perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LAPORAN KHUSUS
KAJIAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LINGKUNGAN (K3L) PADA PROSES BLASTING DI AREA PERTAMBANGAN BATUBARA PT. CIPTA KRIDATAMA JOBSITE MAHAKAM SUMBER JAYA KALIMANTAN TIMUR
Arief Aminuddin R.0008091
PROGRAM DIII HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit 2011to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PERUSAHAAN Tugas Akhir dengan judul : Kajian Penerapan Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan (K3L) pada Proses Blasting di Area Pertambangan Batubara PT. Cipta Kridatama Jobsite Mahakam Sumber Jaya Kalimantan Timur
Arief Aminuddin, NIM : R.0008091, Tahun : 2011 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Penguji Tugas Akhir PT. Cipta Kridatama Pada Hari ………….Tanggal ………….. 20 …….
OSHE Supervisor
Muhammad Saliman
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK KAJIAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LINGKUNGAN (K3L) PADA PROSES BLASTING DI AREA PERTAMBANGAN BATUBARA PT. CIPTA KRIDATAMA JOBSITE MAHAKAM SUMBER JAYA KALIMANTAN TIMUR Arief Aminuddin1, Sumardiyono2 dan Tarwaka3 Tujuan: Untuk mengetahui bagaimana penerapan manejemen risiko pada proses blasting di PT. Cipta Kridatama Jobsite Mahakam Sumber Jaya Kalimantan Timur, efektivitas penerapannya dan kesesuaiannya dengan OHSAS 18001:2007 klausul 4.3.1 “Hazard Identification, Risk Assessment And Determining Controls” dan ISO 14001:2004 klausul 4.3.1 “Enviromental aspects”. Metode: Kerangka pemikiran penelitian ini adalah bahwa aktivitas blasting di area pertambangan batubara mempunyai tingkat risiko tinggi yang dapat menyebabkan kecelakaan maupun penyakit akibat kerja. Penilaian risiko dan pengendalian dilakukan untuk mengelola bahaya agar tingkat risiko masuk dalam kriteria dapat diterima. Sedangkan untuk bahaya yang tidak diterima dilakukan pengendalian lanjutan agar tingkat risiko turun. Hal ini kemudian dievaluasi untuk dinilai efektifitasnya sehingga pengendalian dapat terlaksana dengan baik. Hasil: Penelitian ini dilaksanakan dengan metode deskriptif yang memberikan gambaran pelaksanaan manajemen risiko yang terdiri dari identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko. Pengambilan data ini dilakukan melalui observasi langsung ke lapangan, wawancara kepada karyawan serta studi kepustakaan. Data kemudian dibahas untuk mengetahui penerapan dan efektifitas manajemen risiko serta kesesuaiannya dengan peraturan perundangan dan standar identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko K3L (Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan). Simpulan: Perusahaan telah melaksanakan manajemen risiko dalam proses blasting secara efektif sesuai dengan OHSAS 18001:2007 Klausul 4.3.1 “Hazard Identification, Risk Assessment, And Determining Controls” dan ISO 14001:2004 Klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”. Kata kunci : Manajemen Risiko, Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko. 1.2.3 Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Alhamdulillah hirabbil ‘alamin, segala puja dan puji syukur tak henti-hentinya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayat-Nya yang tercurah untuk hamba-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan laporan khusus : “Kajian Penerapan Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3L) pada Proses Blasting di Area Pertambangan Batubara PT. Cipta Kridatama Jobsite Mahakam Sumber Jaya Kalimantan Timur”. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan pendidikan yang penulis tempuh di Program Studi D. III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan laporan ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. AA. Subijanto, dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta periode sampai dengan Mei 2011. 2. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., S.Pd – KR – FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Bapak Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp.Ok, selaku Ketua Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret periode sampai dengan Juni 2011. 4. Bapak Sumardiyono, SKM, M.Kes selaku selaku Ketua Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 5. Bapak Sumardiyono, SKM, M.Kes selaku Pembimbing I dalam penyusunan laporan ini. 6. Bapak Tarwaka, PGDip.Sc., M.Erg selaku Pembimbing II dalam penyusunan laporan ini. 7. Bapak Johannes Simanjuntak, selaku Coorporate OSHE Manager PT. Cipta Kridatama terima kasih telah memperkenankan penulis melaksanakan magang di PT. Cipta Kridatama site Mahakam Sumber Jaya. 8. Ibu Ermy Winarjati, selaku HRD and GA Manager PT. Cipta Kridatama yang telah menerima penulis untuk melaksanakan magang di PT. Cipta Kridatama ini. 9. Bapak Yoedi Winandar, selaku Project Manager PT. Cipta Kridatama site Mahakam Sumber Jaya yang telah menerima dan memperkenankan penulis untuk magang selama 3 bulan di PT. Cipta Kridatama site Mahakam Sumber Jaya. 10. Bapak Muhammad Saliman selaku Safety Supervisor sekaligus pembimbing I di perusahaan, terima kasih banyak atas bantuan dan bimbingannya. 11. Seluruh keluarga besar PT. Cipta Kridatama site Mahakam Sumber Jaya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu terima kasih atas bimbingannya. 12. Ayah dan Bunda terima kasih atas untaian doa, dukungan dan curahan kasih sayangnya yang tiada hentinya mengalir untuk penulis. 13. Ade terima kasih atas kesetiaan dan kesabaranmu memberi semangat dalam setiap langkahku. 14. Segenap keluarga besar angkatan 2008, semoga silaturahim kita terjalin sepanjang masa. commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penulis menyadari dalam penulisan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan penulis demi penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi penulis maupun pembaca. Surakarta, Mei 2011 Penulis,
Arief Aminuddin
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PERUSAHAAN .............................................
iii
ABSTRAK ......................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR .....................................................................................
v
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................
1
B. Rumusan Masalah ......................................................................
4
C. Tujuan Penelitian ........................................................................
4
D. Manfaat Penelitian ......................................................................
5
BAB II LANDASAN TEORI .......................................................................
7
A. Tinjauan Pustaka ........................................................................
7
1. Tempat kerja ........................................................................
7
2. Aktivitas Kerja ....................................................................
8
3. Sumber Bahaya.....................................................................
8
4. Kecelakaan Kerja .................................................................
13
5. Prinsip Pencegahan Kecelakaan ........................................... commit to user
18
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Risiko Kecelakaan Kerja ......................................................
20
7. Keselamatan dan Kesehatan Kerja .......................................
22
8. Manajemen Risiko ................................................................
23
B. Kerangka Pemikiran ..................................................................
36
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................
37
A. Metode Penelitian ......................................................................
37
B. Lokasi Penelitian ........................................................................
37
C. Obyek dan Ruang Lingkup Penelitian........................................
37
D. Sumber Data ...............................................................................
38
E. Teknik Pengumpulan Data .........................................................
38
F. Pelaksanaan ...............................................................................
39
G. Analisa Data ...............................................................................
40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................
41
A. Hasil Penelitian...........................................................................
41
B. Pembahasan ................................................................................
59
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .............................................................
108
A. Simpulan .....................................................................................
108
B. Saran ...........................................................................................
111
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
112
LAMPIRAN
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Nilai Peluang .....................................................................................
55
Tabel 2. Nilai Frekuensi .................................................................................
55
Tabel 3. Nilai Keparahan.................................................................................
56
Tabel 4. Penggolangan Nilai Risiko ................................................................`
57
Tabel 5. Profil Bahaya dengan Pengendalian Belum Efektif ..........................
94
Tabel 6. Pengendalian Non Acceptable Bahaya Premature Blast...................
95
Tabel 7. Pencapaian Penerapan Klausul 4.3.1 OHSAS 18001 : 2007 ............
101
Tabel 8. Kriteria Pencapaian Klausul 4.3.1 OHSAS 18001 : 2007.................
102
Tabel 9. Pencapaian Penerapan Klausul 4.3.1 ISO 14001 : 2004 ..................
106
Tabel 10. Kriteria Pencapaian Klausul 4.3.1 ISO 14001 : 2004 .....................
107
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Teori Domino ...............................................................................
14
Gambar 2 Teori Gunung Es.............................................................................
21
Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran ...........................................................
36
Gambar 4. Bagan Proses Blasting di PT. Cipta Kridatama site Mahakam Sumber Jaya .........................................................
commit to user x
49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Form Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko K3L PT. Cipta Kridatama. Lampiran 2. HIRADC Drill & Blast Departement PT. Cipta Kridatama bulan Maret 2011. Lampiran 3. Flow Chart Prosedur Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko K3L PT. Cipta Kridatama.
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Industri pertambangan mengandung potensi dan faktor bahaya dengan risiko tinggi. Hal ini dapat mengancam dan menimbulkan kerusakan harta benda maupun korban cedera bahkan kematian. Perkembangan industri yang semakin pesat dengan menggunakan peralatan-peralatan yang modern dan canggih memberikan dampak risiko kecelakaan dan kerugian yang lebih besar. Setiap proses produksi, peralatan/mesin dan tempat kerja yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk, selalu mengandung potensi bahaya tertentu yang bila tidak mendapat perhatian secara khusus akan dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Potensi bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja dapat berasal dari berbagai kegiatan atau aktivitas dalam pelaksanaan operasi atau juga berasal dari luar proses kerja (Tarwaka, 2008). Sumber-sumber
bahaya
perlu
dikendalikan
untuk
mengurangi
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Untuk mengendalikan sumber-sumber bahaya, maka sumber-sumber bahaya tersebut harus ditemukan dengan melakukan identifikasi sumber bahaya potensial yang ada di tempat kerja (Suma’mur, 1993). Setelah sumber bahaya teridentifikasi, maka dilakukan penilaian tingkat risiko sumber bahaya terhadap tenaga kerja. Dari kegiatan tersebut maka commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
diusahakan suatu pengendalian sampai tingkat yang aman untuk tenaga kerja terhadap keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan. Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan produktifitas nasional dan dikeluarkannya. Keputusan Menteri
Pertambangan
dan
Energi
No.555K/26/MPE/1995
tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Pertambangan Umum. Hal ini merupakan bukti bahwa Pemerintah telah memberikan perhatian yang besar terhadap perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan dalam kegiatan industri khususnya dalam industri pertambangan. Prosedur identifikasi bahaya, penilaian risiko dan kontrol pengendalian telah masuk dalam persyaratan pemenuhan K3 secara internasional. Standar OSHAS 18001 : 2007 merupakan standar internasional yang mengatur pemenuhan sertifikasi persyaratan K3. Salah satu klausul yang termuat di dalamnya adalah klausul 4.3.1 yaitu “Hazard Identification, Risk Assessment, And Determining Controls. Yang menyebutkan organisasi harus menetapkan mengimplementasikan dan memelihara prosedur untuk melakukan identifikasi bahaya dari kegiatan yang sedang berjalan, penilaian risiko dan menetapkan pengendalian yang diperlukan. Standar yang lain adalah ISO 14001:2004, yang lebih spesifik untuk ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Di dalamnya terdapat klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects” menyebutkan bahwa organisasi harus menetapkan, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
mengimplementasikan, dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi aspek lingkungan kegiatan, produk dan jasa dalam lingkup sistem manajemen lingkungan serta menetukan aspek yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan. Dalam operasi penambangan batubara melibatkan berbagai proses pendukung. Proses blasting merupakan proses pendukung yang penting akan tetapi mempunyai potensi bahaya yang sangat besar. Aktivitas tersebut dapat mengancam keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, unit kerja maupun masyarakat sekitar area operasi penambangan. Sebuah makalah yang dibuat oleh peneliti dari US Mine Safety and Health Administration pada tahun 2001 menunjukkan bahwa terdapat empat kategori utama kecelakaan kerja yang berhubungan dengan peledakan, yaitu keselamatan dan keamanan lokasi peledakan, batu terbang atau flying rock, peledakan prematur (premature blasting) dan peledakan mangkir (misfre). Kasus kecelakaan kerja dalam peledakan akibat flying rock yang terjadi di PT. Adaro Indonesia (perusahaan tambang batubara di Kalimantan Selatan) yang mengakibatkan kematian seorang juru ledak pada sekitar Desember 2007 lalu merupakan salah satu bukti bahwa kecelakaan kerja dalam operasi peledakan merupakan risiko tinggi yang wajib dikendalikan dengan sebaik-baiknya. PT. Cipta Kridatama Jobsite Mahakam Sumber Jaya dalam operasional produksinya selalu melibatkan aktivitas blasting sehingga telah menjadi aktivitas rutin. Apalagi lokasi pertambangan yang berada di sekitar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
jalur perlintasan jalan akses menuju pemukiman penduduk menyebabkan manajemen pengelolaan bahaya dengan risiko yang tinggi ini harus dilakukan dengan tepat. Kegagalan pengendalian bahaya ini dapat berakibat fatal baik luka/ kematian pada manusia, kerusakan pada unit kerja maupun pencemaran terhadap lingkungan. Berdasarkan latar belakang diatas penulis mencoba untuk memberikan gambaran penerapan identifikasi potensi bahaya dan upaya pengendalian yang akan digunakan untuk membuat laporan dengan judul ” Kajian Penerapan Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan pada Proses Blasting di Area Pertambangan Batubara PT. Cipta Kridatama Jobsite Mahakam Sumber Jaya Kalimantan Timur ”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka dalam penelitian ini penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah penerapan manajemen risiko pada proses blasting di area pertambangan batubara PT. Cipta Kridatama Jobsite Mahakam Sumber Jaya? 2. Bagaimanakah efektifitas penerapan manajemen risiko pada proses blasting tersebut? 3. Apakah penerapan manajemen risiko tersebut telah sesuai dengan OHSAS 18001 : 2007 Klausul 4.3.1” Hazard Identification, Risk Assessment And Determining
dan
Control”
ISO
14001
“Environmental Aspects”? commit to user
:
2004
Klausul
4.3.1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
C. Tujuan Penelitian Dalam praktek kerja lapangan ini, penulis melakukan penelitian yang bertujuan untuk : 1. Mengetahui penerapan manajemen risiko proses blasting di area pertambangan batubara PT. Cipta Kridatama Jobsite Mahakam Sumber Jaya. 2. Mengetahui efektifitas penerapan manajemen risiko pada proses blasting tersebut? 3. Mengetahui kesesuaian penerapan manajemen risiko tersebut dengan OHSAS 18001 : 2007 Klausul 4.3.1” Hazard Identification, Risk Assessment And Determining Control” dan ISO 14001 : 2004 Klausul 4.3.1 “Environmental Aspects”. D. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Bagi Mahasiswa a. Dapat menambah pengetahuan tentang penerapan manajemen risiko proses blasting di area pertambangan batubara PT. Cipta Kridatama Jobsite Mahakam Sumber Jaya. b. Dapat mengetahui efektifitas penerapan manajemen risiko proses blasting tersebut? c. Dapat mengetahui kesesuaian penerapan manajemen risiko tersebut dengan OHSAS 18001 : 2007 Klausul 4.3.1” Hazard Identification, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
Risk Assessment And Determining Control” dan ISO 14001 : 2004 Klausul 4.3.1 “Environmental Aspects”. 2. Bagi Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Untuk menambah kepustakaan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, khususnya mengenai penerapan manajemen risiko dalam proses blasting di area penambangan PT. Cipta Kridatama Jobsite Mahakam Sumber Jaya. 3. Bagi Perusahaan Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan masukan yang berarti bagi perusahaan dan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi, khususnya mengenai penerapan manajemen risiko dalam proses blasting di area kerjanya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Tempat kerja merupakan salah satu aspek yang penting dalam penyelenggaraan kegiatan kerja. Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 1 ayat 1, yang dimaksud tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut. Tempat-tempat kerja tersebar pada segenap kegiatan ekonomi, seperti pertanian, industri, pertambangan, perhubungan, pekerjaan umum, jasa dan lain-lain (Suma’mur, 2009). Tambang adalah suatu tempat kegiatan penambangan yang dilakukan untuk mendaptakan bahan galian. Tambang permukaan adalah suatu sistem penambangan untuk mendapatkan bahan galian yang kegiatannya dilakukan di atas permukaan tanah atau dari atas permukaan air (Kepmentamben 555/1995).
