SEMINAR NASIONAL L TEKNIK KIIMIA SOEBA ARDJO BROTOHARDJO ONO IX Program Stu udi Teknik Kimia UPN “V Veteran” Jawaa Timur Surabayya, 21 Juni 20012
KINET TIKA REA AKSI PEM MBUATAN N DIETANOLAMIIDA DARI METIL M ESTER E SA AWIT DAN N DIETAN NOLAMIINA M MENGGUN NAKAN K KATALIS S ASAM S SULFAT Rakhmat R Ak kbar Sinagaa, Rahmad Taufik T Simaatupang dan n Renita Maanurung Laboratorium L m Penelitian Departemenn Teknik Kim mia, Universsitas Sumateera Utara A K Kampus USU U Medan 201155 Jalan Almamater emaill : rakhmatakkbar_sinaga@ @yahoo.com m A Abstract Methyl esterrs have been widely w used as the intermedia ate componds ffor a number of derivative monostearat glycerol productts in oleochem mical indutriees, such as faatty alcohol, alkanolamide, a g and surfacta ant. The purpo ose of this ressearch is to sstudy the kinettics of amidatiion from methhyl ester and diethannolamide by ussing sulfuric accid catalyst. The Th amidation, that is the reaaction between methyl ester and dieethanolamine was w held in a glass g batch reaactor for 8 hours with mole raatio 1:1 using acid catalyst (H2SO4) 0,5 % (w/w) and 200 rpm stirring. s The reeaction tempera ature was variied from 120 too 160 0C, and samplin ng was perfoormed every 30 minutes. The analysiis includes Gas G Chromattograpy-Mass Spectro ometry (GC-MS S) to determinee the moleculerr weight of meethyl ester, anaalysis of ester value v to know the num mber of amide that was form med, and Fouriier Transfer Inf nfra-Red (FT-IR R) to know thee structure of amide. The best result of the synthessis was obtaineed at temperatture reaction off 160 0C (amidde conversion of 98,36 6%). From thee result of reacction was obtaained that (-rA) = 0,02322⋅ CA0,1858 mol.dm m-3.min-1 , k = (-2464,87/R)x1/T 0,4069ee annd the activatioon energy was 2464,87 cal/m mol. Kata Kunci Ku : amidatio on, diethanolamide, temperature, reaction rate r 1. PEN NDAHULUAN N Surfaktan ad dalah suatu seenyawa aktif penurun p tegang gan permukaann (surface acttive agent) yanng sekaliguus memiliki gu ugus hidrofilikk dan gugus hiddrofobik dalam m satu strukturr molekul yang g sama. Senyaw wa ini dap pat menurunkaan tegangan antarmuka a anttara dua fasa cairan yang berbeda kepolarannya sepeerti minyakk/air atau air/m minyak. Sifat yang y unik terssebut, menyebabkan surfaktaan sangat poteensial digunakkan sebagaii komponen baahan adhesif, bahan b penggum mpal, pembasahh, pembusa, peengemulsi, dann bahan penetraasi serta teelah diaplikasiikan secara luuas pada berbbagai bidang industri prosees yang mengggunakan sisteem multifasa seperti pada industri makkanan, farmasii, kosmetika, tekstil, t polimerr, cat, detergenn dan agrokim mia y, 2005). Sifat rangkap ini yaang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbbsi pada antar muka udara-aair, (Bailey minyakk-air dan zat paadat-air, membbentuk lapisan tunggal diman na gugus hidroofilik berada pada p fase air dan d rantai hidrokarbon h ke udara, dalam kontak k dengann zat padat atauupun terendam dalam fase minyak. Umumnnya bagian non polar (lippofilik) adalahh merupakan rantai alkil yang y panjang, sementara bag gian yang pollar (hidrofiilik) menganduung gugus hidrroksil (Jatmika,, 1998). Saat ini umu umnya surfaktaan disintesis daari turunan minnyak bumi dann gas alam. Diisamping sumbber bahan bakunya b yang tidak t dapat dipperbaharui, jugga surfaktan yan ng disintesis ddari minyak bum mi atau gas alaam sukar teerdegradasi oleeh alam (Hilyatti dkk., 2004). Seiring denggan meningkattnya kesadarann akan kesehaatan dan lingkkungan yang baik, b permintaaan surfaktaan yang mudah h terdegradasi (bioregradablle) dan berbasis tumbuhan juuga semakin meningkat, m maaka diperlukkan kajian unttuk memperoleeh surfaktan yyang mempunyyai dua kriteriaa tersebut yaittu diperoleh daari bahan baku b yang dapaat diperbaharuui dan bersifat ddegradatif di alam a sehingga ddapat diterima secara ekologgis. Salah saatu surfaktan yang y memenuhhi kedua kriteria tersebut adallah surfaktan diietanolamida. Adapun mannfaat dari peneelitian ini adallah untuk meendapatkan datta kinetika reaaksi dari sintessis dietanolamida dengan n menggunakann metil ester ssawit yang dap pat digunakan sebagai inform masi dasar dalaam a perancaangan reaktor amidasi.
