76
PENGELOLAAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DI PG CEPIRING, PT INDUSTRI GULA NUSANTARA, KENDAL DENGAN ASPEK KHUSUS MODIFIKASI BUDIDAYA UNTUK MENURUNKAN SALINITAS
ANTONIUS HARI KRISTANTO A24070001
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
77
RINGKASAN
ANTONIUS
HARI
KRISTANTO.
Pengelolaan
Tebu
(Saccharum
Officinarum L.) di PG Cepiring, PT Industri Gula Nusantara, Kendal dengan Aspek
Khusus
Modifikasi
Budidaya
untuk
Menurunkan
Salinitas.
(Dibimbing oleh PURWONO). Program peningkatan produksi tebu dengan ektensifikasi menemui berbagai kendala. Tingginya laju konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian dan kompetisi dengan komoditas lain menjadi penghambat program ini. Semakin sulitnya menemukan lahan untuk areal pertanaman tebu memaksa berbagai pihak untuk menanam tebu di lahan marginal yang sulit untuk pertanaman tebu, salah satu contohnya adalah lahan di dekat pesisir laut dengan cekaman salinitas. Penanaman tebu di lahan tercekam salinitas membutuhkan teknik budidaya yang khusus. Teknik budidaya ini bertujuan untuk mengurangi tingginya kadar garam yang dapat menyebabkan cekaman fisiologi pada tebu. Beberapa teknik budidaya khusus sebenarnya telah diterapkan, seperti pada kebun tebu PG Cepiring, PT Industri Gula Nusantara. Teknik budidaya tersebut dilakukan yaitu modifikasi teknik tata air melalui ukuran got yang lebih besar untuk mengurangi kadar garam pada lahan sehingga memungkinkan tebu untuk tumbuh dan berproduksi di lahan tersebut. PG Cepiring, PT Industri Gula Nusantara adalah pabik gula dengan produk gula kristal putih. Bahan baku yang dugunakan adalah tebu dan raw sugar. Kapasitas pabik mencapai 1 800 TCD (ton cane per day). Luas area perkebunan tebu mencapai 2 471 ha yang terbagi dalam beberapa pola kemitraan yaitu kemitraan A, kemitraan B, dan tebu mandiri. Upaya reklamasi lahan salin menggunakan metode kolam-alur (basinfurrow method). Berdasarkan pengamatan, perlakuan khusus yang diterapkan di lahan tercekam salinitas dapat menurunkan tingkat salinitas lahan, namun pertumbuhan tebu tetap terhambat pada fase vegetatif awal. Akibat hambatan pertumbuhan tersebut, produktivitas tebu di lahan salin lebih rendah daripada lahan nonsalin. Pada lahan salin menghasilkan 58.87 ton/ha sedangkan lahan nonsalin 96.40 ton/ha. Meskipun produksinya rendah, usaha tani tebu di lahan
78 salin tetap menguntungkan dan tidak jauh berbeda dengan lahan nonsalin. Dengan upaya yang telah dilakuan, usaha tani tebu di lahan salin tetap menguntungkan sehingga budidaya tebu di lahan salin tetap dapat dilanjutkan. Saran penulis untuk PT Industri Gula Nusantara menyangkut budidaya tebu di lahan salin adalah penelitian lebih lanjut tentang penentuan dosis pemupukan khusus lahan salin dan penambahan bahan kimia selain pupuk untuk membantu reklamasi lahan salin dengan gipsum (CaSO4.2H2O).
79
PENGELOLAAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DI PG CEPIRING, PT INDUSTRI GULA NUSANTARA, KENDAL DENGAN ASPEK KHUSUS MODIFIKASI BUDIDAYA UNTUK MENURUNKAN SALINITAS
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
ANTONIUS HARI KRISTANTO A24070001
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
80
Judul
: PENGELOLAAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DI PG CEPIRING, PT INDUSTRI GULA NUSANTARA, KENDAL DENGAN ASPEK KHUSUS MODIFIKASI BUDIDAYA UNTUK MENURUNKAN SALINITAS
Nama
: ANTONIUS HARI KRISTANTO
NIM
: A24070001
Menyetujui, Pembimbing
Ir. Purwono, MS. NIP 19580922 198203 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr. NIP 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus :………………..
81
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Punggur, Lampung Tengah pada tanggal 26 Januari 1990. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Drs. Andreas Sutrisno, M.M. dan Hartini, S.Pd. Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis diantaranya TK Pertiwi Punggur dan lulus pada tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri 3 Tanggulangin dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Punggur dan lulus pada tahun 2004. Selanjutnya penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kotagajah pada tahun 2007. Tahun 2007 penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program S-1 Mayor-Minor, dengan Mayor Agronomi dan Hortikultura, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB, dan Minor Manajemen Fungsional. Tahun 2008 penulis menjadi asisten praktikum Fisika Tingkat Persiapan Bersama dan asisten matakuliah Agama Katolik (Tim Pendamping) sebagai penaggung jawab kuliah. Penulis juga aktif di berbagai organisasi. Tahun 2007 sebagai anggota Paduan Suara Mahasiswa IPB (Agria Swara) dan Paduan Suara Mahasiswa Katolik IPB (Pluela Domini). Tahun 2008 sebagai pengurus HIMAGRON (Himpunan Mahasiswa Agronomi). Tahun 2009 sebagai Ketua Divisi PSDM dan salah satu pendiri Koperasi Mahasiswa Agronomi dan Hortikultura. Beberapa prestasi yang didapat penulis antara lain Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) yang didanai oleh Dikti, yaitu di bidang penelitian, pengabdian masyarakat, dan kewirausahaan pada tahun 2010 dan 2011.
82
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat kasih dan karunia-Nya, penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini, dan secara khusus kepada: 1. Ayahanda Andreas Sutrisno, Ibunda Hartini dan Kakak Andre Hari Wibowo tercinta yang telah memberikan dukungan doa, moral, dan material selama menjalani pendidikan. 2. Ir. Purwono, M.S. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran selama proses magang sampai dengan penyusunan skripsi ini. 3. Direksi PT. Industri Gula Nusantara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan kegiatan magang. 4. Ibu Wahyu Ningsih selaku pemimbing lapang yang banyak memberi bantuan, masukan, dukungan dan fasilitas selama kegiatan magang. 5. Bapak Giardi, Harimuladi, Judiman, Heriyono, Badawi, Ngaluwi, Rochmat, Mbah Tunut, Mbah Roso, dan Mbah Wadji selaku staf Kantor Tanaman dan staf lapang PT. IGN yang telah membantu dan mendampingi penulis selama kegiatan magang berlangsung. 6. Tim Tanaman IGN : Bang Choirul, Mas Moko, Mas Agung, “Genk’e” Mono, Anggi, mandor kecil (Eka, Agung, dan Salin) dan sinder muda (Mas Hari dan Mas Adi) atas kebersamaan yang indah selama 4 bulan. 7. Partner magang dan PS, Bagus dan Manahan, atas kebersamaan dan kerjasama selama magang dan bimbingan, “Ini baru awal perjuangan panjang kita kawan”. 8. My Special one dan penghuni Perwira43 (Leo, Brury, Adit, abang-abang, kakak-kakak, teman-teman dan adik-adik) atas dukungan dan kenangan tak terlupakan.
83
9. Tim Pendamping IPB secara khusus “Densus08” (Eny, Lusi, Lisa, Brury, Adian, Chisi, Rio, Manta, Sari, Bambang, Ayu, Ella, Arianti, Dika, Leo, Ishak, dan Ulin), terimakasih atas kebersamaan dan kenangan indah tak terlupakan, “Mari kita terus berproses dari sebuah kepompong, menjadi kupu-kupu”. 10. Teman-teman Agronomi dan Hortrikultura angkatan 44 yang telah memberikan semangat dan persahabatan yang tak terlupakan Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk bagi pihak yang memerlukan, serta dapat mengembangkan ilmu pengetahuan.
Bogor, Juni 2011 Penulis
84
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 Tujuan .............................................................................................................. 3 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4 Botani dan Morfologi Tanaman Tebu .............................................................. 4 Ekologi Tanaman ............................................................................................. 5 Tanah Salin ...................................................................................................... 6 Pengaruh Salinitas Terhadap Tanaman ............................................................ 7 Upaya Pemanfaatan Tanah Salin ..................................................................... 8 METODE MAGANG ........................................................................................... 10 Tempat dan Waktu ......................................................................................... 10 Metode Pelaksanaan ....................................................................................... 10 Pengamatan dan Pengumpulan Data .............................................................. 11 Analisis Data .................................................................................................. 14 KEADAAN UMUM ............................................................................................. 15 Sejarah PG Cepiring ...................................................................................... 15 Letak Geografi atau Letak Wilayah Administratif ........................................ 16 Keadaan Iklim dan Tanah .............................................................................. 16 Luas Areal dan Tata Guna Lahan .................................................................. 17 Keadaan Tanaman dan Produksi .................................................................... 19 Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan ...................................................... 20 PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ........................................................ 24 Aspek Teknis ................................................................................................. 24 Pembukaan lahan dan penanaman tebu ................................................ 24 Pemeliharaan tanaman tahun pertama .................................................. 29 Pemeliharaan tanaman keprasan ........................................................... 37 Pemanenan ............................................................................................ 38 Pengolahan gula .................................................................................... 42 Aspek Manajerial ........................................................................................... 46 Pengelolaan kegiatan lapang ................................................................ 46 Aspek Khusus ................................................................................................ 48 Kondisi salinitas kebun......................................................................... 48 Teknis budidaya tebu di lahan salin ..................................................... 49 Kondisi tebu di lanah salin ................................................................... 51 Pertumbuhan dan pembungaan tebu di lahan salin .............................. 52 Produktivitas tebu dan analisis usaha tani kebun tebu di lahan salin ... 53
87
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
Gambar 1 . Alur Pembukaan Lahan dan Penanaman Tebu ................................ 24 Gambar 2.
Got pada Saat Pembukaan Lahan .................................................... 27
Gambar 3.
Pembuatan Juringan Secara Manual (a) dan Juringan yang Telah Selesai (b) .............................................................................. 28
Gambar 4.
Bibit Bagal Tebu 2 Mata .................................................................. 28
Gambar 5.
Penanaman Tebu .............................................................................. 29
Gambar 6 . Alur Pemeliharaan Tebu Tahun Pertama ......................................... 30 Gambar 7.
Pengairan Tebu dengan Metode Furrow Irrigation ........................ 32
Gambar 8.
Pekerjaan Kletek Tebu (a) dan Tebu yang Telah Dikletek (b) ........ 35
Gambar 9 . Alur Pemeliharaan Tebu Keprasan .................................................. 37 Gambar 10. Alur Pemanenan Tebu ..................................................................... 39 Gambar 11. Hand Refractometer untuk Pengukuran Brix Nira Tebu di Lapang ......................................................................................... 40 Gambar 12. Penebangan Tebu ............................................................................. 41 Gambar 13. Pengangkutan Tebu ke Truk Angkutan (a) dan Kapasitas Muatan Truk Angkutan (b) .............................................................. 42 Gambar 14. Skema Proses Pengolahan Tebu dan Raw Sugar PG Cepiring ........ 43 Gambar 15. Got Lahan Salin (a), Got Lahan Nonsalin (b), Penampang Melintang Got Lahan salin (c), dan Penampang Melintang Got Lahan Nonsalin (d) .................................................. 50
85
PEMBAHASAN ................................................................................................... 55 Aspek Teknis ................................................................................................. 55 Sistem tata air kebun ............................................................................ 55 Aspek Manajerial ........................................................................................... 57 Sistem kemitraan .................................................................................. 58 Kredit ketahanan pangan dan energi (KKP-E Tebu) ............................ 59 Sistem beli putus................................................................................... 61 Manajemen kemitraan .......................................................................... 63 Struktur organisasi bagian tanaman PG Cepiring ................................ 64 Aspek Khusus ................................................................................................ 64 Kondisi salinitas kebun......................................................................... 64 Teknis budidaya tebu di lahan salin ..................................................... 66 Kondisi tebu di lanah salin ................................................................... 66 Pertumbuhan dan pembungaan tebu di lahan salin .............................. 68 Produktivitas tebu dan analisis usaha tani kebun tebu di lahan salin ... 69 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 71 Kesimpulan .................................................................................................... 71 Saran .............................................................................................................. 71 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 73 LAMPIRAN .......................................................................................................... 75
86
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
Tabel 1. Keadaan Iklim Selama 3 Tahun Terakhir di Wilayah PG Cepiring ..... 17 Tabel 2. Luas Areal (ha) PG Cepiring Berdasarkan Kategori Kebun ................ 17 Tabel 3. Luasan Kebun Bibit (ha) Berdasarkan Kategori Kebun Bibit .............. 18 Tabel 4. Produktivitas, Rendemen Tebu dan Produksi Gula Kristal Putih (GKP) Selama 4 Tahun ............................................................... 20 Tabel 5. Produksi Gula Kristal Putih dengan Bahan Baku Raw Sugar selama 4 tahun ...................................................................................... 20 Tabel 6. Jumlah Karyawan PG Cepiring Tahun 2011 ........................................ 22 Tabel 7. Analisis Salinitas Tanah Saat Tebu Berumur 31 MSK ........................ 48 Tabel 8. Tinggi Tanaman Tebu (cm), Jumlah Ruas, Diameter (cm), dan Bobot Batang (kg) pada 27 MSK sampai 41 MSK .............................. 51 Tabel 9. Jumlah Batang Tebu per Meter dan Jumlah Sogolan ........................... 52 Tabel 10. Brix Nira Tebu di Lapang pada Umur 27 MSK dan 41 MSK .............. 52 Tabel 11. Pertumbuhan Tebu di Kebun Salin dan Nonsalin pada 27 MSK sampai 41MSK ..................................................................................... 53 Tabel 12. Produktivitas Tebu (ton/ha) di Lahan Salin dan Nonsalin Selama Tiga Musim Tanam.................................................................. 53 Tabel 13. Keuntungan Usaha Tani Tebu (Rp) di Kebun Salin dan Nonsalin Masa Tanam 2010/2011 ....................................................................... 54 Tabel 14. Nilai KKP-E Setiap Tahapan Budidaya Tebu PC per Hektar .............. 60 Tabel 15. Curah Hujan Kebun Pidodo pada Stasiun Hujan Terdekat .................. 65
85
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Karyawan Harian di Kebun PG Cepiring, PT. Industri Gula Nusantara, Kedal ....................................... 75
2.
Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Mandor di Kebun PG Cepiring, PT. Industri Gula Nusantara, Kedal ....................................... 76
3.
Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Sinder di Kebun PG Cepiring, PT. Industri Gula Nusantara, Kedal ....................................... 78
4.
Bobot Batang per Meter per Jenis Tebu Berdasarkan Diameter Batang 5 Tahun Terakhir .......................................................................................... 81
5.
Data Curah Hujan dan Hari Hujan Tahun 2007-2009 di Kabupaten Kendal ........................................................................................ 82
6.
Struktur Organisasi PG Cepiring PT Industri Gula Nusantara .................... 83
7.
Struktur Organisasi Bagian Tanaman PG Cepiring, PT Industri Gula Nusantara...................................................................................................... 84
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah tanaman perkebunan penting di Indonesia. Tebu merupakan tanaman keluarga rumput-rumputan (Graminae) sebagai bahan baku pembuatan gula. Dewasa ini masih terjadi masalah dalam kecukupan produksi gula untuk kebutuhan dalam negeri. Dengan luas areal perkebunan tebu nasional sebesar 438 957 ha pada tahun 2008, Indonesia mampu memproduksi tebu segar sebesar 2 800 946 ton. Dengan rendemen rata-rata nasional sebesar 6.99% - 7.23%, produksi gula dalam negeri baru sekitar 2.6 juta ton. Sementara itu, Indonesia membutuhkan 4.85 juta ton gula yang terdiri dari 2.7 juta ton untuk konsumsi langsung dan 2.15 juta ton untuk keperluan industri. Produksi gula menurun pada tahun 2010 yaitu hanya sebesar 2.3 juta ton. Berdasarkan data tersebut poduksi gula nasional sampai saat ini belum mencukupi kebutuhan gula nasional dan Indonesia masih mengalami kekurangan gula (Kementrian Pertanian, 2011). Kesenjangan antara produksi gula dan kebutuhan gula dalam negeri membutuhkan upaya untuk mengatasinya. Salah satu upaya yang telah ditempuh adalah meningkatkan produktivitas tebu. Peningkatan produktivitas tebu telah dilakukan baik secara intensifikasi, maupun secara ekstensifikasi. Kegiatan ekstensifikasi telah dilakukan pemerintah dengan berusaha menambah luas areal pertanaman tebu. Berbagai fasilitas yang telah diberikan pemerintah kepada petani tebu guna memenuhi tujuan tersebut antara lain program Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E). Tujuan utama fasilitas tersebut adalah memicu petani untuk menanam tebu di lahan pertanian mereka. Program peningkatan produksi gula dengan ektensifikasi menemui berbagai kendala. Tingginya laju konversi dan kempetisi dengan komoditas lain merupakan penghambat program ini. Semakin sulitnya menemukan lahan untuk areal pertanaman tebu memaksa berbagai pihak untuk menanam tebu di lahan marginal yang sulit untuk pertanaman tebu, salah satu contohnya adalah lahan di dekat pesisir laut dengan cekaman salinitas. Lahan marjinal didefinisikan sebagai lahan yang mempunyai potensi rendah sampai sangat rendah untuk dimanfaatkan
2 sebagai lahan pertanian, namun dengan penerapan suatu teknologi dan sistem pengelolaan yang tepat, potensi lahan tersebut dapat ditingkatkan menjadi lebih produktif dan berkelanjutan (Alihamsyah dan Noor, 2003). Lahan salin mempunyai potensi untuk dimanfaatkan menjadi pertanaman tebu. Total lahan salin yang mencapai 0.44 juta ha di Indonesia merupakan potensi untuk upaya ektensifikasi perkebunan tebu (Alihamsyah dan Noor, 2003). Dengan luasan yang cukup besar tersebut, lahan salin dapat dikembangkan menjadi perkebunan tebu untuk manambah produksi tebu Indonesia. Penambahan produksi tebu akan meningkatkan produksi gula nasional untuk memenuhi kebutuhan gula nasional. Pertanaman tebu sudah merambah lahan marginal dengan cekaman salinitas. Usaha perkebunan tebu di pulau Jawa yang didominasi oleh kebun tebu rakyat banyak dilakukan di daerah pesisir laut utara. Salah satu contohnya adalah perkebunan tebu di wilayah PG Cepiring, PT Industri Gula Nusantara (IGN) yang terletak di Kendal, yaitu kabupaten di pesisir laut utara Jawa. Penggunaan lahan yang dekat dengan laut kerap menimbulkan masalah cekaman salinitas di wilayah PG Cepiring dan kebun tebu lain yang berada di wilayah jalur pantai utara. Salinitas didefinisikan sebagai adanya garam terlarut dalam konsentrasi yang berlebihan dalam larutan tanah. Penanaman tebu di lahan tercekam salinitas membutuhkan teknik budidaya yang khusus. Teknik budidaya ini bertujuan untuk mengurangi dampak negatif dari tingginya kadar garam yang dapat menyebabkan cekaman fisiologi pada tebu. Beberapa teknik budidaya khusus sebenarnya telah diterapakan, seperti pada kebun tebu PG Cepiring. Teknik budidaya tersebut dilakukan untuk mengurangi kadar garam pada lahan sehingga memungkinkan tebu untuk bertahan dan tumbuh di lahan tersebut. Kegiatan magang ini mempelajari pengelolaan perkebunan tebu serta mempelajari budidaya, pertumbuhan dan produksi tebu di lahan tercekam salinitas di PG Cepiring. Hasil yang didapat diharapkan menjadi referensi untuk diterapkan di tempat lain berkenaan dengan budidaya tebu tercekam salinitas.
3 Tujuan Tujuan umum dari kegiatan magang ini adalah mengetahui dan memahami pengelolaan perkebunan tebu secara nyata di lapangan serta mengaplikasikan dan membandingkan teori yang telah dipelajari dengan kondisi nyata di lapangan. Tujuan khusus dari kegiatan magang ini adalah mempelajari modifikasi teknik budidaya yang diterapkan di lahan tercekam salinitas, serta mengetahui petumbuhan, produksi dan analisis usaha tani tebu di lahan tercekam salinitas dengan teknik budidaya yang telah diterapkan oleh perusahaan.
4
TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Tebu (Saccharum officinarum) termasuk dalam kelas monokotiledon, ordo Glumaceae, family Graminae dan genus Saccharum. Beberapa spesies tebu yang lain
adalah
Saccharum
officianrum,
Saccharum
robustum,
Saccharum
spontaneum, dan Saccharum barberi. Saccarum officinarum merupakan spesies tebu paling modern dan paling banyak dibudidayakan (James, 2004). Menurut James (2004), tanaman tebu terbagi menjadi beberapa bagian utama, yaitu akar, batang, daun, dan bunga. Tanaman tebu memiliki perakaran serabut, yang dapat dibedakan menjadi akar primer dan akar sekundar. Akar primer adalah akar yang tumbuh dari mata akar buku tunas stek batang bibit. Karakteristik akar primer yaitu halus dan bercabang banyak. Sedangkan akar sekunder adalah akar yang tumbuh dari mata akar dalam buku tunas yang tumbuh dari stek bibit, bentuknya lebih besar, lunak, dan sedikit bercabang. Menurut Supriyadi (1992) pertumbuhan akar ada yang tegak lurus ke bawah dan ada yang mendatar dekat permukaan tanah. Tebu memiliki tipe batang beruas-ruas. Di antara ruas-ruasnya terdapat buku-buku ruas dan terletak mata tunas yang tumbuh menjadi pucuk tanaman baru. Susunan ruas-ruas pada batang tebu dapat berliku atau lurus. Bentuk ruas yang menyusun batang dibedakan menjadi enam bentuk, yaitu silindris, tong, kelos, konis, konis berbalik, dan cembung cekung. Tinggi batang dipengaruhi oleh baik buruknya pertumbuhan, jenis tebu maupun keadaan iklim. Tinggi tanaman tebu antara 2-5 m. Pada pucuk batang tebu terdapat titik tumbuh yang penting untuk pertumbuhan meninggi (Supriyadi, 1992). Daun tebu terdiri atas dua bagian yaitu helai daun dan pelepah daun. Helai daun berbentuk pita yang panjangnya 1-2 m (tergantung varietas dan keadaan lingkungan),dan lebar 2-7 cm. Tebu tidak memiliki tangkai daun. Diantara pelepah dan helaian daun terdapat sendi segitiga daun dan pada bagian sisi dalamnya terdapat lidah daun yang membatasi helaian dan pelepah daun. Warna daun tebu bermacam-macam ada yang hijau tua, hijau kekuningan, merah
5 keunguan dan lain-lain. Ujung daun tebu meruncing dan tepinya bergerigi (James, 2004). Bunga tersusun dalam malai yang terbentuk setelah pertumbuhan vegetatif. Bunga berkembang pada pagi hari dengan jangka waktu pembungaan pada satu malai berlangsung beragam antara 5 sampai 12 hari. Bunga tebu termasuk bunga sempurna. Tangkai sari dan tepung sari menjurai keluar setelah bunga cukup matang. Kepala putik berambut yang umumnya berwarna keunguan. Buahnya termasuk buah padi-padian, bijinya berukuran kecil memiliki panjang antara 1.0-1.5 mm dan lebar 0.5 mm (James, 2004).
