Pemodelan Numerik Penetrasi Semprotan Bahan Bakar Bambang Sudarmanta Laboratorium Bahan Bakar dan Teknik Pembakaran Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS Kampus ITS Jalan Arief Rahman Hakim Keputih-Sukolilo Surabaya (60111) Telp.(031) 5922941, 5946230; e-mail:
[email protected]
Abstrak Dilakukan kajian pemodelan numerik untuk penetrasi semprotan bahan bakar dan divalidasi dengan data hasil eksperimental. Persamaan analitis untuk penetrasi semprotan bahan bakar diturunkan dalam dua daerah batas, yaitu daerah awal dan daerah aliran dua phase. Pada daerah awal, pengaruh gesekan droplet dan air-entrainment begitu signifikan, sedangkan pada daerah aliran dua phase, diasumsikan bahwa semprotan droplet mempunyai kecepatan yang sama dengan air-entrainment. Waktu karakteristik dari droplet break-up dalam semprotan diestimasikan terjadi melalui mekanisme bag dan stripping break-up. Pada semprotan bahan bakar diesel sesungguhnya, break-up droplet terjadi sesegera mungkin setelah droplet meninggalkan nozzle. Hal ini mendorong untuk memikirkan pendeknya daerah awal dan perubahan yang cepat dari aliran menuju daerah aliran dua phase. Persamaan penetrasi semprotan yang diturunkan dalam tulisan ini memberikan prediksi yang teliti terhadap hasil yang didapatkan secara eksperimental. Kata kunci: semprotan, gaya gesek, droplet, penetrasi, jarak penetrasi, waktu penetrasi.
Mereka menyimpulkan bahwa prediksi model mengenai jarak penetrasi s proporsional terhadap akar dua dari waktu t . Analisis lebih detail mengenai panjang penetrasi menunjukkan bahwa proporsional s terhadap t hanya terjadi pada waktu lebih atau disebut waktu break-up jet, sedangkan pada waktu yang lebih pendek, s proporsional terhadap t [1]. Gosh dan Hunt [7] meninjau daerah semprotan menjadi tiga, yaitu zone 1, dimana kecepatan awal dari droplet lebih besar dibandingkan dari lintasan udara dan tidak dipengaruhi olehnya. Zone 2, dimana kecepatan droplet pelan dan kecepatan droplet menjadi dapat dibandingkan dengan kecepatan udara ; zone 3, kecepatan droplet berkurang sedemikian rupa sehingga kecepatanya menjadi lebih rendah dari kecepatan terminal. Zone-zone tersebut mempunyai maksud fisik yang sama sebagai daerah masukan, transisi dan daerah berkembang penuh yang dikaji oleh Borman dan Ragland [8]. Model yang dikembangkan dalam tulisan ini adalah didasarkan pada [7], yang ditinjau secara parsial yaitu dibatasi pada zone 1 dan 3.
Permasalahan yang penting dari penetrasi semprotan untuk variasi aplikasi dipelajari secara eksperimental dan teoritikal. Teori yang tepat mengenai penetrasi semprotan adalah sangat kompleks sebagaimana halnya kebutuhan untuk modeling, yaitu mulai dari pembentukan ligamen dan break-upnya, droplet break-up dan evaporasi, udara masuk dan pengaruh dari turbulensi [1-3]. Tingkat konsistensi dari modeling dari tahapan proses tersebut adalah masih menjadi tantangan utama. Penggambaran model analisis sederhana tingkat awal suatu penetrasi semprotan dan droplet break-up diturunkan oleh Sazhin [4]. Pengurangan ukuran droplet akibat dari breakup diperhitungkan, tetapi asumsi yang tidak realistis seperti kecepatan droplet dijaga konstan masih digunakan. Pengaruh pengurangan ukuran droplet selama proses penetrasi diakibatkan oleh pengaruh evaporasi dan break-up diabaikan. Perbandingan secara detail diantara model-model yang berbeda untuk penetrasi semprotan dan hasil eksperimental dipublikasikan oleh Dent [5] dan Jones [6]. 19
20 Jurnal Teknik Mesin, Volume 5, Nomor 1, Januari 2005
Dalam zone 1, pengaruh jet udara pada dinamika droplet dapat diasumsikan sebagai gangguan kecil. Dinamika semprotan didalam zone 3 dipertimbangkan dalam kondisi aliran dua fase. Pendekatan ini secara luas digunakan untuk modeling dinamika semprotan, meliputi proses pembakaran. Transisi dari zone 1 sampai zone 3 dapat disertai oleh penomena break-up droplet. Pendekatan alternatif akan diasumsikan bahwa semprotan dibentuk pada tips nozzle. Asumsi akan dinilai layak ketika µ1 ) lebih bilangan Ohnesorge ( Oh = ρ σDo besar dari logaritma desimal dari bilangan reynold jet ( Re j = ρ lν in Do ), dimana
µl
µ l adalah
viskositas dinamik dari cairan
(bahan bakar), ρl , σ dan ν in adalah density, tegangan permukaan dan kecepatan awal dari cairan (bahan bakar) serta Do adalah diameter nozzle. Kriteria ini dapat disajikan secara pendekatan sebagai logOh > 3 − 6 log Re j .
