LAPORAN EKSEKUTIF MEKANISME DAN EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN PENDIDIKAN, 2010 A. Latar Belakang
Ketercukupan dana pendidikan bagi satuan pendidikan menentukan keberhasilan penyelenggaran pendidikan di satuan pendidikan. Selama ini dana pendidikan itu dikelola dan disalurkan melalui lembaga pemerintah yang menangani pendidikan di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dengan sumber dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dana pendidikan itu juga disalurkan melalui banyak jenis program dan kegiatan di masing-masing tingkat pemerintahan tersebut. Setiap tingkat pemerintahan dan program atau kegiatan memiliki rumusan dan cara tersendiri dalam mengalokasikan dan menyalurkan dana pendidikan, Pembagian kewenangan dan koordinasi yang jelas antar tingkat pemerintahan dalam pendanaan pendidikan serta mekanisme penyaluran dan prosedur dan rumus yang tepat sangat menentukan efisiensi dan efektivitas pendanaan pendidikan.
Selain itu, dana yang sudah dialokasikan dalam jumlah yang sangat besar selama ini harus dipastikan dapat memberikan kontribusi atau manfaat baik secara individu (private benefit) maupun manfaat sosial (sosial benefit).
Untuk itu, selain mengkaji mekanisme dan
pengalokasian pendanaan pendidikan di tingkat Pusat, Provinsi, kabupaten/Kota, dan sekolah/madrasah, hasil studi ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran tentang sejauhmana manfaat yang telah diperoleh dari pengalokasian pendanaan tersebut.
Studi ini terkait dengan program yang tertuang dalam Renstra Kemendiknas 2010-2014 untuk Program Pendidikan Dasar, Program Pendidikan Menengah, dan Program Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dalam rangka mendukung tujuan strategis, yaitu: (1) terjaminnya kepastian memperoleh layanan pendidikan dasar bermutu dan berkesetaraan di semua provinsi, kabupaten dan kota, (2) tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan menengah yang bermutu, relevan, dan berkesetaraan di semua provinsi, kabupaten dan kota. Pertanyaan di bidang kebijakan dari Menteri Pendidikan Nasional, apakah dana pemerintah (APBN dan APBD) untuk pendidikan yang telah disediakan sebesar 20% telah memberikan 1
manfaat bagi peningkatan mutu pendidikan seperti yang diharapkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Pendidikan tahun 2005-2009? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Balitbang melalui Pusat Penelitian dan Innovasi Pendidikan akan menyelenggarakan studi tentang “Evaluasi Cost-Benefit Pendanaan Pendidikan”. B. Rumusan Masalah Adapun permasalahan yang hendak dijawab melalui studi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kemampuan pendanaan pendidikan yang ada dalam meningkatkan kinerja sekolah dilihat dari aspek: 1) Tingkat kehadiran siswa; 2) Tingkat kehadiran guru; 3) Jam belajar efektif (time on task); 4) Pembuatan rencana pembelajaran; 5) Pemberian program remedial atau pengayaan; dan 6) Pencapaian hasil belajar siswa (ulangan harian, semesteran, dan UN)? 2. Bagaimana Komposisi Dana Pendidikan tahun 2010 dilihat dari besar, sumber, dan pemanfaatan pendanaan pendidikan? 3. Bagaimana mekanisme pengalokasian dana pendidikan?
