TAUFIQ ET AL.: KAPUR DAN PUPUK KANDANG PADA KEDELAI
Pemberian Kapur dan Pupuk Kandang pada Kedelai di Lahan Kering Masam A. Taufiq, Henny Kuntyastuti, Cipto Prahoro, dan Tri Wardani Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian Jl. Kendalpayak, Kotak Pos 66 Malang, Jawa Timur
ABSTRACT. Lime and Manure Application on Soybean on Acid Dry Land. Dry land in Central Lampung and Tulang Bawang regencies has soil pH<5, exchangeable Al (exch-Al) 2 me/100 g, Al saturation <20%, and has low available P, Ca and Mg. The objective of the study was to find out the suitable dosage of lime and manure for soybean (Glycine max. L) in acid dry land. The research was conducted from October 2003 to January 2004, using the experimental design of split plot, with three replications. The main of plot was three soybean cultivars (Tanggamus, Sibayak, and Wilis), where Tanggamus and Sibayak are considered as tolerant to acid condition. The sub plot was combination between two dosages of cow manure (0 and 2.5 t/ha) and four dosages of dolomite ([Ca,Mg](CO3)2) equivalent to 0, 1/4, 1/2, and 3/4 x exch-Al. The results showed that the use of soybean acid-tolerant cultivar (Tanggamus and Sibayak) did not significantly contribute to yield increament compared with Wilis. Application of 2.5 t/ha cow manure or dolomite at rates of 1/4 to 1/2 x exch-Al increased the fertility of acid dry land and also the soybean yield. Application of dolomite at the rates of 1/4 to 1/2 x exch-Al on acid dry land in Central Lampung and Tulang Bawang with soil pH of 4.7-4.9 and Al saturation 1519% increased soybean yield, obtaining up to 2 t/ha. The dosage of dolomite could be reduced by 50% if combined with 2.5 t/ha of cow manure. Growing soybean on acid soil can not rely on varietal tolerance, but soil amelioration is needed. Keywords: Dolomite, manure, soybean, acid dry land ABSTRAK. Lahan kering di Kabupaten Lampung Tengah dan Tulang Bawang mempunyai pH <5, Al-dd sekitar 2 me/100 g, kejenuhan Al <20%, kandungan P, Ca, dan Mg tersedia rendah. Tujuan penelitian adalah untuk menentukan takaran pemberian kapur dan pupuk kandang pada tanaman kedelai di lahan kering masam. Penelitian dilaksanakan di Lampung Tengah dan Tulang Bawang dari Oktober 2003 hingga Januari 2004. Rancangan percobaan petak terpisah, tiga ulangan. Petak utama adalah tiga varietas kedelai, Tanggamus, Sibayak, dan Wilis. Varietas Tanggamus dan Sibayak dinilai toleran kondisi masam. Anak petak adalah kombinasi dua takaran pupuk kandang sapi (0 dan 2,5 t/ha), empat takaran dolomit {[Ca,Mg](CO3)2} setara 0, 1/4, 1/2, dan 3/4 Al-dd. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan varietas Tanggamus dan Sibayak (toleran tanah masam) tidak memberikan kontribusi nyata terhadap peningkatan hasil maupun penurunan input dibandingkan dengan varietas Wilis. Penambahan pupuk kandang 2,5 t/ha maupun dolomit 1/4-1/2 Al-dd meningkatkan kesuburan tanah dan meningkatkan hasil kedelai. Penambahan dolomit 1/4 Al-dd pada lahan kering masam Lampung Tengah dan Tulang Bawang dengan pH 4,7-4,9 dan kejenuhan Al 15-19% meningkatkan hasil kedelai hingga 2 t/ha. Takaran dolomit dapat diturunkan 50% jika disertai pemberian pupuk kandang 2,5 t/ ha. Menanam kedelai di lahan masam tidak dapat hanya mengandalkan sifat toleran terhadap lahan masam, tetapi masih memerlukan ameliorasi tanah. Kata kunci: Dolomit, pupuk kandang, kedelai, lahan kering masam
78
L
ahan masam di Indonesia seluas 52 juta ha (Buurman 1980), dan 16,8 juta di antaranya terdapat di Sumatera dan Kalimantan (Muljadi 1977). Menurut van der Heide et al. (1992), di Sumatera terdapat 22 juta ha lahan masam dan di Kalimantan 15,5 juta ha. Namun lahan kering masam yang sesuai untuk pengembangan palawija dan padi gogo 5,1 juta ha, tersebar di Sumatera, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara (Abdurrachman et al. 1999). Menurut Zona Agroekologi Provinsi Lampung, luas lahan kering yang sesuai untuk pengembangan pertanian di Lampung 639.518 ha, jenis tanah dominan Ultisol, Inceptisol, dan Andisol (Sudaryanto et al. 2002). Kunci pengelolaan jenis tanah ini adalah penambahan bahan organik, peningkatan KTK dan hara, penurunan Al-dd, Mn, dan Fe, serta penggunaan varietas toleran kemasaman tanah (Rachim et al. 1997). Bentuk aluminium (Al) yang meracuni tanaman adalah Al monomerik. Tanah Ultisol Lampung mengandung Al monomerik 1,89 µM pada lapisan 0-15 cm dan 2,29 µM pada lapisan 15-45 cm (van der Heide et al. 1992). Pada pH 5-5,5, sebanyak 1% Al dalam larutan tanah Ultisol Lampung adalah Al monomerik (Hairiah et al. 1998). Pemberian kapur dan bahan organik menurunkan tingkat keracunan tanaman oleh Al dan meningkatkan kesuburan tanah (Mengel et al. 1987). Pemberian kapur sebaiknya berdasarkan Al-dd pada lapisan atas tanah, di mana setiap meq Al/100 g tanah dibutuhkan 1,5 meq Ca (setara 1,65 t/ha CaCO3) (Kamprath 1970). Pemberian kapur lebih efisien jika kejenuhan (Al+H)>10% dan pH<5 (Wade et al. 1986). Penambahan bahan organik menekan kelarutan Al3+ dan fiksasi P oleh Al bebas (Purwanto dan Sutanto 1997). Bahan organik yang berasal dari Gliricidea menekan Al monomerik lebih kuat dibandingkan Flemingia, Leucaena, dan Calliandra (Hairiah et al. 1998). Pada kondisi lembab, pemberian jerami padi dan jagung meningkatkan kompleks Al-organik dan menurunkan Al-dd, tetapi tidak berpengaruh terhadap pH tanah (Setijono 1996). Namun pada kondisi basah, pembenaman jerami padi mengasamkan tanah dan meningkatkan Al-dd (Nirmalawati et al. 1996).