commit to user 7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
2. Aktivitas Kerja Aktivitas kerja dibagi menjadi 2 yaitu : a. Aktivititas rutin adalah aktivitas yang secara rutin dilakukan dalam suatu interval waktu tertentu atau aktivitas tersebut sudah secara rutin merupakan rangkaian dari suatu kegiatan misalnya loading, hauling, dumping dan lain-lain. b. Aktivititas non rutin / tidak rutin adalah aktivitas yang dilakukan dalam waktu-waktu tertentu yang tidak dapat diprediksi interval waktunya misalnya
kegiatan
konstruksi
pembangunan
workshop,
mobilisasi/demobilasasi unit dan lain-lain (Cipta Kridatama, 2010). 3. Sumber Bahaya Bahaya merupakan sesuatu keadaaan yang memngkinkan atau berpotensi terhadap terjadinya kejadian kecelakaan berupa cidera, penyakit, kematin, kerusakan atau ketidakmampuan melaksanakan fungsi operasional yang telah ditetapkan (Tarwaka, 2008). Bahaya pekerjaan adalah factor-faktor dalam hubungan pekerjaan yang dapat mendatangkan kecelakaan. Bahaya tersebut disebut potensial, jika faktor–faktor tersebut belum mendatangkan kecelakaan (Suma’mur, 1996). Bahaya (hazard) adalah suatu keadaan (energi, tindakan, kondisi) yang memungkinkan atau dapat menimbulkan cidera, penyakit, kematian ataupun kerusakan harta benda termasuk didalamnya adalah kerusakan lingkungan, termasuk dalam definisi bahaya ini adalah aspek lingkungan (Cipta Kridatama, 2010).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
Sumber potensi bahaya merupakan faktor penyebab kerja yang dapat ditentukan dan dikendalikan. Sumber-sumber bahaya berasal dari : a. Manusia Termasuk pekerja dan manajemen. Kesalahan utama sebagian besar kecelakaan, kerugian, atau kerusakan terletak pada karyawan yang kurang bergairah, kurang terampil, kurang tepat, terganggu emosinya yang pada umumnya menyebabkan kecelakaan dan kerugian (Bennet N.B Silalahi dan Rumondang B. Silalahi, 1995). b. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam suatu proses dapat menimbulkan bahaya jika tidak digunakan sesuai fungsinya, tidak ada latihan tentang penggunaan alat tersebut, tidak dilengkapi dengan pelindung dan pengaman serta tidak ada perawatan atau pemeriksaan. Perawatan atau pemeriksaan dilakukan agar bagian dari mesin atau alat yang berbahaya dapat dideteksi sedini mungkin (Syukri Sahab, 1997). c. Bahan Menurut Syukri Sahab (1997) bahaya dari bahan meliputi berbagai risiko sesuai dengan sifat bahan, antara lain : 1) Mudah terbakar. 2) Mudah meledak. 3) Menimbulkan energi. 4) Menimbulkan kerusakaan pada kulit dan jaringan tubuh. 5) Menyebabkan kanker.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
6) Menyebabkan kelainan pada janin. 7) Bersifat racun. 8) Radioaktif. Sedangkan tingkat bahaya yang ditimbulkan menurut Soeripto (1995) tergantung pada : 1) Bentuk alami bahan atau energi yang terkandung. 2) Berapa banyak terpapar bahan atau energi tersebut. 3) Berapa lama terpapar bahan atau energi tersebut. d. Proses Bahaya yang timbul dari faktor proses tergantung dari teknologi yang dipakai. Proses yang dilakukan dengan menggunakan peralatan sederhana dan peralatan yang komplek/ rumit mempunyai potensi bahaya yang berbeda. Dalam suatau proses sering digunakan faktor tambahan yang dapat memperbesar faktor risiko bahaya. Dari proses produksi terkadang timbul debu, asap, panas, bising, dan bahaya mekanis seperti tangan terjepit, terpotong, memar, tertimpa bahan. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Tingkat bahaya dari proses ini tergantung pada teknologi yang digunakan (Syukri Sahab, 1997). e. Cara kerja Cara kerja mempunyai efek bahaya baik terhadap karyawan sendiri atau orang yang berada di sekitar. Cara kerja yang dimaksud antara lain : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
1) Cara mengangkat dan mengangkut, apabila terjadi kesalahan akan mengakibatkan cidera (umumnya cidera tulang belakang). 2) Cara kerja yang salah dapat menyebabkan hamburan pertikel (debu, serbuk logam), percikan api serta tumpahan bahan kimia. 3) Memakai alat pelindung diri yang tidak semestinya dan cara pemakaian yang salah. f. Lingkungan kerja Terdiri atas : 1) Fisik a) Temperatur Kondisi tempat kerja yang terlalu panas dapat menyebabkan tenaga kerja cepat lelah, karena kehilangan cairan dan garam dalam tubuh. Bila suhu lingkungan/tempat kerja berlebih maka suhu tubuh akan meningkat yang akan menyebabkan gangguan kesehatan dan hilangnya konsentrasi. Sedangkan untuk suhu yang dingin akan menyebabkan tenaga kerja mudah sakit, karena daya tahan tubuh menurun. b) Kebisingan Kebisingan adalah suara yang tidak diinginkan atau suara yang intensitasnya melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yaitu 85 dB selama 8 jam sehari atau 40 jam perminggu. Dengan kondisi melebihi NAB secara tidak langsung akan mempengaruhi alat pendengaran, gangguan komunikasi, konsentrasi dan gangguan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
fisik. Pada awalnya gangguan tersebut bersifat sementara tapi kemudian berubah menjadi permanen. a) Penerangan Penerangan yang intensitasnya kurang memadai atau menyilaukan akan menyebabkan kelelahan pada mata yang pada akhirnya akan menyebabkan rasa kantuk dan hal ini dapat menyebabkan kecelakaan pada operator. b) Getaran Getaran yang berlebih akan dapat menyebabkan kelainan pada sistem peradaran darah, saraf, sendi dan tulang punggung. c) Radiasi Radiasi dapat menyebabkan kelainan pada tubuh dan dapat menaikan suhu tubuh sehingga akan menimbulkan hal-hal seperti efek panas di atas. 2) Kimia Sumber bahaya yang bersifat kimia yang berasal dari bahanbahan yang di pakai maupun yang digunakan selama proses produksi yang terhambur, tercecer ke lingkungan kerja akibat dari instalasi dan penanganan yang kurang memadai. Sumber bahan kimia dapat mengakibatkan gangguan lokal dan sistematik. Gejala yang timbul dapat bersifat akut dan kronis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
3) Biologis Sumber bahaya yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan/ penyakit akibat kerja atau penyakit umum. Sumber bahaya biologis dapat berupa jasad renik, gangguan serangga dan gangguan lain. 4) Fisiologis Gangguan ini bersifat faal dapat diakibatkan karena overload dan peralatan yang tidak sesuai atau tidak serasi dangan tenaga kerja. 5) Psikologis Ganguan psikologis dapat terjadi karena adaya pressure ditempat kerja, hubungan kerja yang tidak harmonis. Gangguan ini dapat berupa gangguan fisik (tekanan darah, eksim, dan sebagainya) (Suma’mur, 2009). 4. Kecelakaan Kerja Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tak terduga oleh karena di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian material ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi disebabkan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan (Suma’mur, 1993). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
Kecelakaan tambang adalah setiap kecelakaan yang menimpa pekerja tambang atau orang yang menimpa pekerja tambang atau orang yang
mendapt
izin
masuk
pada
kegiatan
usaha
pertambangan
(Kepmentamben 555/1995). Pada dasarnya kecelakaan disebabkan oleh dua hal yaitu tindakan manusia yang tidak aman (unsafe action) dan keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe condition). Dari penyelidikan-penyelidikan, ternyata faktor manusia dalam timbulnya kecelakaan sangat penting. Selalu ditemui dari hasil-hasil penelitian, bahwa 80-85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia. Bahkan ada suatu pendapat, bahwa penyebab langsung atau tidak langsung semua kecelakaan adalah dikarenakan faktor manusia (Suma’mur, 1993). Teori terjadinya kecelakaan kerja dirumuskan oleh Heinrich dan kemudian disempurnakan oleh Frank E. Bird. Teori tersebut dikenal dengan Teori Domino. Dalam teori sederhana ini dinyatakan bahwa kecelakaan tidak datang dengan sendirinya, ada serangkaian peristiwa sebelumnya yang mendahului adanya suatu kecelakaan, dalam teori ini rangkaian peristiwa tersebut digambarkan sebagai rangkaian kartu domino. Pada buku Practical Loos Control Leadership (1986), Frank E. Bird dan Germain menggambarkan urutan-urutan kejadian yang saling berhubungan dan berakhir pada kerugian yaitu cidera, kerusakan peralatan atau terhentinya proses. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
Kurangnya Pengendalian
Penyebab dasar
Penyebab langsung
Tidak mamadainya: - Program - Standar program - pemenuhan standar
- Faktor personal - Faktor pekerjaan
- Tindakan tak aman - Kondisi tak aman
Insiden
Kontak dengan energi atau bahan
Kerugian
- Manusia - Harta benda - Proses produksi
Sumber : Frank E. Bird (1986) Gambar 1. Teori Domino Untuk lebih detailnya, diagram alur tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut ini : a. Kurangnya Sistem Pengendalian (Lack of Control) Kurangnya kontrol merupakan urutan pertama menuju terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerugian. Kontrol merupakan salah satu fungsi utama dari manajemen yaitu: Planning, Organizing, Leading, dan Controling. Tanpa manajemen pengendalian yang kuat, penyebab kecelakaan dan rangkaian efek akan dimulai dan memicu faktor penyebab kerugian. Kurangnya pengendalian dapat disebabkan karena faktor : 1)
Program yang tidak memadai.
2)
Standar program yang tidak memadai.
3)
Tidak ada pemenuhan terhadap standar. Domino pertama akan jatuh pada pihak manajemen yang tidak
mampu mengorganisasi, memimpin dan mengontrol pekerja dalam memenuhi standar yang telah ditentukan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
b. Penyebab Dasar (Basic Cause) Dari adanya kontrol yang tidak memadai akan menyebabkan timbulnya peluang pada penyebab dasar dari kejadian yang menyebabkan kerugian. Penyebab dasar terdiri dari : 1) Faktor manusia Kurangnya kemampuan fisik atau mental, kurangnya pengetahuan, keterampilan, stress atau tegang, atau motivasi yang keliru. 2) Faktor pekerjaan Adanya standar kerja tidak cukup, rancang bangun dan pemeliharaan yang tidak memadai, standar pembelian yang kurang atau lain-lain. c. Penyebab Langsung (Immediate Cause) Jika penyebab dasar terjadi, maka terbuka peluang untuk menjadi tindakan dan kondisi tidak aman. 1) Tindakan tidak aman (Unsafe Action) Tindakan tidak aman adalah pelanggaran terhadap cara kerja yang aman yang mempunyai risiko terjadinya kecelakaan ,antara lain : a) Menjalankan sesuatu tanpa izin. b) Gagal mengingat atau mengamankan. c) Menjalankan sesuatu peralatan dengan kecepatan yang tidak sesuai. d) Tidak menggunakan alat-alat keselamatan kerja. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
e) Menggunakan peralatan dangan cara tidak benar. f) Tidak menggunakan alat pelindung diri. g) Cara memuat dan membongkar tidak benar. h) Cara mengangkat yang tidak benar. i) Posisi yang tidak betul. j) Menggunakan peralatan yang rusak. 2) Kondisi tidak aman (Unsafe Condition) Adalah kondisi fisik yang berbahaya dan keadaan yang berbahaya yang langsung membuka peluang terjadinya kecelakaan sebagai berikut : a) Pengaman atau pelindung yang tidak cukup. b) Alat, peralatan atau bahan yang rusak. c) Penyumbatan. d) Sistem peringatan yang tidak memadai. e) Bahaya kebakaran dan peledakan. f) Kurang bersih. g) Kondisi yang berbahaya seperti : debu, gas dan uap. h) Kebisingan yang berlebih. i) Kurangnya ventilasi dan penerangan. j) Kejadian (Incident). d. Insiden Insiden terjadi oleh karena adanya kontak dengan suatu sumber energi atau bahan yang melampaui nilai ambang batas dari bahan atau struktur. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Sumber energi ini dapat berupa tenaga mekanis, tenaga kinetis, kimia, listrik, dsb. Insiden adalah suatu kondisi yang dapat menyebabkan hampir terjadinya suatu kerugian meskipun kondisi bahaya belum benar-benar terjadi. Insiden dapat menyebabkan cidera fisik atau kerusakan benda digolongkan sesuai dengan tipe-tipe kecelakaan yang terjadi, seperti: terjatuh, terbentur, terpeleset, terperangkap, terkena listrik, panas, dingin, kebisingan dan bahaya lainya. e. Kerugian (Loss) Apabila keseluruhan urutan di atas terjadi, maka akan menyebabkan adanya kerugian terhadap manusia, harta benda dan akan mempengaruhi produktifitas dan kualitas kerja. Dengan kata lain, kecelakaan akan mengakibatkan cidera dan atau mati, kerugian harta benda bahkan sangat mempengaruhi moral pekerja termasuk keluarganya. 5. Prinsip Pencegahan Kecelakaan Dapat
dipastikan bahwa semua orang/
tenaga kerja tidak
menginginkan kecelakaan atau mengalami kerusakan pada harta benda. Tapi berdasarkan hasil data kecelakaan ternyata banyak tenaga kerja yang dengan sadar melakukan hal-hal yang menyerempet bahaya, meskipun mereka tidak menginginkan terjadinya kecelakaan. Adapun langkah-langkah penanggulangan kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
a. Peraturan Perundang-undangan Ketentuan dan syarat K3 mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, tehnik dan teknologi, penerapan ketentuan dan syarat K3 sejak tahap rekayasa
dan
penyelenggaraan
pengawasan
dan
pemantauan
pelaksanaan K3. b. Standarisasi Standar K3 maju akan menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan K3. c. Inspeksi Suatu kegiatan pembuktian sejauh mana kondisi tempat kerja masih memenuhi ketentuan dan persyaratan K3. d. Riset Teknis, Medis, Psikologis dan Statistik Riset/ penelitian untuk menunjang tingkat kemajuan bidang K3 sesuai perkembangan ilmu pengetahuan, tehnik dan teknologi. e. Pendidikan dan Latihan Peningkatan kesadaran, kualitas pengetahuan dan ketrampilan K3 bagi tenaga kerja. f. Persuasi Cara penyuluhan dan pendekatan di bidang K3, bukan melalui penerapan dan pemaksaan melalui sanksi-sanksi. g. Asuransi Insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan dengan pembayaran premi yang lebih rendah terhadap perusahaan yang memenuhi syarat K3.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
h. Penerapan K3 di Tempat Kerja Langkah-langkah pengaplikasikan di tempat kerja dalam upaya memenuhi syarat-syarat K3 di tempat kerja. (Suma’mur, 1993) 6. Risiko Kecelakaan Kerja Risiko adalah satu kemungkinan terjadinya kecelakaan atau kerugian pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu (Tarwaka, 2008). Kerugian dapat di akibatkan dari kecelakaan, secara rinci dijabarkan sebagai Teori Gunung Es. Dalam teori tersebut dinyatakan terdapat dua biaya yang harus di keluarkan, yaitu : a. Biaya Langsung Biaya langsung meliputi kecelakaan : 1) Perawatan dokter. 2) Biaya kompensasi. b. Biaya Tidak langsung Biaya tak langsung meliputi : 1) Kerusakan dan kerugian harta benda,meliputi : a) Kerusakan Bangunan. b) Kerusakan Perkakas. c) Kerusakan hasil produksi dan material. d) Gangguan dan keterlambatan produksi. e) Biaya untuk pemenuhan aturan. f) Biaya peralatan untuk keadan darurat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
g) Biaya sewa peralatan. h) Waktu untuk penyelidikan. 2) Biaya yang lain, meliputi : a) Gaji selama tidak bekerja. b) Biaya penggantian dan atau pelatihan. c) Overtime. d) Ekstra untuk supervisor. e) Penurunan hasil kerja bagi yang celaka sewaktu mulai bekerja. f) Menurunnya bisnis. Dari uraian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa biaya tidak langsung akibat kecelakaan lebih tinggi dibandingkan dengan biaya langsung. Kedua biaya tersebut dapat digambarkan sebagai “Biaya Gunung Es”. Biaya langsung yaitu digambarkan sebagai bongkahan es yang terlihat diatas permukaan laut, sedangkan biaya tak langsung digambarkan sebagai bongkahan gunung es yang berada dibawah permukaan laut yang lebih besar, seperti pada gambar 2 dibawah ini. Keterangan : A
A. Biaya Langsung B. Biaya Tak Langsung
B
commit to user Sumber : Bird and German, 1986 Gambar 2. Teori Gunung Es
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
7. Keselamatan dan Kesehatan Kerja a. Pengertian Umum Keselamatan dan kesehatan kerja secara filosofis adalah suatu upaya dan pemikiran untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani diri manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya beserta hasil karya menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera (Tarwaka, 2008). Sedangkan secara keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja adalah ilmu dan penerapannya secara teknis dan teknologis untuk melakukan pencegahan terhadap munculnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dari setiap pekerjaan yang dilakukan (Tarwaka, 2008). Keselamatan dan kesehatan kerja secara hukum merupakan suatu upaya perlindungan agar setiap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja senantiasa dalam keadaan sehat dan selamat serta sumber-sumber proses produksi dapat dijalankan secara aman, efisien dan produktif (Tarwaka, 2008). b. Tujuan Usaha Keselamatan dan Kesehatan Kerja 1) Agar tenaga kerja dan setiap orang lain yang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat. 2) Agar sumber-sumber produksi dapat diakui dan digunakan secara aman dan efisien. 3) Agar proses produksi dapat berjalan lancar tanpa hambatan apapun (Suma’mur, 1993).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
c. Sasaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sasaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja ditetapkan sesuai dengan Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 mengenai Syarat-syarat Keselamatan Kerja antara lain : 1) Mencegah dan mengurangi kecelakaan, bahaya peledakan dan kebakaran. 2) Mencegah dan mengurangi timbulnya penyakit akibat kerja. 3) Mencegah dan mengurangi kematian, cacat tetap dan luka ringan. 4) Mengamankan material bangunan, mesin, pesawat, bahan, alat kerja lainnya. 5) Meningkatkan produktivitas. 6) Mencegah pemborosan tenaga kerja dan modal. 7) Menjamin tempat kerja yang aman. 8) Mempelancar, meningkatkan, mengamankan sumber, dan proses produksi. 8. Manajemen Risiko Manajemen risiko adalah suatu budaya, proses, dan struktur dalam mengelola suatu risiko secara efektif dan terencana dalam suatu sistem manajemen yang baik (Soehatman, 2010). Manajemen risiko erat hubungannya dengan manajemen K3. Keberadaan risiko dalam kegiatan proses produksi mendorong perlunya upaya keselamatan untuk mengendalikan semua risiko yang ada. Dengan demikian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
manajemen risiko merupakan bagian tak terpisahkan dari manajemen K3 seperti dua sisi mata uang. Menurut Permenaker No.5/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen K3 menyebutkan bahwa identifikasi bahaya, penilaian risiko dari kegiatan, produk barang dan jasa harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana untuk memenuhi kebijakan keselamatanndan kesehatan kerja. Untuk itu harus ditetapkan dan dipelihara prosedurnya. SMK3 menempatkan manajemen risiko sebagai salah satu elemen penting dalam manajemen K3. Dalam sistem manajemen K3 yang berlaku secara global yaitu OHSAS 18001 mengandung klausul yang menyatakan bahwa organisasi harus menetapkan
mengimplemantasikan
dan
memelihara
prosedur
untuk
melakukan identifikasi bahaya dari kegiatan yang sedang berjalan, penilaian risiko dan menetapkan pengendalian yang diperlukan. Hal ini juga mencerminkan bahwa manajemen risiko merupakan elemen penting dalam manajemen K3. Sedangkan
pengelolaan
kegiatan
produksi
akan
berakibat
menimbulkan efek terhadap lingkungan. Menurut ISO 14001 menyatakan bahwa organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi aspek lingkungan kegiatan, produk dan jasa dalam lingkup sistem manajemen lingkungan yang dapat dikendalikan dan dapat dipengaruhi dengan memperhitungkan pembangunan yang direncanakan atau baru, kegiatan produk dan jasa yang baru, atau yang diubah dan menentukan aspek yang mempunyai atau dapat mempunyai dampak penting terhadap commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
lingkungan. Aspek lingkungan juga merupakan bagian tak terpisahkan dari manajemen risiko dan manajemen K3. Manajemen risiko menurut ketiga standar K3L diatas, terdiri dari 3 bagian yaitu Hazard Identification (Identifikasi Bahaya), Risk Assesment (Penilaian Risiko) dan Determining Control (Penetapan Pengendalian) atau sering disebut HIRADC. Berdasarkan hasil evaluasi dan kajian HIRADC, perusahaan mengembangkan sasaran K3, kebijakan K3 dan program kerja untuk mengelola risiko tersebut. Dengan demikian basis dari pengembangan manajemen K3 adalah manajemen risiko (Soehatman, 2010). Pelaksanaan HIRADC dalam proses manajemen risiko di setiap area/ proses produksi mengacu pada hierarki pengendalian. Dengan cara : a. Menguraikan kegiatan kerja yang melibatkan material, proses produksi dan produk pada aktivitas bisnis perusahaan. b. Menemukan titik-titik bahaya dan aspek lingkungan yang ada pada aktivitas bisnis perusahaan secara umum dan setiap section secara khusus. c. Menentukan dampak potensial akibat dari bahaya dan aspek lingkungan dari aktivitas perusahaan. d. Melakukan pengendalian terhadap dampak potensial yang teridentifikasi. e. Menentukan nilai risiko yang tergolong risiko low, medium, high & very high. f. Menentukan tingkat risiko tergolong di terima atau tidak diterima pada semua bahaya yang telah dilakukan pengendalian awal. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
g. Mempertahankan dan meningkatkan pengendalian terhadap bahaya yang mempunyai tingkat risiko diterima. h. Melakukan tindakan pengendalian lanjutan terhadap bahaya yang mempunyai tingkat risiko tidak diterima sehingga nilai risikonya turun menjadi tingkat risiko diterima (Cipta Kridatama, 2010). Penyusunan HIRADC di PT. Cipta Kridatama merupakan tanggung jawab tim HIRADC yang terdiri dari perwakilan dari setiap departemen. Sedangkan penanggungjawab tim HIRADC masing-masing departemen adalah Kepala Departemen tersebut. Hal ini dimaksudkan agar penyusunan HIRADC tersebut dapat dilakukan dengan tepat sesuai dengan pekerjaan masing-masing departemen serta bahaya yang terkandung didalamnya. Penunjukan anggota tim HIRADC oleh Kepala Departemen harus dengan penunjukkan resmi yang disetujui oleh Project Manager (PM) dan Management Representative (MR). Anggota tim HIRADC harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Mengetahui proses yang terkait dengan HIRADC yang disusun dan mempunyai kompetensi dalam pembuatan HIRADC. b. Minimal sudah pernah mengikuti pelatihan pembuatan HIRADC yang dilaksanakan oleh suatu lembaga pelatihan yang terakreditasi atau mengikuti pelatian yang dilakukan secara internal perusahaan. c. Jika pelatihan HIRADC dilakukan secara internal perusahaan maka Pelatih yang memberikan pelatihan commit to user
HIRADC adalah orang yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
sudah pernah mengikuti pelatihan internal auditor OHSAS 18001/ISO 14001 oleh lembaga yang terakreditasi atau seorang Ahli K3. Tim HIRADC yang sudah dibentuk tersebut mempunyai tugas secara rinci adalah sebagai berikut : a. Melakukan identifikasi bahaya dan penilaian risiko sesuai dengan prosedur yang berlaku bersama dengan narasumber yang terkait. b. Membuat usulan tindakan perbaikan (form Register Tindakan Perbaikan/ Pencegahan). c. Melakukan update HIRADC. d. Mendokumentasikan dokumen identifikasi bahaya dan penilaian risikonya serta dokumen pendukung lainnya. Setelah HIRADC selesai dibuat, Kepala Departemen bersama dengan personel SHE Department akan mereview hasil tersebut. Apabila ada revisi, maka harus segera dirubah dan bila tidak maka SHE Department dan Project Manager akan memberikan approval. Selanjutnya copy dokumen HIRADC diserahkan kepada SHE Department untuk didokumentasikan dan sebagai bahan menyusun program K3. Hasil HIRADC akan disosialisasikan kepada karyawan lainnya melalui komunikasi K3. Tindakan pengendalian yang direkomendasikan dalam HIRADC akan dilaksanakan dan dibuat dalam bentuk program kerja K3L yang memadai serta dievaluasi pelaksanaannya dan kesesuaiannya secara berkala dalam rapat tinjauan manajemen. HIRADC harus dilakukan up date pada dua kondisi yaitu : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
a. Non periodik, dilakukan pada saat : 1) Kondisi bahaya, tingkat risiko, dan tindakan pengendalian sudah tidak sesuai lagi. 2) Terjadi Insiden yang mempengaruhi penilaian risiko 3) Terjadi perubahan baik dalam proses, modifikasi peralatan, material atau peraturan perundangan K3L yang terkait. 4) Dilakukan pembelian peralatan dengan spesifikasi baru yang dioperasikan di site. 5) Adanya tuntutan dari peraturan perundangan dan peraturan K3L lainnya yang harus diterapkan. 6) Adanya temuan dari hasil Audit internal ataupun External apabila terjadi perubahan proses misalnya perubahan design, perubahan standard dan metode kerja, perubahan penggunaan bahan, modifikasi, penambahan equipment. Apabila terjadi insiden pada suatu aktivitas kerja, maka HIRADC pada aktivitas kerja tersebut harus ditinjau ulang. b.