C. Tujuan Secara umum studi ini bertujuan untuk mendapatkan bahan masukan kebijakan terkait dengan manfaat dan mekanisme pendanaan pendidikan,
Secara khusus tujuan studi ini
adalah untuk mengetahui: 1. Kemampuan pendanaan pendidikan untuk meningkatkan kinerja sekolah penerima manfaat dalam aspek: a. Tingkat kehadiran siswa b. Tingkat kehadiran guru c. Jam belajar efektif (time on task) d. Pembuatan rencana pembelajaran e. Pemberian program remedial atau pengayaan f. Pencapaian hasil belajar siswa (ulangan harian, semesteran, dan UN) 2. Komposisi Dana Pendidikan dilihat dari besar, sumber, dan pemanfaatan pendanaan pendidikan. 3. Mekanisme pengalokasian dana pendidikan. 2
D. Kajian literatur Dalam pengembangan model penyaluran dana ke sekolah paska otonomi daerah dibutuhkan informasi tentang mekanisme penyaluran dana ke sekolah, pengelolaan dana, dan pihakpihak yang terlibat serta permasalahan yang ditemukan. Oleh karena itu, dalam kajian literatur ini akan dibahas tentang pentingnya dana pendidikan, sumber-sumber dana pendidikan, komposisi sumber dana, beberapa mekanisme penyaluran dana pendidikan ke sekolah dan keefektifan biaya. Indonesia mempunyai rasio investasi modal fisik yang cukup baik. Namun dari segi investasi sumberdaya manusia (SDM), rasio investasi Indonesia adalah yang terendah dibandingkan dengan negera-negara Asia Tenggara dan Timur (Suryadi, 1999:182-183). Kenyataan ini menunjukkan bahwa investasi modal fisik yang besar ternyata belum didukung investasi SDM dalam jumlah dan mutu yang memadai. Sehingga tidak mengherankan jika untuk menjalankan kegiatan investasi fisik yang masif selama beberapa dekade ini, Indonesia harus mendatangkan ribuan tenaga kerja terampil dari luar negeri. Pengalaman di sejumlah negara membuktikan bahwa investasi fisik bukanlah satu-satunya penentu kemajuan atau keberhasilan pembangunan. Berbagai penelitian justru menyimpulkan bahwa investasi SDM melalui pendidikan memiliki dampak yang paling besar terhadap kemajuan negara-negara industri baru, dibandingakn dengan investasi fisik (Suryadi, 1999:186). Investasi sumberdaya manusia bahkan dipandang sebagai faktor yang paling menentukan terhadap keberhasilan pertumbuhan ekonomi. Individu yang berpendidikan akan lebih mudah mencari pekerjaan dan meningakatkan kesejahteraan. Kesejahteraan individu yang meningkat pada akhirnya akan berdampak terhadap kesejahteraan ekonomi negara. (OECD/UNESCO, 2003:5). Besar kecilnya investasi di bidang SDM memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap mutu dan relevansi pendidikan. Besaran investasi SDM ini antara lain terlihat dari besaran anggaran pendidikan yang disediakan pemerintah dan sumber-sumber lainnya, yang memungkinkan suatu sistem pendidikan dapat berkembang sesuai kebutuhan masyarakat. Di Indonesia masalah pendidikan sudah disepakati menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Dengan demikian investasi SDM melalui pendidikan juga 3
menjadi tanggungjawab bersama. Pemerintah, dunia usaha, aktivis dan anggota masyarakat lainnya diharapkan dapat berpatisipasi dalam melakukan investasi pendidikan sesuai dengan peranannya masing-masing. Terdapat dua pandangan ekstrim mengenai siapa yang paling bertanggung jawab untuk menyediakan pendanaan pendidikan. Pertama, pendidikan dianggap merupakan urusan negara, sehingga negaralah yang paling bertanggungjawab untuk menyediakan pendanaan bagi pendidikan. Kedua, pendidikan dianggap menjadi urusan masyarakat, sehingga masyarakatlah yang harus bertanggung jawab menyediakan dana bagi pendidikan. Pandangan yang kedua ini biasa disebut user-fee education atau pendidikan dibayar atau dibiayai oleh pemakai jasa pendidikan yakni masyarakat. Di antara kedua pandangan ekstrim ini terdapat sejumlah pendapat lain yang berbeda di setiap negara, termasuk pandangan yang menerapkan pelakuan berbeda antara jenjang pendidikan dasar, jenjang pendidikan menengah dan jenjang pendidikan tinggi. Bank Dunia, misalnya, secara tegas menganjurkan pembebasan biaya bagi pendidikan dasar sebab hal tersebut dianggap menghambat anak-anak untuk mendapatken pendidikan (Kattan, 2004:4). Namun lembaga internasional ini mentolerir pemberlakukan biaya bagi pendidikan jenjang menengah dan tinggi. Untuk jenjang pendidikan dasar, pandangan yang paling dominan di banyak negara sejak tahun 1940-an adalah bahwa pendidikan dasar harus bebas biaya (Bray, 2002:31). Dengan kata lain, pemerintah harus membiayai sepenuhnya pendidikan tingkat dasar. Pandangan ini antara lain terlihat dari Artikel 26 United Nation Declaration of Human Rights yang menyatakan: “Everyone has the right to education. Education shall be free, at least in the elementary and fundamental stages.” Menurut Woodhall dalam Psacharopoulos (1987) , cost-effectiveness analysis adalah suatu teknik untuk mengukur hubungan antara total input atau biaya-biaya dari suatu proyek atau kegiatan dengan output atau hasil yang diperoleh. Cost dan effectiveness, keduanya harus diukur secara kuantitatif, namun tidak perlu dihitung dalam satuan uang (monetary terms). Oleh karena itu, analisis cost-effectiveness perlu dibedakan dengan analisis cost-benefit yang mengukur biaya dan manfaat suatu proyek dalam satuan uang (monetary terms) untuk mengetahui tingkat balikan (rate of return).
