehensif, lebih fleksibel, dan lebih terukur. BSC ternyata dapat menjadi alat change management dan merubah mind set dalam melakukan pekerjaan seharihari. Sebagai contoh, Direktorat Pengelolaan Kas Negara yang semula aktivitasnya terpaku pada hal-hal yang bersifat administratif sekarang lebih mengarah ke cash management. Selain itu, muncul juga beberapa hal baru se perti adanya MoU dengan Bank Indonesia terkait dengan remunerisasi Idle Cash KUN di Bank Indonesia, terbitnya PMK Nomor 192/PMK.05/2009 tentang Perencanaan Kas, yang mengimplikasikan mulai ter tibnya perencanan kas. Untuk pelaya nan quick win terkait dengan penerbitan SP2D, sewaktu pertama kali dilaporkan oleh KPPN capaiannya masih kurang memuaskan tetapi di kuartal kedua tahun 2009 sudah mulai lebih baik. Dampak implementasi BSC terlihat pada pembenahan SPAN, manajemen investasi, pengelolaan kas, sampai dengan masalah pertanggungjawaban LKPP. DJPB juga telah melakukan evaluasi internal terhadap capaian kinerja seperti halnya dalam rapat pembahasan Depkeu-Wide.
Dampak Implementasi BSC Selama ini BSC masih dipandang sama dengan LAKIP, apalagi tidak ada mekanisme reward dan punishment terhadap implementasinya. Kami berharap Pushaka selaku pengelola IKU di level Depkeu-Wide dapat mendorong rea Tantangan Implementasi BSC lisasinya. Jika setiap pegawai berfikir Tantangan pasti ada, pertama, dari
Buletin Kinerja - Edisi 4/2010
sisi SDM kita yang masih lemah terutama pemahaman konsep BSC secara utuh. Oleh karena itu, kami memperbanyak kegiatan capacity building dengan bentuk sosialisasi maupun workshop. Kedua, dari sisi pengelolaan IKU dimana kami rencanakan untuk menyempurnakan aturan pengelolaan IKU, membuat SOP, dan mengagendakan pelaporan capaian kinerja setiap 3 bulan bagi setiap eselon II dalam rangka monitoring dan evaluasi. Ketiga, terkait dengan masalah internalisasi, kami akan memanfaatkan website dan buletin untuk meng-update segala informasi tentang implementasi BSC. Kami juga mencoba untuk membudayakan istilah-istilah BSC, seperti dashboard, traffic light, trajectory, dan lainnya agar lebih familiar bagi pegawai. Kemudian, sesuai dengan rencana Pushaka, kami juga akan membuat pilot project cascading BSC sampai dengan level individu. Di DJPB, unit yang akan ditunjuk adalah Direktorat Pelaksanaan Anggaran, dengan alasan karena pekerjaannya yang relatif homogen serta dari sisi kesiapan sumber daya. Sebagai Manajer Kinerja, tan tangannya adalah dari diri sendiri karena pekerjaan kita bukan hanya mengelola BSC saja, ada risk manajemen, renstra, road map, SOP, dan lainnya. Akan tetapi, kita jalankan saja dengan terus mengoptimalkan resources yang ada. Saya berharap agar semangat kita tidak luntur dan terus melakukan transfer of knowledge kepada sesama manajer kinerja maupun pegawai sehingga yang pintar tidak hanya segelintir orang saja dan kontinuitas implementasi BSC masih dapat terus berjalan. Tantangan lainnya, karena di DJPB manajer kinerjanya adalah eselon IV sementara di tempat lain adalah eselon III terkadang timbul tantangan psikologis. Namun, karena sesuai dengan amanah pimpinan maka saya akan terus menjaga amanah tersebut.
