PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL . 22 N O. 1 2003
Penggunaan Pupuk P, K, S, dan Pupuk Kandang pada Kedelai di Lahan Kering Alfisol Henny Kuntyastuti, Abdullah Taufiq, dan Heriyanto Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang
ABSTRACT. The Application of P, K, S Fertilizers and Manures on the Soybean Plants at the Alfisol Dry Land. The low dry land soil fertility is generally caused by the low organic matter and nutrient contents. The application of organic or inorganic fertilizer can be used to amend physical, as well as chemical and biological, characteristics of the dry land soil. The land reclamation based on soil mass needs a high amount of organic fertilizer. However, nature or human cannot serve in a short time. The beneficial effect of inorganic fertilizer supplementation to organic fertilizer needs to be evaluated. The application of inorganic fertilizer may reduce the amount of organic fertilizer used and increase soybean yield. The objective of the research is to determine the effect of alternative source of P, K and S fertilizer addition on the efficiency of chicken and cow manures application and the soybean yield at the Alfisol dry land. The experiment conducted at the Alfisol dry land in Kademangan Sub district, Blitar District, East Java and in Banjarejo Sub district, Blora District, Central Java during the rainy season of 1999/2000. The combination of manure and inorganic fertilizer treatment was laid out in the randomized block design with 4 replications. The soybean var. Wilis was planted in 3 x 4 m plot with a double row spacing of (40 cm x 20 cm) x 20 cm, 2 plants/hole, without any basal fertilizer. The research result showed that the application of 150 kg’s/ha rock phosphate (RP) at Alfisol Blitar with soil pH 6.9, C-organic content of 1.21%, and low in P, K and S content increases both the use-efficiency of chicken or cow manure up to 50% and the soybean yield by 34.8 to 49.7% from 1.61 to 2.17 and 2.41 t/ha. At Alfisol Blora with soil pH 6.2, C-organic content of 1%, high soil P content and low in K and S content, the application of 150 kg’s RP or SKMg/ha increased both the use-efficiency of chicken or cow manure up to 50% and the soybean yield by 60.8% from 0.97 to 1.56 t/ha. However, the fertilization with 5 t/ha cow manure + 150 kg RP/ha at the Alfisol dry land Blitar and 5 t chicken manure/ha + 150 kg RP/ha at the Alfisol dry land Blora has highest economic values compared to other treatments. Key words: P, K, S fertilizer, chicken manure, cow manure, soybean, Alfisol. ABSTRAK. Lahan kering umumnya tidak subur karena miskin bahan organik dan unsur hara. Perbaikan kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah di lahan kering dapat dilakukan melalui pemupukan organik maupun anorganik. Reklamasi lahan berdasarkan massa tanah memerlukan pupuk organik dalam jumlah besar, tetapi alam/manusia tidak mampu menyediakan dalam waktu singkat. Salah satu cara mengatasi hal tersebut adalah dengan menggunakan beberapa pupuk anorganik yang dapat mengurangi kebutuhan pupuk organik dan meningkatkan hasil kedelai. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan pupuk alternatif sumber unsur P, K, S terhadap efisiensi penggunaan pupuk kandang dan peningkatan produktivitas kedelai di lahan kering Alfisol. Penelitian dilaksanakan di lahan kering tanah Alfisol Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, Jawa Timur dan di Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah pada MH 1999/2000. Sebanyak sembilan perlakuan disusun dalam rancangan acak kelompok, diulang empat kali. Kedelai varietas Wilis ditanam pada petak berukuran 3 x 4 m dengan jarak tanam ganda (40 cm x 20 cm) x 20 cm, 2 tanaman/rumpun, tanpa
14
diberi pupuk dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan P-alam 150 kg/ha dapat meningkatkan efisiensi penggunaan kotoran ayam atau kotoran sapi hingga 50% di tanah Alfisol Blitar ber-pH 6,9, kandungan C-organik 1,21% dan kandungan P, K, S rendah. Selain itu, juga meningkatkan hasil kedelai 34,8-49,7% dari 1,61 menjadi 2,17-2,41 t/ha. Pada tanah Alfisol Blora dengan pH 6,2 dan kandungan C-organik 1%, kandungan P tinggi dan K, S rendah, pemberian 150 kg/ha P-alam atau SKMg meningkatkan efisiensi penggunaan kotoran ayam atau kotoran sapi sebesar 50%, dan meningkatkan hasil kedelai 60,8% dari 0,97 menjadi 1,56 t/ha. Pemupukan yang dinilai menguntungkan pada lahan kering Alfisol Blitar adalah 5 t/ha kotoran sapi + 150 kg P-alam/ha dan 5 t/ha kotoran ayam + 150 kg P-alam/ha pada lahan kering Alfisol Blora. Kata kunci: Pupuk P, K, S, kotoran ayam, kotoran sapi, kedelai, Alfisol.
