LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 KAJI TINDAK (ACTION RESEARCH) PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PERTANIAN DAERAH TERTINGGAL (TAHAP II)
Oleh : Edi Basuno Rita Nur Suhaeti Gelar S. Budhi Muhammad Iqbal Kedi Suradisastra
PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2006
RINGKASAN EKSEKUTIF PENDAHULUAN Latar Belakang (1)
Kegiatan pemberdayaan masyarakat di Jawa Barat telah lama dilakukan oleh pihak pemerintahan daerah, baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota. Sejak tahun 2005, PSE-KP telah melakukan kegiatan kaji tindak di dua lokasi, yaitu Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor. Di Kecamatan Nagrak, Sukabumi, fokus kegiatan pada upaya pemupukan modal kelompok, pelatihan dan studi banding. Di Kecamatan Babakan Madang, Bogor, fokus kegiatan pada pelatihan beternak ruminansia kecil dan menumbuhkan kegiatan sebagai alternatif sumber penghasilan.
(2)
Data dan informasi mengenai profil masyarakat, lingkungan biofisik, usahatani dominan, dan perencanaan kegiatan masyarakat secara partisipatif telah disajikan dalam laporan kegiatan tahun 2005. Di masing-masing lokasi telah diidentifikasi beberapa figur yang dapat dijadikan kader lokal, selain telah dirintis adanya kelompok yang akan dijadikan mitra kerja peneliti. Khusus di Sukabumi, kelompok tidak hanya terdiri dari para petani, tetapi juga anak-anak muda yang tertarik untuk mengorganisir diri.
(3)
Tujuan akhir pembangunan pertanian tidak semata untuk meningkatkan produksi, tetapi juga membangun masyarakat tani seutuhnya, sehingga masyarakat mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan secara keseluruhan. Program-program mikro tampaknya justru dapat berperan bagi pemenuhan keperluan khas lingkungan budaya, pasar, dan iklim mikro dan dapat dibangun melalui
sumber daya
setempat, berupa pengetahuan
tradisional, bakat-bakat kepemimpinan serta jenis-jenis organisasi setempat. (4)
Inti pemberdayaan masyarakat adalah memfasilitasi masyarakat, agar mampu meningkatkan
kesejahteraannya
secara
mandiri.
Kegagalan
dalam
mengakomodasi keinginan masyarakat menjadikan pelaksanaan kegiatan bersifat sementara, karena masyarakat tidak merasa bahwa kegiatan yang dilakukan milik mereka. Pemberdayaan yang bersifat partisipatif akan memberikan hasil yang lebih baik, terutama dari kelangsungan kegiatannya.
iii
METODOLOGI Kerangka Pemikiran (5)
Pelaksanaan kaji tindak partisipatif merupakan kegiatan yang dilakukan secara berkelanjutan
dengan
tujuan
akhir
untuk
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat. Kegiatannya bervariasi dan sebagai manifestasi dari konsep partisipatif, maka bentuk kegiatannya ditentukan oleh peserta kaji tindak, dengan fasilitasi oleh peneliti. Pelatihan merupakan bagian yang paling penting dalam pemberdayaan masyarakat. Kegiatan ini merupakan ajang kegiatan transfer teknologi dan atau pengetahuan dari narasumber kepada peserta pelatihan. Dalam kaji tindak, pelatihan dilakukan di dalam kelas dan di lapangan dengan cara belajar sambil bekerja (learning by doing) dan materi pelatihan disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan peserta kaji tindak.
(6)
Studi banding merupakan kegiatan penting sebagai upaya belajar dalam menyelesaikan masalah dan mengantisipasi perubahan. Petani sukses yang dikunjungi dapat mentransfer ilmu dan pengalaman yang dimilikinya secara tulus, tanpa khawatir tersaingi. Pasca pelatihan dan studi banding diperlukan pendampingan untuk mengawal kegiatan yang dilakukan kelompok dan diharapkan mampu memotivasi secara berkelanjutan agar tingkat percaya diri kelompok optimal. Dengan fasilitasi tim peneliti, monev secara partisipatif dimaksudkan untuk melihat pelaksanaan kegiatan yang dapat memberikan manfaat bagi kelompok. Pelaksanaan kaji tindak untuk pemberdayaan masyarakat melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders) yang berperan sebagai sumber teknologi, sekaligus penyandang dana. Jenis data dan informasi lebih banyak bersumber dari data dan informasi primer, sedangkan data dan informasi sekunder sebagai penunjang.