A.2-1
SEMINAR NASIONAL L TEKNIK KIIMIA SOEBA ARDJO BROTOHARDJO ONO IX Program Stu udi Teknik Kimia UPN “V Veteran” Jawaa Timur Surabayya, 21 Juni 20012 Bernardini (1983) ( menyebbutkan bahwa dietanolamida dapat diproduksi dengan dua cara, yaiitu mereakksikan asam lem mak (fatty aciid) dengan etannolamina atau mereaksikan ester dari asam m lemak denggan etanolam mina. Pereakssian asam lem mak atau meetil ester denngan monoetannolamina akan n menghasilkkan monoettanolamida. Sedangkan S peereaksian dengan dietanolaamina akan menghasilkan dietanolamidda. Pembenntukan dietanolamida dari sennyawa asam leemak dan metill dapat dilihat ppada reaksi di bawah b ini. R-COO OH + NH(C2H4OH)2 R RCON(C H)2 + H2O 2H4OH air Asam lemak dietanolaamina diietanolamida OCH3 R-COO Metil ester e
+
NH(C2H4OH)2 dietanolaamina
R-CO ON(C2H4OH)2 diietanolamida
+
CH3OH H etanoll
Reaksi amid dasi adalah reaaksi pembentuukan senyawa amida (Clasoon, 1968). Meenurut Kirk dan d Othmerr (1968), asam lemak rantai panjang p sepertii asam laurat dan d asam stearaat, jika dikombbinasikan denggan alkanolamina dan dip panaskan padaa suhu 140-1600C, dengan atau a tanpa katalis, akan men nimbulkan suaatu reaksi amidasi. a 2. MET TODOLOGI PERCOBAAN P N 2.1 Bah han-bahan dan n peralatan Bahan-bahann yang digunakkan dalam pennelitian ini addalah metil estter sawit, dietaanolamina, asaam sulfat 98% 9 sebagai katalis, k etanol, dan KOH. Seddangkan peralaatan yang digunnakan adalah satu s buah reakttor kaca, stiring s hot platee, refluks konddensor, dan term mometer. 2.2 Pem mbuatan Dietaanolamida den ngan Reaksi A Amidasi Reaksi amid dasi dilangsung gkan dalam seebuah reaktor kaca k diatas stiirring hot platte selama 8 jaam dengan perbandingan n mol 1:1 mengggunakan kataalis asam sulfatt (H2SO4) 0,5 % (w/w) dan pengadukan 200 T reaaksi divariasikkan mulai darii 120, 130, 140, 150 dan 160 0C. Penggambilan samppel rpm. Temperatur dilakukkan setiap 30 menit. m Untuk mengamati m apakkah proses telahh berlangsung optimal dilaku ukan pengamattan bilangaan ester selama interval waktu u tersebut, dimana bilangan ester e relevan terrhadap amida yang y terbentukk. 2.3 Ana alisis sampel grapy-Mass Spectrometry Sp ( (GC-MS) untuuk Analisis yanng dilakukan meliputi Gaas Chromatog mengeetahui komposisi metil esterr sawit sekaliggus menentukaan berat moleekul rata-rata dari metil esteer, Analis Fourier Trannsfer Infra-Red d (FT-IR) untuuk mengetahui struktur amidda yang terbenttuk, dan analissis bilangaan ester untuk mengetahui juumlah amida yyang terbentuk. Metode analiisis bilangan ester ini mengaacu pada IUPAC I dalam “Standard Metthod for the Annalysis of Oil, Fats, F and Derivatives.” 