LAPORAN HASIL PENELITIAN EVALUASI TAHUN ANGGARAN 2015
DAMPAK EKONOMI DAN SOSIAL WISATA ALAM BERBASIS MASYARAKAT DALAM KONTEKS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (Studi Kasus pada Desa Wisata Bejiharjo, Kec. Karangmojo, Kab. Gunungkidul)
Ketua penelitian: Drs. Hiryanto, M.Si Anggota Penelitian: Lutfi Wibawa, S.Pd, M.Pd Entoh Tohani, S.Pd, M.Pd
Dibiayai oleh DIPA BLU Universitas Negeri Yogyakarta No: SP DIPA 042-04.2. 4000058/2015 Tanggal 15 April 2015. Berdasarkan surat perjanjian (kontrak) Pelaksanaan Penelitian Nomor: 03g/UN34.11/Kontrak-PEP/KU/2015, tanggal 20 April 2015
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TAHUN 2015
KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdullilah kami panjatkan kehadlirat Allah SWT karena atas ijinNYa sehingga kegiatan penelitian yang berjudul : Dampak Ekonomi dan Sosial Wisata Alam Berbasis Masyarakat dalam konteks pemberdayaan masyarakat di Desa Wisata Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul hingga penyusunan laporan akhir ini dapat terselesaikan walaupun masih banyak kekurangan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi di masyarakat desa Bejiharjo, sebagai akibat adanya objek-objek wisata yang berbasis alam di wilayahnya serta bagaimana konteksnya dalam pemberdayaan masyarakat. Terselesainya kegiatan penelitian ini tidak terlepas dari berbagai bantuan dari berbagai pihak baik secara pemikiran, tenaga maupun pendanaan. Oleh karena itu dalam kesempatan ini kami tim peneliti dari jurusan Pendidikan Luar Sekolah FIP UNY menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Dekan dan Wakil Dekan I FIP UNYyang telah berkenan menyetujui usulan dan memberi dukungan dana sehingga semua kegiatan dapat berjalan lancar. 2. Tim Reviewer proposal penelitian maupun hasil penelitian yang telah memberikan masukan guna penyempurnaan proposal maupun hasil penelitian 3. Para pengelola pokdarwis dan kepala pedukuhan di desa Bejiharjo yang telah berkenan
meluangkan
waktunya
untuk
bersedia menjadi
informan serta
diwawancari dalam penelitian ini sehingga dapat diperoleh data tentang pengaruh desa wisata di wilayahnya.ihan kepemimpinan. 4. Kolega dosen prodi PLS yang selalu memberikan masukan serta semangatnya lewat diskusi maupun candaan sehingga bisa melakukan penelitian 5. Anggota tim (Lutfi Wibawa, M.Pd dan Entoh Tohani, M.Pd) yang telah menyempatkan waktunya untuk bersama-sama melaksanakan kegiatan penelitian ini hingga selesai disela-sela kesibukannya. 6. Teman-teman mahasiswa PLS angkatan tahun 2012, yang sedang PPL (mas Gilang dkk) di wilayah desa Bejiharjo, yang telah berkenan membantu mempersiapkan proses FGD dengan key informan dan informan serta mencari data yang masih kurang
Laporan hasil Penelitian 2015
Page iii
7. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu sehingga kegiatan penelitian ini dari awal hingga akhir dapat berjalan lancar Dengan iringan doa semoga semua yang diberikan memberikan manfaat bagi pengembangan masyarakat desa Bejiharjo yang sedang semangat untuk memajukan desanya melalui pengembangan desa wisatanya serta menjadi amal ibadah yang mendatangkan rahmat dari Allah SWT. Amin. Yogyakarta, 30 Oktober 2015
Tim Peneliti
Laporan hasil Penelitian 2015
Page iv
DAFTAR ISI Halaman Judul.............................................................................................. Halaman Pengesahan.................................................................................... Kata Pengantar............................................................................................. Daftar Isi...................................................................................................... Daftar Tabel................................................................................................. Daftar Gambar…………………………………………………………… Daftar Lampiran........................................................................................... Abstrak.........................................................................................................
i ii iii v vii viii ix x
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………. A. Latar Belakang…………………………………………………….. B. Identifikasi Masalah……………………………………………….. C. Rumusan Masalah…………………………………………………. D. Fokus dan Rumusan Masalah……………………………………… E. Tujuan Penelitian………………………………………………….. F. Manfaat dan Luaran Penelitian……………………………………
1 1 3 4 4 4 4
BAB II. KAJIAN PUSTAKA………………………………………….. A. Kajian Teoritis………………......................................................... 1. Pemberdayaan Masyarakat……………………………………. 2. Pengaruh Objek Wisata terhadap kehidupan masyarakat……... 3. Wisata alam berbasis masyarakat..…………………………….. 4. Jejaring (networking) dalam Pariwisata………………………… B. Kajian Penelitian yang Relevan…………………….......................... C. Kerangka Berfikir……....................................................................... D. Pertanyaan Penelitian………………………………………………..
5 5 5 6 8 10 13 15 16
BAB III. METODE PENELITIAN…………………………………… A. Jenis Penelitian……….................................................................... B. Setting Penelitian…......................................................................... C. Metode Pengumpulan Data.............................................................. D. Teknik Analisis Data........................................................................ E. Keabsahan Data……………………………………………………
17 17 17 18 18 19
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……………… A. Deskripsi Wilayah Penelitian…………………………………….. B. Data Penelitian……………………………………………………. 1. Perubahan kehidupan perekonomian pada pelaku wisata dan masyarakat……………………………………………….. 2. Perubahan sosial-budaya masyarakat obyek wisata…………. 3. Peningkatan partisipasi pelaku wisata dan masyarakat terhadap pendidikan………………………………………….
20 20 23
Laporan Hasil Penelitian 2015
Page v
23 27 29
4. Pola jejaring yang dibangun pelaku wisata …………………... 5. Kendala yang dihadapi pelaku wisata …………………………. C. Pembahasan...................................................................................... BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………….. A. Kesimpulan……………………………………………………….. B. Saran-saran..………………………………………………………
32 35 36 41 41 42
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
43
LAMPIRAN………………………………………………………………
45
Laporan Hasil Penelitian 2015
Page vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Dampak Pariwisata…………………………………………………….
7
Tabel 2 Manfaat jejaring dalam pariwisata………………………………………
12
Tabel 3 Jumlah Pengunjung Daya Tarik Wisata di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2012………………………………………………………………
21
Tabel 4. Batas Administratif desa Bejiharjo………………………………………
22
Tabel 4 Aspek Kerja sama pelaku wisata………………………………………..
34
Laporan Hasil Penelitian 2015
Page vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Stakeholder dalam objek wisata………………………………………
11
Gambar 2. Kerangka Konseptual…………………………………………………
15
Gambar 3. Jejaring Pelaku Wisata di Bejiharjo…………………………………..
33
Laporan Hasil Penelitian 2015
Page viii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Catatan Lapangan………………………………………………………
45
Lampiran 2. Kontrak Penelitian dan Berita Acara…………………………………..
70
Laporan Hasil Penelitian 2015
Page ix
DAMPAK EKONOMI DAN SOSIAL WISATA ALAM BERBASIS MASYARAKAT DALAM KONTEKS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (Studi Kasus pada Desa Wisata Bejiharjo, Kec. Karangmojo, Kab. Gunungkidul) Oleh: Hiryanto, Lutfi Wibawa dan Entoh Tohani Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan 1) Dampak ekonomi dan sosial wisata alam berbasis masyarakat dalam konteks pemberdayaan masyarakat,2) Pola pengembangan jejaring dalam penyelenggaraan wisata alam berbasis masyarakat dalam meningkatkan pelayanan wisata Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan model studi kasus yang berusaha menjawab pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa” dari suatu/kejadian, yang dilakukan di kawasan wisata alam berbasis masyarakat yang ada di desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul, metode pengumpulan data, dengan observasi, dokumentasi dan wawancara terhadap pengelola pokdawis Dewobejo, Wirawisata, Pancawisata dan perangkat desa serta tokoh masyarakat sebanyak 12 orang, teknis analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis kualitatif model interaktif dari Milles dan Hubberman, Keabsahan data dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi metode dan sumber, perpanjangan pengamatan dan diskusi terfokus Hasil penelitian menunjukan, pertama, keberadaan objek wisata Goa Pindul yang pertama kali dikelola oleh pokdarwis Dewa Bejo pada tahun 2010, telah menyebabkan beberapa perubahan baik secara ekonomi maupun secara sosial budaya. Perubahan dalam perekonomian masyarakat ditandai dengan: a) terjadi perubahan dalam jenis pekerjaan yang dimiliki oleh pelaku wisata maupun masyarakat sekitar objek wisata, yang semula sebagian besar hidup sebagai petani maupun pedagang, berubah menjadi para pekerja si objek wisata baik sebagai pemandu, pegawai/karyawan pokdarwis, pedagang oleh-oleh maupun membuka warung makan, dan peningkatakan penghasilan yang semula pada saat masih menjadi petani rata-rata penghasilannya perhari sekitar 30 ribu, menjadi rata-rata di atas 150 ribu rupiah perhari atau Rp. 1.500.000 berbulan menjadi Rp. 4.500.000, artinya terjadi peningkatan pendapatan 300 % dari sebelum ada objek wisata walaupun itu terjadi pada pelaku maupun masyarakat yang terlibat dalam wisata, bukan semua masyarakat; b) perubahan yang terjadi lebih cenderung pada perubahan perilaku individu warga masyarakat dan nilai, tradisi dan adat kebiasaan yang ada di masyarakat Bejiharjo masih relatif tidak berubah atau masih dipertahankan. kedua, pola jejaring yang terbangun diantara para pelaku wisata Goa Pindul yang tidak mengindikasikan ada perbedaan keragaman hubungan dengan pihak lain dalam mencari sumber daya, fasilitas, pendampingan maupun pengakuan. Dalam hal ini, jejaring yang dibangun oleh para pelaku wisata Goa Pindul lebih banyak dilakukan dengan pihak yang memiliki kesamaan kepentingan atau perhatian dalam pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Gunungkidul antara lain agent wisata, perhotelan, pelaku wisata sejenis, perbankan, pemerintah setempat, dan perguruan tinggi. Kata kunci: Dampak sosial ekonomi, desa wisata, jejaring
Laporan Hasil Penelitian 2015
Page x
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu tujuan wisatawan baik lokal maupun luar daerah yang menyimpan beragam tujuan wisata yang sangat beragam baik wisata alam maupun wisata buatan. Jumlah obyek wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2012 yang meliputi obyek wisata alam, obyek wisata budaya, obyek wisata buatan, dan desa atau kampung wisata adalah sebanyak 265 obyek wisata. Keseluruhan kunjungan wisatawan mancanegara ke obyek-obyek wisata tersebut sebanyak 499.515 orang, sedangkan wisatawan nusantara mencapai 10.880.125 orang, sehingga totalnya mencapai 11.379.640 orang (Dinas Pariwisata DIY, 2013). Informasi lain menunjukkan bahwa jumlah kunjungan wisatawan hampir setiap tahun mengalami peningkatan, misalnya pada tahun 2014 mencapai 2,3 juta wisatawan dengan puncak kunjungan terjadi pada hari libur (www.krjogja.com,7/1/204). Tinggi jumlah pengunjung ke obyek wisata menggambarkan adanya perpindahan aliran sumberdaya yang masuk ke suatu masyarakat. Sudah tentu, sumberdaya atau keuntungan yang diperoleh oleh kelompok atau masyarakat penyelenggara wisata harus dapat dimanfaatkan secara adil dan bermanfaat untuk kepentingan pengembangan masyarakat secara luas. Salah satu tujuan wisata yang akhir-akhir ini berkembang di masyarakat adalah wisata alam (nature tuorism) yang dikelola sendiri oleh masyarakat atau lebih wisata alam berbasis masyarakat. Dalam penyelenggaraan aktivitas wisata, masyarakat memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan mengenai penyelenggaraan wisata alam baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun pemanfatan dan evaluasi aktivitas wisata. Keberadaan wisata alam berbasis masyarakat diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi maupun sosial yang lebih besar, dimana mampu menjadi sumber pendapatan bagi warga
masyarakat
sekitar
sehingga
mampu
meningkatkan
kesejahteraan
warga
masyarakatnya. Pengembangan wisata berbasis masyarakat telah mendapatkan perhatian
Laporan Akhir Penelitian 2015
Page 1
serius dari Bank Dunia (2000) yang menggerakkan konsep “tourism based community development” sebagai upaya mengatasi kemiskinan. Konsep ini dipandang sebagai alternatif pengembangan aktivitas pariwisata yang menekankan dan memanfaatkan partisipasi masyarakat lokal untuk menggerakkan atau memajukan ekonomi dan sosialnya (Luccheti & Front, 2013). Dalam konteks ekonomi, adanya objek wisata alam akan berdampak pada peningkatan penghasilan maupun beragamnya jenis pekerjaan, karena objek wisata memungkinkan pelaku maupun masyarakat sekitar bisa bekerja sebagai pemandu, pedagang makanan maupun oleh-oleh, pengelola, dan sebagainya, yang tentunya akan menyebabkan meningkatnya pendapatan atau penghasilan, sementara dalam konteks sosial pengembangan aktivitas pariwisata Keberhasilan pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat tidak lepas dari selain dari kemampuan penyediaan layanan jasa wisata langsung ke konsumen, juga ditentukan oleh kemampuan pengelola dalam membangun dan mengembangkan jejaring (networking) atau kemampuan berkolaborasi dengan semua pihak yang terkait dalam keberadaan suatu obyek wisata dimana aktivitas wisata alam melibatkan banyak pihak (Luccheti & Front, 2013). Kemampuan membina jejaring baik internal pengelola maupun dengan pihak eksternal memungkinkan pencapaian atau diperolehnya sumberdaya yang lebih kualitas yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan para pelaku wisata, peningkatan aktivitas pertukaran pengetahuan dan informasi, dan lebih jauh adalah dapat membantu mengembangkan atau memberdayakan suatu masyarakat tertentu dimana objek wisata tersebut dikembangkan Selain itu, penguasaan kepemilikan kapasitas membangun jejaring dari para pelaku wisata alam (nature tourism) disebabkan adanya pemikiran bahwa wisata alam yang terdapat di masyarakat merupakan suatu potensi atau keunggulan komperatif. Keunggulan ini tidak akan dapat memberikan manfaat yang besar apabila sumberdaya manusia baik pelaku maupun masyarakat sekitarnya tidak mendapatkan tindakan edukatif yang bertujuan pada pengusaaan kemampuan di bidang pelayanan jasa wisata. Dengan kata lain,
Laporan Akhir Penelitian 2015
Page 2
keunggulan
komperatif
(comperative
advantages)
perlu
dikembangkan
melalui
pengembangan keunggulan kompetitif (competitive advantages). Dalam realita, tidak jarang wisata alam yang ada dan dikelola masyarakat kurang dapat memberikan manfaat yang besar terhadap kemajuan masyarakat karena minimnya kunjungan dari para wisatawan. Hal ini disebabkan selain kegiatan promosi yang kurang, aktivitas jejaring yang dilakukan oleh para pelaku wisata alam masih sangat terbatas dilakukan dan/atau jejaring yang terbangun kurang berjalan baik sehingga dalam perkembangannya menimbulkan merugikan. Sebagai contoh, aktivitas wisata di Karangmojo, Gunung Kidul dengan obyek wisata alam berupa gua Pindul yang akhir-akhir ini berkembang mengalami gejolak akibat kekurangterbangunnya jejaring positif yang baik dalam pengelolaan wisata alam ditandai dengan muncul konfliks dalam pengelolaan wisata alam yang berakibat pada penurunan citra wisata dan kemanfaatan ekonominya (www.krjogja.com, 6/11/2014). Terkait dengan hal di atas, dipandang penting untuk melakukan penelitian yang berusaha menjelaskan dampak atau pengaruh ekonomi dan social dari wisata alam dalam konteks pemberdayaan masyarakat dan kemampuan membangun jejaring dari para pelaku wisata alam berbasis masyarakat yang bermanfaat pada peningkatan sumberdaya manusia di bidang pariwisata, rekreasi, dan pengisian waktu luang. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Belum diberdayakannya secara optimal potensi yang ada dilokasi desa wisata 2. Kurang terbangunnya jejaring yang bersifat positif dalam mengembangkan desa wisata 3. Belum diketahuinya pengaruh atau dampak secara ekonomi maupun sosial adanya desa wisata
Laporan Akhir Penelitian 2015
Page 3
C. Fokus Penelitian dan Rumusan Masalah Mendasarkan pada latar belakang di atas, penelitian yang dilakukan lebih difokuskan untuk menjawab rumusan masalah sebagai berikut: 1) Bagaimana pengaruh atau dampak secara ekonomi dan sosial dari wisata alam berbasis masyarakat dalam konteks pemberdayaan masyarakat di desa Bejiharjo? 2) Bagaimana pola pengembangan jejaring dalam penyelenggaraan wisata alam berbasis masyarakat dalam konteks pemberdayaan masyarakat di desa Bejiharjo? D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Dampak ekonomi dan sosial wisata alam berbasis masyarakat dalam konteks pemberdayaan masyarakat 2) Pola pengembangan jejaring dalam penyelenggaraan wisata alam berbasis masyarakat dalam meningkatkan pelayanan wisata E. Manfaat dan Luaran Penelitian Manfaat penelitian yang akan dilakukan adalah dengan diperolehnya informasi mengenai dampak wisata alam berbasis masyarakat dan pola pengembangan jejaring pada para pelaku pariwisata. Informasi yang diperoleh diharapkan: 1) menjadi bahan untuk pengambilan keputusan bagi pihak terkait dalam rangka pengembangan atau pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan nonformal terutama dapat dirumuskannya suatu model yang layak dilakukan guna peningkatan mutu pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat, 2) menjadi bahan untuk lebih memperkaya wawasan keilmuan pendidikan nonformal, dan pemberdayaan masyarakat, dan 3) tercapainya pemahaman bagi para praktisi pendidikan luar sekolah dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam konteks pengembangan pariwisata. Sedangkan luaran penelitian yang akan dilakukan ini adalah artikel ilmiah yang siap dipublikasikan dalam jurnal ilmiah, dan bahan ajar yang mendukung proses perkuliahan di Prodi Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan UNY, khususnya pada matakuliah pemberdayaan masyarakat.