L
uas tanah Alfisol di Jawa diperkirakan 1,6 juta ha (Sudjadi 1984). Di Jawa Timur dan Jawa Tengah, jenis tanah ini mempunyai keragaman sifat kimia yang sangat besar. Kadar C-organik berkisar dari sangat rendah sampai tinggi (0,47-3,09%) dengan pH masam sampai agak alkalis (4,65-7,60). Kadar P dan K berkisar dari sangat rendah sampai sangat tinggi (2,7-86,9 ppm P2O5 dan 0,08-1,20 me K/100 g). Kadar S berkisar dari sangat rendah sampai tinggi (10,7-352,6 ppm SO4), dan kandungan Ca dan Mg berkisar dari sedang hingga sangat tinggi (Taufiq 1997, Balitkabi 1998, dan Harsono 1999). Keragaman tersebut menuntut pengelolaan yang berbeda dalam hubungannya dengan upaya peningkatan produktivitas lahan. Penggunaan pupuk organik dan anorganik terbukti dapat memperbaiki kesuburan dan produktivitas tanah Alfisol kapuran. Pemberian kotoran sapi 20 t/ha atau kotoran ayam 5 t + urea 25-75 kg + SP36 50-100 kg + KCl 50-75 kg/ha pada Alfisol Blora meningkatkan hasil kedelai 0,72-0,84 t/ha (Radjit 2000). Rahmianna et al. (2001) melaporkan bahwa pemupukan urea 50 kg + SP36 100 kg + KCl 100 kg/ha meningkatkan hasil kedelai sebesar 0,4 t/ha. Penggunaan pupuk kandang setara 1336 kg P/ha pada tanah berkapur meningkatkan kadar P terekstrak NaHCO 3 dan mempertahankan kadar P di atas 50 ppm selama 6 tahun berturut-turut, serta meningkatkan pergerakan P. Kadar P terekstrak NaHCO3 pada tanah berkapur yang diberi pupuk kandang juga lebih tinggi daripada tanah yang diberi pupuk P anorganik (Meek et al. 1979). Menurut Lund dan Doss (1980), residu
KUNTYASTUTI ET AL.: PEMUPUKAN KEDELAI DI LAHAN KERING A LFISOL
pupuk kandang pada takaran tinggi dapat dimanfaatkan sampai lebih dari 4 tahun. Penggunaan pupuk kandang juga meningkatkan pH, kadar bahan organik, P, K, dan Ca tanah (Magdoff and Amadon 1980). Penggunaan kotoran ayam pada tanah berkapur dapat meningkatkan KTK tanah (Antonio 1990). Pupuk kandang kaya unsur P dapat mensubstitusi CaCO 3 sebagai amelioran untuk meningkatkan pH, dan menurunkan kapasitas jerapan P tanah. Penggunaan pupuk kandang juga meningkatkan jumlah N organik, tetapi tidak mempengaruhi penyebaran maupun ketersediaannya, dan meningkatkan ketersediaan P organik dan P anorganik tanah (Sharply and Smith 1995). Mineralisasi P organik merupakan sumber utama unsur P bagi tanaman pada tanah yang tidak dipupuk (Linquist et al. 1997). Pemberian pupuk organik atas dasar massa tanah memerlukan takaran yang tinggi, tetapi alam/manusia tidak mampu menyediakan dalam waktu singkat. Di sisi lain, penggunaan pupuk organik dalam jumlah banyak dan dalam jangka waktu lama berpotensi mencemari air bawah tanah. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah mengurangi takaran pupuk organik dan mengkombinasikannya dengan pupuk alternatif anorganik selain urea, SP36 dan KCl, sehingga unsur hara yang terkandung dapat mencukupi kebutuhan tanaman. Tindakan tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk organik. Pupuk alternatif anorganik telah beredar di pasaran, namun belum banyak diketahui efikasinya untuk tanaman pangan. Oleh karena itu, pemanfaatan pupuk alternatif anorganik yang dikombinasikan dengan berbagai jenis pupuk organik diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk organik. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan pupuk alternatif P, K, dan S
terhadap efisiensi penggunaan pupuk kandang dan produktivitas kedelai di lahan kering Alfisol.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di lahan kering tanah Alfisol Blitar Jawa Timur dan Blora Jawa Tengah pada MH 1999/2000. Sifat tanah lokasi percobaan disajikan dalam Tabel 1, sedangkan kadar unsur hara dalam pupuk alternatif disajikan pada Tabel 2 dan 3. Perlakuan disusun dalam rancangan acak kelompok dengan empat ulangan. Benih kedelai varietas Wilis dicampur insektisida Marshall (20 g/kg benih) ditanam pada petak berukuran 3 x 4 m, dengan jarak tanam ganda (40 x 20 cm) x 20 cm, 2 tanaman/ rumpun, tanpa diberi pupuk dasar. Sembilan perlakuan pemupukan yang dievaluasi adalah: 1. tanpa pupuk (kontrol) 2. kotoran ayam 10 t/ha 3. kotoran ayam 5 t + P-alam 150 kg/ha 4. kotoran ayam 5 t + SKMg 150 kg/ha 5. kotoran ayam 5 t + ZK-plus 150 kg/ha 6. kotoran sapi 10 t/ha 7. kotoran sapi 5 t + P-alam 150 kg/ha 8. kotoran sapi 5 t + SKMg 150 kg/ha 9. kotoran sapi 5 t + ZK-plus 150 kg/ha Pupuk diberikan dengan cara dilarik di tengah baris ganda pada saat tanam, kemudian dibenamkan sampai kedalaman 20 cm. Penyiangan dilakukan saat tanaman berumur 21 dan 35 hari setelah tanam (HST). Pengendalian hama dan penyakit dilakukan berdasarkan pemantauan di lapang. Peubah yang diamati adalah berat kering tanaman fase berbunga, tinggi tanaman, komponen hasil, dan hasil kedelai.
Tabel 1. Sifat kimia Alfisol Blitar dan Blora pada awal percobaan, MH 1999/2000. Sifat kimia tanah pH H2 O C-organik (%) N total (%) P2O 5 Bray I (ppm) SO4 (ppm) K-dd (me/100 g) Ca-dd (me/100 g) Mg-dd (me/100 g) Fe (ppm) Zn (ppm) Cu (ppm) Mn (ppm)
Alfisol Blitar 6,90 1,21 0,08 4,92 TU 0,27 10,30 5,22 18,40 3,30 1,95 63,10
Kriteria Netral Rendah Sangat rendah Sangat rendah Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Alfisol Blora 6,20 1,00 0,06 61,00 38,30 0,06 18,10 0,59 18,60 0,96 26,40
Kriteria Agak masam Rendah Sangat rendah Sangat tinggi Rendah Sangat rendah Sangat tinggi Rendah Tinggi Tinggi Tinggi
TU: tidak terukur (sangat rendah)
15
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL . 22 N O. 1 2003 Tabel 2. Kadar unsur hara dalam pupuk alternatif Unsur N (%) P (%) K (%) Na (%) Ca (%) Mg (%) S (%) Fe (%) Zn (%) Cu (%) Mn (%) Cl (%)
SKMg
P-alam
Tabel 3. Kadar unsur hara kotoran ayam dan kotoran sapi. ZK-plus 0,18 0,82 32,99 0,93 3,90 12,76 2,27 0,97 0,03 0,01 0,05 0,47
11,35 18,26
11 22
Sumber: Kuntyastuti dan Suyamto (1998); Sudaryono dan Taufiq (1999)
Sifat kimia
Kotoran ayam
pH H2 O C-org (%) N (%) C/N P2 O5 Bray I (%) K (%) Na (%) Ca (%) Mg (%) SO 4 (%) Fe (ppm) Zn (ppm) Cu (ppm) Mn (ppm)
6,30 7,64 1,72 4,44 0,05 0,32 0,074 0,023 0,004 0,17 9,67 15,51 1,79 30,13
Kotoran sapi 8,00 4,89 0,24 20,38 0,07 0,55 0,092 0,017 0,003 0,11 14,89 15,61 2,36 18,35
Tabel 4. Sidik ragam gabungan dari peubah tanaman kedelai varietas Wilis, MH 1999/2000. Peubah Tinggi tanaman Polong isi Bobot 100 biji Hasil biji Berat kering tajuk (shoot) Berat kering akar
Lokasi (L)
Perlakuan (P)
LxP
KK (%)
** TN *** ** * *
TN ** *** * TN *
TN ** *** TN TN TN
9,01 20,10 2,00 17,42 24,10 23,77
***; ** dan *: nyata pada P<0,001, P<0,01 dan P<0,05; TN: tidak nyata pada P<0,05
HASIL DAN PEMBAHASAN
untuk hasil, bobot kering tajuk, akar dan tinggi tanaman (Tabel 4).