Ekologi Tanaman Menurut James (2002), tebu pada umumnya dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki iklim tropis dan sub tropis dengan daerah penyebaran 390 LU dan 350 LS. Dibutuhkan suhu rata-rata tahunan di atas 210 C, apabila kuarang dari 200 C maka pertumbuhannya akan terhambat dan pertumbuhan akan terhenti pada suhu 160 C. Suhu perkecambahan tunas stek tebu antara 32-380 C. Suhu yang diperlukan untuk dapat menghasilkan sukrosa yang tinggi adalah antara 26-270 C. Curah hujan tahunan yang dikehendaki adalah 1 500- 2 500 mm per tahun dengan penyebaran merata. Kelembaban yang baik bagi pertanaman tebu adalah 63-85%. Ketinggian tempat yang memenuhi syarat pertumbuhan tebu adalah tidak lebih dari 600 m dpl. Tanaman tebu menghendaki penyinaran matahari langsung. Penyinaran matahari penting bagi tanaman tebu untuk pembentukan gula, tercapainya kadar gula yang tinggi pada batang, dan mempercepat proses pemasakan. Menurut Supriyadi (1992) kadar sukrosa tertinggi dapat dicapai pada penyinaran matahari selama 7-9 jam per hari. Selain itu, menurut Siswoyo at al (2007), kandungan sukrosa juga dipengaruhi oleh pascapanen tebu, yaitu penyimpanan. Intensitas cahaya yang baik untuk fotosintesis tebu adalah 3 000-4 500 footcandle. Tanaman tebu dapat tumbuh baik pada tanah yang cukup subur, gembur dan mudah menyerap serta melepaskan air. Menurut Sutardjo (2002) tanah yang baik untuk pertumbuhan tebu adalah tanah lempung liat dengan solum dalam atau tanah lempung berpasir dengan lempung berdebu. Tebu dapat ditanam pada tanah
6 dengan kisaran pH 5.5-7.0. Pada pH di bawah 5.5 dapat menyebabkan perakaran tanaman tidak dapat menyerap air sedangkan apabila tebu ditanam pada tanah dengan pH di atas 7.0 tanaman akan sering kekurangan unsur fosfor . Pertumbuhan
tebu
dibagi
menjadi
empat
tahap,
yaitu
tahap
perkecambahan, pemunculan anakan, pemanjangan batang, dan pengisian sukrosa di batang (pemasakan). Kebutuhan air yang diperlukan pada setiap tahapan berbeda. Fase awal pada perkecambahan dan pemunculan anakan membutuhkan air sedang. Fase pemanjangan batang membutuhkan air yang cukup banyak. Fase kemasakan membutukan air dengan jumlah sedikit. Fase perkecambahan dimulai saat tanam sampai 1 BST. Fase pemunculan tunas pada 1-3 BST. Fase pemanjangan batang pada 3-9 BST. Fase kemasakan pada 9-12 BST (Sutardjo, 2002)
Tanah Salin Salinitas tanah adalah suatu kondisi dimana kadar garam terlarut tanah mencapai tingkat meracuni tanaman (Santoso, 1993). Pada umumnya tanah salin tergolong ordo Aridisol, yaitu tanah yang terbentuk pada daerah kering atau dengan curah hujan rata-rata kurang dari 500 mm/tahun. Jumlah air hujan tidak cukup untuk mengimbangi air yang hilang melalui tanah dan tanaman (evapotranspirasi). Pada waktu air diuapkan ke udara, garam tertinggal di lapisan permukaan. Proses akumulasi garam berlangsung terus yang disebut proses salinisasi. Garam-garam yang diakumulasikan diantaranya adalah NaCl, Na2SO4, CaCO3 dan MgCO3. Di daerah iklim basah (humid) salinisasi hanya terjadi di delta sungai yang terpemgaruh air laut dan pantai yang telaknya rendah. Salinisasi juga dapat terjadi secara setempat dan membentuk tanah salin tipe intrazonal, seperti misalnya tanah-tanah yang direklamasi dari dasar laut dan tanah-tanah di daerah pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut ( Tan, 1991). Ciri kimia tanah salin tidak dapat didasarkan atas nilai pH saja. Tanah salin mempunyai pH 8,5 atau lebih. Tanah salin ditentukan berdasarkan jumlah garam terlarut dan garam yang dapat dipertukarkan. Parameter yang diukur adalah daya hantar listrik (DHL) atau electrical conductivity (EC) untuk kandungan garam dan presentase pertukaran garam atau exchangeable sodium percentage
7 (ESP). Tanah salin dicirikan oleh nilai EC lebih dari 4 mmho/cm pada 250C dengan ESP kurang dari 15%, dan pH kurang dari 8,5 (Tan, 1991). Proses salinisasi umumnya terjadi pada daerah iklim kering sampai agak kering, berupa tanah-tanah yang biasanya ditumbuhi vegerasi Halophyta sampai semak. Selama musim kering permukaan tanah ditutupi oleh efflorescense atau kerak garam, yang larut di dalam air tanah setiap kali tanah tersebut basah. Proses salinisasi terjadi tidak hanya karena curah hujan yang kurang untuk melarutkan dan mencuci garam, tetapi juga karena penguapan yang menyebabkan terkumpulnya garam dalam tanah dan dalam air tergenang di atas permukaan tanah. Drainase yang buruk menyebabkan evaporasi lebih besar daripada perkolasi. Hal ini merupakan faktor utama berlangsungnya proses salinasi. Tentang lambatnya perkolasi air tanah, dapat disebabkan oleh keadaan tekstur yang sangat halus, struktur mampat atau adanya lapisan padas kedap air. Sebagai akibat perkolasi yang sangat menghambat, air yang menguap dari dalam tanah akan menarik air tanah yang melarutkan garam keatas, sehingga waktu menguap akan meninggalkan garam, berbentuk kerak di permukaan tanah atau lapisan yang banyak mengandung garam yang disebut horizon silikan, atau kristal (Santoso, 1993).
Pengaruh Salinitas Terhadap Tanaman Pengaruh utama salinitas terhadap tanaman adalah ganguan penyerapan air (Shalhevet dan Bernstein, 1985). Konsentrasi yang tinggi dari garam-garam netral seperti NaCl dan Na2SO4 akan mengganggu penyerapan air oleh tanaman. Hal ini diakibatkan oleh tekanan osmotik yang tinggi dalam larutan tanah yang melampaui tekanan osmosis dalam sel akar (Santoso, 1993). Menurut Tan (1991), kepekatan garam yang tinggi menyebabkan tanaman mengalami plasmolisis, sehingga air dalam tanaman bergerak keluar menuju larutan
tanah.
Tanaman
yang
keracunan
garam
mengalami
hambatan
perpanjangan sel dan daun berwarna hijau kotor (berbintik hitam). Mekanisme gangguan garam terhadap tanaman dapat melalui ketidakseimbangan hara. Kelebihan bikarbonat
dapat menyebabkan kahat
Fe.
Kelebihan garam
8 menyebabkan kahat Ca dan Mg. Kondisi pH yang tinggi dapat menyebabkan kelarutan unsur mikro berkurang, sehingga menyebabkan kahat unsur mikro. Keberadaan ion Na dalam jumlah tinggi menyebabkan tanah tersuspensi. Bila tanah dikeringkan seakan-akan menjadi gumpalan kompak dan keras, dan membentuk lapisan keras dipermukaan. Hal ini menyebabakan penurunan porositas tanah dan menghambat kelancaran udara, sehingga dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan tanaman. Bahaya bagi tanaman bisa juga datang dari garam terlarut walaupun konsentrasinya belum cukup untuk memengaruhi penyerapan air. Masuknya ion unsur hara ke dalam bulu akar dipengaruhi oleh sifat dan konsentrasi ion lain yang ada. Oleh karena itu, garam dapat menimbulkan kesulitan nutrisi tanaman karena tanaman tidak mampu menyerap hara yang diperlukan dari tanah. Tanaman yang tumbuh pada tanah salin terlihat terganggu dan mempunyai daun-daun tebal serta warna daunnua hijau tua. Pengaruh salinitas pada tanaman pertama kali terlihat pada penyebaran energi dari proses pertumbuhan dalam mempertahankan tingkat tekanan osmosis yang berbeda. Proses yang pertama kali dari energi pertumbuhan adalah penghambatan dari perpanjangan sel. Sel-sel daun secara kontinu akan membelah tetapi tidak memanjang. Dari serangkaian kejadian, sebagian sel-sel tiap unit daun dicirikan dengan warna hijau gelap yang disebabkan oleh tekanan osmosis tanaman (Santoso, 1993). Cekaman salinitas berakibat pada penurunan produksi tanaman, termasuk pada tebu. Menurut Putri (2011), tebu tidak mengalami penurunan hasil pada nilai EC tanah 1.7 dS/m. Ketika nilai EC tanah sebesar 3.3 dS/m akan menurunkan hasil tebu sebesar 10 %. Hasil tebu akan menurun sebesar 25% pada nilai EC tanah sebesar 6 dS/m. Penurunan hasil tebu lebih besar terjadi pada nilai EC 10.4 dS/m,yaitu sebesar 50%. Pada nilai EC 18.6 dS/m tebu tidak dapat bertahan hidup.
Upaya Pemanfaatan Tanah Salin Drainase yang baik diperlukan dalam pemanfaatan tanah-tanah salin (reklamasi tanah salin). Dalam proses reklamasi sangat penting untuk mengusir kelebihan garam dari zone akar. Hal ini hanya dapat dikerjakan dengan
9 penggunaan air secukupnya untuk mencuci garam ke dalam lapisan tanah bagian bawah. Dengan kondisi drainase yang tidak baik, penambahan air yang banyak akan meningkatkan permukaan air tanah dan menyebabkan meningkatnya akumulasi garam di tanah permukaan, sehingga akan memperburuk kondisi tanah salin. Drainase yang cukup harus disediakan untuk mereduksi permukaan air tanah hingga di bawah zone akar tanaman, yaitu tidak kurang dari 2.4-3 m di bawah permukaan tanah (Santoso, 1993). Metode reklamasi tradisional adalah metode telaga (ponding) yaitu membuat parit lebar di sekeliling lahan. Kedalaman air 0,3 m atau lebih diharapkan dapat menampung garam yang tercuci dari tanah. Metode ini relatif kurang efektif karena laju pengurangan garam berjalan sangat lambat. Metode pencucian yang lebih efektif adalah metode kolam-alur (basinfurrow method). Tanah diratakan dan air irigasi dilewatkan melalui parit yang dibuat di sekeliling lahan. Air dipertahankan sekitar seminggu sampai seluruh lahan dapat diresapi air. Kepekatan garam dalam tanah menurun karna pencucian aliran air irigasi. Kebutuhan air dengan metode ini lebih sedikit daripada metode telaga. Ion garam divalen (umunya Ca) diharapkan tersedia selama reklamasi. Untuk itu diperlukan penambahan gipsum (CaSO4.2H2O). Penambahan gipsum dapat mencapai beberapa ton per hektar dan dapat diulang setelah 2 atau 5 tahun atau sesuai kadar sodium tanah. Bila pencucian tidak mungkin dilakukan, misalnya air tidak tersedia, maka upaya mencari tanaman yang toleran garam adalah jalan yang terbaik. Rekayasa para pemulia tanaman sangat berperan dalam menciptakan varietas-verietas yang toleran garam ( Dirjen Pendidikan Tinggi, 1991).
10
METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di PG Cepiring, PT Industri Gula Nusantara, Kendal, Jawa Tengah, pada tanggal 14 Februari sampai 14 Juni 2011. Kegiatan pengamatan aspek khusus dilaksanakan di kebun Pidodo, yaitu kebun dengan salinitas tinggi, dan kebun Gondang, yaitu kebun dengan kondisi yang normal. Kegiatan pengamatan aspek khusus dilaksanakan selama kegiatan magang.
Metode Pelaksanaan Metode pelaksanaan kegiatan magang terdiri atas kerja lapang dan pengamatan langsung. Kegiatan kerja lapang yang dilakukan yaitu pada aspek teknis dan manajerial. Kegiatan pengamatan langsung mendapatkan data primer yang akan membantu menganalisis aspek khusus yang akan diperdalam. Kegiatan kerja lapang pada aspek teknis yaitu menjadi karyawan harian lepas (KHL) selama satu bulan. Kegiatan yang dilakukan mengikuti semua tugas lapang yang diperintahkan sesuai dengan kebutuhan kebun. Kegiatan meliputi pembukaan dan pengolahan lahan, persiapan dan penyediaan bahan tanam, penanaman, irigasi, perawatan, taksasi, dan pemanenan tebu (Tabel Lampiran 1). Kegiatan kerja lapang pada aspek manajerial adalah menjadi pendamping mandor dan menjadi pendamping sinder. Kegiatan sebagai menjadi pendamping mandor dilakukan selama satu bulan. Kegiatan yang dilakukan adalah membantu mengawasi karyawan harian pada setiap kegiatan budidaya tanaman di lapangan, membuat analisis pada setiap kegiatan di lapangan, membantu memotivasi karyawan, dan membantu mengorganisasi karyawan pada setiap pekerjaan (Tabel Lampiran 2). Kegiatan sebagai pendamping sinder dilakukan selama dua bulan. Kegiatan yang dilakukan adalah mempelajari kegiatan di tingkat bagian kebun, memonitor hasil kegiatan kebun, mempelajari kegiatan administrasi kebun. Kegiatan juga meliputi manajemen kebun kemitraan beserta pembiayaannya
11 melalui Kredit Ketahanan Pangan dan Energi Tebu (KKP-E Tebu). Kegiatan ini meliputi pengukuran luas kebun pengajuan dan membantu administrasi dalam pencairan kredit KKP-E kepada petani mitra (Tabel Lampiran 3). Aspek khusus yang diperdalam adalah modifikasi teknik budidaya di lahan salin. Pengamatan dilakukan di kebun Pidodo yang termasuk kebun salin. Pegamatan meliputi teknik budidaya dan keadaan tebu. Pengamatan juga dilakukan pada kebun Gondang sebagai kebun nonsalin dengan parameter pengamatan yang sama dengan pengamatan di kebun Pidodo.
Pengamatan dan Pengumpulan Data Kegiatan magang juga meliputi pengumpulan data yang akan membantu menganalisis aspek khusus yang akan diperdalam. Pengumpulan data dilakukan dengan dua metode, yaitu metode langsung untuk data primer dan metode tidak langsung untuk data sekunder. Pengamatan dan analisis dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan produktivitas tebu dengan cekaman salinitas, serta teknik budidaya yang diterapkan di kebun tersebut. Pengamatan tebu yang tercekam salinitas ini dilakukan di kebun Pidodo, yaitu kebun di pesisir pantai utara Jawa yang berjarak 1 km dari pantai, sehingga terkendala dengan salinitas yang tinggi. Pengamatan juga dilakukan pada kebun yang tidak terkendala salinitas sebagai pembanding. Variabel pengamatan di kebun ini sama seperti yang diterapkan di kebun terkendala salinitas. Pengamatan tebu sebagai pembanding ini dilakukan di kebun Gondang, yaitu kebun sawah tadah hujan yang tidak terkendala dengan salinitas. Pengamatan di kedua kebun dilakukan pada satu blok untuk masingmasing kebun. Setiap blok diambil satu petak contoh. Setiap petak contoh diambil lima bak tanam tebu sebagai ulangan. Setiap bak tanam tebu diambil empat juringan contoh. Setiap juringan contoh terdapat satu tanaman contoh, sehingga terdapat empat tanaman contoh pada setiap ulangan. Kategori tanaman yang diamati adalah variatas Bululawang (BL) dengan kategori RC I (Ratoon Cane) atau tebu keprasan pertama.
12 Penentuan contoh dilakukan dengan metode acak dan sistematis, disesuaikan dengan keadaan kebun dan homogenitasnya (Mantra dan Kasto, 2008). Blok dan petak contoh dipilih secara acak. Bak contoh untuk kebun Gondang dipilih secara sistematis karena lingkungan yang homogen. Bak contoh untuk kebun Pidodo dipilih dengan menyesuaikan keadaan lahan karena tingkat homogenitasnya yang rendah dan kondisi kebun yang sulit terjangkau. Penentuan juringan dan tanaman contoh untuk kedua kebun dilakukaan dengan cara sistematis. Beberapa variable pengamatan yang dilakukan meliputi : a. Tinggi Batang Pengamatan dilakukan dengan mengukur tinggi tebu contoh dari permukaan tanah sampai titik tumbuh tanaman tebu. Pengamatan dilakukan pada 27, 31, 35, dan 39 MSK (minggu setelah keprasan). b. Diameter batang Pengamatan
dilakukan
dengan
mengukur
diameter
batang
tebu
menggunakan jangka sorong. Diameter batang yang diambil adalah diameter yang terbesar pada bagian batang tebu contoh. Pengamatan dilakukan pada 27, 31, 35, dan 39 MSK. c. Jumlah ruas batang Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah ruas batang tebu mulai dari permukan tanah sampai titik tumbuh tebu. Pengamatan dilakukan pada 27, 31, 35, dan 39 MSK. d. Jumlah batang dan jumlah sogolan per meter juringan Pengamatan ini dilakukan dengan menghitung jumlah batang tebu dan sogolan yang terdapat pada juringan contoh kemudian membaginya dengan panjang juringan tersebut dalam satuan meter. Pengamatan jumlah batang dilakukan pada 27 MSK sementara jumlah sogolan pada 41 MSK. e. Umur Berbunga Pengamatan dilakukan pada umur tebu saat bunga pertama kali muncul. f. Brix nira Pengukuran brix nira dilakukan di lapangan menggunakan alat Hand Refractometer pada bagian batang atas, tengah dan bawah. Nilai brix batang
13 contoh adalah rata-rata dari ketiga nilai brix tersebut. Pengukuran brix nira dilakukan pada lima batang tebu yang diambil secara acak pada setiap bak tanam contoh pada setiap kebun. Pengamatan dilakukan pada 27 MSK dan 41 MSK. g. Electronic Conductivity (EC) dan salinitas tanah Pengukuran EC dan salinitas tanah dilakukan pada komposit tanah kedua kebun. Pengukuran EC tanah dan salinitas tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor. h. Tata Layout Kebun Dilakukan pengamatan langsung terhadap tata layout kebun. Pengukuran dilakukan pada lebar dan dalam got keliling, got malang, dan got mujur. i. Produktivitas Data produktivitas kebun didapat dari studi arsip bagian tanaman serta wawancara dengan mandor dan sinder kebun. Data produktivitas mencakup produktivitas kategori PC, RC1, dan produktivitas RC2 selama tiga tahun. j. Analisis Usaha Tani Analisis usaha tani dilakukan pada kebun contoh dengan memasukkan rencana anggaran kebun pada masa tanam 2010/2011, produktivitas kabun berdasarkan taksasi maret, serta besaran biaya kebun dan harga produk gula dan tetes yang berlaku sesuai standar perusahaan. Analisis dilakukan pada setiap blok pada kebun contoh menurut kategori tanaman yang ada. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan berkonsultasi dengan pihak manajemen perusahaan. Data sekunder yang diperlukan meliputi : a. Produksi tebu, gula, dan rendemen. Data meliputi produksi tebu, produksi gula, dan rendemen tebu. Data mencakup semua kebun milik PG termasuk kebun Pidodo dan Gondang yang digunakan dalam analisis aspek khusus. Data produksi tebu juga mencakup produksi tebu tahun ini berdasarkan taksasi Maret. b. Penyebaran lokasi kebun. Data meliputi kebun yang dimiliki perusahaan, penyebarannya dilapangan, serta pembagian kebun. c. Laporan giling
14 Informasi meliputi data giling pabrik setiap hari, yaitu jumlah tebu yang digiling, produksi gula dan rendemen tebu setelah digiling. d. Keadaan umum perusahaan Informasi yang meliputi sejarah dan kondisi umum perusahaan. e. Keadaan lahan Informasi keadaan lahan perkebunan meliputi jenis tanah, tekstur dan struktur tanah. f. Iklim Informasi mengenai tipe iklim, curah hujan rata-rata bulanan dan tahunan, jumlah bulan basah, bulan kering dan jumlah hari hujan. g. Kondisi umum pertanaman Informasi tentang luas pertanaman, varietas, dan produksi tebu. h. Organisasi dan manajemen perusahaan Informasi tentang struktur organisasi, wewenang dan tanggung jawabnya.
Analisis Data Data yang diperoleh dari variebel pengamatan dianalisis menggunakan analisis statistika, yaitu uji t dan analisis deskriptif.
15
KEADAAN UMUM Sejarah PG Cepiring Pabrik gula Cepiring didirikan tahun 1835 oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan nama Kendalsche Suiker Onderneming sebagai suatu perseroan di atas tanah seluas 1 298 594 m2. Rehabilitasi pabrik pertama dilakukan tahun 1917 dengan menyempurnakan proses defekasi. Rehabilitasi yang kedua dilakukan pada tahun 1926 dengan mengganti proses pemunian dari cara defekasi menjadi karbonatasi rangkap. Pabik gula Cepiring menjadi milik pemerintah Indonesia setelah kemerdekaan Indonesia. PG Cepiring dikoordinir oleh Pusat Perkebunan Negara (PPN) pada masa transisi kemerdekaan. Pada tahun 1968, PNP diubah menjadi Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) dan PG Cepiring di bawah pengawasan PNP XV di Semarang. Kemudian tahun 1973, PNP XV diubah statusnya menjadi PTP XV (Persero) dan tahun 1981, PTP XV digabung dengan PTP XVI menjadi PTP XV – XVI (Persero) yang berpusat di Surakarta. PG Cepiring beroperasi dan mengalami masa kejayaan, hingga pada tahun 1998 terpaksa berhenti beroperasi. Hal ini dikarenakan kekurangan bahan baku tebu akibat persaingan lahan dengan komoditas pertanian lain, sehingga tidak memenuhi kapasitas giling dan biaya operasional. PG Cepiring mulai direnovasi dibawah manajemen PT Industri Gula Nusantara (IGN) dan diresmikan pada tahun 2008, setelah berhenti beroperasi selama 10 tahun. PT IGN merupakan perusahaan patungan antara PT Multi Manis Mandiri (MMM) dan PT Perkebunan Nusantara IX (PTPN IX) dengan kepemilikan saham sebesar 70% untuk PT MMM dan 30% untuk PTPN IX. PG Cepiring direnovasi bangunan dan mesinnya dengan menggunakan dua macam bahan baku, yaitu tebu dan raw sugar. PG Cepiring melakukan giling perdana untuk kedua bahan baku tersebut pada tahun 2008. Hingga saat ini PG Cepiring tetap beroperasi dengan menggiling bahan baku tebu pada masa panen dan bahan baku raw sugar diluar masa panen tebu.