( 5)
Persamaan Dasar dan Pendekatan Kecepatan droplet yang diinjeksikan dari nozzle adalah awalnya lebih besar dibandingkan dengan kecepatan dari lintasan gas atau udara, tetapi droplet tersebut diperlambat oleh gaya gesek, sementara gas dipercepat. Persamaan yang paling umum menggambarkan dinamika dari gerakan droplet tunggal dapat ditulis sebagai berikut: dv d 1 2 (1) m = − C ρ (v − v ) A d
dt
2
D
g
d
g
d
dimana, md , vd , dan Ad adalah massa, kecepatan dan luas penampang dari droplet, vg dan ρg adalah kecepatan dan density dari gas (hanya satu dimensi dinamika dari gas dan droplet yang ditinjau), CD adalah koefisien gesek, dimana besarnya bergantung pada bentuk droplet dan bilangan Reynold
Re =
2 ρ g (v d − v g )rd
µg
,
dimana
rd dan µg
adalah jari-jari droplet dan viskositas dinamik dari gas.
Asumsi bahwa droplet adalah bola yang perfek, persamaan 1 dapat disederhanakan menjadi: 2 ρ g ds d 2s 3 (2) = − CD − vg 8rd ρd dt dt 2 dimana ρ d adalah density dari droplet, s adalah jarak yang diukur dari nozzle dan ds vd = . dt
Penyelesaian persamaan 2 membutuhkan data CD dan v g . Parameter pertama merupakan fungsi yang agak komplek dari bilangan Reynold, sehingga sejumlah pendekatan harus diambil. Pendekatan umum disampaikan oleh Douglas [9], yaitu meninjau tiga range bilangan Reynold, yaitu Re < 0,2 (Stokes flow), 0,2 < Re < 500 (Allen flow) dan 500 < Re < 105 (Newton flow). Fungsi CD = f (Re) untuk aliran-aliran tersebut diberikan oleh persamaan berikut: untuk Stokes flow - C = 24 D
Re - C = 18,5 D Re 0,6
untuk Allen flow
- CD = 0,44 untuk Newton flow Dengan pendekatan zeroth bahwa v g adalah kecil dibandingkan dengan v d sehingga kontribusi suku kedua dalam ruas kanan persamaan 2 dapat diabaikan. Dalam kasus penyelesaian persamaan 2 dapat dituliskan sebagai berikut: untuk Stokes flow
s=
vd 0
α
(1 − exp(− αt ))
(3a)
untuk Allen flow −1,5 1 1 0,253v 0,6 β 1,5 − t + s= d0 0,4v 0,4 β 0,152β 2,5 d0 (3b) untuk Newton flow 1 (3c) s = ln(1 + vd 0γt )
γ
Dimana parameter baru dalam persamaan 3 adalah sebagai berikut:
α=
9µ g 2
2rd ρ d
Sudarmanta, Pemodelan Numerik Penetrasi Bahan Bakar
β=
4,577 µ g
γ =
0 ,6
ρ g 0, 4
1, 6
rd ρ d 0,165 ρ g
rd ρ d