Sifat Tanah Lokasi Percobaan Tanah Alfisol Blitar bereaksi netral, miskin bahan organik, N, P, K dan S, tetapi kaya Ca, Mg, unsur mikro Fe, Zn, Cu, dan Mn. Tanah Alfisol Blora kaya unsur P, Ca, dan unsur mikro, namun miskin bahan organik, N, K, dan S (Tabel 1). Hasil analisis fraksionasi P yang dilakukan oleh Kuntyastuti dan Radjit (2000) menunjukkan bahwa tanah Alfisol Blitar mengadung Fe-P 14,41 ppm >Al-P 8,93 ppm >Ca-P 4,09 ppm, sedangkan tanah Alfisol Blora mengandung Fe-P 68,05 ppm >Al-P 46 ppm >Ca-P 5,63 ppm. Data tersebut menunjukkan bahwa masalah fiksasi P oleh Fe pada Alfisol Blitar, dan fiksasi P oleh Fe dan Al pada Alfisol Blora akan menjadi faktor pembatas bagi ketersediaan P untuk tanaman. Lebih tingginya fiksasi P oleh Al pada Alfisol Blora dibandingkan Alfisol Blitar karena Alfisol Blora mempunyai pH yang lebih rendah (Tabel 1). Sidik ragam gabungan menunjukkan, lokasi percobaan berpengaruh terhadap semua peubah yang diamati, kecuali terhadap jumlah polong isi. Interaksi antara perlakuan pupuk dengan lokasi tidak nyata 16
Keragaan Tanaman Alfisol Blitar Perlakuan kombinasi kotoran ayam atau kotoran sapi dengan pupuk P-alam, SKMg atau ZK-plus pada Alfisol Blitar tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman, berat kering tajuk dan akar pada fase berbunga (Tabel 5). Tanaman dapat tumbuh baik tanpa penambahan pupuk. Tinggi tanaman mencapai 80 cm tanpa pemupukan, dengan rata-rata bobot kering tajuk dan akar masing-masing 4,49 g dan 0,82 g/tanaman. Produktivitas lahan kering Alfisol Blitar cukup baik, karena dapat menghasilkan biji 1,61 t/ha tanpa penambahan pupuk. Pemberian kotoran ayam atau kotoran sapi 10 t/ha memberikan peningkatan hasil yang sama dengan pemberian kotoran sapi 5 t + SKMg atau ZK-plus 150 kg/ha, yaitu 0,4 t/ha dibanding tanpa pupuk. Penggunaan kotoran ayam 5 t + P-alam atau ZK-plus 150 kg/ha meningkatkan hasil 0,5 t/ha, yang berarti 0,1 t/ha lebih tinggi dibanding penggunaan kotoran ayam 10 t/ha. Pemberian kotoran sapi 5 t +
KUNTYASTUTI ET AL.: PEMUPUKAN KEDELAI DI LAHAN KERING A LFISOL Tabel 5. Bobot kering brangkasan pada fase berbunga dan tinggi tanaman kedelai varietas Wilis pada Alfisol Blitar, MH 1999/2000. Bobot kering (g/tanaman) Perlakuan
Tinggi tanaman (cm)
Tajuk
Akar
Kontrol (tanpa pupuk) Kotoran ayam 10 t/ha Kotoran ayam 5 t/ha + P-alam 150 kg/ha Kotoran ayam 5 t/ha + SKMg 150 kg/ha Kotoran ayam 5 t/ha + ZK-plus 150 kg/ha Kotoran sapi 10 t/ha Kotoran sapi 5 t/ha + P-alam 150 kg/ha Kotoran sapi 5 t/ha + SKMg 150 kg/ha Kotoran sapi 5 t/ha + ZK-plus 150 kg/ha
5,02 a 4,05 a 4,70 a 4,95 a 4,63 a 3,79 a 3,21 a 4,64 a 5,42 a
0,84 a 0,76 a 0,87 a 0,81 a 0,81 a 0,67 a 0,68 a 0,89 a 1,05 a
79,6 a 79,9 a 72,4 a 73,2 a 76,9 a 82,9 a 72,2 a 80,5 a 75,4 a
Rata-rata KK (%)
4,49 22,67
0,82 20,68
77,0 9,2
Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 BNT.
Tabel 6. Komponen hasil dan hasil kedelai varietas Wilis pada Alfisol Blitar, MH 1999/2000. Perlakuan
Polong isi/tanaman
Bobot 100 biji (g)
Hasil biji (t/ha)
Kontrol (tanpa pupuk) Kotoran ayam 10 t/ha Kotoran sapi 10 t/ha Kotoran ayam 5 t+P-alam 150 kg/ha Kotoran ayam 5 t+SKMg 150 kg/ha Kotoran ayam 5 t+ZK-plus 150 kg/ha Kotoran sapi 5 t+P-alam 150 kg/ha Kotoran sapi 5 t+SKMg 150 kg/ha Kotoran sapi 5 t+ZK-plus 150 kg/ha
26,1 c 42,9 b 34,3 bc 41,2 b 40,6 b 42,0 b 58,5 a 39,9 b 35,5 bc
10,20 b 10,35 b 10,24 b 10,29 b 10,40 b 10,29 b 10,70 a 10,25 b 10,35 b
1,61 c 2,06 ab 2,05 b 2,17 ab 1,90 bc 2,14 ab 2,41 a 2,08 ab 2,00 b
Rata-rata KK (%)
40,1 18,19
10,34 1,92
2,05 11,91
Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 BNT.
