Kode/Nama Rumpun Ilmu Ilmu: 161/Teknologi Industri Peretanian Thema : Ketahanan dan Keamanan Pangan
LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL TAHUN ANGGARAN 2015
PENINGKATAN NILAI TAMBAH DAN KOMERSIALISASI LEDOK INSTAN SEBAGAI PRODUK PANGAN LOKAL NUSANTARA NON BERAS Tahun ke 1 dari rencana 3 tahun
KETUA TIM PENELITI
NIDN
Dr. Ir. Luh Putu Wrasiati, MP
0018 8116501
ANGGOTA TIM PENELITI
NIDN
Ir. I M.Anom Anom Sutrisna Wijaya, M.App.Sc., Ph.D 0013 3116309 Prof. Dr. Ni Luh Putu Wiagustini Wiagustini, SE, M.Si.
UNIVERSITAS UDAYANA NOVEMBER 2015
0001086303 01086303
RINGKASAN Beberapa sumber pangan lokal yang sudah dan sedang dikembangkan untuk menjadi sumber karbohidrat pengganti beras adalah jagung, sorghum, sagu, labu kuning, dan berbagai jenis umbi-umbian. Salah satu pangan lokal non beras yang saat ini dikonsumsi dan mulai dikembangkan oleh masyarakat di Daerah Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali adalah Ledok. Ledok adalah makanan dengan bahan utama jagung dan umbi ketela pohon yang dicampur dengan kacang merah atau kacang tanah yang dimasak (direbus) dan ditambahkan sayur-sayuran hijau, dan bumbu. Pada tahun 2012, Ledok dicanangkan sebagai pangan nusantara non beras oleh Kepala Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian. Penelitian terdahulu tentang Ledok yang dilakukan oleh Wrasiati et al. (2013) adalah rekayasa proses produksi Ledok Instan dengan perlakuan pemasakan bertekanan dan pembekuan. Penelitian ini menghasilkan Ledok Instan terbaik pada waktu pemasakan bertekanan selama 12 menit dan waktu pembekuan selama 72 jam dengan karakteristik kelunakan dengan skor 5,53 (agak lunak sampai lunak), kesukaan dengan skor 5.87 (suka), waktu masak 2,9 menit, protein 11.81%, lemak 10.09%, abu 0.02%, serat kasar 14.13%, dan karbohidrat 63.76%. Pengembangan lebih lanjut untuk meningkatkan nilai tambah dan menjadi produk pangan komersial memerlukan penelitian yang mendalam dibidang umur simpan, pengemasan, penyajian, dan pemasarannya. Pada penelitian tahap I dilakukan analisis takaran saji, karakteristik Isotermis Sorpsi Air (ISA) dan penentuan umur simpan Ledok Instan menggunakan kemasan plastik jenis PE (Poli Etilen) dan alufo (aluminium foil). Ledok Instan dikemas dengan berat netto yang bervariasi, kemudian dimasak dan disajikan kepada konsumen (uji preferensi), konsumen memberikan penilaian untuk menentukan berat netto yang layak yang akan ditulis pada kemasan. Kurva ISA Ledok instan ditentukan dengan metode gravimetri standar menggunakan 10 jenis larutan garam jenuh dan karakteristiknya dianalisis menggunakan metode GAB (Guggenhaim-Anderson- de Boer). Umur simpan Ledok instan ditentukan menggunakan metode ASLT (Accelerated Shelf-life Testing) dan dihitung menggunakan Model Labuza dengan pendekatan kadar air kritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan ledok yang disimpan pada larutan garam jenuh yang memiliki RH di atas 80 persen sudah mulai berjamur pada hari ke-10.Sementara itu bahan ledok yang disimpan pada larutan garam jenuh dengan RH di bawah 70 persen masih bertahan tidak ditumbuhi jamur sampai pada penyimpanan 20 hari. Takaran saji perkemasan ledok instan adalah 70 gram yang terdiri atas 40 g ubi, 10 g kacang merah, 10 g kacang tanah, dan 10 g jagung. Formulasi bumbu yang tepat untuk takaran saji tersebut adalah 3 g bumbu, 3 g garam halus, dan 3 g gula halus. Berdasarkan perhitungan kadar air kritis menggunakan metode Labuza, umur simpan ledok instan menggunakan kemasan alufo adalah 4.2 tahun, dengan kemasan HDPE adalah 0.8 tahun. Umur simpan bumbu ledok dengan kemasan alufo adalah 3.8 tahun dan dengan kemasan HDPE 0,3 tahun. Kata kunci: Ledok instan, takaran saji, kurva ISA, umur simpan ledok dan bumbu
iii
PRAKATA Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan berkah dan rahmatNyalah laporan kemajuan penelitian yang bersudul “PENINGKATAN NILAI TAMBAH DAN KOMERSIALISASI LEDOK INSTAN MENJADI PANGAN LOKAL NUSANTARA NON BERAS” telah selesai kami susun.Laporan ini menceritakan secara singkat tahapan-tahapan penelitian yang telah selesai dilakukan sampai pada bulan November 2015. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Direktorat Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang telah mendanai penelitian ini melalui hibah penelitian Strategis Nasional.
Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada LPPM Universitas Udayana, Fakultas Teknologi Pertanian, dan pengelola Laboratorium di Universitas Udayana yang memfasilitasi kami sehingga kami dapat menyelesaikan tujuh puluh persen dari rencana penelitian yang kami ajukan. Penulis sangat terbuka menerima saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan laporan ini. Penulis berharap semoga laporan penelitian ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Denpasar, November 2015 penulis
iv
DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN................................................................................................................. ii RINGKASAN ........................................................................................................................................ iii BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang .............................................................................................................................. 1 1.2. Tujuan Khusus .............................................................................................................................. 2 1.3. Urgensi (keutamaan) Penelitian .................................................................................................... 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................... 4 2.1. Ledok dan Ledok Instan............................................................................................................... 4 2.4. Umur Simpan Produk Pangan Instan ........................................................................................... 5 2.5. Isotermik Sorpsi Air (ISA).......................................................................................................... 7 2.6. Kemasan Pangan .......................................................................................................................... 8 2.10. Road Map Penelitian ................................................................................................................ 13 BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT ................................................................................................. 14 BAB IV. METODE PENELITIAN ...................................................................................................... 15 4.1. Bahan dan Alat........................................................................................................................... 15 4.2. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................................................... 15 4.3. Rancangan Penelitian ................................................................................................................. 15 4.4 Jalannya Penelitian ..................................................................................................................... 18 4.5. Indikator Capaian dan Luaran Penelitian.................................................................................... 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................................... 21 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................. 26 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 27
v
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa sumber pangan lokal yang sudah dan sedang dikembangkan untuk menjadi sumber karbohidrat pengganti beras adalah jagung, sorghum, sagu, labu kuning, dan berbagai jenis umbi-umbian.
Kombinasi dari beberapa sumber pangan lokal untuk mendapatkan
formulasi yang tepat dan teknologi proses pengolahan yang sederhana maupun canggih masih terus menerus dilakukan sebagai upaya penyediaan pangan secara kontinyu. Salah satu pangan lokal non beras di daerah Bali adalah Ledok. Pada tahun 2012, Ledok dicanangkan sebagai pangan nusantara non beras oleh Kepala Pusat Penganekaragaman Komsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian (Rhismawati, 2012). Ledok merupakan makanan tradisional masyarakat di Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung Propinsi Bali yang telah memenuhi kriteria sebagai makanan sehat dan bergizi selaras dengan program diversifikasi pangan yang sedang digalakkan pemerintah menuju masyarakat mandiri pangan.