dimana v d 0 adalah kecepatan droplet awal; diasumsikan bahwa st →0 = 0 Akibat gaya gesek pada droplet tidak hanya menimbulkan perlambatan terhadap droplet tetapi juga menimbulkan momentum transfer dari droplet ke gas yang masuk kedalam semprotan. Proses yang terakhir didiskusikan oleh Ghosh dan Hunt, yaitu yang menurunkan persamaan untuk kecepatan gas didekat zone semprotan (dalam zone 1) sebagai berikut: 2 3πrs α d d 2 (4) πrg 2 v g 2 = C D (v d − v g ) ds 8rd dimana, rg dan rs adalah jari-jari pancaran gas atau udara dan jari-jari semprotan itu sendiri, α d adalah fraksi volume dari droplet didalam
(
)
semprotan; rg biasanya lebih besar dibandingkan dengan rs, tetapi sebagaimana dengan pendekatan pertama, maka dapat diasumsikan keduanya sama. Penyelesaian persamaan 2 dan 4 dapat dilakukan dengan metode numerik dengan asumsi bahwa v d >> v g (untuk daerah yang dekat dengan nozzle) sehingga dapat dituliskan v d = v d 0 dalam sisi kanan persamaan 4. Dalam kasus ini, sisi kanan persamaan 4 menjadi konstan dan integrasi persamaan ini menghasilkan: 2 2 (5) rg v g = Ks + rg20 v g2 0 dimana rg0 dan vg0 adalah jari-jari dan kecepatan dari pancaran udara didekat nozzle (s = 0), 3rs2αd 2 K=
8rd
CDvd 0 = Konstan
Persamaan (5) disederhanakan lebih lanjut dengan mengasumsikan bahwa disana tidak ada kecepatan gas atau udara aksial pada keluaran dari nozzle(vg0 = 0) dan variasi rg sepanjang semprotan adalah kecil (rg = rg0). Sebagai hasil persamaan 5 direduksi menjadi: (6) vg = k s
21
dimana k = K . Persamaan 6 menyebabkan rg 0
penyederhanaan persamaan 2 menjadi: 2
ρ g ds d 2s 3 (7) =− CD −k s 2 8rd ρ d dt dt Persamaan 7 tidak menghasilkan penyelesaian analitis, tetapi dapat diselesaikan dengan menggunakan metode pendekatan suksesive. Asumsi bahwa penyelesaian persamaan 7 berkaitan dengan yang diprediksi oleh persamaan 3 untuk tiga type aliran tersebut, maka penyelesaian persamaan 7 dapat dituliskan dalam bentuk: (8) s = s 0 + ∆s dimana s0 diberikan oleh persamaan 3 (bergantung pada type aliran) dan ∆s << s 0 . Catatan bahwa asumsi dibenarkan hanya jika: k s << 1 vd
∆s << s0 adalah (9)
Stokes Flow Untuk Stokes flow, persamaan 8 dimasukkan ke persamaan 7 untuk disederhanakan menjadi: v d 2 ∆s d∆s +α − αk d 0 (1 − exp(− αt )) = 0 (10) dt α dt 2 Integrasi pertama dari persamaan 10 didapatkan: t v d∆s = αk exp(− αt )∫ exp(αt ′) d 0 (1 − exp(− αt ′))dt ′ α dt 0 (11) Persamaan 11 dapat disederhanakan lebih lanjut jika diasumsikan bahwa αt <<1 (asumsi ini adalah sesuai dengan asumsi sebelumnya bahwa ∆s << s0 ) dan hanya untuk order nol dan satu didalam persamaan ekspansi eksponensial. Persamaan 11 memberikan penyelesaian sebagai berikut: 5 4 (12) ∆s = αk v d 0 t 2 15 Kombinasi persamaan 3, 8 dan 12 dan untuk αt << 1 , penyelesaian persamaan 7 untuk aliran stokes dapat ditulis: 5 1 4 (13) s = v d 0 t − v d 0αt 2 + αk v d 0 t 2 2 15