Lokasi Penelitian (7)
Lokasi kaji tindak pada tahun ke dua ini tidak berubah, yaitu di dua kabupaten, yaitu Sukabumi dan Bogor. Kabupaten Sukabumi dipilih berdasarkan kriteria sebagai salah satu wilayah miskin di Provinsi Jawa Barat dan diwakili oleh Kecamatan Nagrak dengan fokus kegiatan pemberdayaan masyarakat petani lahan kering. Sebaliknya Kabupaten Bogor adalah lokasi yang sudah ditetapkan sebelumnya, yakni di Kecamatan Babakan Madang. Fokus kegiatan di Bogor
iv
adalah dalam rangka membantu Pemerintah Daerah dalam mensukseskan program pengendalian penyakit anthraks. Tepatnya penelitian dilaksanakan di: (a) Dusun Pasantren, Desa Balekambang, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi; dan (b) Dusun Leuwijambe, Desa Kadumanggu, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor.
Jenis dan Analisis Data
(8)
Data
dan
informasi
primer
diperoleh
dari
hasil
pengamatan
selama
pendampingan, wawancara secara mendalam (in-depth interview) dengan sumber-sumber yang relevan dan validasi (triangulation). Alat yang digunakan antara lain catatan lapang (field notes), catatan kegiatan, dan dokumentasi lainnya. Seluruh informasi yang diperoleh dideskripsi untuk menjelaskan lebih lanjut hasil dari kegiatan yang dilakukan, sekaligus untuk penyusunan perencanaan kegiatan masyarakat secara partisipatif. Untuk mengetahui persepsi anggota dan bukan anggota kelompok terhadap kegiatan kelompok disiapkan daftar pertanyaan yang hasilnya diolah menurut Skala Likert. Untuk memperoleh angka penafsiran atau interpretasi dari skala Likert tersebut dipergunakan Weighted Mean Score (WMS). Analisis data dan informasi dilakukan dengan perhitungan sederhana berupa nilai rata-rata, frekuensi distribusi, dan tabulasi silang. Uraian deskriptif dibuat untuk menjelaskan keterkaitan antar variabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN (9)
Pada tahun ke dua, kegiatan masih terfokus pada memfasilitasi kelompok agar terbentuk kelompok yang kuat dan mandiri. Selain itu, terdapat kegiatan dalam rangka merespon berbagai keinginan masyarakat, yang tidak direncanakan sebelumnya, seperti pembentukan kelompok simpan pinjam ibu-ibu, pembuatan kios kelompok, persiapan kerjasama dengan Dompet Dhuafa, perintisan pemancar radio, mengikuti berbagai pameran dan pelatihan tataboga. Sedang kegiatan yang mengarah pada pemenuhan tujuan ke dua sampai ke empat belum dilaksanakan sepenuhnya karena kegiatan masih terbatas pada kelompok dan baru berjalan selama dua tahun. Kegiatan yang dilaksanakan tidak selalu tepat dengan butir-butir pada tujuan, mengingat berbagai modifikasi
v
yang harus dilakukan di tingkat lapang. Waktu dua tahun untuk suatu pemberdayaan masyarakat dirasakan sebagai waktu yang pendek. (10)
Keinginan kelompok untuk mengumpulkan modal diupayakan dengan menanam pepaya. Alasan memilih pepaya adalah: (i) harganya relatif stabil, (ii) adanya langganan pedagang yang dinilai baik dan jujur serta (iii) tingkat keterampilan petani dalam menanam pepaya cukup memadai. Fasiltasi tim berupa penyediaan bibit dan pupuk kandang untuk pemupukan ke dua. Total pohon pepaya yang ditanam sebanyak 815 batang pohon. Pinjaman akan dilunasi pada saat panen, ditambah 10 persen dari hasil panen untuk kas kelompok.