Laporan Akhir Penelitian 2015
Page 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka 1. Pemberdayaan Masyarakat Suatu masyarakat atau komunitas berkembang memiliki tujuan yang ingin dicapainya yaitu sebagai masyarakat yang warganya mampu hidup sejahtera, mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat, dan mampu menciptakan tata kehidupan yang harmonis. Dalam mencapai tujuan tersebut, sudah pasti suatu masyarakat dihadapkan pada suatu masalah yaitu: bagaimana masyarakat mampu menyediakan sarana pemenuhan kebutuhan dari warganya?, sekaligus yang dihadapkan pada keterbatasan sumberdaya yang dimiliki masyarakat?. Kedua hal dimaksud memberikan kontribusi penting pada ketercapaian kesejahteraan warga masyarakat sehingga upaya pengembangan masyarakat sebagai solusi perlu dilakukan baik oleh pihak lain maupun oleh masyarakat sendiri. Pengembangan masyarakat dimaknai sebagai mekanisme yang memungkinkan menjadikan masyarakat mampu meningkatkan kejahteraan hidupnya baik pada aspek ekonomi, sosial, maupun politik. Inti dari pelaksanaan pengembangan masyarakat adalah dicapainya suatu masyarakat yang sebagaimana oleh Narayan (2002:12-23) disebut sebagai masyarakat yang berdaya. Pengembangan masyarakat merupakan proses pemberdayaan (empowerment) masyarakat, “empowerment is the expansion of assets and capabilities of poor people to participate in, negotiate with, influence, control, and hold accountable institutions that effect their lives”. Pemberdayaan merupakan perluasan asset dan kapasitas orang miskin untuk berpartisipasi, bernegosiasi, mempengaruhi, mengontrol, dan memegang lembaga akuntabel yang mempengaruhi kehidupan mereka. Melihat pengertian tersebut, terdapat empat element penting dalam pemberdayaan masyarakat yaitu: akses terhadap informasi, keterbukaan (inclusion) dan partisipasi, akuntabilitas dan kapasitas organisasi local. Pemikiran lain menunjukkan bahwa masyarakat berdaya adalah mereka yang mampu
Laporan Akhir Penelitian 2015
Page 5
mengetahui permasalahan yang dihadapi, mencarikan berbagai solusi bagi permasalahan yang dihadapi, melaksanakan pilihan solusi pemecahan masalah yang dihadapi, dan menilai kembali hasil dari pelaksanaan solusi. Selain itu, mereka memiliki kemampuan untuk menggunakan potensi yang dimilikinya baik potensi alam maupun sosial (energi sosial) yang dijadikan kekuatan untuk mengatasi masalah yang dihadapi (Korten, 1986). Pendapat Ife (1997) mengemukakan bahwa upaya untuk pemberdayaan masyarakat difokuskan pada aspek kehidupan masyarakat yang bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, dan lingkungan, yang mana dalam prakteknya menekankan pada prinsip pengembangan masyarakat yang meliputi: dalam bidang ekonomi, ditandai dengan adanya kemandirian
dalam
memenuhi
kebutuhan
ekonomi
warga
masyarakatnya,
dan
mengembangkan ekonomi lokal secara divergen; dalam bidang sosial, terwujud kepuasan masyarakat atas kualitas hidupnya, tercipta keadilan sosial, dan organisasi masyarakat yang aktif; dalam bidang politik terjadi partisipasi masyarakat dan demokrasi; dalam bidang budaya terjadi transmisi budaya ke generasi baru dan konservasi nilai-nilai, dan terjadi pembelajaran informal maupun formal, dan dalam aspek lingkungan terjadi pelestarian sumberdaya lingkungan dan pengelolaan lingkungan yang bertanggungjawab.
2. Pengaruh Objek Wisata terhadap kehidupan masyarakat Adanya objek wisata akan memberikan pengaruh atau dampak dalam masyarakat baik yang bersifat positif maupun negative, sebagaimana dikemukakan oleh Ismayanti (2011 : 181) yang menyatakan bahwa pariwisata merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan yang langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat sehingga membawa dampak terhadap masyarakat setempat. Dampak terhadap masyarakat maupun pelaku wisata terjadi karena adanya transaksi barang dan jasa antara wisatawan dan masyarakat daerah wisata. Sementara Soekarjo (1996 : 29), menyatakan dampak pariwisata bagi masyarakat local antara lain memungkinkan adanya kontaks antara orang-orang di berbagai belahan dunia yang paling jauh dengan berbagai bahasa, ras, kepercayaan, paham politik dan tingkat perekonomian.
Laporan Akhir Penelitian 2015
Page 6
Menurut Spillane (1994: 56), adanya pariwisata dapat berdampak dalam bidang ekonomi, sosial budaya dan politik, sebagaimana disampaikan dalam tabel berikut mengenai dampak pariwisata pada umumnya; Tabel. 1 Dampak pariwisata No Aspek
Dampaknya
1
Standarisasi fasilitas-fasilitas pariwisata
Aspek Ekonomi
Meningkatnya keperluan akan barang dan jasa Meluasnya kesempatan kerja Perubahan dalam pola kerja Adanya diet yang lebih baik dari masyarakat setempat Berkembangnya aneka ragam kerajinan 2
Aspek sosial budaya
Adanya pertumbuhan penduduk yang cukup pesat di wilayah-wilayah wisata sebagai akibat dari migrasi pencari kerja ke wilayah itu Berkembangnya pola hubungan sosial yang lebih bersifat impersonal Meningkatnya mobilitas kerja Mundurnya aktivitas gotong royong Berkembangnya
konflik
antar
generasi
(khususnya
generasi muda dengan tua) Mundurnya usia kawin rata-rata dan mengecilkan jumlah anggota keluarga Adanya
perubahan
munculnya
cara-cara
dalam baru
stratifikasi dalam
sosial
menilai
dan tinggi
rendahhnya status Berkembangnya kesempatan pendidikan Masuknya ide-ide baru Terjadinya gejala social deviance yang meliputi kejahatan, bunuh diri, abortus dan penyakit kelamin
Laporan Akhir Penelitian 2015
Page 7
Adanya komersialisasi kebudayaan 3
Aspek politik
Hilangnya control terhadap gejala pertumbuhan dan perkembangan pariwisata Berkembangnya politisasi dalam pengambilan keputusan Perubahan mekanisme pengambilan keputusan dari pola konsensus ke pola mayoritas (voting)
Dalam konteks aturan tentang pariwisata, Intruksi presiden nomor 9 tahun 1969, pada pasal 1 Bab 1 dinyatakan bahwa tujuan pariwisata di Indonesia adalah : 1) meningkatkan pendapatan devisa pada khususnya, perluasan kesempatan dan lapagan kerja serta mendorong kegiatan-kegiatan industry penunjang dan industry-industri sampingan lainnya, 2) memperkenalkan dan memdayagunakan keindahan alam dan kebudayaan Indonesia serta 3) meningkatkan persaudaraan/persahabatan nasional dan internasional.
3. Wisata Alam Berbasis Masyarakat Wisata alam merupakan aktivitas yang dilakukan oleh warga masyarakat yang bertujuan untuk mengentahui keindahan alam seperti goa, pantai, pegunungan, dll. yang memungkinkan
mereka
mendapatkan
pengalaman
yang
bernilai
dalam
upaya
mengembangkan kualitas dirinya. Wisata alam pada dasarnya merupakan perjalanan wisata yang menyenangkan yang bertujuan untuk menikmati wilayah alami yang belum berkembang (alami). Pendapat Laarman & Durst (1993) menyatakan bahwa nature tourism as ‘tourism focused principally on natural resources such as relatively undisturbed parks and natural areas, wetlands, wildlife reserves, and other areas of protected flora, fauna, and habitats’. Pendapat mereka didukung oleh Goodwin (1996) yang menyatakan bahwa wisata alam (nature tourism ) menekankan pada semua bentuk wisata - wisata massal, wisata petualangan, ekowisata, low-impact tourism, ecotourism - yang menggunakan sumberdaya alam dalam suatu keadaan alami atau belum berkembang yang mencakup
Laporan Akhir Penelitian 2015
Page 8
spesies, habitat, dataran bumi, pemandangan, pasir, dan dsb. Wisata alam adalah perjalanan untuk tujuan menikmati area alami (Fenell, 2003:20). Mathieson & Wall (1982) menyatakan bahwa keberadaan wisata alam dapat memberikan dampak ekonomi, sosial, dan ekologis (Fennell, 2003:8). Dalam aspek ekonomi, keberadaan wisata mampu menstimulasi dan memunculkan pertumbuhan di sektor ekonomi lain misalnya energi, listrik, dll. (Singh & David, 2006). Terhadap dampak sosial, Ryan (1991, dalam Fenell 2003) mengidentifikasi sejumlah point kunci yang digunakan sebagai indikator atau penentuan dari dampak sosial, yaitu: 1) Jumlah pengunjung 2) Tipe pengunjung 3) Tingkat perkembangan pengunjung 4) Perbedaan dalam perkembangan ekonomi antara wilayah pengirim dan penerima pengunjung 5) Perbedaan norma kultural 6) Ukuran fsik wilayah yang mempengaruhi kepadatan pengunjung 7) Keberadaan pengunjung ke wisata yang dilayani oleh pekerja imigran 8) Tingkat adaya beli pengunjung 9) Tingkat kemampuan orang lokal memfasilitas pengunjung 10) Perilaku dan sikap agen pemerintah 11) Kepercayaan masyarakat pribumi (host) dana kekuatan keyakinan mereka 12) Tingkat eksposure (tekanan) terhadap kekuatan lain dari teknologi, sosial, dan perubahan ekonomi 13) Kebijakan yang diadopsi dengan respect to tourist dispersal; 14) Homogenitas masyarakat pribumi 15) Aksesibilitas bagi penerimaan pengunjung 16) Kekuatan asli tradisi, seni, masyarakat setempat Namun demikian wisata alam dapat memberikan pengaruh negatif pada kelestarian lingkungan (ekologi) dimana dalam jangka waktu yang lama, kedatangan atau konsentrasi pengunjung akan berakibat pada pencemaran lingkungan, penumpukan sampah, dan kerusakan ekologi lainnya. Hal ini nampak dari perkembangan pariwisata di Kuta, Bali pada dekade awal (1970-an) yang selain majunya perekonomian masyarakat, muncul dampat negatif seperti polusi, kriminalitas, dan kepadatan penduduk (Hussey, 1989). Penyelenggaraan wisata alam dapat dilakukan dengan menekankan pada partisipasi masyarakat lokal, sebagai alternatif dari pada pendekatan sentralisasi dan
Laporan Akhir Penelitian 2015
Page 9
pengembangan wisata massif. Dalam hal ini, keterlibatan warga masyarakat dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan penyelenggaraan wisata alam menjadi syarat yang harus dihadirkan. Warga masyarakat dapat terlibat aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun pengevaluasi pelaksanaan wisata alam yang ada di lingkungannya. Adanya keterlibatan positif warga masyarakat akan menjadi salah satu syarat untuk keberhasilan pencapaian tujuan pengelolaan wisata alam (Boronyak, 2010). Warga masyarakat akan cenderung aktif untuk menjaga dan sarana yang dapat mendorong tumbuh kembangnya tujuan wisata alam. Hal ini dikarenakan masyarakat akan merasa memiliki akan potensi yang ada di wilayahnya. UNEP (Hamzah & Kholifah, 2009) mengemukakan bahwa karakteristik wisata berbasis masyarakat dapat dilihat dari: a) melibatkan keunggulan yang tidak hanya alam, tetapi tetapi juga budaya lokal atau indegenous yang berkembang dalam area alami, sebagai bagian pengalaman pengunjung, b) mengandung aspek pendidikan dan interpretasi sebagai bagian dari penawaran pengunjung, c) secara umum diorganisasi oleh kelompok-kelompok kecil, terspesialisasi, dan usaha-usaha sendiri secara lokal, d) menimimalisasikan pengaruh negatif pada lingkungan sosio-kultur dan alam, e) mendukung proteksi terhadap aspek atau wilayah budaya dan alam dengan menggerakkan keuntungan
ekonomi darinya, f)
menyediakan pendapatan alternatif dan pekerjaan untuk masyarakat lokal, dan g) meningkatkan kesadaran pengunjung dan masyarakat lokal mengenai konservasi. 4. Jejaring (Networking) dalam pariwisata Keberhasilan pengelolan wisata alam berbasis masyarakat tidak lepas dari kemampuan para pelaku wisatanya dalam mengembangkan jejaring untuk memperoleh sumberdaya atau calon wisatawan yang akan mengunjungi obyek wisata. Jejaring yang kuat akan memungkinkan sumberdaya yang besar dapat diperoleh dari pihak luar, sebaliknya jejaring yang lemah akan memberikan dampak kepada sulitnya tujuan dapat tercapai. Pentingnya jejaring dalam wisata alam disebabkan wisata alam tidak hanya mengandalkan kepada permintaan dari para pengunjung semata, namun perlu diubah menjadi kebutuhan pengunjung untuk dapat menikmati obyek wisata. Selain itu, kehadiran wisata alam tidak
Laporan Akhir Penelitian 2015
Page 10
lepas dari keberadaan pihak-pihak yang memiliki kepentingan berbeda yang mana apabila tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan konfliks yang merugikan (Wearing & Neil, 2009:119). Gambar 1 di bawah memberikan gambaran kepentingan para pelaku wisata.