Bagi masyarakat Nusa Penida, ledok merupakan
pangan alternatif bersumber dari sumber daya pangan lokal (umbi-umbian, jagung, kacangkacangan dan sayuran hijau) dan telah teruji menyelamatkan warganya saat kemarau yang berkepanjangan. Saat ini Ledok telah dimasukkan ke dalam salah satu kearifan lokal yang ada di Bali dan dikembangkan oleh pemerintah sebagai upaya untuk menjaga kelestarian tradisi positif yang telah mengakar dimasyarakat serta sebagai bentuk pemanfaatan sumber daya berbasis pangan lokal yang mudah diperoleh masyarakat (KKPP Klungkung, 2011), Penelitian mengenai Ledok yang bertujuan untuk meningkatkan mutu dan kandungan gizinya sudah pernah dilakukan oleh Sugitha et al. (2007) dan Suter et al. (2011). Kedua penelitian ini menekankan pada formulasi bahan baku Ledok dan penambahan produk hewani untuk meningkatkan kandungan proteinnya. Sementara itu, penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wrasiati et al. (2013) menekankan pada rekayasa proses pemasakan bertekanan dan pembekuan untuk mendapatkan Ledok Instan dengan karakteristik yang baik. Penelitian ini menghasilkan Ledok Instan terbaik pada waktu pemasakan bertekanan selama 12 menit dan waktu pembekuan selama 72 jam dengan karakteristik kelunakan dengan skor 5,53 (agak lunak sampai lunak), kesukaan dengan skor 5.87 (suka), waktu masak 2,9 menit, protein 11.81%, lemak 10.09%, abu 0.02%, serat kasar 14.13%, dan karbohidrat 63.76%. Hazelia et al. (2010) menyatakan bahwa inovasi atau kreasi terhadap produk pangan lokal dengan memanfaatkan nama, bentuk, warna, trend penyajian, dan kemasan yang populer dapat menarik minat konsumen untuk mengkonsumsi produk pangan lokal. 1
Ledok
yang
sudah
dicanangkan
sebagai
pangan
nusantara
memerlukan
pengembangan lebih lanjut agar dapat menjadi produk pangan komersial non beras yang diminati oleh masyarakat luas. Pengembangan penelitian yang diperlukan adalah penelitian yang berhubungan dengan takaran saji, pengemasan, penyimpanan, inggridien, disain kemasan, dan labelling serta aspek pemasarannya. Penelitian ini direncanakan menjadi tiga tahap yaitu tahap I untuk menentukan takaran saji, menentukan kurva ISA dan umur simpan Ledok Instan, dan selanjutnya tahap II adalah penentuan disain kemasan, labeling, dan analisis inggridien Ledok Instan. Penelitian tahap III adalah merancang dan menerapkan model bisnis untuk produk Ledok Instan. Inovasi terhadap produk pangan lokal tidak hanya terfokus pada mutu, gizi, dan keamanannya semata tetapi juga pada aspek penyimpanan, pengemasan dan selera konsumen (preferensi). Tersedianya pangan lokal non beras yang bermutu dengan keamanan terjamin, penampilan kemasan yang menarik dan pelabelan yang memenuhi persyaratan akan dapat mendukung program pencanangan “komersialisasi pangan lokal non beras” oleh pemerintah.
1.2.Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini terdiri atas 5 aspek yaitu tujuan a, b, dan c dilakukan pada penelitian tahap I dan tujuan d dan e dilakukan pada penelitian tahap II, dan tujuan f dilakukan pada penelitian tahap III. a. Menentukan takaran saji Ledok Instan (preferensi konsumen) b. Mengkaji karakteristik ISA Ledok Instan. c. Menentukan umur simpan Ledok Instan yang dikemas dengan plastik PE, PP dan aluminium foil (metode Labuza dan Kadar Air Kritis). d. Menentukan inggridien tiap kemasan Ledok Instan e. Menentukan disain kemasan dan labeling (metode Kansei Engineering) f. Merancang dan menerapkan Model Bisnis Ledok Instan (Business Model Canvas)
1.3. Urgensi (keutamaan) Penelitian Salah satu pangan lokal non beras yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh masyarakat di Daerah Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali adalah Ledok yaitu makanan dengan bahan utama jagung dan umbi ketela pohon yang dicampur dengan kacang merah atau kacang tanah yang dimasak (direbus) dan ditambahkan sayur-sayuran hijau, dan bumbu. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wrasiati et al. (2013), tentang optimasi 2
pada proses pemasakan bertekanan dan pembekuan untuk mendapatkan waktu masak Ledok instan yang lebih singkat (penelitian sebelumnya adalah 17,5 menit) dan karakteristik mutu yang lebih baik. Waktu masak ledok instan dengan perlakuan waktu pemasakan bertekanan 12 menit dan waktu pembekuan 72 jam menjadi jauh lebih singkat yaitu 2,9 menit dan daya kembangnya meningkat. Hasil penelitian ini memerlukan penelitian lanjutan yang lebih mendalam sebagai upaya meningkatkan nilai tambah dan mengkomersialkan Ledok Instan sebagai pangan lokal non beras yang disukai masyarakat.
Penelitian lanjutan yang perlu dilakukan adalah
penelitian mengenai takaran saji, pengemasan dan penyimpanan, disain kemasan, labeling, analisis inggridien, serta perancangan dan penerapan model bisnis Ledok Instan. Penelitian ini direncanakan terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap I, II dan tahap III. Pada penelitian tahap I dilakukan analisis takaran saji, karakteristik Isotermis Sorpsi Air (ISA) dan penentuan umur simpan Ledok Instan menggunakan kemasan plastik jenis PP (Poli Propilen), PE (Poli Etilen) dan alufo (aluminium foil). Analisis takaran saji dilakukan dengan uji preferensi konsumen dan Kurva ISA Ledok instan ditentukan dengan metode gravimetri standar menggunakan 11 jenis larutan garam jenuh dan karakteristiknya dianalisis menggunakan metode GAB (Guggenhaim-Anderson- de Boer). Umur simpan Ledok instan ditentukan menggunakan metode ASLT (Accelerated Shelf-life Testing) dan dihitung menggunakan Model Labuza dengan pendekatan kadar air kritis. Penelitian tahap II adalah disain kemasan, labeling, dan analisis inggridien. Penentuan disain kemasan dilakukan menggunakan metode Kansei Engineering, kemudian dilanjutkan dengan analisis inggridien Ledok Instan. Penelitian tahap III adalah perancangan dan penerapan model bisnis untuk produk Ledok Instan menggunakan pendekatan Business Model Canvas. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai takaran saji dan umur simpan Ledok Instan, memberikan gambaran yang tepat sesuai dengan “psikologis konsumen” mengenai desain kemasan yang tepat untuk produk Ledok Instan, serta perancangan dan penerapan model bisnis untuk produk Ledok Instan. Proses pengolahan dan penggunaan kemasan yang tepat untuk produk pangan lokal seperti halnya Ledok, dapat menjamin keamanan produk untuk dikonsumsi dan dipasarkan. Tersedianya pangan lokal non beras yang bermutu dengan keamanan terjamin, penampilan kemasan yang menarik dan pelabelan yang memenuhi persyaratan akan dapat mendukung program pencanangan “peningkatan nilai tambah dan komersialisasi pangan lokal non beras” oleh pemerintah.
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ledok dan Ledok Instan Ledok adalah makanan tradisional non beras khas dari Daerah Nusa Penida, kabupaten Klungkung, provinsi Bali. Bahan baku utama Ledok adalah jagung dan umbi ketela pohon. Bahan-bahan tambahannya dapat berupa kacang merah, kacang tanah, sayursayuran hijau, dan bumbu. Seringkali masyarakat menambahkan ikan segar seperti Lemuru, Tongkol atau Tenggiri yang merupakan hasil perikanan di daerah tersebut. Formulasi Ledok yang dibuat berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suter et al. (2007) adalah jagung putih dan umbi ketela pohon kuning. Sementara itu bahan-bahan tambahannya adalah biji kacang merah kering, kacang tanah kering, daun bayam segar, kacang panjang segar serta bumbu-bumbu meliputi daun kemangi segar, daun salam kering, lengkuas, bawang putih, cabai merah, kulit buah jeruk limau dan garam dapur. Komposisi kimia dari Ledok tersebut adalah kadar air 71,92%, abu 0,98%, protein 3,15%, lemak 4,71%, serat kasar 3,18% dan karbohidrat sebesar 16,05%. Pada penelitian tersebut, Suter et al (2011) menambahkan bahan berupa ikan tongkol dan rumput laut. Ledok instan adalah produk hasil pengembangan Ledok tradisional.
Penelitian
mengenai Ledok instan telah dilakukan oleh Sugitha et al. (2007) dengan penambahan Ikan Tenggiri dan Suter et al. (2007) dengan penambahan Ikan Tongkol dan rumput laut. Penambahan ikan segar bertujuan untuk meningkatkan kandungan protein dan penambahan rumput laut bertujuan untuk meningkatkan kandungan serat pangan.