E. Metodologi Penelitian 4
1. Populasi dan Sampel Populasi studi adalah seluruh satuan pendidikan dasar, yaitu SD dan SMP negeri, Sampel sekolah ditentukan dengan menggunakan metode kombinasi cluster sampling (berdasarkan IPM kabupaten/kota), stratified sampling (berdasarkan nilai UN), dan random sampling. Berdasarkan ketentuan tersebut dipilih lima wilayah, yaitu Wilayah 1 Sumatera, Wilayah 2 Jawa dan Bali, Wilayah 3 Kalimantan, Wilayah 4 Sulawesi, dan Wilayah 5 Nusa Tenggara, dan Maluku, Dari kelima wilayah tersebut dipilih 10 provinsi, Di setiap provinsi dipilih 2 kabupaten/kota secara proporsional, sehingga total sampel 20 kabupaten/kota. Di setiap kabupaten/kota dipilih 2 SD dan 2 SMP negeri, sehingga total sampel seluruhnya adalah 40 SD negeri dan 40 SMP negeri. 2. Responden Kepala Sekolah, Guru SD, guru SMP,siswa dan orang tua, selain itu diwawancarai juga Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupatenupaten/Kota. 3. Teknik Pengumpulan Data dan analisis data Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengisian kuesioner yang diwawancarakan, dan studi dokumen. Instrumen dikembangkan melalui proses uji coba untuk melihat keterbacaan dan keterisian data (validitas dan reliabilitas), Pengisian kuesioner dilakukan oleh petugas pengumpul data dengan mewawancari kepala sekolah, guru, dan dinas pendidikan dan Bappeda. Sedangkan siswa diminta mengisi kuesioner dengan bimbingan petugas pengumpul data. Data dari kepala sekolah, guru, dan siswa dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan dilengkapi dengan metode deskriptif kualitatif. Analisis difokuskan pada segi manfaat (benefit) dana pendidikan dengan indikator tingkat kehadiran siswa dan guru, kualitas pembelajaran, jam belajar efektif, dan prestasi akademik siswa. F. TEMUAN DAN PEMBAHASAN
5
Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah pemberian dana ke sekolah yang bersifat massal seperti dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pendidikan dasar. Semua sekolah di seluruh Indonesia memperoleh kesempatan untuk memperoleh dana tersebut. Seberapa efektifkah dana tersebut dalam meningkatkan kinerja sekolah perlu diketahui agar kebijakan yang akan dibuat lebih lanjut lebih akurat. Dengan adanya dana seperti BOS maka diharapkan kinerja sekolah semakin baik yang terlihat dari beberpa aspek, seperti tingkat kehadiran siswa dan guru yang tinggi, kegiatan belajar mengajar semakin kondusif, dan pencapaian hasil belajar siswa yang tinggi. Disamping itu perlu juga diketahui komposisi dana Pendidikan
dilihat dari besar, sumber, dan pemanfaatan pendanaan
pendidikan, serta mekanisme pengalokasian dana. Berikut ini disajikan hasil temuan studi yang dilakukan. 1. Kehadiran Siswa dan Guru Berdasar data kehadiran siswa selama empat bulan, yaitu bulan agustus hingga bulan Nopember 2010 terlihat tingkat kehadiran siswa umum cukup tinggi (diatas 95%). Walaupun demikian tingkat ketidakkehadiran siswa sebesar sekitar lima persen masih merupakan kendala yang mengganggu. Sebagaimana diketahui sekolah-sekolah yang menjadi sampel dalam studi ini tidak mencakup daerah dengan kondisi khusus. Tingkat ketidakhadiran pada waktu-waktu tertentu terutama di daerah dengan kondisi khusus seperti daerah terpencil, daerah kepulauan atau sejenisnya dapat dipastikan lebih tinggi dari lima persen. Bila dilihat lebih seksama maka tingkat kehadiran siswa SD di