Jejaring dalam dunia wisata dimaknai sebagai jejaring dapat dimaknai sebagai kemampuan berkomunikasi dan bekerja sama dengan sesama pelaku bisnis atau usaha (Todeva, 2006). Tujuan utama jejaring ada terjadinya aktivitas yang mengarah pada praktik penciptaan nilai dalam nuansa jejaring strategis. Osterle et al. (2001:5) menyatakan sebuah usaha harus didukung oleh kemampuan membina jejaring (networkability) sebagai kemampuan untuk bekerja secara internal dan eksternal. Kemampuan ini mengarah pada pencapaian (a) sumberdaya seperti tenaga kerja, manajer, dan sistem informasi, (b) proses bisnis misalnya proses penjualan, dan unit usaha seperti kegiatan dalam rantai pemasokan. Networkability describes the ability to rapidly establish an efficient business relationship. Kemampuan membina jejaring bagi organisasi bisnis atau wirausaha merupakan suatu modal yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha dalam menghadapi persaingan usaha dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini disebabkan bahwa suatu lembaga usaha atau kegiatan usaha tidak lepas dari pihak lain yang mencakup mitra, pelanggan, investor, pesaing, pemerintah, pengaruh industri, media massa dan press, vendor, dan assosiasi (http://www.forbes.com ). Dalam dunia tourism, Lynch et al. (2000) menyatakan bahwa jejaring memberikan manfaat berupa berkembangnya ekonomi, pertukaran pengetahuan dan pembelajaran, dan
Laporan Akhir Penelitian 2015
Page 11
aktivitas kemasyarakatan (Morrison, Lynch & Johns, 2004). Sebagaimana dinyatakan oleh Lynch et al. (2000) di bawah ini. Tabel 2 Manfaat jejaring dalam pariwisata
Belajar dan pertukaran
Aktivitas ekonomi
Aktivitas kerja sama seperti pemasaran, dan produksi Pengembangan lintas rujukan (cross-referral) Mengembangkan pendekatan berbasis kebutuhan misal pengembangan staf, dan kebijakan Meningkatkan jumlah pengunjung Perluasanan intervensi kesempatan pengembangan usaha Peningkatan mutu layanan dan kepuasan pengunjung Peningkatan aktivitas wirausaha Pengembangan usaha-usaha sejenis
Masyarakat
Pembentukan tujuan dan fokus bersama Dukungan masyarakat untuk pengembangan tujuan wisata Pengembangan usaha kecil dalam pengembangan tujuan wisata Peningkatan pendapatan lokal yang diterima Pemecahan masalah sosial Pengembangan kelompok masyarakat dan otoritas lokal
Transfer pengetahuan Proses pendidikan wisata Komunikasi Pengembangan nilai-nilai budaya baru Percepatan tahap penerapan program donatur pendukung Fasilitas pengambangan usaha-usaha mikro
Pentingnya kemampuan membangun jejaring bagi pelaku wisata dalam rangka meningkatkan promosi, pemasaran, dan pelayanan kepada para pengunjung yang akhirnya dapat mendatangkan manfaat yang lebih besar. Oleh karenanya, diperlukan upaya untuk membangun jejaring sebagaimana Kramer (2012) menyatakan cara dalam menjalin jejaring
Laporan Akhir Penelitian 2015
Page 12
dapat mencakup: memahami pentingnya berkoneksi dengan orang lain, memiliki sikap positif dan otentik, mengutamakan mutu berjejaring, memegang etika jejaring, berkomunikasi dengan efektif dan dialogis, dan selalu bersikap positif dalam berjejaring untuk mendapatkan pekerjaan. B. Penelitian yang relevan Artikel penelitian yang di tulis oleh Indah Puspita Sari yang berjudul: Perubahan sosial desa Jatirejo (Studi kasus kehadiran Taman Safari Indonesia II Pringgen bagi Masyarakat dan Makna Pendidikan dalan http://jurnal online.um.ac.id dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif disimpulkan bahwa: a. Masyarakat Desa Jatiarjo mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Kondisi masyarakat Desa Jatiarjo yang masih sederhana menjadikan sebuah pendidikan formal tidak begitu menarik di kalangan masyarakat tersebut. b. Sebelum hadirnya Taman Safari Indonesia II Desa Jatiarjo masih memiliki sumber daya manusia yang rendah, kondisi masyarakatnya pun masih sederhana. c. Dampak yang ditimbulkan akibat adanya pembangunan Taman Safari Indonesia II Prigen salah satunya adalah menyempitnya lahan pertanian hal ini dikarenakan sebagaian lahan pertanian warga digunakan untuk pembangunan Taman Safari Indonesia II Prigen d. Dampak dengan adanya Taman Safari Indonesia II Prigen ini baik langsung maupun tidak langsung berpengaruh besar terhadap proses pendidikan dalam peningkatan sumber daya manusia di Desa Jatiarjo. Artikel yang ditulis Alizar Isna berjudul Dampak Sosial ekonomi pengembangan sector Pariwisata di Desa Karangbanjar Kabupaten Purbalingga (Social economy impact of tourism development in Karangbanjar Village Purbalingga Regency) Dalam Jurnal Pembangunan Pedesaan Vol. IV No. 1 April 2004: 26-34 ISSN. 1411-9250 Dengan menggunakan pendekatan kualitatif jenis embedded case study (Yin, 1987), dengan lokasi penelitian pada desa wisata, desa Karangbanjar, kecamatan Bojongsari, kabupaten Purbalingga, diperoleh hasil sebagai berikut:
Laporan Akhir Penelitian 2015
Page 13
a. Meskipun pengembangan pariwisata di desa Karangbanjar telah berjalan 8 tahun, namun masih cukup banyak anggota masyarakat yang tidak mengetahui bahwa desanya ditetapkan sebagai desa wisata b. Pengembangan pariwisata di desa Karangbanjar pada saat ini telah menyimpang dari maksud dan dasar pengembangan pariwisata di desa Karangbanjar c. Pengembangan pariwisata bila dikaitkan dengan perubahan kehidupan sosial ekonomi masyarakat karangbanjar pada umumnya belumlah seperti yang diiharapkan d. Pengembangan sector pariwisata di desa Karangbanjar tidak otomatis memberikan dampak yang signifikan bagi sector pertanian. Demikian halnya dengan penyerapan tenaga kerja di desa Karangbanjar e. Tidak semua pemilik usaha kerajinan mampu memetic manfaat langsung dari pengembangan pariwisata di desa Karangbanjar, yang disebabkan oleh kondisi yang tidak menguntungkan dan ketidakmampuan mereka memanfaatkan peluang yang ada. Artikel yang ditulis Irianto yang berjudul; Dampak Pariwisata terhadap Kehidupan sosial dan ekonomi di Gili Trawangan kecamatan Pamenang Kabupaten Lombok Utara dalam Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan. Vol. 7 No.3 Nopember 2011 Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pariwisata di Gili Trawangan memberikan pengaruh terhadap lingkungan sekitar baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Pengaruh positif dilihat dari segi ekonomi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Dibandingkan dengan tempat lain diluar Gili Trawangan dengan pendapatan bersih pedagang
Juice rata-rata sebesar Rp. 400.000,00 per hari dan
pendapatan Kusir Cidomo sebesar Rp. 180.000,00 sampai Rp. 200.000,00- per hari, bisa dikatakan pendapatan masyarakat dengan pendidikan tidak tamat Sekolah Dasar namun memiliki kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris tersebut cukup tinggi karena mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya bahkan penghasilannya bisa ditabung. Kegiatan pariwisata ini juga membuat pendapatan pemerintah daerah setempat meningkat sehingga daerah wisata ini perlu dijaga kelestarian dan keindahannya untuk
Laporan Akhir Penelitian 2015
Page 14
lebih menarik para wisatawan khususnya para wisatawan asing. Kegiatan pariwisata ini juga menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan sekitar khususnya masalah
lunturnya nilai-nilai budaya masyarakat setempat karena masyarakat cenderung meniru perilaku wisatawan asing yang sebenarnya tidak sesuai dengan nilai nilai budaya kita. C. Kerangka Berfikir Mendasarkan pada kajian teori sebagaimana disampaikan di atas, maka kerangka konseptual penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan di bawah. Garis ( ) merah menunjukkan adanya hubungan/jejaring masyarakat pelaku wisata dengan pihak lain.
Gambar 2. Kerangka konseptual
Berdasarkan gambar di atas tentang kerangka konseptual dapat dideskripsikan bahwa dalam konteks sosial ekonomi dalam pengembangan desa wisata sangat ditentukan oleh konsumen atau pengunjung, dimana pengunjung akan mempengaruhi masyarakat atau pelaku wisata, yang juga dipengaruhi oleh jenis objek wisata, manajemen yang diterapkan, perilaku manusia, maupun kondisi sosio kultural yang berlaku diwilayah tersebut, demikian juga masyarakat dan pelaku wisata juga akan saling mempengaruhi dengan stakeholder baik secara individu, organisasi maupun masyarakat, yang pada akhirnya akan berpengaruh atau berdampak baik baik masyarakat/pelaku wisata maupun stakeholder itu sendiri, dapat
Laporan Akhir Penelitian 2015
Page 15
itu dapat berupa ekonomi, sosial, partisipasi dalam pendidikan, politik maupun kultur yang berlaku selama ini, baik yang bersifat positif maupun negative.
D. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan kajian pustaka dan kajian penelitian yang relevan, maka pertanyaan penelitian yang dapat diajukan sebagai berikut: 1. Bagaimana perubahan kehidupan perekonomian pada pelaku wisata dan masyarakat sekitarnya? 2. Bagaimana perubahan nilai-nilai sosial yang terjadi pada pelaku wisata dan masyarakat? 3. Bagaimana peningkatan partisipasi pelaku wisata dan masyarakat terhadap pendidikan? 4. Bagaimana pola jejaring yang dibangun pelaku wisata dengan pihak lain dalam aktivitas pariwisata? 5. Bagaimana pola jejaring yang terbangun dalam masyarakat atau antar pelaku wisata? 6. Apa saja kendala yang dihadapi pelaku wisata dalam mengembangan aktivitasnya?
Laporan Akhir Penelitian 2015
Page 16
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian kualitatif dengan model studi kasus
yang berusaha menjawab pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa” dari
suatu/kejadian (Yin, 2003) dalam konteks tertentu. Penelitian ini berusaha memahami aktivitas sosial atau orang baik individu atau kelompok. Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak penyelenggaraan wisata alam berbasis masyarakat terhadap perubahan ekonomi, sosial, dan pendidikan bagi para pelaku wisata dan masyarakat sekitarnya dan tingkat kompetensi pengelola wisata dalam membina jejaring dalam rangka mengembangkan masyarakat.
B. Setting Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan wisata alam berbasis masyarakat yang ada di desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul. Penentuan unit analisis ini dilakukan dengan mempertimbangkan aspek pertumbuhan dan perkembangan wisata alam tersebut yang akhir-akhir ini menunjukkan perkembangan yang pesat, ditandai dengan animo masyarakat dan kemunculan aktivitas ekonomi di lingkungannya. Adapun informasi diperoleh dari informan dan/atau responden penelitian yang terdiri dari pengelola objek wisata gua pindul yang ada di desa Bejiharjo, kecamatan Karangmojo, yakni pengelola pokdarwis Dewa Bejo, Pengelola Pokdarwis Pancawisata dan Pengelola pokdarwis Wirawisata, masingmasing 2 orang dan tokoh masyarakat dan perangkat desa, serta tokoh pemuda (karangtaruna). Pengambilan informan dan/atau responden juga dilakukan menggunakan teknik purposive sampling.
Laporan Akhir Penelitian 2015
Page 17
C. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, observasi, dokumentasi. Wawancara dilengkapi dengan pedoman wawancara dengan fokus pada aktivitas pariwisata, perubahan dan dampak ekonomi dan sosial terhadap kehidupan, transfer pengetahuan, partisipasi pendidikan, pola jejaring dalam aktivitas wisata, dan kendala yang dihadapi. Observasi dilengkapi dengan pedoman observasi untuk mengkaji aktivitas pariwisata, aktivitas pelaku wisata dalam membina jejaring dengan berbagai pihak, pembinaan internal, dan aktivitas edukatif di masyarakat. Sedangkan dokumentasi digunakan untuk mengkaji berbagai rekaman kegiatan pariwisata dalam bentuk arsip-arsip, laporan, foto-foto kegiatan, dsb.
D. Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul, data kualitatif yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif model interaktif (Miles & Huberman, 2007). Adapun langkah-langkah yang dipergunakan untuk menganalisis data sebagaimana dikemukakan oleh Cresweel (2010 : 276), adalah; pertama, mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis dengan cara mentraskrip wawancara, menscaning materi, mengetik data dan memilah-milah serta menyusun data tersebut ke dalam jenis-jenis yang berbeda tergantung sumber informasi, kedua membaca keseluruhan data, pada tahap ini peneliti menulis catatan-catatan khusus atau gagasan-gagasan umum tentang data yang diperoleh, ketiga, mengalisis lebih detai dengan meng-coding data, dalam langkah ini dilakukan dengan mengambil data tulisan atau gambar yang telah dikumpulkan selama proses pengumpulan data, mensegmentasi kalimat-kalimat atau gambar-gambar tersebut ke dalam kategori-kategori, kemudian melabeli kategori-kategori dengan istilah khusus yang seringkali
muncul
dari
partisipan,
keempat,
menerapkan
proses
coding
untuk
mendeskripsikan setting, kategori-kategori dan tema-tema yang akan dianalisis, dalam tahap ini peneliti membuat kode-kode untuk mendeskripsikan semua informasi lalu menganalisisnya untuk penelitian desktop, kasus atau ertnografi, langkah ke lima,
Laporan Akhir Penelitian 2015
Page 18
menunjukkan bagaimana deskripsi dan tema akan disajikan dalam narasi/laporan kualitatif dan langkah terakhir yakni mengintepretasi atau memaknai data
E. Keabsahan Data Keabsahan data dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi metode dan sumber, perpanjangan pengamatan dan diskusi terfokus. Triangulasi dilakukan untuk mengecek keabsahan data yang terkumpul, yaitu mengecek data hasil wawancara dengan observasi, dan/atau dengan dokumentasi. Juga dilakukan dengan mengecek data berdasarkan sumber informan yang memberikan data. Selain itu, keabsahan data dicapai dengan dengan meminta pendapat dari para ahli dan praktisi melalui diskusi terfokus untuk membahas mengenai dampak ekonomi dan sosial wisata alam berbasis masyarakat dan pola jejaring yang terbangun
Laporan Akhir Penelitian 2015
Page 19
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Deskripsi Wilayah Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta telah terkenal akan keanekaragaman obyek wisata
ke-eksotisan kotanya yang menawarkan keindahan historis dan budaya. Tempat tujuan kunjungan para wisatawan tidak hanya terpaku pada kota Yogyakarta saja, akan tetapi juga tersebar di setiap kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta. Setiap Kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki obyek wisata yang menjadi unggulannya. Sebagai contoh di Kabupaten Bantul, obyek wisata yang menjadi unggulannya sedari dulu hingga saat ini yaitu Pantai Parangtritis, di kabupaten Sleman terdapat obyek wisata Gunung Merapi, dan begitu juga di kabupaten-kabupaten lainnya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Saat ini, pemerintah Indonesia sedang mengunggulkan sektor pariwisata sebagai salah satu sektor yang memberikan sumbangan besar begi devisa Negara. Pemerintah telah mencanangkan program Visit Indonesia Year 2008 untuk meningkatkan jumlah kunjungan pariwisata ke Indonesia. Kemudian pada tahun 2009 hingga tahun 2013 dicanangkan sebagai kelanjutan dari program tersebut di setiap daerah tujuan pariwisata. Pariwisata merupakan industri baru dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan, bahkan dalam menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Selain itu, sektor pariwisata juga tidak sedikit memberikan sumbangannya terhadap pendapatan daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, baik Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) nya. Di daerah Istimewa Yogyakarta sendiri banyak bermunculan obyek wisata baru salah satunya di Kabupaten Gunung Kidul. Secara umum Kabupaten Gunung Kidul memiliki beberapa tempat pariwisata setiap tahunnya yang dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
Laporan akhir penelitian 2015
Page 20
Tabel 3 Jumlah Pengunjung Daya Tarik Wisata di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2012
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Daya Tarik Wisata
Wisatawan nusantara 442.912 34.183 35.150 24.342 109.030 179.377 34.986 1.800 1.400 200.662 5176 59.012 108.660
Wisatawan mancanegara -
Jumlah
Pantai Baron 442.912 Pantai Siung 34.183 Pantai Wedi Ombo 35.150 Pantai Sadeng 24.342 Pule Gundes 109.030 Tepus 179.377 Pantai Ngerenehan 34.986 Gua Cerme 1.800 Gunung Gambar 1.400 JJLS 200.662 Desa Wisata Goa Kalisuci 659 5.835 Desa wisata Pindul Bejiharjo 891 59.903 Desa Wisata Bleberan 158 108.818 Srigetuk Desa Wisata Jelok Beji 6.626 6.626 Desa Wisata Bobung 9.731 345 10.076 Desa Kemuning,Bunder 4.477 4.477 Desa Wisata Nglangeran 13.200 13.200 Desa Wisata Umbul Rejo 6.288 6.288 Sumber : Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012 Bejiharjo adalah desa di kecamatan Karangmojo, Gunung Kidul, Daerah
Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Terletak di sebelah timur kota Yogyakarta dengan jarak 45 Km. Bejiharjo terdiri dari 20 dusun meliputi Grogol I, Grogol II, Grogol III, Grogol IV, Grogol V, Grogol VI, Gunungsari, Kulwo, Banyubening I, Banyubening II, Ngringin, Karanglor, Karangmojo, Bulu, Gelaran I, Gelaran II, Sokoliman I, Sokoliman II, Gunungbang, Seropan. Desa Bejiharjo merupakan desa yang memiliki luas wilayah 1.825.482 Ha dengan rincian luas wilayah tanah sawah 1.825,4825 Ha, tanah pekarangan 759,0425
Laporan akhir penelitian 2015
Page 21
Ha, tanah tegal 951,5000 Ha, tanah lain-lain 65,4255 Ha. Secara administratif desa Bejiharjo mempunyai batas wilayah sebagai berikut: Tabel 4. Batas Administratif desa Bejiharjo Batas Wilayah Desa Utara
Kecamatan Nglipar
Barat
Kecamatan Wonosari
Timur
Desa Ngawis dan Wiladeg
Selatan
Desa Bendungan dan Desa Wiladeg
Sumber: Pemdes Bejiharjo Dilihat dari kondisi fisik wilayah secara geografis memiliki ketinggian tanah 100 – 250 dpl, curah hujan yang tinggi yaitu 180 mm/tahun, dan suhu rata-rata 28 derajat celcius.Terdapat sedikitnya 12 gua yang berpotensi sebagai wisata, sungai, telaga, serta areal perikanan dan persawahan.Wisata alam yang dimiliki Desa ini mencakup: a) Obyek wisata Goa Pindul,yang panjang totalnya 300 m dan lebar rata-ratanya 5-6 m, kedalaman air antara 4-7 m, tinggi permukaan air ke langit-langit gua sekitar 4,5 m, waktu tempuh sekitar 20-40 menit; b) Kali Oyo sebagai sungai ini nampak sangat indah karena tebing-tebing batu yang unik dan merupakan eksokars; c) Goa Sie Oyot yang memiliki hamparan (ribuan) stalagtit yang masih aktif dan stagmite yang sudah menyatu dengan stalagtit; d) Mata Air Suroh merupakan sungai bawah tanah yang muncul ke permukaan dan membentuk kolam dan menjadi media untuk terapi ikan secara alami; e) Jembatan Alam Kedung Buntung merupakan jembatan batu alam yang terbentuk secara alami. Berdasarkan data monografi desa jumlah penduduk tahun 2010 sebanyak 14.588 jiwa dengan rincian penduduk laki-laki sebanyak 7.257 jiwa dan perempuan sebanyak 7.331 jiwa. Sedangkan jumlah Kepala Keluarga (KK) miskin yaitu laki-laki 1.627 KK, dan Perempuan 120 KK.Masyarakat desa Bejiharjo masih berpendidikan SD/sederajat sebanyak 3.590 orang.Pendidikan tertinggi dari masyarakat Desa Bejiharjo adalah
Laporan akhir penelitian 2015
Page 22
Perguruan Tinggi sebanyak 258 orang, disusul SMA/SMK/Sederajat sebanyak 2.045 orang, SMP/Sederajat sebanyak 2.357 orang, dan SD/Sederajat sebanyak 3.590 orang. Pekerjaan masyarakat Bejiharjo mayoritas sebagai petani sebanyak 4.480 orang, sehingga dapat dikatakan tingkat perekonomian masyarakat masih tergolong rendah. Sementara mata pencaharian lainnya meliputi PNS 174 orang, Pensiunan PNS 121 orang, TNI/POLRI 26 orang, Pedagang 754 orang, Tukang 371 orang, Buruh swasta 1.714 orang, Peternak 399 orang dan lainnya sebanyak 2.054 orang. Kondisi di atas dikarenakan tingkat pendidikan yang rendah yang dimiliki warga masyarakat sehingga akses untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik juga terbatas. Kondisi sosial desa Bejiharjo sangat menjunjung nilai-nilai gotong royong. Berbagai
kebudayaan
yang
ada
diantaranya:
seni
musik,
seni
suara,
seni
tari/pertunjukan, seni drama/teater, adat tradisi, seni kriya dan dekorasi serta cagar budaya. Sebagian besar merupakan petani, namun banyak pula yang menjadi pengrajin, PNS, maupun berwiraswasta. Mayoritas pekerjaannya petani dan buruh sehingga secara kondisi perekonomiannya mayoritas tergolong ekonomi menengah ke bawah. Latar belakang pendidikan masyarakat desa Bejiharjo kebanyakan hanya lulusan SD/sederajat, walaupun ada juga beberapa orang yang melanjutkan pendidikannya sampai ke pendidikan tinggi.
