LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL)
Oleh : Prajogo U. Hadi Adimesra Djulin Amar K. Zakaria Jefferson Situmorang Valeriana Darwis
PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2006
RINGKASAN EKSEKUTIF Latar Belakang 1.
Indonesia telah mengalami defisit bahan bakar minyak (BBM) dalam jumlah besar. Untuk memenuhi kebutuhan BBM yang terus meningkat, selama ini dilakukan dengan cara mengimpor dalam jumlah besar sehingga menguras devisa negara. Beban APBN untuk subsidi juga makin berat walaupun besarnya subsidi per liter BBM sudah berkurang. Disamping itu, cadangan minyak bumi di wilayah Indonesia juga makin tipis. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah bertekad untuk mencari sumber bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui, yaitu bahan bakar nabati (biofuel). Salah satu tanaman sumber bahan bakar nabati (BBN) yang akan dikembangkan adalah jarak pagar (Jatropha curcas L.). Dalam kaitan itu pada T.A. 2006 Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (Departemen Pertanian) telah melakukan pengkajian tentang prospek pengembangan jarak pagar sebagai salah satu alternatif sumber energi di Indonesia.
Tujuan 2. Tujuan penelitian ini adalah: (a) Mengestimasi harga jual biji jarak pagar di tingkat petani dengan mempertimbangkan berbagai faktor ekonomi yang menentukannya; (b) Menganalisis kelayakan finansial usahatani tanaman jarak pagar selama satu siklus ekonomi di lokasi-lokasi potensial berdasarkan harga jual biji jarak pagar hasil estimasi pada tujuan (a); (c) Menganalisis biaya produksi per liter biofuel berbasis jarak pagar oleh pengusaha yang menanam jarak pagar dan mengolah hasilnya sendiri menjadi biodiesel untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar minyak perusahaannya sendiri; (d) Menganalisis biaya produksi per liter minyak jarak kasar oleh petani yang menanam jarak pagar dan mengolah hasilnya sendiri untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar minyak rumah tangganya; (e) Mengestimasi penyerapan tenaga kerja dan kebutuhan subsidi benih jarak pagar; dan (f) Merumuskan kebijakan pendukung dalam pengembangan sumber energi alternatif berbasis tanaman jarak pagar. Lokasi penelitian adalah Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sumatera Selatan. Hasil-hasil Utama 3.
Ada empat pola usahatani yang berkembang di lokasi penelitian, yaitu: Pola A - monokultur oleh petani luas dengan kepadatan tanaman 2.500 pohon/ha di NTB pada lahan berpasir; Pola B – monokultur oleh petani luas dengan kepadatan tanaman 2.500 pohon/ha di Jawa Timur pada lahan berbatu; Pola C – monokultur oleh perusahaan besar PTP XII di Jawa Tengah dengan kepadatan tanaman 1.666 pohon/ha pada lahan berlempung; dan Pola D – tumpang sari jarak pagar + jagung dengan kepadatan tanaman jarak pagar 2.222 pohon/ha di NTB dan jagung ditanam selama 3 tahun pertama.
4.
Harga biji jarak pagar di tingkat petani pada kondisi tahun 2006 dimana harga minyak mentah dunia US$70/barel, nilai tukar Rp 9.183/US$ dan rendemen biji jarak pagar menjadi minyak jarak kasar (crude jatropha i
oil, CJO) 25% adalah Rp 453 per kg. Harga biji akan meningkat menjadi Rp 592 per kg jika rendemen biji-CJO menjadi 30% dan naik lagi menjadi Rp 731 per kg jika rendemen biji-CJO meningkat menjadi 35%. Harga biji akan turun atau naik jika harga minyak mentah dunia turun atau naik. Pada harga minyak mentah dunia US$60/barel, harga biji jarak pagar akan menjadi sangat rendah, apalagi jika rendemen bij-CJO tetap 25%. Sebaliknya, harga biji akan meningkat jika harga minyak mentah dunia naik menjadi US$80/barel, harga biji akan menjadi Rp 597 per kg jika rendemen biji-CJO hanya 25% dan harga biji akan meningkat menjadi Rp 933 per kg jika rendemen bij-CJO mencapai 35%. 5.