9
Wawancara
"POTONG KANKER": OPERASI RADIKAL MENUJU PENINGKATAN KINERJA "Semangat reformasi adalah bagaimana kita dapat mewujudkan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat" (Herry Purnomo)
D
irektorat Jenderal Perbendaharaan merupakan salah satu unit yang sangat serius dalam melaksanakan reformasi birokrasi. Inilah yang menarik perhatian Tim Buletin untuk menggali lebih dalam cerita di balik perjalanan reformasi di unit ini. Berikut petikan wawancara Tim Buletin Kinerja dengan Direktur Jenderal Perbendaharaan. Apa saja yang telah dilakukan DJPB sebagai salah satu unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi? Pada dasarnya, ada beberapa langkah yang sudah dilakukan terutama terkait dengan organisasi dan SDM. Pertama, kita lakukan penataan organisasi sesuai semangat reformasi, khususnya untuk kantor pelayanan. Semangat reformasi adalah bagaimana kita dapat mewujudkan pelayanan yang terbaik
10
bagi masyarakat, maka secara bertahap organisasi ini kita tata dulu. Pembentukan KPPN Percontohan sebagai kantor yang akan memberikan pelayanan terbaik se bagai quick win dalam rangka reformasi birokrasi di DJPBN. Organisasinya dibuat dengan prinsip modern, melalui pemanfaatan IT dan penyederhanaan prosedur. Prosedur yang pada awalnya panjang, tidak jelas, dan tidak transparan ditata hingga menjadi sederhana, jelas, dan ditunjang dengan IT. KPPN merupakan ujung tombak kami, maka kita tata itu terlebih dahulu dengan membuat KPPN Percontohan. Kedua, kita membenahi SDMnya. SDM kantor pelayanan sebelum reformasi pada umumnya memiliki mindset lama, maka mulai tahun 2007 kita “potong kanker” istilahnya. Kita benahi SDM, dikurangi jumlahnya dengan menyesuaikan load pekerjaan dan produktivitas. Kita adakan assesment untuk pegawai KPPN Percontohan itu, untuk memperoleh awak yang kredibilitasnya tinggi mulai dari Kepala Kantor, Kepala Seksi, sampai dengan pelaksana. Assessment meliputi soft competency dan hard competency. Ketiga, mengubah layout kantor, orang yang datang ke kantor dilayani di front office, menyerahkan SPM, langsung diperiksa di situ dengan kepastian diterima atau ditolak. Persyaratan yang menjadi lampiran SPM juga diubah menjadi sangat sederhana, hanya 2-3 lembar. Dukungan IT juga sangat pen ting. Di front office, petugas bisa buka aplikasi dan mengecek ketersediaan pagu dan jenis belanja, serta kelengkapan persyaratan lainnya, selanjutnya SPM diproses di middle office. Ini mempercepat proses dari 8 jam menjadi 1 jam. Dan yang lebih revolusioner lagi, kartu pengawasan kredit yang berupa hardcopy sudah tidak ada lagi. Jadi tidak ada lagi istilah raja-raja kecil yang memegang kartu pengawasan, seksi basah dan kering, sehingga tumbuh suasana kerja yang nyaman dan kondusif.
Adakah hambatan yang muncul dalam melakukan perubahan ini? Pada awalnya hambatan terutama muncul dari mereka yang tidak lulus assessment untuk KPPN Percontohan. Secara berseloroh kelompok teman-teman ini menamakan dirinya KORPRI atau korban prima. Mereka tidak masuk ke KPPN Percontohan yang awalnya akan diberi nama KPPN Prima dan merasa tersisih. Perasaan tersisih muncul dengan berbagai alasan, ada yang merasa mampu tapi tidak lulus tes, tapi ada juga dengan alasan kehilangan sumber tambahan pendapatan melalui cara yang tidak benar dan lebih besar dari remunerasi yang diberikan setelah reformasi birokrasi. Kemudian kita memberikan penjelasan bahwa perubahan ini tidak merugikan siapapun, kecuali yang tidak mau berubah mindset dan perilakunya. Yang tidak masuk KPPN Percontohan ditugaskan di Kanwil atau KPPN lain, tidak ada yang