P-alam 150 kg/ha memberikan hasil 2,41 t/ha, atau 50% lebih tinggi dibanding tanpa pupuk. Penambahan Palam 150 kg/ha pada 5 t/ha kotoran sapi memberikan hasil 18% lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian kotoran sapi 10 t/ha (Tabel 6). Peningkatan hasil tersebut disebabkan oleh peningkatan jumlah polong isi dan bobot 100 biji. Di antara kombinasi pupuk yang diberikan, hanya kotoran ayam 5 t + SKMg 150 kg/ha yang tidak dapat meningkatkan hasil dibanding kontrol (Tabel 6). Kedelai tanpa pemupukan hanya memiliki 26 polong isi/ tanaman. Pemberian kotoran ayam 10 t/ha meningkatkan jumlah polong isi sebesar 64%. Pengurangan takaran kotoran ayam menjadi 5 t/ha dan dikombinasikan dengan 150 kg/ha P-alam, SKMg atau ZK-plus tidak mengurangi jumlah polong isi (Tabel 6). Hal ini berarti penambahan 150 kg/ha P-alam, SKMg atau ZK-plus mengurangi kebutuhan kotoran ayam hingga 50%. Pemberian kotoran sapi 10 t/ha atau kotoran sapi 5 t + ZK-plus 150 kg/ha tidak meningkatkan jumlah polong isi. Namun kombinasi kotoran sapi 5 t/ha dengan SKMg 150 kg/ha meningkatkan polong isi sebanyak 14/
tanaman. Pemberian kotoran sapi 5 t + P-alam 150 kg/ha meningkatkan jumlah polong isi sebesar 124% dibanding kontrol (Tabel 6). Bobot 100 biji kedelai mencapai 10,20 g/100 biji tanpa pemupukan. Penggunaan kotoran ayam atau kotoran sapi tanpa atau dikombinasi dengan tiga macam pupuk alternatif anorganik tidak meningkatkan bobot 100 biji, kecuali penggunaan kotoran sapi 5 t/ha + P-alam 150 kg/ha meningkatkan bobot 100 biji menjadi 10,70 g/100 biji. Penggunaan kombinasi pupuk lainnya tidak berpengaruh terhadap bobot 100 biji. Ditinjau dari jumlah polong isi/tanaman dan bobot 100 biji, penggunaan kotoran sapi dinilai lebih baik dibanding kotoran ayam. Penambahan 150 kg/ha P-alam dapat menghemat penggunaan kotoran sapi hingga 50%. Pada Alfisol Blitar, peranan penggunaan kotoran ayam atau kotoran sapi 10 t/ha untuk meningkatkan hasil kedelai dapat digantikan oleh pemberian kotoran ayam 5 t/ha ditambah 150 kg/ha P-alam atau SKMg atau ZK-plus dan kotoran sapi 5 t/ha ditambah 150 kg/ha SKMg atau ZK-plus. Sedangkan penggunaan kotoran sapi 5 t/ha yang dikombinasi dengan P-alam 150 kg/ha 17
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL . 22 N O. 1 2003
dapat meningkatkan efisiensi penggunaan kotoran sapi sebesar 50% dan meningkatkan hasil kedelai menjadi 2,41 t/ha (Tabel 6). Tanah Alfisol Blitar miskin bahan organik dan unsur NPKS, sehingga tanaman kedelai respons terhadap pemupukan P-alam, SKMg, dan pupuk kandang, walaupun tanah kaya unsur Ca, Mg, Fe, dan Mn. Kadar unsur Ca, Mg, Fe dan Mn yang tinggi potensial mengikat unsur P menjadi bentuk yang tidak tersedia tanaman (Tisdale et al. 1985). Di lokasi lain, penggunaan kotoran ayam 10 t/ha tidak meningkatkan hasil, tetapi jika takarannya ditingkatkan menjadi 20 t/ha dapat meningkatkan hasil. Hasil tertinggi diperoleh pada penggunaan kotoran ayam 20 t + SP-36 50 kg/ha. Pada Alfisol Lamongan, penggunaan kotoran ayam 10 t/ha meningkatkan hasil kedelai (Kuntyastuti 2000). Penambahan bahan organik dapat meningkatkan efektivitas pupuk P-alam (Kasno et al. 1998), karena asam organik seperti asam humat dapat mengurangi fiksasi P oleh tanah (Ahmad and Tan 1991). Efektivitas P-alam juga dapat ditingkatkan melalui kombinasi dengan TSP (Chien et al. 1996). Data tersebut menunjukkan bahwa pemberian pupuk alternatif P, K, dan S dapat menghemat penggunaan pupuk kotoran sapi maupun kotoran ayam sebesar 50% dan efektif meningkatkan produktivitas kedelai pada lahan kering Alfisol Blitar yang mempunyai kandungan P, K, dan S rendah. Alfisol Blora Pemberian kombinasi pupuk organik dengan pupuk alternatif anorganik sumber P, K, dan S tidak berpengaruh terhadap bobot kering tajuk kedelai pada fase berbunga. Rata-rata bobot kering tajuk adalah 2,48 g/tanaman. Hal sebaliknya terjadi pada bobot kering akar, di mana pemberian kotoran ayam 5 t + ZK-plus
150 kg/ha dan kotoran sapi 5 t + SKMg atau ZK-plus 150 kg/ha memperbaiki pertumbuhan akar yang ditunjukkan oleh peningkatan bobot kering sebesar 91-109% dibanding kontrol (Tabel 7). Tinggi tanaman rata-rata 43 cm dan tidak dapat ditingkatkan melalui pemupukan organik meskipun ditambah pupuk alternatif anorganik. Rata-rata hasil kedelai pada Alfisol Blora adalah 1,34 t/ha. Pemberian kotoran ayam maupun kotoran sapi 10 t/ha atau pemberian kotoran sapi maupun kotoran ayam 5 t/ha yang dikombinasikan dengan 150 kg/ha P-alam, SKMg atau ZK-plus masih memberikan peluang peningkatan hasil, kecuali pemberian 5 t/ha kotoran sapi + 150 kg P-alam/ha (Tabel 8). Hasil kedelai akibat penambahan kotoran sapi atau kotoran ayam atau dikombinasikan dengan pupuk anorganik alternatif P, K, dan S berkisar antara 1,32-1,56 t/ha. Peningkatan hasil biji sebesar 61% dibanding perlakuan kontrol diperoleh melalui pemberian kotoran ayam 5 t/ha ditambah P-alam atau SKMg 150 kg/ha, sedangkan pemberian kotoran sapi 5 t/ha yang dikombinasikan dengan P-alam, SKMg atau ZK-plus 150 kg/ha tidak meningkatkan hasil. Hal ini menunjukkan bahwa pada Alfisol Blora, penggunaan pupuk alternatif P-alam, SKMg atau ZK-plus sebanyak 150 kg/ha tidak meningkatkan efisiensi penggunaan kotoran sapi. Sebaliknya, penggunaan P-alam atau SKMg sebanyak 150 kg/ha meningkatkan efisiensi penggunaan kotoran ayam sebesar 50%. Jumlah polong isi meningkat hanya pada perlakuan kotoran sapi 5 t + SKMg 150 kg/ha (Tabel 8). Semua kombinasi pupuk yang diberikan menurunkan bobot 100 biji kedelai, kecuali pada pemberian kotoran ayam 5 t + P-alam 150 kg/ha dan kotoran sapi 5 t + SKMg 150 kg/ha. Bobot 100 biji berkurang 0,25-0,92 g/100 butir, dan biji yang terbentuk termasuk kategori kecil, rata-rata 7,8 g/100 biji, lebih kecil dibanding ukuran normal biji kedelai varietas Wilis.