Periodik dilakukan setiap enam bulan sekali : 1) Penilaian
risiko
residual dilakukan setelah adanya
tindakan
pengendalian lanjutan (form HIRA). 2) Hasil analisa bahaya yang dilaporkan melalui Hazard Report, Inspeksi, PTL dan media lainnya digunakan sebagai bahan untuk melakukan tinjauan ulang terhadap hasil HIRA yang telah disusun. (Cipta Kridatama, 2010) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
Tahap-tahap Manajemen Risiko yang dilasanakan di PT. Cipta Kridatama adalah sebagai berikut: a. Inventarisasi Kegiatan Kerja Proses awal Manajemen Risiko dilakukan dengan inventarisasi pekerjaan. Tim HIRADC setiap departemen bertanggungjawab untuk menginvetarisasi kegiatan kerja/ aktivitas kerja yang ada pada departemen terkait. Ini adalah langkah kritis, karena jenis dan bentuk bahaya yang akan teridentifikasi muncul dari inventarisasi kegiatan kerja. Oleh karena itu tim HIRADC yang terlibat dalam inventarisasi kegiatan kerja haruslah orang yang berpengalaman dan mengerti betul keadaan jenis pekerjaan dan bahaya terkait. Inventarisasi kegiatan kerja tidak berhenti pada pekerjaan yang terkait langsung dengan pekerjaan mereka, namun juga termasuk efek dari kondisi fasilitas dan kegiatan pihak lain yang mungkin bersinggungan dengan operasi mereka. b. Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya merupakan suatu proses yang dapat dilakukan untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul di tempat kerja (Tarwaka, 2008). Identifikasi bahaya adalah proses untuk mengenali bahaya yang ada dan mendefinisikan sifat-sifatnya (Cipta Kridatama, 2010). Pada tahap ini konsentrasi tim yang optimal dibutuhkan. Mengingat pentingnya tahapan ini, maka tim yang terlibat harus sudah mengikuti commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
pelatihan Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko pada sesi tersendiri. daftar peserta pelatihan HIRADC tersedia di SHE department dan salinannya ada pada setiap section yang terkait. Identifikasi bahaya dilihat secara terpisah pada setiap kegiatan kerja, mencakup bahaya terhadap manusia, alat kerja dan lingkungan kerja. Secara sistematis sumber bahaya bisa dibedakan menjadi 2 yaitu potensi bahaya dan faktor bahaya. Adapun macam faktor-faktor bahaya antara lain faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis, faktor fisiologis dan faktor psikologis. Sedangkan Potensi bahaya berasal dari tindakan maupun kondisi yang tidak aman. c. Identifikasi Efek Bahaya Efek bahaya mencakup dampak terhadap manusia, alat kerja dan lingkungan kerja. Asumsi yang digunakan oleh tim harus asumsi terparah yang mungkin terjadi sebagai akibat kecelakaan, namun tetap dalam batasan yang logis dan realistis. d. Penilaian Risiko Risiko adalah Kombinasi antara : 1) Probability : Kemungkinan terjadinya insiden atau dampak yang mengakibatkan
cidera, PAK, kerusakan harta benda atau dampak
lingkungan yang merugikan yang disebabkan oleh suatu kejadian berbahaya atau paparan bahaya atau aspek lingkungan. 2) Frequency : Keseringan kejadian berbahaya atau paparan bahaya atau aspek lingkungan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
3) Severity : Keparahan dari cidera, PAK, kerusakan harta benda atau dampak lingkungan yang merugikan yang disebabkan oleh suatu kejadian berbahaya atau paparan bahaya atau aspek lingkungan. (Cipta Kridatama, 2010) Penilaian risiko dilakukan dengan mempertimbangkan 3 aspek penting diatas yaitu peluang (probabilitas), keseringan (frequency) dan keparahan (severitas). Ketiganya berbanding lurus dengan nilai risiko itu sendiri,
artinya
semakin
tinggi
nilai
peluang,
keseringan
dan
keparahannya, maka nilai risikopun semakin tinggi. 1) Peluang (Probabilitas) Peluang terjadinya kecelakaan dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu : a) Siapa
yang
melakukan
pekerjaan
(jumlah
pelaku
dan
kompetensinya). b) Serumit apakah pekerjaan yang dilakukan. c) Dimana pekerjaan dilakukan (kompleksitas tempat kerja). d) Kapan pekerjaan dilakukan (jam-jam menurunnya stamina dan konsentrasi). e) Bagaimana pekerjaan dilakukan (ada tidaknya prosedur baku). f) Berapa lama pekerjaan tersebut (durasi pekerjaan). g) Seberapa sering aktivitas tersebut ada (keterulangan pekerjaan). h) Seberapa banyak jumlah beban kerja tersebut. Hal-hal diatas akan memberikan kontribusi terhadap tinggi rendahnya peluang terjadinya kecelakaan pada suatu aktivitas kerja. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
2) Frekuensi (Keseringan) Frekuensi menunjukkan tingkat keseringan suatu bahaya atau paparan terjadi dalam suatu waktu tertentu. Nilai frekuensi dapat ditetapkan misalnya keseringan dalam durasi tahunan, bulanan, mingguan dan harian. 3) Keparahan (Severitas) Severitas menunjukkan tingkat keparahan yang harus diderita jika kecelakaan benar-benar terjadi, baik terhadap manusia, property dan lingkungan. Nilai severitas yang ditetapkan dapat berdasarkan jenis cidera yang terjadi, seberapa besar kerugian perusahaan, gangguan kesehatan yang dialami pekerja, ada tidaknya kejadian pencemaran lingkungan dan komplian dari masyarakat maupun tuntutan hukum dari pemerintah. Formula Penilaian risiko yang digunakan oleh PT. Cipta Kridatama yaitu : Risiko = Probability X Frequency X Severity atau R = P x F x S Penilaian risiko yang dilakukan PT. Cipta Kridatama dengan cara 2 kali penilaian. Penilaian risiko yang pertama adalah dilakukan terhadap bahaya aspek K3L setelah dilakukan tindakan pengendalian awal yang sudah terlaksana saat ini (existing control). Penilaian risiko yang kedua adalah penilaian risiko yang dilakukan terhadap bahaya dengan kriteria risiko tidak diterima setelah dilakukan tindakan pengendalian awal (existing control). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
e. Penggolongan Nilai Risiko Setelah dilakukan penilaian risiko terhadap masing-masing bahaya dari pekerjaan disetiap departemen maka dilaksanakan penggolongan risiko berdasarkan nilai kombinasi antara probability, frequency dan severity. Nilai risiko tersebut akan mempengaruhi nilai tingkat risiko. Untuk tingkat risiko very high dan high maka dikelompokkan dalam kriteria risiko yang tidak dapat diterima (Non Acceptable Risk). Sedangkan tingkat risiko medium dan low maka dikelompokkan dalam kriteria yang dapat diterima (Acceptable Risk) (Cipta Kridatama, 2010). f. Tindakan Pengendalian Risiko Dalam melakukan pengendalian, hal yang harus dilakukan adalah memulai dari tindakan terbesar. Jika tidak dapat dilakukan maka dengan menurunkan tingkat pengendaliannya ketingkat yang lebih rendah atau mudah. Pengendalian
risiko
dapat
mengikuti
Pendekatan
Hierarki
Pengendalian (Hirarchy of Control). Hierarki pengedalian risiko adalah suatu urutan-urutan dalam pencegahan dan pengendalian risiko yang mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan (Tarwaka, 2008). Adapun hierarki pengendalian yang diterapkan PT. Cipta Kridatama adalah sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
1) Eliminasi Eliminasi merupakan langkah memodifikasi atau menghilangkan metode, bahan ataupun proses untuk menghilangkan bahaya secara keseluruhan (nol). Efektifitas dari eliminasi ini adalah 100%, artinya dapat menghilangkan bahaya sampai pada titik nol. 2) Substitusi Subtitusi merupakan penggantian material, bahan, proses yang mempunyai nilai risiko yang tinggi dengan yang mempunyai nilai risiko lebih kecil. 3) Rekayasa Teknik Rekayasa Teknik yaitu suatu pengendalian bahaya secara teknik yang bisa diterapkan untuk mengurangi paparan bahaya yang ada. Langkah yang dilakukan dalam tahap ini misalnya dengan memberikan peredam kebisingan pada mesin, dipergunakan room control, dan penggunaan ventilasi penghisap. 4) Administrasi Pengendalian
administratif
dengan
mengurangi
atau
menghilangkan kandungan bahaya dengan memenuhi prosedur atau instruksi. Pengendalian tersebut diantaranya adalah mengurangi pemaparan terhadap kandungan bahaya dengan pergiliran atau perputaran kerja (job rotation), sistem ijin kerja, atau hanya dengan menggunakan tanda bahaya. Pengendalian administratif tergantung pada perilaku manusia untuk mencapai keberhasilan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
5) Alat Pelindung Diri (APD) Alat pelindung diri dikenakan oleh pekerja sebagai pelindung terhadap bahaya. Dengan memberikan alat pengaman ini dapat mengurangi keparahan risiko yang timbul. Keberhasilan pengendalian ini tergantung dari alat pelindung diri yang dikenakan itu sendiri, artinya alat yang digunakan haruslah sesuai dan dipilih dengan benar sesuai dengan potensi bahaya dan jenis pekerjaan yang ada. Dalam melakukan pengendalian risiko kecelakaan ini, maka dapat ditentukan jenis pengendalian tersebut dengan mempertimbangkan tingkat paling atas dari hierarki pengendalian, jika tingkat atas tidak dapat dipenuhi maka melakukan upaya tingkat pengendalian selanjutnya, demikian seterusnya sehingga pengendalian risiko kecelakaan dilakukan berdasarkan hierarki pengendalian. Akan tetapi mungkin juga dapat dilakukan upaya-upaya gabungan dari pengendalian tersebut untuk mencapai tingkat pengendalian risiko yang diinginkan. g. Sisa Risiko Setelah ditentukan tindakan pengendalian yang layak, maka tim HIRADC harus menganalisa ulang kembali risiko dari aktivitas kerja tersebut. Bila setelah dilakukan pengendalian awal (existing control) nilai risiko masih tinggi atau sangat tinggi maka pengendaliannya digolongkan dalam kategori tidak diterima. Hal inilah yang dimaksud dengan sisa risiko dimana harus dilakukan pengendalian lanjutan. Tujuan dari pengendalian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
lanjutan ini adalah agar tingkat risiko suatu bahaya dengan kategori tidak diterima dapat turun menjadi bahaya dengan kategori yang dapat diterima. B. Kerangka Pemikiran
Tempat Kerja Inventaris Kegiatan Kerja
Material
Manusia
Alat
Proses
Lingkungan
Identifikasi Bahaya
Dampak Potensial
Sumber Bahaya
Pengendalian Awal Penilaian Risiko
Diterima
Tidak diterima Pengendalian Lanjutan
Dokumentasi Sosialiasasi Implementasi Review
Tidak Efektif Efektif commit to user Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu suatu metode yang memaparkan hasil-hasi penelitian yang telah penulis lakukan, sehingga pembaca dapat mudah mengerti dan mendapatkan gambaran yang jelas mengenai hasil penelitian. Laporan ini memberikan gambaran tentang identifikasi bahaya, penilaian risiko dan upaya pengendaliannya pada proses blasting di PT. Cipta kridatama Jobsite Mahakam Sumber Jaya sebagai langkah pencegahan timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta pencemaran lingkungan, efektifitas pelaksanaan manajemen risikonya serta kesesuaiannya dengan peraturan dan standar keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan. B. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di PT. Cipta Kridatama Jobsite Mahakam Sumber Jaya, yang berada di Desa Makarti, Samarinda, Kalimantan Timur. D. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian Objek penelitian ini adalah penerapan manajemen risiko pada proses blasting dalam operasi penambangan batubara di PT. Cipta Kridatama Jobsite Mahakam Sumber Jaya. Sedangkan ruang lingkup penilitian ini adalah commit to user 37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
pemenuhan manajemen risiko tersebut terhadap Klausul 4.3.1 OHSAS 18001:2007 dan Klausul 4.3.1 ISO 14001:2004. G. Sumber Data Data yang diperoleh dan dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dengan : a. Mengadakan observasi langsung mengenai pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja di lapangan. b. Wawancara dengan cara dialog/tanya jawab dengan tenaga kerja. 2. Data Sekunder Dilakukan untuk memperoleh pengetahuan secara teoritis dengan membaca literatur maupun dokumentasi yang berhubungan dengan obyek penelitian yang dimiliki oleh perusahaan. E. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi Lapangan Observasi dilakukan dengan pengamatan langsung identifikasi bahaya terhadap sumber bahaya yang ada didalam proses blasting dan bagaimana penilaian risiko yang dilakukan untuk tindakan pengendalian terhadap bahaya tersebut. 2. Wawancara Untuk melengkapi data yang diperoleh dari observasi, maka penulis mengadakan wawancara dengan tenaga kerja yang bersangkutan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Dalam hal ini, wawancara dilakukan dengan Drill & Blast Foreman dan OSHE Supervisor. 3. Studi Pustaka Data sekunder diperoleh melalui data-data yang ada pada dokumen dan catatan perusahaan yang berhubungan dengan pengidentifikasian bahaya serta penilaian risiko yang dilakukan untuk tindakan perbaikan. Dokumen tersebut antara lain SOP Penilaian Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko K3L, SOP Peledakan, IK Penanganan Misfire & Sleep Blast dan HIRADC Drill & Blast Departement. H. Pelaksanaan 1. Tahap Persiapan Persiapan yang dilakukan sebelum magang adalah mengajukan proposal permohonan magang di bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja di PT. Cipta Kridatama Jobsite Mahakam Sumber Jaya, di samping itu persiapan yang dilakukan adalah mempelajari kepustakaan yang berhubungan dengan manajemen risiko. 2. Tahap Pelaksanaan Pelaksanaan penelitian dimulai pada tanggal 18 Februari 2011 sampai dengan tanggal 15 Mei 2011, adapun kegiatan selama melakukan penelitian adalah sebagai berikut: a. Melakukan observasi langsung ke lapangan bersama blasting crew untuk mengetahui kondisi dan karakteristik bahaya pada saat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
melakukan pekerjaan yang berpotensi besar terhadap timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta pencemaran lingkungan. b. Melakukan diskusi dan pembahasan bersama Blasting dan SHE Crew tentang manajemen risiko K3 proses blasting PT. Cipta Kridatama Jobsite Mahakam Sumber Jaya. c. Melakukan review HIRADC proses blasting yang telah dibuat oleh Tim HIRADC D&B Departement PT. Cipta Kridatama Jobsite Mahakam Sumber Jaya. d. Mengumpulkan data-data sekunder dari OSHE Departement berkaitan dengan program pelaksanaan manajemen risiko pada proses blasting. 3. Tahap Pengolahan Data Data-data yang diperoleh dari perusahaan dikumpulkan, dianalisa, dibahas dan disusun sehingga dapat digunakan sebagai bahan penulisan laporan. I. Analisis Data Dari semua hasil penelitian yang diperoleh, penulis berusaha untuk menganalisis manajemen risiko pada proses blasting di PT. Cipta Kridatama Jobsite Mahakam Sumber Jaya sesuai dengan pedoman-pedoman yang terdapat pada Prosedur Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko K3L PT. Cipta Kridatama, menilai efektifitas hasil identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko tersebut serta menganalisa pemenuhan manajemen risiko terhadap standar yaitu Occupational Health Safety Assessment Series (OHSAS) 18001:2007 dan ISO 14001 : 2004. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penilitian 1. Deskripsi Proses Blasting Blasting merupakan kegiatan meledakan lapisan tanah Over Burden (OB) dengan bahan peledak dan rangkaian ledak tertentu. Hal ini dilakukan karena proses Ripping tidak mampu menghancurkan lapisan tanah Over Burden (OB) yang terlalu keras. Tujuan dilakukan blasting adalah untuk menghancurkan lapisan OB agar lebih lunak sehingga mudah untuk dimuat dengan Off Highway Truck (OHT) dan dipindahkan menuju disposal. a. Inspeksi Hasil Pengeboran Lubang bor yang akan digunakan untuk wadah memasukkan bahan peledak berikut dengan detonatornya harus diperiksa oleh Drill & Blasting Foreman. Hal ini dilakukan agar peledakan dapat dilaksanakan dengan maksimal. Inspeksi hasil pengeboran meliputi jarak lubang, kedalaman lubang dan jumlah lubang yang dibutuhkan. Adapun standar jarak dan kedalaman lubang di PT. Cipta Kridatama site Mahakam Sumber Jaya adalah dengan ukuran Spasi (S) : 9,2 m, Burden (B) : 8,0 m dan Deep (D) : 7 m. Akan tetapi terkadang posisi batubara tidak selalu berada di kedalaman yang sama, maka commit to user 41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
pengeboran dilakukan fleksibel dengan memperhatikan serbuk tanah hasil pengeboran dari drilling machine. Adapun jumlah lubang pengeboran disesuaikan dengan luas area peledakan. Semakin luas area peledakan maka semakin banyak lubang yang dibuat dan semakin banyak bahan peledak yang dibutuhkan. b. Pemasangan Rambu Peringatan Blasting Sebelum
rangkaian kegiatan
blasting
dilakukan rambu
peringatan blasting harus dipasang. Hal ini dimaksudkan untuk pemberitahuan dan pengamanan pelaksanaan blasting agar tidak terjadi korban jiwa maupun kerusakan property. Adapun pemasangan rambu peringatan yang dilakukan antara lain : 1) Pemasangan Rambu & Safety Line Rambu dan safety line harus dipasang disekitar area peledakan. Rambu-rambu tersebut berupa : Rambu “Dilarang masuk bagi yang tidak berkepentingan”, Rambu “Dilarang merokok
atau
menyalakan
api
serta
penggunaan
radio
komunikasi”. Sedangkan safety line dipasang mengelilingi area blasting. Pemasangan rambu & safety line ini dimaksudkan untuk memblokade area blasting dari man power maupun unit kerja yang ada disekitar area blasting agar tidak masuk ke dalam area blasting.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
2) Pemasangan Bendera & Papan Informasi Blasting Di jalan masuk tambang dipasang bendera & papan informasi blasting. Papan ini berisi pengumuman hari, tanggal dan jam peledakan. Papan ini dilengkapi tiang bendera untuk pemasangan bendera merah pada hari/ tanggal diadakan kegiatan peledakan.