dipecat, dan juga diberi remunerasi. Butuh waktu sekitar 1 tahun hingga hal ini diterima. Apa rencana selanjutnya untuk KPPN non-percontohan? Target saya adalah tahun 2010 ini melaksanakan SOP Percontohan di seluruh KPPN. Artinya, KPPN Percontohan maupun KPPN non-Percontohan memberi pelayanan yang sama, yaitu 1 jam. KPPN Percontohan ada 37, jadi ada sekitar 141 KPPN non-Percontohan yang harus mengaplikasikan SOP dan standar Percontohan. Kedua jenis KPPN ini masih memiliki beberapa perbedaan,terutama dalam kuantitas SDM. Kita mendorong para Kakanwil untuk menerapkan SOP Percontohan pada KPPN non-Percontohan. Sekarang terjadi perubahan di KPPN non-Percontohan, yang tadinya belum punya front office berlomba-lomba mengubah tampilan kantor. Tapi yang paling penting yang perlu dilakukan adalah perubahan mindset. Muncul perta nyaan menyangkut remunerasi KPPN Percontohan yang lebih tinggi daripada KPPN non-Percontohan. Tapi saya belum melakukan perubahan pada remunerasi karena memang masih terdapat perbedaan yang mendasar antara dua jenis KPPN. KPPN Percontohan produktivitasnya lebih tinggi jika dilihat dari jumlah pegawai. Kemudian SDM KPPN Percontohan sudah melalui assessment, sedangkan SDM KPPN non-Percontohan adalah yang sudah ada. Saat ini, kita sedang melakukan kajian terhadap kantor-kantor non-percontohan yang remunerasinya akan disamakan dengan percontohan.
Buletin Kinerja - Edisi 4/2010
Wawancara Sebagai gambaran, kita punya kantor-kantor di beberapa kota kecil atau terpencil, khususnya luar jawa. Jumlah pegawai di KPPN tertentu relatif sedikit,sekitar 15 orang bahkan kurang. Untuk kantor-kantor seperti itu, kita minta jaminan dari Kakanwil bahwa dengan jumlah SDM yang terbatas bisa menangani pekerjaan dengan produktivitas yang tinggi disertai perubahan mindset, sebelum kita berikan remunerasi setara KPPN Percontohan. Langkah ini sekaligus sebagai bentuk penghargaan kepada SDM yang ditempatkan pada kantor-kantor terpencil seperti di Wamena, Nabire, Tahuna, dan Saumlaki. Dari pengamatan saya mereka juga memiliki semangat yang luar biasa untuk melakukan perbaikan. Bagaimana tanggapan stakeholder seperti satker atas perubahan ini? Sangat positif. Satker sangat mendukung perubahan ini, walaupun masih ada yang mengekspresikan ketidakyakinan. Saya minta agar para Kepala Kanwil mengadakan dialog dengan satker. Jelaskan bahwa tidak ada lagi yang akan mempersulit satker, karena prosedur sudah transparan, persyaratan lampiran SPM sudah minimal, kontak dengan petugas KPPN dibatasi di front office. Langkah-langkah apa saja yang telah ditempuh dalam rangka mengkomunikasikan strategi DJPB ke seluruh pegawai? Berbicara tentang penerapan Balanced Scorecard (BSC) pelaksanaannya dilakukan secara berjenjang. Pada tahap awal, mengadakan ikatan antara Dirjen dan Eselon II di pusat melalui penandatanganan kontrak kinerja. Untuk memudahkan pengelolaan, di kantor pusat di-manage oleh Sekretaris DJPB dan menunjuk Manajer Kinerja di tiap Direktorat. Proses ini juga didukung dengan sosialisasi internal. Tahapan selanjutnya berkembang ke tingkat Kanwil dan KPPN.Kita melakukan sosialisasi berisi penjelasan tentang arah BSC kepada para Kepala Kanwil. Faktor Kepala Kanwil sangat berpengaruh. Kalau Kepala Kanwil dapat memahami esensinya dengan baik, maka akan dapat mendorong dan menularkannya sampai ke KPPN. Sosialisasi berisi pemahaman mengenai Balanced Scorecard menjadi penting antara lain sebagai tools untuk memonitor pencapaian target dan menyusun action plan untuk mengejar target yang belum tercapai. Hal-hal apa saja yang mempengaruhi penambahan IKU dalam Kontrak Ki