kota dan di kabupaten tidak terdapat perbedaan yang mencolok walaupun terjadi fluktuasi antar waktu. Peningkatan kehadiran siswa menjelang akhir semester diperkirakan karena akan dilaksanakan ujian akhir semester. Tingkat kehadiran siswa SD terlihat relatif lebih tinggi dibandingkan tingkat kehadiran siswa SMP terutama di kabupaten (luar kota). Demikian juga tingkat kehadiran siswa SMP di kabupaten relatif lebih rendah dibanding siswa di kota dalam kurun waktu pengamatan tersebut. Alasan mengapa hal itu terjadi tampaknya perlu dicermati lebih jauh. Dugaan sementara penyebab hal tersebut adalah jarak sekolah di luar kota umumnya relatif jauh dan transportasi menuju sekolah relatif sulit serta apresiasi pendidikan orangtua dan siswa lebih rendah. 6
Dilihat secara keseluruhan maka tingkat ketidakhadiran siswa SD dan SMP tidak lebih dari lima persen dan terdapat kecenderungan peningkatan kehadiran atau penurunan ketidakhadiran siswa dalam kurun waktu empat bulan pengamatan. Hal ini patut diperkirakan sebagai dampak perbaikan pelayanan pendidikan di tingkat sekolah berupa bantuan biaya pendidikan, seperti BOS dan beasiswa sehingga beban pendidikan orangtua siswa semakin berkurang dan kondisi sekolah yang semakin membaik. Berdasarkan jumlah siswa di suatu sekolah maka secara relatif sekolah dikategorikan menjadi sekolah besar, sedang dan kecil. Besar-kecilnya sekolah berdampak pada pendanaan sekolah. Sekolah yang besar akan memperoleh dana yang lebih besar karena perhitungan biaya operasional sekolah dilakukan berdasarkan jumlah siswa. Hasil studi menunjukkan bahwa ketidakhadiran siswa di sekolah kategori kecil relatif lebih besar daripada di sekolah kategori sedang dan besar.
Lebih lanjut terlihat
ketidakhadiran siswa dari waktu ke waktu berubah secara fluktuatif dan kecenderungan menurun baik di SD maupun di SMP. Hal itu dapat diartikan bahwa kondisi sekolah di sekolah besar Guru sebagai salah satu komponen sangat penting dalam proses pendidikan sudah seharusnya memiliki komitmen tinggi dalam mengajar yang terlihat dari kehadirannya. Data hasil penelitian menunjukkan tingkat kehadiran guru SD berkisar antara 2 hingga 6 persen per bulan, sedangkan guru SMP relatif lebih tinggi, yaitu antara 3 hingga 8 persen perbulan. Tingkat kehadiran guru SD maupun guru SMP di kota relatif lebih tinggi dibandingkan rekannya di kabupaten. Tingkat kehadiran guru pada bulan November 2010 cenderung menurun yang disebabkan antara lain karena guru harus menyelesaikan administrasi sekolah dan urusan keluarga. Berdasarkan
kategori sekolah terlihat perbedaan persentase kehadiran guru
yang
mengindikasikan besar dana yang diterima sekolah maka terlihat perbedaan kehadiran guru menurut kategori sekolah. Kehadiran di sekolah besar cenderang lebih baik daripada di sekolah kecil. Demikian juga kedisiplinan waktu guru mengajar ketika masuk dan keluar kelas cenderung lebih baik di sekolah yang besar daripada di sekolah kecil. 2. Kegiatan Pembelajaran
7