Warna
merah
pada
bendera
yang
dipasang
menandakan bahwa kegiatan peledakan merupakan keadaan darurat yang harus diperhatikan. 3) Pemasangan Bendera Pemblokiran Bendera pemblokiran dipasang pada radius tertentu dari area peledakan. Sedangkan bendera yang dipasang ada 2 yaitu bendera warna kuning dan bendera warna hijau. Pada radius 300 meter dari area peledakan dipasang bendera kuning. Jarak 300 meter ini merupakan jarak aman bagi unit alat berat yang dievakuasi menjauhi area peledakan. Pada radius 500 meter dari area peledakan dipasang bendera hijau. Jarak 500 meter ini merupakan jarak aman bagi man power dan unit alat berat yang dievakuasi. Apabila dalam jarak 300 meter unit sudah diparkir maka man power harus dievakuasi dari unit dimana dia bekerja ke jarak aman 500 meter. c. Pembongkaran Ammonium Nitrate Kebutuhan bahan peledak disesuaikan dengan kebutuhan untuk pengisian lubang ledak di area blasting. Ammonium Nitrate diangkat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
dan diangkut dengan forklift menuju ANFO Mixer untuk dilakukan pencampuran Ammonium Nitrate dengan Fuel Oil. Pencampuran menggunakan mesin mixing ini dengan tujuan agar lebih efektif dan efisien. d. Mixing Menggunakan ANFO Mixer Bahan peledak yang digunakan adalah berupa Ammonium Nitrate Fuel Oil (ANFO). Bahan ini merupakan perpaduan antara Ammonium Nitrate dan Fuel Oil dengan perbandingan ideal Ammonium Nitrate : Fuel Oil adalah 94 : 6. Bahan Ammonium Nitrate dan Fuel Oil ini disimpan dalam gudang handak dalam keadaan terpisah untuk mencegah terjadinya ledakan/ kebakaran jika terjadi loncatan listrik/ percikan api. e. Pengangkutan Bahan Peledak ke Tambang Setelah
ANFO
tercampur
dengan
sempurna,
petugas
memasukkan ANFO dalam karung agar mempermudah pengangkutan ke area blasting dengan menggunakan truck. Travel ANFO melalui jalan hauling dilakukan dengan kehati-hatian karena lalu lintas jalan hauling ramai. Dan untuk pengamanan, truck ANFO diberi tanda bendera merah pertanda emergency dan harus mendapat prioritas ruang di jalan hauling. f. Pengisian Bahan Peledak Rangkaian primer yang terdiri dari detonator dan kabel perangkainya dimasukkan ke pertengahan lubang. Pengisian ANFO commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
dilakukan perlahan dan dekat dengan mulut lubang untuk menghidari bahan tertumpah dan terhambur oleh angin. Jika lubang berair, maka digunakan plastik liner/kondom yang diisi ANFO dan diusahakan agar penempatan Primer didalam plastik liner paling bawah menyentuh dasar lubang (bottom) dengan menggunakan stick. Jika pengisian dan perangkaian telah selesai dilaksanakan maka lubang ditutup dengan tanah serbuk hasil pengeboran menggunakan cangkul/sekop hingga lubang
tertutup
sampai
rata
permukaan
untuk
memperkuat
pengekangan energi bahan peledak di dalam lubang. g. Perangkaian Bahan Peledak Detonating cord dihubungkan antar lubang sepanjang baris/ row (disesuaikan dengan kondisi dan lokasi). Diantara baris dengan baris dihubungkan delay connector. Penarikan kabel dilakukan bila sudah diyakinkan bahwa jalur kabel tersebut tidak akan dilintasi alat berat kemudian ujung yang satu dihubungkan dengan ujung yang lain diperiksa tahanannya dengan menggunakan Ohmmeter pada tiap-tiap rol. Kabel yang digunakan harus kabel tunggal dan tidak boleh menggunakan
kabel
serabut.
Semua
sambungan
kabel
harus
disambung dengan baik dan dibungkus dengan isolasi. Pemasangan detonator listrik hanya dilakukan pada saat manusia dan unit telah dipastikan dievakuasi/ dipindahkan ke daerah yang benar-benar aman.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
h. Pengosongan dan Pemblokiran Area Sebelum peledakan dilaksanakan harus dilakukan Evakuasi terhadap unit dan manusia hingga berada pada jarak/ radius yang aman sesuai dengan peta peledakan yang telah dibuat (Jarak minimal 300 meter untuk alat dan 500 meter untuk manusia). Pada saat unit travel untuk evakuasi (biasanya 15 menit sebelum peledakan) dibunyikan sirine panjang (1x selama 1 menit) dan daerah peledakan sudah mulai diblokir atau ditutup. Pada saat mulai evakuasi maka untuk penggunaan channel radio harus dikosongkan (silence signal) dari pengguna yang tidak berkepentingan dengan peledakan. Pemblokiran terhadap radius aman peledakan ini dilakukan untuk mencegah agar tidak ada orang/ unit yang tidak mendapat informasi peledakan masuk ke dalam daerah peledakan. i. Penempatan Shelter Eksekusi peledakan dilakukan di dalam shelter dengan posisi shelter di luar radius 300 meter. Akan tetapi bila posisi dibawah radius 300 meter maka harus digambar dengan jelas di peta peledakan (blast map) untuk diajukan ke Kepala Teknik Tambang untuk mendapatkan izin. Penggunaan shelter sebagai pelindung blaster saat eksekusi blasting tidak boleh digantikan dengan unit/ dump truck/ mobil sarana atau bentuk lain yang tidak mengikuti standard keselamatan kerja. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
j. Pelaksanaan Peledakan Peledakan dapat dilakukan jika semua persyaratan persiapan peledakan telah dipenuhi sesuai dengan checklist inspeksi yang tersedia. Komunikasi dalam kegiatan peledakan harus menggunakan radio dengan channel khusus dimana tidak diperbolehkan orang lain menggunakan channel tersebut selain untuk komunikasi yang berkaitan dengan kegiatan peledakan. Setelah diyakinkan terhadap para blastguard bahwa lokasi sudah aman maka Supervisor Drill & Blast memberikan informasi /komando untuk membunyikan sirine 3x pertanda peledakan siap untuk dilaksanakan. Aba–aba/ hitungan peledakan akan dilakukan oleh Drill & Blast Supervisor yang diakhiri dengan kata “Tembak” atau kata lain yang disepakati. k. Pemeriksaan Lokasi dan Hasil Peledakan Lima belas (15) menit setelah peledakan terlaksana, maka Blaster harus melakukan pemeriksaan lokasi peledakan terhadap kemungkinan terjadinya gagal meledak (misfire). Lokasi peledakan harus diperiksa dengan hati-hati dengan memberikan perhatian khusus terhadap hasil ledakan pada setiap lubang ledak. Sebelum ada informasi "Clear" dari
blaster, semua aktifitas dan jalur masuk
menuju ke lokasi peledakan tetap diblokir. Jika hasil pemeriksaan oleh blaster menemukan adanya misfire maka seluruh karyawan yang terlibat dalam kegiatan peledakan harus commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
mengikuti SOP tentang penanganan misfire yang telah dibuat. Selama proses
penanganan
misfire
tersebut
seluruh
aktivitas
tidak
diperbolehkan kecuali di luar radius 300 meter. Setelah diyakinkan bahwa tidak ada misfire maka blaster memberi informasi kepada Drill & Blast Supervisor bahwa peledakan dinyatakan aman. Kemudian Drill & Blast Supervisor, membunyikan sirine panjang (1x selama 1 menit) menandakan bahwa lokasi peledakan dinyatakan aman dan setiap blastguard dapat membuka jalur blokir dan seluruh aktivitas tambang dapat dimulai kembali. l. Pengembalian Bahan Peledak Sisa Bahan peledak yang tidak digunakan harus dikembalikan ke dalam gudang bahan peledak. Drill & Blast Supervisor dan penjaga gudang bahan peledak mengisi formulir pengembalian bahan peledak, membuat dan menanda tangani berita acara pengembalian bahan peledak. Adapun skema alur proses blasting di PT. Cipta Kridatama Jobsite Mahakam Sumber Jaya adalah sebagai berikut : Inspeksi Hasil Pengeboran
Pemasangan Rambu Peledakan
Pembongkaran Ammonium Nitrate commit to user Nitrate Mixing Ammonium Bersambung…
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
…dengan sambungan
Pengangkutan ANFO
Charging (Pengisian Handak)
Stemming (Penutupan lubang)
Perangkaian Accecoris
Evakuasi & Pemblokiran Eksekuasi Peledakan
Inspeksi Hasil Peledakan
Pengembalian ANFO sisa Sumber : Drill & Blast Departement Gambar 4. Bagan Proses Blasting
2. Manajemen Risiko Dalam memenuhi OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 “Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Controls” dan ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “ Environmental Aspects” sehingga HIRADC dilaksanakan dalam operasional kerja di perusahaan. Sedangkan Manajemen risiko merupakan setali tiga uang dengan HIRADC. Oleh sebab itu perusahaan telah melaksanakan HIRADC terhadap proses blasting yang tergolong dalam bahaya dengan risiko tinggi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Manajemen risiko ini terdiri dari 3 langkah pelaksanaan yaitu : identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian risiko. a. Identifikasi Bahaya Perusahaan telah melakukan identifikasi terhadap aspek bahaya pada proses blasting sebagai berikut : 1) Bahaya Flying Rock Bersumber pada eksekusi peledakan lapisan Over Burden (OB) yang dilakukan secara rutin di area penambangan PT. Cipta Kridatama site Mahakam Sumber Jaya. Flying Rock merupakan batu yang terlempar ke udara karena hentakan ledakan dengan radius tertentu. Batu-batu terbang ini terjadi karena desain atau pelaksanaannya tidak memenuhi beberapa kriteria. Misalnya bahan peledak yang digunakan berlebihan, atau bahan peledak tidak terkungkung dengan cukup rapat. Lemparan batu ini dapat menimpa man power maupun unit yang berada di sekitar area peledakan. 2) Bahaya Air Blast Bersumber pada eksekusi peledakan lapisan Over Burden (OB) yang dilakukan secara rutin di area penambangan PT. Cipta Kridatama site Mahakam Sumber Jaya. Air Blast merupakan hempasan udara yang sangat cepat dan kuat yang dihasilkan oleh lemparan energi peledakan. Hempasan ini dapat menyebabkan cidera jika mengenai man power dan kerusakan jika mengenai unit /property. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
3) Bahaya Gas Beracun Bersumber dari hasil reaksi kimia yang tidak sempurna ketika ANFO diledakkan dengan detonatornya saat aktivitas blasting lapisan Over Burden (OB) yang dilakukan secara rutin di area penambangan PT. Cipta Kridatama site Mahakam Sumber Jaya. Gas yang dihasilkan proses blasting mengandung dua kemungkinan jenis gas yaitu smoke atau fumes. Smoke tidak berbahaya karena hanya terdiri dari uap atau asap yang berwarna putih. Sedangkan fumes berwarna kuning dan berbahaya karena sifatnya beracun, yaitu terdiri dari KarbonMonoksida (CO) dan Oksida-Nitrogen (NOx). Fumes dapat terjadi bila bahan peledak yang diledakkan tidak memiliki keseimbangan oksigen, dapat terjadi pula bila bahan peledak tersebut sudah kadaluarsa selama penyimpanan, atau karena komposisi pencampuran bahan peledak berupa Amonnium Nitrate (AN) dan Fuel Oil (FO) yang tidak tepat. a. Gas CO Bila Overfueled dengan 92% AN dan 8% FO akan menurunkan energi 6% dan menghasilkan gas CO yang berbahaya. b. Gas NO2 Bila Under fueled dengan 96% AN dan 4% FO menurunkan energi 18% dan menghasilkan gas NO2 yang mematikan. 4) Bahaya Getaran Bahaya getaran dihasilkan oleh eksekusi peledakan yang menghasilkan energi getar yang keras dan merambat dalam radius commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
yang jauh. Getaran ini merambat melalui tanah sehingga sering disebut “Ground Vibration” yang bisa jadi mampu merobohkan bangunan instalasi perusahaan maupun bangunan milik masyarakat sekitar. Getaran yang berlebihan dari hasil peledakan dapat saja terjadi bila bahan peledak meledak bersama-sama dengan jumlah besar sehingga menimbulkan getaran gelombang dengan skala yang besar pula. 5) Bahaya Debu Paparan debu pada proses blasting terdapat pada aktivitas inspeksi hasil pengeboran, pemasangan rambu peringatan peledakan, pengangkutan bahan peledak ke area peledakan, pengisian bahan peledak, penutupan lubang ledak dengan tanah, inspeksi hasil peledakan dan pengembalian bahan peledak ke gudang handak. 6) Bahaya Premature Blast Bahaya premature blast bersumber pada eksekusi peledakan dimana rangkaian bahan peledak meledak sebelum diledakkan dan tanpa adanya kontrol. Bahaya ini mungkin terjadi saat misfire (peledakan mangkir) maupun sleep blast (peledakan tidur). Bahaya premature blast juga bersumber pada ledakan tanpa kendali pada penyimpanan bahan Ammoniun Nitrate, Fuel Oil dan Accecoris peledakan di gudang handak. Bahaya tersebut terjadi sebagai akibat penggunaan HP, radio tangan dan aktivitas merokok di area gudang handak. Pada cuaca mendung/ hujan juga terdapat kemungkinan sambaran petir yang dapat menyebabkan premature blast. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
7) Bahaya Kebisingan Kebisingan selain memapari man power juga memapari lingkungan. Kebisingan ini bersumber pada penggunaan mesin diesel sebagai penggerak mixing machine. Kebisingan memapari pekerja yang melakukan mixing Ammonium Nitrate (AN) dan Fuel Oil (FO) sebagai bahan peledak. 8) Bahaya Paparan Panas Bahaya ini bersumber dari panas terik matahari ketika blasting crew sedang melakukan aktivitas pengisian bahan peledak (charging), penutupan lubang dengan tanah (stemming) dan perangkaian accecoris. 9) Bahaya Kontaminasi Bahan Kimia Bahaya kontaminasi ini bersumber dari penggunaan bahan peledak yaitu Ammonium Nitrate Fuel Oil (ANFO) yang dapat tertelan, terhirup, masuk mata maupun kulit. Aktivitas yang dapat menyebabkan kontaminasi bahan kimia ini adalah pembongkaran Ammonium Nitrate, mixing menggunakan ANFO mixer dan pengisian bahan peledak. 10) Bahaya Tumpahan Bahan Kimia Bahaya ini bersumber pada proses pembongkaran Ammonium Nitrate, mixing bahan peledak, pewadahan ANFO ke dalam karung, pengangkutan ANFO ke area blasting dan pengangkutan sisa ANFO yang tidak digunakan dalam pengisian lubang peledak. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
11) Bahaya Kecelakaan Lalu Lintas Tambang Bersumber pada aktivitas lalu lintas di area tambang seperti aktivitas
pengangkutan
bahan
peledak,
transportasi
dengan
menggunakan kendaraan sarana Light Vehicle (LV) pada saat melakukan pemasangan rambu-rambu, inspeksi hasil pengeboran maupun inspeksi hasil peledakan berupa interaksi dengan unit lain di jalur hauling, terlalu dekat dengan unit lain maupun pada kondisi yang tidak aman berupa jalan hauling licin dan jalan hauling sempit, persimpangan jalan. b. Penilaian Risiko Penilaian risiko yang dilakukan PT. Cipta Kridatama mengacu pada prosedur identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko K3L yaitu prosedur nomer PR-00-SHE-025. Di dalam prosedur ini, identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko atau Hazard identification, Risk Assessment and Determaining Control (HIRADC) mempertimbangkan 3 aspek penting yaitu peluang (probabilitas), keseringan (frequency) dan keparahan (severitas). Ketiganya berbanding lurus dengan nilai risiko itu sendiri,
artinya
semakin
tinggi
nilai
peluang,
keseringan
dan
keparahannya, maka nilai risiko pun semakin tinggi. 1) Peluang (Probabilitas) Peluang merupakan kemungkinan terjadinya suatu bahaya atau paparan. Nilai standar peluang terjadinya kecelakaan yang ditetapkan perusahaan sesuai dengan tabel di bawah ini: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
Tabel 1. Nilai Peluang Probability Nilai Tidak mungkin terjadi 1 Kecil kemungkinan terjadi 2 Kemungkinan terjadi rata-rata 3 Besar kemungkinan terjadi 4 Pasti terjadi 5 (Sumber: PR-00-SHE-025 PT. Cipta Kridatama) 2) Frekuensi (Keseringan) Frekuensi menunjukkan tingkat keseringan suatu bahaya atau paparan terjadi dalam suatu waktu tertentu. Nilai frekuensi yang ditetapkan perusahaan untuk standar HIRADC dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 2. Nilai Frekuensi Frekuensi Nilai Sekali dalam setahun 1 Sekali dalam sebulan 2 Sekali dalam seminggu 3 Sekali sehari 4 Berkali – kali dalam sehari 5 (Sumber: PR-00-SHE-025 PT. Cipta Kridatama) 3) Keparahan (Severitas) Severitas menunjukkan tingkat keparahan yang harus diderita jika kecelakaan benar-benar terjadi, baik terhadap manusia, property dan lingkungan. Nilai severitas yang ditetapkan perusahaan untuk standar penilaian risiko dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
Tabel 3. Nilai Keparahan Nilai
Injury
PD
1
First Aid < US$ 100
2
MTC
3
RWDI
US$ 100 – US$ 1.000
Health
Environment
Community
Tidak ada gangguan
Tidak ada peraturan yang berlaku atau berdampak pada area terbatas perusahaan.