Tabel 7. Bobot kering brangkasan pada fase berbunga dan tinggi tanaman kedelai varietas Wilis pada Alfisol Blora, MH 2000. Bobot kering (g/tanaman) Perlakuan
Tinggi tanaman (cm)
Tajuk
Akar
Kontrol (tanpa pupuk) Kotoran ayam 10 t/ha Kotoran sapi 10 t/ha Kotoran ayam 5 t + P-alam 150 kg/ha Kotoran ayam 5 t + SKMg 150 kg/ha Kotoran ayam 5 t + ZK-plus 150 kg/ha Kotoran sapi 5 t + P-alam 150 kg/ha Kotoran sapi 5 t + SKMg 150 kg/ha Kotoran sapi 5 t + ZK-plus 150 kg/ha
2,25 a 2,51 a 2,11 a 2,38 a 2,15 a 2,68 a 2,66 a 2,82 a 2,74 a
0,34 b 0,52 ab 0,46 ab 0,55 ab 0,45 ab 0,65 a 0,55 ab 0,67 a 0,71 a
40,8 a 41,3 a 44,8 a 42,8 a 43,1 a 44,7 a 41,9 a 44,4 a 40,9 a
Rata-rata KK (%)
2,48 22,58
0,54 27,29
42,7 6,9
Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 BNT.
18
KUNTYASTUTI ET AL.: PEMUPUKAN KEDELAI DI LAHAN KERING A LFISOL Tabel 8. Komponen hasil dan hasil kedelai varietas Wilis pada Alfisol Blora, MH 2000. Perlakuan
Polong isi/tanaman
Bobot 100 biji (g)
Hasil biji (t/ha)
Kontrol (tanpa pupuk) Kotoran ayam 10 t/ha Kotoran sapi 10 t/ha Kotoran ayam 5 t + P-alam 150 kg/ha Kotoran ayam 5 t + SKMg 150 kg/ha Kotoran ayam 5 t + ZK-plus 150 kg/ha Kotoran sapi 5 t + P-alam 150 kg/ha Kotoran sapi 5 t + SKMg 150 kg/ha Kotoran sapi 5 t + ZK-plus 150 kg/ha
29,2 b 29,2 b 36,8 ab 33,8 ab 34,7 ab 37,8 ab 30,3 ab 40,2 a 28,6 b
8,15 a 7,28 c 7,80 cd 8,03 abc 7,23 c 8,05 ab 7,90 bc 8,18 a 7,63 a
0,97 b 1,39 ab 1,39 ab 1,56 a 1,56 a 1,43 ab 1,01 b 1,46 ab 1,32 ab
Rata-rata KK (%)
33,4 21,87
7,80 2,14
1,34 6,29
Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 BNT.
Alfisol Blitar vs Alfisol Blora Berdasarkan sifat kimia tanah (Tabel 1) nampak bahwa produktivitas tanah dan keseimbangan unsur hara Alfisol Blitar lebih baik dibanding Alfisol Blora, sehingga produktivitas kedelai pada Alfisol Blitar lebih tinggi. Pada Alfisol Blora, pemberian kotoran ayam 5 t + P-alam atau SKMg 150 kg/ha meningkatkan hasil kedelai. Tanah Alfisol Blora miskin C-organik, kaya P dan kadar Ca hampir dua kali lipat Alfisol Blitar. Faktor tersebut mungkin sebagai penyebab tanaman kedelai respons terhadap kotoran ayam + P-alam. Dampak positif pemberian kotoran ayam + SKMg juga berkaitan dengan rendahnya ketersediaan unsur K, S, dan Mg di tanah. Purnomo et al. (1996) melaporkan bahwa efektivitas pupuk SKMg setara dengan 60 kg K2O/ha dan tidak berbeda dengan pupuk KCl untuk meningkatkan hasil kedelai pada Ultisol Lampung. Pada takaran setara 120 kg K2O/ha dan diberikan dua kali, pengaruh SKMg terhadap peningkatan hasil kedelai lebih baik dibanding penggunaan KCl. Tanah Alfisol Blora termasuk agak masam. Pada kondisi tersebut kedelai memerlukan tambahan unsur N yang cepat tersedia untuk pertumbuhan awalnya. Pada tanah bereaksi masam, proses fiksasi N dari udara terhambat (Howeison and Ewing 1984). Pada percobaan ini kedelai tidak diberi pupuk dasar dan jumlah N dalam kombinasi kotoran sapi + pupuk alternatif anorganik mungkin tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kedelai, sehingga peningkatan hasil kedelai tidak sebesar di Alfisol Blitar. Radjit (2000) melaporkan, hasil kedelai di Alfisol Blora dapat ditingkatkan sebesar 0,72-0,84 t/ha melalui pemberian kotoran sapi 20 t/ha atau kotoran sapi atau kotoran ayam 5 t + urea 25-75 kg + SP36 50-100 kg + KCl 50-75 kg/ha. Pemupukan urea 50 kg + SP36 100 kg + KCl 100 kg/ha meningkatkan hasil biji 0,4 t/ha pada Alfisol Blora (Rahmianna et al. 2001).