(11)
Pelatihan pemberantasan hama kuuk, sekaligus pelatihan pembuatan pupuk organik yang diikuti oleh 37 orang petani, telah dilaksanakan 20 April 2006. Narasumber berasal dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro), Bogor, sekaligus sebagai Direktur Lembaga Pertanian Sehat (LPS) di Cinagara, Bogor. Materi pelatihan adalah:
(i) pengenalan LPS, (ii) pengalaman LPS
bekerja sama dengan petani di Cijeruk, (iii) penjelasan tentang hama kuuk dan upaya pemberantasannya, serta (iv) penjelasan tentang pestisida nabati dan pupuk organik. (12)
LPS adalah sebuah lembaga di bawah naungan Dompet Dhuafa (DD) harian Republika dan berkeinginan menjadi lembaga yang mandiri dan profesional dalam bidang penelitian dan perakitan teknologi, pembinaan dan usaha pertanian sehat yang bermanfaat bagi kepentingan petani dhuafa dan masyarakat secara luas. LPS fokus pada pengendalian hama penyakit tanaman secara biologis, dengan memproduksi biopestisida nuclear polyhedrosis virus (NPV) yang ramah lingkungan. Sejak tahun 2000 LPS telah mengembangkan pupuk organik OFER (organic fertilizer) dan pestisida nabati PASTI yang berbahan aktif ekstrak akar tuba (Derris sp.).
(13)
Pada tanggal 17 Mei 2006 telah dilakukan kunjungan ke LPS dan Ternak Domba Sehat (TDS). Petani melakukan praktek pembuatan pestisida nabati dan pupuk organik (aerob dan anaerob) dengan fasilitasi dari staf dan teknisi LPS. Dari kunjungan ke TDS petani memperoleh penjelasan tentang Program Kampoeng Ternak DD. Program ini terdiri dari (i) Riset dan Pengembangan, (ii) Pemberdayaan Masyarakat dan Pemasaran. Petani berharap menjadi bagian dari DD melalui Program Pemberdayaan Masyarakat dan Pemasaran. Pada
vi
September 2006, telah di lakukan Studi Kelayakan Wilayah (SKW) di Dusun Pasantren. Hasil SKW dinilai memadai, maka selanjutnya dilakukan Studi Kelayakan Mitra (SKM). Kerja sama antara DD dengan masyarakat minimal selama tiga tahun dengan pembagian keuntungan 60 persen bagi peternak dan 40 persen untuk DD. (14)
Pada tanggal 30 Mei 2006 melalui fasilitasi Bapemdes telah dilakukan presentasi hasil kegiatan tahun 2005 di aula Kecamatan Nagrak, yang dihadiri oleh kepala kantor dan Staf Bapemdes, pihak kecamatan, lima kepala desa yang berbatasan dengan Desa Balekambang, para penyuluh pertanian serta para petani anggota kelompok. Materi presentasi tampak mampu menggugah para pejabat untuk berbuat yang terbaik bagi masyarakat. Kehidupan masyarakat pedesaan yang semakin berat dijadikan ilustrasi dalam presentasi tsb. untuk menyentak nurani para pejabat yang hadir. Petani bertanya secara langsung tentang dana pembangunan yang dikelola desa. Secara keseluruhan, presentasi menjadi awal dalam menjadikan petani sebagai pihak yang kritis terhadap jalannya pembangunan.
(15)
Potensi remaja di Dusun Pasantren telah diidentifikasi pada tahun 2005. Beberapa orang menunjukkan ketertarikan dalam bertani. Dengan disewanya lahan seluas 1.000 m2 oleh tim, mereka akan menggarap lahan tsb. dengan menanam
pepaya.