Penambahan Ikan
Tongkol dan rumput laut dengan perbandingan yang bervariasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air, lemak, karbohidrat non serat kasar, serat kasar dan vitamin C nya, tetapi tidak memberikan pengaruh terhadap kadar abu dan kadar protein dari Ledok instan. Ledok instan ini masih memiliki waktu masak yang cukup lama yaitu 17,5 menit. Beberapa penelitian mengenai produk pangan instan seperti beras jagung instan memiliki waktu masak 4-6 menit (Sugiyono et al., 2004), beras instan memerlukan waktu masak 5-8 menit (Widowati, 2007), dan nasi sorghum instan memiliki waktu rehidrasi 4,1 - 4,4 menit (Widowati et al., 2010). Wrasiati et al (2013) melaporkan bahwa proses instanisasi Ledok dapat dilakukan dengan rekayasa proses pemasakan bertekanan dan pembekuan. Penelitian ini menghasilkan Ledok Instan terbaik pada waktu pemasakan bertekanan selama 12 menit dan waktu pembekuan selama 72 jam dengan karakteristik kelunakan dengan skor 5,53 (agak lunak sampai lunak), 4
kesukaan dengan skor 5.87 (suka), waktu masak 2,9 menit, protein 11.81%, lemak 10.09%, abu 0.02%, serat kasar 14.13%, dan karbohidrat 63.76%. Bahan-bahan Ledok dan produk Ledok Instan disajikan pada Gambar 1.
a
b
d
c
e
f
Gambar 1. a, b dan c adalah bahan-bahan Ledok dan d, e, f adalah produk Ledok Instan 2.4. Umur Simpan Produk Pangan Instan Umur simpan merupakan selang waktu antara bahan pangan mulai diproduksi hingga tidak dapat diterima lagi oleh konsumen akibat adanya penyimpangan mutu. Kerusakan produk pangan dapat disebabkan oleh adanya penyerapan air oleh produk selama penyimpanan. Produk pangan yang dapat mengalami kerusakan seperti ini di antaranya adalah produk kering, seperti snack, biskuit, krupuk, permen, dan sebagainya (Adawiyah, 2006). Kerusakan produk dapat diamati dari penurunan kekerasan atau kerenyahan, peningkatan kelengketan atau penggumpalan. Laju penyerapan air oleh produk pangan selama penyimpanan dipengaruhi oleh tekanan uap air murni pada suhu udara tertentu, permeabilitas uap air dan luasan kemasan yang digunakan, kadar air awal produk, berat kering awal produk, kadar air kritis, kadar air kesetimbangan pada RH penyimpanan, dan slope kurva isoterm sorpsi air. Umur simpan bahan pangan yang dikemas dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: (1) keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap sir dan oksigen, dan kemungkinan 5
terjadinya perubahan kimia internal dan fisik, (2) ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume dan (3) kondisi atmosfir (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan (Syarief dan Halid 1993). Faktor-faktor tersebut diformulasikan oleh Labuza (1984) menjadi model matematika dan digunakan sebagai model untuk menduga umur simpan. Model matematika ini dapat diterapkan khususnya untuk produk pangan kering yang memiliki kurva sorpsi isotermis berbentuk sigmoid.
Lebih lanjut Labuza (1984) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi umur simpan produk pangan kering adalah kadar air awal, kadar air kritis, kadar air kesetimbangan, RH dan jenis kemasan. Labuza (1982) telah mengembangkan model matematik yang dapat digunakan untuk memperkirakan waktu penerimaan air yaitu sebagai berikut :
θ
(M e − Ln (M e − = k A x W s
M M
) c ) i
Po b
(1)
Keterangan : θ = umur simpan produk (hari) Me = kadar sir keseimbangan (% bk) Mi = kadar air awal (% bk) Mc = kadar air kritis (% bk) Ws = berat bahan (g) Po = tekanan uap air murni/jenuh pada ruang penyimpanan (mmHg) k/x = permeabilitas kemasan (g/m2. hari. mmHg) A = luas permukaan kemasan (m2) b = slope kurva sorpsi isotermi air (yang diasumsikan linier antara Mi dan Me) Penentuan umur simpan dengan metode pendekatan air kritis ini dilakukan berdasarkan tingkat kelembaban relatif (Relative Humidity /RH), metode tersebut menggunakan prinsip kadar air keseimbangan dan kadar air kritis (Labuza 1982). Heldman dan Sigh (1981) menjelaskan bahwa kadar air keseimbangan adalah kadar air pada tekanan uap air yang setimbang dengan lingkungannya, atau kadar air bahan pada saat setimbang dengan lingkungannya pada suhu dan RH tertentu. Pada saat itu bahan tidak lagi menyerap maupun melepaskan molekul-molekul air dari dan ke udara.
6
2.5. Isotermik Sorpsi Air (ISA) Isotermi sorpsi air menunjukkan hubungan antara kadar air bahan dengan RH kesetimbangan ruang tempat penyimpanan bahan atau aktivitas air pada suhu tertentu (Labuza 1984). Handoko (2004) menjelaskan bahwa isotermik sorpsi air dapat ditunjukkan dalam bentuk kurva isotermik sorpsi yang khas pada setiap bahan pangan. Ditambahkan oleh Purnomo (1995), bentuk kurva Isotermi sorpsi air (ISA) bagi setiap bahan pangan khas. Kurva isotermi sorpsi air dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu melalui proses absorbsi (dimulai dari kondisi bahan yang kering) atau melalui proses desorpsi (dimulai dari kondisi bahan yang basah). Pada proses absorpsi terjadi penyerapan uap air dari udara ke dalam bahan pangan, dan sebaliknya proses desorpsi bahan pangan melepaskan uap air ke udara (Labuza 1984). Kedua cara tersebut biasanya menghasilkan perbedaan yang ditunjukkan dengan tidak berhimpitnya kedua kurva. Fenomena ini disebut histeresis. Bell dan Labuza (2000), pada Gambar 3 membagi kurva isotermi sorpsi air menjadi tiga bagian, Daerah A
menunjukkan absorpsi lapisan air satu lapis molekul (daerah
monolayer), daerah B menunjukkan absorpsi tambahan diatas lapisan monolayer (daerah multilayer), dan daerah C menunjukkan air terkondensasi pada pori-pori bahan.
Keterangan: A = daerah monolayer ; B = daerah multilayer ; C = daerah kondensasi kapiler
Gambar 2. Bentuk umum kurva isotermi sorpsi air pada bahan pangan dan pembagian tiga daerah ikatan.
7
2.6. Kemasan Pangan Menurut pendapat Cenadi (2000), kemasan dapat didifinisikan sebagai seluruh kegiatan merancang dan memproduksi wadah atau bungkus atau kemasan suatu produk. Kemasan meliputi tiga hal, yaitu merek, kemasan itu sendiri dan label. Ada tiga alasan utama untuk melakukan pengemasan, yaitu: 1. Kemasan memenuhi syarat keamanan dan kemanfaatan. Kemasan melindungi produk dalam perjalanannya dari produsen ke konsumen. Produk-produk yang dikemas biasanya lebih bersih, menarik dan tahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh cuaca. 2. Kemasan dapat melaksanakan program pemasaran. Melalui kemasan identifikasi produk menjadi lebih efektif dan dengan sendirinya mencegah pertukaran oleh produk pesaing. Kemasan merupakan satu-satunya cara perusahaan membedakan produknya. 3. Kemasan merupakan suatu cara untuk meningkatkan laba perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus membuat kemasan semenarik mungkin. Dengan kemasan yang sangat menarik diharapkan dapat memikat dan menarik perhatian konsumen. Selain itu, kemasan juga dapat mangurangi kemungkinan kerusakan barang dan kemudahan dalam pengiriman. Kartajaya (1996) menyatakan bahwa kemasan bukan lagi sebagai pelindung atau wadah tetapi harus mampu memberikan nilai tambah dan dapat menjual produk yang dikemasnya. Sekarang ini kemasan sudah berfungsi sebagai media komunikasi. Misalnya pada kemasan susu atau makanan bayi seringkali dibubuhi nomor telepon toll-free atau bebas pulsa. Nomor ini bisa dihubungi oleh konsumen tidak hanya untuk complain, tetapi juga sebagai pusat informasi untuk bertanya tentang segala hal yang berhubungan dengan produk tersebut. Kemasan dapat pula berfungsi untuk mengkomunikasikan suatu citra tertentu. Contohnya, produk-produk makanan Jepang. Orang Jepang dikenal paling pintar membuat kemasan yang bagus. Permen Jepang seringkali lebih enak dilihat daripada rasanya. Mereka berani menggunakan bahan-bahan mahal untuk membungkus produk yang dijual. Walaupun tidak ada pesan apa-apa yang ditulis pada bungkus tersebut, tapi kemasannya mengkomunikasikan suatu citra yang baik. Semua produk yang dijual di pasar swalayan harus benar-benar direncanakan kemasannya dengan baik. Karena produk dalam kategori yang sama akan diletakkan pada rak yang sama. Jika produsen ingin meluncurkan suatu produk baru, salah satu tugas yang penting adalah membuat kemasannya stands out, lain daripada yang lain dan unik. Kalau tidak terkesan berbeda dengan produk lain, maka produk baru itu akan “tenggelam”. Sebelum 8
mencoba isinya, konsumen akan menangkap kesan yang dikomunikasikan oleh kemasan. Dengan demikian kemasan produk baru tersebut harus mampu “beradu” dengan kemasan produk-produk lainnya.