3. HAS SIL DAN PEM MBAHASAN Dietanolamid da yang disiintesis memilliki gugus molekul m yangg bisa diiden ntifikasi denggan mengguunakan FT-IR (Fourier Transform Infra-Reed). Puncak vib brasi pada bilaangan gelombaang 1732,08 cm m-1 menunjukkan pita ulluran C=O. Seedangkan gugus O-H berad da pada bilanggan gelombangg 2140,99 cm m-1. Terbenttuknya Dietannolamida diduk kung oleh speektrum FT-IR dimana mem mberikan puncaak serapan paada bilangaan 1195,87 cm-1 yang merupaakan vibrasi uluur C-N. Dari hasil spektrum, maka dapat daapat disimpulkkan bahwa amidanya telaah terbentuk. Analisis A lebih lanjut mengguunakan GC-MS diperoleh baahwasanya berrat molekuul rata-rata darii metil ester addalah 277,049998 gr/mol. Hasil spektrum FT T-IR dapat dilihat pada gambbar 3.1. Seddangkan hasil kromatogram k G GC-MS dapat ddilihat pada gaambar 3.2. 3.1 Pen ngaruh temperratur terhadaap penurunan bilangan esterr Secara kuan ntitatif analisis reaksi amidasi dilakukan dengan d metodee titrimetri unntuk menentukkan jumlahh bilangan esterr sisa reaksi, dimana bilangann ester relevann terhadap amidda yang terbenttuk. Berdasarkkan variasii temperatur pada perbandinngan komposissi 1:1 antara metil m ester dann dietanolaminaa dengan kataalis H2SO4 0,5 % (b/b) selama 8 jam m dari proses yyang dilakukann, diperoleh hasil seperti yaang terlihat paada gambaar 3.3.
A.2-2
SEMINAR NASIONAL L TEKNIK KIIMIA SOEBA ARDJO BROTOHARDJO ONO IX Program Stu udi Teknik Kimia UPN “V Veteran” Jawaa Timur Surabayya, 21 Juni 20012
Gaambar 3.1 Hasil Spektrum Dietanolamida
Gambar 3.2 Hasil Kromatogram GC-M MS metil ester ssawit
Bil. ester (mg/g)
Gambar 3.33 menunjukkaan bahwa reakksi amidasi dipengaruhi d ooleh temperatu ur proses. Paada temperaatur yang relatiif tinggi reaksii amidasi akan berjalan semaakin sempurna. Pada temperaatur rendah, yaiitu 120 dann 130 0C penuurunan bilangaan esternya sanngat lambat daan terdapat beeberapa fluktuaasi. Fluktuasi ini i menand dakan bahwa reaksi r amidasi yang belum sstabil atau dap pat dikatakan juuga mungkin reaksinya beluum homogeen. Bila dilihatt secara keseluuruhan perbedaaan bilangan esternya e tidak terlalu menyollok. Hanya paada beberap pa awal intervaal waktu yang terlihat t perbedaan nyata. Diliihat dari konveersi amida yangg terbentuk tiddak memperlihatkan perbbedaan yang nyata. n Terutam ma pada temp peratur 150 daan 160 0C, diimana diperolleh konverssi amida sebesar 98,36 %. Paada gambar 4.22 juga terlihat terjadi fluktuaasi pada beberaapa titik di setiiap run pennelitian. Hal inni kemungkinaan disebabkan oleh tekanan uap u di dalam rreaktor besar, sehingga konttak dengan reaktan akan berkurang. b 400 375 350 325 Run1 = 120 0 C Run n 2 = 130 C Run 3 = 14 40 C 300 275 Run 4 = 150 0 C Run n 5 = 160 C 250 225 200 175 150 125 100 75 50 25 0
w waktu (meniit) G Gambar 3.3 Penngaruh temperratur terhadap penurunan p bilaangan ester
A.2-3
SEMINAR NASIONAL L TEKNIK KIIMIA SOEBA ARDJO BROTOHARDJO ONO IX Program Stu udi Teknik Kimia UPN “V Veteran” Jawaa Timur Surabayya, 21 Juni 20012 3.2 Pen ngaruh temperratur terhadaap laju reaksi
Laju Reaksi(Molar/menit)
0,0 08 0,0 07 Run 5 = 160 C
Run 4 = 150 C
Run 3 = 140 C
Run 2 = 130 C
0,0 06 0,0 05 0,0 04
Run 1 = 120 C
0,0 03 0,0 02 0,0 01 0,0 00