Dari
pepaya, para
remaja
tersebut akan
mampu
merencanakan kegiatan produktif lainnya di masa yang akan datang. Melihat respon para remaja, tampaknya fasilitasi tim mampu memberi motivasi kepada mereka untuk bangkit. Sebuah pemancar radio yang telah didirikan dan ditempatkan di kios saprotan memperoleh respon positif dari para remaja. Jenis pemberdayaan masyarakat memang tidak terbatas dan entry pointnya tidak selalu berawal dari sektor pertanian. Remaja putri akan lebih memperoleh perhatian di Dusun Pasantren diharapkan dapat mulai didampingi pada kegiatan tahun 2007. (16)
Kelompok simpan pinjam berawal dari arisan harian yang dimodifikasi dan difasilitasi tim. Dimulai pada Juli 2006, kelompok terinspirasi oleh dua hal, yaitu (i) bergantungnya mereka pada bank keliling, dan (ii) arisan 20 orang ibu-ibu dengan uang harian Rp. 1.000. Simpan pinjam dimulai dengan 15 ibu-ibu yang domisilinya berdekatan. Setiap lima orang dipimpin oleh seorang ketua dengan
vii
tugas mengumpulkan angsuran harian. Ketua ini kemudian akan melapor ke pemegang buku dan menyetorkan uang tagihan kepada bendahara pada hari yang sama. Modal awal ditanggulangi oleh tim. Sebagai rambu-rambu awal, setiap orang dapat meminjam maksimal Rp. 100.000, diangsur selama 35 hari sebesar Rp. 3.000/hari, sehingga setiap anggota memberi kelebihan Rp. 5.000 kepada kelompok dalam setiap putaran pinjaman. (17)
Arah simpan pinjam adalah mengumpulkan modal bersama, dalam rangka pemberdayaan ibu-ibu, sedang modal awal sebagai media berlatih tahap awal. Ketidakberdayaan pada bank keliling serta arisan yang tidak menyisihkan sebagian uang yang diterima untuk mengisi kas kelompok menjadikan simpan pinjam menjadi lebih berarti. Kalau hasilnya positif, kemungkinan dikembangkan untuk kelompok ibu-ibu lainnya pada kegiatan tahun 2007. Tim Kaji Tindak akan terus mengikuti perkembangan usaha simpan pinjam ini
(18)
Analisis Skala Likert yang meliputi persepsi anggota dan non-anggota kelompok tani terhadap kegiatan kelompok, serta persepsi anggota dan non-anggota simpan pinjam terhadap simpan pinjam yang mereka ikuti memberi gambaran bahwa mereka memperoleh banyak manfaat. Namun, tampaknya pengumpulan dana bersama bukan merupakan hal yang mudah, karena selama ini umumnya petani menerima bantuan tanpa harus berpartisipasi secara penuh. Non anggota pada umumnya mengetahui keberadaan kelompok, manfaat kelompok bagi anggota dan keinginan menjadi anggota kelompok relatif tinggi. Sebaliknya, mereka kurang mengetahui detil tentang jenis kegiatan tim kaji tindak, kegiatan kelompok dan manfaat bagi non-anggota.
(19)
Tim berhubungan dengan empat instansi di Kabupaten Bogor, yaitu Badan Perencanaan Daerah (Bapeda), Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Kesejahteraan Sosial (BPMKS), Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Indag) dan Dinas Peternakan dan Perikanan. Kerja sama dengan BPMKS dilakukan dalam bentuk presentasi hasil kajian tahun 2005 pada tanggal 9 Agustus 2006. Presentasi tersebut dihadiri antara lain dari Bapeda, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, BPMKS, Dinas Peternakan dan Perikanan, Dinas Pertanian dan Kehutanan, Kepala Urusan Perekonomian Kecamatan Babakan Madang dan Kepala Desa Kadumanggu. Sebagian besar peserta presentasi baru memahami bahwa selama ini kegiatan pemberdayaan masyarakat masih berorientasi pada
viii
aspek administrasi. Mereka belum memahami bahwa kegiatan pemberdayaan masyarakat harus berawal dari masyarakat sendiri. (20)
Melalui fasilitasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan telah dilakukan pelatihan bertahap membuat kerajinan alat rumah tangga di Laa NoNa Galery yang merupakan kegiatan awal Kelompok Pengrajin Maju Bersama. Selain itu telah dilakukan pelatihan tataboga di Desa Kadumanggu pada tanggal 16-20 November 2005 atas fasilitasi Bidang Pembinaan Keterampilan Binram, BPMKS. Pelatihan diikuti oleh 33 orang peserta, terdiri dari anggota Kelompok Maju Bersama dan non-anggota. Setiap peserta diberi uang insentif yang sebagian disisihkan untuk kas kelompok sebagai modal awal usaha kelompok tataboga.