22 Jurnal Teknik Mesin, Volume 5, Nomor 1, Januari 2005
Suku pertama dalam sisi kanan persamaan 13 memberikan pendekatan nol untuk s. Suku kedua memberikan koreksi terhadap s terhadap adanya gaya gesek didalam droplet sementara suku ketiga memberikan sejumlah reduksi terhadap gaya gesek tersebut akibat percepatan gas. Aliran Allen Untuk aliran Allen, persamaan 7 dapat direduksi menjadi: 1, 4
0, 4
d 2s ds ds (14) + β − 1,4βks0,5 = 0 2 dt dt dt Substitusi persamaan 8 kedalam persamaan 14 dan memperhatikan asumsi yang diambil, serupa dengan kasusu aliran Stokes, bahwa keduanya k dan ∆s adalah kecil, persamaan untuk ∆s didapatkan dalam bentuk: 0, 4 0, 4 d 2s d s 0 d∆s ds0 + 1 , 4 β − 1 , 4 β k s0 = 0 dt 2 dt dt dt (15) dimana s0 didefinisikan oleh persamaan 3b,
d s0 vd 0 = dt 1 + 0,4vd0,04 βt
(
)
2,5
Integrasi pertama dari persamaan 15 menghasilkan: t t 1,4βkvd0,04 d∆s dt′ = exp− 1,4βvd0,04 ∫ x∫ 0,4 0, 4 dt 0 1 + 0,4vd 0 βt′ 0 1 + 0,4vd 0 βt ′ v0,3 0,253 1,5 1 − 1 + 0,4vd0,04 βt′ × × d0 0,153β
(
)
t′ dt′′ exp1,4βvd0,04 ∫ dt′ 0, 4 0 1 + 0,4vd 0 βt′′
(16) Persamaan
16
disederhanakan
untuk
v d0 ,04 β t << 1 dan memberikan penyelesaian sebagai berikut:
∆ s = 0 ,373 kv d0 ,09 β t 2 , 5
(17) Kombinasi persamaan 3b, 8 dan 17 mendapatkan penyelesaian persamaan 9 dalam bentuk: 5
s = v d 0 t − 0,5v 1d,04 βt 2 + 0,373kv d0,09 βt 2 (18) Maksud suku-suku dalam persamaan 18 adalah secara eksak sama dengan seperti dalam persamaan 13 untuk aliran Stokes.
Persamaan Newton Untuk aliran Newton, asumsi bahwa k adalah kecil, persamaan 7 dapat dikurangi menjadi: 2
d 2s ds ds + γ − 2γks 0,5 = 0 dt 2 dt dt
(19)
Substitusi persamaan 8 kedalam persamaan 19 dan mengingat asumsi yang diambil, yaitu serupa dengan kasus aliran Stokes dan Allen, bahwa kedua k s dan ∆s adalah kecil, persamaan untuk ∆s didapat dalam bentuk: d 2s d d∆s d + 2γ s 0 − 2γk s 0 s0 = 0 (20) dt dt dt 2 dt Integrasi pertama dari persamaan 20 menghasilkan: t
d∆s −2 = (1+ vd0γt) 2 γ kvd0 ∫ ln(1+ vd 0γt )x(1+ vd0γt)dt dt 0 (21) 21 disederhanakan untuk v d 0γt << 1 dan memberikan penyelesaian sebagai berikut: 3 5 (22) ∆ s = 0 ,533 γkv d 02 t 2 Kombinasi persamaan 3c, 8 dan 22 mendapatkan penyelesaian persamaan 9 dalam bentuk: 3 5 (23) s = v d 0 t − 0 ,5 v d2 0 γ t 2 + 0 ,533 γ kv d 02 t 2 Maksud suku-suku dalam persamaan 23 adalah secara eksak sama seperti dalam persamaan 13 dan 18 untuk aliran stokes dan Allen.