2.7. Desain Kemasan Kunci utama untuk membuat sebuah desain kemasan yang baik adalah kemasan tersebut harus simple (sederhana), fungsional dan menciptakan respons emosional positif yang secara tidak langsung “berkata”, “Belilah saya.” Kemasan harus dapat menarik perhatian secara visual, emosional dan rasional. Sebuah desain kemasan yang bagus memberikan sebuah nilai tambah terhadap produk yang dikemasnya (Wirya, 1999). Menurut Cenadi (2000), kemasan yang baik dan akan digunakan semaksimal mungkin dalam pasar harus mempertimbangkan dan dapat menampilkan beberapa faktor, antara lain sebagai berikut. 1. Faktor pengamanan Kemasan harus melindungi produk terhadap berbagai kemungkinan yang dapat menjadi penyebab timbulnya kerusakan barang, misalnya: cuaca, sinar matahari, jatuh, tumpukan, kuman, serangga dan lain-lain. Contohnya, kemasan biskuit yang dapat ditutup kembali agar kerenyahannya tahan lama. 2. Faktor ekonomi Perhitungan biaya produksi yang efektif termasuk pemilihan bahan, sehingga biaya tidak melebihi proporsi manfaatnya. Contohnya, produk-produk refill atau isi ulang, produkproduk susu atau makanan bayi dalam karton, dan lain-lain. 3. Faktor pendistribusian Kemasan harus mudah didistribusikan dari pabrik ke distributor atau pengecer sampai ke tangan konsumen. Di tingkat distributor, kemudahan penyimpanan dan pemajangan perlu dipertimbangkan. Bentuk dan ukuran kemasan harus direncanakan dan dirancang sedemikian rupa sehingga tidak sampai menyulitkan peletakan di rak atau tempat pemajangan. 4. Faktor komunikasi Sebagai media komunikasi kemasan menerangkan dan mencerminkan produk, citra merek, dan juga bagian dari produksi dengan pertimbangan mudah dilihat, dipahami dan diingat. Misalnya, karena bentuk kemasan yang aneh sehingga produk tidak dapat “diberdirikan”, harus diletakkan pada posisi “tidur” sehingga ada tulisan yang tidak dapat terbaca dengan baik; maka fungsi kemasan sebagai media komunikasi sudah gagal. 9
5. Faktor ergonomi Pertimbangan agar kemasan mudah dibawa atau dipegang, dibuka dan mudah diambil sangatlah penting. Pertimbangan ini selain mempengaruhi bentuk dari kemasan itu sendiri juga mempengaruhi kenyamanan pemakai produk atau konsumen. Contohnya, bentuk botol minyak goreng Tropical yang pada bagian tengahnya diberi cekungan dan tekstur agar mudah dipegang dan tidak licin bila tangan pemakainya terkena minyak. 6. Faktor estetika Keindahan pada kemasan merupakan daya tarik visual yang mencakup pertimbangan penggunaan warna, bentuk, merek atau logo, ilustrasi, huruf, tata letak atau layout, dan maskot . Tujuannya adalah untuk mencapai mutu daya tarik visual secara optimal. 7. Faktor identitas Secara keseluruhan kemasan harus berbeda dengan kemasan lain, memiliki identitas produk agar mudah dikenali dan dibedakan dengan produk-produk yang lain. 8. Faktor promosi Kemasan mempunyai peranan penting dalam bidang promosi, dalam hal ini kemasan berfungsi sebagai silent sales person. Peningkatan kemasan dapat efektif untuk menarik perhatian konsumen-konsumen baru. 9. Faktor lingkungan Kita hidup di dalam era industri dan masyarakat yang berpikiran kritis. Dalam situasi dan kondisi seperti ini, masalah lingkungan tidak dapat terlepas dari pantauan kita. Trend dalam masyarakat kita akhir-akhir ini adalah kekhawatiran mengena adalah styrofoam. Pada tahun 1990 organisasi-organisasi lingkungan hidup berhasil menekan perusahaan Mc Donalds untuk mendaur ulang kemasan-kemasan mereka. Sekarang ini banyak perusahaan yang menggunakan kemasan-kemasan yang ramah lingkungan (environmentally friendly ), dapat didaur ulang (recyclable ) atau dapat dipakai ulang (reusable). Faktor-faktor ini merupakan satu kesatuan yang sangat vital dan saling mendukung dalam keberhasilan penjualan, terlebih di masa sekarang dimana persaingan sangat ketat dan produk dituntut untuk dapat menjual sendiri. Penjualan maksimum tidak akan tercapai apbila secara keseluruhan penampilan produk tidak dibuat semenarik mungkin. Keberhasilan penjualan tergantung pada citra yang diciptakan oleh kemasan tersebut. Penampilan harus dibuat sedemikian rupa agar konsumen dapat memberikan reaksi spontan, baik secara sadar ataupun tidak. Setelah itu, diharapkan konsumen akan terpengaruh dan melakukan tindakan positif, yaitu melakukan pembelian di tempat penjualan. 10
2.8. Labelling Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan. (UU RI No. 7 tahun 1996). Menurut UU RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, hal yang wajib disampaikan dalam kemasan pangan antara lain Nama Produk, Bahan baku yang digunakan, nama dan alamat produsen dan importir produk, berat bersih, keterangan tentang halal, kadaluarsa produk. Keterangan lain yang wajib dalam kemasan : kode produksi serta petunjuk atau cara penggunaan, petunjuk atau cara penyimpanan, nilai gizi serta pernyataan khusus produk. Klaim diusahakan sedekat mungkin dengan fakta untuk menjaga integritas brand. Klaim tidak boleh menyesatkan konsumen.
2.9. Kansei Engineering Kansei Engineering adalah suatu metode untuk menerjemahkan perasaan dan kesan konsumen ke dalam parameter produk.
Pendekatan Kansei Engineering atau Rekayasa
Kansei diciptakan pada tahun 1970 oleh Mitsuo Nagamachi. Rekayasa Kansei mampu “mengukur” perasaan dan menunjukkan kaitan terhadap sifat tertentu atau ciri desain suatu produk. Oleh karenanya, suatu produk akan bisa didisain dengan menerjemahkan nilai-nilai rasa tersebut. Menurut Mastur dan Hadi (2005), persaingan produk di pasaran, selain mengandalkan keunggulan kualitas dan teknologi, juga bersaing untuk menjerat loyalitas pelanggan dengan memberikan emotional benefit sebagai nilai tambah yang dirasakan konsumen. Usaha yang harus ditempuh oleh produsen untuk menciptakan produk ideal yang dapat memuaskan harapan pelanggan adalah dengan memberikan keunikan atau ciri khas pada produk yang dapat menimbulkan kesan psikologis tertentu. Penelitian yang dilakukan oleh Archam et al (2012) tentang pendekatan Kansei Engineering pada kualitas produk shampoo mengambil langkah-langkah penentuan kansei words, mencari hubungan antara kansei words dengan kualitas produk, melakukan uji validitas dan realibilitas, dan terakhir adalah rekomendasi perbaikan kualitas. Pada penelitian ini, penentuan desain kemasan Ledok Instan dilakukan dengan pendekatan Kansei Engineering.
Penetapan kansei words diperoleh dari survey dan
wawancara yang mendalam terhadap konsumen yang dinilai memiliki pengetahuan tentang kemasan produk pangan dan terhadap pakar dibidang pengemasan pangan.