Kegiatan pembelajaran dilihat dari aspek efektifitas seperti kedisiplinan penggunaan waktu, yaitu ketepatan masuk kelas dan keluar/pulang dan pembicaraan menyangkut inti pelajaran. Berikut ini adalah rangkuman jawaban siswa SD dan SMP terkait dengan kedisiplinan guru penggunaan waktu, kebiasaan guru dalam proses pembelajaran. Bila dilihat lebih seksama menurut kabupaten/kota terlihat tanggapan siswa masih terdapat kebiasaan guru yang kurang mendukung pembelajaran yang kondusif walaupun proprsinya cukup kecil dan hal itu tersebar di semua lokasi. Tanggapan siswa SMP terhadap kebiasaan/kedisiplinan guru menunjukkan bahwa masih terdapat sekitar satu persen atau kurang guru yang terlambat masuk ke ruang kelas sewaktu memulai pelajaran atau keluar lebih cepat saat pelajaran berakhir dan tidak terlihat perbedaan antara kota dan kabupaten maupun antar guru mata pelajaran Hal dapat diartikan bahwa para guru cukup bertanggungjawab dalam melaksanakan tugasnya, Dapat dilihat bahwa disemua kabupaten/kota masih terdapat guru yang kurang disiplin menurut pandangan siswanya walaupun proporsinya sangat kecil. Lebih jauh terlihat di kota Bandar Lampung guru-gurunya cukup disiplin sedangkan di Kabupaten Lampung Selatan masih terdapat guru yang kurang disiplin. Bila dibandingkan dengan tanggapan siswa SD maka terlihat guru SD “sedikit” lebih rendah kedisiplinannya dibandingkan guru SMP. Hal itu kemungkinan terkait dengan intensitas pertemuan guru-murid di SD yang relatif lebih lama setiap harinya. Ditinjau penggunaan waktu guru SMP sewaktu pembelajaran menurut pandangan siswa maka terdapat kebiasaan guru yang membicarkan hal-hal yang tidak terkait dengan mata pelajaran yang sedang dibahas. Terdapat sekitar 25 hingga 50 persen siswa SMP yang menyatakan guru memiliki kebiasaan membicarakan hal-hal diluar konteks pelajaran yang sedang dibahas dengan penggunaan waktu 5 hingga 25 menit. Hal ini tampaknya perlu menjadi perhatian pengelola pendidikan agar pembelajaran lebih efektif. Para guru yang mengajar di kabupaten tampaknya lebih sering melakukan kebiasaan membicarakan hal-hal diluar konteks sewaktu mengajar dibanding rekan mereka di kota.
8
Bila dilihat lebih rinci menurut kabupaten kota maka terlihat beberpa daerah yang menonjol kebiasaan gurunya membicarakan hal-hal diluar konteks sewaktu mengajar, yaitu
Kabupaten Lebak, Kota Medan, Kota Pontianak, Kota Surabya dan Kota
Samarinda. 3. Kegiatan remedial dan pengayaan di sekolah Menurut kepala sekolah kegiatan pengayaan dan remedial dilakukan oleh semua sekolah dilakukan . Adapun sasaran kegiatan tersebut menurut sebagian besar sekolah adalah siswa yang ketinggalan saja namun ada juga sebagian kecil sekolah yang melakukan kegiatan remedial atau pengayaan untuk semua siswanya. Bila dilihat lebih lanjut maka terdapat perbedaan kebiasaan pemberian remedial dan pengayaan di kota dan di kabupaten. Sekolah di kota tampaknya lebih fokus memberi remedial bagi siswa yang ketinggalan saja. 4. Pencapaian hasil belajar Bila dilihat dari sebaran skor maka pencapaian sebagian siswa pada mata pelajaran yang diujikan masih rendah, yang dapat diartikan penyelenggaraan sekolah belum sepenuhnya efektif. Bila ditinjau menurut besar-kecilnya sekolah ditemukan bahwa skor Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, Bahasa Inggris, dan mata pelajaran lainnya secara konsisten lebih baik di sekolah besar daripada di sekolah kecil yang mengindikasikan sekolah besar yang memperoleh dana lebih besar cenderung lebih efektif dibandingkan sekolah kecil yang dananya relatif lebih kecil. 5. Komposisi Dana Pendidikan Berdasarkan sumber dana maka persentase sumber dana pendidikan terbesar berasal dari APBD kabupaten kota, disusul dana dari APBD Provinsi. Rincian besar dana dan sumbernya disajikan pada tabel-tabel berikut ini.