16 Letak Geografi atau Letak Wilayah Administratif PT Industri Gula Nusantara adalah perusahaan perkebunan tebu dengan pabrik gula yang terletak di Cepiring, Kendal. Areal perkebunan tebu yang dimiliki mencakup tebu dengan sistem kemitraan pola A (KMA), sistem kemitraan pola B (KMB) dan sistem kemitraan pola D (KMD). Kebun KMA dan KMB tersebar di wilayah Kabupaten Kendal sampai Kabupaten Semarang. Kebun tebu yang terletak di Kabupaten Kendal meyebar pada kecamatan Patebon di wilayah utara, Kecamatan Weleri, Cepiring, sampai Kecamatan Sukorejoi di wilayah selatan. Kebun tebu di Kabupaten Semarang menyebar pada Kecamatan Kedung Pane di wilayah barat sampai kecamatan Bergas di wilayah timur. Secara umum letak geografis kebun milik PG Cepiring terletak di antara 60 32’ LS – 60 18’LS dan 1090 40’ BT– 1100 18’ BT untuk wilayah Kabupaten Kendal. Ketinggian kebun tebu berkisar antara 0 mdpl sampai lebih dari 1000 mdpl. Kebun dengan ketinggian 0-100 mdpl mencakup kebun di Kecamatan Cepiring, Patebon, Kaliwungu, Rowosari dan Weleri. Kebun dengan ketingian 101-500 mdpl terdapat di Kecamatan Limbanganan. Kebun dengan ketinggian 501-1000 mdpl terdapat di Kecamatan Boja, Pegandon, Gemuh serta kebun di wilayah Kebupaten Semarang. Sedangkan kebun dengan ketinggian lebih dari 1000 mdpl terdapat di Kecamatan Plantugan, Pageruyung, Singorejo, Sukorejo, Patean, Boja, dan Limbangan pada kebun Bergas. Topografi kebun tebu bervariasi, yaitu topografi datar pada kebun sawah tadah hujan dan irigasi teknis, sampai topografi bergelombang pada kebun tegalan. Tingkat kemiringan kebun sawah tadah hujan dan sawah irigasi teknis kurang dari 25%. Tingkat kemiringan kebun tegalan lebih bervariasi, yaitu antara 0% - daiatas 45%. Kebun dengan tingkat kemiringan yang tinggi dalah kebun tegalan yang terdapat di daerah bergunung sampai berbukit.
Keadaan Iklim dan Tanah Secara umum keadaan iklim di wilayah PG Cepiring memiliki curah hujan yang cukup tinggi (Tabel 1). Musim kemarau terjadi sekitar bulan Juni sampai dengan Oktober karena pada saat itu arus angin tidak banyak mengandung uap air.
17 Sebaliknya mulai bulan Novenber hingga Mei arus angin banyak mengandung uap air sehingga terjadi musim hujan (PBS Kendal, 2010). Tabel 1. Keadaan Iklim Selama 3 Tahun Terakhir di Wilayah PG Cepiring Tahun Curah Hujan Tahunan 2007 1 473 2008 2 802 2009 2 131 Sumber : BPS Kabupaten Kendal
Hari Hujan Tahunan 83 127 105
Jenis tanah yang ada di PC Cepiring sebagian besar adalah tanah berat. Secara umum, tanah yang ada termasuk jenis tanah endapan atau tanah alluvial. Sangat sedikit batuan muda yang ada pada lapisan tanah. Lapisan olah tanah cukup dalam. Pada beberapa kebun terdapat kandungan liat yang tinggi sehingga drainase tanah tidak terlalu baik dan akan bermasalah ketika musim penghujan. Pada kebun di daerah pesisir, kandungan pasir lebih banyak sehingga drainase tanah lebih baik dari pada kebun lain yang jauh dari pantai.
Luas Areal dan Tata Guna Lahan Terdapat beberapa jenis kebun tebu berdasarkan sistem kemitraan yang diterapkan. Pola kemitraan yang diterapkan antara lain pola kemitraan A (KMA), pola kemitraan B (KMB), dan pola kemitraan D (KMD) atau tebu mandiri. Kebun KMA adalah kebun kemitraan dengan pola bagi hasil di awal. Kebun KMB adalah kebun kemitraan dengan pola bagi hasil yang dilakukan setelah panen tebu. Kebun KMD (mandiri) adalah kebun dengan keseluruhan teknik budidaya dan pembiayaan dilakukan oleh petani. Total luas kebun tebu milik perusahaan mengalami peningkatan sejak awal berdirinya IGN. Besarnya luasan tebu pada masing-masing kategori kebun dapat dilihat pada Tebel 2. Total luasan untuk tabu giling belum mencukupi kapasitas giling pabrik yang mencapai 1 800 TCD (ton cane per day). Untuk mencukupi kebutuhan tebu tersebut, banyak dipenuhi oleh kiriman tebu KMD. Tebu kiriman petani tersebut berasal dari berbagai daerah antara lain Pati, Rembang, Kudus dan Jepara. Tabel 2. Luas Areal PG Cepiring Berdasarkan Kategori Kebun
18 Kategori Kebun KMA KMB Tebu Mandiri Total …………………...….…ha……….......................…….. 2008 26 74 101 201 2009 155 164 547 866 2010 185 259 1 389 1 833 2011 236 282 1 953 2 471 Sumber : Kantor Tanaman, PT Industri Gula Nusantara Masa Tanam
Kebun yang dimiliki oleh PG Cepiring terdiri dari kebun produksi dan kebun bibit. Kebun bibit diterapkan pada kebun implasemen dan kebun lain yang terdapat di area cakupan PG Cepiring. Sistem kebun bibit yang diterapkan adalah kebun bibit berjenjang. Beberapa kategori kebun bibit yang ada antara lain kebun bibit pokok (KBP), kebun bibit nenek (KBN), kebun bibit ibu (KBI), dan kebun bibit datar (KBD). Bibit yang akan digunakan untuk kebun tebu giling (KTG) berasal dari KBD. Luasan kebun bibit setiap kategori terdapat pada Tabel 3. Dalam pemenuhan kebutuhan bibit, terdapat beberapa cara selain menggunakan bibit dari kebun bibit berjenjang. Bibit juga didapatkan dari pembelian bibit dari kebun bibit P3GI. Tabel 3. Luasan Kebun Bibit Berdasarkan Kategori Kebun Bibit Kategori Kebun Bibit KBP KBN KBI KBD …………….……….……..ha…………….…………….. 2009 0.1 0.5 3.1 21.5 2010 0.18 1.27 8.89 71.83 2011 0.16 1.25 9.97 79.75 Sumber : Kantor Tanaman, PT Industri Gula Nusantara Masa Tanam
Kebun produksi terdiri dari kebun PC (plant cane), dan tanaman keprasan (ratoon cane). Tanaman keprasan dipertanahkan sampai keprasan keempat (RC4). Perbandingan luasan kelima kategori kebun tersebut relatif sama karena setiap tahun dilaksanakan pembukaan lahan untuk penggantian kebun tebu yang telah mencapai ratoon keempat. Pada masa tanam 2009/2010, sebagian besar kebun produksi adalah tanaman PC yaitu sebesar 25.82 %. Proporsi luas kebun dengan tanaman RC1 sebesar 23.10%, untuk RC2 sebesar 19.67%, RC3 sebesar 17.40%, dan RC4 sebesar 14.00 %.
19
Keadaan Tanaman dan Produksi Varietas yang ditanaman antara lain BL, PS 864, PS 881, PSJT 941. Penanaman dalam satu blok menggunakan varietas yang sama. Untuk suatu kebun dengan beberapa blok terdapat kemungkinan penggunaan lebih dari satu macam varietas. Kategori tanaman tebu meliputi tanaman pertama dan tanaman ratoon. Kategori tanaman yang ada meliputi PC, RC1, RC2, dan RC3. Umur tanaman juga bervariasi, tergantung bulan tanamnya untuk tanaman PC dan bulan keprasannya pada tanaman Ratoon. Bulan tanam dan kepras antara bulan Juni sampai Desember, sehingga umur tanaman saat pengamatan berkisar antara 3-8 bulan. Pola penanaman pada budidaya reynoso dan tegalan menggunakan pembagian bak tanam tebu yang disebut lidah. Pada setiap lidah terdapat lajurlajur tebu yang disebut juringan atau laci. Panjang juring tanam tebu pada umumnya 8 m. Kerapatan tebu pada satu bak diupayakan mencapai lebih dari 75 juringan/bak. Jarak antar juring adalah 1m. Satu juring rata-rata terdapat 75-85 batang tebu yang dapat dipanen. Satu bak tanam tebu terdapat 60 juring. Satu hektar kebun tebu rata-rata terdapat 20 bak tanam. Oleh karena itu, dalam satu hektar terdapat 1200 juring tebu. Angka tersebut biasa disebut dengan istilah faktor. Pembuatan bak dan juring tanam akan mengikuti dan menyesuaikan keadaan kebun sehingga besarnya faktor setiap kebun berbeda. Varietas tebu yang digunakan berdasal dari kategori varietas masak awal, masak tengah dan masak akhir. Varietas masak awal yang digunakan adalah PS 864 dan PS 881. Varietas masak tengah dan akhir yang digunakan adalah BL dan PS JT. Pabrik Gula Cepiring memproduksi produk utama berupa gula kristal putih. Bahan baku yang digunakan selain tebu adalah raw sugar. Hasil sampingan beruma tetes (molasses), blotong, dan ampas. Tetes digunakan sebagai bahan baku industri etanol. Ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar boiler. Bahan blotong belum termanfaatkkan.
20 Produksi tebu dan gula PG cepiring meningkat setiap tahunnya (Tabel 4). Hal ini dikarenakan upaya perluasan area tebu. Peningkatan ini juga dipengaruhi oleh semakin banyaknya petani mandiri yang menggilingkan tebunya di PG Cepiring karena sistem beli putus yang sudah diterapkan PG Cepiring. Sistem beli putus ini dapat menarik petani karena proses pembayaran yang cepat lebih menguntungkan bagi petani daripada sistem bagi hasil yang harus menunggu tebu selesai digiling dan menjadi gula. Peningkatan produksi gula juga terdapat pada gula dengan bahan baku raw sugar (Tabel 5). Tabel 4. Produktivitas, Rendemen Tebu dan Produksi Gula Kristal Putih (GKP) Selama 4 Tahun Tahun 2008 2009 2010 2011 * Ket Sumber
Luas Produksi Produktivitas Rendemen Lahan (ha) Tebu (ton) (ton/ha) (%) 15 622 201 77.7 6.93 63 944 866 73.8 7.53 135 902 1 833 74.1 6.31 166 506 2 471 67.4 7.07 : * proyeksi berdasarkan taksasi maret : Kantor Tanaman, PT Indistri Gula Nusantara
GKP (ton) 1 082 4 815 8 210 11 775
Tabel 5. Produksi Gula Kristal Putih dengan Bahan Baku Raw Sugar selama 4 tahun Tahun 2008 2009 2010 2011 Sumber
Raw Sugar Rendemen (ton) (%) 32 948 89.82 104 737 94.32 142 594 93.38 100 000 94.77 : Kantor Tanaman, PT Industri Gula Nusantara
GKP (ton) 29 594 98 783 133 151 94 770
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Pabrik Gula Cepiring merupakan unit produksi gula yang dimiliki oleh PT Industri Gula Nusantara (IGN) dan PT Perkebunan Nusantara IX. Struktur organisasi yang ada di PG Cepiring merupakan gabungan dari karyawan PG sebelum berhenti beroperasi dan karyawan baru PT IGN. PG Cepiring dikepalai oleh seorang direktur utama. Direktur utama membawahi beberapa direktur yaitu direktur operasional, direktur komersial.
21 Struktur organiasasi PG Cepiring dibagi kedalam beberapa bagian. Bagian yang terdapat di PG Cepiring antara lain, Commercial, Proces and laboratory, Teknical, Plantation (tanaman), Electrical and power plant, umum, logistik, Human Resources Development (HRD), Information and technology system (IT), Procurment, dan Marketing. Setiap bagian dikepalai oleh seorang manager. Direktur utama adalah pembuat kebijakan-kebijakan strategis dan mengarahkan kepada tujuan-tujuan jangka panjang perusahaan. Direktur operasional berfokus kepada kebijakan-kebijakan tentang operasional perusahaan, meliputi operasional pabrik dan bahan bakunya yang bersal dari tebu dan raw sugar. Direktur komersial berfokus kepada kebijakan-kebijakan pemasaran produk gula dan kebijakan pengembangan serta pembiayaan keuangan perusahaan. Terdapat kepala pabrik (factory), yang membawahi beberapa bagian yang berhubungan dengan pabrik, yaitu Proces and laboratory, Teknical, Electrical and power plant. Tugas kepala pabrik adalah menkoordinasikan semua bagian yang terlibat dalam pabrik dalam kegiatan operasional pabrik. Bagian Proces and laboratory adalah bagian yang memiliki tugas manajemen operasional proses pabrikasi bahan baku tabu dan raw sugar menjadi gula kristal putih. Bagian Teknical berhubungan dengan kinerja mesin-mesin pabrik serta perawatannya. Bagian Electrical and power plant bertanggung jawab atas penyediaan tenaga listrik bagi operasional pabrik. Bagian Commmercial adalah bagian yang memiliki tugas pokok manajemen segala urusan keuangan untuk opresional perusahaan dan membawahi beberapa sub bagian, yaitu keuangan, akuntan, pajak dan ekspor-impor. Bagian Umum berhubungan dengan operasional perusahaan diluar pabik, kantor dan perkebunan tebu serta membawahi sub bagian Sipil, Lanskap, dan Keamanan. Bagian Logistik memiliki tugas menyediakan segala keperluan barang untuk operasional kantor dan pabrik, yang mencakup bahan baku produksi gula, bahan bakar pabrik, serta barang-barang lain yang diperlukan pabrik dan kantor. Bagian HRD memiliki tugas memanajemen sumber daya manusia yang berperan dalam operasional perusahaan. Bagian Information and technology system (IT) memiliki tugas dalam membuat sistem informasi dan komputerisasi
22 keseluruhan perusahaan. Bagian Precurement memiliki tugas sebagai penyedia barang yang dibutuhkan bagian logistik untuk operasional perusahaan. Bagian Marketing berhubungan dengan pemasaran produk gula kepada konsumen. Bagian Tanaman memiliki tugas pokok menyediakan bahan baku tebu yang cukup dan berkualitas sesuai dengan kapasitas giling pabrik selama musim giling pabrik. Bagian tanaman juga bertugas untuk memanajemen kebun petani mitra. Karyawan di PG Cepiring diklasifikasikan menjadi tiga yaitu karyawan staf IGN, staf perwakilan PTPN IX, karyawan outsourcing, dan karyawan harian lepas. Karyawan staf IGN adalah karyawan yang direkrut dan diangkat oleh bagian HRD PT IGN secara internal. Karyawan outscourcing adalah karyawan yang diangkat oleh perusahaan outscourcing mitra IGN, yaitu PT Dyka Konsultama (Tabel 6). Karyawan outscourcing
termasuk kedalam karyawan harian dan karyawan musiman.
Karyawan musiman biasanya memenuhi pekerjaan musiman, seperti saat musim giling tebu. Karyawan harian lepas adalah karyawan yang diangkat oleh mandor berdasarkan perjanjian antara mandor dan karyawan tersebut dalam waktu tertentu. Banyaknya karyawan dan jangka waktu bekerja akan disesuaikan dengan pekerjaan yang akan diselesaikan. Tabel 6. Jumlah Karyawan PG Cepiring Tahun 2011 Karyawan Jumlah Staf IGN 407 Staf PTPN IX 41 Harian (outscourcing) 199 Musiman (outscourcing) 134 Sumber : Kantor Besar, PT Industri Gula Nusantara
PG Cepiring memberlakukan hari kerja yang sama, baik pada musim tebangan dan maupun diluar musim tebangan. Hal ini dikarenakan pabrik akan selalu beroperasi setiap hari untuk mengolah raw sugar diluar musim tebangan. Kegiatan produksi berlangsung 24 jam, terutama di dalam pabrik sehingga dibutuhkan pengaturan tenaga kerja (shift) agar proses produksi tetap berjalan.
23 Jam kerja selama 24 jam dibagi kedalam tiga shift, yaitu pagi, siang, dan malam. Waktu yang diberlakukan pada ketiga shift tersebut yaitu, shift pagi dimulai pukul 07.00-15.00 WIB, shift siang dimulai pukul 15.00- 23.00 WIB, dan shift malam dimulai pukul 23.00-07.00 WIB.
24
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Kegiatan magang mencakup pengamatan dan praktek langsung kegiatankegiatan teknis di kebun. Kegiatan teknis yang telah dilakukan meliputi kegiatan pembukaan lahan dan penanaman, pemeliharaan tanaman PC maupun tanaman ratoon, pemanenan, dan pengolahan tebu. Berikut ini kegiatan teknis yang telah dilakukan yang dikelompokkan berdasarkan urutan kegiatan.
Pembukaan lahan dan penanaman tebu Pembukaan lahan adalah kegiatan pertama yang mengawali proses budidaya. Kegiatan penanaman selanjutnya dilakukan setelah proses pembukaan lahan. Beberapa kegiatan pembukaan lahan dan penanaman di wilayah PG Cepiring mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut. Peninjauan dan pengukuran lahan Pembuatan got Pembuatan Juringan dan persiapan penanaman Penanaman Gambar 1 . Alur Pembukaan Lahan dan Penanaman Tebu Peninjauan dan pengukuran lahan. Peninjauan lahan dan pengukuran merupakan kegiatan sebelum pembukaan lahan. Beberapa tujuan diantaranya adalah mengetahui jumlah luasan yang akan ditanam, pembuatan jalan tebang, pengaturan sistem irigasi, dan menentukan biaya sewa dengan petani berdasarkan luasan yang didapat pada saat pengukuran. Pengukuran lahan dilakukan menggunakan sistem Global Positioning System (GPS). Kegiatan ini menggunakan alat GPS yang dapat menentukan koordinat suatu lokasi berdasarkan garis lintang dan bujurnya. Selain alat GPS,
25 dibutuhkan program komputer yang dapat menghitung luasan kebun berdasarkan koordinat yang didapatkan dari GPS. Program komputer tersebut juga dapat digunakan untuk menampilkan peta kebun yang diukur serta denahnya. Pengukuran lahan menggunakan GPS yaitu pertama menentukan titik-titik koordinat dari setiap petakan yang akan diukur, terutama pada bagian tepi-tepi kebun. Selanjutnya adalah memasukkan data dari masing-masing titik koodinat tersebut ke dalam GPS. Kemudian data-data yang didapat dilahan tersebut dapat diolah dengan menggunakan software komputer Map Source dan ArcView. Dari pengolahan melalui program tersebut dapat diketahui luasan serta sketsa bentuk kebun yang diukur.
Pembuatan got. Got merupakan sistem pengaturan air di lahan tebu. Got diperlukan dalam upaya penambahan air ketika musim kemarau dan upaya drainase air ketika musim penghujan. Terdapat beberapa macam got, yaitu got keliling, got mujur, got malang, serta afur. Got keliling adalah got yang mengelilingi petakan lahan. Jika kebun memiliki luasan yang besar, biasanya got keliling akan mengelilingi petakan seluas 1 ha, atau biasa disebut geblekan. Nama lain got keliling ini adalah got besar I atau grondang. Kedalaman got ini yaitu 70 cm dan lebarnya 60 cm. Got keliling berfungsi sebagai pemasukan (inlet) dari sumber air, serta penampung dari got yang lain pada pengeluaran (outlet). Got mujur adalah got yang searah dengan barisan tanam tebu. Got mujur dibuat bersamaan dengan pembutan got keliling. Got ini terletak di dalam geblekan. Nama lain dari got mujur adalah got besar II atau Wengku. Kedalaman got ini yaitu 60 cm dan lebarnya 50 cm. Fungsi dari got mujur adalah menampung air dari got malang dan mengalirkannya ke saluran outlet got keliling. Got malang adalah got yang tegak lurus dengan barisan tanam tebu. Got malang dibuat setelah pembuatan got keliling dan got mujur selesai. Jarak antara got malang sama dengan panjang juringan yaitu 8 m, karena PG Cepiring menggunakan pola bukaan lahan faktor 1200. Nama lain dari got malang adalah got kecil, karena merupakan got dengan ukuran yang paling kecil. Kedalaman got malang yaitu 50 cm dan lebar 50 cm.
26 Proses pembuatan got menggunakan alat bantu yang terdiri dari Eblek, Tonjo, Rucik, dan Mekris. Eblek adalah alat bantu yang terbentuk bilah bambu dengan panjang 3 m dengan papan segiempat berukuran 10 cm x 5 cm yang dipasang mendatar di bagian atasnya. Eblek berfungsi sebagai patokan dalam pembuatan got agar lurus dengan patokan di ujung yang lain. Proses pencetakan got dan pemasangan alat bantu tersebut dilakukan oleh mandor dengan arahan sinder kebun. Tonjo adalah bilah bambu sepanjang 2 m yang dipasang diantara dua eblek dengan meluruskannya pada kedua eblek di kedua sisi. Di antara dua eblek utama, terdapat beberapa tonjo yang dipakai sebagai panduan untuk membuat got agar pembuatan got dapat lurus. Tonjo juga dipakai sebagai tanda dalam pembuatan juringan agar jumlah juringan di antara lidahan seragam dalam jumlah dan arahnya. Tonjo kelima yang dipasang biasanya ditandai menggunakan rumput yang disebut jumbul. Upaya ini bertujuan untuk mempermudah penghitungan jumlah juring atau lidahan yang akan dibuat. Rucik adalah bilah bambu sebanjang 60 cm yang dipasang mendampingi eblek atau tonjo. Rucik berfungi untuk menunjukkan tanah yang akan didalamkan untuk pembuatan got. Mekris adalah alat bantu yang berbentuk “+”, dan ditempatkan secara vertikal pada kayu lain setinggi 1.5 m. Mekris digunakan untuk menentukan got yang tegak lurus dengan got yang telah dibuat. Alat ini digunakan untuk pembuatan got keliling dan got mujur. Pembuatan got dilakukan secara manual dengan menggunakan beberapa alat, yaitu cangkul, garpu dan golok. Prestasi kerja yang didapatkan untuk pekerjaan pembuatan got adalah 53,2 m/HOK. Sistem upah untuk pekerjaan pembuatan got adalah sistem borongan. Upah yang diterima untuk pekerjaan pembuatan got yaitu Rp 500,00/m.
