LAPORAN FINAL PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL TAHUN ANGGARAN 2013
Judul
: Pengembangan Environmental Impact Assessment (EIA) Sebagai Model Pengukuran Keberhasilan Otonomi Daerah
Ketua
:
Dr. Jazim Hamidi, SH., MH
Anggota
:
1. Fachrizal Afandi, S.Psi., SH., MH 2. Joko Purnomo, S.IP, MA 3. M. Faishal Aminuddin, S.S., M.Si
Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian Strategis Nasional Nomor : 107/SP2H/PL/DIT.LITABMAS/V/ 2013 tanggal 13 Mei 2013
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Brawijaya 2013 1
2
3
ABSTRAK
Otonomi daerah telah berlangsung lebih dari satu dasawarsa. Secara ideal, otonomi daerah dilaksanakan dalam rangka untuk menjadikan pemerintah semakin dekat kepada masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan public. Pada tahun pertama penelitian, catatan umum yang diperoleh adalah kebanyakan penilaian terhadap pelaksanaan otonomi daerah cenderung memperhatikan kategori-kategori sosial-ekonomi, namun kurang peka terhadap kategori lingkungan Hidup. Penelitian tahun kedua mengkonfirmasi konsekwensi dari adanya penilaian yang menekankan pada aspek ekonomi yakni pemerintah daerah di lokasi penelitian lebih mengedepankan capaian sosial-ekonomi dan kurang mengintegrasikan dengan capaian lingkungan hidup. Hasil penilaian di tiga daerah penelitian (Kota Balikpapan, Kota Batu, dan Kabupaten Gorontalo Utara) menunjukkan bahwa masih belum optimalnya integrasi capaian dalam bidang ekonomi, sosial, politik, hukum dengan lingkungan. Konsentrasi pada tujuan ekonomi kadangkala memberikan beban besar pada sektor lingkungan. Komitmen pemerintah daerah untuk secara total memaknai dan menjalankan local sustainable development menjadi sebuah prasyarat penting bagi munculnya hasil otonomi daerah yang bermakna. Kata Kunci: Otonomi daerah, Pembangunan berkelanjutan, Environmental Impact Assessment
4
RINGKASAN
Era desentralisasi menerbitkan optimism berbagai pihak terhadap capaian baik dari otonomi daerah. Berbagai instrument dirumuskan oleh berbagai kalangan untuk menilai pelaksanaan otonomi daerah. Namun demikian hingga saat ini tidak adanya instrument penilaian yang comprehensive yang bisa dipergunakan untuk menjadi alat control atas aktifitas pelaksanaan otonomi daerah. Dengan ketiadaan instrument penilaian yang comprehensive, sebuah daerah memungkinkan untuk merasa berhasil ketika dinilai dengan instrument penilaian yang bersifat sectoral. Penelitian Tahun 1 terkait dengan kajian terhadap instrument-instrumen penilaian yang telah ada, didapat beberapa temuan umum terkait kelemahan yang dimilikinya yaitu; instrument penilaian yang dibuat oleh lembaga negara cenderung bersifat sektoral dan menggunakan indikator-indikator yang umum, Instrument penilaian yang dibuat oleh swasta cenderung bersandar pada data resmi pemerintah, Instrument penilaian yang dibuat oleh NGOs juga terlalu makro dan terlalu tergantung pada data resmi pemerintah, Instrument penilian yang dibuat oleh lembaga donor internasional lebih comprehensive dibanding yang lain namun porsi penilaian ekonomi lebih menonjol dibanding lingkungan, Instrument penilaian yang dibuat oleh kalangan kampus masih kurang dalam melakukan penilaian di variable lingkungan Penelitian tahun 2 terkait dengan assessment pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan adanya tingkat kepedulian terhadap lingkungan semakin menurun demi optimalisasi pencapaian performa ekonomi di era otonomi daerah menunjukkan urgensi dari adanya instrument-instrumen pendisiplinan pelaku otonomi daerah agar tidak hanya mengejar keberhasilan ekonomi dan mengabaikan kualitas lingkungan hidup. Situasi ini bisa dilihat dari di Kabupaten Gorontalo Utara, Kota Batu dan Kota Balikpapan. Jika digunakan penilaian otonomi daerah dengan hanya melihat pada aktivitas ekonomi dan capaian ekonomi, ketiga wilayah penelitian tersebut bisa dikatakan termasuk wilayah yang cukup berhasil untuk meningkatkan hasil baik nya dari tahun ketahun. Namun demikian, ketika dimasukkan variable lingkungan hidup, tiga wilayah penelitian tersebut belum bisa dikatakan berhasil dikarenakan peningkatan performa ekonomi juga diikuti dengan penurunan kualitas lingkungan. Instrumen penilaian yang memberikan ruang bagi penilaian dengan parameter lingkungan, politik, dan hukum untuk melengkapi penilaian dengan parameter sosialekonomi menjadi relevan untuk dirumuskan dan dipergunakan untuk memberikan penilaian kepada daerah-daerah otonom di Indonesia. Pada konteks inilah merealisasikan penyusunan software penilaian otonomi daerah dengan mengembangkan konsep Environmental Impact Assessment layak untuk dilaksanakan.