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 26 NO. 2 2007
Penambahan bahan organik yang mengandung kation tinggi sebanyak 15 g/100 g tanah meningkatkan pH sekitar 0,5 unit dan menurunkan Al-dd dan H-dd sebesar 50% hingga 75% (Hairiah et al. 1996). Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan takaran pemberian kapur dan pupuk kandang pada tanaman kedelai di lahan kering masam.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Lampung Tengah dan Tulang Bawang dari Oktober 2003 hingga Januari 2004 (MH 2003/04). Rancangan percobaan adalah petak terpisah, tiga ulangan. Petak utama adalah tiga varietas kedelai, yaitu Tanggamus, Sibayak (toleran kondisi masam), dan Wilis. Anak petak adalah kombinasi antara dua takaran pupuk kandang sapi (0 dan 2,5 t/ha) dengan empat takaran dolomit {[Ca,Mg](CO3)2} setara 0, 1/4, 1/2, dan 3/4 Al-dd, yang disusun secara faktorial. Takaran dolomit dihitung atas dasar kandungan Al-dd pada ketebalan tanah 20 cm. Atas dasar rata-rata Al-dd lokasi percobaan, diperoleh takaran pemberian kapur 0 kg, 259 kg, 518 kg, dan 777 kg CaO/ha, masing-masing untuk 0, 1/4, 1/2, dan 3/4 Al-dd. Tanah diolah sesuai kebiasaan petani. Petak percobaan berukuran 4 m x 6 m, antarpetak dipisah oleh saluran drainase selebar 50 cm. Jarak tanam 40 cm x 15 cm, dua tanaman/rumpun. Pengendalian hama dan penyakit dengan pestisida sesuai kebutuhan. Penyiangan dilakukan saat tanaman berumur 30 dan 45 hari. Dolomit diberikan sebelum tanam dengan cara dicampur rata dengan tanah. Pupuk dasar 75 kg urea (diberikan seminggu setelah tanam), 100 kg SP36 dan 100 kg KCl/ ha (diberikan pada saat tanam). Pupuk dasar diberikan dalam alur di samping barisan tanaman. Pengamatan meliputi data analisis tanah (pH, Corganik, P tersedia, K-dd, Ca-dd, Mg-dd, Al-dd, H-dd, Fe dan Mn tersedia) dan hara tanaman (P, K, Ca, Mg, Al, Fe, dan Mn), bobot kering tanaman di atas tanah, bobot kering akar tanaman, tinggi tanaman, jumlah polong isi dan hampa, bobot 100 biji, dan bobot biji kering.
Kandungan K tersedia di Lampung Tengah lebih tinggi dibandingkan dengan di Tulang Bawang (Tabel 1). Pada pH <6, hara yang mungkin kahat adalah Mo, Mn, Cu, B, Mg, Ca, N, P, K, dan S (ICAR 1987). Pada pH 5-5,5 sebanyak 1% A1 dalam larutan tanah Ultisol Lampung berada dalam bentuk Al monomerik (Hairiah et al. 1998). Kadar P tersedia pada tanah pH rendah menyebabkan P makin tidak tersedia sehingga tanaman mengalami kahat P. Pertumbuhan kedelai optimal pada pH 6,8, namun pada tanah dengan pH 5,5-6,0 cukup baik untuk kondisi lahan di Indonesia (Ismail dan Effendi 1985). Nilai kritis pH tanah untuk kedelai adalah 4-5,5 (Follet et al. 1981), dan kejenuhan Al 30% (Hartatik dan Adiningsih 1987). Dengan demikian, rendahnya pH tanah pada kedua lokasi kemungkinan akan menjadi penyebab langsung tidak optimalnya pertumbuhan kedelai, atau penyebab tidak langsung dengan rendahnya kadar hara P, K, Ca, dan Mg tersedia. Atas dasar keragaan pertumbuhan tanaman di lapang, ada indikasi bahwa kesuburan lahan di Lampung Tengah lebih tinggi dibandingkan dengan di Tulang Bawang. Di Lampung Tengah, tanah mempunyai kejenuhan Al lebih rendah, kandungan K dan Ca tersedia lebih tinggi. Pengaruh Varietas
Analisis ragam menunjukkan tidak ada interaksi antara varietas dengan pemberian kapur dan pupuk kandang. Ketiga varietas kedelai yang digunakan menampilkan tinggi tanaman yang berbeda di Tulang Bawang. Jumlah polong isi dan bobot 100 biji dari ketiga varietas berbeda nyata di Lampung Tengah. Akan tetapi ketiga varietas mempunyai keragaan yang tidak berbeda di kedua lokasi dalam hal bobot kering akar tanaman pada fase berbunga, bobot brangkasan tanaman pada fase berbunga, jumlah polong hampa dan hasil biji (Tabel 2). Di Lampung Tengah, jumlah polong isi varietas Tanggamus lebih banyak dibanding Wilis, tetapi bobot Tabel 1. Analisis tanah sebelum percobaan di lahan kering Lampung Tengah dan Tulang Bawang, MH 2003/04. Paramater
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah
Analisis tanah lokasi percobaan disajikan dalam Tabel 1. Tanah di kedua lokasi percobaan mempunyai pH<5 (masam). Al-dd sekitar 2 me/100 g (rendah), kejenuhan Al <20%, kandungan P, K, Ca dan Mg tersedia rendah.