Tidak terjadi komplain dari masyarakat sekitar
Tidak ada peraturan yang berlaku atau berdampak ke lingkungan perusahaan. Sesuai dengan baku mutu/peraturan perundangan atau berdampak ke masyarakat disekitar area kerja perusahaan.
Terjadi komplain dari masyarakat sekitar
Ada gangguan tapi masih dapat bekerja US$ 1.001 – Ada US$ 5.000 gangguan tidak dapat masuk kerja
Terjadi komplain dari pemerintah daerah atau lembaga swadaya masyarakat sekitar 25 LTI US$ 5.001 – Sakit dan Tidak sesuai baku Terjadi US$10.000 rawat inap mutu/peraturan komplain dari / kronis / perundangan dan pemerintah PAK mendapatkan daerah atau peringatan keras dari lembaga pemerintah, swadaya penghentian masyarakat operasional regional perusahaan sementara atau berdampak ke masyarakat yang lebih luas. 30 Fatality > US$ 10.000 Sakit akut Tidak sesuai baku Terjadi /meninggal mutu/peraturan komplain dari perundangan dan pemerintah mendapatkan pusat atau ancaman denda atau lembaga pidana, penutupan swadaya permanen masyarakat perusahaan atau nasional berdampak ke masyarakat nasional. commit user (Sumber: PR-00-SHE-025 PT. Cipta to Kridatama)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Formula Penilaian risiko yang digunakan oleh PT. Cipta Kridatama yaitu : Risiko = Probability X Frequency X Severity atau R = P x F x S Penilaian risiko yang dilakukan perusahaan adalah dengan cara 2 kali penilaian. Penilaian risiko yang pertama adalah dilakukan terhadap bahaya aspek K3L setelah dilakukan tindakan pengendalian awal yang sudah terlaksana saat ini (existing control). Penilaian risiko yang kedua adalah penilaian risiko yang dilakukan terhadap bahaya dengan kriteria risiko tidak diterima setelah dilakukan tindakan pengendalian awal (existing control). Nilai risiko tersebut akan mempengaruhi tingkat risiko. Untuk tingkat risiko very high dan high maka dikelompokkan dalam kriteria risiko yang tidak dapat diterima (non acceptable risk). Sedangkan tingkat risiko medium dan low maka dikelompokkan dalam kriteria yang dapat diterima (acceptable risk). Tabel 4. Penggolongan Nilai Risiko Nilai Risiko ≥ 125 25 – 124
Tingkat Risiko very high high
Kriteria Risiko tidak dapat diterima
10 – 24 medium dapat diterima < 10 low (Sumber: PR-00-SHE-025 PT. Cipta Kridatama) Adapun hasil penilaian risiko dan penggolongan kriteria risiko terhadap bahaya yang ada di proses blasting PT. Cipta Kridatama site Mahakam Sumber Jaya dapat dilihat pada lampiran. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
c. Pengendalian Risiko Setelah bahaya teridentifikasi maka potensi bahaya yang ada harus segera dikendalikan, hal ini bertujuan untuk menurunkan tingkat risiko yang mungkin timbul. Metode pengendalian risiko yang diterapkan sesuai dengan hierarki pengendalian bahaya menurut OHSAS 18001 : 2007 yang terdiri dari eliminiasi, subtitusi, rekayasa teknis, administrasi dan alat pelindung diri. Sedangkan tahapan pelaksanaan pengendalian bahaya adalah melalui 2 tahap, yaitu : 1) Pengendalian Awal ( Existing Control ) PT. Cipta Kridatama merupakan perusahaan yang telah cukup lama melakukan operasional penambangan batubara sehingga potensi dan fator bahaya serta aspek lingkungan telah teridentifikasi dalam proses berjalannya operasional perusahaan ini. Sehingga pada bahaya yang telah teridentifikasi tersebut telah dilakukan pengendalian awal (existing control). Pengendalian awal ini akan dinilai melalui review yang dilakukan oleh Tim HIRADC perusahaan sehingga diketahui apakah suatu pengendalian dapat menurunkan tingkat bahaya menjadi medium dan low
atau
dengan
kata
lain
pengendalian
tersebut
berhasil
menggolongkan bahaya ke dalam kriteria yang dapat diterima (acceptable risk). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
2) Pengendalian Lanjutan Bila dengan pelaksanaan pengendalian awal terhadap suatu bahaya atau setelah dilakukan review pengendalian awal dinilai tidak dapat lagi menurunkan tingkat risiko bahaya menjadi medium dan low atau tingkat risiko menjadi high dan very high dengan kriteria yang tidak dapat diterima (non acceptable risk) maka harus dilakukan pengendalian lanjutan sehingga pengendalian tersebut dapat menurunkan tingkat risiko ke kriteria yang dapat diterima (acceptable risk). Tindakan pengendalian lanjutan tersebut dimasukkan dalam Register Tindakan Perbaikan (RTP) untuk segera ditindak-lanjuti dan direview agar tingkat risiko suatu bahaya turun ke tingkat risiko yang dapat diterima. B. Pembahasan Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko (HIRADC) dalam aktivitas PT. Cipta Kridatama site Mahakam Sumber Jaya digunakan untuk dasar perencanaan program pengendalian kecelakaan kerja (manajemen risiko) sesuai dengan OHSAS 18001 : 2007 Klausul 4.3.1 dan ISO 14001 : 2004 Klausul 4.3.1, dimana keduanya secara garis besar menyatakan bahwa sumber bahaya yang teridentifikasi harus dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolak ukur terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja sehingga dapat dilakukan upaya pengendalian dalam bentuk program keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan hidup. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
1. Manajemen Risiko Proses Blasting dan Efektifitasnya Pada pembahasan ini dijabarkan gambaran penerapan manajemen risiko proses blasting dan penilaian efektifitasnya. Penilaian efektifitas dari manajemen risiko tersebut penulis tinjau secara kaulitatif pelaksanaan penerapan aktual di lapangan. Sedangkan parameter yang digunakan untuk mengamati dan menilai apakah pengendalian risiko sudah efektif atau belum melalui pertanyaan-pertanyaan dibawah ini : a. Apakah penerapan proses blasting dilaksanakan sesuai prosedur keselamatan peledakan? b. Apakah hierarki pengendalian sudah dilaksanakan dengan baik dan maksimal? c. Apakah masih terjadi kecelakaan, penyakit akibat kerja atau pencemaran lingkungan? d. Apakah pengendalian sudah sesuai dengan peraturan perundangan? e. Apakah pengendalian awal sudah cukup menurunkan tingkat risiko ? Adapun hasil identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko pada proses blasting di PT. Cipta Kridatama site Mahakam Sumber Jaya adalah sebagai berikut : a. Bahaya Flying Rock Bahaya ini bersumber pada eksekusi peledakan lapisan Over Burden (OB) di area blasting. Lemparan batu (Flying Rock) ini dapat menimpa man power sehingga dapat menyebabkan luka ringan sampai dengan kematian maupun menimpa unit sehingga dapat menyebabkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
kerusakan. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 2, frequency : 4 dan severity : 3 sehingga nilai risikonya 24 dan tingkat risiko medium. Pengendalian bahaya flying rock dilakukan melalui metode rekayasa teknis dan administrasi. 1) Rekayasa Teknik Pengendalian secara rekayasa teknis antara lain dengan : Cleaning area peledakan dari loose material (material bebas), pengaturan bahan peledak yang cukup (tidak berlebihan) disesuaikan dengan kebutuhan lubang, penutupan lubang dengan tanah (stemming) dilakukan dengan tanah serbuk hasil pengeboran sehingga bahan peledak dapat terkungkung dengan cukup rapat, penentuan waktu tunda yang tidak terlalu dekat, penentuan arah dan urutan ledakan yang tepat disesuaikan kondisi dan posisi peledakan, dimensi geometri peledakan tepat. Geometri peledakan di PT. Cipta Kridatama site Mahakam Sumber Jaya menggunakan standar ukuran Spasi (S) : 9,2 m, Burden (B) : 8,0 m dan Deep (D) : 7 m. Hal ini sudah disesuaikan dengan jenis batuan, bahan peledak dan target produksi yang ingin dicapai. 2) Administrasi Pengendalian secara administrasi yaitu melalui pengaturan waktu peledakan yaitu pada saat jam istirahat siang yaitu jam 12.00 sehingga man power sedang beristirahat dan jauh dari area peledakan. Hal ini dapat mengurangi production time lost akan tetapi jika tidak bisa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
dilakukan pada jam 12.00, peledakan akan dilakukan pada jam 15.00 dengan konsekuensi setiap melakukan peledakan diadakan evakuasi unit dan manusia menjauhi area peledakan menuju jarak aman sesuai dengan Prosedur Peledakan yang dimiliki PT. Cipta Kridatama yaitu jarak aman untuk unit adalah 300 meter dan jarak aman untuk man power adalah 500 meter. Sedangkan penempatan shelter bagi blaster pada radius minimal 300 meter dari area peledakan dan aman dari arah ledakan. Sebagai tanda radius aman tersebut dilakukan dengan pemasangan bendera. Bendera kuning untuk jarak aman unit dan bendera hijau untuk jarak aman man power. Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini, bahaya flying rock masuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima. Pengendalian telah efektif karena dilakukan sesuai dengan prosedur dan dapat mengurangi risiko kecelakaan diakibatkan flying rock. Hal ini telah sesuai dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 ayat 1 poin a yang menyatakan “Mencegah dan mengurangi kecelakaan”. b. Bahaya Air Blast Bahaya ini bersumber pada eksekusi peledakan lapisan Over Burden (OB) dari area blasting. Hempasan udara yang sangat cepat dan kuat yang dihasilkan oleh lemparan energi peledakan ini dapat menyebabkan cidera pada man power dan kerusakan pada unit. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 2, frequency : 4 dan severity : 3 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
sehingga nilai risikonya 24 dan tingkat risiko medium. Pengendalian bahaya air blast dilakukan melalui metode rekayasa teknik dan administrasi. 1) Rekayasa Teknik Pengendalian
dengan
rekayasa
teknik
dilakukan
dengan
pengaturan panjang burden sehingga tidak terlalu pendek, penutupan bahan peledak dengan tanah (stemming) dipastikan rapat, pengaturan waktu tunda (delay time) tidak terlalu pendek, pengaturan arah ledakan dan peledakan diusahakan dilakukan pada kondisi cuaca yang cerah sehingga efek hempasan bisa meluncur ke arah vertikal sehingga tidak mengarah ke unit maupun man power di posisi horizontal. Karena pada cuaca cerah tekanan udara bagian atas permukaan lebih rendah dari pada tekanan udara di permukaan. 2) Administrasi Pengendalian secara administrasi yaitu dengan melakukan evakuasi unit dan man power menuju jarak aman. Pelaksanaan evakuasi yang dilakukan telah sesuai dengan Prosedur Peledakan PT. Cipta Kridatama dimana jarak 300 meter untuk man power dan jarak 500 meter. Pengaturan arah hempasan ledakan juga dapat dilakukan agar tidak mengarah kepada man power dan unit. Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini, bahaya air blast masuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima. Pengendalian telah efektif karena dilakukan sesuai dengan prosedur dan dapat mengurangi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
risiko kecelakaan diakibatkan air blast.
Hal ini telah sesuai dengan
Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 ayat 1 poin a yang menyatakan “Mencegah dan mengurangi kecelakaan”. c. Bahaya Gas Beracun Hal ini bersumber dari hasil reaksi kimia yang tidak sempurna ketika ANFO yang diramu tidak tepat komposisinya dan tetap diledakkan bersama detonatornya. Pencampuran ANFO yang tidak tepat ini dapat menghasilkan gas CO dan NO2. Gas beracun ini berpotensi memapari blasting crew yang melakukan inspeksi hasil peledakan. Hal ini dapat menyebabkan keracunan jika terhirup masuk ke pernapasan. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 2, frequency : 4 dan severity : 3 sehingga nilai risikonya 24 dan tingkat risiko medium. Pengendalian bahaya terpapar gas beracun ini dilakukan dengan metode rekayasa teknis, administrasi dan APD. 1) Rekayasa Teknik Pengendalian secara rekayasa teknis dengan pencampuran ANFO dilakukan dengan perbandingan yang tepat yaitu campuran Ammonium Nitrat (AN) dan Fuel Oil (FO) sebesar 94,3% AN dan 5,7% FO sehingga akan menghasilkan zero oxygen balanced dengan energi panas sekitar 3800 joules/gr handak. Apabila campuran yang dibuat tidak sempurna sehingga akan menghasilkan energi ledak rendah dan gas beracun (noxious gasses). Waktu penyimpanan bahan peledak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
menjadi perhatian agar bahan peledak tidak kadaluarsa saat akan digunakan. ANFO kering bisa tahan disimpan selama 6 bulan. 2) Administrasi Pengendalian secara administrasi dilakukan dengan pengaturan waktu melakukan inspeksi hasil peledakan pasca eksekusi blasting. Hal ini dimaksudkan untuk menunggu agar kontaminasi gas beracun di udara pada area blasting dapat berkurang konsentrasinya. Dalam prosedur peledakan PT. Cipta Kridatama, pengaturan waktu tunggu tersebut selama 15 menit setelah eksekusi peledakan. 3) Alat Pelindung Diri Pengendalian dengan APD yaitu melalui pemakaian masker saat melakukan inspeksi hasil peledakan pasca eksekusi blasting. Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini, bahaya gas beracun masuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima. Hal ini telah sesuai dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 ayat 1 poin m, yang menyatakan “Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran”. Akan tetapi pengendalian terhadap bahaya ini belum efektif karena pada pengendalian administrasi dimana inspeksi hasil peledakan seharusnya dilakukan 15 menit setelah eksekusi peledakan namun kenyataan di lapangan pelaksanaan inspeksi tersebut dilakukan dalam waktu kurang dari 15 menit setelah eksekusi peledakan. Hal ini tidak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
sesuai dengan prosedur pelaksanaan inspeksi hasil peledakan sehingga harus disosialisalikan kembali prosedur yang benar terkait timming pelaksanaan inspeksi hasil peledakan. d. Bahaya Getaran Bahaya ini dihasilkan oleh eksekusi peledakan yang menghasilkan energi getar yang tinggi dan merambat dalam radius yang jauh. Potensi bahaya ini dapat merobohkan bangunan instalasi perusahaan maupun bangunan milik masyarakat sekitar. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 2, frequency : 4 dan severity : 2 sehingga nilai risikonya 18, dan tingkat risiko medium. Pengendalian bahaya ground vibration ini ini dilakukan dengan metode rekayasa teknik dan administrasi. 1) Rekayasa Teknik Pengendalian secara rekayasa teknis yaitu dengan pengaturan geometri peledakan, jumlah bahan peledak dan waktu tunda peledakan. Eksekusi peledakan dengan pengurangan peledakan dengan jumlah besar dan dalam waktu yang sama oleh juru ledak (shotfire). Artinya ia akan meledakan satu demi satu atau menggunakan pengatur waktu. Akibatnya bangunan yang berdekatan dengan daerah peledakan akan relatif aman dari pengaruh getaran hasil peledakan. Pengendalian juga dengan pengaturan arah ledakan untuk meminimalkan rambatan yang mengarah pada bangunan yang berada di sekitar area peledakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
2) Administrasi Secara administrasi, area peledakan juga harus diperhitungkan dan dipastikan jauh dari bangunan instalasi perusahaan maupun perumahan penduduk. Jika terdapat bangunan pemukiman penduduk yang jaraknya tergolong dekat dan berbahaya dari area penambangan yang akan dapat mengganggu aktivitas peledakan maka PT. Cipta Kridatama melakukan usaha pembebasan lahan dengan memberikan ganti rugi bagi penduduk yang bangunan dan tanahnya terkena pembebasan tersebut. Di area penambangan PT. Cipta Kridatama berdekatan dengan proyek lain yaitu proyek penambangan milik PT. Leighton sehingga ketika jarak area peledakan dengan area kerja PT. Leighton maka dilakukan koordinasi terkait batas jarak aman bagi unit dan man power yang masih diperkenankan. Jika mereka berada dalam jarak yang tidak aman maka pihak PT. Leighton akan melakukan evakuasi. Hal serupa juga dilakukan PT. Cipta Kridatama apabila PT. Leighton melakukan aktivitas peledakan. Dengan pengendalian yang telah dilakukan ini, bahaya ground vibration masuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima. Pengendalian yang dilakukan sesuai dengan teknis peledakan yang aman dan mempertimbangkan keberadaan bangunan perusahaan, proyek lain maupun pemukiman penduduk. Dengan pengendalian ini tidak ditemukan kerusakan pada bangunan diakibatkan ground vibration. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
Aspek yang kurang mendapat perhatian pada pengendalian ini adalah monitoring/ pengukuran ground vibration sehingga belum diketahui apakah getaran akibat peledakan tersebut masih berada dibawah nilai ambang batas getaran yang disyaratkan oleh peraturan perundangan dalam hal ini adalah Kepmen LH No. 49 Tahun 1996 tentang Baku Mutu Getaran Mekanis Lingkungan. Oleh karena itu pengendalian bahaya getaran (ground vibration) belum sepenuhnya efektif dilaksanakan. e. Bahaya Debu Paparan debu pada proses blasting terdapat pada aktivitas inspeksi hasil pengeboran, pemasangan rambu peringatan peledakan, pengangkutan bahan peledak ke area peledakan, pengisian bahan peledak, evakuasi & pemblokiran,
eksekusi
peledakan,
inspeksi
hasil
peledakan
dan
pengembalian bahan peledak ke gudang handak. Potensi paparan debu ini dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan iritasi mata pada man power maupun masyarakat sekitar. 1) Inspeksi Hasil Pengeboran Penilaian risiko dari bahaya debu pada aktivitas ini dengan probability : 2, frequency : 2 dan severity : 2 sehingga nilai risikonya 8 dengan tingkat risiko low. Pengendalian bahaya debu dalam aktivitas ini dilakukan dengan metode rekayasa teknis dan APD. a) Rekayasa Teknik Pengendalian
secara
rekayasa
teknik
yaitu
dengan
penggunaan drill machine yang mempunyai perangkat dust commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