(21)
Kontak dengan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor telah dilakukan sejak awal tahun 2005, khususnya dengan Bagian Kesehatan Hewan. Dinas tsb. mempunyai kebijakan untuk tidak melakukan pengembangan ternak di daerah endemik anthrax. Kebijakan tersebut mengakibatkan tidak ada bantuan bagi para peternak di Dusun Leuwijambe, kecuali program vaksinasi anthrax setiap enam bulan. Melalui berbagai pendekatan, telah terjalin kerjasama dengan para peternak dan telah terlaksana penyuluhan Sapta Usaha Peternakan sebanyak 9 kali, dengan dana dari Tim. Penyuluhan peternakan bertujuan memberikan pengetahuan praktis tata-cara pemeliharaan ternak yang baik dan menguntungkan. Informasi tentang cara beternak sehat, sehingga tidak akan mengganggu kesehatan peternak dan keluarganya serta lingkungannya juga diberikan.
(22)
Pelatihan di Laa NoNa Galery dilakukan secara “magang kintilan”, artinya, peserta melihat terlebih dulu, kemudian praktek dengan mengikuti cara orang yang sudah bisa, agar alih teknologi berjalan cepat. Antusiasme, keseriusan bahkan kreativitas anggota kelompok dapat diamati selama pelatihan. Setelah terampil, mereka mampu memproduksi sendiri berbagai jenis tudung saji, hiasan dinding dan tutup galon air minum. Kelompok Maju Bersama difasilitasi tim dengan modal, yang seluruh pengembalian modal dijadikan kas kelompok.
(23)
Pameran telah diikuti kelompok Maju Bersama dalam rangka promosi adalah: (i) dalam rangka Hari Jadi Kota Bogor ke 524 di Kantor Kecamatan Babakan Madang tanggal 10 Mei 2006, (ii) dalam rangka Seminar Nasional Usaha Kecil
ix
Menengah dan Koperasi (UKMK) di Universitas Nusa Bangsa (UNB) Bogor, tanggal 24 Juni 2006, (iii) pameran di JHCC tanggal 10 Juni 2006 dan 13-16 Juli 2006 atas fasilitasi pemilik galery. (iv) pameran di komplek Pemda Bogor selama 3 hari yang dimulai tanggal 26 Juni 2006, (v) pameran di pertemuan Dharma Wanita Kelompok PSE-KP, 15 September 2006, (vi) pameran pada saat Bazaar Ramadhan Dharma Wanita Departemen Pertanian di Ragunan, tanggal 12 Oktober 2006 dan (vii) pameran di lokasi bedah kampung di Desa Cipambuan, Babakan Madang dalam rangka kunjungan PKK Provinsi Jambi yang dipimpin oleh ibu gubernur
Jambi. Melalui
pameran, kelompok
diperkenalkan dengan berbagai peluang, sehingga wawasan para anggota terus berkembang. (24)
Sementara ini telah ditumbuhkan tiga kelompok simpan pinjam di Leuwijambe, yaitu di RT 1, 2 dan 5 yang masing-masing kelompok terdiri dari 10 orang anggota. Semua peserta mempunyai usaha skala kecil, bervariasi dari pedagang bakso, warung di rumah, pedagang empek-empek, pedagang es, pedagang ayam dsb. Umumnya mereka menjadi langganan bank keliling yang menetapkan bunga lebih dari 30% per bulan. Simpan pinjam rintisan disambut dengan antusias oleh peserta, terbukti ada diantaranya yang menginginkan jumlah pinjaman lebih besar dari yang diberikan. Kegiatan simpan pinjam ini mungkin dapat dijadikan kegiatan utama pemberdayaan di Dusun Leuwijambe, karena masyarakat memerlukan modal untuk usaha, namun selama ini selalu bergantung pada jasa dari bank keliling.