pH-H2O pH-KCI Bahan organik (%) Al-dd (me/100 g) H-dd (me/100 g) KTKE (me/100 g) K-dd (me/100 g) Ca-dd (me/100 g) Mg-dd (me/100 g) P Bray ll (ppm P) Kejenuhan Al (%)
Lampung Tengah
Tulang Bawang
4,70 3,90 3,10 1,90 0,70 8,40 0,17 4,29 1,34 20,36 15,40
4,90 3,90 4,20 2,00 0,70 6,70 0,06 1,45 2,52 18,17 19,40
79
TAUFIQ ET AL.: KAPUR DAN PUPUK KANDANG PADA KEDELAI
100 biji lebih kecil, sehingga hasil biji tidak berbeda (Tabel 2). Rata-rata hasil kedelai di Tulang Bawang dan Lampung Tengah untuk varietas Tanggamus adalah 1,0 t dan 1,9 t/ha (potensi 1,2 t/ha), Sibayak 1,5 t dan 2,0 t/ha (potensi 1,4 t/ha), dan Wilis 1,3 t dan 1,8 t/ha (potensi 1,6 t/ha). Hal ini berarti hasil yang dicapai sesuai potensinya. Bobot 100 biji varietas Tanggamus adalah 8,9 g dan 8,8 g, Sibayak 9,3 dan 9,5 g, Wilis 9,4 dan 10,1 g, masing-masing di Tulang Bawang dan Lampung Tengah. Menurut deskripsinya rata-rata bobot 100 biji varietas Tanggamus adalah 11 g, Sibayak 12,5 g, dan Wilis 10 g (Suhartina 2003). Hal ini menunjukkan bahwa ukuran biji varietas Wilis lebih stabil dibanding Tanggamus dan Sibayak. Berdasarkan hasil ketiga varietas tersebut, terdapat indikasi bahwa penggunaan varietas kedelai toleran tanah masam (Tanggamus dan Sibayak) tidak memberikan kontribusi nyata terhadap peningkatan hasil dibandingkan dengan varietas Wilis. Dengan demikian varietas Tanggamus, Sibayak, dan Wilis mempunyai tingkat adaptasi yang sama di kedua lokasi percobaan.
Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang
Penambahan pupuk kandang 2,5 t/ha menyebabkan beberapa sifat kimia tanah berubah, terutama P, Mn tersedia, dan Al-dd (Tabel 3). Kandungan P tersedia dan Mg-dd meningkat, sedangkan Al-dd menurun. Kandungan Ca-dd meningkat cukup tinggi pada lahan masam di Tulang Bawang, tetapi di Lampung Tengah peningkatannya kecil. Fe tersedia di Lampung Tengah dan Mn tersedia di kedua lokasi cenderung meningkat, meskipun kecil. Dengan demikian, penambahan pupuk kandang tidak saja meningkatkan ketersediaan unsur hara yang sering kali kahat di tanah masam, tetapi juga mengurangi Al-dd. Penambahan bahan organik menekan kelarutan Al3+ dan meningkatkan P tersedia (Purwanto dan Sutanto 1997). Peningkatan P dan Mg tersedia akibat pemberian pupuk kandang diikuti oleh peningkatan serapan P dan Mg tanaman kedelai saat berbunga di kedua lokasi. Peningkatan K dan Ca tersedia di lahan masam Tulang Bawang juga diikuti oleh peningkatan serapan K dan Ca
Tabel 2. Penampilan kedelai varietas Tanggamus, Sibayak, dan Wilis di lahan masam Tulang Bawang dan Lampung Tengah, MH 2003/04. Bobot akar saat berbunga (g/tanaman)
Bobot 100 biji (g)
Hasil biji (t/ha)
Tulang Bawang Tanggamus Sibayak Wilis KK (%)
1,9 a 2,3 a 2,1 a 19,31)
8,9 a 9,3 a 9,4 a 6,7
1,0 a 1,5 a 1,3 a 30,71)
8,1 a 10,5 a 10,4 a 29,31)
Lampung Tengah Tanggamus Sibayak Wilis KK (%)
2,3 a 2,1 a 2,2 a 25,31)
8,8 a 9,5 b 10,1 c 7,4
1,9 a 2,0 a 1,8 a 19,21)
14,1 a 16,2 a 14,9 a 31,21)
Varietas
Brangkasan kering Jumlah saat berbunga polong hampa/ (g/tanaman) tanaman
Jumlah polong isi/ tanaman
Tinggi tanaman saat berbunga (cm)
2a 2a 2a 15,61)
34 30 28 25,11)
22,5 a 27,4 ab 30,7 b 16,81)
2a 2a 2a 18,91)
44 b 38 ab 32 a 14,51)
28,5 a 35,6 a 33,4 a 15,91)
Angka selajur yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda pada taraf 0,05 BNT. 1) analisis ragam menggunakan data transformasi (X)2 Tabel 3. Pengaruh pemberian pupuk kandang terhadap beberapa sifat kimia tanah di Tulang Bawang dan Lampung Tengah saat tanaman fase berbunga. MH 2003/04. Pupuk kandang (t/ha)
pH H2O
C-organik (%)
P Bray-II (ppm)
Tulang Bawang 0 2,5
5,1 5,1
1,52 1,58
18,8 36,6
0,11 0,15
0,83 1,02
0,85 1,40
0,91 0,65
65 62
7,01 7,3 I
Lampung Tengah 0 2,5
5, I 5,5
2,30 1,91
37,0 47,2
0,10 0,12
0,46 0,50
0,77 1,02
1,16 tt
62 68
6,20 6,62
Contoh tanah dari petak yang tidak mendapat perlakuan kapur. tt = tidak terdeteksi.