27
Gambar 2. Got pada Saat Pembukaan Lahan Pembuatan juringan dan persiapan penanaman. Juringan adalah jalur penanaman bibit tebu yang berupa bibit bagal. Juringan berbentuk seperti got dengan kedalaman 20 cm yang terdapat diantara got malang. Dengan pola pembukaan lahan reynoso dengan faktor 1200, panjang juringan adalah 8 m, selebar bak tanam atau disebut juga lidahan, yang dibatasi oleh got malang. Jumlah juringan yang umum dalam satu bak tanam adalah 60 buah. Juringan dibuat dengan cara manual, menggunakan alat cangkul dan garpu. Kedalaman juringan yaitu 20 cm. Tanah yang telah dipecah dengan garpu tidak seluruhnya dinaikkan ke atas membentuk guludan. Pada juringan ditinggalkan tanah remah dengan ketebalan 10 cm. Tanah ini nantinya akan digunakan sebagai kasuran, yaitu tempat untuk menempatkkan bibit bagal tebu. Sebelum penanaman, dilakukan pemberaan lahan. Setelah juringan selesai dibuat, lahan dibiarkan selama 7 hari. Hal ini bertujuan agar tanah teroksidasi dan tekstur tanah menjadi halus, sehingga tanah yang terdapat di dalam juringan siap untuk dibuat menjadi kasuran. Pembuatan juringan dilakukan secara manual dengan sistem pembayaran borongan. Tenaga kerja yang dipekerjaan adalah laki-laki. Prestasi kerja yang didapatkan tenaga kerja borongan yaitu 26 juringan/HOK. Besaran upah yang diterapkan adalah Rp 1 500,00 per juringan dengan panjang 8 m.
28
(a) (b) Gambar 3. Pembuatan Juringan Secara Manual (a) dan Juringan yang Telah Selesai (b) Penanaman. Kegiatan penanaman merupakan tahapan yang membutuhkan persiapan dalam penyediaan bahan tanam, yaitu bibit. Bibit yang akan ditanam di kebun wilayah PG Cepiring berasal dari kebun bibit milik PG (KBD) maupun berasal dari pembelian bibit berasal dari kebun bibit P3GI Kegiatan penyediaan bibit meliputi tebang bibit di KBD, angkut bibit, kletek bibit, dan pemotongan bibit. Penebangan dilakukan sampai tandas ke tanah serta memotong pucuk bibit. Setelah bibit ditebang, bibit diangkut ke truk dengan kapasitas muat berkisar 6-7 ton, kemudian langsung diangkut ke lahan tujuan. Pekerjaan kletek dan pemotongan bibit segera dilaksanakan maksimal satu hari setelah bibit tiba di lahan. Bibit dipotong dengan dua mata tunas setiap potongannya. Bidang potong bibit akan disesuaikan dengan letak mata bibit agar mempermudah dalam penanaman bibit. Bibit yang terpotong-potong dimasukkan kedalam karung untuk ditanam keesokan harinya. Prestasi kerja karyawan pada perkerjaan kletek dan potong bibit yaitu 0.568 ton/HOK dengan sistem pengupahan borongan.
Gambar 4. Bibit Bagal Tebu 2 Mata
29 Penanaman dilakukkan dengan metode single planting, yaitu bibit ditanam secara berbaris dengan jumlah 24 potongan bibit setiap juringan sepanjang 8 m. Setiap ujung juringan ditambahkan satu potongan bibit yang digunankan sebagai cadangan bibit untuk penyulaman, sehingga total kebutuhan potongan bibit pada satu juringan adalah 26 buah. Penanaman dilakukan dengan pembagian tugas yaitu petugas pengecer bibit, petugas penata bibit di juringan, dan petugas yang menutup bibit yang telah ditanam. Petugas pengecer bibit menghitung potongan bibit dan menempatkan di setiap juringan. Petugas penanam akan menata bibit di juringan dengan kedua mata tunas berada di samping potongan bibit. Bibit yang telah ditata kemudian dibenamkan ke tanah. Pekerjaan yang terakhir adalah menutup bibit menggunakan tanah remah atau gembur setebal 5 cm. Prestasi kerja karyawan penanaman yaitu 0.028 ha/HOK dengan sistem pengupahan borongan. Sebelum kegiatan penanam dilakukan pemupukan pertama dengan dosis setengah dosis 250 kg ZA/ha dan 250 kg Phonzka/ha. Pemupukan dilaksanakan bersamaan dengan penanaman, yaitu sebelum potongan bibit ditata untuk ditanam di juringan.
Gambar 5. Penanaman Tebu Pemeliharaan tanaman tahun pertama Tanaman PC (Plant Cane) adalah tanaman tahun pertama yang baru ditanam di lahan. Beberapa kegiatan budidaya yang dilaksanakan pada tanaman
30 PC antara dimulai setelah penaman sampai pemanenan. Berikut adalah berbagai kegiatan budidaya yang dilakukan pada tanaman PC.
Pemupukan
Penyulaman
Pemberian air
Pembumbunan
Pencacahan gulud
Pengendalian gulma
Pemeliharaan got
Kletek
Pengendalian hama dan penyakit
Gambar 6 . Alur Pemeliharaan Tebu Tahun Pertama Pemupukan. Pemupukan yang dilakukan PG Cepiring menggunakan pupuk tunggal dan majemuk. Pupuk yang dipakai yaitu pupuk ZA dan NPK Phozka. PG Cepiring menggunakan dosis yang seragam pada semua kebun. Pemupukan berdasarkan analisis hara tanah dan daun belum dapat dilakukan karena laboratorium tanaman belum selesai dikembangkan. Dosis yang diterapkan yaitu 500 kg ZA/ha dan 500 kg Phonzka/ha. Kandungan pupuk ZA adalah 21%N, sedangkan NPK Phozha adalah 15% N, 15%, dan 15% K2O. Maka dosis setiap unsur yang diterapkan adalah 165 kg N/ha, 75 kg P2O5/ha dan 75 kg K2O/ha Pemupukan dilaksanakan dua kali, yaitu pemupukan I dan pemupukan II. Pemupukan I dilaksanakan bersamaan dengan tanam bibit atau maksimal 1 minggu setelah tanam. Dosis yang diterapkan untuk pemupukan I adalah 250 kg ZA/ha dan 250 kg Phozka/ha. Pemupukan kedua dilaksanakan pada 4 minggu setelah tanam. Dosis yang diterapkan sama dengan pemupukan I, yaitu adalah 250 kg ZA/ha dan 250 kg Phozka/ha. Pada pemupukan kedua bisanya ditambahkan insektisida butir sistemik Furadan 3G sebagai upaya pengendalian hama dan penyakit. Aplikasi pemupukan yaitu dengan mencampurkan terlebih dahulu pupuk ZA dan Phonzka sebanyak dosis untuk satu hektar lahan. Kemudian karyawan harian mengambil dari campuran pupuk kemudian menempatkan pupuk di sekitar batang tananam. Aplikasi pemupukan tidak disertai dengan penutupan pupuk.
31 Prestasi kerja yang didapat dari karyawan adalah 169,17 kg/HOK, dengan sistem pengupahan harian.
Penyulaman. Penyulaman adalah kegiatan menanam ulang bibit tebu yang tidak tumbuh setelah penanaman pertama kali. Kegiatan penyulaman pada tebu dapat menggunakan tiga macam bibit tebu, yaitu bibit bagal, bibit rayungan dan bibit awil. Secara umum, bibit awil lebih sering digunakan Kegiatan penyulaman pada umumnya menggunakan KHL wanita. Sistem upah yang diterapkan pada pekerjaan penyulaman adalah pembayaran harian dengan upah Rp 15 000,- – Rp 20 000,- per hari. Rata-rata prestasi kerja yang didapatkan pekerja selama 1 hari yaitu 0.0376 ha/HOK. Bibit awil adalah tunas tebu dari bibit bagal cadangan yang ditanam di kebun. Metode penyulaman menggunakan bibit ini membutuhkan tenaga pendongkel bibit cadangan, pemotong daun bibit cadangan, pembuat lubang tanam dan penanam bibit. Kegiatan menyulaman pada kebun rata-rata menanam bibit sulaman 1-5 bibit setiap juringan. Penggunaan bibit rayungan yang berasal dari kebun bibit memiliki cara penanaman yang berbeda. Bibit yang didapatkan dari kebun bibit berupa batang tebu 2 ruas dengan satu tunas yang telah tumbuh. Penanaman dengan bibit tersebut ditanam dengan batang tebu vertikal.
Pemberian air. Tanaman tebu membutuhkan air untuk pertumbuhannya terutama pada fase tumbuhnya tunas dari bibit dan fase awal pertumbuhan vegetatif. Ketersediaan air yang tidak mencukupi dapat terjadi karena irigasi teknis yang tidak lancar pada tebu lahan sawah atau tidak ada hujan pada tebu lahan tegalan. Kekurangan air pada vase tersebut dapat diatasi dengan pemberian air secara khusus. Pemberian air di PG Cepiring dilakukan setelah penanaman bibit sampai umur tanaman 2 MST. Pemberian air juga dilakukan pada tebu sulaman ketika irigasi tidak mencukupi atau tidak ada hujan. Pemberian air yang dilakukan PG Cepiring menggunakan sistem penyiraman dan sistem pengairan melalui got (furrow irrigation). Pekerjaan ini dilakukan dengan menutup outlet dan mengairi
32 got-got hingga kapasitas lapang. Apabila air dari irigasi teknis tidak mencukupi dapat diupayakan untuk memompa air dari sumber air terdekat. Pemberian air bibit sulaman biasanya dilakukan dengan cara penyiraman. Penyiraman bisanya menggunakan sumber air dari sumur yang sengaja dibuat di kebun untuk mempermudah pengambilan sumber air.
Gambar 7. Pengairan Tebu dengan Metode Furrow Irrigation Pemberian air dikebun menggunakan pompa air ketika tidak terdapat air irigasi yang mengalir ke kebun. Sumber air diambil dari saluran irigasi yang terdekat dari kebun. Air akan dipompa dari saluran irigasi dan dialirkan ke dalam got kebun. Kegiatan ini biasanya dilanjutkan dengan penyiraman juringanjuringan yang telah ditanami bibit mengunakan air yang mengalir di got. Prestasi kerja pekerjaan penyiraman ini adalah 0.13 ha/HOK.
Pengendalian gulma. Pengendalian gulma merupakan upaya untuk mengurangi populasi gulma yang sudah mengganggu pertumbuhan tanaman tebu. Terdapat dua macam pengendalian gulma yang diterapkan di kebun, yaitu pengendalian secara kimia dan secara manual. Pengendalian gulma secara manual dilakukan dengan menggunakan herbisida. Bahan aktif herbisida yang digunakan adalah 2,4-D dan Ametryn. Kedua bahan aktif tersebut adalah jenis bahan aktif herbisida sintemik. Aplikasi herbisida pada lahan menggunakan campuran kedua bahan aktif tersebut. Konsentrasi herbisida yang diaplikasian berdasarkan pengamatan adalah 60 ml
33 herbisida yang mengandung bahan aktif 2,4-D 826 g/l dan 160 ml herbisida yang mengandung bahan aktif ametryn 500 g/l untuk 1 tangki semprot dengan volume 17 liter. Berdasarkan pengamatan, sekali penyemprotan rata-rata dapat menyemprot 83 juringan, atau kira-kira 0,00682 ha. Dengan aplikasi tersebut, volume semprot yang diterapkan adalah sebesar 245,66 l/ha. Dengan konsentrasi yang digunakan, dosis yang diaplikasikan adalah 711,186 g 2,4-D/ha dan 1 156 g ametryn/ha. KHL yang digunakan untuk penyemprotan herbisida ini disesuaikan dengan besarnya luasan kebun serta target penyelesaian pekerjaan aplikasi herbisida tersebut. Upaya pengendalian gulma yang diterapkan selain cara kimia adalah cara manual. Pekerjan ini dikenal dengan nama pembubutan. Alat yang digunakan adalah sabit. Tenaga kerja yang digunakan pada umumnya adalah wanita.
Pencacahan gulud. Pencacahan guludan atau penggemburan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk memecah tanah yang padat sehingga menjadi tanah yang halus dan remah sehingga nanti memudahkan untuk melakukan pembumbunan. Pencacahan gulud dilakukan sebelum pekerjaan pembumbunan dimulai. Sistem upah yang diterapkan adalah sistem borongan. Rata-rata dalam 1 hari KHL mendapat 60 juringan atau 1 lidah, sehingga PK untuk pekerjaan cacah gulud adalah 0.05 ha/HOK. Efektivitas pekerjaan cacah gulud dipengaruhi oleh kekerasan tanah. Kondisi tanah yang keras akan sangat menyulitkan para KHL untuk melakukan pencacahan, sehingga PK yang didapatkan lebih rendah.
Pembumbunan. Pembumbunan adalah pekerjaan menambahkan tanah pada kedua sisi juringan sebagai upaya dalam memperbanyak anakan dan meningkatkan pertumbuhan tanaman tebu. Pembumbunan di PG Cepiring dilakukan sebanyak tiga kali. Pembumbunan pertama dilakukan pada umur 1.5 BST. Pembumbunan kedua dilakukan pada umur 3.5 BST. Pembumbunan ketiga dilakukan pada umur 6 BST. Sistem pembayaran yang diberlakukan adalah sistem borongan. Upah yang diterima pekerja sebesar Rp 600,- per laci. PK yang didapatkan oleh KHL sebesar 60 laci/HOK atau 0.05 ha/HOK.
34 Pemeliharaan got. Got adalah alat untuk pemberian irigasi sekaligus drainase pada lahan tebu. Keberadaan got sangat penting untuk pertumbuhan tebu karena mempempengaruhi keadaan perakaran tebu. Perakaran yang baik akan menyebabkan tebu tumbuh dengan baik serta proses kematangan tebu dapat berjalan dengan baik (Supriadi, 1992) Pemeliharaan got antara lain pendalaman got dan pembersihan gulma yang ada di dalam got. Pekerjaan pemeliharaan got dilakukan secara manual dengan tenaga manusia menggunakan peralatan cangkul dan garpu. Sistem kerja yang digunakan adalah borongan, yaitu upah dihitung per meter got yang telah diperbaiki. Prestasi kerja karyawan harian lepas yang diamati pada pekerjaan pemeliharaan got adalah 27 m got/HOK.
Kletek. Kletek adalah pekerjaan membuang daun tebu yang telah mengering. Tujuan utama pekerjaan kletek agar tebu dalam keadaan bersih pada saat ditebang dan digiling di pabrik. Kegiatan kletek pada umunnya dikerjakan oleh KHL wanita. Pada umumnya, pekerjaan kletek diberlakukan sistem pembayaran borongan. Standar yang diterapkan pekerjaan kletek selama 1 HOK dapat melakukan kletek pada 20 laci. Sehingga standar PK yang diperoleh KHL pada pekerjaan kletek adalah 0.0375 ha/HOK. Setelah diamati di lapang, PK yang didapatkan karyawan adalah sebesar 0.0167 ha/ HOK sedangkan PK yang didapatkan mahasiswa adalah 0.0113 ha/HOK. Prestasi kerja kletak sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca dan keadaan kebun. Kebun dengan populasi gulma yang tinggi
juga dapat
menurunkan prestasi kerja karena mempersulit pekerjaan. Pekerjaan kletek dilakukan apabila terdapat 7-9 daun kering. Pekerjaan kletek dilakukan dua kali, yaitu pada umur 5 bulan untuk kletek satu dan 10 bulan atau sebelum panen untuk kletek kedua.
35
(a) (b) Gambar 8. Pekerjaan Kletek Tebu (a) dan Tebu yang Telah Dikletek (b) Pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit adalah upaya untuk meminimalkan serangan hama dan penyakit yang dapat mengakibatkan kerusakan bahkan kematian pada tebu. Pengendalian hama di PG Cepiring dilakukan secara manual, kimia, dan kultur teknis. Hama utama yang terdapat di wilayah PG Cepiring antara lain penggerek batang, penggerek pucuk, kutu bulu putih dan tikus. 1. Penggerek Batang (Chilo auricilius Dudg.) Serangan penggerek batang yang dominan terjadi pada siklus hidup tebu yang sudah beruas. Serangan ini membentuk lubang pada ruas tebu. Serangan ini menyebabkan kerusakan ruas, pertumbuhan terhambat, batang mudah patah, dan dapat menyebabkan kematian batang bila menyerang titik tumbuh. Kerugian yang ditimbulkan adalah kehilangan produksi pada tebu-tebu yang mati dan penurunan bobot dan rendemen pada batang tebu yang terserang. Upaya yang dilakukan adalah upaya pencegahan dengan menggunakan bibit yang bebas dari penggerek dan menjaga kebersihan kebun. 2. Penggerek Pucuk (Tryporyza nivella F.) Penggerek pucuk menyerang tanaman tebu pada titik tumbuh. Apabila serangan sudah mencapai titik tumbuh, pertumbuhan apikal tebu terhenti dan tumbuh tunas baru pada mata tunas di bagian sekitar pucuk tebu, sehingga pertumbuhan tebu menjadi tidak normal dan merusak rendemen tebu. Gejala
36 serangan hama ini yaitu terdapat deretan lubang berwarna coklat pada daun dan terlihat lorong gerek yang berwarna coklat pada tulang daun. Kegiatan pengendalian dilakukan secara manual dengan cara memotong pucuk tebu dimulai dari pucuk tebu hingga ke bawah sedikit demi sedikit sepanjang 2 cm sampai mendapat larva penggerek pucuk. Pengendalian secara kimia dilakukan dengan aplikasi insektisida sistemik Furadan 3G. Dosis aplikasi yang diberikan adalah 25 kg/ha. Aplikasi furadan dilakukan bersamaan dengan pemupukan kedua pada 4 MST, dengan cara mencampurkannya dengan pupuk yang akan diaplikasikan. 3. Kutu Bulu Putih (Ceratovacuna lanigera Zehnt.) Kutu bulu putih adalah hama yang membentuk koloni di bawah permukaan daun dan menghisap sari makanan pada daun. Kutu ini juga mengeluarkan cairan (embun madu) yang jatuh pada permukaan daun di bawahnya, kemudian akan menjadi media pertumbuhan cendawan jelaga yang berwarna hitam. Serangan kutu bulu putih terdapat pada kebun tegalan, sedangkan serangan pada kebun tebu sawah tidak terjadi. Upaya pengendalian hama ini adalah memotong daun yang terserang. Pengendalian secara kimia juga dilakukan yaitu dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif clorpirifos dengan penyemprotan hanya pada tanaman yang terserang.
4. Tikus sawah (Rattus argentivente Rob & Kloss) Hama tikus dominan terdapat di lahan sawah namun terdapat pula pada lahan tegalan. Hama tikus menyerang tebu pada awal pertumbuhan bibit dengan memakan mata tunas bibit, sehingga bibit tebu tidak dapat tumbuh. Serangan tikus juga terdapat pada batang tebu yang telah beruas, khususnya tebu-tebu yang rebah. Pengendalian tikus dilakukan melalui upaya preventif. Pengendalian dilakukan sejak pembukaan lahan, yaitu dengan memberikan premi kepada pekerja pembukaan lahan apabila berhasil membunuh tikus di lahan. Pengendalian tikus juga dilakukan secara kimia. Jenis racun yang digunakan adalah racun tikus berbahan aktif racumin. Racumin adalah bahan aktif jenis sistemik.
37 Terdapat beberapa kebun tebu di wilayah PG Cepiring yang terserang penyakit. Penyakit yang ditemukan antara lain penyakit luka api, dan karat daun. Pengendalian penyakit luka api dilakukan dengan mencabut seluruh tanaman yang terserang. Hal ini untuk menghindari penyebaran penyakit ke batang tebu yang lain. Upaya pengendalian dilakukan pada masa awal pertumbuhan tanaman pertama atau tanaman keprasan karena gejala penyakit luka api sudah terlihat pada masa pertumbuhan awal. Upaya pengendalian penyakit secara umum dilakukan dengan pencegahan. Beberapa upaya pencegahan adalah memilih bibit yang sehat, serta menjaga sanitasi kebun. Upaya pengendalian dilakukan pada masa pertumbuhan vegetatif awal.
Pemeliharaan tanaman keprasan Tanaman keprasan adalah tanaman tahun kedua dan seterusnya. Tanaman ini disebut dengan Ratoon Cane (RC). Tanaman ini dimulai setelah tanaman PC telah ditebang sampai tebangan-tebangan selanjutnya. Beberapa kegiatan budidaya yang dilaksanakan pada tanaman ratoon antara dimulai dari pemeliharaan kebun setelah tebangan sampai pemanenan. Secara umum kegiatan pemeliharaan tanaman keprasan sama dengan pemeliharaan tanaman tahun pertama (PC). Berikut adalah berbagai kegiatan budidaya yang dilakukan pada tanaman keprasan.
Bersih kebun Kepras Potong akar Kegiatan pemeliharaan lain seperti tebu tahun pertama (PC) Gambar 9 . Alur Pemeliharaan Tebu Keprasan
38 Bersih kebun. Bersih kebun adalah kegiatan membuang kotoran berupa daun tebu, pucuk tebu, gulma, atau batang tebu yang tertinggal setelah tebang. Kegiatan ini bertujuan mengupayakan sanitasi untuk mencegah berkembangnya hama dan penyakit. Bersih kebun dilakukan dengan cara manual. Kotoran kebun dikumpulkan kemudian dibakar.
Kepras. Kepras adalah kegiatan memotonng sisa batang tebu yang telah dipotong pada saat pemanenan. Kegiatan ini bertujuan untuk merangsang inisiasi tunas baru sebagai bakal batang tebu RC. Pengeprasan dilakukan secara manual dengan memotong batang tertinggal tebu pada pangkal batangnya, sehingga tunas akan tumbuh dari mata tunas di bawah permukaan tanah agar tunas tumbuh normal dan kuat. Kegiatan pengeprasan dilakukan segera setelah tebang, yaitu maksimal 7 hari setelah tebang.