Rata-rata besar dana dan persentasenya menurut sumber dana dan rata-rata alokasi per kabupaten Sumber Dana
Rata-rata Besar Dana
Persen 9
APBN (block grant) Dana Dekonsentrasi Dana APBD Provinsi Dana APBD Kabupaten/Kota Lainnya Total
12,724,091,691 113,000,000,000 193,481,300,000 541,530,636,700 3,000,000,000 144,472,550,661
1.47 13.08 22.40 62.70 0.35 100
Rata-rata besar dana APBN (blok grant) menurut komponen pembiayaan Komponen pembiayaan Program perbantuan (PAUD) Perbaikan ruang dan gedung sekolah Bantuan Sosial peningkatan mutu pembelajaran dikdas Bantuan Imbal Swadaya/beasiswa
Besar Dana 6,092,800,000 1,500,000,000 1,068,390,000 4,062,901,691
Rata-rata Besar Dana Dekonsentrasi menurut komponen pembiayaan Komponen pembiayaan Bantuan BOS SD/MI &SMP/MTs Prog. Peningkatan Sarpras dan Buku Prog. PAUD &Wajar Dikdasmen&PLS
Besar Dana 40,000,000,000 1,000,000,000 72,000,000,000
Rata Besar Dana APBD Provinsi menurut komponen pembiayaan Komponen pembiayaan Rehabilitasi/RKB Insentif guru, pengadaan komputer & Prog. PAUD Pengadaan Sarana-prasarana Prog. Pelayanan administrasi, PAUD, Wajar Dikdas
Besar Dana 2,500,000,000 92,200,000,000 800,000,000 97,981,300,000
Rata-rata Dana APBD Kabupaten/kota menurut komponen pembiayaan Komponen pembiayaan Peningkatan Adm. Peningkatan pelayanan/pendataan Insentif untuk pendidik dan tenaga kependidikan Pengadaan & peningkatan Sarpras Prog. PAUD & Wajar Dikdas Peningkatan mutu
Besar Dana 44,592,993,500 46,481,391,300 170,000,000,000 2,308,651,900 11,122,600,000 267,025,000,000
10
6. Mekanisme Penyaluran dana BOS ke Sekolah Supaya efektif, maka dana BOS yang diberikan ke sekolah-sekolah sebaiknya disalurkan melalui jalan terpendek ke sekolah. Semakin pendek jalur penyampaian dana BOS ke sekolah akan memberikan keuntungan antara lain dana operasional sekolah akan selalu tersedia, sehingga tidak menghambat pelaksanaan KBM. Sebagaimana diketahui, jika dana sampai ke sekolah terlambat, maka pelaksanaan KBM di sekolah akan terganggu. Hal ini tentunya tidak diinginkan karena yang rugi adalah anak-anak. Yang terpenting adalah bahwa dana BOS harus tepat waktu sampai di sekolah, sehingga ketika sekolah membutuhkan, dana tersebut ada. Diidentifikasi bahwa dana BOS akan kian efisien apabila penyalurannya ke sekolah-sekolah melalui jalan terpendek. Pengalaman selama ini, jika penyaluran dana apapun apabila melalui berbagai birokrasi yang panjang, akan dapat berakibat pada terlambatnya dana sampai kepada penerima, padahal dana tersebut sangat diperlukan. Selain itu apabila dana melalui birokrasi yang panjang, biaya penyalurannnya juga dapat meningkat, padahal biaya-biaya penyaluran seharusnya ditekan serendah mungkin.
Kenyataan saat ini, penyaluran dana BOS ke sekolah dilakukan dengan cara yang sudah cukup pendek yaitu dari Pusat dana BOS ditransfer ke Provinsi. Setelah itu Tim Manajemen BOS Provinsi langsung mentransfer dana tersebut ke rekening sekolah masing-masing, sesuai dengan jumlah siswa di masing-masing sekolah. Lembaga yang ditetapkan sebagai lembaga penyalur dana BOS ke sekolah bervariasi, tergantung kebijakan daerah setempat dan kondisi geografis sekolah. Lembaga penyalur dana BOS saat ini antara lain BPD, BNI, BRI, dan Kantor Pos.
Data jumlah siswa di masing-masing sekolah diperoleh Tim Manajemen BOS Provinsi dari dinas pendidikan kabupaten/kota. Dinas pendidikan kabupaten/kota melakukan pendataan jumlah siswa di masing-masing sekolah, kemudian merekap data tersebut dan mengirimnya ke Tim Manajemen BOS Provinsi. Pendataan ini biasanya memerlukan waktu yang cukup panjang, yang dapat menyebabkan terlambatnya pengiriman data ke Provinsi sehingga pada giliarannya menyebabkan terlambatnya penyaluran dana ke
11
sekolah. Jadi, penyebab utama lambatnya dana BOS sampai ke sekolah karena proses pendataan yang memerlukan waktu; lagi pula banyak sekolah yang aksesnya ke dinas pendidikan kabupaten/kota yang sulit menyebabkan pendataan memerlukan waktu yang lama.