Setelah itu 11
ditentukan hubungan antara kansei words dengan disain kemasan, melakukan uji validitas dan realibilitas, dan terakhir adalah rekomendasi perbaikan disain kemasan.
2.10. Model Bisnis Kanvas Dewasa ini, para ahli bisnis dan para akademisi menjelaskan pengertian model bisnis dalam tga kelompok yaitu model bisnis sebagai metode atau cara, model bisnis dilihat dari aspek dan komponen-komponennya, dan model bisnis sebagai strategi bisnis. Pengembangan model bisnis pada umumnya dimulai dari analisis SWOT yang kemudian dilanjutkan dengan menentukan strategi prioritas untuk mengembangkan bisnis. Pada penelitian ini digunakan model bisnis kanvas yang diciptakan oleh Osterwalder dan Pigneur (2010). Model bisnis kanvas merupakan model bisnis yang menggambarkan dasar pemikiran bagaimana sebuah perusahaan itu menciptakan, menyerahkan, dan menangkap nilai. Sembilan elemen pada model bisnis kanvas adalah customer segment, customer relationship, channel, revenue stream, key partner, key activities, key resources, dan cost structure yang digambarkan seperti pada Gambar 3.
Gambar 3. Model Bisnis Canvas (Osterwalder dan Pigneur, 2010)
12
2.10. Road Map Penelitian Tema riset dan Topik riset
Capaian sampai saat ini
2015
2016
2017
2018-2020
Tema : Pengembangan Pangan Lokal/Tradisional Non Beras Pengembangan Teknologi Pengolahan dan Pengemasan Pangan Lokal/Tradisional
Aplikasi Proses Pemasakan Bertekanan (Pressure Cooker) dan Pembekuan sebagai Upaya Meningkatkan Mutu Ledok Instan
Kajian mengenai takaran saji Ledok Instan tiap kemasan
Pengembangan Pengemasan Ramah Lingkungan untuk Produk Pangan Lokal Non Beras
Kajian Pengemasan dan Labeling pada Ledok Instan
• Analisis Isotermis Sorpsi Air (ISA) Ledok Instan
Upaya memperpanjang umur simpan pangan lokal/tradisional
Pengembangan teknik iradiasi untuk memperpanjang umur simpan produk pangan non beras
Penentuan Masa Simpan Ledok Instan pada Berbagai Jenis Kemasan Standarisasi dan pengembangan pangan lokal/tradisional
Formulasi, Nilai Gizi, Sifat Sensorik dan Keamanan Ledok Instan Yang Dikemas Selama Penyimpanan
Kajian mengenai inggridien Ledok Instan dalam kemasan
Model Bisnis Pangan Lokal Non Beras
• Standarisasi Formula Ledok Sebagai Pangan Lokal Nusantara
Keterangan: yang dicetak tebal adalah topik penelitian yang diajukan pada Hibah Penelitian ini.
13
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT
3.1. Tujuan Penelitian Tujuan khusus dari penelitian ini pada tahun pertama ini adalah (1) mengkaji karakteristik ISA Ledok Instan, (2) menentukan umur simpan Ledok Instan yang dikemas dengan plastik PE, PP dan aluminium foil (metode Labuza dan Kadar Air Kritis), dan (3) menentukan takaran saji Ledok Instan (preferensi konsumen)
3.2. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai takaran saji dan umur simpan Ledok Instan, memberikan gambaran yang tepat sesuai dengan “psikologis konsumen” mengenai desain kemasan yang tepat untuk produk Ledok Instan, serta perancangan dan penerapan model bisnis untuk produk Ledok Instan. Proses pengolahan dan penggunaan kemasan yang tepat untuk produk pangan lokal seperti halnya Ledok, dapat menjamin keamanan produk untuk dikonsumsi dan dipasarkan. Tersedianya pangan lokal non beras yang bermutu dengan keamanan terjamin, penampilan kemasan yang menarik dan pelabelan yang memenuhi persyaratan akan dapat mendukung program pencanangan “peningkatan nilai tambah dan komersialisasi pangan lokal non beras” oleh pemerintah.
14
BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. Bahan dan Alat Bahan penelitian adalah ubi ketela pohon, jagung kuning, kacang tanah, kacang merah, sayuran kering, bumbu-bumbu, garam-garam jenuh (MgCl2, CH3COOK, NaOH, K2CO3, KI, NaCl, KCl, BaCl2, K2CrO4, NH4H2PO4 dan K2SO4) , plastik PE dan aluminium foil, dan bahan-bahan untuk analisis karakteristik mutu (inggridien) Ledok instan. Peralatan yang digunakan adalah kompor gas, alat masak pressure cooker, freezer, dry ice, pengering oven, desikator, toples kaca, peralatan masak jenis stainless steel, oven pengering, sealer plastik, alat-alat analisis pangan dan analisis sifat-sifat fisik Ledok Instan, dan alat-alat gelas (glassware). Disamping itu diperlukan pula alat bantu berupa satu set komputer dengan printer, kamera digital, eksternal disk, survey kit, dan alat rekam.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian direncanakan dilaksanakan pada Bulan Juni 2015 sampai dengan Bulan Oktober 2017.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Pangan, Laboratorium
Rekayasa Proses Pangan, Laboratorium Teknik Pascapanen, dan di Laboratorium Organoleptik, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Penelitian preferensi konsumen, pengujian disain kemasan dan labeling, serta penerapan model bisnis dilakukan di pusat-puat perbelanjaan, di lokasi pameran produk pangan, dan di pasar-pasar yang menjadi pusat pemasaran produk pangan lokal.
4.3. Rancangan Penelitian Penelitian Tahap I (Tahun I) Penelitian tahap I bertujuan untuk menganalisis sorpsi isotermis atau isotermis sorpsi air dari Ledok instan dengan cara pendugaan umur simpan berdasarkan rumus yang dikembangkan oleh Labuza (1984) dengan menggunakan pendekatan kadar air kritis yang dihitung berdasarkan kurva isotermi sorpsi air (ISA). Kajian ini dilakukan pada sampel yang terbaik dari Ledok instan yang telah diperoleh sebelumnya. Kurva isotermi sorpsi air yang dibuat merupakan kurva hubungan antara kadar air kesetimbangan dengan nilai aw atau RH penyimpanan.
15
a. Penentuan Takaran Saji Ledok Instan Penentuan takaran saji dilakukan untuk mengetahui jumlah (berat netto) yang pantas atau sesuai dengan keinginan konsumen. Produk Ledok Instan ditimbang sebanyak 10 g, 15 g, 20 g, 25 g, dan 30 g, kemudian dimasak dan disajikan pada konsumen (50 orang). Konsumen kemudian menentukan takaran dengan jumlah /berat tertentu yang pantas atau sesuai untuk dikonsumsi. Berat Ledok Instan yang paling banyak dipilih adalah takaran saji yang nantinya dimasukkan ke dalam kemasan dan dihitung umur simpannya. b. Karakteristik ISA Ledok Instan (modifikasi Histifarina, 2004) Penentuan kurva sorpsi pada penelitian ini menggunakan metode gravimetri statis yaitu menggunakan larutan garam jenuh untuk membuat RH atau aktivitas air (aw) tertentu. Enam jenis larutan garam jenuh yaitu larutan garam jenuh MgCl2, CH3COOK, NaOH, K2CO3, KI, NaCl, KCl, BaCl2, K2CrO4, NH4H2PO4 dan K2SO4 dipersiapkan untuk mendapatkan rentang RH kesetimbangan atau aktivitas air yang cukup lebar yaitu dari 0,3 sampai 0,9 (Greenspan, 1977). Enam buah toples yang terbuat dari gelas kaca (glass jar) digunakan sebagai wadah untuk masing-masing larutan garam jenuh, dimana masing-masing toples tersebut dilengkapi dengan plat berlubang dan berkaki. Plat tersebut digunakan sebagai alas pemisah antara larutan garam jenuh dan sampel penelitian, sehingga tidak terjadi kontak langsung antara larutan garam jenuh dengan sampel penelitiannya. Sebanyak 5 ± 0.2 gram ledok instan disiapkan dalam wadah aluminium yang telah diketahui beratnya kemudian dimasukkan ke dalam masing-masing toples yang telah berisi garam jenuh. Ke enam buah toples yang telah berisi sampel tersebut kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dan perubahan beratnya diamati setiap hari. Pengukuran berat dihentikan apabila sudah tercapainya
kadar air
kesetimbangan (EMC) yang dicirikan oleh perubahan berat sampel kurang dari 0,001 gram. Nilai kadar air kesetimbangannya ditentukan dengan metode oven (AOAC, 1995), yaitu sejumlah sampel dimasukkan ke dalam oven pengering dengan suhu 105oC selama 24 jam. Pelaksanaan penelitian dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Karakteristik sorpsi isotermis dari Ledok instan yang meliputi nilai kadar air monolayer Mo, nilai konstanta K dan C ditentukan dengan menggunakan model GAB. Penentuan umur simpan Ledok instan ini juga dihitung berdasarkan kurva sorpsi isotermis. Adapun persamaan GAB yang digunakan adalah sebagai berikut.