Potong akar. Potong akar adalah kegiata memotong perakaran pada rumpun tebu untuk merangsang munculnnya akar baru. Perakaran baru akan berguna dalam penyerapan unsur hara dan air yang efisien. Perakaran baru juga akan merangsang pertumbuhan tunas keprasan. Kegiatan potong akar juga akan menggemburkan tanah sehingga dapat memperbaiki aerasi di daerah perakaran tanaman agar akar dapat berrespirasi dengan baik. Kegiatan potong akar dilakukan secara manual menggunakan golok. Golok akan diayunkan di kedua sisi juringan untuk memotong perakaran tebu.
Pemanenan Panen merupakan kegiatan mengambil batang tebu di lapang untuk diproses di pabik menjadi gula. Kegiatan ini merupakan kegiatan terakhir dalam kegiatan budidaya tebu. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi waktu pemanenan, yaitu keadaan tebu di lapang dan jadwal giling PG. Beberapa kegiatan panen antara lain taksasi produksi, pengukuran kemasakan tebu, tebang dan angkut.
39 Taksasi Pengukuran Brix Penebangan Angkut tebu Gambar 10. Alur Pemanenan Tebu Taksasi produksi. Taksasi produksi adalah upaya memperkirakan besarnya produksi yang akan dicapai pada saat panen. Taksasi produksi dibutuhkan untuk merencanakan kebutuhan bahan, alat, tenaga, serta lamanya hari giling serta menampung hasil produksi. Kegiatan taksasi yang dilakukan PG Cepiring adalah taksasi Maret. Taksasi maret dilakukan mulai pertengahan bulan Maret. Hasil yang didapat akan digunakan untuk memperkirakan produksi yang akan didapat setiap kebun pada waktu panen. Variabel yang diamati dalam kegiatan taksasi maret adalah jumlah batang per juringan, tinggi batang, dan diameter batang. Tinggi batang diukur dari permukaan tanah sampai daun ketiga. Diameter batang yang diukur adalah diameter di ruas batang tengah. Rumus taksiran produksi adalah sebagai berikut. Produksi= Jumlah batang x Tinggi batang x Bobot batang/m x Faktor kebun Bobot batang/m ditentukan dari besarnya diameter batang dan varietas tebu. Nilai bobot batang/m didapatkan dari tabel konversi bobot tebu yang berasal dari penelitian PG Sragi (Lampiran 4). Faktor kebun adalah jumlah juringan kebun per hektar. Besarnya fektor kebun pada umunya berkisar antara 1 100 – 1 200, hal ini dikarenakan pembukaan lahan sawah di PG Cepiring menggunakan faktor pembukaan 1 200. Pengamatan terhadap variabel taksasi dilakukan pada semua kemitraan pola A dan B. Setiap kebun diambil 5 lidah contoh yang dipilih secara visual dapat mewakili keseluruhan kebun tersebut. Setiap lidah diambil 3 juringan contoh, yaitu juringan contoh nomor 15, 30 dan 35.
40 Pengukuran brix. Pengukuran brix adalah salah satu upaya untuk mengetahui kadar sukrosa tebu pada kebun yang berguna untuk penentuan waktu tebang pada kebun tersebut. Pengukuran brix dilakukan dengan metode survey pada lahan yang ingin diketahui briksnya dengan mengambil beberapa tebu dan mengukur kadar brix nira dengan menggunakan hand refractometer. Metode dalam pengukuran brix tebu antara lain: 1. Mengambil batang tebu contoh dengan metode pengambilan sampel secara diagonal. 2. Memotong tebu dengan menjadi tiga bagian. 3. Mengukur brix nira setiap bagian tebu dengan hand refractometer. 4. Merata-ratakan nilai brix setiap bagian tebu sebagai nilai brix batang tebu. 5. Merata-ratakan nilai brix batang tebu semua batang contoh sebagai nilai brix kebun. Jumlah sampel yang diambil dalam pengamatan brix adalah tiga batang tebu per kebun yang diamati. Batang tebu yang diambil adalah tebu yang tidak berada di pinggir got dan bukan batang tebu sogolan. Nilai rata-rata brix dari ketiga batang tebu akan menjadi nilai brix kebun yang digunakan sebagai pertimbangan dalam waktu penebangan. Standar PG Cepiring dalam penebangan adalah brix kebun telah mencapai nilai 24.
Gambar 11. Hand Refractometer untuk Pengukuran Brix Nira Tebu di Lapang
Penebangan. Penebangan adalah kegiatan mengambil batang tebu yang telah masak untuk diolah ke PG. Kegiatan dilakukan dengan cara penebangan batang
41 tebu dari pangkal batang, sehingga kegiatan ini sering disebut dengan istilah penebangan. Tebangan tebu dilakukan setelah batang tebu memenuhi syarat untuk digiling di PG, yaitu umur mencukupi dan batang tebu telah masak. Tebu telah masak apabila nilai brix nira rata-rata dari ketiga bagian batang yang diukur minimal sebesar 24. Selain itu, selisih antara nilai brix batang bawah dan batang atas tidak melebihi 2 poin. Jika nilai brix batang bawah dan batang atas sama, maka batang tebu dapat dikatakan masak dan siap untuk ditebang. Kegiatan penebangan biasanya didahului dengan kegiatan persiapan jalan tebang. Kegiatan yang dilakukan meliputi perbaikan jalan atau jembatan sehingga angutan tebu dapat masuk ke lokasi kebun. Kegiatan tebangan dimulai dengan menebang tebu di wilayah yang dapat membuka akses untuk keseluruhan kebun. Pada awal kegiatan tebangan ini, bisaanya tidak diperlukan tenaga kerja yang banyak karena hanya sedikit angkutan yang dapat masuk ke wilayah kebun karena jalan tebang di dalam kebun sedang dikerjakan.
Gambar 12. Penebangan Tebu Penebangan tebu dilakukan secara manual dengan sistem pengupahan borongan. Alat yang digunakan adalah golok. Penebangan dilakukan dari pangkal batang di atas permukaan tanah. Batang tebu yang telah ditebang dibersihkan dari daun kemudian memotong pucuk batang pada titik patah. Batang tebu yang telah bersih dikumpukan oleh setiap penebang. Kumpulan batang tebu yang terdiri dari 30-40 batang diikat menggunakan kulit batang tebu.
42 Angkut tebu. Ikatan-ikatan batang tebu yang berada dilapang akan diangkut ke PG menggunakan angkutan truk. Penebang akan menaikkan kumpulan batang tebu yang telah mereka tebang ke truk setelah dirasa cukup untuk memenuhi truk tersebut. Kapasitas truk pengangkut tebu antara 6-7 ton. Batang tebu yang telah dinaikkan ke truk dipotong sebagian agar tidak ada ruang kosong di dalam angkutan, sehingga batang yang diangkut lebih banyak. Setelah truk memenuhi kapasitasnya, truk langsung membawa angkutan tebu ke PG untuk segera diproses menjadi gula. Sistem
manajemen
dan
pengupahan
antara
tebang
dan
angkut
digabungkan. Hal ini mencegah ketidaksingkronan antara tenaga penebang dang truk angkutan. Sistem manajemen tebang angkut yang diterapkan adalah setiap truk angkutan tebu harus mempunyai penebangnya sendiri dengan jumlah 7-10 orang. Pengupahan diterapkan secara borongan, yaitu dihitung setiap 100 kg tebu tertebang.
(a) Gambar 13.
(b) Pengangkutan Tebu ke Truk Angkutan (a) dan Kapasitas Muatan Truk Angkutan (b)
Pengolahan gula PG Cepiring menerapkan pengolahan gula menggunakan dua macam bahan baku. Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi gula adalah raw sugar dan tebu. Raw sugar adalah gula setengah jadi yang berwarna kecoklatan dan memiliki struktur yang mirip dengan gula kristal putih. Pada masa di luar masa panen tebu, PG Cepiring tetap memproduksi gula menggunakan bahan baku raw sugar. Pada saat musim panen tebu, PG Cepiring menproduksi gula
43 menggunakan bahan baku tebu dengan tetap menggunakan raw sugar sebagai campurannya. Proses pengolahan nira menjadi gula di PG Cepiring menggunakan proses karbonatasi. Sumber karbon yang digunakan adalah gas CO2 sebagai hasil sampingan pada boiler. Proses pengolahan tebu dan raw sugar berbeda pada tahap awal dan sama pada tahapan selanjutnya. Tahapan pengolahan raw sugar antara lain stasiun afinasi, stasiun purifikasi, stasiun kristalisasi, stasiun sentrifugal, dan stasiun packing. Tahapan proses pengolahan tebu meliputi stasiun gilinngan, stasiun purifikasi, stasiun evaporator, stasiun kristalisasi, stasiun sentrifugal, kemudian masuk ke stasiun afinasi dan mengalami proses selanjutnya bersama dengan nira raw sugar. Tebu
Raw sugar
Stasiun Gilingan
Stasiun Afinasi
Stasiun Purifikasi
Stasiun Purifikasi
Stasiun Evaporator
Raw sugar
Stasiun Kristalisasi
Stasiun Kristalisasi
Stasiun Sentrifugal
Stasiun Sentrifugal
Stasiun Tahap Akhir
Molases
Gula Kristal Putih (icumsa<200)
Molases
Gambar 14. Skema Proses Pengolahan Tebu dan Raw Sugar PG Cepiring Stasiun gilingan. Proses yang terjadi pada stasiun gilingan adalah memeras tebu untuk mendapatkan nira tebu. Bahan baku yang memasuki stasiun ini hanya bahan baku tebu, sedangkan untuk bahan baku raw sugar tidak melalui stasiun ini. Terdapat dua cara yang dipakai untuk memasukkan batang tebu ke stasiun gilingan di PG Cepiring, yaitu menggunakan alat tappler dan alat crane. Tappler adalah alat yang memungkinkan batang tebu yang berada di truk langsung
44 ditempatkan ke meja tebu dengan cara mengangkat bagian depan truk menggunakan sistem hidrolik. Crane adalah alat untuk mengangkat tebu dari truk kemudian meletakkannya pada bak penampungan tebu yang kemudian bergerak menuju meja tebu menggunakan rel seperti kereta (lori). Setelah tebu berada di meja tebu kemudian masuk ke gilingan tebu yang terdiri dari empat gilingan. Pada proses ini nira akan dicampurkan dengan air imbibisi dari proses gilingan sebelumnya dan dilakukan penggilingan berulang untuk mengurangi kehilangan nira. Pada gilingan pertama akan dianalisis rendemen nira dari tebu yang digiling (Analisis Nira Perahan Pertama).
Stasiun afinasi. Stasiun afinasi adalah stasiun pelarutan raw sugar menjadi nira dengan penambahan gula dari tebu yang telah mengalami proses sentrifugal. Diluar musim giling, stasiun ini hanya melarutkan raw sugar. Pada stasiun ini, proses pengolahan nira dari tebu dan dari raw sugar bertemu. Hasil dari stasiun afinasi adalah nira yang berasal dari raw sugar dan tebu yang telah mengalami pengolahan.
Stasiun purifikasi. Proses yang terjadi pada stasiun purifikasi adalah membersihkan kotoran yang terbawa dalam nira serta menambahkan kapur (Ca(OH)2) dan/atau gas CO2. Tardapat dua macam stasiun purifikasi, yaitu stasiun purifikasi khusus untuk nira tebu dan stasiun purifikasi untuk nira dari raw sugar dan campuran gula dari tebu. Stasiun purifikasi khusus nira tebu hanya beroperasi ketika musim giling tebu. Nira tebu dari stasiun gilingan akan dibawa ke timbangan nira kemudian dipanaskan. Kemudian ditambahkan Ca(OH)2 pada nira. Nira kemudian diendapkan. Nira akan terpisah menjadi nira bersih dan nira kotor yang akan mengendap. Nira kotor yang mengendap diteruskan untuk proses pengolahan menjadi blotong. Nira dari tebu akan diteruskan ke stasiun evaporator. Stasiun purifikasi untuk nira dari raw sugar dan campuran gula dari tebu beroperasi pada musim giling tebu maupun di luar masa liling tebu saat giling raw sugar. Selain menambahkan Ca(OH)2, pada stasiun purifikasi ini ditambahkan gas CO2. Nira dari stasiun ini akan diteruskan ke stasiun kristalisasi.
45 Stasiun evaporator. Stasiun evaporator adalah stasiun yang khusus mengolah nira yang berasal dari tebu. Proses yang terjadi dalam stasiun ini adalah penguapan nira tebu menjadi nira kental. Hasil nira kental tebu akan dialirkan ke stasiun kristalisasi.
Stasiun kristalisasi. Stasiun kristalisasi akan mengkristalkan nira kental melalui pan dengan suhu dan tekanan tinggi. Terdapat empat pan kristalisasi di PG Cepiring, yaitu W PAN, A PAN, B PAN, dan C PAN. Setiap pan akan menghasilkan gula yang dapat dikristalkan (magma) dengan kualitas yang berbeda dan mengkasilkan gula yang tak dapat dikristalkan (molasses) yang akan dimasukkan sebagai bahan ke pan berikutnya. Nira kental yang berasal dari stasiun purifikasi raw sugar akan diolah di W PAN. Nira kental tebu dari stasiun evaporator akan diolah di A PAN. Hasil pengolahan dari stasiun kristalisasi akan dikirim ke stasiun sentrifugal untuk proses selanjutnya.
Stasiun sentrifugasi. Stasiun sentrifugasi merupakan pengolahan nira masak dari pan kristalisasi untuk memisahkan kristal gula dari larutan induknya. Terdapat empat alat sentrifugal sesuai dengan pan kristalisasi, yaitu LGF W, LGF A, LGF B, dan LGF C. LGF W akan menampung nira masak dari W PAN dan menghasilkan gula kristal yaitu gula yang siap untuk pengepakan dan gula tak dapat dikristalkan (white moll) yang akan dialirkan ke A PAN untuk pemasakan selanjutnya. LGF A akan menampung nira masak A PAN dan menghasilkan gula a yaitu gula yang kurang memenuhi persyaratan yang akan dikirim ke stasiun afinasi untuk bahan campuran pengenceran raw sugar. LGF A akan memproduksi a-moll yang akan dialirkan ke B PAN. LGF B akan memproduksi gula b (bmagma) yang akan dialirkan ke A PAN dan menghasilkan b-moll yang dialirkan ke PAN C. LGF C akan memproduksi c-magma yang dialirkan ke PAN B dan menghasilkan c-moll yang akan akan ditampung di penampungan akhir sebagai tetes.
Stasiun tahap akhir. Gula yang dihasilkan LGF W akan dikeringkan dan didinginkan. Gula yang dihasilkan akan diamati kembali kualitasnya. Gula yang
46 tidak sesuai dengan standar kualitas dalam ukuran kristal dan warna akan dilebur kembali dan diproses ulang di stasiun afinasi. Gula yang berukuran normal dengan warna yang putih sesuai standar akan dimasukkan kedalam karung dengan ukuran 50 kg kemudian diangkut ke gudang penyimpanan gula.
Aspek Manajerial Pengelolaan kegiatan lapang Kegiatan manajemen utama bagian tanaman adalah budidaya tanaman tebu di lapang. Sistem manajemen yang diterapkan dalam budiaya tebu di lapang adalah pembagian berdasarkan luasan dan kategori kebun tertentu. Pengawasan yang ketat untuk pola kemitraan B dilakukan pada aspek finansial yang menyangkut kredit petani, namun untuk aspek teknis budidaya kebun, pihak PG hanya mengawasi pelaksanaan pekerjaan yang diajukan pembiayaanya dengan kredit. Manajemen yang intensif dilakukan pada kebun dengan pola kemitraan A (KMA). Hal ini dikarenakan PG merupakan penaggung jawab budidaya secara teknis maupun pembiayaan pekerjaan tersebut dari segi finansial. Pembagian manajemen pada kebun KMA berdasarkan luasan areal. Terdapat seorang sinder kebun yang bertanggung jawab terhadap luasan besar, yang membawahi beberapa mandor yang bertanggung jawab atas luasan yg lebih kecil.
Sinder kebun. Sinder kebun merupakan seorang manajer kebun yang bertanggung jawab pada luasan kebun tertentu. Sinder kebun PG Cepiring difokuskan untuk memanajemen kabun pola kemitraan A. Tugas seorang sinder adalah menerapkan prinsip dasar manajemen pada kebunnya dengan tujuan dapat menghasilkan tebu dengan kualitas, kuantitas dan waktu panen yang ditetapkan oleh PG. Beberapa prinsip dasar manajemen yang diterapkan seorang sinder, yaitu perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, dan pengawasan. Prinsip manajemen perencanaan yang dilakukan oleh sinder meliputi perencanaan perluasan areal
serta perencanaan tindak budidaya yang akan
diterapkan. Untuk perluasan areal, seorang sinder memiliki tanggung jawab untuk mencari lahan areal kemitraan baru dengan petani. Dalam tugas perluasan areal
47 ini, seorang sinder melakukan pendekatan dan penyuluhan secara informal maupun secara formal. Perencanaan yang penting dilakukan mencakup perencanaan teknis budidaya maupun kebutuhan finansialnya sebelum dibukanya suatu kebun. Prinsip pengaturan yang dilaksanakan oleh Sinder Kebun meliputi pengaturan tahapan kegiatan budidaya di lapang, serta pengaturan biaya yang diperlukan. Dalam melaksanakan fungsi ini, sinder kebun akan dibantu mandor sebagai bawahannya. Seorang sinder akan memeriksa rencana kegiatan dan pengajuan biaya pekerjaan tersebut dari mandor. Setelah menyetujuinya, pekerjaan terbut dilaksanakan oleh mandor kebun. Sistem pengawasan dilaksanakan dengan pengecekan lapang secara rutin oleh sinder. Dalam pengawasan lahan ini diamati pekerjaan yang ada di kebun serta keadaan umum kebun. Pengawasan lahan ini akan menjadi hal yang dapat mengontrol pelakasanaan pekerjaan oleh mandor baik secara teknisnya maupun finansial.
Mandor kebun. Mandor kebun merupakan jabatan yang dipegang oleh seseorang yang bertanggung jawab atas budidaya tebu mulai dari penanaman sampai pemanenan pada luasan kebun tertentu. Seorang mandor kebun mempunyai seorang penyelia, yaitu sinder kebun. Dalam menjalankan tugas budidaya kebun, mandor akan memimpin pekerja harian lepas serta mengarahkan pekerjaan dan bertindak sebagai pengawas. Mandor kebun akan berkoordinasi dengan sinder kebun dalam melaksanakan tugasnya. Setiap pelaksanaan suatu pekerjaan, mandor akan mengajukan rencana teknis dan finansial pelaksanaan pekerjaan yang telah direncanakan oleh Sinder Kebun. Pengajuan rencana tersebut akan dikoreksi oleh Sinder Kebun. Apabila pekerjaan disetujui oleh Sinder Kebun, maka pengajuan pekerjaan tersebut akan diteruskan ke bagian administrasi untuk pencairan dana kebutuhan pelaksanaan pekerjaan. Selama proses administrasi untuk pencairan dana, mandor kebun akan melaksanakan pekerjaan yang telah diajukan. Pekerjaan dimulai dari pencarian karyawan harian lepas (KHL) dan negosisasi besarnya upah dan sistem pengupahan untuk pekerjaan tersebut. Pekerjaan akan dilaksanakan dengan
48 pengarahan dan pengawasan oleh mandor. Setelah pencairan dana, mandor bertugas sebagai pengelola keuangan untuk diberikan kepada KHL.
Aspek Khusus Aspek khusus yang dipelajari adalah modifikasi teknik budidaya, pertumbuhan, produksi, dan analisis usaha tebu di lahan
salin. Pengamatan
dilakukan di kebun Pidodo dengan luasan 24.801 ha yang terdiri dari tiga blok, yaitu Pidodo A dengan luasan 10.000 ha, Pidodo B dengan luasan 14.264 ha, dan Pidodo C dengan luasan 0.537 ha. Kebun Pidodo terletak di pesisir pantai utara Jawa dengan jarak sekitar 1 km dari bibir pantai. Kebun Pidodo terletak di muara Sungai Bodri yang sering mengalami banjir pasang air laut dan meluap ke kebun dengan membawa kandungan air laut. Kebun pidodo terletak di kecamatan Patebon dengan curah hujan yang cukup tinggi yaitu antara 1 500 – 3 500 mm/tahun dan termasuk ke daerah dengan iklim basah (humid). Ciri salinitas yang tinggi pada kebun Pidodo juga dilihat dari terbentuknya efflorescense atau kerak garam yang terjadi pada musim kering.
Kondisi salinitas kebun Pengamatan salinitas pada kebun dilakukan melalui analisis daya hantar listrik tanah dan konsentrasi garam. Analisis tanah dilakukan pada saat tebu berumur 35 MSK dengan kondisi tidak terdapat hujan selama 14 hari. Selain melakukan analisis tanah kebun Pidodo, dilakukan analisis tanah kebun Gondang sebagai pembanding untuk lahan tidak tercekam salinitas. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Analisis Salinitas Tanah Saat Tebu Berumur 31 MSK Kebun Pidodo Gondang
Daya Hantar Listrik (dS/m) 0.168 0.108
Salinitas (mg/l) 79 50
49 Teknis budidaya tebu di lahan salin Teknis budidaya tebu yang diterapkan di lahan tercekam salinitas secara umum sama dengan kebun lain yang tidak terkendala salinitas. Semua teknis budidaya diterapkan sesuai dengan standar perusahaan, mulai dari pembukaan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman hingga tebang dan angkut. Teknis budidaya yang berbeda di lahan salin adalah sistem tata air melalui got kebun. Sistem tata air yang berbeda diterapkan pada kebun yang terkendala salinitas yang tinggi. Kebun dengan kendala salinitas biasanya terdapat di daerah pesisir pantai utara. Kebun ini kadang mengalami banjir air laut pasang (rob) yang membawa air laut masuk ke kebun sehingga meningkatkan kadar garam tanah. Upaya yang dilakukan oleh PG Cepiring adalah pembuatan got besar dengan ukuran lebar 2 m dengan kedalaman 3 m, sementara untuk kebun pada umunya got berukuran 50 cm pada lebar dan kedalaman 60 cm (Tabel 8). Panjang juringan tetap 8 m sehingga jumlah got tetap sama dengan lahan sawah irigasi, namun lebar dan dalamnya got jauh lebih besar. Tabel 8. Ukuran Got di Lahan Salin dan Nonsalin Got
Got Keliling Got Malang Got Mujur
Kebun Pidodo Kebun Gondang (salin) (nonsalin) Lebar Dalam Lebar Dalam ……………………..……… cm ……….…………………… 200 300 60 70 200 300 50 60 200 300 50 50
Pembuatan got pada lahan tercekam salinitas dirancang untuk mengurangi efek salinitas dengan pencucian garam melalui irigasi dan drainase. Ukuran got yang besar dapat menampung dan mengalirkan air yang lebih banyak serta meningkatkan drainase. Got akan mengalirkan air ke kebun untuk mencuci garam yang terkandung di tanah secara berangsur-angsur. Air yang mengalir biasanya akan tertampung di got dan menggenang selama beberapa waktu. Air yang dimasukkan untuk mencuci garam tersebut akan ditampung kembali oleh got untuk dapat dibuang keluar kebun melalui drainase yang baik.