(25)
Secara umum, anggota kelompok kerajinan memberi nilai baik terhadap kegiatan yang mereka ikuti, namun karena masih relatif dini untuk dapat menilai kegiatan kelompok, maka persepsi non-anggota belum dapat disajikan. Fasilitasi tim pada kegiatan kerajinan mendapatkan predikat baik (nilai 4,17). Peserta penyuluhan peternakan menilai waktu dan lamanya penyuluhan mendekati baik, masing-masing 3,60 dan 3,80. Kualitas narasumber dinilai cukup baik dengan nilai 4,60, sedang persepsi terhadap materi penyuluhan dan fasilitasi tim mendekati sangat baik (nilai 4,80). Uji penyerapan materi penyuluhan terhadap 17 orang peserta menunjukkan nilai rata-rata 7,18. Seorang menjawab benar semua (nilai 10), sedang 4 orang peserta memperoleh nilai 9. Persepsi anggota terhadap kegiatan simpan pinjam sangat positif, bahkan untuk penentuan
x
anggota dan adanya aturan untuk pertemuan secara rutin memperoleh nilai tertinggi, yaitu 5.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Kabupaten Sukabumi 26.
Di Dusun Pasantren, telah berhasil dibentuk kelompok tani yang bernama Kelompok Tani Binangkit. Kelompok tani ini terdiri dari kelompok inti (23 orang) dan kelompok pengembangan dengan jumlah anggota seluruhnya sekitar 40 orang. Kelompok tani remaja pun menjadi bagian dari kelompok inti. Kepercayaan diri kelompok ini mulai berkembang sebagai hasil dari berbagai pelatihan dan studi banding serta fasilitasi dari Tim. Indikasinya adalah terwujudnya pengumpulan modal kelompok melalui usahatani pepaya dan pembentukan kios saprotan dan jual beli hasil pertanian.
27. Kelompok mulai menyadari arti penting melakukan usahatani yang ramah lingkungan, namun terdapat kendala baru, yaitu kurangnya persediaan bahan pembuatan pupuk organik. Kendala tersebut hampir dapat diselesaikan dengan cara kelompok tani menjadi mitra kerja Program Kampoeng Ternak, Dompet Dhuafa. Direncanakan setelah Idul Adha (Januari 2007), ternak Domba Garut akan diberikan kepada kelompok tani untuk dipelihara. Prosedur yang sudah dilalui adalah Studi Kelayakan Wilayah dan Studi Kelayakan Mitra. 28. Telah dilakukan ekspose hasil kegiatan 2005 di Kantor Kecamatan Nagrak pada tanggal 30 Mei 2006 yang dihadiri oleh Kepala Kantor Bapemdes Kabupaten Sukabumi. Tujuan ekspose adalah untuk menginformasikan hasil kegiatan 2005, disamping untuk tatap muka dan saling mengenal antara tim dengan berbagai pihak, seperti Staf Bapemdes, pihak kecamatan, lima desa yang berdekatan dengan Desa Balekambang dan para penyuluh di Kecamatan Nagraak. 29. Sebagian remaja tani telah memperoleh peluang untuk menggarap sebidang lahan sewa seluas 1.000 m2. Sebelum ditanami pepaya, lahan tersebut ditanami kacang panjang terlebih dahulu. Tim telah memfasilitasi biaya menanam kacang panjang dan pepaya. Dari hasil pepaya, sebagian keuntungan akan disetor ke kelompok sebagai modal untuk membiayai kegiatan produktif berikutnya. xi
Fasilitasi tim tampak mampu memberi motivasi kepada mereka untuk bangkit perlahan-lahan dan mulai berkarya. Masalah utama yang dihadapi remaja adalah peluang berusaha yang belum pernah datang. Oleh karena itu, peningkatan keterampilan merupakan suatu keharusan agar kepercayaan diri meningkat dan disamping itu, pemberdayaan masyarakat tidak terbatas pada sektor pertanian. 30.