M K .C.aW = M o (1 − K .aW )( . 1 − K .aW + C.K .aW )
dimana: 16
K dan C
= konstanta,
aW
= aktivitas air,
M
= kadar air (kg air/kg bahan kering)
Mo
= kadar air monolayer (kg air/kg bahan kering)
Nilai K, C, dan Mo dihitung mengikuti prosedur yang dilakukan oleh Bizot (1983) untuk fitting data aktivitas air dan kadar air kesetimbangan ke dalam persamaan GAB, sebagai berikut: 1. Persamaan GAB dimodifikasi menjadi: aW (1 − K .aW )( . 1 − K .aW + C.K .aW ) = M K .C.M o
2. Dilakukan beberapa penyusunan ulang secara aljabar, sehingga diperoleh: aW 1 (C − 2) .a + K .(1 − C ).a 2 = + W W M K .C.M o C.M o C.M o
aW = a1 + a2 .aW + a3 .aW2 M Dimana a1 =
1 (C − 2) , a = K .(1 − C ) , a2 = 3 K .C.M o C.M o C.M o
3. Dengan menggunakan hubungan tersebut, nilai Mo, K, dan C ditentukan sebagai fungsi dari koefesien (a1, a2, a3) dari persamaan 4, sehingga diperoleh:
K=
− a2 ± a22 − 4.a1.a3 2.a1
C = 2+ Mo =
a2 a1.K
1 a1.K .C
c. Umur Simpan Ledok Instan(modifikasi Histifarina, 2004) Umur simpan Ledok instan dengan kemasan aluminium foil, plastik PP dan PE dihitung menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Labuza (1984) dengan pendekatan kadar air kritis, sebagai berikut. 17
(M − M i ) Ln e (M − M c ) θ= e k A Po x Ws b Dimana: θ = umur simpan (hari) Me = kadar air kesetimbangan (% bk) Mi = kadar air awal (% bk) Mc = kadar air kritis (% bk) k/x = permeabilitas kemasan (g/m.m2.mmHg/hari) A = luas kemasan (m2) Ws = berat sampel (g) b = slope kurva sorpsi isotermi air (yang diasumsikan linier antara Mi dan Me) Ledok instan ditimbang sebanyak masing-masing 300 g, kemudian dimasukkan ke dalam kemasan aluminium foil dan plastik HDPE. Produk tersebut disimpan pada ruang penyimpanan dengan suhu 28oC dan RH 75%. Parameter-parameter yang harus ditentukan dalam perhitungan umur simpan dengan rumus Labuza (1984) adalah kadar air kritis, slope kurva sorpsi isotermis, permeabilitas kemasan, dan kadar air kesetimbangan.
4.4 Jalannya Penelitian Penelitian tahap I diawali dengan mengumpulkan dan mensortasi bahan baku penyusun Ledok instan yaitu, ubi kayu, beras jagung kuning, kacang tanah dan kacang merah. Ubi kayu dipotong-potong berbentuk dadu dengan ukuran 1 cm x 1 cm kemudian direndam
dalam air suhu 50oC selama 3 jam.
Kacang tanah dan kacang merah juga
direndam terpisah dengan air suhu 50oC selama 3 jam. Setelah itu seluruh bahan ditiriskan dan ditimbang untuk masing-masing perlakuan sebanyak 1000 g. Masing-masing bahan kemudian dimasak secara terpisah menggunakan alat masak bertekanan (pressure cooker) selama 12 menit. Setelah proses pemasakan selesai, dilakukan proses pendinginan pada suhu ruang sekitar 1 jam. Produk hasil pemasakan bertekanan kemudian dibekukan selama 72 jam. Proses selanjutnya adalah proses thawing dimana bahanbahan yang telah dibekukan dibiarkan beberapa saat sampai tidak menggumpal. Setelah itu dilakukan proses pengeringan dengan alat pengering oven pada suhu 60oC sampai kadar air 3
18
± 0.2%. Pengujian takaran saji dilakukan dengan metode preferensi konsumen seperti yang telah dijelaskan di atas. Penelitian dilanjutkan dengan menyiapkan larutan garam jenuh di dalam toples-toples kaca. Sejumlah garam ditimbang dan dimasukkan ke dalam toples kaca, sambil diaduk ditambahkan sejumlah air sampai jenuh dan berlebih untuk menjaga kejenuhan larutan sehingga kelembaban relatif yang dihasilkan tetap dan tidak mempengaruhi proses sorpsi. Selanjutnya mengikuti metode yang telah dilakukan oleh Supriadi (2004). Sampel dikeringkan dengan menggunakan absorben kapur api (CaO) sampai memperoleh kadar air 23 % bk. Tiap sampel seberat ±2 gram ditempatkan di dalam cawan porselen. Kemudian sampel disetimbangkan dalam desikator yang sebelumnya telah dilakukan pengaturan RH antara 7 – 97% dengan menggunakan larutan garam-garam jenuh pada suhu sekitar 27oC. Selanjutnya sampel yang dimasukkan ke dalam desikator, disetimbangkan sampai diperoleh berat konstan (perubahan berat lebih kecil dari 0,005 gram). Penentuan kadar air kesetimbangan dilakukan dengan metode oven (AOAC, 1995). Percobaan ini bertujuan untuk memperoleh data kadar air kesetimbangan yang digunakan untuk menentukan kurva isotermi Sorpsi Air Ledok instan, aw kritikal serta air terikat. Tahap berikutnya dilakukan penentuan kadar air kritis dan umur simpan pada produk yang telah disimpan pada berbagai kondisi RH. Kadar air kritis ditentukan berdasarkan uji organoleptik (oleh para panelis). Produk yang dinyatakan telah ditolak oleh panelis secara organoleptik, diukur kadar airnya dan dinyatakan sebagai kadar air kritis produk. Produk yang diuji umur simpan nya dikemas dalam kemasan alufo, PP dan PE kemudian disimpan pada suhu ruang dan kondisi RH penyimpanan 85%. Umur simpan produk diperkirakan berdasarkan laju perubahan kadar air dengan pendekatan kadar air kritis.
4.5.Indikator Capaian dan Luaran Penelitian No 1
2
3
Diskripsi Penelitian pada akhir tahun I
Penelitian pada akhir tahun II
Penelitian pada akhir tahun III
Indikator Capaian Takaran saji yang tepat untuk konsumen dan umur simpan Ledok Instan dalam kemasan plastik dan aluminium foil Ledok Instan dalam kemasan berlabel yang sesuai dengan keinginan konsumen dan lengkap dengan inggridien, umur simpan, kode produksi, dan saran penyajian Penerapan model bisnis kanvas untuk Ledok Instan
Luaran Seminar Nasional Lulusan mahasiswa S2 Jurnal Nasional terakreditasi Draft HKI
Ledok Instan tersedia di pasaran
19
Jagung kuning
Ubi kayu
Kacang tanah
Kacang merah
Dipotong bentuk kubus 0,5 cm x 0,5 cm x 0,5 cm
Perendaman dalam air suhu 50oC selama 3 jam Pemasakan bertekanan selama 12 menit Pembekuan pada suhu -20oC selama 72 jam
Penelitian Tahun I
Pengeringan pada oven pengering suhu 60oC sampai kadar air 3 % bb Pengujian takaran saji dan analisis ISA dan umur simpan Ledok instan dengan takaran dan umur simpan tertentu
Disain dan pengujian disain kemasan Labeling dan pengujian inggridien
Penelitian Tahun II
Produk Ledok instan dalam kemasan Perencanaan model bisnis Ledok instan Penerapan model bisnis Ledok instan
Penelitian Tahun III
Ledok instan tersedia di pasaran
Gambar 3. Diagram Alir Jalannya Penelitian 20
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Takaran Saji Ledok Instan Penentuan takaran saji ledok instan dilakukan dengan uji preferensi konsumen. Ledok instan ini direncanakan dikonsumsi untuk takaran sarapan pengganti nasi sehingga yang divariasikan adalah jumlah ubi instannya saja, sementara itu untuk kacang merah, kacang tanah, jagung ditetapkan sebanyak masing-masing 10 gram dan sayuran kering sebanyak 2 g. Formulasi ubi yang disajikan adalah 30 g, 40 g, 50 g, dan 60 g. Bumbu yang disajikan adalah dengan memvariasikan formulasi bumbu, gula dan garam yaitu masingmasing 1 g, 2 g, 3 g, 4 g, dan 5 g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa takaran saji ledok instan adalah 40 g ubi, 10 g kacang merah, 10 g kacang tanah, 10 g jagung, 2 g sayuran kering, dan campuran bumbu, garam dan gula masing-masing sebanyak 3 g sebagai pilihan takaran saji yang tepat untuk sarapan. Takaran saji tersebut disajikan pada Gambar 4 di bawah ini.