B. Data Penelitian Hasil penelitian sebagaimana mengacu pada fokus kajian atau penelitian yang mencakup: dampak ekonomi dan sosial budaya dari obyek wisata gua pindul, pola jejaring pelaku wisata goa Pindul, dan kendala-kendala yang dihadapi oleh pelaku wisata dapat dideskripsikan sebagai berikut. Pelaku wisata yang dijadikan subyek penelitian mencakup 3 operator wisata yaitu yakni pokdarwis Dewa Bejo, Pokdarwis Pancawisata dan pokdarwis Wirawisata.
Laporan akhir penelitian 2015
Page 23
1.
Perubahan kehidupan perekonomian pada pelaku wisata dan masyarakat Goa Pindul yang terletak di Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten
Gunung Kidul merupakan salah satu obyek wisata yang dikembangkan oleh masyarakat setempat. Sebelum Goa Pindul dijadikan sebagai obyek wisata di desa Bejiharjo Kecamatan Karangmojo, kawasan ini digunakan oleh penduduk sekitar sebagai pembuangan sampah. Dengan berjalannya waktu pemerintah melihat potensi dari Goa Pindul yang dapat dijadikan sebagai obyek wisata sehingga dapat meningkatkan perekonomian penduduk desa Bejiharjo baik dari segi peningkatkan pendapatan dan peneyerapan tenaga kerja yang lebih tinggi sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran. Pada Tahun 2010 Goa Pindul secara resmi dibuka oleh pemerintah setempat sebagai salah satu obyek wisata. Sebelum adanya wisata Goa Pindul banyak masyarakat yang bekerja sabagai buruh tani dengan penghasilan rata-rata Rp.350.000,per bulan, namun setelah dibukanya objek wisata goa pindul masyarakat Bejiharjo bisa menghasilkan untung atau pendapatan rata-rata sebesar Rp.2.500.000,- per bulan bagi yang bergerak di bidang wisata. Kehadiran Goa Pindul telah memberikan banyak kontribusi untuk kelangsungan hidup warga setempat. Hingga kini, obyek wisata Goa Pindul telah menyerap sekitar 150 orang tenaga kerja, sebagian besar dari mereka adalah warga yang tinggal di sekitar Desa Wisata Bejiharjo. Mereka menempati berbagai posisi, seperti pemandu (tour guide), security, penjaga kebersihan, bagian manajemen dan keuangan, serta marketing. Sekitar 2000-3000 pengunjung kini bisa diserap oleh obyek wisata Goa Pindul. Penghasilan yang didapatkan dari obyek wisata Goa Pindul disumbangkan untuk Desa Wisata Bejiharjo sebanyak 25 juta rupiah/tahun. Jumlah pengunjugn ke obyek wisata Goa Pindul cenderung terus meningkat. Menurut Dinas Pariwisata Kabupaten Gunung Kidul, pada tahun 2012, sebagaimana dalam Tebel 1.1, pengunjung atau wisatawan di desa Bejiharjo Kecamatan Karangmojo hampir mendekati rata-rata wisatawan yang berkunjung di Kabupaten Gunungkidul (BPS, 2012). Obyek wisata tersebut mampu menarik lebih dari 50.000 pengunjung pada tahun 2012. Hal tersebut menunjukan bahwa desa wisata Goa Pindul mampu menarik
Laporan akhir penelitian 2015
Page 24
wisatawan untuk mengunjungi obyek wisata di desa Bejiharjo, mengingat tempat wisata Goa Pindul baru dibuka pada tahun 2010. Kehadiran obyek wisata Goa Pindul telah merubah kehidupan perekonomian para pelaku wisata dan masyarakat sekitar. Di kawasan ini terdapat sebanyak 10 operator wisata, dengan tiga operator yang sudah lama berjalan dan berkembang. Perubahan perekonomian masyarakat Desa Bejiharjo, dan umumnya masyarakat Karangmojo ditandai dengan peningkatan ketersediaan lapangan kerja dalam bidang pariwisata dan dapat memberikan pendapatan yang lebih baik bagi para warga masyarakat sekitar. Adanya perubahan ini diakui oleh para pengelola dan perangkat desa sebagaimana dikatakan oleh HP, seorang perangkat desa Bejiharjo, yang menyatakan bahwa adanya objek wisata gua Pindul telah menyebabkan perubahan pada jenis pekerjaan, yang mana semula warga masyarakat bekerja sebagai petani, pedagang, tukang batu,wiraswasta, buruh pabrik dan petani ikan, berubah menjadi pemandu, koordinator lapangan, petugas parkir, fotografer, pengurus kelompok sadar wisata, pedagang dan petugas keamanan serta pemasaran. Pernyataan yang senada juga sampaikan juga oleh AN, salah seorang dukuh dimana objek wisata itu berada, bahwa: “Adanya objek wisata gua pindul menyebabkan perubahan perkerjaan penduduk yang tadinya mayoritas petani dan buruh, menjadi sebagian besar ikut pokdarwis karyawisata, tetapi sebagian masih ada yang tetap menjadi petani dan dagang makanan kecil-kecil” (Wawancara,3/09/2015.). Sementara menurut TG, keberadaan desa wisata telah merubah pekerjaan mayoritas penduduk desa Bejiharjo. Pada umumnya sebelum ditemukan obyek wisata Goa Pindul dan akhirnya berkembang obyek wisata Goa Pindul, para warga masyarakat memiliki pekerjaan sebagai petani dengan sistem pertanian sebagai besar bertani tadah hujan dan sebagai pedagang keliling di kota Yogyakarta. Namun, sejak berkembangnya industri wisata di wilayah ini, mereka beralih pekerjaan yaitu terlibat mengelola wisata dengan beragam pekerjaan seperti menjadi pemandu, tukang parkir, penyedia makanan, dan sebagainya. Banyaknya penduduk yang beralih pekerjaan ternyata menimbulkan dampak terhadap ketenagakerjaan di bidang pertanian yaitu berkurangnya tenaga yang
Laporan akhir penelitian 2015
Page 25
mengelola pertanian. Akibat kekurangan tenaga kerja ini, banyak pemilik pertani menggunakan tenaga kerja atau buruh buruh tani di luar wilayah desa Bejiharjo sebagaimana dikatakan oleh pengelola pokdarwis Dewabejo, pak Gun: ”Secara tidak langsung adanya objek wisata gua Pindul tenaga kerja di pertanian berubah, lebih focus di wisata, tenaga petani mengambil dari luar dan harus membayar yang lebih mahal dari tenaga kerja yang ada, tetapi ya nggak apa toh sudah dapat penghasilan dari objek wisata dan lahan pertaniaan tetap ada yang menggarapnya.” (Wawancara 03/09/2015) Perubahan lain yang terjadi dalam masyarkat dengan berkembangnya desa wisata Bejiharjia adalah terkait dengan peningkatan pendapat dan pengeluaran yang dilakukan oleh pelaku wisata maupun oleh masyarakat. Hasil penelitian yang diperoleh melalui angket terbuka menunjukkan bahwa
pada umumnya pelaku wisata ketika menjadi
petani memiliki penghasilan Rp. 25.000 setiap hari dan Rp. 45.000 setiap hari untuk pedagang, berubah menjadi Rp.45.000 – 300.000 per hari sebagai pemandu atau 2 juta – 4 juta per bulan.
Namun, kenaikan pendapatan warga masyarakat diikuti dengan
kenaikan pengeluaran, dimana
pengeluaran yang semula sebelum terlibat sebagai
pelaku wisata memiliki pengeluaran tiap hari antara Rp 20.000 – 40.000, berubah menjadi 50.000 – 150.000 per hari setelah terlibat. Peningkatan pengeluaran ditandai dengan konsumsi warga masyarakat yang terlibat dalam obyek wisata terhadap barang atau jasa elektronik, otomotik, dan keperluan sandang untuk kehidupan berkeluarga. Perubahan ini diakui oleh para pelaku obyek wisata baik dari Dewabejo, Pancawisata, maupun Wirawisata, dan para tokoh masyarakat, yang mana pendapat mereka pada prinsipnya sama yaitu berkembangnya objek wisata telah meningkatkan penghasilan pelaku wisata maupun masyarakat sekitar lebih dari 100 %, tiap harinya. Wujud perubahan terkait dengan perekonomian yang meningkat dari warga masyarakat di Bejiharjo yang nampaknya cukup menyolok adalah kepemilikan harta benda. Semula pada saat masih menjadi petani atau pedagang, harta yang dimiliki terdiri dari sepeda, televisi, sepeda motor, tetapi setelah bekerja pada objek wisata terjadi peningkatan dalam kepemilikan harga, seperti yang dikemukakan oleh HP, seorang perangkat desa, yang menyatakan: “ tadinya
Laporan akhir penelitian 2015
Page 26
ada penduduk yang hanya memiliki
sepeda, TV dan handphone, tetapi sekarang sudah punya sepeda motor, mobil, rumah, perhiasan, laptop, lemari es dan tanah pekarangan”. Pernyataan ini juga ditegaskan oleh perangkat desa yang lain AW, yang menyatakan bahwa ketika masih tani harta bendanya hanya sepeda ontel, tetapi sekarang sudah punya motor dan mobil, selain itu juga telah memiliki budaya untuk menabung, yang selama ini ketika masih bekerja sebagai petani belum dapat menabung karena tidak ada sisa penghasilan yang bisa ditabung. Hal lain adalah perubahan pada pemuda yang ada Bejiharjo. Sebelum berkembang obyek wisata Goa Pindul, banyak para pemuda desa Bejiharjo yang memiliki untuk bekerja di wilayah lain baik di sekitar Provinsi DIY maupuan ke Jakarta. Dalam hal ini, pada pemuda yang produktif cenderung memilih merantau atau bekerja di perusahan-perusahaan besar atau bekerja di sektor informal di luar desanya. Namun, sejak obyek wisata ini dikembangkan, para pemuda mayoritas memilih bekerja sebagai pemandu wisata terutama mereka yang memiliki tingkat pendidikan sekolah menengah atas. Atau dengan kata lain, beragamnya lapangan kerja di obyek wisata dapat menyerap tenaga kerja sehingga pengangguran dapat dikurangi. Mendasarkan pada uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa keberadaan obyek wisasata dalam aspek ekonomi telah mampu merubah ketersediaan lapangan pekerjaan suatu masyarakat, salah satunya perubahan pekerjaan di sektor pertanian beralih ke sektor jasa pariwisata. Terdapat konsekuensi dari perubahan tersebut yaitu terjadi peningkatan pendapatan di sektor pariwisata dan sebaliknya terjadi penurunan produktivitas di sektor agraris yang diindikasian dengan sulitnya mencari tenaga kerja di sektor agraris. Secara nyata, objek wisata gua Pindul di desa Bejiharjo telah merubah kondisi ekonomi masyarakat, yang semula masyarakat mengandalkan kehidupannya dengan bertani sehingga hasilnya cukup lama kurang lebih 3 bulan, berubah menjadi beraneka ragam seperti menjadi pemandu, pedagang makanan maupun sovernir, yang hasilnya dapat dinikmati setiap hari atau lebih cepat, perubahan-perubahan itu tentunya memiliki dampak baik secara ekonomi maupun secara sosial budaya, sehingga dapat
Laporan akhir penelitian 2015
Page 27
disimpulkan pula bahwa adanya objek wisata juga mendukung terjadi pemberdayaan masyarakat, dengan meningkatnya pendapatan.
2.