Buletin Kinerja - Edisi 4/2010
nerja yang ditandatangani Bapak dengan Menteri Keuangan tanggal 19 Februari 2010? Pertama, kita menyadari bahwa ada beberapa tugas DJPB yang perlu ditonjolkan sehingga jumlah IKU menjadi 39. Kita juga melakukan penajaman dan pengkajian target masingmasing Direktorat, Kanwil, dan KPPN. Namun demikian IKU dan target yang dipilih harus realistis dan bisa di-manage. Sebagai contoh IKU terkait Opini BPK atas LKPP. Pada awal perumusan, target IKU ini adalah menghilangkan disclaimer. Target ini sulit dicapai karena sangat bergantung pada K/L. Akhirnya kita pilih IKU yang lebih realistis dan bisa di-manage karena tugas pokok DJPB adalah memberikan pembinaan dan bimbingan dalam bidang akuntansi kepada K/L. Sehingga yang dijadikan IKU adalah jumlah K/L yang mendapat opini WDP dari BPK. Selanjutnya, kita menambahkan IKU terkait teknologi informasi di DJPB yaitu proses pengembangan SPAN karena termasuk salah satu pekerjaan besar DJPB yang harus dimonitor dan diukur target penyelesaiannya. Tahun 2010 ini merupakan tahun ketiga penerapan BSC di lingkungan Kementerian Keuangan. Adakah hambatan khusus dalam implementasi BSC di unit yang Bapak pimpin? Pertama, hambatan muncul dari ketidakpahaman tentang konsepsi BSC itu sendiri. Apalagi orang berpendapat, itu kan pendekatan di perusahaan, apakah sesuai dengan institusi pemerintahan. Resistensi seperti ini yang sering dihadapi. Kedua, yaitu kurangnya komitmen level pimpinan pada jenjang-jenjang dibawah terhadap penerapan BSC. Kalau level pimpinan bisa memahami konsep BSC dengan baik, akan sangat membantu kelancaran penerapannya. Memang saya harus take the lead, khususnya untuk mengingatkan pejabat eselon II karena mereka sudah sangat sibuk dengan pekerjaan rutin sehingga pekerjaan monitoring sering terabaikan. Jadi hambatan dalam penerapan BSC adalah lebih kepada masalah pemahaman dan leadership Apa harapan Bapak atas implementasi BSC khususnya pada unit yang Bapak pimpin? Apakah dampaknya sudah se perti yang Bapak harapkan? Implementasi BSC diharapkan dapat memberikan manfaat lebih besar dalam peningkatan kinerja organisasi. Individu/SDM sangat menentukan langkah gerak organisasi,karena itu perlu diaplikasikan ukuran kinerja indi-
vidu. Melalui pengukuran kinerja individu, reward and punishment mudah dilaksanakan. Remunerasi bisa dapat dengan jelas diberikan. Selama ini kinerja individu kurang diperhatikan karena belum ada ukuran yang jelas. Kalaupun ada, ukuran tersebut masih diperdebatkan. Sebagai contoh grading yang diberikan ke pegawai belum memperhatikan tanggung jawab dan beban kerja individu. Orang dengan beban kerja yang berbeda mendapatkan remunerasi yang sama. Terkait dampaknya, maka dari monitoring yang kita lakukan berdampak positif. Jika ada capaian yang masih merah, kita identifikasi penyebabnya, selanjutnya kita menentukan action plan untuk memperbaikinya. Tahun ini ada beberapa unit yang dijadikan pilot project cascading sampai level individu. Apa saran Bapak atas implementasi BSC, agar tool ini bisa lebih membumi bagi seluruh pegawai Kemenkeu dari level atas sampai dengan level bawah? Saya kira proses cascading ini perlu percepatan sampai ke level pelaksana. Saya sependapat dengan adanya pilot project. Namun, perlu diperhatikan lagi nature pekerjaan antara masing-masing unit Eselon I. Belum tentu replikasi detail sampai ke bawah di satu unit eselon I, bisa menjadi template bagi unit lain di eselon I yang sama, apalagi dengan eselon I lain. Seperti di DJPB sendiri, pekerjaan di Kanwil berbeda dengan