Usahatani jarak pagar secara finansial pada kondisi tahun 2006 dimana harga biji hanya Rp 453 per kg pada rendemen bij-CJO 25% tidak layak. Usahatani juga belum layak walaupun rendemen biji-CJO meningkat menjadi 30% dimana harga biji menjadi Rp 592 per kg. Jika rendemen bij-CJO meningkat menjadi 35% dimana harga biji menjadi Rp 731 per kg, usahatani yang mempunyai kepadatan tanaman normal (pola A, B dan D) menjadi layak, tetapi usahatani yang kepadatan tanamannya terlalu rendah (pola C) tetap tidak layak.
6.
Pemberian subsidi benih 100% dapat meningkatkan kelayakan usahatani, tetapi semua pola baru layak jika rendemen biji-CJO tinggi yaitu 35% dimana harga biji adalah Rp 731 per kg.
7.
Pemberian subsidi benih 100% dan peningkatan produktivitas 10% baru membuat 50% pola usahatani layak jika rendemen biji-CJO hanya mencapai 30% dimana harga biji adalah Rp 592 per kg. Semua pola usahatani menjadi layak jika rendemen biji-CJO mencapai 35%, dimana harga biji adalah Rp 731 per kg.
8.
Pemberian subsidi benih 100% dan peningkatan produktivitas 20% baru membuat 60% pola usahatani layak jika rendemen biji-CJO hanya mencapai 30%. Pola usahatani yang belum layak adalah pola C yang kepadatan tanamannya terlalu rendah. Semua pola usahatani menjadi layak jika rendemen biji-CJO mencapai 35%, dimana harga biji adalah Rp 731 per kg.
9.
Pada kondisi ekstrim bawah, dimana harga minyak mentah dunia turun menjadi US$60/barel dan nilai tukar tetap Rp 9.183/US$, semua pola usahatani menjadi layak hanya jika rendemen biji-CJO mencapai 35 % (harga biji Rp 530/kg), ada subsidi benih 100% dan produktivitas meningkat 20%. Kondisi demikian akan dapat mengancam keberlanjutan usahatani jarak pagar petani dan mengindikasikan bahwa tantangan pengembangan jarak pagar di tingkat petani memang berat.
10.
Pada kondisi ekstrim atas, dimana harga minyak mentah dunia naik menjadi US$80/barel dan nilai tukar tetap Rp 9.183/US$, jika tidak ada subsidi benih, semua pola usahatani menjadi layak hanya jika rendemen biji-CJO mencapai 35% (harga biji Rp 933/kg).
11.
Peluang bagi perusahaan besar untuk membuka kebun jarak pagar, mengolah biodiesel sendiri dan menggunakan biodiesel untuk kebutuhan sendiri lebih terbuka lebar, walaupun harga minyak mentah
ii
dunia turun hingga menjadi US$60/barel, jika rendemen biji-CJO minimal mencapai 30%. Penghematan biaya bahan bakar akan lebih besar lagi dengan meningkatnya harga minyak mentah dunia dan rendemen biji-CJO sehingga lebih merangsang lagi perusahaan besar untuk memproduksi biji jarak pagar lebih banyak dan mengolahnya sendiri menjadi biodiesel. 12.
Petani dapat memanfaatkan CJO hasil kebunnya sendiri untuk kebutuhan keluarga (memasak) jika harga biji terlalu rendah karena rendahnya harga minyak mentah dunia, namun petani mendapat subsidi benih 100% dan rendemen biji-CJO bisa mencapai 35%, dimana biaya produksi CJO lebih murah dibanding harga minyak tanah bersubsidi. Namun jika rendemen biji-CJO hanya mencapai 25-30%, maka membeli minyak tanah bersubsidi akan lebih murah. Tetapi jika kelak minyak tanah tidak disubsidi lagi, maka petani mungkin akan tertarik untuk melakukan pertanian energi (energy farming) berbasis jarak pagar di lahan yang selama ini tidak bisa ditanami tanaman pertanian karena biaya produksi CJO akan lebih murah dibanding harga minyak tanah tak bersubsidi.