Analisis Ekonomi Secara ekonomis, terdapat perbedaan efisiensi pemupukan di antara kedua lokasi. Pada Alfisol Blitar, biaya pemupukan terendah adalah pada perlakuan kotoran sapi 5 t + P-alam 150 kg/ha, yaitu Rp 324.500/ha dengan tingkat hasil 2,42 t/ha. Biaya tertinggi terdapat pada perlakuan kotoran ayam 5 t + SKMg 150 kg/ha, yaitu Rp 1.132.500/ha dengan tingkat hasil 1.913 kg/ha (Tabel 9). Apabila dikaji lebih lanjut dari aspek efisiensi ekonomis, ternyata perlakuan kotoran sapi 5 t + P-alam 150 kg/ha dapat menghasilkan tingkat pengembalian marginal (Marginal Rate of Return) sebesar 440,6% (Tabel 10). Berarti, setiap Rp 1,0 tambahan investasi untuk pemberian pupuk akan dihasilkan tambahan keuntungan sebesar Rp 440,6. Hal ini memberikan implikasi bahwa pemberian kotoran sapi 5 t + P-alam 150 kg/ha dapat dianjurkan dalam usahatani kedelai pada Alfisol Blitar. Pada Alfisol Blora, biaya pemupukan terendah terdapat pada pemberian kotoran sapi 5 t + P-alam 150 kg/ha, yaitu Rp 324.500/ha dengan tingkat hasil 1,007 t/ha. Biaya tertinggi terdapat pada pemberian kotoran ayam 5 t + SKMg 150 kg/ha, yang mencapai Rp 1.132.500/ha dengan tingkat hasil 1,563 t/ha (Tabel 9). Dari aspek ekonomi, pemberian kotoran sapi 5 t + ZKplus 150 kg/ha menghasilkan tingkat pengembalian marginal 72,6%, dan pemberian kotoran ayam 5 t + P-alam 150 kg/ha menghasilkan tingkat pengembalian 331,7%. Artinya setiap Rp 1,0 investasi untuk pemberian kotoran ayam 5 t + P-alam 150 kg/ha akan dihasilkan tambahan keuntungan sebesar Rp 331,7, sedangkan untuk pemberian kotoran sapi 5 t + ZKplus 150 kg/ha hanya dapat memberikan tambahan keuntungan Rp 72,6 (Tabel 10). Dengan demikian pemberian kotoran ayam 5 t + P-alam 150 kg/ha dapat dianjurkan dalam usahatani kedelai pada Alfisol Blora.
19
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL . 22 N O. 1 2003 Tabel 9. Biaya dan keuntungan pemberian pupuk pada usahatani kedelai di lahan kering Alfisol, MH 1999/2000. Perlakuan
Hasil biji (kg/ha)
Biaya pupuk (Rp/ha)
Nilai produksi (Rp/ha)
Keuntungan (Rp/ha)
Alfisol Blitar Kontrol (tanpa pupuk) Kotoran ayam 10 t/ha Kotoran sapi 10 t/ha Kotoran ayam 5 t + P-alam 150 kg/ha Kotoran ayam 5 t + SKMg 150 kg/ha Kotoran ayam 5 t + ZK-plus 150 kg/ha Kotoran sapi 5 t + P-alam 150 kg/ha Kotoran sapi 5 t + SKMg 150 kg/ha Kotoran sapi 5 t + ZK-plus 150 kg/ha
1615 2076 2063 2177 1913 2149 2420 2094 1913
0 1.125.000 625.000 592.500 1.132.500 712.500 342.500 882.500 462.500
3.714.500 4.774.800 4.744.900 5.007.100 4.399.900 4.942.700 5.566.000 4.816.200 4.399.900
3.714.500 3.649.800 4.119.900 4.414.600 3.267.400 4.230.200 5.223.500 3.933.700 3.937.400
Alfisol Blora Kontrol (tanpa pupuk) Kotoran ayam 10 t/ha Kotoran sapi 10 t/ha Kotoran ayam 5 t + P-alam 150 kg/ha Kotoran ayam 5 t + SKMg 150 kg/ha Kotoran ayam 5 t + ZK-plus 150 kg/ha Kotoran sapi 5 t + P-alam 150 kg/ha Kotoran sapi 5 t + SKMg 150 kg/ha Kotoran sapi 5 t + ZK-plus 150 kg/ha
972 1389 1389 1563 1563 1431 1007 1458 1319
0 1.125.000 625.000 592.500 1.132.500 712.500 342.500 882.500 462.500
2.235.600 3.194.700 3.194.700 3.594.900 3.594.900 3.291.300 2.316.100 3.353.400 3.033.700
2.235.600 2.069.700 2.569.700 3.002.400 2.462.400 2.578.800 1.973.600 2.470.900 2.571.200
Harga kotoran ayam: Rp 4.500/zak @ 40 kg; kotoran sapi: Rp 2.500/zak @ 40 kg P-alam: Rp 200/kg; SKMg: Rp 3.800/kg; ZKplus: Rp 1.000/kg; kedelai: Rp 2.300/kg
Pengelolaan lahan kering jenis tanah Alfisol di Blitar dan Blora yang sesuai dengan kaidah budi daya kedelai memberikan peluang peningkatan produksi. Namun eksploitasi lahan yang terus-menerus tanpa penambahan input yang memadai akan memicu penurunan produktivitas lahan. Perbaikan produktivitas lahan yang cepat menampakkan hasil adalah melalui pemanfaatan pupuk anorganik. Hasil penelitian di Alfisol Blitar dan Blora menunjukkan bahwa perbaikan produktivitas lahan melalui pemanfaatan pupuk organik juga cepat memberikan dampak positif. Keterbatasan penyediaan pupuk organik dalam jumlah besar dapat diatasi melalui penambahan pupuk alternatif anorganik seperti P-alam. Pentingnya peranan pupuk organik untuk meningkatkan produktivitas tanah mulai disadari, yang terbukti dengan makin banyaknya petani memanfaatkan pupuk kandang. Hal tersebut mengakibatkan limbah peternakan memiliki nilai ekonomi yang semakin tinggi, misalnya harga kotoran ayam mencapai ±Rp 6000/sak (45 kg). Di sisi lain, dengan makin mahalnya harga pupuk kandang akan menambah pengeluaran. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mengurangi takarannya tanpa mengorbankan efektivitasnya. Pupuk P-alam dan SKMg mempunyai prospek yang baik untuk mengurangi kebutuhan kotoran ayam atau kotoran sapi yang digunakan pada tanah Alfisol. Kombinasi terbaik dari keempat jenis pupuk tersebut ditentukan oleh sifat kimia tanah di masing-masing lokasi. Dengan kata lain, kotoran ayam atau kotoran sapi dengan P-alam atau SKMg dapat dikemas dalam 20