Persamaan
Aliran Dua Phase Analisis pengaruh jet udara dalam dinamika semprotan didalam luasan di sekitar nozzle adalah hal yang agak sulit dan persamaan yang sesuai tidak dapat diselesaikan secara analitis dalam kasus yang umum. Pada waktu yang sama sebagaimana pertambahan jarak dari nozzle, kecepatan droplet mendekatai kecepatan udara masuk. Seperti hasil, dinamika dari kedua droplet dan udara masuk dapat digambarkan dalam istilah aliran dua phase dengan kecepatan relatif nol diantara udara dan droplet. Properties dasar dari aliran ini dapat diturunkan dari persamaan kekekalan massa dan momentum. Dari persamaan kekekalan massa dari droplet kita dapatkan:
Sudarmanta, Pemodelan Numerik Penetrasi Bahan Bakar
ρd A0vin = ρm Amvm −(1−αd )ρm Amvm
(24) dimana A0 adalah luas penampang melintang dari nozzle, vin adalah kecepatan awal dari drolet, ρm adalah densitas dari campuran droplet dan gas, Am adalah luas penampang melintang dari semprotan, vm adalah kecepatan dari campuran. Sisi kiri dari persamaan 24 adalah perubahan laju alir massa dari bahan bakar pada nozzle. Suku pertama sisi kanan persamaan 24 memberikan laju alir massa campuran bahan bakar dan udara, sedangkan suku kedua memberikan sejumlah kontribusi laju alir massa udara masuk. Hubungan diantara Am dan A0 dapat dinyatakan dalam bentuk: (25) Am = A0 + πD0 s tanθ + πs 2 tan2 θ dimana s adalah jarak dari nozzle sepanjang aksis semprotan, θ adalah setengah sudut semprotan. Dari persamaan kekekalan momentum didapatkan: (26) ρ d A0 vin 2 = ρ m Am vm 2 Persamaan 24 s/d 26 dapat dikombinasikan dalam sistem persamaan berikut:
v~ A (27) v~ 2 ~ ρr = ~ A dimana selanjutnya dapat dikenalkan parameter tanpa dimensi sebagai berikut: ~ Am 4s tanθ 4s 2 tan2 θ
ρ~r = ~ + (1 − α d )ρ~a
A=
A0
ρ~r =
= 1+
D0
+
D0
2
ρ ρm ; ~ v ρ a = a ; ~v = in ρd ρd vm
~ dari persamaan 27 mendapatkan Eliminasi ρ r penyelesaian dalam bentuk: 1 ~ (28) v~ = 1+ 1+ 4(1−αd )ρ~a A 2 Sebagaimana kelanjutan dari persamaan 28, dalam kasus tidak ada udara masuk (α d = 1)
(
)
~ = 1 , dimana dimaksudkan kita mempunyai v bahwa v m = vin . Dengan memasukkan difinisi ~ dari v~ dan A , maka penyelesaian persamaan 28 dapat ditulis sebagai berikut: 2vin ds = dt m 1 + a + bs + cs 2
(29)
23
dimana:
a =1+ 4(1−αd )ρ~a 16(1 − α d )ρ~a tan θ
b=
c=
D0 16(1 − α d )ρ~a tan2 θ 2
D0 Subscript m mengindikasikan bahwa ds adalah kecepatan dari campuran. dt
m
Integrasi persamaan 29 menghasilkan: s+
2 cs + b 4c
4 ac − b 2 8c
3
2
a + bs + cs 2 −
(
b a + 4c
)
2 c a + bs + cs 2 + 2 cs + b = 2v in t ln 2 ac + b
(30) Dua kasus batas dari persamaan 30 akan ditinjau, yaitu: s kecil (a >> bs >> cs 2 ) dan s besar
(a << bs << cs ). 2
Dalam kasus ketika 30 ( a >> bs >> cs ) persamaan disederhanakan menjadi: 2vin t (31) s= ≈ vin t b (a − 1) 1+ a + 8c a Persamaan 31 mendapatkan harga s untuk sesegera sekitar nozzle v m = vin . Hal ini terkait dengan hasil dari analisis dalam daerah awal dan dua phase. Kondisi (a << bs << cs 2 ) adalah untuk s besar dan atau D0 cukup kecil. Dalam kasus ini, persamaan 30 disederhanakan menjadi: s2 c a + 2bs b a 4ac−b2 4cs s+ 1+ − + 3 ln = 2vint 2 2cs2 4c 8c 2 2 ac+b (32) Persamaan 32 dapat disederhanakan lebih lanjut dengan asumsi: b (33) ≈ 2 ρ~a <<1 2 ac dan direduksi menjadi: 2