13.
Usahatani jarak pagar dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah cukup besar yang rata-rata per hektarnya mulai dari penyiapan lahan sampai dengan pasca panen adalah 1.617 HOK dengan nilai upah Rp 25,5 juta selama 15 tahun atau 108 HOK dengan nilai upah Rp 1,7 juta per tahun. Untuk satu kawasan pengembangan jarak pagar seluas 5.000 hektar dibutuhkan tenaga kerja sekitar 8 juta HOK dengan biaya Rp 127,5 milyar selama 15 tahun atau rata-rata 539 ribu HOK dengan biaya Rp 8,5 milyar per tahun.
Implikasi Kebijakan 14.
Dalam pengembangan industri biodiesel berbasis jarak pagar yang masih dalam fase inisiasi, pemerintah harus berjalan di depan untuk memberikan arahan dan rangsangan bagi para pelaku usaha.
15.
Untuk Departemen Pertanian:
Menyediakan benih bermutu jarak pagar dan memberikan subsidi benih 100% senilai Rp 2,2 juta/ha kepada petani guna meringankan beban biaya investasi pada awal kegiatan. Para penangkar benih perlu didorong untuk mempercepat penyediaan benih bermutu namun perlu tetap dilakukan pengawasan mutunya.
Menyediakan teknologi pembibitan, budidaya, panen dan pasca panen sehingga produktivitas tanaman/kebun dapat ditingkatkan sebesar 20% dari kondisi tahun 2006.
Melakukan penyuluhan kepada petani tentang bibit serta teknologi budidaya, panen, pasca panen dan ekstraksi minyak dari biji jarak pagar yang sudah dirakit.
Penyusunan peta kesesuaian wilayah untuk pengembangan jarak pagar berdasarkan kondisi lahan, ketinggian tempat dan iklim. Perlu menetapkan kawasan pengembangan jarak pagar secara definitif.
iii
16.
Penanaman jarak pagar sebaiknya menggunakan jarak optimal misalnya 2mx2m dengan kepadatan tanaman 2.500 pohon untuk pola monokutur atau lebih jarang untuk pola tumpangsari dengan jagung (2.200 pohoh/ha). Jumlah pohon yang terlalu jarang untuk pola monokultur akan menghasilkan produksi sedikit sehingga tingkat kelayakan finansialnya lebih rendah.
Di wilayah pengembangan jarak pagar yang umumnya merupakan wilayah marjinal dan rawan pangan di wilayah Indonesia Timur, pola tumpangsari jarak pagar dan jagung sangat dianjurkan. Disamping memberikan kontribusi positif terhadap tingkat kelayakan usahatani, hasil jagung juga mempunyai kontribusi terhadap penyediaan pangan selama tanaman jarak pagar belum berproduksi penuh (selama tiga tahun pertama). Tanaman jagung sebaiknya ditanam pada awal musim hujan agar tidak mengalami kekeringan. Populasi tanaman jagung dikurangi sesuai dengan perkembangan kanopi jarak pagar.
Instansi terkait lainnya perlu memberikan fasilitas atau insentif kepada pengusaha untuk membuka kebun jarak pagar sekaligus membangun pabrik biodiesel berupa:
Kemudahan prosedur dan kecepatan waktu pemberian ijin usaha sehingga pengusaha tidak perlu menunggu dalam waktu yang cukup lama untuk memulai usahanya.
Penyediaan lahan untuk kebun jarak pagar dan lokasi pabrik (HGU untuk perusahaan besar). Berdasarkan peta kesesuaian lahan, perlu dibentuk berbagai kawasan pengembangan jarak pagar dengan luasan tertentu sehingga produksi bijinya cukup untuk memasok kebutuhan bahan baku pabrik biodiesel yang didirikan di kawasan tersebut.