bentuk pelet. Huang dan Lin (2001) melaporkan, kombinasi antara pupuk organik dengan anorganik memberikan hasil lebih baik dibandingkan pupuk organik atau anorganik saja. Penambahan pupuk P anorganik dapat melengkapi kadar unsur pupuk organik yang diberikan pada tanah masam (Chen et al. 2001). Namun demikian, penggunaan pupuk SKMg dalam skala luas masih memerlukan pengkajian lebih lanjut, karena harganya relatif mahal. Sebaliknya, dampak positif penggunaan P-alam dapat ditindaklanjuti, karena harganya relatif murah dan efektif meningkatkan produktivitas tanaman pangan. Menurut Purnomo et al. (1998), hasil tanaman pangan yang dipupuk P-alam tidak berbeda dengan yang dipupuk TSP + kapur pada musim tanam I (MT I). Pada MT II dan III, hasil tanaman pangan yang dipupuk P-alam lebih tinggi dibanding yang diberi TSP + kapur. Hal tersebut karena P-alam lebih lambat melepas unsur P dibanding TSP, sehingga unsur P dari pupuk tidak cepat dijerap tanah. Dengan demikian P-alam dapat mensuplai unsur P lebih lama dibanding TSP. Jika pupuk organik sudah menjadi keharusan untuk diberikan, maka untuk mengurangi takaran pemberiannya dapat dilakukan dengan pengkayaan menggunakan pupuk alternatif anorganik yang murah. Cara lain adalah dengan membuat pelet pupuk organik. Hara (2001) melaporkan bahwa volume pelet pupuk organik berdiameter 5 mm hanya 50-80% dari volume pupuk organik segar. Selain itu, dalam pembuatan pelet, kualitas pupuk organik dapat dipertahankan pada batas keseimbangan kadar unsur hara yang
KUNTYASTUTI ET AL.: PEMUPUKAN KEDELAI DI LAHAN KERING A LFISOL Tabel 10. Analisis tingkat pengembalian marginal (MPR) pemberian pupuk pada usahatani kedelai di lahan kering Alfisol, MH 1999/2000. Hasil (kg/ha)
Keuntungan (Rp/ha)
Alfisol Blitar Kontrol Kotoran sapi 5 + P-alam 150 Kotoran sapi 5 + ZKplus 150 Kotoran ayam 5 + P-alam 150 Kotoran sapi 10 Kotoran ayam 5 + ZKplus 150 Kotoran sapi 5 + SKMg 150 Kotoran ayam 10 Kotoran ayam 5 t + SKMg 150
1615 2420 1913 2177 2063 2149 2094 2076 1913
3.714.500 5.223.500 3.937.400 4.414.600 4.119.900 4.230.200 3.933.700 3.649.800 3.267.400
342.500
1.509.000
440,6
Alfisol Blora Kontrol Kotoran sapi 5 + P-alam 150 Kotoran sapi 5 + ZKplus 150 Kotoran ayam 5 + P-alam 150 Kotoran sapi 10 Kotoran ayam 5 + ZKplus 150 Kotoran sapi 5 + SKMg 150 Kotoran ayam 10 Kotoran ayam 5 t + SKMg 150
972 1007 1319 1563 1389 1431 1458 1389 1563
2.235.600 1.973.600 2.571.200 3.002.400 2.569.700 2.578.800 2.470.900 2.069.700 2.462.400
462.500 130.000
335.600 431.200
72,6 331,7
Perlakuan
Tambahan biaya Tambahan (Rp/ha) keuntungan (Rp/ha)
MRR
Data pada Tabel 10 adalah analisis lebih lanjut dari data pada Tabel 9.
diinginkan. Hal tersebut dapat mengurangi peluang pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk organik takaran tinggi. Pemerintah Korea telah melakukan standardisasi kompos untuk melindungi lingkungan dan produk pertanian yang dihasilkan (Um and Lee 2001). Apabila pelet pupuk organik belum berkembang, maka penggunaan pupuk organik dapat dianjurkan pada daerah-daerah dengan kemiringan <12% untuk menghindari aliran permukaan dan pencemaran lingkungan (Fleming and Long 2002). Kadar bahan organik tanah dan stabilitas agregat, yang dapat diperbaiki melalui penggunaan pupuk organik, merupakan indikator penting dalam menilai kualitas lahan pada pengelolaan sistem pertanian berkelanjutan (Carter 2002).
KESIMPULAN DAN SARAN
2. Pada tanah Alfisol Blora dengan pH 6,2 kandungan C-organik 1%, kandungan P tinggi dan K, S rendah, pemberian 150 kg/ha P-alam atau SKMg meningkatkan efisiensi penggunaan kotoran ayam sebesar 50%, dan meningkatkan hasil kedelai sebesar 60,8%. 3. Pemupukan kedelai yang dinilai menguntungkan pada lahan kering Alfisol Blitar adalah 5 t/ha kotoran sapi + 150 kg P-alam/ha, sedangkan pada lahan kering Alfisol Blora adalah 5 t/ha kotoran ayam + 150 kg P-alam/ha. Saran Penelitian perlu dilanjutkan untuk mencari takaran optimal kombinasi P-alam dengan berbagai jenis pupuk organik pada berbagai agroekologi.
Kesimpulan
UCAPAN TERIMAKASIH
1. Penambahan P-alam 150 kg/ha dapat meningkatkan efisiensi penggunaan kotoran ayam atau kotoran sapi sebesar 50% di tanah Alfisol Blitar berpH 6,9, kandungan C-organik 1,21% dan kandungan P, K, dan S rendah. Selain itu, pemberian P-alam 150 kg/ha juga meningkatkan hasil kedelai 34,849,7%.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada Salam A.R. (teknisi Balitkabi), Sukardi (teknisi Inlit Ngale), Angesti dan Mayar (teknisi Lab. Tanah dan Tanaman Balitkabi) serta B.S. Koentjoro (Sekretariat Kacangkacangan) atas jerih payahnya dalam pelaksanaan penelitian di lapang, analisis sifat kimia tanah, dan pengetikan laporan.