Perubahan sosial-budaya masyarakat obyek wisata Interaksi yang intens antar para pelaku yang terjadi di wilayah desa Bejiharjo
dapat menyebabkan perubahan nilai, tradisi, dan kebiasaan yang dikembangkan oleh warga masyarakat. Perubahan pada dimensi nilai ini dapat mengarah pada terjadi transformasi transmisi nilai baik positif maupun negatif. Terkait ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa pada masyarakat desa Bejiharjo, nilai-nilai baik, yang diwujudkan dalam kebiasaan atau budaya warga masyarakat, masih cenderung dipertahankan di masyarakat. Kehadiran dan perkembangan obyek wisata tidak mengakibatkan tradisi yang ada di Desa Bejiharjo menghilang. Bahkan, pada pelaku wisata Wira Wisata, kesenian gejok lesung yang semula biasa saja sekarang telah dikemas sedemikian rupa dan diintegrasikan dalam kegiatan pariwisata sehingga memiliki nilai jual.. Yd sebagai salah seorang pengelola pokdarwis ini mengungkapkan bahwa para seniman kawaritan secara rutin diminta untuk pentas menyambut para wisatawan yang datang. Hal senada dikemukakan oleh Mbah G, salah seorang pengelola Pokdarwiis Pancawisata, yang menyatakan bahwa walaupun objek wisata alam gua Pindul yang dari hari ke hari mengalami jumlah pengunjung, perilaku gotong royong tetap terpelihara, “Adanya objek wisata, harus dilakukan secara professional serta dapat mengatur waktu seefisien mungkin agar ketika jadi pemandu tetap jalan, kegiatan sosial juga jalan seperti kenduri, menolong ketika ada musibah, bahkan lebih efiesian karena sekarang memiliki fasilitas (HP, walki talky, dsb)” (Wawancara.04/09/2015). Pendapat yang senada dengan kedua informan di atas juga dinyatakan oleh salah seorang perangkat desa Bejiharjo. Ia menyatakan bahwa walaupun banyak warga masyarakat yang bekerja di objek wisata, baik sebagai pemandu, maupun yang pekerjaan lainnya, kegiatan sosial seperti rosulan, bersih desa, kenduri dan sebagainya yang mana sudah berjalan lama dan berkembang di masyarakat masih tetap diperihara dan dijalankan. Warga masyarakat masih nguri-uri tradisi-tradisi yang sudah ada
Laporan akhir penelitian 2015
Page 28
sebelumnya bahkan saat ini pelaksanannnya lebih semarak karena pendanaanya lebih banyak. Perubahan perilaku terjadi pada individu warga masyarakat yang langsung berhubungan dengan para pengunjung. Artinya, interaksi dan komunikasi yang lebih sering dengan pengunjung menyebabkan mereka merasa perlu mengubah kebiasaan yang kurang tepat atau sesuai dengan pekerjaan yang sedang dilakukannnya. Mereka menyadari bahwa tindakan dalam memberikan layanan jasa wisata tidak sama dengan perilaku dalam memproduksi barang di perusahaan. Mereka menyadari bahwa bekerja sebagai pemandu dituntut untuk lebih sabar terhadap perilaku pengunjung, selalu menggunakan komunikasi yang sopan, dan sedapat mungkin dapat membina hubungan yang akrab dengan para pengunjung obyek wisata, seperti dikemukakan oleh Slmt, seorang pemandu wisata Wira Wisata. Hal senada disampaikan oleh salah seorang istri tokoh masyarakat, LR, bahwa keterlibatannya sebagai penyediaan kuliner bagi para pengunjung dalam kegiatan Pokdarwis Wira Wisata yang ada di wilayahnya, menjadinya dirinya berpandangan ke depan mengenai bagaimana mengembangkan masyarakat di wilayahnya. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa walaupun adanya objek wisata berkembang di masyarakat, namun tidak melunturkan adanya kegiatan sosial yang telah tertanam selama ini seperti ada acara rosulan, merdi dusun, dan kegiatan kegiatan sosial yang lainnya, bahkan lebih meningkat lagi karena adanya fasilitas yang dimiliki, dan mampu membangun perasaan senang dan perpandangan ke masa depan untuk dikembangkan lebih bagus sehingga ada added value (nilai tambah)
3. Peningkatan partisipasi pelaku wisata dan masyarakat terhadap pendidikan Peningkatan partisipasi pelaku wisata dan masyarakat terhadap pendidikan dengan adanya objek wisata Goa Pindul terjadi peningkatan kebutuhan pendidikan terutama yang berupa pelatihan bahasa asing terutama bahasa Inggris. Hal ini disebabkan masuknya turis asing yang berakibat pada mau atau tidak para pelaku wisata harus menguasai bahasa Inggris sebagai akibat promosi wisata yang intens kepada
Laporan akhir penelitian 2015
Page 29
masyarakat luas. Kebutuhan pendidikan lain adalah peningkatan kompetensi kepemanduan dan kemampuan mengelola layanan wisata yang menunjang keberadaan obyek wisata Goa Pindul. Terkait ini, banyak organisasi pemerintah maupun masyarakat yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan bagi para pelaku wisata Goa Pindul. Misalnya, Universitas Sanata Dharma memberikan layanan pendidikan kepada para pemandu yang ada di operator Wira Wisata dalam hal peningkatan kemampuan berbahasa Inggeris. Universitas Negeri Yogyakarta melalui program pengabdian kepada masyarakat memberikan berbagai pendidikan dan latihan dalam rangka meningkatkan layanan pemanduan, kuliner, dan produksi souvernir, dan pengembangan remaja. Begitu pula, kegiatan tanggung jawab sosial salah satu bank swasta diwujudkan dalam kegiatan pengembangan kemampuan layanan wisata dan pemasarannya bagi para pelaku di semua operator yang diteliti. Perilaku yang tidak jauh berbeda pun dilakukan oleh instansi terkait khsusus Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidu, bahkan pada penataan peraturan pengelolaan obyek wisata ini. Aktivitas pendidikan pun dilakukan sendiri orang masing-masing operator dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Mereka menyadari bahwa kepuasan pengunjung sangat tergantung oleh perilaku melayani para pemandu. Perilaku yang baik diharapkan dapat menimbulkan kepuasan pengungjung yang akhirnya menjadikan mereka menjadi lebih memiliki pemikiran yang baik dan tidak merasa dikecewakan. Oleh karenanya, pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan dilakukan sebagaimana dikemukakan oleh perangkat desa dan para pengelola Pokdarwis Dewabejo yang menyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kemampuan kelompok sadar wisata telah melakukan berbagai pendidikan dan pelatihant antara lain: pelatihan bahasa Inggris bagi pemandu, manajemen keuangan, dan juga pelatihan untuk meningkatkan partisipasi pelaku pariwisata. Hal lain adalah pendirian sekolah pindul yang sengaja didirikan untuk mendidik anak-anak usia dini di sekitar wilayah objek wisata dan bertempat tidak jauh dari objek wisata Goa Pindul tepatnya di sekretariat Wirawisata. Di antara pengelola obyek wisata di kawasan ini, hanya operator ini yang mengembangkan ide mendirikan sekolah.
Laporan akhir penelitian 2015
Page 30
Sekolah pindul bertujuan untuk memberilkan layanan pendidikan untuk anak-anak di wilayah sekitar khususnya Dusun Bejiharjo. Salah seorang pengelola Wirawisata, pak, H, menyatakan bahwa: “Disini selain para pemandu dan pengelola wisata ini ditingkatkan kemampuannya dalam bidang bahasa, ketrampilan pemanduan serta manajemen, tetapi juga mendirikan sekolah pindul yang didalamnya terdapat pendidikan anak usia dini, pendidikan out bond sehingga penggunjung setelah menyusur gua kembali ke sekretatiat bisa menikmati lucu-lucunya anak-anak PAUD yang sedang bermain, juga bisa menikmati beragam pelatihan out bond yang memang dirancang untuk berbagai kelompok masyarakat” (Wawancara 04/09/2015) Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada di lingkungan Bejiharjo, para pengelola obyek wisata memandang bahwa pendapatan yang diperoleh dari kegiatan layanan wisata tidak hanya diperuntukkan oleh seluruhnya untuk kepentingan para pelaku wisata misalnya untuk penggajian personalia, pemeliharaan peralatan wisata, dan pengembangan kegiatan penunjang wisata, namun sebagian hasil keuntungan diberikan untuk layanan atau bantuan sosial, kas desa, dan pengembangan pendidikan anak usia dini. Para pengelola memandang bahwa warga masyarakat yang ada di lingkungannya terutama anak-anak agar menjadi lebih baik di kemudian hari. Yd, seorang pengelola, menyatakan bahwa: ”kami pun memberikan bantuan kepada lembaga pendidikan anak usia dini yang ada di dusun agar mereka maju”. Berdasarkan informasi-informasi di atas dapat disimpulkan bahwa adanya objek wisata Goa Pindul menimbulkan berbagai kebutuhan pendidikan bagi para pelaku wisata maupun masyarakat. Adanya kebutuhan pendidikan telah menimbulkan partisipasi masyarakat maupun pelaku wisata dalam memenuhi kebutuhan pendidikan, khususnya dalam peningkatan kemampuan dan keterampilan dirinya, dan munculnya kepedulian dari pengelola objek wisata untuk mendirikan pendidikan nonformal dalam bentuk pendidikan anak usia dini, yang dapat menarik CSR dari BCA untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan tersebut.
Laporan akhir penelitian 2015
Page 31
4.
Pola jejaring yang dibangun pelaku wisata Para pelaku wisata harus memiliki kapasitas jejaring yang dimaknai sebagai
kemampuan berkomunikasi dan bekerja sama dengan sesama pelaku bisnis atau usaha Kemampuan ini mengarah pada pencapaian (a) sumber daya seperti tenaga kerja, manajer, dan sistem informasi, (b) proses bisnis seperti proses penjualan, dan unit usaha seperti
kegiatan dalam rantai pemasokan. Kemampuan membina jejaring bagi
organisasi wisata merupakan suatu modal yang harus dimiliki oleh pengelola obyek wisata dalam menghadapi persaingan usaha dan kemajuan perkembangan masyarakat. Hal ini disebabkan suatu kegiatan usaha tidak lepas dari pihak lain yang mencakup mitra, pelanggan, investor, pesaing, pemerintah, pengaruh industri, media massa dan press, vendor, dan assosiasi. Terkait hal di atas, kelompok sadar wisata berupaya membangun jejaring dengan pihak lain agar dapat menarik wisatawan baik domestik maupun manca. Upaya membangun jejaring telah banyak dilakukan oleh pengelola baik dengan para pelaku wisata
yang ada di Bejiharjo maupun dengan lembaga lain. Jejaring wisata yang
dikembangkan oleh pada pelaku wisata nampaknya tidak banyak perbedaan. Mereka menjalin hubungan baik dengan perbankan untuk mendukung pembiayaan, maupun dengan lembaga lain seperti SAR, untuk pelatihan pemanduan, dan tentunya dengan pemerintah desa maupun dinas pariwisata kabupaten Gunungkidul. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh pengelola pokdarwis Dewa Bejo, AS, yang menyatakan: “untuk mengembangkan wisata gua pindul kita telah menjalin kemitraan dengan dinas kebudayaan DIY, dinas pariwisata Gunungkidul, menjadi anggota PHRI, sehingga jika ada kegiatan selalu diketahui, juga melalui media sosial seperti facebook” (Wawancara, 04/09/2015). Sementara itu salah seorang pengelola Wirawisata menyatakan bahwa untuk menjalin kemitraan dilakukan selain dengan pihak pemerintah kabupaten, kemitraan dilakukan pula dengan mengandeng karang taruna desa, pemerintah desa, biro travel dan perkumpulan kuliner, serta menyalin kemitraan dengan perbankan (BCA) untuk pembiayaan. Apa yang dilakukan oleh kelompok sadar wisata Dewabejo dan Wira Wisata, tidak jauh berbeda dilakukan oleh kelompok sadar wisata Pancawisata.
Laporan akhir penelitian 2015
Page 32
Di bawah ini gambar mengenai jejaring pelaku wisata yang terjadi atau dilakukan oleh kelompok sadar wisata yang ada di Bejiharjo. Nampak, bahwa di antara pelaku wisata terjadi hubungan dalam pengelolaan obyek wisata yang dikembangkan terutama dalam hal koordinasi pengaturan para pengunjung yang akan memasuki obyek wisata Goa Pindul. Artinya, pesaingan antar pengelola wisata disadari ada dan terjadi dalam pengelolaan obyek wisata, namun karena ada kesepahaman bahwa dalam pengelolaan obyek wisata diharapkan tidak terjadi kekacauan dan konflik yang dapat merugikan para pengunjung yang akhirnya berdampak pada penurunan pendapatan para pelaku wisata Goa Pindul dan masyarakat sekitar.
Gambar 3. Jejaring Pelaku Wisata di Bejiharjo
Berdasarkan hasil wawancara dengan pelaku wisata, yang terdiri dari Dewabejo, Pancawisata dan Wirawisata, pelaku wisata menjalin hubungan dengan pihak lain dalam beberapa aspek yang pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan jumlanh
Laporan akhir penelitian 2015
Page 33
pengunjung, keterakaturan dalam obyek wisata, peningkatan permodalan, regulasi dan akses terhadap obyek wisata. Hasil kerja sama dimaksud dapat disampaikan dalam tabel di bawah. Tabel 3 menunjukkan bahwa para pelaku wisata hampir tidak jauh berbeda mengembangkan jejaring dalam pengelolaan usahanya baik dalam hal peningkatan kunjungan tamu, permodalan, transportasi, akomodasi, keamanan, dsb. Atau dengan kata lain, para pelaku wisata mengembangkan jejaring dengan para pelaku yang masih berada atau berkecimpung dalam dunia bisnis perpariwisataan, dan pelaku-pelaku di sektor lain masih belum banyak terlibat.
Tabel 4 Aspek Kerja sama pelaku wisata Pelaku Wisata Aspek Kerja sama
Dewa Bejo
Panca Wisata
Wira Wisata
Tamu
Agent
Agent
Agent Karangtruan
Modal
PNPM BPD, BRI
BRI, Bank Cinta Daya
BCA
Akomodasi
Hotel di Kabupaten Gunungkidul Homestay
Hotel di Kabupaten Gunungkidul
Pemilik Homestay
Transportasi
Agent wisata
Agent wisata
Agent wisata
Keamanan
SAR Kabupaten Polsek dan Polres
Asuransi
Asuransi
Regulasi
Dinas pariwisata
Dinas pariwisata
Dinas pariwisata
Lembaga Kursus
Omah Pasinaon UNY USD
Peningkatan Kemampuan
Lembaga Kursus
Berdasarkan hasil wawancara dengan para pengelola objek wisata yang ada di desa Bejiharjo, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan mereka dalam pengelolaan objek wisata hingga menjadi ramai seperti yang terjadi saat ini dikarenakan adanya jalinan
Laporan akhir penelitian 2015
Page 34
kerjasama atau membangun jejaring baik antar pelaku wisata maupun dengan pihak stakeholder yang lain yang saling menguntungkan satu sama lain. 5.
Kendala yang dihadapi pelaku wisata Daya tarik suatu desa wisata sangat dipengaruhi beberapa faktor yang
mempengaruhi tingkat kedatangan pengunjung baik menyangkut
ketersediaan
infrastruktur yang baik, pelayanan wisata, dan fasilitas penunjang lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pengelolaan obyek wisata terdapat beberapa kendala yaitu: pertama, pada awal perkembangan objek wisata Goa Pindul, akses pengunjung baik lokal maupun manca negara masih kurang memuaskan. Hal ini karena insfrastruktur yang kurang memadai seperti kualitas jalan yang kurang baik, ketidaktersediaan tempat parkir dan fasilitas umum lainnya dipandang sebagai kendala. Hal ini dikemukakan oleh tokoh masyarakat sekaligus perangkat desa Bejiharjo yang menyatakan pada awalnya akses jalan menuju ke objek wisata masih belum baik serta jarak yang lumayan jauh dari jalan utama. Kedua, kendala lain yang dihadapi dalam pengembangan objek wisata berkaitan dengan birokrasi pemerintahan setempat yang dipandang menyulitkan warga masyarakat untuk mengembangkan obyek wisata Goa Pindul. Birokasi yang menghambat salah satunya adalah perencanaan pengembangan desa wisata Bejiharjo akan dilaksanakan apabila dukungan sumber daya sudah tersedia. Hal dikemukakan oleh pengelola Dewa Bejo, Pak AS, yang mengatakan: “ menurut saya yang menjadi kendala dalam pengembangan desa wisata antara lain sulitnya birokrasi pemerintah setempat, adat istiadat yang masih kental serta lemahnya berfikir sebagian masyarakat” (Wawancara, 12/09/2015) Hal senada juga dikemukakan oleh pengelola Pokdarwis Dewa Bejo yang lain yakni AE, yang menyatakan bahwa selain sulitnya birokrasi, regulasi dari pemerintah yang tidak kunjung selesai, juga karena keterbatasan SDM dalam memajukan pariwisata gua pindul.