Setelah Tim Manajemen BOS Provinsi menerima data dari Kabupaten/kota, data tersebut lanngsung diproses agar dana BOS dapat segera ditransfer ke sekolah-sekolah. Proses transfer dana ke sekolah umumnya mengalami keterlambatan pada tri wulan pertama tahun ajaran dan tri wulan pertama tahun anggaran. Pada tri wulan pertama baik tahun ajaran maupun tahun anggaran, dana terlambat ditransfer karena pendataan jumlah siswa memerlukan waktu.
Selain karena proses pendataan memerlukan waktu yang lama
menyebabkan terlambatnya transfer dana ke sekolah, keterlambatan transfer dana juga disebabkan karena: (i) Kesalahan nomor rekening karena kepala sekolah berganti, (ii) Pergantian pejabat di provinsi sehingga dana terlambat, dan (iii) Perubahan nomor rekening sekolah.
Selain itu, pada kasus-kasus tertentu, realisasi/transfer dana BOS ke sekolah-sekolah kadang kala tidak sesuai dengan jumlah siswa karena : a. Data dari sekolah yang sering terlambat sehingga tim manajemen BOS kabupaten/kota menggunakan data tahun sebelumnya. b. Data sekolah ada yang salah. c. Data tidak up to date. d. Fluktuasi jumlah siswa Hasil wawancara dengan pihak pengelola pendidikan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota terkait mekanisme yang ditempuh
dalam mengalokasikan dana
pendidikan. Secara umum terlihat perbedaan pemahaman dan metode yang ditempuh dalam mengalokasikan dana pendidikan. Berikut ini adalah beberapa contoh jawaban hasil wawancara terkait mekanisme pengalokasian dana pendidikan di tingkat kabupaten/kota dan provinsi.
12
Lembaga pandidikan mengajukan proposal melalui dinas lalu diusulkan ke kemendiknas, setelah lolos verifikasi dan disetujui lalu disahkan. Setelah itu dibuat MOU antara lembaga pendidikan dan kemendiknas maka teralokasi dana untuk pendidikan tersebut. Pengalokasian Dana Block grant mekanismenya MOU langsung dari provinsi
ke
sekolah-sekolah. Koordinasi dilaksanakan kemudian dengan pihak sekolah dan pihak pemberi bantuan menyalurkan dana ke sekolah yg membutuhkan Dana dari APBD provinsi masuk ke APBD kabupaten (Dinas Pendidikan). Proses tender ke pihak ketiga untuk menyalurkan dana ke pihak sekolah. Selama ini pengalokasian dana yang bersumber dari block grant pusat, khususnya yg diperuntukan untuk infrastruktur, mekanisme penyaluranya dilakukan secara langsung dari pusat (Kemdiknas) kepada pihak sekolah. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah raga khususnya Provinsi Maluku tidak pernah mengtahui secara teknis pengalokasian dan pemanfaatan dana APBD Kab/Kota. Proposal dibuat oleh sekolah ditadatangani oleh kepala sekolah, komite dan diketahui kepala Dinas Pendidikan. Sebelum Kepala Dinas Pendidikan menandatangani dalam status mengatahui, Subag Perencanaan terlebih dahulu meneliti poroposal tersebut untuk disesuaikan dengan Perencanaan Dinas. Selanjutnya Proposal tersebut oleh Kepala Sekolah dikirim ke Kementrian untuk diproses. Untuk proses realisasi anggaran dan pekerjaan menjadi tanggung jawab sekolah. Pada akhir pelaksanaan pekerjaan laporannya dikirim langsung oleh kepala sekolah ke Kementrian Pendidikan. Dana APBD kota melalui dinas pendidikan langsung disalurkan/ dialokasikan untuk kegitan sekolah dan untuk penyelenggaraan kegitan yang ada pada lingkup dinas pendidikan dan sekolah. Bagian Perencanaan dari Dinas Pendidikan kota melakukan pendataan untuk mengetahui kondisi fisik maupun non fisik disekolah. Untuk kegiatan-kegiatan peningkatan mutu, pihak Perencanaan meminta laporan/data dari Pengawas Maupun Bidang Teknis. Semua data dan laporan dianalisa untuk menentukan kebutuhan sekolah. Hal ini kemudian
13
dicocokan dengan hasil Musrembangcam dan Musrembang Kota untuk kemudian diterjemahkan dalam kegiatan. G. Simpulan dan Rekomendasi 1. Simpulan Dana pemerintah yang dikucurkan untuk sektor pendidikan sudah cukup besar yang terlihat dari besarnya rata-rata alokasi dana pendidikan pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Efektifitas penggunaan dana tersebut akan tercermin dari kinerja sekolah yang menerima manfaat dari dana tersebut. Hasil penelitian terhadap beberapa aspek kinerja menunjukkan bahwa