Kegiatan simpan pinjam ibu-ibu yang dimulai pada pertengahan 2006 merupakan salah satu upaya untuk pemberdayaan ibu-ibu yang selama ini ketergantungan mereka terhadap bank keliling ternyata relatif tinggi. Simpan pinjam ini pada tahap awal dimulai dengan 15 orang ibu-ibu yang domisilinya saling berdekatan. Modal awal ditanggulangi oleh tim, sedang pencatatan dilakukan sendiri oleh kelompok. Berkembangnya kegiatan simpan pinjam ibu-ibu menjadi indikator perlunya kegiatan ini diperluas di kelompok yang berbeda. Minimnya kemampuan masyarakat mengumpulkan modal bersama, dapat dijadikan salah satu pertimbangan untuk pengembangan pemupukan modal melalui simpan pinjam. Fokus kegiatan tahun 2007 dapat diarahkan pada simpan pinjam ini.
31. Tiga kegiatan kaji tindak yaitu (i) penguatan kelompok (ii) pelatihan LPS di Pasantren dan (iii) kunjungan ke LPS dan TDS dianalisis menurut persepsi anggota kelompok. Semua kegiatan yang berkaitan dengan penguatan kelompok di apresiasi dengan baik oleh para anggota kelompok, kecuali terjadi pada dua hal, yaitu mengisi kas kelompok dan memotong sebagian hasil panen. Terhadap pelatihan LPS dan kunjungan ke LPS dan TDS persepsi anggota umum nya baik. 32.
Persepsi non-anggota relatif berbeda dengan anggota. Hasil analisis Skala Likert relatif baik untuk pengetahuan mereka tentang keberadaan kelompok, manfaat kelompok dan keinginan menjadi anggota. Sebaliknya, pengetahuan mereka tentang jenis kegiatan tim kaji tindak, kegiatan kelompok dan manfaat bagi nonanggota. Demikian pula dengan kegiatan pelatihan oleh LPS termasuk materinya, pengetahuan mereka juga relatif rendah. Mereka menganggap kunjungan ke LPS bermanfaat bagi anggota, tetapi tidak bagi non-anggota.
33.
Persepsi anggota kelompok terhadap kegiatan simpan pinjam relatif bervariasi. Untuk fasilitasi tim, aturan pertemuan pemilihan, penentuan anggota dan prosedur pemberian pinjaman, dianggap baik, sebaliknya untuk besar pinjaman dan minimnya anggota yang menghadiri pertemuan kurang dianggap baik. Penilaian non-anggota terhadap prosedur pemberian pinjaman dan aturan
xii
pertemuan rutin cukup baik, sebaliknya untuk jenis fasilitasi tim dan besaran pinjaman kuraap baik.
Kabupaten Bogor 34. Terhadap empat instansi di tingkat Pemda Kabupaten Bogor telah dilakukan koordinasi, yaitu dengan Badan Perencanaan Daerah (Bapeda), Badan Pemberdayaan
Masyarakat
dan
Kesejahteraan
Sosial
(BPMKS),
Dinas
Perindustrian dan Perdagangan (Indag) dan Dinas Peternakan dan Perikanan. Peran PSE-KP dalam pembangunan di Kabupaten Bogor dapat dilakukan antara lain dengan: (i) mengadakan kunjungan formal; (ii) mengupayakan seminar bersama, antara Pemda Bogor dengan PSE-KP; dan (iii) melakukan program pelatihan bagi aparat Pemda, sesuai kebutuhan. 35.
Pelatihan bagi kelompok pengrajin rumah tangga “Maju Bersama” di Laa NoNa Galery di Cikaret, Cibinong diawali melalui kontak dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemda Kabupaten Bogor. Pelatihan dilakukan secara “magang kintilan” atau learning by doing. Dengan Dinas Peternakan dan Perikanan telah dilakukan 9 kali penyuluhan Sapta Usaha Peternakan dan dengan Bidang Pembinaan Keterampilan Masyarakat Binram, Kantor BPMKS telah dilakukan pelatihan tata boga selama lima hari, yang dimulai pada tanggal 16 Nopember 2006.
36.