waktu (m menit) Gambaar 3.4 Pengaruuh temperatur teerhadap laju reeaksi Gambar 3.4 di atas menunjjukkan pengaruuh temperatur terhadap laju rreaksi, dimanaa laju reaksi akkan berbedaa pada setiap variasi v temperattur yang berbeeda. Akan tetappi hal ini hanyaa terlihat jelas pada p awal reakksi saja. Dari gambar dappat dilihat bah hwa perbedaann laju reaksi kelihatan mencoolok pada wakktu 0 - 60 mennit k hingga reaksi berakhhir penurunan laju reaksi paada semua vaariasi temperattur saja. Seetelah menit ke-60 cenderu ung memiliki kesamaan. k Dalam hal ini laaju reaksi yan ng paling optim mum terdapat pada temperattur reaksi 160 1 0C, yakni 0,0737 0 Molar.m menit-1 pada t = 30 menit. Hal H ini sesuai ddengan pernyattaan bahwasannya laju reaaksi kimia bertaambah dengan naiknya tempeeratur (Keenann, et.al.,1984). Adanya perb bedaan laju reaaksi yang sanggat mencolok pada awal reaaksi antara T = 120oC, 130oC dengan T = 140oC, 150oC dan 1660oC ini diduga disebabkann oleh reaktann yang berbedda fasa sehinggga plai energi unttuk mengaktifkkan pereaksi dan d pengaruuh temperatur di awal reaksii sangat besar sebagai pensup membaantu timbulnyaa tumbukan molekul m antar ppereaksi. Reak ksi ini juga ddibantu oleh pengadukan yanng berfunggsi untuk mem mpercepat transsfer massa dann meningkatkaan tumbukan antar a molekul. Namun seirinng bertamb bahnya waktu,, campuran ak kan semakin hhomogen dan pengaruh tempperatur dan peengadukan tiddak begitu berpengaruh lagi l terhadap laju reaksi. Dalam D hal ini diduga pada menit ke-60 campuran tellah p waktu itu u, yang berperran mengontrol laju reaksi aadalah reaksi kimianya k sendiiri. homogeen. Sehingga pada Dengann demikian, pennurunan laju reeaksi setiap runn cenderung saama hingga akhhir reaksi. Terjadinya penurunan p laju reaksi pada seetiap run disebaabkan oleh konnsentrasi reaktaan yang semakkin menuru un dengan bertaambahnya wakktu karena sem makin banyak reeaktan yang beereaksi membenntuk produk attau dietanolamida. Hal ini sesuai dengann persamaan : (-rA) = -d dCA/dt (L Levenspiel, 19999). Dimana, = Laju reeaksi pengurangan zat A (-rA) -dCA/dt = Perubahan P konssentrasi zat A tiap t satuan wak ktu (Mol/menitt) Persamaan tersebut t menyyatakan bahwaa banyaknya reaktan r yang berkurang per satuan wakttu, s menuurun. sehingga laju reaksi juuga dimanaa semakin lamaa waktu reaksii maka konsenntrasi reaktan semakin akan seemakin menuru un. Dengan dem mikian hasil yaang diperoleh teelah sesuai denngan teori. nentuan Konsttanta Kecepattan Reaksi k 3.3 Pen Dari tabel 3.1 dapat dilihaat bahwasanyaa konstanta kecepatan reaksii mengalami kenaikan k sejallan dengan kenaikan tem mperature, yaituu 120 0C samppai 160 0C. Teetapi pada suhhu 140 0C konstanta kecepattan m pennurunan didugaa disebabkan ppada kondisi tersebut metil esster sisa reaksi cenderung lebbih reaksi mengalami banyak karena pada kondisi k ini sejuumlah kecil dieetanolamina keemungkinan teelah membentuuk fasa uap yanng tidak teerembunkan dengan sempurnaa. Sehingga tiddak dapat bereaaksi dengan meetil ester.