50 Menurut Santoso (1993), sistem irigasi dan got yang diterapkan di lahan tercekam salinitas oleh PG Cepiring disebut dengan metode reklamasi lahan salin dengan metode kolam-alur (basin-furrow method). Metode ini akan mengalirkan air irigasi melalui parit (got) yang dibuat di sekeliling lahan. Air akan dipertahankan sekitar seminggu sampai seluruh lahan dapat diresapi air.
(b)
(a) Got Mujur (lebar 2m, dalam 3m)
Got Mujur (lebar 50cm, dalam 60cm)
…
…
Juringan Juringan Got keliling (lebar 2m, dalam 3m)
Got Keliling (lebar 60cm, dalam 70cm)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 15.Got Lahan Salin (a), Got Lahan Nonsalin (b), Penampang Melintang Got Lahan Salin (c), Penampang Melintang Got Lahan Nonsalin (d), Got Lahan Salin Tampak Atas (e), dan Got Lahan Nonsalin Tampak Atas (f).
51 Kondisi tebu di lanah salin Kondisi tebu diamati pada fase vegetatif akhir sampai dengan fase generatif, ditandai dengan munculnya bunga pada tebu (Tabel 9). Pengamatan dilakukan pada blok dengan varietas BL (Bululawang) keprasan pertama (RC 1). Pengamatan dilakukan setiap 4 minggu, dimulai 27 MSK (minggu setelah keprasan) sampai 38 MSK. Pengamatan juga dilakukan pada tebu yang tidak tercekam salinitas sebagai pembanding, yaitu kebun Gondang. Kebun Gondang merupakan kebun tidak tercekam salinitas dengan varietas dan umur yang sama dengan kebun Pidodo. Variabel pengamatan tebu yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, jumlah ruas, bobot batang, jumlah batang per meter, jumlah sogolan per meter , dan brix nira tebu. Tabel 9. Tinggi Tanaman Tebu, Jumlah Ruas, Diameter, dan Bobot Batang pada 27 MSK sampai 41 MSK Pengamatan
Kebun 27
Umur Tebu (MSK) 31 `35
39 Pidodo 192.90a 219.55a 233.60a 240.60a (Salin) Tinggi tanaman (cm) Gondang 283.15b 305.85b 319.00b 334.10b (Nonsalin) Pidodo 17.20a 19.25a 21.50a 22.70a (Salin) Jumlah ruas (ruas) Gondang 19.35a 22.65a 24.80a 26.80a (Nonsalin) Pidodo 2.24a 2.32a 2.38a 2.39a Diameter batang (Salin) (cm) Gondang 2.57a 2.66a 2.69a 2.71a (Nonsalin) Pidodo 0.79a 0.94a 1.03a 1.06a (Salin) Bobot batang (kg) Gondang 1.33b 1.49b 1.58b 1.67b (Nonsalin) Keterangan : Nilai pada kolom pada pengamatan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5 %
Pengamatan jumlah batang tebu permeter juringan diamati pada 27 MSK, sedangkan jumlah sogolan per meter juringan diamati pada 41 MSK. Hasil pengamatan disajikan pada Tabel 10.
52 Tabel 10. Jumlah Batang Tebu per Meter dan Jumlah Sogolan per Meter Kebun Jumlah batang per meter Jumlah Sogolan per meter Pidodo (Salin) 11.08a 2.63a Gondang (Nonsalin) 10.04a 2.18a Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5 % Pengamatan brix nira dilakukan dua kali, yaitu pada umur tebu 27 MSK dan pada umur 41 MSK. Hasil pengamatan disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Brix Nira Tebu di Lapang pada Umur 27 MSK dan 41 MSK Kebun
Umur (MSK)
27 41 Pidodo (Salin) 14.87a 24.13a Gondang (Nonsalin) 15.60a 24.13a Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5 % Pertumbuhan dan pembungaan tebu di lahan salin Pertumbuhan tebu di lahan salin diamati pada fase vegetatif akhir sampai fase generatif dengan ditandai tebu berbunga. Pengamatan pertumbuhan dilakukan pada veriabel tinggi batang, jumlah ruas, diameter batang, dan bobot batang (Tabel 12). Nilai pertumbuhan dari masing-masing variabel adalah selisih nilai variabel pada pengamatan 41 MSK dan 27 MSK. Pembungaan tebu yang diamati pada kedua kebun menunjukkan sifat pembungaan tebu sporadis. Tebu di lahan salin Pidodo mulai berbunga secara sporadis pada 33 MSK, sedangkan tebu di lahan nonsalin Gondang mulai berbunga secara sporadis pada 37 MSK.
53 Tabel 12. Pertumbuhan Tebu di Kebun Salin dan Nonsalin pada 27 MSK sampai 41 MSK Peubah
Kebun Pidodo (Salin) 47.70a 0.15a 5.50a 0.27a
Kebun Gondang (Nonsalin) 50.96a 0.14a 7.45a 0.34a
Tinggi tanaman (cm) Diameter batang (cm) Jumlah ruas Bobot batang (kg) Jumlah batang per meter juringan 11.08a 10.04a (batang/ m juring) Keterangan : Nilai pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5 % Produktivitas tebu dan analisis usaha tani kebun tebu di lahan salin Produksi tebu di lahan salin diamati sejak masa tanam pertama di kebun pengamatan bersadarkan data sekunder (Tabel 13). Produksi untuk masa tanam 2010/2011 didapatkan berdasarkan taksasi maret. Sebagai pembanding, dilakukan pengamatan yang sama pada kebun nonsalin. Tabel 13. Produktivitas Tebu (ton/ha) di Lahan Salin dan Nonsalin Selama Tiga Musim Tanam Kebun Pidodo (Salin) Gondang (Nonsalin) Keterangan
Kategori Tanaman Rata-rata Produktivitas PC RC 1 RC 2 ………………….………. ton/ha ……..…………………….. 45.02
57.36
70.03
57.47a
84.54
104.35
107.22
98.54b
: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5 %
Pengamatan melalui data sekunder juga dilakukan pada analisis usaha tani kebun salin (Tabel 14). Analisis dilakukan pada masa tanam 2010/2011 pada kebun Pidodo (salin) dan kebun Gondang (nonsalin).
54 Tabel 14. Keuntungan Usaha Tani Tebu di Kebun Salin dan Nonsalin Masa Tanam 2010/2011 Kategori tanaman
PC
RCI
RCII
Rata-rata
Rincian usaha tani Biaya Pendapatan Keuntungan Biaya Pendapatan Keuntungan Biaya Pendapatan Keuntungan Biaya Pendapatan Keuntungan
Kebun Pidodo (Salin) Gondang (Nonsalin) …………………….. Rp …..………………… 21 359 982.43 40 782 615.66 27 072 059.23 43 553 880.19 5 712 076.80 2 771 264.53 19 299 706.84 32 843 869.35 26 915 799.14 46 704 218.40 7 616 092.30 13 860 349.05 19 962 214.46 30 630 539.30 30 626 976.09 34 815 673.26 10 664 761.63 4 185 133.96 20 207 301.25 34 752 341.44 28 204 944.82 41 691 257.28 7 997 643.58 6 938 915.85
Sumber : Kantor Tanaman, PT Industri Gula Nusantara
55
PEMBAHASAN Aspek Teknis Pelaksanaan aspek teknis budidaya kebun milik PG Cepiring secara umum dilakukan sesuai dengan prosedur perusahaan. Pelaksanaan teknis budidaya di lapang akan selalu menyesuaikan dengan keadaan yang ditemui. Penyesuaian tersebut harus dilakukan agar tujuan dari perkerjaan tersebut dapat tercapai meskipun pekerjaan tersebut tidak terdapat pada rencana awal. Proses budidaya yang dilakukan di wilayah PG Cepiring dilakukan dengan sistem Reynoso. Reynoso adalah sistem pengaturan tata air sehingga tebu di lapangan dapat mendapat air yang cukup. Sistem reynoso digunakan untuk menurunkan muka air tanah. Sistem reynoso memungkinkan dalam pemasukan air melalui irigasi ketika musim kemarau dan pembuangan air berlebihan ketika musim penghujan. Sistem reynoso diterapkan terutama di lahan sawah irigasi. Hal ini sesuai karena lahan sawah irigasi akan menyediakan air selama musim hujan dan musim kemarau, sehingga harus diatur pemasukan dan pembuangannya melalui sistem reynoso. Dengan pengaturan irigasi dan drainase pada kebun dapat meningkatkan hasil tebu serta rendemennya (Supriadi, 1992). Seluruh kebun di wilayah PG Cepiring memiliki standar teknis pelaksanaan budidaya yang harus diterapkan mulai dari pembukaan lahan sampai tebang angkut. Standar teknis ini berlaku untuk semua jenis lahan, yaitu lahan sawah dan tegalan. Namun untuk lahan yang tercekam salinitas terdapat teknis budidaya yang berbeda, yaitu pada tata air kebun.
Sistem tata air kebun Sistem tata air kebun harus diterapkan agar kebun mendapat air dalam jumlah yang cukup. Setiap kebun di wilayah PG Cepiring menerapkan tata air berdasarkan jenis dan tipologi kebun serta menyesuaikan kondisi masa tanam dan kondisi tertentu yang ada di kebun. Masa tanam yang diterapkan terdiri dari dua, yaitu pola A dan pola B. Pola A adalah kebun yang ditanam antara akhir musim penghujan dan awal musim kemarau. Penanaman pada pola A biasanya pada
56 bulan April sampai Juni. Pola B adalah kebun yang ditanam antara akhir musim kemarau dan awal musim penghujan. Penanaman pada pola B biasanya pada bulan September sampai November. Penyesuaian tata air juga dilakukan pada kondisi khusus yang terdapat di kebun seperti cekaman salinitas, kerentannan pada banjir, serta arah, letak dan besarnya sumber air. Pada sawah irigasi dengan kondisi yang umum, sistem tata air menggunakan sistem reynoso dengan pola faktor 1 200. Faktor 1 200 berarti dalam 1 ha kebun, dibagi menjadi 20 bak juringan dengan lebar 8 m. Setiap bak juringan terdiri dari 60 juringan dengan jarak pusat ke pusat juringan (PKP) yaitu 1 m. Tata air dilakukan dengan pembuatan got yang terdiri dari got keliling, got malang, dan got mujur. Got keliling adalah got yang mengelilingi kebun sebagai masukan dan drainase dengan lebar 60 cm dan kedalaman 70 cm. Got mujur hampir sama dengan got keliling namun terletak di dalam kebun, dengan ukuran lebar 50 cm dan dalam 60 cm. Got malang adalah got yang tegak lurus dengan juringan yang membatasi bak juringan satu dengan yang lain, dengan lebar 50 cm dan kedalaman 50 cm. Sistem got yang diterapkan PG Cepiring serupa dengan pendapat Sutardjo (2008) dalam hal jenis dan ukuran got. Terdapat beberapa perbedaan dalam sistem tata air pada lahan tegalan dengan lahan sawah irigasi. Perbedaan tersebut ada pada panjang juringan pada lahan tegalan. Panjang juringan lahan tegalan dua kali dari lahan sawah, yaitu sebesar 16 m. Hal ini dilakukan karena jumlah air yang ada di lahan tegalan tidak sebanyak lahan sawah irigasi. Sumber air tegalan berasal dari hujan, sehingga diperlukan penyimpanan air agar tebu tidak kekurangan air. Dengan panjang juringan 16 m, got malang akan lebih sedikit sehingga mencegah drainase yang berlebihan. Kebun dengan got malang yang lebih sedikit akan lebih banyak menyimpan air hujan untuk tanaman. Ketika hujan terlalu besar dan kebun kelebihan air, got malang tetap berfungsi sebagai drainase kebun agar air tidak menggenang di lahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Supriadi (1992), yaitu diperlukan pengairan yang sesuai dengan keadaan lahan untuk mencegah penggenangan air yang dapat menurunkan hasil. Sistem tata air akan disesuaikan dengan kondisi khusus yang terjadi di kebun. Beberapa kondisi khusus yang dapat mempengaruhi tata air adalah
57 cekaman salinitas, kerentanan terhadap banjir, serta arah, letak dan besarnya sumber air. Pada prinsipnya ketika air yang masuk ke kebun lebih banyak daripada sawah irigasi, jumlah got untuk drainase akan diperbanyak dengan mengurangi panjang juringan. Ketika jumlah air yang ada lebih sedikit, diperlukan upaya penghematan air dengan mengurangi jumlah got drainase dengan menambah panjang juringan. Upaya ini tidak hanya diterapkan untuk keseluruhan kebun, namun dapat diterapkan untuk wilayah kebun tertentu seperti daerah kebun di dekat inlet atau outlet.
Aspek Manajerial PG Cepiring merupakan pabrik gula yang memproduksi gula kristal putih. Gula kristal putih yang diproduksi berasal dari dua bahan baku, yaitu tebu dan raw sugar. Diluar musim giling tebu, PG Cepiring memproduksi gula kristal putih dari bahan baku raw sugar. Selama musim giling tebu, PG Cepiring memproduksi gula kristal putih dengan bahan baku tebu dan raw sugar. Kebijakan mengolah raw sugar diterapkan untuk memenuhi kapasitas giling pabrik (ideal capacity). Selama musim giling tebu, PG Cepiring membutuhkan bahan baku tebu untuk memenuhi kapasitas giling tebu terpasang yang mencapai 2 000 ton tebu per hari. Untuk memenuhi kapasitas tersebut selama 150 hari giling per tahun, PG Cepiring membutuhkan sekitar 300 000 ton tebu per tahun giling. Dengan produktivitas tebu rata-rata 70 ton/ha, PG Cepiring membutuhkan luas area sekitar 4 300 ha lahan tebu. Sementara itu, lahan untuk kebun tebu di wilayah Kendal dan sekitarnya semakin terbatas. Keterbatasan lahan ini diakibatkan oleh persaingan dengan komoditas lain yang memiliki waktu pengembalian modal yang lebih singkat, seperti tembakau, padi dan palawija. PG Cepring pada dasarnya tidak memiliki lahan dengan status Hak Guna Usaha (HGU). Untuk memenuhi kebutuhan tebu, PG Cepiring menerapkan bebagai upaya agar petani tebu rakyat (PTR) menanam tebu dan menggiling tebunya di PG Cepiring. Berbagai puaya tersebut meliputi penerapan sisitem kemitraan yang saling menguntungkan, pemberian kredit kepada petani melalui fasilitas Kredit Ketahanan Pangan dan Energi untuk Tebu (KKP-E Tebu), dan penerapan sistem beli putus untuk PTR mandiri. Berbagai upaya tersebut
58 dilaksanakan oleh bagian tanaman, sehingga posisi bagian tanaman secara struktural di perusahaan juga mempengaruhi dalam pengambilan kebijakan tersebut.
Sistem kemitraan Terdapat tiga pola kemitraan yang diterapkan PG Cepiring. Pola kemitraan tersebut antara lain pola kemitraan tipe A, pola kemitraan tipe B, dan pola kemitraan tipe D. Pola kemitraan tipe A (KMA) merupakan kemitraan yang diterapkan kepada petani ketika petani tidak mampu secara teknis maupun finansial dalam usaha budidaya tebu. Petani hanya memiliki hak milik sebidang tanah yang ingin diusahakan untuk budidaya tebu. Dalam penerapan KMA, seluruh kegiatan budidaya dan pembiayaannya dilakukan oleh PG melalui staf lapang. Sistem bagi hasil yang diterapkan adalah bagi hasil yang dibayarkan dimuka kepada petani. Hal ini akan menjadi jaminan akan besarnya bagi hasil yang diterima petani tanpa dipengaruhi oleh besarnya hasil panen yang akan didapat ketika panen. Pola kemitraan tipe B (KMB) merupakan pola kemitraan yang diterapkan kepada petani tebu rakyat yang telah mampu dalam teknik bididaya tebu namun tidak mampu dalam pembiayaannya. Dalam penerapan KMB, PG akan memberikan pinjaman untuk pembiayaan budidaya tebu melalui Kredit Ketahanan Pangan dan Energi Tebu (KKPE-Tebu) dan bekerjasama dengan bank sebagai penyedia kredit. PG akan bertindak sebagai penjamin (avalist) bagi petani untuk dapat mengembalikan kredit kepada bank. Proses budiaya tebu dilakukan oleh petani dibawah bimbingan petugas lapang PG. Petugas lapang PG bertindak sebagai pengawas dalam alokasi dana kredit yang telah dicairkan kepada petani. Bagi hasil yang diterapkan dalam KMB berdasarkan ketentuan bagi hasil giling tebu di PG, sehingga besarnya hasil yang diterima petani ditentukan oleh jumlah panen tebu yang didapat serta rendemennya. Kemitraan pola D (KMD) adalah kemitraan antara PG dengan petani yang telah mampu dalam budidaya tebu baik secara teknis maupun pembiayaannya. Kebun tebu dengan pola kemitraan D biasa disebut kebun tebu mandiri. Dalam kemitraan ini, PG berperan sebagai jasa pengolahan tebu menjadi gula. Sistem
59 bagi hasil yang diterapkan adalah sistem bagi hasil pengolahan tebu berdasarkan rendemen. Terdapat beberapa aturan dalam penerimaan tebu di PG Cepiring dari KMD, yaitu tebu bersih tidak terbakar, tidak diikat menggunakan daun, serta petani tidak memiliki kredit dari PG lain dalam pembiayaan kebunnya. Ketiga pola kemitraan ini akan membantu PG Cepiring dalam mendapatkan bahan baku tebu selama musim giling. Kemitraan pola A akan membantu PG Cepiring untuk mendapatkan areal perkebunan tebu dari petani dengan sisitem sewa lahan atau bagi hasil yang dibayarkan diawal. Sistem ini menguntungkan bagi kedua belah pihak karena petani mendapat keuntungan yang telah ditetapkan berdasarkan perjanjian di awal. Hal ini berarti petani pendapatkan kepastian keuntungan yang dibayarkan di awal tanpa melihat berapapun hasil tebu yang nantinya akan didapatkan. Petani juga mendapatkan keuntungan tambahan dari hasil tebu keprasan setelah jangka waktu sewa
lahan berakhir. Hal ini
menguntungkan bagi petani karena petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk penanaman awal tebu yang membutuhkan biaya yang cukup besar, namun hanya perlu melakukan pemeliharaan tanaman keprasan.
Kredit ketahanan pangan dan energi (KKP-E Tebu) KKPE digunakan dalam pembiayaan budidaya tebu petani kemitraan pola B (KMB). KKPE merupakan kredit yang diberikan bank penyedia kredit kepada petani tebu rakyat yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTRI). Dalam proses kredit tersebut, PG merupakan penjamin (avalist) yang akan menjamin petani untuk mengembalikan kreditnya kepada bank. Perjanjian kredit dilakukan oleh Bank dan Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) serta diketahui oleh PG sebagai avalist. KPTR merupakan lembaga keuangan dari APTRI yang akan memfasilitasi anggotanya dalam perolehan kredit. PG Cepiring bekerjasama dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebagai bank penyedia KKPE. Besarnya nilai KKPE berdasarkan kategori tanaman tebu yang diajukan, yaitu tanaman tahun pertama atau Plant Cane (PC) dan tanaman tebu keprasan atau Ratoon Cane (RC). Besarnya nilai KKPE untuk PC adalah Rp 18 000 000,per hektar, sedangkan untuk RC sebesar Rp 15 500 000,- per hektar. Perbedaan nilai kredit antara PC dan RC terletak pada pembiayaan kebutuhan bibit pada
60 tanaman PC. Besarnya luasan kebun maksimal yang dapat diajukan seorang petani adalah 4 hektar, sedangkan besarnnya nilai kredit yang diterima petani maksimal sebesar Rp 50 000 000,-. Pencairan KKPE akan diberikan bank kepada PG untuk dapat disalurkan kepada petani. PG Cepiring akan menyalurkan kredit kepada petani secara bertahap, sesuai dengan urutan budidaya tebu. Bank penyedia kredit memiliki standar besarnya pembiayaan berbagai urutan proses budaidaya. Dalam pelaksanaan pencairan dana kepada petani, PG mempunyai stantar tersendiri dalam hal besaran pembiayaan setiap proses budidaya tebu, namun jumlah total pembiayaan yang diterima petani tetap sama dengan besaran yang diberikan bank. Hal ini dikarenakan dibutuhkan beberapa penyesuaian dalam budidaya tebu sehingga mempengaruhi dalam pembiayaan budidaya tersebut. Besarnya kredit yang diterima tiap tahapan budidaya dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 15. Nilai KKP-E Setiap Tahapan Budidaya Tebu PC per Hektar Pembiayaan Standar Bank BRI Standar PG Cepiring COL (Cost of living) Rp 500 000,- Rp 2 000 000,Bibit Rp 2 500 000,- Rp 3 000 000,Pupuk Rp 3 000 000,- Rp 1 850 000,Biaya garap Rp 6 000 000,- Rp 4 500 000,Tebang angkut Rp 5 500 000,- Rp 6 150 000,Pengendalian hama dan penyakit Rp 500 000,- Rp 300 000,Jumlah Rp 18 000 000,- Rp 18 000 000,Sumber : Kantor Tanaman, PT Industri Gula Nusantara Sistem yang diterapkan oleh PG IGN baik untuk keamanan kredit. Pencairan kredit secara bertahap dapat menghindari pemakaian kredit oleh patani untuk kegiatan selain budidaya tebu. Penyesuaian nilai kredit berdasarkan tahapan budidaya juga dapat membuat kredit tepat sasaran dan mencegah kelebihan nilai kredit yang dapat digunakan untuk keperluan selaian budidaya tebu. Selain itu, kontrol terhadap petani juga dapat dilakukan per tahapan budidaya, sehingga pencairan kredit untuk kegiatan selanjutnya dapat menyesuaikan kondisi yang ada saat pengamatan. Terdapat beberapa syarat dalam pengajuan KKPE bagi petani kepada bank dengan PG sebagai avalist. Syarat pertama adalah petani mempunyai lahan dengan luasan tertentu. Syarat kedua adalah petani yang berhimpun dalam KPTR
61 mengajukan Rencana Definitif Kelompok (RDK) yang berisikan beberapa nama petani yang akan mengajukan KKPE serta luasan kebun yang akan diajukan. Pembuatan RDK akan melibatkan kepala desa yang menjamin keberadaaan lahan yang diajukan. Syarat ketiga adalah petani mengajukan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang memuat besarnya kebutuhan biaya yang dibagi kedalam tahapan budidaya. pembuatan RDKK melibatkan ketua kelompok petani tebu rakyat, ketua koperasi petani tebu rakyat, serta PG sebagai penjamin. Syarat yang keempat adalah fotokopi kartu tanda penduduk setiap petani yang mengajukan permohonan KKPE. Keempat syarat tersebut akan diajukan kepada bank sebagai penyedia kredit. Terdapat beberapa kegiatan yang akan dilakukan bank selama tahap pencairan kredit. Bank akan melakukan peninjauan lapang ke lahan tebu petani pada tahap awal. Peninjauan lapang akan didampingi pihak PG. Lahan tebu yang akan disetujui permohonan kreditnya adalah lahan yang sudah ditanami tebu untuk tebu PC. Setelah peninjauan lapang, proses akan berjalan di bank untuk pencairan KKPE. Kredit KKPE akan dicairkan bank ke rekening PG dengan jangka waktu kredit 12 bulan dan bunga subsidi pemerintah sebesar 7%. PG akan menyalurkan kredit kepada petani dan akan memotong bagi hasil yang diperoleh petani ketika panen tebu untuk pelunasan kredit kepada bank. Kredit ini dapat memicu petani untuk menanam tebu di lahan mereka. Petani yang memiliki lahan dan mampu secara teknis dalam budidaya tebu namun terkendala modal tetap dapat menanam tebu melalui bantuan kredit tersebut. Keuntungan yang didapatkan PG selain mendapatkan bahan baku tebu adalah kepastian dalam mendapatkan areal pada tahun selanjutnya. Hal ini dikarenakan petani yang menerima kredit ini akan menjadi petani binaan PG yang memiliki ikatan secara tidak formal dengan PG. Petani tersebut juga cenderung akan memperluas lahannya di tahun selanjutnya sehingga bahan baku tebu yang disetorkan ke PG akan meningkat pada tahun selanjutnya.