80
K-dd Ca-dd Mg-dd Al-dd ..........................me/100 g..........................
Fe tersedia Mn tersedia (ppm) (ppm)
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 26 NO. 2 2007
Tabel 4. Pengaruh pemberian pupuk kandang terhadap serapan hara kedelai saat tanaman fase berbunga di lahan kering masam Tulang Bawang dan Lampung Tengah, MH 2003/04. Serapan hara (mg/tanaman) Pupuk kandang (t/ha) P
K
Ca
Mg
Fe
Mn
Tulang Bawang 0 2,5
23 24
216 302
303 316
45 63
8,9 9,0
2,9 3,2
Lampung Tengah 0 2,5
33 35
332 298
258 254
74 83
10 11
3,5 4,4
Contoh dari petak yang tanpa dolomit.
Tabel 5. Pengaruh pupuk kandang terhadap komponen pertumbuhan, komponen hasil, dan hasil kedelai di lahan kering masam Tulang Bawang dan Lampung Tengah, MH 2003/04. Bobot akar saat berbunga (g/tanaman)
Bobot 100 biji (g)
Hasil biji (t/ha)
Brangkasan kering saat berbunga (g/tanaman)
Jumlah polong hampa/ tanaman
Jumlah polong isi/ tanaman
Tinggi tanaman saat berbunga (cm)
Tinggi tanaman saat panen (cm)
Tulang Bawang 0 2,5 KK (%)
2,0 a 2,2 a 10,51)
9,2 a 9,3 a 7,5
1,2 a 1,3 b 7,91)
9,5 a 9,8 a 11,11)
2a 2a 21,91)
28 a 32 b 9,81)
27,4 a 26,3 a 5,11)
44,0 a 45,2 a 5,91)
Lampung Tengah 0 2,5 KK (%)
2,1 a 2,3 a 10,81)
9,4 a 9,5 a 5,4
1,8 a 2,0 b 8,11)
14,1 a 16,0 a 14,11)’
2a 2a 2,11)
37 a 39 a 7,81)
31,4 a 35,6 a 7,61)
47,2 a 49,0 a 6,91)
Pupuk kandang (t/ha)
Angka selajur yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda pada taraf 0,05 BNT. 1) analisis ragam menggunakan data transformasi (X)2
tanaman (Tabel 4). Nursyamsi et al. (1997) melaporkan bahwa pemberian kotoran sapi pada tanah Ultisol meningkatkan serapan P dan Mg tanaman kedelai. Peningkatan kesuburan lahan dan penyerapan beberapa unsur hara akibat pemberian pupuk kandang berpengaruh positif terhadap peningkatan hasil kedelai. Pemberian pupuk kandang 2,5 t/ha tidak berpengaruh terhadap peubah yang diamati, kecuali jumlah polong isi di Tulang Bawang. Meskipun demikian, pemberian pupuk kandang 2,5 t/ha meningkatkan hasil kedelai di kedua lokasi masing-masing 8,3% dan 11,1% dibandingkan dengan kontrol (Tabel 5). Pengaruh pupuk kandang tidak bergantung pada varietas yang digunakan maupun takaran kapur. Pengaruh Pemberian Dolomit
Pemberian dolomit hingga dosis 3/4 Al-dd (777 kg CaO/ ha) meningkatkan pH tanah, Ca-dd dan Mg-dd, serta menurunkan Al-dd, H-dd, Fe, dan Mn tersedia di kedua lokasi. Pemberian dolomit dengan takaran 1/4-1/2 Al-dd
(setara 259-518 kg CaO/ha) meningkatkan pH tanah dari 5,1 menjadi sekitar 6,0, dan diikuti oleh penurunan Aldd dan H-dd (Tabel 6). Peningkatan pH tanah dari 4,7 menjadi 5,5 menurunkan Al-dd 75% dan H-dd 25% (Nirmalawati et al. 1996). Tanah dengan pH 5,5-6,0 tergolong baik untuk lahan di Indonesia (Ismail dan Effendi 1985). Pemberian kapur 1/2-3/4 Al-dd pada Ultisol dengan kandungan Al-dd 2,3--24,8 me/100 g cukup efisien menurunkan kejenuhan Al dan Al-dd tanah (Amien et al. 1985). Pemberian kapur 1-2 Al-dd pada tanah Podsolik (pH 4,3) menurunkan kejenuhan A1 dari 85,2% menjadi <29% (Hartatik dan Adiningsih 1987). Pemberian kapur 0,5-2 t CaCO/ha dua minggu sebelum tanam meningkatkan Ca-dd dan menurunkan Al-dd (Amien et al. 1990). Kandungan Ca dan Mg tersedia meningkat lebih dari 300%, sejalan dengan peningkatan takaran dolomit (Tabel 6). Dolomit merupakan bahan kapur yang mengandung Ca dan Mg. Setijono (1996) melaporkan bahwa dolomit sama efektifnya dengan kalsit dan silikat dalam menurunkan Al-dd dan meningkatkan pH tanah 81
TAUFIQ ET AL.: KAPUR DAN PUPUK KANDANG PADA KEDELAI
Tabel 6. Pengaruh penambahan dolomit terhadap sifat kimia tanah di lahan kering masam Tulang Bawang dan Lampung Tengah pada saat tanaman berbunga. MH 2003/04.