.
A.2-4
SEMINAR NASIONAL L TEKNIK KIIMIA SOEBA ARDJO BROTOHARDJO ONO IX Program Stu udi Teknik Kimia UPN “V Veteran” Jawaa Timur Surabayya, 21 Juni 20012 Table T III.1 Hassil perolehan nilai k pada berb bagai variasi teemperatur 1-n n (orrde reaksi) Temperatu ur (0C) k {(mol/liter) { .m menit-1)} 120 0 0,1658 0,01779 130 0 0,1684 0,01888 140 0,01838 0 0,1557 150 0,02305 0 0,1949 160 0,02322 0 0,1858 Peningkatan temperatur reaksi r akan m mempercepat kenaikan k konsentrasi amida, memperbessar penurun nan konsentrassi metil ester (A), ( atau denggan kata lain menaikan m konvversi metil estter (XA). Hal ini i disebab bkan karena deengan naiknya temperatur reaksi, maka sup plai energi unttuk mengaktifkkan pereaksi dan d tumbuk kan antar pereaaksi untuk men nghasilkan reakksi juga akan bertambah, b sehhingga produkk yang dihasilkkan menjad di lebih banyak k. Dari hasil peenelitian yang dilakukan, d nilaai konstanta keecepatan reaksii (k) naik denggan kenaikaan temperatur.. Hal ini sesuuai dengan teeori Arrheniuss dan pernyattaan Westerteerp (1984) yanng menyattakan bahwa keenaikan suhu akan a menaikan nilai konstantaa kecepatan reaaksi (k). 3.4 Eneergi Aktivasi Nilai k yangg telah diperolleh dapat diguunakan untuk menghitung besarnya b energ gi aktivasi, yaiitu dengan persamaan Arrrhenius (Levennspiel, 1999) :
Persam maan diatas dapaat diubah bentuuknya menjadii
Hubungan anntara temperatuur dan konstantta kecepatan reeaksi dapat diliihat pada gambbar 3.5 Dari gaambar 3.5 diperroleh persamaaan y = -1240,55x – 0,8997. Dengan demikiaan, berdasarkann persamaan 4.2, diperoleeh ln A = -0,89997, dan nilai Ea/R E adalah 12240,5. Pernyattaan ini dapat ditulis d dengan persamaan p : ln k = -11240,5/T – 0,89997 Karena nilai R = 1,987 cal/g mol K. Maka, energi aktivasi reaksii tersebut adalaah 2464,87 cal//mol, dan nilai A = 0,406 69 liter/mol.meenit.Dengan dem mikian persam maan tetapan lajju reaksi dapatt dituliskan : k = 0,44069e(-2464,87/R)x11/T T pada persamaan tersebut merupakkan variasi tem mperatur, yaitu 393,15 3 K; 403,15 K; 413,25 K; 423,15 K dan d 433,15 K. ‐3,5000 0225 0,00 ‐3,6000
0,00 0235
0,00 0245
0,00 0255
Ln k
‐3,7000 ‐3,8000 y = ‐1240,x ‐ 0,899
‐3,9000 ‐4,0000 ‐4,1000
1/T
Gambaar 3.5 Hubungaan Antara Konnstanta Kecepattan Reaksi denngan Temperatuur
A.2-5