KPPN. Demikian juga untuk unit eselon II Pusat (Direktorat), nature pekerjaannya berbedabeda sehingga template cascading akan bervariasi. Sebagai contoh Direktorat PKN berbeda dengan Dit. PPK-BLU, Dit. SMI dan direktorat lainnya. Bagaimana pendapat dan saran Bapak tentang Buletin Kinerja yang diterbitkan? Secara umum sudah baik, hanya mungkin perlu menggunakan bahasa ilmiah populer agar mudah dipahami pembaca. Buletin juga perlu memuat informasi tentang penerapan BSC masing-masing unit eselon I sebagai komparasi. Di samping itu, media sosia lisasi ini tidak hanya buletin saja, tetapi juga perlu dimasukkan dalam web Kementerian Ke uangan agar semua pegawai mudah dan cepat dalam mengakses informasi kinerja. Saat ini, DJPB sedang merubah tampilan website perbendaharaan dan saya berharap ada satu pojok tentang diskusi mengenai masalah BSC. Azhar dan Misni
11
Artikel
KONTRAK KINERJA, "Kendaraan Transparansi" untuk Meningkatkan Kepercayaan Publik
M
elaksanakan reformasi birokrasi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ibarat berlayar, perahu reformasi harus mampu menghadapi segala hambatan seperti ganasnya gelombang, bahkan badai. Hambatan dapat dipicu dari faktor eksternal maupun internal. Seperti akhir-akhir ini, perahu reformasi yang dinakhodai Menteri Keuangan (Menkeu) menghadapi hambatan yang dipicu faktor internal. Integritas sumber daya manusia Kementerian Keuangan (Kemkeu) dipertanyakan oleh publik setelah terungkapnya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh seorang oknum pajak Gayus Tambunan. Nafsu keserakahan untuk memperkaya diri dengan cara yang tidak semestinya, telah menodai reformasi.
12
Pada suatu kesempatan Rapat Monitoring Capaian Kinerja Kuartal II Tahun 2009, Menkeu pernah menyatakan bahwa para pimpinan Kemkeu harus punya sensitifitas terhadap KKN, “don’t take it for granted and don’t let your aparat menghadapi hal ini sendiri karena kalau mengharapkan ketegaran mereka maka sebenarnya ini meletakkan risiko yang terlalu besar kepada para pegawai. Kita seharusnya memimpin, memberikan contoh, memberikan encouragement bahkan melarang partner luar untuk merusak aparat kita. Dan katakan tegas ‘you really mean it’ apabila orang tersebut masih mencoba melakukan bribery. Kalau perlu larangan itu dibuat secara tertulis.” Realitanya, seorang Gayus telah mencemari perjuangan reformasi birokrasi. Maka tidak ada cara lain untuk
Indikator Kinerja dengan targetnya dituangkan dalam sebuah dokumen “Kontrak Kinerja” dan ditandatangani oleh pihak yang berkepentingan. mengembalikan kepercayaan publik kecuali dengan optimalisasi kinerja. Sehingga penetapan indikator kinerja beserta targetnya menjadi hal yang krusial. Indikator Kinerja dengan targetnya dituangkan dalam sebuah dokumen “Kontrak Kinerja” dan ditandatangani oleh pihak yang berkepentingan. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 12/KMK.01/2010 tentang Pengelolaan Kinerja di Ling kungan Departemen Keuangan menjelaskan bahwa Kontrak Kinerja merupakan
Buletin Kinerja - Edisi 4/2010
Artikel contoh IKU dalam kontrak kinerja antara Pimpinan Unit Eselon I dengan Menkeu Tahun 2010 NO
Pimpinan Unit Eselon I
IKU
Target 2010
1.
Sekretaris Jenderal
Indeks Laporan Keuangan Kemkeu
3 (WDP)
2.
Dirjen Anggaran
Tingkat akurasi exercise I-account
91%
3.
Dirjen Pajak
Persentase pertumbuhan realisasi penerimaan pajak (non PPh migas)
18,47%
4.
Dirjen Bea dan Cukai
Persentase jumlah penerimaan bea dan cukai
100%
5.
Dirjen Perbendaharaan Negara
Jumlah penerimaan remunerasi atas penyimpanan, penempatan dan investasi jangka pendek
Rp 3000 Miliar
6.