Dolomit (x Al-dd)1) Tulang Bawang 0 1/4 1/2 3/4 Lampung Tengah 0 1/4 1/2 3/4 1)
pH H2O -
P Bray-II (ppm)
K-dd
Ca-dd
Mg-dd
Al-dd
5,1 5,8 6,1 6,5
19 20 17 20
0,11 0,09 0,09 0,10
0,83 2,13 2,57 5,37
0,85 2,76 3,48 5,19
0,91 tt tt tt
5,1 5,5 5,9 6,2
37 40 32 32
0,10 0,09 0,08 0,09
0,46 1,57 2,77 3,48
0,77 2,95 3,95 4,96
1,16 0,13 tt tt
H-dd
Fe tersedia (ppm)
Mn tersedia (ppm)
0,04 tt tt tt
65 48 55 37
7,0 3,1 3,2 2,8
0,31 0,08 tt tt
62 55 56 49
6,2 4,7 4,2 3,4
.................................me/100 g.................................
1xAl-dd setara dengan 1036 kg CaO/ha; tt = tidak terukur.
Tabel 7. Pengaruh penambahan dolomit di lahan kering masam Lampung Tengah terhadap keragaan tanaman kedelai, MH 2003/04.
Dolomit
Bobot kering akar fase berbunga (g/tanaman)
0 x Al-dd ¼ x Al-dd ½ x Al-dd ¾ x Al-dd
2,0 a 2,3 a 2,3 a 2,0 a
KK (%)
21,3
Bobot kering tajuk fase berbunga (g/tanaman) 13,8 14,7 16,6 15,1
a a a a
I4,11)
Tinggi tanaman fase berbunga (cm) 30,6 32,7 33,8 32,9
a a a a
15,8
bobot 100 biji (g)
Jumlah polong hampa/ tanaman
Jumlah polong isi/ tanaman
Hasil biji (t/ha)
9,0 a 9,5 b 9,6 b 9,6 b
2a 2a 2a 3a
31 a 36 b 42 c 42 c
1,4 a 2,0 b 2,1 b 2,1 b
5,4
21,11)
15,7
14,9
Angka selajur yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda pada taraf 0,05 BNT. 1) analisis ragam menggunakan data transformasi (X)2
masam. Meda et al. (2002) melaporkan bahwa pemberian dolomit meningkatkan pH, Ca-dd, dan Mgdd, terutama pada tanah di lapisan 0-10 cm. Pemberian dolomit setara 1/4 Al-dd menurunkan Fe dan Mn tersedia (Tabel 6), yang berarti menurunkan potensi meracun dari kedua unsur tersebut terhadap tanaman. Sebagian besar senyawa Fe mempunyai kelarutan sangat rendah pada tanah dengan pH 7,4-8,5, dan meningkat dengan meningkatnya kemasaman tanah (Lindsay 1979). Kandungan K tersedia relatif tidak terpengaruh oleh penambahan dolomit. Ketersediaan unsur P juga tidak selalu meningkat dengan peningkatan takaran dolomit (Tabel 6). Pemberian dolomit 1/4 Al-dd meningkatkan P tersedia, tetapi pada takaran yang lebih tinggi cenderung menurunkan P tersedia. Oleh karena itu, pemberian kapur dalam jumlah yang berlebihan kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya kekahatan P. Hairiah et al. (2000) mengemukakan, pemberian kapur memerlukan pertimbangan yang seksama mengingat pemberian Ca dan Mg mengganggu keseimbangan unsur hara yang 82
lain, yang mengakibatkan tanaman kekurangan K meskipun dalam tanah cukup. Di lahan kering masam Lampung Tengah, pemberian dolomit tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar, bobot kering tajuk, dan tinggi tanaman pada fase berbunga, tetapi meningkatkan hasil dan komponen hasil kedelai, kecuali jumlah polong hampa (Tabel 7). Takaran pemberian dolomit tidak bergantung pada varietas yang digunakan maupun takaran pupuk kandang. Penambahan dolomit 1/4 Al-dd nyata meningkatkan jumlah polong isi dari 31 menjadi 36 polong/ tanaman dan meningkatkan hasil sebesar 42,8% dibanding tanpa dolomit (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan hasil kedelai di Lampung Tengah tidak cukup hanya dengan pemberian pupuk dasar 75 kg urea/ha, 100 kg SP36, dan 100 kg KCl/ha, tetapi perlu penambahan dolomit dengan takaran 1/4 Al-dd. Di lahan kering masam Tulang Bawang, pemberian dolomit berpengaruh nyata terhadap peningkatan bobot kering akar, bobot kering tajuk, dan tinggi tanaman
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 26 NO. 2 2007
Tabel 8. Pengaruh penambahan dolomit pada lahan kering masam Tulang Bawang terhadap keragaan tanaman kedelai, MH 2003/04.