2 cs s2 c a 1 = 2vint +s+ + ln 2 2 c 2 a
(34)
Mengingat bahwa x >> ln x untuk x besar dan mengambil dua dua suku yang mempunyai order paling besar pada sisi kiri
24 Jurnal Teknik Mesin, Volume 5, Nomor 1, Januari 2005
m2/s. Density droplet 760 kg/m3, tegangan permukaan 21,8 mN/m dan fraksi volume 10-4. Estimasi kecepatan bahan bakar masuk diperoleh dari laju alir massa, yaitu sebesar laju alir massa vin = = 318 m / s . 2 ρ d πd0 / 4 Hal ini mempunyai implikasi bahwa 2vin ρ g rd Re = = 1,9x10−4 dengan radius
persamaan 34, sehingga persamaan tersebut berubah menjadi: s2 c 2 (35) t≈ 1 + 4vin s c Persamaan 35 dapat disusun kembali menjadi: vin D0t s= x 1 ~ 1 (1 − α ) 4 ρ 4 tanθ d
a
D0 1 − 4 v (1 − α ) 14 ρ~ 14 tanθ t in d a (36) Persamaan 36 dapat disederhanakan lebih lanjut jika suku kedua dalam sisi kanan diabaikan sehingga memberikan persamaan sebagai berikut:
s=
vin D0 t (1 − α d ) 4 ρ~a 14 tan θ 1
(37)
Cakupan pemakaian dan ketelitian dari persamaan 37 ditentukan berdasarkan perbandingan langsung diantara prediksi persamaan 31, 36 dan 37. Keuntungan utama dari persamaan 31 adalah bahwa memprediksi secara akurat transisi yang halus dari sesegera sekitar nozzle untuk aliran dua phase dalam daerah dimana semprotan terbentuk secara penuh. Nilai dari vin dapat ditentukan dari penurunan tekanan pada nozzle (∆p): 2∆p (38) vin = c d ρd dimana cd koefisien dari discharge. Validasi Model Selanjutnya dilakukan validasi terhadap model penetrasi semprotan yang sudah dibuat dengan hasil eksperimental yang dilakukan oleh Allocca [10] untuk kondisi 1 dan Su [11] untuk kondisi 2. Hasil menunjukkan bahwa pendekatan aliran dua phase adalah cukup untuk menginterprestasikan dari hasil ini dalam kedua kasus.
Kondisi Operasi Eksperimental • Kondisi 1. Jari-jari nozzle10-4 m dengan rata-rata laju injeksi bahan bakar 0,01 mm3/ms. Ruang bakar diisi dengan gas Argon pada tekanan 1,7 MPa, density 19,7 kg/m3, dan viskositas kinematik 3,3 x 10-6
µg
•
awal dari droplet diasumsikan sama dengan radius nozzle. Kondisi 2. Jari-jari nozzle 1,3 x 10-4 m, dimana tekanan injeksi 90 MPa, Koefisien discharge 0,8. Ruang bakar diisi dengan campuran gas Argon dan udara pada suhu kamar, density 20 kg/m3 dan viskositas kinematik 3,3 x 10-6 m2/s. Density droplet 786,5 kg/m3, tegangan permukaan 21,8 mN/m dan fraksi volume 10-4. Estimasi kecepatan bahan bakar masuk dari penurunan tekanan dan koefisien discharge m . memberikan vin = cd 2∆p ρ d = 382,7 s Hal ini mempunyai implikasi bahwa Re = 3,1 x 104 dengan asumsi bahwa jari-jari awal dari droplet sama dengan jari-jari nozzle.
Perbandingan hasil Penetrasi semprotan yang dihitung secara numeric oleh persamaan 30, 36, dan 37 dibandingkan dengan data-data eksperimental oleh Allocca untuk kondisi 1 dan Su untuk kondisi 2. Parameter θ (setengah sudut semprotan) didapat dari eksperimental tersebut yaitu sebesar 130 untuk kondisi 1 dan 190 untuk kondisi 2. Hasil perbandingan antara perhitungan numerik dan hasil eksperimental ditunjukkan pada Gambar 1 untuk kondisi 1 dan Gambar 2 untuk kondisi 2.