collector sehingga debu yang dihasilkan ketika pengeboran tidak terlalu banyak terakumulasi di udara ketika dilakukan inspeksi hasil pengeboran. Hal ini dimaksudkan agar paparan debu di udara pada area blasting dapat berkurang konsentrasinya. b) Alat Pelindung Diri Pengendalian dengan APD melalui pemakaian masker saat melakukan inspeksi hasil pengeboran oleh inspektor. Dengan pengendalian yang telah dilakukan ini, bahaya debu pada aktivitas inspeksi hasil pengeboran masuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima. Meskipun drill machine yang dimiliki oleh PT. Cipta Kridatama sudah dilengkapi dust collector yang dapat menghisap debu bor sehingga tidak banyak memapari blasting crew dan tidak menyebabkan gangguan kesehatan akibat terpapar debu. Pengendalian belum sepenuhnya efektif dikarenakan monitoring/ pengukuran kadar debu di area pengeboran di PT. Cipta Kridatama belum dilakukan sehingga belum sesuai dengan SE Menaker No. 1 Tahun 1997 tentang NAB Faktor Kimia di Tempat Kerja. 2) Pemasangan Rambu Peringatan Peledakan Penilaian risiko dari bahaya debu pada aktivitas ini dengan probability : 2, frequency : 2 dan severity : 2 sehingga nilai risikonya 8 dengan tingkat risiko low. Pengendalian bahaya debu dalam aktivitas ini dilakukan dengan metode rekayasa teknik dan APD. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
a) Rekayasa Teknik Pengendalian
secara
rekayasa
teknik
yaitu
dengan
penyiraman jalan hauling dimana digunakan kendaraan sarana untuk mobilitas pemasangan rambu. Penutupan kabin kendaraan sarana juga dapat mengendalikan besarnya paparan debu terhadap man power. b) Alat Pelindung Diri Pengendalian juga dengan pemakaian masker dan safety glasses saat melakukan pemasangan rambu peringatan peledakan oleh blasting crew. Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya debu pada aktivitas pemasangan rambu peringatan peledakan termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima. Pengendalian telah efektif karena tidak terdapat keluhan gangguan kesehatan akibat debu yang memapari man power. Hal ini telah sesuai dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 ayat 1 poin m, yang menyatakan “Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran” 3) Pengangkutan bahan peledak dengan ANFO Truck Debu yang ada terdapat di jalan hauling berpotensi untuk memapari pekerja yang mengendarai ANFO truck. Penilaian risiko dari bahaya debu pada aktivitas ini dengan probability : 2, frequency : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
2 dan severity : 2 sehingga nilai risikonya 8 dengan tingkat risiko low. Pengendalian bahaya debu dalam aktivitas ini dilakukan dengan metode rekayasa teknik yaitu dengan penutupan rapat kaca kabin ANFO truck saat melakukan pengangkutan dan pengembalian bahan peledak oleh blasting crew. Penyiraman jalan hauling dengan water truck juga dilakukan agar debu tidak terlalu banyak berterbangan. Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya debu pada aktivitas pengangkutan dan pengembalian bahan peledak dengan ANFO truck masuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima. Pengendalian telah efektif karena ANFO truck sudah dilengkapi kabin yang masih berfungsi dengan baik. Selain itu penyiraman juga telah dilakukan secara rutin dengan jumlah water truck yang memadai. Hal ini telah sesuai dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 ayat 1 poin m, yang menyatakan “Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran”. 4) Pengisian Bahan Peledak Penilaian risiko dari bahaya debu pada aktivitas ini dengan probability : 2, frequency : 2 dan severity : 2 sehingga nilai risikonya 8 dengan tingkat risiko low. Pengendalian bahaya debu dalam aktivitas ini dilakukan dengan penggunaan administrasi dan APD. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
a) Administrasi Pengendalian secara administrasi yaitu dengan pengisian bahan peledak tidak dilakukan sebelum semua lubang handak selesai dibor dan diinspeksi. Hal ini dimaksudkan agar debu yang berhamburan akibat pengeboran tidak banyak memapari blasting crew. Hal ini juga untuk mencegah jika tiba-tiba drill machine mengalami break down (kerusakan) maka peledakan masih dapat dihentikan. Jika bahan peledak sudah dimasukkan ke dalam lubang maka harus diledakkan untuk mencegah terjadinya peledakan tidur karena PT. Cipta Kridatama tidak memiliki izin untuk melakukan peledakan tidur. b) Alat Pelindung Diri Pengendalian dengan APD dilakukan dengan pemakaian safety glasses dan masker oleh blasting crew. Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya debu pada aktivitas pengisian bahan peledak termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima. Hal ini telah sesuai dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 ayat 1 poin m, yang menyatakan “Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran”. Meskipun demikian,
pengendalian
belum
efektif
commit to user
karena
kesadaran
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
kedisiplinan penggunaan alat pelindung diri berupa kacamata dan masker masih belum maksimal. 5) Penutupan Lubang dengan Tanah (Stemming) Penilaian risiko dari bahaya debu pada aktivitas penutupan lubang dengan tanah (stemming) ini dengan probability : 2, frequency : 2 dan severity : 2 sehingga nilai risikonya 8 dengan tingkat risiko low. Debu berasal dari serbuk tanah pengeboran yang dapat menyebabkan iritasi mata dan gangguan pernapasan. Pengendalian bahaya debu dalam aktivitas ini dilakukan dengan penggunaan APD yaitu pemakaian safety glasses dan masker oleh blasting crew. Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya debu pada aktivitas Penutupan lubang dengan tanah (stemming) termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima. Hal ini telah sesuai dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 ayat 1 poin m, yang menyatakan “Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran”. Adapun pengendalian tersebut masih belum efektif karena kesadaran dan kedisiplinan penggunaan alat pelindung diri berupa kacamata dan masker masih belum maksimal. 6) Evakuasi & Pemblokiran Penilaian risiko dari bahaya debu pada aktivitas ini dengan probability : 2, frequency : 2 dan severity : 2 sehingga nilai risikonya 8 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
dengan tingkat risiko low. Pengendalian bahaya debu dalam aktivitas ini dilakukan dengan metode rekayasa teknik dan APD. a) Rekayasa Teknik Pengendalian
secara
rekayasa
teknis
yaitu
dengan
penggunaan unit berkabin pada saat evakuasi. Unit sarana yang biasa dipakai adalah unit Light Vehicle (LV). Pengendalian yang lain adalah dengan penyiraman jalan hauling dengan water truck untuk mengurangi hamburan debu. b) Alat Pelindung Diri Pengendalian dengan APD dilakukan ketika blastguard keluar unit sarana saat pemblokiran akses masuk ke area peledakan maka harus menggunakan masker untuk melindungi pernapasan dan safety glasses untuk melindungi mata dari debu yang berterbangan. Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya debu pada aktivitas evakuasi & pemblokiran termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima. Pengendalian telah efektif karena kendaraan sarana sudah dilengkapi kabin yang dapat berfungsi dengan baik sebagai pelindung dari debu. Selain itu penyiraman juga telah dilakukan secara rutin dengan jumlah water truck yang memadai. Hal ini telah sesuai dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 ayat 1 poin m, yang menyatakan “Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran”. 7) Inspeksi Hasil Peledakan Penilaian risiko dari bahaya debu pada aktivitas ini dengan probability : 2, frequency : 2 dan severity : 2 sehingga nilai risikonya 8 dengan tingkat risiko low. Pengendalian bahaya debu dalam aktivitas ini secara administrasi dan APD. a) Administrasi Pengendalian secara administrasi yaitu dengan pengaturan waktu melakukan inspeksi hasil peledakan. Hal ini dimaksudkan agar paparan debu di udara pada area blasting dapat berkurang konsentrasinya. Dalam prosedur peledakan PT. Cipta Kridatama menetapkan pemeriksaan hasil peledakan dilakukan 15 menit setelah eksekusi peledakan. b) Alat Pelindung Diri Pengendalian secara APD dengan pemakaian masker saat melakukan inspeksi hasil peledakan oleh inspektor. Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini, bahaya debu pada aktivitas inspeksi hasil peledakan termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima. Hal ini telah sesuai dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 ayat 1 poin m, yang menyatakan “Mencegah dan mengendalikan timbul atau commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran”. Akan tetapi pengendalian terhadap bahaya ini belum efektif karena pada pengendalian administrasi dimana inspeksi hasil peledakan seharusnya dilakukan 15 menit setelah eksekusi peledakan namun kenyataan di lapangan pelaksanaan inspeksi tersebut dilakukan dalam waktu kurang dari 15 menit setelah eksekusi peledakan. Hal ini tidak sesuai dengan prosedur pelaksanaan inspeksi hasil peledakan sehingga harus disosialisalikan kembali prosedur yang benar terkait timming pelaksanaan inspeksi hasil peledakan. f. Bahaya Premature Blast Bahaya premature blast bersumber pada eksekusi peledakan dimana rangkaian bahan peledak meledak sebelum diledakkan dan tanpa adanya kontrol. Bahaya ini mungkin terjadi pada misfire (peledakan mangkir) maupun sleep blast (peledakan tidur). Bahaya premature blast juga bersumber pada ledakan tanpa kendali pada pembongkaran bahan Ammoniun Nitrate, Fuel Oil dan Accecoris peledakan di gudang handak. Adapun peledakan pada dasarnya dipicu oleh adanya panas, getaran, gesekan, pukulan, arus listrik liar dan medan magnet. Sambaran petir ketika cuaca mendung/ hujan juga dapat mengakibatkan premature blast jika menyambar rangkaian accecoris di area peledakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
1) Peledakan Mangkir (Misfire) Misfire adalah peledakan gagal yang disebabkan oleh karena rangkaian bahan peledakan yang kurang sempurna. Walaupun operasi peledakan di area PT. Cipta Kridatama site Mahakam Sumber Jaya telah dilakukan oleh orang yang terlatih bersertifikasi KIM (Kartu Ijin Meledakkan) akan tetapi peledakan mangkir terkadang masih terjadi. Hal ini berpotensi terjadi premature blast jika tidak dilakukan penanganan yang cepat dan tepat. Kejadian premature blast ini mungkin dipicu oleh kabel yang terkelupas (sambungan bocor) atau sumbu yang mengalami konsleting apalagi jika terkena air. Penilaian risiko dari bahaya debu pada aktivitas ini dengan probability : 2, frequency : 1 dan severity : 30 sehingga nilai risikonya 60 dengan tingkat risiko high. Tindakan pengendalian yang telah dilakukan secara rekayasa teknis maupun administrasi yang disesuaikan dengan IK (Instruksi Kerja) Penanganan Misfire yang telah dibuat oleh PT. Cipta Kridatama antara lain : a) Inspeksi Hasil Peledakan oleh Blasting Crew. Inspeksi ini dilakukan setelah asap dan debu peledakan habis tidak terakumulasi di area peladakan. Inspeksi ini bertujuan untuk mengetahui adanya lubang yang belum meledak sehingga dapat ditentukan langkah peledakan ulang sesuai dengan prosedur peledakan normal atau dilakukan langkah penundaan peledakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
karena jumlah lubang yang belum meledak terlalu banyak dan tingkat kesulitan penanganan misfire tersebut. b) Bila penanganan misfire tidak dapat dilakukan karena menjelang malam maka : (1) Area blasting harus diberi pita barikade. (2) Larangan masuk kecuali juru ledak atau orang lain yang ditunjuknya. (3) Semua unit harus tetap dievakuasi minimal 500 m dari area blasting. (4) Pelaksanaan Instruksi Kerja Peledakan Tidur (Sleep Blast). c) Bila misfire ditemukan pada saat proses loading dengan alat berat (excavator) di area bekas blasting maka : (1) Operator alat berat tersebut dilarang melanjutkan kegiatannya. (2) Pemasangan segera sign peledakan dan pagar pembatas supaya tidak terganggu oleh aktifitas penggalian dan diinformasikan pada Operation Foreman terkait hal tersebut. (3) Pengeluaran ANFO dengan penyemprotan air bertekanan ke dalam lubang sampai ANFO itu larut dan bisa diambil primernya, selanjutnya dibawa ke gudang handak untuk dihancurkan. (4) Setelah penanganan selesai, semua sign dan pita pembatas diambil dan diinformasikan pada Production Foreman bahwa tempat tersebut sudah aman. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
Pengendalian ini telah sesuai dengan Kepmentamben No. 555 tahun
1995
tentang
Keselamatan
dan
Kesehatan
Kerja
Pertambangan Umum Pasal 79 mengenai Peledakan Mangkir. Walaupun pengendalian
disesuaikan
dengan
ketetapan
perundangan dan IK Misfire akan tetapi pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya premature blast pada misfire masuk dalam kriteria risiko yang tidak dapat diterima sehingga pengendalian belum efektif. Hal ini dikarenakan tingkat risiko premature blast pada peledakan mangkir ini tergolong pada tingkat high. Pengendalian lanjutan diperlukan untuk menurunkan tingkat risiko tidak dapat diterima ketingkat kriteria yang dapat diterima. Pengendalian lanjutan tersebut adalah dengan administrasi yaitu melakukan evaluasi sub contractor terkait teknik perangkaian accecoris peledakan dan cara penanganan misfire. PT. Cipta Kridatama bekerja sama dengan PT. MCB (Mega Cakra Baharu) sebagai pelaksana lapangan aktivitas blasting. Dengan evaluasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan aspek keselamatan perangkaian accecoris sehingga dapat mengurangi terjadinya misfire yang berpotensi menimbulkan premature blast. Melalui evaluasi tersebut diharapkan juga dapat meningkatkan keahlian teknik penanganan misfire sesuai dengan IK Penanganan Misfire PT. Cipta Kridatama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
2) Peledakan Tidur (Sleep Blast) Sleep Blast dapat terjadi jika eksekusi peledakan tidak dapat dilaksanakan sampai menjelang malam yaitu pukul 18.00 dengan konsekuensi peledakan diinapkan untuk diledakkan di hari/ shift berikutnya. PT. Cipta Kridatama tidak mempunyai ijin untuk melakukan peledakan tidur (sleep blast) oleh karena itu eksekusi peledakan harus dilakukan sebelum pukul 18.00. Jika rangkaian bahan peledak terpaksa menginap maka potensi bahaya yang terjadi adalah meledak dengan tiba-tiba (premature blast). Hal ini mungkin terjadi jika primer yang terdiri dari detonator dan booster di dalam lubang memuai dan terbakar karena panas ruangan lubang yang sudah tertutup oleh tanah. Sedangkan suhu standar penyimpanan untuk bahan peledak adalah tidak boleh melebihi 55 derajat celcius dan untuk detonator adalah tidak boleh melebihi 35 derajat celcius. Jika area peledakan tidur tiba-tiba dimasuki alat berat tanpa bisa dicegah juga bisa menyebabkan terjadi premature blast karena hentakan dan getaran alat berat yang menginjak lubang ledak yang berisi primer dan bahan peledak. Bila kabel terinjak dan terkelupas sehingga sambungan rangkaian kabel bocor maka dengan terjadinya konsleting juga dapat menyulut premature blast. Untuk melakukan tindakan pengendalian terhadap peledakan tidur dilaksanakan secara administrasi dan rekayasa teknis dan telah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
disesuaikan dengan Instruksi Kerja Penanganan Peledakan Tidur yang dimiliki oleh PT. Cipta Kridatama antara lain : a) Inspeksi hasil peledakan oleh blasting crew. Tujuan inspeksi ini adalah agar dapat diidentifikasi sebab terjadinya dan bagaimana rencana penanganannya akan dilakukan. b) Pemasangan safety line, rambu dilarang masuk, rambu larangan menggunakan handphone dan radio serta rambu larangan merokok. Pembuatan tanggul di sekeliling area peledakan juga dilakukan untuk mencegah area dimasuki unit tanpa ijin. c) Area tambang harus mendapat pengawasan secara penuh dan semua supervisor harus mengetahui tanda area peledakan tidur selama proses pergantian shift dari awal hingga akhir. d) Area peledakan harus dijaga ketat dan larangan masuk bagi yang tidak berkepentingan. e) Penghubung rangkaian peledakan harus dilepas dan semua Nonel downline (detonator) yang memanjang ke permukaan akan digulung dengan aman guna memperpendek ukuran downline di atas permukaan. f) Pembuatan berita acara yang harus diketahui OSHE Departemen Head dan Project Manager. Project Manager harus melaporkan insiden sleep blast (peledakan tidur) ini kepada KTT (Kepala Teknik Tambang) dalam hal ini adalah KTT Owner yaitu PT. Mahakam Sumber Jaya. Sedangkan KTT PT. Mahakam Sumber commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
Jaya harus melaporkan insiden ini kepada KIT (Kepala Inspeksi Tambang) setempat. Pengendalian ini telah sesuai dengan Kepmentamben No. 555 tahun 1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum Pasal 78 mengenai peledakan tidur. Walaupun perencanaan penanganan sudah disesuaikan dengan ketetapan perundangan dan IK Penanganan Peledakan Tidur akan tetapi pengendalian bahaya premature blast pada peledakan tidur ini masi termasuk dalam kriteria risiko yang tidak dapat diterima. Hal ini dikarenakan tingkat risiko premature blast pada peledakan tidur ini tergolong pada tingkat high. Pengendalian lanjutan diperlukan untuk menurunkan tingkat risiko agar turun ke tingkat kriteria yang dapat diterima. Pengendalian lanjutan tersebut adalah dengan melakukan resosialisasi rutin kepada blasting crew maupun kepada sub contractor terkait dengan IK penanganan peledakan tidur. Resosialisasi rutin ini bisa dilakukan melalui meeting weekly maupun Pembicaraan 5 Menit (P5M) sebelum memulai pekerjaan. 3) Ledakan di Gudang Handak Bahaya premature blast juga bersumber pada ledakan tanpa kendali pada penyimpanan bahan Ammoniun Nitrate, Fuel Oil dan Accecoris peledakan di gudang handak. Bahaya tersebut dapat terjadi sebagai akibat penggunaan HP, radio tangan, maupun aktivitas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