Sistem beli putus PG Cepiring telah menerapkan sistem beli putus tebu untuk petani tebu mandiri atau kemitraan pola D (KMD) sejak tahun 2009. Kebijakan ini adalah
62 salah satu upaya dalam menarik petani tebu mandiri untuk menggiling tebu di PG Cepiring. Sistem beli putus adalah sistem pembayaran tebu secara langsung ketika tebu milik petani mandiri tiba di PG tanpa harus menunggu tebu selesai digiling menjadi gula. Kriteria tebu yang diterima di PG Cepiring dengan sistem beli putus adalah nilai brix nira batang tebu minimal 14. Selain itu kondisi tebu harus bersih dan tidak diikat menggunakan daun tebu melainkan menggunakan pengikat dari batang tebu yang diiris tipis. Harga tebu per kwintal telah ditetapkan tanpa memperhitungkan besarnya nilai brix nira. Sistem beli putus sangat menguntungkan petani karena petani cepat mendapatkan uang tanpa haruns menunggu proses pengolahan tebu. Dengan perputaran uang yang singkat, petani tebu dapat membiayai proses tebang angkut untuk kebun mereka setelahnya sehingga tebu petani dapat segera selesai ditebang. Penerapan sistem ini efektif untuk menarik minat petani tebu mandiri untuk menggiling tebu meraka di PG Cepiring. Hal ini dapat dilihat dari semaikin banyaknya tebu yang masuk ke PG Cepiring yang berasal dari petani tebu mandiri, yaitu dari 38 290 ton pada tahun 2009 menjadi 97 230 pada rahun 2010. Sistem beli putus yang diterapkan juga memiliki beberapa kelamahan. Kelemahan ini diakibatkan oleh tidak diberlakukannya nilai brix atau rendemen individu petani untuk menentukan besarnya harga tebu. Hal ini akan menguntungkan bagi petani dengan rendemen yang kecil, namun untuk petani dengan rendemen yang tinggi tidak mendapatkan insentif lebih dari perbedaan nilai rendemen tersebut. Sistem ini tidak memberi pelajaran kepada petani dengan rendemen yang rendah untuk berupaya menaikkan rendemennya. Hal ini dapat mengakibatkan petani tidak menerapkan praktik budidaya tebu secara baik untuk mendapatkan rendemen tinggi, namun hanya sekedar meningkatkan produksi dan mencapai nilai brix yang sesuai standar PG Cepiring. Kelemahan yang lain adalah tingginya harga beli tebu yang diterapkan oleh PG Cepiring. Tebu dibeli oleh PG Cepiring dengan harga Rp 40 000,00 per kwintal. Dengan harga gula Rp 8 000,00/kg dan perolehan gula bersih sebesar 66%, maka PG Cepiring baru mencapai BEP (break even point) saat rendemen tebu kira-kira mencapai 7%. Namun, dengan kriteria nilai brix tebu giling yang
63 lebih dari 14, rendemen rata-rata tebu beli putus hanya berkisar 6% - 6,5%. Hal ini akan menguntungkan bagi petani, namun akan merugikan bagi PG karena nilai gula yang diapatkan dapat lebih rendah dari harga beli tebu tersebut. Saat ini, masalah tersebut dapat diatasi oleh PG karena kerugian tersebut dapat diatasi dengan gula dari bahan baku raw sugar. Hal ini akan menjadi masalah bagi PG pada tahun 2012, ketika izin mengolah raw sugar sudah habis dan hanya mengandalkan tebu sebagai bahan baku gula.
Manajemen kemitraan Sistem kemitraan membutuhkan terjasama yang baik antara petani tebu rakyat, PG, dan bank penyedia kredit. Kerjasama yang baik akan menciptakan sinergi agar masing-masing pihak dapat saling menguntungkan. Selain itu juga diperlukan sinergi antara bagian pabrikasi sebagai pengolah tebu dan bagian lapang yang berhubungan dengan petani mitra sebagai penyedia bahan baku tebu. Sinergi yang baik diantara kebuanya akan menyebabkan musim giling tebu berjalan dengan baik. Musim giling yang dijadwalkan oleh bagian pabrikasi akan bertepatan dengan kondisi tebu di petani mitra yang tepat untuk dipanen. Terdapat sinergi yang kurang baik antara bagian pabrikasi dengan bagian lapang PG Cepiring. Hal ini terlihat dari pabrik yang belum siap untuk musim giling tebu sementara terdapat kebun tebu yang sudah siap dipanen. Hal ini diakibatkan karena proses perbaikan pabrik yang belum selesai dengan penambahan alat di stasiun gilingan. Hal ini memaksa bagian lapang untuk tetap memanen kebun tebu yang telah siap panen dan bekerjasama dengan PG lain untuk menggiling tebu dari kebun tersebut. Kegiatan panen terpaksa dilakukan karena cuaca yang sangat mendukung pada saat PG Cepring belum siap untuk memulai musim giling. Diperlukan perencanaan yang baik antara bagian pabrikasi dan bagian lapang untuk menentukan musim giling. Perencanaan bulan dimulainya musim giling membantu bagian tanaman dalam mempersiapkan kebun tebu sejak awal tanam. Bagian lapang dapat menentukan awal pembukaan lahan baru untuk dapat disesuaikan dengan masa giling. Perencanaan lamanya musim giling akan
64 membantu bagian tanaman dalam menentukan target luasan tebu yang harus ditanam untuk memenuhi kapasitas giling pabrik selama musim giling.
Struktur organisasi bagian tanaman PG Cepiring Bagian Tanaman adalah salah satu divisi di PG Cepiring yang bertanggung jawab untuk menyediakan bahan baku tebu selama masa giling PG. Penyediaan bahan baku tebu dilaksanakan dengan budidaya tebu dengan sistem kemitraan dengan petani tebu rakyat. Bagian tanaman berada di bawah garis koordinasi kepala pabrik dalam struktur organisasi PG Cepring. Hal ini berarti wewenang pengambilan kebijakan dari bagian tanaman terbatas dan harus dikoordinasikan dengan kepala pabik. Keadaan ini berpengaruh pada wewenang dalam perluasan area tebu yang harus dikoordinasikan dengan kepala pabrik, sehingga kadang terkendala. Sistem yang efisien adalah dibaginya bagian kewenangan menjadi dua bagian yang berbeda, yaitu pabrik dan tanaman. Dengan sistem seperti ini, pelaksanaan kebijakan pengembangan area dan kebijakan lain di bagian tanaman dapat lebih efisien dengan tetap berkoordinasi dengan bagian pabik.
Aspek Khusus Kondisi geografis yang terdapat pada Pidodo memnyebabkan tingkat salinitas yang tinggi. Salinitas terjadi akibat adanya banjir air pasang yang sering terjadi. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (1993), yang menyatakan bahwa proses salinisasi daerah dengan iklim basah terjadi di delta sungai yang terpengaruh air laut dan pantai yang letaknya rendah.
Kondisi salinitas kebun Menurut Cresser et al. (1993), kriteria tanah salin adalah tanah dengan daya hantar listrik (DHL) lebih dari 2 dS/m. Tanah dengan DHL kurang dari 2 dS/m tergolong nonsalin dengan pengaruh salinitas terhadap tanaman dapat diabaikan. Berdasarkan pendapat tersebut, meskipun nilai DHL kebun Pidodo
65 lebih besar dari Gondang sebagai kontrol lahan nonsalin, kebun Pidodo masih tergolong lahan nonsalin pada pengamatan tebu berumur 31 MSK. Berdasarkan hasil analisis salinitas tanah (Tabel 7), dapat diketahui bahwa kondisi salinitas kebun Pidodo dapat diabaikan. Menurut Marwanto et al (2009) tingkat salinitas lahan di pesisir pantai utara Jawa berkisar 2-8 dS/m. Hasil pengamatan di kebun Pidodo menunjukkan nilai yang lebih kecil, yaitu 0.168 dS/m. Hal ini menunjukkan bahwa teknik tata air melalui metode kolamalur (basin-furrow method) yang diterapkan di lahan Pidodo dapat membuat tingkat salinitas lahan sampai ke golongan nonsalin pada umur tebu 31 MST, yaitu pada bulan April. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (1993), pencucian air dan perbaikan drainase dapat memperbaiki tanah-tanah salin.
Tabel 16. Curah Hujan Kebun Pidodo pada Stasiun Hujan Terdekat Bulan
Tahun 2006 2007 2008 Januari 545 110 238 Februari 246 224 897 Maret 131 261 108 April 108 252 61 Mei 30 58 69 Juni 22 79 26 Juli 18 25 0 Agustus 0 49 6 September 0 0 11 Oktober 0 54 151 November 74 66 82 Desember 123 248 218 Sumber : Dinas Pengairan Kabupaten Kendal
2009 245 376 57 64 67 102 26 26 20 16 34 78
2010 231 169 177 73 208 136 41 107 222 232 207 333
Penurunan salinitas ini juga dipengaruhi oleh curah hujan yang tinggi di kebun Pidodo pada bulan Januari sampai April sehingga termasuk bulan basah (Kartasapoetra, 2008). Hal ini dapat terlihat dari data pengamatan curah hujan selama 5 tahun terakhir dari stasiun hujan terdekat (Tabel 16). Pengaruh tingginya curah hujan terhadap penurunan tingkat salinitas ini sesuai dengan pendapat Tan (1991), bahwa salinitas akan berkurang dengan adanya curah hujan yang tinggi pada daerah beriklim basah.
66 Teknis budidaya tebu di lahan salin Menurut Santoso (1993), sistem irigasi dan got yang diterapkan di lahan tercekam salinitas oleh PG Cepiring disebut dengan metode reklamasi lahan salin dengan metode kolam-alur (basin-furrow method). Metode ini akan mengalirkan air irigasi melalui parit (got) yang dibuat di sekeliling lahan. Air akan dipertahankan sekitar seminggu sampai seluruh lahan dapat diresapi air. Dengan sistem ini kepekatan garam akan tercuci aliran irigasi, sehingga kadar garam yang tinggi di lahan dapat diatasi. Got dengan ukuran yang besar dapat mengurangi kerusakan lahan akibat banjir air pasang yang kerap terjadi di lahan tercekam salinitas yang terletak di pesisir pantai utara Jawa. Ketika banjir terjadi, air akan tertampung di got sehingga mencegah air banjir dengan kandungan garam tinggi masuk ke juringan tebu. Hal ini dapat mencegah kerusakan fisik pada tebu juga mencegah peningkatan salinitas tanah pada kebun.
Kondisi tebu di lanah salin Hasil pengamatan tinggi tanaman (Tabel 9) menunjukkan tinggi tanaman kebun salin lebih rendah dan berbeda nyata pada seluruh minggu pengamatan. Hal ini menunjukkan pengaruh salinitas yang nyata terhadap tinggi tanaman tebu. Tebu di lahan salin mengalami cekaman dalam pertumbuhan tingginya. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (1993) yang menyebutkan bahwa tanaman dengan cekaman salinitas akan mengalami penghambatan dari perpanjangan sel, sehingga tanaman tampak kerdil. Hasil pengamatan jumlah ruas (Tabel 9) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada seluruh minggu pengamatan. Hasil ini menunjukkan bahwa pertumbuhan anatomi tebu pada lahan salin sama seperti tebu pada umunya yang ditaman di kondisi nonsalin berdasarkan jumlah ruas batangnya. Dengan tinggi batang yang lebih rendah dan mempunyai jumlah ruas yang sama dengan tebu tak tercekam salinitas, panjang ruas tebu tercekam salinitas lebih pendek daripada tebu tak tercekam. Hal tersebut menunjukkan pembelahan sel pada tebu tercekam salinitas tetap berjalan, namun pemanjangan selnya terganggu. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (1993) yang menyatakan pembelahan sel pada tanaman
67 tercekam salinitas tetap berjalan secara kontinu, namun pemanjangan selnya terhambat. Hasil pengamatan diameter batang (Tabel 9) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada seluruh minggu pengamatan. Hal ini menunjukkan cekaman salinitas tidak berpengaruh terhadap besarnya diameter tebu. Tebu yang merupakan tanaman monokotil memang tidak mengalami pembesaran batang karena tidak memiliki kambium di batang dan besarnya diameter dipengaruhi oleh pemupukan N pada tebu (James, 2004). Pengamatan diameter yang tidak berbeda nyata ini menunjukkan penyerapan nutrisi melaui akar tetap dapat berjalan dengan upaya reklamasi lahan salin dan teknik budidaya yang dilakukan di kebun tercekam salinitas. Pengamatan bobot batang dilakukan menggunakan tabel konversi bobot batang per meter berdasarkan diameter batang (Lampiran 4). Berdasarkan perhitungan tersebut, selain dipengaruhi oleh varietasnya, bobot tebu akan dipengaruhi diameter dan panjang batangnya. Pada pengamatan bobot batang (Tabel 9), didapatkan bobot batang tebu tercekam salinitas yang lebih rendah dan berbeda nyata dengan kebun nonsalin pada setiap pengamatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun upaya reklamasi dan teknik budidaya yang diterapkan di lahan salin dapat menghasilkan diameter batang yang sama dengan tebu di lahan nonsalin, bobot perbatang tebu tetap lebih rendah dari tebu nonsalin. Hal ini disebabkan pertumbuhan tinggi tebu tercekam salinitas sangat terhambat (Tabel 9). Bobot batang yang rendah pada kebun salin akan mempengaruhi jumlah panen yang didapatkan. Pengamatan jumlah batang tebu dan sogolan (Tabel 10) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antara kebun salin dengan kebun nonsalin. Banyaknya jumlah batang menggambarkan kondisi pertumbuhan tunas-tunas baru setelah keprasan, sedangkan jumlah sogolan menggambarkan pertumbuhan tunastunas susulan yang tumbuh menjelang fase generatif tebu. Hasil pengamatan yang didapatkan menunjukkan bahwa upaya reklamasi lahan salin dan teknis budidaya tebu yang diterapkan di lahan salin dapat menghilangkan pengaruh salinitas dalam menghambat pertumbuhan tunas-tunas baru.
68 Brix nira tebu di lapang akan menggambarkan rendemen tebu ketika diolah menjadi gula. Berdasarkan pengamatan (Tabel 11) didapatkan bahwa nilai brix kebun salin dan kebun nonsalin tidak berbeda nyata pada pengukuran 27 MSK dan 41 MSK. Hal tersebut menunjukkan upaya reklamasi dan teknik budidaya tebu yang diterapkan di kebun salin dapat menghilangkan pengaruh buruk cekaman salinitas dalam pembentukan dan penyimpanan sukrosa pada tebu. Hal ini disebabkan oleh upaya reklamasi yang dilakukan dapat mencegah pengaruh salinitas dalam menghambat penyerapan hara (Santoso,1993). Penyerapan unsur hara yang baik oleh tanaman dapat meningkatkan rendemen (Supriyadi, 1992). Selain itu, rendemen yang sama pada kedua kebun juga dipengaruhi oleh teknik budidaya yang sama pada kedua kebun selain tata air, karena rendemen tebu dipengaruhi oleh teknis budidaya yang diterapkan (Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia, 2008).
Pertumbuhan dan pembungaan tebu di lahan salin Pengamatan pertumbuhan (Tebel 12) menunjukkan pertumbuhan tebu selama 27 MSK sampai 41 MSK menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata untuk seluruh peubah pengamatan. Hasil pengamatan menujukkan bahwa pertumbuhan tebu di lahan salin pada periode pengamatan tersebut tidak berbeda dengan pertumbuhan tebu di lahan nonsalin. Hal ini menunjukkan pengaruh buruk salinitas pada pertumbuhan tebu tidak terjadi pada periode tersebut. Hal ini didukung dengan hasil analisis salinitas tanah di lahan salin yang menunjukkan tingkat salinitas yang redah dan dapat ditolerir oleh tanaman (Tabel 7). Meskipun pertumbuhan tebu pada periode pengamatan 27 MSK sampai 41 MSK tidak terpengaruh oleh salinitas, kondisi tanaman tebu di lahan salin menunjukkan hasil yang lebih rendah berdasarkan pengamatan tinggi tanaman (Tabel 9). Hal ini menunjukkan bahwa efek buruk salinitas terhadap pertumbuhan tebu terjadi pada masa pertumbuhan vegetatif awal setelah keprasan. Efek buruk salinitas yang terjadi pada masa vegetatif awal dikarenakan curah hujan pada masa tersebut rendah. Terjadi curah hujan yang rendah pada bulan Juli sampai September (Tabel 16) sehingga digolongkan bulan kering (Kartasapoetra, 2008). Curah hujan yang rendah pada bulan tersebut mengakibatkan tingkat salinitas
69 pada kebun salin bertambah dan menghambat pertumbuhan tinggi batang tebu pada fase vegetatif awal setelah keprasan. Hal ini sesuai pendapat Santoso (1993) yang menyatakan bahwa proses salinisasi akan bertambah karena curah hujan yang kurang untuk malarutkan dan mencuci garam. Salinitas juga berpengaruh pada pembungaan tebu. Hal ini menunjukkan efek salinitas berpengaruh pada percepatan pembungaan pada tebu, meskipun telah dilakukan upaya reklamasi lahan dan teknis budidaya di lahan salin. Hal ini sesuai dengan pendapat Hadisaputro (2008) yang menyatakan bahwa cekaman air pada lahan salin dapat mendorong pembungaan tebu.
Produktivitas tebu dan analisis usaha tani kebun tebu di lahan salin Produktivitas tebu di lahan salin (Tabel 13) berbeda nyata dan lebih rendah daripada lahan nonsalin. Hal ini menunjukkan upaya reklamasi lahan dan teknik budidaya yang telah dilakukan di kebun salin belum mampu membuat tebu berproduksi seperti lahan nonsalin. Hal ini juga menunjukkan pengaruh dari salinitas tetap terjadi pada lahan salin dan mengakibatkan rendahnya produktivitas tebu. Namun produktivitas kebun salin menunjukkan peningkatan selama tiga musim tanam. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh buruk salinitas terhadap tanaman berangsur-angsur berkurang. Sehingga dapat diketahui bahwa upaya reklamasi dan teknik budidaya tebu yang telah diterapkan pada kategori tanaman PC dapat mengurangi salinitas kebun secara berangsur-angsur sampai pengamatan pada kategori RC2. Pengamatan melalui data sekunder juga dilakukan pada analisis usaha tani kebun salin. Analisis dilakukan pada masa tanam 2010/2011 pada kebun Pidodo (salin) dan kebun Gondang (nonsalin). Rata-rata keuntungan antara lahan salin dan nonsalin menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda (Tabel 14). Hal ini menunjukkan perolehan keuntungan dari usaha tebu di kedua lahan tersebut sama, meskipun produksi tebu di lahan nonsalin jauh lebih tinggi daripada lahan salin. Hal ini diakibatkan oleh biaya sewa lahan yang jauh berbeda. Biaya sewa lahan di lahan nonsalin yang merupakan lahan subur sangat tinggi. Hal ini diakibatkan juga oleh persaingan dengan komoditas lain di lahan nonsalin sehingga menyebabkan biaya sewa lahan yang tinggi. Biaya sewa di lahan salin jauh lebih
70 rendah diakibatkan oleh letak lahan yang kurang strategis serta kesuburan lahan yang rendah akibat cekaman salinitas. Hal ini menyebabkan tidak adanya persaingan dengan komoditas lain di lahan salin yang menyebabkan rendahnya biaya sewa lahan.