Gambar 4. Satu Takaran Saji Ledok Instan Komposisi kimia dari satu takaran saji ledok instan ini (inggridien) adalah kadar air 2.67 persen, protein 12.59 persen, lemak 8.62 persen, abu 0.04 persen, karbohidrat 76.07 persen dan kalori sebesar 432,24 kkal. Sementara itu komposisi bumbu adalah (fenol, tannin, aktivitas antioksidan) 5.2. Kurva Isotermis Sorpsi Air Ledok Instan Kadar air kritis ditentukan pada saat ledok instan mulai menggumpal. Sedangkan kadar air kesetimbangan ditentukan pada kondisi suhu ruang 28oC dan RH ruang 75%. Pengukuran kadar air dilakukan menggunakan metode oven. Permeabilitas uap air kemasan yang digunakan pada penelitian ini adalah diambil dari data sekunder (Histifarina, 2004). 21
Permeabilitas uap air aluminium foil adalah 0.02 g/m2.mmHg/hr (Histifarina, 2004), sedangkan HDPE adalah sebesar 0.10 g/m2.mmHg/ hr (Limonu, M. dkk, 2008). Slope kurva isotermis sorpsi air adalah slope linear dari kurva isotermis sorpsi air ledok instan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan ledok yang disimpan pada larutan garam jenuh yang memiliki RH di atas 80 persen sudah mulai berjamur pada hari ke-10.Sementara itu bahan ledok yang disimpan pada larutan garam jenuh dengan RH di bawah 70 persen masih bertahan tidak ditumbuhi jamur sampai pada penyimpanan 20 hari. Hasil pengukuran kadar air kesetimbangan Ledok instan pada RH yang berbeda- beda, di plot terhadap aktivitas air (aw) disajikan pada Gambar 5. Pada gambar tersebut juga disajikan kurva fit dari data tersebut. Kurva fit dibuat menggunakan model GAB. Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa kurva isotermis sorpsi air dari Ledok instan mengikuti pola S (sigmoid) isotermis tipe II, yang mana pola S tipe II ini merupakan kurva khas untuk bahan makanan kering yang kaya akan karbohidrat (Wolf dkk., 1972). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa kandungan karbohidrat pada ledok instan adalah 76.07 persen, merupakan komposisi kimia tertinggi dibandingkan dengan protein, lemak, dan air. Penelitian yang dilakukan oleh Histifarina (2004) dan Limonu dkk. (2008) tentang kurva ISA (isotermis sorpsi air) pada produk kentang tumbuk instan dan jagung muda instan menyatakan bahwa kurva sigmoid tipe II merupakan kurva khas untuk produk makanan instan.
Moisture content (g water/100 g dry solid)
0,40 0,35
GAB isotherm
Actual data
0,30 0,25 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00
0,0
0,5
aw
1,0
1,5
22
Umur simpan Ledok instan diduga dengan metode ASLT menggunakan pendekatan kadar air kritis karena merupakan produk pangan kering yang mudah menyerap air. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dkk. (2005) dan pernyataan Kusnandar (2012) yang menyatakan bahwa model untuk menduga umur simpan produk pangan yang mudah rusak karena penyerapan air adalah dengan pendekatan metode kadar air kritis. Data percobaan yang diperoleh dapat mensimulasi umur simpan produk dengan permeabilitas kemasan dan kelembaban plastik ruang penyimpanan yang berbeda. Ledok instan dikemas menggunakan bahan kemasan aluminium foil dan plastik HDPE, dan disimpan pada ruang penyimpanan dengan suhu 28oC dan RH 75%. Parameterparameter yang harus ditentukan dalam perhitungan umur simpan dengan rumus Labuza (1984) adalah kadar air kritis, slope kurva isotermis sorpsi air, permeabilitas kemasan, dan kadar air kesetimbangan. Nilai parameter yang digunakan dalam perhitungan adalah seperti yang ditampilkan pada Tabel 1. Perhitungan umur simpan Ledok instan yang dilakukan dengan memasukkan nilai parameter pada Tabel 1 ke dalam persamaan 8, diperoleh bahwa Ledok instan yang dikemas dengan aluminium foil mempunyai umur simpan yang lebih panjang dibandingkan dengan yang dikemas dengan plastic HDPE. Umur simpan Ledok instan yang dikemas dengan aluminium foil adalah 48 bulan, sedangkan Ledok yang dikemas dengan plastik HDPE, umur simpannya 9 bulan. Kemasan dari aluminium foil memiliki permeabilitas yang jauh lebih kecil dari kemasan HDPE sehingga kemungkinan terjadinya penyerapan uap air dari lingkungan sekitar juga sangat kecil. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Histifarina (2004) bahwa kentang tumbuk instan yang dikemas dengan kombinasi kemasan aluminium foil PET 12/Aluvo7/LLDPE40 memiliki umur simpan yang lebih panjang dibandingkan dengan produk yang dikemas dengan plastic HDPE.
Tabel 1. Perhitungan Umur Simpan Ledok Instan Parameter Pack. material
k/x
Initial Moisture content (Mi), %db
Alufo HDPE
0,02 0,10
0,0260 0,0260
Critical Moisture Content (Mc), %db 0,160 0,160
Equilibrium Moisture Content (Me), %db
A (m )
Ws, (gram)
Po
b
0,215 0,215
0,016 0,016
70,00 70,00
27,370 27,370
0,147 0,147
2
Predict ed Shelf Life (Ts), hari 1446 289
23
5.3. Kurva Isotermis Sorpsi Air Bumbu Ledok Instan Bumbu ledok instan terdiri atas campuran rempah rempah jahe, kunyit, lengkuas, kencur, bawang merah, bawang putih, daun salam, sereh, terasi, cabai, gula, dan garam yang dihaluskan dan dikeringkan.. Pada sajian ledok instan ini, gula dan garam disediakan dalam kemasan terpisah dengan bumbu intinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bumbu yang disimpan pada larutan garam jenuh yang memiliki RH di atas 80 persen sudah mulai basah pada hari ke-7 dan mulai berjamur pada hari ke-14..Sementara itu bumbu yang disimpan pada larutan garam jenuh dengan RH di bawah 70 persen masih bertahan tidak ditumbuhi jamur sampai pada penyimpanan 24 hari. Hasil pengukuran kadar air kesetimbangan bumbu pada RH yang berbeda- beda, di plot terhadap
aktivitas air (aw) disajikan pada Gambar 6. Pada gambar tersebut juga
disajikan kurva fit dari data tersebut. Kurva fit dibuat menggunakan model GAB. Kurva ISA bumbu juga mengikuti pola S (sigmoid) tipe II sama seperti kurva ISA ledok instan. Bentuk sigmoid ini adalah bentuk kurva yang khas untuk produk instan dan produk kering. Adawiyah (2006) menyatakan bahwa bentuk sigmoid ini disebabkan oleh adanya efek kapilaritas dan adanya interaksi antara permukaan bahan dengan molekul air. Labuza (1984) menyatakan bahwa pola S tersebut disebabkan oleh efek akumulasi dari ikatan plastik, Raoult law, dan interaksi antara permukaan bahan dengan molekul air.