Dolomit
0x 1/4 1/2 3/4 KK
Al-dd x Al-dd x Al-dd x Al-dd (%)
Bobot kering akar fase berbunga (g/tanaman)
Bobot kering tajuk fase berbunga (g/tanaman)
Tinggi tanaman fase berbunga (cm)
Bobot 100 biji (g)
Jumlah polong hampa/ tanaman
Jumlah polong isi/ tanaman
1,89 a 1,98 a 2,16 ab 2,34 b 20,8
8,7 a 9,7 ab 9,7 ab 10,6 b 21,2
25,6 a 26,9 ab 27,3 ab 27,8 b 1 0,1
8,3 a 9,6 b 9,7 b 9,1 b 7,5
2a 2a 2a 2a 2I,91)
23 a 30 b 32 bc 36 c 21,1
Angka selajur yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda pada taraf 0,05 BNT. 1) analisis ragam menggunakan data transformasi (X)2
pada fase berbunga, serta bobot 100 biji dan jumlah polong isi/tanaman, tetapi tidak berpengaruh terhadap jumlah polong hampa (Tabel 8). Pengaruh pemberian dolomit terhadap peubah tersebut tidak bergantung pada varietas maupun takaran pupuk kandang. Pemberian dolomit 1/4 Al-dd meningkatkan jumlah polong isi dan bobot 100 biji masing-masing 30,4% dan 15,7%. Peningkatan takaran dolomit menjadi 3/4 Al-dd nyata meningkatkan peubah-peubah tersebut, kecuali bobot 100 biji dan jumlah polong hampa (Tabel 8). Secara umum, takaran optimal dolomit berkisar antara 1/4 dan 1/2 Al-dd. Hasil biji kedelai di lahan kering Tulang Bawang beragam, bergantung pada takaran pupuk kandang, dolomit, dan varietas yang ditanam. Untuk mencapai hasil tertinggi (1,2 t/ha) dengan varietas Tanggamus perlu penambahan dolomit 3/4 Al-dd, sedangkan jika disertai pupuk kandang 2,5 t/ha cukup dengan 1/4 Al-dd. Pada kedelai varietas Sibayak, untuk mencapai hasil biji tertinggi (sekitar 1,8 t/ha) perlu penambahan dolomit 1/2 Al-dd, sedangkan jika disertai pupuk kandang 2,5 t/ha cukup dengan 1/4 Al-dd. Pada kedelai varietas Wilis, untuk mencapai hasil biji sekitar l,5 t/ha perlu penambahan dolomit 1/4 Al-dd, baik disertai pupuk kandang 2,5 t/ha maupun tanpa pupuk kandang (Tabel 9). Dengan demikian, penambahan pupuk kandang 2,5 t/ha berpeluang menurunkan takaran dolomit 50-67%. Tanpa dolomit, hasil varietas Tanggamus, Sibayak, dan Wilis rendah, tetapi bila ditambah dolomit 1/4 Al-dd, hasil meningkat cukup tinggi, masing-masing 44,6%, 87,5%, dan 98,6% (Tabel 9). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan dolomit mutlak diperlukan untuk meningkatkan produktivitas kedelai di lahan kering masam Tulang Bawang, baik untuk varietas Tanggamus, Sibayak, maupun Wilis. Pada varietas Tanggamus, untuk mencapai peningkatan hasil yang setara dengan Sibayak diperlukan penambahan dolomit 3/4 Al-dd. Berdasarkan keragaan hasil tersebut maka varietas Sibayak dan Wilis memiliki tingkat toleransi yang lebih tinggi terhadap kondisi masam dibanding Tanggamus. Kamprath
Tabel 9. Pengaruh penambahan dolomit dan pupuk kandang pada tiga varietas kedelai di lahan kering masam Tulang Bawang, MH 2003/04. Pupuk kandang (t/ha)
Dolomit (x Al-dd)
Tanggamus
Sibayak
0 0 0 0 2,5 2,5 2,5 2,5
0 1/4 1/2 3/4 0 1/4 1/2 3/4
0,65e 0,94de 0,95de 1,20cd 0,68e 1,19cd 1,24cd 1,19cd
0,72e 1,35bc 1,79a 1,82a 1,20cd 1,80a 1,75a 1,65ab
KK (%)
Hasil biji (t/ha) Wilis 0,76e 1,51abc 1,50abc 1,37bc 0,80e 1,52abe 1,25cd 1,83a
I5,6
Angka selajur yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda pada taraf 0,05 BNT.