SEMINAR NASIONAL L TEKNIK KIIMIA SOEBA ARDJO BROTOHARDJO ONO IX Program Stu udi Teknik Kimia UPN “V Veteran” Jawaa Timur Surabayya, 21 Juni 20012 4. KES SIMPULAN a. Hasil penelittian yang dilaku kukan pada tem mperatur 160 0C adalah : orde reaksi (n) = 0,,1858 ; konstannta 0,8142 -0,81422 laju reaksi k = 0,02322 moll .ml .menit-1 dan (-r ( A) = 0,023222⋅ CA0,1858 Molaar menit-1 o o b. Adanya perb bedaan laju reaaksi antara T = 120 C, 130 C dengan T = 140oC, 150oC dan 160oC yanng sangat menccolok pada awaal reaksi disebbabkan oleh reeaktan yang beerbeda fasa seh hingga pengaruuh pengadukan dan temperatuur di awal reakssi sangat besarr sebagai pensuuplai energi daan transfer masssa untuk mengaaktifkan pereakksi dan membaantu kohomogeenan. c. Temperatur dan pengadukkan di dalam reaksi ini tidaak begitu berppengaruh terhaadap laju reakksi y mengontrrol setelah menit ke-60, karenaa pada menit inni reaksi didugga telah homoggen. Sehingga yang mia itu sendiri. laju reaksi addalah reaksi kim d. Kenaikan tem mperatur berpeengaruh terhaddap kenaikan ko onstanta laju reeaksi pada renntang waktu yanng diamati. DAFTA AR PUSTAKA A Bailey, 2005. Handboook of Industrrial Oil and Faat Products. Edisi E VI. Vol. 6. 6 A John Willey & Sons, Innc. Publication : New Jersey V Oilss and Fats Proocessing. Volum me II. Interstam mpa, Rome. Bernarddini, E. 1983. Vegetables Clason,, W.E. 1968. Elsevier’s E Dictioonary of Chem mical Engineeriing. Elvesier’s. Publ. Co : Am msterdam. Hilyati,, Wuryaningsih h, M. Nasir, Taasrif, T.Beuna.. 2004. The Deetermination Of O Optimum Coondition For The T Synthesis Off Alkyl Monoeethanolamide From Palm Kernel K Oil. Indoonesian Journnal Of Chemisttry 4(2), 88-93. Serpong. IUPAC C, Standard Meethod for the Analysis A of Oiil, Fats, and Derivatives. D 19986. 1st Suppleement to the 77th Edition. Blacckweel Scientiffic Publicationn. Oxford Jatmika, A., 1998, Aplikasi A Enzim m Lipase dalam m Pengolahan Minyak M Sawit dan Minyak Inti I Sawit Untuuk Produk Panggan, Warta Pussat Penelitian Kelapa K Sawit, 6 (1) : 31 - 37. n, C.W., Kleinffelter, D.C., dann Wood, J.H..,,1984, “Kimia untuk Universiitas”, jilid 1, ed d.6, 521, Keenan 522,594, Erlaangga, Jakarta. Kirk, R.E R and D.F. Otthmer. 1968. Encyclopedia E of Chemical Technology. Fourrth Edition. Vool 1. Intersciennce Publisher a Division D of Joh hn Wiley & Sonns, Inc : New York. Y Levensppiel, Octave. 1999. 1 Chemicaal Reaction Enngineering. 2ndd Edition. New w York: John Wiley W and Sonns, Inc. Swern, D. 1995. Bailley’s Industriaal Oil and Fatt Products-Ind dustrial and Coonsumer Non Edible Produccts from Oils and Fats. Vol 5, 5th editions. Joohn Wiley and Sons, New Yoork. Westertterp, K.R., vaan Swaaij, W.P. W & Beenaackers, A.A.C.M. 1984. Chhemical Reacttor Design and Operation. New N York: Johnn Wiley and Soons.
A.2-6