belum semua aspek kinerja sekolah yang performanya mencapai standar yang
diharapkan. Rata-rata tingkat kehadiran siswa dan guru tampaknya telah mencapai proporsi yang cukup tinggi atau diatas 95 persen, namun didaerah-daerah tertentu tingkat kehadirannya kurang dari 95 persen. Tingkat kehadiran guru SD maupun guru SMP di kota relatif lebih tinggi dibandingkan rekannya di kabupaten dan kehadiran guru cenderung menurun pada akhir tahun. Terkait dengan penggunaan waktu, para guru cukup bertanggungjawab dalam melaksanakan tugasnya walaupun masih terdapat guru yang kurang disiplin dengan persentase yang sangat kecil. Disamping itu, masih terdapat kebiasaan guru yang kurang mendukung pembelajaran yang kondusif walaupun proprsinya cukup kecil dan hal itu tersebar di semua lokasi. Bila dibandingkan dengan tanggapan siswa SD maka terlihat guru SD “sedikit” lebih rendah kedisiplinannya dibandingkan guru SMP. Terdapat sebagian kecil guru yang memiliki kebiasaan membicarakan hal-hal diluar konteks pelajaran
sewaktu mengajar dengan
penggunaan waktu 5 hingga 25 menit. Para guru di kabupaten tampaknya lebih sering melakukan kebiasaan membicarakan hal-hal diluar konteks sewaktu mengajar dibanding rekan mereka di kota. Para guru umumnya memiliki rencana pembelajaran yang dibuat secara berkelompok dan digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pembelajaran. Disamping itu, semua sekolah melakukan kegiatan pengayaan dan remedial. Adapun sasaran kegiatan tersebut menurut 14
sebagian besar sekolah adalah siswa yang ketinggalan saja namun terdapat sebagian kecil sekolah yang melakukan kegiatan remedial atau pengayaan untuk semua siswanya. Sekolah di kota tampaknya lebih fokus memberi remedial bagi siswa yang ketinggalan saja. Ditinjau dari rata-rata nilai semester akhir untuk beberapa mata pelajaran maka pencapaian sebagian siswa termasuk masih rendah, yang dapat diartikan bahwa dana yang diberikan ke sekolah belum sepenuhnya dapat mengefektifkan penyelenggaraan sekolah. Hasil studi menunjukkan sumber dana pendidikan paling besar adalah APBD kabupaten/kota dan hanya sebagian kecil yang berasal dari pusat. Secara umum terlihat perbedaan metode yang ditempuh dalam mengalokasikan dana pendidikan 2. Saran Kebijakan Adanya sebagian kecil guru yang kurang disiplin atau memiliki kebiasaan membicarakan hal-hal diluar konteks pelajaran
perlu menjadi perhatian pengelola pendidikan agar
pembelajaran lebih efektif. Penggunaan dana pendidikan agar lebih terfokus lagi pada peningkatan prestasi siswa melalui peningkatan kualitas tenaga kependidikan dan pendidik, proses pembelajaran, pengelolaan, dan sarana prasarana sekolah. Pada setiap tingkat pengelolaan pendidikan diperlukan suatu standar pengelolaan dan pengalokasian dana yang lebih konkrit dan mekanisme/jalur yang lebih sederhana atau singkat serta standar hasil yang terukur dari jumlah dana yang dikucurkan ke sekolah. Arah kebijakan pendanaan pendidikan lebih diintensifkan untuk daerah di luar kota besar atau daerah-daerah terpencil atau (rural area).
15
DAFTAR PUSTAKA Cohn, E, and Geske T,G,, 1990, The Economics of Education, Pergamon Press, _______
Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
______ Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ______
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
______ Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, ______ Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 69 Tahun 2009 tentang Standar Biaya Operasi Nonpersonalia Tahun 2009, _______
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2010-2014,
Worthen B, R, & Sanders, J, R,, 1987, Education Evaluation: Alternative approach and practical guidelines, Longman , Woodhall, M, 1987, Cost Analysis in Education, Oxford University Press, 1987.
16