(1974) mengemukakan, tanggap tanaman kedelai terhadap pemberian kapur disebabkan oleh dinetralkannya Al, tersedianya Ca dan Mg, terjadinya peningkatan ketersediaan Mo dan P, dan menurunnya Mn yang larut. Pemberian dolomit 1/4 Al-dd meningkatkan pH tanah menjadi 5,5 dan 5,8, masing-masing di lahan kering masam Lampung Tengah dan Tulang Bawang (Tabel 6). Peningkatan pH tersebut, produktivitas kedelai meningkat 42,8% (mencapai 2 t/ha) di Lampung Tengah dan 44,6-98,6% di Tulang Bawang (bergantung varietas yang ditanam). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian kapur untuk kedelai pada lahan masam cukup sampai pH tanah sekitar 5,5. Kedelai sangat tanggap terhadap pemberian kapur pada Oxisol dan Inceptisol dengan pH 4,4-4,7 dan Al+H 2,6-4,3 me/100 ml serta kandungan bahan organik 3,34,6%, tetapi tidak tanggap pada Ultisol dengan kandungan Al+H 1,9 me/100 ml serta kandungan bahan organik 5,2% meskipun pH tanah 4,2 (Wade et al. 1986). 83
TAUFIQ ET AL.: KAPUR DAN PUPUK KANDANG PADA KEDELAI
Tabel 10. Pengaruh penambahan dolomit terhadap serapan hara kedelai pada saat tanaman berbunga di lahan kering Tulang Bawang dan Lampung Tengah, MH 2003/04. Serapan hara (mg/tanaman) Dolomit (x Al-dd)
P
K
Ca
Mg
Fe
Mn
Tulang Bawang 0 1/4 1/3 3/4
23 22 27 26
216 242 285 250
303 212 260 269
45 48 48 60
8,9 8,9 9,7 9,0
2,9 2,9 2,9 2,7
Lampung Tengah 0 1/4 1/2 3/4
33 34 35 35
332 286 310 400
258 236 213 207
74 82 75 82
10,1 11,8 11,9 11,3
3,5 4,0 3,4 4,0
Takaran pemberian kapur optimal pada Ultisol untuk pola tanam padi gogo, kedelai, dan jagung adalah 2 t/ha CaCO3 setiap meq Al/100 g tanah (Hakim et al. 1989). Hingga tanaman kedelai memasuki fase berbunga, peningkatan Ca tersedia akibat penambahan dolomit tidak berpengaruh terhadap serapan Ca (bahkan lebih tinggi bila tanpa dolomit), serta serapan Fe dan Mn, meskipun Fe dan Mn tersedia turun cukup tinggi. Berbeda dengan Ca, serapan Mg meningkat dengan meningkatnya takaran dolomit. Serapan P meningkat pada takaran dolomit setara 1/2 A1-dd atau lebih, meskipun P tersedia cenderung turun. Serapan K meningkat sejalan dengan peningkatan takaran dolomit di Tulang Bawang, meskipun K tersedia relatif tidak terpengaruh (Tabel 10). Fenomena ini menunjukkan bahwa rendahnya pH tanah menjadi faktor penghambat utama peningkatan produktivitas kedelai. Peningkatan pH tanah menyebabkan berubahnya kesuburan tanah secara langsung, sehingga mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi relatif optimal. Pada kondisi pertumbuhan optimal, tanaman menyerap hara menuju proporsi yang seimbang.
3. Penambahan dolomit 1/4 Al-dd di lahan kering masam Lampung Tengah (pH 4,7 dan kejenuhan Al 15%) meningkatkan produktivitas kedelai sebesar 43%. Di Tulang Bawang (pH 4,9 dan kejenuhan Al 19%) untuk mencapai peningkatan hasil 45-98% perlu penambahan dolomit 1/2 Al-dd, namun jika disertai pupuk kandang 2,5 t/ha maka dolomit cukup diberikan 1/4 A1-dd.
KESIMPULAN DAN SARAN
Terima kasih kami sampaikan kepada Pak Bahar (staf SMK Pertanian Tulang Bawang) yang membantu pelaksanaan penelitian di lapang. Ekmi, SP., Angesti, SP., dan Mayar, SP (analisis Lab. Tanah dan Tanaman Balitkabi) yang membantu analisis tanah dan tanaman.
Kesimpulan
1. Penambahan pupuk kandang 2,5 t/ha meningkatkan P, Mg dan Ca tersedia, dan menurunkan Al-dd, serta meningkatkan hasil kedelai 8-11%. 2. Pemberian dolomit hingga 3/4 Al-dd di lahan kering masam Lampung Tengah dan Tulang Bawang meningkatkan pH tanah, Ca dan Mg tersedia, serta menurunkan Al-dd, H-dd, Fe, dan Mn tersedia. 84
4. Penggunaan varietas kedelai toleran lahan masam varietas Tanggamus dan Sibayak tidak memberikan kontribusi nyata terhadap peningkatan hasil kedelai dibanding varietas Wilis. Saran
Pemberian kapur di lahan kering masam di Lampung Tengah dan Tulang Bawang untuk kedelai cukup dilakukan hingga pH tanah menjadi sekitar 5,5. Peningkatan pH tanah merupakan salah satu kunci peningkatan produktivitas.
UCAPAN TERIMA KASIH
DAFTAR PUSTAKA Abdurrachman, A., K. Nugroho, dan Sumarno. 1999. Pengembangan lahan kering untuk menunjang ketahanan pangan nasional. Prosiding Seminar Sumber Daya Lahan (Buku I). Puslitanak, Bogor. p. 21-22.
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 26 NO. 2 2007 Amien, L.I., A. Sofyan, dan M. Sudjudi. 1985. Pengaruh pengapuran terhadap sifat kimia tanah Ultisol Banten Jawa Barat. Pemb. Pen. Tanah dan Pupuk 4:6-10.
Lindsay, W.L. 1979. Chemical equilibria in soils. John Wiley and Sons. New York. 449p
Buurman, P. 1980. Red Soil in Indonesia. Cent. for. Agr. Pub. and Doc. Wageningen.
Mengel, D.B., W. Segars, and G.W. Rehnm. 1987. Soil fertility and liming. p. 461-496. In: J.R. Wilcox (ed). Soybean, improvement and uses. Second ed. ASA, Madison.