5
Pengembangan Environmental Impact Assessment (EIA) Sebagai Model Pengukuran Keberhasilan Otonomi Daerah Dr. Jazim Hamidi, SH., MH Fachrizal Afandi, S.Psi, SH. MH Joko Purnomo, S.IP, MA M. Faishal Aminuddin, SS., MSi ABSTRAK Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yang menginjak usia 13 tahun. Pemberian otonomi kepada daerah untuk secara mandiri melaksanakan pembangunan di level lokal memberikan optimisme akan berlangsungnya pembangunan yang lebih baik. Catatan umum terhadap pelaksanaan otonomi daerah menghasilkan penilaian yang variatif. Beberapa daerah dinilai telah mampu memaknai dan menggunakan otonomi untuk melaksanakan pembangunan daerah, namun demikian tidak sedikit dari daerah otonomi yang tidak mampu mewujudkan tujuan besar otonomi daerah. Penelitian ini mencoba melakukan penilaian capaian keberhasilan otonomi daerah dengan pendekatan multidiscipline approach melalui pengembangan desain penilaian otonomi daerah berbasis indikator-indikator Pembangunan Berkelanjutan. Hasil penilaian menunjukkan bahwa Kelemahan pelaksanaan otonomi daerah yang terjadi di Indonesia salah satunya diakibatkan oleh tidak adanya instrument penilaian yang comprehensive yang bisa dipergunakan untuk menjadi alat control atas aktifitas pelaksanaan otonomi daerah. Dengan ketiadaan instrument penilaian yang comprehensive, sebuah daerah memungkinkan untuk merasa berhasil ketika dinilai dengan instrument penilaian yang bersifat sectoral. Situasi ini bisa dilihat dari di Kabupaten Gorontalo Utara, Kota Batu dan Kota Balikpapan. Jika digunakan penilaian otonomi daerah dengan hanya melihat pada aktivitas ekonomi dan capaian ekonomi, tiga wilayah penelitian tersebut bisa dikatakan termasuk wilayah yang cukup berhasil untuk meningkatkan hasil baik nya dari tahun ketahun. Namun demikian, ketika dimasukkan variable lingkungan hidup, tiga wilayah penelitian tersebut belum bisa dikatakan berhasil dikarenakan peningkatan performa ekonomi juga diikuti dengan penurunan kualitas lingkungan. Adanya persoalan dari semakin berkurangnya kepedulian terhadap lingkungan demi optimalisasi pencapaian performa ekonomi di era otonomi daerah menunjukkan urgensi dari adanya instrument-instrumen pendisiplinan pelaku otonomi daerah agar tidak hanya mengejar keberhasilan ekonomi dan mengabaikan kualitas lingkungan hidup. Instrumen penilaian yang memberikan ruang bagi penilaian dengan parameter lingkungan, politik, dan hukum untuk melengkapi penilaian dengan parameter sosial-ekonomi menjadi relevan untuk dirumuskan dan dipergunakan untuk memberikan penilaian kepada daerahdaerah otonom di Indonesia. Pada konteks inilah merealisasikan penilaian otonomi daerah dengan mengembangkan konsep Environmental Impact Assessment layak untuk dilaksanakan.
Kata Kunci: Otonomi daerah, Pembangunan berkelanjutan, Environmental Impact Assessment
6
ABSTRACT Local autonomy has been conducted in Indonesia since 1999. Transfer of power to local government in the era of Decentralization is positively viewed as a way to create successful development, especially at local lovel. In general, there are variations among scholars on the assessment of local authonomy’s implementation. Some regions has successfully conducted local development, others still struggle to pursue development progress. This research tries to assess local autonomy using multidiscipline approach by assessing local autonomy with sustainable development’s indicators. The result of the research confirms unintegrated result in terms of economics, social, politics, law and environment. Economics-based Development at local level tends to reduce local environment’s quality. Commitment among local government to conduct local sustainable development is a prerequisite to have meaningful and successful decentralization. Key words: Local autonomy, sustainable development, Environmental Impact Assessment
7
Daftar Pustaka Agus Sari 2010, Pasar Karbon dan Potensinya di Indonesia, dalam LP3ES, Perubahan Iklim dan Tantangan Peradaban, Prisma Vol. 29, No. 2 , 2010 Anjaneyulu & Manickam 2007, Environmental Impact Assessment Methodology, BS Publication, Hyderabad. Berg, B.L., 2001, Qualitative Research Methods for the Social Sciences (4th edition), Pearson Education Company, Needham Heights Djajadiningrat, S, Hendriani, Y dan Famiola, M 2011, Ekonomi Hijau, Rekayasa Sains, Bandung Leo Agustino:2010, Dinamika Politik Pasca-Otonomi Orde Baru: Pengalaman Banten, dalam LP3ES, Otonomi Daerah untuk Siapa?, Prisma Vol. 29, No. 3, 2010 Mas’ud Said 2008, Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia, UMM Press, Malang, 2008 Nur Masripatin 2010, Huran Indonesia: Penyerap atau Penyumbang Emisi DUnia?, dalam LP3ES, Perubahan Iklim dan Tantangan Peradaban, Prisma Vol. 29, No. 2 , 2010 Sharachchandra M. Lele 1991, Sustainable Development: a Critical Review, World Development, Vol. 19, No.6 Sutoro Eko 2006, Menuju Kesejahteraan Rakyat Melalui Rute Desentralisasi, publikasi online, Prakarsa, dikutip dalam: http://www.theprakarsa.org/index.php?act=dtlpub&id=20081215014013 Syarif Hidayat 2010, Mengurai Peristiwa-Meretas Karsa: Refleksi Satu Dasawarsa Reformasi Desentralisasi dan Otonomi Daerah, dalam LP3ES, Otonomi Daerah untuk Siapa?, Prisma Vol. 29, No. 3 , 2010 Vedi Hadiz 2003, Decentralization and Democracy in Indonesia: A Critique of NeoInstitutionalist Perspectives, Working Papers Series No. 47, City University of Hong Kong: Southeast Asia Research Center.
8