Laporan akhir penelitian 2015
Page 35
Ketiga, kendala pun muncul dari kebutuhan pengembangan layanan wisata. Menurut pengelola Pancawisata bapak TG, kendala yang dihadapi dalam pengelolaan obyek wisata Goa Pindul adalah kekurangtersediaan modal yang mencukupi untuk mengembangkan kegiatan layanan wisata, dan pengembangnan ekonomi pendukungnya. Dirinya mengungkapkan bahwa untuk mengembangkan berbagai macam layanan di Goa Pindul bukan pekerjaan yang tidak memerlukan banyak dana, padahal keuntungan yang didapat sangat dipengaruhi oleh banyak atau sedikit para pengunjung wisata. Keempat, hal lain yang menjadi kendala pun adalah adanya pungutan liar yang dilakukan oleh oknum yang menjebabkan pengunjung jadi tidak nyaman. Terakhir adalah pengaturan pengunjung tidak tepat akan berpengaruh pada kenyamanan para pengunjung. Menurut pengelola Pancawisata yang lain, kendalanya terjadi pada saat hari-hari libur yakni mengatur jalannya masuk gua pindul, karena banyaknya pengelola, sehingga diperlukan adanya koordinasi antar koordinator lapangan yang berfungsi mengatur arus masuk wisata ke dalam gua. Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa kendala yang dialami oleh pelaku wisata maupun masyarakat sekitar gua pindul dalam pengembangan desa wisata: masih belum baiknya jalan masuk ke lokasi wisata, jarak antara lokasi wisata dengan jalan utama, sulitnya birokrasi pemerintah setempat, adat istiadat yang masih kental, lemahnya sumber daya manusia, permodalan, adanya pungutan liar, dan mengatur jalan masuk ke goa Pindul pada saat hari libur.
C. Pembahasan Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan perangkat desa, tokoh masyarakat maupun pengelola objek wisata gua pindul, dapat dikatakan bahwa adanya objek wisata Gua pindul sedikit banyak telah mempengaruhi atau menyebabkan terjadi beberapa perubahan dalam masyarakat antara lain:
Laporan akhir penelitian 2015
Page 36
1.
Perubahan dalam perekonomian pelaku wisata dan masyarakat Dampak adanya kegiatan pariwisata, dalam bidang ekonomi sebagaimana
dikemukakan oleh Spillane (1994) antara lain: terjadinya standarisasi fasilitas-fasilitas pariwisata, meningkatnya keperluan barang dan jasa, meluasnya kesempatan kerja, perubahan pola kerja serta berkembangnya aneka ragam kerajinan Di desa wisata berdasarkan hasil wawancara dengan para informan menunjukkan terjadi perubahan dibidang ekonomi yang bersifat positif, yakni dengan meningkatnya tingkat penghasilan lebih dari 100 % dari sebelumnya, berubahnya pola pekerjaan, yang sebelumnya hanya petani dan pedagang dimana penghasilannya tidak menentu 3 bulan sekali, menjadi beraneka ragam jenis pekerjaan dengan penghasilan yang bisa rutin 1 bulan sekali, namun dampak negatifnya dengan sebagian besar warga masyarakat sekitar menjadi pelaku wisata menyebabkan lahan pertanian menjadi kurang mendapatkan pertanian untuk diolah, akibatnya untuk mengerjakan tanah pertanian harus mendatangkan pekerja dari luar daerah dengan biaya yang lebih mahal. Perubahan juga terjadi dengan pola pengeluaran dalam kehidupan keseharian yang cukup meningkat dratis, dulu ketika belum bekerja di objek wisata tidak ada kebiasaan kredit, setelah ada penghasilan yang tetap mulai berani untuk mengajukan kredit. Mengacu pada hasil penelitian di atas yang menunjukkan adanya perubahan kehidupan ekonomi yang terjadi pada masyarakat Bejiharjo, dapat dipahami bahwa telah terjadi perubahan struktur perekonomi masyarakat. Struktur ekonomi masyarakat mencakup perekonomian di sektor primer, sektor sekunder, dan sektor tersier. Pada masyarakat Bejiharjo, terjadi pergeseran yang mencolok dalam aktivitas perekonomian warganya yaitu perpindahan dari aktivitas perekonomian primer yang ditandai dengan proses produksi di pertanian, pertambangan, perikanan, dan lain lain. Beralih ke sektor jasa atau skunder (Boediono, 1996), dimana layanan wisata menjadi salah satu aktivitas perekonomian di masyarakat Bejiharjo. Adanya pergeseran ini berimplikasi pada penurunan produktivitas di sektor primer karena pekerja produksi di sektor primer beralih menjadi pemandu, pengelola, dan pekerjaan lainnya. Di lain hal, warga masyarakat yang beralih pekerjaan dituntut untuk menyiapkan diri dan membekali diri
Laporan akhir penelitian 2015
Page 37
dengan kompetensi yang sesuai di sektor jasa. Hal ini lah yang nampaknya lambat laun kualitas para pelaku wisata dikembangkan baik secara internal maupun oleh pihak eksternal. Dalam kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat,adanya objek wisata Gua Pindul, telah menyebabkan sebagian masyarakat telah mengalami perubahan, sebagai mana dikemukakan oleh Ife, bahwa aspek kehidupan masyarakat yang bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, dan lingkungan, yang mana dalam prakteknya menekankan pada prinsip pengembangan masyarakat yang meliputi: dalam bidang ekonomi, ditandai dengan
adanya
kemandirian
dalam
memenuhi
kebutuhan
ekonomi
warga
masyarakatnya, dan mengembangkan ekonomi lokal secara divergen; dalam bidang sosial, terwujud kepuasan masyarakat atas kualitas hidupnya, tercipta keadilan sosial, dan organisasi masyarakat yang aktif; dalam bidang politik terjadi partisipasi masyarakat dan demokrasi; dalam bidang budaya terjadi transmisi budaya ke generasi baru dan konservasi nilai-nilai, dan terjadi pembelajaran informal maupun formal, dan dalam aspek lingkungan terjadi pelestarian sumberdaya lingkungan dan pengelolaan lingkungan yang bertanggungjawab 2.
Perubahan nilai-nilai sosial yang terjadi pada pelaku wisata dan masyarakat Perubahan atau dampak yang bersifat sosial budaya dengan adanya wisata alam
gua pindul, lebih banyak disebabkan oleh nilai-nilai yang dianut dan diyakini oleh masyarakat, jika suatu masyarakat setempat memegang nilai-nilai sosial, seperti adanya tradisi atau adat istidat yang kuat, maka adanya pebedaaan nilai-nilai sosial yang berasal dari luar tidak akan banyak berpengar uh, hal ini yang terjadi di objek wisata alam desa Bejiharjo, walaupun secara umum adanya objek wisata akan berdampak pada perubahan kultur dari masyarakat sekitar objek wisata, sebagaimana dikemukan oleh Spillane (1994: 56),yang menyatakan bahwa adanya objek wisata menyebabkan adanya perubahan dalam stratifikasi sosial dan munculnya cara-cara baru dalam menilai tinggi rendahnya status sosial serta terjadinya gejala deviansi sosial seperti kejahatan, bunuh diri, abortus dan penyakit kelamin
Laporan akhir penelitian 2015
Page 38
3.
Jejaring wisata yang terbangun Sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru, obyek wisata Goa Pindul merupakan
suatu kawasan yang
potensial untuk terus dikembangkan di masa depan. Potensi
ekonomi yang mungkin dapat didayagunakan warga masyarakat berawal dari pengoptimalan potensi alam yang menyediakan keindahan. Artinya, pengembangan obyek wisata Goa Pindul didasarkan pada pemahaman dan pengembangan potensi kearifan lokal untuk kemakmuran warga masyarakat. Hal ini menunjukkan pengembangan ekonomi suatu masyarakat dapat dilakukan dengan mengedepankan kebermanfaat dari keuntungan komperatif baik sumber daya alam, maupun sumber daya manusianya, dan didasarkan pada kesiapan dan partisipasi warga masyarakat yang menjadi sasaran akhir dari kegiatan pengembangan ekonomi. Terkait ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengembangan kawasan
Goa Pindul
dilakukan dengan
memperhatikan peluang yang baik dari keindahan alam berupa goa sebagai sesuatu yang tidak dimiliki oleh warga masyarakat lain. Keunggulan atas alam yang indah membutuhkan sumber daya manusia yang mampu mengelolanya. Obyek wisata yang indah dan pontensial tentu tidak akan menjadi tujuan pengunjung apabila tidak menunjukkan kelebihan yang dimilikinya. Untuk memperkenalkan keunggulan alam dan fasilitas penunjang lainnya, sumber daya manusia yang memiliki kemampuan membangun jejaring sangat dibutuhkan. Kemampuan membangun jejaring berarti segala sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang baik guna menjalin berhubungan dengan pihak lain untuk mendapatkan keberhasilan. Artinya para pengelola obyek wisata perlu bekerja sama, berkoordinasi, dan bermitra dalam rangka memasarkan layanan pariwisata kepada pihak lain yang potensial misalnya organisasi swasta, perbankan, perguruan tinggi, pemerintah, dan sebagailnya. Temuan penelitian menunjukkan bahwa para pelaku wisata sudah mampu membangun jejaring dengan cara yang relatif tidak jauh berbeda dalam rangka mengembangkan aktivitas layanan wisata, walau jejaring yang dibangun masih dilakukan dengan para pihak yang memiliki kegiatan sejenis. Adanya perbedaan dalam
Laporan akhir penelitian 2015
Page 39
kompetensi membangun jejaring berakibat pada banyak atau sedikitnya pengunjung yang menikmati keindahan alam dimaksud. Para pelaku wisata harus menguasai dan menerapkan kemampuan membangun jejaring baik dengan pihak eksternal maupun dengan sesama pelaku. Cara membangun jejaring yang mungkin dapat dilakukan oleh mereka adalah membina jejaring dengan berbagai pihak dengan stragei, yaitu: penguatan hubungan dengan pengunjung atau para agent wisata, dengan menggunakan teknik pemasaran dan evaluasi setelah pengunjung merasakan layanan wisata, menfokuskan pada manajemen rantai penyediaan (layanan wisata yang meliputi sumber daya, perencanaan, pembuatan, dan pengantaran; dan memfokuskan pada proses transaksi dan keterkaitan berbagai proses bisnis (Alt, Puschmann, Reichmayr, 2001:90). Hal lain adalah para pelaku wisata perlu memahami pentingnya berkoneksi dengan orang lain, memiliki sikap positif dan otentik, mengutamakan mutu berjejaring, memegang etika jejaring, berkomunikasi dengan efektif dan dialogis, dan selalu bersikap positif dalam berjejaring untuk mendapatkan pekerjaan (Kramer, 2012).
Laporan akhir penelitian 2015
Page 40
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan yaitu: Pertama, keberadaan objek wisata Goa Pindul yang pertama kali dikelola oleh pokdarwis Dewa Bejo pada tahun 2010, telah menyebabkan beberapa perubahan baik secara ekonomi maupun secara sosial budaya. Perubahan dalam perekonomian masyarakat ditandai dengan: a) terjadi perubahan dalam jenis pekerjaan yang dimiliki oleh pelaku wisata maupun masyarakat sekitar objek wisata, yang semula sebagian besar hidup sebagai petani maupun pedagang, berubah menjadi para pekerja si objek wisata baik sebagai pemandu, pegawai/karyawan pokderwis, pedagang oleh-oleh maupun membuka warung makan, dan peningkatakan penghasilan yang semula pada saat masih menjadi petani rata-rata penghasilannya perhari sekitar 30 ribu, menjadi rata-rata di atas 150 ribu rupiah perhari atau Rp. 1.500.000 berbulan menjadi Rp. 4.500.000, artinya terjadi peningkatan pendapatan 300 % dari sebelum ada objek wisata; b) perubahan yang terjadi lebih cenderung pada perubahan perilaku individu warga masyarakat dan nilai, tradisi dan adat kebiasaan yang ada di masyarakat Bejiharjo masih relatif tidak berubah atau masih dipertahankan, dengan demikian dapat disimpulkan pula adanya desa wisata berbasis masyarakat dapat memberdayakan masyarakat. Kedua, pola jejaring yang terbangun diantara para pelaku wisata Goa Pindul yang tidak mengindikasikan ada perbedaan keragaman hubungan dengan pihak lain dalam mencari sumber daya, fasilitas, pendampingan maupun pengakuan. Dalam hal ini, jejaring yang dibangun oleh para pelaku wisata Goa Pindul lebih banyak dilakukan dengan pihak yang memiliki kesamaan kepentingan atau perhatian dalam pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Gunungkidul antara lain agent wisata, perhotelan, pelaku wisata sejenis, perbankan, pemerintah setempat, dan perguruan tinggi.
Laporan Akhir penelitian 2015
Page 41
B. Saran-saran Berdasarkan hasil penelitian serta kesimpulan, peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Perlu dipersiapkan adanya perubahan jenis pekerjaan khususnya petani, agar kedepan lahan pertanian tidak terbengkai akibat tidak adanya yang terjun di bidang pertanian 2. Dengan meningkatkan penghasilan pelaku maupun masyarakat perlu di budayakan untuk menabung, untuk persiapan hari tua juga untuk menghindari kejenuhan. 3. Walaupun saat ini belum terjadi perubahan nilai-nilai sopan santun akibat kedatangan turis asing, perlu adanya upaya antisipasi berupa aturan tertulis bagi para wisatawan asing maupun domestik untuk berpakaian yang sopan. 4. Perlu lebih meningkatkan jaringan kerjasama antar pelaku wisata agar tidak terjadi saling menjatuhkan. 5. Perlunya memberdayakan masyarakat dengan menggali potensi lokal yang dapat dikembangkan sebagai cindera mata yang khas dari objek wisata gua pindul.
Laporan Akhir penelitian 2015
Page 42
DAFTAR PUSTAKA Alt, R., Puschmann, T., & Reichmayr, C. (2001). Strategies for Business Networking. In Osterle, H, et al. (2001). Business Networking. New York: Springer. Boediono. (1996). Pendidikan dan perubahan sosial. Yogyakarta: Rineka Cipta Boronyak, et al. (2010). Effective community based tourism. Singapore: Sustainable Tourism Cooperative Research Centre 2010. Dinas pariwisata DIY. (2013). Statistik pariwisata DIY. Yogyakarta .atAsia-Pacific Economic Fennell, David A. (2003). Ecotourism: An introduction. New York: Routledge Hamzah, Amran & Khalifah, Zainab. (2009). Handbook on community based tourism: how to develop and sustain CBT. Kuala Lumpur: Asia -Pacific Economic Cooperation Hussey, Antonia. (1989). SocietyTourism in a Balinese Village. Geographical Review, Vol. 79, No. 3 (Juli 1989), pp. 311-325. Ife, Jim (1997). Community development: creating community alternatives – vision, analysis, and practice. Melbroune: Longman. Kramer, E. (2012). 101 Successful networking strategy. Boston: Course Technology, Cengage Learning Korten, David C. (1986). Community management: asian experience and perspectives. West Hartford C.: Kumarian Press. Lucchetti, Veronica Garcia & Front, Xavier. (2013). Community Based Tourism: Critical Success Factors. iCRT occasional paper n. 27, June 2013; diakses dari www.icrtourism.org/wp-content/.../03/OP27.pdf
Miles, B. M. & Huberman, A. M. (2007). Analisis data kualitatif. Terjemahan. Jakarta: UI-Press Narayan, Deepa. (ed). (2002). Empowerment and poverty reduction: A sourcebook. Washington, DC. : The World Bank. Osterle, et al. (2001). The 8 strategy of networking development. www.forbes.com Stephen Wearing & John Neil (2009). Ecotourism: Impacts, Potentials and Possibilities? London: Elsevier Ltd. Todeva, E. (2006). Business networks: Strategy and structure. London: Routledge Laporan akhir Penelitian 2015
Page 43
Ramjee Singh, A. Birch and Hilton McDavid (2006). Impact of the hospitality-tourism sector) on the jamaican economy, 1974-1993:an input-output approach. Social and Economic Studies, Vol. 55, No. 3 (September 2006), pp. 183-207 Yin, Robert. (2003). Case study research. New York: Sage publication, Inc. www.krjogja.com. (2014). Kisruh Goa Pindul Rusak Citra Pariwisata DIY?. Diakses pada 17 Maret 2015.