Amin, L.I., C.L.I Evensen, and R.S. Yost. 1990. Performance of some improved peanut cultivars on an acid soil of West Sumatra. Pemb. Pen. Tanah dan Pupuk 9:1-7. Follet, R.H., L.S. Murphy, and R.L. Donahue. 1981. Fertilizers and soil amendments. Prentice Hall, Inc., London. p. 393-422.
Hairiah, K., R. Adawiyah, and J. Widianingsih. 1996. Amelioration of aluminium with organic matter: Selection of organic matter based on its total cation concentration. Agrivita 19(4):158164.
Hairiah, K., S. Ismunandar, dan E. Handayanto. 1998. Pengelolaan tanah secara biologi pada lahan kering beriklim basah melalui pendekatan holistik dan spesifik lokasi menuju sistem pertanian berkelanjutan. p. 12-28. Dalam: Sudaryono et al. (eds). Prosiding Seminar Nasional dan Pertemuan Tahunan Komisariat Daerah Himpunan Ilmu Tanah Indonesia Tahun 1998 (Buku 1). Hairiah, K. Widianto, S.R. Utami, D. Suprayogo, Sunaryo, S. M. Sitompul, B. Lusiana, R. Mulia, M.V. Noordwijk, dan G. Cadisch. 2000. Pengelolaan tanah masam secara biologi: refleksi pengalaman dari Lampung Utara. SMT Grafika Desa Putera. Jakarta. 187 p.
Hakim, N., Agustian, dan Syafrimen. 1989. Effect of lime fertilizers and crop residues on yield and nutrient uptake of upland rice, soybean and maize in intercropping system. p.349– 360. In: J. van der Heide (ed). Nutrient management for food crop production in tropical farming systems. Institute for Soil Fertility and Universitas Brawijaya Malang. Hartatik, W. dan J.S. Adiningsih. 1987. Pengaruh pengapuran dan pupuk hijau terhadap hasil kedelai pada tanah Podsolik Sitiung di Rumah Kaca. Pemb. Pen. Tanah dan Pupuk. No. 7:1-4 ICAR, 1987. Fertilizer use in groundnut. Pub. and Information Dev. ICAR, New Delhi-India.
Ismail, I.G. dan S. Effendi. 1985. Pertanaman kedelai pada lahan kering. p. 103-120. Dalam: Somaatmadja et al. (eds). Kedelai. Puslitbangtan, Bogor. Kamprath, E.J. 1970. Exchangeable A1 as a criterion for liming leached mineral soil. Soil Sci. and Amer. Proc. 34:252-254.
Kamprath, E.J. 1974. Nutrition in relationship to soybean fertilization. In: Soybean production, marketing and use. Tennesse. p. 28-32.
Meda, A.R., M.A. Pavan, M.E. Cassiolato, and M. Miyazawa. 2002. Dolomite lime’s reaction applied on the surface of a sandy soil of the Northwest Parana, Brazil. J. Brazilian Archives of Biology and Technology 45(2):219-222.
Muljadi, M. 1977. Sumber daya tanah kering: penyebaran dan potensinya untuk kemungkinan budi daya pertanian. Makalah Kongres Agronomi, Perhimpunan Agronomi Indonesia. 24 p. Nirmalawati, A., K. Hairiah, L.A. Soehono, dan A.E. Mosier. 1996. Effect of incorporating crop residues on nitrogen fixation of groundnut. Agrivita 19(4):165-171. Nursyamsi, D., J.S. Adiningsih, Sholeh, dan A. Adi. 1997. Penggunaan bahan organik untuk meningkatkan efisiensi pupuk N pada Ultisol Sitiung, Sumatera Barat. Prosiding Seminar Sumber Daya Lahan (Buku I). Puslitanak, Bogor. p. 319-330. Purwanto, B.H dan R. Sutanto. 1997. Pencirian gugus fungsionil hasil dekomposisi bahan organik dan peranannya terhadap ketersediaan P pada Ultisol. Prosiding Seminar Suberdaya Lahan (Buku I). Puslitanak, Bogor. p. 505-517.
Rachim, D.A., Astiana, R. Sutanto, N. Suharta, A. Hidayat, D. Subardja, dan M. Arifin. 1997. Tanah merah terlapuk lanjut serta pengelolaannya di Indonesia. Prosiding Seminar Suberdaya Lahan (Buku I). Puslitanak, Bogor. p. 97-115. Setijono, S. 1996. Effect of crop residues and lime materials on soil aluminium and phosphorus availability on high activity clay (HAC) acid mineral soil. Agrivita 19(4):153-157.
Sudaryanto, B., G. Purwanto, D. Suherlan, Yusmeinardi, dan Nasrul. 2002. Zonasi agroekologi Propinsi Lampung. Buku I. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampumg. 29 p. Suhartina. 2003. Perkembangan dan deskripsi varietas unggul kedelai 1918-2002. Balai Penelitian Tanaman K acangkacangan dan Umbi-umbian. Malang. 72 p.
Van der Heide, J., S. Setijono, M.S.Syekhfani, E.N. Flach, K. Hairiah, S.M. Sitompul, and M. van Moordwijk. 1992. Can low external input cropping system on acid upland soils in the humid tropics be sustainable? Agrivita 15:1-10. Wade, M.K., M. Al-Jabri, dan M. Sudjadi. 1986. The effect of liming on soybean yield and soil acidity parameters of three RedYellow Podsolic soils of West Sumatra. Pemb. Pen. Tanah dan Pupuk (6):1-8.
85