merokok di area gudang handak. Karena api (panas) dan sinyal (gelombang getar) bisa memicu ledakan. Jika ledakan ini terjadi kemungkinan juga akan memicu terjadinya kebakaran. Penilaian risiko dari bahaya premature blast pada penyimpanan bahan peledak di gudang handak dengan probability : 2, frequency : 1 dan severity : 25 sehingga nilai risikonya 50 dengan tingkat risiko high. Pengendalian bahaya premature blast di area gudang handak dilakukan secara administrasi dan rekayasa teknis antara lain : a) Pemasangan rambu peringatan di area gudang handak. Rambu peringatan itu berisi larangan menggunakan HP, radio komunikasi dan merokok serta larangan masuk bagi yang tidak berkepentingan di area gudang handak. b) Thermometer yang ditempatkan di dalam ruang penimbunan. c) Pemasangan alat pemadam api yang diletakkan ditempat yang mudah dijangkau di luar bangunan gudang. d) Sekitar gudang bahan peledak harus dilengkapi lampu penerangan. Rumah jaga harus dibangun di luar gudang dan dapat untuk mengawasi sekitar gudang dengan mudah. e) Sekeliling lokasi gudang bahan peledak telah dipasang pagar pengaman yang dilengkapi dengan pintu yang dapat dikunci. f) Untuk masuk ke dalam gudang hanya diperbolehkan menggunakan lampu senter kedap gas. Dilarang memakai sepatu yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
mempunyai alat besi, membawa korek api atau barang-barang lain yang dapat menimbulkan bunga api ke dalam gudang. g) Sekeliling gudang bahan peledak peka detonator harus dilengkapi tanggul pengaman yang tingginya 2 (dua) meter dan lebar bagian atasnya 1 (satu) meter apabila pintu masuk berhadapan langsung dengan pintu gudang, harus dilengkapi dengan tanggul sehingga jalan masuk hanya dapat dilakukan dari samping. Pengendalian ini telah sesuai dengan Kepmentamben No. 555 tahun 1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum Pasal 54 mengenai pengamanan gudang bahan peledak. Pengendalian bahaya premature blast di area gudang handak sudah disesuaikan dengan ketetapan perundangan akan tetapi pengendalian tersebut masih termasuk dalam kriteria risiko yang tidak dapat diterima. Hal ini dikarenakan tingkat risiko premature blast pada gudang handak ini tergolong pada tingkat high. Pengendalian lanjutan diperlukan untuk menurunkan tingkat risiko agar turun ke tingkat kriteria yang dapat diterima. Pengendalian lanjutan tersebut secara administrasi yaitu dengan memperketat pengawasan pengamanan selama 24 jam terhadap potensi bahaya yang dapat menyebabkan terjadinya premature blast di gudang handak. 4) Ledakan karena Sambaran Petir Bahaya premature blast dapat juga dipicu oleh sambaran petir. Kebocoran rangkaian accecoris peledakan karena kabel terkelupas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
dapat tersambar petir saat hujan turun atau cuaca mendung. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 2, frequency
: 1 dan
severity : 25 sehingga nilai risikonya 50 dengan tingkat risiko high. Pengendalian bahaya premature blast karena sambaran petir ini dengan metode subtitusi yaitu dengan penggantian detonator elektrik dengan detonator non elektrik (nonel). Hal ini dikarenakan detonator nonel tidak terpicu oleh listrik akan tetapi oleh inisiasi sinyal. Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini bahaya ledakan dikarenakan sambaran petir masih termasuk dalam kriteria risiko yang tidak dapat diterima sehingga diperlukan pengendalian lanjutan. Pengendalian lanjutan secara administrasi yaitu pengaturan waktu pelaksanaan blasting yaitu dilakukan pada waktu cuaca sedang cerah dan menyegerakan eksekusi blasting saat cuaca tiba-tiba mendung. g. Bahaya Kebisingan Kebisingan ini bersumber pada penggunaan diesel sebagai penggerak mixing machine sehingga menimbulkan kebisingan memapari pekerja yang melakukan mixing bahan peledak. Kebisingan selain memapari pendengaran man power juga memapari lingkungan. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 2, frequency : 3 dan severity : 2 sehingga nilai risikonya 12 dengan tingkat risiko medium. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
Pengendalian bahaya terpapar kebisingan ini dengan APD yaitu pengguanaan ear plug sebagai alat pelindung pendengaran. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi paparan kebisingan ke dalam telinga. Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini, bahaya kebisingan masuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima akan tetapi pengendalian belum efektif dikarenakan man power masih belum tertib dalam menggunakan ear plug sebagai alat pelindung pendengarannya. Oleh karena itu perlu adanya sosialisasi kesadaran dan ketertiban pemakaian APD melalu induksi maupun safety talk. Pengukuran faktor fisika kebisingan di area ini juga belum dilakukan sehingga belum memenuhi persyaratan perundangan yaitu Kepmenaker No. 51 Tahun 1999 tentang NAB Faktor Fisika di Tempat Kerja pasal 3 mengenai Kebisingan. h. Bahaya Paparan Panas Bahaya ini memapari blasting crew dalam aktivitasnya di area peledakan berupa pengisian bahan peledak (charging), penutupan lubang dengan tanah (stemming) dan perangkaian accecoris peledakan. Paparan terik panas matahari tersebut dapat menyebabkan dehidrasi maupun heat stress pada blasting crew. Penilaian risiko terhadap dari bahaya ini dengan probability : 2, frequency : 2 dan severity : 2 sehingga nilai risikonya 8 dengan tingkat risiko low. Pengendalian bahaya paparan panas ini adalah dengan metode administrasi dan APD. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
1) Administasi Pengendalian secara administrasi yaitu dengan penyediaan air minum dalam wadah galon air minum di area blasting agar blasting crew dapat segera minum jika kehausan. 2) Alat Pelindung Diri Pengendalian dengan APD dilakukan dengan pemakaian helm, pakaian kerja, sarung tangan dan safety shoes. Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini, bahaya paparan panas termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima. Meskipun dehidrasi maupun heat stress dapat ditanggulangi dengan penyediaan air minum dan pemakiaan APD. Pengendalian tersebut belum efektif karena monitoring/ pengukuran iklim kerja belum dilakukan sehingga belum memenuhi persyaratan perundangan Kepmenaker No. 51 Tahun 1999 tentang NAB Faktor Fisika di Tempat Kerja pasal 2 mengenai Iklim Kerja. i. Bahaya Kontaminasi Bahan Kimia Aktivitas yang dapat menyebabkan kontaminasi bahan kimia ini adalah pembongkaran Ammonium Nitrate, mixing menggunakan ANFO Mixer, dan pengisian bahan peledak. Bahaya kontaminasi ini bersumber dari penggunaan bahan peledak yaitu Ammonium Nitrate Fuel Oil (ANFO) yang dapat tertelan, terhirup, masuk mata maupun kulit. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 3, frequency : 2 dan severity : 3 sehingga nilai risikonya 18 dengan tingkat risiko medium. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
Pengendalian bahaya kontaminasi bahan kimia ini adalah dengan penggunaan alat pelindung diri lengkap berupa helm, safety glasses, masker, pakaian kerja, dan safety shoes. Pengendalian ini telah sesuai dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 2 ayat 1 poin h yang menyatakan “Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan”. Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini, bahaya kontaminasi bahan kimia masuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima akan tetapi pengendalian belum efektif dikarenakan man power masih belum tertib dalam menggunakan alat pelindung diri. Oleh karena itu perlu adanya resosialisasi kesadaran dan ketertiban memakai APD melalui induksi maupun safety talk. j. Bahaya Tumpahan Bahan Kimia Bahaya ini bersumber pada proses pembongkaran Ammonium Nitrate, mixing bahan peledak, pewadahan ANFO ke dalam karung, pengangkutan ANFO ke area blasting dan pengangkutan sisa ANFO yang tidak digunakan dalam pengisian lubang peledak. Tumpahan bahan kimia berupa ANFO ini dapat dikelompokkan dalam 2 area yaitu area gudang handak dan jalan hauling. 1) Area gudang handak Tumpahan bahan kimia di area ini bersumber pada aktivitas pembongkaran Ammonium Nitrate, mixing bahan peledak, pewadahan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
ANFO ke dalam karung. Tumpahan bahan kimia ini dapat menyebabkan pencemaran tanah. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 3, frequency : 3 dan severity : 2 sehingga nilai risikonya 18 dengan tingkat risiko medium. Pengendalian bahaya tumpahan bahan kimia pada aktivitas pembongkaran Ammonium Nitrate dengan rekayasa teknis dan administrasi. a) Rekayasa Teknik Pengendalian secara rekayasa teknik berupa penggunaan alat angkat angkut yaitu forklift sehingga pembongkaran Ammonium Nitrate dapat dilakukan dengan lebih aman. Untuk aktivitas mixing bahan peledak dan pewadahannya dilakukan di area khusus yaitu mixing pad yang kedap air sehingga jika ada tumpahan dapat terkumpul dan tidak langsung mencemari tanah. b) Administrasi Pengendalian secara administrasi adalah dengan persyaratan pengoperasian forklift bersertifikasi Surat Ijin Operasi (SIO) baik dalam aktivitas pembongkaran maupun mixing ANFO. Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini, bahaya tumpahan bahan kimia termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima. Pengendalian telah efektif karena tidak terdapat kecelakaan lingkungan (pencemaran lingkungan) yang terjadi karena tumpahan lebih dari 50 liter bahan kimia (ANFO). Pengendalian juga merupakan pencegahan pencemaran tanah khususnya di area gudang handak, hal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No. 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah. 2) Jalan hauling Tumpahan bahan kimia pada area ini bersumber pada aktivitas pengangkutan ANFO ke area blasting dan pengangkutan sisa ANFO yang tidak digunakan dalam pengisian lubang peledak. Tumpahan bahan kimia di jalan hauling dapat menyebabkan pencemaran tanah. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 2, frequency : 2 dan severity : 3 sehingga nilai risikonya 12 dengan tingkat risiko medium. Pengendalian bahaya tumpahan bahan kimia pada aktivitas pengangkutan bahan peledak melalui jalan hauling dengan ANFO truck ini dilakukan dengan metode administrasi antara lain : Pelaksanaan induksi tentang peraturan keselamatan berlalu lintas di tambang, kelengkapan alat keselamatan transportasi berupa lampu rotary, sabuk pengaman, double garden 4x4 WD, radio komunikasi dan bendera khusus pertanda emergency untuk didahulukan pada kendaraan pengangkut yaitu bendera merah, kelengkapan keselamatan jalan berupa pemasangan rambu-rambu lalu lintas dan Pelaksanaan Pemeriksaan Harian (P2H) terhadap kendaraan sebelum dioperasikan. Keselamatan
pengangkutan
bahan
peledak
di
jalan
hauling
menentukan keselamatan bahan peledak dari tumpahan. Hal ini dikarenakan potensi bahaya unit terguling dapat menyebabkan tumpahan bahan kimia (bahan peledak) di jalan hauling. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
Pengendalian tentang keselamatan lalau lintas di jalan hauling ini telah sesuai dengan Kepmentamben No. 555 tahun 1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum Pasal 146 mengenai Peraturan Angkutan. Penataan muatan ANFO dilakukan dengan rapi dan disesuai dengan kapasitas angkut dari ANFO truck. Sedangkan truck pengangkut ANFO dibedakan dengan truck pengangkut accecoris. Hal ini selain untuk mencegah tumpahan karena beban bertambah berat juga untuk mencegah kemungkinann terjadinya ledakan jika ANFO tertumpah dan bercampur accecoris termasuk detonator. Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini, bahaya tumpahan bahan kimia di area ini termasuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima. Pengendalian ini telah efektif karena belum terjadi kasus kecelakaan yang dialami oleh ANFO truck di jalan hauling sehingga mengakibatkan terjadi tumpahan ANFO ke lingkungan. k. Bahaya Kecelakaan Lalu Lintas Tambang Hal ini bersumber pada aktivitas lalu lintas di area tambang seperti aktivitas pengangkutan bahan peledak, transportasi dengan menggunakan kendaraan sarana Light Vehicle (LV) pada saat melakukakan pemasangan rambu-rambu peringatan blasting, inspeksi hasil pengeboran maupun inspeksi hasil peledakan berupa interaksi dengan unit lain di jalur hauling, terlalu dekat dengan unit lain, maupun pada kondisi yang tidak aman berupa jalan hauling licin, jalan hauling sempit, persimpangan jalan. Hal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
ini dapat menyebabkan tertabrak/menabrak, terperosok, terguling dll. Penilaian risiko dari bahaya ini dengan probability : 2, frequency : 3 dan severity : 3 sehingga nilai risikonya 18 dengan tingkat risiko medium. Pengendalian bahaya disebabkan kecelakaan lalu lintas tambang dilakukan secara rekayasa teknis dan administrasi. 1) Rekayasa Teknik Pengendalian secara rekayasa teknik dengan pembuatan jalan hauling yang harus memenuhi persyaratan yaitu untuk jalan dua jalur lebar jalan angkut minimum 3 (tiga) kali lebar unit terbesar, jalan satu jalur, lebar jalan angkut minimum 1,5 (satu setengah) kali lebar unit terbesar. Grade jalan angkut maksimum 8%. Setiap tikungan mempunyai super elevasi maksimum 2%. Sepanjang jalan angkut yang disisi jurang, harus mempunyai safety berm yang tingginya minimum setengah tinggi roda unit terbesar. Jalan angkut harus memiliki saluran pembuangan
air
(drainage).
Penampang
jalan
angkut
harus
mempunyai cone maksimum 2%. Kekerasan permukaan jalan harus mampu dilewati dump truck dengan muatan maksimum. Hal ini telah sesuai dengan prosedur pembuatan dan perawatan jalan hauling PT. Cipta Kridatama. 2) Administrasi Pengendalian secara administrasi yaitu dengan pelaksanaan training Defensive Driving Course (DDC), persyaratan Surat Ijin Mengemudi Perusahaan (SIMPER), pelaksanaan induksi tentang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
peraturan keselamatan berlalu lintas di tambang, Pelaksanaan Pemeriksaan Harian (P2H) sebelum mengoperasikan unit, kelengkapan alat keselamatan transportasi berupa lampu rotary, sabuk pengaman, double garden 4x4 WD, radio komunikasi dan bendera serta kelengkapan keselamatan jalan berupa pemasangan rambu-rambu lalu lintas. Pengendalian ini telah sesuai dengan Kepmentamben No. 555 tahun 1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum Pasal 146 mengenai Peraturan Angkutan. Dengan pengendalian bahaya yang telah dilakukan ini, bahaya kecelakaan lalu lintas tambang masuk dalam kriteria risiko yang dapat diterima. Pengendalian belum efektif karena walaupun tidak terdapat catatan kasus kecelakaan di jalan hauling terkait dengan mobilitas dalam aktivitas blasting akan tetapi kejadian insiden/ near miss akan tetapi masih sering terjadi sehingga perlu peningkatan sosialisasi tentang keselamatan dalam lalu lintas tambang. Untuk memudahkan inventarisasi pengendalian bahaya yang belum efektif dalam proses blasting di PT. Cipta Kridatama Jobsite Mahakam Sumber Jaya di atas, penulis sajikan dalam tabel sebagai berikut :
commit to user
94 Tabel 5. Profil Bahaya Proses Blasting dengan Pengendalian yang Belum Efektif No Bahaya 1. Gas beracun
2.
3.
4.
5. 6.
7.
Getaran (Ground Vibration) Debu
Kebisingan
Paparan panas Kontaminasi bahan kimia Kecelakaan lalu lintas tambang
Aktivitas Inspeksi eksekusi blasting Eksekusi blasting
Jenis Kontrol Administrasi
Inspeksi eksekusi blasting Charging, Stemming Mixing handak
Administrasi
Charging, Stemming Pembongkaran AN, Mixing & Charging Pengangkutan handak, transport dengan kendaraan sarana
Pengendalian Inspeksi oleh blasting crew dilakukan setelah 15 menit eksekusi peledakan Pengukuran ground vibration
Deviasi Keterangan Inspeksi tidak memperhatikan Tidak sesuai waktu tunda prosedur peledakan Belum dilakukan pengukuran ground vibration
Belum memenuhi perundangan
Inspeksi tidak memperhatikan waktu tunda
Tidak sesuai prosedur peledakan
APD
Inspeksi oleh blasting crew dilakukan setelah 15 menit eksekusi peledakan Pemakaian masker dan kacamata
Administrasi
Pengukuran paparan kebisingan
APD
Pemakaian ear plug
Administrasi
Pengukuran iklim kerja
APD
Pemakaian helm, masker, sarung tangan, kacamata dan safety shoes
Pekerja sering tidak memakai APD tersebut Belum dilakukan pengukuran kebisingan mesin diesel Pekerja sering tidak memakai APD Belum dilakukan pengukuran iklim kerja di area blasting Pekerja sering tidak memakai APD
Pemakaian APD tidak tertib Belum memenuhi perundangan Pemakaian APD tidak tertib Belum memenuhi perundangan Pemakaian APD tidak tertib
Rekayasa teknis
Pembuatan jalan sesuai standar
Masih terdapat blind spot, kekerasan jalan kurang
Terjadi near miss pada lalu lintas tambang
Administrasi
Training DDC, simper, peraturan keselamatan berkendara
Pelanggaran jarak aman, batas kecepatan
Terjadi near miss pada lalu lintas tambang
Administrasi
95 Sedangkan pengendalian bahaya yang masih dalam kriteria yang tidak diterima (non acceptable) dalam proses blasting di PT. Cipta Kridatama Jobsite Mahakam Sumber Jaya di atas adalah pengendalian bahaya Premature Blast. Tabel 6. Pengendalian Non Acceptable Bahaya Premature Blast No
Aktivitas/ Area/ Aspek
Pengendalian awal
Pengendalian lanjutan
1.
Misfire (peledakan mangkir)
Penanganan dilaksanakan sesuai dengan Instruksi Kerja Penanganan Misfire
Evaluasi sub contractor terkait teknik perangkaian accecoris peledakan dan cara penanganan misfire.
2.
Slept Blast (peledakan tidur)
Penanganan dilaksanakan sesuai dengan Instruksi Kerja Penanganan Slept Blast
Resosialisasi rutin Instrusi Kerja Penanganan Slept Blast kepada pekerja dan sub contractor.
3.
Gudang handak
Sistem pengamanan bangunan gudang handak
Peningkatan patroli security 24 jam.
4.
Sambaran petir
Subtitusi detonator elektrik dengan detonator non elektrik.