71
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan PG Cepiring telah melakukan usaha budidaya tebu sesuai dengan standar yang telah diterapkan perusahaan sehingga penulis dapat mengetahui dan memahami pengelolaan perkebunan tebu secara nyata di lapangan. Luas area perkebunan tebu PG Cepring masih belum mencukupi untuk memenuhi kapasitas pabrik selama hari giling. Beberapa upaya yang dilakukan dalam meningkatkan area perkebunan tebu antara lain penerapan sistem kemitraan yang saling menguntungkan, pemberian kredit kepada petani melalui fasilitas Kredit Ketahanan Pangan dan Energi untuk Tebu (KKP-E Tebu), dan penerapan sistem beli putus untuk petani tebu mandiri. Dalam pelaksanaan standar budidaya, terdapat beberapa perlakuan khusus yang dilakukan PG Cepiring pada lahan tercekam salinitas. Teknik budidaya khusus yang diterapkan di lahan tercekam salinitas yaitu pada teknik tata air yang menggunakan metode kolam-alur (basinfurrow method). Perlakuan khusus yang diterapkan di lahan tercekam salinitas dapat menurunkan tingkat salinitas lahan berdasarkan pengamatan menjelang fase generatif tebu, namun pertumbuhan tebu tetap terhambat pada fase vegetatif awal, sehingga produktivitas tebu di lahan salin lebih rendah daripada lahan nonsalin. Berdasarkan analisis usaha tani, usaha tani tebu di lahan salin tetap menguntungkan dan tidak jauh berbeda dengan lahan nonsalin.
Saran Beberapa saran yang dapat disampaikan adalah kedudukan bagian tanaman yang sejajar dengan kepala pabrik untuk efisiensi dalam wewenang pengambilan kebijakan. Penerapan sisitem beli putus tebu sebaiknya dilakukan dengan menggunakan rendemen sebagai penentu harga. Dalam upaya perluasan luas areal tebu, perluasan lahan dapat dilaksanakan di wilayah utara Kendal yaitu wilayah pesisir laut Jawa karena potensi lahan yang masih besar. Dalam penerapan budidaya tebu di lahan salin, diperlukan upaya-upaya khusus selain metode kolam-alur (basin-furrow method) untuk mengatasi cekaman salinitas,
72 yaitu penentuan dosis pemupukan khusus lahan salin dan penambahan bahan kimia selain pupuk untuk membantu reklamasi
lahan salin seperti gipsum
(CaSO4.2H2O). Usaha tani tebu di lahan salin tetap menguntungkan dengan beberapa teknik budidaya khusus yang diterapkan, sehingga budidaya tebu di lahan salin tetap dapat dilanjutkan.
73
DAFTAR PUSTAKA Alihamsyah, T. dan I. Noor. 2003. Lahan Rawa Pasang Surut Pendukung Ketahanan Pangan dan Sumber Pertumbuhan Agribisnis. Balai Penelitian Lahan Rawa. Jakarta. 46 hal. Cresser, M., K. Killham, T. Edwards. 1995. Soil Chemistry and Its Application. Cambridge University Press. Cambridge. 192p. Dirjen Pendidikan Tinggi. 1991. Kimia Tanah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. 232 hal. Hadisaputro, S. 2008. Tebu berbunga rendemen tinggi. http://sugarresearch. org/wp-content/uploads/2008/12/tebu-berbunga-rendemen-tinggi.pdf. [17 Maret 2011] James, G. 2004. Sugarcane. Second Edition. Blackwell. Kundli. 256 p. Kartasapoetra, A.G. 2008. Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta. 101 hal. Kementrian Pertanian. 2009. Basis data statistik pertanian. http://database.deptan. go.id [9 Maret 2011]. Mantra, I. B. dan Kasto. 2008. Penentuan sampel, hal. 149-174. Dalam M. Singarimbun dan S. Effendi (Eds.). Metode Penelitian Survai. Pustaka LP3ES. Jakarta. Marwanto S., A. Rachman, D. Erfandi, dan I G.M. Subiksa. 2009. Tingkat Salinitas Tanah pada Lahan Sawah Intensif di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Inovasi Sumberdaya Lahan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Bogor. Vol. 1:175-190. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. 2008. Konsep peningkatan rendemen untuk mendukung program akselerasi industri gula nasional. http://sugarresearch.org/wp-content/uploads/2008/12/konseppeningkatan-rendemen.pdf. [9 Maret 2010]. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. 2009. Deskripsi varietas BL (Bululawang). http://sugarresearch.org/wp-content/uploads/2009/04/ bl.pdf. [4 April 2011].
74 Putri, R.S.J., T.Nurhidayati, dan W. Budi. 2011. Uji ketahanan tanaman tebu hasil persilangan (Saccharum spp. hybrid) pada kondisi lingkungan cekaman garam (NaCl). http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-13471Paper.pdf. [ 15 Maret 2011]. Santoso, B. 1993. Tanah Salin-Tanah Sodik dan Cara Mereklamasinya. Yayasan Pembina Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. 63 hal.
Shalhevet, J., and L. Bernstein. 1985. Effects of vertically heterogeneous soil salinity on plant growth and water uptake, p.396-304. In H. Frenkel and A. Meiri (Eds.). Soil Salinity Two Decades of Research in Irrigated Agriculture. Van Nostrand Reinhold Compay Inc. New York. Siswoyo, T.A., I. Oktavianawati, Djenal, U. Murdiyanto, and B. Sugiharto. 2007. Changes of sucrose content and invertase activity during sugarcane stem storage. Indonesian Journal of Agricultural Science 8(2):75-81. Supriyadi, A. 1992. Rendemen Tebu Liku-Liku Permasalahannya. Kanisius. Jakarta. 72 hal. Sutardjo, E. R. M. 2002. Budidaya Tanaman Tebu. Bumi Aksara. Jakarta. 76 hal. Tan, K.H. 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah (diterjemahkan dari: Principles of Soil Chemistry, penerjemah: D.H.Goenadi). Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. 295 hal.
75
LAMPIRAN
75
Lampiran 1. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Karyawan Harian di Kebun PG Cepiring, PT. Industri Gula Nusantara, Kedal Tanggal 16 Februari 2011 18 Februati 2011 21 Februari 2011 26 Februari 2011 28 Februari 2011 3 Maret 20011 7 Maret 2011 18 April 2011 16 Mei 2011 17 Mei 2011 18 Mei 2011 19 Mei 2011 20 Mei 2011 21 Mei 2011 22 Mei 2011 23 Mei 2011 24 Mei 2011 25 Mei 2011 26 Mei 2011 30 Mei 2011 4 Juni 2011 6 Juni 2011 7 Juni 2011
Uraian Kegiatan Survei dan Pemetaan Lahan Kletek I daun tebu Penyulaman Pengukuran Brix Lapang Penyulaman Survei dan Pengukuran Lahan Baru Penyulaman Penegakan dan Pengikatan tebu Pembuatan Juringan Pembuatan Juringan Pembuatan Juringan Pengukuran Lahan Petani Tebu Rakyat Blora Pengukuran Lahan Petani Tebu Rakyat Blora Pengukuran Lahan Petani Tebu Rakyat Blora Pengukuran Lahan Petani Tebu Rakyat Blora Pengukuran Lahan Petani Tebu Rakyat Blora Pengukuran Lahan Petani Tebu Rakyat Blora Pengukuran Lahan Petani Tebu Rakyat Blora Pengukuran Lahan Petani Tebu Rakyat Blora Pembuatan Juringan Pemotongan Bibit Bagal Penanaman Bibit Bagal Penanaman Bibit Bagal
Prestasi Kerja Penulis Karyawan 26.512 Ha/HOK 26.512 Ha/HOK 0.0112 Ha/HOK 0.0167 Ha/HOK 0.0376 Ha/HOK 0.346 Ha/HOK 4.0824 Ha/HOK 4.0824 Ha/HOK 0.0097 Ha/HOK 0.0097 Ha/HOK 25 Ha/HOK 23 Ha/HOK 0.0097 Ha/HOK 0.0097 Ha/HOK 4 Ha/HOK 4 Ha/HOK 13.5 Jrng/HOK 26 Jrng/HOK 13.5 Jrng/HOK 26 Jrng/HOK 13.5 Jrng/HOK 26 Jrng/HOK 15 Ha/HOK 15 Ha/HOK 15 Ha/HOK 15 Ha/HOK 15 Ha/HOK 15 Ha/HOK 15 Ha/HOK 15 Ha/HOK 15 Ha/HOK 15 Ha/HOK 15 Ha/HOK 15 Ha/HOK 15 Ha/HOK 15 Ha/HOK 15 Ha/HOK 15 Ha/HOK 13.5 Jrng/HOK 26 Jrng/HOK 3.2 Ton/HOK 4.5 Ton/HOK 0.012 Ha/HOK 0.028 Ha/HOK 0.015 Ha/HOK 0.030 Ha/HOK
Lokasi Sumber Agung Pidodo B Ngasinan Gondang C dan B Ngainan Kedung Pene Sumbar Agung Gondang Sumber Agung Sumber Agung Sumber Agung Blora Blora Blora Blora Blora Blora Blora Blora Sumber Agung Sumber Agung Sumber Agung Sumber Agung
76
Lampiran 2.
Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Mandor di Kebun PG Cepiring, PT. Industri Gula Nusantara, Kedal Prestasi Kerja Penulis
Tanggal
16 Februari 2011 18 Februari 2011 22 Februari 2011
24 Februari 2011 28 Februari 2011 8 Maret 2011
9 Maret 2011 14 Maret 2011 15 Maret 2011 17 Maret 2011 18 Maret 2011 22 Maret 2011 23 Maret 2011 24 Maret 2011 28 Maret 2011 30 Maret 2011 31 Maret 2011 1 April 2011
Jml KH yang Diawasi (orang)
Uraian Kegiatan Distribusi pupuk dari gudang PG ke Kebun Pengecekan kondisi tanaman tebu Pengawasan Cacah Guludan Pengawasan Penyulaman Pengawasan Pembumbunan I Pengawasan Cacah Guludan Pengawasan Penyemprotan Herbisida Pengawasan Penyulaman Pengawasan Pembumbunan I Pengawasan Penyulaman Pengawasan Pembumbunan I Pengawasan Pencacahan Guludan Pengawasan Penyemprotan Herbisida Taksasi Maret Taksasi Maret Taksasi Maret Taksasi Maret Pengawasan Pembuatan Sumur Pengawasan Pemupukan I Pengawasan Penegakan Tebu Rebah Peninjauan Kondisi Jalan Tebang Peninjauan Jalan Tebang Taksasi Maret Taksasi Maret Pengawasan Pemeliharaan Got
3 1 4 5 5 1 3 4 9 5 5 1 1 1 1 1
Luas Areal yang Diawasi (ha) 5.187 0.2 2.448 2.448 13.170 13.170 2.448 2.448 13.170 13.170 13.170 2.448 11.651 4.780 49.5 49.5 13.170 2.448 1.432 10 10 1.432 13.790 2.448
Lama Kegiatan (jam) 0.25 1 0.25 1 1 1 4.5 1 1 1 1 1 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 1.5 2 2.5
Lokasi
Gudang PG Gondang Pidodo Ngasinan Ngasinan Bumi Ayu Bumi Ayu Ngasinan Ngasinan Bumi Ayu Bumi Ayu Bumi Ayu Ngasinan Gondang Sumur dan Bergas Sukomangli Blok C Sukomangli Blok A dan B Bumi Ayu Ngasinan Gondang Blok A Sukomangli Sukomangli Gondang Kedung Pane Ngasinan
77 Lampiran 2. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Mandor di Kebun PG Cepiring, PT. Industri Gula Nusantara, Kedal (Lanjutan) Prestasi Kerja Penulis Tanggal
4 April 2011 6 April 2011 9 April 2011 11 April 2011 12 April 2011 13 April 2011 19 April 2011 27 April 2011 3 Mei 2011 4 Mei 2011 6 Mei 2011 9 Mei 2011 10 Mei 2011 11 Mei 2011 16 Mei 2011 17 Mei 2011 18 Mei 2011 1 Juni 2011 8 Juni 2011 9 Juni 2011
Uraian Kegiatan Pengawasan Pembumbunan II Pengawasan Penyemprotan Herbisida Taksasi Maret Taksasi Maret Taksasi Maret Taksasi Maret Pengawasan KHL Pengawasan Kletek Tebu Pembukaan lahan (Pemasangan Tonjo, Eblek, dan Mekris) Pemasangan Tonjo (Pencetakan Bak) Pemasangan Tonjo (Pencetakan Bak) Pengawasan Pembuatan Got Pencetakan Juringan Pencetakan Juringan Pengawasan Pembuatan Juringan Pengawasan Pembuatan Juringan Pengawasan Pembuatan Juringan Pengukuran Brix Kebun Pengawasan Tebangan Pengawasan Pengairan dan Penyuraman Bibit
Jml KH yang Diawasi (orang)
Luas Areal yang Diawasi (ha)
Lama Kegiatan (jam)
Lokasi
1 1 5 5 15
2.448 2.448 1 6 7 10.658 6 5.2 4.8
2 4.5 1 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 5
Ngasinan Ngasinan Bumi Ayu Blok 5 Bumi Ayu Blok 1 dan 2 Bumi Ayu Blok 3 dan 4 Kedung Pane Blok C Bumi Ayu Gondang Sumber Agung
15 15 15 15 15 15 15 15 8 2
4.8 4.8 4.8 4.8 4.8 4.8 4.8 4.8 5.2 10 4.8
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Sumber Agung Sumber Agung Sumber Agung Sumber Agung Sumber Agung Sumber Agung Sumber Agung Sumber Agung Gondang Sukomangli Sumber Agung
78
Lampiran 3. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Sinder di Kebun PG Cepiring, PT. Industri Gula Nusantara, Kedal Prestasi Kerja Penulis Tanggal
14 Februari 2011 17 Februari 2011 18 Februari 2011 19 Februari 2011 21 Februari 2011 22 Februari 2011 23 Februari 2011 25 Februari 2011
26 Februari 2011 1 Maret 2011 2 Maret 2011 4 Maret 2011 9 Maret 2011 10 Maret 2011 16 Maret 2011 19 Maret 2011 21 Maret 2011 25 Maret 2011
Jml Mandor yang Diawasi (orang)
Uraian Kegiatan
Oriantasi oleh HRD IGN Penyesuaian Topik Magang oleh Pembimbing Peninjauan Lapang Mempelajari Analisis Usaha Tani Kebun Konsultasi dengan Mandor Senior Peninjauan Lapang Peninjauan Lapang Peninjauan Lapang Pelabelan Petak Pengamatan dan Penentuan Tanaman Contoh Aspek Khusus Pelabelan Petak Pengamatan dan Penentuan Tanaman Contoh Aspek Khusus Pengamatan Brix dan Pertumbuhan Tanaman Pengamatan Brix dan Pertumbuhan Tanaman Peninjauan Lapang Pelaporan kegiatan pengamatan Presentasi supplier pupuk boron Pengamatan Pertumbuhan Tebu Peninjauan Lapang kebun KMB Peninjauan Lapang kebun KMA Peninjauan Pekerjaan Kebun Pengamatan Aspek Khusus Peninjauan Penyulaman Bibit Rayungan Peninjauan Penyiraman Bibit Sulaman Pengamatan Aspek Khusus
Luas Areal yang Diawasi (ha)
Lama Kegiatan (jam)
Lokasi
-
24.264 10.8 10.517 13.170 1.432
3 3 4.5 2.5 1 2.5 1 1 3
Kantor HRD IGN Kantor Tanaman IGN Pidodo Kantor Tanaman Kantor Tanaman Sumur Brangsong Gondang Blok A, B, dan D Bumi Ayu Gondang Blok A
-
10
2
Pidodo Blok A
2 1 2 -
10 1.432 44.805 7.635 16.85 49.5 49.5 7.635 2.448 13.170 10
3 4 4 1 2 4 3 6 4.5 4.5 1 2 4.5
Pidodo Blok A Gondang Blok A Kedung Pane Blok A, B, dan C Kantor Tanaman Sus (Balai Pertemuan) Ngasinan dan Gondang D Wonosari Sukomangli Sukomangli Ngasinan dan Gondang D Ngasinan Bumi Ayu
79 Lampiran 3. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Sinder di Kebun PG Cepiring, PT. Industri Gula Nusantara, Kedal (Lanjutan) Prestasi Kerja Penulis Tanggal
Jml Mandor yang Diawasi (orang)
Uraian Kegiatan
Luas Areal yang Diawasi (ha)
Lama Kegiatan (jam)
26 Maret 2011 29 Maret 2011 1 April 2011 2 April 2011 4 April 2011 5 April 2011 7 April 2011
Pengamatan Aspek Khusus Taksasi Maret Pengamatan Aspek Khusus Pengamatan Aspek Khusus Peninjauan Daya Tumbuh Sulaman Peninjauan Kondisi Lapang Pengambilan Data Curah Hujan
-
1.432 25 2.448 1.432 2.448 20 -
4.5 4.5 2 3 2 4.5 4.5
8 Apeil 2011 9 April 2011 12 April 2011 14 April 2011 15 April 2011 16 April 2011
25 April 2011
Pengamatan Aspek Khusus Pengamatan Aspek Khusus Diskusi Pembukaan Lahan Baru Supervisi Dosen Pengamatan Aspek Khusus Pengamatan Aspek Khusus Pengecekan Pembumbunan Pengamatan Aspek Khusus Pengamatan Aspek Khusus Pengiriman Sampel Tanah Pengecekan Pembungaan dan Taksasi KMB
-
10 1.432 2.448 1.432 13.170 10 1.432 30
4.5 2 1 2 4.5 3 1 4.5 3 1 8
26 April 2011
Pengecekan Pembungaan dan Taksasi KMB
-
28
8
28 April 2011 29 April 2011 30 April 2011 1 Mei 2011 2 Mei 2011 5 Mei 2011
Taksasi kebun KMB Blora Taksasi kebun KMB Blora Taksasi kebun KMB Blora Taksasi kebun KMB Blora Pengamatan Aspek Khusus Pengamatan Aspek Khusus
-
30 40 42 38 9 10
12 12 12 12 5 5
20 April 2011 21 April 2011
Lokasi
Pidodo A Gondang A Pidodo Ngasinan Gondang A Ngasinan Bergas Dinas Pertanian, BPS, dan Dinas Pengairan Kendal Pidodo A Gondang A Kantor Tanaman SUS (Balai Pertemuan) Ngasinan Gondang D Bumi Ayu Pidodo A Gondang A Kantor Tanaman Wonosari, Sumur, Margosari, Karangmanggis Melatiharjo, Sukorejo, Pakisan, Kaliterong Blora Blora Blora Blora Gondang D dan Ngasinan
80 Lampiran 3. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Sinder di Kebun PG Cepiring, PT. Industri Gula Nusantara, Kedal (Lanjutan) Prestasi Kerja Penulis Tanggal
7 Mei 2011 12 Mei 2011 13 Mei 2011 14 Mei 2011 18 Mei 2011 28 Mei 2011 31 Mei 2011 1 Juni 2011 10 Juni 2011 11 Juni 2011 13 Juni 2011 14 Juni 2011
Jml Mandor yang Diawasi (orang)
Uraian Kegiatan
Pengamatan Aspek Khusus Taksasi Produksi Pengamatan Aspek Khusus Pengamatan Aspek Khusus Pengamatan Aspek Khusus Pengamatan Aspek Khusus Pengamatan Aspek Khusus Pengamatan Aspek Khusus Pengamatan Aspek Khusus Pengamatan Aspek Khusus Peninjauan Pertumbuhan Bibit Bagal Peninjauan Kebun KMB
-
Luas Areal yang Diawasi (ha) 1.432 20.357 5.187 2.448 11. 432 7.635 10 1.432 5.187 2.448 0.733 5
Lama Kegiatan (jam) 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 5 6
Lokasi
Pidodo A Gondang A Kedung Pane B Gondang D Ngasinan Pidodo A dan Gondang A Ngasinan dan Gondang D Pidodo A Gondang A Gondang D Ngasinan Gondang Boja
81 Lampiran 4. Bobot Batang per Meter per Jenis Tebu Berdasarkan Diameter Batang 5 Tahun Terakhir Diameter (cm) 2.0 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 …….………………… kg/m………………………… TRITON 0.34 0.35 0.37 0.38 0.41 0.42 BZ 148 0.31 0.34 0.36 0.37 0.39 0.41 BL 0.37 0.39 0.42 0.45 0.47 PS 77-1553 0.35 0.49 0.51 0.54 0.57 0.30 PS 80-442 0.36 0.37 0.39 0.41 0.43 0.43 PS 82-2670 0.32 0.34 0.36 0.39 0.41 0.44 PS 82-3133 0.33 0.35 0.38 0.39 0.42 0.30 PS 92-3092 0.35 0.37 0.40 0.43 0.46 PS 851 0.36 0.38 0.39 0.42 0.43 0.45 PS 861 0.34 0.36 0.38 0.40 0.43 0.35 PS 862 0.37 0.38 0.40 0.42 0.44 PS 863 0.34 0.36 0.38 0.41 0.42 0.44 PS 864 0.36 0.38 0.48 0.51 0.53 PS 921 0.39 0.42 0.45 0.48 0.51 PS 951 0.42 0.43 0.45 0.46 0.50 PSCO 2364 0.37 0.40 0.42 0.45 0.47 PSJT 9433 0.42 0.43 0.45 0.46 0.50 Lain-lain 0.34 0.37 0.35 0.40 0.45 0.50 Rata-rata 0.34 0.37 0.39 0.42 0.44 0.44 Sumber : Bagian Litbang, PG Sragi Jenis Tebu
Rata-rata 0.38 0.36 0.42 0.46 0.40 0.38 0.36 0.40 0.40 0.38 0.40 0.39 0.45 0.45 0.45 0.42 0.45 0.40 0.41
82 Lampiran 5. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Tahun 2007-2009 di Kabupaten Kendal Tahun 2007 2008 Bulan Curah Hari Curah Hari hujan hujan hujan hujan Januari 162 8 483 17 Februari 238 11 804 23 Maret 230 10 235 14 April 237 9 191 10 Mei 91 6 127 8 Juni 81 6 35 3 Juli 10 1 0 0 Agustus 23 2 57 5 September 3 0 23 2 Oktober 52 9 193 12 November 110 15 234 14 Desember 237 17 420 19 Jumlah 1 473 83 2 802 127 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Kendal
2009 Curah hujan 428 557 146 187 197 131 38 0 20 68 144 217 2 131
Hari hujan 19 20 9 9 13 6 2 0 2 5 9 11 105
83
Lampiran 6. Struktur Organisasi PG Cepiring PT Industri Gula Nusantara Direktur Utama Direktur Operasional
Kepala Pabrik
Umum
Logistik
HRD
Direktur Komersial
IT
Precurement
Marketing
Keuangan
Proses dan Laboratorium
Sipil
Akuntan
Teknik
Lanskap
Pajak
Electrical and Powerplan
keamanan
Ekspor Impor
Tanaman
84
Lampiran 7. Struktur Organisasi Bagian Tanaman PG Cepiring, PT Industri Gula Nusantara.
Direktur Utama Direktur Operasional Kepala Pabrik Manager Tanaman Supervisor TU L. TU & Administrasi
Supervisor Tebu L. TR Rakyat
Supervisor TR L. TR Kemitraan