Bumbu
Moisture content (g water/100 g dry solid)
0,25 0,20
GAB Isoterm
0,15 0,10 0,05 0,00 0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
aW
24
Umur simpan bumbu juga ditentukan dengan metode kadar air kritis.
Dari
pengamatan visual, bumbu dinyatakan sudah tidak layak konsumsi apabila sudah mulai terjadi penggumpalan. Bumbu mulai menggumpal pada penyimpanan hari ke-7. Perhitungan umur simpan bumbu disajikan pada Tabel 2.
Parameter Pack. materi al
Alufo HDPE
k/x
Initial Moisture content (Mi), %db
Critical Moisture Content (Mc), %db
Equilibrium Moisture Content (Me), %db
0,02 0,10
0,0319 0,0319
0,102
0,166 0,166
0,102
A (m2) 10-3
Ws, (g)
Po
b
1,8 1,8
3,00 3,00
27,370 27,370
0,217 0,217
Predicted Shelf Life (Ts), hari
1388 98
Umur simpan bumbu ledok dengan kemasan alufo adalah 3.8 bulan, sementara itu apabila digunakan kemasan plastic HDPE umur simpannya menjadi 3 bulan.
25
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa takaran saji ledok instan adalah 40 g ubi, 10 g kacang merah, 10 g kacang tanah, 10 g jagung, 2 g sayuran kering, dan campuran bumbu, garam dan gula masing-masing sebanyak 3 g sebagai pilihan takaran saji yang tepat untuk sarapan. Komposisi kimia dari satu takaran saji ledok instan ini (inggridien) adalah kadar air 2.67 persen, protein 12.59 persen, lemak 8.62 persen, abu 0.04 persen, karbohidrat 76.07 persen dan kalori sebesar 432,24 kkal. Sementara itu komposisi bumbu adalah (fenol, tannin, aktivitas antioksidan) Kurva ISA untuk ledok instan dan bumbu mengikuti bentuk sigmoid tipe II. Kurva ini adalah kurva khas untuk makanan kering dan kaya karbohidrat. Umur
simpan
Ledok
instan yang dikemas dengan aluminium foil adalah 48 bulan, sedangkan Ledok yang dikemas dengan plastik HDPE, umur simpannya 9 bulan. Umur simpan bumbu ledok dengan kemasan alufo adalah 3.8 bulan, sementara itu apabila digunakan kemasan plastic HDPE umur simpannya menjadi 3 bulan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, D. R. 2006. Hubungan Sorpsi Air, Suhu Transisi Gelas, dan Mobilitas Air serta Pengaruhnya Terhadap Stabilitas Produk pada Model Pangan. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana IPB, Bogor. Agustina, F. 2008. Kajian Formulasi dan Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan. Thesis.Institut Pertanian Bogor, Bogor. [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1984. Official Methods of Analysis of Association of Official Analytical Chemists. Washington DC. USA: Association of Official Analitical Chemist.
Archam, L.D., N.W. Setyanto, dan A. Rahman. 2012. Integrasi Kansei Engineering dan Structural Equation Modelling (SEM) untuk Meningkatkan Kualitas Produk Shampoo (Studi kasus Lusmas Fresh Milk Shampoo). PS Teknik Industri Universitas Brawijaya, Malng, Indonesia. Mastur, I. dan H. Lumenta. 2005. Implementasi Jaringan Syaraf ZTiruan untuk Mengidentifikasi Pola Desain Produk Berdasarkan Preferensi Pelanggan Menggunakan Kansei Engineering System. Teknoin 10(3) : 197-208. Australian Academy of Technological Science and Engineering. 2000. Instant and convenience foods. Australia Sciences and Technology Heritage Centre. [terhubung berkala]. http:// www. austech. unimelb.edu. au/tia/135. html ] [20 Feb 2005]. Bahrie S. 2005. Optimasi proses pada proses pengolahan bubur jagung menggunakan alat pengering drum (drum dryer).[Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bell L.N. and Labuza, T. P. 2000. Moisture Sorption Practical Aspects of Isotherm Measurement and Use 2nd Edition. American Association of Cereal Chemists, Inc., USA. Bizot, H. 1983. Using the GAB model to construct sorption isotherms. In Physical Properties of Foods (R. Jowitt, F. Escher and G. Vos, eds.) pp. 43–54, Applied Science Publishers, London, UK. Cenadi, C.S. 2000. Peranan Desain Kemasan Dalam Dunia Pemasaran. Nirmana 2 (1) : 93103 Hartomo AJ, dan Widiatmoko MC. 1993. Emulsi dan Pangan Instan Berlesitin. Yogyakarta: Andi Offset. Hartono NAD. 2004. Pengaruh jenis jagung terhadap pembuatan beras jagung instan. Skripsi. Fakultas Pertanian Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
27
Heldman SM, and Singh RP.1981. Food Process Engineering. USA : Westport Connecticut The AVI Publ. Company Isnaeni, N.F. 2007. Formulasi Produk Pure Instan Ubi Jalar ( (Ipomoea batatas (L.) Lam) sebagai Salah Satu Upaya Diversifikasi Pangan Pokok. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kartajaya, H. 1996. . Marketing Plus 2000 Siasat Memenangkan Persaingan Global. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. KKPP Klungkung. 2011. Pangan Lokal Ledok dari Nusa Penida. http://cybex.deptan.go.id. Diakses Pada Tanggal 10 April 2014. Labuza, T.P. 1982. Shelf Life Dating of Food. Westport, Connecticut: Food and Nutrition Press. Inc. Labuza, T. P. 1984. Practical aspects of isotherm measurement and use.: Am. Assoc. Cereal Chem. St. Paul, MN. Limonu, M., Sugiyono, dan F. Kusnandar. (2008). Pengaruh Perlakukan Pendahuluan Sebelum Pengeringan terhadap Instan Jagung Muda. J. Teknol. dan Industri Pangan XIX(2):139-148 Osterwalder, A. and Y. Pigneur. 2010. Business Model Generation. John Wiley and Sons, Inc., New Jersey. Purnomo H. 1988. Mempelajari pengaruh umur panen dan cara kemas terhadap sifat fisiko kimia jagung manis (Zea mays saccharata) selama penyimpanan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rhismawati. 2012. Nikmatnya Ledok, Diversifikasi Pangan Ala Bali. Bali Antara News (AntaraNews.com), Denpasar, Bali. Sugitha, I M., I K. Suter dan I N. Kencana Putra. (2007). Diversifikasi Pangan Berbasis Ubi jalar, Jagung Dan Sagu Untuk Peningkatan Pendapatan Dan Pemberdayaan Gender di Bali. Pusat Kajian Makanan Tradisional Universitas Udayana, Jimbaran –Bali. Sugiyono, S.T. Soekarto, P. Hariyadi, dan A. Supriyadi. 2004. Kajian Optimasi Teknologi Beras Jagung Instan. J. Teknol. dan Industri Pangan XV(2): 119-128 Suter, I K., I M.A. S. Wijaya., I G.N. Agung, N. M. Yusa dan I B. K. Suryawantha. (2007). Studi Pengembangan Produk Olahan Dari Umbi-umbian Dan Jagung Dalam Rangka Diversifikasi Pangan. Kerjasama Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali dengan Pusat Kajian Makanan Tradisional Lembaga Penelitian Universitas Udayana, Denpasar. Suter, I.K., I. M. A. S. Wijaya dan N.M. Yusa. (2011). Formulasi Ledok Instan yang Ditambahkan Ikan Tongkol dan Rumput Laut. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 22(2): 190-196.
28
Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta: Arcan kerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Widowati, S. 2007. Pemanfaatan Ekstrak Teh Hijau (Camellia sinensis) Dalam Pengembangan Beras Fungsional untuk Penderita Diabetes Melitus. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Widowati, S., R. Nurjanah dan W. Amrinola. 2010. Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan. Prosiding Pekan Serealia Nasional, ISBN : 978-979-8940-29-3 S Wirakartakusumah MA, Abdullah K, Syarif AM. 1992. Sifat Fisik Pangan. Jendral dan Pendidikan Tinggi PAU-Pangan dan Gizi. IPB Press, Bogor.
Direktorat
Wijaya, IMAS, Suter, IK, dan NM Yusa. Karakteristik Isotermis sorpsi air dan umur simpan Ledok Instan. AGRITECH, Vol. 34, No. 1, Februari 2014. Yoanasari, Q. T. 2003. Pembuatan bubur bayi instan dari pati garut. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian ,IPB, Bogor.
29
30