Sudarmanta, Pemodelan Numerik Penetrasi Bahan Bakar
Kom paras i Pe ne tras i Sem protan 60 50 40
Pers. 31 30
Pers. 36
20
Pers. 37
10
Eksperimen
0 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
1.1
W a k t u ( ms )
Gambar 1. Penetrasi Semprotan perhitungan numerik dan hasil eksperimental untuk kondisi 1. Dari Gambar 1 terlihat bahwa penyederhanaan dengan menghilangkan suku kedua pada ruas kanan persamaan 37 mengakibatkan besarnya perhitungan kedalaman penetrasi semprotan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan hasil eksperimental. Kondisi batas untuk s kecil, yaitu (a >> bs >> cs 2 ) memberikan pendekatan yang paling akurat terhadap hasil eksperimental Alloca, terutama sekali setelah t = 0,3 ms. Sebaliknya untuk pendekatan persamaan s besar, yaitu (a << bs << cs 2 ) memberikan prediksi kedalaman penetrasi yang sedikit dibawah hasil eksperimental. Sedangkan untuk kondisi 2, yaitu komparasi terhadap hasil eksperimental yang dilakukan oleh Su digambarkan pada Gambar 2. Komparasi Penetrasi Semprotan 100
Kedalaman Penetrasi (mm)
90 80 70
Pers. 31
60 50
Pers. 36
40
Pers. 37
30 20
Eksperimen
10 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
2
2.2
Waktu (ms)
Gambar 2. Penetrasi Semprotan perhitungan numerik dan hasil eksperimental untuk kondisi 2. Dari Gambar 2 terlihat bahwa untuk kondisi vin yang lebih tinggi, seperti yang
25
dilakukan oleh Su, prediksi yang dilakukan dengan mengaanggap s kecil, yaitu 2 tetap memberikan ( a >> bs >> cs ) pendekatan yang paling akurat dari prediksi lainnya. Juga terlihat bahwa prediksi persamaan 36 dan 37 sedikit memberikan hasil kedalaman penetrasi lebih tinggi dibandingkan hasil eksperimental Secara umum dilihat dari Gambar 1 maupun Gambar 2, tiga persamaan 31, 36 dan 37 dapat memberikan prediksi yang akurat terhadap penetrasi semprotan yang diamati. Catatan bahwa dari ketiga prediksi yang paling direkomendasikan untuk digunakan model penetrasi semprotan adalah persamaan 31. Hal ini dikarenakan persamaan 31 memberikan diprediksi paling akurat dari ketiganya. Kesimpulan Kesimpulan dari pemodelan numerik semprotan bahan bakar ini adalah sebagai berikut: 1. Persamaan prediksi untuk penetrasi semprotan bahan bakar dapat diturunkan untuk daerah awal semprotan dengan asumsi bahwa aliran disekitar droplet adalah Stokes, Allen dan Newton. 2. Persamaan penetrasi semprotan untuk aliran dua phase memberikan kesesuaian yang lebih baik terhadap hasil eksperimental untuk kondisi 1 maupun 2, terutama dengan pendekatan s yang kecil, yaitu. (a >> bs >> cs 2 ) Referensi [1] Lefebvre A.H., 1989, Atomization and Sprays, Taylor & Francis, London. [2] Iyer, V.A., Abraham, J., and Magi, V., 2002, “Exploring Injected Droplet Size Effects on Steady Liquid Penetration in a Diesel Spray with a Two-fluid Model”, Int. Journal Heat Mass Transfer, Vol. 45, pp. 519–531. [3] Faeth, G.M., Hsiang, L.P., and Wu, P.K., 1995, “Structure and Breakup Properties of Sprays”, Int. Journal Multiphase Flow, Vol. 21(Suppl), pp. 99–127. [4] Sazhin, S.S., Feng, G., and Heikal, M.R., 2001, “A Model for Fuel Spray Penetration”, Int. Journal Fuel, Vol. 80, pp. 2171–2180.
26 Jurnal Teknik Mesin, Volume 5, Nomor 1, Januari 2005
[5] Dent, J.C., 1971, “A Basic for Comparison of Various Experimental Methods for Studying Spray Penetration”, SAE Report, 710571. [6] Jones, P.L., 1972, “Comparison of the various correlation for spray penetration“, SAE Report, 720776. [7] Ghosh, S., Hunt, J.C.R., 1994, “Induced Air Velocity within Droplet Driven Sprays”, Proceeding Royal Soc. London, Vol. 44, pp. 105–127. [8] Borman, G.L., and Ragland, K.W., 1998, Combustion Engineering, McGraw-Hill, New York.
[9] Douglas, J.F., Gasiorek, J.M., Swaffield, J.A., 1995, Fluid Mechanics, Longman, London. [10] Allocca, L., et al., 1992, ”Experimental and Numerical Analysis of a Diesel Spray”, SAE Report, no. 920576. [11] Su, T.F., et al., 1996, “Experimental and Numerical Studies of High Pressure Multiple Injection Spray”, SAE Report, no. 960861.