Laporan akhir Penelitian 2015
Page 44
LAMPIRAN
Laporan akhir Penelitian 2015
Page 45
Catatan Lapangan 1 Tanggal wawancara: 4 September 2015 1 2 3
Husin Pamungkas Perangkat Desa Perubahan desa Wisata Pra Petani, pedagang, tukang batu, wiraswasta, buruh pabrik, petani ikan 25000/hari (petani), 45.000/hari (pedagang, 750.000 - 1.100.000 / bulan
Pasca Pemandu, koordinasi lapangan, parkir, fotografer, pengurus sekretariat, pedagang, petugas sefty, marketing Pemandu (45.000 - 300.000/hari), 2.000.000 - 4.000.000/bulan (pemandu, 2.000.000 - 3.000.000 / bln (karyawan)
1
Nama Pekerjaan Pokdarwis Pernyataan Jenis Pekerjaan
2
Pendapatan
3
Pengeluaran
20.000 - 40.000/hari
50.000-150.000/hari
4
Harta yang dimiliki
Sepeda, TV, HP
Sepeda motor, mobil, rumah, perhiasan, leptop, lemari es, tanah pekarangan
5
Tabungan yang dimiliki
Tabungan simpan pinjam kelompok masyarakat (ke RT)
Deposito, Rekening, Tabungan perbangkan, saham (investor)
6
Jumlah rekreasi dalam 1 tahun Organisasi sosial yang diikuti
-
3 x setahun
Karangtaruna, pertemuan tingkat RT, posyandu, PKK
Pertemuan antar pengelola wisata, paguyuban pemandu, karangtaruna, rapat pedusunan
8
Kelompok budaya yang diikuti
Bersih dusun (rasulan),, bersih kali, lamped
Bersih dusun (rasulan),, bersih kali, lamped
9
Lingkup interaksi sosial
Dusung sampai tingkat pemerintah desa
Antar kecamatan, antar Dinas Parawisata, antar Pemerintah Kabupaten
7
Lampiran penelitian
Page 45
10 Adat istiadat
Rasulan, lamped, gumbrekan, ruwahan, madilakiran, bersih sumber ngedang dan resan Gapktan, Mina Lestari, Karangtaruna
Rasulan, lamped, gumbrekan, ruwahan, madilakiran, bersih sumber ngedang dan resan
12 Kelompok2 keagaamaan yang diikuti 13 Gelar budaya yang diselenggarakan
Yasinan, pengajian, sholawatan
pengajian, hadrah, yasinan, mujahadan
Rasul merti dusun
Event tahunan gelar budya, rasul
14 Model berpakaian
Baju batik, baju longgar, berkerudung
Baju batik, celana jeans, baju ketat, baju longgar, berkerudung, kemeja
15 Sebutkan kegiatan gotongroyong
Kerjabakti, sambatan
kerjabakti
16 Tingkat Pendidikan
SD - SMP
SD - SMK - PT
17 Pelatihan yang diikuti
Bina Tani
18 Lembaga penyelenggara pendidikan yang ada 19 Program pelatihan yang ada
Dinas Pertanian
Kursus Bahasa Inggris, Diklat Kepemanduan USD, Basarnas
11 Ormas yang ada
20 Lembaga mitra untuk kerjasama 21 Lembaga yang memberi Dinas Pertanian bantuan 22 Prestasi/penghargaan Argopolitan yang diperoleh dalam mengelola objek
Kelompok sadar wisata, paguyuban pemandu
Diklat kepemanduan
Dinas Pariwisata, Geopark Geopark, Destinasi wisata GK, Pokdarwis
23 Cara membangun mitra 24 Kendala yang dihadapi pelaku wisata dalam melakukan kegiataanya Lampiran penelitian
Banjir, Fasilitas umum
Page 46
Lampiran penelitian
Page 47
Catatan Lapangan 2 Tanggal wawancara: 4 September 2015 1
Ana Wastika Nama
2
Perangkat Desa (Dkh Karangmojo) Pekerjaan
3 Pokdarwis Pra
Pasca
1
Pernyataan Jenis Pekerjaan
Mayoritas Petani/Buruh
Sebagian ada yang ikut di pokdarwis karyawisata dan ada yang masih petani dagang makan kecil kecilan
2
Pendapatan
500000
1500000
3
Pengeluaran
300000
1000000
4
Harta yang dimiliki
Sepeda Ontel
Motor, Mobil
5
Tabungan yang dimiliki
6
Jumlah rekreasi dalam 1 tahun
2-3 kali
4-5 kali
7
Organisasi sosial yang diikuti
8
Kelompok budaya yang diikuti
karawitan
kel. Kesenian, kel. Gejuk Lesung, kel. Reog arwo budoyo
9
Lingkup interaksi sosial
10 Adat istiadat
Bersih Dusun, Bersih kali semilih
Bersih Dusun, Bersih kali semilih
11 Ormas yang ada
Ronda, karangtaruna, pertemuan 1 bulanan malem 16
Ronda, karangtaruna, pertemuan 1 bulanan malem 16
Lampiran Penelitian
Page 47
12 Kelompok2 keagaamaan yang diikuti
Pengajian malam jumat, yasinan malem jumat kliwon
Pengajian malam jumat, yasinan malem jumat kliwon, mujahadah d masjid ar rohmah malam senin
13 Gelar budaya yang diselenggarakan
Rasulan, Bersih kali semilih
Rasulan, Bersih kali semilih
14 Model berpakaian
Baju batik, celana jeans, baju ketat, baju longgar, berkerudung, kemeja
Baju batik, celana jeans, baju ketat, baju longgar, berkerudung, kemeja
15 Sebutkan kegiatan gotongroyong
Kerjbakti 1 bln sekali, jalan protokol
Kerjbakti 1 bln sekali, jalan protokol
16 Tingkat Pendidikan
SMP, SMA
SMP, SMA
17 Pelatihan yang diikuti
Pelatihan Makan kecil (peyek, bahan dari ketela), Pelatihan blangkon
Pelatihan Makan kecil (peyek, bahan dari ketela), Pelatihan blangkon
18 Lembaga penyelenggara pendidikan yang ada
Omah Pasinaon , SPS Sarwo Agung, TK ABA
19 Program pelatihan yang ada 20 Lembaga mitra untuk kerjasama 21 Lembaga yang memberi bantuan 22 Prestasi/penghargaan yang diperoleh dalam mengelola objek 23 Cara membangun mitra 24 Kendala yang dihadapi pelaku wisata dalam melakukan kegiataanya
Lampiran Penelitian
Page 48
Catatan Lapangan 3 Tanggal wawancara : 4 September 2015 1
Tugiyanti Nama
2
Perangkat Desa (Dkh Gelaran 2) Pekerjaan
3
Wirawisata Pokdarwis Perubahan desa wisata Pra
Pasca
1
Pernyataan Jenis Pekerjaan
Tani, Dagang
kebanyakan masuk ke wisata, dan sebagian yang dagang keliling jogja kemabli masuk ke wisata
2
Pendapatan
500000-700000
1000000 - 1500000
3
Pengeluaran
300000
600000
4
Harta yang dimiliki
Sepeda ontel
Motor, Mobil
5
Tabungan yang dimiliki
6
Jumlah rekreasi dalam 1 tahun Organisasi sosial yang diikuti
1-2 kali
4-5 kali/tahun
8
Kelompok budaya yang diikuti
kel. Karawitan
kel. Karawitasn, gejuk lesung
9
Lingkup interaksi sosial
10 Adat istiadat
Bersih dusun, lampef
Bersih dusun, lampef
11 Ormas yang ada
Karangtarnua, siskampling, pertemuan dusun 1 bln sekali, pertemuan kel. Ikan 1 bln sekali
Karangtarnua, siskampling, pertemuan dusun 1 bln sekali, pertemuan kel. Ikan 1 bln sekali
7
Lampiran penelitian
Tagana, Bakti sosial kemasyarakatan, mobil sehat
Page 49
12 Kelompok2 keagaamaan yang diikuti
perkumpulan yasinan tiap malanm selasa, pengajian tip malam jumat, pengajian akbar 1 th sekali
perkumpulan yasinan tiap malanm selasa, pengajian tip malam jumat, pengajian akbar 1 th sekali
14 Model berpakaian
Baju batik, celana jeans, baju ketat, baju longgar, berkerudung, kemeja
Baju batik, celana jeans, baju ketat, baju longgar, berkerudung, kemeja
15 Sebutkan kegiatan gotongroyong
kerjbakit ibu ibu tiapp tgl 13
kerjbakit ibu ibu tiapp tgl 13
16 Tingkat Pendidikan
SMP, SMA
SMP, SMA
17 Pelatihan yang diikuti
omah pasinaon
omah pasinaon, pemandu, homstay, bahasa asing
18 Lembaga penyelenggara pendidikan yang ada
paud
paud
pemerintah desa, masyarakat
pemerientah desa, masyarakat, karangtruna desda
jalan masuk menuju ke tempat wil dusun yang belum baik
jalan dusun yang rusak, jalan protokol yang masih sulit dan rusak, memakng jaraknya jauyh dariu jalan utama
13 Gelar budaya yang diselenggarakan
19 Program pelatihan yang ada 20 Lembaga mitra untuk kerjasama 21 Lembaga yang memberi bantuan 22 Prestasi/penghargaan yang diperoleh dalam mengelola objek 23 Cara membangun mitra 24 Kendala yang dihadapi pelaku wisata dalam melakukan kegiataanya
Lampiran penelitian
Page 50
Catatan Lapangan 4 Tanggal wawancara: 5 September 2015 1
Joko Tri Yono Nama
2
Swasta Pekerjaan
3
Wirawisata Pokdarwis Perubahan desa wisata Pra
Pasca
1
Pernyataan Jenis Pekerjaan
Buruh/tenaga jasa
Wirawisata/karyawan
2
Pendapatan
1200000
1600000
3
Pengeluaran
850000
1300000
4
Harta yang dimiliki
Rumah, tanah, motor
5
Tabungan yang dimiliki
Uang
6
Jumlah rekreasi dalam 1 tahun Organisasi sosial yang diikuti
2 kali
7
8
Kelompok budaya yang diikuti
9
Lingkup interaksi sosial
gotong royong
10 Adat istiadat
Bersih dusun, bersih sungai
11 Ormas yang ada
Karangtaruna, sub unit
Lampiran Penelitian
4 kali
Page 51
12 Kelompok2 keagaamaan yang diikuti
yasinan
13 Gelar budaya yang diselenggarakan
Karawitan, Campursari
14 Model berpakaian
Baju batik, celana jeans, baju ketat, baju longgar, berkerudung, kaos olahraga
15 Sebutkan kegiatan gotongroyong
kerjabakti, pertolongan bencana, evakuasi
16 Tingkat Pendidikan
SMP
17 Pelatihan yang diikuti
Kepemanduan
18 Lembaga penyelenggara pendidikan yang ada 19 Program pelatihan yang ada 20 Lembaga mitra untuk kerjasama
kelompok pemerintah keamanan dan masyarakat
21 Lembaga yang memberi bantuan
BCA
22 Prestasi/penghargaan yang diperoleh dalam mengelola objek 23 Cara membangun mitra 24 Kendala yang dihadapi pelaku wisata dalam melakukan kegiataanya Lampiran Penelitian
Kerjasama antar pelaku wisata, yaitu biro perjalanan, tavel agent Sarana prasarana akses jalan menuju tempat transpit kelompok dan objek wisata
Page 52
Lampiran Penelitian
Page 53
Catatan lapangan 5 Tanggal wawancara: 5 September 2015 1
Suyadi Nama
2
Catering Pekerjaan
3
Wirawisata Pokdarwis Perubahan desa wisata Pra
Pasca
1
Pernyataan Jenis Pekerjaan
Wirausaha
Koordinator catering di wirawisata
2
Pendapatan
3000000
2500000
3
Pengeluaran
2050000
2750000
4
Harta yang dimiliki
TV, Radio FM
TV, Motor
5
Tabungan yang dimiliki
5000000
0
6
Jumlah rekreasi dalam 1 tahun Organisasi sosial yang diikuti
2x
1x
Karangtaruna
Karangtaruna
8
Kelompok budaya yang diikuti
karawitan
karawitan, jathilan
9
Lingkup interaksi sosial
kelurahan - kecamatan
kelurahan - kecamatan
10 Adat istiadat
baik
baik
11 Ormas yang ada
Karangtaruna, kampling
karangtaruna, kampling
12 Kelompok2 keagaamaan yang diikuti
yasinan keliling, mujahadah
yasinan, mujahadah
7
Lampiran Penelitian
Page 53
13 Gelar budaya yang diselenggarakan
karawitan, jathilan, campursari
karawitan, bersih dusun
14 Model berpakaian
Baju Batik
Baju batik, celana jeans, kaos
15 Sebutkan kegiatan gotongroyong
pasang gorong 2, membuat pagar
membantu tetangga bedah rumah
16 Tingkat Pendidikan
SMP
17 Pelatihan yang diikuti
Catering
Catering
18 Lembaga penyelenggara pendidikan yang ada
Les anak SD - SMA
Les Anak SD - SMA
19 Program pelatihan yang ada
Catering, ukir, bahasa inggris
catering, ukir, bahasa inggris
20 Lembaga mitra untuk kerjasama
bekerjasama dengan resto/kuliner di GK dan sekitarnya
Resto, Hotel, Biro Travel
21 Lembaga yang memberi bantuan
BCA
BCA
23 Cara membangun mitra
selalu berkomunikasi demi tercapai apa yang menjadi tujuan
selalu komunikasilaturahim
24 Kendala yang dihadapi pelaku wisata dalam melakukan kegiataanya
aset jalan
22 Prestasi/penghargaan yang diperoleh dalam mengelola objek
Lampiran Penelitian
Page 54
Catatan Lapangan 6 Tanggal wawancara 5 September 2015 1
Arif Sulistyo Nama
2
Marketing Pekerjaan
3
Dewa Bejo Pokdarwis Perubahan desa wisata Pra
Pasca
1
Pernyataan Jenis Pekerjaan
Wirausaha
wirausaha
2
Pendapatan
700000-1000000
2000000-3000000
3
Pengeluaran
500000
1700000
4
Harta yang dimiliki
motor, mobil, rumah, tanah
motor, mobil, rumah, tanah
5
Tabungan yang dimiliki
15000000
60000000
6
Jumlah rekreasi dalam 1 tahun Organisasi sosial yang diikuti
3x
3x
karangtaruna
karangtaruna
RT, RW, Desa
RT, RW, Desa
Lampet, rasulan, kenduren
lampet, rasulan, kenduren
jathilan, gejog lesung, wayang beber, cokekan
jathilan, gejog lesung, wayang beber, cokekan
7 8
Kelompok budaya yang diikuti
9
Lingkup interaksi sosial
10 Adat istiadat 11 Ormas yang ada 12 Kelompok2 keagaamaan yang diikuti 13 Gelar budaya yang diselenggarakan
Lampiran Penelitian
Page 55
14 Model berpakaian
Baju batik, celana jeans, baju ketat, baju longgar, berkerudung
Baju batik, celana jeans, baju ketat, baju longgar, berkerudung, kemeja
15 Sebutkan kegiatan gotongroyong
bersih suangai, kegiatan RT
bersih sungai, kegiatan RT
16 Tingkat Pendidikan
S1
S1
17 Pelatihan yang diikuti
bahasa inggris, manajemen keuangan
Single Rope teknik Badan SAR DIY, menajemen pengelolaan, pemandu wisata
18 Lembaga penyelenggara pendidikan yang ada
PAUD, SD, SMP, SMA, TK
PAUD, SD, SMP, SMA, TK
19 Program pelatihan yang ada
pelatihan ternak ikan, pelatuhan sentra tanam padi
pelatihan pemandu wisata, pelatuhan kawasan kos
20 Lembaga mitra untuk kerjasama
Dinas kebudayaan dan parwisitasa GK dan DIY, hotel, biro perjalanan wisata
21 Lembaga yang memberi bantuan
PNPM, BRI, BPD
22 Prestasi/penghargaan yang diperoleh dalam mengelola objek
Juara 1 Lomba Desa Wisata tingkat proipins th 2011, Juara I lomba Desa Wista tingkat nasional th 2011, Cipta BI Award tg 2012, Moninasi GeoPark Gunungseu oleh UNESCO
23 Cara membangun mitra
Social media, iklan, presentasi ke perusahaan
24 Kendala yang dihadapi pelaku wisata dalam melakukan kegiataanya
sulitnya birokrasi pemerintah setempat, adat intiadat masih kental, lemabhna berfikir untuk masyarakat
Lampiran Penelitian
Page 56
Catatan Lapangan 7 Tanggal wawancara: 12 September 2015 1
Aprian Eka P Nama
2
Pengurus Pekerjaan
3
Dewa Bejo Pokdarwis Pra
Pasca
1
Pernyataan Jenis Pekerjaan
Swasta
Desa Wisata Bejiharjo
2
Pendapatan
1000000
1500000
3
Pengeluaran
diatas 100000
diatas 1 juta
4
Harta yang dimiliki
Rumah, pekarangan
Rumah, pekarangan, motor
5
Tabungan yang dimiliki
1 juta
1,5 juta
6
Jumlah rekreasi dalam 1 tahun Organisasi sosial yang diikuti
2x
4x
7 8
Kelompok budaya yang diikuti
9
Lingkup interaksi sosial
10 Adat istiadat
Turonggo Jati (Jathilan)
Kenduri, yasinan
11 Ormas yang ada 12 Kelompok2 keagaamaan yang diikuti 13 Gelar budaya yang diselenggarakan