Dirjen Kekayaan Negara
Nilai kekayaan negara yang diutilisasi
Rp 934 M
7.
Dirjen Perimbangan Keuangan
Persentase jumlah kebijakan yang direalisasikan
8.
Dirjen Pengelolaan Utang
Pemenuhan target pembiayaan melalui utang
9.
Inspektur Jenderal
Indeks opini BPK atas LK BA 15, BUN, dan BA 999
10.
Ketua Bapepam-LK
Jumlah emiten baru sesuai target
11.
Kepala BKF
Persentase rekomendasi kebijakan yang diterima sebagai kebijakan
90%
12.
Kepala BPPK
Persentase jam pelatihan pegawai terhadap jam kerja Kemkeu
3,13%
dokumen kesepakatan antara atasan langsung dengan bawahan dalam menetapkan target kinerja dalam periode satu tahun dan merupakan wujud transpa ransi kinerja Kemkeu kepada publik. Menurut Commonwealth Secretariat (1995), alasan munculnya Kontrak Ki nerja antara lain: 1. Pengaruh yang kuat dari International Financial Agencies (IFAs) yang menyatakan bahwa Kontrak Kinerja merupakan elemen penting dalam reformasi di organisasi sektor publik; 2. Kontrak Kinerja dapat menjelaskan tujuan dari organisasi sektor publik; 3. Organisasi sektor publik dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan; dan 4. Untuk memperbaiki kinerja orga nisasi publik pada periode sebelumnya. Pimpinan Unit Eselon I dan II Kemkeu mulai melaksanakan Kontrak Kinerja pada tahun 2009. Seluruh Indikator Ki nerja Utama (IKU) Pimpinan Unit Eselon Buletin Kinerja - Edisi 4/2010
100% 100% (Rp 199,94 T) 3,07 25
I yang dikontrakan dengan Menkeu sejumlah 74 IKU. Tidak semua IKU Pimpinan Unit Eselon I dikontrakkinerjakan dengan Menkeu. Hanya IKU yang dicascade secara langsung dari IKU Menkeu yang dikontrak kinerjakan. Dari 74 IKU tersebut terdapat 9 IKU yang belum mencapai target yang ditetapkan dalam Kontrak Kinerja. Setiap triwulanan, Pimpinan Unit Eselon I menyampaikan capaian kinerja kepada Menkeu dalam Rapat Forum Staf Ahli (Forsa). Pada kesempatan itu, Menkeu memberikan arahan kepada Pimpinan Unit Eselon I tentang strategi serta evaluasi capaian kinerja. Untuk tahun 2010, semua IKU Pimpinan Unit Eselon I dan II dikontrakkinerjakan. Sehingga jumlah seluruh IKU Pimpinan Unit Eselon I Kemkeu adalah 330 IKU. Seluruh pimpinan unit eselon I memiliki beberapa IKU yang sama pada learning and growth perspective yaitu persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan, jumlah pegawai yang dijatuhi hukuman disi plin sedang dan berat, serta persentase jam pelatihan pegawai terhadap jam
Kontrak Kinerja tidak hanya berhenti setelah ditetapkan. Yang lebih penting adalah bagaimana kinerja dijalankan untuk mencapai target kinerja. kerja. IKU tersebut digunakan untuk mengukur tercapainya sasaran strategis pengembangan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi. Sasaran strategis ini menunjukan bahwa pegawai Kemkeu sangat berperan penting dalam mewujudkan integritas dan kompetensi, yang erat kaitannya dengan reformasi birokrasi. IKU lain yang sama adalah persentase penyelesaian penataan orga nisasi dan persentase penyerapan DIPA. Maksud penyamaan atau penyeragaman IKU adalah agar semua unit eselon I memiliki tujuan yang sama dalam mengelola sumber daya manusia, organisasi, dan anggaran. Kontrak Kinerja Kemkeu diperkuat dan didukung oleh Pakta Inte gritas yang menunjukkan komitmen para pimpinan Kemkeu dalam melaksanakan tugas dengan penuh integritas. Kontrak Kinerja tidak hanya berhenti setelah ditetapkan. Yang lebih pen ting adalah bagaimana kinerja dijalan kan untuk mencapai target kinerja. Apabila digambarkan dengan pekerjaan cleaning service, bukan kartu kendali yang diparaf di dalam toilet sebagai indikator keberhasilan kinerja, tetapi yang lebih menentukan adalah kebersihan toilet itu. Jadi, mari kita bangkit kembali dengan membuktikan kepada publik bahwa kita mampu menjadi institusi yang terus mereformasi diri melalui penca paian target kinerja yang telah kita janjikan dalam Kontrak Kinerja.