21
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL . 22 N O. 1 2003
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, F. and K.H. Tan. 1991. Availability of fixed phosphate to corn (Zea mays L.) seedling as affected by humic acids. Indon. J. Trop. Agric. 2(2):66-72. Antonio, Lax. 1990. Cation exchange capacity, induced in calcareous soils by fertilization with manure. Soil Sci. 151(2):174-178. Balitkabi. 1998. Laporan tahunan Balitkabi 1997/98. Dalam: Harsono et al. (eds.). Malang 124 p. Carter, M.R. 2002. Soil quality for sustainable land management: organic matter and aggregation interactions that maintain soil functions. Agron. J. 94(1):38-47. Chen, Jen-Hshuan, Jeng-Tzung Wu and Wei-Tin Huang. 2001. Effects of compost on the availability on nitrogen and phosphorus in strongly acidic soils. Food & Fertilizer Technology Center. Technical Bulletin 155. 10 p. Chien, S.H., R.G. Menon, and K.S. Billingham. 1996. Phosphorus availability from phosphate rock as enhanced by watersoluble phosphorus. Soil Sci. Am. J. 60(4):1173-1177. Fleming, R.A. and J.D. Long. 2002. Measuring the cost of restricting access to cropland for manure nutrient management. Agron. J. 94(1):57-64. Hara, M. 2001. Fertilizer pellets made from composted livestock manure. Food & Fertilizer Technology Center. Extension Bulletin 506. 12 pp. Harsono, A. 1999. Teknologi budi daya kacang tanah spesifik lokasi di lahan tegal dan sawah. Makalah pada Pelatihan Produksi Benih Kacang Tanah. Balitkabi Malang. p. 30-44. Howieson, J.G., and M.A. Ewing. 1984. Soil acidity and legume nodulation. J. Agric. Western Australia. 25(4):125-127. Huang, Shan Ney and Jinn Ching Lin. 2001. Current status of organic materials recycling in Southern Taiwan. Food & Fertilizer Technology Center. Extension Bulletin 504. 11 p. Iyamuremye, F., R.P. Dick and J. Baham. 1996. Organic amentmends and phosphorus dynamics: I. Phosphorus chemistry and sorption. Soil Sci. 161(7):426-435. Kasno, A., J. Sri Adiningsih, D. Santoso, dan D. Nursyanusi. 1998. Pengelolaan hara terpadu untuk meningkatkan dan mempertahankan produktivitas lahan kering masam. p. 161-178. Dalam Undang Kurnia et al. (eds.). Prosiding No. 14 Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor, 10-12 Pebruari 1998. Puslittanak. Bogor. Kuntyastuti, H. 2000. Pemberian pupuk SP36 dan kotoran ayam pada kedelai di lahan kering tanah Ultisol dan Alfisol. Pen. Pert. Tan. Pangan 19(3):59-65. Kuntyastuti, H. dan B.S. Radjit 2000. Efisiensi pupuk P, K dan bahan pembenah tanah pada kedelai di lahan kering tanah Alfisol. Peningkatan produktivitas dan efisiensi penggunaan input pada kedelai di lahan kering tanah Alfisol dan Ultisol. Laporan Teknis Tahun 1999/2000. 13 p. Kuntyastuti, H. dan H. Suyamto. 1998. Efikasi pupuk Phosmag plus pada tanaman kedelai. Makalah Balitkabi No. 98-074. Laporan kerja sama Balitkabi dengan PT Galatta Lestarindo. 15 p.
22
Linquist, B.A., P.W. Singleton, and K.G. Cassman. 1997. Inorganic and organic phosphorus dynamic during a build-up and decline of available phosphorus in an Ultisol. Soil Sci. 162(4):254-264. Lund, Zane F., and Basil D. Doss. 1980. Residual effects of dairy cattle manure on plant growth and soil properties. Agron. J. 72(1):123-130. Magdoff, F.R., and J.F. Amadon. 1980. Yield trends and soil chemical changes resulting from N and manure application. Agron.J. 72(1):161-164. Meek, B.D., L.E. Graham, T.J. Donovan, and K.S. Mayberry. 1979. Phosphorus availability in a calcareous soil after high loading rates of animal manure. Soil Sci. Am. J. 43:741-744. Purnomo, J., Mulyadi, S. Widodo, dan J. Sri Adiningsih. 1996. Rehabilitasi tanah Ultisols (Podsolik Merah Kuning) dengan pemupukan P dan pengelolaan bahan organik. p. 13-23. Dalam D. Santoso et al. (ed.s). Prosiding No. 12 Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat, Cisarua, 26-28 September 1996. Puslittanak. Bogor. Purnomo, J., A. Kencanasari, dan S. Suping. 1998. Penelitian efisiensi pemupukan kalium pada tanah Ultisol di Lampung. p. 351-359. Dalam Undang Kurnia et al. (eds.). Prosiding No. 14 Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor, 10-12 Pebruari 1998. Puslittanak. Bogor. Radjid, B.S. 2000. Pengaruh cara olah tanah, pupuk organik dan NPK pada kedelai di lahan kering tanah Alfisol. p. 38-42. Dalam I Nyoman Rista et al. (eds.). Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian dalam Upaya Mendukung Ketahanan Pangan Nasional, 23-24 Oktober 2000 di Denpasar. Rahmianna, A.A., H. Kuntyastuti, dan B.S. Radjit. 2001. Komparasi penggunaan pupuk NPK anorganik dengan sumber hara alternatif dalam upaya peningkatan hasil kedelai di lahan kering Alfisol. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pertanian Ramah Lingkungan pada tanggal 12 Nopember 2001 di Pati, Jawa Tengah. 12 p. Sharply, Andrew N., and S.J. Smith. 1995. Nitrogen and phosphorus forms in soil receiving manure. Soil Sci. 159(4):253-258. Sudaryono dan A. Taufiq. 1999. Penetapan rekomendasi unsur makro dan mikro pada kacang tanah. Laporan Teknis Balitkabi Tahun 1998/1999. 19 p. Sudjadi, M. 1984. Problem soils in Indonesia and their management. p. 58-73. Dalam FFTC. Ecology and Management of Problem Soils in Asia. FFTC for Asian and Pacific Region, Taiwan Taufiq, A. 1997. Kajian status pH, K, Ca dan Mg beberapa jenis tanah di Jawa Timur. p. 76-84. DalamSudayono et al. (eds.). Perlindungan sumber daya tanah untuk mendukung kelestarian pertanian tangguh. Prosiding HITI. Balitkabi Malang. Tisdale, S.L., W.L. Nelson and D.J. Beaton. 1985. Soil fertility and fertilizers. 4th ed. MacMillan Publ. Co. New York. 754 p. Um, Myung Ho and Youn Lee. 2001. Quality control for commercial compost in Korea. Food & Fertilizer Technology Center. Extension Bulletin 503. 12 p.