Lampiran Penelitian
rasulan, bersih sumber OGB (Organisasi Band)
Remaja Masjid gunung Bang
Remaja Masjid
Bersih sumber gunung bang sumber kya sejati yang diadakan 1 tahun sekali
Page 57
14 Model berpakaian
Celana Jeans
15 Sebutkan kegiatan gotongroyong
kerjabakti di lokasi gua pindul
16 Tingkat Pendidikan
SMU
D3 Metrolligi ITB
17 Pelatihan yang diikuti
Public Speaking, CaD
Pelatihan Wisata 2015 di gunung api purba plangeran
18 Lembaga penyelenggara pendidikan yang ada 19 Program pelatihan yang ada
PAUD, TK, SD, SMP
PAUD, TK , SD, SMP
Celana Jeans
Pelatihan Ternak Ikan, Basarnas, Pelatihan Pertanian
20 Lembaga mitra untuk kerjasama 21 Lembaga yang memberi bantuan 22 Prestasi/penghargaan yang diperoleh dalam mengelola objek
Juara 1 Lomba Desa Wisata tingkat proipins th 2011, Juara I lomba Desa Wista tingkat nasional th 2011, Cipta BI Award tg 2012, Moninasi GeoPark Gunungseu oleh UNESCO
23 Cara membangun mitra
social media, rutin melakukan komunikasi, hadir di tiap acara Rt/Desa
24 Kendala yang dihadapi pelaku wisata dalam melakukan kegiataanya
Regulasi pemerintah, keterbasan SDM untuk memajukan pariwisata goa pindul
Lampiran Penelitian
Page 58
Catatan lapangan 8 Tanggal wawancara : 12 September 2015 1
Tri Gunadi Hendra S Nama
2
Ketua Kelompok Wisata Pekerjaan
3
Pancawisata Pokdarwis Perubahan desa wisata Pra
Pasca
1
Pernyataan Jenis Pekerjaan
Tukang graji kayu
ketua pokdarwis pancawisata, tukang graji panggilan
2
Pendapatan
3 jt /bln
3,5 jt /bln
3
Pengeluaran
2 jt lbh
3 jt lbh
4
Harta yang dimiliki
Rumah, pickup
Rumah, mobil
5
Tabungan yang dimiliki
500 rb
1 juta rp
6
Jumlah rekreasi dalam 1 tahun Organisasi sosial yang diikuti Reog ponorogo
reog ponorogo
Kenduri, ziarah
kenduri, ziarah
7 8
Kelompok budaya yang diikuti
9
Lingkup interaksi sosial
10 Adat istiadat 11 Ormas yang ada
Lampiran Penelitian
Page 59
12 Kelompok2 keagaamaan yang diikuti
mujahadah, yasinan
mujahadah, yasinan, ziarah
13 Gelar budaya yang diselenggarakan
bersih kali
bersih kali
14 Model berpakaian
Baju batik, celana jean, baju longgar
Baju batik, celana jean, baju longgar
15 Sebutkan kegiatan gotongroyong
kerjabakti
kerjabakti
16 Tingkat Pendidikan
SMP
SMP
17 Pelatihan yang diikuti
Kepamanduan
Kepemanduan
18 Lembaga penyelenggara pendidikan yang ada 19 Program pelatihan yang ada 20 Lembaga mitra untuk kerjasama 21 Lembaga yang memberi bantuan
dinas kebudayaan dan pariwisata
22 Prestasi/penghargaan yang diperoleh dalam mengelola objek
Juara 1 lomba desa wisata
23 Cara membangun mitra
kerjasama saling menguntungkan satu sama lain
24 Kendala yang dihadapi pelaku wisata dalam melakukan kegiataanya
Lampiran Penelitian
permodalan, banykanya pungli liar yang bikin pengunjung tidak nyaman
Page 60
Catatan lapangan 9 Tanggal wawancara: 12 September 2015 1
Sumbodo Nama
2
Korlap Pekerjaan
3
Pancawisata Pokdarwis Perubahan desa wisata Pra
Pasca
1
Pernyataan Jenis Pekerjaan
Tukang Ngarit
Kordinator lapangan
2
Pendapatan
kurang cukup
cukup untuk bermasyarakat dan makan tiap hari
3
Pengeluaran
200000/bulan
450000/bln
4
Harta yang dimiliki
Sapi pedet
Sapi pedet
5
Tabungan yang dimiliki Jumlah rekreasi dalam 1 tahun Organisasi sosial yang diikuti
BRI Syariah
BRI Syariah
kerjabakti di masyarakat
kerjabakti
8
Kelompok budaya yang diikuti
campursari, elekton
Rasulan, bersih kali
9
Lingkup interaksi sosial
Gotongroyong
6 7
10 Adat istiadat
tidak pernah
Genduri
11 Ormas yang ada
Ronda
12 Kelompok2 keagaamaan yang diikuti
Pengajian
Tahlilan, genduri, kekahan anak
13 Gelar budaya yang diselenggarakan
tidak ada
Reog, jathilan, terbang
Lampiran Penelitian
Page 61
14 Model berpakaian
Kaos, celana, baju
15 Sebutkan kegiatan gotongroyong
tolong menolong warga, bangun rumah, hajatan pernikahan
16 Tingkat Pendidikan
SMP
17 Pelatihan yang diikuti
Kelompok Tani
18 Lembaga penyelenggara pendidikan yang ada
PAUD,TK, SD, SMP
baju batik
19 Program pelatihan yang ada 20 Lembaga mitra untuk kerjasama
Arisan kelompok
21 Lembaga yang memberi bantuan
anak yatim dan orang jompo, warga kurang mampu
22 Prestasi/penghargaan yang diperoleh dalam mengelola objek 23 Cara membangun mitra
Bantuan sapi dari dinas sosial
24 Kendala yang dihadapi pelaku wisata dalam melakukan kegiataanya
Lampiran Penelitian
mengumpulkan …dalam pertemuan dan arisan mengatur jalannya cara masuk gua pindul
Page 62
Transkrip hasil wawancara dengan pengelola Pancawisata
Nama: Mbah Gun Kapan pokdarwis panca berdiri Jawab: Akhir bulan 2012 sampai sekarang (93 ribu wisata dalam negeri) Pendapatan pancawisata: berhubungan dengan bendahara, bisa diambil data lewat softcopy saja Rata2 pengeluaran:lihat di softcopy. Perubahan perilaku/tenaga kerja: sangat signifikan,misal ibu rumah tangga bisa membuka warung makan, walaupun tidak signifikan karena datangnya tamu jiga tergantung hari libur Peningkatan kemampuan dalam bahasa asing dalam pemanduan menyesuaikan kehadiran turis, secara tidak langsung tenaga kerja di pertanian berubah, lebih focus di wisata, tenaga petani mengambil dari luar Peningkatan pendapatan keluarga: pendapatan meningkat, tapi pengeluaran juga meningkat, secara tidak langsung, ada jaminan masa depan,misal berani kredit motor yang sebelumnya tidak karena tidak ada yang menjadi jaminan. Dampak lingkungan yang kurang mendapat perhatian, misal dari limbah keluarga tadinya tidak masalah, tetapi dengan adanya catering sehingga limbahnya meningkat, ada positif tetapi ada negatifnya, mindsetnya belum berubah. Jika Penggelolaan SPAL, kalaun tidak tertata dengan baik,akan mengganggu di bawah, jika tidak rapi akan menimbulkan masalah Apa mitra : mitra tabungan dengan BRI,Bank Cinta Daya, ada asuransi meliputi semuanya, pengunjung, karyawan dan pemandu Perubahan sosial: Dampaknya, hampir professional, kerja baik sekedarnya, tapi dibuat seefisien mungkin agar profesi sebagai pemandu tetap jalan, tetapi sosial tetap jalan, seperti kenduri, bencana, karena ada fasilitas lebih efiesien Bagaimana pandangan terkait dengan pentingnya pendidikan -
Memang ada yang berpendapat seperti itu, tetapi ketika mentok karena harus berhadapan dengan turis asing, menyesal karena tidak sekolah Bagi yang putus sekolah, perlu ada perhatian orangtua, karena ada efek negative
Lampiran Penelitian
Page 63
Apakah ada kebanggaan terhadap adanya pokdarwis: secara individu tidak bangga, karena motto hidup hidup untuk bermanfaat bagi orang lain, tapi bagi orang lain menjadi ketua, supaya anggota bekerja dengan bagus Supaya peraturan dapat berjalan dengan baik dengan adanya ketua. Perubahan system nilai Apakah ada dampak perilaku, tidak ada perubahan misal ketika turis asing hanya memakai bikini saja, belum ada masyarakat setempat meniru perilaku turis asing, dan ternyata setelah dilihat turis asing menjadi malu, dan menyesuaikan dengan budaya masyarakat. Pendatang,sifatnya musiman, tergantung, misal bulan puasa hanya non muslim maupun cina Konflik sosial atau agama: tidak pernah ada, paling hanya rebutan tamu, tapi sudah bisa diselesaikan dengan baik. Misal antara sopir dengan ketua rombongan. Macet, di mulut gua, sering pada musim-musin tertentu, tetapi jika macet diperjalanan tidak masalah, karena sempitnya jalan, sehingga harus antri. Ketergantungan warga terhadap pancawisata: 50%: 50%, jika dicurahkan 100 % terus makan hariannya gimana? Apakah ada, miras maupun narkoba, kalau narkoba tidak ada, karena banyak intel, kalau miras satu dua ada, tetapi tidak mendominasi. Kemitraan: agen pemandu, mengkondisikan, memberdayakan masyarakat setempat, tetapi tidak berasal dari luar. Agen bus, merupakan mitra kerja yang mendatangkan tamu, dan perlu dilakukan untuk mendatangkan wisata Gimana cara bermitra: kerjasama yang saling menguntungkan, apakah ada perjanjian hitam diatas putih, tidak ada tapi tahu sama tahu. Semakin banyak pengunjung banyak untung. Kendala dengan agen bis; tidak ada, tapi biasanya ada yang ngrejoki, jika dilihat dari tempat pancawisata, nyaman Pelaku dengan keselamatan: sangat erat dengan PMI,Rescu, SAR, Tagana karena berkaitan dengan pemanduaan, berkaitan dengan pelatihan keselamatan Pelatihan lebih banyak berkaitan dengan undangan saja, yang ada lebih banyak kalau pinjam uang, ada Hasil: kepercayaan masyarakat kepada pokdawis, pengunjung semakin percaya
Lampiran Penelitian
Page 64
Kendala : tidak ada Dengan pelaku wisata lain: misal dengan wisata Ngglageran, dengan pantai, dapat finasial dari kelompok Katering: dihandle oleh masyarakat, tetapi juga tergantung permintaan penggunjung Penginapan: dengan home stay sudah terdaftar di tempat pokdarwis dewo bejo Kerjasama dengan pemdes,karena ada perdes, dan perda karena dibiayai oleh APBN, karena ratingnya sangat tinggi, tapi sudah SP3, Mitra dengan lembaga pendidikan: ada, tetapi lebih bersifat perorangan, biasanya juga pemerintah, ada LSM (Tagana, ) kirim ke banjarnegara
Lampiran Penelitian
Page 65
Transkrip wawancara dengan pengelola Pokdarwis Dewa Bejo Nama Responden: Pak Adi Hasil Wawancara: Pewawancara : Sejak kapan dewa bejo didirikan pak Responden
: 30 Juni 2010
Bagaimana pendapatan Dampak Ekonomi Dapat mengangkat ekonomi di desa Bentuknya Pemanduan dan dagang, dapat menampung karyawan Musim tamu, biasanya terjadi pada hari libur, Tenaga kerja sebagai pemandu, sebagian besar dari pemuda yang mengganggur, dan juga dari petani dengan adanya wisata muncul mengalami kesulitan dalam mencari tani Hasil tani 3 bulan sekali Setelah jadi pemandu: setiap bulan dapat penghasilan Mitra ekonomi lain: dalam hal perdagangam Perubahan sosial: kita meningkatkan kesosialan dalam masyarakat, krn masyakat menjadi pendukung. Apakah ada perubahan terkait dengan dampak wisata Untuk peningkatan kemampauan bagaimana yang dilakukan: untuk mengantisipasi adanya turis asing diadakan pelatihan bahasa asing. Bagaimana dengan adanya dewa bejo, dapat mengangkat nama baik dari desa, kecamatan maupun kabupaten bahkan propinsi Apakah ada konflik sosial: masih ada, pada awal berdiri tahun 2010-2011, kono saiki isi datangkan uang awake dewe, akhirnya mereka membuka sendiri, akhirnya sampai sekarang 10 operator. Diajak musyawarah akhirnya yang silahkan bikin tapi tetap kekekuargaan Apakah terjadi kemacetan: Yang pada bulan-bulan libur
Lampiran Penelitian
Page 66
Untuk mengatasi masalah sampah: masing masing kelompok diadakan kerja bakti setiap jum’at bersih Pernah ada kenakalan remaja, seperti minum-minuman keras, Kemitraan Dengan siapa saja: murni dari masyarakat sekitar, kita kerjasama dengan agen wisata, dengan masalah harga, misal dengan masyarakat umum sekian, jika liwat agen sekian. Dengan pelaku keselamatan, berkerja sama dengan Tim SAR GK dan polsek dan polres yang di datangkan dengan pemerintah Kerjasama dengan kelompok wisata yang lain, misal dengan pengelola pantai. Apakah ada homestay, perhitungan perorangan Dengan pemerintah desa, dengan perbankan, seperti dengan BPD, dengan LSM bagaiman
Lampiran Penelitian
Page 67
Transkrip wawancara dengan pengelola pokdarwis wirawisata Nama: Pak Hardi Hasil Wawancara Wirawisata, berdiri pada tahun 2011 Pendapatan 600/bulan Asuransi; asuransi internasional baik untuk pengelola dan pengunjung Per orang Rp. 2000 Retrisbusi untuk pembangunan desa: tidak ada Bantuan untuk pendidikan, dibackup dari wirawisata, per bulan Rp. 400 – 600 ribu perbulan per tutor Pengembangan infrastruktur: tidak ada Pemberian modal: tidak ada Jumlah pendapatan dari penggunjung : minim 25 ribu, mak 40 ribu Mitra dengan siapa saja:perbankan, berkaiatan dengan lembaga dusun, tidak ada dengan perbankan, pelaku catering, dilakukan oleh kelompok masing-masing di bawah wirawisata, berapa persen yang diberikan. Untuk pemasukan dan pengeluaran: sudah lupa, semenjak 2011, termasuk data pengunjung. Ada peningkatan kemampuan pemandu: sudah seringkali mendatangkan tutor, untuk melatih para pemandu. Pekerja yang tidak trampil, gimana penempatannya, sudah ditempatkan sesuai kemampuan Dampak positif: 80 % memiliki dampak positif Konflik sosial terutama, terkait dengan kecemburuan sosial, karena berkaitan dengan pemberdayaan, jika tidak mampu sehingga menimbulkan kecemburuan. Tingkat ketergantungang terhadap wirawisata: sangat tergantung, sementara yang utama menjadi sampingan (petani) Kerjasama dengan kelompok wisata lain: mengikuti dengan PHRI dan pengelola yang lain seperti Kali suci, Nggagleran, pantai Indrayanti, dll, yang bergabung dalam Persatuan Hotel Restoran Indonesia, hasil yang didapat berupa termotivasi agar sesama pelaku wisata tersinergi Lampiran Penelitian
Page 68
Apakah terjadi perubahan perilaku, jelas karena dalam pelayanan harus melayani Apakah adalah masalah sosial (miras, narkoba) selama ini tidak ada Pengembangan infrasuktur dari desa belum ada, selama ini lebih ke swadaya masyarakat. Pendapatan: jelas besar, karena sensitive sehingga perlu diperhitungkan tanpa melihat pengeluarannya, sehingga perlu dipertimbangkan agar tidak ditayangkan lewat media.
Lampiran Penelitian
Page 69