Puspita Idowati Rajagukguk
13
Selingan
Dapatkan 10 bingkisan menarik untuk 10 orang pemenang dengan mengirimkan jawaban beserta alamat lengkap (subject/perihal: Jawaban TTS) ke
[email protected] atau Bagian PEIKU Pushaka d/a Gedung Juanda I Depkeu Lantai 5, Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta 10710. Jawaban dapat kami terima paling lambat tanggal 26 Juni 2010. MENDATAR: 1. Organisasi kepanduan, 2. Standard Operating Procedure, 4. Rionald..........., Kepala PUSHAKA SETJEN, 5. Negara kita, 8. Pahlawan wanita Indonesia, 9. Pencapaian semakin tinggi semakin baik (English), 11. Kegiatan penjabaran Visi, 14. Sudut pandang, 19. Tidak sebentar, 20. Lupa ingatan, 22. Rencana Strategis MENURUN: 1. Rangkaian tindakan, 3. Pusat tata surya, 6. Petunjuk, 7. Kurun Waktu, 10. Pulau yang disengketakan dengan negara tetangga 12. Prinsip pedoman berperilaku, 13. Pengelola manajemen, 14. Sistem;cara kerja, 15. Dewi padi, 16. Kekasih Juliet, 17. Rencana kegiatan untuk mencapai sasaran, 18. Selesai (English), 21. bawah tangan
Bang IKU
Road to IKU
14
Buletin Kinerja - Edisi 4/2010
Selingan Lensa
Depkeu-Wide Strategy Map Refinement 10 Desember 2009
Langgeng Biro Humas
Penandatanganan Pakta Integritas Kemenkeu 14 April 2010
Foto |
Foto | Azhar Pushaka
Penandatanganan Kontrak Kinerja Kemenkeu 19 Februari 2010
Foto | Yoga Pushaka
Kegiatan Capacity Building Pengelola Kinerja 22-23 Maret 2010
Foto | Galih Itjen
Peristiwa
Pemenang TTS Edisi III Tahun 2009 1. Agus Dwiatmoko, Sekretariat Jenderal 2. Muhammad Iqbal Balatif, DJPU Jawaban TTS Edisi III Tahun 2009 Mendatar (1) DJA, (3) Rencana, (4) Lag, (5) Misi, (7) Mulyani, (10) Customer, (12) Norton, (14) Kinerja, (15) Output, (16) Strategi, (18) Semut, (19) Balanced Scorecard, (20) Jadwal, (21) Exact, (25) Average, (27) Itjen, (28) Afrika, (30) Tulip, (31) Reformasi, (32) Organisasi. Menurun (2) Alignment, (3) RI, (6) SMO, (7) MIT, (8) Stabilize, (9) Topdown, (10) Cascading, (11) ROI, (12) Anggaran, (13) Number, (17) Target, (18) Survei, (22) Simpeg, (23) Pajak, (24) CEO, (25) Venus, (27) India, (29) ROCE, (30) TVRI
Buletin Kinerja - Edisi 4/2010
15
Kinerja Mereka
BSC mengukur kinerja Optimal Ari Gemini, Kepala Seksi PDRD I B, Direktorat PDRD, DJPK
BSC mendorong kami untuk bekerja lebih baik karena ada target yang harus dicapai. Contohnya, salah satu IKU quick win kami, yaitu target evaluasi Ra
perda yang harus selesai dalam 15 hari kerja. Kemudian terdapat juga IKU tentang pembinaan Pemda dalam rangka menjalin komunikasi yang baik dengan Pemda serta dapat membuka pikiran mereka. Hubungan antara remunerasi, kinerja, dan BSC, di luar dari isu-isu yang berkembang saat ini adalah bahwa semenjak digulirkannya BSC terus terang kami sangat concern. Walaupun pada saat BSC pertama kali dimulai, timbullah pro dan kontra. Tetapi sekarang dengan adanya sosialisasi yang
sering kami sounding pada saat rapat internal di sini akhirnya muncul juga awareness dari bawah terhadap BSC. Secara tidak langsung,dengan adanya remunerasi sebenernya teman-teman sudah merubah sikap karena dengan adanya target di BSC tadi. Yang pasti di tempat kami sudah tidak ada lagi yang namanya meminta “bantuan” ke Pemda. Kita sudah ada mekanisme yang me-reduce hal tersebut. Intinya objektivitas evaluasi tetap kami jaga. Itu yang terpen ting.