Pengaturan waktu pelaksanaan blasting yaitu dilakukan pada waktu cuaca cerah dan menyegerakan eksekusi blasting saat cuaca tiba-tiba mendung.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
2. Pemenuhan OHSAS 18001 : 2007 Klausul 4.3.1 “Hazard Identification, Risk Assessment and Determining Control” & ISO 14001 : 2004 Klausul 4.3.1 “Environmental Aspect” Penerapan manajemen risiko yang dilaksanakan di PT. Cipta Kridatama berdasarkan Prosedur Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko K3L yaitu PR-00-SHE-025. Prosedur ini diterbitkan oleh Corporate OSHE Head Office di Jakarta pada tanggal 9 Juli 2007 dan telah mengalami 5 kali revisi sampai sekarang. Prosedur tersebut mengacu pada beberapa standar yaitu : OHSAS 18001:2007, ISO 14001 : 2004, AS/NZS 4360 dan Permenakertrans No Per.5/MEN/1996 tentang SMK3. Sedangkan pada pembahasan ini, penulis mengacu kepada dua standar yaitu OHSAS 18001 : 2007 dan ISO 14001 : 2004, karena dianggap sudah mewakili dalam identifikasi, penilaian dan pengendalian risiko terkait aspek keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan. a. OHSAS 18001 : 2007 Klausul 4.3.1 “Hazard Identification, Risk Assessment and Determining Control” Pada persyaratan OHSAS 18001 : 2007, Klausul 4.3.1 Hazard Identification, Risk Assessment and Determining Control menyatakan bahwa
organisasi
harus
menetapkan
mengimplemantasikan
dan
memelihara prosedur untuk melakukan identifikasi bahaya dari kegiatan yang sedang berjalan, penilaian risiko dan menetapkan pengendalian yang diperlukan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
Bila memperhatikan standar OHSAS 18001 : 2007 yang dijadikan salah satu acuan prosedur identifikasi, penilaian dan pengendalian risiko PT. Cipta Kridatama maka dapat dikatakan bahwa prosedur tersebut dibuat berdasarkan pada usaha penyelenggaraan manajemen risiko di tempat kerja yang telah mempertimbangkan aspek keselamatan dan kesehatan kerja dimana dalam proses produksi terdapat potensi dan faktor bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Dalam penerapan manajeman risiko menurut Klausul 4.3.1 OHSAS 18001 : 2007, organisasi harus mempertimbangkan beberapa persyaratan terkait prosedur identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko. Sedangkan perusahaan telah mempertimbangkan persyaratan tersebut dalam manajemen risiko proses blasting di area pertambangannya antara lain : 1) Kegiatan rutin dan non rutin. Aktivitas blasting di perusahaan merupakan aktivitas rutin yang dilakukan hampir setiap hari. Eksekusi peledakannya dilakukan pada jam istirahat siang yaitu pukul 12.00 atau bila persiapan belum matang eksekusi dilakukan pada pukul 15.00. akan tetapi jika cuaca mendung eksekusi peledakan ditunda sampai cuaca kembali cerah atau dilakukan pada hari berikutnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
2) Kegiatan seluruh personal yang mempunyai akses terhadap tempat kerja. Setiap orang baik pekerja, sub kontraktor maupun tamu akan diinformasikan terkait aktivitas peledakan dalam kegiatan induksi oleh OSHE Departement. Dimana aktivitas peledakan merupakan akivitas yang berisiko tinggi maka setiap orang yang memasuki area tambang harus memperhatikan papan pengumuman jadwal peledakan di pintu masuk tambang dan selalu memantau aktivitas tambang melalui channel radio “Operation”. 3) Perilaku blasting crew dan man power lain. Di area pertambangan, blasting crew merupakan tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan kegiatan peledakan sedangkan man power lain yang sering berada di area blasting seperti survey crew yang melakukan pengukuran perkembangan tanah tambang. Eksekusi peledakan tidak akan dilaksanakan sebelum semua manusia tersebut dievakuasi menuju jarak aman yaitu 500 meter dari titik peledakan. 4) Bahaya di luar aktivitas blasting. Lokasi area peledakan yang sering berdekatan loading point aktif dimana interaksi dengan unit alat berat yang sedang melakukan pemuatan over burden sangat sering terjadi, sehingga menyebabkan potensi bahaya kecelakaan lalu lintas yang berasal dari luar aktivitas blasting. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
5) Bahaya di sekitar area kerja proses blasting. Area peledakan yang berdekatan dengan high wall mempunyai potensi bahaya longsor sehingga dapat mengancam keselamatan blasting crew yang bekerja di bawahnya. 6) Insfrastruktur, peralatan & material yang digunakan dalam blasting. Pelaksanaan blasting tentu melibatkan baik insfrastruktur, peralatan & material yang disediakan perusahaan misalnya gudang handak, ANFO mixer dan handak maupun yang disediakan sub contractor seperti drill machine yang dioperasikan oleh PT. Nariki. 7) Peraturan perundangan terkait. Pelaksanaan manajemen risiko belum seluruhnya memenuhi legal aspek peraturan perundangan. Hal ini dikarenakan ada beberapa pengukuran faktor bahaya belum dilakukan. Dapat dilihat di tabel 5. Dalam Klausul 4.3.1 OHSAS 18001 : 2007 menyebutkan bahwa organisasi
harus
melakukan
identifikasi
bahaya,
penilaian
dan
pengendalian risiko K3 terkait dengan manajemen perubahan pada proses produksi. Manajemen perubahan disini merupakan pengelolaan terkait perubahan dalam proses blasting seperti perubahan penggunaan peralatan dan material. Sebagai contoh dalam aktivitas blasting di PT. Cipta Kridatama Jobsite Mahakam Sumber Jaya digunakan detonator non elektrik yang menggantikan penggunaan detonator listrik. Dimana detonator non elektrik mempunyai potensi bahaya lebih rendah daripada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
detonator listrik. Dengan demikian manajemen risiko telah dilakukan pada pelaksanaan manajemen perubahan di PT. Cipta Kridatama. Selanjutnya dalam Klausul 4.3.1 OHSAS 18001 : 2007 menyebutkan bahwa pengendalian risiko yang dilakukan harus mempertimbangkan hierarki pengendalian. Adapun perusahaan telah menetapkan dan menerapkan lima jenis pengendalian bahaya dalam HIRADC sesuai dengan yang dinyatakan OHSAS 18001 : 2007 yaitu dengan urutan eliminasi, subtitusi, rekayasa teknik, administrasi dan alat pelindung diri. Klausul 4.3.1 OHSAS 18001 : 2007 juga menyebutkan bahwa organisasi harus mendokumentasikan hasil HIRADC serta selalu memutakhirkan
dokumentasinya.
Perusahaan
telah
melakukan
dokumentasi terhadap setiap perubahan pada HIRADC. Akan tetapi upaya pemutakhiran dokumen melalui review belum dilaksanakan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil HIRADC yang jarang dilakukan review walaupun ada pelaporan temuan bahaya berupa hazard report, inspeksi dan Pengamatan Tugas Lapangan (PTL). Proses review pun sering tidak dilakukan oleh Tim HIRADC departemen terkait akan tetapi dilakukan departemen OSHE yang seharusnya hanya sebagai pendamping dan penasehat HIRADC setiap departemen termasuk Drill
& Blast
Departement yang mengurusi aktivitas blasting di PT. Cipta Kridatama Jobsite Mahakam Sumber Jaya. Dalam Klausul 4.3.1 OHSAS 18001 : 2007 menyatakan bahwa hasil penilaian
dan
pengendalian risiko telah commit to user
dipertimbangkan
dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
menetapkan, menjalankan & memelihara SMK3 oleh perusahaan. Di PT. Cipta
Kridatama
dipertimbangkan
hasil dalam
penilaian
dan
menjalankan
pengendalian
dan
risiko
memelihara
telah
SMK3
di
perusahaan akan tetapi pada kenyataannya pelaksanaannya belum maksimal. Hal ini terbukti dari temuan deviasi pengendalian risiko yang belum efektif sesuai dengan tabel 5. Untuk
memudahkan
penilaian
secara
kuantitatif
pencapaian
penerapan manajemen risiko K3L dalam proses blasting di perusahaan maka dilakukan penilaian dengan sistem skoring terkait penerapan Klausul 4.3.1 OHSAS : 2007 sebagai berikut : Tabel 7. Pencapaian Penerapan Klausul 4.3.1 OHSAS 18001 : 2007 No
Klausul 4.3.1 OHSAS 18001:2007
Nilai
1.
Ada prosedur identifikasi, penilaian dan pengendalian risiko (HIRADC) pada proses blasting
2.
HIRADC pada proses blasting telah mempertimbangkan :
1
a. Kegiatan rutin dan non rutin
1
b. Kegiatan seluruh personal yang mempunyai akses terhadap tempat kerja (termasuk sub contractor dan tamu)
1
c. Perilaku blasting crew dan man power lain
1
d. Bahaya di luar aktivitas blasting
1
e. Bahaya di sekitar area kerja proses blasting
1
f. Insfrastruktur, peralatan & material yang digunakan dalam blasting, baik yang disediakan perusahaan maupun sub contractor
1
g. Peraturan perundangan terkait
0
3.
Adanya identifikasi bahaya, penilaian & pengendalian risiko K3 terkait manajemen perubahan pada proses blasting
1
4.
Pengendalian risiko pada proses blasting mempertimbangkan hirarki pengendalian. to user Ada dokumentasi hasilcommit HIRADC proses blasting
1
5.
1
Bersambung…
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
…dengan sambungan 6.
Dokumentasi HIRADC proses blasting selalu mutakhir
0
7.
Hasil penilaian dan pengendalian risiko telah dipertimbangkan dalam menetapkan, menjalankan & memelihara SMK3 pada proses blasting
0
Jumlah score
10
Keterangan : Nilai 1 : jika isi klausul tersebut telah diterapkan dengan sempurna. Nilai 0 : jika isi klausul tersebut telah diterapkan tetapi masih ada kekurangannya atau belum diterapkan sama sekali. Tingkat pemenuhan Klausul 4.3.1 OHSAS 18001:2007 setelah dilakukan penilaian hasilnya dapat
diketahui
tingkat
pencapaian
penerapannya dengan cara: Jumlah score isi klausul
X 100%
Jumlah total score isi klausul 10
X 100% = 76,92%
13 Adapun kriteria pencapaian pemenuhan Klausul 4.3.1 OHSAS 18001 : 2007 yang dirumuskan penulis adalah sebagai berikut : Tabel 8. Kriteria Pencapaian Klausul 4.3.1 OHSAS 18001 : 2007 No 1. 2. 3. 4. 5.
Pencapaian (%) 81 - 100
Kriteria Sangat Baik
61 - 80 41 - 60 21 - 40 0 - 20
Baik Cukup Kurang Sangat Kurang
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat pencapaian pemenuhan Klausul 4.3.1 OHSAS 18001:2007 termasuk dalam kriteria baik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
b. ISO 14001 : 2004 Klausul 4.3.1 “Environmental Aspect” Pada persyaratan ISO 14001 : 2004, Klausul 4.3.1 Environmental Aspects
yang
menyatakan
bahwa
organisasi
harus
menetapkan,
menerapkan dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi aspek lingkungan kegiatan, produk dan jasa dalam lingkup sistem manajemen lingkungan yang dapat dikendalikan dan dapat dipengaruhi dengan memperhitungkan pembangunan yang direncanakan atau baru, kegiatan produk dan jasa yang baru, atau yang diubah dan menentukan aspek yang mempunyai atau dapat mempunyai dampak penting terhadap lingkungan. Bila memperhatikan prosedur identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko PT. Cipta Kridatama maka didapatkan bahwa dalam salah satu aspeknya yaitu penentuan keparahan (severity) telah mempertimbangkan adanya aspek environmental dan community. Aspek environmental berupa adanya baku mutu pembuangan limbah ke lingkungan sesuai dengan peraturan perundangan,adanya pencemaran terhadap lingkungan di area perusahaan, lingkungan masyarakat sekitar, regional maupun nasional dan peringatan keras serta tuntutan pidana dari pemerintah. Sedangkan aspek community biasanya merupakan imbas dari aspek environmental terhadap masyarakat dan pemerintah sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Menurut Klausul 4.3.1 ISO 14001 : 2004, pelaksanaan HIRADC harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
a. Kondisi operasional Dalam penerapan HIRADC di perusahaan telah memasukkan pertimbangan kondisi operasional tersebut. Hal ini dapat diketahui dalam form HIRADC PT. Cipta Kridatama yang mencantumkan aspek kondisi operasional perusahaan. Adapun kondisi operasional tersebut meliputi : kondisi normal, abnormal dan emergency. Definisi kondisi normal adalah kondisi operasional yang sesuai dengan aturan dan persyaratan operasional perusahaan yang berlaku. Kondisi abnormal adalah kondisi atau keadaan tidak normal, baik terencana maupun tidak terencana dan masih terkendali. Sedangkan kondisi emergency merupakan kondisi/ keadaan yang terjadi secara tiba-tiba dan dapat mengakibatkan dampak atau risiko negatif terhadap lingkungan, peralatan dan manusia yang tidak dapat dikendalikan. b. Aspek penting terhadap lingkungan Proses produksi selain menghasilkan produk juga menghasilkan limbah yang dapat mencemari lingkungan sekitar berupa emisi ke udara, pembuangan ke air dan tanah, penggunaan bahan baku pancaran energi, misalnya panas, kebisingan, getaran. Sedangkan dalam proses blasting di PT. Cipta Kridatama terdapat berbagai bahaya seperti bahaya tumpahan bahan kimia, bahaya paparan panas, bahaya kebisingan, bahaya getaran (gound vibration) dimana bahaya tersebut dapat menimbulkan efek terhadap pekerja, masyarakat maupun lingkungan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
c. Peraturan perundangan terkait Aspek
peraturan
perundangan
yang
berhubungan
dengan
pengelolaan lingkungan harus menjadi acuan manajemen lingkungan di perusahaan. perundangan
PT.
Cipta
terkait
Kridatama
pengelolaan
telah
mencantumkan
lingkungan
dalam
aspek
penerapan
HIRADC dalam proses blasting akan tetapi karena ada beberapa pengukuran faktor bahaya yang belum dilakukan maka pemenuhan legal aspek tersebut belum maksimal. Dapat dilihat di Tabel 5. Dalam Klausul 4.3.1 ISO 14001 : 2004 juga dinyatakan bahwa organisasi harus mendokumentasikan pengelolaan lingkungannya dan menjaga agar tetap mutakhir. Perusahaan telah melakukan dokumentasi HIRADC yang memuat pencegahan pencemaran lingkungan. Akan tetapi upaya untuk menjaga pemutakhiran dokumentasi masih belum maksimal dikarenakan review yang dilakukan masih belum rutin dan terencana maupun pada kondisi non periodik seperti ketika terjadi insiden. Pemutakhiran dokumentasi biasanya dilakukan sebagai pemenuhan persyaratan audit. Selanjutnya dalam Klausul 4.3.1 ISO 14001 : 2004 menyebutkan bahwa identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko terkait aspek lingkungan digunakan merancang dan menerapkan sistem manajemen lingkungan di perusahaan. Sedangkan perusahaan sudah menggunakan hasil HIRADC tersebut sebagai acuan perencanaan dan penerapan manajemen lingkungan akan tetapi pelaksanan actual di commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
lapangan masih belum maksimal. Hal ini terbukti dari temuan deviasi pengendalian risiko yang belum efektif sesuai dengan tabel 5. Penilaian kuantitatif pencapaian penerapan manajemen risiko K3L terutama aspek lingkungan di PT. Cipta Kridatama Jobsite Mahakam Sumber Jaya maka dilakukan penilaian dengan sistem skoring terkait penerapan Klausul 4.3.1 ISO : 2004 sebagai berikut : Tabel 9. Pencapaian Penerapan Klausul 4.3.1 ISO 14001 : 2004 No
Penerapan ISO 14001 : 2004
Nilai
1.
Adanya prosedur identifkasi, penilaian dan pengendalian risiko terkait dengan aspek lingkungan dalam proses blasting
1
2.
HIDADC terkait aspek lingkungan proses blasting mempertimbangkan : a. Kondisi operasional normal, abnormal maupun emergency
1
b. Aspek penting terhadap lingkungan berupa emisi ke udara pembuangan ke air dan tanah, penggunaan bahan baku pancaran energi, misalnya panas, kebisingan, getaran.
1
c. Peraturan perundangan terkait
0
3.
Adanya dokumentasi pengelolaan aspek lingkungan proses blasting
1
4.
Dokumentasi harus selalu mutakhir
0
5.
HIRADC terkait aspek lingkungan digunakan merancang dan menerapkan sistem manajemen lingkungan proses blasting
0
Jumlah score
4
Keterangan : Nilai 1 : jika isi klausul tersebut telah diterapkan dengan sempurna. Nilai 0 : jika isi klausul tersebut telah diterapkan tetapi masih ada kekurangannya atau belum diterapkan sama sekali.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
Tingkat pemenuhan Klausul 4.3.1 ISO 14001:2004 setelah dilakukan penilaian hasilnya dapat diketahui tingkat pencapaian penerapannya dengan cara: Jumlah score isi klausul
X 100%
Jumlah total score isi klausul 4
X 100% = 57,14 %
7 Adapun kriteria pencapaian pemenuhan Klausul 4.3.1 ISO 14001 : 2004 yang dirumuskan penulis adalah sebagai berikut : Tabel 10. Kriteria Pencapaian Klausul 4.3.1 ISO 14001 : 2004 No 1. 2. 3. 4. 5.
Pencapaian (%) 81 – 100 61 – 80 41 – 60 21 – 40 0 – 20
Kriteria Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat pencapaian pemenuhan Klausul 4.3.1 ISO 14001:2004 termasuk dalam kriteria cukup.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang penerapan manajemen risiko dalam proses blasting di area pertambangan batubara PT. Cipta Kridatama site Mahakam Sumber Jaya Kalimantan Timur, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Penerapan manajemen risiko dalam proses blasting secara umum telah dilakukan sesuai dengan dengan Prosedur PR-00-SHE-025 tentang Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko K3L. 2. Pada identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko terhadap proses blasting ditemukan bahwa bahaya dengan tingkat risiko low adalah bahaya paparan panas dan debu. Bahaya dengan tingkat risiko medium adalah bahaya flying rock, air blast, ground vibration, gas beracun, kebisingan, kontaminasi bahan kimia, tumpahan bahan kimia dan bahaya kecelakaan lalu lintas tambang. Bahaya dengan tingkat risiko high adalah bahaya premature blast. 3. Pengendalian bahaya dengan kriteria risiko diterima adalah bahaya flying rock, air blast, ground vibration, gas beracun, debu, paparan panas, kebisingan, kontaminasi bahan kimia, tumpahan bahan kimia dan bahaya commit to user 108
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 109
kecelakaan lalu lintas tambang. Pengendalian bahaya dengan kriteria tidak diterima adalah bahaya premature blast. 4. Pengendalian lanjutan harus dilakukan untuk menurunkan tingkat bahaya premature blast menjadi tingkat bahaya yang dapat diterima. 5. Pengendalian bahaya yang telah efektif adalah pengendalian untuk bahaya flying rock, air blast dan tumpahan bahan kimia. 6. Pengendalian bahaya yang belum efektif adalah pengendalian untuk bahaya gas beracun, ground vibration, debu, kebisingan, paparan panas, kontaminasi bahan kimia, kecelakaan lalu lintas tambang dan premature blast. 7. Pengendalian bahaya debu yang sudah efektif adalah pada aktivitas pemasangan
rambu
peringatan
peledakan,
pengangkutan
dan
pengembalian bahan peledak dan evakuasi & pemblokiran area peledakan. 8. Pengendalian bahaya debu yang belum efektif adalah pada aktivitas inspeksi hasil pengeboran, pengisian bahan peledak (charging), penutupan lubang dengan tanah (stemming) dan inspeksi hasil peledakan. 9. Deviasi yang menyebabkan pengendalian bahaya belum efektif adalah ketidaksesuaian dengan prosedur peledakan, monitoring/ pengukuran faktor bahaya belum dilakukan (tidak memenuhi perundangan), pemakaian APD belum tertib dan masih terjadinya near miss lalu lintas tambang. 10. Manajemen risiko pada proses blasting yang diterapkan telah memenuhi standar OHSAS 18001 : 2007 Klausul 4.3.1” Hazard Identification, Risk Assessment and Determining Control” dengan tingkat pemenuhan sebesar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 110
76,92 % (kriteria : baik) dan ISO 14001 : 2004 Klausul 4.3.1 “Environmental Aspects” dengan tingkat pemenuhan sebesar 57,14 % (kriteria : cukup). Hal ini disebabkan oleh pemenuhan peraturan terkait bahaya proses blasting belum maksimal, dokumentasi HIRADC belum selalu muthakir dan hasil HIRADC belum sepenuhnya dijadikan acuan program K3L. B. Saran Demi peningkatan efektifitas penerapan manajemen risiko keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan khususnya pada proses blasting di area pertambangan batubara PT. Cipta Kridatama site Mahakam Sumber Jaya maka dapat disarankan sebagai berikut : 1. Sebaiknya pengendalian risiko pada bahaya proses blasting dengan risiko telah diterima dipertahankan serta ditingkatkan. 2. Sebaiknya pengendalian lanjutan untuk bahaya pada proses blasting dengan risiko yang tidak diterima direview secara rutin dan terencana. 3. Sebaiknya dilakukan monitoring/ pengukuran faktor bahaya getaran (ground vibration), kebisingan dan paparan panas agar pengendalian terhadap bahaya tersebut lebih efektif dan sebagai pemenuhan peraturan perundangan. 4. Perlunya peningkatan ketertiban dan kedisplinan pemakaian APD dan adanya sanksi yang lebih tegas bagi pelanggar agar efektifitas pengendalian bahaya meningkat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 111
5. Sebaiknya inspeksi hasil peledakan lebih memperhatikan waktu tunda setelah eksekusi blasting sesuai prosedur. 6. Sebaiknya sosialisasi terkait keselamatan dan kedisiplinan berkendara lebih ditekankan pada saat induksi maupun safety talk untuk meningkatkan efektifitas pengendaliannya. 7. Sebaiknya HIRADC dipelihara agar selalu mutakhir dengan melakukan review rutin secara periodik maksimal selama 6 bulan sekali atau secara non periodik bila ada kondisi khusus sesuai Prosedur Identifikasi Bahaya, Penilaian & Pengendalian Risiko K3L. 8. Hasil HIRADC sebaiknya selalu dijadikan acuan pembuatan program keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan pada proses blasting.
commit to user