Kelompok pengrajin telah mampu membuat berbagai jenis kerajinan tangga, seperti tudung saji, hiasan dinding dan tutup galon air minum. Kemampuan tsb. dibuktikan dengan mengikuti berbagai pameran, antara lain di Kantor Kecamatan Babakan Madang, di Seminar Nasional Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK) di Universitas Nusa Bangsa Bogor (24 Juni 2006), di kompleks Pemda Bogor (akhir Juni 2006) dan dua kali pameran di JHCC (10 Juni dan 13-16 Juli 2006). Ke tiga pameran terakhir dilakukan bersama-sama dengan Laa NoNa Galery. Pameran berikutnya adalah di pertemuan Dharma Wanita Kelompok PSE-KP (15 September 2006), di Bazaar Ramadhan Dharma Wanita Departemen Pertanian di Ragunan (12 Oktober 2006) dan di Desa Cipambuan (24 November 2006).
xiii
37. Presentasi hasil Kaji Tindak T.A. 2005 telah dilakukan melalui fasilitasi Bidang Kesejahteraan Sosial, Kantor BPMKS, pada tanggal 9 Agustus 2006 di aula Kantor BPMKS. Presentasi dimaksudkan untuk memberi peluang bagi jajaran Pemda yang hadir agar terdedah dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Selain itu juga dimaksudkan agar timbul sinergisme diantara instansi Pemda dalam pemberdayaan masyarakat. 38.
Pemahaman
sebagian
besar
peserta
presentasi
terhadap
kegiatan
pemberdayaan masyarakat yang harus berawal dari masyarakat belum memadai. Orientasi keberhasilan kegiatan pemberdayaan masyarakat baru berorientasi pada aspek administrasi. Keberlanjutan dan meningkatnya taraf kehidupan masyarakat sebagai indikator keberhasilan kegiatan juga belum menjadi acuan baku dalam melaksanakan program pembangunan. 39.
Peningkatan keterampilan dalam memelihara ruminansia kecil tampaknya dapat diupayakan melalui Penyuluhan Sapta Usaha Peternakan. Termasuk dalam paket penyuluhan adalah informasi tentang cara beternak yang sehat, tidak mengganggu Pengembangan
kesehatan
peternak
masyarakat
melalui
dan
keluarganya
usaha
peternakan
serta
lingkungan.
ruminansia
kecil
menghadapi dilema dengan adanya kenyataan bahwa daerah endemik anthrax tidak boleh dilakukan pengembangan ternak rawan anthrax. 40.
Kelompok simpan pinjam yang dipersiapkan melalui ketua RT, seperti kasus di RT 2, relatif lebih baik dibanding dengan kelompok lainnya yang kurang disiapkan, sehingga dapat menjadi contoh. Kegiatan simpan pinjam dalam rangka
pemupukan
modal
kelompok
perlu
dijadikan
kegiatan
utama
pemberdayaan di Dusun Leuwijambe. Ketiadaan modal di desa berakibat pada ketergantungan mereka kepada pihak bank keliling yang menetapkan bunga tinggi. 41.
Hasil analisis persepsi anggota kelompok pengrajin menunjukkan anggota kelompok menilai baik kegiatan yang mereka ikuti, termasuk partisipasi dalam pameran dan fasilitasi tim. Peserta penyuluhan Sapta Usaha Peternakan menganggap waktu dan lamanya penyuluhan hampir baik dan kualitas nara sumber dinilai cukup baik, sedang kualitas materi penyuluhan dan fasilitasi dianggap sangat baik. Dari seluruh materi penyuluhan, oleh peserta yang hadir pada penyuluhan terakhir dapat diserap sekitar 70 persen.
xiv
42.
Anggota kelompok simpan pinjam sangat antusias, seperti tercermin dari persepsi mereka terhadap kegiatan ini dan analisis Skala Likert menunjukkan hal ini. Untuk penentuan anggota dan adanya aturan untuk pertemuan secara rutin dianggap sempurna. Besar pinjaman, prosedur peminjaman, besar angsuran, dan juga dianggap sangat baik. Hal ini berarti anggota sangat menyetujui pengaturan simpan pinjam tersebut.
xv