M. Nafi, Kepala Seksi DBH SDA, Direktorat Dana Perimbangan, DJPK BSC telah membuat kami menjadi lebih cepat dan fokus. Pada tahap awal implementasinya, kami masih perlu beradaptasi. Dari sisi akurasi data, kami telah mencoba beberapa aplikasi dalam rangka untuk melakukan cross check. Tidak harus dalam bentuk yang mahal, cukup dengan Microsoft Excel. Dari aspek pelayanan, terutama kaitannya dengan IKU quick win, yaitu dalam rangka melayani pihak eksternal yang dibagi ke dalam 3 layer yaitu pimpinan, Pemda, dan akademisi. Masyarakat di daerah juga
bisa melakukan pengaduan kepada kami terkait dengan penyaluran DBH melalui program pengaduan. Misalnya, ada DPRD yang memberikan informasi kurang jelas, masyarakat di daerah bisa meminta kejelasan kepada kami by phone maupun melalui surat. Bahkan jika ada NGO atau LSM yang “membandel” dengan menjadi calo, biasanya masyarakat sering minta kejelasan kepada kami. Jangan sampai mereka menjadi korban penipuan.
Muhdi, Kepala Seksi Bantuan Teknis, Direktorat Pengelolaan Kas Negara, DJPB BSC adalah bagian dari scientific method untuk mengetahui perkembangan kinerja dari organisasi dan diperlukan dalam upaya untuk memotret kinerja suatu orga nisasi. BSC bersifat ilmiah dengan menggunakan ukuran terukur sehingga menjadi suatu bahan acuan bagi organisasi atau pejabat untuk merealiasikan target yang sudah
ditetapkan. Di sisi lain BSC mampu memberikan suatu motivasi yang baik serta menumbuhkan inovasi dalam rangka pencapaian target. BSC juga dapat mendorong terciptanya kompetisi, baik dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri. Itu adalah langkah awal untuk menciptakan suatu budaya kerja yang lebih baik.
Lala Fadilah, Kasubbag Ketatalaksanaan II B, Biro Organta, Sekjen Dalam 3 bulan terakhir ini, kami disibukkan dengan penyusunan LAKIP. Sebenarnya, dalam reformasi birokrasi kita juga sudah punya tool pengukuran kinerja yaitu BSC. Surat dari MenPAN juga menghendaki agar kami mengakomodir BSC. Alhamdulillah, LAKIP yang kita susun sudah memadukan BSC dan IKU-nya pun sudah terukur. Kami juga ber usaha untuk menggali realisasi dan target yang dituangkan ke dalam RKT. Permasala
16
hannya kami belum mempunyai pola untuk memadukannya. Selain BSC, kami juga memadukan LAKIP dengan PBB. Di renstra kami memakai pola Bappenas, sedangkan di IKU kami menggunakan LAKIP dengan ukuran BSC. Alhamdulillah, LAKIP kita tahun 2008 mendapat ranking ke-4 dari seluruh K/L yang ada, naik dari ranking ke-7 pada tahun 2007. Sebenarnya dengan adanya BSC, kita menjadi lebih padu dan lebih fokus pertahunnya. Te rus terang pada saat awal penyusunan LAKIP,
salah satu hal yang dipersyaratkan selain SWOT adalah BSC.
Buletin Kinerja - Edisi 4/2010