Pemberian tax holiday selama tanaman jarak pagar belum berproduksi penuh (gestation period, 3 tahun pertama).
Pemberian kredit investasi dan modal kerja dengan bunga bersubsidi dan penundaan pembayaran kembali pokok pinjaman dan bunga selama tanaman jarak pagar belum menghasilkan (3 tahun pertama).
Pemberian keringanan atau pembebasan pajak impor untuk barang modal yang terkait dengan pengembangan biodiesel, antara lain mesin-mesin ekstraksi minyak jarak dan refinery biodiesel.
Pembangunan atau rehabilitasi insfrastruktur pengusahaan jarak pagar menjadi lebih efisien.
Pengembangan alat pemeras mekanis yang sesuai untuk wilayah pedesaan dengan kapasitas optimal sehingga rendemen biji-CJO bisa mencapai 30-35%. Terbukti bahwa rendemen biji-CJO sangat mempengaruhi biaya pembuatan CJO dan biodiesel serta harga biji jarak pagar di tingkat petani.
iv
pedesaan
agar
17.
Sertifikasi dan pengawasan terhadap mutu produk biodiesel yang akan dihasilkan, terutama yang akan dipasarkan kepada konsumen, karena bahan baku biodiesel bermacam-macam (jarak pagar, minyak sawit, dan jenis-jenis tanaman lain yang mengandung minyak).
Mengenakan larangan ekspor minyak jarak kasar atau biodiesel. Hal ini penting karena harga biodiesel di luar sangat tinggi (Rp 8.000/liter) sehingga pengusaha akan mempunyai kecenderungan untuk melakukan ekspor. Jika biodiesel produksi nasional diekspor, maka dampak pengembangan biodiesel terhadap pengurangan impor BBM fosil menjadi tidak ada.
Menyediakan kompor dengan rancang bangun yang sesuai untuk bahan bakar minyak jarak pagar.
Menyediakan dana dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan kegiatan pengembangan jarak pagar di lapangan.
Tim Nasional Pengembangan BBN perlu melakukan koordinasi horizontal antar instansi pemerintah dan koordinasi vertikal agribisnis jarak pagar mulai dari hulu (penyediaan benih dan sarana produksi lainnya), di tengah (budidaya), dan hilir (industri pengolahan dan pemasaran).
Bagi para pengusaha:
Dianjurkan untuk membina kemitraan dengan para petani jika ingin mengembangkan jarak pagar di wilayah dimana lahannya banyak dikuasai petani agar kontinyuitas pasokan bahan baku lebih terjamin. Akan lebih baik lagi jika petani tergabung dalam wadah koperasi sehingga produksi biji dapat ditampung oleh koperasi dalam jumlah besar. Jika mungkin, koperasi melakukan kegiatan ekstraksi minyak yang hasilnya dijual kepada pengusaha mitranya. Dalam kemitraan pengusaha perlu menyediakan bibit bermutu (dalam polybag) dan sarana produksi lainnya, memberikan pelatihan petani dan menampung hasilnya dengan harga yang pasti. Nilai bibit dan sarana produksi lainnya dipotong dari hasil panen petani dengan memperhatikan kemampuan petani.
Di wilayah-wilayah pengembangan baru, dimana lahannya banyak dikuasai negara, perlu mendatangkan tenaga kerja dari daerahdaerah di sekitarnya sehingga kegiatan pengusahaan dapat berjalan lancar sepanjang tahun.
Tidak melakukan ekspor biodiesel yang dihasilkan agar impor BBM fosil terus berkurang guna meringankan beban APBN untuk subsidi BBM. Ekspor biodiesel mungkin bisa mendatangkan keuntungan lebih besar, tetapi cinta tanah air (geopolitik) perlu lebih dikedepankan untuk mencapai kemakmuran bersama yang lebih tinggi.
v